Download - HACCP sate ayam
TUGAS INDIVIDU
MATA KULIAH : KETAHANAN DAN KEAMANAN PANGAN LANJUT
“HACCP SATE AYAM”
Diah Ayu Hartini P1803214002
Jumria P1803214023
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
KONSENTRASI GIZI
MAKASSAR
2015
KATA PENGANTAR
1
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
kasih dan karunia-Nyalah kami dapat menyelesaikan penyusunan Makalah
Ketahanan dan Keamanan Pangan Lanjut mengenai “HACCP Sate Ayam”.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan penulisan makalah ini baik keluarga, teman-teman maupun
dosen penanggung jawab mata kuliah ini.
Kami berharap, makalah ini dapat memberikan manfaat berupa tambahan
pengetahuan bagi para pembacanya. Dan saran serta kritik yang membangun sangat
diharapakan guna perbaikan dan kesempurnaan makalah ini. Akhirnya, dengan
segala kerendahan hati, kami mempersembahkan makalah yang sangat sederhana ini.
Makassar, Maret 2015
Tim Penulis
2
DAFTAR ISI
Halaman Judul 1
Kata Pengantar 2
Daftar Isi 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 4
B. Tujuan 5
C. Rumusan Masalah 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian HACCP 6
B. Sejarah HACCP 8
C. Prinsip-Prinsip HACCP 9
D. Pedoman Pelaksanaan HACCP 10
BAB III PEMBAHASAN
A. Deskripsi Produk 17
B. Diagram Alur atau Proses 18
C. Tabel Analisis Bahaya 19
D. Hazard Audit Table 22
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan 24
B. Saran 24
DAFTAR PUSTAKA 25
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jaminan mutu dan keamanan pangan terus berkembang sesuai dengan
persyaratan konsumen, Keamanan pangan merupakan persyaratan utama dan
terpenting dari seluruh parameter mutu pangan yang ada. Betapapun tinggi nilai
gizi suatu bahan pangan atau makanan, penampilannya baik, juga lezat rasanya,
tetapi bila tidak aman, maka makanan tersebut tidak ada nilainya lagi.
Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk
mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan berbagai
benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan.
Masalah keamanan pangan masih menjadi masalah penting dalam bidang pangan
di Indonesia, dan perlu mendapat perhatian khusus dalam program pengawasan
pangan. Penyakit dan kematian yang ditimbulkan melalui makanan di Indonesia
sampai saat ini masih tinggi, walaupun prinsip-prinsip pengendalian untuk
berbagai penyakit tersebut pada umumnya telah diketahui. Pengawasan pangan
yang mengandalkan pada uji produk akhir tidak dapat mengimbangi kemajuan
yang pesat dalam industri pangan, dan tidak dapat menjamin keamanan makanan
yang beredar di pasaran. Akan tetapi hal-hal tersebut dirasa tidak memberikan
kontribusi berarti untuk mengurangi kasus permasalahan keamanan pangan.
Oleh karena itu dikembangkan suatu sistem jaminan keamanan pangan
yang disebut Hazard Analysis Critical Control Point / HACCP yang merupakan
suatu tindakan preventif yang efektif untuk menjamin keamanan pangan. Sistem
ini mencoba untuk mengidentifikasi berbagai bahaya yang berhubungan dengan
suatu keadaan pada saat pembuatan, pengolahan atau penyiapan makanan,
menilai resiko-resiko yang terkait dan menentukan kegiatan dimana prosedur
pengendalian akan berdaya guna.
4
Sistem HACCP ini akan membantu dalam perencanaan berbagai
kegiatan keamanan makanan dan pendidikan kesehatan yang memusatkan
perhatian pada berbagai bahaya yang berhubungan dengan jenis makanan yang
dikonsumsi dan makanan yang diolah dan disiapkan.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah bagaimana menentukan
HACCP dari pembuatan sate ayam?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui
HACCP dari pembuatan sate ayam.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian HACCP
Menurut WHO, Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard
Analysis and Critical Control Points / HACCP) didefinisikan sebagai suatu
pendekatan ilmiah, rasional, dan sistematik untuk mengidentifikasi, menilai, dan
mengendalikan bahaya.
Dillon and Griffith (1996) dalam buku Hygiene dan Sanitasi Makanan
(Siti Fathonah, 2005) mendefinisikan HACCP sebagai sistem manajemen
keamanan makanan, dengan strategi mencegah bahaya dan resiko yang terjadi
pada titik-titik kritis pada rantai produksi makanan. Sedangkan Badan
Standardisasi Nasional (BSN) Indonesia mendefinisikan HACCP sebagai suatu
sistem untuk mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengendalikan bahaya yang
nyata bagi keamanan pangan.
HACCP adalah suatu sistem jaminan mutu yang berdasarkan kepada
kesadaran bahwa hazard (bahaya) dapat timbul pada berbagai titik atau tahap
produksi tertentu, tetapi dapat dilakukan pengendaliannya untuk mengontrol
bahaya bahaya tersebut. Kunci utama HACCP adalah antisipasi dan identifikasi
titik pengawasan yang mengutamakan kepada tindakan pencegahan, daripada
mengandalkan kepada pengujian produk akhir.
Sistem HACCP bukan merupakan sistem jaminan keamanan pangan
yang tanpa resiko, tetapi dirancang untuk meminimalkan resiko bahaya
keamanan pangan. Sistem HACCP juga dianggap sebagai alat manajemen yang
digunakan untuk memproteksi rantai pasokan pangan dan proses produksi
terhadap kontaminasi bahaya-bahaya mikrobiologis, kimia dan fisik.
HACCP dapat diterapkan dalam rantai produksi pangan mulai dari
produsen utama bahan baku pangan (pertanian), penanganan, pengolahan,
distribusi, pemasaran hingga sampai kepada pengguna akhir. Hazard Analysis,
6
adalah analisis bahaya atau kemungkinan adanya risiko bahaya yang tidak dapat
diterima. Bahaya disini adalah segala macam aspek mata rantai produksi pangan
yang tidak dapat diterima karena merupakan penyebab masalah keamanan
pangan. Bahaya tersebut meliputi :
1. Keberadaan yang tidak dikehendaki dari pencemar biologis, kimiawi, atau
fisik pada bahan mentah.
2. Pertumbuhan atau kelangsungan hidup mikroorganisme dan hasilperubahan
kimiawi yang tidak dikehendaki (misalnya nitrosamin) pada produk antara
atau jadi, atau pada lingkungan produksi.
3. Kontaminasi atau kontaminasi ulang ( cross contamination) pada produk
antara atau jadi, atau pada lingkungan produksi.
Critical Control Point (CCP atau titik pengendalian kritis), adalah
langkah dimana pengendalian dapat diterapkan dan diperlukan untuk mencegah
atau menghilangkan bahaya atau menguranginya sampai titik aman (Bryan,
1995).
Titik pengendalian kritis (CCP) dapat berupa bahan mentah, lokasi,
praktek, prosedur atau pengolahan dimana pengendalian dapat diterapkan untuk
mencegah atau mengurangi bahaya. Ada dua titik pengendalian kritis:
a. Titik Pengendalian Kritis 1 (CCP-1), adalah sebagai titik dimana bahaya
dapat dihilangkan.
b. Titik Pengendalian Kritis 2 (CCP-2), adalah sebagai titik dimana bahaya
dikurangi. Karena HACCP dikenal sebagai sistem keamanan pangan yang
efektif, maka dengan menerapkan HACCP secara konsekuen maka
perusahaan jaminan pangan akan dapat memberikan kepercayaan pada
pelanggan terhadap jaminan keamanan yang telah dilakukan, dan akan
memberikan kesan yang baik bahwa industri pangan yang bersangkutan
memenuhi komitmen yang kuat dan profesional dalam menjamin keamanan
pangan. Bahkan suatu industri pangan penerap HACCP dapat
mendemonstrasikan bahwa sistem keamanan pangannya telah memenuhi
7
persyaratan regulasi pemerintah dalam menjamin masyarakat terhadap
kemungkinan timbulnya bahaya keamanan pangan.
B. Sejarah HACCP
Konsep HACCP pertama kali dikembangkan ketika perusahaan Pillsbury
di Amerika Serikat bersama-sama dengan US Army Nautics Research and
Development Laboratories, The National Aeronautics and Space Administration
serta US Air Force Space Laboratory Project Group pada tahun 1959 diminta
untuk mengembangkan makanan untuk dikonsumsi astronot pada gravitasi nol.
Untuk itu dikembangkan makanan berukuran kecil ( bite size ) yang dilapisi
dengan pelapis edible yang menghindarkannya dari hancur dan kontaminasi
udara. Misi terpenting dalam pembuatan produk tersebut adalah menjamin
keamanan produk agar para astronot tidak jatuh sakit. Dengan demikian perlu
dikembangkan pendekatan yang dapat memberi jaminan mendekati 100% aman.
Tim tersebut akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa, cara terbaik untuk
mendapatkan jaminan tertinggi adalah dengan sistem pencegahan dan
penyimpanan rekaman data yang baik. Konsep yang saat ini dikenal sebagai
HACCP ini, jika diterapkan dengan tepat dapat mengendalikan titik-titik atau
daerah-daerah yang mungkin menyebabkan bahaya. Masalah bahaya ini didekati
dengan cara mengamati satu per satu bahan baku proses dari sejak di lapangan
sampai dengan pengolahannya. Bahaya yang dipertimbangkan adalah bahaya
patogen, logam berat, toksin, bahaya fisik, dan kimia serta perlakuan yang
mungkin dapat mengurangi cemaran tersebut. Disamping itu, dilakukan pula
analisis terhadap proses, fasilitas dan pekerja yang terlibat pada produksi pangan
tersebut.
Pada tahun 1971, untuk pertama kalinya sistem HACCP ini dipaparkan
kepada masyarakat di negara Amerika Serikat di dalam suatu Konferensi
Nasional Keamanan Pangan. Pada tahun berikutnya Pillsbury mendapat kontrak
untuk memberikan pelatihan HACCP kepada badan Food and Drug
8
Adminstration (FDA). Dokumen lengkap HACCP pertama kali diterbitkan oleh
Pillsbury pada tahun 1973 dan disambut baik oleh FDA dan secara sukses
diterapkan pada makanan kaleng berasam rendah.
Pada tahun 1985, The National Academy of Scienses (NAS)
merekomendasikan penerapan HACCP dalam publikasinya yang berjudul An
Evaluation of The Role of Microbiological Criteria for Foods and Food
Ingredients. Komite yang dibentuk oleh NAS kemudian menyimpulkan bahwa
sistem pencegahan seperti HACCP ini lebih dapat memberikan jaminan
kemanan pangan jika dibandingkan dengan sistem pengawasan produk akhir.
Selain NAS, lembaga internasional seperti International Commission on
Microbiological Spesification for Foods (ICMSF) juga menerima konsep
HACCP dan memperkenalkannya ke luar Amerika Serikat. Ketika NAS
membentuk The National Advisory Commitee on Microbiological Criteria for
Foods (NACMCF), maka konsep HACCP makin dikembangkan dengan
disusunnya 7 prinsip HACCP yang dikenal sampai saat ini. Konsep HACCP
kemudian diadopsi oleh berbagai badan internasional seperti Codex Alimentarius
Commission (CAC) yang kemudian diadopsi oleh berbagai negara di dunia
termasuk Indonesia.
C. Prinsip-Prinsip HACCP
Di dalam penerapannya, Hazard Analysis and Critical Control Point
memiliki beberapa prinsip yang dilaksanakan. Sistem HACCP terdiri dari tujuh
prinsip, yaitu :
1. Melakukan analisis bahaya. Segala macam aspek pada mata rantai
produksi pangan yang dapat menyebabkan masalah keamanan pangan harus
dianalisa. Bahaya yang dapat ditimbulkan adalah keberadaan pencemar
(kontaminan) biologis, kimiawi, atau fisik bahan pangan. Selain itu, bahaya
lain mencakup pertumbuhan mikrroganisme atau perubahan kimiawi yang
9
tidak dikehendaki selama proses produksi, dan terjadinya kontaminasi silang
pada produk antara, produk jadi, atau lingkungan produksi.
2. Menentukan Titik Pengendalian Kritis (Critical Control Point). Suatu
titik, tahap, atau prosedur dimana bahaya yang berhubungan dengan pangan
dapat dicegah, dieliminasi, atau dikurangi hingga ke titik yang dapat
diterima (diperbolehkan atau titik aman). Terdapat dua titik pengendalian
kritis yaitu Titik Pengendalian Kritis 1 sebagai titik dimana bahaya dapat
dihilangkan, dan Titik Pengendalian Kritis 2 dimana bahaya dapat
dikurangi.
3. Menentukan batas kritis. Kriteria yang memisahkan sesuatu yang bisa
diterima dengan yang tidak bisa diterima. Pada setiap titik pengendalian
kritis, harus dibuat batas kritis dan kemudian dilakukan validasi. Kriteria
yang umum digunakan dalam menentukan batas kritis HACCP pangan
adalah suhu, pH, waktu, tingkat kelembaban, Aw, ketersediaan klorin, dan
parameter fisik seperti tampilan visual dan tekstur.
4. Membuat suatu sistem pemantauan (monitoring) CCP. Suatu sistem
pemantauan (observasi) urutan, operasi, dan pengukuran selama terjadi
aliran makanan. Hal ini termasuk sistem pelacakan operasi dan penentuan
kontrol mana yang mengalami perubahan ketika terjadi penyimpangan.
Biasanya, pemantauan harus menggunakan catatan tertulis.
5. Melakukan tindakan korektif apabila pemantauan mengindikasikan
adanya CCP yang tidak berada di bawah kontrol. Tindakan korektif
spesifik yang diberlakukan pada setiap CCP dalam sistem HACCP untuk
menangani penyimpangan yang terjadi. Tindakan korektif tersebut harus
mampu mengendalikan membawa CCP kembali dibawah kendali dan hal ini
termasuk pembuangan produk yang mengalami penyimpangan secara tepat.
6. Menetapkan prosedur verifikasi untuk mengkonfirmasi bahwa sistem
HACCP bekerja secara efektif. Prosedur verifikasi yang dilakukan dapat
mencakup peninjauan terhadap sistem HACCP dan catatannya, peninjauan
10
terhadap penyimpangan dan pengaturan produk, konfirmasi CCP yang
berada dalam pengendalian, serta melakukan pemeriksaan (audit) metode,
prosedur, dan uji. Setelah itu, prosedur verifikasi dilanjutkan dengan
pengambilan sampel secara acak dan menganalisanya. Prosedur verifikasi
diakhiri dengan validasi sistem untuk memastikan sistem sudah memenuhi
semua persyaratan Codex dan memperbaharui sistem apabila terdapat
perubahan di tahap proses atau bahan yang digunakan dalam proses
produksi.
7. Melakukan dokumentasi terhadap seluruh prosedur dan catatan yang
berhubungan dengan prinsip dan aplikasinya. Beberapa contoh catatan
dan dokumentasi dalam sistem HACCP adalah analisis bahaya, penetapan
CCP, penetapan batas kritis, aktivitas pemantauan CCP, serta penyimpangan
dan tindakan korektif yang berhubungan.
D. Pedoman Penerapan HACCP
HACCP dapat diterapkan pada seluruh rantai pangan dari produk primer
sampai pada konsumsi akhir dan penerapannya harus dipedomani dengan bukti
secara ilmiah terhadap resiko kesehatan manusia. Selain meningkatkan
keamanan pangan, penerapan HACCP dapat memberikan keuntungan lain yang
penting. Selanjutnya, penerapan sistem HACCP dapat membantu inspeksi oleh
lembaga yang berwenang dan memajukan perdagangan internasional melalui
peningkatan kepercayaan keamanan pangan.
HACCP dapat diterapkan pada seluruh rantai pangan dari produk primer
sampai pada konsumsi akhir dan penerapannya harus dipedomani dengan buktI
secara ilmiah terhadap resiko kesehatan manusia. Selain meningkatkan
keamanan pangan, penerapan HACCP dapat memberikan keuntungan lain yang
penting. Selanjutnya, penerapan sistem HACCP dapat membantu inspeksi oleh
lembaga yang berwenang dan memajukan perdagangan internasional melalu
peningkatan kepercayaan keamanan pangan.
11
Sebelum menerapkan HACCP untuk setiap sektor rantai pangan, sektor
tersebut harus telah menerapkan Prinsip Umum Higiene Pangan dari Codex,
Pedoman Praktis dari Codex yang sesuai, serta peraturan keamanan pangan
terkait, Tanggung jawab manajemen adalah penting untuk menerapkan sistem
HACCP yang efektif. Selama melaksanakan identifikasi bahaya, penilaian dan
pelaksanaan selanjutnya dalam merancang dan menerapkan sistem HACCP,
harus dipertimbangkan dampak dan bahan baku, bahan tambahan, cara
pembuatan pangan yang baik, peran proses pengolahan dalam mengendalikan
bahaya, penggunaan yang mungkin dari produk akhir, katagori konsumen yang
berkepentingan dan bukti-bukti epidemis yang berkaitan dengan keamanan
pangan.
Maksud dari sistem HACCP adalah untuk memfokuskan pada Titik
Kendali Kritis (CCPs). Perancangan kembali operasi harus dipertimbangkan jika
terdapat bahaya yang harus dikendalikan, tetapi tidak ditemukan TKK (CCPs).
HACCP harus diterapkan terpisah untuk setiap operasi tertentu. TKK vang
diidetitifikasi pada setiap contoh yang diberikan dalam setiap Pedoman praktek
Higiene dari Codex mungkin bukan satu-satunya yang diidentifikasi untuk suatu
penerapan yang spesifik atau mungkin berbeda jenisnya. Penerapan HACCP
harus ditinjau kembali dan dibuat perubahan yang diperlukan jika dilakukan
modifikasi dalam produk, proses atau tahapannya.
Penerapan HACCP perlu dilaksanakan secara fleksibel, dimana
perubahan yang tepat disesuaikan dengan memperhitungkan sifat dan ukuran
dari operasi. Penerapan prinsip-prinsip HACCP terdiri dari tugas-tugas berikut
sebagaimana terlihat pada tahap-tahap penerapan HACCP:
1. Pembentukan tim HACCP. Operasi pangan harus menjamin bahwa
pengetahuan dan keahlian spesifik produk tertentu tersedia untuk
pengembangan rencana HACCP yang efektif. Secara optimal, hal tersebut
dapat dicapai dengan pembentukan sebuah tim dari berbagai disiplin ilmu.
Apabila beberapa keahlian tidak tersedia, diperlukan konsultan dari pihak
12
luar. Adapun lingkup dari program HACCP harus diidentifikasi. Lingkup
tersebut harus menggambarkan segmen-segmen mana saja dari rantai
pangan tersebut yang terlibat dan penjenjangan secara umum bahaya-bahaya
yang dimaksudkan (yaitu meliputi semua jenjang bahaya atau hanya jenjang
tertentu).
2. Deskripsi produk Penjelasan lengkap dari produk harus dibuat termasuk
informasi mengenai komposisi, struktur fisika/kimia (termasuk Aw, pH,
dll.), perlakuan-perlakuan mikrosidal/statis (seperti perlakuan pemanasan,
pembekuan, penggaraman, pengasapan, dll.), pengemasan, kondisi
penyimpanan dan daya tahan serta metoda pendistribusiannya.
3. Identifikasi rencana penggunaan. Rencana penggunaan harus didasarkan
pada kegunaan-kegunaan yang diharapkan dari produk oleh pengguna
produk atau konsumen. Dalam hal-hal tertentu, kelompokkelompok populasi
yang rentan, seperti yang menerima pangan dari institusi, mungkin perlu
dipertimbangkan.
4. Penyusunan bagan alir. Bagan alir harus disusun oleh tim HACCP. Dalam
diagram alir harus memuat segala tahapan dalam operasional produksi. Bila
HACCP diterapkan pada suatu operasi tertentu, maka harus
dipertimbangkan tahapan sebelum dan sesudah operasi tersebut.
5. Konfirmasi Bagan Alir di Lapangan. Tim HACCP, sebagai penyusun
bagan alir harus mengkonfirmasikan operasional produksi dengan semua
tahapan dan jam operasi serta bilamana perlu mengadakan perubahan bagan
alir.
6. Pencatatan semua bahaya potensial yang berkaitan dengan setiap
tahapan. Pencatatan semua bahaya potensial yang berkaitan dengan setiap
tahapan, pengadaan suatu analisa bahaya dan menyarankan berbagai
pengukuran untuk mengendalikan bahaya-bahaya yang teridentifikasi (lihat
Prinsip 1). Tim HACCP harus membuat daftar bahaya yang mungkin
terdapat pada tiap tahapan dari produksi utama, pengolahan, manufaktur,
13
dan distribusi hingga sampai pada titik konsumen saat konsumsi. Tim
HACCP harus mengadakan analisis bahaya untuk mengidentifikasi program
HACCP dimana bahaya yang terdapat secara alami, karena sifatnya mutlak
harus ditiadakan atau dikurangi hingga batas-batas yang dapat diterima,
sehingga produksi pangan tersebut dinyatakan aman. Dalam mengadakan
analisis bahaya, apabila mungkin seyogyanya dicakup hal-hal sebagai
berikut :
a) kemungkinan timbulnya bahaya
b) pengaruh yang merugikan terhadap kesehatan;
c) evaluasi secara kualitatif dan atau kuantitatif dari keberadaan bahaya;
d) perkembangbiakan dan daya tahan hidup mikroorganisme tertentu;
e) produksi terus menerus toksin-toksin pangan, unsur-unsur fisika dan
kimia;
f) kondisi-kondisi yang memacu keadaan di atas.
Tim HACCP harus mempertimbangkan tindakan pengendalian, jika ada
yang dapat dilakukan untuk setiap bahaya. Lebih jauh tindakan
pengendalian disyaratkan untuk mengendalikan bahaya-bahaya tertentu dan
lebih, jauh satu bahaya dikendalikan oleh tindakan pengawasan yang
tertentu.
7. Penentuan TKK (CCP) (Lihat Prinsip 2). Untuk mengendalikan bahaya
yang sama mungkin terdapat lebih dari satu TKK pada saat pengendalian
dilakukan. Penentuan dari TKK pada sistem HACCP dapat dibantu dengan
menggunakan Pohon keputusan seperti pada Diagram 2, yang menyatakan
pendekatan pemikiran yang logis (masuk akal). Penerapan dari pohon
keputusan harus fleksibel, tergantung apakah operasi tersebut produksi,
penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, distribusi atau lainnya. Pohon
keputusan ini mungkin tidak dapat diterapkan pada setiap TKK. Contoh-
contoh pohon keputusan mungkin tidak dapat diterapkan pada setiap situasi.
14
Pendekatan-pendekatan lain dapat digunakan. Dianjurkan untuk
mengadakan pelatihan dalam penggunaan pohon keputusan.
Dalam banyak hal, pohon keputusan telah dipergunakan untuk
menjelaskan untuk memahami dan diterima akal untuk keperluan
menentukan CCP, hal ini tidak spesifik untuk semua operasi pangan,
sebagai contoh rumah potong hewan dan oleh karena itu harus dipergunakan
untuk yang berkaitan dengan perkiraan yang profesional serta memodifikasi
beberapa kasus, maka produk atau proses harus dimodifikasi pada tahap
tersebut, atau pada tahap sebelum atau sesudahnya untuk memasukkan suatu
tindakan pengendalian.
8. Penentuan batas-batas kritis (critical limits) pada tiap TKK (CCP) (Lihat
Prinsip 3). Batas-batas limit harus ditetapkan secara spesifik dan divalidasi
apabila mungkin untuk setiap TKK. Dalam beberapa kasus lebih dari satu
batas kritis akan diuraikan pada suatu tahap khusus. Kriteria yang sering
digunakan mencakup pengukuran-pengukuran terhadap suhu, waktu, tingkat
kelembaban, pH, Aw, keberadaan chlorine, dan parameter-parameter sensori
seperti kenampakan visual dan tekstur.
Batas kritis harus ditentukan untuk setiap PTK. Dalam beberapa
kasus batas kritis criteria pengukurannya antara lain suhu, waktu, tingkat
kelernbaban, pH, Aw dan ketersediaan chlorine dan parameter yang
berhubungan dengan panca indra (penampakan dan tekstur).
9. Penyusunan sistem permantuan untuk setiap TKK (CCP) (Lihat Prinsip
4). Pemantauan merupakan pengukuran atau pengamatan terjadwal dari
TKK yang dibandingkan terhadap batas kritisnya. Prosedur pemantauan
harus dapat menemukan kehilangan kendali pada TKK. Selanjutnya
pemantauan seyogianya secara ideal member informasi yang tepat waktu
untuk mengadakan penyesuaian untuk memastikan pengendalian proses
untuk mencegah pelanggaran dari batas kritis. Dimana mungkin,
15
penyesuaian proses harus dilaksanakan pada saat hasil pemantauan
menunjukkan kecenderungan kearah kehilangan kendali pada suatu TKK.
Penyesuaian seyogianya dilaksanakan sebelum terjadi
penyimpangan. Data yang diperoleh dari pemantauan harus dinilai oleh
orang yang diberi tugas, berpengetahuan dan berwewenang untuk
melaksanakan tindakan perbaikan yang diperlukan. Apabila pemantauan
tidak berkesinambungan, maka jumlah atau frekuensi pemantauan harus
cukup untuk menjamin agar TKK terkendali.
Sebagian besar prosedur pemantauan untuk TKK perlu
dilaksanakan secara cepat, karena berhubungan dengan proses yang berjalan
dan tidak tersedia waktu lama untuk melaksanakan pengujian analitis.
Pengukuran fisik dan kimia seringkali lebih disukai daripada pengujian
mikrobiologi, karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan sering
menunjukkan pengendalian mikrobiologi dari produk. Semua catatan dan
dokumen yang terkait dengan kegiatan pemantauan TKK harus ditanda
tangani oleh orang yang melakukan pengamatan dan oleh petugas yang,
bertanggung jawab melakukan peninjauan kembali dalarn perusahaan
tersebut.
10. Penetapan tindakan perbaikan (Lihat Prinsip 5). Tindakan perbaikan yang
spesifik harus dikembangkan untuk setiap TKK dalam system HACCP agar
dapat menangani penyimpangan yang terjadi. Tindakan-tindakan harus
memastikan bahwa CCP telah berada dibawah kendali. Tindakan-tindakan
harus mencakup disposisi yang tepat dan produk yang terpengaruh.
Penyimpangan dan prosedur disposisi produk harus didokumentasikan
dalam catatan HACCP.
11. Penetapan prosedur verifikasi (Lihat Prinsip 6). Penetapan prosedur
verifikasi. Metoda audit dan verifikasi, prosedur dan pengujian, termasuk
pengambilan contoh secara acak dan analisa, dapat dipergunakan untuk
menentukan apakah sistem HACCP bekerja secara benar.
16
Frekuensi verifikasi harus cukup untuk mengkonfirmasikan bahwa
sistem HACCP bekerja secara efektif. Contoh kegiatan verifikasi mencakup:
a. Peninjauan kembali sistem HACCP dan catatannya.
b. Peninjauan kembali penyimpangan dan disposisi produk
c. Mengkonfirmasi apakah TKK dalam kendali.
Apabila memungkinkan, kegiatan validasi harus mencakup tindakan
untuk mengkonfirmasi kemanjuran semua elemen-elemen rencana
HACCP.
12. Penetapan dokumentasi dan pencatatan (Lihat Prinsip 7). Pencatatan dan
pembuktian yang efisien serta akurat adalah penting dalam penerapan sistem
HACCP. Prosedur harus didokumentasikan. Dokumentasi dan pencatatan
harus cukup memadai sesuai sifat dan besarnya operasi.
17
BAB III
PEMBAHASAN
A. Deskripsi Produk
1. Nama Produk : Sate Ayam
2. Bahan Sate Ayam : Daging ayam, tusuk sate (bambu atau lidi)
Bumbu Kacang : Bawang merah, bawang putih, kacang tanah, kecap manis, kemiri, air kaldu, minyak sayur, garam
3. Cara Pembuatan : Bumbu Kacang: campur bawang putih, bawang merah, kacang tanah, garam, dan kemiri, haluskan. Panaskan minyak, tumis hingga harum, masukkan air kaldu, masak hingga mengental. Angkat.Campurkan 2 sdm bumbu kacang dengan 2 sdm kecap manis, celupkan sate, bakar hingga setengah matang. Angkat dan gulingkan kembali dalam bumbu, bakar hingga matang, angkat.
4. Penggunaan Produk : Produk siap atau langsung dapat dimakan
5. Syarat Penyimpanan : Sate ayam yang telah dicampurkan bumbu kacang disimpan pada suhu kamar selama 1 hari.
6. Konsumen : Anak-anak dan dewasa
7. Pemakaian oleh Konsumen : Sebagai makanan tambahan atau lauk. Disajikan dengan lontong akan lebih nikmat.
8. Masa Kadaluarsa : 1 hari pada suhu kamar.
9. Cara Distribusi : Biasanya disajikan langsung pada konsumen yang mengkonsumsi di tempat berjualan, dikemas dengan kertas minyak bagi konsumen yang membeli untuk dibawa pulang ke rumah.
10. Label Kemasan : Tidak ada.
18
Pemotongan dan penusukan ayam
Penerimaan air
11. Asal bahan baku : Lokal
12. Karakteristik Produk :
Warna Cokelat
Aroma Khas kacang
Bentuk Daging ayam berbentuk dadu, tapi terkadang juga tidak beraturan.
Rasa Khas sate ayam
B. Diagram Alur atau Proses
19
Penerimaan kacang, bawang merah, bawang putih, kemiri, minyak goreng, garam
Penerimaan ayam
Penerimaan air
Pembersihan
Penyiapan penirisan
Pengolahan
Pemanggangan
Pencampuran pencampuran
Penyajian
C. Tabel Analisis Bahaya
No
.
Bahan
Mentah
Bahaya
F/K/B(M)Jenis Bahaya Cara Pencegahan
1. Daging
ayam
B(M)
F
K
Bakteri:
Salmonella sp.,
Staphylococcus
aureus,
Escherichia coli
dan
Campylobacter
sp
Bulu ayam, pasir
Injeksi
- Pemilihan daging ayam yang
segar, serta bebas dari aroma
menyengat
- Jika belum diolah simpan
dalam lemari pendingin
- Langsung diolah
2. Tusuk sate F
B
Serpihan kayu
Jamur
Mengelap tusuk sate hingga
bersih
3. Bawang
merah
B
K
F
Ulat
Pestisida
Busuk dan
berwarna hitam
-Hilangkan bagian yang rusak
-Simpan pada tempat yang
kering
-Menghilangkan bagian yang
busuk
-Dicuci pada air mengalir
4. Bawang
putih
B
K
F
Ulat
Pestisida
Busuk dan
berwarna hitam
-Hilangkan bagian yang rusak
-Simpan pada tempat yang
kering
-Menghilangkan bagian yang
busuk
-Dicuci pada air mengalir
5. Kacang F Kotoran Inspeksi dan pembinaan pada
20
tanah B(M) Bakteri:
Nitrossomonas,
E. Coli, aflatoxin
pemasok, grading bahan baku
6. Kecap
manis
K Pengawet Inspeksi dan pembinaan pada
pemasok, grading bahan baku
Dengan melihat tanggal
kadaluarsa pada kecap
7. Kemiri F
B
Rusak
Jamur
-Pemilihan kemiri yang bagus
-Penyimpanan jangan terlalu
lama
8. Air kaldu B(M) Bakteri, Jamur -Penyimpanan jangan terlalu
lama
9. Minyak
sayur
K Zat radikal bebas Inspeksi dan pembinaan pada
pemasok, grading bahan baku
10. Garam F Mencair -Simpan pada tempat kering
-Hindari sinar matahari secara
langsung
-Jangan terlalu dekat dengan
alat yang panas untuk
memasak seperti kompor
11. Penyedap
rasa (MSG)
K Pengawet -Dengan melihat tanggal
kadaluarsa pada kecap
21
PRINSIP 1
Tahap Proses Bahanya CCP/QCP
Penerimaan ayam
Mikrobiologi :
Salmonella sp., Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Campylobacter sp
Bukan CCP
Penyiapan (Pemotongan dan Penusukan Ayam)
Mikrobiologi :
E. coli, TPC Bukan CCP
Penerimaan kacang Mikrobiologi :
Nitrossomonas, E. ColiBukan CCP
Penerimaan bawang putih, bawang merah,
kemiri, minyak goreng, garam.
Mikrobiologi :
E. coli & S. aureuBukan CCP
Pengolahan Bumbu Kacang
Mikrobiologi :
Nitrossomonas, E. ColiCCP
PemangganganMikrobiologi :
E. coli & TPCCCP
PencampuranMikrobiologi :
TPC & E. ColiBukan CCP
PenyajianMikrobiologi :
TPC & E. ColiCCP
22
D. Hazard Audit Table
Lokasi CCP Batas Kritis MonitoringTindakan Perbaikan
Pencatatan Verifikasi
Prinsip 2 Prinsip 3 Prinsip 4 Prinsip 5 Prinsip 6 Prinsip 7
Pengolahan
Bumbu Kacang
Mikrobiologi :
Nitrossomonas, E. Coli
Penggunaan alat pengolahan pada ruang terbuka & berulang, tanpa proses pencucian
Melakukan pengawasan terhadap higiene alat yang digunkan
Adanya proses pembersihan alat secara berkala.
Pencatatan waktu pembersihan alat secara berkala
Alat – alat kebersihan yang digunkan
Pemanggangan
Mikrobiologi :
E. coli & TPC
Karbon
Penggunaan alat pemanggang secara berulang tanpa prses mencuci alat.
Melakukan pengawasan terhadap higiene alat yang digunkan
Adanya proses pembersihan alat secara berkala.
Pencatatawaktu pembersihan alat secara berkala
Alat – alat kebersihan yang digunkan
Penyajian
Mikrobiologi :
TPC, E. coli
Penyajian pada konsumen dalam keadaan hangat (suhu min. 25oC)
Melakukan pengontrolan terhadap suhu penyajian sate ayam
Pembelian alat pengntrol suhu .
Laporan pengontrolan terhadap suhu..
Kalibrasi alat pengukur suhu
23
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari materi diatas yaitu menurut WHO, Analisis
Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard Analysis and Critical Control
Points / HACCP) didefinisikan sebagai suatu pendekatan ilmiah, rasional, dan
sistematik untuk mengidentifikasi, menilai, dan mengendalikan bahaya.
Penerapan HACCP dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat, yakni mengenai pentingnya mencegah penyakit melalui makanan
dengan cara mencegah terjadinya keracunan makanan. Pada produksi jenis
makanan seperti sate ayam, dengan bahan yang cukup bervariasi maka
bahaya/resiko kontaminasi juga semakin besar, untuk perlu diterapkan metode
HACCP demi keamanan produksi sate ayam.
B. Saran
Diharapkan kepada setiap konsumen dan juga penjual makanan agar
dapat memperhatikan HACCP dari setiap makanan yang ada kemudian
dilakukan proses penanggulangan terjadinya penyakit yang disebabkan oleh
kesalahan pengolahan dan tercemarnya makanan dari kontaminan berbahaya,
baik secara fisik, kimia dan biologi (mikrobiologi).
24
DAFTAR PUSTAKA
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2007. Cemaran Mikroba Pada Produk Pertanian, Penyakit yang Ditimbulkan dan Pencegahannya. https://www.academia.edu/6111916/CEMARAN_MIKROBA_PADA_PRODUK_PERTANIAN_PENYAKIT_YANG_DITIMBULKAN_DAN_PENCEGAHANNYA. Diakses pada tanggal 23 Maret 2015.
Cara Membuat Sate Ayam. http://caramembuat-masakan.blogspot.com/2012/06/cara-membuat-sate-ayam-madura.html. Diakses pada tanggal 23 Maret 2015.
Komar Samsul, 2008. Hygene Sanitasi Pengolahan Makanan. http://serumpun-maju.blogspot.com/2008_12_01_archive.html. Diakses pada tanggal 23 Maret 2015.
Minyak dan Kesehatan, 2014. https://www.deherba.com/minyak-dan-kesehatan-anda.html. Diakses pada tanggal 23 Maret 2015.
Prabowo, 2008. HACCP. https://callbowo.wordpress.com/2008/10/19/haccp-hazard-analysis-critical-control-point%E2%80%99/. Diakses pada tanggal 24 Maret 2015.
Untuk Gizi Indonesia, 2014. Laporan HACCP Ayam Bakar. http://ugiuntukgiziindonesia.blogspot.com/2014/03/laporan-haccp-ayam-bakar.html. Diakses pada tanggal 23 Maret 2015.
Wikipedia, 2015. Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis. http://id.wikipedia.org/wiki/Analisis_bahaya_dan_pengendalian_titik_kritis. Diakses pada tanggal 23 Maret 2015.
25