BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Proses menua adalah sebuah proses yang mengubah orang dewasa
sehat menjadi rapuh disertai dengan menurunnya cadangan hampir semua
sistem fisiologis proses tersebut disertai dengan meningkatnya kerentanan
terhadap penyakit dan kematian. Pendapat lain mengatakan bahwa menua
merupakan suatu proses menghilangnya secara perlahan–lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri serta mempertahankan
struktur dan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas
(termasuk infeksi) dan kemampuan untuk memperbaiki kerusakan yang diderita
(Darmojo;2004).
Terjadinya proses menua disertai dengan berbagai perubahan baik dari
fisik dan psikososial. Perubahan fisik dapat dilihat antara lain dari perubahan
penampilan pada bagian wajah, tangan dan kulit. Perubahan lainnya yaitu pada
bagian dalam tubuh seperti pada sistem saraf otak, limpa, hati. Perubahan pada
panca indera ternyata juga terjadi yaitu pada penglihatan, pendengaran,
penciuman, perasa, perubahan pada motorik antara lain berubahnya kekuatan,
kecepatan dan belajar ketrampilan baru (Watson,2004). Perubahan secara
psikososial lanjut usia antara lain keadaan pensiun dari pekerjaan, kehilangan
pekerjaan, kehilangan finansial, kehilangan status, keadaan sadar akan
kematian, perubahan cara hidup. Disamping itu lanjut usia juga mengalami
penurunan secara ekonomi atau finansial karena pemberhentian dari jabatan
sedangkan biaya hidup semakin bertambah dan bertambahnya biaya berobat.
1
2
Dampak dari perubahan pada lanjut usia cenderung pada bentuk perubahan
yang negatif. Penuaan merupakan faktor resiko timbulnya berbagai penyakit
antara lain stroke yang merupakan penyakit karena organ tubuh termasuk
pembuluh darah otak menjadi rapuh.
Di Indonesia, stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan
setelah jantung dan kanker. Menurut survei tahun 2004, stroke merupakan
pembunuh no.1 di RS Pemerintah di seluruh Indonesia. Diperkirakan ada
500.000 penduduk yang terkena stroke (www.medicastore.com). Insiden stroke
mengenai populasi usia lanjut yang berusia 75-84 tahun sekitar 10 kali dari
populasi 55-64 tahun. Dari jumlah tersebut, sepertiganya bisa pulih kembali,
sepertiga lainnya mengalami gangguan fungsional ringan sampai sedang dan
sepertiga sisanya mengalami gangguan fungsional berat yang mengharuskan
penderita terus menerus di kasur. Menurut Ketua Tim Stroke RSSA Malang, Eko
Arisetijono,jumlah penderita stroke di Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA) Malang
tercatat sebanyak 56 orang pada Januari dan 63 orang pada Februari 2007.
Jumlah ini naik lagi pada Mei hingga mencapai 76 orang, sehingga stroke
mendominasi penyakit syaraf (Bintariadi,2007).
Stroke yang menyerang lanjut usia menyebabkan ketergantungan lanjut
usia makin meningkat. Perubahan yang sering terjadi pada penderita stroke
antara lain kelumpuhan, perubahan mental dapat mempengaruhi pikiran dan
dampak emosional, hilangnya sensori akibat ketidakmampuan berbicara,
kesulitan berjalan, berpakaian, mengendalikan buang air besar dan kecil, mandi,
makan, sulit melakukan gerakan sehari-hari, perubahan kepribadian bisa berupa
halusinasi dan depresi, khususnya bila hanya berbaring di tempat tidur sehingga
kebutuhan ADL (Activity Daily Living) tidak terpenuhi, keadaan seperti ini secara
3
langsung membuat angka ketergantungan terhadap keluarga akan semakin
bertambah.
Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam perawatan lanjut usia
untuk memberikan kemudahan dalam pemenuhan ADL (Activity Daily Living)
lanjut usia. Keterbatasannya lanjut usia karena stroke juga dapat menyebabkan
perubahan psikososial lanjut usia berubah, perlu kesiapan dalam melaksanakan
tugas-tugas keluarga agar dapat memberikan pemenuhan kebutuhan perawatan
terhadap lanjut usia. Berdasarkan pernyataan di atas maka penulis berkeinginan
untuk meneliti hubungan peran keluarga terhadap pemenuhan kebutuhan
perawatan lanjut usia dengan stroke.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Bagaimana hubungan antara pelaksanaan tugas kesehatan
keluarga dengan pemenuhan kebutuhan perawatan lanjut usia dengan
stroke.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui pelaksanaan tugas kesehatan keluarga
terhadap pemenuhan kebutuhan perawatan lanjut usia dengan
stroke.
1.3.2 Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi pelaksanaan tugas kesehatan keluarga
terhadap lanjut usia dengan stroke.
4
b. Mengidentifikasi pemenuhan kebutuhan perawatan lanjut usia
dengan stroke.
c. Menganalisa hubungan pelaksanaan tugas kesehatan keluarga
dengan pemenuhan kebutuhan perawatan lanjut usia dengan
stroke.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
1.4.1 Manfaat teoritis
Diharapkan dapat memberikan sebuah gambaran pendekatan-
pendekatan baru terhadap kemajuan ilmu tentang tugas kesehatan
keluarga dan perawatan lanjut usia.
1.4.2 Manfaat praktis
Perawat dapat mengembangkan keperawatan keluarga dan
memberikan gambaran baru kepada keluarga tentang pemenuhan
kebutuhan perawatan serta pengenalan kebutuhan lanjut usia dengan
stroke sehingga diperoleh satu kesatuan antara tercapainya peran
keluarga dalam pelaksanaan tugas kesehatan keluarga dan
terpenuhinya kebutuhan perawatan yang diperlukan lanjut usia yang
di rawat di dalam kehidupan keluarga.
5
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Keluarga
2.1.1 Definisi keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat
dibawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Effendy,2000). Hal ini
dapat dikatakan bahwa keluarga merupakan suatu sistem yang saling
berinteraksi satu sama lainnya dalam memenuhi kebutuhan termasuk kesehatan,
sehingga keluarga mempunyai peranan penting dalam mengembangkan,
mencegah dan mengatasi atau memperbaiki masalah kesehatan yang ada
dalam keluarga. Keluarga juga dipandang sebagai instansi (lembaga) yang dapat
memenuhi kebutuhan insani (Amanui,2007).
2.1.2 Bentuk keluarga
a. Keluarga inti (nuclear family) adalah keluarga yang terdiri dari ayah,
ibu dan anak-anak.
b. Keluarga besar (extended family) adalah keluarga inti di tambah
dengan sanak saudara, misalnya kakek, nenek, kakek, keponakan,
saudara, sepupu, paman, bibi dan sebagainya. Keluarga Indonesia
umumnya menganut tipe keluarga besar (extended family), karena
masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai suku hidup dalam suatu
komuniti dalam adat istiadat yang sangat kuat. Bentuk keluarga ini
merupakan keluarga tradisional dimana beberapa generasi tinggal
dalam satu rumah, tipe keluarga luas seperti ini saling memberikan
6
dukungan penting dan dukungan yang terus menerus kepada
anggota keluarga yang lain.
c. Keluarga berantai (serial family), adalah keluarga yang terdiri dari
wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan
suatu keluarga inti.
d. Keluarga duda atau janda (single family), adalah keluarga yang
terjadi karena percerian dan kematian.
e. Keluarga kabitas (cahabitation), adalah dua orang yang menjadi satu
tanpa pernikahan tetapi membentuk suatu keluarga (Effendy,1998)
2.2 Pemberi Perawatan (Caregiver)
Pemberi perawatan (caregiver) adalah merupakan seseorang yang secara
langsung terlibat dalam perawatan. Keluarga pemberi perawatan adalah anggota
keluarga yang berusia dewasa dan berada dirumah, baik full time atau part time,
seseorang tersebut bisa yang mempunyai hubungan darah, suami/istri,
teman,atau seseorang yang sehari-hari merawat klien. Dalam sebuah keluarga
anggota keluarga akan mempunyai tanggung jawab pada anggota keluarga yang
lain yang mengalami keterbatasan.
Pemberi perawatan jika dilihat dari usia mayoritas berada di usia
pertengahan (35-64 tahun), namun rata-rata usia pemberi perawatan adalah 20
tahun sampai 43 tahun. Hal ini akan berbeda jika yang dirawat berusia 50 tahun
keatas, usia rata-rata pemberi perawatan adalah 47 tahun, dan jika yang dirawat
berusia lebih dari 65 tahun maka pemberi perawatannya rata-rata 63 tahun.
Pemberi perawatan terbesar adalah seorang wanita dengan rata-rata prosentase
50%-75%, wanita lebih kepada mengerjakan perawatan yang sulit seperti buang
7
air, mandi dan berpakaian, sedangkan laki-laki lebih kepada kebutuhan finansial,
perencanaan perawatan (Family Caregiver Alliance, 2005).
2.3 Peran Dan Tugas Keluarga
2.3.1 Peran
Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan dimiliki oleh
orang yang berkedudukan dalam masyarakat. Peran adalah sesuatu yang
menunjukkan kepada beberapa set perilaku yang kurang lebih bersifat
homogeny yang diidentifikasi dan diharapkan secara normatif dari seseorang
dalam situasi tertentu (Friedman, 1998). Dapat dikatakan bahwa peran
merupakan sesuatu yang diharapkan akan dilakukan seseorang yang kemudian
akan memberikan pemenuhan kebutuhan. Jika mengaitkan peranan keluarga
dengan upaya memenuhi kebutuhan individu, keluarga merupakan lembaga
pertama yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Melalui perawatan, dan
perlakuan yang baik dari orang tua, anak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan
dasarnya, baik fisik, bilogis, maupun sosiopsikologisnya (Rahmat,1994).
2.3.2 Tugas Keluarga
Untuk dapat mencapai tujuan asuhan keperawatan kesehatan keluarga,
keluarga mempunyai tugas dalam pemeliharaan kesehatan para anggotanya dan
saling memelihara. Freeman membagi lima tugas keluarga yang harus dilakukan
keluarga yaitu:
a. Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap
anggotanya
8
Keluarga mempunyai peranan yang amat penting dalam
mengembangkan, mengenal, dan menemukan masalah kesehatan
dalam keluarga sebagai antisipasi menjaga kesehatan dalam
keluarga.
Stroke adalah penyakit yang dapat dengan tiba-tiba mengenai
salah satu anggota keluarga, hal yang perlu dikenal keluarga tentang
penyakit stroke adalah mengenai pengertian penyakit stroke, apa
faktor resiko yang menyebabkan stroke, tanda dan gejala penyakit
stroke, dampak kesehatan dari penyakit stroke antara lain
kelumpuhan, perubahan mental, gangguan komunikasi, gangguan
emosional, kehilangan rasa indera. Apabila keluarga telah memiliki
pemahaman maka dapat dimanfaatkan dalam memperbaiki dan
mencegah masalah kesehatan yang ditemukan dalam keluarga
(Friedman,1998).
b. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat
Keluarga merupakan pusat pengambilan keputusan terpenting,
termasuk membuat keputusan tentang masalah kesehatan keluarga.
Keluarga dalam tugasnya mengambil keputusan bagi anggota
keluarga disebut sebagai pelayanan rujukan kesehatan primer
(Friedman,1998). Adapun dasar pengambilan keputusan tersebut
yaitu hak dan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga,
kewenangan dan otoritas yang telah diakui oleh masing- masing
anggota keluarga, hak dalam menentukan masalah dan kebutuhan
pelayanan terhadap keluarga dan anggota keluarga yang
9
bermasalah, tentu saja keputusan itu menyangkut pelayanan apa
yang akan digunakan (Effendi,1998).
Pengambilan keputusan sehubungan sikap yang harus
dilakukan keluarga terhadap anggota keluarga yang menderita stroke
antara lain sikap yang harus diambil bila anggota keluarga
mengalami serangan stroke berulang, ketersediaan dan kemampuan
akses perawatan kesehatan bagi keluarganya dalam mengatasi
masalah kesehatan yang terjadi pada keluarga yang menderita
stroke, kaitannya dengan fungsi keluarga secara ekonomi
menyediakan dana perawatan bagi anggota keluarga yang sakit
stroke (Effendi,1998).
c. Memberikan keperawatan kepada anggota keluarga yang sakit
dan yang tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat
atau usianya terlalu muda
Merupakan tugas setiap anggota keluarga merawat anggota
keluarga lain yang sakit sebagai fungsi pokok keluarga secara asuh
yaitu memenuhi kebutuhan dan pemeliharaan dan perawatan
anggota keluarga yang sakit serta memenuhi kebutuhannya
(Effendi,1998).
Keluarga dengan anggota keluarga yang menderita stroke
sudah tentu memerlukan perawatan terhadap dampak-dampak
penyakit stroke yang menimbulkan ketidakmampuan pada
pemenuhan kebutuhan individunya. Pada dasarnya stroke akan
berdampak pada terganggunya pemenuhan kebutuhan sehari-hari
antara lain gerak atau mobilitas seperti ketidakmampuan bangun dari
10
tempat tidur dan mengambil makan, selain itu adalah kebutuhan
buang air besar dan kecil, berpakaian, dan berkomunikasi. Tugas
keluarga yang diharapkan adalah membantu dalam memberikan
perawatan sesuai kondisi pasien agar kebutuhan perawatannya
terpenuhi (Friedman,1998)).
d. Mempertahankan suasana rumah yang menguntungkan
kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga
Keluarga memainkan peran yang bersifat mendukung anggota
keluarga yang sakit. Dengan kata lain perlu adanya sesuatu
kecocokan yang baik antara kebutuhan keluarga dan asupan sumber
lingkungan bagi pemeliharaan kesehatan anggota keluarga (Holman,
Killen dalam Friedman,1998).
Kondisi pasien stroke yang mengalami perubahan motorik,
perubahan mental. gangguan komunikasi, gangguan emosional
dimana keadaan seperti ini membutuhkan perawatan dan modifikasi
lingkungan baik lingkungan sosial yang bisa berupa dukungan
keluarga baik secara ekonomi maupun secara psikologis memberikan
rasa aman pada setiap anggota keluarga selain itu dukungan
lingkungan fisik keluarga bisa memberikan kenyamanan bertempat
tinggal berada di ruang yang tertata, menghindari dari cidera terjatuh
dengan memodifikasi lingkungan kamar tidur dan kamar mandi yang
di tata dengan bahan yang tidak licin, serta kebersihan rumah yang
dapat meningkatkan derajat kesehatan pasien (Friedman, 1998).
11
e. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan
lembaga kesehatan, yang menunjukkan pemanfaatan dengan
baik fasilitas- fasilitas kesehatan yang ada
Hubungan yang sifatnya positif akan memberi pengaruh yang
baik pada keluarga mengenai fasilitas kesehatan. Diharapkan
hubungan yang positif terhadap pelayanan kesehatan akan merubah
perilaku setiap anggota mengenai sehat sakit.
Peran anggota keluarga terhadap penderita stroke adalah
segera berkunjung pada fasilitas kesehatan yang terdekat untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan, melakukan kontrol kesehatan
secara rutin untuk menghindari resiko stroke berulang
(Friedman,1998).
2.3.3 Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Peran
a. Faktor Internal
1). Umur
Semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan seseorang,
maka akan lebih matang seseorang tersebut dalam berfikir dan
berkarya. Hal ini akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya
(Huclock,1998). Seorang anggota keluarga dengan usia yang lebih
tua cenderung lebih perhatian terhadap anggota keluarga yang lain.
2). Pendidikan
Makin tinggi pendidikan seseoran makin mudah menerima informasi
sehingga makin banyak pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya
tingkat pendidikan yang rendah akan menghambat perkembangan
12
sikap seseorang terhadap nilai yang baru diperkenalkan
(Kuncoroningrat, 2000).
3). Pekerjaan
Pekerjaan merupakan kebutuhan yang harus dilakukan terutama
dalam menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga
(Thomas,1998). Bekerja pada umumnya juga akan menyita waktu
yang berpengaruh terhadap kehidupan keluarga.
4). Informasi
Informasi merupakan fungsi penting untuk membantu mengurangi
rasa cemas. Menurut friedman peran juga dipengaruhi oleh
kepribadian individu, kemampuan individu, temperamen, sikap
kebutuhan individu. Seseorang individu menerima peran-peran
tertentu berdasarkan harapan masyarakat dan dimodifikasi oleh
identifikasi individu tersebut terhadap model- model peran dan
karakteristik kepribadian individu.
b. Faktor Eksternal
1) Lingkungan
Semua yang ada disekitar kita dan pengaruhnya dapat
mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok
lingkungan yang merupakan bagian dari diri seseorang yaitu bagian
social adaptif yng melibatkan baik social internal maupun eksternal
(Nursalam,2001).
2) Kebudayaan
Merupakan keseluruhan yang komplek yang didalamnya tercantum
ilmu pengetahuan, kebudayaan, kesenian moral, hkum adat istiadat,
13
kemampuan lain serta kebiasaan yang di dapat oleh menusia
sebagai anggota masyarakat.
3) Kepercayaan
Merupakan keyakinan individu akan sesuatu kepercayaan disini
berhubungan antara manusia dengan Tuhan, kepercayaan
merupakan dasar individu unutk mencari setiap informasi atau
pengetahuan.
4) Ras
Merupakan kepribadian atau ciri khas yang terdapat dalam tubuh
individu. Ras berkaitan erat dengan kebudayaan dan kepercayaan
dalam menerima informasi (Soemargono,2000).
5) Sosial ekonomi
Faktor- faktor lain yang mempengaruhi peran adalah sosial ekonomi,
sesuai dengan pendapat yang di kemukakan oleh Effendi. Keadaan
sosial ekonomi yang rendah pada umumnya karena ketidakmampuan
dalam mengatasi masalah yang mereka hadapi, sebaliknya pada
keadaan sosial ekonomi yang tinggi akan efektif dan mudah untuk
berbagai usaha untuk masyarakat (Effendy,1998).
2.4 Proses Menua ( Aging Process)
Aging proses disebut sebagai siniscere yang artiya adalah menjadi tua,
proses penuaan merupakan sebuah proses siklus kehidupan yang ditandai
dengan menururnya berbagai fungsi organ-organ tubuh antara lain terjadi
perubahan pada sistem pencernaan, pernafasan, kardiovasculer, endokrin,
reproduksi dan lain-lain.
14
Perubahan berbagai system dalam penuaan adalah berbeda antar lanjut
usia. Banyak cara yang ditempuh lanjut usia untuk mengurangi penuaan
(Dadang Hawari). Adapun faktor yang mempengaruhi proses penuaan adalah
hereditas, nutrisi, status kesehatan, pengalaman hidup, lingkungan dan stress
(Nugroho,1995).
Pembagian usia lanjut terdiri dari kelompok aktif yaitu kelompok usia lanjut
yang keadaan fisiknya masih mampu bergerak tanpa bantuan orang lain dan
mampu melaksanakan sendiri kebutuhan sehari- harinya. Kelompok usia lanjut
pasif, yaitu kelompok usia lanjut yang keadaan fisiknya membutuhkan bantuan
orang lain karena bisa disebabkan penyakit atau kelumpuhan atau karena
kondisi fisik yang merupakan akibat proses penuaan sehingga ketahanan tubuh
terhadap gangguan atau serangan infeksi luar (Darmojo,2004).
2.5 Stroke
Stroke dalam istilah awam adalah merupakan serangan otak yang terjadi
secara tiba-tiba dengan akibat kematian atau kelumpuhan sebelah bagian tubuh.
Secara sederhana, stroke terjadi jika aliran darah ke otak terputus. Berat dan
ringannya dampak serangan stroke tersebut sangat bervariasi, tergantung pada
lokasi dan luas daerah otak yang rusak. Stroke ringan sesungguhnya merupakan
peringatan yang sangat umum terjadi pada mereka yang berusia diatas 60 tahun,
mereka berpeluang mengalami stroke yang lebih serius.
Data menunjukkan 50.000 warga Amerika mengalami stroke ringan dalam
waktu satu tahun, dan sepertiganya akan terkena serangan susulan yang lebih
berat. Serangan stroke sebetulnya dapat dicegah bila isyarat-isyarat awal dapat
di perhatikan.
15
2.5.1 Faktor resiko yang menyebabkan stroke
a. Faktor tak terkendali
1) Usia
Usia sangat berpengaruh menyebabkan stroke. Semakin bertambah
usia, maka semakin tinggi resikonya. Setelah berusia 55 tahun,
resikonya akan berlipat ganda di setiap kurun waktu sepuluh tahun.
Dua pertiga dari semua serangan stroke terjadi pada orang yang
berusia diatas 65 tahun. Tetapi, itu tidak berarti bahwa stroke dapat
menyerang pada orang lanjut usia tetapi pada semua kelompok
umur.
2) Jenis kelamin
Pria lebih beresiko terkena stroke dari pada wanita, tetapi penelitian
menyimpulkan bahwa justru lebih banyak wanita yang meninggal
karena stroke. Serangan stroke pada pria terjadi pada usia yang lebih
muda sehingga tingkat kelangsungan hidup lebih tinggi.
3) Keturunan
Stroke terkait keturunan, faktor genetik yang sangat berperan adalah
tekanan darah tinggi, jantung, diabetes, dan cacat pada pembuluh
darah. Gaya hidup dan pola suatu keluarga juga dapat mendukung
resiko stroke.
b. Faktor terkendali
1) Hipertensi
Merupakan faktor resiko utama. Secara medis, tekanan darah diatas
140/90 tergolong hipertensi. Oleh karena dampak hipertensi pada
keseluruhan resiko stroke menurun seiring dengan pertambahan
16
umur, pada orang lanjut usia faktor-faktor lain diluar hipertensi lebih
beresiko.
2) Penyakit jantung
Faktor resiko berikutnya adalah penyakit jantung antara lain
atrialfibrillation, cacat pada katub jantung, ventrikuler hyperthropy kiri,
dan faktor lain pada penatalaksanaan operasi jantung yang tanpa
diduga plak terlepas dari dinding aorta dan hanyut ikut aliran darah ke
otak yang kemudian menyebabkan stroke.
3) Diabetes
Penderita diabetes memiliki resiko 3 kali terkena stroke dan
mencapai tingkat tertinggi pada usia 50-60 tahun. Faktor penyebab
lain penyebab stroke karena 405 penderita diabetes adalah
mengidap hipertensi.
4) Kadar kolesterol darah
Penelitian menyebutkan bahwa makanan kaya lemak jenuh dan
kolesterol tinggi meningkatkan kadar kolesterol dan resiko
aterosklerosis. Kadar kolesterol atas 240 mg/dl sudah berbahaya dan
menempatkan seseorang pada resiko terkena stroke dan jantung.
5) Merokok
Merokok adalah penyebab nyata terjadinya stroke, yang lebih banyak
pada usia dewasa muda daripada usia tengah baya atau lebih tua.
Perlu diketahui bahwa merokok memicu produksi fibrinogen (faktor
penggumpal darah) lebih banyak sehingga merangsang timbulnya
aterosklerosis. Pasien perokok, kerusakan yang di timbulkan jauh
17
lebih parah karena dinding bagian dalam pembuluh darah otak
menjadi lemah.
6) Alkohol berlebihan
Peningkatan konsumsi alkohol meningkatkan tekanan darah
sehingga memperbesar resiko stroke. Tetapi konsumsi yang tidak
berlebihan dapat mengurangi daya penggumpalan platelet dalam
darah.
Edisi 18 November, 2000 dari The New England Journal Of Medicine,
dilaporkan bahwa physicians health study memantau 22.000 pria
yang selama rata-rata 12 tahun mengkonsumsi alkohol satu kali
sehari. Ternyata hasilnya, menunjukkan adanya penurunan resiko
stroke secara nmenyeluruh. Klaus Berger M.D. dari Brigman And
Woman’s Hospital di Boston menemukan bahwa manfaat ini masih
ditemukan pada konsumsi seminggu sekali. Keadaan lapangan yang
demikian tetap membuat disiplin manfaat alkohol dalam konsumsi
cukup sulit dikendalikan, yang ada justru efek sampingnya lebih
berbahaya.
Penelitian lain menyebutkan bahwa konsumsi alkohol secara
berlebihan dapat mempengaruhi jumlah platelet sehinggga
mempengaruhi kekentalan dan penggumpalan darah, yang menjurus
ke perdarahan di otak serta memperbesar resiko stroke iskhemik.
2.6 Perubahan- perubahan pada lanjut usia
Terkait dengan stroke pada lanjut usia mengalami berbagi perubahan
antara lain sebagai berikut:
18
a. Sistem Kardiovasculer
Berubahnya elastisitas dinding aorta, katup jantung menebal dan
kaku dan kurang lentur. Hal ini terjadi karena zat- zat lemak oleh
kolesterol, produk sampah sel mati, kalsium menggumpal dan
menempel pada pembuluh darah dan timbul plak. Begitu plak terbentuk
pembuluh darah menyempit dan aliran terhambat. Selain itu plak bisa
pecah bisa ikut dalam aliran darah dan bisa sampai ke otak, menyumbat
pembuluh darah otak dan terjadi stroke (Tim vitahealth,2004).
b. Sistem Persyarafan
Pada sistem persyarafan berat otak menurun 10-20%,
menurunnya hubungan persyarafan lambat dalam respon terhadap
waktu untuk bereaksi, khususnya dengan stress. Berkurangnya saraf
panca indera seperti pendengaran, mengecilnya saraf pencium, perasa,
lebih sensitive terhadap suhu. Terjadinya stroke atau karena
penyumbatan pembuluh darah dapat menyebabkan gangguan
kelumpuhan pada otak karena sistem oksigenasi, pasokan aliran darah
ke otak dan nutrisi otak akan terganggu. Penyumbatan pembuluh darah
pada otak bagian kanan ataupun kiri memberikan dampak lumpuhnya
sistem persyarafan mulai yang mengendalikan koordinasi gerak, bicara,
sensori, dan keseimbangan (Timvitahealth,2004).
c. Sistem Musculoskeletal
Tulang kehilangan density (cairan) dan makin rapuh, pinggang
lutut dan jari- jari pergelangan terbatas. Tendon mengkerut dan
mengalami sklerosis. Otot- otot polos tidak begitu berpengaruh pada
perubahan musculoskeletal. Pada stroke sistem musculoskeletal sangat
19
mendukung dalam latihan gerak pasca stroke, bila dalam jangka waktu
yang lama pasien stroke tidak segera melakukan latihan gerak pada
sendinya, maka akibat selanjutnya akan terjadi perubahan. Perubahan
yang akan memperparah dari penyakit stroke ini adalah terjadinya kaku
sendi dan otot mengkerut, misalkan bila otot-otot kaki mengerut, kaki
terasa sakit ketika harus berdiri dengan tumit menyentuh lantai,
sehingga ini akan membutuhkan fisioterapi (Tim vitahealth,2004).
d. Sistem Endokrin
Pada lanjut usia produksi dari hampir semua hormon menurun.
Fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah, namun aktivitas tiroid
dan daya pertukaran zat. Kejadian ini disertai dengan produksi
aldosteron dan menurunnya sekresi hormon kelamin, misalnya
progesteron, estrogen dan testosterone. Terganggunya sistem endokrin
termasuk timbulnya penyakit diabetes adalah resiko besar yang memicu
terjadinya stroke karena pada diabetes cenderung disertai hipertensi
(Tim vitahealth,2004).
2.7 Lanjut Usia dengan Stroke
Lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa yang dapat dimulai
di usia pertengahan (Middle Age) yaitu kelompok usia 45 tahun keatas sampai
usia lanjut sangat tua (Very Old Age) diatas 90 tahun sedangkan menua
(menjadi tua) adalah proses menghilangnya secara perlahan–lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang diderita (Darmojo, 2004).
20
Lanjut usia umumnya mengalami berbagai perubahan pada sistem
organ. Pada sistem kardiovasculer elastisitas jantung pada usia 70 tahun
menurun sekitar 50% pada usia 90 tahun, curah jantung ternyata menurun dan
menimbulkan efek pada otot, paru, ginjal karena aliran darah ke organ
berkurang. Adanya aktivitas fisik pada lanjut usia menyebabkan tekanan darah
meningkat lebih cepat daripada orang muda, selain itu perubahan yang lebih
bermakna pada orang lanjut usia adalah perubahan pada pembuluh darah.
Proses itu disebut sebagai arteriosklerosis atau pengapuran dinding pembuluh
darah yang dapat terjadi dimana-mana.
Proses pengapuran pada pembuluh darah akan berlanjut menjadi
proses yang menghambat aliran darah yang suatu saat dapat menutup
pembuluh darah tadi. Pada tahap awal, gangguan dari pembuluh darah yang
menyebabkan elastisitasnya berkurang akan memacu jantung bekerja lebih
keras, kerenanya terjadi hipertensi. Selanjutnya, bila terjadi sumbatan maka
jaringan yang dialiri zat asam oleh pembuluh darah ini akan rusak atau mati hal
ini disebut infark. Bila kejadian ini terjadi pada pembuluh darah otak akan terjadi
stroke, dan kebanyakan berusia diatas 45 tahun.
Serangan stroke terjadi secara tiba-tiba. Namun sebenarnya gejala-
gejalanya sudah muncul jauh sebelum serangan itu terjadi, karena mirip dengan
gejala penyakit biasa, orang sering menyepelekannya sebagai masalah yang
tidak serius. Sebagian besar penyakit stroke mengalami serentetan gejala dari
rasa kesemutan sedikit dan sebentar, kehilangan pandangan sejenak, hingga
kehilangan keseimbangan sekejap tidak menyebabkan seseorang terjatuh,
sampai akhirnya timbul gejala mati rasa mendadak pada wajah lengan atau kaki
di satu bagian saja kiri atau kanan, mendadak bingung, sulit bicara dan sulit
21
mengerti, kesulitan penglihatan mendadak disalah satu atau kedua mata,
mendadak kehilangan keseimbangan atau koordinasi, atau kesulitan berjalan
yang biasanya dibarengi rasa pusing serta sakit kepala mendadak tanpa
penyebab yang jelas.
Penyakit stroke sering membawa penderitanya jatuh pada keadaan
yang tidak di inginkan. Akibat atau dampak dari penyakit stroke di tentukan oleh
bagian otak mana yang cidera, tetapi perubahan–perubahan yang terjadi setelah
stroke, baik yang mempengaruhi bagian kanan atau kiri otak pada umumnya
adalah kelumpuhan sebelah bagian tubuh adalah cacat yang paling umum akibat
stroke. Bila menyerang bagian kiri otak terjadi hemiplegia kanan dan sebaliknya.
Kelumpuhan terjadi dari wajah bagian kanan hingga kaki sebelah kanan
termasuk tenggorokan dan lidah. Bila dampaknya lebih ringan disebut
hemiparesis kanan. Bila yang terserang adalah bagian kanan otak, yang terjadi
adalah hemiplegia kiri dan yang lebih ringan adalah hemiparesis kiri.
Bagaimanapun, pasien stroke hemiplegia atau hemiparesis akan mengalami
kesulitan melaksanakan kegiatan sehari-harinya seperti berjalan, berpakaian,
makan, atau mengendalikan buang air besar atau kecil, terlebih bila kerusakan
pada cerebellum maka koordinasi gerak akan berkurang sehingga pasien sulit
jalan, duduk, tidur meraih barang dan ada juga yang mengalami disfagia
sehingga sulit menelan dan makan.
Yang kedua perubahan mental, stroke tidak selalu membuat mental
penderita merosot dan beberapa gangguan adalah bersifat sementara. Tapi
setelah stroke memang terdapat ganggguan pada proses pikir, kesadaran,
konsentrasi kemampuan belajar dan fungsi intelektual. Semua hal tersebut
dengan sendirinya mempengaruhi penderita, marah, sedih dan tidak berdaya
22
seringkali menurunkan semangat hidup dan muncul dampak emosional yang
berbahaya. Dampak dari pasien stroke yang lain adalah mengalami gangguan
komunikasi, yang berhubungan dengan mendengar, berbicara, membaca,
menulis, dan bahkan bahasa isyarat dengan gerakan tangan. Ketidakberdayaan
ini sangat membingungkan orang yang merawatnya.
Gangguan selanjutnya adalah gangguan emosional oleh karena pasien
stroke tidak mampu mandiri lagi, besar mengalami kesulitan mengendalikan
emosi. Penderita mudah merasa takut, gelisah, marah, dan sedih atas
kekurangan fisik dan mental mereka. Perasaan seperti ini tentunya merupakan
tanggapan yang wajar sebagai trauma psikologis akibat stroke meskipun
gangguan emosional dan perubahan kepribadian tersebut bisa juga disebabkan
pengaruh kerusakan otak secara fisik. Penderitaan yang umum adalah depresi
dengan tanda – tanda antara lain sulit tidur, kehilangan nafsu makan atau ingin
makan terus, lesu, menarik diri dari pergaulan, mudah tersinggung cepat letih,
membenci diri sendiri, dan berfikir untuk bunuh diri. Depresi dapat menghalangi
penyembuhan atau rehabilitasi.
Kehilangan indera rasa pasien stroke mungkin kehilangan kemampuan
indera merasakan (sensorik) yaitu sentuh atau jarak yang menganggu
kemampuan pasien mengenal benda yang sedang dipegangnya, paling ekstrem
tidak mampu mengenali anggota tubuhnya sendiri. Ada pasien stroke yang
merasa nyeri, mati rasa, seperti ditusuk- tusuk pada anggota tubuh yang lemah.
Pada pasien yang menderita kelumpuhan merasakan bahu ke arah luar, ini
disebabkan sendi yang tidak dapat bergerak lagi karena kurang di gerakkan,
dengan demikian gerakan aktif sendi sangat penting, selain mencegah
23
pembekuan juga agar kekuatan motorik pulih kembali sehingga gerakan tersebut
makin mudah dilakukan.
Kehilangan kendali kandung kemih merupakan gejala yang biasanya
muncul setelah stroke dan seringkali menurunkan kemampuan saraf sensorik
dan motorik. Pasien stroke mungkin kehilangan kemampuan untuk merasakan
buang air besar atau buang air kecil kehilangan kendali kandung kemih secara
permanen setelah stroke tidak lazim. Tetapi, meskipun demikian kehilangan
kemampuan ini sulit dihadapi pasien stroke (Tim vitahealth,2004).
24
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1 KERANGKA KONSEP
Keterangan:
Diteliti
-------------- Tidak diteliti
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Hubungan Pelaksanaan Tugas Kesehatan Keluarga Dengan Pemenuhan Kebutuhan Perawatan Lanjut Usia dengan Stroke
Penyakit stroke menimbulkan akibat yang sangat tidak diinginkan oleh
keluarga dan penderitanya antara lain timbulnya gangguan pada gerakan
Penderita stroke
Tugas keluarga:
1. Mengenal gangguan kesehatan
2. Mengambil keputusan
3. Memberikan perawatan
4. Modifikasi lingkungan
5. Memanfaatkan fasilitas kesehatan
Kebutuhan perawatan
Baik
Cukup
Kurang
Faktor-faktor yang mempengaruhi peran keluarga:
Faktor intern:Umur, pendidikan, pekerjaan, informasi
Faktor ekstern:Lingkungan, kebudayaan, kepercayaan, ras
Dampak Stroke:
Gangguan gerakan
Perubahan mental
Gangguan komunikasi
Gangguan emosional.
Gangguan indera rasa
25
atau lumpuh, perubahan mental, gangguan komunikasi, gangguan
komunikasi dan gangguan indera perasa. Dengan adanya dampak tersebut
maka dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan perawatan pada pasien
stroke, pelaksanaan peran keluarga yaitu lima tugas keluarga terhadap
pasien stroke diharapkan kebutuhan perawatan lanjut usia yang menderita
stroke akan terpenuhi.
3.2 Hipotesis penelitian
HA : Semakin tinggi pelaksanaan tugas kesehatan keluarga semakin besar
pemenuhan kebutuhan perawatan lanjut usia dengan stroke.
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Desain penelitian merupakan hasil akhir dari satu tahap keputusan yang
dibuat oleh peneliti berhubungan dengan bagaimana penelitian tersebut untuk
bisa dilaksanakan. Desain penelitian ini menggunakan studi deskriptif analitik
dengan pendekatan cross sectional dengan dimana dua variable diukur pada
satu waktu.
4.2 Responden penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah lanjut usia dengan penyakit stroke dan
anggota keluarganya yang mengantar kontrol selama 3 bulan terakhir yang
sesuai kriteria inklusi sebanyak 31 pasien. Pengambilan jumlah pasien 3 bulan
26
karena dengan harapan pasien masih kontrol dan melakukan latihan di
Gymnasium Rehabilitasi Medik, namun dengan keterbatasan waktu akhirnya
penelitian dilakukan dalam waktu 3 minggu dan didapatkan jumlah pasien yang
kembali sebanyak 16 orang, sehingga semua jumlah tersebut diambil sebagai
subyek penelitian.
4.3 Kriteria Sampel
4. 3.1 Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu
populasi target yang terjangkau yang akan di teliti.
Pada penelitian ini kriteria inklusinya adalah :
Kriteria inklusi keluarga:
Keluarga yang tinggal satu rumah dan merawat lanjut usia dengan stroke.
Kriteria inklusi pasien:
a. Lanjut usia stroke yang dalam keadaan parsial care dimana pasien
memerlukan bantuan keluarga sebagian melakukan kebutuhan
sehari- hari.
b. Usia pasien 45-70 tahun.
4.3.2 Kriteria Eksklusi
Kriteria Eksklusi adalah kriteria yang menghilangkan atau mengeluarkan
subyek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab.
Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah :
a. Kriteria dari keluarga adalah keluarga yang mengalami gangguan
dalam membaca.
b. Kriteria pasien adalah pasien Lanjut usia stroke yang mempunyai
gangguan komunikasi verbal.
27
4.4 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Gymnasium Rehabilitasi Medik RS.
Saiful Anwar Malang sedangkan waktu penelitian ini dilakukan pada 17
Desember- 5 Januari 2007. Jadwal terlampir di lampiran 1.
4.5 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Parameter Alat Ukur Skala Hasil ukur
1 Variabel independen: pelaksanaan tugas kesehatan keluarga pada lanjut usia dengan stroke
suatu tindakan keluarga yang diharapkan sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan perawatan karena penyakit stroke.
Keluarga mampu:
1). Mengenal gangguan kesehatan lanjut usia meliputi pengertian penyakit stroke, apa penyebabnya, bagaimana tanda dan gejalanya, bagaiman dampaknya.
2). Keluarga mampu mengambil keputusan mengenai sikap apa yang diambil ketika ada serangan berulang, jenis pelayanan apa yang digunakan,bagai,mana dengan dana perawatannya.
3). Keluarga mampu merawat lanjut usia mengenai latihan gerak sendi, bangun dari tempat tidur, makan, berkomunikasi.
Kuesioner
Skala likert
ordinal Skor yang diperoleh dilakukan pembagian secara kuartil didapat:
61-80 = Baik41-60 =Cukup20-40 =Kurang
28
4). Keluarga mampu memodifikasi lingkungan untuk lanjut usia mengenai lingkungan fisik untuk menghindari cidera, lingkungan sosial yang memberikan dukungan agar tidak menarik diri, modifikasi lingkungan agar pasien tenang dalam masa sakitnya..
5). Keluarga mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk lanjut usia mengenai fasilitas kesehatan apa yang digunakan, pemeriksaan yang berulang untuk cek status kesehatan.
2 Variabel dependen pemenuhan kebutuhan perawatan lanjut usia dengan stroke.
Tingkat pemenuhan kebutuhan perawatan pada lanjut usia dengan stroke sesuai gangguan yang dialami penderita meliputi ADL, psikologi. motivasi dan finansial.
kebutuhan perawatan sehari-hari, kebutuhan motivasi, kebutuhan psikologis,kebutuhan finansial
Kuesioner skala likert
Ordinal Skor:
46-60= Baik
31-45=Cukup
15-30 = Kurang
4.6 Bahan Dan Instrumen
Bahan dan alat dalam penelitian ini adalah lembar kuesioner untuk
mengukur variabel independen (pelaksanaan tugas keluarga) dan variabel
dependen (pemenuhan kebutuhan perawatan) yang diberikan langsung pada
responden dan diisi oleh responden pada saat dilakukan penelitian. Instrumen
29
penelitian telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Dalam penelitian ini terdiri
dari dua kuesioner 20 soal dengan pilihan jawaban dan penilaian skor adalah
sangat setuju=4, setuju=3, tidak setuju=2 sangat tidak setuju=1 dan telah
dilakukan iju validitas dengan korelasi (r) 1,000 > r tabel dan hasil reliabilitas
mempunyai alpha 0,9661> tabel sedangkan kuesioner kedua (15 soal) dengan
pilihan jawaban dan skor selalu=4, sering=3, kadang-kadang=2, tidak pernah=1.
Instrument ini mempunyai korelasi (r) 1,000 > r tabel dan hasil uji reliabilitas
mempunyai nilai alpha 0,9047 > r tabel. Hasil uji validitas dan reliabilitas
menyimpulkan bahwa kuesioner skala likert telah valid dan reliabel.
4.7 Teknik Pengumpulan Data
Pada penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
dengan kuesioner menggunakan skala likert untuk identifikasi peran keluarga
pada kebutuhan lanjut usia dengan stroke dan pemenuhan kebutuhan perawatan
pada lanjut usia dengan stroke. Adapun tahap pengumpulan data sebagai
berikut:
1. Tahap persiapan yaitu sebelum pemberian angket dan pengisian angket
oleh responden, peneliti menjelaskan maksu dan tujuan penelitian,
kemudian menawarkan dulu apakah calon sampel bersedia menjadi
responden penelitian yaitu dengan mengisi inform consent.
2. Tahap pelaksanaan yaitu penelitian dilaksanakan di gymnasium
rehabilitasi medik RS.Dr.Saiful Anwar Malang dengan memberikan
angket kepada keluarga pasien yang mengantarkan kontrol keluarganya
sebagai responden untuk mengidentifikasi pelaksanaan tugas
kesehatan keluarga dan pada pasien stroke untuk identifikasi
30
pemenuhan kebutuhan perawatan, dan untuk pengisian kuesioner
pasien stroke dilakukan pendampingan oleh peneliti.
3. Tahap penutup dimana peneliti mengumpulkan lembar kuesioner yang
telah diisi oleh responden dan mengucapkan terima kasih pada pihak-
pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.
4.8 Analisa Data
4.8.1 Teknik Analisa Data
Setelah data tersebut terkumpul, kemudian dilakukan pre analisis yaitu :
1. Editing untuk melihat apakah data yang diperoleh sudah terisi lengkap,
tulisan sudah lengkap, dan sudah dipahami. Dalam penelitian ini
semua data yang ada pada 16 responden sudah terisi lengkap, tertulis
jelas dan tidak ada data yang belum lengkap.
2. Koding yaitu dengan memberikan tanda untuk memudahkan peneliti
dalam mengenali datanya dan mempermudah pengolahan datanya,
yang ketiga dilakukan skoring yaitu pemberian nilai pada masing-
masing pertanyaan yang sesuai dengan ketentuan.
3. Skoring yaitu pemberian skor pada masing-masing angket kuesioner.
Dengan ketentuan jawaban yaitu skor untuk peran keluarga jika
responden memberikan jawaban sangat setuju=4, setuju=3, tidak
setuju=2, sangat tidak setuju=1, dan untuk pemenuhan kebutuhan
perawatan yaitu jawaban selalu=4, sering=3, kadang-kadang=2, tidak
pernah=1. Hasil jawaban responden yang telah diberi skor kemudian
dijumlahkan semuanya. Hasil dari skor total diinterpretasikan sebagai
berikut:
31
Hasil peran keluarga 61-80=baik, 41-60=cukup, 20-40=kurang.
sedangkan kriteria hasil pemenuhan kebutuhan perawatan yaitu skor
46-60 = baik, skor 31-45= cukup dan 15-30= kurang.
4. Tabulating yaitu memasukkan data pada tabel–tabel dan
menghitungnya.
a. Karakteristik responden
Data ditabulasikan untuk mengetahui karakteristik masing-masing
responden usia, jenis kelamin, pendidikan, serangan stroke, keluhan
utama, responden keluarga berdasarkan karakteristik bentuk
keluarga, usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan disajikan dalam
bentuk tabel distribusi frekuensi.
b. Setelah data terkumpul kemudian ditabulasikan dan dikelompokkan
sesuai dengan variabel yang diteliti.
4.8.2 Analisis Hubungan Pelaksanaan Tugas Kesehatan Keluarga dengan
Pemenuhan Kebutuhan Perawatan.
Pada tahap ini dilakukan pengukuran untuk mengetahui hubungan
pelaksanaan tugas kesehatan keluarga dengan pemenuhan kebutuhan
perawatan lanjut usia dengan stroke. Untuk mengetahui ada atau tidaknya
hubungan pelaksanaan tugas kesehatan keluarga dengan pemenuhan
kebutuhan perawatan lanjut usia stroke digunakan korelasi Spearman Rank
pengolahan data menggunakan SPSS for windows. Hasil analisa menghasilkan
keputusan analisis yaitu dengan selang kepercayaan 95% (α=0,05), maka
kesimpulan ujinya yaitu H0 ditolak bila < nilai α, dan H0 di terima bila > nilai α.
4.9 Etika Penelitian
32
Sebelum melakukan penelitian peneliti mengajukan permohonan kepada
instalasi pendidikan untuk memberikan ijin dalam melakukan studi pendahuluan
dan ditindak lanjuti oleh pihak pendidikan kepada pihak RS.Dr.Saiful Anwar
Malang dengan memberikan surat keterangan melakukan studi pendahuluan di
Gymnasium Rehabilitasi Medik RS.Dr.Saiful Anwar Malang tersebut sebagai
lahan penelitian.
Langkah-langkah yang dilakukan untuk memenuhi etika penelitian adalah
sebagai berikut:
4.9.1 Informed consent
Membagikan lembar persetujuan kepada responden, dengan tujuan
supaya subyek mengetahui maksud,tujuan dan manfaat penelitian serta dampak
yang diteliti selama pengumpulan data. Jika responden bersedia menjadi subyek
penelitian, mereka diminta tanda-tangan namun jika mereka tidak bersedia,
peneliti tidak memaksa.
4.9.2 Anonimity (tanpa nama)
Kerahasiaan identitas responden terjaga dengan cara peneliti tidak
mencantumkan nama responden pada lembar kuesioner tetapi diganti dengan
penggunaan kode.
4.9.3 Confidentiality (kerahasian)
Peneliti menjamin kerahasiaan atas informasi yang diberikan oleh
responden. Menjelaskan masalah yang harus dirahasiakan dalam penelitian.
Kerahasiaan informasi yang dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti,
hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset.
33
BAB 5
HASIL PENELITIAN
Penelitian tentang hubungan peran keluarga dengan pemenuhan
kebutuhan perawatan lansia stroke di Gymnasium Rehabilitasi Medik RS. Saiful
Anwar Malang. Penelitian ini dilakukan pada 16 pasang responden terdiri dari
pasien dan keluarga pasien. Hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel dan
narasi meliputi karakteristik responden yaitu pasien dan keluarga, distribusi pena
keluarga dan pemenuhan kebutuhan perawatan lansia serta analisis peran
keluarga dengan pemenuhan kebutuhan perawatan lansia stroke.
5.1 Karakteristik Pasien
Tabel 5.1 Distribusi Karakteristik Pasien
No. Data karakteristik Frekuensi Prosentase 1. Jenis kelamin Laki-laki
Wanita 97
56,2543,37
2. Usia 45-55 thn56-70thn
412
2575
3. Pendidikan SDSMPSMUPT
475-
2543,3731,25
-4. Serangan ke Pertama
Kedua 1
156,25
93,755. Keluhan
utama Hemiplegi kiriKaki kiriTangan kiri
934
56,2518,75
25
Hasil menunjukkan pasien stroke terbanyak adalah berjenis kelamin laki-
laki sebesar 56,25%, berusia 56-70 tahun sebanyak 75%, pendidikan terbanyak
SMP (43,37%), apabila dilihat dari serangan stroke yang paling besar adalah
serangan kedua (93,75%) dan berdasarkan keluhan utama terbanyak adalah
hemiplegi kiri yaitu 56,25%.
34
5.2 Karakteristik Keluarga
Tabel 5.2 Distribusi Karakteristik Keluarga Pasien
No Data karakteristik Frekuensi Prosentase1. Bentuk
keluarga Extended family
16 100
2. Jenis kelamin Laki-lakiWanita
412
2575
3. Usia 20-30thn31-45thn
511
2575
4. Pendidikan SDSMPSMUPT
-592
-31,2556,2512,5
5. Pekerjaan IRTWiraswasta
106
62,537,5
Berdasarkan tabel diatas didapatkan bentuk keluarga seluruhnya adalah
keluarga besar (extended family) sebesar 100%, jenis kelamin pemberi
perawatan terbanyak wanita (75%), dengan usia terbanyak adalah berusia 31-45
tahun, berpendidikan SMU (56,25%) dan bekerja sebagai ibu rumah tangga
(62,5%).
5.3 Distribusi Pelaksanaan Tugas Kesehatan Keluarga
Tabel 5.3 Distribusi Pelaksanaan Tugas Kesehatan Keluarga
No Pelaksanaan Tugas Kesehatan Keluarga
Frekuensi Prosentase
1.2.3.
Baik Cukup Kurang
79-
43,7556,25
-Jumlah 16 100
Dari tabel diatas menunjukkan hasil bahwa peran keluarga yan terbesar
adalah baik yaitu 56,25% dan tak ada satu pun yang kurang
35
5.4 Distribusi Pemenuhan Kebutuhan Perawatan
Tabel 5.4 Distribusi Pemenuhan Kebutuhan Perawatan
No. Pemenuhan Kebutuhan Perawatan Lanjut Usia
StrokeFrekuensi Prosentase
1.2.3.
Baik Cukup Kurang
943
56,2525
18,75
Jumlah 16 100
Berdasarkan tabel diatas didapatkan hasil bahwa pemenuhan kebutuhan
perawatan lanjut usia diperoleh hasil 56,75% dapat dipenuhi dengan baik,
meskipun terdapat 18,75% kurang terpenuhi.
5.5 Analisis Hubungan Pelaksanaan Tugas Kesehatan Keluarga dengan Pemenuhan Kebutuhan Perawatan Lanjut Usia Stroke
Tabel 5.5 Analisa Hubungan Pelaksanaan Tugas Kesehatan Keluarga dengan Pemenuhan Kebutuhan Perawatan Lanjut Usia Stroke
Variabel
IndependentVariabel dependent
( Pemenuhan Kebutuhan Perawatan Lanjut Usia Stroke)
Pelaksanaan peran keluarga
Koefisien (r) P value N
0,593 0,016 16
Berdasarkan tabel analisis di atas didapatkan hasil nilai korelas ( r ) yaitu
0,593 dan nilai p=0,16. Kesimpulan dari hasil tersebut yaitu terdapat hubungan
pelaksanaan tugas kesehatan keluarga dengan pemenuhan kebutuhan
perawatan lanjut usia dan berpola positif artinya semakin baik peran keluarga
semakin terpenuhi kebutuhan perawatan lanjut usia.
36
BAB 6
PEMBAHASAN
Dalam penelitian ini peneliti akan mencoba menjawab masalah penelitian
yaitu adakah hubungan antara peran keluarga dengan pemenuhan kebutuhan
perawatan lansia di Gymnasium Rehabilitasi Medik RS.Dr.Saiful Anwar Malang.
6.1 Pelaksanaan Tugas Kesehatan Keluarga Terhadap Lanjut Usia
Peran keluarga terhadap lanjut usia yang sakit stroke adalah cukup.
Keadaan ini menyatakan bahwa keluarga telah cukup mampu melaksanakan
tugas keluarga. Friedman membagi tugas keluarga dalam lima hal yaitu (1)
mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggota keluarga, (2)
mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat apabila ada anggota
keluarga, (3) memberikan keperawatan kepada anggota keluarga yang sakit dan
yang tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang
terlalu muda, (4) mempertahankan suasana rumah yang menguntungkan
kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga dan (5)
mempertahankan hubungan timbal ballik antara keluarga dan lembaga
kesehatan, sehingga timbul pemanfaatan dengan baik terhadap fasilitas-fasilitas
kesehatan yang ada.
Dari lima tugas keluarga, terdapat tiga tugas yaitu tugas pemanfaatan
keluarga pada fasilitas kesehatan (62,5 %), tugas merawat anggota keluarga
yang sakit (37,5%) dan tugas memodifikasi lingkungan (43,75%) yang cukup
dilaksanakan. Keluarga memang dipandang sebagai instansi (lembaga) yang
dapat memenuhi kebutuhan insani, namun dalam melaksanakan tugas-tugas
keluarga sangat dipengaruhi oleh pengenalan keluarga dan pemahaman
keluarga terhadap tugas- tugas keluarga dibidang kesehatan (Effendi,1998).
37
Peran keluarga bisa dipengaruhi banyak faktor dalam keluarga.
Pekerjaan anggota keluarga dan jumlah anggota keluarga mengambil bagian
penting yang bisa mempengaruhi peran. Pekerjaan anggota keluarga sebagian
besar adalah ibu rumah tangga, hal menggambarkan seberapa besar peran yang
dapat dilakukan dalam keluarga. Menurut penelitian kualitatif Ventura (1987)
dalam Friedman para ibu yang menjalankan parenting dan jadwal pekerjaan
dirumah menyisakan sedikit waktu bagi mereka untuk melaksanakan peran yang
lain.
Pekerjaan ibu rumah tangga sehari-hari adalah mengurus kebutuhan
rumah tangga, sehingga intensitas tinggal dirumah lebih besar. Pekerjaan rumah
tangga bukan sesuatu yang gampang dan sekedar mengurus kebutuhan,
terdapat banyak pekerjaan yang harus dipenuhi ibu rumah tangga, mengingat
bentuk keluarganya adalah keluarga besar. Keluarga besar yang terdiri dari
keluarga inti (Nuclear family) di tambah anggota keluarga yang lain, sehingga
untuk pelaksanaan peran-peran tertentu terabaikan, sehingga pelaksanaan tugas
kesehatan keluarga dilaksanakan dalam batasan cukup.
6.2 Pemenuhan Kebutuhan Perawatan
Pemenuhan kebutuhan perawatan lanjut usia di Gymnasium Rehabilitasi
Medik RS.Dr.Saiful Anwar Malang adalah baik. Keadaan tersebut dapat didukung
dengan data (lampiran 2) yang menunjukkan bahwa pemenuhan kebutuhan
sehari-hari, kebutuhan motivasi, dan kebutuhan psikologis terpenuhi dengan baik
dan kebutuhan finansial terpenuhi cukup.
Terpenuhinya kebutuhan oleh keluarga karena peran keluarga dan
upayanya dalam memenuhi kebutuhan individu, keluarga merupakan lembaga
38
pertama yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Melalui perawatan, dan
perlakuan yang baik dari orang tua, anak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan
dasarnya, baik fisik-bilogis, maupun sosiopsikologisnya (Jalaludin rahmat;1994).
Bentuk keluarga berpengaruh dalam pemenuhan kebutuhan perawatan anggota
keluarga. Dengan bentuk keluarga yang seluruhnya adalah merupakan keluarga
besar maka kebutuhan perawatan lanjut usia akan lebih terpenuhi karena
kedekatan jarak dengan pemberi perawatan.
Kondisi lain yang menunjang adalah pemberi perawatan keluarga yang
sebagian besar adalah seorang wanita dan bekerja sebagai rumah tangga.
Menurut Finley peran pemberi perawatan dalam keluarga adalah ibu rumah
tangga, peran ini telah dilembagakan dalam masyarakat sebagai pekerjaan para
wanita sebagai pengurus rumah tangga. Pemberi perawatan memang seseorang
yang merupakan anggota keluarga dan tinggal dirumah. Pemberi perawatan
terbesar adalah wanita karena wanita memberikan kebutuhan perawatan yang
lebih berat seperti memandikan, berpakaian dan kebutuhan buang air sedangkan
laki-laki cenderung memenuhi kebutuhan finansial (Family Alliance Care, 2005).
Terdapatnya kebutuhan finansial yang cukup pada kebutuhan lansia bisa
dikarenakan pekerjaan dari pemberi perawatan yang sebagian besar adalah ibu
rumah tangga, meskipun ada juga yang bekerja sebagai wiraswasta. Pekerjaan
merupakan suatu yang dibutuhkan untuk menunjang kebutuhan dan kehidupan
keluarga (Thomas ,1998).
Kondisi ketergantungan kebutuhan karena kehilangan kemandirian
merupakan suatu tantangan besar bagi keluarga untuk memberikan perawatan
baik secara material, spiritual dan kebutuhan finansial sehingga kehadiran
39
seorang keluarga yang memberikan perawatan sangat penting (tim
vitahealth,2005). Terpenuhinya kebutuhan perawatan lanjut usia yang baik
menunjukkan bahwa keluarga berusaha keras untuk memenuhi kebutuhan,
sehingga ada kebutuhan lain yang bisa terabaikan. Berdasarkan studi
menyeluruh dari Hoenig dan Hamilton mengungkapkan masalah beban dari
pemberi perawatan. Mereka menemukan 66 persen keluarga dalam sampel
mereka, melaporkan efek-efek yang merugikan terhadap rumah tangga karena
pasien sakit kronis dan lemah.
Pemberian perawatan fisik merupakan beban yang paling berat,
sedangkan tuntutan yang berlebihan dari pasien agar ditemani merupakan beban
kedua yang paling berat. Perlu diketahui wanita lebih banyak menerima beban
pemberian perawatan yang kepada orang sakit daripada pria. Dengan keadaan
tersebut hal yang bisa diupayakan oleh keluarga adalah dengan memberikan
bantuan kepada pemberi perawatan.
6.3 Hubungan pelaksanaan tugas kesehatan keluarga dengan pemenuhan
kebutuhan perawatan lanjut usia dengan stroke
Berdasarkan hasil analisis terdapat hubungan peran keluarga dengan
pemenuhan kebutuhan perawatan lanjut usia stroke dengan pola positif dapat
diartikan semakin tinggi peran keluarga semakin terpenuhi kebutuhan perawatan
lanjut usia.
Adanya hubungan antara peran keluarga dengan pemenuhan kebutuhan
perawatan lanjut usia dengan stroke bisa disebabkan karena lanjut usia tinggal
bersama keluarganya. Dengan bentuk keluarga lansia yang semuanya adalah
merupakan bentuk keluarga besar (extended family) maka jarak terjadi
40
keterdekatan jarak antara lanjut usia dan keluarga yang memberinya perawatan.
Menurut Jalaludin rahmat (2005) keluarga adalah lembaga pertama dalam
memenuhi kebutuhan perawatan individu.
Peran menurut Friedman adalah suatu yang diharapkan akan dilakukan
seseorang yang kemudian akan memberikan suatu pemenuhan kebutuhan.
Peran keluarga tersebut diberikan dalam pelaksanaan lima tugas keluarga.
Tugas keluarga mengharuskan keluarga memberikan bantuan baik dalam
pemeliharaan kesehatan maupun pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Menurut studi Gallager-Thompson (2006) caregiver dalam memenuhi
kebutuhan perawatan adalah seseorang yang mempunyai hubungan biologis
dengan anggota keluarga dan mempunyai tanggung jawab memberikan bantuan
untuk anggota keluarga. Peran penting itu terutama diberikan untuk anggota
keluarga yang berusia tua. Keluarga besar membuat lanjut usia akan
mendapatkan perawatan yang maksimal sehingga kebutuhan perawatannya
selama sakit akan terpenuhi. Pernyataan diatas membuktikan bahwa ada
keterkaitan antara peran keluarga dalam memenuhi kebutuhan perawatan.
Anggota keluarga juga mempunyai dampak dalam pemberian peran untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Meningkatnya tanggung jawab membawa
pemberi peran berada pada kondisi stress dan menurunnya kesehatan (Piquart
and Sereason, 2005).
Keadaan stress dan menurunnya kesehatan yang berlarut-larut bisa
menurunkan peran terhadap keluarga, sehingga perlu adanya penyelesaian yang
konkrit untuk membantu keluarga agar tidak jatuh dalam kondisi yang buruk.
Dengan sering berkunjung ke fasilitas kesehatan mungkin akan bisa mengkontrol
41
kesehatan keluarga sehingga tidak terjadi kondisi dimana lansia dan keluarga
yang dirawat jatuh pada keadaan yang sama- sama membutuhkan perawatan.
6.4 Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan adalah merupakan kelemahan atau hambatan dalam
penelitian. Dalam penelitian ini keterbatasan yang dihadapi peneliti antara lain
keterbatasan dalam pengunaan pendekatan cross sectional yang mana kedua
variabel diambil dalam satu waktu penelitian, sehingga tidak bisa membuktikan
hubungan sebab akibat. Pilihan desain cross sectional dilakukan karena
keterbatasan waktu. Meskipun demikian pelaksanaan tugas kesehatan keluarga
merupakan kebiasaan yang cenderung tetap, sedangkan pemenuhan kebutuhan
akan berubah sejalan waktu, sehingga pengukuran secara cross sectional pada
akhir tetap menggambarkan adanya hubungan pelaksanaan tugas kesehatan
keluarga dengan pemenuhan kebutuhan perawatan lanjut usia stroke.
Pengambilan data dari responden menggunnakan kuesioner, sehingga
hanya akan memunculkan persepsi responden. Keadaan akan lain bila
dilakukan observasi langsung pada tiap-tiap peran dan pemenuhan kebutuhan
perawatan. Penelitian ini tidak memungkinkan dilaksanakan observasi karena
keterbatasan waktu penelitian sehingga jumlah responden yang didapatkan tidak
sesuai harapan, maka hasil penelitian jauh dari kesempurnaan dan kurang
maksimal.
42
BAB 7
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
1. Peran keluarga terhadap lanjut usia yang mengalami stroke di
Gymnasium Rehabilitasi Medik RS.Dr.Saiful Anwar Malang adalah cukup.
2. Pemenuhan kebutuhan perawatan lanjut usia yang mengalami stroke di
Gymnasium RS.Dr.Saiful Anwar Malang adalah baik.
3. Ada hubungan pelaksanaan tugas kesehatan keluarga dengan
pemenuhan kebutuhan perawatan lanjut usia dengan stroke. Koefisien
korelasi bertanda positif yang menggambarkan arah pengaruh positif
yang berarti semakin baik peran keluarga terhadap lansia maka semakin
baik pula pemenuhan kebutuhan perawatan lanjut usia yang menderita
stroke.
7.2 Saran
1. Insitusi penelitian
Sebagai pelayanan kesehatan diharapkan rumah sakit bisa
memberikan konseling kepada pasien dan anggota keluarga mengenai
pencegahan cidera, perawatan selama sakit dan perawatan sesudahnya,
serta pengetahuan dalam pencegahan dengan mengubah pola hidup
sehari-hari untuk mengurangi resiko terjadi stroke pada anggota keluarga
yang lain, sehingga akan lebih menambah kepuasan pasien yang
melakukan perawatan.
43
2. Responden penelitian
Dengan pelaksanaan tugas kesehatan keluarga yang cukup,
diharapkan keluarga tetap mampu melaksanakan peran keluarga (lima
tugas keluarga) atau lebih meningkatkan pemahaman terhadap tugas-
tugas keluarga dengan sering mendengarkan informasi dan berbagi
pengalaman dengan orang lain tentang perawatan pasien stroke.
Informasi atau pendidikan mengenai tugas kesehatan keluarga dapat
diperoleh keluarga melalui kunjungan terhadap fasilitas kesehatan
terdekat yaitu puskesmas, karena perawat puskesmas mempunyai
kontribusi yang besar terhadap peningkatan kesehatan didaerah
binaannya. Mengingat kondisi pemberi perawatan dalam keluarga
mempunyai beban yang berat, diharapkan keluarga lebih untuk
memperhatikan kondisi kesehatannya, atau untuk lebih memperingan
beban perlu bantuan dari anggota keluarga atau menyewa perawat
sebagai perawat anggota keluarga yang sakit stroke (home care)
3. Peneliti selanjutnya
Penelitian ini bisa dikembangkan untuk mengetahui sejauh mana
tingkat stress dalam pemberian perawatan kepada anggota keluarga
yang sakit stroke.