HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC COMMUNITY DENGAN HARAPAN UNTUK PULIH DARI NAPZA
PADA RESIDEN DI UNIT PELAKSANA TEKNIS (UPT) BNN LIDO
Skripsi ini Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Disusun oleh :
NINING HARDIYANA GARNASIH NIM: 106070002274
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432H/2010M
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG
THERAPEUTIC COMMUNITY DENGAN HARAPAN
UNTUK PULIH DARI NAPZA PADA RESIDEN DI
UNIT PELAKSANA TEKNIS (UPT) TERAPI DAN
REHABILITASI BNN LIDO
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh
gelar Sarjana Psikologi
Oleh :
NINING HARDIYANA GARNASIH
NIM : 106070002274
Di Bawah Bimbingan :
Pembimbing I
Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si NIP. 19620724 198903 2001
Pembimbinga II
S. Evangeline. I. Suaidy, M.Si, Psi NIP. 150 411 217
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1432H/2010M
LEMBAR PENGESAHAN Skripsi yang berjudul “HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC COMMUNITY DENGAN HARAPAN UNTUK PULIH DARI NAPZA PADA RESIDEN DI UNIT PELAKSANA TEKNIS (UPT) TERAPI DAN REHABILITASI BNN LIDO” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 10 Desember 2010 Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pogram Strata I (SI) pada Fakultas Psikologi.
Jakarta, 10 Desember 2010
Sidang Munaqasyah
Dekan/ Ketua Merangkap Anggota
Jahja Umar, Ph.D NIP. 130 885 522
Pembantu Dekan/ Sekertaris Merangkap Anggota
Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si NIP. 19561223 2001
Anggota
Neneng Tati Sumiati, M. Si., Psi NIP. 19730328 200003 2003
Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si NIP. 19620724 198903 2001
S. Evangeline. I. Suaidy, M.Si, Psi NIP. 150 411 217
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Nining Hardiyana Garnasih
NIM : 106070002274
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Hubungan Antara
Persepsi Tentang Therapeutic Community Dengan Harapan Untuk Pulih Dari
Napza Pada Residen di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Terapi Dan
Rehabilitasi BNN Lido” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak
melakukan tindakan plagiat dalama penyususnan skripsi tersebut. Adapun
kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan
sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.
Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan Undang-
Undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan
dari karya orang lain.
Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.
Jakarta, 30 November 2010
Nining Hardiyana Garnasih NIM : 106070002274
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi B) November 2010 C) Nining Hardiyana Garnasih D) Hubungan Antara Persepsi Tentang Therapeutic Community Dengan Harapan
Untuk Pulih Dari Napza Residen Narkoba Di Unit Pelaksana Teknis (Upt) Terapi Dan Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Lido
E) xiv + 100 Halaman F) Sudah banyak tulisan dalam berbagai bentuk mengenai Napza. Semua tulisan
tersebut dimaksudkan untuk terus menerus mengingatkan dan menyadarkan masyarakat mengenai ancaman luar biasa dari Napza terhadap kelestarian hidup kita, khususnya generasi muda termasuk anak-anak usia dini. Ancaman itu terus ada dan semakin lama semakin nyata. Peneliti tertarik untuk mengambil judul hubungan antara persepsi tentang Therapeutic Community dengan harapan untuk pulih dari Napza dikarenakan saat ini peneliti melihat fenomena yang terjadi pada residen di salah satu panti rehabilitasi, dimana sebagian dari mereka banyak yang sudah discharge program namun tidak lama kemudian kembali masuk rehabilitasi dikarenakan relapse. Sehingga peneliti ingin melihat bagaimana penghayatan residen terhadap kegiatan-kegiatan Therapeutic Community sehingga mampu menumbuhkan harapan mereka untuk bertahan dan pulih dari Napza, dan apakah para residen dapat menghayati kegiatan dalam program Therapeutic Community sebagai sesuatu yang positif atau negatif, kemudian bagaimana penghayatan residen tersebut terhadap kelompoknya (orang-orang yang memiliki permasalahan yang sama terhadap Napza)
Persepsi Therapeutic Community adalah suatu proses mengorganisir dan menginterpretasikan atau menafsirkan informasi dari sekelompok orang yang berkumpul untuk saling membantu dalam masalah yang dihadapinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan positif antara persepsi tentang therpeutic community dengan harapan untuk pulih dari Napza di unit pelaksana teknisi (upt) terapi dan rehabilitasi BNN Lido. Sampel yang merupakan residen dan staff adiksi berjumlah 197 orang diambil dengan menggunakan tekhnik purposive sampling dan diberikan angket untuk mengukur persepsi tentang therapeutic community dengan harapan untuk pulih dari Napza. Instrumen pengumpulan data menggunakan skala likert Analisis data pada penelitian ini menggunakan uji korelasi pada taraf signifikansi 0,05.
Hasil penelitian menyatakan bahwa ada hubungan positif yang signifikan
antara persepsi tentang therapeutic community dengan harapan untuk Pulih dari Napza kekuatan. Dimana jika persepsi tentang therapeutic community positif maka harapan untuk pulih dari Napza akan tinggi pula dan sebaliknya jika persepsi tentang therapeutic community negatif maka harapan untuk
pulih dari Napza akan rendah pula. Hasil penelitian tambahan menunjukkan bahwa persepsi tentang therapeutic community ter memberikan kontribusi sebesar 57,6% terhadap harapan untuk pulih dari Napza dimana Behavior management shaping merupakan persepsi tentang therapeutic community yang memberikan kontribusi sebesar 46,9% sekaligus merupakan persepsi tentang therapeutic community yang memiliki korelasi terbesar dengan harapan untuk pulih dari Napza dengan pearson product moment r sebesar 0,469.
Hal yang perlu diperhatikan dalam penelitian selanjutnya adalah meneliti
metode selain metode therapeutic community yang juga digunakan oleh panti rehabilitasi narkoba yang tersebar di seluruh Indonesia. Sehingga diharapkan mendapat perbandingan dari beberapa metode tersebut, metode manakah yang memberi kontribusi paling besar terhadap harapan untuk pulih dari Napza.
(G) Bahan bacaan: 21 Buku (1986-2009)
MOTTO:
Trust your hope not your fear
KUPERSEMBAHKAN SKRIPSI INI UNTUK:
1. KEDUA ORANG TUAKU TERCINTA
2. KEDUA KAKAKKU TERSAYANG
3. SAHABAT-SAHABATKU
4. ABANG-ABANGKU TERSAYANG
5. BANGO DENGAN CARE AND CONCERN-
NYA
KATA PENGANTAR
Rasa syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah
menunjukkan jalan bagi peneliti untuk belajar banyak melalui penelitian ini. Penelitian ini diajukan sebagai prasyarat kelulusan pendidikan sarjana pada Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Peneliti amat berharap siapapun yang membaca penelitian ini dapat memberikan masukan guna perbaikan dan penyempurnaan di masa yang akan datang.
Penelitian ini melibatkan banyak pihak, terutama dari responden yang telah bersedia membantu peneliti melakukan penelitian serta memberikan pelajaran tidak langsung kepada peneliti melalui penelitian ini. Terima kasih yang sebesar-besarnya peneliti ucapkan kepada:
1. Bapak Jahja Umar, Ph. D, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta jajarannya.
2. Ibu Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si. Dosen pembimbing satu, yang dengan kesabarannya selalu dapat memberikan solusi-solusi cerdas mengenai hal-hal yang saya bingungkan berkaitan dengan penelitian. Terima kasih telah meluangkan waktu di sela-sela kesibukan ibu untuk berdiskusi dan memberikan masukan yang sangat berarti.
3. Ibu Sitti Evangeline I. Suaidy, M.Si, Psi. Dosen pembimbing dua, yang mengajarkan banyak nilai-nilai baru dan hal-hal bermanfaat yang bermakna berkaitan dengan penelitian sehingga membuka cakrawala baru dalam ranah berpikir saya. Terima kasih telah meluangkan waktu di sela-sela jadwal ibu yang sangat padat untuk berdiskusi dan memberikan masukan yang sangat berarti serta mengantarkan peneliti untuk melakukan penelitian.
4. Ubi Fadhilah Suralaga, M. Psi. Psi., Pembimbing akademik. 5. Umi dan abahku tercinta terimakasih untuk segalanya yang sudah kalian
berikan selama ini, untuk kedua kakakku teteh dan aka terimaksih untuk do’a dan support yang kalian berikan, untuk aka terimakasih telah memperkenalkan teri “harapan”.
6. Bapak M. Fierza Mucharom Nasution, M.Si, Psi, CHt. Psikolog beserta staff psikologi di BNN Lido, serta Mas Ito yang telah membantu saya dalam hal administrasi surat penelitian. Tanpa izin dan bantuan dari Anda semua saya tidak mungkin bisa melakukan penelitian di BNN Lido.
7. Para responden saya, para residen di primary stage dan re-entry stage serta staff adiksi BNN Lido . Anda semua telah menunjukkan bagaimana kerasnya usaha untuk memperoleh hal-hal yang sebelumnya dipandang remeh oleh orang lain. Terimakasih untuk waktu dan kerja keras kalian dalam mengisi angket yang begitu banyak yang diberikan oleh peneliti
8. Tidak lupa kepada Aa Dodi program directure, Bro Chico re-entry program manager dan Bro Doly mayor re-entry stage yang telah memberikan saya izin dan waktu untuk melakukan penelitian di re-entry stage. Kemudian kepada Bro Aldi primary program manager. Tanpa izin
dan bantuan dari Anda semua saya tidak mungkin bisa melakukan penelitian secara efektif pada tiap stage.
9. Bang Ardi, Bang Roesly, Bang Nino, Bang Ijang, Bang edo, Bang Iyan, Bro Erwin, yang sudah memberikan support dalam segala hal (kehidupan, persahabatan, relationship, serta masukan-masukan) terkhusus untuk Bang Doni yang telah membantu langsung dalam penyebaran kuesioner dan Bang Nata terimakasih untuk waktu, saran, masukan, support dan pelajaran hidup yang amat berharga yang selama ini telah diberikan kepada penulis. Skripsi ini kupersembahkan untuk semua abang-abangku tercinta dan semua residen di BNN.
10. Bango, kamulah salah satu orang yang membuat penulis memiliki motivasi sangat besar untuk menyelesaikan skripsi ini, terima kasih untuk care and concern yang selama ini diberikan, saran, masukan dan kritik yang membuat penulis akhirnya membuka mata lebih mengetahui arti kehidupan.
11. Manun, nandut dan angel makasih untuk support yang amat besar yang kalian berikan pada penulis, selalu ada disaat up and down, terima kasih untuk masukan-masukannya tanpa kalian skripsi ini tidak akan selesai.
12. Sahabat-sahabat saya di Fakultas Psikologi (angkatan 2006) pada umumnya dan kelas C khususnya yang telah menjadi teman dalam berjuang, belajar, bersenda gurau, berkonsultasi baik dalam senang atau pun susah. Terimakasih untuk teteh ega, cinta, mba’mut, mpo’alin, ece tha, cho-cho, tiko, sila, adel terima kasih slama ini telah memberikan support dan mengajarkan arti persahabatan. Penelitian ini tidak akan berarti tanpa kehadiran dan kontribusi dari semua
yang telah disebutkan sebelumnya. Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat dan inspirasi bagi banyak orang. Amin.
Jakarta, 30 November 2010
Peneliti
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan ............................................................................................ ii
Pernyataan........................................................................................................... iv
Abstrak ................................................................................................................ v
Motto................................................................................................................... vii
Kata Pengantar .................................................................................................... viii
Daftar Isi ............................................................................................................. x
Daftar Tabel ........................................................................................................ xiv
Bab 1 Pendahuluan ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah.......................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah................................................................ 10
1.3 Perumusan Masalah dan Pembatasan Masalah....................... 10
1.3.1 Perumusan Masalah ....................................................... 10
1.3.2 Pembatasan Masalah ...................................................... 10
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................... 12
1.4.1 Tujuan Penelitian ........................................................... 12
1.4.2 Manfaat Penelitian ......................................................... 12
Bab 2 Kajian Pustaka ............................................................................... 14
2.1 Harapan ...................................................................................... 14
2.1.1 Definisi Harapan ............................................................ 14
2.1.2 Komponen Dalam Harapan............................................ 17
2.1.3 Variasi Harapan Berdasarkan Kombinasi willpower
dan waypower ................................................................ 22
2.1.4 Karakteristik Individu Dengan Tingkat Harapan
Tinggi...................... ....................................................... 24
2.1.5 Faktor Yang Mempengaruhi Harapan............................ 28
2.2 Pulih Dari Napza ............................................................ 29
2.2.1 Pengertian Pulih Dari Napza................................. 29
2.3 Harapan Untuk Pulih Dari Napza .................................. 29
2.4 Persepsi ...................................................................................... 30
2.4.1 Pengertian Persepsi ........................................................... 30
2.4.2 Proses Persepsi. ................................................................. 31
2.4.3 Komponen Persepsi........................................................... 32
2.4.4 Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi............................... 33
2.5 Therapeutic Community ............................................................ 34
2.5.1 Filosofi Therapeutic Community ...................................... 34
2.5.1.1 Filosofi Therapeutic Community Yang Tertulis ... 34
2.5.1.2 Filosofi Therapeutic Community Yang
Tidak Tertulis ........................................................ 36
2.5.2 Pengertin Therapeutic Community ................................... 37
2.5.3 Konsep Therapeutic Community....................................... 38
2.5.4 Komponen Therapeutic Community ................................. 38
2.5.4.1 Kategori Empat Struktur Program ........................ 38
2.5.4.2 Kategori Lima Pilar (tonggak dalam program)..... 39
2.5.5 Cardinal Rules................................................................... 40
2.5.6 Tahapan Program .............................................................. 40
2.5.6.1 Proses penerimaan (Intake Process) .................... 40
2.5.6.2 Tahap Awal (Primary Stage) ................................ 41
2.5.6.3 Encounter Group................................................... 43
2.5.6.4 Static Group .......................................................... 43
2.5.6.5 PAGE (Peer Accountability Group Evaluation .... 44
2.5.6.6 Haircut................................................................... 44
2.5.6.7 Wrap Up................................................................ 45
2.5.6.8 Learning Experience ............................................. 45
2.5.7 Tahapan Lanjutan (Re-Entry Stages ................................. 45
2.5.8 Aftercare program............................................................. 48
2.6 NAPZA ...................................................................................... 49
2.6.1 Pengertian NAPZA. .......................................................... 49
2.6.2 Jenis-Jenis NAPZA ........................................................... 50
2.6.3 Faktor Penyalahgunaan NAPZA....................................... 54
2.6.4 Dampak Penyalahgunaan NAPZA.................................... 57
2.7 Kerangka Berpikir...................................................................... 62
2.8 Hipotesis..................................................................................... 65
BAB 3 Metodologi Penelitian .................................................................... 66
3.1 Pendekatan Penelitian ................................................................ 66
3.1.1 Pendekatan dan Metode Penelitian ................................... 66
3.2 Populasi dan Sampel .................................................................. 67
3.2.1 Populasi ............................................................................. 67
3.2.2 Sampel............................................................................... 67
3.2.3 Teknik Pengambilan Sampel............................................. 68
3.3 Variabel Penelitian ..................................................................... 68
3.3.1 Definisi Konseptual........................................................... 69
3.3.2 Definisi Operasional.......................................................... 70
3.4 Pengumpulan Data ..................................................................... 70
3.4.1 Teknik Pengumpulan Data................................................ 70
3.4.2 Instrumen Pengumpulan Data ........................................... 71
3.5 Hasil Uji Instrumen Penelitian ................................................... 72
3.5.1 Uji Validitas ...................................................................... 73
3.5.2 Uji Reliabilitas .................................................................. 74
3.6 Prosedur Penelitian .................................................................... 75
3.7 Teknik Analisa Data................................................................... 76
Bab 4 Presentasi Dan Analisa Data......................................................... 78
4.1 Gambaran Umum Responden .................................................... 78
4.1.1 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia.............. 77
4.1.2 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Latar Belakang
Pendidikan......................................................................... 79
4.1.3 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Status
Pernikahan......................................................................... 80
4.1.4 Gambaran Umum Respenden Berdasarkan Tahapan
Rehabilitasi........................................................................ 81
4.2 Deskripsi Umum Hasil Penelitian.............................................. 82
4.3 Kategorisasi Berdasarkan Penyebaran Skor Responden............ 81
4.3.1 Kategorisasi Skor Persepsi tentang therapeutic
community ........................................................................ 81
4.3.2 Kategorisasi Skor Harapan untuk pulih dari Napza.......... 82
4.4 Hasil Uji Hipotesis ..................................................................... 83
4.5 Hasil Penelitian Tambahan ........................................................ 84
4.5.1 Uji Regresi ........................................................................ 90
Bab 5 Kesimpulan, Diskusi Dan Saran .................................................. 92
5.1 Kesimpulan ................................................................................ 92
5.2 Diskusi ....................................................................................... 92
5.3 Saran........................................................................................... 97
5.3.1 Saran Teoritis .................................................................... 97
5.3.2 Saran Praktis ..................................................................... 98
Daftar Pustaka..................................................................................................... 99
Lampiran
Daftar Tabel
Gambar 2.1 Visualisasi willpower ....................................................................... 18
Gambar 2.2 Visualisasi waypower....................................................................... 19
Gambar 2.3 Visualisasi waypower terkait dengan halangan / rintangan ............. 21
Table 2.4 Kombinasi willpower dan waypower ............................................... 22
Tabel 3.1 Tabel Penilaian Skala Likert ............................................................ 71
Tabel 3.2 Blue Print Skala Persepsi tentang Therapeutic Community ............ 72
Tabel 3.3 Blue Print Skala Harapan untuk pulih dari Napza ........................... 72
Tabel 3.4 Hasil Try Out Terpakai Skala Persepsi Therapeutic Community.... 73
Tabel 3.5 Hasil Try Out Harapan untuk pulih dari Napza ............................... 74
Table 3.6 Norma Reliabilitas Guilford ............................................................. 74
Tabel 4.1 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia..................... ........78
Tabel 4.2 Responden Berdasarkan Pendidikan ............................................... 79
Tabel 4.3 Responden Berdasarkan Status Pernikahan ..................................... 80
Tabel 4.4 Respongen Berdasarkan Tahapan Rehabilitasi ................................ 80
Tabel 4.5 Deskripsi Umum Skor Perhitungan Statistik Skala Persepsi
Therapeutic Community dan Harapan untuk Pulih .......................... 81
Tabel 4.6 Penyebaran Skor Skala persepsi tentang Therapeutic
Community ....................................................................................... 82
Tabel 4.7 Penyebaran Skor Skala Harapan untuk pulih dari Napza ................ 83
Tabel 4.8 Correlations Uji Hipotesis................................................................ 84
Tabel 4.9 Correlations ...................................................................................... 85
Tabel 4.10 Skor Hasil Penyebaran Dalam Empat Kegiatan Primary ................ 85
Tabel 4.11 Model Summary Uji Regresi ........................................................... 90
Tabel 4.12 Tabel Kontribusi Klasifikasi Persepsi Tentang Therapeutic
community ........................................................................................ 91
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada zaman sekarang, mobilitas kehidupan yang tinggi telah membuat narkoba
menjadi bagian dari yang tadinya merupakan perangkat medis, kini narkoba mulai
tenar sebagai alat pemuas dunia dan membuat hidup jadi lebih “ringan”. Seperti
yang kita ketahui, segala sesuatu yang digunakan secara berlebihan dapat
berdampak buruk bagi diri kita, apalagi penggunaan narkoba diluar jalur medis
dan ditambah melebihi dosis yang berlebihan maka akan berdampak sangat buruk
bagi tubuh kita, dan dampak yang paling buruk yaitu dapat mengakibatkan
kematian.
Lebih lanjut lagi, masuknya narkoba ke dalam tubuh akan mempengaruhi
fungsi vital organ tubuh, yaitu jantung, peredaran darah, pernafasan, dan terutama
pada kerja otak (susunan saraf pusat). Hal ini menyebabkan kerja otak berubah
(bisa meningkat atau menurun. Narkoba berpengaruh pada bagian otak yang
bertanggung jawab atas kehidupan perasaan, yang disebut dengan sistem limbus.
Pusat kenikmatan pada otak (Hipotalamus) adalah bagian dari sistem limbus.
Narkoba menghasilkan perasaan tinggi dengan mengubah susunan bio kimia
molekul pada sel otak yang disebut neurotransmitter (BNN, Buku Advokasi
Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Bagi Petugas Lapas Dan Rutan).
Sudah banyak tulisan dalam berbagai bentuk mengenai Napza. Semua
tulisan tersebut dimaksudkan untuk terus menerus mengingatkan dan
1
2
menyadarkan masyarakat mengenai ancaman luar biasa dari Napza terhadap
kelestarian hidup kita, khususnya generasi muda termasuk anak-anak usia dini.
Ancaman itu terus ada dan semakin lama semakin nyata . Menurut penelitian yang
telah dilakukan oleh BKKBN, dari 3924 orang yang saat ini hidup dengan
HIV/AIDS di Indonesia yaitu sebanyak 816 orang (hampir 21%) berada dalam
kelompok usia 15 – 29 tahun, dan sebanyak 846 orang (lebih dari 21%) tertular
melalui penggunaan Napza dengan jarum suntik bersama (Injecting Drug Use)
dan sebanyak 2011 orang (51%) melalui hubungan seks. Penggunaan napza juga
menjadi penyebab dari berbagai risiko lain : risiko fisik (penyakit Hepatitis B dan
C, IMS, kematian akibat over dosis, dll), risiko psikologis (paranoid, depresi,
agresif, dll), maupun risiko sosial (kekerasan, kriminalitas, dll) dalam masyarakat
kita (BKKBN, 2003).
Penelitian Hawari (1997) membuktikan bahwa penyalahgunaan Napza
menimbulkan dampak antara lain; merusak hubungan kekeluargaan, menurunkan
kemampuan belajar, ketidakmampuan membedakan mana yang baik dan buruk,
perubahan perilaku menjadi anti sosial, merosotnya produktifitas kerja, gangguan
kesehatan, mempertinggi kecelakaan lalu lintas, kriminalitas dan tindak
kekerasana lainnya baik kuantitatif maupun kualitatif.
Menurut data dari BNN (2008), dari total populasi penduduk di Indonesia
pada tahun 2007 yang berjumlah 222.718 jiwa, yang tidak menggunakan narkoba
204,2 juta (91,7%), yang pernah menyalahgunakan narkoba dalam hidupnya 18,5
juta (8,3%), yang menjadi penyalahguna narkoba dalam setahun terakhir 118,8
juta (5,3%), pecandu yang IDU (Injecting Drugs user) 252 ribu (0,11%), pecandu
3
1,69 juta (0,76%), dan yang menjadi penyalahguna teratur pakai dan pecandu 3,6
juta (1,6%). Sedangkan menurut riset yang dilakukan oleh YCAB, pada tahun
2003 prevalensi kecendrungan mencoba-coba narkoba 3,54%, yang kemudian
naik menjadi 5,30% pada tahun 2006, dan turun menjadi 1,66% sama halnya
seperti riset yang telah dilakukan oleh BNN menunjukan kecendrungan yang
sama terjadi di Indonesia pada tahun 2003, prevalansi mencoba-coba setahun
terakhir 3,90% naik menjadi 5,3% pada tahun 2006, dan turun menjadi 4,70%
pada 2009 (Media Indonesia 2010).
Badan Narkotika Nasional (BNN) mendata sebanyak 3,2 juta orang atau
sekitar 1,5 persen dari jumlah penduduk Indonesia menjadi penyalahguna
narkotik, psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA). Dari hasil penelitian yang
dilakukan oleh BNN dan Universitas Indonesia tahun 2006, sebanyak 800 ribu
orang menggunakan jarum suntik. Dari pengguna jarum suntik itu, 60 persennya
terjangkit HIV/AIDS. Selain itu, sekitar 15 ribu orang Indonesia meninggal setiap
tahunnya karena pengaruh Napza (http:nasional.kompas.com).
Selanjutnya Penelitian yang dilakukan oleh BNN bekerja sama dengan
Puslitkes UI pada tahun 2008 memperoleh hasil bahwa jumlah penyalahguna
Narkoba di Indonesia diperkirakan sebanyak 3,1 juta sampai 3,6 juta orang atau
sekitar 1,99% dari total seluruh penduduk Indonesia yang beresiko terkena
Narkoba di tahun 2008 (usia 10-59 tahun) atau dengan nilai tengah sebanyak
3.362.527 orang. Dari sejumlah penyalahguna tersebut, terdistribusi atas 26%
coba pakai, 27% teratur pakai, 40% pecandu bukan suntik dan 7% pecandu suntik
(BNN & Puslitkes UI, 2008).
4
Masalah penanggulangan napza pada umumnya, dan panti rehabilitasi
pada khususnya bukanlah sesuatu yang baru. Sudah cukup lama diusahakan
dibanyak negara. Pemakai/pecandu narkoba biasanya terganggu atau menderita
secara fisik, mental, spiritual dan sosial. Karena itu rehabilitasi bukan sekedar
memulihkan kesehatan pemakai seperti semula, melainkan memulihkan serta
menyehatkan seseorang secara utuh dan menyeluruh. Namun hal ini tidak
menjamin kesembuhan mereka dari ketergantungan narkoba, kenyataan ini dapat
dilihat pada penelitian yang diadakan oleh YCAB, dimana hasil yang diperoleh
ialah angka relapse yang mencapai 90% yang dinyatakan telah pulih, kemudian
kambuh kembali, berarti kira-kira hanya 10% yang berhasil mempertahankan
kesembuhannya (abstinence) (Media Indonesia 2010). Hal ini diperkuat dari hasil
wawancara yang dilakukan peneliti kepada beberapa residen, dimana mayoritas
dari mereka telah mengkonsumsi narkoba selama lebih dari 10 tahun dan mereka
sudah sering keluar masuk panti rehabilitasi, namun setelah keluar dari rehabilitasi
mereka kembali masuk dikarnakan relapse.
Program rehabilitasi dimaksudkan sebagai upaya yang terkoordinasi dan
terpadu, terdiri dari upaya-upaya medik, bimbingan mental, psikososial,
keagamaan, pendidikan dan latihan vokasional untuk meningkatkan kemampuan
penyesuaian diri, kemandirian dan menolong diri sendiri serta mencapai
kemampuan fungsional, sesuai dengan potensi yang dimiliki, baik fisik, mental,
sosial dan ekonomi. Pada akhirnya mereka diharapkan dapat mengatasi masalah
penyalahgunaan narkoba dan kembali berinteraksi dengan masyarakat secara
wajar (BNN, 2004).
5
BNN (Badan Narkotika Nasional) merupakan sebuah lembaga yang
menangani penyalahgunaan narkotika dan memiliki tahapan rehabilitasi yang
dimulai dari fase detoksifikasi, yaitu ditujukan untuk membantu residen
menghilangkan racun-racun dalam tubuhnya akibat dari pemakaian zat adiktif.
Umumnya pada fase ini, residen menetap selama ± 2 minggu dalam ruangan
khusus dan terisolasi. Selanjutnya adalah fase Entry Unit yang merupakan tahap
lanjutan dari fase detoksifikasi, dimana pada fase ini merupakan fase “istirahat”
bagi residen untuk mempersiapkan fisik dan mentalnya guna mengikuti program
selanjutnya. Pada umumnya fase Entry Unit berlangsung selama ± dua minggu,
tergantung kemajuan residen dalam proses rehabilitasi. Selanjutnya adalah
Primary Program yaitu tahap awal (Primary Stage) program rehabilitasi melalui
pendekatan Therapeutic Community (TC) dimana dilakukan stabilitasi fisik,
emosi dan menumbuhkan motivasi residen untuk melanjutkan tahap terapi
selanjutnya, dan yang terakhir adalah Re-entry Stage yaitu tahapan program
rehabilitasi melalui pendekatan Therapeutic Community setelah residen mengikuti
tahapan program primer, dimana dilakukan upaya pemantapan kondisi psikologis
dalam dirinya, mendayagunakan nalarnya dan mampu mengembangkan
keterampilan sosial dalam kehidupan bermasyarakat.
Adapun indikator keberhasilan Therapeutic Community di BNN meliputi
dua aspek, yaitu indikator keberhasilan program dan indikator keberhasilan
residen. Indikator yang dapat digunakan untuk menilai program rehabilitasi ini
berhasil atau gagal, yakni: angka drop-out pada setiap tahapan; angka residen
yang kabur; angka kekambuhan; adanya peningkatan status kehidupan residen
6
yang lebih baik selama dan setelah mengikuti program yang dinilai dari
pelasanaan pekerjaan, sekolah, dan perilaku sehari-hari baik di lingkungan
keluarga maupun di lingkungan sosial lainnya. Indikator keberhasilan yang dapat
digunakan untuk menilai keberhasilan residen di BNN, yakni Pertama, residen
dalam keadaan bebas zat (abstinence). Kedua, residen dapat menjalankan
kehidupan sosialnya sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat
(BNN R.I. & Departemen Sosial R.I. 2004).
Metode treatment yang diberikan di BNN adalah metode Therepeutic
Community (TC), yaitu suatu metode rehabilitasi sosial yang merupakan sebuah
“keluarga” dan terdiri atas orang-orang yang mempunyai masalah yang sama serta
memiliki tujuan yang sama, yaitu menolong diri sendiri dan sesama yang
dipimpin oleh seseorang dari mereka sehingga terjadi perubahan tingkah laku dari
yang negatif kearah tingkah laku yang positif (Winanti, Lapas Klas IIA Narkotika
Jakarta).
Teori yang mendasari metode Therapeutic Community adalah pendekatan
behavioral dimana berlaku sistem reward (penghargaan/penguatan) dan
punishment (hukuman) dalam mengubah suatu peilaku. Selain itu digunakan juga
pendekatan kelompok, dimana sebuah kelompok dijadikan suatu media untuk
mengubah suatu prilaku (Winanti, Lapas Klas IIA Narkotika Jakarta).
Therapeutic Community adalah sekelompok orang yang mempunyai
masalah sama, mereka berkumpul untuk saling membantu dalam mengatasi
masalah yang dihadapinya. Dengan kata lain, man helping man to helping himself,
yaitu seseorang menolong orang lain untuk menolong dirinya (BNN, 2009).
7
Dalam program Therapeutic Community kesembuhan diciptakan lewat perubahan
persepsi/pandangan alam (the renewal of wordview) dan penemuan diri (self
discovery) yang mendorong pertumbuhan dan perubahan (growth and change)
(Winanti, Lapas Klas IIA Narkotika Jakarta).
Kegiatan dalam Therapeutic Community bertujuan untuk membantu
masalah yang dihadapi oleh sekelompok orang yang memiliki permasalahan yang
sama yaitu masalah yang berkaitan dengan Napza dan hal-hal yang menyebabkan
individu kembali menggunakan Napza, mereka berkumpul untuk saling
membantu dalam proses pemulihan.
Program Therapeutic Community berlandaskan pada filosofi dan slogan-
slogan tertentu, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis (unwritten
philosophy). Filosofi Therapeutic Community yang tertulis merupakan suatu hal
yang harus dihayati, dianggap sakral, tidak boleh diubah dan harus dibaca setiap
hari. Sementara filosofi tidak tertulis (unwritten philosophy) adalah merupakan
nilai-nilai yang harus diterapkan dalam proses pemulihan yang maknanya
mengandung nilai-nilai kehidupan yang yang universal, artinya filosofi ini tidak
mengacu kepada kultur, agama dan golongan tertentu (BNN Bekerjasama Dengan
Departemen Sosial R.I, 2004).
Prinsip yang mendasari dilaksanakannya konsep Thehrapeutic Community
adalah bahwa setiap orang itu pada prinsipnya dapat berubah, yaitu dari perilaku
negatif ke arah prilaku yang positif. Dalam proses perubahan seperti ini, seseorang
sangat memerlukan bantuan dari pihak lain termasuk kelompok. Oleh karena itu
8
dalam proses pengubahan perilaku tersebut, Therapeutic Community dianggap
sebagai keluarga besar (BNN Bekerjasama Dengan Departemen Sosial R.I, 2004).
Konsep Therapeutic Community pada umumnya menerapkan pendekatan
self-help, artinya residen dibiasakan mengerjakan tugas-tugas yang berkaitan
dengan pengelola kebutuhan sehari-hari, misalnya memasak, mencuci,
membersihkan fasilitas Therapeutic Community, memperbaiki gedung dan
sebagainya, disamping kegiatan yang bersifat pemberian keterampilan. Dalam hal
ini setiap kegiatan residen mempunyai tanggung jawab mengubah tingkah laku,
baik bagi diri sendiri, maupun orang lain (BNN Bekerjasama Dengan Departemen
Sosial R.I, 2004).
Kegiatan-kegiatan yang ada dalam Therapeutic Community antara lain
ialah Morning Meeting, kegiatan yang dilaksanakan setiap pagi untuk mengawali
kegiatan-kegiatan selanjutnya dan diikuti oleh semua residen, selanjutnya ialah
Encounter Group, group ini dirancang khusus untuk mengekspresikan atau
menyatakan perasaan kesal, kecewa, marah, sedih dan lain-lain. Group ini adalah
bagian untuk memodifikasi prilaku agar menjadi lebih disiplin. Kegiatan Static
Group, ialah bentuk kelompok lain yang digunakan dalam upaya pengubahan
perilaku dalam Therapeutic Community, kelompok ini membicarakan berbagai
macam permasalahan kehidupan keseharian dan kehidupan yang lalu. Kegiatan
PAGE (Peer Accountability Group Evaluation) adalah suatu kelompok yang
mengajarkan residen untuk dapat memberikan satu penilaian positif dan negatif
dalam kehidupan sehari-hari terhadap sesama residen. Selanjutnya kegiatan
Haircut adalah salah satu bentuk dan sanksi yang diberikan kepada residen yang
9
melakukan pelanggaran secara berulang-ulang dan telah diberikan sanksi berupa
teguran lisan secara langsung saat terjadi pelanggaran dan peringatan serta nasihat
pada forum morning meeting. Kegiatan Wrap up adalah kegiatan yang membahas
kegiatan yang telah selama 1 hari, selanjutnya ialah kegiatan Learning
Experiences adalah bentuk sanksi yang diberikan kepada residen setelah
menjalani haircut, family haircut dan general meeting. Kegiatan seminar yaitu
kegiatan berupa pemberian materi yang berkaitan dengan Therapeutic
Community, narkoba, maupun pengetahuan lain yang relevan. Function
merupakan kegiatan yang dilakukan dalam rangka untuk meningkatkan rasa
tanggung jawab dan kepedulian terhadap kebersihan lingkungan sekitar, dan
masih banyak kegiatan yang lainnya (BNN Bekerjasama Dengan Departemen
Sosial R.I, 2004).
Peneliti tertarik untuk mengambil judul hubungan antara persepsi tentang
Therapeutic Community dengan harapan untuk pulih dari Napza dikarenakan saat
ini peneliti melihat fenomena yang terjadi pada residen di salah satu panti
rehabilitasi, dimana sebagian dari mereka banyak yang sudah discharge program
namun tidak lama kemudian kembali masuk rehabilitasi dikarenakan relapse.
Sehingga peneliti ingin melihat bagaimana persepsi residen terhadap kegiatan-
kegiatan Therapeutic Community sehingga mampu menumbuhkan harapan
mereka untuk bertahan dan pulih dari Napza, dan apakah para residen
menpersepsikan kegiatan dalam program Therapeutic Community sebagai sesuatu
yang positif atau negatif, kemudian bagaimana persepsi residen tersebut terhadap
kelompoknya (orang-orang yang memiliki permasalahan yang sama terhadap
10
Napza), selain itu dari survei yang telah dilakukan peneliti pada waktu
mengadakan seminar “harapan” di salah satu panti rehabilitasi, terlihat bahwa
sebanyak 24 residen menyatakan bahwa mereka memiliki harapan untuk stay
clean dan sober dan mendapatkan kepercayaan orang tua dan keluarga kembali
setelah mereka menjalani proses rehabilitasi. Karena itulah mengapa peneliti
menjadi tertarik untuk mengambil judul tersebut.
1.2 Identifikasi Masalah
Apakah ada hubungan positif yang signifikan antara Persepsi tentang Therapeutuc
Community dengan Hope untuk pulih dari Napza?
1.3 Perumusan Masalah dan Pembatasan Masalah
1.3.1 Perumusan Masalah
Adapun masalah yang ingin dikaji lebih jauh dalam penelitian ini dirumuskan
sebagai berikut:
“Apakah ada hubungan positif yang signifikan antara persepsi tentang
Therapeutuc Community dengan harapan untuk pulih dari Napza?
1.3.2 Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini lebih terarah dan tidak meluas, maka diperlukan pembatasan
masalah dari masalah-masalah yang hendak diteliti. Adapun batasan masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Harapan adalah yaitu kemampuan untuk merencanakan suatu cara atau jalur
menuju tujuan yang diharapkan meskipun menjumpai halangan/rintangan/
11
hambatan (pathways/waypower) dan motivasi untuk menggunakan cara atau
jalur tersebut (agency/willpower).
2. Pulih dari Napza adalah keadaan dimana seorang pecandu sama sekali tidak
menggunakan zat adiktif dan dapat menjalankan kehidupan sosialnya sesuai
dengan norma-norma yang berlaku dimasyarakat.
3. Harapan untuk pulih dari Napza adalah kemampuan untuk merencanakan
suatu cara atau jalur menuju tujuan yang diharapkana yaitu tidak
menggunakan zat-zat adiktif dan dapat menjalankan kehidupan sosial sesuai
dengan norma-norma yang berlaku diimasyarakat meskipun menjumpai
hambatan dan motivasi untuk menggunakan cara atau jalur tersebut.
4. Persepsi
Persepsi merupakan suatu proses dimana setiap individu mengorganisir dan
menginterpretasikan apa yang ditangkap inderanya untuk memberikan arti
pada lingkungannya.
5. Therapeutic Community (TC)
Therapeutic Community (TC) adalah sekelompok orang yang mempunyai
masalah yang sama, mereka berkumpul untuk saling bantu dalam mengatasi
masalah yang dihadapinya. Dengan kata lain, man helping man to help
himself, yaitu seseorang menolong orang lain untuk menolong dirinya sendiri.
6. Persepsi Tentang Therapeutic Community
Persepsi tentang Therapeutic Community adalah suatu proses mengorganisir
dan menginterpretasikan atau menafsirkan informasi dari sekelompok orang
yang berkumpul untuk saling membantu dalam masalah yang dihadapinya
untuk memberikan arti pada lingkungannya.
12
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1 Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini, tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mendapatkan
gambaran mengenai hubungan persepsi tentang Therapeutuc Community dengan
harapan untuk pulih dari Napza.
1.4.2 Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis
maupun praktis, yaitu:
1. Manfaat teoritis untuk penelitian ini:
Diharapkan memberikan sumbangan teoritis bagi perkembangan ilmu
pengetahuan pada umumnya dan psikologi klinis pada khususnya, berupa data
empiris tentang hubungan persepsi tentang Therapeutic Community dengan
harapan untuk pulih dari Napza.
2. Manfaat Praktis untuk penelitian ini:
a. Bagi residen
Bagi residen diharapkan dapat membuka dan menambah wawasan mengenai
persepsi tentang therapeutic community dengan harapan untuk pulih dari
Napza guna membantu mereka dalam proses pemulihan agar mereka dapat
bertahan untuk tidak kembali menggunakan Napza.
13
b. Bagi lembaga terkait
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif serta
dapat meningkatkan kualitas pelayanan berkaitan dengan penanganan
pemulihan bagi para residen.
c. Bagi Konselor
Diharapkan penelitian dapat memberi tambahan informasi tentang persepsi
Therapeutic Community dengan harapan untuk pulih dari napza, sehingga
konselor dapat mengarahkan anak didiknya.
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini akan diuraikan tentang deskripsi teoritis tentang harapan,
persepsi, Therapeutic Community, Napza, kerangka berpikir, serta hipotesis
penelitian.
2.1 Harapan
2.1.1 Definisi Harapan
Konsep harapan sudah dibahas selama bertahun-tahun dalam kepustakaan
filsafat, teologi, psikologi dan sosiologi termasuk dalam penerapannya di setting
klinis (Farran, Herth & Popovitch, 1995). Terdapat berbagai definisi tentang
harapan. Menurut Petterson & Selligman (2004) harapan selalu mengacu pada
suatu ekspektansi positif. (Religd, dalam Rice, 2000) Harapan memungkinkan
seseorang untuk mengatasi situasi yang penuh tekanan (stressful) dengan
mengharapkan hasil yang positif. Karena hasil positif yang diharapkan maka
seseorang termotivasi untuk bertindak dalam menghadapi ketidakpastian.
Dalam psikologi, harapan didefinisikan pertama kali oleh Lynch (Raleigh,
dalam Rice, 2000). Lynch mendefinisikan harapan sebagai pengetahuan mendasar
bahwa situasi sulit dapat diatasi sehingga tujuan dapat dicapai.
“the fundamental knowledge that a difficult situation can be worked out and
that goals can be reached” (Religh, dalam Rice, 2000).
Kemudian Stotland (Raleigh, dalam Rice, 2000) membuat revolusi dalam
pemahaman tentang konsep harapan dalam psikologi dengan mengembangkan
14
15
suatu kerangka konseptual tentang harapan dan mengoperasionalkan konsep
harapan. Kerangka konseptual yang dikembangkan Stotland menjadi perintis
dikembangkannya berbagai instrumen untuk mengukur harapan dan dilakukannya
berbagai penelitian ilmiah tentang harapan. Sebelumnya, harapan dalam psikologi
merupakan suatu konsep yang samar sehingga tidak memungkinkan untuk
dilakukan pengukuran dan studi sistematik. Menurut Stotland (Raleigh, dalam
Rice, 2000), harapan adalah suatu ekspektansi terhadap pencapaian tujuan di masa
depan yang ditentukan oleh pentingnya tujuan tersebut bagi seseorang dan
motivasi dalam bertindak untuk meraih tujuan.
Pemahaman terhadap konsep harapan berkembang. Farran, Herth, &
Popovitch (1995) melakukan meta-analisis terhadap beberapa definisi yang ada
dan mengemukakan bahwa harapan merupakan suatu pengalaman esensial dalam
kehidupan manusia. Harapan berfungsi sebagai cara merasakan, cara berpikir,
cara bertindak dan cara berhubungan dengan dirinya maupun dengan dunianya.
Dalam harapan terdapat kemampuan untuk mengembangkan ekspektansi yang
cair. Harapan dapat tetap ada ketika suatu objek atau hasil yang didambakan
belum terwujud.
“Hope constitutes an essential experience of the human condition. It
functions as a way of feeling, a way of thinking, a wayof behaving, and a way
relating to oneself and one’s world. Hope has the ability to be fluid in its
expectations, and in the event that the desired object or outcome does not occuur,
hope can still be present” (Farran, Herth, & popovitch, 1995: 6).
16
Sebagai suatu cara merasakan (afektif), harapan digambarkan sesuatu yang
melampaui emosi dan berfungsi sebagai suatu kekuatan pendorong. Harapan
menggerakkan seseorang untuk maju ketika merasakan sesuatu yang aneh yang
melawan dirinya. Sebagai suatu cara berpikir (kognitif), harapan diasosiasikan
dengan keberanian, keteguhan dalam menghadapi derita yang berat atau
mengalami begitu banyak masalah (a sense of fortitude). Dalam hal ini, harapan
digambarkan sebagai kemampuan menghadapi suatu kenyataan melampaui suatu
kenyataan melampaui yang tampak dan merupakan suatu asumsi kepastian bahwa
suatu kemungkinan kekhawatiran atau ketakutan tidak akan terjadi (Korner, dalam
Farran, Herth, & Popovitch, 1995). Harapan juga berfungsi sebagai suatu proses
kreatif dimana seseorang membayangkan cara-cara lain dalam menghadapi
terjadinya kemungkinan atau ketakutan (Lynch, dalam Farran, Herth, &
Popovitch, 1995).
Pemahaman lainnya tentang harapan dalam tinjauan psikologi
dikembangkan oleh Seligman. Harapan merupakan suatu sikap mental positif
secara kognitif, emosi dan motivasional terkait dengan masa depan (Petterson &
Seligman, 2004; Seligman, 2002). Hal ini meliputi berpikir tentang masa depan,
menantikan suatu kejadian dan hasil yang diharapkan terjadi, bertindak dengan
cara yang diyakini dapat berhasil dan merasa yakin dengan usaha yang tepat untuk
dilakukan serta menyebabkan seseorang merasa gembira saat ini untuk kemudian
fokus dalam melakukan tindakan yang mengarah pada pencapaian tujuan. Sikap
mental positif terkait dengan masa depan lainnya adalah faith, trust, confidence
dan optimisme. Pemahaman tentang harapan secara mutakhir dalam tinjauan
17
psikologi dikembangkan secara mendalam oleh seorang psikolog klinis, Snyder
(1994). Definisi konsep harapan yang dikembangkan Snyder adalah :
“the sum of the mental willpower dan waypower that you have for your goals”
(Snyder, 1994:5)
Menurut Snyder (1994), bagaimana seseorang berpikir dan
menginterpretasikan lingkungan eksternalnya merupakan kunci untuk memahami
harapan. Harapan memiliki 3 komponen utama, yaitu goal, waypower, dan
willpower. Dalam konsep ini, harapan tampak paling kuat ketika perbandingan
antara kemungkinan pencapaian tujuan dan kemungkinan kegagalan adalah 50 –
50. Pada saat tujuan dirasakan pasti dapat dicapai, konsep harapan tampak
menjadi kurang penting. Demikian pula ketika tujuan dirasakan pasti tidak dapat
dicapai. Gejala yang terjadi adalah ketidakberdayaan.
2.1.2 Komponen dalam Hope
Terdapat 3 komponen dalam definisi harapan yang dikembangkan Snyder
(1994), yaitu: tujuan (goals), willpower dan waypower. Berikut ini aka dijelaskan
ketiga komponen tersebut satu persatu.
1. Tujuan
Tujuan merupakan suatu objek, pengalaman, atau hasil yang dibayangan
dan didambakan oleh seseorang dalam benaknya. (Snyder, 1994). Konsep harapan
menjadi sesuatu yang relevan terkait dengan tujuan yang penting dan serius dalam
hidup seseorang. Snyder menjelaskan bahwa ketika peluang untuk mencapai
tujuan yang didambakan sama sekali tidak ada (0%) atau peluangnya sangat pasti
dapat dicapai (100%) maka konsep harapan tidak relevan. Penyebabnya adalah
18
hasilnya sudah dapat dipastikan atau ditentukan sebelumnya. Oleh karena itu,
konsep harapan relevan pada tujuan yang terletak diantara sesuatu yang pasti akan
tercapai dan sesuatu yang pasti tidak akan pernah tercapai.
2. Willpower / Agency Thought
Willpower merupakan kekuatan pendorong dalam berpikir penuh harap
(hopeful thinking). Willpower adalah “the sense of mental energy that over time
helps to propel person toward goal”(Snyder, 1994).
Berikut ini merupakan visualisasi dari konsep willpower menurut snyder:
A B
Gambar 2.1 Visualisasi willpower
Dalam visualisasi diatas, willpower (tanda panah) menggerakan seseorang
dari poin A yang menggambarkan keadaan saat ini menuju kepencapaian tujuan
yang digambarkan dengan poin B. Willpower berisikan keteguhan hati dan
komitmen yang dapat digunakan untuk membantu menggerakan seseorang untuk
maju kea rah pencapaian tujuan yang ditetapkan dalam suatu momen tertentu.
Willpower memunculkan persepsi seseorang untuk dapat melakukan dan
mempertahankan suatu tindakan menuju pencapaian tujuan yang diinginkan
terutama tujuan yang penting dala kehidupan. Willpower dapat lebih mudah
dibangkitkan ketika seseorang dapat memahami dan merepresentasikan tujuan
yang jelas dalam benaknya. Tujuan yang samar tidak mencetuskan dorongan
secara mental untuk maju. Oleh karena itu, ketika seseorang dapat mengklarifikasi
19
tujuannya maka ia cenderung dapat mengisi dirinya dengan pemikiran yang aktif
dan memberdayakan diri menuju pencapaian tujuan. Willpower juga
memunculkan keyakinan dalam diri seseorang bahwa ia mampu melakukan suatu
tindakan menuju pencapaian tujuan (Snyder, 1994).
Kemampuan seseorang untuk menciptakan willpower didasarkan pada
pengalaman sebelumnya tentang keberhasilan yang mengaktifasikan benak dan
tubuh kita untuk mengejar tujuan (Snyder, 1994). Penting untuk digarisbawahi
bahwa willpower tidak diperoleh ketika seseorang menjalani kehidupannya
dengan mudah dimana tujuan dapat dicapai tanpa adanya rintangan. Seseorang
yang memiliki willpower adalah seseorang yang telah mampu mengatasi
kesulitan-kesulitan sebelumnya dalam hidup.
3. Waypower / Pathways Thought
Waypower merefleksikan rencana atau peta jalur secara mental yang
menuntun pemikiran yang penuh harapan (hopeful thinking). Waypower adalah
kapasitas mental yang dapat digunakan untuk menemukan satu atau lebih cara
yang efektif untuk mencapai tujuan (Snyder, 1994).
“a mental capacity we can call on to find one more effective ways to reach our
goal” (Snyder, 1994).
Berikut ini merupakan visualisasi dari konsep waypower menurut Snyder:
A B
Gambar 2.2 Visualisasi waypower
20
Dalam visualisasi diatas, waypower menunjukan suatu rute (tanda panah)
yang harus dijalani dan dilalui seseorang (dari poin A) menuju tujuan (poin B).
Esensi dari berpikir waypower adalah suatu persepsi bahwa seseorang dapat
terlibat dalam pemikiran yang penuh perencanaan (Snyder, 1994). Secara khusus,
kemampuan waypower seseorang dapat diterapkan dalam beberapa tujuan yang
berbeda satu sama lain. Secara umum, seseorang tampak lebih mudah untuk
merencanakan secara efektif ketika tujuan yang hendak dicapai dapat
didefinisikan atau dioperasionalkan dengan baik. Sama seperti willpower,
waypower lebih sering terjadi terkait dengan tujuan yang lebih penting. Tujuan
yang lebih penting bagi seseorang cenderung memunculkan perencanaan yang
kaya. Hal ini terjadi karena seseorang dalam perkembangannya cenderung
menghabiskan banyak waktu untuk berpikir tentang bagaimana meraih tujuan
yang lebih penting dan cenderung mempraktekan perencanaan terkait dengan
tujuan yang lebih penting tersebut.
Kemampuan seseorang untuk menciptakan waypower didasarkan pada
pengalaman sebelumnya tentang keberhasilan menemukan satu atau lebih cara
mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Snyder, 1994). Berdasarkan hasil
penelitian, ingatan seseorang diatur atau diorganisasikan kedalam tujuan dan
rencana. Dengan perkataan lain, seseorang menyimpan informasi secara mental
berdasarkan pada tujuan dan cara yang diasosiasikan dengan tujuan tersebut
(Snyder, 1994).
Selain itu persepsi seseorang akan kemampuannya mengembangkan cara
atau jalan menuju tujuannya kemungkinan diperkaya oleh pengalaman
21
keberhasilan sebelumnya. Pengalaman keberhasilan sebelumnya yang dimaksud
adalah dalam hal mengembangkan suatu cara atau jalur baru menuju tujuan pada
saat adanya hambatan dalam menjalankan cara yang biasanya dipakai menuju
tujuan tersebut. Dalam hal ini. Waypower termasuk fleksibel mental untuk
menemukan suatu alternatif jalur menuju pencapaian tujuan yang didambakan.
Ungkapan berikut menjelaskan tentang hal ini. “jika anda tidak melakukannya
dengan suatu cara tertentu, lakukanlah cara yang berdeda”.
A
B
Gambar 2.3 Visualisasi waypower terkait dengan halangan / rintangan
Dalam visualisasi diatas tampak adanya jalur lurus dari poin A (kedaaan
saaat ini) menuju poin B (tujuan yang didambakan) yang biasanya dilakukan
seseorang menemui hambatan atau rintangan (panah lurus). Seseorang dengan
kemampuan waypower yang tinggi secara mental mampu merencanakan jalur
lainnya menuju tujuan yang didambakan tersebut (panah melengkung). Keyakinan
bahwa beberapa jalan atau jalur dapat dilalui menuju pencapaian tujuan dimiliki
oleh seseorang dengan kemampuan waypower yang tinggi. Dalam hal ini,
seseorang mengubah “cetak biru” yang dimilikinya dan menyesuaikannya dengan
tujuan yang didambakan dan rintangan yang harus dihadapinya. Menurut Snyder
(1994), tidak semua orang dapat mempersepsikan bahwa dirinya mampu membuat
22
suatu rencana baru melainkan kebanykan orang cenderung merasa terhambat dan
kehabisan cara ketika mengalami hambatan dalam usaha pencapaian tujuan.
2.1.3 Variasi harapan berdasarkan kombinasi willpower dan waypower
Menurut Snyder (1994), seseorang yang memiliki personal sense of
willpower sebaliknya juga memiliki pemikiran terkait waypower menuju
pencapaian tujuan yang didambakan. Namun seringkali hal ini tidak terjadi.
Penelitian menunjukan bahwa seseorang dengan kemampuan berpikir willpower
tidak selalu memiliki pemikiran terkait waypower. Seseorang yang tidak memiliki
keduanya, willpower dan waypower, tidak dapat dikatakan bahwa harapannya
tinggi. Terdapat 4 (empat) jenis variasi tentang kombinasi willpower dan
waypower (Snyder, 1994), yaitu:
Willpower rendah Waypower rendah
Willpower tinggi Waypower rendah
Willpower rendah Waypower tinggi
Willpower tinggi Waypower tinggi
Table 2.4 Kombinasi willpower dan waypower
Dalam kombinasi pertama (Willpower rendah dan Waypower rendah).
Seseorang dapat dikatakan memiliki tingkat harapan yang rendah. Menurut
Snyder (1994), seseorang dengan kombinasi pertama ini rentan mengalami
depresi karena selalu berpikir dirnya tidak mampu meraih tujuan yang
didambakannya. Hal ini akan semakin memburuk ketika seseorang tidak mampu
mendefinisikan atau mengoprasionalkan tujuannya.
23
Pada kombibasi kedua (Willpower tinggi dan Waypower rendah).
Seseorang tampak memiliki energi secara mental yang cukup untuk mencapai
tujuan yang didambakan namun tidak berpkir bahwa dirinya menuju tujuan yang
didambakan. Menurut Snyder (1994), dalam beberapa keadaan, ketidak mampuan
seseorang dalam berpikir tentang cara untuk mencapai suatu tujuan (waypower)
cenderung mengakibatkan frustasi atau kemarahan yang diasosiasikan dengan
kinerjanya yang buruk. Selain itu, ketika waypower yang rendah terus dirasakan
dalam jangka waktu yang lama maka seseorang cenderung akan mengalami
kehilangan willpower.
Sesangkan dengan kombinasi ketiga (Willpower rendah dan Waypower
tinggi), dalam benaknya memiliki berbagai kemungkinan yang dapat dilakukan
tentang bagaimana caranya meraih tujuan namun cenderung memiliki keyakinan
yang rendah akan kemampuannya dalam menggunakan berbagai kemungkinan
cara yang ada (Snyder, 1994). Willpower yang rendah dalam kombinasi ini dapat
merefleksikan defisiensi jangka panjang dalam keyakinan bahwa dirinya memiliki
kapasitas untuk meraih tujuan yang didambakannya. Selain itu, kombinasi ini
dalam jangka pendek juga dapat merefleksikan energi mental yang menurun
karena beberapa kemunduran yang dialami saat ini. Gejala burnout merupakan
suatu manifestasi dari kombinasi ini. Tindakan seseorang dalam kombinasi ini
dalam mencapai tujuannya tampak datar. Meskipun seringkali mereka dapat
membuat orang terkesan dengan ide dan pekerjaan yang dilakukannya namun
proses yang dilakukannya tampak seperti suatu perjuangan yang konstan atau
24
terkesan sebagai suatu rutinitas. Mereka dapat menceritakan bagaimana suatu
pekerjaan dapat diselesaikan namun mereka seringkali tampak depresif.
Kombinasi terakhir (Waypower tinggi dan Waypower tinggi) merupakan
profil diri seseorang dengan tingkat harapan yang tinggi. Seseorang cenderung
memiliki mental yang sangat memadai dan memiliki ide tentang cara meraih
tujuan yang juga sangat memadai (Snyder, 1994). Seseorang dengan tingkat
harapan yang tinggi memiliki tujuan yang jelas dalam benaknya dan terus
menerus berpikir tentang cara untuk mendapatkannya. Mereka tampak sangat
fokus pada tujuan yang didambakannya dan bebas bergerak dari satu ide ke ide
yang dapat memfasilitasinya mendapatkan tujuannya. Intinya seseorang dengan
tingkat harapan yang tinggi tampak sangat aktif dalam berpikir dan mereka
tampak selalu yakin bahwa tersedia pilihan-pilihan cara untuk meraih tujuan yang
didambakannya.
2.1.4 Karakteristik Individu Dengan Tingkat Harapan Tinggi
Menurut Snyder (2000, dalam Carr, 2004), orang dewasa dengan tingkat
harapan tinggi memiliki profil tertentu. Mereka telah mengalami berbagai
kemunduran atau ‘pukulan’ sama seperti orang lain dalam kehidupan mereka
namun mereka telah mengembangkan keyakinan bahwa mereka dapat melakuka
penyesuaian terhadap tantangan yang ada dan mengatasi kesulitan yang terjadi.
Mereka juga mempertahankan dialog dalam dirinya yang positif, seperti
mengatakan pada dirinya pernyataan berikut: “saya pasti bisa atau saya tidak akan
menyerah”. Mereka fokus pada keberhasilan bukan pada kegagalan. Pada saat
menghadapi rintangan dalam pencapaian tujuan yang didambakan, mereka
25
mengalami emosi negatif yang sedikit dan kurang intens. Hal ini terjadi karena
mereka secara kreatif mampu mengembangkan jalur/cara lain untuk meraih tujuan
atau memilih tujuan lainnya yang dapat dicapai. Ketika menghadapi permasalahan
dalam hidupnya, seseorang dengan tingkat harapan tinggi cenderung mampu
memecahkan masalah yang tampak besar dan tidak jelas menjadi masalah-
masalah yang lebih kecil dan dapat didefinisikan secara lebih jelas sehingga dapat
dikelola. Sedangkan seseorang dengan tingkat harapan yang rendah, ketika
menghadpi rintangan yang berat akan mengalami perubahan emosi dengan siklus
sebagai berikut: dari berharap menjadi marah, kemudian dari marah menjadi putus
asa dan pada akhirnya putus asa menjadi apatis.
Snyder (1994) mengemukakan karakteristik psikologis yang dimiliki
seseorang dengan tingkat harapan tinggi berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukannya. Karakteristik tersebut yaitu:
1. Optimis
Seseorang dengan harapan yang tinggi pasti optimis namun tidak sebaliknya.
Optimis tampak berkaitan erat dengan willpower namun tidak dengan
waypower. Mereka yang optimis memiliki suatu energi mental terkait dengan
pencapaian tujuannya namun mereka tidak selalu memiliki pemikiran terkait
dengan cara pencapaian tujuan (waypower).
2. Memiliki persepsi kontrol terhadap kehidupannya
Seseorang dengan tingkat harapan yang tinggi cenderung memiliki keyakinan
bahwa dirinya sendiri memiliki kendali terhadap hidupnya dan dirinya sendiri
menentukan nasib hidupnya.
26
3. Memiliki persepsi tentang kemampuannya dalam pemecahan masalah
Kemampuan seseorang dalam pemecahan masalah berkaitan dengan
pemikiran seseorang terkait dengan cara pencapaian tujuan. Pada saat
mengalami siruasi sulit dalam melaksanakan cara yang biasanya dilakukan
untuk mencapai tujua, mereka menjadi sangat berorientasi pada tugas dan
menjalankan cara alternatif untuk mencapai tujuan. Mereka cenderung telah
mengantisipasi permasalahan dengan mengembangkan perencanaan dengan
sistem back-up (cadangan) untuk mengatasi kemungkinan mengalami suatu
kesulitan.
4. Kompetitif
Seseorang dengan tingkat harapan yang tinggi tertarik dengan orang lain dan
menikmati interaksinya dengan orang lain dan menikmati interaksinya dengan
orang lain. Mereka cenderung menikmati kerja keras dan mendapatkan
perasaan akan suatu penguasaan tertentu dalam situasi kompetitif. Mereka
cenderung membandingkan kemampuan dirinya dengan orang lain. Namun
pada orang dengan tingkat harapan yang tinggi, kecendrungannya untuk
berkompetisi dengan orang lain tidak ada kaitannya dengan hasrat atau
kebutuhan untuk menang. Hal ini terjadi karena mereka tampak menikmati
proses pengujian keterampilan yang dimilikinya dan kompetisi memberikan
tantangan yang menyegarkan. Mereka lebih mengutamakan proses daripada
hasil akhir.
5. Harga diri (self esteem) tinggi
Seseorang yang terbiasa mengembangkan waypower dan willpower terkait
dengan tujuannya akan memiliki harga diri yang positif dalam berbagai
27
situasi. Mereka berpikir positif dengan diri sendiri karena mereka mengetahui
bahwa mereka telah meraih tujuan mereka dimasa lalu dan melakukan hal
yang sama untuk tujuan dimasa yang akan datang. Harga diri orang dengan
tingkat harapan yang tinggi tampil dalam ruang privat terkait dengan perasaan
bangga terhadap diri sendiri.
6. Merasakan efek yang cenderung positif
Seseorang dengan tingkat harapan yang tinggi mengalami keadaan afek fang
positif. Mereka terlibat secara penuh dalam usaha mewujudkan tujuan yang
didambakannya. Mereka tampak antusias, tertarik, dan bersukacita dalam
mencoba berbagai solusi atau jalur untuk mencapai tujuan yang diperkuat
dengan konsentrasi penuh dan minat yang tinggi.
7. Tidak merasa cemas dan depresi
Seseorang dengan tingkat harapan yang tinggi tidak berarti kebal terhadap
kecemasan. Namun mereka mampu mengatasi kecemasannya melalui cara
berpikir yang dimilikinya terkain dengan willpower dan waypower. demikian
halnya dengan depresi. Seseorang dengan tingkat harapan yang tinggi tampak
bersemangat dan bergairah dengan energi mental dan ide yang dimilikanya
tentang pencapaian tujuan-tujuan mereka. Akibatnya mereka tidak mengalami
depresi. Namun tampilan menyerupai depresi atau depresi taraf ringan dapat
dialami oleh seseorang yang tinggi dalam waypower namun rendah dalam
willpower.
Selain mengemukakan tentang karakteristik psikologis dari orang-orang
dari tingkat harapan yang tinggi, berikut ini dikemukaka tentang bagaimana tujuan
28
yang dikembangkan oleh orang-orang dengan tingkat harapan yang tinggi.
Menurut Snyder (1994), orang dengan tingkat harapan yang tinggi mendambakan
beberapa tujuan sekaligus dalam berbagai area kehidupan. Meskipun cenderung
sulit mereka mempertahankan tujuan tersebut dan memandangnya sebagai
tantangan yang diterima dengan tangan terbuka sebagai bagian yang normal dari
kehidupan. Mereka cenderung menggunakan tujuan mereka sebagai bagian yang
normal dari kehidupan. Mereka cenderung menggunakan tujuan mereka sebagai
suatu langkah menuju kesuksesan. Mereka menemukan tujuan dalam hidup
mereka dan berpikir bahwa mereka akan mendapatkannya. Dengan kata lain
orang dengan tingkat harapan yang tinggi adalah investor yang terus menerus
menambah investasinya dalam tujuan-tujuan hidup dan berharap untuk
mendapatkan pengambalian yang sempurna dari investasinya tersebut.
2.1.5 Faktor yang Memperngaruhi Harapan
Berdasarkan pemahaman akan konsep Snyder tentang harapan, emosi
positif atau negatif merupakan hasil dari pemikiran yang penuh harapan terkait
dengan pencapaian tujuan. Dalam berbagai situasi ketika tujuan yang diharapkan
diusahakan terwujud, perilaku seseorang untuk mewujudkannya ditentukan oleh
interaksi 3 hal (Snyder, dalam Carr, 2004), yaitu:
1. Derajat keberhargaan (valued) dari hasil tujuan yang dikembangkan,
2. Pemikiran tentang cara atau jalur yang mungkin dilakukan menuju pencapaian
tujuan dan ekspektasi mengenai efektifitas dari cara atau jalur tersebut dalam
mencapai hasil atau tujuan yang dikembangkan, dan
29
3. Pemikiran tentang agency pribadi dan seberapa efektif seseorang dalam
mengikuti jalur atau menjalankan cara menuju pencapaian tujuan.
Ketiga faktor diatas dipengaruhi oleh pemikiran yang dikembangkan
berdasarkan situasi/pengalaman masa lalu dan berkembang melalui dua cara,
yaitu:
1. Pemikiran tentang jalur atau cara menuju pencapaian tujuan berdasarkan
pengalaman dalam proses perkembangan seseorang terkait dengan korelasi
dan kausalitas.
2. Pemikiran tentang agency berdasarkan pengalaman dalam proses
perkembangan seseorang terkait dengan diri sendiri sebagai pelaku atau diri
sendiri dalam hubungan sebab akibat dari berbagai pengalamannya.
2.2 Pulih Dari Napza
2.2.1 Pengertian Pulih Dari Napza
Pulih dari Napza adalah keadaan dimana seorang pecandu sama sekali
tidak menggunakan zat adiktif dan dapat menjalankan kehidupan sosialnya sesuai
dengan norma-norma yang berlaku dimasyarakat.
2.3 Harapan Untuk Pulih Dari Napza
Harapan untuk pulih dari Napza adalah kemampuan untuk merencanakan
suatu cara atau jalur menuju tujuan yang diharapkana yaitu tidak menggunakan
zat-zat adiktif dan dapat menjalankan kehidupan sosial sesuai dengan norma-
norma yang berlaku diimasyarakat meskipun menjumpai hambatan dan motivasi
untuk menggunakan cara atau jalur tersebut.
30
2.4 Persepsi
2.4.1 Pengertian Persepsi
Persepsi dalam arti sempit ialah penglihatan, bagaimana cara seseorang
melihat sesuatu; sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau pengertian, yaitu
bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu (Leavitt, dalam Sobur
2003).
Istilah persepsi biasanya digunakan untuk mengungkapkan tentang
pengalaman terhadap sesuatu benda ataupun sesuatu kejadian yang dialami.
Robbins mendefinisikan persepsi sebagai berikut:
Perception is a process by which individuals organize and interpret their
sensory impression in order to give meaning to their envionmen. (Robbins:
2001).
Definisi Robbins menjelaskan bahwa persepsi merupakan suatu proses
dimana setiap individu mengorganisir dan menginterpretasikan apa yang
ditangkap inderanya untuk memberikan arti pada lingkungannya.
Morgan (1986) mendefinisikan persepsi sebagai:
Perception refer to the way the world looks, sounds, feels, tester, or smell
in other word percepstion can be defined as whatever is experienced by a
person.
Yakni, persepsi berhubungan mengenali dunia melalui indera penglihatan,
pendengaran, perasa atau penciuman atau dengan kata lain persepsi bisa
didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan pengalaman
manusia.
31
Selain itu menurut Rice (1998) persepsi adalah interpretasi dan organisasi
dari informasi yang diteruskan ke otak oleh indera. Dalam mempersepsikan suatu
informasi terdapat dua proses penting, yaitu interpretasi dan organisasi. Pada saat
individu melakukan interpretasi, ia berusaha untuk mengartikan dan membuat
penilaian terhadap suatu informasi. Informasi tersebut dapat dinilai sebagai
sesuatu yang positif ataupun negatif. Setelah melakukan proses interpretasi,
individu kemudian melakukan proses organisasi dimana ia memilah-milah
informasi baru dan menghubungkan informasi tersebut dengan informasi serupa
yang telah disimpan di long-term memory.
Perlu diketahui bahwa saat individu mempersepsikan sesuatu, dapat terjadi
bias yang dipengaruhi oleh karakteristik emosi individu tersebut. Bias juga dapat
dipengaruhi oleh efek kumulatif dari pengalaman-pengalaman yang dialami
sebelumnya oleh individu yang bersangkutan (Rice, 1998).
2.4.2 Proses Persepsi
Salah satu pandangan yang dianut secara luas menyatakan bahwa
psikologi, sebagai telaah ilmiah, berhubungan dengan unsur dan proses yang
merupakan perantara rangsangan di luar organisme dengan tanggapan fisik
organisme yang dapat diamati terhadap rangsangan. Menurut rumusan ini, yang
dikenal dengan teori rangsangan-tanggapan (stimulus-respons), persepsi
merupakan bagian dari keseluruhan proses yang menghasilkan tanggapan setelah
rangsangan diterapkan kepada manusia. Sub proses psikologis lainnya yang
mungkin adalah pengenalan, perasaan, dan penalaran (Sobur, 2003).
32
Penalaran
Rangsangan Persepsi Pengenalan Tanggapan
Perasaan
Persepsi, pengenalan, penalaran, dan perasaan kadang-kadang disebut
variabel psikologis yang muncul di antara rangsangan dan tanggapan. Sudah
tentu, ada pula cara lain untuk mengonsepsikan lapangan psikologi, namun rumus
S-R dikemukakan di sini karena telah diterima secara luas oleh oleh para psikolog
dan karena unsur-unsur dasarnya mudah dipahami dan digunakan oleh ilmu sosial
lainnya (Hennessy, dalam Sobur 2003).
2.4.3 Komponen Persepsi
Menurut Sobur (2003) dari segi psikologi dikatakan bahwa tingkah laku
seseorang merupakan fungsi dari cara dia memandang. Oleh karena itu, untuk
mengubah tingkah laku seseorang, harus dimulai dari mengubah persepsinya.
Dalam proses persepsi, terdapat tiga komponen utama yaitu:
1. Seleksi, adalah proses penyaringan oleh indra terhadap rangsangan dari luar,
intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit.
2. Interpretasi, yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai
arti bagi seseorang. Interpretasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti
pengalaman masa lalu, sistem nilai yang dianut, motivasi, kepribadian, dan
kecerdasan. Interpretasi juga bergantung pada kemampuan seseorang untuk
mengadakan pengkategorian informasi yang diterimanya, yaitu proses
mereduksi informasi yang kompleks menjadi sederhana.
33
3. Interpretasi dan persepsi kemudian diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku
sebagai reaksi. Jadi, proses persepsi adalah melakukan seleksi, interpretasi,
dan pembulatan terhadap informasi yang sampai.
2.4.4 Faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Menurut Robbin (2001) diantara faktor-faktor yang mempengaruhi
persepsi yaitu :
1. Orang yang melakukan persepsi, adapun beberapa hal yang dapat
mempengaruhi persepsi seseorang antara lain:
a. Sikap individu yang bersangkutan terhadap objek persepsi.
b. Motif atau keinginan yang belum terpenuhi yang ada di dalam diri
seseorang akan berpengaruh terhadap persepsi yang dimunculkan.
c. Interest atau ketertarikan, faktor perhatian individu dipengaruhi oleh
ketertarikan tentang sesuatu. Hal ini menyebabkan objek persepsi yang
sama dapat dipersepsikan berbeda oleh masing-masing individu.
d. Harapan, harapan dapat menyebabkan distorsi terhadap objek yang
dipersepsikan atau dengan kata lain seseorang akan mempersepsikan suatu
objek atau kejadian sesuai dengan apa yang diharapkan pada orang
tersebut.
2. Target atau objek persepsi, karakteristik atau objek persepsi yang
dipersepsikan bisa mempengaruhi apa yang dipersepsikan. Karakteristik orang
yang dipersepsi baik itu karakteristik personal sikap maupun tingkah laku
dapat berpengaruh terhadap perceiver, karena manusia dapat saling
mempengaruhi persepsi satu sama lain.
34
3. Faktor situasi yaitu situasi saat persepsi muncul, konteks situasi saat melihat
objek baik berupa lokasi, cahaya dan suasana sangatlah penting. Pada faktor
situasi terdapat beberapa hal yang dapat mempengaruhi, antara lain:
a. Konteks sosial, bagaimana lingkungan sosial memandang objek persepsi
seseorang adalah kecenderungan sesuai dengan apa yang dipersepsikan
lingkungan sosialnya.
b. Konteks pekerjaan, persepsi seseorang terhadap suatu peristiwa dalam
lingkup pekerjaan.
c. Waktu, pada saat kapan objek persepsi tersebut dipersepsikan.
2.5 Therapeutic Community (TC)
2.5.1 Filosofi
Program Therapeutic Community berlandaskan pada folosofi dan slogan-
slogan tertentu, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis (unwritten
philosophy). Filosofi Therapeutic Community yang tertulis merupakan suatu hal
yang harus dihayati, dianggap sakral, tidak boleh diubah dan harus dibaca setiap
hari. Sementara filosofi tidak tertulis (unwritten philosophy) adalah merupakan
nilai-nilai yang harus diterapkan dalam proses pemulihan yang maknanya
mengandung nilai-nilai kehidupan yang yang universal, artinya filosofi ini tidak
mengacu kepada kultur, agama dan golongan tertentu (BNN Bekerjasama Dengan
Departemen Sosial R.I, 2004).
2.5.1.1 Filosofi Therapeutic Community yang tertulis (The Creed)
Merupakan filosofi atau falsafah yang dianut dalam Therapeutic
Community. Falsafah ini merupakan kerangka dasar berpikir dalam program
35
Therapeutic Community yang harus dipahami dan dihayati oleh seluruh residen
(BNN Bekerjasama Dengan Departemen Sosial R.I, 2004).
THE CREED
I am Here, Because There Is No Refuge Finally From My Self
Until I Confront My Self In The Eyes And Heart Of Others
I am Running Until Suffer Them
To Share My Secrets I Have No Safety From Them
Afraid To Be Known I Can Know Neither My Self
Nor Any Other Where Else
But In Our Common Ground Can I Find Such A Mirror
Here Together
I Can At Last Appear Clearly To My Self Not As A Giant Of My Dreams
Nor The Drawf Of My Fears But As A Pearson Part Of The Whole
With My Share In Its Purpose In This Ground
I Can Take Root And Grows Not Alone Anymore
As In Death But A Live
To My Self And To other
36
“Saya berada di sini karena tiada lagi tempat berlindung, baik dari diri
sendiri, hingga saya melihat diri saya dimata dan hati insan yang lain. Saya masih
berlari, sehingga saya belum sanggup merasakan kepedihan dan menceritakan
segala rahasia diri saya ini, saya tidak dapat mengenal diri saya sendiri yang lain,
saya akan senantiasa sendiri. Di mana lagi kalau bukan disini, dapatkah saya
melihat cermin diri ini? Di sinilah, akhirnya, saya melihat cermin diri ini.
Disinilah akhirnya saya jelas melihat wujud diri sendiri. Bukan kebesaran semu
dalam mimpi atau si kerdil didalam ketakutannya. Tetapi seperti seorang insan,
bagian dari masyarakat yang penuh kepedulian. Di sini saya dapat tumbuh dan
berakar, bukan lagi seorang seperti dalam kematian tetapi dalam kehidupan yang
nyata dan berharga baik untuk diri sendiri maupun orang lain.”
2.5.1.2 Filosofi Tidak Tertulis (Unwritten Philosophy)
Merupakan nilai-nilai dasar yang tidak tertulis, tetapi harus dipahami oleh
seluruh residen. Karena, inilah nilai-nilai atau norma-norma yang hendak dicapai
dalam program. Dengan mengikuti program TC ini, residen dapat membentuk
perilaku baru yang sesuai dengan Unwritten Philosophy (BNN Bekerjasama
Dengan Departemen Sosial R.I, 2004).
Filosofi-filosofi dibawah ini tidak mengenal hirarki, dalam arti tidak ada
yang lebih penting dari yang lain, melainkan merupakan nilai-nilai kehidupan
yang seluruhnya diterapkan dalam aktivitas keseharian para residen di panti
rehabilitasi (facility) (BNN Bekerjasama Dengan Departemen Sosial R.I, 2004).
37
Act as it
You can’t keep it unless You give
it away
To be Aware is To be alive
Do Your things right everything else will follow
Understanding is rather Than to be Understood
Compensation is valid
Be careful what You ask for, You Might just get it
Blind Faith
No free lunch Trust your enviorentmen
Honesty
Personal growth before vested status
What goes around shall comes around
2.5.2 Pengertian Therapeutic Community (TC)
Therapeutic Community (TC) adalah suatu metode rehabilitasi sosial yang
ditujukan kepada korban penyalahgunaan narkoba, yang merupakan sebuah
“keluarga” terdiri atas orang-orang yang mempunyai masalah yang sama dan
memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk menolong diri sendiri dan sesama yang
dipimpin oleh seseorang dari mereka, sehingga terjadi perubahan tingkah laku dari
yang negatif ke arah tingkah laku yang positif (Winanti, Lapas Klas IIA
Narkotika).
Therapeutic Community (TC) adalah sekelompok orang yang mempunyai
masalah yang sama, mereka berkumpul untuk saling bantu dalam mengatasi
38
masalah yang dihadapinya. Dengan kata lain, man helping man to help himself,
yaitu seseorang menolong orang lain untuk menolong dirinya sendiri (BNN).
2.5.3 Konsep Therapeutic Community (TC)
Menurut Winanti, konsep Therapeutic Community yaitu menolong diri
sendiri, dapat dilakukan dengan adanya keyakinan bahwa:
a. Setiap orang bisa berubah.
b. Kelompok bisa mendukung untuk berubah.
c. Setiap individu harus bertanggung jawab.
d. Program terstruktur dapat menyediakan lingkungan aman dan kondusif bagi
perubahan.
e. Adanya partisipasi aktif.
2.5.4 Komponen Therapeutic Community
Dalam menjalankan metode Therapeutic Community, tidak cukup hanya
menerapkan filosofi tertulis dan tidak tertulis saja. Masih ada komponen lain yang
disebut sebagai empat struktur dan lima pilar (four structures and five pillars)
(BNN Bekerjasama Dengan Departemen Sosial R.I, 2004).
2.5.4.1 Kategori Empat struktur
1. Behavior Management Shaping (pembentukan tingkah laku)
Yaitu perubahan perilaku yang diarahkan pada kemampuan untuk mengelola
kehidupannya sehingga terbentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai dan
norma-norma kehidupan masyarakat.
39
2. Emotional and Psychological (pengendalian emosi dan psikologi)
Yaitu perubahan perilaku yang diarahkan pada peningkatan kemampuan
penyesuaian diri secara emosional dan psikologis, seperti murung, tertutup,
cepat marah, perasaan bersalah, dan lain-lain ke arah perilaku yang positif.
3. Intelectual and Spiritual (pengembangan pemikiran dan kerohanian)
Yaitu perubahan perilaku yang diarahkan pada peningkatan aspek
pengetahuan, sehingga mampu menghadapi dan mengatasi tugas-tugas
kehidupannya serta didukung dengan nilai-nilai spiritual, etika, estetika, moral
dan sosial.
4. Vocational and Survival (keterampilan kerja dan keterampilan bersosialisasi
serta bertahan hidup)
Yaitu perubahan perilaku yang diarahkan pada peningkatan kemampuan dan
keterampilan residen yang dapat diterapkan untuk menyelesaikan tugas-tugas
sehari-hari dan tugas-tugas kehidupannya.
2.5.4.2 Kategori Lima Pilar (5 tonggak dalam program)
1. Family Milieu Concept (Konsep Kekeluargaan)
Yaitu suatu metode yang menggunakan konsep kekeluargaan dalam proses
dan pelaksanaannya.
2. Peer Pressure (Tekanan Rekan Sebaya)
Yaitu suatu metode yang menggunakan kelompok sebagai metode perubahan
perilaku.
3. Therapeutic Session (Sesi Terapi)
Yaitu suatu metode yang menggunakan pertemuan sebagai media penyembuh.
40
4. Religious Session (Sesi Agama)
Yaitu suatu metode yang memanfaatkan pertemuan-pertemuan keagamaan
untuk meningkatkan nilai-nilai kepercayaan atau spiritual residen.
5. Role Modeling (Ketauladanan)
Yaitu suatu metode yang menggunakan tokoh sebagai model atau panutan.
2.5.5 Cardinal Rules
Di luar filosofi tertulis, tidak tertulis, empat struktur dan lima pilar, ada hal
yang dianggap tabu untuk dilakukan pada sebuah fasilitas TC. Hal-hal ini disebut
juga sebagai peraturan-peraturan utama(BNN Bekerjasama Dengan Departemen
Sosial R.I, 2004). Cardinal Rules merupakan peraturan utama yang harus
dipahami dan ditaati dalam program Therapeutic Community, yaitu:
- No Drugs (tidak diperkenankan menggunakan narkoba)
- No Sex (tidak diperkenankan melakukan hubungan seksual dalam bentuk
apapun)
- No Violence (tidak diperkenankan melakukan kekerasan fisik)
2.5.6 Tahapan Program
2.5.6.1 Proses penerimaan (Intake Process)
Tahap ini berlangsung pada sekitar 30 hari pertama saat residen mulai
masuk. Tahap ini merupakan masa persiapan bagi residen untuk memasuki
tahapan Primary (BNN Bekerjasama Dengan Departemen Sosial R.I, 2004).
41
2.5.6.2 Tahap Awal (Primary Stage)
Primary Stage adalah tahapan program rehabilitasi sosial melalui
pendekatan Therapeutic Community, dimana dilakukan stabilitasi fisik, emosi dan
menumbuhkan motivasi residen untuk melanjutkan tahap terapi residensi
berikutnya. Tahap ini ditujukan bagi perkembangan sosial dan psikologis residen.
Dalam tahap ini residen diharapkan melakukan sosialisasi, mengalami
pengembangan diri, serta meningkatkan kepekaan psikologis dengan melakukan
berbagai aktivitas dan sesi terapeutik yang telah ditetapkan. Dilaksanakan kurang
lebih selama 3 sampai 6 bulan. Primary terbagi dalam beberapa tahap, yaitu:
a. Younger Member
Pada tahap ini residen mulai mengikuti program dengan proaktif, artinya ia
telah dengan aktif mengikuti program yang telah ditetapkan oleh lembaga.
Residen diwajibkan mengikuti aturan-aturan yang ada dan bila melakukan
kesalahan diberi sanksi tetapi masih diberikan pula toleransi-toleransi dengan
batasan-batasan tertentu. Tujuan dari tahap ini adalah untuk lebih mengenal
peraturan-peraturan, filosofi, proses atau prosedur dan terminologi (istilah-
istilah yang digunakan dalam Therapeutic Community).
b. Middle Peer
Pada tahap ini residen sudah harus bertanggung jawab pada sebagian
pelaksanaan operasional panti/lembaga, membimbing younger member dan
induction (residen yang masih dalam proses orientasi), menerima telefon tanpa
pendamping, meninggalkan panti bersama (didampingi) orang tua dan senior
(Day With Companion) secara bertahap mulai 4 jam sampai dengan 12 jam.
42
Tujuan dari tahap ini adalah untuk meningkatkan tanggung jawab residen
terhadap diri sendiri, komunitas, dan panti sosial/lembaga, dan untuk
meningkatkan disiplin, kejujuran, dan kepercayaan terhadap orang lain.
c. Older Member
Pada tahap ini residen sudah harus bertanggung jawab pada staf dan lebih
bertanggung jawab terhadap keseluruhan operasional panti dan bertanggung
jawab terhadap residen yunior. Tujuan dari tahap ini adalah untuk
meningkatkan tanggung jawab residen terhadap diri sendiri, seluruh
komunitas, dan terhadap operasional panti. Untuk meningkatkan disiplin,
kejujuran, dan kepercayaan terhadap orang lain. Meningkatkan kemampuan
penyesuaian diri residen terhadap lingkungan luar yaitu: keluarga peer group
dan masyarakat.
Kegiatan-kegiatan kelompok yang ada dalam tahap ini adalah:
a. Morning Meeting
Morning meeting adalah komponen utama yang dilaksanakan setiap pagi
hari untuk mengawali kegiatan residen dan diikuti oleh seluruh residen. Morning
meeting merupakan satu forum untuk membangun nilai-nilai sistem pada
kehidupan yang baru berdasarkan Written Phylosophy, Honesty, Trust
Environment, Responsibility, dan Comitment.
Tujuan morning meeting:
1. Mengawali hari agar menjadi lebih baik.
2. Image Breaking (membangkitkan kepercayaan diri).
43
3. Melatih kejujuran dan kepercayaan terhadap residen yang lain.
4. Mengidentifikasi perasaan
5. Membalas Issue keseluruhan rumah yang harus diselesaikan oleh kemunitas.
2.5.6.3 Encounter Group
Group ini dirancang khusus untuk mengekspresikan atau menyatakan
perasaan kesal, kecewa, marah, sedih dan lain-lain. Group ini adalah bagian untuk
memodifikasi perilaku agar menjadikan lebih disiplin.
Tujuan Encounter Group yaitu:
1. Kehidupan komunitas yang sehat.
2. Menjadikan komunitas personal yang bertanggung jawab.
3. Berani mengungkapkan perasaan.
4. Membangun kedisiplinan.
5. Meningkatkan tanggung jawab.
2.5.6.4 Static Group
Static Group adalah bentuk kelompok lain yang digunakan dalam upaya
pengubahan perilaku dalam Therapeutic Community. Kelompok ini
membicarakan berbagai macam permasalahan kehidupan keseharian dan
kehidupan yang lalu.
Tujuan Static Group yaitu:
1. Membangun kepercayaan antara sesama residen dan konselor.
2. Image Breaking (membangkitkan rasa percaya diri).
3. Menjadikan satu tanggung jawab moril atas permasalahan temannya.
4. Mencari solusi atau masalah.
44
2.5.6.5 PAGE (Peer Accountability Group Evaluation)
PAGE adalah suatu kelompok yang mengajarkan residen untuk dapat
memberikan satu penilaian positif dan negatif dalam kehidupan sehari-hari
terhadap sesama residen. Dalam kelompok ini tiap residen dilatih meningkatkan
kepekaan terhadap prilaku komunitas.
Tujuan PAGE yaitu:
1. Residen mendapatkan masukan sehingga dapat mengubah perilakunya
2. Menyadari akan kekurangannya.
3. Membangkitkan akan rasa percaya diri.
4. Membangun komunitas yang sehat.
2.5.6.6 Haircut
Haircut adalah salah satu bentuk dan sanksi yang diberikan kepada reisden
yang melakukan pelanggaran secara berulang-ulang dan telah diberikan sanksi
talking to (teguran lisan secara langsung saat terjadi pelanggaran) dan pull up
(peringatan dan nasihat yang disampaikan pada forum morning meeting).
Tujuan Haircut yaitu:
a. Mengubah tingkah laku negatif residen yang melakukan pelanggaran secara
berulang-ulang.
b. Untuk memberikan shock therapy.
c. Untuk melibatkan residen yang senior agar berperan serta dalam mengubah
tingkah laku residen yang lain.
45
2.5.6.7 Wrap Up
Wrap up adalah suatu kegiatan yang membahas perjalanan kehidupan
selama 1 hari.
Tujuan wrap up yaitu:
a. Meningkatkan kejujuran antara sesama residen dan staf.
b. Image Breaking (membangkitkan kepercayaan diri).
2.5.6.8 Learning Experinces
Learning Experiences adalah bentuk-bentuk sanksi yang diberikan setelah
menjalani haircut, family haircut dan general meeting. Tujuannya agar residen
belajar dari pengalamannya untuk dapat mengubah perilaku (behavior shapping).
2.5.7 Tahap Lanjutan (Re-Entry Stage)
Re-entry Stage adalah suatu tahapan proses lanjutan setelah tahap primer
dengan tujuan mengembalikan residen kedalan kehidupan masyarakat
(resosialisasi) pada umumnya (BNN Bekerjasama Dengan Departemen Sosial R.I,
2004). Tahap ini dilaksanakan selama 3 sampai dengan 6 bulan. Tahap ini
meliputi :
1. Orientasi
Yaitu tahap adaptasi terhadap lingkungan re-entry (pengenalan program).
Di dalam orientasi residen didampingi oleh buddy (dengan syarat sudah lepas dari
orientasi) yang ditunjuk oleh staf. Selama orientasi, residen tidak boleh
meninggalkan facility.
46
Tahap ini dilaksanakan selama 2 minggu. Residen belum mendapatkan
uang jajan, tidak boleh bertemu orang tua, dan sanksi atas pelanggaran berupa
tugas-tugas rumah (task).
Tujuan :
Agar residen mengetahui dan memahami program-program yang ada
dalam tahap lanjutan.
2. Fase A
Pada fase ini residen sudah mendapatkan hak berupa: uang jajan setiap
minggu; dapat dikunjungi orang tua setiap waktu; diberikan ijin pulang menginap
1 malam 2 minggu sekali pada malam minggu (tergantung performance dan
request kepada staf/konselor). Residen juga boleh mempunyai aktifitas di luar
panti bersama residen lain misalnya Narcotic Anonymous Meeting, Sport Out
Doors, acara ulang tahun salah satu residen tetapi harus bersama residen lain.
Tujuan :
a) Meningkatkan kemampuan residen dalam menghadapi dan memecahkan
masalah dalam keluarga.
b) Melatih kemampuan residen untuk mengelola waktu dan uang.
3. Fase B
Pada fase ini residen sudah mendapatkan hak berupa : boleh melakukan
aktifitas di luar seperti les, kuliah, bekerja : boleh meminta tambahan uang saku
sesuai dengan kebutuhan; memperoleh ijin pulang menginap 2 malam 2 minggu
47
sekali hari Jumat, Sabtu, Minggu. Hal-hal lain seperti pada Fase A. Pada setiap
residen datang dari luar panti harus dilakukan spot check (pemeriksaan).
Tujuan : Agar residen mulai dapat mengimplementasikan rencana yang dibuat
pada Fase A untuk mencapai karir dan tujuan-tujuan kehidupan.
4. Fase C
Pada fase ini residen memiliki hak yang sama seperti pada Fase A dan B
yang berbeda pada home leave (ijin pulang) tergantung request dan keputusan
staf, misalnya hari Senin, Selasa, Rabu (hari biasa) dengan tujuan agar residen
dapat mengantisipasi apabila di rumah tidak ada orang tua.
Tahap berikutnya residen boleh pulang sampai dengan satu minggu tinggal
di rumah (tergantung penilaian staf), datang ke panti hanya apabila mengikuti
kegiatan kelompok tertentu. Apabila residen sudah melewati Fase A, B, C dengan
baik, residen akan mendapatkan konseling perorangan untuk menentukan apakah
residen dapar resosialisasi ke masyarakat atau tidak.
Dalam fase ini juga dilakukan family counseling yaitu konseling yang
dilaksanakan antara konselor dengan orang tua membahas isu-isu yang ada di
keluarga, apakah sudah diselesaikan atau belum, apakah orang tua siap menerima
anaknya atau belum. Kemudian dilakukan pula final counseling (konseling akhir)
yang diikuti oleh staf, residen dan orang tua untuk mempersiapkan residen
kembali ke rumah dan orang tua kembali menerima anaknya dan membuat
komitmen-komitmen dari isu-isu yang ada.
Tujuan :
a) Meningkatkan kemandirian residen.
b) Menstabilkan perubahan yang terjadi dalam diri residen dan keluarganya.
48
c) Sosialisasi.
d) Melatih untuk dapat menghadapi dan mengatasi tekanan dari luar secara
langsung.
Group yang ada di Re-entry :
1) The Circle
2) Male awarenes
3) Crakel Barel
4) Seminar
5) Religious Session
6) Morning Comitment
7) Morning Meeting
8) Turn Over Meeting
9) Extended
10) Static Group
11) Dynamic Group
2.5.8 Aftercare Program (Bimbingan Lanjut)
Program yang ditujukan bagi eks residen/alumni program ini dilaksanakan
di luar panti dan diikuti oleh semua angkatan di bawah supervisi dari staf re-entry.
Tempat pelaksanaan disepakati bersama.
Tujuan: Agar mereka (alumni Therapeutic Community) mempunyai
tempat/kelompok yang sehat dan mengerti tentang dirinya serta mempunyai
lingkungan hidup yang positif.
49
2.6 NAPZA
2.6.1 Pengertian
NAPZA adalah singkatan dari Narkotika, Alkohol, Psikotropika, Dan Zat
Adiktif lainnya. Kata lain yang sering dipakai adalah Narkoba (Narkotika,
Psikotropika dan Bahan-bahan berbahaya lainnya) (BKKBN, 2003).
Narkotika: zat-zat alamiah maupun buatan (sintetik) dari bahan
candu/kokaina atau turunannya dan padanannya – digunakan secara medis atau
disalahgunakan – yang mempunyai efek psikoaktif (BKKBN, 2003).
Alkohol : zat aktif dalam berbagai minuman keras, mengandung etanol
yang berfungsi menekan syaraf pusat (BKKBN, 2003).
Psikotropika: adalah zat-zat dalam berbagai bentuk pil dan obat yang
mempengaruhi kesadaran karena sasaran obat tersebut adalah pusat-pusat tertentu
di sistem syaraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang). Menurut UU
no.5/1997 Psikotropik meliputi : Ecxtacy, shabu-shabu, LSD, obat
penenang/tidur, obat anti depresi dan anti psikosis. Sementara Psikoaktiva adalah
istilah yang secara umum digunakan untuk menyebut semua zat yang mempunyai
komposisi kimiawi berpengaruh pada otak sehingga menimbulkan perubahan
perilaku, perasaan, pikiran, persepsi, kesadaran (BKKBN, 2003).
Zat Adiktif lainnya yaitu zat-zat yang mengakibatkan ketergantungan
seperti zat-zat solvent termasuk inhalansia (aseton, thinner cat, lem). Zat-zat
tersebut sangat berbahaya karena bisa mematikan sel-sel otak. Zat adiktif juga
termasuk nikotin (tembakau) dan kafein (kopi) (BKKBN, 2003).
50
2.6.2 Jenis-jenis Napza
Jenis Napza dapat dibedakan menurut efeknya pada sistem syaraf pusat
pemakai, yaitu:
1. Depresan , Menekan Sistem Syaraf Pusat
Depresan adalah jenis obat yang berfungsi mengurangi aktivitas
fungsional tubuh. Obat jenis ini dapat membuat pemakai merasa tenang dan
bahkan membuatnya tertidur atau tidak sadarkan diri. Napza yang termasuk jenis
depresan adalah:
1. Opioda/Opiat, yaitu zat baik yang alamiah, semi sintetik maupun sintetik
yang diambil dari pohon poppy (papaver somniferum). Opiat (narkotika)
merupakan kelompok obat yang bersifat menenangkan saraf dan mengurangi
rasa sakit. Turunan Opioda/opiat adalah:
a. Opium yang diambil dari getah pohon poppy yang dikeringkan dan
ditumbuk menjadi serbuk /bubuk berwarna putih.
b. Morfin dibuat dari hasil percampuran antara getah pohon poppy (opium)
dengan bahan kimia lain. Jadi semi sintetik. Dalam dunia kedokteran, zat
ini dipakai untuk mengurangi rasa sakit. Morfin digunakan dalam
pengobatan medis karena dapat menawarkan rasa nyeri, dapat menurunkan
tekanan darah, dapat menimbulkan efek tidur. Morfin juga menghilangkan
rasa cemas dan takut.
c. Heroin diambil dari morfin melalui suatu proses kimiawi. Heroin biasa
berbentuk bubuk berwarna agak kecoklatan. Turunan heroin yang
sekarang banyak dipakai adalah Putaw yang mengakibatkan
51
ketergantungan sangat berat bagi pemakainya. Heroin / Putauw: Heroin
adalah obat yang sangat keras dengan zat adiktif yang tinggiberbentuk
serbuk, tepung, atau cairan. Heroin “menjerat” pemakainya dengan cepat,
baik secara fisik maupun mental, sehingga usaha mengurangi
pemakaiannya menimbulkan rasa sakit dan kejang-kejang luar biasa.
d. Kodein dan berbagai turunan morfin. Kodein banyak dipakai dalam dunia
kedokteran antara lain untuk menekan batuk (antitusif) dan penghilang
rasa sakit (analgetik). Karena efeknya bisa mengakibatkan ketergantungan
maka penggunaan obat-obatan ini masih diawasi oleh lembaga-lembaga
kesehatan. Metadon, jenis opiat sintetika, dengan kekuatan seperti morfin,
tetapi gejala putus obat tidak sehebat morfin, sehingga metadon digunakan
dalam pengobatan pecandu morfin, heroin, dan opiat lainnya.
2. Alkohol, adalah cairan yang mengandung zat Ethylalkohol. Alkohol
digolongkan sebagai napza karena mempunyai sifat menenangkan sistem
syaraf pusat, mempengaruhi fungsi tubuh maupun perilaku seseorang,
mengubah suasana hati dan perasaan. Alkohol bersifat menenangkan,
walaupun juga dapat merangsang. Alkohol mempengaruhi sistem syaraf pusat
sedemikian rupa sehingga kontrol perilaku berkurang. Efek alcohol tidak sama
pada semua orang, melainkan sangat dipengaruhi oleh faktor fisik, mental, dan
lingkungan.
3. Sedativa atau sedatif-hipnotik merupakan zat yang dapat mengurangi fungsi
sistem syaraf pusat. Sedativa dapat menimbulkan rasa santai dan
menyebabkan ngantuk (sering disebut obat tidur). Biasanya sedativa
52
digunakan untuk mengurangi stress atau sulit tidur. Karena toleransi dan
ketergantungan fisik, maka gejala putus obat bisa jauh lebih hebat daripada
putus obat dengan opiat.
4. Trankuiliser atau obat penenang mula-mula dibuat untuk menenangkan
orang tanpa membuat orang tidur, sebagai pengganti berbiturat yang dianggap
menimbulkan efek samping. Dalam bahasa sehari-hari obat ini disebut sebagai
obat penenang untuk menghilangkan kecemasan tanpa menimbulkan rasa
ingin tidur. Trankuiliser Mayor antara lain digunakan untuk mengobati orang
sakit jiwa agar dapat menenangkan (contoh : largactil, serenal, laponex,
stelazine) .
2. Stimulan, Merangsang Sistem Syaraf Pusat
Stimulan adalah berbagai jenis zat yang dapat merangsang syaraf pusat
dan meningkatkan kegairahan (segar dan bersemangat) dan kesadaran. Zat yang
termasuk stimulan adalah:
1. Kafein, zat yang dapat ditemukan pada kopi, teh, coklat dan minuman soda
(seperti coca cola). Dalam dosis rendah kafein tidak berbahaya melainkan
dapat menyegarkan. Tetapi dalam dosis tinggi, kafein dapat menyebabkan
gugup, tidak dapat tidur, gemetar, naiknya kadar gula dalam darah, koordinasi
hilang, nafsu makan berkurang, bahkan bisa keracunan. Efek kafein, seperti
juga pada obat-obatan lainnya, akan sangat tergantung pada jumlah pemakaian
dan individunya.
53
2. Kokain, adalah zat perangsang berupa bubuk kristal putih yang disuling dari
daun coca (Erythroxylon coca) yang tumbuh di pegunungan Amerika Tengah
dan Selatan. Karena efek yang timbul relatif singkat, dan setelah perasaan
bergelora hilang, orang akan menggunakannya lagi untuk menghilangkan rasa
tidak enak.
3. Amphetamin, adalah zat sintetik yang menyerupai kokain, berbentuk pil,
kapsul atau tepung. Amphetamin adalah zat perangsang yang digunakan untuk
mengubah suasana hati, meningkatkan semangat, mengurangi kelelahan dan
rasa ngantuk, meningkatkan rasa percaya diri, dan mengurangi berat badan.
4. MDMA (Methylene Dioxy Meth Amphetamine) yang terkenal dengan
sebutan Ecstasy sangat popular di kalangan anak muda. Akibat jangka panjang
penyalahgunaan MDMA adalah kerusakan otak, gangguan jiwa (psychiatric)
seperti : gelisah, paranoid, tidak bisa tidur, dan gangguan daya ingat.
5. Methamphetamine, adalah stimulan yang sangat kuat mempengaruhi sistem
syaraf pusat. Obat ini dikelompokkan sebagai psycho-stimulan seperti
amphetamin dan kokain yang sering disalahgunakan. Obat ini dibuat dari
berbagai zat sintetis dalam bentuk serbuk putih, bening dan tak berbau yang
dihirup dan disuntikan.
6. Tembakau berasal dari tanaman Nicotania tabacum. Nikotin bersifat
merangsang jantung dan sistem saraf. Pada saat tembakau diisap, detak
jantung bertambah dan tekanan darah naik akibat nikotin itu. Tetapi bagi para
perokok berat, merokok dapat bersifat menenangkan.
54
3. Halusinogen, Menimbulkan Kesan Palsu atau Halusinasi
Halusinogen merupakan obat alamiah maupun sintetik yang mengubah
persepsi dan pikiran seseorang (halusinasi). Termasuk disini adalah obat-obatan
seperti LSD, meskalina (kaktus), psilosibina dan psilosina (jamur), pala,
kecubung, dan berbagai tanaman khas lainnya yang terdapat di seluruh dunia.
Ciri-ciri halusinogen adalah hilangnya kesadaran akan ruang dan waktu, adanya
waham (merasa curiga), serta halusinasi yang ringan maupun berat. Halusinogen
bisa dipakai melalui cara dimakan dan bisa juga disuntikkan. (BKKBN, 2003).
2.6.3 Faktor Penyalahgunaan Napza
1. Faktor pertama adalah Individu. Individulah yang paling berperan
menentukan apakah ia akan atau tidak akan menjadi pengguna napza.
Keputusannya dipengaruhi oleh dorongan dari dalam maupun luar dirinya.
Dorongan dari dalam biasanya menyangkut kepribadian dan kondisi kejiwaan
seseorang yang membuatnya mampu atau tidak mampu melindungi dirinya
dari penyalahgunaan napza. Dorongan atau motivasi merupakan predisposisi
untuk menggunakan obat, misalnya ingin mencobacoba, pendapat bahwa
napza bisa menyelesaikan masalahnya, dst. Dorongan memakai napza bisa
disebabkan adanya masalah pribadi seperti stress, tidak percaya diri, takut,
ketidakmampuan mengendalikan diri, tekanan mental dan psikologis
menghadapi berbagai persoalan, dan masih banyak lagi yang menyangkut diri
atau kepribadian seseorang. Kepribadian tidak begitu saja terbentuk dari
dalam individu melainkan juga dipengaruhi oleh nilai-nilai yang tertanam
55
sejak kecil melalui proses enkulturasi dan sosialisai baik dari keluarga maupun
lingkungan masyarakat. Kemampuan membentuk konsep diri (self concept),
sistem nilai yang teguh sejak kecil, dan kestabilan emosi merupakan beberapa
ciri kepribadian yang bisa membantu seseorang untuk tidak mudah
terpengaruh atau terdorong menggunakan napza.
Faktor-faktor individual penyebab penyalahgunan Napza antara lain:
a. Keingintahuan yang besar untuk mencoba, tanpa sadar atau berpikir
panjang mengenai akibatnya.
b. Keinginan untuk mencoba-coba karena “penasaran”.
c. Keinginan untuk bersenang-senang (just for fun).
d. Keinginan untuk mengikuti trend atau gaya (fashionable).
e. Keinginan untuk diterima oleh lingkungan atau kelompok (konformitas).
f. Lari dari kebosanan, masalah atau kegetiran hidup.
g. Pengertian yang salah bahwa penggunaan sekali-sekali tidak menimbulkan
ketagihan.
h. Tidak mampu atau tidak berani menghadapi tekanan dari lingkungan atau
kelompok pergaulan untuk menggunakan napza.
i. Tidak dapat berkata TIDAK terhadap NAPZA SAY NO TO DRUGS !
2. Faktor kedua adalah masyarakat dan lingkungan sekitar yang tidak
mampu mencegah dan menanggulangi penyalahgunaan napza, bahkan
membuka kesempatan pemakaian napza. Yang dimaksud dengan faktor
kesempatan di sini adalah tersedianya situasi-situasi “permisif”
56
(memungkinkan) untuk memakai napza di waktu luang, di tempat rekreasi
seperti diskostik, pesta dll,. Lingkungan pergaulan dan lingkungan sebaya
merupakan salah satu pendorong kuat untuk menggunakan napza. Keinginan
untuk menganut nilai-nilai yang sama dalam kelompok (konformitas), diakui
(solidaritas), dan tidak dapat menolak tekanan kelompok (peer pressure)
merupakan hal-hal yang mendorong penggunaan napza. Dorongan dari luar
adalah ajakan, rayuan, tekanan dan paksaan terhadap individu untuk memakai
napza sementara individu tidak dapat menolaknya. Dorongan luar juga bisa
disebabkan pengaruh media massa yang memperlihatkan gaya hidup dan
berbagai rangsangan lain yang secara langsung maupun tidak langsung
mendorong pemakaian napza. Di lain pihak, masyarakat pula yang tidak
mampu mengendalikan bahkan membiarkan penjualan dan peredaran napza,
misalnya karena lemahnya penegakan hukum, penjualan obat-obatan secara
bebas, bisnis narkotika yang terorganisir. Napza semakin mudah diperoleh
dimanamana dengan harga terjangkau. Berbagai kesempatan untuk
memperoleh dan menggunakan Napza memudahkan terjadinya penggunaan
dan penyalahgunaan Napza.
3. Faktor ketiga adalah zat-zat di dalam Napza.
Ketika seseorang sudah terbiasa menggunakan Napza, maka secara fisik
dan psikologis (sugesti) orang tersebut tidak dapat lagi hidup normal tanpa ada
zat-zat Napza di dalam tubuhnya. Secara fisik ia akan merasa kesakitan dan sangat
tidak nyaman bila tidak ada zat yang biasanya ada dalam tubuhnya. Kesakitan dan
57
penderitaannya hanya akan berhenti ketika zat-zat tersebut kembali berada dalam
tubuhnya. Secara psikologis, ia membutuhkan rasa nikmat yang biasa ia rasakan
ketika zat-zat tersebut bereaksi dalam tubuhnya dalam bentuk perubahan perasaan
dan pikiran. Ketika kenikmatan itu tidak ada, pikiran dan perasaannya hanya
terfokus pada kebutuhan tersebut. Pikiran dan perasaannya kembali tenang ketika
zat tersebut kembali ada dalam tubuhnya. Zat-zat yang memberikan “kenikmatan”
bagi pemakainya mendorong terjadinya pemakaian berulang, pemakaian
berkepanjangan, dan ketergantungan karena peningkatan dosis pemakaian yang
terus bertambah (toleransi). Lingkaran setan seperti inilah yang menyebabkan
ketergantungan. Pendek kata, mekanisme penyalahgunaan napza adalah interaksi
dari berbagai faktor tersebut di atas: Predisposisi (kepribadian, kecemasan);
Kontribusi (kondisi keluarga, lingkungan masyarakat); dan faktor pencetus
pemakaian yaitu pengaruh teman sebaya dan daya tarik zat napza itu sendiri.
2.6.4 Dampak penyalahgunaan Napza
Penyalahgunaan napza menimbulkan berbagai perasaan enak, nikmat,
senang, bahagia, tenang dan nyaman pada pemakainya. Tetapi perasaan positif ini
hanya berlangsung sementara, yaitu selama zat bereaksi dalam tubuh. Begitu efek
napza habis, yang terjadi adalah justru rasa sakit dan tidak nyaman sehingga
pemakai merasa perlu menggunakannnya lagi. Hal ini terus berulang sampai
pemakai menjadi tergantung. Ketergantungan pada napza inilah yang
mengakibatkan berbagai dampak negatif dan berbahaya, baik secara fisik,
psikologis maupun social (BKKBN, 2003).
58
1. Dampak Fisik
Efek napza bagi tubuh tergantung pada jenis napza, jumlah dan frekuensi
pemakaian, cara menggunakan serta apakah digunakan bersamaan dengan obat
lain, faktor psikologis (kepribadian, harapan dan perasaan saat memakai) dan
faktor biologis (berat badan, kecenderungan alergi, dll). Secara fisik organ tubuh
yang paling banyak dipengaruhi adalah sistem syaraf pusat yaitu otak dan sum-
sum tulang belakang, organ-organ otonom (jantung, paru, hati, ginjal) dan panca
indera (karena yang dipengaruhi adlah susunan syaraf pusat). Pada dasarnya
penyalahgunaan napza akan mengakibatkan komplikasi pada seluruh organ tubuh,
yaitu :
1) Gangguan pada sistem syaraf (neurologis) seperti kejang-kejang, halusinasi,
gangguan kesadaran, kerusakan syaraf tepi.
2) Gangguan pada jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) seperti infeksi
akut otot jantung, ganguan peredaran darah.
3) Gangguan pada kulit (dermatologis) seperti: pernanahan, bekas suntikan,
alergi.
4) Gangguan pada paru-paru seperti: penekanan fungsi pernapasan, kesukaran
bernafas, pengerasan jaringan paru-paru, penggumpulan benda asing yang
terhirup.
5) Gangguan pada darah : pembentukan sel darah terganggu.
6) Gangguan pencernaan (gastrointestinal): mencret, radang lambung &
kelenjar ludah perut, hepatitis, perlemakan hati, pengerasan dan pengecilan
hati.
59
7) Gangguan sistim reproduksi seperti gangguan fungsi seksual sampai
kemandulan, gangguan fungsi reproduksi, ketidakteraturan menstruasi, cacat
bawaan pada janin yang dikandung.
8) Gangguan pada otot dan tulang seperti peradangan otot akut, penurunan
fungsi otot (akibat alkohol).
9) Dapat terinveksi virus Hepatisit B dan C, serta HIV akibat pemakaian jarum
suntik bersama-sama. Saat ini terbukti salah satu sebab utama penyebaran
HIV/AIDS yang pesat, terjadimelalui pertukaran jarum suntik di kalangan
pengguna Napza suntik (Injecting Drug Users).
10) Kematian. Sudah terlalu banyak kasus kematian terjadi akibat pemakaian
Napza, terutama karena pemakaian berlebih (over dosis) dan kematian
karena AIDS dan penyakit lainnya.
2. Dampak psikologis atau kejiwaan
Ketergantungan fisik dan psikologis kadangkala sulit dibedakan, karena
pada akhirnya ketergantungan psikologis lebih mempengaruhi. Ketergantungan
pada napza menyebabkan orang tidak lagi dapat berpikir dan berperilaku normal.
Perasaan, pikiran dan perilakunya dipengaruhi oleh zat yang dipakainya. Berbagai
gangguan psikhis atau kejiwaan yang sering dialami oleh mereka yang
menyalahgunakan Napza antara lain depresi, paranoid, percobaan bunuh diri,
melakukan tindak kekerasan, dll. Gangguan kejiwaaan ini bisa bersifat sementara
tetapi juga bisa permanen karena kadar kergantungan pada Napza yang semakin
tinggi. Gangguan psikologis paling nyata ketika pengguna berada pada tahap
60
compulsif yaitu berkeinginan sangat kuat dan hampir tidak bisa mengendalikan
dorongan untuk menggunakan Napza. Dorongan psikologis memakai dan
memakai ulang ini sangat nyata pada pemakai yang sudah kecanduan. Banyak
pengguna sudah mempunyai masalah psikologis sebelum memakai napza dan
penyalahgunaan napza menjadi pelarian atau usaha mengatasi masalahnya. Napza
tertentu justru memperkuat perasaan depresi pada pengguna tertentu. Demikian
pula ketika mereka gagal untuk berhenti. Depresi juga akan dialami karena sikap
dan perlakukan negatif masyarakat terhadap para pengguna napza. Gejala-gejala
psikologis yang biasa dialami para pengguna Napza adalah :
1) Intoksikasi (keracunan), adalah suatu keadaan ketika zat-zat yang digunakan
sudah mulai meracuni darah pemakai dan mempengaruhi perilaku pemakai,
misalnya tidak lagi bisa berbicara normal, berpikir lambat dll. Perilaku orang
mabuk adalah salah satu bentuk intoksikasi Napza.
2) Toleransi, yaitu istilah yang digunakan untuk menunjukkan bahwa seseorang
membutuhkan jumlah zat yang lebih banyak untuk memperoleh efek yang
sama setelah pemakaian berulang kali. Dalam jangka waktu lama, jumlah atau
dosis yang digunakan akan meningkat. Toleransi akan hilang jika gejala putus
obat hilang.
3) Gejala Putus Obat (withdrawal syndrome) adalah keadaan dimana pemakai
mengalami berbagai gangguan fisik dan psikis karena tidak memperoleh zat
yang biasa ia pakai. Gejalanya antara lain gelisah, berkeringat, kesakitan,
mual-mual. Gejala putus obat menunjukkan bahwa tubuh membutuhkan zat
atau bahan yang biasa dipakai. Gejala putus obat akan hilang ketika kebutuhan
61
akan zat dipenuhi kembali atau bila pemakai sudah terbebas sama sekali dari
ketergantungan pada zat/obat tertentu. Menangani gejala putus obat bukan
berarti menangani ketergantungannya pada obat. Gejala putus obatnya selesai,
belum tentu ketergantungannya pada obatpun selesai.
4) Ketergantungan (dependensi), adalah keadaan dimana seseorang selalu
membutuhkan zat/obat tertentu agar dapat berfungsi secara wajar baik fisik
maupun psikologis. Pemakai tidak lagi bisa hidup wajar tanpa zat/obat-obatan
tersebut.
3. Dampak Sosial dan Ekonomi
Dampak sosial menyangkut kepentingan lingkungan masyarakat yang
lebih luas di luar diri para pemakai itu sendiri. Lingkungan masyarakat adalah
keluarga, sekolah, tempat tinggal, bahkan bangsa. Penyalahgunaan Napza yang
semakin meluas merugikan masyarakat di berbagai aspek kehidupan mulai dari
aspek kesehatan, sosial psikologis, hukum, ekonomi dsb (BKKBN, 2003).
a. Aspek Kesehatan. Dalam aspek kesehatan, pemakaian Napza sudah pasti
menyebabkan rendahnya tingkat kesehatan para pemakai. Tetapi
penyalahgunaan Napza tidak hanya berakibat buruk pada diri para pemakai
tetapi juga orang lain yang berhubungan dengan mereka. Pemakaian Napza
melalui pemakaian jarum suntik bersama misalnya, telah terbukti menjadi
salah satu penyebab meningkatnya secara drastis penyebaran HIV/AIDS di
masyarakat, selain penyakit lain seperti Hepatitis B dan C.
62
b. Aspek Sosial dan Psikologis. Penyalahgunaan Napza cenderung
mengakibatkan tekanan berat pada orang-orang terdekat pemakai seperti
saudara, orang tua, kerabat, teman. Keluarga sebagai unit masyarakat terkecil
harus menanggung beban sosial dan psikologis terberat menangani anggota
keluarga yang sudah terjerumus dalam penyalahgunaan Napza.
c. Aspek Hukum Dan Keamanan pun mau tidak mau berkaitan dengan
penyalahgunaan napza. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa banyak
perilaku menyimpang seperti perkelahian, tawuran, kriminalitas, pencurian,
perampokan, perilaku seks berisiko, dst. dipengaruhi atau bahkan dipicu oleh
penggunaan napza.
d. Aspek Ekonomis. Aspek ekonomis dari penyalahgunaan Napza sudah sangat
nyata yaitu semakin berkurangnya sumber daya manusia yang potensial dan
produktif untuk membangun negara. Para pemakai Napza tidak membantu,
tetapi justru menjadi beban bagi negara. Bukan hanya dalam bentuk ketiadaan
tenaga dan sumbangan produktif, tetapi negara justru harus mengeluarkan
biaya sangat besar untuk menanggulangi persoalan penyalahgunaan Napza.
Perawatan dan penanganan para pemakai napza tidaklah murah. Biaya yang
harus dikeluarkan masyarakat untuk kesehatan jelas meningkat dengan
meningkatnya masalah kesehatan akibat pemakaian Napza.
2.7 Kerangka Berpikir
Therapeutic Community (TC) adalah suatu metode rehabilitasi sosial yang
ditujukan kepada korban penyalahgunaan narkoba, yang merupakan sebuah
63
“keluarga” terdiri atas orang-orang yang mempunyai masalah yang sama dan
memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk menolong diri sendiri dan sesama yang
dipimpin oleh seseorang dari mereka, sehingga terjadi perubahan tingkah laku dari
yang negatif ke arah tingkah laku yang positif (Winanti, Lapas Klas IIA
Narkotika).
Therapeutic Community adalah sekelompok orang yang mempunyai
masalah sama, mereka berkumpul untuk saling membantu dalam mengatasi
masalah yang dihadapinya. Dengan kata lain, man helping man to helping himself,
yaitu seseorang menolong orang lain untuk menolong dirinya (BNN, Walking
paper). Dalam program Therapeutic Community kesembuhan diciptakan lewat
perubahan persepsi/pandangan alam (the renewal of wordview) dan penemuan diri
(self discovery) yang mendorong pertumbuhan dan perubahan (growth and
change).
Kegiatan-kegiatan yang ada dalam Therapeutic Community bertujuan
untuk membantu masalah yang dihadapi oleh sekelompok orang, sekelompok
orang yang memiliki permasalahan yang sama yaitu masalah yang berkaitan
dengan Napza dan hal-hal yang menyebabkan individu kembali menggunakan
napza, mereka berkumpul untuk saling membantu dalam proses pemulihan.
Bagaimana persepsi residen terhadap kegiatan-kegiatan yang mereka
lakukan hubungan mereka dengan orang-orang yang sama yaitu orang-orang yang
memiliki latar belakang narkoba, berkumpul untuk melakukan kegiatan saling
membantu menguatkan, untuk bisa bertahan dan pulih dari napza. Bagaimana
persepsi terhadap kegiatan itu positif atau negatif ditentukan oleh harapan mereka
64
untuk pulih dari Napza, emosi positif atau negatif merupakan hasil dari pemikiran
yang penuh harapan terkait dengan pencapaian tujuan.
Harapan meliputi dua komponen utama, yaitu kemampuan untuk
merencanakan suatu cara atau jalur menuju tujuan yang diharapkan meskipun
menjumpai halangan/rintangan/hambatan (pathways/waypower) dan motivasi
untuk menggunakan cara atau jalur tersebut (agency/willpower) (Snyder, 1994).
Kemampuan seseorang untuk menciptakan waypower didasarkan pada
pengalaman sebelumnya tentang keberhasilan menemukan satu atau lebih cara
mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Snyder, 1994). Berdasarkan hasil
penelitian, ingatan seseorang diatur atau diorganisasikan kedalam tujuan dan
rencana. Dengan perkataan lain, seseorang menyimpan informasi secara mental
berdasarkan pada tujuan dan cara yang diasosiasikan dengan tujuan tersebut
(Snyder, 1994).
Selain itu persepsi seseorang akan kemampuannya mengembangkan cara
atau jalan menuju tujuannya kemungkinan diperkaya oleh pengalaman
keberhasilan sebelumnya. Pengalaman keberhasilan sebelumnya yang dimaksud
adalah dalam hal mengembangkan suatu cara atau jalur baru menuju tujuan pada
saat adanya hambatan dalam menjalankan cara yang biasanya dipakai menuju
tujuan tersebut (Snyder, 1994).
Dalam mempersepsikan suatu informasi terdapat dua proses penting, yaitu
interpretasi dan organisasi. Pada saat individu melakukan interpretasi, ia berusaha
untuk mengartikan dan membuat penilaian terhadap suatu informasi. Informasi
tersebut dapat dinilai sebagai sesuatu yang positif ataupun negatif (Rice, 1998).
65
Semakin positif para residen mempersepsikan tentang Therapeutic
Community maka akan tinggi pula harapan mereka untuk pulih dari Napza, jika
persepsi mereka tentang Therapeutic Community negatif maka harapan mereka
untuk pulih rendah.
Dari pemaparan diatas dapat digambarkan skema variabel sebagi berikut:
Independent Dependent
harapan untuk pulih dari Napza
tinggi
Persepsi tentang Therapeutic Community
Harapan untuk
pulih dari Napza rendah
2.8 Hipotesis
Ha : Ada hubungan positif yang signifikan antara persepsi tentang
Therapeutic Community dengan harapan untuk pulih dari Napza.
H o : Tidak ada hubungan positif yang signifikan antara persepsi tentang
Therapeutic Community dengan harapan untuk pulih dari Napza.
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian
3.1.1 Pendekatan dan Metode Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kuantitatif. Yang dimaksud dengan pendekatan kuantitatif adalah bentuk
penelitian yang penyajian hasil datanya dalam bentuk deskripsi dengan
menggunakan angka-angka statistik. Menurut Hadari Nawawi (dalam Soejono,
Abdurrahman, 2005) metode penelitian deskriptif ini mempunyai dua ciri pokok,
yaitu memusatkan perhatian pada masalah-masalah yang ada pada saat penelitian
dilakukan (saat sekarang) atau masalah-masalah yang bersifat aktual, dan juga
menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki sebagaimana adanya
diiringi dengan interpretasi rasional.
Adapun metode penelitian yang digunakan adalah metode korelasional,
yaitu penelitian yang dirancang untuk menentukan tingkat hubungan antara
variabel-variabel yang berbeda dalam suatu populasi. Sifat-sifat perbedaan kritis
adalah usaha menaksir hubungan dan bukan deskripsi saja (Fox dalam
Sevilla,1993). Pengukuran dengan korelasi ini digunakan untuk menentukan
besarnya arah hubungan antara satu variabel dengan variabel lain (Sevilla, 1993).
Dan hal ini sesuai dengan tujuan peneliti pada penelitian ini, yaitu untuk
mendapatkan informasi mengenai hubungan antara persepsi tentang Therapeutic
Community dengan harapan untuk pulih dari Napza.
66
67
3.2 Populasi dan Sampel
Salah satu langkah yang paling penting di dalam melakukan penelitian
adalah dengan memilih dan menentukan populasi dan sampel penelitian.
3.2.1 Populasi
Langkah pertama yang harus dilakukan suatu penelitian adalah dengan
mengidentifikasi dan mendefinisikan secara jelas populasi yang akan dilibatkan.
Populasi adalah wilayah generalisasi yamg terdiri atas subyek yang mmpunyai
kualitas dan karakter tententu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2008). Populasi dalam penelitian ini
adalah pecandu narkoba yang sedang mengikuti program Therapeutic Community
di BNN dengan jumlah keseluruhan populasi 197 residen.
3.2.2 Sampel
Sampel adalah kelompok kecil yang diamati (Sevilla, 1993). Sedangkan
Ferguson (dalam Sevilla, 1993) mendefinisikan sampel adalah beberapa bagian
kecil atau cuplikan yang ditarik dari populasi, atau porsi dari suatu populasi.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan sampel sejumlah 197 orang, yang
terdiri dari residen primary sebanyak 147 orang, residen re-entry sebanyak 32
orang dan staff adiksi sebanyak 18 orang. Jumlah sampel tersebut telah memenuhi
syarat untuk digunakan sebagai data penelitian, karena telah sesuai dengan
pendapat Gay (dalam Sevilla, 1993) yang menyatakan bahwa ukuran minimum
yang dapat diterima berdasarkan tipe penelitian korelasional adalah 30 subjek.
68
3.2.3 Teknik Pengambilan Sampel
Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel yang peneliti gunakan
non probability purposive sampling adalah tekhnik penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2008). Kriteria tertentu yang telah ditetapkan,
yakni :
1. Tercatat sebagai warga binaan rehabilitasi BNN.
2. Pecandu yang mengikuti program on job trainning / residential.
3. Residen sedang mengikuti program TC (Therapeutic Community) yaitu
residen primary, residen re-entry dan staff adiksi.
3.3 Variabel Penelitian
Variabel adalah suatu karakteristik yang memiliki dua atau lebih nilai atau
sifat yang berdiri sendiri-sendiri. Variabel terdiri dari variabel bebas dan variabel
terikat. Variabel bebas (independent variable) adalah variabel yang dapat
dimanipulasi dan berfungsi menerangkan (mempengaruhi) variabel lain.
Sedangkan variabel terikat (dependent variable) adalah variabel yang dapat
dimanipulasi dan dipengaruhi oleh variabel lain (Sevilla et.al, 1993). Dalam
penelitian ini, variabel bebas yang dimaksud ialah persepsi tentang Therapeutic
Community, sedangkan variabel terikatnya adalah harapan untuk pulih dari Napza.
69
3.3.1 Definisi Konseptual
Definisi konseptual merupakan suatu definisi dalam bentuk yang abstrak
yang mengacu pada ide-ide lain atau konsep lain yang bisa saja abstrak untuk
menjelaskan konsep pertama tersebut (Prasetyo&Jannah, 2005)
Definisi konseptual variabel dalam penelitian ini adalah :
1. Menurut Snyder (1994) harapan yaitu kemampuan untuk merencanakan suatu
cara atau jalur menuju tujuan yang diharapkan meskipun menjumpai
halangan/rintangan/hambatan (pathways/waypower) dan motivasi untuk
menggunakan cara atau jalur tersebut (agency/willpower). Sehingga harapan
untuk pulih dari Napza adalah kemampuan untuk merencanakan suatu cara
atau jalur menuju tujuan yang diharapkana yaitu tidak menggunakan zat-zat
adiktif dan dapat menjalankan kehidupan sosial sesuai dengan norma-norma
yang berlaku diimasyarakat meskipun menjumpai hambatan dan motivasi
untuk menggunakan cara atau jalur tersebut.
Menurut Robbins (2001) Persepsi merupakan suatu proses dimana setiap
individu mengorganisir dan menginterpretasikan apa yang ditangkap
inderanya untuk memberikan arti pada lingkungannya. Sehingga persepsi
tentang Therapeutic Community adalah suatu proses mengorganisir dan
menginterpretasikan atau menafsirkan informasi dari sekelompok orang yang
berkumpul untuk saling membantu dalam masalah yang dihadapinya untuk
memberikan arti pada lingkungannya.
70
3.3.2 Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan gambaran teliti mengenai prosedur yang
diperlukan untuk memasukkan unit-unit analisis ke dalam kategori-kategori
tertentu dari tiap-tiap variabel (Prasetyo&Jannah, 2005).
Adapun definisi operasional dalam penelitian ini adalah:
1. Harapan untuk pulih dari Napza adalah skor yang diperoleh melalui instrumen
skala model likert berskala 4, dengan menjumlahkan distribusi respon sangat
setuju sampai dengan sangat tidak setuju. Skala harapan ini terdiri dai 65 item
yang terdiri dari tiga komponen harapan yaitu goals, willpower dan waypower.
2. Persepsi tentang Therapeutic Community (TC) adalah skor yang diperoleh
melalui instrumen skala model likert berskala 4, dengan menjumlahkan
distribusi respon sangat setuju sampai dengan sangat tidak setuju. Skala
persepsi tentang therapeutic community ini terdiri dari 66 item yang terdiri
dari sembilan aspek therapeutic community yaitu Behavior management
shaping, Emotional and psychological, Intelectual and spiritual, Vocational
and survival, Family milleu concept, Peer presure, Therapeutic session,
Religious session, dan Role model.
3.4 Pengumpulan Data
3.4.1 Teknik Pengumpulan Data
Karena penelitian ini menggunakan metode korelasional, maka instrument
yang akan digunakan adalah kuesioner untuk mengumpulkan data. Kuesioner
yang akan digunakan berupa Skala Model Likert dengan pola pertanyaan tertutup
71
(close question). Pertanyaan tertutup merupakan pertanyaan yang pilihan
jawabannya tersedia, dengan cara memberikan tanda check list (√). Kemungkinan
jawaban dipersempit dan diberi pola atau kerangka susunan terlebih dahulu. Hal
ini dapat berfungsi untuk memperjelas dimensi apa yang dicari dalam penelitian,
sehingga akan mendorong sampel untuk memutuskan pilihan jawaban ke satu
arah saja. Selain itu keuntungan lainnya adalah hasilnya dapat dengan mudah dan
cepat dianalisa (Koentjaraningrat, 1993).
Pemberian skor pada skala ini menggunakan 4 alternatif jawaban, yaitu
Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS).
Penilaian yang diberikan pada setiap pernyataan untuk lebih jelasnya akan
diuraikan dibawah ini :
Tabel 3.1 Tabel Penilaian Skala Likert
Alternatif Skor Sangat Setuju (SS) 4 Setuju (S) 3 Tidak Setuju (TS) 2 Sangat Tidak Setuju (STS) 1
3.4.2 Instrumen Pengumpulan Data
Pada penelitian ini ada dua kuesioner yang peneliti gunakan untuk
mengumpulkan data, yaitu yang pertama adalah skala Persepsi tentang
Therapeutic Community, skala ini dimaksudkan untuk mengetahui persepsi para
residen terhadap Therapeutic Community metode yang mereka jalankan dalam
proses pemulihan. Skala ini disusun peneliti dengan membuat pernyataan-
pernyataan berdasarkan aspek-aspek Therapeutic Community dari konsep BNN
72
(2004). Kedua adalah skala harapan untuk pulih dari Napza yang disusun peneliti
dengan membuat pernyataan-pernyataan berdasarkan komponen dari konsep
Snyder (1994) dan terdiri dari 65 item.
Tabel 3.2
Blue Print Skala Persepsi tentang Therapeutic Community
No Item Variabel Aspek Favorable Unfavorable 4 Structures Behavior Management Shaping
1, 19, 55, 11, 36, 60, 53, 43, 65, 66.
50, 46, 64, 56, 10
Emotional and Psychological 2, 20, 54, 47 42, 37, 22
Intelectual and Spiritual 3,57,61, 33, 58, 12
21, 32, 44
Vocational and Survival 4, 48, 59, 41, 13
35, 31
5 Pillars Family Milleu Concept
5, 30, 51, 14 23, 40
Peer Pressure 6, 62 24, 34, 15 Therapeutic Session 7, 63, 49, 29 16,25
Religious Session 8,26,39, 28, 17
52
Role Model 9,27,28, 38,45
Persepsi tentang Therapeutic Community
Total 43 23
Tabel 3.3 Blue Print Skala Harapan untuk pulih dari Napza
*item tidak valid
No Item Variabel Aspek Favorable Unfavorable Goals 1, 30, 24, 16, 3, 55 37, 50, 43 Willpower 38, 2, 44, 56, 31, 5, 25,
65, 46, 4, 28, 18, 6, 21, 13, 23
15, 60, 17, 39, 45,14, 52, 32, 61, 33, 19 ,34, 63, 57,53
Harapan untuk Pulih dari Napza
Waypower 26, 40, 62, 7, 47, 12, 27, 41, 49, 29, 54, 20, 9, 59, 11
58, 22, 8, 10, 64, 51, 35, 48, 36, 42
Total 37 28
3.5 Hasil Uji Instrument Penelitian
Peneliti melakukan uji instrument secara uji terpakai dengan total item 131
dari dua skala, yaitu skala persepsi tentang Therapeutic Community sebanyak 66
73
item dan skala harapan untuk pulih dari Napza sebanyak 65 item. Uji instrumen
diberikan kepada 197 responden pada tanggal 9-12 November 2010 di UPT.
Terapi dan Rehabilitasi BNN, Lido.
3.5.1 Uji Validitas
Menurut Sevilla (1993), validitas adalah derajat ketepatan suatu alat ukur
tentang pokok isi atau arti sebenarnya yang diukur. Validitas suatu butir
pernyataan dapat dilihat dari hasil output SPSS versi 15 menilai kevalidan
masing-masing butir pernyataan dapat dilihat dari nilai Corrected Item-Total
Correlation.
Dari data try out terpakai yang diberikan kepada 197 responden indeks
validitas skala persepsi tentang Therapeutic Community dengan jumlah 66 item
yang validitasnya tinggi berjumlah 59, dan untuk skala harapan untuk pulih dari
napza dengan jumlah 65 item yang validitasnya tinggi berjumlah 61.
Tabel 3.4 Hasil Try Out Terpakai Skala Persepsi Therapeutic Community
*item tidak valid
No Item Variabel Aspek Favorable Unfavorable 4 Structures Behavior Management Shaping
1, 19, 55*, 11, 36, 60, 53, 43, 65, 66.
50, 46, 64, 56, 10
Emotional and Psychological 2, 20, 54, 47* 42, 37, 22
Intelectual and Spiritual 3,57,61, 33*, 58, 12*
21, 32, 44
Vocational and Survival 4, 48, 59, 41, 13 35, 31 5 Pillars Family Milleu Concept
5, 30, 51, 14 23, 40
Peer Pressure 6, 62 24, 34, 15 Therapeutic Session 7, 63, 49, 29 16,25
Religious Session 8,26,39*, 28, 17*
52
Role Model 9,27,28, 38,45*
Persepsi tentang Therapeutic Community
Total 43 23
74
Tabel 3.5 Hasil Try Out Harapan untuk pulih dari Napza
*item tidak valid
No Item Variabel Aspek Favorable Unfavorable Tujuan 1, 30, 24, 16, 3, 55 37, 50, 43 Willpower 38, 2, 44*, 56, 31, 5, 25,
65*, 46, 4, 28, 18, 6, 21, 13, 23
15, 60, 17, 39, 45,14, 52, 32, 61, 33, 19 ,34, 63, 57,53
Harapan untuk Pulih dari Napza
Waypower 26, 40, 62, 7, 47, 12, 27, 41, 49, 29, 54, 20, 9, 59, 11*
58, 22, 8, 10, 64, 51, 35, 48, 36, 42
Total 37 28
3.5.2 Uji Reliabilitas
Uji reabilitas adalah konsistensi atau keterpercayaan hasil ukur yang
mengandung makna kecermatan pengukuran (Azwar, 1999). Reliabilitas alat ukur
menunjukkan tentang sifat suatu alat ukur dalam pengertian apakah suatu alat
ukur cukup akurat, stabil atau konsisten dalam mengukur apa yang hendak diukur
(Nazir, 2005).
Untuk menguji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan koefisien
Alpha Cronbach.
Adapun norma reliabilitas yang dijelaskan oleh Guilford diantaranya :
Table 3.6
Norma Reliabilitas Guilford
Koefisien Interpretasi
> 0,90 Sangat reliable
0,70 – 0,90 Reliable
0,40 – 0,70 Cukup reliable
0,20 – 0,40 Kurang reliable
< 0,20 Tidak reliable
75
Berdasarkan data try out uji terpakai diperoleh beberapa item yang valid
kemudian diuji reliabilitasnya dengan rumus Alpha Cronbach. Dari hasil uji
reliabilitas untuk skala Persepsi Therapeutic Community diperoleh koefisien
reliabilitas sebesar 0,940 yang berarti data tersebut reliabel.
Sedangkan untuk skala Harapan untuk pulih dari Napza diperoleh hasil
koefisien reliabilitas sebesar 0,951 yang berarti data tersebut reliabel. Hal ini
dapat dilihat dari table 3.6 diatas tentang kaidah reliabilitas Guilford.
Selain itu hasil ini sesuai dengan pendapat Azwar (1999) yaitu semakin
tinggi koefisien reliabilitas mendekati 1,00 berarti semakin baik, dan berlaku
sebaliknya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa instrument penelitian ini
reliabel untuk digunakan karena reliabilitasnya mencapai 0,940 untuk skala
persepsi tentang Therapeutic Community dan 0,951 untuk skala Harapan untuk
pulih dari Napza, untuk menghitungnya, peneliti menggunakan bantuan komputer
SPSS 15 for windows.
3.6 Prosedur Penelitian
Secara garis besar penelitian ini dilakukan dalam empat tahapan, yaitu :
1. Persiapan Penelitian
a. Dimulai dengan perumusan masalah.
b. Menentukan variabel yang akan diteliti.
c. Melakukan studi pustaka untuk mendapatkan gambaran dan landasan teori
yang tepat mengenai variabel penelitian.
76
d. Menentukan, menyusun dan menyiapkan alat ukur yang akan digunakan
dalam penelitian, yaitu skala Persepsi Therapeutic Community dan skala
Harapan untuk pulih dari Napza.
e. Menentukan lokasi penyebaran skala dan menyelesaikan administrasi
perizinan.
2. Pengujian Alat Ukur dan Pelaksaan Penelitian
Setelah alat ukur dibuat berupa skala, penulis melakukan uji coba (try out)
terpakai yang dilakukan pada tanggal 9-12 November 2010 kepada 197
responden UPT. Terapi dan Rehabilitas BNN, Lido.
Setelah uji coba dilakukan, penulis melakukan uji validitas dan reliabilitas.
3. Pengolahan Data
a. Penulis memberikan kode dan melakukan skoring terhadap hasil skala
yang telah diisi oleh responden.
b. Menghitung dan membuat tabulasi data yang diperoleh, kemudian
membuat tabel data.
c. Melakukan analisa data dengan menggunakan metode statistik.
d. Membuat kesimpulan dan laporan akhir penelitian.
3.7 Teknik Analisa Data
Dalam penelitian ini, data yang diperoleh akan dianalisis untuk
mendapatkan suatu kesimpulan dengan metode stasistik deskriptif. Statistik
deskriptip yaitu statistik yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara
mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana
77
adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau
generalisasi (Sugiyono, 2008).
Untuk menguji hipotesis penulis menggunakan korelasi Pearson Product
Moment, alasannya yaitu dimaksudkan untuk menghitung dan menentukan tingkat
hubungan (korelasi) antara 2 variabel kontinum, dengan menggunakan SPSS versi
15.
BAB 4
PRESENTASI DAN ANALISA DATA
Pada bab ini akan diuraikan hasil pengolahan dari data yang diambil pada
penelitian yang meliputi gambaran umum responden serta hasil penelitian yang
telah dilaksanakan.
4.1 Gambaran Umum Responden
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 9-12 November 2010 di UPT. Terapi
dan Rehabilitas BNN Lido, yang melibatkan 197 residen primary, re-entry dan
staf adiksi.
4.1.1 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia
Pada Tabel 4.1 berikut digambarkan banyaknya subjek penelitian berdasarkan
usia.
Tabel 4.1
Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia
Usia Jumlah Persentase (%)
16-20 tahun 15 7,614%
21-30 tahun 125 63,452%
31 > tahun 57 28,934%
TOTAL 197 100%
Dari 197 sampel yang diteliti berdasarkan usia pada penelitian ini, dapat
diketahui bahwa sebagian besar sampel berusia antara 21-30 tahun, yaitu
sebanyak 125 orang dengan presentase 63,452%. Sedangkan, sampel yang berusia
78
79
antara 16-20 tahun sebanyak 15 orang responden dengan presentase 7,614%, dan
usia 31 > tahun sebanyak 57 orang responden 28.934%. Jadi, dapat disimpulakan
bahwa gambaran residen di BNN secara umum berdasarkan tingkat usia
didominasi oleh subyek dewasa awal.
4.1.2 Gambaran Umum Responden berdasarkan Latar Belakang
Pendidikan
Pada Tabel 4.2 berikut ini digambarkan banyaknya responden penelitian
berdasarkan pendidikan terakhir yang ditempuh.
Tabel 4.2 Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir
Pendidikan Terakhir Jumlah Persentase
SD 4 2,031%
SMP 39 19,797%
SMA 105 53,299%
Diploma 16 8,122%
S1 32 16,243%
S2 1 0,508%
Total 197 100%
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa mayoritas tingkat pendidikan
terakhir yang ditempuh responden, yakni SMA sebanyak 105 orang dengan
persentase 53,29 %, kemudian SMP sebanyak 39 orang dengan persentase 19,79
%, S1 sebanyak 32 orang dengan persentase 16,24 %, Diploma sebanyak 16 orang
dengan persentase 8,12 %, setelah itu SD sebanyak 4 orang dengan persentase
2,03 % dan S2 sebanyak 1 orang atau 0,50 %. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
80
gambaran residen di BNN secara umum berdasarkan tingkat pendidikan yang
berbeda didominasi oleh subjek yang berpendidikan SMA/Sederajat.
4.1.3 Gambaran Umum Responden berdasarkan Status Pernikahan
Pada Tabel 4.3 berikut ini digambarkan banyaknya responden penelitian
berdasarkan status pernikahan.
Tabel 4.3 Responden Berdasarkan Status Pernikahan
Status Pernikahan Jumlah Persentase
Belum Menikah 119 60,406%
Menikah 65 32,995%
Duda 13 6,599%
Total 197 100%
Dari tabel di atas didapatkan data bahwa subjek dengan status pernikahan
belum menikah mendominasi penelitian ini dengan jumlah 119 orang dengan
persentase 60,40 %, 65 orang dengan persentase 32,99 % sudah menikah, dan 13
orang dengan persentase berstatus duda.
4.1.4 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Tahapan Rehabilitasi
Pada tabel 4.4 berikut ini digambarkan banyaknya responden penelitian
berdasarkan tahapan rehabilitasi.
Tabel 4.4 Responden Berdasarkan Tahapan Rehabilitasi
Tahapan Jumlah Persentase
Primary Stage 147 74,619%
Re-Entry Stage 32 16,244%
81
Staff Adiksi 18 9,137%
Total 197 100%
Berdasarkan tabel 4.4 terlihat bahwa responden primary berjumlah 147
orang residen dengan presentase 74,619%, respenden re-entry berjumlah 32 orang
residen dengan presentase 16,244% dan terakhir staff adiksi berjumlah 18 orang
dengan presentase 9,137%.
4.2 Deskripsi Umum Hasil Penelitian
Tabel 4.5
Deskripsi Umum Skor Perhitungan Statistik Skala Persepsi Therapeutic Community dan Harapan untuk Pulih
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation PersepsiTC 197 160 264 208,34 21,479 Harapan 197 156 260 207,39 22,624 Valid N (listwise) 197
Berdasarkan tabel 4.5, dapat diketahui jumlah subjek penelitian sebanyak
197 orang dengan skor persepsi Therapeutic Community terendah adalah 160,
sedangkan skor persepsi Therapeutic Community tertinggi ialah 264 dengan skor
rata-rata 208,34. Sedangkan skor harapan untuk pulih terendah adalah 156 dan
skor yang tertinggi ialah 260 dengan skor rata-rata 207,39.
4.3 Kategorisasi Berdasarkan Penyebaran Skor Responden
4.3.1 Kategorisasi Skor persepsi tentang Therapeutic Community
Untuk mengetahui skor persepsi tentang therapeutic community yang
diperoleh responden tersebut positif atau negatif, maka disajikan norma skor
skala harapan setelah diketahui nilai mean dan SD yang disajikan pada tabel 4.5.
82
Peneliti membagi klasifikasi skor persepsi tentang therapeutic community
menjadi dua kategori, yaitu positif dan negatif . Dari tabel 4.5, diketahui bahwa
mean skor harapan adalah sebesar 208,34. Maka jika subjek memiliki skor diatas
208,34 dikategorikan termasuk kedalam persepssi tentang therapeutic community
positif, sedangkan jika subjek memiliki skor dibawah 208,34 maka subjek
dikategorikan sermasuk kedalam persepsi tentang therapeutic community negatif.
Dengan begitu, kategorisasi yang didapat untuk persepsi tentang Therapeutic
Community adalah sebagai berikut:
Tabel 4.6 Penyebaran Skor Skala persepsi tentang Therapeutic Community
Kategori Rumus Rentangan Raw Score
Jumlah Subjek Persen
Postif X > M >208,34 92 46,7% Negatif X < M < 208,34 105 53,3%
∑ 197 100%
Berdasarkan gambaran tabel di atas dapat terlihat bahwa dari 197 orang
responden 92 orang responden dengan presentase 46,7% memiliki skor persepsi
tentang therapeutic community pada kategori positif, dan 105 orang responden
dengan presentase 53,3% masuk dalam kategori negatif.
4.3.2 Kategorisasi Skor Harapan untuk Pulih dari Napza
Untuk mengetahui skor harapan yang diperoleh responden tersebut tinggi
atau rendah, maka disajikan norma skor skala harapan setelah diketahui nilai
mean dan SD yang disajikan pada tabel 4.5.
83
Peneliti membagi klasifikasi skor harapan untuk pulih dari Napza menjadi
dua kategori, yaitu tinggi dan rendah. dari tpersepsi tentang therapeutic
community menjadi dua kategori, yaitu positif dan negatif . Dari tabel 4.5,
diketahui bahwa mean skor harapan untuk pulih dari Napza adalah sebesar
207,39. Maka jika subjek memiliki skor diatas 207,39 dikategorikan termasuk
kedalam harapan untuk pulih dari Napza tinggi, sedangkan jika subjek memiliki
skor dibawah 207,39 maka subjek dikategorikan sermasuk kedalam harapan untuk
pulih dari Napza rendah. Dengan begitu, kategorisasi yang didapat untuk harapan
untuk pulih dari Napza adalah sebagai berikut:
Tabel 4.7
Penyebaran Skor Skala Harapan untuk pulih dari Napza
Kategori Rumus Rentangan Raw Score
Jumlah Subjek Persen
Tinggi X > M >207,39 88 44,67% Rendah X < M <207,39 109 55,33%
∑ 197 100%
Berdasarkan gambaran tabel di atas dapat terlihat bahwa dari 197 orang
responden 88 orang responden dengan presentase 44,67% memiliki skor harapan
untuk pulih dari Napza pada kategori tinggi, dan 109 orang responden dengan
presentase 53,3% masuk dalam kategori rendah.
4.4 Hasil Uji Hipotesis
Analisis statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis pada penelitian
ini menggunakan rumus korelasi Pearson Product Moment untuk mencari
hubungan persepsi Therapeutic Community dengan harapan untuk pulih dari
84
Napza. Dalam perhitungannya, peneliti menggunakan program SPSS versi 15.
Berikut ini adalah hasil perhitungannya.
Tabel 4.8
Correlations
Harapan PersepsiTC
Pearson Correlation
Harapan 1,000 ,710
persepsiTC ,710 1,000 Sig. (1-tailed) Harapan . ,000 persepsiTC ,000 . N Harapan 197 197 persepsiTC 197 197
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui nilai r hitung antara persepsi
tentang Therapeutic Community dan harapan sebesar 0,710 dan nilai p value
sebesar 0,000. Karena nilai p value < 0,05 , maka hipotesis nol yang menyatakan
bahwa tidak ada hubungan antara persepsi Therapeutic Community dan harapan
untuk pulih dari Napza ditolak. Artinya bahwa ada hubungan positif yang
signifikan antara persepsi Therapeutic Community dengan harapan untuk pulih
dari Napza. Arah hubungan yang dihasilkan menunjukkan arah yang positif,
dengan demikian semakin positif persepsi mereka tentang Therapeutic
Community maka akan semakin tinggi pula harapan mereka untuk pulih dari
Napza.
4.5 Hasil Penelitian Tambahan
85
Setelah diketahui nilai korelasi, kemudian dilihat klasifikasi persepsi
tentang Therapeutic Community yang paling berkorelasi dengan harapan untuk
pulih dari Napza.
Tabel 4.9 Correlations
Pearson Correlation
Sig. (1-tailed)
Harapan Harapan Harapan 1.000 . Behavior Management Shaping .685 .000 Emotional and Psychological .543 .000 Intelectual and Spiritual .523 .000 Vocational and Survival .618 .000 Family milleu concept .423 .000 Peer pressure .683 .000 Therapeutic session .499 .000 Religious Session .416 .000 Role Model .504 .000
Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa semua klasifikasi
persepsi tentang Therapeutic Community berkorelasi positif secara signifikan
dengan harapan untuk pulih dari Napza. Kemudian persepsi tentang Therapeutic
Community seperti Behavior Management Shaping dengan skor 0,685 (p=
0,000<0,05), Peer pressure dengan skor 0,683 (p= 0,000<0,05), Emotional and
Psychological dengan skor 0,543 (p= 0,000<0,05), Intelectual and Spiritual
dengan skor 0,523 (p= 0,000<0,05), merupakan persepsi tentang Therapeutic
Community yang paling berkorelasi secara signifikan terhadap harapan untuk
pulih dari napza dilihat dari besaran Pearson Correlation yang dimiliki.
Tabel 4.10
Skor hasil penyebaran kuesioner dalam empat kegiatan Primary
86
No Kegiatan Pertanyaan Kategori Presentase Apa yang saudara rasakan selama mengikuti kegiatan ini?
a. Mengantuk b. Bersemangat c. Biasa saja d. Lainnya (stress dan
bosan)
25% 17% 40% 18%
Jumlah 100%
Apa manfaat yang saudara dapatkan dari kegiatan ini?
a. Mengawali hari agar menjadi lebih baik
b. Melatih kejujuran dan kepercayaan
c. Membangkitkan kepercayaan diri
d. Lainnya
32%
22%
31%
15% Jumlah 100%
Sebutkan 3 hal yang perlu dikembangkan atau diperhatikan pada kegiatan ini
Frekuensi • terlalu lama • time break Fasilitas • Snack dan Rokok Partisipasi Aktif • Memberikan feedback Respect • Self awareness • Care and concern Materi lebih inovatif Feeling • Jujur kepada diri sendiri
dan orang lain • Fokus • Percaya diri Suasana • Lebih santai Open minded Lainnya
10% 4%
4% 6% 7%
5% 5% 3%
16%
13% 10%
5% 2% 10%
1. Morning Meeting
121 residen
Jumlah 100% Apa yang saudara rasakan selama mengikuti kegiatan ini?
a. Merasa lega b. Merasa senang c. Merasa nyaman d. Lainnya (pusing,
ngantuk)
32% 13% 15% 40%
2. Wrap Up 139 residen
Jumlah 100% Apa manfaat yang
saudara dapatkan dari kegiatan ini?
a. Mendapat pembelajaran baru
b. Menjadi pendengar yang
25%
14%
87
baik c. Menghargai sesama
residen d. Lainnya
47%
14%
Jumlah 100% Sebutkan 3 hal yang perlu dikembangkan atau diperhatikan pada kegiatan ini
Frekuensi • Terlalu lama • Lebih awal Fasilitas • Snack dan rokok Partisipasi aktif • Memberikan feedback Materi lebih inovatif Respect • Empaty Fasilitator • Staff female Feeling • Jujur dengan feeling
diri sendiri Suasana • Lebih santai Open minded
17% 10%
12% 5% 4% 15%
11%
1%
13%
5% 7%
Jumlah 100% Apa yang saudara rasakan selama mengikuti kegiatan ini?
Partisipasi aktif Feeling • Lebih mengenal diri
sendiri Knowledge Suasana Aplikasi diluar
12%
18%
47% 8% 15%
Jumlah 100%
3. Issue of the house
120 residen
Apa manfaat yang saudara dapatkan dari kegiatan ini?
Frekuensi • Time management Respect Materi • Role play Feeling • Fokus Knowledge • mendapat pengetahuan
baru • survival skill Open minded
9% 8%
3%
23%
47%
5% 5%
88
Jumlah 100% Sebutkan 3 hal yang perlu dikembangkan atau diperhatikan pada kegiatan ini.
Frekuensi • waktu lebih lama fasilitas • snack dan rokok partisipasi aktif materi • seminar dengan materi
baru • penjelasan B.indonesia • seminar lebih
diperbanyak Respect • care and concern fasilitator • penjelasan yang
disampaikan lebih detail suasana • seminar dibuat group
23%
6% 24%
6%
6% 15%
10%
6%
4%
Jumlah 100% Apa yang saudara rasakan selama mengikuti kegiatan ini?
Feeling Knowledge • mendapat pengetahuan
baru Suasana • menyenangkan • jenuh Open minded
17%
40%
19% 10% 14%
Jumlah 100% Apa manfaat yang saudara dapatkan dari kegiatan ini?
Respect Feeling • lebih disiplin Aplikasi diluar • Dapat mengaplikasikan
diluar Knowledge • Mendapatkan
pengetahuan baru Open minded • Mulai bisa menerima
program • Mengetahui kelemahan
yang ada dalam diri
15%
9%
21%
23%
15%
17%
4. Crackle barel
90 residen
Jumlah 100%
89
Sebutkan 3 hal yang perlu dikembangkan atau diperhatikan pada kegiatan ini
Frekuensi • Lebih sering diadakan • Waktu diperlama Fasilitas • Snack dan rokok Partisipasi aktif • Aktif bertanya Materi • Penjelasan
menggunakan B.Indonesia
47% 24%
15%
8%
6%
Jumlah 100%
Dari hasil tabel 4.10 hasil yang didapat yaitu, pada kegiatan morning
meeting dengan total 121 orang residen menyatakan bahwa yang dirasakan selama
mengikuti kegiatan ini adalah biasa saja sebanyak 40%, manfaat yang didapatkan
dari kegiatan ini ialah mengawali hari agar menjadi lebih baik sebanyak 32% dan
hal yang perlu diperhatikan dari kegiatan morning meeting ini adalah agar residen
lebih jujur kepada diri sendiri dan orang lain sebanyak 16%. Selanjutnya pada
kegiatan wrap up dengan total 139 orang residen menyatakan bahwa yang
dirasakan selama mengikuti kegiatan ini adalah memilih jawaban lainnya yaitu
pusing dan mengantuk yaitu 40%, manfaat yang didapatkan dari kegiatan ini
adalah dapat menghargai sesama residen sebanyak 47% dan hal yang pelu
dikembangkan dalam kegiatan ini ialah agar waktunya tidak terlalu lama sebanyak
17%. Selanjutnya pada kegiatan issue of the house dengan total 120 orang residen
menyatakan bahwa yang dirasakan selama mengikuti kegiatan ini ialah
mendapatkan knowledge sebanyak 47%, manfaat yang didapatkan dari kegiatan
ini ialah menjadi lebih fokus sebanyak 23% dan hal yang perlu diperhatikan dari
kegiatan ini ialah partisipasi aktif dari residen sebanyk 24%. Selanjutnya kegiatan
90
crackle barel sebanyak 90 orang residen menyatakan bahwa yang dirasakan
selama mengikuti kegiatan ini ialah mendapatkan pengetahuan baru sebanyak
40%, manfaat yang didapatkan dari kegiatan ini ialah residen dapat
mengaplikasikannya diluar rehabilitasi sebanyak 21%, dan hal yang perlu
diperhatikan dari kegiatan ini ialah agar kegiatan crackle barel ini lebih sering
diadakan sebanyak 47%.
4.5.1 Uji Regresi
Untuk melihat kontribusi persepsi tentang Therapeutic Community peneliti
menggunakan uji regresi dengan SPPS 15.
Tabel 4.11
Model Summary Model Summary
,759a ,576 ,556 15,079 ,576 28,244 9 187 ,000Model1
R R SquareAdjustedR Square
Std. Error ofthe Estimate
R SquareChange F Change df1 df2 Sig. F Change
Change Statistics
Predictors: (Constant), Role Model, Religious session, Intelectual and Spiritual, Family milleu concept, PeeEmotional and Psychological, Therapeutic session, Vocational and Survival, Behavior management shapin
a.
Berdasarkan tabel 4.9 di atas didapatkan nilai F sebesar 0,000, yang
artinya nilai F signifikan pada taraf 5% (p=0,000<0,05). Sehingga dapat
disimpulkan, ada hubungan yang signifikan persepsi tentang Therapeutic
Community terhadap harapan untuk pulih dari Napza. Pada tabel di atas juga
diperoleh R2 sebesar 0,576 yang berarti bahwa persepsi tentang Therapeutic
Community memberikan kontribusi sebesar 57,6% terhadap harapan untuk pulih
dari Napza.
91
Tabel 4.12 Tabel Kontribusi Klasifikasi Persepsi Tentang Therapeutic community
No Klasifikasi Persepsi tentang Therapeutic
community
R2 R2
Change Fhitung Ftabel Signifikansi
1. Behavior Management Shaping
0,469 0,469 172,23 3,89 Sangat Signifikan
2. Peer pressure 0,536 0,067 13,93 3,89 Sangat Signifikan 3. Vocational and Survival 0,552 0,016 3,14 3,89 Tidak Signifikan 4. Emotional and
Psychological 0,552 0 0 3,89 Tidak Signifikan
5. Intelectual and Spiritual 0,552 0 0 3,89 Tidak signifikan 6. Role Model 0,557 0,005 0,95 3,89 Tidak signifikan 7. Therapeutic session 0,563 0,006 1,14 3,89 Tidak signifikan 8. Family milleu concept 0,571 0,008 1,52 3,89 Tidak signifikan 9. Religious Session 0,576 0.005 0,94 3,89 Tidak Signifikan Total 0,576
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa persepsi tentang Therapeutic
Community yang signifikan memberikan kontribusi terhadap harapan untuk pulih
dari Napza adalah Behavior management shaping sebesar 46,9% (F hitung
=172,23 > F tabel = 3,89), dan Peer pressure sebesar 6,7% (F hitung = 13,93 > F
tabel = 3,89). Jadi dapat disimpulakan bahwa Behavior management shaping
memberikan kontribusi terbesar terhadap harapan untuk pulih dari Napza.
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
Bab ini memaparkan tentang kesimpulan hasil penelitian, diskusi tentang
penelitian serta saran metodologis dan saran praktis untuk penelitian selanjutnya.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pengolahan data di bab empat korelasi pearson product
moment r = 0,710 dengan nilai signifikan p = 0,000. Karena nilai p lebih kecil
dari pada α = 0,05, maka Ho yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan positif
yang signifikan antara persepsi tentang Therapeutic Community dengan harapan
untuk pulih dari Napza ditolak, sedangkan hipotesis alternatif yang menyakatakan
ada hubungan positif yang signifikan antara antara persepsi tentang Therapeutic
Community dengan harapan untuk pulih dari Napza diterima.
5.2 Diskusi
Hasil utama dalam penelitian ini yaitu didapatkan bahwa Hipotesis
penelitian (Ha) diterima dikarenakan ada hubungan positif yang signifikan antara
persepsi tentang Therapeutic Community dengan harapan untuk pulih dari Napza,
dimana jika persepsi tentang Therapeutic Community positif maka harapan untuk
pilih dari Napza akan tinggi pula dan sebaliknya jika persepsi tentang Therapeutic
Community negatif maka harapan untuk pulih dari Napza rendah. Ini menunjukan
bahwa persepsi residen terhadap sekelompok orang yang mempunyai masalah
yang sama, mereka berkumpul untuk saling membantu dalam mengatasi masalah
92
93
yang dihadapinya. Dengan kata lain, man helping man to help himself, yaitu
seseorang menolong orang lain untuk menolong dirinya sendiri dihayati positif
oleh para residen. Selain itu, harapan yang dimiliki oleh para residenpun tinggi.
Menurut Snyder (1994) karakteristik individu yang memiliki harapan tinggi ialah
memiliki persepsi tentang kemampuannya dalam pemecahan masalah kemampuan
seseorang dalam pemecahan masalah berkaitan dengan pemikiran seseorang
terkait dengan cara pencapaian tujuan. Pada saat mengalami siruasi sulit dalam
melaksanakan cara yang biasanya dilakukan untuk mencapai tujuan, mereka
menjadi sangat berorientasi pada tugas dan menjalankan cara alternatif untuk
mencapai tujuan. Mereka cenderung telah mengantisipasi permasalahan dengan
mengembangkan perencanaan dengan sistem back-up (cadangan) untuk mengatasi
kemungkinan mengalami suatu kesulitan.
Berdasarkan hasil analisis regresi diperoleh hasil R2 sebesar 0,576 dapat
diartikan bahwa variabel persepsi tentang Therapeutic Community memberikan
sumbangsih atau kontribusi sebesar 57,6% bagi perubahan variabel harapan untuk
pulih dari Napza. Ini berati menunjukan sangat tinggi maka program ini sangat
efektif untuk dilanjutkan, dan sisanya 42,4% dijelaskan oleh variabel lain yang
tidak diteliti dalam penelitian ini.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada bab sebelumnya
juga diketahui bahwa semua klasifikasi persepsi tentang Therapeutic Community
berkorelasi positif secara signifikan dengan harapan untuk pulih dari Napza
terutama Behavior Management Shaping dengan skor 0,685, Peer pressure
dengan skor 0,683, Emotional and Psychological dengan skor 0,543 , Intelectual
94
and Spiritual dengan skor 0,523, merupakan persepsi tentang Therapeutic
Community yang paling berkorelasi secara signifikan terhadap harapan untuk
pulih dari Napza dilihat dari besaran Pearson Correlation yang dimiliki. Jika
para pengelola di BNN itu memberikan harapan untuk pulih itu lebih ke program
Behavior Managemeni Shaping yaitu perubahan prilaku yang diarahkan pada
peningkatan kemampuan untuk mengelola kehidupannya sehingga terbentuk
perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai, norma-norma kehidupan masyarakat
(BNN, 2004), dan pada aspek Peer Presure yaitu suatu metode yang
menggunakan kelompok sebagai metode perubahan perilaku (BNN, 2004)
dinamika kelompok harus lebih diintesifkan dan kedua aspek tersebut itu lebih di
program secara maksimal karena ini terbukti dipersepsikan positif oleh residen.
Selain itu program-program yang lain mungkin dipersepsikan berbeda oleh para
residen. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Rice (1998) Perlu
diketahui bahwa saat individu mempersepsikan sesuatu, dapat terjadi bias yang
dipengaruhi oleh karakteristik emosi individu tersebut. Bias juga dapat
dipengaruhi oleh efek kumulatif dari pengalaman-pengalaman yang dialami
sebelumnya oleh individu yang bersangkutan.
Berdasarkan gambaran table 4.6 dapat terlihat bahwa dari 197 orang
responden 92 orang responden dengan presentase 46,7% memiliki skor persepsi
tentang therapeutic community pada kategori positif, dan 105 orang responden
dengan presentase 53,3% masuk dalam kategori negatif. Ini menunjukan bahwa
sebagian residen sudah mulai bisa menerima program dengan baik selebihnya
mungkin dikarenakan faktor mereka masuk rehabilitasi bukan karena keinginan
95
mereka tetapi keinginan keluarga atau terjaring razia sehingga mereka memuliki
persepsi yanng negatif tentang therapeutic community oleh karena itu, mereka
perlu dibina lebih matang lagi melalui program-program therapeutic community
yang ada agar mereka benar-benar bisa terus tetap bertahan dari narkoba selepas
dari BNN,
Berdasarkan gambaran tabel 4.7 dapat terlihat bahwa dari 197 orang
responden 88 orang responden dengan presentase 44,67% memiliki skor harapan
untuk pulih dari Napza pada kategori tinggi, dan 109 orang responden dengan
presentase 53,3% masuk dalam kategori rendah. menurut Snyder, Lehman,Kluck
& Monson (2006) menjelaskan keberhasilan program rehabilitasi ditunjang oleh
kemauan dari para pengguna. Keadaan bebas dari narkoba merupakan tujuan yang
ingin dicapai oleh mereka. Penelitian yang dilakukan Snyder dkk juga didasari
oleh hope theory (teori harapan) teori ini menjelaskan bahwa harapan individu
merupakan sebuah kekuatan pikiran yang mendorong motivasi agar tujuan yang
diinginkan tercapai. Penelitian mereka menemukan habwa semakin tinggi harapan
yang dimiliki individu, ia akan menunjukan fungsi mental dan fisik yang lebih
baik dari pada yang lainnya. Hal ini menjelaskan bahwa dalam program
rehabilitasi yang terbaik adalah membantu para residen untuk menyadari dan
mengenali harapan yang ada dalam dirinya. Kemudian mereka disadarkan akan
hambatan dan rintangan yang dihadapi untuk dapat menyelesaikan rintangan
tersebut. Dengan demikian residen tidak akan mengalami hambatan dalam proses
pemulihan diri dari ketergantungan.
96
Berdasarkan gambaran dinamika dilapangan diperoleh hasil menurut
persepsi mereka dari beberapa kegiatan residen menyatakan bahwa yang
dirasakan dari kegiatan morning meeting adalah biasa saja sebanyak 40%, manfaat
yang didapatkan dari kegiatan ini ialah mengawali hari agar menjadi lebih baik
sebanyak 32%. Pada kegiatan wrap up residen menyatakan bahwa yang dirasakan
dari kegiatan ini merasa pusing dan mengantuk yaitu 40%, manfaat yang
didapatkan dari kegiatan ini adalah dapat menghargai sesama residen sebanyak
47%. Pada kegiatan issue of the house menyatakan bahwa yang dirasakan selama
mengikuti kegiatan ini ialah mendapatkan knowledge sebanyak 47%. Pada
kegiatan crackle barel residen menyatakan bahwa yang dirasakan selama
mengikuti kegiatan ini ialah mendapatkan pengetahuan baru sebanyak 40%,
manfaat yang didapatkan dari kegiatan ini ialah residen dapat mengaplikasikannya
diluar rehabilitasi sebanyak 21%. Ini menunjukan bahwa para residen sebagian
besar mempersepsikan kegiatan program therapeutic community secara positif.
Selanjutnya, gambaran umum responden berdasarkan usia. Sebagian besar
berusia antara 21-30 tahun, yaitu sebanyak 125 orang dengan presentase 63,452%.
Hal ini menunjukan mereka sudah memasuki pada usia produktif namun, banyak
dari mereka yang masih berstatus belum menikah dari hasil data yang didapat
gambaran umum responden berdasarkan status dari hasil penelitian data yang
diperoleh bahwa subjek dengan status pernikahan belum menikah mendominasi
penelitian ini dengan jumlah 119 orang dengan persentase 60,406%, hal ini
menunjukan betapa sulitnya mereka memiliki tanggung jawab, untuk diri sendiri
saja sulit bagaimana jika mereka memiliki keluarga yaitu istri dan anak. Menurut
97
BKKBN (2003) dampak dari penggunaan Napza antara lain orang tidak lagi dapat
berpikir dan berperilaku normal. Perasaan, pikiran dan perilakunya dipengaruhi
oleh zat yang dipakainya. Berbagai gangguan psikis atau kejiwaan yang sering
dialami oleh mereka yang menyalahgunakan Napza antara lain depresi, paranoid,
percobaan bunuh diri, melakukan tindak kekerasan.
Pada penelitian ini angket yang disebar sebelumnya sebanyak 205
eksemplar, namun hanya 197 yang bisa diolah. Sisa 8 eksemplar lainnya tidak
bisa diolah karena responden tidak mengisi item secara lengkap. Hal itu peneliti
sadari bisa disebabkan oleh situasi pengisian skala yang kurang kondusif,
mengingat pengisian skala dilakukan pada malam hari dimana residen sudah
mulai mengantuk sehingga penilitipun tidak bisa memantau satu per satu proses
pengisian skala pada residen selain itu karna jumlah item yang terlalu banyak
yaitu untuk skala persepsi tentang Therapeutic Community berjumlah 66 item dan
untuk skala harapan untuk pulih dari napza berjumlah 65 item total keseluruhan
item 131, sehingga residen terlalu lelah mengerjakannya.
5.3 Saran
Dari hasil kesimpulan dan diskusi hasil penelitian, maka penulis
mengajukan saran teoritis dan saran praktis sebagai berikut :
5.3.1 Saran Teoritis
a. Sebaiknya pada penelitian di masa yang akan datang memberikan item yang
simpel karena residen belum pulih total, serta melakukan observasi dan
wawancara yang intensif
98
b. Untuk penelitian selanjutnya mengenai tema yang mengangkat tentang
pecandu narkoba, diharapkan peneliti selanjutnya meneliti metode selain
Therapeutic Community misalnya Narcotic Anonymous (twelve step), Inaba
(muslim), Rumah Damai (nasrani), ataupun metode lain yang juga digunakan
oleh panti rehabilitasi narkoba yang tersebar di seluruh Indonesia. Sehingga
diharapkan mendapat perbandingan dari beberapa metode tersebut, metode
manakah yang memberi kontribusi paling besar terhadap harapan untuk pulih
dari Napza.
5.3.2 Saran Praktis
a. Untuk residen
Hendaknya residen dapat mengikuti program Therapeutic Community secara
baik, disiplin sehingga program-program yang ada dapat diaplikasikan karena
pada dasarnya semua program tersebut dilakukan untuk proses pemulihan
mereka dari napza sehingga mereka dapat mencapai tujuan yang mereka
harapkan.
b. Untuk Pengelola Panti Rehabilitasi
Karena berkolerasi positif maka program Therapeutic Community dilanjutkan
dengan lebih memerhatikan aspek Behavior Management Shaping dan Peer
Presure disamping aspek-aspek yang lain yaitu Emotional and Psychological,
Intelectual and Spiritual, Vocational and Survival, Family Milleu Concept,
Therapeutic Session, Religious Session dan Role Model.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurahman, Soejono. 2005. Metode Penelitian Suatu Pemikiran dan Penerapan. Jakarta: PT Asdi Mahasatya.
Azwar, Saifuddin. 1999. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
BKKBN, 2003. Sedia payung sebelum hujan: Apa saja yang perlu kita tahu mengenai Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya.
BNN R.I. & Departemen Sosial R.I. (2004). Metode Therapeutic Community (Komunitas Terapeutik) Dalam Rehabilitasi Sosial Penyalahgunaan Narkoba. Jakarta.
BNN. (2009). Hasil Penelitian BNN dan Puslitkes UI Tentang Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia. www.bnn.go.id/portalbaru/portal/konten.php?nama=ArtikelLitbang&op=dl_artikel_litbang&namafile=HASIL%20PENELITIAN%20BNN%20Jurnal%202009.pdf
Carr, A. (2004). Positive psychology: the science of happiness and human strengths. New York: Brunner-Routlage.
Hawari, D. (2001). Al-qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa. Ed III. Jakarta: PT Dana Bhakti Prima Jasa.
Farran, C., Heart, K.A. & Popovich, J.M. (1995). Hope and Hopelessness: Critical Clinical Construct. London New Delhi: Sage Publications, Inc.
Koentjaraningrat. 1993. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Morgan, Clifford T. (1986). Introduction to psychology. Singapore: McGraw-Hill
Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Bogor : Ghalia Indonesia
Snyder, C.R. (194). The Psychology of Hope: you can get from there from here. New York: The Free Press.
Peterson, C. & Selligman, M.E.P. (2004). Character strengths and virtues. New York: Oxford University Press.
99
100
Pusat Pencegahan Lakhar, BNN. (2009). Advokasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Bagi Petugas Lapas/Ritan.. http://catalogue.nla.gov.au/Record/4903872?lookfor=author:%22Indonesia.%20Badan%20Narkotika%20Nasional.%20Pusat%20Pencegahan%20Lakhar%22&offset=1&max=1
Pengguna NAPZA di Indonesia 3,2 Juta Orang http://nasional.kompas.com/read/2008/06/19/18581795/pengguna.napza.di.indonesia.32.juta.orang. 18082010 12:56.
Rice, P.L. 1998. Stress and Health. USA : Brooks Cole Publishing Company.
Rice, V.H. (Ed). (2000). Handbook of stress, coping and health: implications for nursing research, theory & practice. London New Delhi: Sage Publications, Inc
Robbins, Stephen P. 2001. Organizational Behavior 9th ed. New Jersey : Prentice Hall.
Sevilla, dkk. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta : UI Press.
Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.
Sugiyono. (2008). Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
UPT Terapi dan Rehabilitasi BNN, Walking paper.
Winanti, S.Psi, Therapeutic Community (TC), Lapas Klas IIA Narkotika jakarta. http://www.google.co.id/search?client=firefox-a&rls=org.mozilla%3Aen-US%3Aofficial&channel=s&hl=id&source=hp&q=Winanti%2C+S.Psi%2C+Therapeutic+Community+(TC)%2C+Lapas+Klas+IIA+Narkotika+jakarta.&meta=&btnG=Penelusuran+Googl
PENGANTAR
Assalamu`alaikum Wr..Wb..
Salam Sejahtera
Kepada responden yang saya hormati,
Saya selaku Mahasiswi Fakultas Psikologi UIN akan mengadakan suatu penelitian
kuantitatif. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data mengenai potensi positif
dalam diri individu.
Oleh karena itu, saya mengharapkan kesediaan saudara untuk turut serta membantu
dalam memberikan data mengenai hal tersebut. Kerjasama yang saya harapkan adalah
kesediaan saudara untuk mengisi serangkaian item pernyataan secara jujur apa
adanya.
Dalam skala ini tidak ada jawaban benar salah serta tidak disediakan kolom nama
untuk diisi, agar saudara dapat lebih merasa leluasa untuk menjawab jujur apa adanya
sesuai dengan keadaan diri saudara. Adapun informasi atau data yang saudara berikan
akan sangat bermanfaat bagi penelitian dan akan dijamin kerahasiaannya serta hanya
digunakan untuk kepentingan pengumpulan data.
Atas segala kerjasama serta bantuan saudara, saya ucapkan terima kasih.
Wassalamu`alaikum Wr..Wb..
Jakarta, 10 November 2010
Peneliti
IDENTITAS
Silahkan isi serta lingkari pilihan yang tersedia sesuai dengan diri anda
Usia : __________________________________
Pendidikan terakhir : __________________________________
Fase saat ini : a. Primary ( a. Younger / b. Middle / c. Older )
b. Re-Entry ( a. Fase Orientasi / b. Fase A / c. Fase B / d. fase C )
Status : a. Single b. Menikah c. Duda
PETUNJUK PENGISIAN SKALA
1. Bacalah dan pahami setiap pernyataan yang ada dengan teliti
2. Beri tanda check list ( √ ) pada kolom di sebelah kanan anda pada setiap pernyataan yang paling sesuai dengan keadaan Saudara
3. Dalam hal ini tidak ada jawaban benar atau salah. Semua jawaban adalah Baik. Adapun pilihan jawaban tersebut adalah:
SS = Sangat Setuju , jika kalimat pernyataan Sangat Setuju dengan keadaan diri Saudara
S = Setuju , jika kalimat pernyataan Setuju dengan keadaan diri Saudara
TS = Tidak Setuju , jika kalimat pernyataan Tidak Setuju dengan keadaan diri Saudara
STS = Sangat Tidak Setuju , jika kalimat pernyataan Sangat Tidak Setuju dengan keadaan diri Saudara
Contoh:
Jika jawaban Anda Setuju
NO Pernyataan SS S TS STS 1. Saya menyukai olahraga √
NO Pernyataan SS S TS STS 1. Duduk fokus didepan the creed membuat saya introspeksi terhadap
diri saya.
2. Share feeling membuat perasaan saya menjadi lega.
3. Seminar membuat pengetahuan saya tentang adiksi bertambah.
4. Saya bisa bertanggung jawab sebagai pemimpin berjalannya rumah.
5. Saya senang melakukan pekerjaan yang dilakukan bersama-sama dengan family.
6. Teguran yang saya berikan kepada family adalah pembelajaran untuk saya.
7. Kegiatan kelompok dapat mengembangkan pribadi saya dalam rangka membantu proses pemulihan.
8. Kegiatan keagamaan dapat memberikan nilai-nilai yang positif dalam kehidupan saya.
9. Saya mempelajari setiap hal positif yang dilakukan oleh family.
10, Learning Experience tidak bekerja untuk proses pemulihan saya.
11. Saya senang bangun setiap pagi.
12. Saya selalu berpartisipasi setiap ada acara keagamaan.
13. Tugas mencuci pakaian, seprei dan perlengkapan lainnya membantu saya menjadi lebih mandiri.
14. Salah satu family melakukan kebaikan, semua family mendapat dampak yang baik
15, Saya tidak menegur kesalahan family, karena saya takut ditegur.
16, Kegiatan group membuat saya mengantuk.
17, Saya tidak aktif dalam kegiatan keagamaan.
18. Buddy saya dapat memberikan contoh positif dalam menjalankan program.
19. Teguran dari family membuat saya belajar dari kesalahan.
20. Masukan yang diberikan family sangat membantu permasalahan saya.
21, Mengikuti seminar hanya membuang-buang waktu.
22, Family tidak memberikan feed back terhadap permasalahan yang saya hadapi.
23, Saya lebih suka melakukan pekerjaan sendiri karena hasilnya lebih memuaskan.
24, Teguran yang diberikan oleh family tidak berarti apa-apa untuk saya.
25, Kegiatan kelompok tidak membantu proses pemulihan saya.
26. Mengikuti kegiatan keagamaan membuat saya tenang.
27. Memberikan apresiasi pada residen yang melakukan hal baik adalah hal yang seharus dilakukan.
28. Aktif di kegiatan keagamaan membuat saya semakin dekat dengan Tuhan.
29. Kegiatan group meningkatkan harga diri saya.
30. Setiap aktifitas yang ada dalam rehabilitasi selalu dilakukan bersama-sama.
31, Mengerjakan tugas sehari-hari yang ada di facility, tidak membantu dalam proses pemulihan.
32, Thema writting adalah tugas yang melelahkan.
33. Beribadah membuat diri saya menjadi tenang.
34, Saya merasa tertekan ketika family menegur saya.
35, Saya merasa terbebani jika diberi tanggung jawab yang besar.
36. Ketika family melakukan kesalahan saya harus menegurnya.
37. Family tidak perduli dengan masalah yang saya hadapi.
38, Tidak ada contoh family yang baik untuk di ikuti.
39. Mendengarkan ceramah keagamaan membuat saya mengingat akan masa lalu saya.
40, Aktifitas yang ada dalam rehabilitasi dilakukan sendiri-sendiri oleh setiap residen.
41. Tugas sehari-hari yang ada di facility, sangat membantu dalam proses pemulihan saya.
42, Saya lebih senang memendam perasaan saya.
43. Merapihkan tempat tidur adalah sebuah keharusan.
44, Kegiatan-kegiatan yang ada direhabilitasi tidak membantu proses pemulihan saya.
45. Saya berperilaku sesuai dengan keinginan saya.
46, Saya malas bangun pagi.
47. Ketika saya kesal dengan family, saya langsung mengungkapkannya.
48. Tugas menyediakan dan menyiapkan makan untuk family saya lakukan dengan senang hati.
49. Mengikuti morning meeting adalah mengawali hari yang indah.
50, Saya tidak perduli jika mendapat teguran dari family.
51. Salah satu family melakukan kesalahan, semua family juga mendapat pembelajaran.
52. Saya semakin merasa berdosa ketika mengikuti kegiatan keagamaan.
53. Setiap saya melakukan kesalahan family slalu menegur saya.
54. Setiap saya memiliki permasalahan family selalu membantu saya.
55. Ketika saya melakukan kesalahan yang fatal, family menegur saya dengan keras.
56, Saya tidak peduli walaupun pakaian yang saya kenakan tidak rapih.
57. Thema writting adalah salah satu tugas yang saya sukai karena menambah pengetahuan saya tentang adiksi
58. Dengan mendengarkan ceramah keagamaan membuat saya lebih dekat dengan Tuhan.
59. Merawat dan memperbaiki alat-alat atau fasilitas rumah yang rusak adalah suatu kewajiban.
60. Lemari pakaian saya salalu rapih.
61. Kegiatan-kegiatan yang ada di rehabilitasi membuat saya memiliki tanggung jawab.
62. Teguran yang saya berikan kepada family adalah tekanan untuk saya agar tidak melakukan hal tersebut.
63. Family menguatkan saya dalam pemulihan.
64, Saya tidak senang ditegur oleh family.
65. Saya memperhatikan Pakaian yang saya kenakan setiap hari.
66. Learning Experience membuat saya menyadari prilaku negatif yang telah saya lakukan.
NO Pernyataan SS S TS STS 1. Saya ingin pulih dari kecanduan saya terhadap narkoba
2. Pengalaman masa lalu telah mempersiapkan saya dengan baik untuk masa depan saya.
3. Setelah selesai rehabilitasi saya ingin bekerja
4. Saya yakin akan berhasil dalam menjalani proses pemulihan.
5. Saya mampu mengatasi masalah tanpa narkoba.
6. Saya bekerja keras dalam mencapai tujuan-tujuan yang saya tetapkan.
7. Saya tahu saya dapat menemukan suatu cara untuk memecahkan masalah meskipun orang lain sudah putus asa.
8, Sedikit cara yang saya miliki untuk mengatasi relapse.
9. Rehabilitasi adalah tempat yang pas untuk proses pemulihan saya.
10, Saya tidak yakin bahwa cara saya melakukan sesuatu akan memberikan hasil terbaik.
11. Menunggu masa depan saya di tempat ini adalah hal yang baik.
12. Saya dapat mengandalkan kemampuan saya untuk mengatasi kesulitan dalam pemulihan.
13. Saya siap menghadapi tantangan yang baru.
14, Saya tidak mampu beradaptasi dengan lingkungan yang baru.
15, Sekeras apapun usaha yang saya lakukan, kehidupan saya biasa saja
16. Saya ingin memperbaiki hubungan saya dengan orang tua/ keluarga dan teman.
17. Saya mudah menyerah ketika menghadapi permasalahan yang sulit.
18. Saya terus berharap akan masa depan yang lebih baik meskipun ada berbagai tantangan.
19, Saya tidak dapat melewati tantangan untuk menuju masa depan yang
lebih baik. 20. Ketika dihadapkan pada suatu tantangan, saya siap mengambil
tindakan.
21. Saya yakin dapat menerapkan kiat-kiat untuk mengatasi relapse.
22, Saya tidak dapat mengandalkan kemampuan saya untuk mengatasi kesulitan dalam pemulihan.
23. Saya yakin dapat membuat perubahan dalam hidup saya.
24. Saya memiliki rencana-rencana yang kongkrit.
25. Apapun yang terjadi, setelah keluar dari rehabilitasi saya akan siap menanganinya.
26. Saya dapat memikirkan cara-cara untuk keluar dari permasalahan yang rumit.
27. Ada banyak cara yang saya miliki untuk mengatasi relapse.
28. Saya tahu bahwa saya akan sukses mencapai tujuan yang telah saya tetapkan.
29. Saya tahu apa yang harus saya lakukan untuk mencapai tujuan yang saya tetapkan.
30. Saya memiliki rencana untuk saya lakukan 1 tahun dari sekarang.
31. Saya yakin dapat menjalani rutinitas didalam rehabilitasi.
32, Saya tidak yakin dapat menjalani pemulihan dengan baik.
33. Sulit bagi saya untuk merubah kebiasaan terdahulu.
34, Saya tidak yakin dapat mencapai tujuan yang telah saya tetapkan.
35, Rencana yang telah saya susun tidak efektif dalam mencapai tujuan yang saya tetapkan.
36, Saya membiarkan diri saya fokus pada sesuatu yang buruk.
37, Saya tidak memiliki rencana yang jelas untuk hidup saya kedepan.
38. Saya berusaha terus menerus dengan semangat untuk mencapai tujuan yang saya inginkan.
39, Saya merasa tidak mempunyai kekuatan yang cukup untuk menyelesaikan masalah.
40. Begitu banyak cara untuk memecahkan setiap persoalan.
41. Jika saya mempunyai permasalahan dalam rehabilitasi, saya mempunyai banyak cara untuk menanganinya.
42, Saya tidak berpikir tentang masa depan.
43. Saya tidak ingin bekerja setelah keluar dari rehabilitasi
44. Saya cukup berhasil dalam hidup.
45. Saya tidak siap menjalani kehidupan diluar rehabilitasi
46. Saya memiliki gambaran yang jelas dalam benak saya tentang apa yang saya inginkan terjadi dimasa depan.
47. Saya mempunyai banyak cara untuk mengatasi rasa bosan.
48, Saya tidak melakukan sesuatu agar pikiran saya lepas dari pikiran buruk.
49. Jika saya mendapat evaluasi rendah, saya memfokuskan diri saya pada kesempatan berikutnya.
50, Saya tidak memiliki tujuan dalam hidup saya.
51, Masalah dapat hilang dengan sendirinya tanpa melakukan sesuatu.
52, Saya tidak dapat beraktifitas tanpa narkoba.
53, Saya tidak siap dengan tantangan yang baru.
54. Saya suka melakukan sesuatu dibandingkan duduk dan menunggu sesuatu itu terjadi.
55. saya ingin hidup bersih tanpa narkoba
56. Saya akan mencapai tujuan-tujuan yang saya tetapkan.
57, Saya tidak siap dengan lingkungan yang baru.
58, Saya tidak memiliki cara untuk mengatasi rasa bosan.
59. Saya berdo’a untuk memberikan saya kekuatan.
60, Sulit bagi saya untuk berhasil, jika ada sesuatu yang menghambat
61, Saya tidak yakin akan memperoleh tujuan yang saya harapkan.
62. Ada macam-macam cara untuk mendapatkan sesuatu yang terpenting dalam hidup saya.
63, Saya merasa takut tentang masa depan saya.
64, Saya tidak mencoba kesempatan berikutnya jika saya gagal
65. Saya dapat beraktifitas tanpa narkoba.
Persepsi tentang therapeutic community Case Processing Summary
N % Cases Valid 197 100,0 Excluded(
a) 0 ,0
Total 197 100,0a Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based
on Standardized
Items N of Items ,951 ,952 61
Item Statistics Mean Std. Deviation N VAR00001 3,6751 ,54962 197VAR00002 3,4315 ,62403 197VAR00003 3,6599 ,52593 197VAR00004 3,3503 ,68076 197VAR00005 3,3655 ,64557 197VAR00006 3,3959 ,56747 197VAR00007 3,1726 ,63137 197VAR00008 2,6396 ,83119 197VAR00009 3,2234 ,74974 197VAR00010 2,7970 ,76891 197VAR00011 3,0812 ,64957 197VAR00012 3,3249 ,60275 197VAR00013 3,0508 ,80017 197VAR00014 3,0000 ,82065 197VAR00015 3,6193 ,64066 197VAR00016 2,8934 ,79783 197VAR00017 3,4670 ,66638 197VAR00018 3,1929 ,73772 197VAR00019 3,2386 ,64597 197VAR00020 3,1574 ,72182 197VAR00021 3,0203 ,77565 197VAR00022 3,4315 ,69372 197VAR00023 3,2487 ,65001 197VAR00024 3,4924 ,55896 197VAR00025 3,2995 ,52162 197VAR00026 3,2335 ,64388 197VAR00027 3,2386 ,64597 197
VAR00028 3,2487 ,60107 197VAR00029 3,2234 ,65533 197VAR00030 3,1168 ,73649 197VAR00031 2,9746 ,82336 197VAR00032 2,8731 ,84463 197VAR00033 2,9492 ,83755 197VAR00034 2,8173 ,81885 197VAR00035 3,1421 ,76938 197VAR00036 3,1472 ,81043 197VAR00037 3,3553 ,61082 197VAR00038 3,0000 ,75593 197VAR00039 3,3299 ,68345 197VAR00040 3,1726 ,64733 197VAR00041 3,3147 ,79696 197VAR00042 3,3147 ,87040 197VAR00043 3,2386 ,77521 197VAR00044 3,0558 ,70126 197VAR00045 3,0305 ,63010 197VAR00046 2,9492 ,81907 197VAR00047 3,1574 ,58954 197VAR00048 3,3350 ,83265 197VAR00049 3,2843 ,79566 197VAR00050 3,3553 ,83031 197VAR00051 3,1726 ,78938 197VAR00052 3,6193 ,59952 197VAR00053 3,4061 ,67579 197VAR00054 3,2030 ,72800 197VAR00055 3,1472 ,82292 197VAR00056 3,5279 ,62718 197VAR00057 2,7665 ,84895 197VAR00058 3,0406 ,82584 197VAR00059 3,2792 ,64541 197VAR00060 2,9188 ,89983 197VAR00061 3,2640 ,73635 197
Summary Item Statistics
Mean Minimum Maximum Range Maximum / Minimum Variance N of Items
Item Means 3,172 2,551 3,612 1,061 1,416 ,051 59
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Squared Multiple
Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted VAR00001 183,9133 397,680 ,469 . ,939VAR00002 183,7194 397,977 ,491 . ,939VAR00003 183,5561 400,330 ,391 . ,939VAR00004 183,9694 400,081 ,367 . ,939
VAR00005 183,8878 397,639 ,482 . ,939VAR00006 183,7704 398,034 ,505 . ,939VAR00007 183,8980 395,220 ,547 . ,939VAR00008 183,5204 400,630 ,366 . ,939VAR00009 183,8520 398,650 ,463 . ,939VAR00010 184,1837 391,023 ,478 . ,939VAR00011 184,0867 394,521 ,462 . ,939VAR00012 183,9235 394,851 ,532 . ,939VAR00013 183,6990 398,950 ,418 . ,939VAR00014 183,9184 398,711 ,378 . ,939VAR00015 184,4184 396,214 ,365 . ,940VAR00016 184,1122 398,336 ,370 . ,940VAR00017 183,7653 396,119 ,553 . ,939VAR00018 183,8878 397,659 ,488 . ,939VAR00019 183,8724 394,984 ,497 . ,939VAR00020 183,9949 393,103 ,514 . ,939VAR00021 184,5816 397,804 ,313 . ,940VAR00022 183,9388 395,022 ,470 . ,939VAR00023 183,9439 394,156 ,496 . ,939VAR00024 183,6276 401,896 ,329 . ,940VAR00025 183,8265 400,985 ,389 . ,939VAR00026 183,5612 402,842 ,323 . ,940VAR00027 184,0561 399,243 ,413 . ,939VAR00028 183,9439 400,935 ,316 . ,940VAR00029 184,0102 389,743 ,583 . ,938VAR00030 184,5204 394,825 ,438 . ,939VAR00031 184,3112 397,313 ,374 . ,940VAR00032 184,3010 394,745 ,413 . ,939VAR00033 183,8673 398,362 ,419 . ,939VAR00034 184,0459 400,116 ,315 . ,940VAR00035 183,9592 392,480 ,532 . ,939VAR00036 184,0306 398,922 ,323 . ,940VAR00037 183,9898 392,072 ,615 . ,938VAR00038 184,2653 393,929 ,473 . ,939VAR00039 183,7806 396,808 ,494 . ,939VAR00040 184,0765 389,712 ,546 . ,938VAR00041 184,3163 395,499 ,395 . ,939VAR00042 183,9388 400,930 ,335 . ,940VAR00043 184,0510 392,746 ,560 . ,938VAR00044 184,0510 394,079 ,542 . ,939VAR00045 183,8622 399,176 ,348 . ,940VAR00046 184,2398 396,604 ,342 . ,940VAR00047 183,9286 401,051 ,367 . ,939VAR00048 184,0051 398,262 ,501 . ,939VAR00049 183,8520 398,096 ,453 . ,939VAR00050 184,3980 396,610 ,391 . ,939VAR00051 183,6888 400,410 ,381 . ,939VAR00052 183,9133 397,557 ,474 . ,939VAR00053 183,7194 399,218 ,432 . ,939VAR00054 183,7500 396,404 ,562 . ,939VAR00055 183,8265 396,288 ,499 . ,939
VAR00056 183,8622 395,145 ,581 . ,938VAR00057 183,9898 389,928 ,613 . ,938VAR00058 183,8827 399,848 ,450 . ,939VAR00059 183,8316 392,510 ,615 . ,938
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items 187,1327 410,208 20,25359 59
s
Harapan untuk pulih dari Napza
Case Processing Summary N %
Valid 196 99,5Excluded(a) 1 ,5
Cases
Total 197 100,0a Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based
on Standardized
Items N of Items ,940 ,942 59
Item Statistics Mean Std. Deviation N VAR00001 3,2194 ,64675 196VAR00002 3,4133 ,60564 196VAR00003 3,5765 ,60702 196VAR00004 3,1633 ,65935 196VAR00005 3,2449 ,63345 196VAR00006 3,3622 ,58739 196VAR00007 3,2347 ,66873 196VAR00008 3,6122 ,62647 196VAR00009 3,2806 ,60581 196VAR00010 2,9490 ,96474 196VAR00011 3,0459 ,81834 196VAR00012 3,2092 ,70319 196VAR00013 3,4337 ,64901 196VAR00014 3,2143 ,72678 196VAR00015 2,7143 ,90582 196VAR00016 3,0204 ,76433 196VAR00017 3,3673 ,62245 196
VAR00018 3,2449 ,62530 196VAR00019 3,2602 ,74328 196VAR00020 3,1378 ,80791 196VAR00021 2,5510 ,92401 196VAR00022 3,1939 ,77998 196VAR00023 3,1888 ,78451 196VAR00024 3,5051 ,60339 196VAR00025 3,3061 ,57125 196VAR00026 3,5714 ,54538 196VAR00027 3,0765 ,63992 196VAR00028 3,1888 ,69436 196VAR00029 3,1224 ,85653 196VAR00030 2,6122 ,84286 196VAR00031 2,8214 ,81885 196VAR00032 2,8316 ,89283 196VAR00033 3,2653 ,68014 196VAR00034 3,0867 ,75626 196VAR00035 3,1735 ,81051 196VAR00036 3,1020 ,82263 196VAR00037 3,1429 ,72324 196VAR00038 2,8673 ,83067 196VAR00039 3,3520 ,65909 196VAR00040 3,0561 ,91254 196VAR00041 2,8163 ,88691 196VAR00042 3,1939 ,65880 196VAR00043 3,0816 ,76021 196VAR00044 3,0816 ,72570 196VAR00045 3,2704 ,75335 196VAR00046 2,8929 ,93576 196VAR00047 3,2041 ,59845 196VAR00048 3,1276 ,58094 196VAR00049 3,2806 ,64675 196VAR00050 2,7347 ,82959 196VAR00051 3,4439 ,61762 196VAR00052 3,2194 ,64675 196VAR00053 3,4133 ,61405 196VAR00054 3,3827 ,60043 196VAR00055 3,3061 ,67798 196VAR00056 3,2704 ,63516 196VAR00057 3,1429 ,81019 196VAR00058 3,2500 ,55816 196VAR00059 3,3010 ,70616 196
Summary Item Statistics
Mean Minimum Maximum Range Maximum / Minimum Variance N of Items
Item Means 3,172 2,551 3,612 1,061 1,416 ,051 59
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Squared Multiple
Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted VAR00001 183,9133 397,680 ,469 . ,939VAR00002 183,7194 397,977 ,491 . ,939VAR00003 183,5561 400,330 ,391 . ,939VAR00004 183,9694 400,081 ,367 . ,939VAR00005 183,8878 397,639 ,482 . ,939VAR00006 183,7704 398,034 ,505 . ,939VAR00007 183,8980 395,220 ,547 . ,939VAR00008 183,5204 400,630 ,366 . ,939VAR00009 183,8520 398,650 ,463 . ,939VAR00010 184,1837 391,023 ,478 . ,939VAR00011 184,0867 394,521 ,462 . ,939VAR00012 183,9235 394,851 ,532 . ,939VAR00013 183,6990 398,950 ,418 . ,939VAR00014 183,9184 398,711 ,378 . ,939VAR00015 184,4184 396,214 ,365 . ,940VAR00016 184,1122 398,336 ,370 . ,940VAR00017 183,7653 396,119 ,553 . ,939VAR00018 183,8878 397,659 ,488 . ,939VAR00019 183,8724 394,984 ,497 . ,939VAR00020 183,9949 393,103 ,514 . ,939VAR00021 184,5816 397,804 ,313 . ,940VAR00022 183,9388 395,022 ,470 . ,939VAR00023 183,9439 394,156 ,496 . ,939VAR00024 183,6276 401,896 ,329 . ,940VAR00025 183,8265 400,985 ,389 . ,939VAR00026 183,5612 402,842 ,323 . ,940VAR00027 184,0561 399,243 ,413 . ,939VAR00028 183,9439 400,935 ,316 . ,940VAR00029 184,0102 389,743 ,583 . ,938VAR00030 184,5204 394,825 ,438 . ,939VAR00031 184,3112 397,313 ,374 . ,940VAR00032 184,3010 394,745 ,413 . ,939VAR00033 183,8673 398,362 ,419 . ,939VAR00034 184,0459 400,116 ,315 . ,940VAR00035 183,9592 392,480 ,532 . ,939VAR00036 184,0306 398,922 ,323 . ,940VAR00037 183,9898 392,072 ,615 . ,938VAR00038 184,2653 393,929 ,473 . ,939VAR00039 183,7806 396,808 ,494 . ,939VAR00040 184,0765 389,712 ,546 . ,938VAR00041 184,3163 395,499 ,395 . ,939VAR00042 183,9388 400,930 ,335 . ,940VAR00043 184,0510 392,746 ,560 . ,938VAR00044 184,0510 394,079 ,542 . ,939VAR00045 183,8622 399,176 ,348 . ,940
VAR00046 184,2398 396,604 ,342 . ,940VAR00047 183,9286 401,051 ,367 . ,939VAR00048 184,0051 398,262 ,501 . ,939VAR00049 183,8520 398,096 ,453 . ,939VAR00050 184,3980 396,610 ,391 . ,939VAR00051 183,6888 400,410 ,381 . ,939VAR00052 183,9133 397,557 ,474 . ,939VAR00053 183,7194 399,218 ,432 . ,939VAR00054 183,7500 396,404 ,562 . ,939VAR00055 183,8265 396,288 ,499 . ,939VAR00056 183,8622 395,145 ,581 . ,938VAR00057 183,9898 389,928 ,613 . ,938VAR00058 183,8827 399,848 ,450 . ,939VAR00059 183,8316 392,510 ,615 . ,938
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items 187,1327 410,208 20,25359 59
Descriptive Statistics Mean Std. Deviation N VAR00001 208,3401 21,47878 197VAR00002 207,3909 22,62369 197
Correlations VAR00001 VAR00002
Pearson Correlation 1 ,710(**)Sig. (2-tailed) ,000
Persepsi tentang TC
N 197 197Pearson Correlation ,710(**) 1Sig. (2-tailed) ,000
Harapan
N 197 197** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Descriptive Statistics N Range Minimum Maximum Mean Std. Deviation PersepsiTC 197 104,00 160,00 264,00 208,3401 21,47878Harapan 197 104,00 156,00 260,00 207,3909 22,62369Valid N (listwise) 197