Download - Final Kasus Besar Dr Ty Finish
KASUS BESAR
WANITA 27 TAHUN DENGAN MELENA, DYSPEPSIA ULKUS LIKE TYPE,
DAN ANEMIA HIPOKROMIK MIKROSITIK
E/C GASTRITIS EROSIF ANTHRUM
Oleh:
Sukma Hapsari G0008242
Muh. Nurzakky G0008135
Tutut Desi Fajaria G0008178
Pembimbing:
dr. TY. Pramana, SpPD-KGEH.FINASIM
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
1
KASUS BESAR
2012
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus Ilmu Penyakit Dalam
dengan judul :
WANITA 27 TAHUN DENGAN MELENA, DYSPEPSIA ULKUS LIKE TYPE, DAN
ANEMIA HIPOKROMIK MIKROSITIK E/C GASTRITIS EROSIF ANTHRUM
Oleh :
Sukma Hapsari G0008242
Muh. Nurzakky G0008135
Tutut Desi Fajaria G0008178
Tahun 2012
Telah disahkan pada hari , tanggal Agustus 2012
Pembimbing
dr. TY.Pramana, SpPD-KGEH.FINASIM
2
KASUS BESAR
DAFTAR MASALAH
Nama : Ny. S No. RM : 01142232
No. ProblemTanggal
ditemukan
Masalah
Selesai Terkontrol Tetap
1. Melena30 Juli 2012
2 Agustus 2012
2.Dyspepsia ulkus
like type30 Juli 2012
3 Agustus 2012
3. Anemia
hipokromik mikrositik
31 Juli 2012
3 Agustus 2012
3. Gastritis erosif
anthrum2 Agustus
20122 Agustus
2012
3
KASUS BESAR
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny.S
Tgl lahir : 10 Juli 1985
Umur : 27 tahun
Jenis kelamin : wanita
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh pabrik benang
Alamat : Pilangsari RT 14, Bendung, Ngrampal - Sragen
No. RM : 01 14 22 32
Tanggal masuk : 30 Juli 2012
Tanggal pemeriksaan : 4 Agustus 2012
II. ANAMNESIS
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 4 Agustus 2012 di
bangsal Melati I Kamar 2E.
A. Keluhan Utama
Melena
B. Riwayat penyakit sekarang
Sejak 3 hari SMRS pasien mengeluh BAB berwarna merah
kehitaman, kental. BAB sering setiap 10 menit sekali, sedikit-sedikit dan
perut terasa penuh. Konsistensi BAB terkadang lembek dan berlendir.
3 bulan SMRS berat badan pasien 75 kg , kemudian pasien
melakukan diet untuk menurunkan berat badan dan saat ini berat badan
pasien 55 kg.
4
KASUS BESAR
Sejak 6 bulan SMRS pasien mengeluhkan badan terasa linu, pegal
di seluruh tubuh, tidak hilang dengan istirahat, sulit untuk tidur, perut
terasa sebah dan penuh. Untuk mengurangi keluhan tersebut di atas
pasien mulai sering minum obat-obat pil atau puyer /minuman
tradisional. Namun, selang beberapa lama, pasien sering merasakan
perut mules dan mual. Setiap pasien makan dengan jumlah yang sedikit
perut dirasakan terasa penuh.
Pasien pernah mondok di RS Sragen sekitar 2 bulan yang lalu
dengan keluhan nyeri ulu hati, kemudian dirujuk ke RSDM. Pasien juga
merasakan mual (+) dan nafsu makan turun. BAK sekitar 4x sehari,
warna kuning jernih, tidak nyeri saat BAK.
.
C. Riwayat penyakit dahulu
1. Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
2. Riwayat sakit gula : disangkal
3. Riwayat mondok : 1x di RS Sragen
4. Riwayat sakit jantung : disangkal
5. Riwayat penyakit ginjal : disangkal
6. Riwayat sakit asma : disangkal
7. Riwayat batuk lama : disangkal
8. Riwayat alergi : disangkal
9. Riwayat sakit kuning : disangkal
10. Riwayat melena : disangkal
11. Riwayat arthritis : disangkal
D. Riwayat penyakit keluarga
1. Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
2. Riwayat DM : disangkal
3. Riwayat TBC : disangkal
4. Riwayat sakit kuning : disangkal
5. Riwayat keganasan : disangkal
5
KASUS BESAR
E. Riwayat Kebiasaan
1. Riwayat kebiasaan merokok : disangkal
2. Riwayat kebiasaan minum alkohol : disangkal
3. Riwayat kebiasaan minum jamu : Obat puyer pegal linu
4. Riwayat IVDU : disangkal
5. Riwayat kebiasaan minum obat-obatan bebas : (+) sesekali
6. Riwayat olahraga : tidak pernah.
F. Riwayat Perkawinan dan Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang wanita menikah, dengan seorang suami dan
1 orang anak. Saat ini pasien bekerja sebagai buruh pada pabrik benang
dan tinggal serumah dengan suami dan anaknya. Pasien datang dengan
dibiayai Jamkesmas.
G. Riwayat Gizi
Sebelum sakit, pasien makan teratur 2-3x kali sehari dengan nasi,
sayur, dan makan lauk pauk daging, telur, ikan, tahu, tempe, dan minum
air putih. Pasien jarang minum susu.
H. Anamnesis Sistem
1. Kepala : Sakit kepala (-), pusing cekot cekot (-), nggliyer (-), jejas (-) ,
leher cengeng (-)
2. Mata : Penglihatan kabur (-), pandangan ganda, (-), pandangan
berputar (-),mata kuning (-), berkunang-
kunang (-)
3. Hidung : Pilek (-), mimisan (-), tersumbat (-)
4. Telinga : Pendengaran berkurang (-),darah (-), berdenging (-), keluar
cairan (-)
5. Mulut : Sariawan (-), luka pada sudut bibir (-), bibir pecah-pecah (-),
gusi berdarah (-), mulut kering (-), lidah kotor
(-)
6
KASUS BESAR
6. Leher dan tenggorokan :Sakit menelan (-), suara serak (-), gatal (-).
7. Sistem respirasi :Sesak napas (-), batuk (-), dahak cair (-),mengi
(-), batuk darah (-)
8. Sistem kardiovaskuler : Sesak napas (-), nyeri dada (-), berdebar-debar
(-)
9. Sistem gastrointestinal : Mual (+), muntah (-), perut mulas (+),
muntah darah (-), perut sebah (+),diare (-),
nyeri ulu hati (+), nafsu makan menurun (+),
susah berak (-), berak lendir darah (-), berak
hitam (+), BB turun (+)
10. Sistem muskuloskeletal : Nyeri otot (+), nyeri sendi (-), kaku otot (-)
11. Sistem genitourinaria : Sering kencing (-), kencing sedikit (-), nyeri
saat kencing (-), keluar darah (-), kencing
nanah (-), sulit memulai kencing (-), warna
kencing kuning pekat (-)
12. Ekstremitas: Atas :Luka (-), ujung jari terasa dingin (-), kesemutan
(-), bengkak(-), sakit sendi (-),panas (-),
berkeringat (-)
Bawah : Luka (-), tremor (-), ujung jari terasa dingin
(-), kesemutan di kedua kaki (-), sakit sendi
(-), bengkak (-/-) pitting oedem
13. Sistem neuropsikiatri : Kejang (-), gelisah (-), kesemutan (-), mengi-
gau (-), emosi tidak stabil (-), sulit tidur (+)
14. Sistem Integumentum : Kulit kuning (-), pucat (- ), gatal (-), bercak
hitam di tangan dan kaki (-)
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 4 Agustus 2012.
1. Keadaan umum : tampak sakit sedang, composmentis, gizi kesan
cukup
7
KASUS BESAR
2. Tanda vital : Tekanan darah : 120/ 70 mmHg
Frekuensi napas : 24x/ menit
Nadi : Frekuensi 80x/ menit,
reguler, isi dan tegangan cukup, equal
Heart rate : 80x/ menit, pulsus defisit (-)
Suhu : 36.7 0C per axiller
3. Status Gizi : BB 55 kg
TB 163 cm
BMI 55/ (1,63)2 = 20,7 kg/m2
kesan berat badan normoweight.
4. Kulit : Ikterik (-), ekhimosis di kaki (-), turgor (N), kulit
kering di kedua tungkai (-), hematoma di tangan
(-).
5. Kepala : Bentuk mesocephal, rambut warna hitam, mudah
rontok(-), mudah dicabut (-), luka (-)
6. Wajah : Moon face (-), oedem (-), atrofi musculus tempo-
ralis (-),
7. Mata : Konjungtiva pucat (+/+), sklera ikterik (-/-), per-
darahan subkonjungtiva (-/-), pupil isokor dengan
diameter 3mm/3mm, reflek cahaya (+/+) normal,
edema palpebra (-/-), strabismus (-/-), lensa keruh
(-/-)
8. Telinga : Sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-)
gangguan fungsi pendengaran (-/-)
9. Hidung : Epistaksis (-), napas cuping hidung (-), sekret (-),
fungsi pembau baik
10. Mulut : Sianosis (-), gusi berdarah (-), mukosa basah (+),
bibir kering (-), sariawan (-), pucat (-), lidah kotor
(-), tepi lidah hiperemis (-), lidah tremor (-), papil
lidah atropi (-), luka pada sudut bibir (-), pharyng
hiperemis (-), tonsil (T1/T1).
8
KASUS BESAR
11. Leher : JVP (R+2 cm); trakea di tengah, simetris; KGB
tidak membesar
12. Thoraks : Bentuk normochest, simetris, atrofi musculus pec-
toralis (-/-), spider nevi (-), ginecomastia (-), re-
traksi interkostalis (-), retraksi supraklavikula (-),
pernapasan thorakoabdominal, sela iga melebar
(-), pembesaran kelenjar getah bening aksilla(-),
rambut ketiak rontok (-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tampak di SIC V 1 cm lateral LMCS
Palpasi : Ictus cordis kuat angkat di SIC V 1 cm lateral LMCS
Perkusi :
Batas kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistra
Batas kiri bawah : SIC V 1 cm medial linea mediclavicularis
sinistra
Batas kanan atas : SIC II linea sternalis dextra
Batas kanan bawah : SIC IV linea sternalis dextra
Pinggang jantung : SIC III ±1 cm lateral linea parasternalis sinistra
Kesan : Batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas murni, reguler, bising (-),
gallop (-).
Pulmo
Inspeksi Statis : Normochest, simetris, sela iga tidak melebar,
iga tidak melebar
Dinamis : Pengembangan dada kanan=kiri simetris, sela
iga tidak melebar, retraksi interkostalis (-),
retraksi supraklavikula (-).
Palpasi Statis : NT (-)
Dinamis : Fremitus raba kanan = kiri
Perkusi Kanan : Sonor
9
KASUS BESAR
Kiri : Sonor, mulai redup pada batas paru jantung.
Auskultasi Kanan : Suara dasar vesikuler (+), suara tambahan
wheezing (-), ronki basah kasar (-), ronki
basah halus (-)
Kiri : Suara dasar vesikuler (+), suara tambahan
wheezing (-), ronki basah kasar (-), ronki
basah halus (-)
13. Abdomen
Inspeksi : Dinding perut = dinding dada, distensi (-) ,
venektasi (-), sikatrik (-), striae (-), vena
kolateral (-), hernia umbilikalis (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
fPerkusi : Timpani, liver span 10cm, pekak sisi (-), pekak
alih (-),
puddle sign (-), area troube timpani, ascites (-)
Palpasi : hepar tidak teraba, lien tidak teraba membesar,
kenyal, tepi tumpul, permukaan rata, nyeri
tekan epigastrium (+), bruit (-)
14. Punggung : Kifosis (-), lordosis (-), skoliosis (-), nyeri ketok
kostovertebra (-) bengkak (-).
15. Genitourinaria : Ulkus (-), sekret (-), tanda-tanda radang (-),
nyeri tekan suprapubik (-)
16. Kelenjar getah bening inguinal: KGB inguinal tidak membesar
17. Ekstremitas :
Atas : kanan = kiri simetris, ruam (-), nyeri tekan (-), deformitas
(-), inflamasi (-), luka (-), kuku sendok (-), jari tabuh (-),
sianosis (-), ikterik (-) krepitasi (-), telapak warna jerami
(-), kulit kering (-), telapak tangan pucat (+).
Bawah :
10
KASUS BESAR
kanan : ruam (-), nyeri tekan (-), deformitas (-), inflamasi (-), luka
(-), sianosis (-), ikterik (-), krepitasi (-), kulit kering (-),
callus (-)
kiri : ruam (-), nyeri tekan (-), deformitas (-), inflamasi (-), luka
(-), sianosis (-), ikterik (-), krepitasi (-), kulit kering (-),
callus (-)
Akral dingin Oedema
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium Darah
31/07/12 01/08/12 02/08/12 Satuan Nilai RujukanHematologi Rutin
Hb 7.9 10.9 gr/dlLk : 13.5-18.0Pr : 12.0-16.0
Hct 27 34 % 33-45AE 3.90 4.62 106/Ul 4.50 – 5.90
AL 6.0 9.6 103/Ul 4.5-11
AT 430 381 103/Ul 150-440
Index Eritrosit MCV 69.8 /um 80.0 – 96.0MCH 20.3 pg 28.0 – 33.0
MCHC 29.0 gr/dl 33.0 – 36.0RDW 16.5 % 11.6 – 14.6HDW 3.1 gr/dl 2.2 – 3.2MPV 6.5 fl 7.2 – 11.1PDW 46 % 25 – 65
Hitung JenisEosinofil 3.80 % 0.00 – 4.00Basofil 0.40 % 0.00 – 1.00Netrofil 53.90 % 55.00 – 80.00Limfosit 33.50 % 22.00 – 40.00Monosit 6.40 % 0.00 – 7.00
LUC/AMC 2.00 % -Golongan
darahB
11
- -
- -
KASUS BESAR
Hematologi HemostasisPT 13.5 11.5 Detik 10 – 15
APTT 29.8 32.6 Detik 20 – 40Kimia Klinik
Ureum 17 mg/dl <50Kreatinin 0.5 mg/dl 0.8-1.3Albumin 3.6 3.2 g/dl 3,5-5Bil. Total 8 0.40 mg/dl 0-1,1Bil direk 2 0.22 mg /dl 0-0,25
Bil. Indirek 6 0.18 mg /dl 0-0,75SGOT 14 u/L 0-35SGPT 9 u/L 0-45∂ GT 8 u/L < 55
Alkali fosfa-tase
36u/L 56-119
Asam Urat 2.5 mg/dl 3,4-7,0Kolesterol
total160
mg /dl 50-200
HDL-D 39 mg /dl 31-75LDL-D 104 mg /dl 88-186
Trigliserid 74 mg /dl 50-150HBsAg Non reaktif Non reaktif
ElektrolitNa 140 135 mmol/L 136 – 146K 4.5 5.4 mmol/l 3.5 – 5.1
Ca ion 1.09 1.2 mmol/L 1,17 – 1,29
B. Urine rutin
Urinalisa 31/07/12 01/08/12 Satuan Nilai Rujukan Warna Kuning KuningKekeruhan Clear ClearPh 8.0 7.0 4.5-8.0Berat Jenis 1.010 1.010 1.015- 1.025Eritrosit 2.3 2.4 /ul Negatif
0 0 /LPB NegatifLekosit 1 1 /LPB NegatifGlukosa Normal Normal Mg/dl NormalProtein Negatif Negatif Mg/dl NegatifEpitel squamus 1-2 1-2 /LPK NegatifEpitel transisional - - /LPK NegatifEpitel Bulat - - /LPK NegatifUrobilinogen Normal Normal Mg/dl NormalBilirubin Negatif Negatif Mg/dl NegatifNitrit Negatif Negatif NegatifKeton Negatif Negatif Negatif
12
KASUS BESAR
Silinder - Hyalin - Granulated - Leukosit
0--
0--
/LPK/LPK/LPK
0-3NegatifNegatif
Mukus 0.12 0.00Bakteri 70 78 /ul 0.0 – 2150.0
B. Feses rutin
31/07/12 01/08/12
Makroskopis :- Warna :- Konsistensi :- Lendir :- Pus :- Darah :- Makanan tak tercerna
:- Cacing :
CoklatLunakNegatifNegatifNegatif
--
Coklat gelapLunakNegatifNegatifNegatif
--
Mikroskopis :- Sel epitel :- Eritrosit :- Leukosit :- Protozoa :- Telur cacing :- Lain – lain :
++-
Blastocystis hominis ++
Yeast CellKuman
++---
Kuman
Catatan : Tinja lunak warna coklat, ditemukan banyak Blastocystis Hominis.
Tinja lunak warna coklat gelap, tidak ditemukan parasit maupun jamur pato-gen.
C. Endoskopi (2 Agustus 2012)
Esofagus : mukosa dan lumen tampak normal.
Lambung : mukosa fundus, corpus, dan cardiac tampak hiperemis.
Mukosa anthrum hiperemis, erosi (+), dan biopsi (+).
Duodenum : Mukosa dan lumen sulcus (+), fave II normal.
Diagnosis : gastritis erosive antrum.
13
KASUS BESAR
V. RESUME
Sejak 3 hari SMRS pasien mengeluh BAB berwarna merah kehitaman,
kental. BAB sering setiap 10 menit sekali, sedikit-sedikit dan perut terasa
penuh. Konsistensi BAB terkadang lembek dan berlendir.
3 bulan SMRS berat badan pasien 75 kg , kemudian pasien melakukan
diet untuk menurunkan berat badan dan saat ini berat badan pasien 55 kg.
Sejak 6 bulan SMRS pasien mengeluhkan badan terasa linu, pegal di
seluruh tubuh, tidak hilang dengan istirahat, sulit untuk tidur, perut terasa
sebah dan penuh. Setiap pasien makan dengan jumlah yang sedikit perut
dirasakan langsung penuh. Pasien merasakan perut mules dan mual.
Pasien pernah mondok di RS Sragen sekitar 2 bulan yang lalu dengan
keluhan nyeri ulu hati, kemudian dirujuk ke RSDM. Pasien juga merasakan
mual (+) dan nafsu makan turun.
Pada anamnesis ditemukan sulit tidur (+), nafsu makan turun (+), dan
berat badan turun (+). Pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah 120/70
mmHg, frekuensi nafas 24 x / menit, nadi 80 x / menit, suhu 36,70C. Pada
pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan epigastrium (+). Mual (+),
perut sebah (+), perut mulas (+), dan berak hitam (+). Pemeriksaan mata
didapatkan konjungtiva pucat (+). Pada pemeriksaan musculoskeletal
didapatkan nyeri otot (+). Pada pemeriksaan ekstremitas atas didapatkan
telapak tangan pucat (+).
Pemeriksaan Laboratorium darah rutin 31/07 ditemukan: Hb 7,9 g/dl
HCT 27% AE 3,90x106 /UI. Index eritrosit 31/07: MCV 69,8 /um MCH 20,3
pg MCHC 29,0 gr/dL RDW 16,5 % MPV 6,5. Kimia klinik 31/07: Kreatinin
0,5 mg/dl Alkali fosfatase 36 u/L, 01/08: Ureum 51 mg/dl Kreatinin 1.7
mg/dl SGPT 52 u/L Gamma GT 174 u/L Alkali fosfatase 171 u/L Kolesterol
total 210 mg/dL HDL-D 29 mg/dL. Darah rutin 02/08: Hb 10,9 g/dl.
Pemeriksaan urin 31/07 didapatkan hasil dalam batas normal. Pada
makroskopis dan mikroskopis pemeriksaan tinja 31/07 didapatkan hasil
warna coklat gelap, konsistensi lunak, darah (+), eritrosit (+), protozoa (+)
Blastocystis hominis (++), 01/08: makroskopis dalam batas normal, pada
pemeriksaan mikroskopis eritrosit (+).
14
KASUS BESAR
VI. PROBLEM DAN PEMECAHAN MASALAH
Problem 1. Melena dd Non variceal bleeding; variceal bleeding
Ass : Anamnesis : 3 hari SMRS pasien mengeluh BAB merah kehitaman
(warna kehitaman namun menjadi merah jika disiram).
IpDx : DR3,LFT, feces rutin, USG Abdomen,EGD
IpTx : bed rest tidak total
O2 2 lpm K/P
diet lambung 1700 kkal
IVFD NaCl 0,9 % 20 tpm
Injeksi Ranitidin 1 ampul/ 12 jam
Injeksi transamin 1 ampul/ 8 jam
Antasyd Syrup 3 X CI
B complex 3x1
IpMx : Monitoring melena
IpEx : edukasi pasien dan keluarga tentang penyakit yang diderita
Px : Ad Vitam : Dubia ad bonam
Ad Sanam : Dubia ad bonam
Ad Fungsionam : Dubia ad bonam
Problem 2. Dyspepsia Ulcer Like Type
Ass : Anamnesis : Pasien nyeri ulu hati, mual-mual, dan mules-mules
lebih kurang 6 bulan SMRS.
dd Ulkus peptikum
Gastritis kronis
Ip Dx : LFT, USG abdomen, EGD
Ip Tx : Injeksi Ranitidin 1 amp/12 jam
Antasid syrup 3 x C 1
Ip Mx : Monitoring melena
Ip Ex : Penjelasan kepada pasien tentang penyakitnya
15
KASUS BESAR
Px : Ad Vitam : Dubia ad bonam
Ad Sanam : Dubia ad bonam
Ad Fungsionam : Dubia ad bonam
Problem 3. Anemia Sedang Hipokromik Mikrositik
Ass : Anamnesis : Lemas, pusing, nggliyer, nafsu makan berkurang,
mual
Pemeriksaan fisik : Konjungtiva pucat (+/+), dan telapak tangan
pucat.
Pemeriksaan penunjang : Hb 7,9 mg/dl, Ht 27 %, AE 3,90 x 106
Ul, MCV 69,8/ugr, MCH 20,3 pg, MCHC 29,0
gr/dl
DD : penyakit kronik
defisiensi FE
Ip Dx : SI, TIBC, Feritin
Ip Tx : Tranfusi PRC 2 kolf
B Plex 3 x 1
Ip Mx : Hb
Ip Ex : Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakitnya
Problem 4. Gastritis Erosif Anthrum
Ass : Anamnesis : mual, muntah, lemas
Pemeriksaan fisik : nyeri tekan (+) epigastrium, CP (+/+)
Pemeriksaan penunjang : endoskopi
Ip Tx : Bed rest tidak total
Injeksi Ranitidin 1 ampul/ 12 jam
Injeksi transamin 1 ampul/ 8 jam
Antasyd Syrup 3 X CI
Metoklopramid 3x1 (kp)
Sukralfat syr 3xCI
Ip Ex : edukasi pasien untuk banyak istirahat, hindari stress, makan
makanan lunak bebas serat dan tidak merangsang lambung.
16
KASUS BESAR
Ip Mx : Monitoring Gastritis
Ip Ex : Penjelasan kepada pasien tentang penyakitnya
Px : Ad Vitam : Dubia ad bonam
Ad Sanam : Dubia ad bonam
Ad Fungsionam : Dubia ad bonam
17
KASUS BESAR
PROGRESS NOTE
Tanggal 30 Juli 2012 31 Juli 2012Subyektif Melena MelenaObyektif KU: tampak lemah, compos mentis
T : 110/70Rr : 20x/menitN : 90x/menitSuhu : 36,5°CMata: CP (+/+), SI(-/-)Leher: JVP(R+2)cm, KGB tidak membesar.Cor: IC tdk tampak, IC tdk kuat angkat, Batas jantung kesan tidak melebar, BJ I-II murni, intensitas normal, reguler, bising (-) Pulmo: Pengembangan dada kanan=kiri, fremitus raba kanan=kiri, sonor/sonor, SDV(+/+), ST(-/-) Abdomen: DP//DD, bising usus (+) normal, tympani, supel, nyeri tekan pada ulu hati (+). Hepar lien tidak teraba, area Troube timpaniAkral dingin:
_ _
_ _
Oedem:
KU: lemah, CMT : 120/70Rr : 20x/menitN : 80x/menitSuhu : 36,3 °CMata: CP (+/+), SI(-/-)Leher: JVP(R+2)cm, KGB tidak membesar.Cor: IC tdk tampak, IC tdk kuat angkat, Batas jantung kesan tidak melebar, BJ I-II murni, intensitas normal, reguler, bising (-) Pulmo: Pengembangan dada kanan=kiri, fremitus raba kanan=kiri, sonor/sonor, SDV(+/+), ST(-/-) Abdomen: DP//DD, bising usus (+) normal, tympani, supel, nyeri tekan pada ulu hati (+). Hepar lien tidak teraba, area Troube timpaniAkral dingin:
_ _
_ _
Oedem:
Pemeriksaan Penunjang
Terlampir Terlampir
Assesment Melena dd variceal bleeding, nonva-riceal bleeding
Dyspepsia ulkus like type dd gastritis, ulkus peptikum
Melena dd variceal bleeding, nonva-riceal bleeding
Dyspepsia ulkus like type dd gastritis, ulkus peptikum
Anemia hipokromik mikrositik dd defisiensi besi e/c pendarahan kronis
Planning - DR3, LFT, feses rutin- USG abdomen, EGD
Tunggu hasil pemeriksaan DR3, LFT, feses rutin, USG abdomen, dan EGD- TIBC, GDT, Ferritin serum
Terapi - Bedrest tidak total- O2 2lpm (kp)- Diet lambung lunak bebas serat dan
tidak merangsang 1700 kkal.- Infus NaCl 0,9% 20 tpm- Injeksi Ranitidin 1 amp / 12 jam- Antasyd syrup 3xC1- Injeksi Transamin 1 amp / 8 jam- Vitamin Bplex 3x1
- Bedrest tidak total- O2 2lpm (kp)- Diet lambung lunak bebas serat dan tidak
merangsang 1700 kkal.- Infus NaCl 0,9% 20 tpm- Injeksi Ranitidin 1 amp / 12 jam- Antasyd syrup 3xC1- Injeksi Transamin 1 amp / 8 jam- Vitamin Bplex 3x1
18
- -- -
- -- -
KASUS BESAR
Tanggal 1 Agustus 2012 2 Agustus 2012Subyektif Nyeri saat BAB, berak darah (+) Nyeri saat BAB, berak darah (+)Obyektif KU : tampak sakit ringan, compos mentis
T : 140/100Rr: 20x/menitN : 92x/menitSuhu : 36,9°CMata: CP (+/+), SI(-/-)Leher: JVP(R+2)cm, KGB tidak membesar.Cor: IC tdk tampak, IC tdk kuat angkat, Batas jantung kesan tidak melebar, BJ I-II murni, intensitas normal, reguler, bising (-) Pulmo: Pengembangan dada kanan=kiri, fremitus raba kanan=kiri, sonor/sonor, SDV(+/+), ST(-/-) Abdomen: DP//DD, bising usus (+) normal, tympani, supel, nyeri tekan pada ulu hati (+). Hepar lien tidak teraba, area Troube timpaniAkral dingin:
_ _
_ _
Oedem:
KU : tampak sakit sedang, compos mentisT : 120/80Rr: 20x/menitN : 72x/menitSuhu : 36,5°CMata: CP (+/+), SI(-/-)Leher: JVP(R+2)cm, KGB tidak membesar.Cor: IC tdk tampak, IC tdk kuat angkat, Batas jantung kesan tidak melebar, BJ I-II murni, intensitas normal, reguler, bising (-) Pulmo: Pengembangan dada kanan=kiri, fremitus raba kanan=kiri, sonor/sonor, SDV(+/+), ST(-/-) Abdomen: DP//DD, bising usus (+) normal, tympani, supel, nyeri tekan pada ulu hati (-). Hepar lien tidak teraba, area Troube timpani.Akral dingin:
_ _
_ _
Oedem:
Pemeriksaan Penunjang
- EGD mukosa …- cek DR3, SGOT, SGPT, PT/APTT, EKG- Feses rutin
-
Assesment Melena dd variceal bleeding, nonva-riceal bleeding
Dyspepsia ulkus like type dd gastritis, ulkus peptikum
Anemia hipokromik mikrositik dd defisiensi besi e/c pendarahan kronis
Melena dd variceal bleeding, nonva-riceal bleeding
Dyspepsia ulkus like type dd gastritis, ulkus peptikum
Anemia hipokromik mikrositik dd defisiensi besi e/c pendarahan kronis
Planning - penjadwalan pemeriksaan Endoskopi Tunggu hasil Endoskopi dan hasil feses rutinTerapi - Bedrest tidak total
- O2 2lpm (kp)- Diet lambung lunak bebas serat dan
tidak merangsang 1700 kkal.- Infus NaCl 0,9% 20 tpm- Injeksi Ranitidin 1 amp / 12 jam- Sucralfat syrup 3xC1- Antasyd syrup 3xC1 (pemberian diberi
jarak dengan antasyd)- Vitamin Bplex 3x1
- Bedrest tidak total- O2 2lpm (kp)- Diet lambung lunak bebas serat dan tidak
merangsang 1700 kkal.- Infus NaCl 0,9% 20 tpm- Injeksi Ranitidin 1 amp / 12 jam- Sucralfat syrup 3xC1- Antasyd syrup 3xC1 (pemberian diberi
jarak dengan antasyd)- Vitamin Bplex 3x1
19
- -- -
- -- -
KASUS BESAR
Tanggal 3 Agustus 2012 4 Agustus 2012Subyektif Pusing Tidak ada keluhanObyektif KU: compos mentis
T : 110/70Rr : 20x/menitN : 76x/menitSuhu : 36,5°CMata: CP (-/-), SI(-/-)Leher: JVP(R+2)cm, KGB tidak membesar.Cor: IC tdk tampak, IC tdk kuat angkat, Batas jantung kesan tidak melebar, BJ I-II murni, intensitas normal, reguler, bising (-) Pulmo: Pengembangan dada kanan=kiri, fremitus raba kanan=kiri, sonor/sonor, SDV(+/+), ST(-/-) Abdomen: DP//DD, bising usus (+) normal, tympani, supel, nyeri tekan (-). Hepar lien tidak teraba, area Troube timpaniAkral dingin:
_ _
_ _
Oedem:
KU:, compos mentisT : 120/70Rr : 24x/menitN : 80x/menitSuhu : 36,5 °CMata: CP (-/-), SI(-/-)Leher: JVP(R+2)cm, KGB tidak membesar.Cor: IC tdk tampak, IC tdk kuat angkat, Batas jantung kesan tidak melebar, BJ I-II murni, intensitas normal, reguler, bising (-) Pulmo: Pengembangan dada kanan=kiri, fremitus raba kanan=kiri, sonor/sonor, SDV(+/+), ST(-/-) Abdomen: DP//DD, bising usus (+) normal, tympani, supel, nyeri tekan (-). Hepar lien tidak teraba, area Troube timpaniAkral dingin:
_ _
_ _
Oedem:
Pemeriksaan Penunjang
- -
Assesment Gastritis erosif anthrum Dyspepsia ulkus like type dd gastritis,
ulkus peptikum Anemia hipokromik mikrositik dd
defisiensi besi e/c pendarahan kronis (perbaikan)
Gastritis erosif anthrum Dyspepsia ulkus like type dd gastritis,
ulkus peptikum
Planning Jika pengawasan KUVS baik diusulkan rawat jalan dan besok BLPL
Besok BLPL
Terapi - Bedrest tidak total- O2 2lpm (kp)- Diet lambung lunak bebas serat dan
tidak merangsang 1700 kkal.- Infus NaCl 0,9% 20 tpm- Injeksi Ranitidin 1 amp / 12 jam- Sucralfat syrup 3xC1- Antasyd syrup 3xC1 (pemberian diberi
jarak dengan antasyd)- metoklopramid 3x1 (kp)- Vitamin Bplex 3x1
- Bedrest tidak total- O2 2lpm (kp)- Diet lambung lunak bebas serat dan tidak
merangsang 1700 kkal.- Infus NaCl 0,9% 20 tpm- Injeksi Ranitidin 1 amp / 12 jam- Sucralfat syrup 3xC1- Antasyd syrup 3xC1 (pemberian diberi
jarak dengan antasyd)- metoklopramid 3x1 (kp)- Vitamin Bplex 3x1
20
- -- -
- -- -
KASUS BESAR
ALUR KETERKAITAN MASALAH
21
Melena e.c. non variceal bleeding kronis
Dyspepsia ulcer like type
Gastritis erosif antrum
Anemia hiprokomik mikrositik
KASUS BESAR
TINJAUAN PUSTAKA
I. PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS
A. DEFINISI
Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) adalah perdarahan
saluran makanan proksimal dari ligamentum Treitz meliputi hematemesis
dan atau melena. Untuk keperluan klinik, dibedakan perdarahan varises
esophagus dan non-varises, karena antara keduanya terdapat
ketidaksamaan dalam pengelolaan dan prognosisnya.
Hematemesis adalah muntah darah. Darah bisa dalam bentuk segar
(bekuan/gumpalan atau cairan berwarna merah cerah) atau berubah
karena enzim dan asam lambung menjadi kecoklatan dan berbentuk
seperti butiran kopi. Memuntahkan sedikit darah dengan warna yang
telah berubah adalah gambaran nonspesifik dari muntah berulang dan
tidak selalu menandakan perdarahan saluran pencernaan atas yang
signifikan.
Melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti
aspal/ter, dengan bau busuk, dan perdarahannya sejumlah 50-100 ml atau
lebih. Melena menunjukkan perdarahan saluran cerna bagian atas. Tinja
yang gelap dan padat dengan hasil tes perdarahan samar (occult blood)
positif menunjukkan perdarahan pada usus halus dan bukan melena.
B. ETIOLOGI
Perdarahan saluran cerna dapat yang bermanifestasi klinis mulai
dari yang seolah ringan, misalnya perdarahan tersamar sampai pada
keadaan yang mengancam hidup. Hematemesis adalah muntah darah
segar (merah segar) atau hematin (hitam seperti kopi) yang merupakan
indikasi adanya perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) atau
proksimal dari ligamentum Treitz. Melena (feses berwarna hitam)
biasanya berasal dari perdarahan SCBA, walaupun perdarahan usus halus
dan bagian proksimal kolon dapat juga bermanifestasi dalam bentuk
melena. Adapun penyebab dari perdarahan SCBA, antara lain:
23
KASUS BESAR
1. Pecahnya varises esophagus (tersering di Indonesia lebih kurang
70-75%). Esophagus bagian bawah merupakan saluran kolateral
penting yang timbul akibat sirosis dan hipertensi portal. Vena
esophagus daerah leher mengalirkan darah ke vena azigos dan
hemiazigos, dan dibawah diagfragma vena esophagus masuk
kedalam vena gastrika sinistra. Hubungan antara vena porta dan
vena sistemik memungkinkan pintas dari hati pada kasus hipertensi
porta. Aliran kolateral melalui vena esofagus menyebabkan
terbentuk varises esophagus (vena varikosa esophagus). Vena yang
melebar ini dapat pecah, menyebabkan perdarahan yang
bersifat fatal.
2. Perdarahan tukak peptik (ulkus peptikum). Perdarahan
merupakan penyulit ulkus peptikum yang paling sering terjadi,
sedikitnya ditemukan pada 15-25% kasus selama perjalanan
penyakit. Walaupun ulkus disetiap tempat dapat mengalami
perdarahan, namun tempat perdarahan tersering adalah dinding
posterior bulbus duodenum, karena ditempat ini dapat terjadi erosi
arteri pankreatiko duodenalis atau arteria gastroduodenalis.
3. Gastritis (terutama gastritis erosif akibat OAINS). Gastritis
merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa
lambung yang dapat bersifat akut, kronik, difus, atau local. Banyak
sekali etiologi yang dapat menyebabkan terjadinya gastritis, antara
lain endotoksin bakteri, kafein, alcohol, aspirin dan infeksi
H. pylori lebih sering dianggap sebagai penyebab gastritis akut.
4. Gastropathi hipertensi portal
5. Esofagitis yang dapat menyebabkan perdarahan ialah esofagitis
refluks kronis. Esofagitis refluks kronis merupakan bentuk
esofagitis yang paling sering ditemukan secara klinis. Gangguan ini
disebabkan oleh sfingter esophagus bagian bawah yang bekerja
dengan kurang baik dan refluks asam lambung atau getah alkali
usus ke dalam esophagus yang berlangsung dalam waktu yang
lama. Sekuele yang terjadi akibat refluks adalah
24
KASUS BESAR
peradangan, perdarahan, dan pembentukan jaringan parut dan
striktur.
6. Sindroma Mallory-Weiss. Hematemesis atau melena yang secara
khas mengikuti muntah-muntah berat yang berlangsung beberapa
jam atau hari, dapat ditemukan satu atau beberapa laserasi mukosa
lambung mirip celah, terletak memanjang atau
sedikit dibawah esofagogastrikum junction.
7. Keganasan, misalnya kanker lambung.
8. Angiodisplasia ialah kelainan vaskular kecil, seperti yang
terdapat pada traktus intestinalis.
C. PATOFISIOLOGI PERDARAHAN SCBA
Penyebab tersering dari perdarahan saluran cerna adalah pecahnya
varises esofagus. Varises esofagus merupakan salah satu komplikasi dari
sirosis hepatis. Sirosis ini menyebabkan peningkatan tekanan pada vena
porta yang biasa disebut dengan hipertensi porta. Peningkatan tekanan
pada vena porta menyebabkan terjadinya aliran kolateral menuju vena
gastrika sinistrayang pada akhirnya tekanan vena esofagus akan
meningkat pula. Peningkatan tekanan pada venaesofagus ini
menyebabkan pelebaran pada vena tersebut yang disebut varices
esofagus.
Varises esofagus ini dapat pecah dan menimbulkan perdarahan.
Terjadinya perdarahan ini bergantung pada beratnya hipertensi porta dan
besarnya varises. Darah dari pecahnya varises esofagus ini akan masuk
ke lambung dan bercampur dengan asam klorida (HCL) yang
terdapat pada lambung. Darah yang telah bercampur dengan asam clorida
menyebabkan darah berwarna kehitaman.
Jika darah ini dimuntahkan, maka akan bermanifestasi sebagai
hematemesis. Selain dimuntahkan, darah ini juga dapat bersama makanan
masuk ke usus dan akhirnya keluar bersama feses yang
menyebabkan feses berwarna kehitaman (melena). Hematemesis dan
melena juga dapat ditemukan pada penyakit tukak peptik
25
KASUS BESAR
(ulcus pepticum). Mekanisme patogenik dari ulkus peptikum ialah
destruksi sawar mukosa lambung yang dapat menyebabkan cedera atau
perdarahan, dimana cedera tersebut nantinya akan menimbulkan ulkus
pada lambung.
Aspirin, alkohol, garam empedu, dan zat-zat lain yang merusak
mukosa lambung mengubah permeabilitas sawar kapiler, sehingga
memungkinkan difusi balik asam klorida yangmengakibatkan kerusakan
jaringan, terutama pembuluh darah. Histamin dikeluarkan,merangsang
sekresi asam dan pepsin lebih lanjut dan meningkatkan permeabilitas
kapiler terhadap protein. Mukosa menjadi edema, dan sejumlah besar
protein plasma dapat hilang.
Mukosa kapiler dapat rusak, mengakibatkan terjadinya hemoragi
interstisial dan perdarahan.Sama seperti varises esofagus, darah ini akan
dapat bermanifestasi sebagai hematemasis dan ataumelena.
D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis dari perdarahan saluran cerna bagian atas dapat berupa
1. Anemiadefisiensi besi dan
2. Hematemesis dan atau melena.
Jadi hematemesis dan atau melena adalah gejala klinis dari perdarahan
saluran cerna bagian atas yang didasari oleh suatu penyakit
primer,misalnya varises esophagus, ulkus peptikum, gastritis, dan lain-
lain. Perdarahan pada varises esophagus tidak nyeri, onsetnya tiba-tiba,
volumenya besar, disertai adanya bekuan darah, dan darah berwarna
merah kehitaman. Perdarahan pada ulkus peptikum seringkali
menimbulkan perdarahan dalam ukuran besar, tidak nyeri, t4 mengalami
perubahan (³coffee ground´). Perdarahan pada gastritis biasanya merah
terang dengan volume yang sedikit. Adanya penurunan berat badan
mengarahkan dugaan ke keganasan.
26
KASUS BESAR
II. GASTRITIS EROSIVE
A. DEFINISI
Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan
mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis dan difus atau lokal.
Gastritis erosif bila terjadi kerusakan mukosa lambung yang tidak meluas
sampai epitel. Gastritis merupakan penyakit yang sering ditemukan,
biasanya bersifat jinak dan merupakan respon mukosa terhadap berbagai
iritan lokal. Endotoksin bakteri (setelah menelan makanan), kafein,
alkohol, dan aspirin merupakan pencetus yang lazim. Infeksi
Helicobacter pylori lebih sering diangap penyebab gastritis akut. Obat-
obatan seperti obat anti inflamasi non steroid (OAINS) sulfonamid,
steroid juga diketahui menggangu sawar mukosa lambung.
B. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
1. Helicobater pylori
Individu sehat dibawah umur 30 tahun mempunyai angka
prevalesi koloni H. Pylori pada lambung sekitar 10 %. Kolonisasi
meningkat sesuai umur, pada mereka yang berumur lebih dari 60
27
KASUS BESAR
tahun mempunyai tingkat 9 kolonisasi sesuai umur mereka. H. pylori
merupakan basil gram-negatif, spiral dengan flagel multipel lebih
menyukai lingkungan mikroaerofilik. H. Pylori tidak menyerang
jaringan, menghuni dalam gel lendir yang melapisi epitel. H. pylori
mengeluarkan urease yang memecah urea menjadi amnion dan CO2
sehingga milieu akan menjadi basa dan kuma terlindungi terhadap
faktor merusak dari asam lambung. Disamping itu, kuman ini
membentuk platelet ectiving faktor yang merupakan pro inflamatory
sitokin. Sitokin yang terbentuk mempunyai efek langsung pada sel
epitel melalui ATP-ase dan proses transport ion.
2. OAINS dan Alkohol
OAINS dan alkohol merupakan zat yang dapat merusak mukosa
lambung dengan mengubar permeabilitas sawar epitel, sehinga
memungkinkan difus balik asam klorida yang mengakibatkan
kerusakan jaringan terutama pembuluh darah. Zat ini menyebabkan
perubahan kualitatif mukosa lambung yang dapat mempermudah
terjadinya degradasi mukus oleh pepsin. Mukosa menjadi edem, dan
sejumlah besar protein plasma dapat hilang. Mukosa kapiler dapat
rusak mengakibatkan hemoragi interstisial dan perdarahan. Mukosa
antrum lebih rentan terhadap difusi balik dibanding fundus sehinga
erosif serin terjadi di antrum. Difus balik ion H akan merangsang
histamin untuk lebih banyak mengeluarkan asam lambung, timbul
dilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler, kerusakan
mukosa lambung.
3. Stress ulkus
Istilah ulkus stress digunakan untuk menjelaskan erosi lambung
yang terjadi akibat stress psikologis atau fisiologis yang berlangsung
lama. Bentuk stress dapat bermacam-macam seperti syok hipotensif
setelah trauma dan operasi besar, sepsis, hipoksia, luka bakar hebat
(ulkus Curling), atau trauma serebral (ulkus Cushing).
Gastritis erosive akibat stress memiliki lesi yang dangkal,
ireguler, menonjol keluar, multiple. Lesi dapat mengalami perdarahan
28
KASUS BESAR
lambat menyebabkan melena, dan seringkali tanpa gejala. Lesi ini
bersifat superficial. Ulkus stress dibagi menjadi 2. Ulkus cushing
karena cedera otak ditandai oleh hiperasiditas nyata yang diperantarai
oleh rangsang vagus dan ulkus curling an sepsis ditandai oleh
hipersekresi asam lambung. Sebagian besar peneliti setuju bila
iskemia mukosa lambung adalah factor etiologi utama yang
menyebabkan terjadinya destruksi sawar lambung dan terbentuk
ulserasi.
C. GAMBARAN KLINIS
Secara umum pasien gastritis erosive mengeluh dyspepsia.
Dyspepsia adalah suatu sindrom/ kumpulan gejala berupa mual, muntah,
kembung, nyeri ulu hati, sendawa, rasa terbakar, rasa penuh ulu hati dan
cepat merasa kenyang. Secara umum dyspepsia dibagi menjadi empat
yaitu: dyspepsia akibat tukak, dyspepsia akibat gangguan motilitas,
dyspepsia akibat refluks da dyspepsia tidak spesifik. Pada dyspepsia
gangguan motilitas, keluhan yang paling menonjol adalah perasaan
kembung, rasa penuh ulu hati setelah makan, cepat merasa kenyang
disertai sendawa. Pada dyspepsia akibat refluks, keluhan yang menonjol
berupa nyeri ulu hati dan rasa seperti terbakar, harus disingkirkan adanya
pasien kardiologis. Pasien tukak memberikan ciri seperti nyeri ulu hati,
rasa tidak nyaman, disertai muntah. Rasa sakit gastritis erosive timbul
setelah makan, berbeda dengan ulkus duodenum yang lebih enak setelah
makan. Walaupun demikian, rasa nyeri saja tidak cukup menegakkan
gastritis erosive, selain itu dapat terjadi juga perdarahan atau perforasi.
D. DIAGNOSIS
Diagnosis gastritis erosif ditegakkan berdasarkan pengamatan
klinis, pemeriksaan penunjang (radiologi dan endoskopi), dan hasil
biopsy untuk pemeriksaan kuman H. pylori. Pemeriksaan endoskopi
memudahkan diagnosis tepat erosive. Dengan endoskopi memungkinkan
visualisasi dan dokumentasi fotografik sifat ulkus, ukuran, bentuk dan
29
KASUS BESAR
lokasinya dan dapat menjadi dasar referensi untuk penilaian
penyembuhan. Pada pemeriksaan radiologi didapatkan gambaran niche
atau crater. Pemeriksaan tes CLO/PA untuk menunjukkan apakah ada
infeksi H. pylori dalam rangka eradikasi kuman.
E. TERAPI
Terapi pada gastritis erosif terdiri dari terapi non-medikamentosa,
medikamentosa dan operasi. Tujuan dari terapi adalah menghilangkan
keluhan, menyembuhkan atau memperbaiki erosi, mencegah
kekambuhan dan mencegah komplikasi.
1. Non-medikamentosa
a. Istirahat : Stres dan kecemasan memegang peran dalam peningkata
asam lambung. Sebaiknya pasien hidup tenang dan memerima stres
dengan wajar.
b. Diet : Makanan lunak apalagi bubur saring, makanan yang
mengandung susu tidak lebih baik dari makanan biasa, karena
makanan halus dapat merangsang pengeluaran asam lambung.
Cabai, makanan merangsang, makanan mengandung asam dapat
menimbulkan rasa sakit.
2. Medikamentosa
a. Antasida
Pada saat ini sudah jarang digunakan, sering untuk menghilangkan
rasa sakit. Dosis 3x1 tablet.
b. Koloid Bismuth
Mekanisme kerja belum jelas, kemungkinan membentuk lapisan
penangkal bersama protein pada dasar ulkus dan melindunginya
terhadap pengaruh asam dan pepsin. Dosis 2x2 sehari. Efek
samping tinja kehitaman sehingga menimbulkan keraguan dengan
perdarahan.
c. Sukralfat
Mekanisme kerja kemungkinan melalui pelepasan kutup
alumunium hidroksida yang berkaitan dengan kutub positif
30
KASUS BESAR
molekul protein membentuk lapisan fisikokemikal pada dasar
ulkus, yang melindungi dari asam dan pepsin. Efek lain membantu
sintesis prostglandin dan menambah sekresi bikarbonat dan
mukus , meningkatkan daya pertahanan dan perbaikan mukosa.
d. Prostaglandin
Mekanisme kerja dengan mengurangi sekresi asam lambung,
menambah sekresi mukus, bikarbonat dan menambah aliran darah
mukosa serta pertahanan dan perbaikan mukosa. Biasanya
digunakan sebagai penangkal ulkus gaster pada pasien yang
menggunakan OAINS.
e. Antagonis Reseptor H2/ ARH2
Struktur homolg dengan histamin. Mekanisme kerjanya memblokir
efek histamin pada sel parietal untuk tidak memproduksi asam
lambung. Dosis: Simetidin (2x400 mg), Ranitidin 300 mg/hari,
Nizatidin 1x300 mg, Famotidin (1x40 mg), Roksatidin (2x75 mg).
f. Proton Pump Inhibitor/ PPI
Mekanisme kerja memblokir enzim K+H+- ATP ase yang akan
memecah K+H+- ATP menjadi energi yang digunakan untuk
mengeluarkan asam lambung. Penggunaan jangka panjang dapat
menimbulkan kenaikan gastrin darah. PPI mencegah pengeluaran
asam lambun, menyebabkan pengurangan rasa sakit, mengurangi
faktor agresif pepsin dengan PH>4.
1) Omeprazol 2x20 mg 2) Lanzoprazol/ Pantoprazol 2x40 mg
g. Penatalaksanaan Infeksi H. Pylori
1) Terapi tripel
- PPI 2x1 + Amoksisislin 2x1000 + Klaritromisin 2x500
- PPI 2x1 + Metronidazol 3x500 + Klaritromisin 2x500
- PPI 2x1 + Metronidazol 3x500 + Amoksisilin 2x1000
- PPI 2x1 + Metronidazol 3x500 + Tetrasiklin 4x500
31
KASUS BESAR
2) Terapi Kuadrupel, jika gagal dengan terapi tripel. Regimen
terapinya yaitu: PPI 2x1, Bismuth 4x2, metronidazol 4x250,
tetrasiklin 4x500.
h. Tindakan operasi
Tindakan operasi sat ini frekuensinya menurun akibat keberhasilan
terapi medikamentosa. Prosedur opersai yang dilakukan pada ulkus
gaster pada ulkus refrakter, darurat karena komplikasi perdarahan
dan perforasi, dan sangkaa keganasan.
III. DISPEPSIA
A. DEFINISI
Dispepsia adalah kumpulan keluhan nyeri atau perasaan tak enak
(abdominal discomfort) yang bersifat menetap atau berulang, di daerah
epigastrium, yang disertai dengan keluhan-keluhan nyeri di belakang dada,
seperti rasa penuh, kembung, mual, muntah, cepat kenyang, tak suka
makan, dan pengeluaran gas yang berlebihan (bersendawa). Keluhan yang
khas berupa rasa panas di belakang dada (heart burn), bila ini merupakan
keluhan yang paling menonjol, harus dimasukkan dalam diagnosis
penyakit refluks gastro-esofagus, sampai kemudian terbukti adanya
penyakit lain.1
B. PATOGENESIS
Mekanisme yang menimbulkan keluhan dispepsia masih belum jelas.
Beberapa teori yang menyatakan penyebab dispepsia:
1. Asam lambung
Pada 50% penderita NUD (non-ulcer dyspepsia) dengan infeksi H.
Pylori, ditemukan peningkatan kadar GRP (gastrin releasing
peptide) dibanding orang normal. Meskipun peningkatan kadar asam
lambung tidak ditemukan pada semua penderita dengan NUD,
kemungkinan adanya peningkatan kepekaan terhadap asam lambung
perlu dipertimbanagkan. Pengaruh asam lambung ini dapat
dipertimbangkan pada mereka dengan keluhan nyeri yang menonjol.
2. Dismotilitas dan hipersensitivitas viseral
32
KASUS BESAR
Sekitar 30% penderita NUD, terdapat keterlambatan dalam
pengosongan lambung. Pada penderita dengan kluhan cepat
kenyang, terbuktu berhubungan erat dengan gangguan pada daerah
fundus lambung. Penelitian lain menunjukkan bahwa distensi bagian
distal lambung berhubungan dengan peningkatan aktivitas batang
otak, korteks, dan cerebellum.
3. Kejiwaan
Penderita dengan keluhan dispepsia juga dapat menunjukkan
kelainan “psycho-pathology” seperti rasa cemas, neurosis, dan
gangguan emosi. Keluhan ini juga berhubungan dengan stress yang
berlangsung lama.
4. Infeksi kuman Helicobacter pylori
Peranan infeksi kuman H. Pylori dalam patogenesis dispepsia masih
belum jelas. Infeksi kuman H. Pylori dapat menimbulkan gastritis
kronis secara bervariasi, yang ditandai dengan adanya infiltrasi
netrofil dalam mukosa lambung dan produksi mediator-mediator
inflamasi yang dapat :
a. Mempengaruhi sekresi asam lambung
b. Mempengaruhi motilitas lambung
c. Kemungkinan mempengaruhi persepsi visceral
5. Diet dan lingkungan
Dikatakan sekitar 50% penderita keluhannya timbul bila
berhubungan dengan makanan berlemak, kopi, merokok, alkohol,
asam, pedas, panas, soda, dan lain-lain.
C. MANIFESTASI KLINIS
Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan,
membagi dispepsia menjadi tiga tipe :
1. Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (ulkus-like dyspepsia), dengan
gejala:
a. Nyeri epigastrium terlokalisasi
33
KASUS BESAR
b. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasid
c. Nyeri saat lapar
d. Nyeri episodik
2. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility-like
dyspesia), dengan gejala:
a. Mudah kenyang
b. Perut cepat terasa penuh saat makan
c. Mual
d. Muntah
e. Upper abdominal bloating (bengkak perut bagian atas)
f. Rasa tak nyaman bertambah saat makan
g. Dispepsia nonspesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe di atas)
Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta
dapat akut atau kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian
akut dan kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan.
Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin
disertai dengan sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada
beberapa penderita, makan dapat memperburuk nyeri; pada penderita
yang lain, makan bisa mengurangi nyerinya.
Gejala lain meliputi nafsu makan yang menurun, mual, sembelit, diare
dan flatulensi (perut kembung).
Jika dispepsia menetap selama lebih dari beberapa minggu, atau
tidak memberi respon terhadap pengobatan, atau disertai penurunan berat
badan atau gejala lain yang tidak biasa, maka penderita harus menjalani
pemeriksaan.
D. PEMERIKSAAN
Pemeriksaan untuk penanganan dispepsia terbagi beberapa
bagian, yaitu:
Pemeriksaan laboratorium biasanya meliputi hitung jenis sel darah
yang lengkap dan pemeriksaan darah dalam tinja, dan urine. Dari hasil
pemeriksaan darah bila ditemukan lekositosis berarti ada tanda-tanda
34
KASUS BESAR
infeksi. Pada pemeriksaan tinja, jika tampak cair berlendir atau banyak
mengandung lemak berarti kemungkinan menderita malabsorpsi.
Seseorang yang diduga menderita dispepsia tukak, sebaiknya diperiksa
asam lambung. Pada karsinoma saluran pencernaan perlu diperiksa
petanda tumor, misalnya dugaan karsinoma kolon perlu diperiksa CEA,
dugaan karsinoma pankreas perlu diperiksa CA 19-9 .
Barium enema untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus
halus dapat dilakukan pada orang yang mengalami kesulitan menelan
atau muntah, penurunan berat badan atau mengalami nyeri yang
membaik atau memburuk bila penderita makan .
Endoskopi bisa digunakan untuk memeriksa kerongkongan,
lambung atau usus kecil dan untuk mendapatkan contoh jaringan untuk
biopsi dari lapisan lambung. Contoh tersebut kemudian diperiksa
dibawah mikroskop untuk mengetahui apakah lambung terinfeksi oleh
Helicobacter pylori. Endoskopi merupakan pemeriksaan baku emas,
selain sebagai diagnostik sekaligus terapeutik.
Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan radiologi, yaitu
OMD dengan kontras ganda, serologi Helicobacter pylori, dan urea
breath test (belum tersedia di Indonesia). Pemeriksaan radiologis
dilakukan terhadap saluran makan bagian atas dan sebaiknya dengan
kontras ganda. Pada refluks gastroesofageal akan tampak peristaltik di
esofagusnyang menurun terutama di bagian distal, tampak anti-peristaltik
di antrum yang meninggi serta sering menutupnya pilorus, sehingga
sedikit barium yang masuk ke intestinum. Pada tukak baik di lambung,
maupun di duodenum akan terlihat gambar yang disebut niche, yaitu
suatu kawah dari tukak yang terisi kontras media. Bentuk niche dari
tukak yang jinak umumnya reguler, semisirkuler, dengan dasar licin.
Kanker di lambung secara radiologis, akan tampak massa yang ireguler
tidak terlihat peristaltik di daerah kanker, bentuk dari lambung berubah.
Pankreatitis akuta perlu dibuat foto polos abdomen, yang akan terlihat
tanda seperti terpotongnya usus besar (colon cut off sign), atau tampak
dilatasi dari intestin terutama di jejunum yang disebut sentinal loops.
35
KASUS BESAR
E. PENATALAKSANAAN
Berdasarkan Konsensus Nasional Penanggulangan Helicobacter
pylori 1996, ditetapkan skema penatalaksanaan dispepsia, yang
dibedakan bagi sentra kesehatan dengan tenaga ahli (gastroenterolog atau
internis) yang disertai fasilitas endoskopi dengan penatalaksanaan
dispepsia di masyarakat.
Pengobatan dispepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu:
1. Antasid 20-150 ml/hari
Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan
menetralisir sekresi asam lambung. Antasid biasanya mengandung
Na bikarbonat, Al(OH)3, Mg(OH)2, dan Mg triksilat. Pemberian
antasid jangan terus-menerus, sifatnya hanya simtomatis, unutk
mengurangi rasa nyeri. Mg triksilat dapat dipakai dalam waktu lebih
lama, juga berkhasiat sebagai adsorben sehingga bersifat nontoksik,
namun dalam dosis besar akan menyebabkan diare karena terbentuk
senyawa MgCl2.
2. Antikolinergik
Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat
yang agak selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor
muskarinik yang dapat menekan seksresi asama lambung sekitar 28-
43%. Pirenzepin juga memiliki efek sitoprotektif.
3. Antagonis reseptor H2
Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati
dispepsia organik atau esensial seperti tukak peptik. Obat yang
termasuk golongan antagonis respetor H2 antara lain simetidin,
roksatidin, ranitidin, dan famotidin.
4. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI)
Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada
stadium akhir dari proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang
termasuk golongan PPI adalah omeperazol, lansoprazol, dan
pantoprazol.
5. Sitoprotektif
36
KASUS BESAR
Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil
(PGE2). Selain bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam
lambung oleh sel parietal. Sukralfat berfungsi meningkatkan sekresi
prostoglandin endogen, yang selanjutnya memperbaiki
mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mukus dan meningkatkan
sekresi bikarbonat mukosa, serta membentuk lapisan protektif (site
protective), yang bersenyawa dengan protein sekitar lesi mukosa
saluran cerna bagian atas (SCBA).
6. Golongan prokinetik
Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon,
dan metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati
dispepsia fungsional dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks
dan memperbaiki bersihan asam lambung (acid clearance) (Mansjoer
et al, 2007).
7. Kadang kala juga dibutuhkan psikoterapi dan psikofarmaka (obat
anti- depresi dan cemas) pada pasien dengan dispepsia fungsional,
karena tidak jarang keluhan yang muncul berhubungan dengan
faktor kejiwaan seperti cemas dan depresi (Sawaludin, 2005)
IV. Anemia
Anemia didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red
cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen
yang cukup ke bagian perifer. Secara praktis anemia ditunjukkan oleh penu-
runan kadar hemoglobin, hematokrit, atau hitung eritrosit. Namun yang paling
lazim digunakan adalah hemoglobin kemudian dilanjutkan dengan hematokrit.
Harus diingat bahwa terdaat keadaan-keadaan tertentu dimana ketiga parame-
ter tersebut tidak sejalan dengan massa eritrosit seperti pada dehidrasi, per-
darahan akut dan kehamilan. Permasalahan yang timbul adalah berapa kadar
hemoglobin, hematokrit atau hitung eritrosit paling rendah yang dianggap ane-
mia. Kadar hemoglobin dan eritrosit sangat bergantung pada usia, jenis ke-
37
KASUS BESAR
lamin, ketinggian tempat tinggal serta keadaan fisiologis tertentu seperti mis-
alnya kehamilan.
Anemia merupakan suatu kumpulan gejala yang disebabkan oleh
bermacam penyebab. Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena:
1. Gangguan pembentukan er-
itrosit oleh sumsum tulang
2. Kehilangan darah (perdara-
han)
3. Proses penghancuran eritrosit
dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis)
Klasifikasi lain untuk anemia dapat dibuat berdasarkan gambaran mor-
fologik dengan melihat indeks eritrosit maupun gambaran darah tepi. Dalam
hal ini anemia dibagi menjadi tiga golongan:
1. Anemia hipokromik mikrositik (MCV < 80 fl, MCH < 27 pg)
a. Anemia defisiensi besi
b. Thalassemia mayor
c. Anemia akibat penyakit kronik
d. Anemia sideroblastik
2. Anemia normokromik normositik (MCV 80-95 fl, MCH 27-34 pg)
a. Anemia pasca perdarahan akut
b. Anemia aplastik
c. Anemia hemolitik didapat
d. Anemia pada gagal ginjal kronik
e. Anemia pada keganasan hematologik
3. Anemia makrositik (MCV > 95 fl)
a. Bentuk megaloblastik
Anemia defisiensi asam folat
Anemia defisiensi B12
b. Bentuk non megaloblastik
Anemia pada penyakit hati kronik
Anemia pada hipotiroidisme
38
KASUS BESAR
39
KASUS BESAR
DAFTAR PUSTAKA
Baldy CM. 2006. Gangguan Sel Darah Merah. Dalam: Price SA, Wilson LM (ed).
2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. pp: 255-7
Bazaldua, OV et al.1999. Evaluation and Management of Dyspepsia.
http://www.aafp.org/afp/991015ap/1773.html,
Hadi, Sujono. 2002. Gastroenterologi. Bandung : 156,159
Holtmann, Gerald. 2006. A Placebo-Controlled Trial of Itopride in Functional
Dyspepsia. http://content.nejm.org/cgi/content/short/354/8/ 832,
Longstreth, George F. 2006. Functional Dyspepsia — Managing the Conundrum.
http://content.nejm.org/cgi/content/short/354/8/791,
Mansjoer, Arif et al. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Edisi Ketiga.
Jakarta.: 488-491
Priana A. Patologi Klinik Untuk Kurikulum Pendidikan Dokter
Berbasis Kompetensi. Jakarta : Universitas Trisakti; 2010. p 7,15,21,24-5.
Price SA, Wilson LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.6th
ed. Jakarta : Penerbit ECG; 2005. P422-3
SCBA. Available
from pustaka.unpad.ac.id/.../pendarahan_akut_saluran_cerna_bagian_atas...
Accesed on.Jan 1.2012
Sudoyo AW. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V. Jakarta : Interna
Publishing. 2009. p 447-51.
40
KASUS BESAR
Tjokroprawiro, Askandar, Setiawan, Poernomo Budi. 2007. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya :
Airlangga University Press
41