-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
1/173
STUDI KASUS: LAPANGAN MERDEKA
KAJIAN AKSESIBILITAS DIFABEL PADA RUANG PUBLIK KOTA
T E S I S
Oleh
HENDRA ARIF K.H LUBIS
057020003/AR
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
2 0 0 8
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
2/173
STUDI KASUS: LAPANGAN MERDEKA
KAJIAN AKSESIBILITAS DIFABEL PADA RUANG PUBLIK KOTA
T E S I S
Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik
dalam Program Studi Teknik Arsitektur
Bidang Kekhususan Manajemen Pembangunan Kota
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
HENDRA ARIF K.H LUBIS
057020003/AR
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
2 0 0 8
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
3/173
Judul Tesis : KAJIAN AKSESIBILITAS DIFABEL PADA RUANG
PUBLIK KOTA
STUDI KASUS: LAPANGAN MERDEKANama Mahasiswa : Hendra Arif Kurniawan Hamonangan Lubis
Nomor Pokok : 057020003
Program Studi : Arsitektur
Menyetujui
Komisi Pembimbing
(A/Prof. Abdul Majid, B.Sc, B.Arch, PhD)
Ketua
(Achmad Delianur Nasution, ST, MT)
Anggota
Ketua Program Studi,
(Ir. Nurlisa Ginting, M.Sc)
Direktur,
(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa. B, M.Sc)
Tanggal Lulus: 25 April 2008
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
4/173
Telah diuji pada
Tanggal 25 April 2008
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : A/Prof. Abdul Majid Ismail, B.Sc, B.Arch, PhD
Anggota : 1.Achmad Delianur Nasution, ST, MT2.Ir. Rudolf Sitorus, MLA3.Ir. Sri Gunana, MT4.Devin Defriza Harisdani, ST, MT
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
5/173
ABSTRAK
Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi difabel guna
mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan
sebagai suatu kemudahan bergerak melalui dan menggunakan bangunan gedung dan
lingkungan dengan memperhatikan kelancaran dan kelayakan, yang berkaitandengan masalah sirkulasi, visual dan komponen setting. Sehingga aksesibilitas wajib
diterapkan secara optimal, guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam
mencapai segala aspek kehidupan dan penghidupan, menuntut adanya kemudahan
dan keselamatan akses bagi semua pengguna tanpa terkecuali.Aksesibilitas dalam kajian ini difokuskan kepada aksesibilitas difabel pada
ruang publik kota dengan mengambil kasus sarana aksesibilitas yang terdapat dikawasan Lapangan Merdeka untuk melihat sejauh mana sarana aksesibilitas di
kawasan Lapangan Merdeka dapat memfasilitasi kebutuhan dari kaum difabel. Yang
menjadi acuan dasar kajian ini adalah prinsip universal design yang
diimplementasikan pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum no. 30/PRT/M/2006yang menjadi parameter bagi penyediaan sarana aksesibilitas di kawasan Lapangan
Merdeka
Dari kajian ini ditemukan bahwa sarana aksesibilitas yang ada di kawasanLapangan Merdeka belum aksesibel untuk diakses oleh kaum difabel yang
dikarenakan sarana aksesibilitas di kawasan Lapangan Merdeka tidak memenuhiprinsip universal design tentang kemudahan, kegunaan, keselamatan dankemandirian.
Kata kunci : Aksesibilitas untuk semua, Difabel, Universal Design
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
6/173
ABSTRACT
Accessibility is easiness for difabel to realise the same of opportunity in all of
life and living aspect as easiness in movable by and using the buildings and
environment by pay attention to the smoothness and feasibility that related tocirculation, visual and setting component issue. Therefore, accessibility must applied
optimally in order to realice the same of opportunity in acieving the life and living
aspect and requires the easiness and access safety for all of the users.
Accessibility in this study focus to difabel accessibility at the city publicspace by take a case of the accessibilities facilities at the area of Independence
Square in order to study how far the accessibilities facilities in the area of
Independence Square facilitates the needs of the difabel group. The basic referenceon this study is a Universal Design principle that implemented on the Regulation of
Public Work Minister No. 30/PRT/M/2006 as parameter for the accessibilities
facilities supplier at the area of Independence Square.Based on this study, it found that the available accessibilities facilities at the
area of Independence Square has not yet accessible for the difabel group because the
accessibilities facilities at the area of Independence Square did not fulfill theprinciple of universal design about the easiness, utility, safety and self-sufficiency.
Keywords : Accessibility for all, Difabel, Universal Design
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
7/173
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK i
ABSTRACT.. ii
KATA PENGANTAR.. iii
RIWAYAT HIDUP...... v
DAFTAR ISI. vi
DAFTAR TABEL. xi
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR LAMPIRAN xvii
BAB I PENDAHULUAN. 1
1.1 Latar Belakang.. 1
1.2 Justifikasi Pemilihan Lokasi. 3
1.3 Identifikasi Masalah.. 4
1.4 Perumusan Masalah.. 4
1.5 Tujuan Penelitian.. 5
1.6 Hipotesis 5
1.7 Kontribusi Penelitian. 6
1.8 Batasan Penelitian. 6
1.9 Kerangka Pemikiran.. 7
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
8/173
1.10 Sistematika Pembahasan... 8
BAB II TINJAUAN UMUM 10
2.1 Isu Aksesibilitas di Indonesia 10
2.2 Isu Aksesibilitas di Kota Medan 13
2.2.1 Jumlah Populasi Kaum Difabel Kota Medan. 13
2.2.2 Kebijakan Penerapan Aksesibilitas Difabel di Kota
Medan. 14
2.2.3 Implementasi Kebijakan 14
2.3 Isu Aksesibilitas Pada Ruang Publik Kota 15
2.4 Lapangan Merdeka Sebagai Ruang Publik Kota.. 17
BAB III LANDASAN TEORI.. 20
3.1 Mendefinisikan Difabel. 20
3.2 Universal DesignSebagai Paradigma Baru.. 22
3.3 Prinsip-Prinsip Universal Design.. 23
3.4 Persyaratan Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas. 26
3.4.1 Ukuran Dasar Ruang.. 26
3.4.2 Jalur Pemandu 27
3.4.3 Jalur Pedestrian.. 28
3.4.4Ramp.. 29
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
9/173
3.4.5 Tangga 31
3.4.6 Pintu 31
3.4.7 Toilet.. 32
3.4.8 Telepon Umum.. 34
3.4.9 Area Parkir. 35
3.5 Standar Aksesibilitas Pada Bangunan Fasilitas Pelayanan
Umum.................... 36
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN... 38
4.1 Pendahuluan.. 38
4.2 Tahapan Penelitian 39
BAB V DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. 43
5.1 Gambaran Umum.. 43
5.2 Segmentasi Kawasan. 45
5.3 Segmen A (Lapangan Merdeka)... 46
5.3.1 Peruntukan Lahan... 46
5.3.2 Jalur Pedestrian dan Vegetasi. 47
5.3.3 Utilitas 48
5.3.4 Muka Jalan (Streetscape)... 49
5.4 Segmen B (Stasiun Kereta Api) 54
5.4.1Zoning 55
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
10/173
5.4.2 Muka Jalan (Streetscape)... 55
5.5 Bangunan Monumental. 56
5.6 Studi Banding (Kawasan Bukit Bintang Kuala Lumpur). 57
5.6.1 Maksud dan Tujuan... 59
5.6.2 Hasil dan Pembahasan... 60
5.6.3 Hasil Penilaian... 65
BAB VI ANALISA DAN PEMBAHASAN 67
6.1 Penilaian Elemen Aksesibilitas Segmen A (Lapangan Merdeka) 67
6.2 Penilaian Elemen Aksesibilitas Segmen B (Stasiun Kereta Api) 97
6.3 Rekapitulasi Penilaian Elemen Aksesibilitas... 109
6.3.1 Penilaian Elemen Aksesibilitas Outdoor.. 109
6.3.2 Penilaian Elemen AksesibilitasIndoor. 114
BAB VII TEMUAN DAN KESIMPULAN 117
7.1 Temuan Dari Hasil Tabulasi Kuesioner... 117
7.2 Temuan Dari Hasil Penilaian Elemen Aksesibilitas 119
7.3 Kesimpulan.. 130
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
11/173
BAB VIII REKOMENDASI DAN SARAN 131
8.1 Rekomendasi. 131
8.2 Saran.. 138
BAB IX PENUTUP... 140
DAFTAR PUSTAKA. 142
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
12/173
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1.1 Kerangka Pemikiran.. 7
2.1 Keyplan Bangunan di Lapangan Merdeka 18
5.1 Lokasi Penelitian, Insert : Peta Kota Medan. 43
5.2 Peta Kegiatan di Kawasan Lapangan Merdeka. 44
5.3 Segmentasi Kawasan. 45
5.4 Peruntukan Lahan Segmen A 46
5.5 Jalur Vegetasi dan Pedestrian 47
5.6 Kondisi Jalur Vegetasi dan Pedestrian.. 48
5.7 Kondisi Jalur Vegetasi dan Pedestrian.. 48
5.8 Skema Jaringan Utilitas Segmen A... 49
5.9 Pembagian Sub Segmen A 49
5.10 Muka Jalan Pada Sub Segmen A1-1. 50
5.11 Muka Jalan Pada Sub Segmen A1-2.. 50
5.12 Muka Jalan Pada Sub Segmen A2-1. 51
5.13 Muka Jalan Pada Sub Segmen A2-2. 51
5.14 Muka Jalan Pada Sub Segmen A3 52
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
13/173
5.15 Muka Jalan Pada Sub Segmen A3. 52
5.16 Muka Jalan Pada Sub Segmen A4-1. 53
5.17 Muka Jalan Pada Sub Segmen A4-2. 53
5.18 Segmen B, Stasiun Kereta Api.. 54
5.19 ZoningRuang Stasiun Kereta Api. 55
5.20 Muka Jalan Pada Segmen B.. 55
5.21 Bird Eye ViewBangunan Monumental di Kawasan
Lapangan Merdeka 56
5.22 Peta Lokasi Kawasan Bukit Bintang Kuala Lumpur 57
5.23 Sarana Aksesibilitas Untuk Difabel Pada Jalur
Pedestrian.. 58
5.24 Sarana Aksesibilitas Untuk Difabel Pada JalurPedestrian.. 59
5.25 Jalur Pemandu di Kawasan Bukit Bintang KualaLumpur. 60
5.26 Jalur Pedestrian di Kawasan Bukit Bintang KualaLumpur. 61
5.27 Ramp Outdoordi Kawasan Bukit Bintang Kuala
Lumpur. 62
5.28 Tangga Outdoordi Kawasan Bukit Bintang
Kuala Lumpur.. 63
5.29 Toilet Umum Portabledi Kawasan Bukit BintangKuala Lumpur.. 64
6.1 Pembagian Sub Segmen Pada Segmen A... 67
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
14/173
6.2 Jalur Pedestrian Pada Sub Segmen A1-1 68
6.3 Jalur Pedestrian Pada Sub Segmen A1-2 70
6.4 RampPada Sub Segmen A1-2 72
6.5 Tangga Pada Sub Segmen A1-2. 73
6.6 Pintu Masuk Pada Sub Segmen A1-2. 74
6.7 Jalur Pedestrian Pada Sub Segmen A2-1 76
6.8 Telepon Umum Pada Sub Segmen A2-1 78
6.9 Jalur Pedestrian Pada Sub Segmen A2-2 80
6.10 Jalur Pedestrian Pada Sub Segmen A3... 82
6.11 Jalur Pedestrian Pada Sub Segmen A3 83
6.12 Gerbang Masuk Pada Sub Segmen A3 85
6.13 Jalur Pedestrian Pada Sub Segmen A4-1 86
6.14 Jalur Pedestrian Pada Sub Segmen A4-2 88
6.15 Jalur Pedestrian Pada Sub Segmen A5... 89
6.16 RampPada Sub Segmen A5... 91
6.17 Tangga Pada Sub Segmen A5.... 92
6.18 Gerbang Masuk Pada Sub Segmen A5... 94
6.19 Toilet Umum Pada Sub Segmen A5... 95
6.20 Peta Lokasi Segmen B. 97
6.21 Skematik Denah Segmen B. 98
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
15/173
6.22 Akses ke Bangunan Pada Segmen B 98
6.23 Area Loket Pada Segmen B. 100
6.24 Tangga Pada Segmen B 103
6.25 Telepon Umum Pada Segmen B... 104
6.26 Toilet Umum Pada Segmen B.. 106
8.1 Permukaan Jalur Pedestrian.. 132
8.2 Ukuran Jalur Pedestrian 132
8.3 Tepi Pengaman/ Kanstin... 133
8.4 Jalur Pemandu... 133
8.5 RampPada Jalur Pedestrian.. 134
8.6 Tangga Pada Jalur Pedestrian 134
8.7 Pintu Masuk Toilet 135
8.8 Jenis Toilet 135
8.9 Kelengkapan Toilet.. 136
8.10 Area Parkir 136
8.11 Telepon Umum. 137
8.12 Ramp Pada Akses ke Bangunan 137
8.13 Pintu Masuk ke Bangunan 138
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
16/173
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1.1 Surat Rekomendasi Ikatan Arsitek Indonesia 144
1.2 Kuesioner Penelitian. 145
1.3 Formulir Peninjauan Akses 148
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
17/173
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan Kota Medan sampai saat ini belum mencerminkan keadilan
bagi semua orang, dikarenakan adanya kelompok masyarakat yang memiliki
keterbatasan fisik yang lazim disebut kaum difabel (poeple with different abilities)
belum menikmati hasil dari pembangunan kota terutama di bidang aksesbilitas pada
ruang publik kota.
Fenomena yang terjadi adalah bahwa isu tentang penyedian fasilitas
aksesibilitas kaum difabel di Kota Medan dianggap tidak cukup penting. Dimana
dalam pembangunan fasilitas publik, fasilitas transportasi umum, dan kawasan
perumahan di Kota Medan sebagian besar masih belum memenuhi standar minimal
suatu konsep aksesibilitas. Hal ini tidak sesuai dengan prinsip pembangunan dari
PBB bahwa no part of the built-up environment should be designed in a manner
that excludes certain groups of people on the basis of their ability and frailty (
United Nations, 1995).
Dalam skala Nasional, perumusan kebijakan dan undang-undang tentang
aksesibilitas kaum difabel telah dikumandangkan dalam Undang-undang RI no. 4
tahun 1997 tentang upaya peningkatan sosial penyandang cacat dan Undang-Undang
R.I No. 28 Tahun 2002 tentang bangunan gedung.
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
18/173
Hal ini menjadi dasar guna menjamin dan melindungi hak-hak kaum difabel
di Kota Medan yang berjumlah 8929 orang (Dinas Kesehatan PROVSU, 2005),
melalui kegiatan semiloka aksesibilitas fisik bagi penyandang cacat yang
berlangsung pada tanggal 29-31 Mei 2006, dengan tema Aksesibilitas Fisik Bagi
Penyandang Cacat pada fasilitas Umum dan Sosial untuk mendapatkan kesempatan
yang setara untuk menikmati lajunya pembangunan guna meningkatkan kehidupan
dan penghidupannya.
Pentingnya sarana aksesibilitas untuk kaum difabel dalam menjalankan
aktifitas sehari-hari menurut pandangan penulis dirasakan cukup menarik untuk
diteliti karena sangat menentukan kemampuan mobilitas kaum difabel dalam
melakukan kegiatan dalam kehidupan mereka (termasuk dalam melaksanakan kegiatan
pendidikan, ekonomi dan kemasyarakatan).
Isu aksesibilitas untuk kaum difabel sangat berkaitan dengan tuntutan
penerapan desain yang universal dimana sesuatu hal yang membatasi seseorang
untuk melakukan suatu aktifitas gerak maupun menghambat keleluasaan ruang gerak
dapat dibebaskan dengan suatu penyediaan fasilitas yang memenuhi prinsip
universal design. Perwujudan sarana aksesibilitas sebagai universal designdidasari
oleh :
1. Resolusi PBB No. 48 Th. 1993, tentang Peraturan Aksesibilitas
2. Undang-Undang No.4/1997 tentang Penyandang Cacat.
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
19/173
3. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No.468/KPTS/1998 tentang Persyaratan
Teknis Aksesibilitas Pada Bangunan Umum dan Lingkungan yang telah direvisi
melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.30/PRT/M/2006.
4. Undang-Undang No. 39 Th. 1999, tentang Hak Azasi Manusia (HAM),
Kesamaan hak dalam kehidupan
5. Peraturan Pemerintah No.43/1999 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan
Penyandang Cacat.
6. Keputusan Menteri Perhubungan No. 71/1999 tentang Aksesibilitas bagi
Penyandang Cacat dan Orang Sakit pada Sarana dan Prasarana Perhubungan
7. Undang-Undang No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan Lingkungan
1.2 Justifikasi Pemilihan Lokasi
Adapun kawasan Lapangan Merdeka dipilih dengan kriteria :
1. Fungsi kawasan sebagai ruang publik kota yang terletak di pusat kota.
2. Terdapat stasiun Kereta Api yang merupakan salah satu pintu masuk kota
Medan.
3. Dikelilingi fasilitas pelayanan publik seperti kantor pos dan pelayanan asuransi
perbankan.
4. Terdapat ruang terbuka yang berfungsi sebagai area sikulasi dan interaksi sosial.
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
20/173
5. Fungsi ruang terbuka di pusat kota dan dikelilingi fasilitas pelayanan publik yang
berfungsi sebagai generator aktifitas di pusat kota selama 24 jam sehari (Krier,
1979).
1.3 Identifikasi Masalah
Berdasarkan pengamatan awal terdapat beberapa permasalahan yang dapat
diidentifikasi dalam hal keberadaan kawasan Lapangan Merdeka sebagai ruang
publik kota terhadap kaitannya dengan aksesibilitas kaum difabel yaitu :
1. Mendesaknya fasilitas umum, sarana dan prasarana transportasi yang aksesibel
bagi difabel di kawasan Lapangan Merdeka dalam rangka menuju kesamaan
kesempatan dan kesetaraan perlakuan (Tavip Mustafa, 2005).
2. Kawasan Lapangan Merdeka tidak mempunyai fasilitas khusus sarana
aksesbilitas untuk kaum difabel.
3. Belum optimalnya sarana aksesibilitas publik di kawasan Lapangan Merdeka
untuk memfasilitasi kaum difabel sehingga secara umum kaum difabel tidak
dapat mengakses ruang publik kota secara mandiri.
1.4 Perumusan Masalah
1. Bagaimanakah penilaian aksesibilitas di kawasan Lapangan Merdeka dari sudut
pandang kaum difabel ?
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
21/173
2. Permasalahan aksesibilitas fisik apakah yang menghalangi kaum difabel dalam
mengakses kawasan Lapangan Merdeka sebagai ruang publik kota?
1.5 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian tentang aksesibilitas kaum difabel pada ruang
publik kota :
1. Mengidentifikasi dan mengevaluasi keadaan eksisting sarana aksesibilitas di
kawasan Lapangan Merdeka.
2. Sebagai bentuk sosialisasi pentingnya memfasilitasi sarana aksesibilitas kaum
difabel pada ruang publik kota.
3. Sebagai usaha menuju perlindungan hukum (advokasi) yang memungkinkan
adanya aturan yang baku tentang aksesibilitas kaum difabel pada sarana
aksesibilitas umum ruang publik kota.
1.6 Hipotesis
1. Sarana aksesibilitas di Kawasan Lapangan Merdeka belum aksesibel untuk kaum
difabel
2. Sarana aksesibilitas di kawasan Lapangan Merdeka belum memenuhi kriteria
kemudahan, kegunaan, keselamatan dan kemandirian untuk kaum difabel.
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
22/173
1.7 Kontribusi Penelitian
Penelitian tentang aksesibilitas kaum difabel pada ruang terbuka sebagai
ruang publik kota ini dimaksudkan untuk :
1. Memberikan usulan yang berguna untuk perencanaan aksesibilitas di Kota
Medan terutama di kawasan Lapangan Merdeka dengan menerapkan prinsip-
prinsip universal design.
2. Memberi masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam pembangunan
suatu lingkungan binaan di daerah perkotaan.
3. Memberikan landasan bagi studi-studi selanjutnya yang berhubungan dengan
aksesibilitas kaum difabel pada ruang terbuka sebagai ruang publik kota.
1.8 Batasan Penelitian
1. Kaum difabel pada penelitian ini dibatasi pada tuna netra, tuna rungu, tuna daksa
pengguna kruk dan tuna daksa pengguna kursi roda.
2. Penelitian ruang luar (outdoor) dibatasi pada kajian aksesibilitas kaum difabel
pada fasilitas umum di ruang terbuka sebagai ruang publik kota.
3. Lingkup pembahasan dalam penelitian ini hanya membahas aspek fisik.
4. Penelitian dalam bangunan (indoor) hanya akan dilakukan pada bangunan stasiun
kereta api sebagai salah satu pintu masuk kota Medan.
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
23/173
1.9 Kerangka Pemikiran
Adapun kerangka pemikiran secara skematik dapat dilihat pada gambar 1.1
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
24/173
Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran
1.10 Sistematika Pembahasan
Adapun setiap bab pembahasan dalam penelitian Kajian Aksesibilitas
Difabel Pada Ruang Publik Kota adalah :
1. BAB I Pendahuluan
Berisi latar belakang, permasalahan, tujuan, sasaran, lingkup pembahasan,
tahapan penelitian, serta sistematika pembahasan.
2. BAB II Tinjauan Umum
Mengemukakan isu-isu umum yang berhubungan dengan aksesibilitas
difabel pada ruang publik kota.
3. BAB III Landasan Teori
Mendefinisikan tentang difabel serta menjelaskan teori universal design
yang menjadi acuan bagi difabel untuk mendapatkan kesetaraan aksesibilitas
pada ruang publik kota.
4. BAB IV Metodologi Penelitian
Menjelaskan tentang tahapan penelitian dan metoda yang digunakan untuk
membuat analisis data yang didapat dari penelitian lapangan.
Bintang Kuala Lumpur yang sudah menyediakan sarana aksesibilitas untuk
difabel.
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
25/173
5. BAB V Deskripsi Daerah Penelitian
Medeskripsikan Kawasan Lapangan Merdeka serta melakukan identifikasi
tentang kondisi eksisting sarana aksesibilitas di Kawasan Lapangan Merdeka.
6. BAB VI Analisa dan Pembahasan
Membuat analisis sarana aksesibilitas yang ada di Kawasan Lapangan
Merdeka dengan menggunakan metoda penelitian yang telah dijabarkan pada
BAB IV.
7. BAB VII Temuan dan Kesimpulan
Mengemukakan hasil rangkuman dari analisa data untuk menjawab
permasalahan yang dikemukakan pada BAB I.
8. BAB VIII Rekomendasi dan Saran
Merumuskan kondisi ideal penyediaan sarana aksesibilitas bagi difabel.
9. BAB IX Penutup
Berisi tentang rangkuman dari Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang
Publik Kota.
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
26/173
BAB II
TINJAUAN UMUM
2.1 Isu Aksesibilitas di Indonesia
Dalam era globalisasi, menuntut terwujudkan bangunan gedung dan
lingkungan yang aksesibel, selaras dengan Undang-Undang No. 28/2002 tentang
Bangunan Gedung (UUBG) yang telah disahkan sebagai pedoman umum pada
tanggal 16 Desember 2002 terdiri dari 10 bab dan 49 pasal. Setiap bangunan gedung
harus memenuhi persyaratan administratif dan teknis, diantaranya pemenuhan
persyaratan elemen aksesibilitas. Berdasarkan Surat Edaran Menteri Sosial No.
A/A164/VIII/2002/MS dinyatakan agar penyediaan elemen aksesibilitas mengacu
pada Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 468/KPTS/1998 yang telah direvisi
melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.30/PRT/M/2006 tentang Persyaratan
Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Umum dan Lingkungan.
Asas aksesibilitas di Indonesia menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
No.30/PRT/M/2006 adalah :
1. KEMUDAHAN, semua orang dapat mencapai semua tempat
2. KEGUNAAN, setiap orang dapat mempergunakan semua tempat
3. KESELAMATAN, setiap bangunan dan lingkungan harus memperhatikan
keselamatan bagi semua orang.
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
27/173
4. KEMANDIRIAN, setiap orang harus dapat mencapai, masuk dan
mempergunakan semua tempat tanpa bantuan orang lain.
Sebagai pedoman umum, undang-undang tersebut mengatur tentang
ketentuan bangunan gedung yang meliputi fungsi, persyaratan, penyelenggaraan dan
pembinaan serta sanksi yang dilandasi oleh asas kemanfaatan, keselamatan,
keseimbangan, dan keserasian dengan lingkungannya bagi kepentingan masyarakat
yang berperi kemanusiaan dan berkeadilan. Kehadirannya melahirkan berbagai
konsekuensi yang harus dilaksanakan lebih lanjut oleh Pemerintah/ daerah. Hal
tersebut perlu ditindaklanjuti dengan mengembangkan program ke
daerah/wilayah/kota lain (Departemen Kimpraswil, 2004).
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 tertera persamaan hak bagi setiap warga
negara tanpa membedakan kondisi fisik, serta memberikan perlindungan dan
persamaan hak kepada kaum difabel dengan menerbitkan berbagai peraturan
pengadaan sarana dan prasarana yang berkaitan dengan difabel. Dalam Undang-
Undang No. 4/1997 tentang Penyandang Cacat dan Peraturan Pemerintah No.
43/1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat
dinyatakan bahwa: kesamaan kesempatan kaum difabel pada aspek kehidupan dan
penghidupan, dilaksanakan melalui penyediaan elemen aksesibilitas untuk
menunjang kaum difabel agar dapat hidup bermasyarakat secara wajar dan mandiri.
Titik tolak dari perwujudan bangunan gedung dan lingkungan yang berwawasan adil
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
28/173
bagi semua kelompok masyarakat (development for all) berarti memiliki asas
kebersamaan bagi semua warga negara, tidak dibedakan kemampuan dan
kepentingan individu atau kelompok. Semua mendapatkan kesempatan yang sama
berperan dalam pembangunan sekaligus dapat menikmati hasil pembangunan
(Wiwik Setyaningsih,2005). Hal ini senada dengan pengertian equity (persamaan
atau keadilan) yang menekankan equity in accessatau accessfor all(Kevin Lynch,
1987).
Pada 4 Juni 2000 Pemerintah Pusat telah mengawali dengan pencanangan
Gerakan Aksesibilitas Umum Nasional (GAUN) berupa penyediaan elemen
aksesibilitas di Stasiun Gambir dan berlangsung hingga saat ini. Tahun 1987 sampai
1996 Center for Universal Design and Disabilities (CUDD) Jurusan Teknik
Arsitektur Universitas Gajah Mada (UGM) mengembangkan Malioboros pilot
project sebagai kawasan yang aksesibel bagi semua dengan model prototypeguiding
block (ubin pengarah untuk tuna netra), tetapi mengkristal pada penyusunan
pedoman teknis. Tahun 2002 Himpunan Wanita Penyandang Cacat Indonesia
(HWPCI) dengan Universitas Trisakti dan Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) telah
melakukan pendataan 30 bangunan gedung di DKI Jakarta, hasilnya kurang
terpublikasi (Wiwik Setyaningsih, 2005).
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
29/173
2.2 Isu Aksesibilitas di Kota Medan
2.2.1 Jumlah Populasi Kaum Difabel Kota Medan
Tabel 2.1 Data Jumlah Populasi Difabel Sumatera Utara
Tubuh Netra Rungu Mental Kusta
1 Medan 2364 2166 940 1791 1668 8929
2 P.Siantar 356 451 269 195 22 1293
3 Binjai 280 183 125 187 11 786
4 T.Balai 236 261 127 172 507 13035 T.Tinggi 254 128 75 37 85 579
6 Sibolga 109 190 73 85 89 526
7 D. Serdang 2795 1986 818 596 2023 8218
8 Karo 383 377 154 386 508 1808
9 Langkat 838 912 595 463 625 3433
10 Asahan 717 602 312 381 13 2025
11 Simalungun 1410 1209 602 601 295 4081
12 L.Batu 1008 792 320 241 412 2773
Jumlah Populasi Difabel Sumatera Utara 2005
No Kota Jumlah
Klasifikasi
2.2.2 Kebijakan Penerapan
Sumber :Dinas Kesehatan (2005)
Dari tabel di atas populasi kaum difabel di kota Medan berjumlah 8929 orang
dengan distribusi pembagian 2364 orang difabel dalam hal fisik, 2166 orang difabel
dalam hal penglihatan, 940 orang difabel dalam hal pendengaran, 1791 orang difabel
dalam hal mental dan 1668 orang penderita kusta. Dalam penelitian ini sebutan kaum
difabel dibatasi menjadi kelompok difabel dalam hal fisik, penglihatan dan
pendengaran saja. Karena bagi difabel dalam hal fisik, penglihatan dan pendengaran
keberadaan ruang publik kota menjadi sesuatu yang bersifat rehabilitatif.
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
30/173
2.2.2 Kebijakan Penerapan Aksesibilitas Difabel di Kota Medan
Dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Pekerjaan Umum
No.468/KPTS/1998 yang telah direvisi melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
No.30/PRT/M/2006 tentang Persyaratan Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas Pada
Bangunan Umum dan Lingkungan dan kemudian terbitnya Undang-Undang no.28
tahun 2002 sudah seharusnya dijadikan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan
pembangunan gedung dan lingkungan di Kota Medan.
Penyediaan aksesibilitas fasilitas umum dan fasilitas sosial di Propinsi Sumatera
Utara sesuai dengan otonomi daerah adalah menjadi tanggung jawab pemerintah
kabupaten/ pemerintah kota, sedangkan propinsi hanya sebagai fasilitator, pengarah
pembinaan (Departemen Tarukim, 2006).
2.2.3 Implementasi Kebijakan
Melalui wawancara dengan ketua daerah Himpunan Wanita Penyandang
Cacat Indonesia (HWPCI) daerah Sumatera Utara bahwa dalam Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum no. 30 tersebut terdapat dua objek sebagai sasaran yaitu
bangunan dan lingkungan. Untuk pengaturan bangunan otoritas dipegang oleh
Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan. Tetapi untuk penataan lingkunagan (di luar
bangunan dan tapak bangunan), otoritas tersebut tidak jelas. Penataan aksesibilitas
pada lingkungan umumnya adalah meliputi pedestrian, penyebrangan, parkir,
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
31/173
fasilitas umum (telepon umum, halte, tempat sampah, dsb), dimana banyak pihak
terlibat yaitu : Dinas Pertamanan, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Perhubungan ,
Dinas Kebersihan, Perusahaan Telekomunikasi dan Badan Pengelola Parkir. Masing-
masing pihak mempunyai fungsi dan target kerja yang tidak sama. , sehingga terjadi
tumpang tindih pembangunan di lokasi yang sama tanpa ada koordinasi. Sehingga
sudah saatnya kota Medan mempunyai Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
(RTBL) untuk kawasan-kawasan tertentu dimana di dalamnya sudah tercantum
pengaturan tentang aksesibilitas.
Di samping itu, dalam rangka pelaksanaan pembinaan dalam pelaksanaan
fisik maupun sosialisasi kepada Pemerintah Kabupaten/ Pemerintah Kota dengan
cara mensosialisasikan aturan/ pedoman tentang aksesibilitas pada bangunan umum
dan lingkungan, Pemerintah Kabupaten/ Pemerintah Kota berkewajiban membuat
sarana percontohan aksesibilitas untuk penyandang cacat. Saat ini yang menjadi
percontohan adalah bangunan Pekan Raya Sumatera Utara (PRSU) dan Rumah Sakit
Pringadi. Kemudian kawasan- kawasan yang mendesak untuk ditata adalah kawasan
Kesawan, kawasan Lapangan Merdeka, koridor jalan Sisingmangaraja, kawasan
Polonia, kawasan Perbelanjaan Petisah, kampus USU, kampus Unimed dan Rumah
Sakit Adam Malik berikut lingkungannya.
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
32/173
2.3 Isu Aksesibilitas pada Ruang Publik Kota
Pembangunan perkotaan sebagai salah satu engine of growthpengembangan
wilayah melalui berbagai kebijakan penataan ruang dan pengembangan prasarana
dan sarana wilayahnya, dimana ruang publik menjadi salah satu komponen penting
dalam pembangunan kota. Menurut Departemen Kimpraswil ruang publik kota dapat
dipahami sebagai bagian dari ruang kota yang dapat dimanfaatkan oleh warga kota
secara tidak terkecuali (inclusive) untuk menyalurkan hasrat dasarnya sebagai
mahluk sosial yang membutuhkan interaksi.
Salah satu fungsi utama ruang publik adalah sebagai wahana interaksi antar
komunitas untuk berbagai tujuan, baik individu maupun kelompok. Dalam hal ini
ruang publik merupakan bagian dari sistem sosial masyarakat yang keberadaannya
tidak dapat dilepaskan dari dinamika sosial. Disamping itu, ruang publik juga
berfungsi memberikan nilai tambah bagi lingkungan, misalnya segi estetika kota,
pengendalian pencemaran udara, pengendalian iklim mikro, serta memberikan
image dari suatu kota.
Beranjak dari pemahaman tentang ruang publik dan fungsinya, ada banyak
aspek yang harus dapat dipenuhi oleh suatu ruang publik. Salah satunya adalah aspek
aksesibel tanpa terkecuali (accessible for all) dimaksudkan bahwa ruang publik
sudah seharusnya dapat dimanfaatkan oleh seluruh warga kota yang membutuhkan.
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
33/173
Isu accessibilityatau aksesibilitas sangat berkaitan dengan tuntutan perlunya
desain yang universal dimana sesuatu hal yang membatasi seseorang untuk
melakukan suatu aktifitas gerak maupun menghambat keleluasaan ruang gerak dapat
dibebaskan dengan suatu penyediaan fasilitas yang memenuhi prinsip universal
design. Dengan kata lain bahwa guna membantu mobilitas kaum difabel perlu
diciptakannya fasilitas aksesibilitas yang memenuhi standar universal yang dalam hal
ini diperlukan suatu logika sosial dan arsitektural untuk mendesain.
Pentingnya fasiltas aksesibilitas tidak hanya mencakup pentingnya mobilitas
dalam arti umum saja, tetapi juga dapat berarti membantu berbagai golongan
masyarakat yang membutuhkan dengan memperlakukan mereka secara adil dan
sejajar dalam wujud penyediaan fasilitas aksesbilitas yang memenuhi standar di
lingkungan binaan. Pemikiran dan informasi tentang pentingnya aksesibilitas sangat
penting dikembangkan, disebarluaskan, langsung diterapkan dan diperjuangkan di
kota Medan untuk mewujudkan suatu pemahaman konsep perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan kota (Bimo Hernowo, 2005).
2.4 Lapangan Merdeka sebagai Ruang Publik Kota
Lapangan Merdeka merupakan ruang publik terbesar di Kota Medan,
berukuran 175x275 m, yang merupakan titik pertemuan warga dari berbagai etnis.
Lapangan Merdeka dibentuk sejak tahun 1880
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
34/173
dengan nama Esplanade (Lapangan Trebuka) dan merupakan pusat kota , di bagian
periferi ditanami pohon Ki Hujan (Samanea Saman), sebagai ciri ruang terbuka di
daerah tropis. Awalnya adalah bagian dari perkebunan tembakau berupa rawa-rawa.
Pada tahun 1927, bagian tengah dari sisi utara Lapangan Merdeka telah digunakan
sebagai lapangan olahraga. Setelah tahun 1927, bagian tengah (inti) dari Lapangan
Merdeka secara keseluruhan digunakan sebagai taman. Setelah kemerdekaan,
namanya berubah menjadi Lapangan Merdeka (Independence Square).
Hingga sekarang beberapa bangunan bersejarah yang mengelilinginya mesih
mencerminkan karakter Kota Medan Lama. Bangunan-bangunan ini antara lain
adalah Post Office, Hotel de Boer, TheJavasche Bank, The City Hall, The Office of
the Netherlands Trading Company, Lloyds of Rotterdamdan the Juliana Building,
yang mana juga ditempati perusahaan Inggris, Harrison & Crossfield, dan sekarang
digunakan oleh perusahaan the London-Sumatera Plantations. Deli Maatscappij
mendirikan sebuah perusahaan kereta api Deli Sporweg Maatscappij pada tahun
1883 dan pada tahun 1885 jalur kereta api Medan Labuhan Deli resmi dijalankan.
Stasiun kereta api ini terletak di sebelah timur dari Lapangan Merdeka (A.D.
Nasution, 2003).
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
35/173
Pada saat sekarang terjadi perubahan fungsi sebagian lahan dari Lapangan
Merdeka menjadi pusat jajanan makanan, hiburan dan promosi yang dikenal dengan
Merdeka Walk. Dibangun oleh PT. Orange Indonesia yang didukung oleh
Pemerintah Kota Medan yang berada di sebelah barat Lapangan Merdeka dengan
menggunakan lahan 6600 m.
Keterangan Perubahan Fungsi Bangunan :
1. Grand Hotelmenjadi Bank Mandiri
2. Stasiun Kereta Api
3. Titi Gantung
4. Club de Wittemenjadi BCA
5. Kantor Pos
6. Hotel de Boermenjadi Hotel Dharma Deli
7. Javasvhe Bankmenjadi Bank Indonesia
8. Balai Kota (City Hall)
9. Nederlandshe Handel Maatschappiij
menjadi Bank Mandiri
10.Netherlands Trading Companymenjadi
Bank Mandiri
11.Harrison&Crossfieldmenjadi PT. Lonsum
12. Netherlands Shipping Company &
Rotterdam Lloydmenjadi Asuransi Jasindo
Gambar 2.1 Keyplan Bangunan di Lapangan Merdeka
Keberadaan Merdeka Walk membawa arti positif bagi kawasan Lapangan
Merdeka. Karena sebelum dibangunnya Merdeka Walk, intensitas penggunaan
lapangan Merdeka sifatnya berkala. Umumnya Lapangan Merdeka digunakan untuk
kegiatan upacara dan olahraga yang kesemuanya berakhir setelah pukul 18.30 WIB
yaitu setelah orang selesai berolah raga (.A.D. Nasution, 2003). Setelah dibangunnya
Merdeka Walk, warga yang hendak berinteraksi hingga dini hari menjadi
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
36/173
terfasilitasi. Sudah seharusnya kawasan Lapangan Merdeka dapat berfungsi sebagai
generator aktifitas di pusat kota selama 24 jam sehari (Rob Krier, 1979).
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
37/173
BAB III
LANDASAN TEORI
3.1 Mendefinisikan Difabel
Konsep difabel berakar dari suatu pendekatan medis dan individual. Menurut
pendekatan ini, keberfungsian secara fisik dan mental seseorang merupakan
prasyarat bagi kaum difabel untuk dapat menentukan kehendaknya dan berpartisipasi
dalam berbagai aktivitas.
Dunia barat mengelompokkan difabel berdasarkan usia dan kemampuan.
Untuk mereka pada usia tertentu atau mereka yang memiliki tingkat kemampuan
yang berbeda, menunjukkan hasil yang mengecewakan apabila dinilai dari kondisi
fisik mereka. Hal ini dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan pada 1000 orang
anak-anak dan remaja di New York tahun 1989.
Dalam penelitian tersebut anak-anak diminta untuk menjelaskan apa yang
mereka lihat. Tanpa terkecuali, anak-anak tersebut melaporkan bahwa mereka
melihat pria dan wanita melakukan pekerjaan, seperti memasak makanan, merawat
peliharaan dan melakukan pekerjaan rutin mereka. Selanjutnya mereka melaporkan
hal yang sama ketika para remaja melakukan pekerjaan tersebut. Tetapi selanjutnya,
mereka melihat orang cacat fisik mencoba untuk menyelesaikan pekerjaan yang
sama dengan sebelumnya. Dalam waktu singkat, dalam pemikiran anak-anak
tersebut.
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
38/173
Kritikan terhadap penanganan masalah difabel tersebut sesungguhnya sudah
direspon World Health Organization (WHO) dan para profesional yang
bekerja di bidang rehabilitasi. WHO, misalnya, sejak tahun 2001 sudah merevisi
definisi difabel. Pedoman dari WHO menjadi acuan di banyak negara termasuk di
Indonesia disebut International Classification of Impairment, Disability and
Handicap. Dari pedoman ini ada 3 konsep yang dibedakan, yaitu :
1. Impairment , adalah hilangnya atau ketidaknormalan struktur atau fungsi
psikologis, fisik atau anatomi.
2. Disability, mengacu kepada keterbatasan kemampuan untuk melakukan aktivitas
secara normal yang disebabkan oleh impairment.
3. Handicap, merupakan ketidakberuntungan sesorang yang diakibatkan oleh
impairmentdan disabilityyang menyebabkan ia tidak dapat melakukan perannya
secara sosial maupun ekonomi
WHO merevisi konsep ini menjadi International Classification of
Functioning Disability and Health (ICF). Pada konsep ini, impairment bukanlah
satu-satunya faktor yang menjadi fokus dalam menilai keberfungsian kemampuan
seseorang. Ada dua komponen utama yang perlu dipelajari dalam memahami
masalah difabel, yaitu:
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
39/173
1. Functioning(keberfungsian), meliputi keberfungsian badan/anatomi dan struktur
serta aktivitas dan partisipasi.
2. Disability (ketidakmampuan), bagian pertama meliputi keberfungsian
badan/anatomi dan struktur serta aktivitas dan partisipasi, sedangkan bagian
kedua terdiri dari faktor-faktor kontekstual, seperti faktor lingkungan dan faktor
faktor yang sifatnya personal.
Menurut konsep ini, masalah difabel timbul sebagai interaksi dari berbagai
komponen-komponen tersebut. Keberfungsian secara fisik dan mental seseorang
merupakan prasyarat baginya untuk dapat berpartisipasi dalam berbagai aktivitas.
Namun cara ini juga direfleksikan dalam kehidupan sosial yang menyebabkan
terhambatnya kaum difabel mendapatkan kesempatan berpartisipasi secara sama
dalam berbagai aktivitas dalam kehidupan masyarakat (Eva Kasim, 2004).
3.2 Universal Design Sebagai Paradigma Baru
Universal design pertama kali diperkenalkan di Amerika Serikat oleh Ron
Mace pada tahun 1985. Sebelumnya pada tahun 1950 dikenal terminologi barrier-
free design (desain bebas hambatan) yang dalam perkembangannya barrier- free
design memiliki persepsi yang negatif di antara orang Amerika. Karena barrier-free
designhanya dapat digunakan oleh kaum difabel. Sehingga kedudukan antara difabel
dan non difabel di ruang publik menjadi terpisah. Hal ini tidak sesuai dengan prinsip
equity yang mengharuskan adanya persamaan hak bagi setiap orang di ruang publik.
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
40/173
Selanjutnya pada tahun 1970 berkembang terminologi yang lebih populer yang
dikenal dengan accessible design (desain yang aksesibel) yang mengatakan bahwa
sarana aksesibilitas sebagai parameter yang mempengaruhi pergerakan masyarakat di
lingkungan publik. Tetapi accessible design dalam penerapannya dirasakan masih
kurang praktis karena cakupannya terlalu luas.
Oleh karena itu Ron Mace mengatakan perlu adanya suatu standar minimum
untuk mengatur fasilitas umum kaum difabel dan non difabel dalam ruang publik
secara bersamaan yang dikenal dengan universal design. Dalam artiannya Universal
design adalah produk dan lingkungan yang dihasilkan dalam perancangan
lingkungan binaan, yang memungkinkan semua orang dapat dengan mudah untuk
mengakses setiap elemen di dalamnya. Dalam penerapannya universal design bisa
tidak sama di setiap tempat tergantung dari berbagai pendekatan desain dan undang-
undang yang berlaku (Ron Mace dalam Elaine Ostroff, 2001).
3.3 Prinsip-Prinsip Universal Design
Menurut Molly Folente Story(Universal Design Handbook, 2001) prinsip-
prinsip utama universal design, yaitu :
1. Dapat digunakan semua jenis pengguna
Definisi : Produk desain dapat digunakan dan dipasarkan untuk semua
jenis pengguna
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
41/173
Implikasi dalam perencanaan :
a. Mempertimbangkan aturan kekerabatan dalam memfasilitasi
aksesibilitas pejalan kaki
b. Mengembangkan pendekatan strategis dalam membuat kebijakan
transportasi yang memprioritaskan transportasi non kendaraan
bermotor
c. Jalan dapat diakses semua jenis pengguna tanpa ada batasan
2. Fleksibel dalam penggunaan
Definisi : Produk desain mengakomodasi semua jenis pengguna dan tidak
dibedakan berdasarkan kemampuannya
Implikasi dalam perencanaan :
a. Mengadaptasi proposal pengembangan sebagai aturan detail untuk
perencanaan
b. Produk aksesibilitas harus dapat memfasilitasi setiap pengguna
3. Sederhana dan mudah untuk digunakan
Definisi : Penggunaan desain mudah dimengerti ditinjau dari segi
pengalaman dan kemampuan pengguna
Implikasi dalam perencanaan :
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
42/173
a. Proposal pengembangan mudah diterapkan dalam setiap lokasi,
bangunan dan jalan
b. Rute langsung bagi pedestrian tanpa kendaraan bermotor
4. Informasi yang memadai
Definisi : Produk desain dilengkapi informasi pendukung yang penting untuk
pengguna dimana informasi yang diberikan disesuaikan dengan kemampuan
pengguna
Implikasi dalam perencanaan :
a. Sebagai masukan dalam proses perencanaan yang berguna untuk
mengurangi jarakdi antara setiap pengguna
b. Mempertimbangkan cara untuk membuat setiap perencanaan tepat
sasaran
5. Toleransi kesalahan
Definisi : Meminimalkan resiko kecelakaan akibat dari kejadian yang tidak
terduga
Implikasi dalam perencanaan :
a. Faktor keselamatan sebagai prioritas utama dalam perencanaan.
Termasuk di dalamnya keselamatan di jalan, menghindari
kriminalitas, mengutamakan kesehatan dan semua yang membuat
hidup lebih baik
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
43/173
6. Mengurangi usaha fisik
Definisi : Produk desain dapat digunakan secara efisien dan aman dengan
mengurangi resiko cedera
Implikasi dalam perencanaan :
a. Diprioritaskan untuk desain pedestrian dan jalan yaitu dengan
meminimalkan gangguan dalam perjalanan
7. Ukuran ruang untuk penggunaan yang tepat
Definisi : Penggunaan ukuran ruang dalam desain yaitu dengan melakukan
pendekatan melalui postur, ukuran dan pergerakan pengguna
Implikasi dalam perencanaan :
a. Memperhatikan kebutuhan minimum standar ruang
b. Mempertimbangkan aspek kepadatan dan hubungan antar ruang
dalam merancang bentuk
8. Memasukkan unsur kesenangan
Definisi : Dengan adanya penambahan unsur kesenangan dalam perencanaan
maka lingkungan yang dihasilkan akan memberikan pengalaman yang
menyenangkan
Implikasi dalam perencanaan :
a. Memperkenalkan pentingnya urban desain dalam proses perencanan
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
44/173
3.4 Persyaratan Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas
3.4.1 Ukuran Dasar Ruang
Esensi :Ukuran dasar ruang tiga dimensi (panjang, lebar, tinggi) mengacu kepada
ukuran tubuh manusia dewasa, peralatan yang digunakan, dan ruang yang
dibutuhkan untuk mewadahi pergerakan penggunanya.
Persyaratan :
1. Ukuran dasar ruang diterapkan dengan mempertimbangkan fungsi
2. Ukuran dasar minimum dan maksimum yang digunakan dalam pedoman ini
dapat ditambah atau dikurangi sepanjang asas-asas aksesibilitas dapat tercapai.
3.4.2 Jalur Pemandu
Esensi : Jalur yang memandu penyandang cacat untuk berjalan dengan
memanfaatkan tekstur ubin pengarah dan ubin peringatan.
Persyaratan :
1. Tekstur ubin pengarah bermotif garis-garis menunjukkan arah perjalanan.
2. Tekstur ubin peringatan (bulat) memberi peringatan terhadap adanya perubahan
situasi di sekitarnya/warning.
3. Daerah-daerah yang harus menggunakan ubin tekstur pemandu (guiding blocks):
a. Di depan jalur lalu-lintas kendaraan.
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
45/173
b. Di depan pintu masuk/keluar dari dan ke tangga atau fasilitas
persilangan dengan perbedaan ketinggian lantai.
c. Di pintu masuk/keluar pada terminal transportasi umum atau area
penumpang.
d. Pada pedestrian yang menghubungkan antara jalan dan bangunan.
e. Pada pemandu arah dari fasilitas umum ke stasiun transportasi umum
terdekat.
4. Pemasangan ubin tekstur untuk jalur pemandu pada pedestrian yang telah ada
perlu memperhatikan tekstur dari ubin eksisting, sedemikian sehingga tidak
terjadi kebingungan dalam membedakan tekstur ubin pengarah dan tekstur ubin
peringatan. Untuk memberikan perbedaan warna antara ubin pemandu dengan
ubin lainnya, maka pada ubin pemandu dapat diberi warna kuning atau jingga.
3.4.3 Jalur Pedestrian
Esensi : Jalur yang digunakan untuk berjalan kaki atau berkursi roda bagi difabel
secara mandiri yang dirancang berdasarkan kebutuhan orang untuk bergerak aman,
mudah, nyaman dan tanpa hambatan.
Persyaratan :
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
46/173
1. Permukaan jalan harus stabil, kuat, tahan cuaca, bertekstur halus tetapi tidak
licin. Hindari sambungan atau gundukan pada permukaan, kalaupun terpaksa
ada, tingginya harus tidak lebih dari 1,25 cm.
2. Kemiringan maksimum 2 dan pada setiap jarak 900 cm diharuskan terdapat
bagian yang datar minimal 120 cm.
3. Area istirahat digunakan untuk membantu pengguna jalan difabel dengan
menyediakan tempat duduk santai di bagian tepi
4. Pencahayaan berkisar antara 50 -150 lux tergantung pada intensitas pemakaian,
tingkat bahaya dan kebutuhan keamanan.
5. Drainase dibuat tegak lurus dengan arah jalur dengan kedalaman maksimal 1,5
cm, mudah dibersihkan dan perletakan lubang dijauhkan dari tepi jalur
pedestrian.
6. Lebar minimum jalur pedestrian adalah 120 cm untuk jalur searah dan 160 cm
untuk dua arah. Jalur pedestrian harus bebas dari pohon, tiang rambu-rambu,
lubang drainase/gorong-gorong dan benda-benda lainnya yang menghalangi.
7. Tepi pengaman dibuat setinggi maksimal 10 cm dan lebar 15 cm sepanjang jalur
pedestrian.
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
47/173
3.4.4Ramp
Esesnsi : Ramp adalah jalur sirkulasi yang memiliki bidang dengan
kemiringan tertentu, sebagai alternatif bagi orang yang tidak dapat menggunakan
tangga.
Persyaratan:
1. Kemiringan suatu rampdi dalam bangunan tidak boleh melebihi 7, perhitungan
kemiringan tersebut tidak termasuk awalan atau akhiran ramp (curb
ramps/landing) Sedangkan kemiringan suatu ramp yang ada di luar bangunan
maksimum 6.
2. Panjang mendatar dari satu ramp (dengan kemiringan 7) tidak boleh lebih dari
900 cm. Panjang ramp dengan kemiringan yang lebih rendah dapat lebih
panjang.
3. Lebar minimum dari ramp adalah 95 cm tanpa tepi pengaman, dan 120 cm
dengan tepi pengaman. Untuk rampyang juga digunakan sekaligus untuk pejalan
kaki dan pelayanan angkutan barang harus dipertimbangkan secara seksama
lebarnya, sedemikian sehingga bisa dipakai untuk kedua fungsi tersebut, atau
dilakukan pemisahan rampdengan fungsi sendiri-sendiri.
4. Muka datar (bordes) pada awalan atau akhiran dari suatu rampharus bebas dan
datar sehingga memungkinkan sekurang-kurangnya untuk memutar kursi roda
dengan ukuran minimum 160 cm.
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
48/173
5. Permukaan datar awalan atau akhiran suatu ramp harus memiliki tekstur
sehingga tidak licin baik diwaktu hujan.
6. Lebar tepi pengaman ramp/kanstin/low curb 10 cm, dirancang untuk
menghalangi roda kursi roda agar tidak terperosok atau keluar dari jalur ramp.
Apabila berbatasan langsung dengan lalu-lintas jalan umum atau persimpangan
harus dibuat sedemikian rupa agar tidak mengganggu jalan umum.
7. Ramp harus diterangi dengan pencahayaan yang cukup sehingga membantu
penggunaan rampsaat malam hari. Pencahayaan disediakan pada bagian-bagian
ramp yang memiliki ketinggian terhadap muka tanah sekitarnya dan bagian-
bagian yang membahayakan.
8.Ramp harus dilengkapi dengan pegangan rambatan (handrail) yang dijamin
kekuatannya dengan ketinggian yang sesuai. Pegangan rambat harus mudah
dipegang dengan ketinggian 65 80 cm.
3.4.5 Tangga
Esensi : Fasilitas bagi pergerakan vertikal yang dirancang dengan
mempertimbangkan ukuran dan kemiringan pijakan dan tanjakan dengan lebar yang
memadai.
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
49/173
Persyaratan :
1. Harus memiliki dimensi pijakan dan tanjakan yang berukuran seragam.
2. Harus memiliki kemiringan tangga kurang dari 60
3. Tidak terdapat tanjakan yang berlubang yang dapat membahayakan pengguna
tangga.
4. Harus dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail) minimum pada salah satu
sisi tangga.
5. Pegangan rambat harus mudah dipegang dengan ketinggian 65 80 cm dari
lantai, bebas dari elemen konstruksi yang mengganggu, dan bagian ujungnya
harus bulat atau dibelokkan dengan baik ke arah lantai, dinding atau tiang.
6. Pegangan rambat harus ditambah panjangnya pada bagian ujungnya (puncak dan
bagian bawah) dengan 30 cm.
7. Untuk tangga yang terletak di luar bangunan, harus dirancang sehingga tidak ada
air hujan yang menggenang pada lantainya.
3.4.6 Pintu
Esensi : Pintu adalah bagian dari suatu tapak, bangunan atau ruang yang
merupakan tempat untuk masuk dan keluar dan pada umumnya dilengkapi dengan
penutup (daun pintu).
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
50/173
Persyaratan :
1. Pintu pagar ke tapak harus mudah dibuka dan ditutup oleh difabel.
2. Pintu keluar/masuk utama memiliki lebar bukaan minimal 90 cm, dan pintu-pintu
yang kurang penting memiliki lebar bukaan minimal 80 cm.
3. Di daaerah sekitar pintu masuk sedapat mungkin dihindari adanya ramp atau
perbedaan ketinggian lantai.
4. Hindari penggunan bahan lantai yang licin di sekitar pintu
5. Plat tendang yang diletakkan di bagian bawah pintu diperlukan bagi pengguna
kursi roda dan tongkat tuna netra.
3.4.7 Toilet
Esensi : Fasilitas sanitasi yang aksesibel untuk semua orang (tanpa
terkecuali penyandang cacat, orang tua dan ibu-ibu hamil) pada bangunan atau
fasilitas umum lainnya.
Persyaratan :
1. Toilet atau kamar kecil umum yang aksesibel harus dilengkapi dengan tampilan
rambu/simbol dengan sistem cetak timbul penyandang cacat pada bagian
luarnya.
2. Toilet atau kamar kecil umum harus memiliki ruang gerak yang cukup untuk
masuk dan keluar pengguna kursi roda.
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
51/173
3. Ketinggian tempat duduk kloset harus sesuai dengan ketinggian pengguna kursi
roda sekitar (45-50 cm)
4. Toilet atau kamar kecil umum harus dilengkapi dengan pegangan rambat
(handrail) yang memiliki posisi dan ketinggian disesuaikan dengan pengguna
kursi roda dan penyandang cacat yang lain. Pegangan disarankan memiliki
bentuk siku-siku mengarah ke atas untuk membantu pergerakan pengguna kursi
roda.
5. Letak kertas tissu, air, kran air atau pancuran (shower) dan perlengkapan-
perlengkapan seperti tempat sabun dan pengering tangan harus dipasang
sedemikian hingga mudah digunakan oleh orang yang memiliki
keterbatasanketerbatasan fisik dan bisa dijangkau pengguna kursi roda.
6. Semua kran sebaiknya dengan menggunakan sistem pengungkit dipasang pada
wastafel, dll.
7. Bahan dan penyelesaian lantai harus tidak licin.
8. Pintu harus mudah dibuka dan ditutup untuk memudahkan pengguna kursi roda.
3.48 Telepon Umum
Esensi : Peralatan komunikasi yang disediakan untuk semua orang yang
sedang mengunjungi suatu bangunan atau fasilitas umum.
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
52/173
Persyaratan :
1. Telepon umum disarankan yang menggunakan tombol tekan, harus terletak pada
lantai yang aksesibel bagi semua orang termasuk penyandang cacat, orang tua,
orang sakit, balita dan ibu-ibu hamil.
2. Ruang gerak yang cukup harus disediakan di depan telpon umum sehingga
memudahkan penyandang cacat untuk mendekati dan menggunakan telpon.
3. Ketinggian telpon dipertimbangkan terhadap keterjangkauan gagang telpon
terhadap pengguna kursi roda 80-100 cm
4. Bagi pengguna yang memiliki pendengaran kurang, perlu disediakan alat kontrol
volume suara yang terlihat dan mudah terjangkau.
5. Bagi tuna netra sebaiknya disediakan petunjuk telpon dalam huruf Braille dan
dilengkapi juga dengan isyarat bersuara (talking sign) yang terpasang di dekat
telpon umum.
6. Panjang kabel gagang telpon harus memungkinkan pengguna kursi roda untuk
menggunakan telpon dengan posisi yang nyaman. ( 75 cm).
7. Bilik telepon dapat dilengkapi dengan kursi yang disesuaikan dengan gerak
pengguna dan site yang tersedia.
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
53/173
3.4.9 Area Parkir
Esensi : Area parkir adalah tempat parkir kendaraan yang dikendarai oleh
penyandang cacat, sehingga diperlukan tempat yang lebih luas untuk naik turun kursi
roda, daripada tempat parkir yang biasa. Sedangkan daerah untuk menaik-turunkan
penumpang (Passenger Loading Zones) adalah tempat bagi semua penumpang,
termasuk penyandang cacat, untuk naik atau turun dari kendaraan.
Persyaratan :
1. Tempat parkir penyandang cacat terletak pada rute terdekat menuju bangunan/
fasilitas yang dituju, dengan jarak maksimum 60 meter
2. Area parkir harus cukup mempunyai ruang bebas di sekitarnya sehingga
pengguna berkursi roda dapat dengan mudah masuk dan keluar dari
kendaraannya;
3. Area parkir khusus penyandang cacat ditandai dengan simbol tanda parkir
penyandang cacat yang berlaku;
4. Pada lot parkir penyandang cacat disediakan ram trotoir di kedua sisi kendaraan
5. Ruang parkir mempunyai lebar 370 cm untuk parkir tunggal atau 620 cm untuk
parkir ganda dan sudah dihubungkan dengan ram dan jalan menuju fasilitas-
fasilitas lainnya.
6. Kedalaman minimal dari daerah naik turun penumpang dari jalan atau jalur lalu-
lintas sibuk adalah 360 cm dan dengan panjang minimal 600 cm
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
54/173
7. Diberi rambu penyandang cacat yang biasa digunakan untuk mempermudah dan
membedakan dengan fasilitas serupa bagi umum.
3.5 Standar Aksesibilitas Pada Bangunan Fasilitas Pelayanan Umum
Tabel 3.1 Standar aksesibilitas pada bangunan fasilitas pelayanan umum
Elemen Standar Minimal Standar yang direkomendasikan
Pintu
Masuk/Keluar
o Pintu masuk dan keluarbangunan harus cukuplebar minimal 90 cm dan
hendaknya dikonstruksisedemikian rupa sehingga
dapat dilalui oleh
pengguna kursi rodao Dari pintu masuk/keluar
menuju ke meja penerima
tamu perlu dilengkapi
dengan jalur pemandu
o Pintu bangunan hendaknyadikonstuksi sedemikian rupasehingga para pengguna kursi roda
dapat melaluinya dengan mudahdan lebar pintu minimal 120 cm
o Pintu masuk/keluar utamasebaiknya pintu otomatis, lebarminimal 120 cm, sedangkan pintu
masuk/keluar lainnya hendaknya
memiliki lebar minimal 90 cmo Pada dasarnya diperlukan jalur
pemandu dari pintu masuk/keluar
menuju ke meja penerima tamu
Koridor o Lebar koridor minimal 120cm sehingga pengguna
kursi roda dapat
melaluinya dan perludisediakan ruang yang
longgar agar pengguna
kursi roda dapat berputaro Apabila dalam suatu
bangunan terdapatperbedaan ketinggian
lantai , perlu dipasang
ramp yang dapat
menghilangkan perbedaanketinggian tersebut
o Lebar koridor sebaiknya 180 cmatau lebih sehingga dua pengguna
kursi roda dapat berpapasan dan
merubah arah dengan mudah danperlu disediakan ruang yang
longgar agar pengguna kursi roda
dapat berputar. Jika fasilitas ini
disediakan, lebar koridor danlainnya minimal 140 cm
o Apabila dalam suatu bangunanterdapat perbedaan ketinggian
lantai, perlu dipasang alat/sarana
seperti ramp yang dapatmenghilangkan perbedaan
ketinggian lantai
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
55/173
Tangga o Apabila dalam suatubangunan terdapat tangga,
perlu dipasang pegangantangan
o Ubin peringatan dan ubinpengarah perlu dipasang
pada bagian atas tangga
o Apabila dalam suatu bangunanterdapat tangga, perlu dipasang
pegangan tangan pada keduasisinya
o Tinggi setiap anak tangga maksimal16 cm dan lebar tapak anak tangga
minimal 30 cm
o Pada bagian atas tangga perludipasang peringatan
Ramp o Pada ramp perlu dipasangpegangan tangan
o Lebar ramp minimal 120cm dengan kemiringan 7-
8o Ubin peringatan perlu
dipasang pada ramp
o Perlu dipasang pegangan tanganpada kedua sisi ramp
o Lebar rampsebaiknya 150 cm ataulebih dengan kemiringan 7-8 atau
kurango Ubin peringatan perlu dipasang
pada ramp
Kamar
mandi
o Pada kamar mandiminimal disediakan satu
kloset duduk untukdigunakan pengguna kursi
roda
o Pada prinsipnya 2% atau lebih darijumlah kloset yang tersedia pada
setiap lantai bangunan sebaiknyaberupa kloset duduk yang dapat
dipergunakan pengguna kursi roda
Areaparkir
o Pada area parkir, perludisediakan minimal satu
tempat parkir untuk
pengguna kursi rodadengan lebar minimal 350
cm
o Pada prinsipnya minimal 2% daritempat pakir dalam suatu area
sebaiknya diperuntukkan bagi
pengguna kursi roda. Lebar tempatparkir adalah 350 cm.
Sumber : United Nations(1995 : 27-28)
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
56/173
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Pendahuluan
Dalam melakukan kajian aksesibilitas difabel pada ruang publik kota, metoda
penelitian yang digunakan yaitu :
1. Metoda kuantitatif dengan metoda survey dan membagikan kuesioner kepada
responden dalam jumlah tertentu. Kuesioner yang dibagikan berupa gabungan
dari kuesioner berstruktur dan tidak berstruktur.
2. Metoda kualitatif yaitu dengan metoda wawancara.
Untuk melakukan penilaian elemen aksesibilitas tehadap sarana aksesibilitas
publik di kawasan Lapangan Merdeka dimana penilaian tersebut diklasifikasikan atas
4 (empat) kelompok difabel yaitu : tuna netra, tuna rungu, tuna daksa pengguna kruk
dan tuna daksa pengguna kursi roda.
Guna menganalisa kajian sarana aksesibilitas publik di kawasan Lapangan
Merdeka ada 2 (dua) standar yang digunakan untuk kriteria penilaian elemen
aksesibilitas :
1. Persyaratan Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas (Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum No.30/PRT/M/2006 )
2. Rangkuman Standar Aksesibilitas tabel 2.5.1 (United Nations, 1995)
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
57/173
4.2 Tahapan Penelitian
1. Menentukan Objek dan Batasan Penelitian
a. Penelitian ruang luar (outdoor) dibatasi pada kajian aksesibilitas kaum difabel
pada fasilitas umum di ruang terbuka sebagai ruang publik kota.
b. Lingkup pembahasan dalam penelitian ini hanya membahas aspek fisik.
c. Penelitian dalam bangunan (indoor) hanya akan dilakukan pada bangunan
stasiun kereta api sebagai salah satu pintu masuk kota Medan.
2. Hipotesis
a. Sarana aksesibilitas di Kawasan Lapangan Merdeka belum aksesibel untuk
kaum difabel
b. Sarana aksesibilitas di kawasan Lapangan Merdeka belum memenuhi kriteria
kemudahan, kegunaan, keselamatan dan kemandirian untuk kaum difabel.
3. Studi Banding
a. Dalam penelitian ini yang menjadi studi banding adalah penelitian pada
kawasan Bukit Bintang Kuala Lumpur. Studi banding ini dilakukan atas dasar
kesamaan fungsi kawasan sebagai ruang publik kota .
4. Pengumpulan Data
a. Data Primer, berupa hasil pengamatan langsung di lapangan yaitu dengan
membagikan kuesioner kepada 100 orang kaum difabel ynag pernah
berkunjung ke kawasan Lapangan Merdeka dan melakukan observasi/
pengukuran pada sarana aksesibilitas umum di kawasan Lapangan Merdeka.
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
58/173
I. Tahap-tahap persiapan kuesioner
II. Jumlah kuesioner : 100 lembar
III. Jumlah pertanyaan : 15 pertanyaan
IV. Distribusi kuesioner :
V. Kuesioner ditujukan kepada kaum difabel yang sudah pernah berkunjung ke
kawasan Lapangan Merdeka. Perhitungan distribusi kuesioner berdasarkan
jumlah populasi kaum difabel Kota Medan
1) 39 lembar, ditujukan kepada kaum difabel tuna netra
2) 22 lembar, ditujukan kepada kaum difabel tuna daksa pengguna kruk
3) 22 lembar, ditujukan kepada kaum difabel tuna daksa pengguna kursi
roda
4) 17 lembar, ditujukan kepada kaum difabel tuna rungu
VI. Observasi/ pengukuran
1) Segmentasi Kawasan
2) Dokumentasi
3) Pengukuran, diawali dari luar bangunan (outdoor) sampai ke dalam
bangunan (indoor)
4) Elemen penelitian meliputi pedestrian, ramp, tangga, pintu masuk,
telepon umum, loket, area informasi, toilet umum, kantin dan tempat
ibadah.
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
59/173
b. Data sekunder , berupa data yang diperoleh dari studi literatur
5. Analisa Data
Guna menganalisa kajian sarana aksesibilitas publik di kawasan Lapangan
Merdeka ada 2 variabel untuk kriteria penilaian aksesibilitas :
a. Persyaratan Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas (Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum No.30/PRT/M/2006).
b. Rangkuman Standar Aksesibilitas tabel 2.5.1 (United Nations, 1995).
Kemudian dilakukan metoda multiexposedyaitu dengan melakukan pemeriksaan
silang terhadap data standar aksesibilitas dengan data yang ditemui di lapangan.
Tabel 4.1Penilaian Elemen Aksesibilitas
Netra Rungu Kruk K.Roda Penilaian
Nama Elemen Aksesibil itas
No Variabel Data Standar
Komentar
Tuna netra.
Tuna rungu
Tuna daksa pengguna kruk
Untuk tuna daksa pengguna kruk elemen aksesibilitasUntuk tuna daksa pengguna kursi roda elemen aksesibilitas.
Tuna daksa pengguna kursi roda..
Kesimpulan
Untuk tuna netra elemen aksesibiltas..
Untuk tuna rungu elemen aksesibilitas
Sumber : Himpunan Wanita Penyandang Cacat (HWPCI) Pusat
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
60/173
Tabel 4.2Klasifikasi Difabel
No Keterangan
1 Difabel dalam hal penglihatan
2 Difabel dalam hal pendengaran
3 Difabel fisik dengan alat bantu kruk
4 Difabel fisik dengan alat bantu kursi roda
Klasifikasi
Tuna Netra
Tuna daksa pengguna kruk
Tuna daksa pengguna kursi roda
Tuna rungu
Sumber : Himpunan Wanita Penyandang Cacat (HWPCI) Pusat
Tabel 4.3Kriteria Penilaian
No KriteriaPenilaian Skor Keterangan
1 Akses 1 Kaum difabel dapat akses
2 Akses Tidak Memadai 0.5 Kaum difabel dapat akses tetapi elemen
aksesibiitas tidak memenuhi standar
3 Tidak Akses 0 Kaum difabel memerlukan bantuan untuk akses
Sumber : Himpunan Wanita Penyandang Cacat (HWPCI) Pusat
Tabel 4.4 Kriteria Skor
No Kisaran Skor Kriteria Skor Keterangan
1 A/ (skor =4) Aksesibilitas Baik Aksesibel Sempurna Standar
2 B/3 Aksesibilitas Cukup Aksesibel Sebagian Standar 3 C/2 Aksesibilitas Kurang Kurang Aksesibel
4 D/1 Tidak Ada Aksesibilitas Tidak Aksesibel
Komentar yang diberikan oleh kaum difabel ketika mengakses kawasan
Lapangan Merdeka digunakan untuk menentukan permasalahan fisik sarana
aksesibilitas yang menghambat aksesibilitas kaum difabel dalam mengakses kawasan
Lapangan Merdeka sebagai ruang publik kota
Sumber : Himpunan Wanita Penyandang Cacat (HWPCI) Pusat
5. Temuan dan Kesimpulan
6. Rekomendasi dan Saran
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
61/173
BAB V
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum
Kawasan Lapangan Merdeka terletak di pusat kota dengan luas 5 hektar.
Pada kawasan ini, ruang terbuka menggunakan lahan sekitar 60%. Lapangan
Merdeka dan Lapangan Benteng memiliki peranan penting dalam struktur kawasan
dan corekota Medan pada umumnya.
Gambar 5.1 Lokasi Penelitian, insert : Peta Kota Medan
Kawasan Lapangan Merdeka didominasi oleh fungsi perkantoran. Hal-hal
yang paling khusus dari kawasan ini adalah bangunan-bangunan bersejarah dan
ruang terbuka publik. Berdasarkan SK Walikotamadya KDH Tk.II Medan No.
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
62/173
188.342/789/SK/1991 tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Kotamadya Medan
Nomor 5 tahun 1990, bahwa Lapangan Merdeka tergolong sebagai taman klasifikasi
A, yang memiliki kriteria terletak di pusat wilayah dengan daerah pelayanan radius
2000-10000 m, dan luas area 10000-50000 m. Berdasarkan peraturan tersebut
Lapangan Merdeka harus dapat melayani lebih dari 25000 penduduk kota Medan.
Gambar 5.2 Peta Kegiatan di kawasan Lapangan Merdeka
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
Keterangan peta aktivitas publik di Kawasan Lapangan Merdeka- Lapangan Benteng :
17. Blok Komersial
18. Kantor Walikota
19. Pusat Perbelanjaan
20. Gedung DPR
21. Lapangan Upacara
22. Perbankan
23. Pusat Onderdil
24. Pu asera
9. Perbankan
10. Hotel
11. Bank Sentral
12. Perbankan
13. Kantor Swasta
14. Kantor Asuransi
15. Perbankan
16. Perbankan
1. Lapangan Upacara
1. Lapangan Olahraga
2. Pujasera3. Pasar Buku
4. Stasiun Kereta Api
5. Kantor Pos Pusat
6. Perbankan
7. Blok Komersial
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
63/173
5.2 Segmentasi Kawasan
Untuk mempermudah dalam mendeskripsikan dan menganalisis kawasan
Lapangan Merdeka maka kawasan dibagi atas 2 segmen, yang masing-masing terdiri
dari :
Gambar 5.3 Segmentasi Kawasan
1. Segmen A : Lapangan Merdeka
a. Terdiri dari 5 sub segmen yaitu koridor jalan Balai Kota, koridor jalan
Bukit Barisan, koridor jalan Kereta Api, koridor jalan Pulau Pinang
dan Lapangan Merdeka.
2. Segmen B : Stasiun Kereta Api
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
64/173
5.3 Segmen A (Lapangan Merdeka)
5.3.1 Peruntukan Lahan
Lokasi Lapangan Merdeka terletak di pusat kota Medan tepatnya di
kecamatan Medan Barat, dengan luas 4,7 ha. Dalam studi kasus ini Lapangan
Merdeka dikelilingi oleh empat koridor jalan satu arah yaitu jalan Balai Kota, jalan
Bukit Barisan, jalan Kereta Api dan jalan Pulau Pinang.
Peruntukan lahan di segmen Lapangan Benteng didominasi oleh ruang
terbuka (66%), selanjutnya perbankan (15%), komersil (6%), hotel (6%),
perkantoran milik swasta (2%), perkantoran milik pemerintah (1.2%), pertokoan
(0,8%), kantor pos (0,1%), kantor polisi (0,07%) dan mushalla (0,03%). Hal-hal
yang paling khusus dari segmen ini adalah bangunan bersejarah dan Lapangan
Merdeka.
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
65/173
Gambar 5.4 Peruntukan Lahan Segmen A
5.3.2 Jalur Pedestrian dan Vegetasi
Keempat koridor jalan di segmen Lapangan Merdeka memiliki jalur
pedestrian dua arah dan tidak semua koridor jalan memiliki fasilitas penyeberangan.
Selain di keempat koridor jalan juga terdapat jalur pedestrian yang berada di dalam
Lapangan Merdeka.
Jenis-jenis pohon yang terdapat di dalam Lapangan Merdeka antara lain :
Gambar 5.5 Jalur Vegetasi dan Pedestrian
1. Pohon Trambesi, dalam bahasa latin Samanea Samanyang sering disebut pohon
Ki Hujan. Pohon-pohon tersebut rata-rata berumur 110 tahun
2. Pohon Seri, selain pohon Ki Hujan juga terdapat pohon seri yang ditanam
sejajar koridor jalan Balai Kota.
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
66/173
3. Pohon Palem, ditanam sejajar mengelilingi lintasan dalam.
4. Pohon Cemara, hanya terdapat beberapa batang di dalam Lapangan Merdeka
5. Pohon peneduh, yang terdapat di sepanjang lintasan tengah sebagai pembatas
antara lintasan tengah dan lintasan luar. Selain pohon-pohon peneduh juga
terapat tanaman- tanaman hias.
Gambar 5.6 Kondisi Jalur Vegetasi dan Pedestrian
Pada keempat koridor jalan ditanami pohon yang bersifat visual dan tidak
memberi kontribusi untuk kenyamanan jalur pejalan kaki.
Gambar 5.7 Kondisi Jalur Vegetasi dan Pedestrian
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
67/173
5.3.3 Utilitas
Sistem utilitas di segmen Lapangan Benteng masih belum menggunakan
sistem jaringan terpadu. Penyediaan prasarana umum seperti air bersih, listrik,
telepon dan drainase terletak menyebar khususnya di bawah jalur utama pejalan kaki
dan badan jalan.
Gambar 5.8 Skema Jaringan Utilitas Segmen A
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
68/173
5.3.4 Muka Jalan (Streetscape)
Pembagian sub segmen pada masing-masing koridor jalan terbagi menjadi 2 sub
segmen kecuali koridor jalan Kereta Api. Pembagian sub segmen pada masing-
masing koridor jalan adalah : koridor jalan Balai Kota terbagi menjadi segmen C1-1
dan segmen C1-2 ; koridor jalan Bukit Barisan terbagi menjadi segmen C1-1 dan
segmen C2-2; koridor jalan Kereta Api terbagi menjadi segmen C3-1 dan segmen
C3-2; koridor jalan Pulau Pinang terbagi menjadi segmen C4-1 dan segmen C4-2.
Gambar 5.9 Pembagian Sub Segmen A
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
69/173
1. Sub Segmen A1-1
Muka jalan pada segmen ini memperlihatkan potongan jalan Balai Kota yang
berlatar bangunan publik. Pada satu bagian koridor jalan posisi pedestrian langsung
berbatasan dengan bangunan. Pada bagian lain koridor jalan tampak bangunan
setbackke belakang pedestrian yang tidak terlindungi oleh vegetasi.
2.Sub Segmen A1-2
Gambar 5.11 Muka Jalan Pada Sub Segmen A1-2
Gambar 5.10 Muka Jalan Pada Sub Segmen A1-1
Muka jalan pada segmen ini memperlihatkan potongan jalan Balai Kota yang
berlatar Lapangan Merdeka dengan bangunan komersil. Pada segmen ini pedestrian
terlihat teduh karena terlindungi oleh deretan pohon seri yang bertajuk lebar.
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
70/173
3. Sub Segmen A2-1
Gambar 5.12 Muka Jalan Pada Sub Segmen A2-1
Muka jalan pada segmen ini memperlihatkan potongan jalan Bukit Barisan
dengan latar bangunan publik dan pertokoan. Pada segmen ini bangunan tampak
setbackdi belakang pedestrian yang tidak terlindungi oleh vegetasi. Jalur pedestrian
pada sub segmen A2-1 dilengkapi dengan fasilitas telepon umum.
4. Sub Segmen A2-2
Gambar 5.13 Muka Jalan Pada Sub Segmen A2-2
Muka jalan pada segmen ini memperlihatkan potongan jalan Bukit Barisan
yang berlatar Lapangan Merdeka dengan bangunan kantor polisi dan gerbang masuk
ke Lapangan Merdeka. Pada segmen ini pedestrian terlihat teduh karena terlindungi
oleh deretan pohon seri yang bertajuk lebar.
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
71/173
5.Sub Segmen A3
Muka jalan pada segmen ini memperlihatkan potongan jalan Kereta Api yang
berlatar Lapangan Merdeka dengan Pasar Buku. Pada segmen ini pedestrian terlihat
teduh karena terlindungi oleh deretan pohon seri yang bertajuk lebar.
6. Sub Segmen A3
Gambar 5.14 Muka Jalan Pada Sub Segmen A3
Gambar 5.15 Muka Jalan Pada Sub Segmen A3
Muka jalan pada segmen ini memperlihatkan potongan jalan Kereta Api yang
berlatar Lapangan Merdeka dengan Pasar Buku. Pada segmen ini pedestrian terlihat
teduh karena terlindungi oleh deretan pohon seri yang bertajuk lebar.
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
72/173
7. Sub Segmen A4-1
Gambar 5.16 Muka Jalan Pada Sub Segmen A4-1
Muka jalan pada segmen ini memperlihatkan potongan jalan Pulau Pinang
yang berlatar bangunan publik. Pada satu bagian koridor jalan posisi pedestrian
langsung berbatasan dengan bangunan. Pada bagian lain koridor jalan tampak
bangunan setbackke belakang pedestrian yang tidak terlindungi oleh vegetasi.
8. Sub Segmen A4-2
Gambar 5.17 Muka Jalan Pada Sub Segmen A4-2
Muka jalan pada segmen ini memperlihatkan potongan jalan Pulau Pinang
yang berlatar Lapangan Merdeka dengan bangunan komersil dan gerbang masuk ke
Lapangan Merdeka. Pada segmen ini pedestrian terlihat teduh karena terlindungi
oleh deretan pohon Ki Hujan yang bertajuk lebar.
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
73/173
5.4 Segmen B (Stasiun Kereta Api)
Gambar 5.18 Segmen B Stasiun Kereta Api
Stasiun Kereta Api Besar Medan terletak di sebelah barat Lapangan Merdeka.
Didirikan pada tahun 1883 oleh perusahaanDeli Maaatschappijdan pada tahun 1885
jalur kereta api Medan- Labuhan Deli resmi dijalankan. Pada masa sekarang Stasiun
Kereta Api Besar dikelola oleh PT. Kereta Api Indonesia (KAI) dengan rute
pelayanan ke berbagai kota di Sumatera Utara.
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbilitas difabel pada ruang publik kota
74/173
Dalam penelitian ini Stasiun Kereta Api Besar Medan menjadi objek
penelitian di dalam bangunan (indoor), karena bangunan Stasiun Kereta Api Besar
Medan merupakan salah satu pintu masuk utama ke Kota Medan dan sudah
selayaknya fasilitas aksesibilitas di Stasiun Kereta Api Besar Medan dapat diakses
oleh semua kalangan masyarakat tanpa terkecuali.
5.4.1Zoning
Pembagian zoning di Stasiun Kereta Api Besar Medan meliputi : zoning
publik (hall utama, peron), zoning semi publik (retail), zoning private (ruang
pengelola),zoning service (Toilet/WC).
Gambar 5.19Zoning Ruang Stasiun Kereta Api
Hendra Arif K.H Lubis : Kajian Aksesibilitas Difabel Pada Ruang Publik Kota Studi Kasus : Lapangan Merdeka, 2008USU Repository 2008
-
7/18/2019 kajian aksesbi