Download - jurnal klasifikasi kemiringan lereng.pdf
-
8/18/2019 jurnal klasifikasi kemiringan lereng.pdf
1/6
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1
Abstrak — Donggala adalah salah satu kota yang berada di
wilayah Propinsi Sulawesi Tengah yang memiliki luas wilayah
sebesar 5,275.69 km 2 yang memiliki tingkat kemiringan lereng
yang bervariasi. Menurut Undang-Undang Tata Ruang yang
dibuat oleh Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah
(Kimpraswil), kemiringan lereng dibagi menjadi beberapa kelas yaitu datar (0-8 %), landai (8-15 %), agak curam (15-25 %),
curam (25-45 %), dan sangat curam ( ≥ 45 %). L ahan yang
diperbolehkan untuk berdirinya kawasan permukiman adalah
lahan yang memiliki topografi datar sampai bergelombang yakni
lahan yang memiliki kemiringan lereng 0-25 %.
Kelas kemiringan lereng yang dibagi menurut Undang-
Undang Tata Ruang memiliki ketidakpastian yang
disebabkan oleh ketidaksempurnaan dalam pengambilan
sumber data atau interpretasi data. Untuk mengurangi
masalah ketidakpastian tersebut dapat digunakan metode
fuzzy yang memiliki nilai interval 0 sampai 1. Berdasarkan
penelitian, klasifikasi logika fuzzy menunjukkan hal yang
berbeda dengan hasil klasifikasi berdasarkan Undang-
Undang Tata ruang. Metode Fuzzy menunjukkan bahwa tingkat pelanggaran pendirian permukiman lebih sedikit.
Kelas kemiringan lereng dengan nilai pasti dibagi menjadi
(0-4,5)%, (8-15)%, (18,5-21,5)%, (28,5-41,5)%, dan
(>48,5)%.
Peta 3D merupakan hasil konversi data kontur ke format
TIN. Visualisai 3D diperoleh dari representasi citra Ikonos
yang dioverlay dengan TIN.
Kata Kunci : Donggala, Kemiringan Lereng, Undang-Undang
Tata ruang, Metode Fuzzy, SIG 3D
I. PENDAHULUANKota Donggala adalah salah satu kota yang berada di
wilayah Propinsi Sulawesi Tengah yang memiliki luas
wilayah sebesar 5,275.69 km2. Seperti wilayah Sulawesi
Tengah pada umumnya yang berupa pegunungan dan
dataran tinggi, kota ini memiliki kontur yang cukup
bervariasi dengan berbagai kelas kemiringan lereng. Kelas
kemiringan lereng sangat bervariasi dari kategori datar
sampai sangat curam dimana masing-masing kelas memilik
fungsi yang berbeda. Hanya pada kemiringan tertentu yang
bisa dijadikan sebagai permukiman. Tetapi, ada beberaparumah atau permukiman di kota ini yang dibangun di atas
lahan pada kemiringan yang di atasnya tidak diperbolehkan
pendirian suatu permukiman (BPS Donggala, 2009).Pembangunan perumahan dan pemukiman harus memenuhi
standar yang telah ditetapkan, salah satunya harus
memperhatikan kemiringan lereng yang ada. Kemiringan
lereng dibagi menjadi beberapa kelas yaitu datar (0-8 %),
landai (8-15 %), agak curam (15-25 %), curam (25-45 %),
dan sangat curam (≥ 45 %). Lahan yang diperbolehkan
untuk berdirinya kawasan permukiman adalah lahan yang
memiliki topografi datar sampai bergelombang yakni lahan
yang memiliki kemiringan lereng 0-25 % (DepartemenKimpraswil, 2007).
Untuk mengklasifikasikan kelas kemiringan lereng
diperlukan suatu informasi geografis. Informasi geografis
merupakan informasi mengenai tempat-tempat yang terletak
di permukaan bumi, pengetahuan mengenai posisi dimana
suatu objek terletak di permukaan bumi dan informasimengenai keterangan-keterangan (atribut) yang terdapat di
permukaan bumi yang posisinya diketahui. Semuanya
dirangkai dalam suatu sistem yang disebut Sistem Informasi
Geografis atau yang lebih dikenal dengan istilah SIG.
Dengan SIG akan lebih mudah untuk mengklasifikasikan
kelas kemiringan lereng dan memberi informasi mengenai
permukiman yang melanggar kaidah yang berlaku. Dan
untuk menginterpretasikan hasil dapat dilakukan melalui
visualisasi 3D.
Ketidaksempurnaan dalam pengambilan sumber data atau
interpretasi data dapat mengakibatkan ketidakpastian model
yang ditampilkan dari data SIG. Jika ketidakpastian semakin
besar, maka informasi yang diperoleh akan semakin tidak
realistik. Untuk mengurangi masalah ketidakpastian tersebut
dapat digunakan pendekatan dengan metode Fuzzy. Logika
Fuzzy merupakan pengembangan dari logika Boolean.
Logika Fuzzy menyatakan segala hal diekspresikan dalamistilah derajat keanggotaan.
A. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah tugas akhir ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana mengklasifikasikan lahan berdasarkankemiringan lereng?
2. Bagaimana memetakan lahan permukiman Kota
Donggala yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor
26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang?
3. Bagaimana memetakan lahan permukiman KotaDonggala berdasarkan metode Fuzzy?
4. Bagaimana membentuk SIG 3D yang berisi informasi
mengenai informasi mengenai kemiringan lereng?
B. Batasan Masalah
Adapun batasan masalah dalam tugas akhir ini adalahsebagai berikut:
KLASIFIKASI KEMIRINGAN LERENG DENGAN
MENGGUNAKAN PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI
GEOGRAFIS SEBAGAI EVALUASI KESESUAIAN LANDASAN
PEMUKIMAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG TATA
RUANG DAN METODE FUZZY
(Studi Kasus: Donggala, Sulawesi Tengah)
Mega Wahyu Syah, Teguh HariyantoJurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111
Email : [email protected]
-
8/18/2019 jurnal klasifikasi kemiringan lereng.pdf
2/6
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No.
1. Data yang digunakan adalah peta R
skala 1 : 25000 dalam bentuk digit
Kabupaten Donggala tanggal 22 Ju
kemiringan lereng
2. Analisis meliputi klasifikasi kemiri
kesesuaian lahan berdasarkan Undan26 Tahun 2007 Tentang Penataan R
fuzzy
3. Pemodelan 3 dimensi hanyamengetahui lokasi kemiringan lereng
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam tugas akhir ini adala
1. Mengembangkan aplikasi SIG untuk
kemiringan lereng dan kesesuai
permukiman berdasarkan Undang-Un
2. Mengklasifikasikan kemiringan leMetode Fuzzy
3. Membuat peta 3 dimensi kemiringan
Donggala
D. Manfaat PenelitianManfaat yang diperoleh dari peneldiperolehnya suatu SIG lahan permuk
kelas kemiringan lereng sehingga dapat
terhadap kelayakan berdirinya bangunan
yang ada di Kabupaten Donggala.
II. METODOLOGI PENELI
A. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini mengambil daer
Donggala, Sulawesi Tengah dengan k
46,06” - 119º 57’ 19,02” BT dan 0º 2’57,29” LS
Gambar 1. Peta Donggala Skala
B. Data dan Peralatan
1) Data
• Peta RBI Kota Donggala skala
bentuk digital
• Citra IKONOS Kota Donggal
2007
2) Peralatan
Perangkat Keras (Hardwere)
•
Laptop• Printer
X, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
I Kota Donggala
al, citra IKONOS
i 2007, dan data
ngan lereng dan
g-Undang Nomor uang dan metode
igunakan untuk
h sebagai berikut:
engklasifikasikan
n lahan untuk
ang Tata Ruang
eng berdasarkan
lereng Kabupaten
itian ini adalah
iman berdasarkan
ilakukan evaluasi
atau permukiman
TIAN
ah studi di kota
ordinat 119º 50’
15,57” LU - 0º 6’
1: 25000
1 : 25000 dalam
a tanggal 22 Juni
Perangkat Lunak (So
• Sistem operasi windo
• Microsoft Word Offic
• Microsoft Excel 200
• Matlab 7.0.1
• ArcGIS 9.3
C. Tahapan Kegiatan Peneliti
Pada penelitian, kegiatan yang
Gambar 2. Diagram Ali
Identifikasi
Studi Liter
Pengumpula
Pengolahan
Analisa D
Penyusunan
Kemiringan lereng
PelanggaranPendiriam
Permukiman
2
tware)
ws 7 ultimate
e 2007
n
ilakukan sebagai berikut:
r Kegiatan Penelitian
asalah
tur
Data
Data
ata
Laporan
Peta 3D
Perbandingan HasilMetode Fuzzy dengan
UU Tata Ruang
-
8/18/2019 jurnal klasifikasi kemiringan lereng.pdf
3/6
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 3
D. Tahap Pengolahan Data
Gambar 3. Tahap Pengolahan Data
1. Peta yang digunakan adalah Peta kabupatenDonggala skala 1:25000 dalam bentuk digital dan
citra IKONOS Kota Donggala tanggal 22 Juni
2007, selain itu juga diperlukan Undang-Undang
Tata Ruang mengenai kawasan peruntukan
permukiman sebagai acuan penelitian
2. Peta RBI dan citra IKONOS kemudian di overlay
pada ArcGIS
3. Layer peta yang diperoleh belum semuanyamemiliki proyeksi dan transformasi yang sama,
maka dilakukan proyeksi UTM dengan sistem
referensi WGS 84 zona 50S
4. Data kontur yang diperoleh belum memiliki nialai
elevasi, maka dilakukan editing kontur dengan
memasukkan nilai elevasi
5. Kontur yang telah mempunyai nilai elevasi
kemudian diconvert ke format raster untuk
pembuatan TIN dan slope\ 6. TIN yang telah terbentuk dapat direpresentasikan
dalam bentuk 3D dengan menggunakan ArcScene
7. Reklasifikasi kemiringan lereng dibagi menjadi duayaitu dengan berdasarkan Undang-Undang Tata
Ruang dan dengan logika Fuzzy8. Setelah dilakukan reklasifikasi akan terbentuk Peta
Kriteria Kesesuaian Lahan Terklasifikasi
9. Selanjutnya dilakukan analisa kesesuaian lahan
terhadap kemiringan lereng, terjadi pelanggaran
atau tidak
10. Hasil klasifikasi kemiringan lereng berdasarkanUndang-Undang Tata ruang dengan Metode Fuzzy
memiliki perbedaan maka diperlukan suatu analisis
untuk memperoleh data yang lebih akurat
11. Setelah proses analisis selesai maka akan diperoleh
suatu SIG kemiringan lereng dan evaluasikesesuaian lahan
III. ANALISIS
A. Hasil Peta
1. Peta Klasifikasi Kemiringan Lereng Kabupaten
Donggala Berdasarkan Undang-Undang Tata Ruang
Gambar 4. Peta Klasifikasi Kemiringan Lereng Kabupaten
Donggala Berdasarkan Undang-Undang Tata Ruang
Peta kemiringan lereng berdasarkan kelas Undang-
undang dibagi menjadi lima kelas yaitu datar (0-8)%,
landai (8-15)%, agak curam (15-25)%, curam (25-
45)%, dan sangat curam (>45)%.
2. Peta Klasifikasi Kemiringan Lereng Kabupaten
Donggala Dengan Menggunakan Metode Fuzzy
Gambar 5. Peta Klasifikasi Kemiringan Lereng Kabupaten
Donggala Dengan Menggunakan Metode Fuzzy
Peta RBI 1
:25000Citra
IKONOS
Undang-Undang
Tata Ruang
Overlay
Editing Kontur
Proyeksi dan Transformasi
Convert ke raster
SlopePembuatan TIN
Reklasifikasi berdasarkan
UU Tata Ruang
Reklasifikasi berdasarkan
metode Fuzzy
Peta 3D Kabupaten
Donggala
Analisa kesesuaian lahan
Analisa perbedaan hasil
UU Tata Ruang dengan
metode Fuzzy
Peta Kriteria KesesuaianLahan Terklasifikasi
SIG Kemiringan lereng
dan evaluasi kesesuaian
lahan
-
8/18/2019 jurnal klasifikasi kemiringan lereng.pdf
4/6
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 4
Peta kemiringan lereng berdasarkan logika fuzzy
dibagi menjadi sepuluh kelas yaitu anggota yang
memiliki nilai antara 0 dan 1, untuk yang memiliki
nilai 1 atau nilai pasti dibagi menjadi datar (0-4,5)%,
landai (8-15)%, agak curam (18,5-21,5)%, curam
(28,5-41,5)%, dan sangat curam (>48,5)%.
3. TIN Kabupaten Donggala
Gambar 6. TIN Donggala
TIN diperoleh dari data raster hasil klasifikasi darikontur. TIN nampak secara 3D dan selanjutnya diolah
melalui ArcScene.
4. Peta 3D Kabupaten Donggala
Gambar 7. Peta 3D Donggala
Peta 3D merupakan hasil gabungan dari TIN dengan
citra Ikonos, dimana citra Ikonos dicerminkan
terhadap peta 3D dari TIN sehingga nampak
mendekati bentuk aslinya.
5. Peta 3D Klasifikasi Kemiringan Lereng Donggala
Berdasarkan Undang-Undang Tata Ruang
Gambar 8. Peta 3D Klasifikasi Kemiringan Lereng
Donggala Berdasarkan Undang-Undang Tata Ruang
6. Peta 3D Klasifikasi Kemiringan Lereng Donggala
Berdasarkan Metode Fuzzy
Gambar 9. Peta 3D Klasifikasi Kemiringan Lereng
Donggala Berdasarkan Metode Fuzzy
B. Analisis Klasifikasi Kemiringan Lereng Berdasarkan
Undang-Undang Tata Ruang
Berdasarkan hasil klasifikasi kemiringan lereng yang
mengacu pada Undang-Undang Tata Ruang, pelanggaran
pendirian permukiman lebih banyak terjadi di sebelah utarayakni pusat kota dan daerah pinggiran pantai yang
merupakan daerah yang mengalami pertumbuhan
pembangunan lebih cepat.
Pelanggaran terbanyak terdapat di Kelurahan Gunung Bale
dengan jumlah 62 persil bangunan.
Tabel 1. Tingkat Pelanggaran Pendirian Bangunan
berdasarkan klasifikasi kemiringan lereng Undang-Undang
Tata Ruang
No Nama Kelurahan Prosentase Pelanggaran (%)
1 Boneoge 0,867
2 Boya 3,0793 Ganti 2,362
4 Gunung Bale 11,940
5 Kabonga Besar 9,200
6 Kabonga Kecil 0,000
7 Kolakola 0,000
8 Labuan Bajo 3,535
9 Limboro 0,000
10 Lumbudolo 0,000
11 Maleni 5,755
12 Salulomba 0,000
13 Tanjung Batu 18,014
14 Towale 0,000
Tabel 1 menunjukkan prosentase pelanggaran yang ada diDonggala. Prosentase dilakukan dengan perhitungan
perbandingan jumlah bangunan yang ada pada kemiringan
yang tidak diperbolehkan dengan jumlah bangunan
keseluruhan yang ada pada masing-masing
kelurahan.Prosentase pelanggaran terbesar ada di Kelurahan
Tanjung Batu dengan 18,014%.
C. Analisa Klasifikasi Kemiringan Lereng Berdasarkan Metode Fuzzy
Derajat keanggotaan yang ada pada logika Fuzzy berada
pada interval 0 sampai 1. Dan bentuk paling sederhana
-
8/18/2019 jurnal klasifikasi kemiringan lereng.pdf
5/6
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 5
untuk pendekatan suatu konsep yang kurang jelas adalah
dengan representasi linier. Untuk perhitungan klasifikasi
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Fungsi keanggotaan untuk lahan datar
M datar (x) = f(x) =
1, ≤ 4.5( . )
, 4.5 ≤ ≤ 11.5
0, ≥ 11.5
2) Fungsi keanggotaan untuk lahan landai
M landai (x)= f(x) =
0, ≤ 8 atau x ≥ 15
. , 8 ≤ ≤ 11.5
. ,11.5 ≤ ≤ 18.5
3) Fungsi keanggotaan untuk lahan agak curam
M agakcuram (x)=f(x)=
, . ..
, . .
, . ..
, . .
4) Fungsi keanggotaan untuk lahan curam
M curam (x) = f(x) =
, . ..
, . .
, . ..
, . .
5) Fungsi keanggotaan untuk lahan sangat curam
M sangat curam(x)=f(x)=
0, ≤ 41,5
,41,5 ≤ ≤ 48.5
1, ≥ 48.5
Berikut adalah jumlah pelanggaran pendirian bangunan dari
hasil klasifikasi kemiringan lereng berdasarkan metode
Fuzzy.
Tabel 2. Tingkat Pelanggaran Pendirian Bangunanberdasarkan klasifikasi kemiringan lereng Metode Fuzzy
No Nama Kelurahan Prosentase Pelanggaran (%)
1 Boneoge 0,289
2 Boya 0,648
3 Ganti 1,312
4 Gunung Bale 10,199
5 Kabonga Besar 4,400
6 Kabonga Kecil 0,000
7 Kolakola 0,000
8 Labuan Bajo 1,010
9 Limboro 0,000
10 Lumbudolo 0,000
11 Maleni 3,597
12 Salulomba 0,000
13 Tanjung Batu 11,778
14 Towale 0,000
Tabel 2 menunjukkan prosentase dengan metode fuzzy.
Hasil diperoleh dengan mengambil nilai-nilai yang pasti
dalam himpunan fuzzy. Prosentase pelanggaran terbesar ada
di Kelurahan Tanjung Batu dengan 11,778%.
D. Peta 3 Dimensi
Peta kemiringan lereng mengenai tingkat kecuraman dankelayakan untuk lahan permukiman direpresentasikan
dengan data visual 3D dalam bentuk TIN. Analisis 3Ddipengaruhi oleh besarnya ukuran pixel yang diberikan pada
saat rendering. Bila ukuran pixel yang diberikan besar maka
tingkat ketelitian akan lebih kecil dan apabila ukuran pixel
yang diberikan kecil maka tingkat ketelitian akan semakin
tinggi.
IV. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Berdasarkan Undang-Undang Tata Ruang,
klasifikasi kemiringan lereng KabupatenDonggala dibagi menjadi 5 kelas dengan tingkat
kemiringan (0-8)%, (8-15)%, (15-25)%, (25-45)%, dan (>45)%. Sedangkan menurut metode
Fuzzy klasifikasi kemiringan lereng dibagi
berdasarkan nilai anggota antara 0 sampai 1, dan
untuk anggota yang memiliki nialai 1 atau nilai
pasti dibagi menjadi (0-4,5)%, (8-15)%, (18,5-
21,5)%, (28,5-41,5)%, dan (>48,5)%. Sedangkan
kelas yang lain merupakan kelas peralihan.
2. Klasifikasi kemiringan lereng berdasarkan
Undang-Undang menunjukkan bahwa tingkat
pelanggaran pendirian permukiman terbanyak
berada pada kelurahan Tanjung Batu dengan
18,014%, kemudian kelurahan Gunung Bale
dengan 11,94% dan kelurahan Maleni dengan5,755%.
3. Klasifikasi kemiringan lereng berdasarkanMetode Fuzzy menunjukkan bahwa tingkat
pelanggaran pendirian permukiman terbanyak
berada pada kelurahan Tanjung Batu dengan
11,778%, kemudian kelurahan Gunung Bale
dengan 10,199% dan kelurahan Kabonga Besar
dengan 4,4%.
4. Untuk merepresentasikan topografi secara 3D
pada SIG diperlukan data berupa kontur atau titk-
titik yang mewakili ketinggian sebenarnya di
lapangan dan untuk pemodelan bangunan
diperlukan data mengenai tinggi bangunan agar
diperoleh model yang mendekati keadaansebenarnya.
B. Saran
1) Penelitian ini dapat ditindak lanjuti dengan
penelitian jenis batuan dan tingkat erosi sehingga
dapat diprediksi lokasi-lokasi yang rawan terhadapbencana tanah longsor
2) Penelitian dengan menggunakan metode Fuzzy
lebih ditingkatkan karena metode ini menggunakan
representasi linier sehingga hasilnya bisa
meminimalisir kesalahan yang disebabkan ketidak sempurnaan pengambilan sumber data atau
interpretasi data.
-
8/18/2019 jurnal klasifikasi kemiringan lereng.pdf
6/6
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 6
3) Pemerintah daerah seharusnya lebih
memperhatikan perkembangan permukiman yang
ada, jangan sampai pendirian bangunan berada
pada tempat yang tidak seharusnya.
4) Adanya tindakan tegas pemerintah daerah terhadap
pendirian permukiman yang berada padakemiringan lereng yang tidak boleh digunakan
sebagai landasan permukiman.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Anonim. 2011. Inspektorat Daerah PropinsiSulawesi Tengah.
Dikunjungi pada tanggal 27 September 2012, jam
09.12
[2] Aronoff, Stan, 1989, “Geographic InformationSystem : A Management Perpective”. Ottawa:
WDL Publications
[3] Arsyad, S. 2000. “ Konservasi Tanah dan Air”.Cetakan Ketiga. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Press.
[4] Badan Litbang Departemen Pekerjaan Umum.2007. Kriteria teknis penataan ruang Kawasan
Budidaya
[5] Burrough, P. 1986. “Principle of Geographical
Information System for Land Resources
Assesment”. New York: Oxford Claredon Press.
[6] BPS Donggala, 2009. Keadaan GeografiKabupaten Donggala,.
[7] ESRI. 2006. “ArcGIS 9: Using ArcGIS Desktop”.New York: ESRI United States of America
[8] Herman. Eden, J. dan Marnas, A. 2005. “Aplkasi
Ekstensi 3D Analyst Arc GIS 9 Dalam Visualisasi
3D Berbasis SIG Kota Jakarta”. Surabaya: InstitutTeknologi Sepuluh Nopember
[9] Jetten, Victor. 2007. The LISEM Model. Dikunjungi pada tanggal 28 Mei 2012, jam
20.17
[10] Kainz, W. 2005. “Fuzzy Logic ang GIS”. Vienna:
Department of Geography and Research University
of Vienna
[11] Kastaman, R., Kendarto, D. R., dan Nugraha, S.2007. “Penggunaan Metode Fuzzy Dalam
Penentuan Lahan Kritis Dengan Menggunakan
Sistem Informasi Geografis Di Daerah Subdas
Cipeles”. Bandung : Jurusan Teknik & Manajemen
Industri Pertanian Universitas Padjadjaran
[12] Khomsin. 2004. “Buku Ajar Pemetaan Digital”.Surabaya : Teknik Geomatika Institut Teknologi
Sepuluh Nopember
[13] Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional.[14] Peraturan Presiden RI No.88 Tahun 2001 Tentang
Rencana Tata Ruang Pulau Sulawesi[15] Prahasta, E. 2005. “Sistem Informasi Geografis”.
Bandung: Informatika
[16] Prahasta, E. 2006. “Membangun Aplikasi Web-
based GIS dengan Map Server”. Bandung:
Informatika
[17] Rozak, A. 2009. “Pemanfaatan Aplikasi Google
Maps API Sebagai Dasar Perancangan SIG
Berbasis Web”. Surabaya : Teknik GeomatikaInstitut Teknologi Sepuluh Nopember
[18] Salim, E.H. 1998. “ Pengelolaan Tanah”. Bandung:
Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UniversitasPadjadjaran.
[19] Saribun, D. S. 2007. “Pengaruh Jenis Penggunaan
Lahan Dan Kelas Kemiringan Lereng Terhadap
Bobot Isi, Porositas Total, Dan Kadar Air Tanah
Pada Sub-Das Cikapundung Hulu”. Bandung :Jurusan Ilmu Tanah Universitas Padjadjaran
[20] Star, J. dan Etes, J. 1990, Geography Information
System : An Introduction, Prentice-Hall,Inc.,Engglewood Cliffs, New Jersey.
[21] Sukamyadi, D. 2000. “Model Penyajian Informasi
Geo-spasial 3D di Bakosurtanal”. Prosiding Forum
Ilmiah Tahunan Ikatan Surveyor Indonesia Tahun
2000[22] Sutanta, H. 2008. “Model Kota 3 Dimensi
Kawasan Simpang Lima Untuk Eksplorasi Kota
secara Virtual”. Media Teknik No.4 Tahun XXX
Edisi Nopember 2008 ISSN 0216-3012
[23] Susetyo, Y. A. Pakereng, M. A. I. dan Prasetyo, S.
Y. J. 2011. “Pembangunan Sistem Zona Arkeologi(ZAE) menggunakan Logika Fuzzy pada Wilayah
Pertanian Kabupaten Semarang Berbasis Data
Spasial. Salatiga : Universitas Kristen Satya
Wacana
[24] Tate, Eric. 1998. Photogrammetry Applications In
Digital Terrain Modeling And Floodplain Mapping
Dikunjungi pada
tanggal 25 Mei 2012, jam 02.35
[25] Terribilini, A. 1999. “Maps in Transition:
Development of Interactive Vector Based
Topographic 3D Map”. Proceeding 19thInternational Cartographic Conference and 11th
General Assembly of International Cartographic
Association: Ottawa
[26] Undang-Undang RI No.4 Tahun 1992 tentang
Permukiman dan Perumahan. Jakarta : Kantor
Sekretariat Negara
[27] Undang-Undang RI N0.26 Tahun 2007 TentangPenataan Ruang
[28] Zadeh, L. A. 1965. Fuzzy Sets, Information
Control, vol. 8, pp. 338-353
[29] Yuwono. 2004. “Pendidikan dan Pelatihan(DIKLAT) Teknis Pengukuran dan Pemetaan
Kota”. Surabaya: Teknik Geomatika Institut
Teknologi Sepuluh Nopember
[30] Zhou, Q. Lees, B. dan Tang, G. 2008. “Advances
in Digital Terrain Analysis”. Berlin: Springer -Verlag Berlin Heidelberg