Download - Gadar Adrenal
KEGAWATDARURATAN ENDOKRIN
Makalah
Disusun untuk memenuhi Tugas Health Alteration III Semester V
yang diampu oleh FX. Didit Trihandoko, S. Kep., Ns
Oleh kelompok :
1. Diyatmika Atmasari ( 12.
2. Muhammad Bagus Setyawan ( 12.1125 )
3. Putri Wulandaru ( 12.
4. Tri Widyaningrum ( 12.
5. Zulfikar Zalmi ( 12.
6. M. Fauzy Arithonang ( 12.1127
PRODI DIII KEPERAWATAN
AKADEMI KEPERAWATAN PEMERINTAH
PROVINSI JAWA TENGAH
UNGARAN
2014
BAB II
KEGAWATDARURATAN ENDOKRIN
1. Krisis Addison
A. Definisi
Krisis Addison atau Insufisiensi Adrenal Akut adalah Suatu keadaan gawat
darurat yang berhubungan dengan menurunnya atau kekurangan hormon yang
relatif dan terjadinya kolaps sistem kardiovaskuler dan biasanya gejala gejalanya non
spesifik, seperti muntah dan nyeri abdomen (Idhiarta, 2009)
Insufisiensi Adrenal Akut merupakan penyakit yang sangat berbahayakarena
memiliki efek glukokortikoid (ketersediaan energi), penurunanmineralkortikoid
(seperti aldosterone), dan peningkatan aktivitas menstimulasi melanosit/
hiperpigmentasi ( Pamela, 2011)
B. Etiologi
Penyebab primer adalah perdarahan kelenjar adrenal bilateral, trombosis
atau nekrosis selama terjadi sepsis atau ketika mendapat antikoagulan. Bila
kehilangan kelenjar adrenal unilateral tidak akan menyebabkan insufisiensi adrenal
(Idhiarta, 2009).
Penyebab sekunder adalah peripartum pituitary infark (Sheehan`s syndrom),
Pituitary apoplexy ( perdarahan pada kelenjar pituitary), trauma kepala dengan
gangguan batang kelenjar pitutari, tetapi biasanya tidak seberat pada keadaan
adrenal insuficiency primer karena sekresi aldosteron tidak dipengaruhi.(Idhiarta,
2009)
C. Patofisiologi
Penyakit Addison merupakan kelainan autoimun yang semua lapisan korteks
adrenalnya dihancurkan oleh inflamasi. Penyebab lainnya meliputi tuberkolusis( yang
dapat menyebabkan penyebaran basil tuberkolusis dari paru melalui darah dan
cairan limfe), kanker payudara, paru, atau saluran cerna (yang mengakibatkan
penyebaran metastatik (Chang, 2010).
insufisiensi adrenokortikal dapat pula terjadi akibat penghentian mendadak
terapi hormon adrenokortikal yang akan menekan respon normal tubuh terhadap
keadaan stres dan mengganggu mekanisme umpan balik normal. Terapi dengan
pemberian kortikosteroid setiap hari selama 2-4 minggu dapat menekan fungsi
korteks adrenal. Oleh sebab itu kemungkinan Addison harus di anitsipasi pada
pasien yang mendapat pengobatan kortikosteroid (Doengoes, 2000).
D. Tanda dan Gejala
Gejala klinis yang mendukung suatu diagnosis krisis adrenal adalah sebagai berikut :
1) Syok yang sulit dijelaskan etiologinya biasanya tidak ada pengaruh dengan
pemberian resusitasi cairan atau vasopresor.
2) Hipotermia atau hipertermia
3) Yang berhubungan dengan kekurangan kortisol yaitu cepat lelah, lemah badan,
anoreksia, mual mual dan muntah , diare, hipoglikemi, hipotensi, hiponatremi.
4) Yang berhubungan dengan kekurangan hormon aldosteron yaitu hyperkalemia
dan hipotensi berat yang menetap
5) Lain lain tergantung dari penyebab, mungkin didapatkan panas badan, nyeri
abdomen dan pinggang yang berhubungan dengan perdarahan kelenjar adrenal.
( (Idhiarta, 2010)
E. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium Darah
a) Penurunan konsentrasi glukosa dan natrium (hipoglikemia dan hiponatrium)
b) Peningkatan konsentrasi kalium serum (hiperkalemia)
c) Peningkatan jumlah sel darah putih (leukositosis)
d) Penurunan kadar kortisol serum
e) Kadar kortisol plasma rendah
f) ADH meningkat
g) Analisa gas darah: asidosis metabolic
h) Sel darah merah (eritrosit): anemia numokronik, Ht meningkat (karena
hemokonsentrasi) jumlah limfosit mungkin rendah, eosinofil meningkat.
2) Pemeriksaan radiografi abdominal menunjukan adanya kalsifikasi di adrenal.
3) CT Scan
Detektor klasifikasi adrenal dan pembesaran yang sensitive hubungannya
dengan insufisiensi pada tuberculosis, infeksi, jamur, penyakit infiltrasi malignan
dan non malignan dan hemoragik adrenal
4) Gambaran EKG
Tegangan rendah aksis QRS vertical dan gelombang ST non spesifik
abnormal sekunder akibat adanya abnormalitas elektrolik
5) Tes stimulating ACTH
Cortisol darah dan urin diukur sebelum dan setelah suatu bentuk sintetik
dari ACTH diberikan dengan suntikan. Pada tes ACTH yang disebut
pendekcepat. Penyukuran cortisol dalam darah di ulang 30 sampai 60 menit
setelah suatu suntikan ACTH adalah suatu kenaikan tingkatan – tingkatan
cortisol dalam darah dan urin.
6) Tes Stimulating CRH
Ketika respon pada tes pendek ACTH adalah abnormal, suatu tes
stimulasi CRH “Panjang” diperlukan untuk menentukan penyebab dari ketidak
cukupan adrenal. Pada tes ini, CRH sintetik di suntikkan secara intravena dan
cortisol darah diukur sebelum dan 30, 60 ,90 dan 120 menit setelah suntikan.
Pasien – pasien dengan ketidak cukupan adrenal sekunder mempunyai. Respon
kekurangan cortisol namun tidak hadir / penundaan respon – respon ACTH.
Ketidakhadiran respon – respon ACTH menunjuk pada pituitary sebagai
penyebab ; suatu penundaan respon ACTH menunjukan pada hypothalamus
sebagai penyebab.
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Menurut Pamela dalam Pedoman Keperawatan Emergensi
meliputi :
1) Hipovolemia dan kekurangan natrium diatasi dengan pemberian infus D5 NSS,
hidrokortison juga diberikan melalui IV.
2) Fludrokortison juga diberikan untuk menggantikan mineralkortikoid.
3) Selain itu, Cairan isotonik seperti NaCl 9% diberikan untuk menambah volume
dan garam.
4) Jika penderita hipoglikemi dapat di berikan cairan dextrose 50%
5) Steroid IV secepatnya : dexametason 4 mg atau hydrokortisone 100 mg.
6) Setelah penderita stabil lanjutkan dengan dexametasone 4 mg IV tiap 12 jam
atau hydrokortison 100 mg IV tiap 6-8 jam.
7) Obati penyakit dasarnya seperti infeksi dan perdarahan, untuk infeksi dapat
diberikan antibiotik, untuk meningkatkan tekanan darah dapat diberikan dopamin
atau norepineprin.
Penatalaksanaan Menurut Esther Chang dalam Patofisiologi Aplikasi Pada praktik
keperawatan meliputi :
1) Memantau kadar kalium untuk memantau hyperkalemia.
2) Mempertahankan pencatatan keseimbangan cairan
3) Memantau kadar glukosa darah untuk mendeteksi hipoglikemia dan kadar
natrium dan ureum untuk mendeteksi dehidrasi,
G. Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
a. Pengkajian
a) Aktivitas / istirahat
Gejala : Lelah, nyeri/ kelemahan pada otot (terjadi perburukan setiap hari,
tidak mampu beraktivitas atau bekerja.
Tanda : peningkatan denyut jantung atau denyut nadi pada aktivitas yang
minimal, Penurunan kekuatan dan rentang gerak sendi, Depresi, gangguan
konsentrasi, Letargi.
b. Sirkulasi.
Tanda : Hipotensi termasuk hipotensi postural. Takikardi, disritmia, suara
jantung melemah, Nadi perifer melemah, Pengisian kapiler memanjang,
Ekstremitas dingin, sianosis, dan pucat
c. Integritas ego
Gejala : adanya riwayat riwayat factor stress yang baru dialami, termasuk
sakit fisik atau pembedahan, Perubahan gaya hidup, Ketidak mampuan
mengatasi stress
Tanda : Ansietas, peka rangsang, depresi, emosi tidak stabil
d. Eliminasi
Gejala : diare, sampai adanya konstipasi, Kram abdomen, Perubahan
frekuensi dan karakteristik urin
Tanda : Diuresis yang diikuti oliguria
e. Makanan atau cairan
Gejala : Anoreksia berat, mual, muntah, Kekurangan zat garam, BB menurun
dengan cepat.
Tanda : Turgor kulit jelek, membrane mukosa kering
f. Neurosensori
Gejala : Pusing, sinkope, gemetar kelemahan otot, kesemutan
Tanda : disorientasi terhadap waktu, tempat, ruang (karena kadar natrium
rendah), letargi, kelelahan mental, peka rangsangan,cemas, koma (dalam
keadaan krisis)
g. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Nyeri otot, kaku perut, nyeri kepala, Nyeri tulang belakang,
abdomen, ekstrimitas (pada keadaan krisis).
h. Pernapasan
Gejala : Dipsnea
Tanda : Pernapasan meningkat, takipnea, suara nafas: krekels, ronkhi
pada keadaan infeksi
i. Keamanan
Gejala : tidak toleran terhadap panas, cuaca udara panas
Tanda : Hiperpigmentasi kulit (coklat kehitaman karena terkena sinar
matahari) menyeluruh atau berbintik bintik, Peningkatan suhu, demam yang
diikuti dengan hipotermi (keadaan krisis)
j. Seksualitas
Gejala : Adanya riwayat menopause dini, amenore , Hilangnya tanda tanda
seks sekunder (berkurangnya rambut rambut pada tubuh terutama pada
wanita) ,Hilangnya libido.
2) Diagnosa Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan b.d kekurangan natrium dan kehilangan cairan
melalui ginjal, kelenjar keringat, saluran gastrointestinal (karena kekurangan
aldosteron)
b. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake tidak adekuat
(mual, muntah, anoreksia),defisiensi glukokortikoid
c. Intoleransi aktifitas b.d penurunan produksi metabolime ketidak seimbangan
cairan elektrolit dan glukosa
3) Intervensi
a. DX. 1: Kekurangan volume cairan b.d kekurangan natrium dan kehilangan
cairan melalui ginjal, kelenjar keringat, saluran gastrointestinal (karena
kekurangan aldosteron)
Tujuan : klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
setelah dilakukan tindakan
KH : - Pengeluaran urin adekuat (1cc/kgBB/jam0
- TTVdbn: N:80-100 x/mnt S: 36-37C , TD: 120/80 mmHg
- Tekanan nadi perifer jelas: kurang dari 3 det
- Turgor kulit elastis
- Pengisian kapiler baik kurang dari 3 det
- Membrane mukosa lembab
- Warna kulit tidak pucat
- Rasa haus tidak ada
- BB ideal: (TB-100)-10%(TB-100)
- Hasil lab dbn:
Ht : W: 37-47% , L: 42-52%
Ureum: 15-40 mg/dl
Natrium: 135-145 mEq/L
Kalium: 3,3-5,0 mEq/ L
Kreatinin: 0,6-1.2 mg/dl
Intervensi:
1. Pantau TTV, catat perubahan tekanan darah pada perubahan posisi,
kekuatan dari nadi perifer
R/: Hipotensi postural merupakan bagian dari hipovolemia akibat
kekurangan hormone aldosteron dan penurunan curah jantung sebagai
akibat dari penurunan kortisol
2. Ukur dan timbang BB klien
R/: Memberikan perkiraan kebutuhan akan pengganti volume cairan dan
kefektifan pengobatan. Peningkatan BB yang cepat disebabkan oleh adanya
retensi caairan dan natrium yang berhubungnn dengan pengobatan steroid
3. Kaji pasien mengenai ada rasa haus, kelelahan, nadi cepat, pengisian
kapiler memanjang, turgor kulit jelek, membrane mukosa kering. Catat
warna kulit dan temperaturnya
R/: Mengidentifikasi adanya hipovolemia dan mempengaruhi kebutuhan
volume pengganti.
4. Periksa adanya perubahan status mental dan sensori.
R/: Dehidrasi berat menurunkan curah jantung berat dan perfusi jaringan
terutama jaringan otak.
5. Aukultasi bising usus (peristaltic usus). Catat dan laporkan adanya mual,
muntah, dan diare.
R/: Kerusakan fungsi saluran cerna dapat meningkatkan kehilangan cairan
dan elektrolit dan mempengaruhi cara untuk pemberian cairan dan nutrisi
6. Berikan perawatan mulut secara teratur
R/: membantu menurunkan rasa tidak nyaman akibat dari dehidrasi dan
mempertahankan kerusakan membrane mukosa
7. Berikan cairan oral diatas 3000cc/hari sesegera mungkin sesuai dengan
kemampuan klien
R/: Adanya perbaikan pada saluran cerna dan kembalinya fungsi saluran
cerna tersebut memungkinkan untuk memberikan cairan dan elektrolit
melalui oral
Kolaborasi
8. Berikan cairan, antara lain:
Cairan NaCl 0,9% . R/: Mungkin membutuhkan cairan pengganti 4-
6Ltr.dengan pemberian cairan NaCl 0,9% melalui Iv 500-1000ml/jam, dapat
mengatasi kekurangan natrium yang sudah terjadi
Larutan glukosa . R/: Dapat menghilangkan hipovolemia
9. Berikan obat sesuai dosis
Kortison (ortone)atau hidrokotison (cortef) 100mg intravena setiap 6jam
untuk 24jam.
R/: Dapat mengganti kekurangn kortison dalam tubuh dan meningkatkan
reabsorbsi natrium sehingga dapat menurunkan kehilangan cairan dan
mempertahankan curah jantung
Mineral kortikoid, fludokortison, deoksikortikosteron 25-30mg/hari peroral
R/: dimulai setelah pemberian dosis hidrokortisol yang tinggi yang telah
mengakibatkan retensi garam berlebihan yang mengakibatkan gangguan
tekanan darah dan gangguan elektrolit
10. Pasang atau pertahankan kateter urin dan selang NGT sesuai indikasi
R/: dapat memfasilitasi pengukuran haluaran dengan akurat baik urin
maupun dari lambung, memberikan dekompresi lambung dan membatasi
muntah
11. Pantau hasil laboratorium
Hematokrit (Ht)
R/: Peningkatan kadar Ht darah merupakan indikasi terjadinya
hemokonsentrasi yang akan kembali normal sesuai dengan terjadinya
dehidrasi pada tubuh
Ureum atau kreatinin
R/: peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah merupakan indikasi
terjadinya kerusakan tingkat sel karena dehidrasi atau tanda serangan gagal
ginjal
Natrium
R/: hiponatremia merupakan indikasi kehilangan melalui urin yang
berlebihan karena gangguan reabsorpsi pada tubulus ginjal
Kalium
R/: penurunan kadar aldosteron mengakibatkan penurunan natrium dan air
sementara itu kalium tertahan sehingga dapat menyebabkan hiperkalemia
b. Dx 2: Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake tidak
adekuat (mual, muntah, anoreksia) defisiensi glukortikoid.
Tujuan: kebutuhan nutrisi klien kembali adekuat setelah dilakukan tindakan
intervensi
KH :
Tidak ada mual muntah
BB ideal (TB-100)-10%(TB-100)
Anoreksia (-)
Hb: W: 12-14 gr/dl , L: 13-16 gr/dl
Ht: W: 37-47% , L:42-52%
Albumin: 3,5-4,7g/dl
Globulin: 2,4-3,7g/dl
Bising usus: 5-12x/mnt
TTV dbn: N: 80-100x/mnt TD: 120/80mmHg
Temperature kulit hangat
Nyeri kepala (-)
Kesadaran compos mentis
Intervensi:
1. Aukultasi bising usus dan kaji apakah ada nyeri perut, mual atau muntah
R/: Kekurangan kortisol dapat menyebabkan gejala intestinal berat yang
mempengaruhi pencernaan dan absorpsi dari makanan
2. Catat adanya kulit yang dingin atau basah, perubahan tingkat kesadaran,
nadi yang cepat, nyeri kepal, sempoyongan
R/: Gejala hipoglikemia dengan timbulnya tanda tersebut mungkin perlu
pemberian glukosa dan mengindikasikan pemberian tambahan glukortikoid
3. Pantau pemasukan makanan dan timbang BB tiap hari
R/: Anoreksi, kelemahan, dan kehilangan pengaturan metabolismr oleh
kortisol terhadap makanan dapat mengakibatkan penurunan berat badan dan
terjadi malnutrisi
4. Berikan atau Bantu perawatan mulut
R/: Mulut yang bersih dapat meningkatkan nafsu makan
5. Berikan lingkungan yang nyaman untuk makna contoh bebas dari bau tidak
sedap, tidak terlalu ramai
R/: Dapat meningkatkan nafsu makan dan memperbaiki pemasukan makan.
Kolaborasi
6. Pertahankan status puasa sesuai indikasi
R/: Mengistirahatkan gastrointestinal, mengurangi rasa tidak enak dan
kehilangan
7. Berikan glukosa intravena dan obat obatan sesuai indikasi seperti
glukokortikoid
R/: Memperbaiki hipoglikemi, memberi sumber energi pemberian
glukokortikoid akan merangsang glukoneogenesis, menurunkan
pengguanaan glukosa dan membantu penyimpanan glukosa sebagai glikogen
8. Pantau hasil lab seperti Hb, Ht
R/: Anemia dapat terjadi akibat deficit nutrisi atau pengenceran yang terjadi
akibat retensi cairan sehubungan dengan glukokortikoid
c. Dx 3: Intoleransi aktivitas b.d penurunan produksi energi metabolisme,
ketidakseimbangan cairan elektrolit dan glukosa
Tujuan: Aktivitas klien kembali adekuat setelah dilakukan tindakan
KH:
Menunjukkn peningkatan kemampuan klien dan partisipasi dalam aktivitas
setelah dilakukan tindakan
TTV dbn : N: 80-100x/mnt RR: 16-20x/mnt , TD: 120/80 mmHg
Kelelahan (-)
Tidak terjadi perubahan TTV setelah melakukan aktivitas
Intervensi
1. kaji tingkat kelemahan klien dan identifikasi aktifitas yang dapat
dilakukan oleh klien
R/: Pasien biasanya telah mengalami penurunan tenaga, kelemahan otot
menjadi terus memburuk setiap hari karena proses penyakit dan
munculnya ketidak seimbangan natrium dan kalium
2. Pantau TTV sebelum dan sesudah melakukan aktivitas
R/: Kolapsnya sirkulasi dapat terjadi sebagai akibat dari stress, aktivitas
jika curah jantung berkurang
3. Sarankan pasien untuk menentukan masa atau periode antara istirahat
dan melakukan aktivitas
R/: Mengurangi kelelahan dan mencegah ketegangan pada jantung
4. Diskusikan cara untuk menghemat tenaga misal: duduk lebih baik
daripada berdiri selama melakukan aktifitas
R/: Pasien akan dapat melakukan aktivitas yang lebih banyak dengan
mengurangi pengeluaran tenaga pada setiap kegiatan yang dilakukan
5. Tingkatkan keterlibatan pasien dalam beraktivitas sesuai
kemampuannya
R/: Menambah tingkat keyakinan pasien dan harga dirinya secara baik
sesuai dengan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi.
2. Hipoglikemia
A. Definisi
Keadaan dimana glukosa darah dibawah 60 mg /dl, yang merupakan komplikasi
potensial terapi insulin atau obat hipoglikemik oral (Mary, 2009)
Hipoglikemia dapat terjadi pada pasien diabetes karena asupan makanan tidak
adekuat dibandingkan dengan dosis insulin. Latihan fisik, infeksi, dan stress
emosional juga dapat mempengaruhi kadar glukosa darah. Pasien yang tidak
mengalami diabetes juga rentan mengalami hipoglikemia (Pamela, 2011)
B. Etiologi
Penyebab hipoglikemia pada pasien yang sedang menerima pengobatan insulin
eksogen atau hipoglikemik oral antara lain :
1) Regimen insulin yang tidak fisiologis
2) Overdosis insulin
3) Tidak makan
4) Tidak mengonsumsi kudapan yang telah direncanakan
5) Gerak badan tanpa kompensasi makanan
6) Penyakit ginjal stadium akhir
7) Penyakit hati stadium akhir.
8) Konsumsi alcohol (Mary, 2009).
C. Tanda dan gejala
1) Gejala adrenergic
a) Pucat
b) Diaphoresis
c) Takikardi
d) Piloereksi
e) Palpitasi
f) Gugup
g) Cepat marah
h) Merasa dingin, lemah, dan gemetar
i) Merasa lapar
2) Gejala Neuroglikopeni
a) Sakit kepala
b) Konfusi
c) Parestesi sirkumoral
d) Merasa lelah
e) Berbicara tidak jelas
f) Diplopia
g) Emosi labil
h) Kejang dan koma ( Mary, 2009).
D. Patofisiologi
Seperti sebagian besar jaringan lainnya, metabolisme otak terutama
bergantung pada glukosa untuk digunakan sebagai bahan bakar. Saat jumlah
glukosa terbatas, otak dapat memperoleh glukosa dari penyimpanan glikogen di
astrosit, namun itu dipakai dalam beberapa menit saja. Untuk melakukan kerja yang
begitu banyak, otak sangat tergantung pada suplai glukosa secara terus menerus
dari darah ke dalam jaringan interstitial dalam system saraf pusat dan saraf-saraf di
dalam system saraf tersebut.
Oleh karena itu, jika jumlah glukosa yang di suplai oleh darah menurun, maka
akan mempengaruhi juga kerja otak. Pada kebanyakan kasus, penurunan mental
seseorang telah dapat dilihat ketika gula darahnya menurun hingga di bawah 65
mg/dl (3.6 mM). Saat kadar glukosa darah menurun hingga di bawah 10 mg/dl (0.55
mM), sebagian besar neuron menjadi tidak berfungsi sehingga dapat menghasilkan
koma.
E. Pemeriksaan penunjang
1) Prosedur khusus: Untuk hipoglikemia reaktif tes toleransi glukosa postpradial oral
5 jam menunjukkan glukosa serum <50 mg/dl setelah 5 jam.
2) Pengawasan di tempat tidur: peningkatan tekanan darah.
3) Pemeriksaan laboratorium: glukosa serum <50 mg/dl, spesimen urin dua kali
negatif terhadap glukosa.
4) EKG: Takikardia.
F. Penatalaksanaan
Terapi Hipoglikemia dapat cepat dipulihkan dengan pemberian glukosa
melalui intravena( 50 ml cairan dekstrosa 50%) atau pemberian glukosa secara oral
jika pasien cukup sadar untuk mencegah timbulnya aspirasi. Sebagai alternatif,
dapat juga diberikan glukagon 1 ml/IM (Pamela, 2011)
Injeksi glukosa 40% IV 25ml, infus glukosa 10%, bila belum sadar dapat
diulang setiap ½ jam sampai sadar (maksimum 6x), bila gagal beri injeksi efedrin bila
tidak ada kontraindikasi jantung dll 25-50 mg atau injeksi glukagon 1mg/IM, setelah
gula darah stabil, infus glukosa 10% dilepas bertahap dengan glukosa 5% stop.
G. Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
a. Pengkajian Primer
a) airway (jalan napas)
Kaji adanya sumbatan jalan napas. Terjadi karena adanya
penurunan kesadaran/koma sebagai akibat dari gangguan transport
oksigen ke otak.
b) Breathing (pernapasan)
Merasa kekurangan oksigen dan napas tersengal – sengal , sianosis.
c) Circulation (sirkulasi)
Kebas , kesemutan dibagian ekstremitas, keringat dingin,
hipotermi, nadi lemah, tekanan darah menurun.
d) Disability (kesadaran)
Terjadi penurunan kesadaran, karena kekurangan suplai nutrisi ke otak.
e) Exposure.
Pada exposure kita melakukan pengkajian secara menyeluruh.
Karena hipoglikemi adalah komplikasi dari penyakit DM kemungkinan kita
menemukan adanya luka/infeksi pada bagian tubuh klien / pasien.
b. Pengkajian Sekunder
a) Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang
menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya
nyeri pada luka.
b) Riwayat kesehatan
- Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka
serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
- Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain
yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit
pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun
arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-
obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
- Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota
keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat
menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
- SAMPLE
S : tanda dan gejala yang dirasakan klien
A: alergi yang dipunyai klien
M : tanyakan obat yang dikonsumsi untuk mengatasi masalah
P : riwayat penyakit yang diderita klien
L : makan minum terakhir, jenis yang dikonsumsi, penurunan dan
peningkatan napsu makan
E : pencetus atau kejadian penyebab keluhan
- Pengkajian nyeri
P : pencetus nyeri
Q: kualitas nyeri
R: arah perjalanan nyeri
S: skala nyeri
T: lamanya nyeri sudah dialami klien
c. Tanda tanda vital
Tekanan darah, irama dan kekuatan nadi, irama kedalaman
pernapasan, dan penggunaan otot bantu pernapasan, suhu tubuh
d. Pemeriksaan fisik
1) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran
pada leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan
pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental,
gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah
penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
2) Sistem integument
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman
bekas luka, kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan
gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
3) Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada
penderita DM mudah terjadi infeksi.
4) Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
5) Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi,
dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen,
obesitas.
6) Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.
7) Sistem musculoskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi
badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
8) Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi,
mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi
e. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga
terhadap penyakit penderita.
2) Diagnosa keperawatana dan intervensi
a. Diagnosa keperawatan : Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d adanya
benda asing
Intervensi :
1. Pastikan kebutuhan oral
2. Berikan O2 sesuai advice /\/ kolaborasi
3. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam
4. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
7. Auskultasi suara napas, catat adanya suara tambahan
8. Berikan bronkodilator
b. Diagnosa keperawatan ; Pola napas tidak efektif b/d adanya depresan pusat
pernapasan, obesitas, penurunan energi/kelelahan,
Tujuan :Pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1
jam
Kriteria hasil:
RR 16-24 x permenit
Ekspansi dada normal
Sesak nafas hilang / berkurang
Tidak suara nafas abnormal
intervensi :
1. Observasi tanda-tanda vital
2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
3. Pertahakan jalan napas yang paten
4. Pasang mayo bila perlu
5. Observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi
6. Auskultasi suara napas, catat adanya suara tambahan
b. Diagnosa ; Gangguan perfusi jaringan b/d hipoksia jaringan. Ditandai
dengan peningkatan TIK, nekrosis jaringan, pembengkakan jaringan otak,
depresi SSP dan oedema.
Tujuan : gangguan perfusi jaringan berkurang/hilang setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 1 jam.
Kriteria hasil :
tidak ada tanda – tanda peningkatan TIK
Tanda – tanda vital dalam batas normal
Tidak adanya penurunan kesadaran
Intervensi :
1. Catat status neurologi secara teratur, bandingkan dengan nilai
standart.
2. Catat ada atau tidaknya refleks-refleks tertentu seperti refleks
menelan, batuk dan Babinski.
3. Pantau tekanan darah
4. Perhatikan adanya gelisah meningkat, tingkah laku yang tidak sesuai.
5. Tin ggikan kepala tempat tidur sekitar 15-45 derajat sesuai toleransi
atau indikasi. Jaga kepala pasien tetap berada pada posis netral.
6. Berikan oksigen sesuai indikasi
c. Diagnose ; Resiko tinggi injuri b/d penurunan kesadaran.
Tujuan : mencegah terjadinya resiko injury sehubungan dengan penurunan
kesadaran.
Kriteria hasil : Pasien tidak mengalami injury.
Intervensi :
1. Berikan posisi dengan kepala lebih tinggi.
2. Kaji tanda-tanda penurunan kesadaran.
3. Observasi TTV
4. Atur posisi pasien untuk menghindari kerusakan karena tekanan.
5. Beri bantuan untuk melakukan latihan gerak.
DAFTAR PUSTAKA
Adhiarta, dkk. 2009. Krisis Adrenal. Universitas Padjadjaran : Bandung
Doenges, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta
Esther, dkk. 2010. Patofisiologi Aplikasi Pada Praktik Keperawatan. EGC: Jakarta
Merry dkk. 2009. Seri Asuhan Keperawatan Gangguan Endokrin.EGC: Jakarta
Pamela, dkk. 2011. Pedoman Keperawatan Emergensi. EGC: Jakarta