1
T E S I S
HUBUNGAN DERAJAT SIROSIS HATI DENGAN KEJADIAN GASTROPATI HIPERTENSI PORTAL
ABDUL KADIR
PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2008
2
HUBUNGAN DERAJAT SIROSIS HATI DENGAN KEJADIAN
GASTROPATI HIPERTENSI PORTAL
Correlation between staging of liver cirrhosis and portal hypertensive gastropathy
TESIS
SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENCAPAI GELAR DOKTER SPESIALIS PENYAKIT DALAM
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I
DISUSUN DAN DIAJUKAN OLEH :
ABDUL KADIR
KEPADA
PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2008
3
BAB I
PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penelitian
Sejak dekade delapan puluhan hubungan antara hipertensi portal (HP)
dengan perubahan sirkulasi pada intestinal telah menarik perhatian para ahli.
Telah lama diketahui pula bahwa pada penderita sirosis hati (SH) dengan HP
sering dijumpai gastritis kronis yang disertai edema mukosa lambung dan
menjadi sebab perdarahan.(1-4) McCormack (1985),(1) membuat deskripsi
kelainan mukosa lambung tersebut secara endoskopis dan menyebutnya
sebagai gastropati kongestif atau gastropati hipertensi portal (GHP).(1) Beberapa
nama yang pernah digunakan untuk menyebut kelainan tersebut, antara lain
gastritis hemoragika, gastritis erosiva, gastritis hipertensi portal, gastric mucosal
red spots, gastric mucosal vasculopathy, dan vaskulopati hipertensi portal.(5-7)
Gastropati hipertensi portal dijumpai pada 65% penderita SH dengan HP.
Dari jumlah tersebut 65-90% diantaranya dengan GHP ringan dan 10-25%
dengan GHP berat.(8) Prevalensi GHP bervariasi antara 4-98%, rata-rata 53%,
dimana GHP ringan 20-57%, rata-rata 49% dan berat 7-41%, rata-rata 14%.(4)
Iwao dkk. (1992),(9) melaporkan dari 47 penderita SH, 15(32%) tanpa GHP,
15(32%) dengan GHP ringan dan 17(36%) GHP berat.(9) Nurman (1995),(10)
melaporkan dari 205 pasien sirosis non-alkoholik ditemukan 78(38%) tanpa
GHP, 37(18%) GHP ringan dan 90(44%) GHP berat.(10)
Gastropati hipertensi portal merupakan salah satu penyebab perdarahan
saluran cerna bagian atas (SCBA) pada SH, disamping pecahnya varises
4
esofagus (VE).(11) Grace dkk. (1998),(12) melaporkan bahwa 4-38% perdarahan
SCBA yang terjadi disebabkan oleh GHP,(12) dan Orloff dkk. (1995),(2)
mendapatkan angka 10-50%.(2) Primignani dkk.(2000),(3) melaporkan dari 373
penderita SH, 80% diantaranya disertai GHP dimana perdarahan akut terjadi
pada 2,5%, perdarahan kronis 10,8% dengan mortalitas mencapai 12,5%.(3)
Preble dkk.(1990),(dikutip dari 10) melaporkan bahwa perdarahan SCBA
penderita SH tidak hanya diakibatkan oleh pecahnya VE, namun juga oleh sebab
lain. D’ Amico,(dikutip dari 10) menemukan tingginya insiden anemia pada penderita
SH dengan gastropati dibandingkan dengan SH tanpa gastropati. Perdarahan
mukosa lambung dari GHP diduga merupakan penyebab terjadinya anemia.(10)
Patogenesis GHP masih diperdebatkan, banyak peneliti yang membuat
hipotesis yang masih membutuhkan penelitian lebih lanjut. Bukti-bukti
menunjukkan bahwa salah satu penyebab timbulnya erosi mukosa lambung
pada SH adalah akibat HP, disamping perjalanan dari penyakit itu sendiri.(2,13)
Gastropati hipertensi portal lebih sering ditemukan pada penderita dengan VE
daripada yang tanpa varises, dan GHP berhubungan dengan derajat VE serta
derajat dari SH.(10) Beberapa peneliti tidak mendapatkan bukti adanya hubungan
antara derajat GHP dengan beratnya HP.(1) Perubahan neurohumoral pada SH
diduga turut berperan. Sehingga dengan demikian HP bukan merupakan satu-
satunya penyebab, karena masih banyak faktor lain yang terkait dengan
timbulnya GHP.(4,8)
Diagnosis GHP didasarkan atas pemeriksaan endoskopi dan histopatologi
dimana ditemukan adanya perubahan pada mukosa lambung berupa dilatasi dan
5
ektasia vaskuler mukosa dan struktur mikrovaskuler sub mukosa tanpa inflamasi
yang signifikan.(1,8,14-16)
Sampai saat ini belum ada laporan dan data tentang GHP di rumah sakit
pendidikan di Makassar. Oleh karena itu penelitian ini bermaksud untuk
mengetahui frekuensi dan gambaran endoskopi GHP pada subyek SH dengan
HP di rumah sakit pendidikan di Makassar.
1.2. Rumusan Masalah
Dari uraian-uraian tersebut diatas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian
sebagai berikut :
a. Apakah ada hubungan antara derajat SH menurut kriteria modifikasi
Child-Pugh dengan kejadian dan beratnya GHP ?
b. Apakah ada hubungan antara derajat VE dengan kejadian dan
beratnya GHP ?
1.3. Tujuan Penelitian
a. Tujuan umum
Diketahuinya hubungan antara derajat SH dengan gambaran
endoskopi GHP
b. Tujuan khusus
1. Diketahuinya frekuensi kejadian GHP pada subyek SH di rumah
sakit pendidikan di Makassar
6
2. Diketahuinya tipe GHP terbanyak pada subyek SH di rumah sakit
pendidikan di Makassar
3. Diketahuinya hubungan antara derajat SH menurut kriteria Child-
Pugh dengan kejadian dan beratnya GHP
4. Diketahuinya hubungan antara derajat VE dengan kejadian dan
beratnya GHP
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
a. Dengan mengetahui gambaran endoskopi dan distribusi GHP,
diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang adanya penyebab
perdarahan saluran cerna bagian atas selain akibat pecahnya VE pada
subyek SH yang berhubungan dengan HP.
b. Dengan mengetahui frekuensi dan tipe GHP penanganan komplikasi
perdarahan SCBA pada subyek SH lebih komprehensif.
c. Dengan mengetahui hubungan antara derajat SH dan VE dengan GHP,
penanganan komplikasi dari GHP dapat dilakukan lebih dini.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Sirosis Hati
II.1.1. Definisi dan etiologi sirosis hati
Sirosis hati merupakan suatu proses kelainan hati yang bersifat
difus, ditandai dengan fibrosis dan perubahan bentuk hati normal ke bentuk
nodul-nodul yang abnormal.(dikutip dari 17)
Di Amerika hepatitis C meliputi (26%) penyebab SH, penyakit hati
alkoholik (21%) yang sebelumnya merupakan penyebab utama, hepatitis C
plus penyakit hati alkoholik (15%), kriptogenik (18%), hepatitis B disertai
hepatitis D (15%), dan penyebab lain (5%). Penyebab lain terdiri dari:
hepatitis autoimun, sirosis bilier primer dan sekunder, kolangitis sklerosing
primer, hemokromatosis, penyakit Wilson, defisiensi a-1 antitripsin, penyakit
granulomatosa, penyakit glycogen storage type IV, hepatitis imbas obat,
obstruksi aliran vena (sindrom Budd-Chiari, penyakit vena oklusif), gagal
jantung kanan kronik dan regurgitasi trikusfid. Pada sebagian besar kasus
SH kriptogenik ternyata disebabkan oleh penyakit perlemakan hati non-
alkoholik (non-alcoholic fatty liver disease).(dikutip dari 17)
Di Indonesia, banyak penelitian menunjukkan bahwa hepatitis B
merupakan penyebab 40-50% dari semua kasus SH, virus hepatitis C
30-40%. Sekitar 10-20% kasus tidak diketahui penyebabnya dan termasuk
virus non B dan non C.(18-20).
8
II.1.2. Patofisiologi sirosis hati
Proses terjadinya SH merupakan suatu hal yang sangat kompleks,
dan dihubungkan dengan fibrosis hati yang diakibatkan oleh respon
penyembuhan setelah timbulnya penyakit hati akut, dan merupakan proses
lanjut penyakit hati kronis. Proses yang terjadi pada fibrosis hati dikaitkan
dengan respon inflamasi terhadap hepatic stellate cells (HSCs) dan adanya
akumulasi matriks ekstraseluler. Proses inflamasi yang terjadi merupakan
kombinasi efek stres oksidatif dan ekspresi sitokin yang memediasi
terjadinya inflamasi intrahepatik hingga fibrosis hati.(21,22)
Permulaan dan perkembangan fibrosis hati sangat dipengaruhi oleh
aktivasi HSCs yang dipicu oleh sitokin seperti transforming growth factor -
ß1 (TGF-ß1) yang mengaktivasi enzim transglutaminase dan sintesis
kolagen. Aktivasi dari HSCs ini akan menyebabkan peningkatan ekspresi
dari gen matriks ekstraseluler dan aktin otot polos serta peningkatan
proliferasi pada daerah perisinusoidal yang merupakan area nekrotik,
sehingga dikemudian hari menjadi area fibrotik melalui pembentukan
kolagen-kolagen.(dikutip dari 22)
Pada kondisi dimana terjadi jejas pada hati akan diikuti oleh aktivasi
HSCs, dan selanjutnya HSCs akan kehilangan lemak dan berubah secara
morfologi menjadi myofibroblast like cells. Aktivasi HSCs ini ditandai dengan
produksi matriks ekstraseluler yang banyak. Pembentukan jaringan fibrotik
terjadi karena ketidakseimbangan antara sintesis dan penguraian matriks
ekstraseluler. Fibrosis hati yang lanjut menyebabkan kerusakan arsitektur
9
hati, gangguan fungsi hati dan pembentukan nodul dengan proses akhir
sebagai sirosis hati.(dikutip dari 22)
II.1.3. Gambaran klinis sirosis hati
Pada tahap awal perjalanan proses SH, keluhan dan gejala berjalan
samar atau bahkan tidak diketahui dan dirasakan oleh pasien. Kalaupun
keluhan dirasakan, sering terjadi keluhan menghilang apabila pasien
beristirahat sekalipun hanya sebentar. Keluhan awal umumnya berupa rasa
lemah, lekas capek dan keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah, perut
kembung, konstipasi atau diare. Pasien SH juga dapat mengalami keluhan
dan gejala akibat komplikasi dari penyakitnya. Pada beberapa pasien,
komplikasi ini dapat menjadi gejala pertama yang membawa pasien pergi
ke dokter.(23)
Sirosis hati dapat berjalan kompensata selama bertahun-tahun,
sebelum berubah menjadi dekompensata. Sirosis hati dekompensata dapat
dikenal dari timbulnya bermacam komplikasi seperti ikterus, perdarahan
SCBA akibat pecahnya VE / perdarahan akibat GHP, asites hingga
ensefalopati.(15,17,23-25)
II.1.4. Diagnosis dan klasifikasi
Diagnosis dini SH sangat penting , yaitu dengan menetapkan tingkat
kerusakan hati dan mencari penyebabnya dengan cara pemeriksaan
pemeriksaan fisis, tes laboratorium, dan pemeriksaan pencitraan (USG
10
abdomen, CT scan, radio isotop). Namun biopsi hati kadang sangat
diperlukan untuk memastikan diagnosis.(17,26)
Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi SH kompensata artinya
belum ada gejala klinis yang nyata, dan SH dekompensata dimana sudah
terlihat gejala klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan
kelanjutan dari proses hepatitis kronis yang secara klinis sering sukar
dibedakan, sehingga pemeriksaan biopsi hati dalam hal ini sering
diperlukan.(26,27)
Sesuai dengan konsensus Baveno IV, SH dapat diklasifikasikan
dalam empat stadium klinis , berdasarkan ada tidaknya varises, asites dan
perdarahan varises. Pembagian tersebut terdiri dari: Stadium 1( tidak ada
varises dan asites), stadium 2 (varises tanpa asites), stadium 3 (asites
dengan atau tanpa varises), dan stadium 4 (perdarahan dengan atau tanpa
asites). Stadium 1 dan 2 dimasukkan dalam kelompok SH kompensata,
sedangkan stadium 3 dan 4 dalam kelompok SH dekompensata.(17,28)
Klasifikasi Child-Turcotte digunakan sejak tahun 1964, membedakan
SH dalam tingkat A,B,C dengan melihat derajat ikterus, kadar albumin
serum, asites, ensefalopati hepatik, dan nutrisi adalah kriteria yang pertama
kali dipakai dan memberikan petunjuk prognosis pada sirosis hati.(27) Pada
tahun 1972 kriteria modifikasi Child-Pugh (tabel 1), diperkenalkan dimana
faktor nutrisi diganti dengan nilai protrombin time (PT) dan kemudian
memberi bobot angka 1,2,3 pada setiap faktor untuk menilai tingkat
keparahan SH. Angka kemudian dijumlahkan dan penderita diklasifikasi
11
dalam tingkatan A,B,C. Kriteria ini lebih sederhana, paling banyak
digunakan, mudah diaplikasikan, serta sangat menentukan prognosis
penderita yang akan dilakukan tindakan bedah.(21)
Tabel 1. Klasifikasi sirosis hati berdasarkan modifikasi Child – Pugh
Skor
Parameter 1 2 3
Asites - 1-2 3-4
Ensefalopati - 1-2 3-5
Bilirubin (mg/dL) < 2,0 2 – 3 > 3,0
Albumin (g/dL) > 3,5 2,8 – 3,5 < 2,8
Protrombin time
(second increased)
1 – 3 4 - 6 >6,0
Total numerical score Child- Pugh class
5 - 6 A (Slight)
7 - 9 B (Moderate)
10 - 15 C (Severe)
Dikutip dari : Friedman LS. Liver, Billiary Tract, and Pancreas. In: Current medical diagnosis and treatment.
Tierney jr LM, Mc Phee SJ, Papadokis MA (eds). 43 rd ed. Mc Graw-Hill, New York 2004 : 645
II.2. Hipertensi Portal
Sistem portal adalah semua sistem vena yang mengalirkan darah menuju
hati yang berasal dari saluran cerna di rongga abdomen seperti lien, pankreas
dan kantong empedu. Vena porta l yang merupakan penyatuan dari vena
12
mesentrika superior dan lienalis masuk ke dalam hati melalui porta l hepatis yang
terbagi dua bagian, masing-masing menuju ke tiap lobus (gambar 1).(29)
Gambar 1. Anatomi sistem vena portal
Dikutip dari Sherlock S, Dooley W. The Portal Venous System and Portal Hypertension. In: The Disease of
the Liver and Biliary Sys tem. 9th ed. Blackwell Science Publication. London 1993:132
Kecepatan aliran vena porta l mencapai 1000-1200 ml/menit dan memasok
72% kebutuhan oksigen total. Pada keadaan normal seluruh aliran vena portal
diteruskan ke vena hepatika, namun pada SH hanya 13% yang dapat diteruskan.
Apabila terjadi sumbatan aliran pada sistem portal, baik yang disebabkan oleh
sumbatan intra atau ekstra-hepatik akan timbul sirkulasi kolateral, sebagai upaya
kompensasi untuk mengalihkan aliran portal ke dalam vena sistemik. Demikian
juga bila terjadi obstruksi vena portal ekstra-hepatik akan terbentuk kolateral
tambahan pula. Akibat terjadinya sistem kolateral, pasokan darah ke hati oleh
13
aliran portal terputus dan lebih tergantung pada aliran arteri hepatika. Akibatnya
hati akan tampak mengkerut dan kehilangan kemampuan regenerasi.(29,30)
Tinggi rendahnya tekanan portal ditentukan oleh interaksi antara aliran
portal dan tahanan vaskular yang menghambatnya. Hubungan ini mengacu pada
hukum Ohm sebagai berikut : tingginya tekanan diantara dua titik (P1 – P2)
berbanding lurus dengan aliran darah (Q) dan tahanan vaskular (R).(30-32)
P1 – P2 = Q X R
Tekanan portal normal berkisar antara 5 – 10 mmHg. Disebut HP bila
terdapat peningkatan tekanan dalam sistem portal yang sifatnya menetap dan
melebihi nilai normal, namun peningkatan ini baru mempunyai arti klinis bila telah
mencapai sekitar 10 mmHg atau lebih.(33)
Hipertensi portal dipengaruhi oleh beberapa faktor, namun tahanan aliran
darah portal merupakan faktor utama HP. Peningkatan tahanan / HP dapat
terjadi di beberapa tempat dalam sistem vena portal yaitu, pre-hepatik, intra-
hepatik dan post-hepatik .(31,34,35)
Hati merupakan organ yang mempunyai komplien yang besar. Pada
keadaan normal tahanan intra-hepatik akan berkurang bila terjadi peningkatan
aliran darah. Mekanisme kompensasi ini berguna untuk mempertahankan
tekanan portal dalam keadaan normal, dan menjamin pasokan normal portal ke
hati.(30,31)
Pada SH terjadi terjadi peningkatan tahanan intra-hepatik sebagai
konsekuensi perubahan fungsi dan anatomi. Awalnya terjadi distorsi dari
arsitektur vaskular hati karena fibrosis, jaringan parut dan pembentukan nodul
14
sirotik sebagai penyebab tahanan, namun trombosis pada pembuluh darah kecil
serta sedang dari vena portal dan vena hepatika juga turut berperan. Perubahan
anatomi menyebabkan obstruksi mekanik yang bertanggung jawab atas
terjadinya HP intra-hepatik yang bersifat ireversibel, sedangkan peningkatan
faktor tonus otot vaskular seperti pada hipertensi arterial, bersifat reversibel dan
menyumbang peningkatan tahanan intra hepatik sebesar 40%. Peningkatan
tonus vaskular kemungkinan besar diperankan oleh HSCs yang mengatur aliran
darah hati dengan cara meningkatkan ekspresi aktin otot polos. Disamping itu
terjadi ketidakseimbangan antara peningkatan produksi vasokonstriktor seperti
endotelin, norephinephrin (noradrenalin), angiotensin II, vasopressin, leukotrien,
tromboxane A2, dan gangguan pelepasan vasodilator hati seperti nitrit oksida
dan prostasiklin.(30,31)
Terbentuknya sirkulasi portal kolateral (termasuk didalamnya
gastroesofageal varises) merupakan konsekuensi penting dari HP. Pembentukan
kolateral yang menghubungkan portal dengan sirkulasi sistemik dipicu oleh
peningkatan tekanan portal yang melibatkan pembuluh darah yang telah ada
sebelumnya. Pada SH lanjut hampir 90% darah portal berbalik arah menuju
kolateral. Akibatnya akan terjadi penurunan tekanan portal, dan untuk
mempertahankan tekanan portal terjadi sirkulasi hiperdinamik berupa
peningkatan aliran darah pada sistem portal melalui mekanisme peningkatan
curah jantung dan vasodilatasi splangnik. Ada tiga mekanisme penting yang
berperan terhadap dilatasi pembuluh darah perifer, yaitu meningkatnya
konsentrasi vasodilator sirkulasi, meningkatnya produksi vasodilator lokal oleh
15
endotel, dan menurunnya respon terhadap vasokonstriktor. Kemungkinan
penyebab peningkatan konsentrasi vasodilator sirkulasi adalah peningkatan
produksi, penurunan katabolisme karena gangguan fungsi hati, atau karena
pintasan portosistemik.(30,31)
Gambaran klinis HP yang terjadi dapat berupa perdarahan SCBA
diakibatkan oleh pecahnya VE ataupun GHP,(13,36) disamping itu dapat berupa
asites, gangguan fungsi ginjal, ensefalopati, serta splenomegali.(13,30,31,35)
Perdarahan SCBA akibat pecahnya VE bervariasi antara 15-63%,
tergantung dari derajat besarnya VE.(37) Untuk menilai derajat besarnya VE, baik
konsensus di Inggris maupun Baveno I-III menganjurkan pemakaian cara yang
paling sederhana, yaitu yang membagi menjadi tiga tingkatan. (tabel 2)
Tabel 2. Pembagian derajat varises esofagus
Tingkat 1 varises yang kolaps pada saat esofagus dikembangkan dengan udara
Tingkat 2 varises antara tingkat 1 dan 3
Tingkat 3 varises yang cukup untuk menutup lumen esofagus
Dikutip dari Kusumobroto H. Penatalaksanaan varises esofagus. Dalam: Buku ajar ilmu penyakit dalam.Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk.(editor). FKUI. Jakarta 2006:222-228 Klasifikasi lain VE menurut Dagradi yaitu :(30)
Grade 1 : Varises berwarna biru atau merah berdiameter < 2 mm
Grade 2 : Varises berwarna biru atau merah berdiameter 2-3 mm
Grade 3 : Varises menonjol berdiameter 3-4 mm
Grade 4 : Varises” tortuous” berdiameter > 4 mm dan saling bersinggungan di
garis tengah
Grade 5 : Varises “grapelike” menutup lumen dengan “cherry red spot“
dipuncaknya
16
Catatan: HVPG :Hepatic Venous Pressure Gradient VEGF: Venous Endothelial Growth Factor
* Desakan dinding = (Tekanan intravariseral – tekanan lumen esofagus) x diameter
Tebal dinding varises
Gambar 2. Pembentukan varises dan mekanisme perdarahan varises
Dikutip dari Waspodo AS. Hipertensi portal. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Sulaiman A,
Lesmana L, Noer S (editor). Penerbit Jayabadi. Jakarta 2007:351
Tekanan Portal ? (HVPG > 10 mmHg)
Pembentukan kolateral Portal-sistemik dan
varises esofagus
Pembukaan pembuluh penghubung yang telah ada
Angiogenesis (VEGF dll)
Tekanan portal dan a liran kolateral portal ? karena
makan, alkhohol, aktivitas jasmani,
peningkatan tekanan
Dilatasi varises dan penipisan dinding
pembuluh
Desakan dinding ?*
Varises pecah
17
II.3. Gastropati Hipertensi Portal
II.3.1. Definisi GHP
Gastropati secara umum diartikan sebagai perubahan mukosa
lambung tanpa inflamasi. Gastropati terdiri dari gastropati reaktif atau
gastritis erosif akut dan gastropati hiperplastik. Gastropati reaktif terdiri dari
gastropati akibat obat anti-inflamasi non steroid, alkohol, kokain, stres,
refluks asam empedu, iskemia lambung, hiatal hernia, trauma serta GHP,
sedangkan gastropati hiperplastik terdiri dari Menetrier's disease dengan
hiperplastik, gastropati hipersekresi dan sindrom Zollinger-Ellison.(38)
Gastropati hipertensi portal adalah suatu keadaan perubahan
makroskopik mukosa lambung yang dihubungkan dengan dilatasi dan
ektasia vaskuler mukosa dan submukosa akibat hipertensi portal tanpa
perubahan histologi signifikan atau inflamasi.(14) Beberapa nama yang
pernah digunakan untuk menyebutkan kelainan tersebut, antara lain
gastritis hemoragika, gastritis erosiva, gastritis hipertensi portal, gastric
mucosal red spots, gastric mucosal vasculophaty, dan vaskulopati
hipertensi portal.(5-7) Pada tahun 1985 McCormack dkk, menyebutnya
sebagai dilatasi vaskuler pada mukosa dan submukosa tanpa inflamasi.(1)
Konsensus Baveno II di Italia tahun 1996 menetapkan istilah G H P sebagai
lesi mukosa lambung pada pasien dengan hipertensi portal berdasarkan
pada kombinasi hasil endoskopi dan histopatologi dimana ditemukan
adanya perubahan pada mukosa lambung berupa dilatasi dan ektasia
18
vaskuler mukosa serta struktur mikrovaskuler submukosa tanpa inflamasi
yang signifikan.(33)
II.3.2. Prevalensi GHP
Gastropati hipertensi portal dijumpai pada 65% pasien SH dengan
HP. Dari jumlah tersebut 65-90% diantaranya dengan GHP ringan (mild)
dan 10-25% dengan GHP berat (severe).(8) Peneliti lain melaporkan
prevalensi GHP bervariasi antara 4-98%, rata-rata 53%. Pada GHP yang
ringan 20-57%, rata-rata 49% dan berat 7-41%, rata-rata 14%.(4) Beberapa
peneliti lain melaporkan prevalensi GHP sekitar 40% pada pasien HP non
sirotik.(Dikutip dari 39) Primignani, dkk. melaporkan dari 373 pasien SH 80%
diantaranya disertai GHP, dimana perdarahan akut terjadi pada 2,5% GHP,
perdarahan kronis 10,8% dengan mortalitas mencapai 12,5%.(3) Iwao, dkk.
melaporkan dari 47 penderita SH 15(32%) tanpa GHP, dengan 15(32%)
GHP ringan dan 17(36%) GHPberat.(9) Nurman pada tahun 1995
melaporkan dari 205 pasien sirosis non-alkoholik ditemukan 78(38%) tanpa
GHP, 37(18%) GHP ringan dan 90(44%) GHP berat.(10)
II.3.3. Patogenesis GHP
Penelitian yang dilakukan oleh para ahli beberapa tahun terakhir ini
cenderung menganggap istilah GHP sebenarnya terlalu sederhana
mengingat patogenesisnya diduga tidak semata-mata akibat hipertensi
portal. Gastropati hipertensi portal bisa terjadi pada pasien SH dengan atau
19
tanpa hipertensi portal dan dapat juga ditemukan pada pasien hipertensi
portal sirotik maupun non sirotik.(40,41)
Beberapa teori yang telah diajukan yaitu:
Hipertensi portal
Tahanan vaskular, tekanan darah transmural secara geometrik dapat
dihubungkan berdasarkan hukum Laplace dimana T = P(R/W). Tahanan
vaskular (T) memliki sistem regulasi terbatas. Jika tekanan darah
transmural (P) meningkat, maka tebal dinding vaskular (W) akan meningkat,
dan sebaliknya terjadi penurunan radius vaskular (R). Akibat peningkatan
tekanan vena portal, sehingga terjadi penebalan dinding vaskular yang
dikuti oleh hiperplasia intima, spot formation, penurunan elastisitas dan
kontraktilitas vaskular yang memicu trombosis mural, oklusi, dan
menyempitnya rongga vaskular, selanjutnya terjadi hipostasis bahkan
obstruksi vaskular, yang pada akhirnya meningkatkan tahanan aliran darah
yang berakibat terjadinya HP.(42)
Peningkatan beban mekanik vaskular / HP secara langsung
menginduksi ekspresi gen myosin, meningkatkan ekspresi RNA dan protein,
yang pada akhirnya menginduksi pertumbuhan sel otot. Hal ini
menunjukkan bahwa hipertropi dan hiperplasia sel otot polos vaskular
merupakan salah satu mekanisme kompensasi vaskular terhadap
peningkatan tekanan portal. Meningkatnya tekanan portal serta mekanisme
kompensasi yang terjadi menyebabkan penurunan aliran darah portal
20
sehingga terjadi iskemia hingga kerusakan intima vaskular pembuluh darah
mukosa dan submukosa lambung.(42)
Beberapa penelitian sebelumnya melaporkan peningkatan prevalensi
GHP dengan makin seringnya skleroterapi endoskopik dilakukan.(43,44)
Hal ini menunjukkan bahwa faktor bendungan vaskuler terlibat dalam
patogenesis GHP serta cenderung berkembang pada pasien dengan VE
dari pada yang tanpa varises. Beberapa peneliti melaporkan bahwa derajat
varises berkorelasi dengan beratnya GHP.(40,45) Oleh karena itu tampaknya
bahwa peningkatan tekanan portal berperan penting pada perkembangan
GHP.(46) Demikian juga penelitian oleh Iwao dkk, melaporkan bahwa derajat
HP atau tekanan dalam varises berhubungan dengan beratnya GHP.(9)
Substansi vasoaktif
Telah dibuktikan bahwa beratnya GHP berhubungan dengan
besarnya sirkulasi hiperdinamik. Beberapa substansi vasoaktif yang
berperan terhadap timbulnya sirkulasi hiperdinamik pada hipertensi portal
adalah : Nitrit oksida (NO), aktifitas sistem saraf simpatis yang berlebihan,
agonis reseptor adrenergik - ß2, dan glukagon.(8,45,47)
Nitrit oksida ; dihasilkan oleh endotel vaskuler dan merupakan vasodilator
splangnik pada HP. Produksi NO diregulasi oleh NO synthase yang
diinduksi oleh endotoksin atau sitokin. Peningkatan pembentukan NO
vaskuler yang merupakan vasodilatasi splangnik sebagai konsekuensi dari
endotoksemia kronis tampak pada pasien SH dengan HP.
21
Aktifitas sistem saraf simpatis yang berlebihan; dalam kondisi normal
sistem saraf simpatis menjaga tonus kardiovaskuler. Aktifitas saraf simpatik
meningkat pada pasien SH. Akibat aktifitas simpatik yang berlebihan ini
menyebabkan sirkulasi hiperdinamik pada pasien SH.
Agonis reseptor adrenergik - ß2; Pada SH stimulasi yang berlebihan pada
splangnik dan reseptor adrenergik - ß2 menyebabkan vasodilatasi.
Glukagon; Glukagon berasal dari sel alfa pankreas dan sel oksintik saluran
cerna yang dimetabolisir di hati, dan pada SH kadarnya akan meningkat.
Bendungan portal juga akan meningkatkan kadar glukagon akibat aliran
pintas melalui kolateral. Glukagon bersifat vasodilator splangnik melalui
penghambatan sensitivitas pembuluh darah terhadap norefinefrin.(8,45,47)
Interaksi berbagai substansi vasoaktif dengan berbagai faktor lainnya
menyebabkan terjadinya sirkulasi hiperdinamik pada viseral intra abdomen
sehingga terjadi hiperemia pada mukosa gastrointestinal seperti lambung.(4)
Iskemi mukosa
Iskemi pada mukosa lambung telah dibuktikan dengan adanya
penurunan oksigenasi jaringan serta defisit energi mukosa pada GHP.
Bendungan pasif aliran vena lambung mungkin menyebabkan iskemi
mukosa melalui arterivenous shunting atau penurunan aliran darah mukosa.
Iskemi relatif mengakibatkan terjadinya edema mukosa sehingga terjadi
penurunan daya tahan mukosa lambung.(48-50)
22
Faktor defensif mukosa lambung
Pada pasien SH dengan HP terjadi difusi balik ion H+ dan
peningkatan pH cairan lambung sehingga terjadi hipoasiditas. Disamping itu
terjadi penurunan biosintesis prostaglandin, penurunan aliran darah ke
mukosa, serta penurunan produksi bikarbonat yang menyebabkan
penurunan daya tahan mukosa. Akibatnya mukosa lambung lebih peka
terhadap terhadap faktor agresif. Keadaan yang berlangsung lama
menyebabkan perubahan pada mukosa lambung.(4)
Respon imun
Pada dinding vaskular vena koronaria lambung dari pasien HP
terjadi peningkatan ekspresi platelet-derived growth factor, basic fibroblastic
growth factor, epidermal growth factor, tansforming growth factor-a dan lain-
lain. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan tekanan vena koronaria
lambung menginduksi dinding vaskular untuk mengeluarkan substansi
vasoaktif. Faktor-faktor pertumbuhan tersebut menstimulasi proliferasi,
diferensiasi, dan migrasi sel otot polos vaskular yang menyebabkan
abnormalitas metabolisme fiber kolagen dan fiber elastik sehingga terjadi
penebalan dinding vaskular, penurunan elastisitas dan komplien vaskular
yang pada akhirnya meningkatkan tahanan aliran darah.
Beberapa peneliti melaporkan terjadi peningkatan secara signifikan
kadar faktor-faktor inflamasi seperti C3, C4, IgG, IgE, IgA pada dinding vena
viseral pasien dengan HP dibanding kontrol. Ha l ini menunjukkan bahwa
respon imun terlibat pada kejadian vaskulopati atau gastropati pasien HP.
23
Penelitian terakhir menunjukkan bahwa sel endotel dan sel otot polos
vaskular sebagai sel efektor utama terhadap kejadian vaskulopati.
Disfungsi endotel akibat HP meningkatkan ekspresi molekul adhesi sel
endotel seperti intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1), pelepasan faktor
kemotaktis seperti monocyte chemoattractant protein-1 (MCP-1) dan
fragmen komplemen C5a. Faktor kemotaktis tersebut menyebabkan migrasi
sel otot polos vaskular ke subintima. Migrasi serta proliferasi sel otot polos
vaskular pada mukosa dan submukosa vaskular lambung atau
gastrointestinal menyebabkan terjadinya remodelling sebelum vaskulopati
atau gastropati terjadi.(42)
II.3.4. Diagnosis dan manifestasi klinis GHP
Gastropati hipertensi portal dikenal sebagai kasus yang unik,
dibandingkan dengan bentuk gastritis lainnya yang tidak disebabkan oleh
HP.(6) Meskipun belum ada kesepakatan umum mengenai GHP, perlu
dicurigai apabila terdapat bukti makroskopik adanya kemerahan, pola
mosaik, atau gambaran menyerupai kulit ular (snakeskin) saat pemeriksaan
endoskopi pasien SH.(6,45,51,52)
Diagnosis GHP didasarkan atas pemeriksaan endoskopi dan
histopatologi dimana ditemukan adanya perubahan pada mukosa lambung
berupa dilatasi dan ektasia vaskuler mukosa dan struktur mikrovaskuler sub
mukosa tanpa inflamasi yang signifikan.(1,8,14-16)
24
Gastropati hipertensi portal biasa ditemukan saat endoskopi pada
penderita SH yang disertai dengan varises esofagus yang prevalensinya
paralel dengan beratnya SH,(3,10) dan beratnya HP.(53) Pada umumnya
GHP ditemukan pada pasien sirosis dengan Child-Pugh C.(3,45,51) Penderita
GHP sering mengalami kehilangan darah akibat perdarahan
gastrointestinal kronis (occult bleeding) yang menimbulkan anemia
defisiensi besi.(2,10) Perdarahan akut terjadi pada 2,5% GHP, perdarahan
kronis 10,8% dengan mortalitas mencapai 12,5%.(3)
II.3.5. Klasifikasi GHP
Ada 3 klasifikasi yang dikenal saat ini yaitu McCormack, New Italian
Endoscopic Club (NIEC), dan klasifikasi dari Tanoue.(6) McCormack, dkk.
mengklasifikasikan GHP dalam dua tipe utama yaitu, gastropati kongestif
ringan (mild) dan gastropati kongestif berat (severe). Tipe yang pertama
termasuk diantaranya fine pink speckling atau scarlatina type rash,
superficial reddening terutama pada permukaan rugae berupa gambaran
bergaris, dan fine white reticular pattern, memisahkan daerah mukosa
edematous merah yang meninggi menyerupai kulit ular (snakeskin). Tipe
kedua terdiri atas dua bentuk perubahan mokosa, yaitu cherry red spots
dan diffuse haemorrhagic gastritis. Klasifikasi Mc Cormarck berdasar atas
bentuk dan luasnya kemerahan dan adanya bintik merah atau temuan
perdarahan difus .(1)
25
Klasifikasi NIEC menetapkan beratnya GHP berdasarkan pada
empat lesi dasar yaitu, mosaic-like pattern, red spot lesions, cherry red spot,
dan black-brown spots. Bentuk mosaic-like pattern ditandai sebagai area
poligonal kecil, sedikit meninggi di tengah, dikelilingi oleh batas rendah
berwarna kuning keputihan, terbagi tiga tingkatan yaitu, 1) mild; warna pada
areola sentral berwarna merah muda, 2) moderat ; flat red spots tidak
mencapai batas putih, tampak areola merah muda di sentral, dan 3) severe,
warna pada sentral areola merah difus. Tiga lesi lainnya adalah red spot
lesions; lesi merah kecil, rata dan berbentuk titik (berdiameter <1 mm),
cherry red spots; warna merah, meninggi, lesi bundar dengan diameter >2
mm dan black brown spots; berhubungan dengan perdarahan intramukosa.
Temuan–temuan endoskopik tersebut, terutama red spots, cherry red spots,
dan black brown spots secara klinis merupakan tanda penting, namun
kaitannya dengan struktur vaskuler dengan temuan histologisnya belum
diketahui secara pasti.(6)
Tanoue, dkk. membagi klasifikasi GHP menjadi tiga tingkatan yaitu,
1) grade 1; mild reddening, mukosa kongestif namun tidak ada mosaic
pattern, 2) grade 2 severe redness dan fine reticular pattern yang
membatasi area mukosa udem yang meninggi, disamping itu tampak pula
mosaic pattern dan fine red speckling, 3) grade 3 adalah perdarahan
berupa titik yang didapat pada grade 2. Telah disepakati bersama dari
ketiga klasifikasi diatas, bahwa GHP berat apabila ditemukan perdarahan
difus pada mukosa lambung.(6)