Download - Hindu Budha III

Transcript
Page 1: Hindu Budha III

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebudayaan yang berkembang di Indoneisa pada tahap awal diyakini berasal dari

India. Pengaruh itu diduga mulai masuk pada awal abad masehi. Apabila kita

membandingkan peninggalan sejarah yang ada di Indonesia akan ditemukan

kemiripan itu. Sebelum kenal dengan kebudayaan India, bangunan yang kita miliki

masih sangat sederhana. Saat itu belum dikenal arsitektur bangunan seperti candi

atau keraton. Tata kota di pusat kerajaan juga dipengaruhi kebudayaan hindu.

Demikian pula dalam hal kebudayaan yang lain seperti peribadatan dan kesastraan.

Candi Prambanan merupakan salah satu peninggalan agama hindu yang ada di

Jawa Tengah. Sedangkan Borobudur adalah merupakan candi peninggalan agama

budha. Agama hindu dan budha masuk di berbagai tempat di Indonesia melalui

berbagai jalur, antara lain pendidikan, perdagangan, dan lain-lain. Agama budha

berkembang lebih dahulu, bahkan untuk beberapa waktu, Indonesia (sriwijaya)

pernah menjad pusat pendidikan dan pengetahuan agama budha yang bertaraf

internasional. 

B.    Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses masuk dan berkembangnya pengaruh Hindu-Budha ke

Indonesia ?

2. Daerah mana saja yang dipengaruhi dan tidak di pengaruhi unsur hindu-

buddha di Indonesia sampai abad XIV

3. Kerajaan apa saja yang bercorak hindu-budha di Indonesia.

C.    Tujuan

1. Untuk mengetahui proses masuk dan berkembangnya pengaruh Hindu-Budha

ke Indonesia

2. Untuk mengetahui kerajaan-kerajaan yang berorak hindu-budha di Indonesia

1

Page 2: Hindu Budha III

BAB II

PEMBAHASAN

I. Masuk dan Berkembangnya Kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia

           

 Agama Budha tumbuh di India tepatnya bagian Timur Laut. Muncul sekitar 525

SM. Agama Budha muncul dan dikenalkan oleh Sidharta (semua harapan

dikabulkan). Agama Budha muncul disebabkan karena :

Sidharta memandang bahwa adanya sistem kasta dalam agama Hindu dapat

memecah belah masyarakat, bahkan sistem kasta dianggap membedakan derajat

dan martabat manusia berdasarkan kelahiran. Padahal setiap manusia itu sama

kedudukannya.

Itulah fenomena yang ada di lingkungannya sementara itu satu hal yang membuat

Sidharta akhirnya berusaha untuk menentang adat dan tradisi yang ada adalah

karena beliau melihat adanya kenyataan hidup bahwa manusia akan tua, sakit, mati,

dan hidup miskin yang intinya bahwa bagi Sidharta kehidupan adalah suatu

“PENDERITAAN”. Oleh karena itu manusia harus dapat menghindarkan diri dari

penderitaan (samsara), dan demi mencari cara atau jalan untuk membebaskan diri

dari penderitaan guna mencapai kesempurnaan maka beliau meninggalkan istana

dengan segala kemewahannya melakukan meditasi tepatnya di bawah pohon Bodhi

di daerah Bodh Gaya. Dalam meditasinya tersebut akhirnya Sidharta memperoleh

penerangan agung dan saat itulah terlahir/ tercipta agama Budha. Agama Budha

lahir sebagai upaya pengolahan pemikiran dan pengolahan  diri Sidharta sehingga

menemukan cara yang terbaik bagi manusia agar dapat terbebas dari penderitaan di

dunia sehingga dapat mencapai kesempuirnaan (nirwana) dan berharap tidak akan

terlahir kembali di dunia untuk merasakan penderitaan yang sama.

Menurut agama Budha kesempurnaan (Nirwana) dapat dicapai oleh setiap orang

tanpa harus melalui bantuan pendeta/ kaum Brahmana berbeda dengan ajaran

Hindu dimana hanya pendeta yang dapat membuat orang mencapai kesempurnaan.

Sidharta Gautama dikenal sebagai Budha atau seseorang yang telah mendapat

pencerahan. Sidharta artinya orang yang mencapai tujuan. Sidharta disebut juga

Budha Gautama yang berarti orang yang menerima bodhi. Ajaran agama Budha

2

Page 3: Hindu Budha III

dibukukan dalam kitab Tripitaka (dari bahasa Sansekerta Tri artinya tiga

dan pitakaartinya keranjang). Peristiwa kelahiran, menerima penerangan agung dan

kematian Sidharta terjadi pada tanggal yang bersamaan yaitu waktu bulan purnama

pada bulan Mei. Sehingga ketiga peristiwa tersebut dirayakan umat Budha

sebagai Triwaisak.

Dalam agama Budha tidak dikenal adanya sistem kasta sebab sistem ini dipandang

akan membedakan masyarakat atas harkat dan martabatnya. Sehingga dalam Budha

laki-laki ataupun perempuan, miskin atupun kaya sama saja semuanya punya hak

yang sama dalam kehidupan ini.

Masuknya Agama Hindu dan Budha ke Indonesia

Terdapat beberapa teori mengenai siapakah yang membawa masuknya agama

Hindu di Indonesia. Teori-teori tersebut antara lain:

1.      Teori Sudra (dikemukakan oleh Van Feber)

2.      Teori Waisya (dikemukakan oleh NJ.Krom)

3.      Teori Ksatria (dikemukakan oleh FDK Bosch)

4.      Teori Brahmana (dikemukakan oleh J.C. Van Leur)

5.      Teori Arus Balik (dikemukakan oleh M.Yamin)

Proses masuk dan berkembangnya agama dan budaya Hindu-Budha ke Indonesia

adalah sebagai berikut.

Agama Budha

Agama Budha masuk ke Indonesia dibawa oleh para pendeta didukung dengan

adanya misi Dharmadhuta, kitab suci agama Budha ditulis dalam bahasa rakyat

sehari-hari, serta dalam agama Budha tidak mengenal sistem kasta. Para pendeta

Budha masuk ke Indonesia melalui 2 jalur lalu lintas pelayaran dan perdagangan,

yaitu melalui jalan daratan dan lautan. Jalan darat ditempuh lewat Tibet lalu masuk

ke Cina bagian Barat disebut Jalur Sutra, sedangkan jika menempuh jalur laut,

persebaran agama Budha sampai ke Cina melalui Asia Tenggara. Selanjutnya

sampai ke Indonesia mereka akhirnya bertemu dengan raja dan keluarganya serta

mulai mengajarkan ajaran agama Budha, pada akhirnya terbentuk jemaat kaum

Budha. Bagi mereka yang telah mengetahui ajaran dari pendeta India tersebut pasti

ingin melihat tanah tempat asal agama tersebut secara langsung yaitu India

sehingga mereka pergi ke India dan sekembalinya ke Indonesia mereka membawa

3

Page 4: Hindu Budha III

banyak hal baru untuk selanjutnya disampaikan pada bangsa Indonesia. Unsur

India tersebut tidak secara mentah disebarkan tetapi  telah mengalami proses

penggolahan dan penyesuaian. Sehingga ajaran dan budaya Budha yang

berkembang di Indonesia berbeda dengan di India.

Agama Hindu

Para pendeta Hindu memiliki misi untuk menyebarkan agama Hindu dan melalui

jalur perdagangan akhirnya sampai di Indonesia. Selanjutnya mereka akan

menemui penguasa lokal (kepala suku). Jika penguasa lokal tersebut tertarik

dengan ajaran Hindu maka para pendeta bisa langsung mengajarkan dan

menyebarkannya. Dalam ajaran agama Hindu konsepnya adalah seseorang terlahir

sebagai Hindu bukan menjadi Hindu maka untuk menerima ajaran agama Hindu

orang Indonesia harus di-Hindu-kan melalui upacara Vratyastoma dengan

pertimbangan kedudukan sosial/ derajat yang bersangkutan (memberi kasta).

Hubungan India-Indonesia berlanjut dengan adanya upaya para kepala suku/ raja

lokal untuk menyekolahkan anaknya/ utusan khusus ke India guna belajar budaya

India lebih dalam lagi. Setelah kembali ke tanah air mereka kemudian

menyebarkan kebudayaan India yang sudah tinggi. Bahkan tak jarang mereka

mendatangkan para Brahmana India untuk melakukan upacara bagi para penguasa

di Indonesia, seperti upacara Abhiseka, merupakan upacara untuk mentahbiskan

seseorang menjadi raja. Jika di suatu wilayah rajanya beragama Hindu maka akan

memperkuat proses penyebaran agama Hindu bagi rakyat di daerah tersebut.

Berikut kerajaan-kerajaan hindu yang pernah berdiri di Indonesia.

II.   Kerajaan Hindu-Budha di Indonesia

Kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha merupakan salah satu bukti adanya

pengaruh kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia. Setiap kerajaan dipimpin oleh

seorang raja yang memiliki kekuasaan mutlak dan turun-temurun. Kerajaan-

kerajaan itu antara lain :

A. Kerajaan Mataram Kuno 

Terletak di Jawa Tengah dengan intinya yang sering disebut Bumi Mataram.

Daerah ini dikelilingi oleh pegunungan dan gununggunung, seperti Gunung

Tangkuban Perahu, Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung Merapi-Merbabu,

4

Page 5: Hindu Budha III

Gunung Lawu, dan Pegunungan Sewu. Daerah ini juga dialiri oleh banyak sungai,

seperti Sungai Bogowonto, Sungai Progo, Sungai Elo dan Sungai Bengawan Solo.

Itulah sebabnya daerah ini sangat subur.

 

Kerajaan Mataram Kuno atau juga yang sering disebut Kerajaan Medang

merupakan kerajaan yang bercorak agraris. Tercatat terdapat 3 Wangsa (dinasti)

yang pernah menguasai Kerjaan Mataram Kuno yaitu Wangsa Sanjaya, Wangsa

Syailendra dan Wangsa Isana. Wangsa Sanjaya merupakan pemuluk Agama Hindu

beraliran Syiwa sedangkan Wangsa Syailendra merupakan pengikut agama Budah,

Wangsa Isana sendiri merupakan Wangsa baru yang didirikan oleh Mpu Sindok.

 

Raja pertama Kerajaan Mataram Kuno adalah Sanjaya yang juga merupakan

pendiri Wangsa Sanjya yang menganut agama Hindu. Setelah wafat, Sanjaya

digantikan oleh Rakai Panangkaran yang kemudian berpindah agama Budha

beraliran Mahayana. Saat itulah Wangsa Sayilendra berkuasa. Pada saat itu baik

agama Hindu dan Budha berkembang bersama di Kerajaan Mataram Kuno. Mereka

yang beragama Hindu tinggal di Jawa Tengah bagian utara, dan mereka yang

menganut agama Buddha berada di wilayah Jawa Tengah bagian selatan.

 

Wangsa Sanjaya kembali memegang tangku kepemerintahan setelah anak Raja

Samaratungga, Pramodawardhani menikah dengan Rakai Pikatan yang menganut

agama Hindu. Pernikahan tersebut membuat Rakai Pikatan maju sebagai Raja dan

memulai kembali Wangsa Sanjaya. Rakai Pikatan juga berhasil menyingkirkan

seorang anggota Wangsa Sailendra bernama Balaputradewa yang merupakan

saudara Pramodawardhani. Balaputradewa kemudian mengungsi ke Kerajaan

Sriwijaya yang kemduian menjadi Raja disana.

 

Wangsa Sanjaya berakhir pada masa Rakai Sumba Dyah Wawa. Berakhirnya

Kepemerintahan Sumba Dyah Wawa masih diperdebatkan. Terdapat teori yang

mengatakan bahwa pada saat itu terjadi becana alam yang membuat pusat Kerajaan

Mataram Hancur. Mpu Sindok pun tampil menggantikan Rakai Sumba Dyah

Wawa sebagai raja dan memindahkan pusat Kerajaan Mataram Kuno di Jawa

5

Page 6: Hindu Budha III

Timur dan membangun wangsa baru bernama Wangsa Isana.

 

Pusat Kerajaan Mataram Kuno pada awal berdirinya diperkirakan terletak di daerah

Mataram (dekat Yogyakarta sekarang). Kemudian pada masa pemerintahan Rakai

Pikatan dipindah ke Mamrati (daerah Kedu). Lalu, pada masa pemerintahan Dyah

Balitung sudah pindah lagi ke Poh Pitu (masih di sekitar Kedu). Kemudian pada

zaman Dyah Wawa diperkirakan kembali ke daerah Mataram. Mpu Sindok

kemudian memindahkan istana Medang ke wilayah Jawa Timur sekarang.

Berdirinya Kerajaan Mataram Kuno

Kapan tepatnya berdirinya Kerajaan Mataram Kuno masih belum jelas, namun

menurut Prasasti Mantyasih (907) menyebutkan Raja pertama Kerajaan Mataram

Kuno adalah Sanjaya. Sanjaya sendiri mengeluarkan Prasasti Canggal (732) tanpa

menyebut jelas apa nama kerajaannya. Dalam prasasti itu, Sanjaya menyebutkan

terdapat raja yang memerintah di pulau Jawa sebelum dirinya. Raja tersebut

bernama Sanna atau yang dikenal dengan Bratasena yang merupakan raja dari

Kerajaan Galuh yang memisahkan diri dari Kerajaan Sunda (akhir dari Kerajaan

Tarumanegara).

 

Kekuasaan Sanna digulingkan dari tahta Kerajaan Galuh oleh Purbasora dan

kemudian melarikan diri ke Kerjaan Sunda untuk memperoleh perlindungan dari

Tarusbawa, Raja Sunda. Tarusbawa kemudian mengambil Sanjaya yang

merupakan keponakan dari Sanna sebagai menantunya. Setelah naik tahta, Sanjaya

pun berniat untuk menguasai Kerajaan Galuh kembali. Setelah berhasil menguasai

Kerajaan Sunda, Galuh dan Kalingga, Sanjaya memutuskan untuk membuat

kerajaan baru yaitu Kerajaan Mataram Kuno.

 

Dari prasasti yang dikeluarkan oleh Sanjaya pada yaitu Prasasti Canggal, bisa

dipastikan Kerajaan Mataram Kuno telah berdiri dan berkembang sejak abad ke-7

dengan rajanya yang pertama adalah Sanjaya dengan gelar Rakai Mataram Sang

6

Page 7: Hindu Budha III

Ratu Sanjaya.

Runtuhnya Kerajaan Mataram Kuno

Hancurnya Kerajaan Mataram Kuno dipicu permusuhan antara Jawa dan Sumatra

yang dimulai saat pengusiaran Balaputradewa oleh Rakai Pikatan. Balaputradewa

yang kemudian menjadi Raka Sriwijaya menyimpan dendam terhadap Rakai

Pikatan. Perselisihan antara kedua raja ini berkembang menjadi permusuhan turun-

temurun pada generasi selanjutnya. Selain itu, Medang dan Sriwijaya juga bersaing

untuk menguasai lalu lintas perdagangan di Asia Tenggara. 

 

Rasa permusuhan Wangsa Sailendra terhadap Jawa terus berlanjut bahkan ketika

Wangsa Isana berkuasa. Sewaktu Mpu Sindok memulai periode Jawa Timur,

pasukan Sriwijaya datang menyerangnya. Pertempuran terjadi di daerah

Anjukladang (sekarang Nganjuk, Jawa Timur) yang dimenangkan oleh pihak Mpu

Sindok.

 

Runtuhnya Kerajaan Mataram ketika Raja Dharmawangsa Teguh yang merupakan

cicit Mpu Sindok memimpin. Waktu itu permusuhan antara Mataram Kuno dan

Sriwijaya sedang memanas. Tercatat Sriwijaya pernah menggempur Mataram

Kuno tetapi pertempuran tersebut dimenangkan oleh Dharmawangsa.

Dharmawangsa juga pernah melayangkan serangan ke ibu kota Sriwijaya. Pada

tahun 1006 (atau 1016) Dharmawangsa lengah. Ketika ia mengadakan pesta

perkawinan putrinya, istana Medang di Wwatan diserbu oleh Aji Wurawari dari

Lwaram yang diperkirakan sebagai sekutu Kerajaan Sriwijaya. Dalam peristiwa

tersebut, Dharmawangsa tewas.

Raja-raja Kerajaan Mataram Kuno

Selama berdiri, Kerajaan Mataram Kuno pernah dipimpin oleh raja-raja

dinataranya sebagai berikut:

1. Sanjaya, pendiri Kerajaan Mataram Kuno

7

Page 8: Hindu Budha III

2. Rakai Panangkaran, awal berkuasanya Wangsa

Sailendra

3. Rakai Panunggalan alias Dharanindra

4. Rakai Warak alias Samaragrawira

5. Rakai Garung alias Samaratungga

6. Rakai Pikatan suami Pramodawardhani, awal

kebangkitan Wangsa Sanjaya

7. Rakai Kayuwangi alias Dyah Lokapala

8. Rakai Watuhumalang

9. Rakai Watukura Dyah Balitung

10. Mpu Daksa

11. Rakai Layang Dyah Tulodong

12. Rakai Sumba Dyah Wawa

13. Mpu Sindok, awal periode Jawa Timur

14. Sri Lokapala suami Sri Isanatunggawijaya

15. Makuthawangsawardhana

16. Dharmawangsa Teguh, Kerajaan Mataram Kuno

berakhir

Kehidupan Sosial-Ekonomi dan Kebudayaan Kerajaan Mataram Kuno

Kehidupan ekonomi masyarakat bertumpu pada pertanian. Kondisi alam bumi

Mataram yang tertutup dari dunia luar sulit untuk mengembangkan aktivitas

perekonominan dengan pesat.

 

Bumi Mataram diperintah oleh dua dinasti, yakni Dinasti Sanjaya dan Dinasti

Syailendra. Dinasti Sanjaya beragama Hindu dengan pusat kekuasaannya di utara

dengan hasil budayanya berupa candi-candi seperti Gedong Songo dan Dieng.

Dinasti Syailendra beragama Bundha dengan pusat kekuasaannya di daerah selatan,

dan hasil budayanya dengan mendirikan candi-candi seperti candi Borobudur,

Mendut, dan Pawon.

 

8

Page 9: Hindu Budha III

Semula terjadi perebutan kekuasan namun kemudian terjalin persatuan ketika

terjadi perkawinan antara Pikatan (Sanjaya) yang beragama Hindu dengan

Pramodhawardhani (Syailendra) yang beragama Buddha. Sejak itu agama Hindu

dan Buddha hidup berdampingn secara damai.

B. Kerajaan Pajajaran

Merupakan kerajaan umat Hindu yang berdiri di wilayah Pakuan (sekarang adalah

Bogor), tepatnya di Jawa Barat. Oleh karena itu, Kerajaan Pajajaran sendiri juga

dikenal dengan nama Kerajaan Pakuan yang pada tahun 1030 Masehi sampai

dengan tahun 1579 Masehi pernah menjadi ibu kota Kerajaan Sunda Galuh. Pada

saat itu orang-orang memiliki kebiasaan untuk menyebut suatu kerajaandengan

menggunakan nama Ibu Kota nya sehingga Kerajaan Sunda Galuh lebih dikenal

dengan sebutan Kerajaan Pakuan Pajajaran atau Pajajaran saja.

Asal Muasal Berdirinya Kerajaan Pajajaran

Sejarah menyebutkan bahwa awal berdirinya Kerajaan Pajajaran ini adalah pada

tahun 923 dan pendirinya adalah Sri Jayabhupati. Bukti-bukti ini didapat dari

Prasasti Sanghyang berumur 1030 Masehi yang ada di Suka Bumi. Lebih lanjut,

rupanya Kerajaan Pajajaran ini didirikan setelah perpecahan Kerajaan Galuh yang

dipimpin oleh Rahyang Wastu. Saat Rahyang Wastu meninggal maka Kerajaan

Galuh terpecah menjadi dua. Satu dipimpin oleh Dewa Niskala dan yang satunya

lagi dipimpin oleh Susuktunggal. Meskipun terpecah menjadi dua namun mereka

memiliki derajat kedudukan yang sama.

Asal muasal Kerajaan Pajajaran dimulai dari runtuhnya Kerajaan Majapahit sekitar

tahun 1400 masehi. Saat itu Majapahit semakin lemah apalagi ditandai dengan

keruntuhan masa pemerintahan Prabu Kertabumi atau Brawijaya ke lima, sehingga

ada beberapa anggota kerajaan serta rakyat mereka yang mengungsi ke ibu kota

Galuh di Kawali, wilayah Kuningan, di mana masuk provinsi Jawa Barat. Wilayah

ini merupakan daerah kekusaaan dari Raja Dewa Niskala.

Raja Dewa Niskala pun menyambut para pengungsi dengan baik, bahkan kerabat

dari Prabu Kertabumi yaitu Raden Baribin dijodohkan dengan salah seorang

9

Page 10: Hindu Budha III

putrinya. Tidak sampai di situ, Raja Dewa Niskala juga mengambil istri dari salah

seorang pengungsi anggota kerajaan. Sayangnya, pernikahan antara Raja Dewa

Niskala dengan anggota Kerajaan Majapahit tidak disetujui oleh Raja Susuktunggal

karena ada peraturan bahwa pernikahan antara keturunan Sunda-Galuh dengan

keturunan Kerajaan Majapahit tidak diperbolehkan. Peraturan ini ada sejak

peristiwa Bubat.

Karena ketidaksetujuan dari pihak Raja Susuktunggal terjadilah peperangan antara

Susuktunggal dengan Raja Dewa Niskala. Agar perang tidak terus menerus

berlanjut maka Dewan Penasehat ke dua kerajaan menyarankan jalan perdamaian.

Jalan perdamaian tersebut ditempuh dengan menunjuk penguasa baru sedangkan

Raja Dewa Niskala dan Raja Susuktunggal harus turun tahta. Kemudian

ditunjuklah Jayadewata atau dikenal juga dengan sebutan Prabu Siliwangi yang

merupakan putra dari Dewa Niskala sekaligus menantu dari Raja Susuktunggal.

Jayadewata yang telah menjadi penguasa bergelar Sri Baduga Maharaja

memutuskan untuk menyatukan kembali ke dua kerajaan. Dari persatuan ke dua

kerajaan tersebut maka lahirlah Kerajaan Pajajaran pada tahun 1482. Oleh sebab

itu, lahirnya Kerajaan Pajajaran ini dihitung saat Sri Baduga Maharaha berkuasa.

Sejarah Kerajaan Pajajaran saat Mengalami Masa Kejayaan

Masa-masa di mana Kerajaan Pajajaran mengalami kejayaan adalah pada saat

pemerintahan Prabu Siliwangi atau Sri Baduga Maharaha. Bahkan sampai sekarang

masa keemasan Prabu Siliwangi masih teringat di hati rakyat Jawa Barat.

Sri Baduga Maharaha pada masa kejayaannya membangun sebuah telaga besar

yang dia beri nama Maharena Wijaya. Selain itu, dia juga berhasil membangun

sebuah jalan yang menghubungkan antara ibu kota dengan wilayah Wanagiri. Dari

sana Sri Baduga Maharaha membangun banyak aspek Spiritual seperti

menyarankan agar kegiatan-kegiatan agama dilakukan di tengah-tengah

masyarakat. Selain itu, dia juga membangun asrama para prajurit, kaputren, tempat

pagelaran, memperkuat benteng pertahanan, merencanakan dan mengatur masalah

upeti, dan menyusun peraturan atau undang-undang kerajaan.

10

Page 11: Hindu Budha III

Semua kegiatan dan pembangunan yang dilakukan oleh Sri Baduga Maharaha ini

terukir di dalam dua buah prasasti bersejarah yaitu prasasti Batutulis dan Prasasti

Kabantenan. Di sana di tulis tentang bagaimana Sri Baduga Maharaha membangun

seluruh aspek kehidupan kerajaannya. Sejarah tersebut pun diceritakan dengan

pantun dan kisah Babad.

Sejarah Kerajaan Pajajaran saat Mengalami Masa Keruntuhan

Tercatat bahwa Kerajaan Pajajaran ini runtuh pada tahun 1579. Keruntuhan

Pajajaran lebih banyak disebabkan oleh penyerangan yang dilakukan oleh

Kasultanan Banten. Selain itu, keruntuhan ini ditandai oleh tahta atau singgasana

Raja yang disebut Palangka Sriman Sriwacana dibawa oleh pasukan Maulana

Yusuf dari Kerajaan Pajajaran ke Kraton Surosowan. Pemboyongan singgasana

raja ini dilakukan sebagai tradisi sekaligus sebagai tanda bahwa tidak mungkin ada

raja baru lagi yang bisa dinobatkan di Kerajaan Pajajaran. Akhirnya, Maulana

Yusuf lah yang berkuasa di wilayah-wilayah Kerajaan Sunda. Jika Anda menengok

bekas Kraton Surosowan di Banten, maka Anda bisa melihat terdapat reruntuhan

Palang Sriman Sriwacana yang telah diboyong oleh Maulana Yusuf. Reruntuhan

batu tersebut di sebut oleh masyarakat Banten sebagai Watu Gilang yang berarti

berseri atau mengkilap.

Berbagai Aspek Kehidupan Kerajaan Pajajaran

Selama Kerajaan Pajajaran berdiri, kerajaan ini telah dipimpin oleh 12 orang Raja.

Raja pertana adalah Sri Baduga Maharaja dan Raja terakhir adalah Prabu Ratu

Dewata. Berikut berbagai kondisi aspek kehidupan sejarah Kerajaan Pajajaran dari

berdirinya sampai runtuhnya kerajaan tersebut:

Kehidupan Budaya Pajajaran

Budaya Pajajaran tentunya sangat dipengaruhi agama Hindu dan hal ini terbukti

dari banyaknya peninggalan prasasti-prasasti, kitab-kitab seperti Sangyang

11

Page 12: Hindu Budha III

Siksakanda dan kitab Cerita Parahyangan. Selain itu juga terdapat peninggalan

batik.

Kehidupan Ekonomi Pajajaran

Masyarakat Pajajaran banyak yang bekerja sebagai petani terutama dalam

mengurus ladang. Kehidupan ekonomi ini juga ditunjang dengan berbagai macam

perdagangan serta pelayaran.

Kehidupan Sosial Pajajaran

Masyarakat Pajajaran digolongkan ke dalam beberapa golongan berbeda misalnya

golongan petani, golongan seniman, golongan pedagang, dan terakhir adalah

golongan orang jahat.

C. Kerajaan Majapahit

Kerajaan Majapahit yang sempat menjadi salah satu kerajaan maritim terbesar di

Nusantara ini berdiri pada tahun 1293 hingga tahun 1500. Masa kejayaan

Majapahit ialah ketika Hayam Wuruk mengambil posisi raja dan berkuasa dari

tahun 1350 hingga tahun 1389 yang ditandai dengan pendudukan besar-besaran

hingga Asia Tenggara. Hasil pekerjaannya ini juga tidak lepas dari patih yang ada

di sampingnya pada masa itu, yaitu Gajah Mada. Menurut kitab Negarakertagama

yang ditulis pada tahun 1365, Majapahit merupakan sebuah kerajaan dengan 98

daerah jajahan yang membentang dari Sumatera hingga Nugini dan terdiri dari

yang sekarang menjadi Indonesia, Singapura, Malaysia, Brunei, Thailand selatan,

Kepulauan Sulu, Timor Timur, dan Manila. Meski begitu, ruang lingkup kekuatan

Majapahit masih menjadi subjek perdebatan antar sejarawan.

Awal Berdirinya Kerajaan Majapahit

Setelah mengalahkan Kerajaan Melayu di Sumatera pada tahun 1290, Kerajaan

Singasari menjadi kerajaan terkuat di daerah tersebut. Hal ini menggelitik Khan

dari Kekaisaran Mongol dan Kaisar dari Dinasti Mongol Yuan yang bernama

Kubilai Khan dimana ia mengirim beberapa utusan yang meminta upeti. Raja

Kertanegara yang saat itu adalah raja terakhir kerajaan Singasari menolak untuk

12

Page 13: Hindu Budha III

membayar upeti dan malah menghina serta menantang Kubilai Khan, dan sebagai

responnya dikirim lah 1.000 kapal ekspedisi menuju Jawa dari Mongolia.

Sayangnya, ketika pihak Mongol menyerang, Kertanagara telah tewas di tangan

Jayakatwang yang merupakan adipati Kediri. Ketika itu, Raden Wijaya yang

merupakan menantu Kertanegara diberikan sebuah tanah bernama Tarik yang ia

gunakan untuk membangun sebuah desa yang menjadi awal mula sejarah

Berdirinya kerajaan Majapahit. Ketika pasukan Mongol tiba, Raden Wijaya

langsung memilih untuk membantu mereka menghancurkan Jayakatwang. Setelah

kekuasaan Jayakatwang runtuh, Raden Wijaya menyerang pasukan Mongol.

Kebingungan, pasukan Mongol tersebut terpaksa mundur dan mengikuti tiupan

angin monsoon terakhir pada musim itu.

Pada tahun 1293, Raden Wijaya mendirikan benteng dan kota Majapahit. Tahun ini

juga menjadi tahun lahirnya Majapahit serta hari dimana Raden Wijaya menjadi

raja. Pada pengangkatannya, ia diberikan sebuah nama formal yaitu Kertarajasa

Jayawardhana. Raja Kertarajasa kemudian menjadikan keempat anak perempuan

Kertanegara menjadi istri-istrinya. Pendirian kerajaan ini dipenuhi dengan kesulitan

dimana beberapa orang terpercaya Kertarajasa termasuk Ranggalawe, Sora, dan

Nambi bersekongkol untuk melakukan pemberontakan yang sayangnya gagal.

Setelah diselidiki, ternyata mahapati Halayudha lah yang disangka menjadi dalang

konspirasi ini agar ia sendiri mampu menduduki posisi yang paling tinggi di

pemerintahan kerajaan Majapahit. Halayudha akhirnya berhasil ditangkap dan

dihukum mati sebagai balasan atas penipuan yang ia lakukan.

Silsilah Kerajaan Majapahit

Setelah memulai pembicaraan tentang Sejarah kerajaan Majapahit, ada baiknya jika

kita langsung mempelajari silisilah kerajaan maritim terbesar ini pada masa

tersebut. Sesungguhnya, kerajaan Majapahit merupakan kelanjutan dinasti raja

Singosari, sebuah kerajaan yang dibentuk oleh Sri Ranggah Rajasa pendiri dinasti

Rajasa pada abad 13. Orang yang pertama kali mendirikan kerajaan Majapahit dan

menjadi raja pertama ialah Raden Wijaya. Pendirian kerajaan Majapahit berhutang

banyak kepada tentara Mongol yang mendarat di Tuban untuk

menhancurkan kerajaan Singasari yang pada masa itu telah jatuh di tangan

13

Page 14: Hindu Budha III

Jayakatwang. Ketika penyerangan terjadi, Raden Wijaya bekerja sama dengan

pasukan Mongol dan menyerang mereka setelah Singosari runtuh dan akhirnya

pasukan Mongol yang sudah lemah karena banyak faktor terpaksa mundur dari

pulau Jawa. Pada saat inilah Raden Wijaya memulai perjalanan awal dari kerajaan

Majapahit dan mengemban nama Kertarajasa Jayawardhana.

Penerus dari Kertarajasa Jayawardhana adalah Jayanagara yang nama aslinya

adalah Kalagamet. Kisah tentang Jayanagara yang merupakan anak dari Raden

Wijaya dituliskan dalam beberapa catatan termasuk Paraton dan Negarakertagama.

Pada masa permerintahannya jugalah Gajah Mada mulai bangkit sebagai satu figur

yang penting. Kerajaan Majapahit pada masa pemerintahan Jayanagara sangat

kacau dan sulit, dimulai dengan beberapa pemberontakan dari jendral-jendral dan

pangeran dari Raden Wijaya yang tidak puas. Pemberontakan yang paling terkenal

adalah pemberontakan Ra Kuti pada tahun 1319, dimana Ra Kuti berhasil

mengambil alih kontrol kerajaan dan ibu kota. Dengan bantuan Gajah Mada dan

pasukan Bhayangkara, Jayanegara berhasil kabur dari ibu kota dan bersembunyi di

desa Badander. Sementara Gajah Mada kembali dan menghancurkan

pemberontakan oleh Ra Kuti. Sejarah kerajaan Majapahit lalu dilanjutkan oleh

Tribhuwana Wijayatunggadewi yang juga dikenal sebagai Dyah Gitarja. Era

pemerintahan Wijayatunggadewi adalah masa dimana Gajah mada ditunjuk sebagai

patih dan mulai terobsesi pada ekspansi kerajaan.

Masa kekuasaan Wijayatunggadewi berakhir pada tahun 1350 dan kemudian

dilanjutkan dengan pemerintahan raja ke-4 Majapahit, yaitu Hayam Wuruk yang

juga dikenal dengan nama Rajasanagara. Masa pemerintahan Hayam Wuruk dinilai

sebagai era keemasan dalam sejarah kerajaan Majapahit karena pada masa inilah

Majapahit berhasil mengembangkan sayapnya ke seluruh daerah kepulauan

Indonesia. Hayam Wuruk yang ketika menjadi raja berumur 16 tahun, awalnya

diharapkan menikah dengan Dyah Pitaloka Citraresmi, seorang putri dari kerajaan

Sunda. Pernikahan ini merupakan sebuah pernikahan dengan latar belakang politik

demi memperbaik aliansi antara Majapahit dan Kerajaan Sunda. Meski begitu, tiba-

tiba terjadi insiden Bubat dimana pihak penjaga Kerajaan Sunda terlibat pertikaian

dengan tentara Majapahit dan pernikahan berakhir dengan tewasnya Dyah Pitaloka.

14

Page 15: Hindu Budha III

Gajah Mada kemudian menjadi kambing hitam pada insiden ini karena ia ingin

membuat Kerajaan Sunda tunduk. Hayam Wuruk turun tahta pada tahun 1389

menyusul kematiannya. Setelah Hayam Wuruk tidak lagi memerintah, bisa dibilang

kerajaan Majapahit juga berakhir karena setelahnya, kerajaan Majapahit terus

menurun kekuatannya dan akhirnya terpaksa mundur menuju pulau Bali.

D. Kerajaan Sriwijaya

Kerajaan Sriwijaya (atau juga disebut Srivijaya) adalah salah satu kemaharajaan

maritim yang kuat di pulau Sumatera dan banyak memberi pengaruh di Nusantara

dengan daerah kekuasaan membentang dari Kamboja, Thailand, Semenanjung

Malaya, Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Dalam bahasa Sansekerta, sri

berarti “bercahaya” dan wijaya berarti “kemenangan”.

         Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7; seorang

pendeta Tiongkok, I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya tahun 671

dan tinggal selama 6 bulan. Prasasti yang paling tua mengenai Sriwijaya juga

berada pada abad ke-7, yaitu prasasti Kedukan Bukit di Palembang, bertarikh 682.

Kemunduran pengaruh Sriwijaya terhadap daerah bawahannya mulai menyusut

dikarenakan beberapa peperangan diantaranya serangan dari raja Dharmawangsa

Teguh dari Jawa di tahun 990, dan tahun 1025 serangan Rajendra Chola I dari

Koromandel, selanjutnya tahun 1183 kekuasaan Sriwijaya dibawah kendali

kerajaan Dharmasraya.

        Setelah Sriwijaya jatuh, kerajaan ini terlupakan dan eksistensi Sriwijaya baru

diketahui secara resmi tahun 1918 oleh sejarawan Perancis George Cœdès dari

École française d’Extrême-Orient.

Historiografi

        Tidak terdapat catatan lebih lanjut mengenai Sriwijaya dalam sejarah

Indonesia; masa lalunya yang terlupakan dibentuk kembali oleh sarjana asing.

Tidak ada orang Indonesia modern yang mendengar mengenai Sriwijaya sampai

tahun 1920-an, ketika sarjana Perancis George Cœdès mempublikasikan

penemuannya dalam koran berbahasa Belanda dan Indonesia. Coedès menyatakan

15

Page 16: Hindu Budha III

bahwa referensi Tiongkok terhadap “San-fo-ts’i”, sebelumnya dibaca “Sribhoja”,

dan beberapa prasasti dalam Melayu Kuno merujuk pada kekaisaran yang sama.

         Sriwijaya menjadi simbol kebesaran Sumatera awal, dan kerajaan besar

Nusantara selain Majapahit di Jawa Timur. Pada abad ke-20, kedua kerajaan

tersebut menjadi referensi oleh kaum nasionalis untuk menunjukkan bahwa

Indonesia merupakan satu kesatuan negara sebelelum kolonialisme Belanda.

Sriwijaya disebut dengan berbagai macam nama. Orang Tionghoa menyebutnya

Shih-li-fo-shih atau San-fo-ts’i atau San Fo Qi. Dalam bahasa Sansekerta dan Pali,

kerajaan Sriwijaya disebut Yavadesh dan Javadeh. Bangsa Arab menyebutnya

Zabaj dan Khmer menyebutnya Malayu. Banyaknya nama merupakan alasan lain

mengapa Sriwijaya sangat sulit ditemukan. Sementara dari peta Ptolemaeus

ditemukan keterangan tentang adanya 3 pulau Sabadeibei yang kemungkinan

berkaitan dengan Sriwijaya.

        Sekitar tahun 1993, Pierre-Yves Manguin melakukan observasi dan

berpendapat bahwa pusat Sriwijaya berada di Sungai Musi antara Bukit Seguntang

dan Sabokingking (terletak di provinsi Sumatera Selatan sekarang). Namun

sebelumnya Soekmono berpendapat bahwa pusat Sriwijaya terletak pada kawasan

sehiliran Batang Hari, antara Muara Sabak sampai ke Muara Tembesi (di provinsi

Jambi sekarang), dengan catatan Malayu tidak di kawasan tersebut, jika Malayu

pada kawasan tersebut, ia cendrung kepada pendapat Moens, yang sebelumnya juga

telah berpendapat bahwa letak dari pusat kerajaan Sriwijaya berada pada kawasan

Candi Muara Takus (provinsi Riau sekarang), dengan asumsi petunjuk arah

perjalanan dalam catatan I Tsing, serta hal ini dapat juga dikaitkan dengan berita

tentang pembangunan candi yang dipersembahkan oleh raja Sriwijaya (Se li chu la

wu ni fu ma tian hwa atau Sri Cudamaniwarmadewa) tahun 1003 kepada kaisar

Cina yang dinamakan cheng tien wan shou (Candi Bungsu, salah satu bagian dari

candi yang terletak di Muara Takus). Namun yang pasti pada masa penaklukan

oleh Rajendra Chola I, berdasarkan prasasti Tanjore, Sriwijaya telah beribukota di

Kadaram (Kedah sekarang).

16

Page 17: Hindu Budha III

Pembentukan dan pertumbuhan

        Belum banyak bukti fisik mengenai Sriwijaya yang dapat ditemukan. Kerajaan

ini menjadi pusat perdagangan dan merupakan negara maritim, namun kerajaan ini

tidak memperluas kekuasaannya di luar wilayah kepulauan Asia Tenggara, dengan

pengecualian berkontribusi untuk populasi Madagaskar sejauh 3.300 mil di barat.

Beberapa ahli masih memperdebatkan kawasan yang menjadi pusat pemerintahan

Sriwijaya, selain itu kemungkinan kerajaan ini biasa memindahkan pusat

pemerintahannya, namun kawasan yang menjadi ibukota tetap diperintah secara

langsung oleh penguasa, sedangkan daerah pendukungnya diperintah oleh datu

setempat.     

         Kekaisaran Sriwijaya telah ada sejak 671 sesuai dengan catatan I Tsing, dari

prasasti Kedukan Bukit pada tahun 682 di diketahui imperium ini di bawah

kepemimpinan Dapunta Hyang. Di abad ke-7 ini, orang Tionghoa mencatat bahwa

terdapat dua kerajaan yaitu Malayu dan Kedah menjadi bagian kemaharajaan

Sriwijaya. Berdasarkan prasasti Kota Kapur yang yang berangka tahun 686

ditemukan di pulau Bangka, kemaharajaan ini telah menguasai bagian selatan

Sumatera, pulau Bangka dan Belitung, hingga Lampung. Prasasti ini juga

menyebutkan bahwa Sri Jayanasa telah melancarkan ekspedisi militer untuk

menghukum Bhumi Jawa yang tidak berbakti kepada Sriwijaya, peristiwa ini

bersamaan dengan runtuhnya Tarumanagara di Jawa Barat dan Holing (Kalingga)

di Jawa Tengah yang kemungkinan besar akibat serangan Sriwijaya. Sriwijaya

tumbuh dan berhasil mengendalikan jalur perdagangan maritim di Selat Malaka,

Selat Sunda, Laut China Selatan, Laut Jawa, dan Selat Karimata.

         Ekspansi kerajaan ini ke Jawa dan Semenanjung Malaya, menjadikan

Sriwijaya mengontrol dua pusat perdagangan utama di Asia Tenggara. Berdasarkan

observasi, ditemukan reruntuhan candi-candi Sriwijaya di Thailand dan Kamboja.

Di abad ke-7, pelabuhan Cham di sebelah timur Indochina mulai mengalihkan

banyak pedagang dari Sriwijaya. Untuk mencegah hal tersebut, Maharaja

Dharmasetu melancarkan beberapa serangan ke kota-kota pantai di Indochina. Kota

Indrapura di tepi sungai Mekong, di awal abad ke-8 berada di bawah kendali

Sriwijaya. Sriwijaya meneruskan dominasinya atas Kamboja, sampai raja Khmer

Jayawarman II, pendiri imperium Khmer, memutuskan hubungan dengan Sriwijaya

17

Page 18: Hindu Budha III

di abad yang sama. Di akhir abad ke-8 beberapa kerajaan di Jawa, antara lain

Tarumanegara dan Holing berada di bawah kekuasaan Sriwijaya. Menurut catatan,

pada masa ini pula wangsa Sailendra bermigrasi ke Jawa Tengah dan berkuasa

disana. Di abad ini pula, Langkasuka di semenanjung Melayu menjadi bagian

kerajaan. Di masa berikutnya, Pan Pan dan Trambralinga, yang terletak di sebelah

utara Langkasuka, juga berada di bawah pengaruh Sriwijaya.

       Setelah Dharmasetu, Samaratungga menjadi penerus kerajaan. Ia berkuasa

pada periode 792 sampai 835. Tidak seperti Dharmasetu yang ekspansionis,

Samaratungga tidak melakukan ekspansi militer, tetapi lebih memilih untuk

memperkuat penguasaan Sriwijaya di Jawa. Selama masa kepemimpinannya, ia

membangun candi Borobudur di Jawa Tengah yang selesai pada tahun 825.

Agama dan Budaya

         Sebagai pusat pengajaran Buddha Vajrayana, Sriwijaya menarik banyak

peziarah dan sarjana dari negara-negara di Asia. Antara lain pendeta dari Tiongkok

I Tsing, yang melakukan kunjungan ke Sumatera dalam perjalanan studinya di

Universitas Nalanda, India, pada tahun 671 dan 695, serta di abad ke-11, Atisha,

seorang sarjana Buddha asal Benggala yang berperan dalam mengembangkan

Buddha Vajrayana di Tibet. I Tsing melaporkan bahwa Sriwijaya menjadi rumah

bagi sarjana Buddha sehingga menjadi pusat pembelajaran agama Buddha.

Pengunjung yang datang ke pulau ini menyebutkan bahwa koin emas telah

digunakan di pesisir kerajaan. Selain itu ajaran Buddha aliran Buddha Hinayana

dan Buddha Mahayana juga turut berkembang di Sriwijaya.

        Kerajaan Sriwijaya banyak dipengaruhi budaya India, pertama oleh budaya

Hindu kemudian diikuti pula oleh agama Buddha. Raja-raja Sriwijaya menguasai

kepulauan Melayu melalui perdagangan dan penaklukkan dari kurun abad ke-7

hingga abad ke-9, sehingga secara langsung turut serta mengembangkan bahasa

Melayu beserta kebudayaannya di Nusantara.

        Sangat dimungkinkan bahwa Sriwijaya yang termahsyur sebagai bandar pusat

perdagangan di Asia Tenggara, tentunya menarik minat para pedagang dan ulama

18

Page 19: Hindu Budha III

muslim dari Timur Tengah. Sehingga beberapa kerajaan yang semula merupakan

bagian dari Sriwijaya, kemudian tumbuh menjadi cikal-bakal kerajaan-kerajaan

Islam di Sumatera kelak, disaat melemahnya pengaruh Sriwijaya.

        Ada sumber yang menyebutkan, karena pengaruh orang muslim Arab yang

banyak berkunjung di Sriwijaya, maka raja Sriwijaya yang bernama Sri

Indrawarman masuk Islam pada tahun 718. Sehingga sangat dimungkinkan

kehidupan sosial Sriwijaya adalah masyarakat sosial yang di dalamnya terdapat

masyarakat Budha dan Muslim sekaligus. Tercatat beberapa kali raja Sriwijaya

berkirim surat ke khalifah Islam di Suriah. Pada salah satu naskah surat yang

ditujukan kepada khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720M) berisi permintaan

agar khalifah sudi mengirimkan da’i ke istana Sriwijaya.

Perdagangan

         Di dunia perdagangan, Sriwijaya menjadi pengendali jalur perdagangan

antara India dan Tiongkok, yakni dengan penguasaan atas selat Malaka dan selat

Sunda. Orang Arab mencatat bahwa Sriwijaya memiliki aneka komoditi seperti

kapur barus, kayu gaharu, cengkeh, pala, kepulaga, gading, emas, dan timah yang

membuat raja Sriwijaya sekaya raja-raja di India. Kekayaan yang melimpah ini

telah memungkinkan Sriwijaya membeli kesetiaan dari vassal-vassalnya di seluruh

Asia Tenggara.

        Pada paruh pertama abad ke-10, diantara kejatuhan dinasti Tang dan naiknya

dinasti Song, perdagangan dengan luar negeri cukup marak, terutama Fujian,

kerajaan Min dan negeri kaya Guangdong, kerajaan Nan Han. Tak diragukan lagi

Sriwijaya mendapatkan keuntungan dari perdagangan ini.

Relasi dengan kekuatan regional

        Untuk memperkuat posisinya atas penguasaan pada kawasan di Asia

Tenggara, Sriwijaya menjalin hubungan diplomasi dengan kekaisaran China, dan

secara teratur mengantarkan utusan beserta upeti.

Pada masa awal kerajaan Khmer merupakan daerah jajahan Sriwijaya. Banyak

sejarawan mengklaim bahwa Chaiya, di propinsi Surat Thani, Thailand Selatan,

sebagai ibu kota kerajaan tersebut, pengaruh Sriwijaya nampak pada bangunan

pagoda Borom That yang bergaya Sriwijaya. Setelah kejatuhan Sriwijaya, Chaiya

19

Page 20: Hindu Budha III

terbagi menjadi tiga kota yakni (Mueang) Chaiya, Thatong (Kanchanadit), dan

Khirirat Nikhom.

          Sriwijaya juga berhubungan dekat dengan kerajaan Pala di Benggala, pada

prasasti Nalanda berangka 860 mencatat bahwa raja Balaputradewa

mendedikasikan sebuah biara kepada Universitas Nalanda. Relasi dengan dinasti

Chola di selatan India juga cukup baik, dari prasasti Leiden disebutkan raja

Sriwijaya telah membangun sebuah vihara yang dinamakan dengan Vihara

Culamanivarmma, namun menjadi buruk setelah Rajendra Chola I naik tahta yang

melakukan penyerangan di abad ke-11. Kemudian hubungan ini kembali membaik

pada masa Kulothunga Chola I, di mana raja Sriwijaya di Kadaram mengirimkan

utusan yang meminta dikeluarkannya pengumuman pembebasan cukai pada

kawasan sekitar Vihara Culamanivarmma tersebut. Namun demikian pada masa ini

Sriwijaya dianggap telah menjadi bahagian dari dinasti Chola, dari kronik

Tiongkok menyebutkan bahwa Kulothunga Chola I (Ti-hua-ka-lo) sebagai raja

San-fo-ts’i membantu perbaikan candi dekat Kanton pada tahun 1079, pada masa

dinasti Song candi ini disebut dengan nama Tien Ching Kuan dan pada masa

dinasti Yuan disebut dengan nama Yuan Miau Kwan.

Masa keemasan

          Kemaharajaan Sriwijaya bercirikan kerajaan maritim, mengandalkan

hegemoni pada kekuatan armada lautnya dalam menguasai alur pelayaran, jalur

perdagangan, menguasai dan membangun beberapa kawasan strategis sebagai

pangkalan armadanya dalam mengawasi, melindungi kapal-kapal dagang,

memungut cukai serta untuk menjaga wilayah kedaulatan dan kekuasaanya.

            Dari catatan sejarah dan bukti arkeologi, pada abad ke-9 Sriwijaya telah

melakukan kolonisasi di hampir seluruh kerajaan-kerajaan Asia Tenggara, antara

lain: Sumatera, Jawa, Semenanjung Malaya, Thailand, Kamboja, Vietnam, dan

Filipina. Dominasi atas Selat Malaka dan Selat Sunda, menjadikan Sriwijaya

sebagai pengendali rute perdagangan rempah dan perdagangan lokal yang

mengenakan biaya atas setiap kapal yang lewat. Sriwijaya mengakumulasi

kekayaannya sebagai pelabuhan dan gudang perdagangan yang melayani pasar

Tiongkok, dan India.

20

Page 21: Hindu Budha III

          Sriwijaya juga disebut berperan dalam menghancurkan kerajaan Medang di

Jawa, dalam prasasti Pucangan disebutkan sebuah peristiwa Mahapralaya yaitu

peristiwa hancurnya istana Medang di Jawa Timur, di mana Haji Wurawari dari

Lwaram yang kemungkinan merupakan raja bawahan Sriwijaya, pada tahun 1006

atau 1016 menyerang dan menyebabkan terbunuhnya raja Medang terakhir

Dharmawangsa Teguh.

Penurunan

         Tahun 1017 dan 1025, Rajendra Chola I, raja dari dinasti Chola di

Koromandel, India selatan, mengirim ekspedisi laut untuk menyerang Sriwijya,

berdasarkan prasasti Tanjore bertarikh 1030, kerajaan Chola telah menaklukan

daerah-daerah koloni Sriwijaya, sekaligus berhasil menawan raja Sriwijaya yang

berkuasa waktu itu. Selama beberapa dekade berikutnya seluruh imperium

Sriwijaya telah berada dalam pengaruh dinasti Chola. Meskipun demikian Rajendra

Chola I tetap memberikan peluang kepada raja-raja yang ditaklukannya untuk tetap

berkuasa selama tetap tunduk kepadanya. Hal ini dapat dikaitkan dengan adanya

berita utusan San-fo-ts’i ke Cina tahun 1028.

          Antara tahun 1079 – 1088, kronik Tionghoa mencatat bahwa San-fo-ts’i

masih mengirimkan utusan dari Jambi dan Palembang. Dalam berita Cina yang

berjudul Sung Hui Yao disebutkan bahwa kerajaan San-fo-tsi pada tahun 1082

mengirimkan utusan pada masa Cina di bawah pemerintahan Kaisar Yuan Fong.

Duta besar tersebut menyampaikan surat dari raja Kien-pi bawahan San-fo-tsi,

yang merupakan surat dari putri raja yang diserahi urusan negara San-fo-tsi, serta

menyerahkan pula 227 tahil perhiasan, rumbia, dan 13 potong pakaian. Kemudian

juga mengirimankan utusan berikutnya di tahun 1088. Namun akibat invasi

Rajendra Chola I, hegemoni Sriwijaya atas raja-raja bawahannya melemah,

beberapa daerah taklukan melepaskan diri, sampai muncul Dharmasraya sebagai

kekuatan baru yang kemudian menguasai kembali wilayah jajahan Sriwijaya mulai

dari kawasan Semenanjung Malaya, Sumatera, sampai Jawa bagian barat.

           Berdasarkan sumber Tiongkok pada buku Chu-fan-chi yang ditulis pada

tahun 1178, Chou-Ju-Kua menerangkan bahwa di kepulauan Asia Tenggara

terdapat dua kerajaan yang sangat kuat dan kaya, yakni San-fo-ts’i dan Cho-po

(Jawa). Di Jawa dia menemukan bahwa rakyatnya memeluk agama Budha dan

21

Page 22: Hindu Budha III

Hindu, sedangkan rakyat San-fo-ts’i memeluk Budha, dan memiliki 15 daerah

bawahan yang meliputi; Si-lan (Kamboja), Tan-ma-ling (Tambralingga, Ligor,

selatan Thailand), Kia-lo-hi (Grahi, Chaiya sekarang, selatan Thailand), Ling-ya-si-

kia (Langkasuka), Kilantan (Kelantan), Pong-fong (Pahang), Tong-ya-nong

(Terengganu), Fo-lo-an (muara sungai Dungun daerah Terengganu sekarang), Ji-lo-

t’ing (Cherating, pantai timur semenanjung malaya), Ts’ien-mai (Semawe, pantai

timur semenanjung malaya), Pa-t’a (Sungai Paka, pantai timur Semenanjung

Malaya), Lan-wu-li (Lamuri di Aceh), Pa-lin-fong (Palembang), Kien-pi (Jambi),

dan Sin-t’o (Sunda).

         Namun demikian, istilah San-fo-tsi terutama pada tahun 1178 tidak lagi

identik dengan Sriwijaya, melainkan telah identik dengan Dharmasraya, dari daftar

15 negeri bawahan San-fo-tsi tersebut merupakan daftar jajahan kerajaan

Dharmasraya, walaupun sumber Tiongkok tetap menyebut San-fo-tsi sebagai

kerajaan yang berada di kawasan laut Cina Selatan. Hal ini karena dalam Pararaton

telah menyebutkan Malayu, disebutkan Kertanagara raja Singhasari mengirim

sebuah ekspedisi Pamalayu atau Pamalayu, dan kemudian menghadiahkan Arca

Amoghapasa kepada raja Melayu, Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa di

Dharmasraya sebagaimana yang tertulis pada prasasti Padang Roco. Peristiwa ini

kemudian dikaitkan dengan manuskrip yang terdapat pada prasasti Grahi. Begitu

juga dalam Nagarakretagama, yang menguraikan tentang daerah jajahan Majapahit

juga sudah tidak menyebutkan lagi nama Sriwijaya untuk kawasan yang

sebelumnya merupakan kawasan Sriwijaya.

Struktur pemerintahan

         Pembentukan satu negara kesatuan dalam dimensi struktur otoritas politik

Sriwijaya, dapat dilacak dari beberapa prasasti yang mengandung informasi penting

tentang kadātuan, vanua, samaryyāda, mandala dan bhūmi.

          Kadātuan dapat bermakna kawasan dātu, (tnah rumah) tempat tinggal bini

hāji, tempat disimpan mas dan hasil cukai (drawy) sebagai kawasan yang mesti

dijaga. Kadātuan ini dikelilingi oleh vanua, yang dapat dianggap sebagai kawasan

kota dari Sriwijaya yang didalamnya terdapat vihara untuk tempat beribadah bagi

masyarakatnya. Kadātuan dan vanua ini merupakan satu kawasan inti bagi

22

Page 23: Hindu Budha III

Sriwijaya itu sendiri. Menurut Casparis, samaryyāda merupakan kawasan yang

berbatasan dengan vanua, yang terhubung dengan jalan khusus (samaryyāda-patha)

yang dapat bermaksud kawasan pedalaman. Sedangkan mandala merupakan suatu

kawasan otonom dari bhūmi yang berada dalam pengaruh kekuasaan kadātuan

Sriwijaya.

         Penguasa Sriwijaya disebut dengan Dapunta Hyang atau Maharaja, dan dalam

lingkaran raja terdapat secara berurutan yuvarāja (putra mahkota), pratiyuvarāja

(putra mahkota kedua) dan rājakumāra (pewaris berikutnya). Prasasti Telaga Batu

banyak menyebutkan berbagai jabatan dalam struktur pemerintahan kerajaan pada

masa Sriwijaya.

Warisan sejarah

         Meskipun Sriwijaya hanya menyisakan sedikit peninggalan arkeologi dan

terlupakan dari ingatan masyarakat pendukungnya, penemuan kembali

kemaharajaan bahari ini oleh Coedès pada tahun 1920-an telah membangkitkan

kesadaran bahwa suatu bentuk persatuan politik raya, berupa kemaharajaan yang

terdiri atas persekutuan kerajaan-kerajaan bahari, pernah bangkit, tumbuh, dan

berjaya di masa lalu.

Di samping Majapahit, kaum nasionalis Indonesia juga mengagungkan Sriwijaya

sebagai sumber kebanggaan dan bukti kejayaan masa lampau Indonesia.

Kegemilangan Sriwijaya telah menjadi sumber kebanggaan nasional dan identitas

daerah, khususnya bagi penduduk kota Palembang, provinsi Sumatera Selatan.

Bagi penduduk Palembang, keluhuran Sriwijaya telah menjadi inspirasi seni

budaya, seperti lagu dan tarian tradisional Gending Sriwijaya. Hal yang sama juga

berlaku bagi masyarakat selatan Thailand yang menciptakan kembali tarian

Sevichai (Sriwijaya) yang berdasarkan pada keanggunan seni budaya Sriwijaya.

          Di Indonesia, nama Sriwijaya telah digunakan dan diabadikan sebagai nama

jalan di berbagai kota, dan nama ini telah melekat dengan kota Palembang dan

Sumatera Selatan. Universitas Sriwijaya yang didirikan tahun 1960 di Palembang

dinamakan berdasarkan kedatuan Sriwijaya. Demikian pula Kodam II Sriwijaya

(unit komando militer), PT Pupuk Sriwijaya (Perusahaan Pupuk di Sumatera

Selatan), Sriwijaya Post (Surat kabar harian di Palembang), Sriwijaya TV,

Sriwijaya Air (maskapai penerbangan), Stadion Gelora Sriwijaya, dan Sriwijaya

23

Page 24: Hindu Budha III

Football Club (Klab sepak bola Palembang), semua dinamakan demikian untuk

menghormati, memuliakan, dan merayakan kegemilangan kemaharajaan Sriwijaya.

E.Kediri

Sejarah Kerajaan Kediri ~  Pembagian Kerajaan Mataram (Disnati Isana)

menjadi Jenggala (Kahuripan) dan Panjalu (Kediri) dikisahkan dalam prasasti

Mahaksubya (1289 M), kitab Negarakertagama (1365 M), dan kitab Calon Arang

(1540 M). Seperti telah disebutkan dalam pembahasan terdahulu tentang Kerajaan

Mataram Dinasti Isana, begitu Raja Airlangga wafat, terjadilah peperangan antara

kedua bersaudara tersebut. Panjalu dapat dikuasai Jenggala dan diabadikanlah

nama Raja Mapanji Garasakan (1042 – 1052 M) dalam prasasti Malenga. Ia tetap

memakai lambang Kerajaan Airlangga, yaitu Garuda Mukha. Sejak saat itulah

berdiri suatu kerajaan bernama Kediri. Nah, pada kesempatan kali ini Zona

Siswa akan menghadirkan kehidupan politik, ekonomi, dan sosial-budaya pada

masa kerajaan kediri.

Kehidupan Politik

Keadaan politik pemerintahan dan keadaan masyarakat di Kediri ini dicatat dalam

berita dari Cina, yaitu dalam kitab Ling-Wai-tai-ta yang ditulis oleh Chou K’u-fei

pada tahun 1178 dan pada kitab Chu-fan-chi yang disusun oleh Chaujukua pada

tahun 1225. Kitab itu melukiskan keadaan pemerintahan dan masyarakat zaman

Kediri. Kitab itu menggambarkan masa pemerintahan Kediri termasuk stabil dan

pergantian takhta berjalan lancar tanpa menimbulkan perang saudara. Di dalam

menjalankan pemerintahannya, raja dibantu oleh tiga orang putranya dan empat

pejabat kerajaan (rakryan), ditambah 300 pejabat sipil (administrasi) dan 1.000

pegawai rendahan. Prajuritnya berjumlah 30.000 orang dengan mendapat gaji dari

kerajaan. Raja berpakaian sutra, memakai sepatu kulit, perhiasan emas, dan

rambutnya disanggul ke atas. Jika bepergian, raja naik gajah atau kereta dengan

dikawal oleh 500–700 prajurit. Pemerintah sangat memperhatikan keadaan

pertanian, peternakan, dan perdagangan. Pencuri dan perampok jika tertangkap

dihukum mati.

24

Page 25: Hindu Budha III

Setelah 58 tahun mengalami masa suram, Kerajaan Panjalu (Kediri) bangkit lagi

sekitar tahun 1116. Raja yang memerintah, antara lain sebagai berikut.

1.Rakai Sirikan Sri Bameswara

Raja Bameswara pertama adalah Sri Maharaja Rakai Sirikan Sri Bameswara

Sakalabhuwana Sarwwaniwaryya Wiryya Parakrama Digjayattunggadewa. Hal itu

disebutkan pada Prasasti Pandlegan I yang berangka tahun 1038 Saka (1116

Masehi).

Raja Sirikan masih mengeluarkan prasasti lain, yaitu

Prasasti Panumbangan berangka tahun 1042 Saka (1120 M)

Prasasti Geneng berangka tahun 1050 Saka (1128 M)

Prasasti Candi Tuban berangka tahun 1052 Saka (1130 M)

Prasasti Tangkilan berangka tahun 1052 Saka (1130 M).

Prasasti lainnya adalah Prasasti Karang Reja berangka tahun 1056 Saka (1136

Masehi), tetapi tidak jelas siapa yang mengeluarkannya. Apakah dikeluarkan oleh

Bameswara atau Jayabaya? Lencana kerajaan yang digunakan adalah tengkorak

bertaring di atas bulan sabit yang disebut Candrakapala. Bameswara diperkirakan

memerintah hingga tahun 1134 M.

2. Raja Jayabaya

Pengganti Raja Bameswara adalah Jayabaya yang bergelar Sri Maharaja Sri

Warmmeswara Madhusudana Wataranindita Parakrama Digjayottunggadewanama

Jayabhayalancana. Ia memerintah pada tahun 1057 Saka (1135 M).

Salah satu prasastinya yang menarik adalah Prasasti Talan berangka tahun 1508

Saka (1136 M) yang berisi pemindahan Prasasti Ripta (tahun 961 Saka) menjadi

25

Page 26: Hindu Budha III

Prasasti Dinggopala oleh Raja Jayabaya. Dalam prasasti itu, ia disebutkan sebagai

penjelmaan Dewa Wisnu.

Lencana kerajaan yang dipakai adalah Narasingha, tetapi pada Prasasti Talan

disebutkan pemakaian lencana Garuda Mukha. Pada Prasasti Hantang (1057 Saka)

atau 1135 M dituliskan kata pangjalu jayati, artinya panjalu menang berperang atas

Jenggala dan sekaligus untuk menunjukkan bahwa Jayabaya adalah pewaris takhta

kerajaan yang sah dari Airlangga.

3. Raja Sarweswara

Pengganti Raja Jayabaya ialah Sri Maharaja Rakai Sirikan Sri Sarweswara

Janardhanawatara Wijayagrajasama Singhanadaniwaryyawiryya Parakrama

Digjayattunggadewanama. Sarweswara memerintah tahun 1159 hingga 1169.

Lencana kerajaan yang digunakan adalah Ganesha.

4. Sri Aryyeswara

Raja Sarweswara kemudian digantikan oleh Sri Maharaja Rakai Hino Sri

Aryyeswara Madhusudanawatararijamukha. Masa pemerintahan Raja Sri

Aryyeswara hanya sampai tahun 1181 dan digantikan oleh Sri Maharaja Sri

Kroncarryadipa Handabhuwanapalaka Parakramanindita Digjayattunggaduwanama

Sri Gandra.

5. Sri Gandra

Pada masa pemerintahan Sri Gandra dikenal jabatan senapati sarwajala (laksamana

laut). Dengan jabatan itu, diduga Kediri mempunyai armada laut yang kuat. Di

samping itu, juga dikenal pejabat yang menggunakan nama-nama binatang,

misalnya Kebo Salawah, Lembu Agra, Gajah Kuning, dan Macan Putih.

6. Kameswara

26

Page 27: Hindu Budha III

Kameswara memerintah Kerajaan Kediri tahun 1182–1185. Kameswara bergelar

Sri Maharaja Sri Kameswara Tri Wikramawatara Aniwaryyawiryya Parakrama

Digjayattunggadewanama. Pada masa pemerintahan Kameswara, seni sastra

berkembang pesat.

7. Kertajaya

Setelah Kameswara mangkat, raja yang memerintah Kediri adalah Kertajaya atau

Srengga. Gelar Kertajaya ialah Sri Maharaja Sarweswara Triwikramataranindita

Srenggalancana Digjayattunggadewanama. Kertajaya adalah raja terakhir yang

memerintah Kediri. Kertajaya memerintah Kediri tahun 1185–1222.

Pada masa pemerintahannya, Kertajaya sering berselisih pendapat dengan para

brahmana. Para brahmana kemudian minta perlindungan kepada Ken Arok.

Kesempatan emas itu digunakan Ken Arok untuk memberontak raja. Oleh karena

itu, terjadilah pertempuran hebat di Ganter. Dalam pertempuran itu, Ken Arok

berhasil mengalahkan Raja Kertajaya. Dengan berakhirnya masa pemerintahan

Kertajaya, berakhir pula masa pemerintahan Kerajaan Kediri sebagai kelanjutan

Dinasti Isana yang didirikan oleh Empu Sindok.

Kehidupan Ekonomi

Kediri merupakan kerajaan agraris dan maritim. Masyarakat yang hidup di daerah

pedalaman bermata pencaharian sebagai petani. Hasil pertanian di daerah

pedalaman Kerajaan Kediri sangat melimpah karena didukung oleh kondisi tanah

yang subur. Hasil pertanian yang melimpah memberikan kemakmuran bagi rakyat.

Masyarakat yang berada di daerah pesisir hidup dari perdagangan dan pelayaran.

Pada masa itu perdagangan dan pelayaran berkembang pesat. Para pedagang Kediri

sudah melakukan hubungan dagang dengan Maluku dan Sriwijaya.

27

Page 28: Hindu Budha III

Pada masa itu, mata uang yang terbuat dari emas dan campuran antara perak,

timah, dan tembaga sudah digunakan. Hubungan antara daerah pedalaman dan

daerah pesisir sudah berjalan cukup lancar. Sungai Brantas banyak digunakan

untuk lalu lintas perdagangan antara daerah pedalaman dan daerah pesisir.

Kehidupan Sosial Budaya

Kondisi masyarakat Kediri sudah teratur. Penduduknya sudah memakai kain

sampai di bawah lutut, rambut diurai, serta rumahnya bersih dan rapi. Dalam

perkawinan, keluarga pengantin wanita menerima maskawin berupa emas. Orang-

orang yang sakit memohon kesembuhan kepada dewa dan Buddha.

Perhatian raja terhadap rakyatnya sangat tinggi. Hal itu dibuktikan pada kitab

Lubdaka yang berisi tentang kehidupan sosial masyarakat pada saat itu. Tinggi

rendahnya martabat seseorang bukan berdasarkan pangkat dan harta bendanya,

tetapi berdasarkan moral dan tingkah lakunya. Raja juga sangat menghargai dan

menghormati hak-hak rakyatnya. Akibatnya, rakyat dapat leluasa menjalankan

aktivitas kehidupan sehari-hari.

Pada zaman Kediri karya sastra berkembang pesat. Banyak karya sastra yang

dihasilkan. Pada masa pemerintahan Jayabaya, raja pernah memerintahkan kepada

Empu Sedah untuk mengubah kitab Bharatayuda ke dalam bahasa Jawa Kuno.

Karena tidak selesai, pekerjaan itu dilanjutkan oleh Empu Panuluh. Dalam kitab

itu, nama Jayabaya disebut beberapa kali sebagai sanjungan kepada rajanya. Kitab

itu berangka tahun dalam bentuk candrasangkala, sangakuda suddha candrama

(1079 Saka atau 1157 M). Selain itu, Empu Panuluh juga menulis kitab

Gatutkacasraya dan Hariwangsa.

Pada masa pemerintahan Kameswara juga ditulis karya sastra, antara lain sebagai

berikut.

1. Kitab Wertasancaya, yang berisi petunjuk tentang cara membuat syair yang

baik. Kitab itu ditulis oleh Empu Tan Akung.

28

Page 29: Hindu Budha III

2. Kitab Smaradhahana, berupa kakawin yang digubah oleh Empu Dharmaja.

Kitab itu berisi pujian kepada raja sebagai seorang titisan Dewa Kama. Kitab itu

juga menyebutkan bahwa nama ibu kota kerajaannya adalah Dahana.

3. Kitab Lubdaka, ditulis oleh Empu Tan Akung. Kitab itu berisi kisah Lubdaka

sebagai seorang pemburu yang mestinya masuk neraka. Karena pemujaannya yang

istimewa, ia ditolong dewa dan rohnya diangkat ke surga.

Selain karya sastra tersebut, masih ada karya sastra lain yang ditulis pada zaman

Kediri, antara lain sebagai berikut.

1. Kitab Kresnayana karangan Empu Triguna yang berisi riwayat Kresna sebagai

anak nakal, tetapi dikasihi setiap orang karena suka menolong dan sakti. Kresna

akhirnya menikah dengan Dewi Rukmini.

2. Kitab Samanasantaka karangan Empu Managuna yang mengisahkan Bidadari

Harini yang terkena kutuk Begawan Trenawindu.

Adakalanya cerita itu dijumpai dalam bentuk relief pada suatu candi. Misalnya,

cerita Kresnayana dijumpai pada relief Candi Jago bersama relief Parthayajna dan

Kunjarakarna.

F. kahuripan

Kahuripan adalah nama yang lazim dipakai untuk sebuah kerajaan di Jawa Timur

yang didirikan oleh Airlangga pada tahun 1009. Kerajaan ini dibangun sebagai

kelanjutan Kerajaan Medang yang runtuh tahun 1006. Airlangga atau sering pula

disingkat Erlangga, adalah pendiriKerajaan Kahuripan, yang memerintah tahun

1009-1042, dengan gelar abhiseka Sri Maharaja Rakai Halu Sri Dharmawangsa

Airlangga Anantawikramottunggadewa.

Arca Perwujudan Airlangga

Nama Airlangga berarti air yang melompat. Ia lahir tahun 990. Ibunya bernama

Mahendradatta, seorang putri Wangsa Isyana dari Kerajaan Medang. Ayahnya

29

Page 30: Hindu Budha III

bernama Udayana, raja Kerajaan Bedahulu dari Wangsa Warmadewa. Airlangga

memiliki dua orang adik, yaitu Marakata (menjadi raja Bali sepeninggal ayah

mereka) dan Anak Wungsu (naik takhta sepeninggal Marakata).

Ia disebutkan sebagai seorang yang memerintah Mpu Kanwa untuk menulis

Kakawin Arjunawiwaha. Ia dibesarkan di istana Watugaluh (Kerajaan Medang) di

bawah pemerintahan raja Dharmawangsa. Waktu itu Medang menjadi kerajaan

yang cukup kuat, bahkan mengadakan penaklukan ke Bali, mendirikan koloni di

Kalimantan Barat, serta mengadakan serangan ke Sriwijaya.

Pada tahun 1006, ketika Airlangga berusia 16 tahun, Sriwijaya mengadakan

pembalasan atas Medang. Wurawari (sekutu Sriwijaya) membakar Istana

Watugaluh, Dharmawangsa beserta bangsawan tewas dalam serangan itu.

Airlangga berhasil melarikan diri ke hutan.

Sejarah Berdirinya kerajaan Kahuripan

Menurut prasasti Pucangan, pada tahun 1006 Airlangga menikah dengan putri

pamannya yaitu Dharmawangsa Teguh (saudara Mahendradatta) di Watan, ibu kota

Kerajaan Medang. Tiba-tiba kota Watan diserbu Raja Wurawari dari Lwaram, yang

merup

akan sekutu Kerajaan Sriwijaya.

Dalam serangan itu, Dharmawangsa Teguh tewas, sedangkan Airlangga lolos ke

hutan pegunungan (wanagiri) ditemani pembantunya yang bernama Mpu

Narotama. Saat itu ia berusia 16 tahun, dan mulai menjalani hidup sebagai pertapa.

Salah satu bukti petilasan Airlangga sewaktu dalam pelarian dapat dijumpai di

Sendang Made, Kudu, Jombang, Jawa Timur.

Nama kerajaan yang didirikan Airlangga pada umumnya lazim disebut Kerajaan

Kahuripan. Padahal sesungguhnya, Kahuripan hanyalah salah satu nama ibu kota

kerajaan yang pernah dipimpin Airlangga. Setelah tiga tahun hidup di hutan,

Airlangga didatangi utusan rakyat yang memintanya supaya membangun kembali

30

Page 31: Hindu Budha III

Kerajaan Medang. Mengingat kota Watan sudah hancur, Airlangga pun

membangun ibu kota baru bernama Watan Mas di dekat Gunung Penanggungan.

Nama kota ini tercatat

dalam prasasti Cane (1021).

Menurut prasasti Terep (1032), Watan Mas kemudian direbut musuh, sehingga

Airlangga melarikan diri ke desa Patakan. Berdasarkan prasasti Kamalagyan

(1037), ibu kota kerajaan sudah pindah ke Kahuripan (daerah Sidoarjo sekarang).

Menurut prasasti Pamwatan (1042), pusat kerajaan kemudian pindah ke Daha

(daerah Kediri sekarang). Berita ini sesuai dengan naskah Serat Calon Arang yang

menyebut Airlangga sebagai raja Daha. Bahkan, Nagarakretagama juga menyebut

Airlangga sebagai raja Panjalu yang berpusat di Daha.

Masa Peperangan

Ketika Airlangga naik takhta tahun 1009, wilayah kerajaannya hanya meliputi

daerah Sidoarjo dan Pasuruan saja, karena sepeninggal Dharmawangsa Teguh,

banyak daerah bawahan yang melepaskan diri. Mula-mula yang dilakukan

Airlangga adalah menyusun kekuatan untuk menegakkan kembali kekuasaan

Wangsa Isyana atas pulau Jawa.

Pada tahun 1023 Kerajaan Sriwijaya yang merupakan musuh besar Wangsa Isyana

dikalahkan Rajendra Coladewa raja Colamandala dari India. Hal ini membuat

Airlangga merasa lebih leluasa mempersiapkan diri menaklukkan pulau Jawa.

Yang pertama dikalahkan oleh Airlangga adalah Raja Hasin. Pada tahun 1030

Airlangga mengalahkan Wisnuprabhawa raja Wuratan, Wijayawarma raja

Wengker, kemudian Panuda raja Lewa. Pada tahun 1031 putra Panuda mencoba

membalas dendam namun dapat dikalahkan oleh Airlangga. Ibu kota Lewa

dihancurkan pula.

Pada tahun 1032 seorang raja wanita dari daerah Tulungagung sekarang berhasil

mengalahkan Airlangga. Istana Watan Mas dihancurkannya. Airlangga terpaksa

melarikan diri ke desa Patakan ditemani Mapanji Tumanggala. Airlangga

31

Page 32: Hindu Budha III

membangun ibu kota baru di Kahuripan. Raja wanita dapat dikalahkannya. Dalam

tahun 1032 itu pula Airlangga dan Mpu Narotama mengalahkan Raja Wurawari,

membalaskan dendam Wangsa Isyana.

Pancuran Candi Belahan Peninggalan Airlangga

Terakhir tahun 1035 Airlangga menumpas pemberontakan Wijayawarma raja

Wengker yang pernah ditaklukannya dulu. Wijayawarma melarikan diri dari kota

Tapa namun kemudian mati dibunuh rakyatnya sendiri.

Masa Pembangunan

Setelah keadaan aman, Airlangga mulai mengadakan pembangunan-pembangunan

demi kesejahteraan rakyatnya. Pembangunan yang dicatat dalam prasasti-prasasti

peninggalannya antara lain:

Membangun Sri Wijaya Asrama tahun 1036

Membangun bendungan Waringin Sapta tahun 1037 untuk mencegah banjir

musiman.

Memperbaiki pelabuhan Hujung Galuh, yang letaknya di muara Kali Brantas,

dekat Surabaya sekarang.

Membangun jalan-jalan yang menghubungkan daerah pesisir ke pusat

kerajaan.

Meresmikan pertapaan Gunung Pucangan tahun 1041.

Memindahkan ibu kota dari Kahuripan ke Daha.

Airlangga juga menaruh perhatian terhadap seni sastra. Tahun 1035 Mpu Kanwa

menulis Arjuna Wiwaha yang diadaptasi dari epik Mahabharata. Kitab tersebut

menceritakan perjuangan Arjuna mengalahkan Niwatakawaca, sebagai kiasan

Airlangga mengalahkan Wurawari.

Pembelahan Kerajaan

Pada tahun 1042 Airlangga turun takhta menjadi pendeta. Menurut Serat Calon

Arang ia kemudian bergelar Resi Erlangga Jatiningrat, sedangkan menurut Babad

Tanah Jawi ia bergelar Resi Gentayu. Namun yang paling dapat dipercaya adalah

prasasti Gandhakuti (1042) yang menyebut gelar kependetaan Airlangga adalah

Resi Aji Paduka Mpungku Sang Pinaka Catraning Bhuwana.

32

Page 33: Hindu Budha III

Menurut cerita rakyat, putri mahkota Airlangga menolak menjadi raja dan memilih

hidup sebagai pertapa bernama Dewi Kili Suci. Nama asli putri tersebut dalam

prasasti Cane (1021) sampai prasasti Turun Hyang (1035) adalah Sanggramawijaya

Tunggadewi.

Menurut Serat Calon Arang, Airlangga kemudian bingung memilih pengganti

karena kedua putranya bersaing memperebutkan takhta. Mengingat dirinya juga

putra raja Bali, maka ia pun berniat menempatkan salah satu putranya di pulau itu.

Gurunya yang bernama Mpu Bharada berangkat ke Bali mengajukan niat tersebut

namun mengalami kegagalan. Fakta sejarah menunjukkan Udayana digantikan

putra keduanya yang bernama Marakata sebagai raja Bali, dan Marakata kemudian

digantikan adik yang lain yaitu Anak Wungsu.

Airlangga terpaksa membagi dua wilayah kerajaannya. Mpu Bharada ditugasi

menetapkan perbatasan antara bagian barat dan timur. Peristiwa pembelahan ini

tercatat dalam Serat Calon Arang, Nagarakretagama, dan prasasti Turun Hyang II.

Kerajaan barat disebut Kadiri berpusat di kota baru, yaitu Daha, diperintah oleh Sri

Samarawijaya.

kerajaan timur bernama Janggala berpusat di kota lama, yaitu Kahuripan,

diperintah oleh Mapanji Garasakan. Dalam prasasti Pamwatan, 20 November 1042,

Airlangga masih bergelar Maharaja, sedangkan dalam prasasti Gandhakuti, 24

November 1042, ia sudah bergelar Resi Aji Paduka Mpungku. Dengan demikian,

peristiwa pembelahan kerajaan diperkirakan terjadi di antara kedua tanggal

tersebut.

Akhir Pemerintahan Airlangga

Setelah membagi kerajaan menjadi 2 Airlangga Kemudian menjadi pertapa, dan

meninggal tahun 1049. Airlangga semasa hidupnya dianggap titisan Wisnu, dengan

lancana kerajaan Garudamukha. Sehingga sebuah arca indah yang disimpan di

musium Mojokerto mewujudkannya sebagai Wisnu yang menaiki garuda. Prasasti

Sumengka (1059) peninggalan Kerajaan Janggala hanya menyebutkan, Resi Aji

Paduka Mpungku dimakamkan di tirtha atau pemandian.

Kolam pemandian yang paling sesuai dengan berita prasasti Sumengka adalah

Candi Belahan di lereng Gunung Penanggungan. Pada kolam tersebut ditemukan

arca Wisnu disertai dua dewi. Berdasarkan prasasti Pucangan (1041) diketahui

33

Page 34: Hindu Budha III

Airlangga adalah penganut Hindu Wisnu yang taat. Maka, ketiga patung tersebut

dapat diperkirakan sebagai lambang Airlangga dengan dua istrinya, yaitu ibu Sri

Samarawijaya dan ibu Mapanji Garasakan.

Pada Candi Belahan ditemukan angka tahun 1049. Tidak diketahui dengan pasti

apakah tahun itu adalah tahun kematian Airlangga, ataukah tahun pembangunan

candi pemandian tersebut. Kisah Airlangga digambarkan dalam Candi Belahan di

lereng Gunung Penanggungan. Dalam perkembangannya Kahuripan mempunyai

peranan penting pada jaman Kerajaan Janggala dan Majapahit

G. Kerajaan Singasari 

~

Pendiri Kerajaan Singasari adalah Ken Arok. Asal usul Ken Arok tidak jelas.

Menurut kitab Pararaton, Ken Arok adalah anak seorang wanita tani dari Desa

Pangkur (sebelah timur Gunung Kawi). Para ahli sejarah menduga ayah Ken Arok

seorang pejabat kerajaan, mengingat wawasan berpikir, ambisi, dan strateginya

cukup tinggi. Hal itu jarang dimiliki oleh seorang petani biasa. Pada mulanya Ken

Arok hanya merupakan seorang abdi dari Akuwu Tumapel bernama Tunggul

Ametung. Ken Arok setelah mengabdi di Tumapel ingin menduduki jabatan akuwu

dan sekaligus memperistri Ken Dedes (istri Tunggul Ametung). Dengan

menggunakan tipu muslihat yang jitu, Ken Arok dapat membunuh Tunggul

Ametung. Setelah itu, Ken Arok mengangkat dirinya menjadi akuwu di Tumapel

dan memperistri Ken Dedes yang saat itu telah mengandung. Ken Arok kemudian

mengumumkan bahwa dia adalah penjelmaan Dewa Brahma, Wisnu, dan Syiwa.

Hal itu dimaksudkan agar Ken Arok dapat diterima secara sah oleh rakyat sebagai

seorang pemimpin.

Tumapel pada waktu itu menjadi daerah kekuasaan Kerajaan Kediri yang

diperintah oleh Raja Kertajaya atau Dandang Gendis. Ken Arok ingin

memberontak, tetapi menunggu saat yang tepat. Pada tahun 1222 datanglah

beberapa pendeta dari Kediri untuk meminta perlindungan kepada Ken Arok

karena tindakan yang sewenang-wenang dari Raja Kertajaya. Ken Arok menerima

34

Page 35: Hindu Budha III

dengan senang hati dan mulailah menyusun barisan, menggembleng para prajurit,

dan melakukan propaganda kepada rakyatnya untuk memberontak Kerajaan Kediri.

Setelah segala sesuatunya siap, berangkatlah sejumlah besar prajurit Tumapel

menuju Kediri. Di daerah Ganter terjadilah peperangan dahsyat. Semua prajurit

Kediri beserta rajanya dapat dibinasakan. Ken Arok disambut dengan gegap

gempita oleh rakyat Tumapel dan Kediri. Selanjutnya, Ken Arok dinobatkan

menjadi raja. Seluruh wilayah bekas Kerajaan Kediri disatukan dengan Tumapel

yang kemudian disebut Kerajaan Singasari. Pusat kerajaan dipindahkan ke bagian

timur, di sebelah Gunung Arjuna. 

Kehidupan Politik

Kehidupan politik pada masa Kerajaan Singasari dapat kita lihat dari raja-raja yang

pernah memimipinya. Berikut ini adalah raja-raja yang pernah memimpin Kerajaan

Singasari.

1. Ken Arok (1222–1227).

Pendiri Kerajaan Singasari ialah Ken Arok yang menjadi Raja Singasari dengan

gelar Sri Ranggah Rajasa Sang Amurwabumi. Munculnya Ken Arok sebagai raja

pertama Singasari menandai munculnya suatu dinasti baru, yakni Dinasti Rajasa

(Rajasawangsa) atau Girindra (Girindrawangsa). Ken Arok hanya memerintah

selama lima tahun (1222–1227). Pada tahun 1227 Ken Arok dibunuh oleh seorang

suruhan Anusapati (anak tiri Ken Arok). Ken Arok dimakamkan di Kegenengan

dalam bangunan Siwa– Buddha.

2. Anusapati (1227–1248).

Dengan meninggalnya Ken Arok maka takhta Kerajaan Singasari jatuh ke tangan

Anusapati. Dalam jangka waktu pemerintahaannya yang lama, Anusapati tidak

banyak melakukan pembaharuan-pembaharuan karena larut dengan kesenangannya

menyabung ayam.

Peristiwa kematian Ken Arok akhirnya terbongkar dan sampai juga ke Tohjoyo

(putra Ken Arok dengan Ken Umang). Tohjoyo mengetahui bahwa Anusapati

gemar menyabung ayam sehingga diundangnya Anusapati ke Gedong Jiwa

35

Page 36: Hindu Budha III

( tempat kediamanan Tohjoyo) untuk mengadakan pesta sabung ayam. Pada saat

Anusapati asyik menyaksikan aduan ayamnya, secara tiba-tiba Tohjoyo menyabut

keris buatan Empu Gandring yang dibawanya dan langsung menusuk Anusapati.

Dengan demikian, meninggallah Anusapati yang didharmakan di Candi Kidal.

3) Tohjoyo (1248)

Dengan meninggalnya Anusapati maka takhta Kerajaan Singasari dipegang oleh

Tohjoyo. Namun, Tohjoyo memerintah Kerajaan Singasari tidak lama sebab anak

Anusapati yang bernama Ranggawuni berusaha membalas kematian ayahnya.

Dengan bantuan Mahesa Cempaka dan para pengikutnya, Ranggawuni berhasil

menggulingkan Tohjoyo dan kemudian menduduki singgasana.

4) Ranggawuni (1248–1268)

Ranggawuni naik takhta Kerajaan Singasari pada tahun 1248 dengan gelar Sri Jaya

Wisnuwardana oleh Mahesa Cempaka (anak dari Mahesa Wongateleng) yang

diberi kedudukan sebagai ratu angabhaya dengan gelar Narasinghamurti.

Ppemerintahan Ranggawuni membawa ketenteraman dan kesejahteran rakyat

Singasari.

Pada tahun 1254, Wisnuwardana mengangkat putranya yang bernama Kertanegara

sebagai yuwaraja (raja muda) dengan maksud mempersiapkannya menjadi raja

besar di Kerajaan Singasari. Pada tahun 1268 Wisnuwardanameninggal dunia dan

didharmakan di Jajaghu atau Candi Jago sebagai Buddha Amogapasa dan di Candi

Waleri sebagai Siwa.

5) Kertanegara (1268–-1292).

Kertanegara adalah Raja Singasari terakhir dan terbesar karena mempunyai cita-

cita untuk menyatukan seluruh Nusantara. Ia naik takhta pada tahun 1268 dengan

gelar Sri Maharajadiraja Sri Kertanegara. Dalam pemerintahannya, ia dibantu oleh

tiga orang mahamentri, yaitu mahamentri i hino, mahamentri i halu, dan

mahamenteri i sirikan. Untuk dapat mewujudkan gagasan penyatuan Nusantara, ia

mengganti pejabat-pejabat yang kolot dengan yang baru, seperti Patih Raganata

36

Page 37: Hindu Budha III

digantikan oleh Patih Aragani. Banyak Wide dijadikan Bupati di Sumenep

(Madura) dengan gelar Aria Wiaraja.

Setelah Jawa dapat diselesaikan, kemudian perhatian ditujukan ke daerah lain.

Kertanegara mengirimkan utusan ke Melayu yang dikenal dengan nama Ekspedisi

Pamalayu 1275 yang berhasil menguasai Kerajaan Melayu. Hal ini ditandai dengan

mengirimkan patung Amogapasa ke Dharmasraya atas perintah raja Kertanegara.

Tujuannya untuk menguasai Selat Malaka. Selain itu juga menaklukkan Pahang,

Sunda, Bali, Bakulapura (Kalimantan Barat) dan Gurun (Maluku). Kertanegara

juga menjalin hubungan persahabatan dengan raja Champa, dengan tujuan untuk

menahan perluasan kekuasaan Kublai Khan dari Dinasti Mongol. Kublai Khan

menuntut rajaraja di daerah selatan termasuk Indonesia mengakuinya sebagai yang

dipertuan. Kertanegara menolak dengan melukai utusannya yang bernama Mengki.

Tindakan Kertanegara ini membuat Kublai Khan marah besar dan bermaksud

menghukumnya dengan mengirikan pasukannya ke Jawa.

Mengetahui sebagian besar pasukan Singasari dikirim untuk menghadapi serangan

Mongol, maka Jayakatwang menggunakan kesempatan untuk menyerangnya.

Jayakatwang adalah keturunan Kertajaya - Raja terakhir Kerajaan Kediri.

Serangan dilancarakan oleh Jayakatwang dari dua arah, yakni dari arah utara

merupakan pasukan pancingan dan dari arah selatan merupakan pasukan inti.

Pasukan Kediri dari arah selatan dipimpin langsung oleh Jayakatwang dan berhasil

masuk istana dan menemukan Kertanagera berpesta pora dengan para pembesar

istana. Kertanagera beserta pembesarpembesar istana tewas dalam serangan

tersebut. Raden Wijaya (menantu Kertanegara) berhasil menyelamatkan diri dan

menuju Madura dengan maksud minta perlindungan dan bantuan kepada Aria

Wiraraja (Buapati Sumenep). Atas bantuan Aria Wiraraja, Raden Wijaya mendapat

pengampunan dan mengabdi kepada Jayakatwang serta diberikan sebidang tanah

yang bernama Tanah Terik yang nantinya menjadi asal usul Kerajaan Majapahit.

Dengan gugurnya Kertanegara pada tahun 1292, Kerajaan Singasari dikuasai oleh

Jayakatwang. Ini berarti berakhirlah kekuasan Kerajaan Singasari. Sesuai dengan

agama yang dianutnya, Kertanegara kemudian didharmakan sebagai Siwa-Buddha

37

Page 38: Hindu Budha III

(Bairawa) di Candi Singasari. Sedangkan arca perwujudannya dikenal dengan

nama Joko Dolog, yang sekarang berada di Taman Simpang, Surabaya.

Kehidupan Ekonomi

Tidak banyak sumber prasasti dan berita dari negeri asing yang dapat memberi

keterangan secara jelas kehidupan perekonomian rakyat Singasari. Akan tetapi,

berdasarkan analisis bahwa pusat Kerajaan Singasari berada di sekitar Lembah

Sungai Brantas dapat diduga bahwa rakyat Singasari banyak menggantungkan

kehidupan pada sektor pertanian. Keadaan itu juga didukung oleh hasil bumi yang

melimpah sehingga menyebabkan Raja Kertanegara memperluas wilayah terutama

tempat-tempat yang strategis untuk lalu lintas perdagangan.

Keberadaan Sungai Brantas dapat juga digunakan sebagai sarana lalu lintas

perdagangan dari wilayah pedalaman dengan dunia luar. Dengan demikian,

perdagangan juga menjadi andalan bagi pengembangan perekonomian Kerajaan

Singasari.

Kehidupan Sosial-Budaya

Peninggalan kebudayaan Kerajaan Singasari, antara lain berupa prasasti, candi, dan

patung. Candi peninggalan Kerajaan Singasari, antara lain Candi Jago, Candi

Kidal, dan Candi Singasari. Adapun patung-patung yang berhasil ditemukan

sebagai hasil kebudayaan Kerajaan Singasari, antara lain Patung Ken Dedes

sebagai Dewi Prajnaparamita lambang dewi kesuburan dan Patung Kertanegara

sebagai Amoghapasa.

Rakyat Singasari mengalami pasang surut kehidupan sejak zaman Ken Arok

sampai masa pemerintahan Wisnuwardhana. Pada masa-masa pemerintahan Ken

Arok, kehidupan sosial masyarakat sangat terjamin. Kemakmuran dan keteraturan

kehidupan sosial masyarakat Singasari kemungkinan yang menyebabkan para

brahmana meminta perlindungan kepada Ken Arok ataskekejaman rajanya.

38

Page 39: Hindu Budha III

Akan tetapi, pada masa pemerintahan Anusapati kehidupan masyarakat mulai

terabaikan. Hal itu disebabkan raja sangat gemar menyabung ayam hingga

melupakan pembangunan kerajaan.

Keadaan rakyat Singasari mulai berangsur-angsur membaik setelah

Wisnuwardhana naik takhta Singasari. Kemakmuran makin dapat dirasakan rakyat

Singasari setelah Kertanegara menjadi raja. Pada masa pemerintahan Kertanegara,

kerajaan dibangun dengan baik. Dengan demikian, rakyat dapat hidup aman dan

sejahtera.

Dengan kerja keras dan usaha yang tidak henti-henti, cita-cita Kertanegara ingin

menyatukan seluruh wilayah Nusantara di bawah naungan Singasari tercapai juga

walaupun belum sempurna. Daerah kekuasaannya, meliputi Jawa, Madura, Bali,

Nusa Tenggara, Melayu, Semenanjung Malaka, Kalimantan, Sulawesi, dan

Maluku.

39

Page 40: Hindu Budha III

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Masuk dan berkembangnya agama dan kebudayaan Hindu dan Buddha dari India

ke Indonesia terjadi karena adanya hubungan antara bangsa Indonesia, India,dan

bangsa-bangsa lainnya di kawasan Asia Selatan ,Timur,dan Tenggara.Hubungan

tersebut tidak hanya terjadi melalui perdagangan tetapi juga terjadi melalui

kegiatan politik dan diplomasi,pelayaran,pendidikan,dan kebudayaan.Melalui lalu

lintas tersebut,terjadi pertukaran barang,pengalaman,dan kebudayaan Hindu dan

Buddha.

Pendapat mengenai proses masuk dan berkembangnya kebudayaan Hindu-Budha di

Indonesia, yaitu hipotesis Waisya, Hipotesis Ksatria, Hipotesis Brahmana dan teori

Arus Balik. Masuk dan berkembangnya agama dan kebudayaan Hindu-Budha

membawa pengaruh besar di berbagai bidang. Kerajaan-kerajaan yang bercorak

Hindu-Budha merupakan salah satu bukti adanya pengaruh kebudayaan Hindu-

Budha di Indonesia. Setiap kerajaan dipimpin oleh seorang raja yang memiliki

kekuasaan mutlak dan turun-temurun. Kerajaan-kerajaan itu antara lain : Kerajaan

Kutai, Kerajaan Tarumanegara, Kerajaan Sriwijaya, Mataram Kuno, Kerajaan

Singhasari, Kerajaan Majapahit. Masuknya kebudayaan India ke Indonesia telah

membawa pengaruh terhadap perkembangan kebudayaaan di Indonesia. Namun

kebudayaan asli Indonesia tidak begitu luntur. Kebudayaan yang datang dari India

mengalami proses penyesuaian dengan kebudayaan, maka terjadilah proses

akulturasi kebudayaan.

40

Page 41: Hindu Budha III

B.     Saran

Kebudayaan yang berkembang di Indoneisa pada tahap awal diyakini berasal dari

India. Pengaruh itu diduga mulai masuk pada awal abad masehi. Apabila kita

membandingkan peninggalan sejarah yang ada di Indonesia akan ditemukan

kemiripan itu. Sebelum kenal dengan kebudayaan India, bangunan yang kita miliki

masih sangat sederhana. Saat itu belum dikenal arsitektur bangunan seperti candi

atau

41

Page 42: Hindu Budha III

DAFTAR PUSTAKA

https://www.google.co.id/?

gws_rd=ssl#q=sejarah+masuknya+agama+hindu+budha+di+indonesia

http://fauziatripurnama.blogspot.com/2013/03/makalah-kronologi-masuk-dan.html

http://reeseppcerdas.blogspot.com/2014/02/makalah-sejarah-perkembangan-

hindu_23.html

42


Top Related