JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 1, SEPTEMBER 2016 – FEBRUARI 2017 : 90 - 102
90
Fungsi dan Situasi Danseigo oleh Tokoh Wanita dalam
Anime Genshiken Nidaime Second Season
Irma Widya Yulinda
Dwi Anggoro Hadiutomo
Program Studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga
Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan, Surabaya 60286
Email: [email protected]
Email: [email protected]
Abstrak
Dalam bahasa Jepang terdapat pula variasi bahasa terkait jenis kelamin penggunanya, yakni biasa
disebut dengan bahasa wanita (joseigo) dan bahasa laki-laki (danseigo). Dalam perkembangannya
implementasi penggunaan variasi bahasa tersebut mengalami perubahan. Dalam kesehariannya,
penggunaan variasi bahasa tersebut saling dipertukarkan. Dalam penelitian ini, peneliti menganalisis
situasi dan penyebab wanita menggunakan bahasa laki-laki (danseigo) di dalam anime “Genshiken
Nidaime Second Season”. Peneliti menggunakan teori SPEAKING dari Hymes dan konsep (who
speak, to whom, what language, when and what end) dari Fishman Melalui teori ini, dapat dilakukan
analisa terhadap tiap tuturan yang mengandung danseigo dengan cara membuat klasifikasi kategori
tindak tutur dan peristiwa tutur terhadap tuturan tersebut. Pada akhirnya banyak ditemukan
penyimpangan dalam kategori tindak tutur daripada peristiwa tutur dikarenakan memiliki lebih
banyak kalimat satu arah. Kalimat tersebut dapat berupa kalimat perintah, memberikan arahan, dan
juga sindiran atau pujian. Pada peristiwa tutur ditemukan fungsi dan situasi penggunaannya, yakni
menunjukkan adanya penekanan, ketegasan, naik turunnya emosi, perintah, keputusan, penunjukkan
solidaritas dan kesan persuasi. Tujuan penggunaan danseigo yang dapat dipahami antara lain untuk
menegur, mengejek, mengungkapkan kekesalan, mengungkapkan rasa semangat dan
mengungkapkan pendapat.
Kata kunci: danseigo, joseigo, peristiwa tutur, tindak tutur, variasi bahasa
Abstract
Japanese also has distinction in language user. This language variation divided into 'women
language' (joseigo) and 'man language' (danseigo). Nowadays, the implementation of those language
use has changed. Japanese are showing different experiences toward it, and becomes twisted. This
research analyze the causes of Japanese women using danseigo or man language within scenes in
the serial “Genshiken Nidaime Second Season”. The theory of SPEAKING by Hymes and Fishman
(who speak, to whom, what language, when and what end) was choosen for analyzing a speech that
had danseigo, and classify it into speech act and speech event as two big categories. As the result,
it was found that the speech act category has higher result than speech event, because speech act
shows more message within their speakers. The messages could be, showing their support; giving
commands; and even mocking or complementing. In the speech event we can found the function
and situation of its use, which shows the existence of emphasis, assertiveness, emotions, orders,
decisions, the solidarity and the impression of persuasion. The purpose of using danseigo that can
be understood was to reprimand, mock, express irritation, express a sense of spirit and express
opinions.
Keywords: danseigo, joseigo, speech event. speech act, language variation
JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 1, SEPTEMBER 2016 – FEBRUARI 2017 : 90 - 102
91
1. Pendahuluan
Keberagaman bahasa muncul berdasarkan perbedaan sosial menyangkut
perbedaan tingkatan sosial, daerah, maupun gender. Bahasa Jepang juga memiliki
keberagaman atau variasi bahasa yang dipengaruhi oleh faktor jenis kelamin
pengguna bahasanya, yaitu ragam lisan untuk laki-laki dan wanita yang disebut 男
性語 danseigo (bahasa laki-laki) dan 女性語 joseigo (bahasa wanita). Tetapi seiring
dengan berjalannya waktu, laki-laki maupun wanita di Jepang saling
mempertukarkan kedua variasi bahasa tersebut, banyak wanita yang menggunakan
danseigo dan tidak jarang pula laki-laki menggunakan joseigo.
Danseigo dan joseigo termasuk dalam kelompok yakuwarigo (bahasa peran).
Kinsui dalam“yakuwarigo shojiten” (2014:6) menjelaskan bahwa variasi bahasa
laki-laki dan wanita merupakan kelompok役割語 (yakuwarigo) yaitu bahasa peran
yang terbentuk dari stereotipe masyarakat Jepang. Penggunaan kosakata, frasa, dan
intonasi dalam variasi bahasa berhubungan dengan spesifikasi penutur mengenai
umur, jenis kelamin, pekerjaan, tingkatan dalam masyarakat, umur, dan bahkan
sifatnya seperti apa, hal ini yang dimaksud dengan yakuwarigo.
Stereotipe yang ada di masyarakat membentuk suatu pengelompokan dan
ciri-ciri pada penggunaan variasi bahasa sehingga dapat memerikan dan menebak
petutur secara spesifik berdasarkan perbedaan umur, jenis kelamin, dan pekerjaan.
Yakuwarigo tersebut pada dasarnya identik dengan karya fiksi yang kerap
memunculkan banyak stereotipe dalam pengklasifikasian variasi bahasa, karya fiksi
yang banyak menonjolkan yakuwarigo adalah karya fiksi visual seperti manga
ataupun anime. Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk menjadikan anime
sebagai objek penelitian. Batasan penelitian hanya dilakukan pada penggunaan
danseigo oleh wanita, hal ini dikarenakan penggunaan tersebut lebih berdampak
negatif dalam kehidupan bermasyarakat karena wanita yang menggunakan
danseigo akan dipandang tidak wajar, tidak santun dan terkesan arogan.
Menurut Shigeko Okamoto(1992) dalam penelitiannya yang berjudul
“Less Feminine Speech Among Young Japanese Women” penggunaan danseigo
didominasi oleh wanita rata-rata umur 18-23 yang merupakan rentang umur ideal
JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 1, SEPTEMBER 2016 – FEBRUARI 2017 : 90 - 102
92
seorang mahasiswi. Anime “Genshiken Nidaime Second Season” dipilih sebagai
sumber data karena memenuhi kriteria tersebut, yakni memiliki banyak tokoh
wanita dan penggunaan danseigo oleh wanita dengan rata-rata umur 18-23 yang
merupakan sekelompok mahasiswa dan mahasiswi. Genshiken Nidaime merupakan
sekuel dari serial Genshiken yang menceritakan tentang keseharian perkumpulan
para mahasiswa dan mahasiswi otaku (penggemar berat) dari manga, anime, dan
cosplayyang sedang menempuh studi di Universitas Shiiou. Genshiken sendiri
adalah kependekan dari 現代視覚文化研究 (gendai sikaku bunka kenkyuu) yang
berarti studi tentang budaya visual modern.
Season dua ini terdiri dari 13 episode yang menceritakan tentang perekrutan
anggota baru yang diketuai oleh seorang wanita bernama Ogiue. Hasil dari
perekrutan tersebut didominasi oleh anggota wanita yaitu Yajima, Yoshitake, Sue
dan salah satu tokoh utama dalam season kali ini yakni Hato yang ternyata adalah
seorang laki-laki senang berdandan layaknya wanita. Season ini tidak hanya
menampilkan tokoh baru saja, ada beberapa tokoh yang telah muncul di season
sebelumnya yakni para senior dari Genshiken selain Ogiue ada juga Ohno,
Kasukabe, Madarame, Kosaka, Sasahara, Kuchiki, Tanaka, Kugapi dan Keiko.
Anggota tertua dari perkumpulan Genshiken adalah Ohno, Madarame, Tanaka,
Kugapi lalu disusul dengan keberadaan Sasahara, Kasukabe, Kosaka dan Kuchiki
kemudian junior mereka adalah Ogiue.
Penggunaan danseigo oleh tokoh wanita muncul dalam situasi tertentu dan
memiliki fungsi dan tujuan tertentu pula. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan
mengetahui penyebab penggunaan danseigo oleh wanita dengan melihat danseigo
apa saja yang muncul dalam setiap tuturan dan pada situasi bagaimana danseigo
tersebut digunakan. Selain itu dilihat pula penggambaran karakter tokoh wanita
pengguna danseigo tersebut.
Penelitian ini menerapkan teori kajian dan prinsip-prinsip sosiolinguistik
berupa teori tentang peristiwa tutur dan tindak tutur yang digunakan untuk mengkaji
situasi dalam sebuah tuturan. Teori tersebut dikemukakan oleh Hymes dalam Chaer
(2004) berupa teori SPEAKING dan Fishman dalam Chaer (2004) meliputi teori
who speak, to whom, what language, when and what ends. Melalui penerapan teori
JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 1, SEPTEMBER 2016 – FEBRUARI 2017 : 90 - 102
93
tersebut dianalisa tentang penyebab penggunaan danseigo dalam situasi tertentu
oleh kaum wanita. Adapun pengelompokan dan fungsi danseigo yang dijabarkan
dianalisa dengan menggunakan teori dari Kinsui (2009).
Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang dijadikan referensi dalam
penelitian kali ini. Pertama, “Penyimpangan pemakaian danseigo dan joseigo
dalam Film Drama Televisi Gokusen” oleh Annisa Laila Khaled. Dalam penelitian
ini dilakukan analisis letak penyimpangan dan terjadinya penyimpangan danseigo
serta joseigo menggunakan metode deskriptif. Klasifikasi variasi bahasa dilakukan
berdasarkan sudut pandang fonologi, leksikon, morfologi, sintaksis. Dalam
penelitian ini dianalisis kedua jenis bahasa yaitu danseigo serta joseigo, namun
terdapat kekurangan pada pembagian analisis tokoh dalam analisis tersebut. Kedua,
“Analisis setting tuturan pada ujaran yang menggunakan wakamono kotoba dalam
komik conan vol. 4 file 8-10” oleh Alien Maulida Nurtaqwim. Penelitian ini
membahas mengenai fungsi dan setting tuturan dengan teori Hymes dan Fishman.
Dalam penelitian ini tidak terdapat pembahasan danseigo melainkan hanya
berfokus pada wakamono kotoba. Ketiga, “Less Feminime Speech Among Japanese
Young Woman” oleh Okamoto Shigeko. Dilakukan klasifikasi dalam bentuk variasi
bahasa laki-laki dan wanita, kemudian dilakukan pencatatan pada jumlah
penyimpangan yang terjadi. Metode yang digunakan merupakan observasi yang
mengkaji hubungan antara pemilihan bahasa dalam hubungannya dengan
penunjukan identitas diri. Keempat, “大学生の雑談に表れるジェンダー表現の
機能”oleh Chin Yeyen yang membahas tentang penggunaan danseigo serta joseigo
pada pria dan wanita. Metode yang digunakan merupakan observasi yang dilakukan
pada mahasiswa dan mahasiswi umur 20 tahun.Penelitian ini lebih condong pada
perbedaan variasi bahasa laki-laki dan wanita, pencarian fungsi situasi pemilihan
bahasa yang dilihat dari aspek intonasi bahasa, ekspresi ekspresi kata, kata ganti
orang, kata seru, serta ekspresi bully.
2. Metode Penelitian
Kinsui, Takubo dan Tanaka menjelaskan apa saja partikel akhiran, kata
ganti orang, dan kata seru yang merupakan variasi bahasa laki-laki mencakup
JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 1, SEPTEMBER 2016 – FEBRUARI 2017 : 90 - 102
94
pengelompokan shujoshi (partikel yang berada di akhir kalimat)(終助詞) ,
ninshoo daimeishi (kata ganti orang)(人称代名詞), kandoushi (kata seru) (感
動詞 . Kinsui mengkalisifikasikan kelompok shujoshi, ninshoo daimeishi, dan
kandoushi sebagai bentuk kata yang umumnya digunakan oleh laki-laki dan
dianggap sebagai danseigo (bahasa laki-laki). Shujoshi, ninshoo daimeishi dan
kandoushi yang muncul sebagai danseigo akan peneliti jabarkan fungsinya menurut
teori Kinsui dan Takubo. Pengertian dari masing-masing danseigo dilihat dalam
kamus Daijirin yang ditulis oleh Akira Matsumura (1990).
“Sosiolinguistik Perkenalan Awal” yang ditulis oleh Abdul Chaer dan
Leonie Agustina menjelaskan bahwa menurut Fishman, sosiolinguistik adalah studi
yang mempelajari tentang who speak, what language to whom, when and what ends.
Dari keempat komponen itulah kita bisa melihat tujuan serta perihal penggunaan
beberapa variasi bahasa. Dalam menganalisis sebuah situasi tuturan, peneliti
menggunakan teori analisis situasi tuturan menurut Hymes (dalam Chaer dan
Agustin 2004,50) meliputi SPEAKING yaitu S (setting and scene), P (Participants),
E (Ends), A (Act sequences), K (Key : tone or spirit of act), I (Instrumentalities), N
(Norms of interaction and interpretation), G (Genres). Terjadinya proses
komunikasi atau percakapan tersebut dibedakan menjadi peristiwa tutur dan tindak
tutur, peristiwa tutur (speech event) pada dasarnya merupakan rangkaian dari
sejumlah tindak tutur (speech act) yang terorganisasi untuk mencapai satu tujuan.
Sebuah percakapan baru dapat disebut sebagai sebuah peristiwa tutur kalau
memenuhi syarat seperti pokok percakapan yang menentu, terdapat tujuan,
dilakukan oleh orang-orang yang memang saling kenal, dan menggunakan ragam
bahasa yang tetap. Dalam batasan mengenai norma, peneliti menggunakan batasan
kebudayaan Jepang yakni mengenai konsep meue-meshita (atasan-bawahan) yang
membahas tentang tingkatan dan kedudukan sosial dalam masyarakat lalu konsep
uchi-soto (dalam-luar) yang membahas tentang hubungan kekerabatan.
Pada penelitian ini, peneliti memilih metode kualitatif deskriptif. Metode ini
dipilih guna mengkaji data secara sistematis dan terstruktur dalam klasifikasi
pengambilan data yang berupa percakapan. Peneliti melakukan pengamatan dan
pencatatan data penelitian agar dapat dilakukan penjabaran sesuai dengan rencana
JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 1, SEPTEMBER 2016 – FEBRUARI 2017 : 90 - 102
95
analisa data. Data yang telah diambil, diklasifikasikan dan dianalisis sesuai dengan
teori SPEAKING dan konsep who speak,what language to whom, when, and what
ends. Data tersebut kemudian dijadikan data utama dalam penelitian ini.
Metode pengumpulan data pada penelitian ini awalnya dilakukan dengan
mencari penggunaan danseigo pada setiap percakapan oleh setiap tokoh wanita.
Data yang telah terkumpul berjumlah 216 tuturan yang kemudian diklasifikasikan
lagi menjadi 26 penyimpangan berdasarkan dengan validitas kriteria yang
diinginkan oleh peneliti. Dari 26 data utama yang didapat oleh peneliti, kemudian
dilakukan analisis awal mengenai situasi dan fungsi penggunaan danseigo lalu
dikelompokkan menjadi peristiwa tutur dan tindak tutur.
3. Hasil dan Pembahasan
Sesuai dengan teori Hymes peristiwa tutur merupakan kondisi dimana
terjadi percakapan aktif antara satu sama lain dalam topik bahasan tertentu. Dalam
26 data utama yang telah dipilih oleh peneliti berdasarkan dengan analisis fungsi
dan situasi maka ditemukan 10 data dimana terjadi percakapan secara aktif antar
tokoh. Data tuturan yang tidak memenuhi prasyarat peristiwa tutur, yakni meliputi
teori SPEAKING, dikelompokkan menjadi tindak tutur karena tuturan terjadi hanya
berdasarkan oleh faktor psikologis penutur dan tidak memiliki topik bahasan
tertentu. Data tersebut lalu dianalisis dengan menggunakan teori Fishman.
Danseigo adalah variasi bahasa Jepang yang digunakan oleh laki-laki, dan
memiliki kesan maskulin. Takubo (dalam Senko K Maynard 2005,3) menjelaskan
bahwa ekspresi maskulin umumnya menunjukkan adanya persuasi, klaim, penuh
ketegasan dan kata-kata perintah. Dengan kata lain,danseigo berperan sebagai
bahasa yang penuh dengan ketegasan, sedangkan sebaliknya gaya bahasa joseigo
tidak memiliki banyak penekanan dan kesan ketegasan.
Pengelompokkan bentuk bahasa danseigo menurut Kinsui yakni partikel
akhiran/shujoshi(終助詞;だぜ、だぞ、だな、だね、だよ、さ、ぜ、ぜえ、
ぞ、な、や), kata ganti orang/ninshoo daimeishi (人称代名詞;おれ、ぼ
く、おいら、わし、おまえ、きみ), dan kata seru/kandoushi(感動詞;おい、
JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 1, SEPTEMBER 2016 – FEBRUARI 2017 : 90 - 102
96
こら、おお). Fungsi penggunaan danseigo menurut Kinsui (2004) antara lain
untuk mengungkapan adanya penekanan, perintah, keputusan dan memaksa lawan
tutur untuk mendengarkan pendapatnya yang bersifat persuasif. Selain itu fungsi
penggunaan danseigo menurut Takubo (1992) adalah menunjukkan adanya
persuasi, klaim, penuh ketegasan dan kata-kata perintah serta digunakan untuk
percakapan dengan teman dekat.
Tuturan yang mengandung danseigo lebih sering muncul sebagai tindak tutur
daripada peristiwa tutur. Hal ini disebabkan oleh faktor bahwa danseigo banyak
memiliki fungsi untuk menunjukkan penekanan dan ketegasan yang muncul di
dalam suatu tuturan, mencakup ciri-ciri tindak tutur seperti kata-kata perintah atau
suatu pernyataan yang dipengaruhi oleh faktor psikologis dan bersifat satu arah. Pada
data di bawah ini terdapat tiga danseigo yang merupakan peristiwa tutur karena
memiliki topik tuturan, di dalam waktu, tempat dan situasi tertentu seperti yang
terlihat di bawah ini:
Analisis Danseigo pada Data 2 (Episode 1)
スエ : ええ、大開はとちゃん、それは“犯罪だよ”会議。
Ee, daikai Hato chan, sore ha “hanzai dayo” kaigi.
大濃 : 本当にそうですよ、はと君。
Hontouni sou desuyo, Hato kun.
波戸 : はい。
Hai.
大濃 : ただでさえ、トイレで着替えるのはれいあとしてごはっとな
のに。。
Tada de sae, toire de kigaeru no ha reia toshite gohatto na no ni..
矢島 : そこなのか。
Soko nano ka.
大濃 : それは女子トイレとなれば、警察サタはひっしですよ!
Sore ha jyoshi toire to nareba, keisatsu sata ha hissi desu yo!
波戸 : はい、女子トイレなら入る時さえ気をつければいいかなって
男性トイレは出る時外の様子がわからないし。
JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 1, SEPTEMBER 2016 – FEBRUARI 2017 : 90 - 102
97
Hai, Jyoshi toire nara hairu toki sae ki wo tsukereba ii ka natte,
dansei toire ha hairu kigai no yousu ga wakaranai shi.
大濃 : そういう問題じゃありません。家では着替えられないんです
か?
Sou iu mondai jya arimasen. Ie de ha kigaerarenaindesuka?
波戸 : 最初はそうだったんですけど、片道三十分だから往復で一時
間、それに方化粧とか服きれい時間を合わせると部室に来る
のがかなり遅くなる時もあって。。
Saisho wa sōdatta ndesukedo, katamichi san jūbundakara ōfuku de
ichijikan, soreni hō keshō toka fuku kirei jikan o awaseru to bushitsu
ni kuru no ga kanari osoku naru toki mo atte..
吉武 : ここで着替えればいいじゃないですか?ちょっとぐらい外で
待っててもいいっすよね。
Koko de kigaereba ī janaidesu ka? Chotto gurai soto de mattete mo
īssu yo ne
大濃 : もちろんですよ!スエはここにコスープレイしてますから。
Mochirondesu yo! Sue wa koko ni kosūpurei shitemasukara.
波戸 : できるだけ男だってことを皆さんに意識してほしいがないの
で。
Dekirudake otoko datte koto o minasan ni ishiki shite hoshī ga
nainode.
大濃 : うんんん。。
Unnn..
吉武 : そういう意識はすでに吹っ飛んでる気がするっす。
Sōiu ishiki wa sudeni futton deru ki ga surussu.
矢島 : いいそう逆にさ、最初から男の格好でくらいいいんじゃない
の?女将なんか知ってるからよやこしんだよ。ふだんしとか
ってまだ正直よくわかんないけどよ、でもむしろそっちにな
れたほうが、かんがう考えたらお互いに楽なんじゃないの?
JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 1, SEPTEMBER 2016 – FEBRUARI 2017 : 90 - 102
98
Ī-sō gyaku ni sa, saisho kara otoko no kakkō de kurai ī n janai no?
Okami nanka shitterukara yo yakoshin dayo. Fudan shi toka tte
mada shōjiki yoku wakan'naikedo yo, demo mushiro sotchi ni nareta
hō ga, kan ga u kangaetara otagai ni rakuna n janai no?
スエ : 着替える場所ならあるぞ!
Kigaeru bashonara aru zo!
Sue : Yaa inilah sidang terhadap tindakan kriminal Hato!
Ohno : Beneran loo Hato..
Hato : Iya..
Ohno : Lagian cosplayer1 itu ga boleh berganti di toilet!
Yajima : Ooh jadi itu masalahnya.
Ohno : Dan jika kamu melakukannya di toilet perempuan nanti kalau
ketahuan bisa-bisa kamu dilaporkan ke polisi loh
Hato : Iya..
Hato : Aku kira akan lebih baik jika berganti pakaian di dalam toilet
perempuan, kalau berganti di toilet laki-laki nanti pada saat keluar
ada apa-apa kan gatau
Ohno : Sebenarnya ga masalah sih ... kenapa kamu ga ganti dirumah saja?
Hato : Awalnya begitu ... tetapi ternyata jadinya buru-buru, belum make up
dan menggunakan baju lalu dari rumah ke kampus juga sekitar 30
menit
Yoshitake : Kenapa tidak ganti disini saja? Kita kan bisa nunggu diluar sebentar
Ohno : Iya boleh-boleh saja, Sue kan juga biasanya cosplay dan berganti
pakaian disini
Hato : Mmm … sebisa mungkin aku tidak mau menunjukkan aku sebagai
laki-laki di depan kalian
Ohno : Hmmm…
Yoshitake : Hmmmm kalau itu kan juga sudah tau dari dulu
1 “Cosplayer: One who takes part in cosplay” “seseorang yang berpartisipasi dalam kegiatan
cosplay”.. (http://www.yourdictionary.com/cosplay#websters)
JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 1, SEPTEMBER 2016 – FEBRUARI 2017 : 90 - 102
99
Yajima : Kenapa sih kamu ga dandan seperti laki-laki normal saja? Masalah
ini hanya gara-gara hal sepele kan? Aku sebenarnya juga kurang
paham bagaimana fujoshi 2 laki-laki tapi apakah tidak sebaiknya
berubah demi kebaikan bersama?
Sue : Kalau tempat buat ganti baju sih ada!
Dalam percakapan diatas terdapat tiga danseigo yaitu “sa”,”dayo” dan “zo”
yang merupakan bagian dari shujoshi dan memiliki klasifikasi sebagai peristiwa
tutur karena mencakup teori SPEAKING. Shujoshi “sa” dan “dayo” diucapkan oleh
penutur Yajima untuk menegur Hato bahwa sebaiknya Hato tidak lagi melakukan
crossdressing3 karena itu hanya akan mempersulit diri sendiri dan orang disekitar.
Sedangkan shujoshi “zo” digunakan Sue untuk memberikan jalan keluar dalam
perdebatan mengenai tempat Hato berganti pakaian. Karena Sue sudah muak
dengan perdebatan tersebut, maka Sue lalu dengan santai mengutarakan
pendapatnya bahwa ada tempat berganti pakaian yang cocok dengan Hato. Fungsi
danseigo pada tuturan di atas antara lain untuk menekankan, menegaskan pendapat
dan dengan tujuan untuk memerintah lawan tutur agar mengikuti pendapat yang
telah disampaikan penutur.
Pada data dibawah ini terdapat dua danseigo yang merupakan klasifikasi
dari tindak tutur karena tidak memenuhi rumusan dalam teori SPEAKING dan tidak
memiliki topik bahasan tertentu.
Analisis Danseigo pada Data 8 (Episode 3)
惠子 : あは、もういや、疲れた!帰る。
Aha, mō iya, tsukareta! Kaeru.
斑目 : ああ、帰れ!帰れ!
Aa, kaere! Kaere!
2 Fujoshi adalah istilah untuk perempuan yang menyukai tindakan yang unik dan menyimpang
yakni ekspresi hubungan romantic antara laki-laki.
(http://journal.transformativeworks.org/index.php/twc/article/view/462/386) 3 “Crossdressing: The act of one dressing up as the gender that they do not normally find
themselves living as” “Kegiatan berpakaian yang tidak sesuai dengan gender”.
(http://www.urbandictionary.com/define.php?term=cross-dressing)
JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 1, SEPTEMBER 2016 – FEBRUARI 2017 : 90 - 102
100
惠子 : お前ちゃんと失礼できてねえんだよ!だからいつまでもこの
とこでいつもぐだぐだやってんだ。
Omae chanto shitsurei deki tenēndayo! Dakara itsu made mo kono
toko de itsumo gudaguda yattenda.
斑目 : はああ
Haa
惠子 : 一遍ぐらい現実に濃くってみろ,オタク!
Ippen gurai genjitsu ni kokutte miro, otaku!
Keiko : Ah uda ah capek! Aku pulang.
Madarame : Aaa pulang sana pulang !
Keiko : Kamu tu gabisa sopan ya! Makanya sampe sekarang kamu menyia-
nyiakan waktumu di tempat ini tanpa melakukan apa-apa
Madarame : Haaaa
Keiko : Coba sekali-kali ajak seseorang untuk keluar dalam kehidupan nyata
dasar otaku !braaakk!!(Membanting pintu)
Dalam percakapan di atas penutur memperlihatkan pertengkaran yang terjadi antara
penutur (Keiko) dan lawan tutur (Madarame). Ketika Keiko pamit pulang,
Madarame malah semakin mengusirnya, karena itu Keiko semakin geram pada
Madarame sehingga menggunakan nininsho daimeishi yaitu “omae” dengan tujuan
mengungkapkan rasa kesalnya memanggil Madarame dan menggunakan
shujoshi“dayo” untuk mengejek Madarame. Fungsi danseigo pada kedua ujaran
tersebut adalah untuk menekankan dan menegaskan ejekan atau emosi.
4. Simpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
Ditemukan danseigo yang lebih sering muncul dalam tindak tutur daripada peristiwa
tutur. Hal ini disebabkan oleh faktor yakni danseigo banyak memiliki fungsi untuk
menunjukkan penekanan dan ketegasan yang rata-rata muncul di dalam suatu tuturan,
JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 1, SEPTEMBER 2016 – FEBRUARI 2017 : 90 - 102
101
mencakup ciri-ciri tindak tutur seperti kata-kata perintah atau suatu pernyataan yang
dipengaruhi oleh faktor psikologis penutur seperti ungkapan kekesalan. Fungsi
digunakannya danseigo antara lain meliputi menunjukkan adanya penekanan,
ketegasan, naik turunnya emosi, adanya suatu perintah, keputusan, penunjukkan
solidaritas dan kesan persuasi.Tujuan penggunaan danseigo adalah untuk menegur,
mengejek, mengungkapkan kekesalan, mengungkapkan rasa semangat dan
mengungkapkan pendapat.
Daftar Pustaka
Buku:
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta
Chaer, Abdul dan Agustin, Leonie. 2004. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal,
Jakarta: Rineka Cipta
Djajasudarma, Fatimah. 2006. Metoda Linguistik. Bandung: Refika Aditama
Satoshi, Kinsui. 2009. Visual Nihongo Yakuwarigo No Nazo. Tokyo: Iwanami
Satoshi, Kinsui. 2014. Yakuwarigo (shojiten). Tokyo: Kenkyusha
Lindsey, Linda L. 1990. Gender Roles: A Sociological Perspective. New Jersey:
Prentice Hall-inc
Maynard, Senko K. 2005. Danwa Hyogen Handbook. Tokyo: Kuroshioshuppan
Akira, Mutsumura. 1990. Daijirin. Tokyo: Sanshogyo
Nababan, P.W.J. 1993 Sosiolinguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Natsuko, Tsujimura.1996.An introduction to Japanese Linguistics. United
Kingdom: Blackwell Publishing Company
Sasaki Mizue, 2006, Nihongo to Jenda,Tokyo: Hitsuji.
Sudjianto, Dahidi Ahmad. 2004. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Jakarta:
Kesaint Blanc
Sumarsono. 2013. Sosiolinguistik. Yogyakarta: SABDA
Toshiko, Tanaka. 1990,Nihongo no Bunpou. Tokyo: Kindai Bungeisha
Johnson, Toni.Woods. 2010. Manga: An Anthology of Global and
CulturalPerspectives.USA:Bloomsbury
JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 1, SEPTEMBER 2016 – FEBRUARI 2017 : 90 - 102
102
Jurnal dan skripsi:
Khaled, Annisa Laila. 2005. “Penyimpangan Pemakaian Danseigo dan Joseigo
Dalam Film Drama Televisi GOKUSEN”. Skripsi. Jakarta. Program Studi S1
Jepang Universitas Indonesia. (Diakses pada 30 Januari 2017)
Nurtaqwim, Alien Maulida. “Analisis SettingPertuturan pada Ujaran yang
Menggunakan Wakamonono Kotoba dalam Komik Conan Vol.4 File 8-10”.
Skripsi. Surabaya. Program Studi S1 Sastra Jepang Universitas Airlangga.
Website:
Macwilliams Mark. W, 2006, “Japanese Visual Culture”.
(https://books.google.co.id/books/about/Japanese_Visual_Culture.html?id=
MknfBQAAQBAJ&redir_esc=y ) diakses pada 13 Agustus 2016.
Mchugh, Charles. Uenishi, Koji. Li Liping. “Nakama Consciousness and Social
Behavior Reported by Adult Japanese Males and
Females”.(http://web.uri.edu/iaics/files/13CharlesMcHughKojiUenishiLipin
gLi.pdf) diakses pada 13 Agustus 2016.
Okamoto, Shigeko. “Tasteless Japanese: Less Feminine Speech Among Japanese
Women”. (http://web.stanford.edu/~eckert/PDF/okamoto1995.pdf) diakses
pada 13 Agustus 2016.
Suzuki, Midori. “The possibilities of research on fujoshi in Japan”.
(http://journal.transformativeworks.org/index.php/twc/article/view/462/386)
diakses pada 30 Januari 2017.
Yiyin, Chen. 2001. “Daigakusei no zatsudan ni arawareru jenda hyogen no kino”.
(http://www.gender.jp/journal/no10/12_chin.html) diakses pada 13 Agustus
2016.
Suzuki, Midori. “The possibilities of research on fujoshi in Japan”.
(http://journal.transformativeworks.org/index.php/twc/article/view/462/38
6) diakses pada 30 Januari 2017.
Definisi “cosplayer”. (http://www.yourdictionary.com/cosplay#websters) diakses
pada 30 Januari 2017.
Definisi“crossdressing”. (http://www.urbandictionary.com/define.php?term=
cross-dressing) diakses pada 30 Januari 2017.