xxiii
DAFTAR NOTASI
A = Luas
Ai = Luas permukaan dalam pipa
Am = Luas rata-rata permukaan pipa
c = Jumlah dari toleransi mekanis
D = Diameter pipa
DC = Diameter (inci) dari bukaan lingkaran sama dengan jumlah luasan
pada bukaan inlet, extraction, dan exhaust
do = Diameter luar pipa
di = Diameter dalam pipa
Ec = Basic quality factor
Eq = Quality factor
Ej = Joint quality factor
Es = Structural grade quality factor
EXP = Kondisi expansi
f = Faktor pengurangan stress
F = Gaya tegak lurus terhadap potongan
Fxc = Gaya pada sumbu x program Caesar II
Fyc = Gaya pada sumbu y program Caesar II
Fzc = Gaya pada sumbu z program Caesar II
Fax = Gaya aksial
FR = Gaya radial
xxiv
FL = Gaya longitudinal
Fxp = Gaya pada sumbu x pompa
Fyp = Gaya pada sumbu y pompa
Fzp = Gaya pada sumbu z pompa
G = Modulus geser
HYD = Kondisi pembebanan hidrotes (tes dengan air)
HP = Tekanan hidrostatis
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Didalam sebuah Plant, baik itu LNG Plant, Petrochemical Plant, Fertilizer
Plant, Nuclear Plant, Geothermal Plant, Gas Plant, baik di On-Shore maupun di
Offshore, semuanya mempunyai dan membutuhkan Piping. Piping mempunyai
fungsi untuk mengalirkan fluida dari satu tempat ke tempat lainnya. Fluida yg
berada didalamnya bisa berupa gas, air, ataupun Vapour yang mempunyai
temperature tertentu. Karena umumnya material pipa terbuat dari metal, maka
sesuai dengan karakteristiknya, pipa akan mengalami pemuaian jika dipanaskan
dan akan mengalami pengkerutan apabila didinginkan. Setiap kejadian pemuaian
ataupun pengkerutan dari pipa tadi, akan menimbulkan pertambahan ataupun
pengurangan panjang pipa dari ukuran semula, dalam skala horizontal. Misalkan
pipa tersebut tersambung dari Heat Exchanger ke Cooler Box, maka perpanjangan
ataupun pengurangan tadi, secara otomatis akan membawa pengaruh terhadap titik
dimana pipa tersebut tersambung. Heat exchanger merupakan salah satu urat
nadi proses dilingkungan industri yang sangat diperlukan sebagai sarana
perpindahan panas. Sedangkan Cooler Box merupakan equipment yang
melakukan pemisahan fase berdasarkan temperatur ataupun pressure.
Perancangan sistem perpipaan yang baik dan aman sangat dibutuhkan untuk
menjamin kelangsungan dari proses serta menjamin umur pemakaian dari sistem
pemipaan sesuai dengan siklus rancangan. Namun pada kenyataannya dilapangan
masih ditemukan kegagalan-kegagalan yang terjadi pada sistem pipa, baik pada
saat instalasi maupun operasi. Hal ini jelas merugikan karena sistem tidak dapat
beroperasi secara maksimum. Untuk itulah perlu dilakukan stress analysis pada
pipa sehingga tidak mengalami overstress.
2
Support adalah alat yang digunakan untuk menahan atau memegang sistem
perpipaan. Support dirancang untuk dapat menahan berbagai macam bentuk
pembebanan baik statis maupun dinamis. Penempatan support harus
memperhatikan dari pergerakan sistem perpipaan terhadap profil pembebanan
yang mungkin terjadi pada berbagai kondisi. Berdasarkan pembebanannya
penyangga pipa dapat dibagi menjadi dua (Raswari, 1986) yaitu pembebanan
statis dan pembebanan dinamis.
Memperhitungkan cost (biaya) yang dibutuhkan dalam perancang pipa juga
merupakan hal utama yang harus kita pikirkan. Sehingga, nantinya kita bisa
mendapatkan suatu sistem perpipaan yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi
dan tentunya tetap dapat berjalan dengan aman dalam suatu plant project.
Pada tugas akhir ini akan dilakukan perancangan sistem perpipaan dan
analisa tegangan yang mengacu pada code atau standard ANSI/ASME B31.3
Chemical Plant And Petroleum Refinery Piping. Dimana analisis tegangan
dilakukan dengan menggunakan bantuan program CAESAR II versi 5.1.
1.2. Perumusan Masalah
Permasalahan dari tugas akhir ini adalah :
1. Bagaimana Tegangan (stress) yang terjadi pada masing-masing
konfigurasi sistem perpipaan dari Heat exchanger ke Cooler box ?
2. Berapakah biaya untuk masing-masing konfigurasi sistem perpipaan dari
Heat exchanger ke cooler box ?
3. Manakah konfigurasi sistem perpipaan dari Heat exchanger ke cooler box
yang aman untuk operasi, yang sesuai dengan code, dan memiliki biaya
(cost) yang ekonomis ?
3
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penyusunan tugas akhir dengan tema perancangan dan analisis
tegangan pada sistem perpipaan adalah :
1. Mengetahui Tegangan (stress) yang terjadi pada masing-masing konfigurasi
sistem perpipaan dari Heat exchanger ke Cooler box.
2. Mengetahui biaya untuk masing-masing konfigurasi sistem perpipaan dari
Heat exchanger ke cooler box.
3. Mengetahui konfigurasi sistem perpipaan mana yang aman untuk operasi
sesuai dengan code, dan memiliki biaya (cost) yang ekonomis dari Heat
exchanger ke cooler box.
1.4. Manfaat
Manfaat utama yang didapatkan dari penyusunan tugas akhir ini adalah
untuk mendapatkan sebuah sistem perpipaan yang aman untuk operasi sesuai
dengan code dan standard internasional, mulai dari pemilihan material sampai
dengan analisis tegangan pipa dengan menggunakan program analisis tegangan
CAESAR II versi 5.1.
1.5. Batasan Masalah
Batasan dalam penulisan tugas akhir ini adalah :
1. Perancangan dan analisis sistem perpipaan dalam tugas akhir ini adalah
sistem perpipaan dari heat exchanger menuju cool box pada proyek ROPP
RI 031.
2. Pemodelan dan analisis menggunakan program analisis tegangan Caesar II
Versi 5.1.
3. Pipa dianggap homogen dan isotropis pada saat melakukan analisis.
4. Pipa sesuai dengan standard ASME B31.3.
5. Flange dimodelkan sebagai elemen rigid dengan menambah berat pada
model.
4
1.6. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan laporan tugas akhir ini dimulai dengan bab satu yang
berisi pendahuluan yang menjelaskan tentang latar belakang penelitian yang akan
dilakukan, perumusan masalah, tujuan yang hendak dicapai dalam tugas akhir ini,
manfaat yang diperoleh, batasan masalah dan sistematika penulisan laporan.
Dasar teori dan tinjauan pustaka yang menjadi sumber referensi dalam tugas
akhir ini dibahas dalam bab dua. Secara rinci bab dua ini berisikan tinjauan
pustaka yang menjadi acuan dari penelitian tugas akhir, dasar-dasar teori, rumus-
rumus dan code yang digunakan dalam penelitian tugas akhir.
Bab tiga pada penulisan laporan tugas akhir ini menjelaskan metodologi
penelitian yang digunakan untuk mengerjakan tugas akhir. Penjelasan tentang
langkah-langkah yang ada dan data-data yang digunakan dalam penelitian.
Analisa penelitian dalam tugas akhir ini akan dibahas dan diterangkan pada
bab empat. Bab ini akan membahas pengolahan data hasil dari perhitungan hingga
menghasilkan kesimpulan yang menjadi tujuan dari tugas akhir. Dimana
kesimpulan beserta saran yang diperlukan untuk penelitian lebih lanjut dari tugas
akhir akan diterangkan pada bab lima.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Perpipaan
2.1.1 Tinjauan Umum
Sistem perpipaan memegang peranan penting dalam industri di dunia
sekarang ini. Seperti pembuluh darah yang terdapat dalam tubuh kita (arteri dan
vena), sistem perpipaan digunakan untuk mengalirkan cairan, mencampur, serta
barmacam-macam proses lainnya, baik yang sederhana maupun yang kompleks
seperti di industri kimia dimana menggunakan berbagai jenis komponen-
komponen pipa berbeda untuk mengukur, mengkondisikan, bahkan mengatur
aliran fluida itu sendiri.
Adapun bagian-bagian dari sistem perpipaan itu sendiri terdiri dari pipa,
flange, sambungan (fitting), gasket, katup, reducer, belokan serta komponen-
komponen pendukung lainnya.
2.1.2 Komponen Sistem Perpipaan
a) Pipa
Pipa terbuat dari silinder berongga yang digunakan untuk menghantarkan
suatu fluida atau untuk mendistribusikan fluida bertekanan. Umumnya pipa
terbuat dari material yang mudah untuk digunakan, baik dari segi proses produksi
maupun pemakaian. Sistem perpipaan biasanya terdiri komponen-komponen pipa
(pipa, gasket, katup, flange, serta komponen lainnya) yang dirakit untuk
mengalirkan, mencampur, memisah atau mengontrol laju dari aliran fluida itu
sendiri.
Ukuran pipa
Standard ukuran pipa umumnya dinyatakan dengan NPS (Nominal Pipe
Size), yang menunjukkan ukuran pipa dengan angka yang tertulis setelahnya. Pipa
dengan ukuran NPS 12 dan ukuran lebih kecil memiliki diameter luar yang lebih
besar daripada yang ditunjukkan. Sedangkan untuk ukuran pipa NPS 14 dan yang
6
lebih besar memiliki ukuran diameter luar yang nilainya sama dengan yang
ditunjukkan. Contohnya NPS 14 memiliki diameter luar 14 in, tetapi ukuran
diemeter dalamnya tergantung dari tebal dinding pipa yang ditunjukkan dengan
schedule number, yang merujuk pada ASME B36.10M Welded and Seamless
Wrought Steel Pipe atau ASME B36.19M Stainless Steel Pipe. Untuk standard
internasional yang mengacu pada ISO (International Standards Organization)
umumnya menggunakan DN (Diameter Nominal) dalam menyatakan ukuran pipa.
Tabel 2. 1 Pipe Size Designators NPS and DN
NPS DN NPS DN NPS DN NPS DN
¹⁄� 6 3¹⁄� 90 22 550 44 1100
¹⁄� 8 4 100 24 600 48 1200
³⁄� 10 5 125 26 650 52 1300
¹⁄� 15 6 150 28 700 56 1400
³⁄� 20 8 200 30 750 60 1500
1 25 10 250 32 800 64 1600
1¹⁄� 32 12 300 34 850 68 1700
1¹⁄� 40 14 350 36 900 72 1800
2 50 16 400 38 950 76 1900
2¹⁄� 65 18 450 40 1000 80 2000
3 80 20 500 42 1050 — —
Sumber : Mohinder L. Nayar, 2000, Chapter Intoduction to Piping, dalam Mohinder L. Nayar Piping Handbook 7th Edition
Tebal dinding pipa
Di kalangan industri, tebal dinding pipa sering juga dinyatakan dengan
schedule, yaitu terdiri dari S, 5, 5S, 10, 10S, 20, 20S, 30, 40, 40S, 60, 80,
80S,100, 120, 140, 160. Ukuran tersebut menyatakan perbandingan rata-rata 1000
P/S, dimana P adalah tekanan fluida kerja dan S adalah tegangan yang diijinkan
7
dalam satuan psi. Semakin tinggi nilai schedule-nya maka semakin tebal dinding
pipa tersebut.
b) Sambungan (fitting)
Pipa yang di produksi oleh pabrik memiliki panjang tertentu sehingga
untuk menyambungnya di gunakan fitting atau sambungan. Sambungan ini bisa
juga menghubungkan pipa utama (header) dengan percabangan, mengubah arah
baik 45o maupun 90o maupun merubah diameter aliran.
c) Katup
Fungi katup pada sistem perpipaan sangat banyak dan sangat penting serta
jenisnya-pun beraneka ragam. Salah satu fungsinya yaitu menghentikan, mengatur
aliran fluida juga ada yang berfungsi untuk mengatur agar tekanan di dalam
sistem tidak melebihi batas maksimum. Adapun cara pengoperasian katup itu
sendiri ada secara manual, otomatis, atau kombinasi dari keduanya. Untuk
pemilihan material katup pada suatu sistem perpipaan telah diatur dalam ASME
16.34 Valve Flange, Threaded and Welding End.
d) Flanges
Salah satu jenis sambungan pada sistem perpipaan, misalnya pipa dengan
pipa, pipa dengan valves, pipa dengan equipment atau dengan komponen lainnya
umumnya menggunakan flange. Sambungan flange dibuat dengan cara
menyatukan dua buah flange dengan menggunakan baut dan mur, serta
menyisipkan gasket antara kedua flange tersebut. Hal penting yang harus
diperhatikan ialah kekuatan dari flange yang akan digunakan. Ketahanan dari
flange terhadap tekanan adalah berbanding terbalik dengan temperatur (pressure-
temperatur rating). Makin tinggi suhu makin rendah kemampuan flange terhadap
tekanan. Untuk pemilihan material flange yang mempunyai ukuran pipa ½ sampai
24 inci telah diatur dalam ASME 16.5. Sedangkan untuk flange pada pipa – pipa
berukuran besar atau diatas 24 in menggunakan standard ASME 16.47.
e) Gasket
Gasket yang umum dipakai adalah jenis spiral wounded gasket. Jenis ini
menawarkan reliabilitas yang tinggi baik pada pemakaian umum maupun spesifik.
8
Biasanya memiliki ketebalan yang berbeda tergantung pada tekanan kerja. Seiring
dengan mulai dibatasinya pemakaian asbestos, PTFE (teflon) lebih banyak disukai
sebagai pengisi pada spiral wound gasket. Pada industri kimia dan pemakaian
umum gasket jenis asbestos, PTFE, dan NBR (nitril-buthyl rubber) masih banyak
digunakan terutama untuk sistem perpipaan bertekanan rendah karena harga yang
relatif lebih murah dari pada jenis spiral wound. Pada umumnya pemilihan jenis
gasket disesuaikan dengan pemilihan jenis flange yang digunakan. Namun
evaluasi terhadap ketahanan gasket tersebut terhadap suhu dan jenis fluida juga
perlu diperhatikan. Untuk pemilihan gasket berbahan metallic telah diatur dalam
ASME 16.20, sedangkan gasket yang mamakai bahan non metallic diatur dalam
ASME 16.21.
f) Expansion Joint
Expansion joint merupakan salah satu sambungan pipa yang jarang
dipakai pada suatu sistem perpipaan. Sambungan ini biasanya dipakai untuk
mereduksi pergeseran secara aksial, rotasi angular, serta defleksi lateral pada pipa.
Pada umumnya ada dua macam kategori expansion joint, yaitu tipe slip dan
packless. Tipe packless merupakan spiral metal expansion joint yang sekarang ini
banyak digunakan pada sistem perpipaan modern karena tidak begitu
membutuhkan perawatan yang rumit, serta bersifat mampu menyerap pergeseran
yang diakibatkan ekspansi termal (Helguero,1986). Sedangkan untuk tipe slip
sudah jarang dipergunakan, karena masih memerlukan perawatan yang rumit serta
hanya mampu mereduksi pergeseran secara aksial saja.
2.1.3 Material Pipa
Pemilihan material untuk penggunaan pipa di industri proses sangat
penting, membutuhkan pengetahuan mengenai sifat dan karakteristik dari material
itu sendiri sehingga cocok dengan jenis proses yang akan digunakan. Material
yang dipilih harus sesuai dengan aliran fluida, kondisi pada saat operasi (tekanan
dan temperatur) sehingga aman dipakai selama proses berlangsung. Faktor
kekuatan mekanik harus diperhitungkan untuk kondisi operasi yang cukup lama
serta ketahanan terhadap kondisi thermal dari fluida kerjanya. Kondisi lingkungan
9
cttm +=
).(2 PYSEPDt+
=
sekitar pipa atau pemipaan harus di perhatikan, karena penurunan sifat-sifat
material dapat terjadi, seperti korosi, erosi, atau kombinasi dari keduanya.
Material yang umum digunakan pada pipa untuk industri ialah baja karbon
(carbon steel), namum dalam pembuatannya umumnya merupakan campuran dari
berbagai unsur logam, seperti karbon, fosfor, mangan, nikel, chrom, alumunium,
vanadium dan campuran lainnya. Cara termudah dalam mengelompokkan ialah
dengan menetapkan jumlah karbon dari setiap kelasnya antara 0.05-1 % dari
beratnya, sehingga pengelompokannya menjadi:
a. Low carbon steel, 0.05-0.25 % karbon
b. Medium carbon steel, 0.25-0.5 % karbon
c. High carbon steel, 0.5 % dan lebih kandungan karbon
Penggunaan kelas yang lebih tinggi pada pipa industri proses ialah jenis
ferritic dan martensitic stainless steels. Jenis material ini merupakan paduan
dengan unsur chrom sebanyak lebih dari 12%, sehingga di dapat material yang
tahan terhadap korosi. Jika unsur nikel ditambahkan dengan komposisi yang
cukup pada paduan antara besi dan chrom tadi maka akan didapat sebuah struktur
austenitic (FCC). Austenitic stainless steel merupakan paduan yang cukup baik
dalam kekuatan material, kelenturan dan ketahan terhadap korosi.
2.1.4 Ketebalan Dinding Pipa
Ketebalan yang dibutuhkan pada pipa lurus adalah
(2.1)
Ketebalan minimum dari T untuk pipa yang dipilih, mempertimbangkan minus
toleransi seharusnya tidak kurang dari tm.
Ketebalan dinding pipa lurus dengan tekanan dari dalam :
(2.2)
10
Dimana :
c = Jumlah dari toleransi mekanis untuk permukaan beralur atau
dikerjakan dengan mesin dimana jika toleransi tidak diberikan,
toleransi diasumsikan sebesar 0,5 mm (0,02 inci).
D = Diameter luar dari pipa yang tertera pada tabel standart atau
spesifikasi atau yang telah terhitung.
d = diameter dalam dari pipa. Untuk perhitungan disain tekanan,
diameter dalam dari pipa adalah nilai maksimum pada spesifikasi
yang diminta.
Eq = Quality factor (tabel A-1A atau tabel A-1B ASME B.31.3, 2004)
P = Tekanan pada pressure gage.
S = Stress value for material (dari tabel A-1 pada ASME B.31.3, 2002)
T = Ketebalan dinding pipa (terukur atau spesikasi minimum yang
diminta).
t = Ketebalan disain tekanan , yang telah dihitung.
tm = Ketebalan minimum yang diperlukan, termasuk mekanisme, korosi,
erosi.
Y = koefisien dari tabel 304.1.1 (ASME B.31.3, 2002), berlaku untuk t <
D/6 dan untuk bahan yang telah ditunjuk. Nilai dari Y dapat di
interpolasi untuk t ≥ D/6
Untuk penentuan nilai Y dapat diambil dari tabel sebagai berikut :
11
Tabel 2. 2 Nilai koefisien Y
Sumber : ASME B31.3, 2002, Process Pipping
Faktor kualitas pipa dapat dicari dengan persamaan dibawah ini :
Eq = EcEjEs (2.3)
dengan,
Ec = Basic quality factor (ASME B.31.3, 2004)
Ej = Joint quality factor (ASME B.31.3, 2004)
Es = Structural grade quality factor (0,92)
2.2 Teori Dasar Tegangan Pipa
2.2.1 Tegangan (Stress)
Intensitas gaya yang tegak lurus atau normal terhadap irisan disebut
tegangan normal (normal stress) pada sebuah titik. Tegangan dilambangkan
dengan σ. Secara matematis didefinisikan sebagai :
AF
=σ (2.4)
12
Dengan :
σ = tegangan (N/m2)
F = gaya tegak lurus terhadap potongan (N)
A = luas (m2)
Tegangan normal yang menghasilkan tarikan (traction atau tension) pada
permukaan disebut tegangan tarik (tensile stress). Jika tegangan normal yang
mendorong disebut tegangan tekan (compressive stress).
Komponen yang lain dari intensitas gaya adalah yang bekerja sejajar
dengan bidang yaitu tegangan geser (shearing stress). Tegangan geser
dilambangkan dengan τ. Secara matematis didefinisikan sebagai :
AV
=τ (2.5)
Dimana :
σ = tegangan (N/m2)
V = gaya sejajar terhadap potongan (N)
A = luas (m2)
2.2.2 Regangan (Strain)
Jika sebuah batang diberikan pembebanan langsung kemudian timbul
tegangan, panjang batang akan berubah. Jika panjang awal batang adalah L dan
perubahan panjang batang adalah δ L, maka regangan adalah hasil dari sebagai
berikut :
Regangan (ε) = AwalPanjangPanjangPerubahan
=LLδ (2.6)
13
Regangan adalah ukuran deformasi dari bahan, tidak mempunyai satuan.
2.2.3 Hubungan Tegangan-Regangan
Untuk diagram-diagram tegangan regangan biasa digunakan skala ordinat
untuk tegangan dan skala absis untuk regangan. Secara eksperimen dijelaskan
bahwa untuk bahan yang berbeda diagram tegangan-regangan berbeda pula.
Secara umum dikenal dua jenis diagram. Untuk Gambar 2.2, untuk baja tuang,
bahan liat yang banyak digunakan untuk konstruksi. Jenis lain adalah Gambar 2.3.
Bermacam-macam bahan seperti baja perkakas, beton, tembaga, dan lain
sebagainya mempunyai kurva jenis ini. Masing-masing bahan mempunyai kurva
sendiri-sendiri. Titik batas akhir dari diagram tegangan-regangan menyatakan
kegagalan penuh (pecah) spesimen. Bahan-bahan yang sanggup menahan
regangan yang besar termasuk sebagai bahan-bahan yang liat. Kebalikannya
adalah bahan yang rapuh.
(a) (b)
Gambar 2. 2 Diagram tegangan-regangan pada baja liat dan getas
Sumber : Popov, 1983, Mekanika Teknik Edisi Kedua Versi SI
Gambar 2. 1 Regangan Pada Batang
14
Hal yang penting yang perlu diperhatikan dalam diagram tegangan-
regangan adalah, umpamanya, titik paling tinggi pada diagram (B pada gambar
2.2 dan 2.3) menunjukkan kekuatan tertinggi (ultimate strength) dari bahan.
Tegangan yang ditunjukkan oleh garis datar ab yang terdapat pada Gambar 2.2
dinamakan titik luluh (yield point) sebuah bahan. Tegangan yang dikatakan
konstan (Popov, 1978) adalah tegangan tersebut dapat meregang 15 sampai
dengan 20 kali daripada yang terdapat sebelum mencapai batas proposional
selama bahan berproduksi.
Gambar 2. 3 Metode offset untuk menentukan titik luluh bahan
Sumber : Popov, 1983, Mekanika Teknik Edisi Kedua Versi SI
Untuk bahan-bahan yang tidak memiliki titik luluh yang tidak dapat
ditentukan secara secara langsung, untuk dapat memperolehnya digunakan
metode ofset. Hal ini dijelaskan pada gambar 2.4. Di mana suatu garis ditarik
sejajar dan berjarak kira-kira 0,2% regangan dengan bagian garis lurus dari
diagram tegangan-regangan semula. Kemudian titik C diambil sebagai titik luluh
dari bahan tersebut pada ofset 0,2%.
Elastisitas suatu bahan adalah (Popov, 1978) jika suatu bahan mampu
mendapatkan secara lengkap ukuran aslinya setelah gaya yang terpakai
dihilangkan. Namun pada suatu ketika tercapai suatu tegangan yang menyebabkan
terjadinya deformasi yang permanen dalam bahan tersebut. Tingkat tegangan yang
sesuai dengan keadaan tersebut dinamakan batas elastis (ellastic limit) dari bahan.
Batas elastis tersebut berdekatan dengan batas proposional dari bahan.
15
2.2.3 Hukum Hooke
Selama material dalam batas elastisitas, deformasi yang dihasilkan oleh
berbagai pembebanan akan secara menyeluruh pulih kedalam keadaan semula jika
beban dihilangkan, dengan kata lain tidak ada deformasi permanen. Hukum
Hooke secara sederhana dapat ditulis:
tanRe
konsgangan
Tegangan==
εσ (2.7)
Konstanta diberikan simbol E yang dinamakan modulus elastisitas atau modulus
Young sehingga :
LAPL
LL
AFE
δδ
εσ
=÷== (2.8)
2.2.4 Perbandingan Poisson (Poisson’s Ratio)
Perbandingan Poisson adalah hubungan konstan antara regangan lateral
dengan regangan aksial. Selama bahan tetap elastis, homogen dan isentropis.
Perbandingan Possion ditunjukkan sebagai berikut (Popov, 1978) :
aksialreganganlateralregangan
aksialreganganlateralregangan
−==ν (2.9)
Gambar 2. 4 Perbandingan Possion pada batang
16
2.2.6 Jenis Tegangan
Tegangan yang terjadi dalam sistem perpipaan dapat dibagi dua, yaitu
Tegangan Normal (Normal Stress) dan Tegangan Geser (Shear Stress).
Tegangan normal terdiri dari tiga komponen tegangan, yang masing-masing
adalah:
1. Tegangan Longitudinal (Longitudinal Stress), yaitu tegangan yang searah
panjang pipa.
2. Tegangan Tangensial atau Tegangan Keliling (Circumferential Stress atau
Hoop Stress), yaitu tegangan yang tegak lurus jari-jari.
3. Tegangan Radial (Radial Sttress), yaitu tegangan searah jari-jari penampang
pipa.
Tegangan Geser terdiri dari dua komponen tegangan, yang masing-masing adalah:
1. Tegangan Geser (Shear Stress), yaitu tegangan akibat gaya geser,
2. Tegangan Puntir atau Tegangan Torsi (Torsional Stress), yaitu tegangan
akibat momen puntir pada pipa.
2.2.6.1 Tegangan Longitudinal
Tegangan Longitudinal merupakan jumlah dari Tegangan Aksial (Axial
Stress), Tegangan Tekuk (Bending Stress) dan Tegangan Tekanan (Pressure
Stress). Mengenai ketiga tegangan ini dapat diuraikan berikut ini.
a. Tegangan Aksial σax
adalah tegangan yang ditimbulkan oleh gaya Fax
yang
bekerja searah dengan sumbu pipa, dan dapat dirumuskan sebagai berikut:
17
AFax
ax =σ
Gambar 2. 5 Tegangan Aksial
(2.10)
σax = tegangan aksial (N/m2)
Fax = gaya aksial (N)
A = luas penampang pipa = ( )4
. 22io dd −π (m2)
do = diameter luar pipa (m)
di = diameter dalam pipa (m)
b). Tegangan Tekuk σb adalah tegangan yang ditimbulkan oleh momen M yang
bekerja diujung-ujung pipa. Dalam hal ini tegangan yang terjadi dapat berupa
Tegangan Tekuk Tekan (Tensile Bending) atau Tegangan Tekuk Tarik
(Compression Bending). Tegangan tekuk itu maksimum pada permukaan pipa dan
nol pada sumbu pipa, karena tegangan tersebut merupkan fungsi jarak dari sumbu
ke permukaan pipa c. Hal ini dapat digambarkan dalam Gambar 2.6 berikut :
18
IMc
b =σ
( ) tPd
tdPd
ddPd
APA o
m
i
io
i
m
iLP 44
2
22
2
==−
==σ
Gambar 2. 6 Tegangan Tekuk
(2.11)
σb = tegangan tekuk (N/m2)
M = momen (N.m)
c = jari-jari (m)
I = 2
)( 4cπ (m4)
c). Tegangan longitudinal tekan (σLP
) adalah tegangan yang ditimbulkan oleh gaya
tekan internal P yang bekerja pada dinding pipa searah sumbu pipa, yang dapat
dirumuskan sebagai berikut :
Gambar 2.8 Tegangan Longitudinal Pressure
(2.12)
σLP = tegangan longitudinal tekan (N/m2)
19
tPd
AF
IMc o
L 4++=σ
P = Gaya tekan internal (N)
Ai = Luas permukaan dalam pipa (m2)
Am = Luas rata-rata permukaan pipa (m2)
do = Diameter dalam (m)
di = Diameter luar (m)
t = Tebal pipa (m)
Jadi tegangan longitudinal yang bekerja pada sistim perpipaan dapat dinyatakan
dengan rumus (2.10) di bawah ini.
(2.13)
σL = tegangan longitudinal (N/m2)
2.2.6.2 Tegangan Tangensial (Hoop stress)
Tegangan tangensial σSH
ditimbulkan oleh tekanan internal yang bekerja secara
tangensial dan besarnya bervariasi tergantung pada tebal dinding pipa.
Gambar 2. 7 Tegangan Tangensial
Untuk dinding pipa yang tipis persamaan di atas dapat disederhanakan menjadi
seperti berikut :
20
tPd
tPd
tLLPd oii
SH 222===σ
(2.14)
σSH = tegangan tangensial (N/m2)
2.2.6.3 Tegangan Radial
Tegangan ini dijelaskan pada Gambar 2.10. Besar tegangan ini bervariasi
dari permukaan dalam pipa ke permukaan luarnya dan dapat dinyatakan dengan
rumus berikut. Oleh tekanan internal tegangan radial maksimum σmax terjadi pada
permukaan dalam pipa dan tegangan minimum σmin pada permukaan luarnya.
Kedua tegangan ini berlawanan dengan tegangan tekuk, sehingga tegangan
radial tersebut sangat kecil dibandingkan dengan tegangan tekuk. Jadi tegangan
radial dapat diabaikan.
Gambar 2. 8 Tegangan Radial
( )22
2
222.
io
oii
R rrrrr
rP
−
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−
=σ (2.15)
σr = tegangan radial (N/m2)
P = Gaya tekanan internal (N)
ri = jari-jari dalam (m)
ro = jari-jari luar (m)
21
maxmax A
VQ=σ
2.2.6.4 Tegangan Geser
Tegangan akibat gaya geser ini yang bekerja kearah penampang pipa
dijelaskan pada Gambar dan dinyatakan dalam persamaan berikut.
Gambar 2. 9 Tegangan Geser
(2.16)
σmax = tegangan geser (N/m2)
V = gaya geser (N)
Amax = luas penampang pipa (m2)
Q = faktor bentuk (form factor) untuk pergeseran (=1.33 untuk penampang
lingkaran yang pejal)
Tegangan geser mencapai nilai maksimum pada sumbu pipa dan minimum
pada jarak terjauh dari sumbu pipa (yaitu permukaan luar pipa). Seperti halnya
pada tegangan radial, besar tegangan geser ini kebalikan dengan tegangan tekuk,
sehingga tegangan geser relatif kecil dibandingkan dengan tegangan tekuk,
sehingga dapat diabaikan.
2.2.6.5 Tegangan Torsi
Suatu bentangan bahan dengan luas permukaan tetap dikenahi suatu
puntiran (twisting) pada setiap ujungnya dan puntiran ini disebut juga dengan
torsional, dan bentangan benda tersebut dikatakan sebagai poros (shaft). Untuk
suatu poros dengan panjang L dan jari-jari c dikenakan torsi T (sepasang),
sebagaimana ditunjukkan dalam gambar 2.12, Pergeseran sudut (angular
22
JGTL
=φ
JTr
=τ
( )2
.44io cc
J−
= π
displacement) ujung satu terhadap yang lainnya diberikan dengan sudut φ (dalam
radian) adalah :
(2.17)
Ø = Pergeseran sudut (radian)
T = Torsi (N.m)
L = Panjang (m)
c = Jari-jari (m)
J = Momen inersia polar = 2
)( 4cπ(m4)
G = Modulus geser (N/m2)
Dengan 2/. 4cJ π= adalah moment inersia polar pada luas permukaan.
Juga, tegangan geser torsional pada suatu jarak r dari sumbu poros luas
permukaan adalah :
(2.18)
yang bertambah secara linier sebagaimana terlihat dalam gambar 2.12. Sehingga,
maksimum tegangan geser yang terjadi pada c = r adalah J
Tc=maxτ untuk
poros berlubang mempunyai jari-jari dalam dan jari-jari luar semua formula di
atas akan berlaku tetapi dengan
(2.19)
J = Momen inersia polar (m4)
co = jari-jari dalam (m)
ci = jari-jari luar (m)
23
Gambar 2.12 Tegangan Torsi
Dari kelima macam tegangan yang terjadi di atas dapat disimpulkan bahwa
apabila ada beban luar maupun internal pressure yang bekerja pada sistem
perpipaan, maka pada sistem perpipaan tersebut akan mengalami tiga macam
tegangan yang patut dipertimbangkan, yaitu tegangan longitudinal, tegangan shear
torsional dan hoop stress dan dua macam tegangan yang di abaikan yaitu tegangan
radial dan tegangan geser (shear stress).
2.2.7. Ekspansi Thermal
Ekspansi thermal (Smith, 1987) adalah perpanjangan karena pengaruh
suhu secara paralel dengan arah panjang pipa ( arah aksial). Dapat dihitung
dengan cara sebagai berikut (Smith, 1987):
∫=Δhot
cold
T
T
dTL α (2.20)
Dimana
∆ = Ekspansi thermal yang dihasilkan (mm)
L = Panjang pipa (mm)
α = Koefisien ekspansi thermal (mm/(mm.°C))
T = Temperatur pipa (°C)
Beban karena kenaikan suhu
Kenaikan suhu pada jalur pipa yang panjang, menghasilkan tegangan
longitudinal dengan persamaan dibawah ini (ASME B31.4, 1998) :
24
hL STTES υα −−= )( 12 (2.21)
SL =Tegangan tekan longitudinal (MPa)
Sh =Hoop stress yang diakibatkan oleh tekanan fluida (MPa)
T1 =Temperatur sekitar(°C)
T2 =Temperatur maksimal atau minimum(°C)
α =Koefisien thermal linier(mm/(mm.°C))
ν = Poisson’s ratio
2.3 Kriteria Analisis Tegangan Sistem Perpipaan
Seperti diketahui bahwa tujuan dilakukannya perhitungan analisis
tegangan dari sistem perpipaan, secara singkat adalah untuk menjamin bahwa
sistem perpipaan tersebut dapat beroperasi dengan aman tanpa mengalami
kegagalan. Dalam kenyataannya, pipa yang didalamnya mengalir fluida, baik
panas, dingin atau hangat - hangat kuku, akan mengalami pemuaian (expansion)
atau pengkerutan (contraction) yang berakibat timbulnya gaya yang bereaksi pada
ujung koneksi (connection), akibat dari temperatur, berat pipa dan fluida itu
sendiri serta tentu saja tekanan didalam pipa. Dengan demikian, sebuah sistem
perpipaan haruslah didisain se-fleksibel mungkin demi menghindari pergerakan
pipa (movement) akibat ekspansi termal atau thermal contraction yang bisa
menyebabkan:
1. Kegagalan pada material pipa karena terjadinya tegangan yang berlebihan atau
over stress maupun fatigue.
2. Terjadinya tegangan yang berlebihan pada penyangga pipa atau titik tumpuan.
3. Terjadinya kebocoran pada sambungan flanges maupun di katup.
4. Terjadi kerusakan material di nozzle peralatan (Pump, Tank, Pressure Vessel,
Heat Exchanger dan lain sebagainya) akibat gaya dan momen yang berlebihan
akibat ekspansi atau kontraksi pipa tadi.
5. Resonansi akibat terjadi getaran.