9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Pustaka
1. Konsep Stilistika al-Quran
a. Pengertian Stilistika al-Quran
Stilistika (stylistic) adalah ilmu tentang gaya, sedangkan stil
(style) adalah cara-cara yang khas, bagaimana segala sesuatu
diungkapkan dengan cara tertentu, sehingga tujuan yang dimaksud
dapat dicapai secara maksimal.1
Mengutip pendapat Gorys Keraf, Syihabudin Qulyubi dalam
bukunya stilistika al-Quran mengatakan bahwa: dalam kata style
diturunkan dari kata latin stilus, yaitu semacam alat untuk menulis
pada lempengan lilin. Keahlian mengunakan alat ini akan
mempengaruhi jelas tidaknya tulisan pada lempengan tadi. Kelak pada
waktu penekanan dititik neratkan pada keahlian menulis indah, maka
style lalu berubah menjadi kemampuan dan keahlian untuk menulis
tau mengunakan kata-kata secara indah.2
Dalam kamus linguistik disebutkan, stilistika adalah ilmu yang
menyelidiki bahasa yang dipergunakan dalam karya sastra; ilmu
Interdisipliner antara linguistik dan kesusteraan. Dalam literature Arab
stilistika dikenal dengan istilah Uslb. Pengertian-pengertian tersebut
telah memberi gambaran awal kepada kita tentang apa yang dimaksud
dengan arti stilistika.3
Setelah disebut di atas bahwa stilistika adalah ilmu yang
menyelidiki bahasa yang dipergunakan dalam karya sastra; maka
stilistika al-Quran adalah ilmu yang menyelidiki bahasa yang
dipergunakan dalam al-Quran. Aspek-aspek bahasa yang dikaji dalam
1 Nyoman Kutha Ratna, Stilistika Kajian Puitika Bahasa Sastra dan Budaya, PustakaPelajar, Yogyakarta, 2013, hlm. 3.
2 Syihabudin Qulyubi, Stilistika al-Quran Pengantar Orientasi Studi al-Quran, TitianIllahi Press, Yogyakarta, 1997, hlm. 27-28.
3 Ibid, hlm. 28.9
10
stilistika al-Quran sama seperti aspek-aspek dalam stilistika pada
umumnya yaitu meliputi aspek Fonologi Preferensi Lafa, Preferensi
Kalimat Dan Deviasi.
Fonologi adalah bidang linguistic yan mempelajari,
menganalisis dan membicarakan runtutan bunyi-bunyi
bahasa.sedangkan secara bahasa fonologi terambil dari kata fon berarti
bunyi dan logi yang berarti ilmu. Jadi obyek kajian fonologi yang
berkaitan dengan bunyi baik bunyi tersebut dapat membedakan makna
atau tidak.seperti contoh ayat:4
1. demi (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengankeras, 2. dan (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) denganlemah-lembut, 3. dan (malaikat-malaikat) yang turun dari langitdengan cepat, 4. dan (malaikat-malaikat) yang mendahului dengankencang, 5. dan (malaikat-malaikat) yang mengatur urusan(dunia).(Q.S. al- nazit: 1-5).5
Prefensi kata dan prefensi kalimat pemilihan kata atau kalimat
yang dipergunakan sebagai media untuk menyampaikan pesan,
sekaligus mempunyai pengaruh terhadap makna yang dikemukakan,
sedangkan pemilihan kata lebih kepada kata yang mempunyai
kedekatan atau yang serupa dalam maknanya.seperti ayat:6
1. apabila langit terbelah, 2. dan patuh kepada Tuhannya, dansudah semestinya langit itu patuh, 3. dan apabila bumi diratakan, 4.
4 Ahmad Muzakki, Stilistika al-Quran Gaya Bahasa al-Quraan dalam Konteks Komunikasi, UINMalang Pres, Malang, 2009, hlm. 40.5 Departemen Agama RI. al-Quran dan Terjemahnya, al-Jumnatul Al, Bandung, 2004, Q.S. al-nazit: 1-5, hlm. 583.6 Ahmad Muzakki, Stilistika al-Quran Gaya Bahasa al-Quraan dalam, hlm. 64.
11
dan dilemparkan apa yang ada di dalamnya dan menjadi kosong, 5.dan patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya bumi itu patuh,(pada waktu itu manusia akan mengetahui akibat perbuatannya).(Q.S.al-insyiqq: 1-5).7
Deviasi secara etimologis berarti penyimpangan ragam atau
struktur bahasa. Dalam kajian sastra, deviasi merupakan
penyimpangan dari konvensi atau norma. Sastrawan berusaha
memberi cirikhas pada karyanya dengan menyimpang dari konvensi
sastra atau bahasa. Penyimpangan yang terjdi dalam pengunaan
bahasa sastra ini merupakan penyimpangan sosial, yaitu masyarakat
penyair secara keseluruhan, bukan perorangan. Contoh:8
78. (Yaitu Tuhan) yang telah menciptakan Aku, Maka Dialahyang menunjuki Aku, 79. dan Tuhanku, yang Dia memberi Makan danminum kepadaKu, 80. dan apabila aku sakit, Dialah yangmenyembuhkan Aku, 81. dan yang akan mematikan Aku, kemudianakan menghidupkan aku (kembali), 82. dan yang Amat kuinginkanakan mengampuni kesalahanku pada hari kiamat".(Q.S. al-Syuar:78-82).9
Sebenarnya, membicarakan stilistika al-Quran tidak bisa
dilepaskan dari konsep Izaj al-Quran itu sendiri karena stilistika al-
Quran ilmu yang mengkaji bahasa yang dipergunakan al-Quran.
Misalnya pemilihan huruf dan pengabungan antara konsonan dan
vocal yang serasi sehingga memudahkan dalam mengucapkan. Begu
juga pemeliharaan lafa misalnya lafa mara dalam surat al-Naziat
7 Departemen Agama RI. al-Quran dan Terjemahnya, al-Jumnatul Al, Bandung, 2004, Q.S. al-insyiqq: 1-5, hlm. 589.8 Ahmad Muzakki, Stilistika al-Quran Gaya Bahasa al-Quraan dalam, hlm. 71.9 Departemen Agama RI. al-Quran dan Terjemahnya, al-Jumnatul Al, Bandung, 2004, Q.S. al-Syuar: 78-82, hlm. 370.
12
ayat 31, yang berarti mencangkup semua jenis tumbuhan konsumtif,
seperti sayuran umbi-umbian, rerumputan, buncis dan sebagainya,
namun cukup dengan kata mara sebagai bahan makanan bagi umat
manusia dan binatang ternak.10
Ia memancarkan daripadanya mata airnya, dan
(menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya.(Q.S. al-Naziat: 31).11b. Macam-macam stilistika
Dalam literatur Arab, istilah stilistika dikenal dengan sebutan
ilm al-Uslb. Secara etimologi, Uslb adalah al-mariq wa al-wajih
wa al-madhib (metode, cara dan aliran). Dalam pengertian umum,
Uslb adalah cara menulis atau cara memilih dan menyususn kata
untuk mengungkap makna tertentu sehingga mempunyai tujuan dan
pengaruh yang jelas. Pengertian Uslb adabi berbeda dengan
pengertian Uslb ilmi, kalau Uslb adabi adalah bahasa emosi atau
rasa (lughah al-atifah), sedangkan Uslb ilmi adalah bahasa rasio
(lugah al-aql).12
Menurur pendapatnya Abd al-Qahr al-Jurjani, yang dikutip
oleh Ahmad Muzakki bahwa: pengertian Uslb dengan siygah itu
sama, yaitu cara penyampaian atau cara pengungkapan yang ditempuh
oleh seorang sastrawan untuk mengambarkan sesuatu yang ada pada
dirinya, atau untuk menyampaikan kepada orang lain dengan
mengunakan ungkapan bahasa tertua, atau cara menyusun kata untuk
mengungkap makna agar menjadi jelas dan berpengaruh kepada jiwa
pembaca. Dengan kata lain, Uslb adalah cara seorang penulis atau
penyair dalam memilih beberapa kata dan menyusun dalam rangkaian
kalimat, atau cara menciptakan pemikiran dan pengekspresiannya
10 Ahmad Muzakki, Stilistika al-Quran Gaya Bahasa al-Quraan dalam, hlm. 16.11Departemen Agama RI. al-Quran dan Terjemahnya, al-Jumnatul Al, Bandung, 2004,
QS; al-Naziat: 31, hlm. 584.12 Ahmad Muzakki, Stilistika al-Quran, hlm. 14.
13
dengan
mengunakan gaya bahasa yang sesuai dengan keadaan.13
Para sastrawan Arab membagi Uslb menjadi tiga bagian,
yaitu: Pertama, Uslb kitabi, Uslb ini menekankan pada ungkapan
yang fasih (ibarah jazlah), kalimat yang sempurna, inotasi yang
berpengaruh, dan diperindah dengan penekanan (intonsi) dan variasi
dalam menyampaikan kepada orang lain. Kedua, Uslb ilmi, Uslb
ini menekankan kepada logika yang kuat, keindahan bahasa yang
memuaskan pendengar, susunan argumentasi, dan dapat diandalkan
dalam menolak keragu-raguan. Ketiga, Uslb adabi, Uslb ini
mengunakan ungkapan yang lembut, gambaran yang indah dan
penyampaian yang halus karena bertujuan untuk memuaskan emosi,
membangkitkan rasa. Dari ketiga pembagian Uslb diatas, pada
hakekatnya Uslb tidak bisa dilepaskan dari dua unsur pokok, yaitu
unsur bahasa dan makna (ide, pemikiran dan gagasan). Sedangkn
Uslb memiliki tiga karakter yaitu: al-Juddah (indah), al-Wajazah
(ringkas), Al-Talaum (sesuai).
Indikasi al-Juddah adalah pengunaan preferensi kata dan
ungkapan yang indah, sedangkan al-ijaz adalah menampakan sifat-
sifat yang mencirikan Uslb yang baik, dan al-talaum adalah
kesesuain anter kalimat dari sisi musikalitas, susunan dan
keindahanya. Untuk mencapai katagori ini, al-Ziyat mempertegas
bahwa Uslb hanya terjadi apabila:
a) Adanya kreatifitas ide atau gagasan (al-mana al-mubtakr)
b) Adanya gaya bahasa yang indah sebagai media dari ide dan
gagasan (al-surah al-jayydah).14
13 Ibid, hlm. 14.14Ibid, hlm. 15.
14
c. Manfaat Stilistika
Berbicara tentang stilistika, sudah mengandaikan suatu bentuk
pendekatan bahasa, yang kedengaranya agak asing diteliga kita.
Kemudian, kita tidak akan berapologi atau berdiskusi berlarut-larut,
bahwa semua metodologi ilmu pengetahuan kita adopsi dari dunia
barat. Terlepas sedikit dari persoalan itu, keberakaran pengetahuan
secara empiris, berasal dari kebertautan kita dengan realitas sosiologis,
tidak bisa dibantah. Apa yang ingin dibcarakan pada dataran teoritis
adalah suatu rekonstruksi realitas sosiologis sedemikian rupa,
sehingga ruang, waktu dan peristiwa yang terjadi, berusaha dibekukan
dalam tulis-menulis, dan lealitas sosiologi itu sendiri seakan-akan
hadir, tersaji secara utuh. Dan pembaca dibawa masuk kedalam dunia
baru, ruang pentas imajenatif, yang sekaligus melibatkan dirinya,
seakan menonton secara langsung, kisah atau peristiwa yang di
tuturkan di dalamnya.
Inilah kemampuan bahasa dalam bengambarkan atau
menjelaskan sesuatu hal. Dalam sekala yang lebih luas, tindakan
bahasa semacam ini, memadukan banyak hal, mulai dari ekspresi
kreatif penutur ataupun bentuk-bentuk bunyi dan sususnan kalimat
tutur sampai dengan keindahan susatra.
Dalam konteks kebudayaan dan peradaban, paradigma
perkembangan bahasa justru dapat menjadi indikasi, sejauh mana
kebudayaan atau peradaban secara positivisik, lebih maju atau lebih
berkembang dari sebelumnya. Istilah-istilah baru yang muncul, atau
revitalisi makna kosa kata lama, ataupun suatu kata yang memperoleh
makna baru, dapat menjadi tolak ukur tingkat penemuan dan
eksplorasi pemikiran masyarakatnya sendiri. Wajar bila kemudian,
dibarat saat ini, setiap tuhunya selalu dilakukan pemantauan
(penghitungan dan pengkajian istilah-istilah atau kosa kata baru, baik
yang digunakan dala duna sains-ilmiah ataupun yang digunakan
sehari-hari dalam masyarakat) terhadap pengunaan masyarakatnya.
15
Kajian terhadap bahasa selalu menarik, selalu memberikan
nuansa-nuansa pemikiran dan interpretasi baru, yang lebih segar, pas
dan mengena (baik secara tekstual maupun kontekstual) serta
memberikan kemungkinan kajian interdisipliner dengan bidang-
bidang ilmu yang lain. Dan bagaimana dengan stilistika yang
dikaitkan dengan al-Quran, akan menempatkan kita pada posisi
netral, tidak memihak satu golongan atau satu pendapat tertentu (lebih
mengarah kepada al-Quran itu sendiri), dalam arti tidak menghakimi
sesuatu, kecuali mengungkap keindahan dan gaya bahasa yang
terdapat dalam al-Quran. Dan hal ini memberi peluang dan
kemungkinan yang lebih luas bagi studi-studi yang lebih lanjut.15
2. Karakteristik Stilistika al-Quran
a. Ditinjau dari Segi Lafa al-Quran
Keunikan dan keistimewaan al-Qur,an dari segi bahasa
merupakan kemukjizatan utama dan yang pertama yang ditunjukan
kepada masyarakat Arab pada 15 abad yang lalu. Kemukjizatan yang
dihadapkan kepada mereka itu, bukan dari segi isyarat ilmiah dan
pemberitaan gaibnya, kerena kedua aspek ini berada di luar jangkauan
pemikiran mereka. Satu huruf dalam al-Quran dapat melahirkan
keserasian bunyi dalam sebuah kata, kumpulan kata akan membentuk
keserasian irama dalam rangkaian kalimat, dan kumpulan kalimat
akan merangkai keserasian irama dalam ayat. Inilah yang menjadi
salah satu kemukjizatan al-Quran dari sisi lafa dan Uslb-nya.
Sebagaimana yang dikatakan Abu Sulaiman Ahmad bin Muhammad,
keindahan susunan lafa dan ketepatan maknanya menunjukan bahwa
al-Quran adalah mujizat yang tidak akan tertandingi selamanya.16
Kalau memperhatikan lebih seksama tentang struktur kalimat
al-Quran sering mengunakan kalimat yang berbeda untuk satu pesan,
atau mengunakan struktur kalimat yang sama untuk kasus yang
15Syihabudin Qulyubi, Stilistika al-Quran, hlm. 6-8.16 Ahmad Muzakki, Stilistika al-Quran, hlm. 4.
16
berbeda, sehingga kadang tampak seperti ada deviasi dari aspek tata
bahasa yang baku. Dalam pemilihan kata al-Quran juga sering
mengunakan beberapa kata yang memiliki arti sama dalam bahasa
Indonesia, misalnya kata basyar, insan dan ns jika diterjemahkan
berarti manusia. Yang menarik adalah, jika tiap kata itu memang
memiliki makna yang sama, niscaya antar satu kata dengan kata yang
lainnya bisa saling menganti. Tetapi, pengantian semacam itu dalam
al-Quran tidak diperbolehkan. Mengertian ini mengindikasikan
bahwa setiap kata yang diungkap al-Quran memiliki karakter makna
sesuai dengan konteks pembicaraan.17
Adanya pemilihan kata untuk tujuan tertentu, melahirkan
sebuah kajian ilmu yang disebut stilistika. Stilistika secara sederhana
dapat diartikan sebagai kajian linguistik yang objeknya berupa Style,
sedangaka style adalah cara mengunakan bahasa dari seseorang dalam
konteks tertentu dan untuk tujuan tertentu. Dalam dunia retorika, gaya
bahas ajuga dikenal denga istilah style.18
Pemilihan kata dalam al-Quran tidaka saja dalam arti
keindahan, melaikanjuga kekayaan makna yang dapat melahirkan
berbagai ragam pemahaman. Salah satu faktor yang melatarai
pemilihan kata dalam al-Quran adalah keberadaan konteks, baik
bersifat geografis, sosial maupun budaya. Sebagaimana disebutkan
dalam kajian sosiologistik, bahwa ada dua faktor yang turut
menentukan ketika aktivitas berbicara berlangsung, yaitu faktor
situasional dan sosial. Faktor situasi turut mempengaruhi pembicaraan
terutama pemilihan kata-kata dan bagaimana caranya mengkode,
sedangkan faktor sosial menentukan bahasa yang dipergunakan.
Dengan begitu preferensi kata atau kalimat benar-benar menjadi
pertimbangan agar bahasa itu menjadi komunikatif.19
b. Kemanfaatan Bagi Umat Manusia
17 Ibid, hlm. 4-5.18 Ibid,, hlm. 5.19Ibid, hlm. 4-6.
17
Stilistika bukan semata-mata masalah khas sastra sebagaimana
dipahami sebelumnya. Benar, secara akademis adalah khas sastra,
tetapi efek pragmatisnya dapat digunakan untuk kepentingan
masyarakat, bahkan sebagai keperluan-keperluan yang bersifat
elementer. Dalam hubungan inilah karya sastra berfungsi demi
perkembangan masyarakat secara luas, bagian berikut secara terus-
menerus akan dikemukakan kaitan dialektis antara peranan kehidupan
sehari-hari dengan sastra disatu pihak, bahasa dan sastra dipihak yang
lain20
Melalui dialeka dengan fenomena kehidupan masyarakat Arab,
al-Quran memiliki variasi gaya bahasa dalam menyampaikan pesan-
pesan moral dan kebenaran. Dengan kata lain sesunguhnya ayat-ayat
al-Quran merupakan proses dialektis dan jawaban Muhammad atas
konteks yang dihadapi. Dengan demikian, analisis konteks cukup
berperan dalam memahami peristiwa pewahyuan, karena ayat-ayat al-
Quran tidak dapat dimengerti secara sempurna kecuali dengan
melihat konteks saat wahyu diturunkan. Dalam tradisi tafsr, terutama
dikalngan sunni permasalahan ini dikembalikan dan dibatasi pada
analisis mengenai al-asbb al-nuzl atau konteks sosio-historis
seputar turunya ayat-ayat al-Quran.21
c. Memberi Stimulasi Bagi Akal dan Perasaan
Dalam dunia empiris, kita sulit memilih bahasa yang tepat
untuk mewakili sebuah realitas, apalagi bahasa al-Quran yang sangat
menekankan aspek believing (keyakinan) dan understending
(pemahaman), bahasa al-Quran memiliki hakikat yang khusus,
berbeda dengan bahasa-bahasa yang lain. Ia bukan hanya mengacu
pada dunia empirik, tetapi juga mengacu pada dimensi metafisik,
bahkan mengatasi ruang dan waktu. Salah satu kelemahan bahasa
adalah tidak setiap kata yang diungkapkan mengacu kepada suatu
20Nyoman Kutha Ratna, Stilistika Kajian, hlm. 8.21Ahmad Muzakki, Stilistika al-Quran, hlm 7.
18
obyek yang kongkrit, empirik dan dapat dibuktikan secara nyata,
misanya ungkapan kata al-jannah (surga) dan al-nr (neraka). Dalam
upaya mengatasi stagnsi bahasa, maka sangat realitis jika kemudian
dikembangkan bahasa metafor dan analogi. Karena bahasa metafor
dan analogi dapat menjembatani antara rasio manusia yang terbatas
dengan bahasa al-Quran yang serba tidak terbatas.
Bahasa al-Quran sangat komunitif dan bisa diterima sekalipun
dalam satu sisi sangat menantang kemampuan dan kepandaian para
ahli bahasa dan sastra pada saat itu. Mereka adalah masyarakat yang
sangat mengetahui tentang keunikan dan keistimewaan al-Quran,
serta menyadari ketidak mampuannya untuk menyusun semisal al-
Quran. Tetapi, sebagian mereka ada yang tidak mau menerima
kehadiran al-Quran, karena pesan-pesan yang dikandungnya tidak
sejalan dan bertentangan denga kebiasaan, tradisi dan kepercayaan
yang diyakini. Sesunguhnya sikap penolakan yang mereka lontarkan
bertentangan dengan keyakinan yang sebenarnya, mereka mengatakan
bahwa al-Quran adalah syair, tetapi mereka sangat menyadari akan
keindahan susunan dan irama yang tidak mungkin dibuat oleh
Muhammad SAW.22
Karena semua gaya dalam hubungan ini gaya karya sastra,
karya sastra yang berhasil adalah artifisial, diciptakan dengan sengaja.
Gaya dengan demikian adalah kualitas bahasa, merupakan ekspresi
langsung pikiran dan perasaan. Tampa adanya proses hubungan yang
harmonis antara kedua gejala tersebut, maka gaya bahasa tidak ada.
Dalam istilah aktifitas komunikasi antara pikiran dan perasaan
diproduksi secara terus-menerus sejak awal hingga akhir, sehingga
keseluruhan karya dapat dianggap sebagai memiliki gaya bahasa.23
22Ahmad Muzakki, Stilistika al-Quran, hlm. 2-3.23Nyoman Kutha Ratna, Stilistika Kajian, hlm. 6.
19
d. Kalimat yang Serasi
Pemilihan huruf dalam al-Quran dengan mengabungkan antara
konsonan dan vokal sangat serasi sekali, sehingga memudahkan dalam
pengucapan (terutama bagi bangsa Arab, tempat al-Quran diterunkan
dan mereka ditantang untuk menandinginya) keserasian dalam tata
bunyi al-Quran adalah keserasian adalam mengatur harakat (tanda
baca yang menimbulkan bunyi a, i, dan u), sukun (tanda baca mati)
madd (tanda baca yang menimbulkan panjang) dan gunnah (nsal)
sehingga enak untuk di dengar dan diresapi.24
Keserasian bunyi pada akhir ayat melebihi keserasian yang
dimiliki puisi, karena al-Quran mempunyai purwakanti yang beragam
sehingga tidak menjemukan perhatikan saja semisal surah al-Kahfi
ayat 9-16:
24 Syihabudin Qulyubi, Stilistika al-Quran, hlm. 40.
20
9. atau kamu mengira bahwa orang-orang yang mendiami guadan (yang mempunyai) raqim itu, mereka Termasuk tanda-tandakekuasaan Kami yang mengherankan?10. (ingatlah) tatkala Parapemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua, lalu merekaberdoa: "Wahai Tuhan Kami, berikanlah rahmat kepada Kami darisisi-Mu dan sempurnakanlah bagi Kami petunjuk yang Lurus dalamurusan Kami (ini)."11. Maka Kami tutup telinga mereka beberapatahun dalam gua itu,12. kemudian Kami bangunkan mereka, agarKami mengetahui manakah di antara kedua golongan itu yang lebihtepat dalam menghitung berapa lama mereka tinggal (dalam guaitu).13. Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini denganbenar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang berimankepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk merekapetunjuk.14. dan Kami meneguhkan hati mereka diwaktu merekaberdiri, lalu mereka pun berkata, "Tuhan Kami adalah Tuhan seluruhlangit dan bumi; Kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia,Sesungguhnya Kami kalau demikian telah mengucapkan Perkataanyang Amat jauh dari kebenaran".15. kaum Kami ini telah menjadikanselain Dia sebagai tuhan-tuhan (untuk disembah). mengapa merekatidak mengemukakan alasan yang terang (tentang kepercayaanmereka)? siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yangmengada-adakan kebohongan terhadap Allah?16. dan apabila kamumeninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah,Maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Tuhanmuakan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakansesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu.(Q.S. al-Kahfi: 9-16).25
Pada akhir ayat-ayat terdapat bunyi vokal a namun diiringi
oleh konsonan yang bervariasi sehingga menimbulkan hembusan
suara yang berbeda, yaitu antara ba, da, ta, dan qa. Sehingga tidak
anaeh tatkala al-Quran turun hati orng arab tersentuh oleh keserasian
dan keindahanya, mereka mengira al-Quran itu puisi, namun al-Wlid
bin al-Mugrah seorang ahli puisi pra Islam, kala itu membantahnya,
25Departemen Agama RI. al-Quran dan terjemahny, al-Jumnatul Al, Bandung, 2004,Q.S. al-kahfi: 9-16, hlm. 294-295.
21
karena bunyi al-Quran berbeda dengan kaidah-kaidah puisi yang
sudah mereka kenal.26
Dalam al-Quran kita menemukan beberapa preferensi kata
yang menjalin dialetika antara teks dengan konteks geografis tanah
Arab. Misalnya, ketika al-Quran melukiskan dahsyatnya hari kiamat,
ia digambarkan laksana gunung-gunung yang berubah menjadi
tumpukan pasir yang berterbangan:
Pada hari bumi dan gunung-gunung bergoncangan, dan
menjadilah gunung-gunung itu tumpukan-tumpukan pasir yangberterbangan.(Q.S.al-Muzzamil:14).27
Sebuah gambaran yang intensitasnya melebihi badai padang
pasir yang mesti dihadapai oleh pengembara. Situasi itu juga
ditamsilkan al-Quran sehubungan dengan perbuatan orang-orang
kafir. Disebutkan bahawa amalan-amalan mereka seperti debu pasir
yang berterbangan dihembus angin rebut,:
Orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, amalan-amalanmereka adalah seperti Abu yang ditiup angin dengan keras padasuatu hari yang berangin kencang. mereka tidak dapat mengambilmanfaat sedikitpun dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia).yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh.(Q.S.Ibrhm:18).28
26Syihabudin Qulyubi, Stilistika al-Quran, hlm. 40.27Departemen Agama RI. al-Quran dan terjemahny, al-Jumnatul Al, Bandung, 2004,
Q.S.al-Muzammil: 14, hlm. 574.28Departemen Agama RI. al-Quran dan terjemahny, al-Jumnatul Al, Bandung, 2004,
Q.S. Ibrhm:,18 hlm. 257.
22
pada ayat tersebut situasi kejamnya kehidupan dipadang pasir terut
menjadi latar dalam pemilihan kata (ikhtiar al-laf).29
e. Kaya dengan Seni Redaksional
Gaya bahasa al-Quran dalam konteks ilmu bayan yang dalam
kajian bahasa Arab ia identik dengan mengunakan bahasa metaforik-
simbolik, diantaranya adalah gaya bahasa tasbh, istiarah, majz, dan
kinyah. Langkah yang bertanggung jawab adalah sangat penting
dalam memahami metafora keagamaan dan menempatkan metafora
itu pada konteks sosial, kultur, dan historis ditempat metafora itu
diciptakan. Karena situasi sosial, kultur, politis, dan kesejarahan yang
dialami oleh suatu komunitas keagamaanlah yang membuat mereka
menciptakan metafora-metafora keagamaan. Setiap metafora adalah
kontruksi dari sosio-kultural yang dibangun oleh masyarakat yang
sekaligus juga berefek untuk merancang bangunan masyarakat dan
budayanya.30
1) Majz adalah kebalikan dari aqiqah. Sebuah kata yang mengacu
kepada makana asal atau makna dasar, tampa mengundang
kemungkinan makna lain disebut dengan aqiqah. Sedangkan
majz adalah sebaliknya, yaitu perpindahan makna dasar ke
makna yang lainnya, atau pelebaran medan makna dari makna
dasar. Secara teoritik majz adalah peralihan makna dari yang
leksikal menuju keliterer, atau dari yangdenotatif menuju yang
konotatif karena ada alasan-alasan tertentu.seperti pada ayat:31
29Ahmad Muzakki, Stilistika al-Quran, hlm.6.30Aisyah Abdurrahman bint al-SyI, al-ijz al-bayn lilQurn wa masil Ibn al-
Azraq dirsah Qurniyyah lugawiyyah wa bayniyyah, Dr al-Marif, Kairo, t.th, hlm. 104.31Ahmad Muzakki, Pengantar Teori Sastra Arab, UIN Maliki Pres, Malang, 2011, hlm.
181.
23
Aatau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat darilangit disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbattelinganya dengan anak jarinya, karena (mendengar suara)petir,sebab takut akan mati dan Allah meliputi orang-orang yangkafir (Q.S. al-Baqarah: 19).32
Keadaan orang-orang munafik Mekah ketika mendengar
ayat-ayat yang mengandung peringatan, adalah seperti orang yang
ditimpa hujan leba dan petir, mereka menyumbat telingganya
karena tidak sanggup mendengar peringatan-peringatan al-
Quran. Secara leksikal kata aabi maknanya adalah jari-jari dan
mustahil bagi mereka untuk menyumbat telinganya dengan semua
jari karena takut bunyi guntur yang mematikan. Tapi yang
dimaksud aabi pada ayat tersebut adalah sebagian dari jari-jari,
bukan semuanya. Berdasarkan konsep teori diatas maka kata
aabi disebut majz, salah satu alasanya adalah menyampaikan
ungkapan dalam bentuk plural (jama) namun yang dimaksudkan
adalah sebagian saja.33
2) Tasbh secara bahasa berarti penyerupaan, sedangkan secara
terminologis adalah penyerupaan dua perkara atau lebih yang
memiliki kesamaan dalam hal tertentu. Para sastrawan Arab
menjelaskan bahwa tasbh merupakan elemen vital dalam karya
sastra. Menurut mereka tasbh mempunyai empat unsur: 1) suatu
yang diperbandingkan (Al-Musabah), 2) obyek perbandingan (Al-
Musaba bih), 3) alasan perbandingan (wajah sabah), 4) perangkat
perbandingan (adat sabah). Tasbh berfungsi memperjelas
makana sertamemperkuad maksud dari sebuah ungkapan. Sehinga
orang mendengarkan pembicaraan bisa merasakan seperti
pengalaman psikologi si pembicara, seperti dalam ayat:
32Departemen Agama RI. al-Quran dan terjemahny, al-Jumnatul Al, Bandung, 2004,Q.S. al-Baqarah: 19 hlm. 4.
33 Al-Sayid Ahmad al-Hsyim, Jawhiru al-Balgah F al-Man wa al-bad, Dr al-Kutub Ilmiyyah, Bairut, 2012, hlm. 178.
24
Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yangberiman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap merekadiberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu, merekamengatakan : "Inilah yang pernah diberikan kepada Kamidahulu." mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untukmereka di dalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekaldi dalamnya(Q.S.al-Baqarah:25).34
Kebutuhan fisik berupa air dan buah-buahan, serta
kebutuhan biologis berupa istri-istri, merupakan fenomena dan
realita yang menimpa masyarakat Arab. Untuk menggugah
kepercayaanya, agar mereka mau beriman kepada ajaran yang
dibawa Nabi SAW. dan kemudia diwujudkan dalam bentuk
perbuatan nyata, maka al-Quran perlu menyampaikan dalam
bentuk gaya bahasa tasbh, yaitu surga diperumpamakan anhar
(sungai-sungai), di dalam surga mereka diberi thamarah (buah-
buahan), dan disiapkan azwj muaharh (istri-istri yang suci).
Dengan kondisi geografi Arabia yang tidak ramah, maka
pemilihan kata atau frase yang disajikan al-Quran seperti pada
ayat diatas sangat memotivasi keyakinan mereka sekaligus
menjadi dambaan dalam hidupnya.35
34Departemen Agama RI. al-Quran dan Terjemahnya, al-Jumnatul Al, Bandung, 2004,Q.S. al-Baqarah: 25, hlm. 5.
35Al-Sayid Ahmad al-Hsyim, Jawhiru al-Balgah Fhlm. 174-176.
25
3) Istiarah adalah meminjam kata untuk dupakai dalam kata yang
lain karena ada beberapa faktor. Pada lazimnya, orang Arab
sering meminjam kata dan menempatkanya untuk kata yang lain
tatkala ditemukan alasan-alasan yang memungkinkan.
Pengertian lain menyebutkan, istiarah adalah peminjaman
makna kata untuk kata lainyayang mana kata tersebutpada
awalnya tidak memiliki makna yang dipinjamkan.
Mendefinisikan istiarah sebagai peralihan makna dari kata yang
dalam pengunaan bahasa keseharian memiliki makna dasar, atau
makna asli kemudian karena alasan tertentu makna itu beralih
kepada makna lainya, bahkan melampaui batas makna
leksikalnya, Sebagaimana ayat:
Alif, laam raa. (ini adalah) kitab yang Kami turunkankepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulitakepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka,(yaitu) menuju jalan Tuhan yang Maha Perkasa lagi MahaTerpuji.(Q.S. Ibrhm:1).36
Dalam ayat diatas terdapat tiga kata yang dipinjam yaitu:
al-ulumt (gelap gulita), al-nr (cahaya), al-ir (jalan). Kata
al-ulumt dipinjam dari kata al-kufr (kekufuran), aslinya
kekufuran diserupakan dengan suasana gelap gulita karena sama-
sama tidak ada cahaya atau petunjuk.Kemudian kata al-kufr di
buang dan dimasukanya dipinjamkan kepada kata al-ulumt.
Kata al-nr dipinjam dari kata al-iman (keimanan), asalnya
keimanan diserupakan dengan cahaya karena sama-sama
36Departemen Agama RI. al-Quran dan Terjemahnya, al-Jumnatul Al, Bandung, 2004,Q.S. Ibrhm: 1 hlm. 257.
26
menerangi kehidupan.Kemudian kata al-iman dibuang dengan
maksud dipinjamkan kepada kata al-nr.
Sedangkan kata al-ir dipinjam dari kata al-Islam
(keislaman), asalnya jalan yang diserupakan dengan Islam karena
sama-sama memberikan cara atau aturan hidup. Kemudian al-
Islam dibuang dan maksudnya dipinjam kepada kata al-ir. Jadi
dalam memahami ayat tersebut hendaknya kata al-ulumt
dipahami sebagai kekufuran, kata al-nr dipahami dengan
keimanan, dan kata al-ir dengan keIslaman. Sebab menurut
akal, diturunkanya al-Quran kepada manusia bukan karena
supaya mereka kuluar dari suasana gelap gulita menuju cahaya
untuk memperoleh jalan, tetapi al-Quran sebagai pedoman hidup,
dia diturunkan agar manusia bisa keluar dari kekufuran menuju
keimanan dengan aturan yang telah ditetapkan dalam syariat
Islam.37
4) Kinyah ada kemiripan dengan gaya bahasa metonimia, ia berasal
dari bahasa yunani, meta yang berarti menunjukan perubahan dan
onama yang berarti nama. Dengan demikian metonomia adalah
suatu gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk
menyatakan sesuatu hal lain karena mempunyai pertalian yang
sangat dekat.
37Al-Sayid Ahmad al-Hsyim, Jawhiru al-Balgah Fhlm. 187-190
27
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat,sedang kamu dalam Keadaan mabuk, sehingga kamu mengertiapa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedangkamu dalam Keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja,hingga kamu mandi. dan jika kamu sakit atau sedang dalammusafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telahmenyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, Makabertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulahmukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagiMaha Pengampun.(Q.S.al-Nisa:43).38
Secara leksikal, kata lamastum berarti saling menyentuh,
tetapi jika melihat konteks keseluruhan ayat maka yang
dimaksudkan menurut jumhur ulama adalah berhubungan badan
(jamatum), sekalipun ada sebagian pendapat lain, yaitu
menyentuh.39
3. Konsep al-Asm al-usn
a. Pengertian al-Asm al-usn
Kata al-Asm adalah bentuk jamak dari kata al-Ism yang biasa
diterjemahkan dengan nama. Ia berakar dari kata assume yang
berarti ketinggian, atau asimah yang berarti tanda. Memang nama
merupakan tanda bagi sesuatu, sekaligus harus dijunjung tinggi. Allah
memiliki apa yang dinamai-Nya sendiri dengan al-Asm dan bahwa
al-Asm itu bersifat husn.
Kata al-Husn adalah bentuk muanna/feminism dari kata
Ahsan yang berarti terbaik. Pensifatan nama-nama Allah dengan kata
yang berbentuk superlative ini menunjukan bahwa nama-nama
tersebut bukan saja baik, tetapi juga terbaik, bila dibandingkan dengan
nama-nama yang lainya, apakah yang baik dari selain-Nya itu wajar
disandang-Nya atau tidak. Sifat pengasih -misalnya- adalah baik. Ia
dapat disandang oleh mahluk/manusia, tetapi karena bagi Allah nama
38Departemen Agama RI. al-Quran dan Terjemahnya, al-Jumnatul Al, Bandung, 2004,Q.S.al-Nisa: 43 hlm. 85.
39Ahmad Muzakki, Stilistika al-Quran, hlm. 148-149.
28
yang terbaik, maka pastilah sifat kasih-Nya melebihi sifat kasih
mahluk, dalam kapasitas kasih maupun subtansinya. Di sisi lain sifat
pemberani , merupakan sifat yang baik disandang oleh manusia,
namun sifat ini tidak wajar disandang Allah, karena keberanian
mengandung kaitan dengan subtansinya dengan jasmani, sehingga
tidak mungkin disandangkan kepada-Nya. Ini berbeda dengan sifat
kasih, pemurah, adil dan sebagainya. Kesempurnaan manusia adalah
jika ia memiliki keturunan, tetapi sifat kesempurnaan manusia ini,
tidak mungkin pula disandang-Nya karena ini mengakibatkan adanya
unsur kesamaan Tuhan dengan yang lain, disamping menunjukan
kebutuhan, sedangkan hal tersebut mustahl bagi-Nya. Demikian kata
al-Husn menunjukan bahwa nama-namanya adalah nama-nama yang
amat sempurna, tidak sedikitpun tercemar oleh kekurangan.40
Al-Asm al-usn secara harfiah berarti nama-nama yang
terbaik, istilah ini diambil dari beberapa ayat al-Quran yang
menegaskan bahwa Allah mempunyai berbagai bahwa Allah
mempunyai beberapa nama yang terbaik. Melalui nama-nama
tersebut, umat Islam bisa mengetahui keagungan Allah yang menyeru
dengan nama-nama tersebut ketika berdoa dan mengharap kepada-
Nya. Meskipun dalam al-Quran sudah disebutkan beberapa nama
yang terbaik itu.41
Nama/sifat-sifat yang disandang-Nya itu, terambil dari bahasa
manusia, namun kata yang digunakan saat disandang manusia, pasti
mengandung makna kebutuhan serta kekurangan, walaupun ada
diantaranya yang tidak dapat dipisahkan dari kekurangan tersebut dan
ada pula yng dapat dipisahkan. Keberadaan pada satu tempat, atau
arah tidak mungkin dapat dipisahkan dari manusia. Ini merupakan
keniscayaan sekaligus kebutuhan bagi manusia, dan dengan demikian
40M. Syafiie El-Bantanie, Rahasia Keajaiban Asmaul Husna, Wahyu Media, Jakarta, 2009,hlm. x.
41 M. Zulkani Jahja, 99 Jalan Mengenal Tuhan, Pustaka Pesantren, Yogyakarta, 2011, hlm.xvi.
29
ia tidak disandangkan dengan Tuhan, karena pemustahilan pemisahan
itu. Ini berbeda dengan kata kuat bagi manusia, kekuatan diperoleh
oleh sesuatu yang bersifat materi yakni adanya otot-otot yang
berfungsi baik, dalam arti kita membutuhkan hal tersebut untuk
memiliki kekuatan. Kebutuhan tersebut tentunya tidak sesuai dengan
kebesaran Allah, sehingga sifat kuat bagi Tuhan hanya dapat dipahami
dengan menyingkirkan dari nama/sifat tersebut hal-hal yang
mengandung makna kekurangan dan atau kebutuhan itu.42
b. Hakikat Al-Asm al-usn dalam Al-Quran
Sangat popular berbagai riwayat yang menyatakan bahwa
jumlah Al-Asm al-usn adalah Sembilan puluh Sembilan. Nama-
nama Allah SWT itu yakni:
1. Allah,
2. Al-Rahman, (Yang Maha Pengasih)
3. Al-Rahm, (Yang Maha Penyayang)
4. Al-Malik, (Yang Maha Merajai)
5. Al-Quds, (Yang Maha Suci)
6. Al-Salm, (Yang Maha Menyelmatkan)
7. Al-Mumin, (Yang Maha Memberi Keamanan)
8. Al-Muhaimin, (Yang Maha Melindungi)
9. Al-Azz, (Yang Maha Perkasa)
10. Al-Jabbr, (Yang Maha Memaksa)
11. Al-Mutakabbir, (Yang Maha Sombong)
12. Al-Khliq, (Yang Maha Pencipta)
13. Al-Bar, (Yang Maha Mengadakan)
14. Al-Muawwir, (Yang Maha Membentuk)
15. Al-Gaffr, (Yang Maha Pengampun)
16. Al-Qahhr, (Yang Maha Perkasa)
17. Al-Wahhb, (Yang Maha Memberi Karunia)
42M. Qurais Shihab, Menyikap Tabir Ilahi Asma al-Husna Dalam Perpektif Al-Quran,Lentera Hati, Jakarta 1998. hlm xxxiv-xxxix.
30
18. Al-Razzq, (Yang Maha Memberi Rejeki)
19. Al-Fath, (Yang Maha Membuka)
20. Al-Alm, (Yang Maha Mengetahui)
21. Al-Qbi, (Yang Maha Menahan)
22. Al-Bsi, (Yang Maha Melepaskan)
23. Al-Khfi, (Yang Maha Merendahkan)
24. Al-Rfi, (Yang Maha Meningikan)
25. Al-Muiz, (Yang Maha Memuliakan)
26. Al-Muil, (Yang Maha Menghinakan)
27. Al-Sam, (Yang Maha Mendengar)
28. Al-Bashr, (Yang Maha Melihat)
29. Al-Hakam, (Yang Maha Menghukumi)
30. Al-Adil, (Yang Maha Adil)
31. Al-Laif, (Yang Maha Lembut)
32. Al-Khabr, (Yang Maha Waspada)
33. Al-Halm, (Yang Maha Penyantun)
34. Al-Am, (Yang Maha Agung)
35. Al-Gafr, (Yang Maha Mengampuni)
36. Al-Syakr, (Yang Maha Berterima Kasih)
37. Al-Al, (Yang Maha Tinggi)
38. Al-Kabr, (Yang Maha Besar)
39. Al-haf, (Yang Maha Menjaga)
40. Al-Muqt, (Yang Maha Memberi Makan)
41. (Al-Hasb, (Yang Maha Menghitung
42. Al-Jall, (Yang Maha Sempurna)
43. Al-Karm, (Yang Maha Mulia)
44. Ar-Raqb, (Yang Maha Mengawasi)
45. Al-Mujb, (Yang Maha Mengabulkan)
46. Al-Ws, (Yang Maha Luas)
47. Al-Hakm, (Yang Maha Bijaksana)
48. Al-Wadd, (Yang Maha Mengasisi)
31
49. Al-Majd, (Yang Maha Mulia)
50. Al-Bai, (Yang Maha Membangkitkan)
51. Al-Syahd, (Yang Maha Menyaksikan)
52. Al-Haq, (Yang Maha Benar)
53. Al-Wakl, (Yang Maha Mewakili)
54. Al-Qaw, (Yang Maha Kuat)
55. Al-Matn, (Yang Maha Kokoh)
56. Al-Wal, (Yang Maha Melindungi)
57. Al-Hamd, (Yang Maha Terpuji)
58. Al-Muh, (Yang Maha Menghitung)
59. Al-Mubdi, (Yang Maha Memulai)
60. Al-Mud, (Yang Maha Mengembalikan)
61. Al-Muhy, (Yang Maha Menghidupkan)
62. Al-Mumt, (Yang Maha Mematikan)
63. Al-Hayyu, (Yang Maha Hidup)
64. Al-Qaymu, (Yang Maha Berdiri Sendiri)
65. Al-Wjid, (Yang Maha Menemukan)
66. Al-Mjid,( Yang Maha Memiliki Kemulyaan)
67. Al-Whid, (Yang Maha Tunggal)
68. Al-Ahad, (Yang Maha Esa)
69. Al-amad, (Yang Maha Dibutuhkan)
70. Al-Qdir, (Yang Maha Kuasa)
71. (Al-Muqtadr, (Yang Maha Memiliki Kekuasaan
72. Al-Muqaddm, (Yang Maha Mendahului)
73. Al-Muakhir, (Yang Maha Mengakhiri)
74. Al-Awwal, (Yang Maha Awal)
75. Al-Akhir, (Yang Maha Akhir)
76. Al-hir, (Yang Maha Nyata)
77. Al-Bain, (Yang Maha Samar)
78. Al-Wl, (Yang Maha Menguasai)
79. Al-Mutaal, (Yang Maha Memiliki Ketingian)
32
80. Al-Barru, (Yang Maha Baik)
81. Al-Tawwbu, (Yang Maha Menerima Taubat)
82. Al-Muntaqim, (Yang Maha Menyiksa)
83. Al-Afwu, (Yang Maha Memaafkan)
84. Al-Raf, (Yang Maha Belas Kasihan)
85. Malik al-Mulk, (Yang Maha Memiliki Kerajaan)
86. al-Jalli Wa al-Ikram, (Yang Maha Memiliki
Kebesaran Dan Kemulyaan)
87. Al-Muqsi, (Yang Maha Adil)
88. Al-Jmi, (Yang Maha Menghimpun)
89. Al-Gan, (Yang Maha Kaya)
90. Al-Mugn, (Yang Maha Memberi Kekayaan)
91. Al-Mni, (Yang Maha Mencegah)
92. Al-aru, (Yang Maha Memberi Mudlarat)
93. Al-Nfi, (Yang Maha Memberi Manfaat)
94. Al-Nr, (Yang Maha Cahaya)
95. Al-Hd,( Yang Maha Memberi Petunjuk)
96. Al-Bad, (Yang Maha Pencipta)
97. Al-Bq, (Yang Maha Kekal)
98. Al-Wri, (Yang Maha Mewarisi)
99. Al-Rasyid, (Yang Maha Memberi Petunjuk)
-Al.100 abr, (Yang Maha Penyabar).43
c. Manfaat al-Asm al-usn
Keberadaan al-Asm al-usn dalam agama Islam
mempunyai beberapa aspek kemanfaatan diantaranya adalah:
1) Menjelaskan kepribadian Allah SWT. , sehingga setiap orang
mengenal Allah dengan baik.
2) Nama-nam terbaik itu bisa digunakan manusia untuk memohon
pertolongan ketika berdoa kepada Allah SWT.
43Ibid, hlm. xxxix-xliii.
33
3) Demi tegaknya moral yang baik dalam kehidupan maka setiap
orang perlu mewujudkan makna kepribadian Allah dalam
kehidupanya pribadi, atau dalam hubungannya dengan dirinya
sendiri, atau dengan manusia yang lain, alam semesta dan dengan
tuhan.
4) Jika kurang mampu menghayatinya dalam kehidupan, minimal
bisa membacanya secara rutin setiap hari, sehingga dapat
menghafalnya diluar kepala.
Kalau disederhanakan maka hanya ada dua fungsi utama al-
Asm al-usn yaitu: bagi Allah untuk menjelaskan kepribadian-
Nya, dan bagi hamba (manusia), untuk tegakan moral yang baik dalam
kehidupan.44
B. Penelitian Terdahulu
Ada beberapakajian yang pernah dilakukan dalam tema yang serupa
dengan ini, seperti beberapa hal berikut ini:
1. Stilistika al-Quran Pengantar Orientasi Studi al-Quran, karangan
Syihabudin Qulyubi, buku ini membahas stilistika secara umum dalam
al-Quran, karena hanya membahas teori-teori dari ilmu stilistika saja,
dan buku ini lebih memfokuskan pada kisah-kisah dalam al-Quran, yang
mana buku ini mengkhususkan kisah nabi Ysuf.
2. Stilistika al-Quran, Gaya Bahasa al-Quran Dalam Konteks
Komunikasi, karya Ahmad Muzakki, buku ini tidak jauh berbeda dengan
karangan Syihabudin Qulyubi, karena memang buku ini menginduk pada
Stilistika al-Quran karangan Syihabudin Qulyubi, buku ini hanya
membahasa dasar-dasar dari teori stilistika.
3. Upaya Guru Dalam Mengatasi Malas dan Lalai Melalui Dzikir al-
Asm al-usn Pada Peserta didik Madrasah liyah NU Nurussalam
Besito Gebog Kudus tugas akhir dari Imam Ali Munthoha, NIM.
108087, STAIN Kudus. Disini hanya membahas Upaya yang dilakukan
44M. Zulkani Jahja, 99 Jalan Mengenal Tuhan, hlm. xviii
34
guru dalam mengatasi malas dan lalai melalui dzikir asmaul husna pada
peserta didik Madrasah Aliyah NU Nurussalam Besito Gebog Kudus,
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi upaya guru dalam
mengatasi malas dan lalai peserta didik Madrasah Aliyah NU
Nurussalam Besito Gebog Kudus. Penelitian ini menggunakan metode
penelitian field research (penelitian lapangan) yang disajikan secara
diskriptif kualitatif. Sedangkan ini akan mengunakan penelitian
kepustakaan dan akan memfokuskan pada al-Asm al-usn yang ada
pada akhir ayat yang mempunyai kesesuaian yang sangat tepat dengan
makna ayat-ayatnya.
Kalau melihat dari ketiga penelitian diatas, penelitian yang dilakukan
kali ini sangat berbeda, seperti pada karangan Syihabudin Qulyubi, meskipun
beliau mengangkat tema yang sama tentang stilistika dalam al-Qur-an, namun
titik berat penelitian beliau yaitu pada pembahasan tentang kisah-kisah dalam
al-Quran, dan lebih memfokuskanya lagi pada kisah Nabi Ysuf. Begitu juga
pada penelitian Ahmad Muzakki, beliau hanya memberi pengertian tentang
ilmu-ilmu yang berkaitan dengan stilistika al-Quran, tidak spesifik
membahas penelitian stilistika (gaya bahasa) dalam al-Quran. Kemudian
yang terahir adalah penelitian teman sealmamater sendiri, yaitu saudara Imam
Ali Muthaha. Dalam penelitannya, dia hanya meneliti dari segi kegunaan
membaca al-Asm al-usn pada anak sekolah supaya tidak malas dan lalai
dalam belajar. Hal tersebut tentunya sangat jauh dari apa yang akan penulis
kaji saat ini, yakni penelitian yang lebih menitikberatkan pada stilistika al-
Asm al-usn pada al-Quran.
Berangkat dari sini, penulis menganggap bahwa penelitian yang akan
penulis lakukan sangat berbeda dengan penelitian sebelumnya, karena pada
penelitian kali ini akan memfokuskan tentang gaya bahasa (stilistika) al-
Quran pada saat ayat-ayatnya di akhiri dengan mengunakan al-Asm al-
usn, yangmana hal tersebut belum tersentuh oleh peneliti sebelumnya.
35
C. Kerangka Berfikir
Keindahan bahasa al-Quran, memang selalu menarik untuk dibahas,
bahkan dari berbagai sudut pandang keilmuan kebahasaan (seperti balgah,
sastra, mantiq dan stilistika itu sendiri), kita masih tetap bisa merasakan
keindahan, dan keistimewaan gaya bahasa yang terdapat pada kata-kata
didalam al-Qur,an. Stilistika (gaya bahasa) sendiri mempunyai banyak kajian
mengenai susunan kata dalam al-Quran, salah satunya yang menjadi
perhatian penulis adalah ketika mengungkap gaya bahasa (stilistika) terhadap
ayat-ayat yang diakhiri dengan mengunakan sifat-sifat Tuhan yang terkumpul
dalam al-Asm al-usn.
Al-Asm al-usn yang terdapat pada akhir ayat, dengan berbagai isi
serta kandungan, dinilai bukan suatu kebetulan semata, atau sesuatu yang
asal-asalan. Bahkan jika diperhatikan, terdapat kesesuain serta kolerasi antar
al-Asm al-usn yang digunakan dengan ayat tersebut,. Baik itu kaitanya
dengan hukum syariat, etika, ataupun ancaman dan kabar gembira.
Sebagaimana halnya setiap ayat yang berbicara tentang rahmat, sedang ayat
itu diakhiri dengan al-Asm al-usn , maka dapat dipastikan al-Asm al-
usn yang digunakan adalah sifat Allah yang mengandung makna rahmat.
Begitu juga ketika ayat itu berbicara tentang adab, maka al-Asm al-usn
yang digunakan akan mengandung makna yang menunjukan keperkasaan dan
kekuasaan-Nya.
Bahkan yang lebih popular lagi dan yang lebih sering didengar, yaitu
pada saat ayat-ayat dalam al-Quran itu berbicara tentang doa-doa, maka
sudah bisa dipastikan bahwa ayat itu akan di akhiri dengan mengunakan al-
Asm al-usn yang mempunyai kandungan arti yang sesuai dengan apa
yang diminta dalam doa di ayatnya.
Berangkat dari rasa ingin mengetahui seberapa jauh kesesuaian serta
korelasi yang ada antara ayat-ayat dalam al-Quran, dengan al-Asm al-
usn yang terdapat pada akhir ayat tadi, maka penulis menganggap perlu,
untuk mengkaji lebih dalam tentang bagaimana kesesuain al-Asm al-usn
36
yang terdapat pada akhir ayat dalan al-Quran, dengan mencoba melihat
kesesuain itu dari sudut pandang gaya bahasa (stilistika) al-Quran, dan
memahami makna-makna al-Asm al-usn pada setiap ayatnya.
Penjelasan Tafsir
Quran Surat Al-Baqarah ayat 115-130yang mengandung al-Asmal-usn
Al-Asmal-Husn
Stilistika al-Quran
al-Asmal-usn padaAkhir Ayat
Gaya Bahasa al-Asmal-usn pada akhir ayat