5
II. TINJAUANPUSTAKA
2.1 Tanaman Tomat (Lycopersion escelentum Mill)
Tomat (Lycopersicon escelentum Mill) merupakan tumbuhan asli dari
Amerika Selatan dan Amerika Tengah. Tanaman tomat tumbuh optimal pada suhu
berkisar antara 20-270 C dan kelembaban 65%-80%, pada curah hujan 750-1250
mg pertahun. Tanaman tomat tumbuh pada dataran sekitar 1-1500 m dpl (Putra
dkk, 2017).
2.1.1 Biologi tanaman tomat (Lycopersion escelentum Mill)
Menurut Purwati dan khairunisa (2007) dalam taksonomi tumbuhan
tanaman tomat diklasifikasikan menurut sistematika berikut :
Devisi : Spermatophyta
Sub Devisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Orde : Solanales
Famili : Solanaceae
Genus : Lycopersion
Spesies : Lycopersion esculentum Mill
Tomat adalah tanaman setahun di wilayah iklim dingin atau tanaman
tahunan berumur pendek di daerah tropika. Menurut Rubatzky (1999) tanaman
tomat memiliki akar tunggang yang tumbuh menembus kedalam tanah dan akar
serabut yang tumbuh ke arah samping tetapi dangkal. Batang tanaman tomat
berbentuk persegi empat hingga bulat, berbatang lunak tetapi cukup kuat, berbulu
6
atau berambut halus dan diantara bulu – bulu itu terdapat rambut kelenjar. Batang
tanaman tomat berwarna hijau, pada ruas – ruas atas batang mengalami
penebalan, dan pada ruas bagian bawah tumbuh akar – akar pendek. Daun
tanaman tomat berbentuk oval, bagian tepinya bergerigi dan mambentuk celah –
celah menyirip agak melengkung ke dalam. Daun berwarna hijau dan merupakan
daun majemuk ganjil yang berjumlah 5 – 7. Ukuran panjang daun sekitar 15 – 30
cm dan lebar daun antara 10 x 25 cm dengan panjang tangkai sekitar 3 – 6 cm.
Diantara daun yang berukuran besar biasanya tumbuh 1 – 2 daun yang berukuran
kecil. Daun majemuk pada tanaman tomat tumbuh berselang seling atau tersusun
spiral mengelilingi batang tanaman.
Bunga tanaman tomat berukuran kecil, berdiameter sekitar 2 cm dan
berwarna kuning cerah. Kelopak bunga yang berjumlah 5 buah dan berwarna
hijau terdapat pada bagian bawah atau pangkal bunga. Mahkota bunga tomat
berwarna kuning cerah, berjumlah sekitar 6 buah dan berukuran sekitar 1 cm.
Bunga tomat merupakan bunga sempurna, karena benang sari atau tepung sari dan
kepala benang sari atau kepala putik terletak pada bunga yang sama.
Buah tomat memiliki bentuk bervariasi, tergantung pada jenisnya. Ada
buah tomat yang berbentuk bulat, agak bulat, agak lonjong, bulat telur (oval), dan
bulat persegi. Ukuran buah tomat juga sangat bervariasi, yang berukuran paling
kecil memiliki berat 8 gram dan yang berukuran besar memiliki berat sampai 180
gram. Buah tomat yang masi muda berwarna hujau muda bila sudah matang
warnanya menjadi merah. Buah tomat yang masih muda memiliki rasa getir dan
aromanya tidak enak, sebab masih mengandung zat lycopersicin yang berbentuk
lender. Aroma yang tidak sedap tersebut akan hilang dengan sendirinya pada saat
7
buah memasuki fase pematangan hingga matang. Buah tomat banyak
mengandung biji lunak berwarna putih kekuning – kuningan yang tersusun secara
berkelompok dan dibatasi oleh daging buah. Biji tomat saling melekat karena
adanya lendir pada ruang – ruang tempat biji tersusun. Daging buah tomat lunak
agak keras, berwarna merah apabila sudah matang dan mengandung banyak air.
Buah tomat juga memiliki kulit yang sangat tipis dan dapat dikelupas bila sudah
matang.
2.1.2 Budidaya tanaman tomat
a. Syarat tumbuh tanaman tomat
Tanaman tomat dapat ditanam didataran rendah, sedang, dan tinggi. Tanah
harus gembur, subur sedikit pasir dan pH antara 5-6. Curah hujan antara 750-
1250 mm/tahun, curah hujan yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan serta
unsur hara tanah. Kelembapan relatif yang tinggi sekitar 25% akan merangsang
pertumbuhan tanaman.
b. Pembibitan
Dalam budidaya tanaman tomat, tanaman tomat diperbanyak dengan biji
(generatif). Untuk keberhasilan penanaman maka pemilihan benih perlu
diperhatikan, hanya benih yang berkualitas baik yang digunakan. Sebelum
ditanam benih tomat harus disemai terlebih dahulu. Persemaian dapat dilakukan di
kotak persemaian, benih tomat disemai pada media campuran tanah, pasir, serta
pupuk kandang dengan perbandingan 1:1:1 (Tim Bina Karya Tani, 2009).
Persemaian dilakuan pada tempat yang ternaungi agar tidak terkana sinar matahari
secara langsung. Setelah benih berkecambah, kemudian bibit dipindahkan dalam
8
kokos untuk melatih pertumbuhan bibit tersebut sebelum dipindah kelahan
(Tugiyono, 2007).
c. Penyiapan Lahan
Memilih lahan yang gembur dan subur dengan pH antara 5-6. Membuat
bedengan dengan lebar antara 40-50 cm dan membuat parit diantara bedengan
dengan kedalam 30 cm untuk pengairan. Pupuk dasar untuk menyuburkan tanah
mengunakan pupuk kandang. Pengolahan tanah untuk budidaya tanaman tomat
dapat dilakukan secara mekanis, dan manual. Pengolahan tanah sebelum tanam
bertujuan untuk menciptakan lahan yang gembur, subur, dan berdrainase yang
baik. Tanah yang kurang diolah akan mengakibatkan tanaman tomat tidak dapat
berkembang dengan baik. Tanah yang telah diolah bibuat bedengan-bedengan
untuk memudahkan pemeliharaan dan pemutusan air agar air tidak menggenang
(Tim Bina Karya, 2009). Selain persemaian dan pengolahan lahan yang baik,
budidaya tomat juga dipengaruhi oleh cara penanaman dan pemeliharaan selama
masa pertumbuhan hingga panen. Persiapan lubang tanam harus diatur dengan
baik dan tidak terlalu rapat, karena dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman
tomat tersebut (Tugiyono, 2007). Jarak tanam yang ideal yaitu 50×60 cm atau
50×75 cm. (Tim Bina Karya Tani, 2009).
d. Penanaman dan pemeliharaan
Sebelum bibit dipindahkan kelahan bibit tersebut terlebih dahulu di
seleksi, hanya bibit yang sehat dan tidak cacat yang dipindahkan kelahan. Saat
terbaik dalam penanaman tomat yaitu pada saat pagi atau sore hari, sehingga bibit
tersebut dapat terhindar dari kelayuan. Pemeliharaan dalam budidaya tanaman
tomat meliputi pengairan, penyulaman, penyiangan gulma, serta pengajiran.
9
Pengairan dilakukan pada pagi atau sore hari secara rutin, karena air merupakan
kebutuhan utama dalam budidaya tomat. Selain pengairan, penyiangan gulma juga
penting dilakukan, karena gulma tersebut dapat mengganggu pertumbuhan
tanaman, sebagai sumber inang bagi hama penyakit dan gulma juga merupakan
pesaing dalam kebutuhan unsur hara dan air (Tim Bina Karya, 2009). Penyiangan
gulma dapat dilakukan secara mekanis, kimia, atau manual. Pengajiran bertujuan
untuk menopang tanaman tomat agar tidak rebah. Pengajiran dilakukan pada 1 -2
minggu setelah tanam, dan setelah tanaman memiliki tinggi 50 cm tanaman diikat
ke ajir. Serangan hama dan penyakit juga menjadi salah satu faktor dalam
menghambat peningkatan produksi tomat. Pengendaliah hama penyakit dapat
dilakuakn secara manual, mekanis maupun kimiawi (Tim Bina Karya, 2009).
e. Pemupukan
Pemupukan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan dan
produksi tanaman tomat. Pemupukan pada fase vegetatif sangat penting agar
dapat tumbuh dengan subur, serta berproduksi pada umur yang normal. Hingga
saat ini jenis pupuk dan takaran dosis yang dibutuhkan oleh tanaman tomat belum
ada standarnya, namun selain pemberian pupuk organik untuk menjaga dan
memperbaiki sifat-sifat tanah, pemberian pupuk kimia juga diperlukan.
Pengaplikasian pupuk dapat dilakukan dengan cara sebar maupun larik (Tim Bina
Karya Tani, 2009).
2.2 Jamur Fusarium oxysporum lycopersici
Salah satu penyakit yang menyerang tanaman tomat adalah penyakit layu
yang disebabkan oleh patogen Fusarium oxysporum lycopersici. Penyakit layu
Fusarium ini menimbulkan kerugian 20–30% (Arsih, 2015). Menurut Nurhayati
10
(2010), penyakit layu Fusarium dapat mengakibatkan matinya tanaman dan
kegagalan panen serta dapat terjadi pada tanaman tomat sejak dari pembibitan
hingga tanaman dewasa.
2.2.1 Biologi Fusarium oxysporum lycopersici
Fusarium oxysporum lycopersici merupakan salah satu jamur patogen
penting penyebab penyakit layu Fusarium pada tanaman tomat (Semangun,
2001). Jamur Fusarium oxysporum lycopersici dapat menyebabkan kerugian
besar, terutama pada varietas tomat rentan dan pada kondisi lingkungan sesuai
(Agrios, 2005).
Klasifikasi fusarium menurut Agrios (2005) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Fungi
Divisi : Ascomycota
Kelas : Sordariomycetes
Bangsa : Hypocreales
Famili : Netriaceae
Marga : Fusarium
Jenis : Fusarium oxysporum
Fusarium oxysporum merupakan jamur patogenik yang menyerang
tanaman tomat dan memiliki banyak spesies Fusarium berada di dalam tanah
berbentuk klamidospora atau sebagai hifa pada tanaman (Saragih dan Silalahi,
2006). Jamur Fusarium oxysporum tumbuh optimal pada suhu 250 C, dalam
kondisi tersebut koloni Fusarium oxysporum mencapai diameter 4,5-6,5 cm.
Kepadatan miselium ada yang jarang hingga banyak dan memiliki warna putih-
ungu. Jamur Fusarium oxysporum memiliki dua fase daur hidup yaitu fase
11
patogenesitas dan saprogenesis. Pada fase patogenesitas, Fusarium oxysporum
sebagai parasit pada tanaman inang. Apabila tidak ada tanaman inang maka
Fusarium oxysporum akan hidup dalam tanah sebagai saprofit. Pada fase
saprogenesis, Fusarium oxysporum menjadi inokulum penyebab penyakit pada
tanaman lain (Djaenuddin, 2011).
Jamur Fusarium oxysporum menyerang berbagai jenis tanaman, antara
lain tomat, kentang, dan tanaman hias. Jamur Fusarium oxysporum menyerang
tanaman melalui ujung akar yang terluka kemudian menyebar secara interseluler
dalam jaingan parenkim (Lestari dkk., 2006). Fusarium oxysporum lycopersici
merupakan jamur patogenik yang menyerang berbagai tanaman tomat. Jamur
Fusarium oxysporum lycopersici dapat tumbuh dan berkembang dalam kondisi
lingkungan tertentu. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan jamur Fusarium
oxysporum lycopersici meliputi suhu, keasaman(pH), air dan sumber karbon (C).
Suhu optimum untuk pertumbuhan jamur Fusarium oxysporum lycopersici antara
25-300 C, dengan suhu maksimum 37
0 C dan minimum 5
0 C. Pertumbuhan spora
jamur Fusarium oxysporum lycopersici yang optimum pada suhu 20-250 C selama
24 jam (Soesanto, 2008). Jamur Fusarium oxysporum lycopersici dapat hidup
dalam tanah pada pH 4,5-6 dan tumbuh optimal pada pH 7,7. Pertumbuhan dan
perkembangan spora yang optimum pada pH 5 (Djaenuddin, 2011).
2.2.2 Morfologi Fusarium oxysporum lycopersici
Fusarium oxysporum lycopersici membentuk tiga macam spora yaitu
mikrokonidium, makrokonidium dan klamidospora didalam tanah maupun pada
biakan murni. Mikrokonidium banyak dihasilkan pada semua kondisi, bersel satu
atau dua dengan ukuran 5-12 x 2,2-3-4,5 µm. Mikrokonidium tidak bersekat atau
12
kadang-kadang bersekat satu dan berbentuk lonjong atau lurus. Makrokonidium
memiliki bentuk lurus atau bengkok seperti bulan sabit dan umumnya bersekat
lebih dari tiga dengan ukuran 27-46 x 3-4,5 µm.
Gambar 1. a) Makrokonidia, b) Mikrokonidia (Syam dkk, 2014), c)
Klamidospora (Sari dan Achmad, 2009)
Klamidospora Fusarium oxysporum lycopersici memilik ukuran 7-11 µm,
bersel satu atau dua, berdinding tebal dan berfungsi untuk mempertahankan hidup
patogen (Sastrahidayat, 2003). Menurut Djaenuddin (2011) miselium dari
Fusarium oxysporum lycopersici mula-mula berwarna putih, kemudian setelah
berubah menjadi krem atau kuning. Warna miselium ada berwarna merah muda
dan ungu muda pada kondisi tertentu.
2.2.3 Siklus hidup Fusarium oxysporum lycopersici
Jamur Fusarium oxysporum lycopersici memiliki dua fase daur hidup
yaitu fase patogenesitas dan saprogenesis. Pada fase patogenesitas, jamur
Fusarium oxysporum lycopersici sebagai parasit pada tanaman inang. Apabila
tidak ada tanaman inang maka jamur Fusarium oxysporum lycopersici akan hidup
dalam tanah sebagai saprofit. Pada fase saprogenesis, Fusarium oxysporum
lycopersici menjadi inokulum penyebab penyakit pada tanaman lain (Djaenuddin,
2011).
A B C
13
Jamur Fusarium oxysporum lycopersici menyerang berbagai jenis
tanaman, antara lain tomat, kentang, dan tanaman hias. Jamur Fusarium
oxysporum lycopersici menyerang tanaman melalui ujung akar yang terluka
kemudian menyebar secara interseluler dalam jaingan parenkim (Lestari dkk,
2006). Di dalam pembuluh batang miselium menghasilkan tiga macam toxin
yaitu; fusaric acid, dehydrofusaric acid, dan lycomarasmin, selain itu didalam
pembuluh batang tersebut membebaskan polyphenol yang akan dioksidasi oleh
enzim polyphenol oksidase. Kegiatan polyphenol oksidase tergantung pada jumlah
miselium pada pembuluh batang mati, maka patogen akan melakukan sporulasi
luas pada jaringan yang mati tersebut dan ini merupakan sumber inokulum yang
kedua.
Gambar 2. Daur hidup Fusarium (Agrios,2005)
14
2.2.4 Gejala serangan jamur Fusarium oxysporum lycopersici
Jamur Fusarium oxysporum lycopersici merupak penyakit layu menyerang
tanaman tomat yang ditularkan melalui tanah dalam bentuk klamidospora
(Sujatmiko dkk, 2012). Fusarium oxysporum lycopersici masuk ke dalam jaringan
tanaman tomat melalui akar yang terluka. Gejala awal yang ditimbulkan oleh
Fusarium oxysporum lycopersici yaitu perubahan warna daun yang paling tua
menjadi kekuningan dan berlanjut ke daun yang muda. Tulang daun bagian atas
menjadi pucat dan tulang daun bagian bawah dapat juga menjadi pucat. Gejala
lainnya yaitu tanaman tomat kerdil dengan tangkai merunduk dan akhirnya layu.
Apabila gejala terlihat pada pangkal batang terdapat akar adventif, ketika batang
dibelah dan dipotong melintang akan terlihat cincin coklat pada berkas pembuluh.
Gambar 3. Gejala serangan jamur Fusarium oxysporum lycopersici. Keterangan:
A) Daun tomat bagian bawah menguning, B) tanaman tomat mulai
menguning dari bagian atas tanaman dan kemudian lama kelamaan
seluruh tanaman menjadi layu, C) Jaringan pembuluh berwarna
coklat (Srinivasan, 2010).
A
C
B
15
Di dalam pembuluh batang, miselium Fusarium oxysporum lycopersici
menghasilkan tiga macam toxin yaitu: fusaric acid, dehydrofusaric acid, dan
lycomarasmin, selain itu didalam pembuluh batang tersebut membebaskan
polyphenol yang akan dioksidasi oleh enzim polyphenol oksidase. Kegiatan
polyphenol oksidase tergantung pada jumlah miselium pada pembuluh batang
mati, maka patogen akan melakukan sporulasi luas pada jaringan yang mati
tersebut dan ini merupakan sumber inokulum yang kedua. Jika tingkat serangan
tinggi menyebabkan tanaman tomat menjadi layu hingga kematian (Semanggun,
2004).
2.3 Media Pertumbuhan Jamur Fusarium oxysporum lycopersici
2.3.1 Media Oat Meal Agar (OA)
Media oat meal agar digunakan untuk pertumbuhan jamur dan khusus
untuk perkembangan spora. Bahan dari media oat meal yaitu oat meal 60 g/L dan
agar 12,5 g/L. Total dari semua bahan yaitu 72,5 g/L kemudian bahan dilarutkan
dan dipanaskan sampai media siap. Warna media oat meal yaitu coklat dan pH 7 –
7,4. Media yang mengandung gandum seperti oat meal merupakan sumber
nitrogen, karbon, dan protein untuk nutrisi dalam pertumbuhan jamur (HiMedia,
2015).
2.3.2 Media Cooke Rose Bengal Agar (CRBA)
Media CRBA merupakan media selektif yang digunakan untuk isolasi
jamur yang didapat dari berbagai macam tumbuhan. Bahan untuk pembuatan
media CRBA yaitu pepton 5 g/L, dextrose 10 g/L, Monopotasium fosfat 1 g/L,
magnesium sulfat o,5 g/L, rose bengal 0,05 g/L, chlorampenicol 0,1 g/L, agar 15
16
g/L. Penggunaan antibiotik seperti penicillin berfungsi sebagai penghambat
bakteri untuk tumbuh. Menurut Cooke (1954) dalam Himedia (2016) bahan
berupa pepton, dextrose, garam organik dan agar untuk mengisolasi jamur dari
tanah. Kombinasi penggunaan pepton dan rose bengal dapat meningkatkan
selektivitas media.
Media CRBA tidak boleh terkena sinar matahari secara langsung karena
akan menghasilkan senyawa beracun bagi jamur. Sifat selektif dari media CRBA
dapat mempengaruhi kegagalan pertumbuhan jamur tertentu dan ada beberapa
kelompok bakteri yang tidak terhambat pertumbuhannya. Pepton mengandung
nitrogen, karbon dan vitamin. Dextrose sebagai sumber karbon, rose bengal
sebagai bahan selektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri, membatasi ukura
dan tinggi koloni jamur, monopotasium fosfat sebagai buffer dan magnesium
sulfat sebagai sumber kation (HiMedia, 2015).
2.3.3 Media Czapek Dox Agar (CDA)
Media CDA merupakan media semisintetik yang umum digunakan untuk
penanaman fungi. Bahan untuk membuat media CDA yaitu sukrosa 30 g/L,
sodium nitrat 2 g/L, dipotasium fosfat 1 g/L, magnesium sulfat 0,5 g/L, potasium
klorit 0,5 g/L, ferro sulfat 0,01 g/L, agar 15 g/L. Tingkat pH untuk media Czapek
Dox Agar (CDA) 7,3 pada suhu 250 C. Media Czapek Dox Agar (CDA)
merupakan media sintetik yang digunakan untuk penanaman jamur yang
mengandung sodium nitrat sebagai sumbe nitrogen (Thom dan Church, 1926).
Media Czapek Dox Agar (CDA) untuk isolasi dari jamur Aspergilus, Penicillum,
Paecillum, dan beberapa jamur lainnya dengan fisiologi jamur yang sama (APAH,
1998). Fungsi sukrosa pada media Czapek Dox Agar (CDA) sebagai sumber
17
karbon, natrium nitrat sebagai sumber nitrogen dan dipotasum fosfat sebagai
buffer. Magnesium sulfat, kalium klorida, ferro sulfat sebagai sumber ion.
Tampilan media Czapek Dox Agar (CDA) berwarna krem ke kuning-kuningan.
Warna dan kejernihan dari media Czapek Dox Agar (CDA) yaitu kuning cerah
(HiMedia, 2015).
2.3.4 Media Potato Dextrose Agar (PDA)
Media potato dextrose agar merupakan media rekomendasi untuk isolasi
dan pertumbuhan bakteri dan jamur. Bahan dari media potato dextrose agar yaitu
kentang 200 g/L, dextrose 20 g/L, dan agar 15 g/L. Warna media PDA yaitu krem
kekuning-kuningan dan pH 5,4 – 5,8. Media PDA digunakan untuk merangsang
sporulasi, memelihara biakan jamur dari stok kultur. Kentang dan dextrose dapat
menumbuhkan jamur. Pertumbuhan bakteri dapat dilakukan dengan mengatur pH
media PDA menggunakan asam tartarat sampai 3,5. Pemanasan media setelah
pengasaman sebaiknya dihindari karena dapat menghidrolisis agaros dalam media
PDA (HiMedia, 2016).