Download - HNP Radiologi
PRESENTASI KASUS
HERNIA NUCLEUS PULPOSUS
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Mengikuti Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Radiologi
Di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta
Dokter Pembimbing :
dr. Ana Majdawati, Sp.Rad
Disusun Oleh :
Muarrifa Muflihati
20090310064
BAGIAN ILMU RADIOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2015
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn S
Umur : 47 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Gamping Sleman
II. ANAMNESIS
Anamnesis diperoleh dari : Pasien (autoanamnesis)
Keluhan utama : Nyeri pinggang menjalar ke tungkai kanan
Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang pasien laki-laki berusia 47 tahun datang ke rumah sakit
dengan keluhan nyeri pinggang belakang sejak 5 bulan yang lalu, hilang
timbul, jika timbul nyerinya dirasakan sepanjang hari, memberat 1 minggu
ini dan mengganggu aktivitas. Nyeri menjalar sampai ke tungkai kanan
bawah. Lokasi nyeri menetap (tidak berpindah-pindah). Nyeri yang
dirasakan tajam dan berdenyut yang membuat pasien sulit untuk
beraktivitas. Rasa nyeri yang dirasakan jika diukur dengan VAS 5, bila
memuncak 8. Nyeri dirasakan semakin berat saat pasien melakukan
perubahan posisi ( tidur ke duduk atau duduk ke berdiri), saat batuk,
mengedan, bersin, dan saat duduk sambil meluruskan kaki. Nyeri dirasakan
berkurang dengan posisi berbaring disertai posisi kaki yang ditekuk dan saat
duduk pada sisi yang sehat. Pasien sering mengangkat benda berat. Tidak
ada riwayat trauma sebelumnya. Tidak ada gangguan BAB dan BAK. Pasien
tidak mengalami kelemahan anggota gerak dan kesemutan, serta tidak ada
demam dan penurunan BB yang berarti. Konsumsi obat rutin (-).
Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat nyeri pinggang bawah 1 tahun yang lalu.
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat trauma :disangkal
Riwayat penyakit keluarga :
Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat Sosial Personal :
Pasien bekerja sebagai mekanik disalah satu kantor alat-alat berat dengan
posisi kerja yang sering berjongkok dalam waktu yang lama serta posisi duduk
dengan tubuh menghadap ke satu sisi dalam waktu yang lama
Anamnesis sistem : Sistem Serebrospinal : pusing (-)
Sistem Kardiovaskular : Tidak ada keluhan
Sistem Respirasi : Tidak ada keluhan
Sistem Gastrointestinal : mual, muntah
Sistem Muskuloskeletal : nyeri punggung bawah
(+)
Sistem Integumental : Tidak ada keluhan
Sistem Urogenital : Tidak ada keluhan
III.PEMERIKSAAN FISIK
A. Status present (tanggal 4 Januari 2015)
Keadaan umum : baik, compos mentis
GCS : E4V5M6
Vital Sign:
Tekanan darah : 110 / 70 mmHg
Denyut nadi : 80x/menit
Pernapasan : 20x/menit
Suhu : afebris
B. Status Generalis
Kepala : bentuk normal, simetris
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor ө
3mm/ ө 3mm , reflex cahaya (+/+), refleks kornea (+/+).
Leher : pembesaran KGB (-/-)
Thorax :
o Jantung
S1 dan S2 tunggal
Murmur –
gallop –
o Paru
Simetris
Vesikuler +/+
Ronki -/-
Whezing-/-
Abdomen :
o Flat
o Supel, nyeri tekan (-)
o Timpani
o Bising usus + ( normal)
o Hepar/ lien tidak teraba
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), sianosis (-), CRT < 2”
C. Status Neurologis
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4 V5 M6
Kekuatan otot : 5 5
5 5
Refleks Fisiologis : + +
+ +
Refleks Patologis : - -
- -
N N
Sensibilitas : N N
SYARAF-SYARAF OTAK (N.Cranialis)
N I (Olfaktorius) Kanan Kiri
Daya Penghidu N N
N II (Optikus)
Daya penglihatan N N
Pengenalan warna N N
Medan penglihatan N N
N III (Okulomotorius)
Ptosis - -
Gerakan bola mata ke
Superior N N
Inferior N N
Medial N N
Ukuran pupil 3 mm 3 mm
Bentuk pupil bulat bulat
Reflek cahaya langsung + +
Reflek kornea + +
N IV (Troklearis)
Gerak bola mata ke lateral bawah N N
Diplopia - -
Strabismus - -
N V (Trigeminus)
Menggigit N N
Membuka mulut N N
N VI ( Abdusens)
Gerakan mata ke lateral N N
N VII (Facialis)
Kerutan kulit dahi N N
Kedipan mata N N
Mengerutkan dahi N N
Mengerutkan alis N N
Menutup mata N N
Lipatan nasolabial N N
Sudut mulut N N
Meringis N N
Menggembungkan pipi N N
Lakrimasi + +
N VIII (Akustikus)
Mendengar suara + +
Mendengar detik arloji + +
N IX (Glosofaringeus)
Tidak dilakukan
N X (Vagus)
Denyut nadi 80x/ menit 80x/menit
Bersuara + +
Menelan + +
N XI (Asesorius)
Memalingkan kepala + +
Sikap bahu N N
Mengangkat bahu N N
Trofi otot bahu eutrofi eutrofi
N XII (Hipoglosus)
Sikap lidah N N
Tremor lidah - -
Menjulurkan lidah + +
Trofi otot lidah eutrofi eutrofi
BADAN
Trofi otot punggung : eutrofi
Nyeri membungkukkan badan : -
Trofi otot dada : -
Palpasi dinding perut : NT (-)
Kolumna vertebralis : - bentuk (N)
- Gerakan (N)
- nyeri tekan (-)
Sensibilitas : baik
ANGGOTA GERAK
Inspeksi :
Ekstremitas superior Ekstremitas inferior
Drop hand : -/- Drop foot : -/-
Pitcher hand : -/- Kontraktur : -/-
Claw hand : -/- Warna : N
Udem : (-)
Warna : N
Ekstremitas superior Ekstremitas inferior
Gerakan B-B-B/B-B-B B-B-B/B-B-B
Kekuatan 5-5-5/5-5-5 5-5-5/5-5-5
Tonus N/N N/N
Sensibilitas N N
Trofi eutrofi eutrofi
Pemeriksaan Tambahan
Tes Lasegue + -
Tes Patrick - -
Tes Kontra Patrick - -
Tes Kernig - -
Nyeri tekan pada vertebra lumbal 4
Nyeri tekan bokong kanan.
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hematologi
AL : 9 rb/ul
HB : 12 mg/dl
HMT : 39 %
AT: 350 rb/ul
Kimia Darah
GDS : 93 mg/dl
Ureum : 75 mg/dl (H)
Kreatinin : 1,2 mg/dl
Asam Urat : 8,7 mg/dl (H)
RADIOLOGIS
Rontgent lumbosacral AP-Lateral
- Tampak penyempitan DIV vertebra lumbal 1-2 aspek posterior
- Vertebra lumbal tampak melurus
- Tampak osteofit pada aspek posteroinferior corpus VL IV dan aspek
posteroinferior VL 5
- Tak tampak fraktur / listhesis
Kesan: - Awal spondiloarthrosis lumbales dengan penyempitan DIV V.L 1-2
- Hypolordotic Lumbales
V. DIAGNOSIS
- Diagnosis Klinis: Low back pain + ischialgia dextra
- Diagnosis Etiologi: - suspect HNP
DD: - Susp. Spondiloarthrosis
- Diagnosis Topik: Discus Intervertebralis VL 1-2
VI. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa:
Kapsul Racikan ( 2x1):
Zaldiar ½
MP 4 mg
Meloxicam 7,5 mg
Diazepam 2 mg
Non Medikamentosa:
- Fisioterapi
- Korset Lumbal
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Hernia Nukleus pulposus (HNP) atau potrusi Diskus Intervertebralis (PDI)
adalah suatu keadaan dimana terjadi penonjolan pada diskus intervertebralis ke
dalam kanalis vertebralis (protrusi diskus) atau ruptur pada diskus vebrata yang
diakibatakan oleh menonjolnya nukleus pulposus yang menekan anulus fibrosus
yang menyebabkan kompresi pada syaraf, terutama banyak terjadi di daerah
lumbal dan servikal sehingga menimbulkan adanya gangguan neurologi (nyeri
punggung) yang didahului oleh perubahan degeneratif pada proses penuaan.
B. ANATOMI
Diskus intervertebralis menghubungkan korpus vertebra satu sama lain dari
servikal sampai lumbal/sacral. Diskus ini berfungsi sebagai penyangga beban dan
peredam kejut (shock absorber).
Diskus intervertebralis terdiri dari dua bagian utama yaitu:
1. Anulus fibrosus, terbagi menjadi 3 lapis:
· Lapisan terluar terdiri dari lamella fibro kolagen yang berjalan
menyilangkonsentris mengelilingi nucleus pulposus sehingga bentuknya seakan-
akan menyerupai gulungan per (coiled spring)
· Lapisan dalam terdiri dari jaringan fibro kartilagenus
· Daerah transisi.
Mulai daerah lumbal 1 ligamentum longitudinal posterior makin mengecil
sehingga pada ruang intervertebra L5-S1 tinggal separuh dari lebar semula
sehingga mengakibatkan mudah terjadinya kelainan didaerah ini.
2. Nucleus Pulposus
Nukleus Pulposus adalah suatu gel yang viskus terdiri dari proteoglycan
(hyaluronic long chain) mengandung kadar air yang tinggi (80%) dan mempunyai
sifat sangat higroskopis. Nucleus pulposus berfungsi sebagai bantalan dan
berperan menahan tekanan/beban. Kemampuan menahan air dari nucleus pulposus
berkurang secara progresif dengan bertambahnya usia. Mulai usia 20 tahun terjadi
perubahan degenerasi yang ditandai dengan penurunan vaskularisasi kedalam
diskus disertai berkurangnya kadar air dalam nucleus sehingga diskus mengkerut
dan menjadi kurang elastic.
Sebagian besar HNP terjadi pada L4-L5 dan L5-S1 karena:
Daerah lumbal, khususnya daerah L5-S1 mempunyai tugas yang berat, yaitu
menyangga berat badan. Diperkirakan 75% berat badan disangga oleh sendi L5-
S1. Mobilitas daerah lumbal terutama untuk gerak fleksi dan ekstensi sangat
tinggi. Diperkirakan hampir 57% aktivitas fleksi dan ekstensi tubuh dilakukan
pada sendi L5-S1. Daerah lumbal terutama L5-S1 merupakan daerah rawan
karena ligamentum longitudinal posterior hanya separuh menutupi permukaan
posterior diskus. Arah herniasi yang paling sering adalah postero lateral.
C. ETIOLOGI
Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya HNP adalah sebagai berikut :
1. Riwayat trauma
2. Riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat beban berat, duduk, mengemudi
dalam waktu lama.
3 Sering membungkuk.
4 Posisi tubuh saat berjalan.
5 Proses degeneratif (usia 30-50 tahun).
6 Struktur tulang belakang.
7 Kelemahan otot-otot perut, tulang belakang.
D. EPIDEMIOLOGI
HNP sering terjadi pada daerah L4-L5 dan L5 –S1 kemudian pada C5-C6
dan paling jarang terjadi pada daerah torakal, sangat jarang terjadi pada anak-anak
dan remaja tapi kejadiannya meningkat dengan umur setelah 20 tahun. Dengan
insidens Hernia lumbosakral lebih dari 90% sedangkan hernia servikalis sekitar 5-
10%.
E. PATOFISIOLOGI
Protrusi atau ruptur nukleus pulposus biasanya didahului dengan
perubahan degeneratif yang terjadi pada proses penuaan. Kehilangan protein
polisakarida dalam diskus menurunkan kandungan air nukleus pulposus.
Perkembangan pecahan yang menyebar di anulus melemahkan pertahanan pada
herniasi nukleus. Setelah trauma (jatuh, kecelakaan, dan stress minor berulang
seperti mengangkat) kartilago dapat cedera.
Pada kebanyakan pasien, gejala trauma segera bersifat khas dan singkat,
dan gejala ini disebabkan oleh cedera pada diskus yang tidak terlihat selama
beberapa bulan maupun tahun. Kemudian pada degenerasi pada diskus, kapsulnya
mendorong ke arah medula spinalis atau mungkin ruptur dan memungkinkan
nukleus pulposus terdorong terhadap sakus dural atau terhadap saraf spinal saat
muncul dari kolumna spinal.
Hernia nukleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nukleus
pulposus menekan pada radiks yang bersama-sama dengan arteria radikularis
berada dalam bungkusan dura. Hal ini terjadi kalau tempat herniasi di sisi lateral.
Bilamana tempat herniasinya ditengah-tengah tidak ada radiks yang terkena.
Lagipula pada tingkat L2 dan terus kebawah sudah tidak terdapat medula spinalis
lagi, maka herniasi di garis tengah tidak akan menimbulkan kompresi pada
kolumna anterior.
Setelah terjadi hernia nukleus pulposus sisa duktus intervertebralis
mengalami lisis sehingga dua korpora vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan.
Patofisiologi HNP
F. KLASIFIKASI
1. Hernia Lumbosacralis
Penyebab terjadinya lumbal menonjol keluar, bisanya oleh kejadian luka
posisi fleksi, tapi perbandingan yang sesungguhnya pada pasien non trauma
adalah kejadian yang berulang. Bersin, gerakan tiba-tiba, biasa dapat
menyebabkan nucleus pulposus prolaps, mendorong ujungnya/jumbainya dan
melemahkan anulus posterior. Pada kasus berat penyakit sendi, nucleus menonjol
keluar sampai anulus dan melintang sebagai potongan bebas pada canalis
vertebralis. Lebih sering, fragmen dari nucleus pulposus menonjol sampai pada
celah anulus, biasanya pada satu sisi atau lainnya (kadang-kadang ditengah),
dimana mereka mengenai menimpa sebuah serabut atau beberapa serabut syaraf.
2. Hernia Servikalis
Keluhan utama nyeri radikuler pleksus servikobrakhialis. Penggerakan
kolumma vertebralis servikal menjadi terbatas, sedang kurvatural yang normal
menghilang. Otot-otot leher spastik, kaku kuduk, refleks biseps yang menurun
atau menghilang Hernia ini melibatkan sendi antara tulang belakang dari C5 dan
C6 dan diikuti C4 dan C5 atau C6 dan C7. Hernia ini menonjol keluar
posterolateral mengakibatkan tekanan pada pangkal syaraf. Hal ini menghasilkan
nyeri radikal yang mana selalu diawali gejala-gejala dan mengacu pada kerusakan
kulit.
3. Hernia Thorakalis
Hernia ini jarang terjadi dan selalu berada digaris tengah hernia. Gejala-
gejalannya terdiri dari nyeri radikal pada tingkat lesi yang parastesis. Hernia dapat
menyebabkan melemahnya anggota tubuh bagian bawah, membuat kejang
paraparese kadang-kadang serangannya mendadak dengan paraparese.
Penonjolan pada sendi intervertebral thorakal masih jarang terjadi (menurut love
dan schorm 0,5 % dari semua operasi menunjukkan penonjolan sendi). Pada
empat thorakal paling bawah atau tempat yang paling sering mengalami trauma
jatuh dengan posisi tumit atau bokong adalah faktor penyebab yang paling utama.
G. MANIFESTASI KLINIS
o Ischialgia. Nyeri bersifat tajam, seperti terbakar, dan berdenyut sampai ke
bawah lutut.
Ischialgia merupakan nyeri yang terasa sepanjang perjalanan nervus ischiadicus
sampai ke tungkai.
o Dapat timbul gejala kesemutan atau rasa baal.
o Pada kasus berat dapat timbul kelemahan otot dan hilangnya refleks
tendon patella (KPR) dan Achilles (APR).
o Bila mengenai konus atau kauda ekuina dapat terjadi gangguan defekasi,
miksi dan fungsi seksual. Keadaan ini merupakan kegawatan neurologis
yang memerlukan tindakan pembedahan untuk mencegah kerusakan
fungsi permanen.
o Nyeri bertambah dengan batuk, bersin, mengangkat benda berat,
membungkuk akibat bertambahnya tekanan intratekal.
o Kebiasaan penderita perlu diamati, bila duduk maka lebih nyaman duduk
pada sisi yang sehat.
Menurut Deyo dan Rainville, untuk pasien dengan keluhan LBP dan nyeri yang
dijalarkan ke tungkai, pemeriksaan awal cukup meliputi:
1. Tes laseque
2. Tes kekuatan dorsofleksi pergelangan kaki dan ibu jari kaki. Kelemahan
menunjukkan gangguan akar saraf L4-5
3. Tes refleks tendon achilles untuk menilai radiks saraf S1
4. Tes sensorik kaki sisi medial (L4), dorsal (L5) dan lateral (S1)
5. Tes laseque silang merupakan tanda yang spesifik untuk HNP.
Bila tes ini positif, berarti ada HNP, namun bila negatif tidak berarti tidak ada
HNP. Pemeriksaan yang singkat ini cukup untuk menjaring HNP L4-S1 yang
mencakup 90% kejadian HNP. Namun pemeriksaan ini tidak cukup untuk
menjaring HNP yang jarang di L2-3 dan L3-4 yang secara klinis sulit didiagnosis
hanya dengan pemeriksaan fisik saja.
Gejala masing-masing tipe HNP berbeda-beda :
a. Henia Lumbosakralis
Gejala pertama biasanya low back pain yang mula-mula berlangsung dan periodik
kemudian menjadi konstan. Rasa nyeri di provokasi oleh posisi badan tertentu,
ketegangan, hawa dingin dan lembab, pinggang terfikasi sehingga kadang-kadang
terdapat skoliosis. Gejala patognomonik adalah nyeri lokal pada tekanan atau
ketokan yang terbatas antara 2 prosesus spinosus dan disertai nyeri menjalar
kedalam bokong dan tungkai. “Low back pain” ini disertai rasa nyeri yang
menjalar ke daerah iskhias sebelah tungkai (nyeri radikuler) dan secara refleks
mengambil sikap tertentu untuk mengatasi nyeri tersebut, sering dalam bentuk
skilosis lumbal.
Syndrom sendi intervertebral lumbalis yang prolaps terdiri :
1. Kekakuan/ketegangan, kelainan bentuk tulang belakang.
2. Nyeri radiasi pada paha, betis dan kaki
3. Kombinasi paresthesiasi, lemah, dan kelemahan refleks
Nyeri radikuler dibuktikan dengan cara sebagai berikut :
1. Hiperekstensi pinggang kemudian punggung diputar kejurusan tungkai
yang sakit, pada tungkai ini timbul nyeri.
2. Tess Naffziger : Penekanan pada vena jugularis bilateral.
3. Tes Lasegue
4. Tes Valsava
5. Tes Patrick
6. Tes Kontra Patrick
Gejala-gejala radikuler lokasisasinya biasanya di bagian ventral tungkai atas dan
bawah. Refleks lutut sering rendah, kadang-kadang terjadi paresis dari muskulus
ekstensor kuadriseps dan muskulus ekstensor ibu jari.
b. Hernia servicalis
- Parasthesi dan rasa sakit ditemukan di daerah extremitas (sevikobrachialis)
- Atrofi di daerah biceps dan triceps
- Refleks biceps yang menurun atau menghilang
- Otot-otot leher spastik dan kakukuduk.
c. Hernia thorakalis
- Nyeri radikal
- Melemahnya anggota tubuh bagian bawah dapat menyebabkan kejang
paraparesis
- Serangannya kadang-kadang mendadak dengan paraplegia
H. FAKTOR RESIKO
Faktor risiko yang tidak dapat dirubah
· Umur: makin bertambah umur risiko makin tinggi
· Jenis kelamin: laki-laki lebih banyak dari wanita
· Riwayat cedera punggung atau HNP sebelumnya
Faktor risiko yang dapat dirubah
· Pekerjaan dan aktivitas: duduk yang terlalu lama, mengangkat atau menarik
barang-barang berta, sering membungkuk atau gerakan memutar pada punggung,
latihan fisik yang berat, paparan pada vibrasi yang konstan seperti supir.
· Olahraga yang tidak teratur, mulai latihan setelah lama tidak berlatih,
latihan yang berat dalam jangka waktu yang lama.
· Merokok. Nikotin dan racun-racun lain dapat mengganggu kemampuan
diskus untuk menyerap nutrien yang diperlukan dari dalam darah.
· Berat badan berlebihan, terutama beban ekstra di daerah perut dapat
menyebabkan strain pada punggung bawah.
· Batuk lama dan berulang
I. GAMBARAN RADIOLOGIS
Dapat dilihat hilangnya lordosis lumbal, skoliosis, penyempitan
intervertebral, “spur formation” dan perkapuran dalam diskus.
Bila gambaran radiologik tidak jelas, maka sebaiknya dilakukan punksi
lumbal yang biasanya menunjukkan protein yang meningkat tapi masih dibawah
100 mg %.
J. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan amanesis, pemeriksaan klinis umum,
pemeriksaan neurologik dan pemeriksaan penunjang. Adanya riwayat mengangkat
beban yang berat dan berulang, timbulnya low back pain. Gambaran klinisnya
berdasarkan lokasi terjadinya herniasi. Diagnosa pada hernia intervertebral ,
kebocoran lumbal dapat ditemukan secepat mungkin. Pada kasus yang lain, pasien
menunjukkan perkembangan cepat dengan penanganan konservatif dan ketika
tanda-tanda menghilang. Myelografi merupakan penilaian yang baik dalam
menentukan suatu lokalisasi yang akurat.
1. Anamnesis
Dalam anamnesis perlu ditanyakan kapan dan bagaimana mulai timbulnya,
lokasi nyeri, sifat nyeri, kualitas nyeri, apakah nyeri yang diderita diawali
kegiatan fisik, faktor yang memperberat atau memperingan, ada riwayat trauma
sebelumnya dan apakah ada keluarga penderita penyakit yang sama. Adanya
riwayat mengangkat beban yang berat dan berulangkali, timbulnya low back
pain.Gambaran klinisnya berdasarkan lokasi terjadinya herniasi.
2. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi :
Gerakan-gerakan yang perlu diperhatikan pada penderita:
o Keterbatasan gerak pada salah satu sisi atau arah.
o Fleksi ke depan (forward flexion) secara khas akan menyebabkan nyeri
pada tungkai bila ada HNP, karena adanya ketegangan pada saraf yang
terinflamasi diatas suatu diskus protusio sehingga meninggikan tekanan
pada saraf spinal tersebut dengan jalan meningkatkan tekanan pada
fragmen yang tertekan di sebelahnya (jackhammer effect).
o Lokasi dari HNP biasanya dapat ditentukan bila pasien disuruh
membungkuk ke depan ke lateral kanan dan kiri. Fleksi ke depan, ke suatu
sisi atau ke lateral yang meyebabkan nyeri pada tungkai yang ipsilateral
menandakan adanya HNP pada sisi yang sama.
Palpasi :
Adanya nyeri (tenderness) pada kulit bisa menunjukkan adanya kemungkinan
suatu keadaan psikologis di bawahnya (psychological overlay).
Kadang-kadang bisa ditentukan letak segmen yang menyebabkan nyeri dengan
menekan pada ruangan intervertebralis atau dengan jalan menggerakkan ke
kanan ke kiri prosesus spinosus sambil melihat respons pasien. Penekanan
dengan jari jempol pada prosesus spinalis dilakukan untuk mencari adanya
fraktur pada vertebra. Pemeriksaan fisik yang lain memfokuskan pada
kelainan neurologis.
Refleks patella terutama menunjukkan adanya gangguan dari radiks L4 dan
kurang dari L2 dan L3. Refleks tumit predominan dari S1.
Harus dicari pula refleks patologis seperti babinski, terutama bila ada
hiperefleksia yang menunjukkan adanya suatu gangguan upper motor
neuron (UMN). Dari pemeriksaan refleks ini dapat membedakan akan kelainan
yang berupa UMN atau LMN.
Pemeriksaan motoris : harus dilakukan dengan seksama dan harus dibandingkan
kedua sisi untuk menemukan abnormalitas motoris yang seringan mungkin
dengan memperhatikan miotom yang mempersarafinya.
Pemeriksaan sensorik : Pemeriksaan sensorik akan sangat subjektif karena
membutuhkan perhatian dari penderita dan tak jarang keliru, tapi tetap penting
arti diagnostiknya dalam membantu menentukan lokalisasi lesi HNP sesuai
dermatom yang terkena. Gangguan sensorik lebih bermakna dalam
menunjukkan informasi lokalisasi dibanding motoris.
3. Laboratorium:
Pada pemeriksaan laboratorium rutin penting untuk melihat; laju endap darah
(LED), kadar Hb, jumlah leukosit dengan hitung jenis, dan fungsi ginjal.
4. Pemeriksaan Radiologis :
Foto rontgen biasa (plain photos) sering terlihat normal atau kadang-kadang
dijumpai penyempitan ruangan intervertebral, spondilolistesis, perubahan
degeneratif, dan tumor spinal. Penyempitan ruangan intervertebral kadang-
kadang terlihat bersamaan dengan suatu posisi yang tegang dan melurus dan
suatu skoliosis akibat spasme otot paravertebral.
CT scan adalah sarana diagnostik yang efektif bila vertebra dan level neurologis
telah jelas dan kemungkinan karena kelainan tulang.
MRI (akurasi 73-80%) biasanya sangat sensitif pada HNP dan akan menunjukkan
berbagai prolaps. Namun para ahli bedah saraf dan ahli bedah ortopedi tetap
memerlukan suatu EMG untuk menentukan diskus mana yang paling terkena.
MRI sangat berguna bila:
o vertebra dan level neurologis belum jelas
o kecurigaan kelainan patologis pada medula spinal atau jaringan lunak
o untuk menentukan kemungkinan herniasi diskus post operasi
o kecurigaan karena infeksi atau neoplasma
Pemeriksaan Penunjang :
Pemeriksaan neurofisiologi. Terdiri dari:
1. Elektromiografi (EMG) bisa mengetahui akar saraf mana yang terkena dan
sejauh mana gangguannya, masih dalam tahap iritasi atau tahap kompresi
2. Somato Sensoric Evoked Potential (SSEP) Berguna untuk menilai pasien spinal
stenosis atau mielopati
3. Pemeriksaan Radiologi
· Foto polos untuk menemukan berkurangnya tinggi diskus intervetebralis
sehingga ruang antar vertebralis tampak menyempit.
· Kaudografi, mielografi, CT Mielo dan MRI Untuk membuktikan HNP dan
menetukan lokasinya. MRI merupakan standar baku emas untuk HNP.
· Diskogarfi
Foto Polos Vertebra
Foto polos posisi AP dan lateral dari vertebra lumbal dan panggul
(sendi skroiliaka), foto polos bertujuan untuk melihat adana penyempitan
diskus,penyakit degeneratif,kelainan bawaan dan vertebra yang tidak
stabil.
Pada kasus disk bulging, radiografi polos memperlihatkan
gambaran tidak langsung dari degenerasi diskus seperti kehilangan
ketinggian diskus intervertebralis, “vacuum phenomen” dalam bentuk gas
di disk,dan osteofit endplate.
Dalam kebanyakan kasus hernia nucleus pulposus (HNP),foto
polos tulang belakang lumbosakral atau tulang belakang leher tidak diperlukan.
Foto polos tidak dapat memperlihatkan herniasi,tetapi digunakan untuk
menyingkirkan kondisi lainnya misalnya,fraktur,kanker,dan infeksi.
CT Scan
Adalah sarana diagnostik yang efektif bila vertebra dan level neurologis
telah jelas dan kemungkinan karena kelainan tulang.
Mielografi
Berguna untuk melihat kelainan radiks spinal, terutama pada pasien yang
sebelumnya dilakukan operasi vertebra atau dengan alat fiksasi metal.
CT mielografi
Dilakukan dengan suatu zar kontras berguna untuk melhat dengan lebih
jelas ada atau tidaknya kompresi nervus atau araknoiditis pada pasien yang
menjalani operasi vertebra multipel dan bila akan direncanakan tindakan
operasi terhadap stenosis foraminal dan kanal vertebralis.
MRI (akurasi 73 – 80%)
Merupakan pemeriksaan non invasif,dapat memberikan gambaran
secara seksional pada lapisan melintang dan longitudinal. Biasanya sangat
sensitif pada HNP dan akan menunjukkan berbagai prolaps. Namun para
ahli bedah syaraf dan ahli bedah ortopedi tetap memerlukan suatu EMG
untuk menentukan diskus mana yang paling terkena. MRI sangat berguna
bila : vertebra dan level neurologis belum jelas, kecurigaan kelainan
patologis pada medulla spinal atau jaringan lunak untuk menentukan
kemungkinan herniasi diskus post operasi,kecurigaan karena infeksi atau
neoplassma. Pada MRI, HNP muncul sebagai fokus,tonjolan simteris
bahan diskus melampaui btas-batas dari anulus. HNP sendiri biasanya
hipointense. Selain itu,fragmen bebas dari diskus dengan mudah terdeteksi
pada MRI.
Mengenai keterbatasan MRI,pada beberapa individu dengan
perangkat implan (misalnya,alat pacu jantung) atau dengan logam dalam
tubuh,mungkin tidak mampu menjalani MRI karena disfungsi alat pacu
jantung atau elektroda memanas yang mungkin timbul dari MRI. Dokter
dapat menginstruksikan pemeriksaan yang lain.
Menurut gradasinya, herniasi dari nukleus pulposus yang terjadi terbagi
atas :
o Pro truded intervertebral disc,dimana nukleus terihat menonjol ke
suatu arah tanpa kerusakan anullus fibrosus.
o Pro lap sed intervertebral disc,dimana nukleus berpindah tetapi
masih tetap dalam lingkaran anulus fibrosus.
o Ekstruded intervertebral disc,dimana nukleus keluar dari anulus
fibrosus dan berada dibawah ligamen longitudinalis posterior.
o Sequestrated intervertebral disc,dimana nukleus telah menembus
ligamen longitudinalis posterior.
Mielografi atau CT mielografi dan/atau MRI adalah alat diagnostik yang
sangat berharga pada diagnosis LBP dan diperlukan oleh ahli bedah
syaraf/ortopedi untuk menentukan lokalisasi lesi pre-operatif dan
menentukan adakah aadanya sekwester diskus yang lepas dan
mengeksklusi adanya suatu tumor.
Mumenthaler (1983) menyebutkan adanya 25% false negative diskus
prolaps pada mielografi dan 10% false positive dengan akurasi 67%.
Discography
Discography adalah pemeriksaan radiografi dari diskus intervertebralis
dengan bantuan sinar-x dan bahan media kontras positif yang diinjeksikan
ke dalam nukleus pulposus untuk menentukan adanya suatu annulus
fibrosus yang rusak,dimana kontras hanya bisa penetrasi/menembus bila
ada suatu lesi dengan cara memasukkan jarum ganda untuk menegakkan
diagnosa. Dengan adanya MRI maka pemeriksaan ini sudah tidak begitu
populer lagi karena invasive.
K. DIAGNOSIS BANDING
1 Tumor tulang spinalis yang berproses cepat, cairan serebrospinalis yang
berprotein tinggi. Hal ini dapat dibedakan dengan menggunakan myelografi.
2. Arthiritis
3. Anomali colum spinal.
L. TERAPI
a. Terapi Konservatif
Tujuan terapi konservatif adalah mengurangi iritasi saraf, memperbaiki
kondisi fisik pasien dan melindungi dan meningkatkan fungsi tulang punggung
secara keseluruhan. 90% pasien akan membaik dalam waktu 6 minggu, hanya
sisanya yang membutuhkan pembedahan.
Terapi konservatif untuk HNP meliputi:
1. Tirah baring
Tujuan tirah baring untuk mengurangi nyeri mekanik dan tekanan
intradiskal, lama yang dianjurkan adalah 2-4 hari. Tirah baring terlalu lama akan
menyebabkan otot melemah. Pasien dilatih secara bertahap untuk kembali ke
aktivitas biasa.
Posisi tirah baring yang dianjurkan adalah dengan menyandarkan
punggung, lutut dan punggung bawah pada posisi sedikit fleksi. Fleksi ringan dari
vertebra lumbosakral akan memisahkan permukaan sendi dan memisahkan
aproksimasi jaringan yang meradang.
2. Medikamentosa
· Analgetik standar (parasetamol, kodein, dan dehidrokodein yang diberikan
tersendiri atau kombinasi).
· NSAID : penghambat COX-2 (ibuprofen, naproxen, diklofenak) dan
penghambat COX-2 (nabumeton, etodolak, dan meloxicam).
· Analgesic kuat : potensi sedang (meptazinol dan pentazosin), potensi kuat
(buprenorfin, dan tramadol), dan potensi sangat kuat (diamorfin dan morfin).
· Kortikosteroid oral: pemakaian masih menjadi kontroversi namun dapat
dipertimbangkan pada kasus HNP berat untuk mengurangi inflamasi
3. Terapi fisik
4. Traksi pelvis
Menurut panel penelitian di Amerika dan Inggris traksi pelvis tidak
terbukti bermanfaat. Penelitian yang membandingkan tirah baring, korset dan
traksi dengan tirah baring dan korset saja tidak menunjukkan perbedaan dalam
kecepatan penyembuhan.
5. Diatermi/kompres panas/dingin
Tujuannya adalah mengatasi nyeri dengan mengatasi inflamasi dan spasme
otot. Pada keadaan akut biasanya dapat digunakan kompres dingin, termasuk bila
terdapat edema. Untuk nyeri kronik dapat digunakan kompres panas maupun
dingin.
6. Korset lumbal
Korset lumbal tidak bermanfaat pada NPB akut namun dapat digunakan
untuk mencegah timbulnya eksaserbasi akut atau nyeri pada NPB kronis. Sebagai
penyangga korset dapat mengurangi beban pada diskus serta dapat mengurangi
spasme.
7. Latihan
Direkomendasikan melakukan latihan dengan stres minimal pada
punggung seperti jalan kaki, naik sepeda atau berenang. Latihan lain berupa
kelenturan dan penguatan. Latihan bertujuan untuk memelihara fleksibilitas
fisiologik, kekuatan otot, mobilitas sendi dan jaringan lunak. Dengan latihan dapat
terjadi pemanjangan otot, ligamen dan tendon sehingga aliran darah semakin
meningkat.
8. Latihan kelenturan
Punggung yang kaku berarti kurang fleksibel akibatnya vertebra
lumbosakral tidak sepenuhnya lentur. Keterbatasan ini dapat dirasakan sebagai
keluhan “kencang”. Latihan untuk kelenturan punggung adalah dengan membuat
posisi meringkuk seperti bayi dari posisi terlentang. Tungkai digunakan sebagai
tumpuan tarikan. Untuk menghasilkan posisi knee-chest, panggul diangkat dari
lantai sehingga punggung teregang, dilakukan fleksi bertahap punggung bawah
bersamaan dengan fleksi leher dan membawa dagu ke dada. Dengan gerakan ini
sendi akan mencapai rentang maksimumnya. Latihan ini dilakukan sebanyak 3
kali gerakan, 2 kali sehari.
9. Latihan penguatan
· Latihan pergelangan kaki: Gerakkan pergelangan kaki ke depan dan
belakang dari posisi berbaring.
· Latihan menggerakkan tumit: Dari posisi berbaring lutut ditekuk dan
kembali diluruskan dengan tumit tetap menempel pada lantai (menggeser tumit).
· Latihan mengangkat panggul: Pasien dalam posisi telentang, dengan lutut
dan punggung fleksi, kaki bertumpu di lantai. Kemudian punggung ditekankan
pada lantai dan panggul diangkat pelan-pelan dari lantai, dibantu dengan tangan
yang bertumpu pada lantai. Latihan ini untuk meningkatkan lordosis vertebra
lumbal.
· Latihan berdiri: Berdiri membelakangi dinding dengan jarak 10-20 cm,
kemudian punggung menekan dinding dan panggul direnggangkan dari dinding
sehingga punggung menekan dinding. Latihan ini untuk memperkuat muskulus
kuadriseps.
· Latihan peregangan otot hamstring: Peregangan otot hamstring penting
karena otot hamstring yang kencang menyebabkan beban pada vertebra
lumbosakral termasuk pada anulus diskus posterior, ligamen dan otot erector
spinae. Latihan dilakukan dari posisi duduk, kaki lurus ke depan dan badan
dibungkukkan untuk berusaha menyentuh ujung kaki. Latihan ini dapat dilakukan
dengan berdiri.
· Latihan berjinjit: Latihan dilakukan dengan berdiri dengan seimbang pada 2
kaki, kemudian berjinjit (mengangkat tumit) dan kembali seperti semula. Gerakan
ini dilakukan 10 kali.
· Latihan mengangkat kaki: Latihan dilakukan dengan menekuk satu lutut,
meluruskan kaki yang lain dan mengangkatnya dalam posisi lurus 10-20 cm dan
tahan selama 1-5 detik. Turunkan kaki secara perlahan. Latihan ini diulang 10
kali.
Proper body mechanics: Pasien perlu mendapat pengetahuan mengenai sikap
tubuh yang baik untuk mencegah terjadinya cedera maupun nyeri.
Beberapa prinsip dalam menjaga posisi punggung adalah sebagai berikut:
o Dalam posisi duduk dan berdiri, otot perut ditegangkan, punggung tegak
dan lurus. Hal ini akan menjaga kelurusan tulang punggung.
o Ketika akan turun dari tempat tidur posisi punggung didekatkan ke pinggir
tempat tidur. Gunakan tangan dan lengan untuk mengangkat panggul dan
berubah ke posisi duduk. Pada saat akan berdiri tumpukan tangan pada
paha untuk membantu posisi berdiri.
o Pada posisi tidur gunakan tangan untuk membantu mengangkat dan
menggeser posisi panggul.
o Saat duduk, lengan membantu menyangga badan. Saat akan berdiri badan
diangkat dengan bantuan tangan sebagai tumpuan.
o Saat mengangkat sesuatu dari lantai, posisi lutut ditekuk seperti hendak
jongkok, punggung tetap dalam keadaan lurus dengan mengencangkan
otot perut. Dengan punggung lurus, beban diangkat dengan cara
meluruskan kaki. Beban yang diangkat dengan tangan diletakkan sedekat
mungkin dengan dada.
o Jika hendak berubah posisi, jangan memutar badan. Kepala, punggung dan
kaki harus berubah posisi secara bersamaan.
o Hindari gerakan yang memutar vertebra. Bila perlu, ganti wc jongkok
dengan wc duduk sehingga memudahkan gerakan dan tidak membebani
punggung saat bangkit.
Dengan melakukan latihan setiap hari, atau setidaknya 3-4 kali/minggu secara
teratur maka diperkirakan dalam 6-8 minggu kekuatan akan membaik sebanyak
20-40%.
b. Terapi Operatif
Tujuan : Mengurangi tekanan pada radiks saraf untuk mengurangi nyeri dan
mengubah defisit neurologik.
Tindakan operatif pada HNP harus berdasarkan alasan yang kuat yaitu berupa:
· Defisit neurologik memburuk.
· Gangguan otonom (miksi, defekasi, seksual).
· Paresis otot tungkai bawah.
· Terapi Konservatif gagal
1. Disektomi : Mengangkat fragmen herniasi atau yang keluar dari diskus
intervertebral
2. Laminektomi : Mengangkat lamina untuk memajankan elemen neural pada
kanalis spinalis, memungkinkan ahli bedah untuk menginspeksi kanalis spinalis,
mengidentifikasi dan mengangkat patologi dan menghilangkan kompresi medula
dan radiks
3. Laminotomi : Pembagian lamina vertebra
4. Disektomi dengan peleburan : Graf tulang (Dari krista illaka atau bank
tulang) yang digunakan untuk menyatukan dengan prosessus spinosus vertebrata.
Tujuan peleburan spinal adalah untuk menstabilkan tulang belakang dan
mengurangi kekambuhan.
Berdasar lokasi herniasi penatalaksanaan dapat dibedakan menjadi :
a. Hernia Lumbosacralis
Pada fase akut, pasien tidur diatas kasur yang keras beralaskan papan
dibawahnya. Traksi dengan beban mulai 6 Kg kemudian berangsur-angsur
dinaikkan 10 Kg. pada hernia ini dapat diberikan analgetik salisilat
b.Hernia Servicalis
Untuk HNP sevicalis, dapat dilakukan traksi leher dengan kalung glisson,
berat beban mulai dari 2 Kg berangsur angsur dinaikkan sampai 5 Kg. tempat
tidur dibagian kepala harus ditinggikan supaya traksi lebih efektif.
Untuk HNP yang berat, dapat dilakukan terapi pembedahan pada daerah
yang rekuren. Injeksi enzim chympapim kedalam sendi harus selalu diperhatikan.
M. KOMPLIKASI
1) Kelemahan dan atrofi otot
2) Trauma serabut syaraf dan jaringan lain
3) Kehilangan kontrol otot sphinter
4) Paralis / ketidakmampuan pergerakan
5) Perdarahan
6) Infeksi dan inflamasi pada tingkat pembedahan diskus spinal
N. PROGNOSIS
Terapi konservatif yang dilakukan dengan traksi merupakan suatu
perawatan yang praktis dengan kesembuhan maksimal. Kelemahan fungsi
motorik dapat menyebabkan atrofi otot dan dapat juga terjadi pergantian kulit.
BAB III
PEMBAHASAN
Low Back Pain atau nyeri pinggang adalah suatu sindroma klinik yang di
tandai dengan gejala utama rasa nyeri didaerah tulang punggung bawah dan
sekitarnya. Dari anamnesis pada pasien ini didapatkan bahwa keluhan utama yang
dirasakan yaitu nyeri pungung bawah yang menjalar sampai ke tungkai kanan
bawah, yang juga bisa disebut dengan ischialgia. Ischialgia merupakan salah satu
manifestasi klinik dari HNP, oleh sebab itu pada pasien ini diagnosis etiologinya
adalah suspect HNP.
Hernia Nukleus pulposus (HNP) atau potrusi Diskus Intervertebralis (PDI)
adalah suatu keadaan dimana terjadi penonjolan pada diskus intervertebralis ke
dalam kanalis vertebralis (protrusi diskus) atau ruptur pada diskus vebrata yang
diakibatakan oleh menonjolnya nukleus pulposus yang menekan anulus fibrosus
yang menyebabkan kompresi pada syaraf, terutama banyak terjadi di daerah
lumbal dan servikal sehingga menimbulkan adanya gangguan neurologi (nyeri
punggung) yang didahului oleh perubahan degeneratif pada proses penuaan.
Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
klinis umum, pemeriksaan neurologik dan pemeriksaan penunjang.Dari anamnesis
didapatkan adanya riwayat mengangkat beban yang berat dan berulang, timbulnya
low back pain. Gejala yang khas muncul pada pasien ini adalah nyeri bertambah
ketika batuk dan bersin, serta adanya ischialgia. Ischialgia merupakan nyeri yang
tajam dan berdenyut terasa sepanjang perjalanan nervus ischiadicus sampai ke
tungkai. Nyeri bertambah dengan batuk, bersin, mengangkat benda berat,
membungkuk akibat bertambahnya tekanan intratekal.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda lasegue (+), artinya
merupakan suatu bukti adanya nyeri radikuler, yang menunjukkan adanya
Syndrom sendi intervertebral lumbalis yang prolaps terdiri :
1. Kekakuan/ketegangan, kelainan bentuk tulang belakang.
2. Nyeri radiasi pada paha, betis dan kaki
Dari pemeriksaan penunjang didapatkan suatu topik penyebab HNP yaitu
adanya penyempitan discus intervertebralis L4-L5. Penyempitan ruangan
intervertebral kadang-kadang terlihat bersamaan dengan suatu posisi yang tegang
dan melurus dan suatu skoliosis akibat spasme otot paravertebral. Hal ini sesuai
dengan kondisi pada pasien ini yaitu terdapat kesan hipolordosis pada vertebra
lumbosacrales.
Terapi medikamentosa pada pasien ini bertujuan untuk mengurangi gejala
simtomatik nyerinya dan mengurangi spasme otot yang terjadi. Sedangkan terapi
fisioterapi adalah untuk mengembalikan fungsi dari vertebra, yaitu dengan korset
lumbal yang bertujuan untuk mencegah timbulnya eksaserbasi akut atau nyeri
pada NPB kronis. Sebagai penyangga korset dapat mengurangi beban pada diskus
serta dapat mengurangi spasme.
BAB IV
KESIMPULAN
Hernia Nukleus pulposus (HNP) atau potrusi Diskus Intervertebralis (PDI)
adalah suatu keadaan dimana terjadi penonjolan pada diskus intervertebralis ke
dalam kanalis vertebralis (protrusi diskus) atau ruptur pada diskus vebrata yang
diakibatakan oleh menonjolnya nukleus pulposus yang menekan anulus fibrosus
yang menyebabkan kompresi pada syaraf, terutama banyak terjadi di daerah
lumbal dan servikal sehingga menimbulkan adanya gangguan neurologi (nyeri
punggung) yang didahului oleh perubahan degeneratif pada proses penuaan.
HNP dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu hernia lumbosacralis,
hernia thoracalis, dan hernia cervicalis. Masing-masing hernia tersebut memiliki
gejala yang berbeda-beda, tergantung dari radix syaraf yang lesi. Namun, gejala
yang paling sering adalah ischialgia, nyeri biasanya bersifat tajam, seperti
terbakar, berdenyut, dan menjalar sampai bawah lutut.
Untuk penegakan diagnosis dapat dilakukan dengan anamnesis,
pemeriksaan klinis umum, pemeriksaan neurologik, dan pemeriksaan penunjang.
Adapun beberapa pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan adalah
pemeriksaan radiologi, MRI, CT Scan, mielogram, elektromiografi
DAFTAR PUSTAKA
Aminoff, MJ et al. 2005. Lange medical book : Clinical Neurology, Sixth Edition, Mcgraw-Hill.
Ropper, AH., Brown, Robert H. 2005. Adams & Victors’ Principles of Neurology, Eight Edition,
McGraw-Hill.
Mardjono Mahar dan Sidharta Priguna. 2004. neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat:Jakarta.
Sidharta Priguna. 2004. Neurologi Klinis dalam Praktek Umum. Dian Rakyat:Jakarta
Benjamin, MA. 2009. Herniated Disk. UCSF Department of Orthopaedic Surgery.
URL : http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000442.htm
Foster, Mark R. 2010. Herniated Nucleus Pulposus.
URL :http://emedicine.medscape.com/article/1263961-overview
Weinstein JN, Lurie JD, Tosteson TD, et al. Surgical vs nonoperative treatment for lumbar disk
herniation: the Spine Patient Outcomes Research Trial (SPORT) observational
cohort. JAMA. Nov 22 2006;296(20):2451-9. URL :https://profreg.medscape.com/px/
Freedman, Kevin B. 2006. Herniated Nucleus Pulposus (Slipped Disk). VeriMed Healthcare
Network. URL : http://healthguide.howstuffworks.com/herniated-nucleus-pulposus-
slipped-disk-dictionary.htm
Martin, Michael D. 2002. Pathophysiology of Lumbar Disc Degeneration: a review of the
literature.URL:http://scottsevinsky.com/pt/reference/spine/lumbar/
lumbar_disc_degeneration.pdf