1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Konflik menjadi fenomena yang paling sering muncul karena konflik
selalu menjadi bagian hidup manusia yang bersosial dan berpolitik serta
menjadi pendorong dalam dinamika dan perubahan sosial-politik (Kornblurn,
2003: 294). Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa
individu dalam suatu interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya
adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat,
keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual
dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap
masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami
konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik
hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik memiliki dampak positif dan dampak negatif, dampak positif dari
konflik sosial adalah konflik tersebut memfasilitasi tercapainya rekonsiliasi
atas berbagai kepentingan. Kebanyakan konflik tidak berakhir dengan
kemenangan disalah satu pihak dan kekalahan dipihak lainnya. Konflik
bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah
siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi.
sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.
Konflik yang terjadi di Indonesia, ada juga yang dapat diselesaikan dengan
baik hingga berdampak baik bagi kemajuan dan perubahan masyarakat, akan
tetapi ada beberapa konflik justru berdampak negatif hingga mengakibatkan
timbulnya kerusakan, menciptakan ketidakstabilan, ketidakharmonisan, dan
ketidakamanan bahkan sampai mengakibatkan jatuhnya korban jiwa. Dewasa
ini konflik seringkali terjadi di berbagai elemen masyarakat. Hal demikian
dikarenakan berbagai latar belakang kebudayaan dan status sosial ekonomi.
Pada akhir- akhir ini konflik sering kali muncul di berbagai kehidupan di
sekitar kita. Konflik yang muncul dilatarbelakangi oleh berbagai kepentingan
antara kelompok tertentu dan membuat ketidak stabilan di dalam tatanan
1
2
kehidupan masyarakat yang berkonflik. Penyelesaian konflik bisa dilakukan
dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan cara negosiasi. Negosiasi
biasanya dilakukan untuk mendapat jalan tengah dalam sebuah kasus agar
keadaan bisa.
1.2 Rumusan Masalah
Secara garis besar, makalah ini membahas tentang Konflik dan Negosiasi
yang terdiri dari beberapa sub-judul yang mencakup:
a. Apakah yang dimaksud dengan konflik?
b. Apakah faktor penyebab terjadinya konflik?
c. Apakah jenis-jenis konflik?
d. Apakah hubungan antara konflik dengan kinerja?
e. Bagaimana manajemen konflik?
f. Apakah akibat dari konflik?
g. Apakah yang dimaksud dengan negosiasi?
h. Bagaimanakah proses negosiasi?
i. Bagaimanakah strategi negosiasi?
j. Bagaimanakah negosiasi menggunakan pihak ketiga?
k. Bagaimanakah cara membangun kesepakatan?
1.3 Tujuan
a. Mengetahui apa yang dimaksud dengan konflik
b. Mengetahui apa faktor penyebab terjadinya konflik
c. Mengetahui jenis-jenis konflik
d. Mengetahui hubungan konflik dengan kinerja
e. Mengetahui manajemen konflik
f. Mengetahui akibat konflik
g. Mengetahui pengertian dari negosiasi
h. Mengetahui proses negosiasi
i. Mengetahui strategi negosiasi
j. Mengetahui negosiasi menggunakan pihak ketiga
k. Mengetahui tentang membangun kesepakatan
2
3
1.4 Manfaat
a. Dapat mencegah terjadinya konflik
b. Dapat mengontrol terjadinya konflik
c. Dapat menyelesaikan konflik dengan cara yang benar
d. Dapat menyelesaikan konflik dengan cara negoisasi
e. Dapat menyimpulkan dampak positif dari konflik yang terjadi
3
4
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 KonflikOrganisasi merupakan suatu sistem yang terdiri atas
berbagai komponen (subsistem) yang berkaitan, saling berinteraksi dan bahkan saling tergantung (interdependence) satu sama lain dalam proses kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Proses interaksi yang terjadi antara subsistem dengan subsistem lainnya tidak dapat menjamin terdapat kesesuaian dan kecocokan antara individu pelaksananya.
Suasana tegang yang tidak kondusif di antara subsistem dapat terjadi kapan saja baik antar individu maupun antar kelompok. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya ketidakcocokan atau ketegangan, antara lain perbedaan dalam hal sikap pribadi, kepentingan, komunikasi, nilai, tugas dan sebagainya (Imam Wahjono, 2010).
Adanya perbedaan tersebut dapat mendorong atau membawa organisasi ke dalam suasana konflik. Suatu organisasi dapat tampil optimal apabila individu mapun kelompok yang saling berinteraksi dan tergantung tersebut harus dapat menciptakan hubungan kerja yang saling mendukung satu sama lain, sehingga memudahkan pencapaian tujuan organisasi.
Gibson, et al. (1997) mengatakan bahwa hubungan saling tergantung dapat melahirkan konflik apabila masing-masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri-sendiri dan tidak saling bekerjasama satu sama lain. Lebih lanjut dikatakan bahwa konflik dapat menjadi masalah yang serius dalam setiap organisasi,
4
5
tanpa peduli apapun bentuk dan tingkat kompleksitas organisasi tersebut. Konflik tersebut mungkin tidak membawa “kematian” bagi organisasi, tetapi pasti dapat menurunkan kinerja organisasi yang bersangkutan jika konflik tersebut dibiarkan berlarut-larut tanpa penyelesaian. Untuk mencapai kinerja yang optimum diperlukan keahlian mengelola konflik bagi setiap pimpinan atau manajer organisasi.
2.1.1 Pengertian KonflikKonflik merupakan suatu proses yang dimulai apabila
salah satu pihak merasakan bahwa pihak lain telah mempengaruhi secara negatif atau akan segera mempengaruhi secara negatif (Robbins, 2002). Definisi tersebut merupakan pengertian yang luas dan menjelaskan bahwa suatu titik pada setiap kegiatan yang tengah berlangsung bila suatu interaksi yang bertentangan dapat menjadi konflik antar pihak. Definisi sebagaimana dikemukakan di atas cukup fleksibel yang mencakup semua rentang tingkat konflik, dari tindakan yang terbuka dan penuh kekerasan sampai ke bentuk halus dari ketidaksepakatan.
Sementara itu, Alabaness dalam Nimran yang dikutip oleh Sopiah (2008) mengartikan sebagai kondisi yang dipersepsikan ada di antara pihak-pihak atau lebih merasakan adanya ketidaksesuaian antara tujuan dan peluang untuk mencampuri usaha pencapaian tujuan pihak lain. Menurut Suprihanto (2003), konflik adalah ketidaksetujuan antara dua atau lebih anggota organisasi atau kelompok-kelompok dalam organisasi yang timbul karena mereka harus menggunakan sumber daya yang langka secara bersama-sama, atau menjalankan kegiatan
5
6
bersama-sama, atau karena mereka mempunyai status, tujuan, nilai-nilai dan persepsi yang berbeda.
Mastenbroek dalam Soetopo (2010), memandang konflik sebagai situasi di mana ketentuan tak berjalan, pernyataan ketidakpuasan, dan penciutan proses pembuatan keputusan. Sedangkan Soetopo (2010) mengungkapkan bahwa konflik adalah suatu pertentangan dan ketidakseusaian kepentingan, tujuan, dan kebutuhan dalam situasi formal, sosial, dan psikologis, sehingga menjadi antagonis, ambivalen, dan emosional. Kreitner mendefinisikan konflik sebagai sebuah proses di mana satu pihak menganggap bahwa kepentingan-kepentingannya ditentang atau secara negative dipengaruhi oleh pihak lain.
Dari beberapa definisi di atas, dapat kita simpulkan bahwa konflik adalah suatu bentuk pertentangan yang terjadi antara dua pihak atau lebih di mana salah satu pihak merasa dirugikan atau dipengaruhi secara negatif sehingga menimbulkan ketidakpuasan terhadap perilaku pihak lain.
2.1.2 Penyebab konflikPenyebab konflik ada bermacam-macam. Beberapa sebab yang penting menurut Sopiah (2008) adalah sebagai berikut:a. Saling bergantung. Saling bergantung dalam pekerjaan
terjadi jika dua kelompok organisasi atau lebih saling membutuhkan satu sama lain guna menyelesaikan tugas.
b. Perbedaan tujuan. Perbedaan tujuan yang ada diantara satu bagian dengan bagian yang lain, seperti unit produksi yang bertujuan semaksimal mungkin biaya produksi dan mengusahakan sedikit mungkin kerusakan
6
7
produk, sementara bagian penelitian dan pengembangan berurusan dengan pengembangan ide-ide baru untuk mengubah dan mengembangkan produk yang berhasil secara komersial. Hal ini dapat menjadi potensi konflik.
c. Perbedaan persepsi. Dalam menghadapi suatu masalah, jika terjadi perbedaan persepsi maka hal itu dapat menyebabkan munculnya konflik.
Menurut Smith dalam Sopiah (2008), sumber terjadinya konflik adalah masalah komunikasi, struktur organisasi dan faktor manusia.a. Masalah komunikasi yang bisa terjadi pada masing-
masing atau gabungan dari unsur-unsur komunikasi, yaitu sumber komunikasi, pesan, penerima pesan dan saluran.
b. Struktur organisasi secara potensial dapat memunculkan konflik. Tiap unsur dalam organisasi mempunyai tujuan, kepentingan dan program sendiri-sendiri yang seringkali berbeda dengan yang lain.
c. Faktor manusia. Sifat dan kepribadian manusia satu dengan yang lain berbeda dan unik. Hal ini berpotensi memunculkan konflik.
2.1.3 Jenis konflikTerdapat beberapa jenis konflik yang dibedakan oleh
beberapa ahli. Sopiah (2008) membedakan jenis konflik dalam beberapa perspektif, fungsi, instansional dan masalah yang menjadi sumber konflik. Ditinjau dalam beberapa perspektif, jenis konflik dibedakan menjadi 4 yaitu:
7
8
a. Konflik IntraindividuKonflik ini dialami oleh individu dengan dirinya sendiri karena adanya tekanan peran dan ekspektasi di luar yang berbeda dengan keinginan atau harapannya.
b. Konflik Antar individuKonflik yang terjadi antarindividu yang berbeda dalam suatu kelompok atau antarindividu pada kelompok yang berbeda.
c. Konflik AntarkelompokKonflik yang bersifat kolektif antara satu kelompok dengan kelompok lain.
d. Konflik OrganisasiKonflik yang terjadi antara unit organisasi yang bersifat struktural maupun fungsional.
Sedangkan ditinjau dari segi fungsinya, terdapat dua jenis konflik yaitu:
a. Konflik Konstruktif, adalah konflik yang memiliki nilai positif bagi pengembangan organisasi.
b. Konflik Destruktif, adalah konflik yang memiliki nilai negative bagi organisasi.
Ditinjau dari segi instansionalnya, konflik terbagi menjadi tiga jenis, antara lain:a. Konflik kebutuhan individu dengan peran yang
dimainkan dalam organisasi. Tidak jarang kebutuhan dan keinginan individu bertentangan atau tida sejalan dengan kebutuhan dan kepentingan organisasi. Hal ini dapat memunculkan konflik.
b. Konflik peranan dengan peranan. Setiap individu dalam organisasi memiliki peran yang berbeda-beda. Ada kalanya perbedaan peran tiap individu tersebut
8
9
memunculkan konflik karena setiap individu berusaha memainkan peranannya masing-masing dengan sebaik-baiknya.
c. Konflik individu dengan individu lain. Konflik seringkali muncul jika seorang individu berinteraksi dengan individu lain yang dilatarbelakangi oleh pola pikir, pola tindak, kepribadian, minat, persepsi dan sejumlah karakteristik yang berbeda antara individu yang satu dengan yang lain.
Ditinjau dari segi materi atau masalah yang menjadi sumber konflik, konflik dapat dibedakan menjadi:a. Konflik Tujuan. Adanya perbedaan tujuan antarindividu,
kelompok atau organisasi bisa memunculkan konflik.b. Konflik Peranan. Peranan adalah konsep yang sangat
penting dalam organisasi karena akan membantu memahami perilaku yang diharapkan dari pihak yang menduduki posisi tertentu dalam organisasi. Konflik peranan timbul karena manusia memiliki lebih dari satu peranan dan setiap peranan tidak selalu memiliki kepentingan yang sama. Di sisi lain, banyaknya peranan dalam keseluruhan organisasi semakin membuka peluang munculnya konflik ini.
c. Konflik Nilai. Nilai yang dianut seorang individu ada kalanya tidak sejalan dengan sistem nilai yang dianut dalam organisasi atau kelompok. Hal ini berpotensi untuk memunculkan konflik.
d. Konflik Kebijakan. Adanya ketidaksetujuan individu atau kelompok terhadap kebijakan diterapkan dalam organisasi dapat memunculkan konflik.
9
Tahap 1Oposisi
(ketidakcocok an)Potensial
KondisiAntecedent:Komunikasi
StrukturVariabel pribadi
Tahap 2Kognisi danPersonalisasi
Konflik ygdipersepsikan
Konflik yg dirasakan
Tahap 3Maksud
Maksud penanganan konflik:BersaingKerja samaMengakomodasiMenghindarBerkompromi
Tahap 4Perilaku
Konflik terbuka:Perilaku pihak
Reaksi yang lain
Tahap 5Hasil
Peningkatan kinerja kelompok
Penurunan kinerja kelompok
10
Mastenbroek dalam Sopiah (2008), membagi konflik menjadi 4 jenis, antara lain:
a. Instrumental ConflictsKonflik ini terjadi karena ketidaksepakatan antar komponen dalam organisasi dan proses pengoperasiannya.
b. Socio-emotional ConflictsKonflik ini berkaitan dengan identitas, kandungan emosi, citra diri, prasangka kepercayaan, rasa terikat dan identifikasi terhadap kelompok, lembaga, dan lambang-lambang tertentu, sistem nilai dan reaksi satu dengan yang lain.
c. Negotiating ConflictsKonflik negosisasi adalah ketegangan yang dirasakan pada waktu terjadinya proses negosiasi, misalnya pada waktu membagi barang, uang, fasilitas dan wewenang yang melibatkan individu dan kelompok.
d. Power and Dependency ConflictsKonflik kekuasaan dan kebergantungan berkaitan dengan persaingan dalam organisasi. Misalnya pengamanan dan penguatan kedudukan yang strategis.
2.1.4Proses konflikRobbins (1999) menggambarkan proses konflik adalah
sebagai berikut
10
11
Gambar 2.1 Bagan proses terjadinya konflik (Sumber: Robbins, 1999)
Lima tahap dalam proses terjadinya konflik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Tahap 1, Oposisi atau ketidakcocokan potensialKonflik akan terjadi apabila terdapat kondisi yang
menciptakan kesempatan untuk konflik. Kondisi oposisi atau ketidakcocokan potensial bias dimampatkan dalam tiga kategori; komunikasi, struktur, dan variabel pribadi.
Komunikasi, adanya pertukaran informasi yang tidak cukup dan kebisingan dalam saluran komunikasi merupakan alas an utama adanya konflik.
Potensial untuk konflik meningkat bila atau terlalu banyak atau terlalu sedikit terjadi komunikasi. Jadi terlalu banyak maupun terlalu sedikit komunikasi dapat menjadi dasar untuk konflik.
Struktur, makna struktur dalam konteks ini mencakup variabel seperti ukuran, derajat spesialisasi dalam tugas yang diberikan kepada anggota kelompok, kejelasan Yurisdiksi, kecocokan anggota-tujuan, gaya kepemimpinan, system imbalan, dan derajat ketergantungan antara kelompok-kelompok.
Hasil riset rmenunjukkan bahwa ukuran dan spesialisasi bertindak sebagai kekuatan untuk merangsang konflik. Makin besar ukuran kelompok dan makin terspesialisasi kegiatannya, makin besar kemungkinan terjadinya konflik. Potensial konflik cenderung paling besar terjadi pada
11
12
kelompok yang lebih muda dan dimana tingkat keluar masuknya karyawan tinggi.
Variabel pribadi, merupakan sumber konflik potensial jika kita bekerja dengan orang yang sejak awal tidak kita sukai, misalnya suaranya, senyumnya, dan kepribadiannya yang menjengkelkan. Variabel pribadi ini mencakup system nilai individual tiap orang dan karakteristik kepribadian yang menyebabkan perbedaan individual.
b. Tahap 2, Kognisi dan personalisasiJika kondisi pada tahap pertama mempengaruhi secara
negative sesuatu yang diperhatikan oleh satu pihak, maka oposisi dan ketidakcocokan menjadi teraktualkan dalam taham kedua. Kondisi anteseden dapat mendorong ke arah konflik jika satu pihak atau lebih dipengaruhi oleh pihak lain dan sadar adanya konflik. Pada tahap 2 ini terdapat dua hal pokok yang perlu dipahami yaitu konflik yang dipersepsikan dan konflik yang dirasakan.
Konflik yang dipersepsikan merupakan kesadaran oleh satu pihak atau lebih akan eksistensi kondisi yang menciptakan kesempatan untuk timbulnya konflik.
Konflik yang dirasakan merupakan pelibatan emosional dalam suatu konflik yang menciptakan kecemasan, ketegangan, frustasi, dan permusuhan.
c. Tahap 3, MaksudMaksud merupakan keputusan untuk bertindak dalam
cara tertentu dalam suatu bagian konflik. Banyak sekali terjadi konflik karena satu pihak menghubungkan maksud yang keliru kepada pihak lain. Banyak sekali ketidaksesuaian antara maksud dengan perilaku sehingga perilaku tidak selalu menggambarkan maksud seseorang,
Dengan menggunakan dua dimensi kekooperatifan (suatu tingkat tertentu dimana salah satu pihak berupaya
12
13
untuk memuaskan kepentingan pihak lain) dan ketegasan (sampai tingkat mana satu pihak berupaya untuk memenuhi kepentingannya sendiri) dapat diidentifikasikan lima maksud penanganan konflik berikut ini.
Bersaing merupakan suatu hasrat untuk memenuhi kepentingannya sendiri, tidak peduli dampaknya terhadap pihak-pihak lain pada konflik itu.
Berkolaborasi merupakan suatu situasi dimana pihak-pihak pada suatu konflik masing-masing sangat berkeinginan untuk memuaskan sepenuhnya kepentingan dari semua pihak (saling menguntungkan).
Menghindar yaitu mencoba sekedar mengabaikan suatu konflik dan menghindari orang-orang lain yang tidak sependapat dengannya.
Mengakomodasi yaitu suatu upaya untuk memuaskan seorang lawan dalam suatu konflik dengan menaruh kepentingan lawan di atas kepentingannya sendiri.
Berkompromi yaitu suatu situasi dimana tiap-tiap pihak pada suatu konflik bersedia untuk melepaskan sesuatu.
d. Tahap 4, PerilakuPada tahap keempat konflik yang dirasakan akan
tampak nyata. Tahap perilaku mencakup pernyataan, tindakan, dan reaksi yang dibuat oleh pihak yang berkonflik. Perilaku konflik biasanya terang-terangan berupaya untuk melaksanakan maksud dari setiap pihak.
Untuk dapat memberikan efek positif dari adanya konflik diperlukan adanya manajemen konflik, yaitu penggunaan teknik pemecahan dan perangsangan untuk mencapai tingkat konflik yang diinginkan.
e. Tahap 5, Hasil
13
A C
BTingkat prestasi
Tinggi
Rendah
Rendah Tingkat konflik Tinggi
14
Hubungan antara pihak yang berkonflik akan menghasilkan konsekuensi baik yang fungsional maupun yang disfungsional.
Konflik dinyatakan memiliki hasil fungsional apabila konflik dapat memperbaiki kualitas keputusan, merangsang kreativitas dan inovasi, mendorong oerhatian dan keingintahuan di kalangan anggota kelompok, menyediakan saluran yang menjadi sarana masalah dapat disampaikan dan ketegangan dapat diredakan, dan memupuk suatu lingkungan evaluasi diri dan perubahan.
Suatu konflik dinyatakan memiliki hasil disfungsional apabila konflik yang terjadi menghambat komunikasi, pengurangan kepaduan kelompok, dan dikalahkannya tujuan kelompok terhadap keunggulan pertikaian antara anggota. Secara ekstrim konflik dapat menghentikan berfungsinya kelompok dan secara potensial mengancam kelangsungan hidup kelompok itu.
2.1.5Hubungan konflik dengan kinerjaSecara umum hubungan antara konflik dengan kinerja adalah sebagai berikut
Gambar 2.2 Hubungan konflik dengan prestasi kerja (sumber: Robbins, 1999)
14
15
Secara singkat dapat dikatakan bahwa pada saat konflik berada pada tingkat rendah dan tinggi, sifat konflik menjadi disfungsional, sedangkan pada saat konflik berasa pada tingkat optimal (di puncak), konflik menjadi fungsional.Dapat juga digambarkan melalui tabel berikut
Tabel 2.1 Hubungan konflik dengan prestasi kerjaKondi
siTingkat konflik
Karakteristik perilaku
Sifat konflik
Kinerja
A Rendah atau tidak ada
Apatis, stagnan, tidak responsive terhadap perubahan, kurang ide-ide baru
Disfungsional
Rendah
B Optimal Bersemangat, inovatif, dorongan melakukan perubahan, mencari cara pemecahan masalah
Fungsional Tinggi
C Tinggi Kekacauan, tidak ada kerjasama, tidak ada koordinasi
Disfungsional
Rendah
2.1.6Manajemen konflikUpaya penanganan konflik sangat penting dilakukan, hal ini
disebabkan karena setiap jenis perubahan dalam suatu organisasi
cenderung mendatangkan konflik. Perubahan institusional yang terjadi,
baik direncanakan atau tidak, tidak hanya berdampak pada perubahan
struktur dan personalia, tetapi juga berdampak pada terciptanya hubungan
15
16
pribadi dan organisasional yang berpotensi menimbulkan konflik. Di
samping itu, jika konflik tidak ditangani secara baik dan tuntas, maka akan
mengganggu keseimbangan sumberdaya, dan menegangkan hubungan
antara orang-orang yang terlibat.
Untuk itulah diperlukan upaya untuk mengelola konflik secara serius
agar keberlangsungan suatu organisasi tidak terganggu. Stoner
mengemukakan tiga cara dalam pengelolaan konflik, yaitu:
a. merangsang konflik di dalam unit atau organisasi yang prestasi
kerjanya rendah karena tingkat konflik yang terlalu kecil. Termasuk
dalam cara ini adalah:
1) minta bantuan orang luar
2) menyimpang dari peraturan (going against the book)
3) menata kembali struktur organisasi
4) menggalakkan kompetisi
5) memilih manajer yang cocok
b. meredakan atau menumpas konflik jika tingkatnya terlalu tinggi atau
kontra-produktif
c. menyelesaikan konflik. metode penyelesaian konflik yang
disampaikan Stoner adalah:
1) dominasi dan penguasaan, hal ini dilakukan dengan cara paksaan,
perlunakan, penghindaran, dan penentuan melalui suara
terbanyak.
2) kompromi
3) pemecahan masalah secara menyeluruh
Konflik yang sudah terjadi juga bisa diselesaikan lewat perundingan. Cara
ini dilakukan dengan melakukan dialog terus menerus antar kelompok
16
17
untuk menemukan suatu penyelesaian maksimum yang menguntungkan
kedua belah pihak. Melalui perundingan, kepentingan bersama dipenuhi
dan ditentukan penyelesaian yang paling memuaskan. Gaya perundingan
untuk mengelola konflik dapat dilakukan dengan cara :
a. Pencairan, yaitu dengan melakukan dialog untuk mendapat suatu
pengertian
b. Keterbukaan, pihak-pihak yang terlibat bisa jadi tidak terbuka apalagi
jika konflik terjadi dalam hal-hal sensitif dan dalam suasana yang
emosional
c. Belajar empati, yaitu dengan melihat kondisi dan kecemasan orang
lain sehingga didapatkan pengertian baru mengenai orang lain
d. Mencari tema bersama, pihak-pihak yang terlibat dapat dibantu
dengan cara mencari tujuan-tujuan bersama
e. Menghasilkan alternatif, hal ini dilakukan dengan jalan mencari
alternatif untuk menyelesaikan persoalan yang diperselisihkan.
f. Menanggapi berbagai alternatif, setelah ditemukan alternatif-alternatif
penyelesaian hendaknya pihak-pihak yang terlibat dalam konflik
mempelajari dan memberikan tanggapan
g. Mencari penyelesaian, sejumlah alternatif yang sudah dipelajari
secara mendalam dapat diperoleh suatu konsensus untuk menetapkan
suatu penyelesaian
h. Membuka jalan buntu, kadangkala ditemukan jalan buntu sehingga
pihak ketiga yang obyektif dan berpengalaman dapat diikutsertakan
untuk menyelesaikan masalah
i. Mengikat diri kepada penyelesaian di dalam kelompok, setelah
dihasilkan penyelesaian yang disepakati, pihak-pihak yang terlibat
dapat memperdebatkan dan mempertimbangkan penyelesaian dan
mengikatkan diri pada penyelesaian itu
17
18
j. Mengikat seluruh kelompok, tahap terakhir dari langkah penyelesaian
konflik adalah dengan penerimaan atas suatu penyelesaian dari pihak-
pihak yang terlibat konflik.
Model penanganan konflik yang lain juga disampaikan oleh Sondang,
yaitu dengan cara tidak menghilangkan konflik, namun dikelola dengan cara :
a. bersaing
b. kolaborasi
c. mengelak
d. akomodatif
e. kompromi
Cara lain juga dikemukakan Theo Riyanto, yaitu dengan secara dini
melakukan tindakan yang sifatnya preventif, yaitu dengan cara :
a. Menghindari konflik
b. Mengaburkan konflik
c. Mengatasi konflik dengan cara:
1) Dengan kekuatan (win lose solution)
2) Dengan perundingan
Robbins (1996: 139) menyatakan adanya lima langkah dalam proses
melakukan perundingan. Langkah pertama dimulai dari persiapan dan
perencanaan.Tahap ini mengandung upaya mengetahui latar belakang
konflik termasuk penyebab konflik, mengapa ada keinginan melakukan
perundingan, sampai pada siapa yang terlibat dan bagaimana mereka
mempersepsikan konflik tersebut. Hasil akhir persiapan dan perencanaan
adalah alternatif terbaik yang akan diberikan dalam perjanjian atau
kesepakatan nantinya.
Langkah kedua yaitu menentukan aturan aturan dasar. Aturan
meliputi prosedur tentang siapa saja yang terlibat dalam perundingan,
tempat diadakan, waktu, dan isu yang akan dibahas. Langkah ketiga adalah
18
19
penjelasan dan pembenaran. Cara dalam memberi penjelasan tidak perlu
konfrontatif, yang lebih penting adalah sejauhmana masing-masing pihak
dapat memberi penguatan secara informatif.
Langkah keempat yaitu melakukan tawar-menawar dan pemecahan
masalah. Hakekat perundingan terletak pada langkah keempat ini.
Langkah terakhir yaitu penutupan dan implementasi. Langkah ini
mengandung upaya memformalkan persetujuan yang telah dikerjakan dan
mengembangkan setiap prosedur yang diperlukan untuk pelaksanaan dan
pemantauan.
2.1.7 Akibat konflikHasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut :
a. meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang
mengalami konflik dengan kelompok lain.
b. keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.
c. perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa
dendam, benci, saling curiga dll.
d. kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
e. dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam
konflik.
Para pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik
dapat menghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-
dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap
hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai
berikut:
a. Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan
menghasilkan percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.
b. Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan
menghasilkan percobaan untuk "memenangkan" konflik.
c. Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan
menghasilkan percobaan yang memberikan "kemenangan" konflik
bagi pihak tersebut.
19
20
d. Tiada pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan
percobaan untuk menghindari konflik.
2.2 Negosiasi
2.2.1Pengertian negosiasiNegosiasi menurut Ivancevich (2007) sebuah proses di mana dua pihak
( atau lebih ) yang berbeda pendapat berusaha mencapai kesepakatan.
Menurut Sopiah (2008), negosiasi merupakan suatu proses tawar-menawar
antara pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Sedangkan Robbins ( 2008)
menyimpulkan negosiasi adalah sebuah proses di mana dua pihak atau lebih
melakukan pertukaran barang atau jasa dan berupaya untuk menyepakati
nilai tukarnya.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa negosiasi adalah
suatu upaya yang dilakukan antara pihak-pihak yang berkonflik dengan
maksud untuk mencari jalan keluar untuk menyelesaikan pertentangan yang
sesuai kesepakatan bersama.
Karakteristik utama negosiasi:
a. senantiasa melibatkan orang – baik sebagai individual, perwakilan
organisasi atau perusahaan, sendiri atau dalam kelompok;
b. memiliki ancaman terjadinya atau di dalamnya mengandung konflik
yang terjadi mulai dari awal sampai terjadi kesepakatan dalam akhir
negosiasi;
c. menggunakan cara-cara pertukaran sesuatu –baik berupa tawar
menawar (bargain) maupun tukar menukar (barter);
d. hampir selalu berbentuk tatap-muka –yang menggunakan bahasa lisan,
gerak tubuh maupun ekspresi wajah;
e. negosiasi biasanya menyangkut hal-hal di masa depan atau sesuatu
yang belum terjadi dan kita inginkan terjadi;
20
21
f. ujung dari negosiasi adalah adanya kesepakatan yang diambil oleh
kedua belah pihak, meskipun kesepakatan itu misalnya kedua belah
pihak sepakat untuk tidak sepakat.
2.2.2 Proses Negosiasi
Robbins (2008) menjelaskan tahap-tahap negosiasi sebagai berikut:
a. Persiapan dan perencanaan :sebelum bernegosiasi perlu mengetahui
apa tujuan dari Anda bernegosiasi dan memprediksi rentangan hasil
yang mungkin diperoleh dari “paling baik” hingga “paling minimum
bisa diterima”.
b. Penentuan aturan dasar: begitu selesai melakukan perencanaan dan
menyusun strategi, selanjutnya mulai menentukan aturan-aturan dan
prosedur dasar dengan pihak lain untuk negosiasi itu sendiri. Siapa
yang akan melakukan perundingan? Di mana perundingan akan
dilangsungkan? Kendala waktu apa, jika ada , yang mungkin akan
muncul? Pada persoalan-persoalan apa saja negosiasi dibatasi?
Adakah prosedur khusus yang harus diikuti jika menemui jalan buntu?
Dalam fase ini, para pihak juga akan bertukar proposal atau tuntutan
awal mereka.
c. Klarifikasi dan justifikasi: ketika posisis awal sudah saling
dipertukarkan, baik pihak pertama maupun kedua akan memaparkan,
menguatkan, mengklarifikasi, mempertahankan, dan menjustifikasi
tuntutan awal.
d. Penutupan dan implementasi : tahap akhir dalam negosiasi adalah
memformalkan kesepakatan yang telah dibuat serta menyusun
prosedur yang diperlukan untuk implementasi dan pengawasan
pelaksanaan.
2.2.3 Strategi Negosiasi
a. Negosiasi Menang-Kalah ( Win-Lose )
Pandangan klasik menyatakan bahwa negosiasi terjadi dalam bentuk
sebuah permainan yang nilai totalnya adalah nol ( zero sum game ).
21
22
Artinya apapun yang terjadi dalam negosiasi pastilah salah satu pihak
akan menang, sedangkan pihak yang lainnya kalah, atau biasa dikenal
dengan pendekatan distributif (ivancevich,2007).
b. Negosiasi Menang-Menang ( Win-Win )
Pendekatan yang sama-sama menguntungkan, atau pendekatan
integratif , dalam bernegosiasi memberikan cara pandang yang
berbeda dalam proses negosiasi. Negosiasi menang-menang adalah
pendekatan penjumlahan positif. Situasi –situasi penjumlahan positif
adalah pendekatan di mana setiap pihak mendapatkan keuntungan
tanpa harus merugikan pihak lain ( Ivancevich, 2007).
Dalam konteks organisasi, negosiasi dapat terjadi antara dua orang
( seperti antara atasan dengan bawahan dalam menentukan tanggal
penyelesaian proyek yang dilimpahkan kepada bawahan), dalam satu
kelompok ( seperti pada kebanyakan proses pengambilan keputusan
dalam kelompok), antarkelompok ( seperti yang terjadi antara
departemen pembelian dan penyedia material mengenai harga,
kualitas, atau tanggal pengiriman), melalui internet ( Ivancevich,
2007).
2.2.4 Negosiasi Menggunakan Pihak Ketiga
Pihak ketiga dilibatkan saat pihak yang bernegosiasi mengalami jalan
buntu, madakalanya pihak ketiga sengaja dilibatkan sejak awal proses
negosiasi. Dalam keadaan apapun, negosiasi yang melibatkan pihak ketiga
semakin banyak digunakan. Ivancevich( 2007: 63) salah satu tipologi
menyebutkan setidaknya terdapat empat macam intervensi pihak ketiga
yang mendasar:
a. Mediasi adalah situasi di mana pihak ketiga yang netral menggunakan
penalaran, pemberian usulan, dan persuasi dalam kapasitasnya
sebagai fasilitator. Para mediator ini memfasilitasi penyelesaian
masalah dengan mempengaruhi bagaimana pihak-pihak yang terlibat
22
23
dalam negosiasi berinteraksi. Para mediator tidak memiliki otoritas
yang mengikat, pihak-pihak yang terlibat bebas mengacuhkan usaha
mediasi ataupun rekomendasi yang dibuat oleh pihak ketiga
b. Arbitrase adalah situasi di mana pihak ketiga memiliki wewenang
memaksa terjadinya kesepakatan. Robbins ( 2008 ) kelebihan
arbitrase dibanding mediasi adalah bahwa arbitrase selalu
menghasilkan penyelesaian.
c. Konsiliasi adalah seseorang yang dipercaya oleh kedua pihak dan
bertugas menjembatani proses komunikasi pihak-pihak yang
bersitegang. Seorang konsiliator tidak memiliki kekuasaan formal
untuk mempengaruhi hasil akhir negosiasi seperti seorang mediator.
d. Konsultasi adalah situasi di mana pihak ketiga, yang terlatih dalam isu
konflik dan memiliki keterampilan penyelesaian konflik, berupaya
memfasilitasi pemecahan permasalahan dengan lebih memusatkan
hubungan antarpihak ketimbang isu-isu yang substantif.
2.2.5 Membangun Kesepakatan
Babak terakhir dalam proses negosiasi adalah membangun
kesepakatan dan menutup negosiasi. Ketika tercapai kesepakatan biasanya
kedua pihak melakukan jabat tangan sebagai tanda bahwa kesepakatan
(deal or agreement) telah dicapai dan kedua pihak memiliki komitmen
untuk melaksanakannya. Yang perlu kita ketahui dalam negosiasi tidak
akan pernah tercapai kesepakatan kalau sejak awal masing-masing atau
salah satu pihak tidak memiliki niat untuk mencapai kesepakatan.
Kesepakatan harus dibangun dari keinginan atau niat dari kedua belah
pihak, sehingga kita tidak bertepuk sebelah tangan.
Penting sekali dalam awal negosiasi kita memahami dan mengetahui
sikap dari pihak lain, melalui apa yang disampaikan secara lisan, bahasa
gerak tubuh maupun ekspresi wajah. Karena jika sejak awal salah satu
pihak ada yang tidak memiliki niat atau keinginan untuk mencapai
kesepakatan, maka hal tersebut berarti membuang waktu dan energi kita.
23
24
Untuk itu perlu dicari jalan lain, seperti misalnya: conciliation, mediation
dan arbitration melalui pihak ketiga
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Konflik adalah suatu bentuk pertentangan yang terjadi antara dua
pihak atau lebih di mana salah satu pihak merasa dirugikan atau
dipengaruhi secara negatif sehingga menimbulkan ketidakpuasan terhadap
perilaku pihak lain.
Negosiasi adalah adalah cara yang paling efektif untuk mengatasi dan
menyelesaikan konflik atau perbedaan kepentingan. Negosiasi tidak akan
24
25
pernah tercapai kesepakatan kalau sejak awal masing-masing atau salah
satu pihak tidak memiliki niat untuk mencapai kesepakatan. Kesepakatan
harus dibangun dari keinginan atau niat dari kedua belah pihak, sehingga
terjadi kesepakatan bersama yang seharusnya dapat menjadi komitmen
bersama antara kedua belah pihak.
3.2 Saran
Konflik yang berlarut-larut dan tanpa penyelesaian dapat berakibat
buruk bagi sebuah organisasi. Untuk mencapai kinerja yang optimum
diperlukan keahlian mengelola konflik bagi setiap pimpinan atau manajer
organisasi.
Daftar Pustaka
Imam Wahjono, Sentot. 2010. Perilaku Organisasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Ibrahim, Rakhmat Malik. n.d. Makalah Konflik Organisasi. diakses 29 April
2013.http://rakhmatmalik.blogspot.com/2010/11/makalah-konflik-
organisasi_06.html
Kreitner, Robert, Angelo kinicki. 2005. Perilaku Organisasi . Terjemahan Erly Suandy. Jakarta: Salemba Empat.
25
26
Robbins, Stephen P. 2002. Perilaku Organisasi. Terjemahan Hadyana Pujaatmaka. Jakarta: PT Prenhallindo.
Robbins, Stephen P. Organisational Behaviour: Global and Southern African Perspectives, 2nd Edition (Cape Town: Pearson Education South Africa (Pty) Ltd., 2009) . Perilaku Organisasional. Yogyakarta: STIE YKPN.
Sopiah. 2008. Perilaku Organisasional. Yogyakarta: Andi Offset.
Soetopo, Hendyat. 2010. Perilaku Organisasi Teori dan Praktik di Bidang Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Anonim. 2011. Makalah Konflik dan Negosiasi. diakses 29 April 2013. http://itzmee-life.blogspot.com/2011/12/makalah-konflik-dan negosiasi.html#!/2011/12/makalah-konflik-dan-negosiasi.html
Anonim. 2012. Makalah prilaku organisasi (Konflik dan Negosiasi). diakses 29 April 2013. http://marwanhkm.wordpress.com/2012/05/02/makalah-prilaku-organisasi-konflik-dan-negoisasi/
26