Acara V
FIKOSIANIN: PEWARNA ALAMI DARI “BLUE GREEN MICROALGA”
SPIRULINA
LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI HASIL LAUT
Disusun Oleh:
Nama : Raynaldi Sugih
NIM : 13.70.0051
Kelompok : B3
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG
2015
1. MATERI DAN METODE
1.1. Materi
1.1.1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah sentrifuge, pengaduk/stirrer,
oven, dan plate stirrer.
1.1.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah biomassa Spirulina basah, aquades,
dan dekstrin.
1.2. Metode
1
8 gram biomassa Spirulina dimasukkan dalam Erlenmeyer
Dilarutkan dalam aquades (biomassa : aquades = 1 : 10)
Diaduk dengan stirrer selama ± 2 jam
2
Disentrifugasi 5000 rpm selama 10 menit hingga diperoleh endapan dan supernatan
Supernatan diencerkan dan divortex hingga pengenceran 10-2
Diukur kadar fikosianinnya dengan panjang gelombang 615 nm dan 652 nm
3
8 ml supernatan ditambah dekstrin (supernatan : dekstrin = 1 : 1)
Dicampur rata dan dituang ke wadah
Dioven pada suhu 45ºC hingga kadar air ± 7%
Diperoleh adonan kering yang gempal
4
Dihancurkan dengan alat penumbuk hingga berbentuk powder
2. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan terhadap fikosianin dari Spirulina tiap kelompok dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Pengukuran OD, Konsentrasi Fikosianin (KF), Yield, dan Warna Fikosianin
KelompokBerat
biomassa (gram)
Jumlah aquades
(ml)
Total filtrat (ml)
OD615 OD652 KF (mg/ml)Yield
(mg/g)Warna
Sebelum di oven
Setelah dioven
B1 8 80 56 0,1521 0,1094 1,877 13,139 + +B2 8 80 56 0,1481 0,1094 1,800 12,600 ++ ++B3 8 80 56 0,1393 0,1732 1,071 7,497 + +B4 8 80 56 0,1676 0,1749 1,586 11,103 + +B5 8 80 56 0,1217 0,1743 0,732 5,124 + +
Keterangan :Warna :+ : biru muda++ : biru+++ : biru tua
Berdasarkan Tabel 1 diatas, dapat dilihat bahwa semua kelompok mempunyai perlakuan yang sama. Masing-masing kelompok
menggunakan biomassa Spirulina sebesar 8 gram dengan penambahan aquades sebanyak 80 ml sehingga semua kelompok memperoleh
total filtrat sebanyak 56 ml. Kemudian dilakukan pengukuran terhadap OD615 dan OD652 menggunakan spektrofotometer. Hasil OD615 dan
OD652 tertinggi diperoleh kelompok B4 yaitu sebesar 0,1676 dan 0,1749. Sedangkan yang terendah untuk OD615 adalah 0,1217 oleh
5
6
kelompok B5 dan untuk OD652 adalah 0,1094 oleh kelompok B1 dan B2. Konsentrasi fikosianin dan yield tertinggi diperoleh kelompok B1
sebesar 1,877 mg/ml dan
7
13,139 mg/g. Konsentrasi fikosianin dan yield terendah adalah 0,732mg/ml dan
5,124mg/g oleh kelompok B5. Pengamatan terakhir yang dilakukan adalah pengamatan
terhadap warna fikosianin sebelum dan sesudah dioven. Warna fikosianin semua
kelompok tidak mengalami perubahan dari sebelum dioven sampai setelah dioven yaitu
biru muda, kecuali kelompok B2 yang memiliki warna biru.
3. PEMBAHASAN
Menurut Mohammad (2007), pigmen dapat digolongkan menjadi 2 jenis yaitu pigmen
alami / biopigmen dan pigmen buatan / sintesis. Pewarna alami merupakan jenis pigmen
yang tidak memiliki pengaruh negatif terhadap tubuh jika dikonsumsi dalam jumlah
banyak dan dapat dengan mudah diuraikan oleh tubuh. Sehingga zat warna alami jauh
lebih aman dibandingkan penggunaan zat warna sintesis (Syah et al., 2005). Namun,
dalam skala industri pangan penggunaan pigmen buatan lebih unggul karena harganya
yang lebih murah, mudah diperoleh, stabilitas tinggi dan mempunyai daya simpan yang
lebih lama jika dibandingkan dengan zat pewarna alami. Oleh sebab itu, perlu dicari zat
pewarna alami yang dapat diperoleh secara berlimpah sehingga penggunaannya dapat
dipanen dalam waktu singkat dan diproduksi secara terus menerus (Arylza, 2003).
Sutomo (2005) menyatakan bahwa mikroalga laut mempunyai potensi dalam
menghasilkan senyawa aktif seperti pigmen. Produksi biopigmen mikroalga memiliki
beberapa keunggulan diantaranya adalah tidak bergantung pada iklim dan cuaca, waktu
tumbuh cepat sehingga dapat dipanen dalam waktu yang tidak terlalu lama, dapat
diproduksi terus menerus, tidak menyebabkan dampak buruk bagi lingkungan,
produksinya dapat dikendalikan sesuai kebutuhan dan keinginan (Arylza, 2003). Salah
satu contoh dari mikroalga laut yang dapat digunakan sebagai pembuat pigmen adalah
Spirulina sp. yang mampu menghasilkan pigmen fikosianin berwarna biru (Spolaore et
al., 2006).
Menurut Richmond (1988), Spirulina adalah organisme yang tergolong dalam
kelompok alga biru-hijau atau disebut juga blue green algae. Spirulina termasuk dalam
jenis bakteri prokariotik dimana pigmen fikosianin merupakan pigmen yang paling
dominan yaitu 20% dari berat keringnya. Fikosianin terdapat dalam fikobiliprotein
(pigmen protein) yang banyak ditemukan di permukaan luar membran tilakoid dan
membran sitoplasma. Warna dari fikobiliprotein berasal dari ikatan kovalen gugus
prostetik yang terbuka pada kromofor tetrapyrrole-nya. Saat sel Spirulina rusak,
membran tilakoid juga akan melepaskan pigmen fikosianin yang berwarna biru
(Hemlata et al., 2011). Fikosianin umumnya dapat diperoleh dari Spirulina plantesis,
9
Aphanothece halophytica, Synechococcus sp., dan Nostoc sp. (Atrika, 2011). Namun,
Spirulina plantesis adalah mikroalga yang paling banyak digunakan untuk memperoleh
pigmen fikosianin karena memiliki protein berkualitas tinggi dan jumlah pigmen
fikosianin dalam mikroalga tersebut adalah yang paling banyak dibandingkan mikroalga
laut lainnya (Kumar et al., 2014). Selain itu, menurut Richmond (1988), mikroalga
Spirulina dapat menghasilkan fikosianin dengan cepat dan mudah untuk dipanen pada
kondisi pH 8-11.
Duangsee et al., (2009), menyatakan bahwa fikosianin adalah logam bebas tetrapyrrole
yang berikatan pada apoprotein oleh ikatan thioether. Struktur dasar dari fikosianin
terdiri dari 2 subunit helix serta subunit alpha dan beta. Kemudian kedua subunit
tersebut akan membentuk heterodimer. Hemlata et al., (2011) menambahkan kegunaan
fikosianin tidak hanya sebagai pewarna alami makanan atau minuman, tetapi juga dapat
digunakan dalam bidang farmasi seperti bahan antioksidan, anti-mutagen, anti-kanker,
anti-alergi, meningkatkan imunitas, dan anti-tumor. Kemampuan fikosianin sebagai
antioksidan disebabkan di dalam struktur fikosianin terdapat rantai tertraphyrroles
terbuka yang memiliki kemampuan menangkap radikal oksigen (El Baky et al., 2003).
Fikosianin sendiri memiliki serapan maksimal pada panjang gelombang 610-620 nm
dan memiliki berat molekul antara 140-210 kda (Song et al., 2013).
Pada percobaan ini dilakukan pengisolasian pigmen fikosianin dan kemudian dibuat
menjadi pewarna bubuk dari fikosianin yang diperoleh tersebut dengan menggunakan
pelarut polar. Mula-mula biomassa Spirulina dimasukkan dalam erlenmeyer sebanyak 8
gram dan kemudian dilarutkan dengan aquades sebanyak 1:10. Menurut Syah et al.,
(2005), pigmen fikosianin akan larut dalam pelarut polar seperti air sehingga tujuan
penambahan aquades adalah untuk mengekstraksi pigmen fikosianin yang ada pada
biomassa Spirulina. Lalu diaduk dengan stirrer selama ± 2 jam untuk
menghomogenisasikan Spirulina dengan aquades sehingga proses ekstraksi akan lebih
maksimal.
Kemudian dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 10 menit.
Menurut Silveira et al., (2007), tujuan dilakukannya sentrifugasi adalah untuk
10
memisahkan endapan termasuk zat pengotor dan supernatan (cairan bening) yang
mengandung pigmen fikosianin sehingga pengukuran absorbansi supernatan dengan
spektrofotometer tidak terganggu oleh endapan pengotor. Setelah disentrifugasi,
supernatan diukur kadar fikosianinnya menggunakan spektrofotometer dengan panjang
gelombang 615 nm dan 652 nm. Hal ini telah sesuai dengan teori Silviera et al., (2007)
dimana kadar fikosianin dapat dianalisa dengan spektrofotometer dengan panjang
gelombang 615 nm dan 652 nm.
Sebanyak 8 ml supernatan diambil dan dicampurkan dengan dekstrin sebanyak 8 gram
(1:1) hingga merata. Kemudian dituang dan diratakan diatas loyang lalu dikeringkan
dalam oven pada suhu 45°C hingga kering lalu setelah kering, adonan tersebut
dihancurkan sampai menjadi serbuk. Penambahan dekstrin bertujuan untuk
mempercepat proses pengeringan serta mencegah kerusakan yang dapat terjadi akibat
panas, selain itu juga dapat melapisi komponen flavor yang dihasilkan serta
meningkatkan total padatan dan untuk memaksimalkan volume fikosianin yang
dihasilkan pada tahap akhir (Murtala, 1999). Menurut Suparti (2000), dekstrin
merupakan polisakarida yang diperoleh melalui proses hidrolisa pati oleh enzim tertentu
atau dengan hidrolisis asam. Dekstrin memiliki warna putih hingga kuning dan
memiliki sifat mudah larut dalam air, tidak kental dan mempunyai stabilitas yang lebih
tinggi dibandingkan pati. Struktur dari dekstrin sendiri berbentuk spiral sehingga dapat
memerangkap komponen flavor (Arief, 1987). Suhu pengeringan yang digunakan sudah
sesuai dengan teori Metting dan Pyne (1986) karena bila diatas 60°C dapat
mengakibatkan degradasi fikosianin dan memacu reaksi maillard. Pengeringan dengan
matahari langsung juga tidak boleh dilakukan karena akan menimbulkan aroma yang
tidak diinginkan dan kontaminasi bakteri juga akan tinggi.
Setelah menjadi serbuk, dilakukan pengamatan terhadap konsentrasi fikosianin, yield
serta diamati perubahan warna sebelum dan setelah dilakukan pengeringan dengan
oven. Konsentrasi fikosianin dan yield dapat diukur dengan menggunakan rumus :
Konsentrasi Fikosianin / KF (mg/ml) = OD615 – 0,474 ( OD652 )
5,34 x
1Faktor pengenceran ¿¿
11
Yield (mg/g) = KF × Vol (total filtrat)g (berat biomassa)
Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 1, dapat dilihat bahwa semua kelompok
menggunakan sampel yang sama dan metode yang sama, namun memperoleh nilai
OD615 dan OD652 yang berbeda. Nilai OD615 yang diperoleh memiliki selisih sekitar 0,01
pada masing-masing kelompok atau dapat dikatakan bahwa selisihnya tidak terlalu jauh
dimana nilai yang tertinggi diperoleh kelompok B4 sebesar 0,1676 dan yang terendah
adalah kelompok B5 sebesar 0,1217. Tetapi nilai OD652 yang diperoleh kelompok B1
dan B2 memiliki selisih sekitar 0,07 dari kelompok B3-B5 atau dapat dikatakan bahwa
selisih yang diperoleh cukup jauh dimana nilai OD652 tertinggi diperoleh kelompok B4
sebesar 0,1749 dan yang terendah adalah 0,1094 oleh kelompok B1 dan B2. Fox (1991)
menyatakan bahwa nilai OD sangat dipengaruhi oleh konsentrasi dan kejernihan larutan
dimana semakin keruh suatu larutan maka nilai OD yang diperoleh akan semakin tinggi.
Wiyono (2007), perbedaan nilai OD yang diperoleh dapat disebabkan karena
pencampuran dekstrin yang kurang merata atau proses absorbansi yang kurang tepat
karena adanya pengotor pada cuvet yang dapat mempengaruhi absorbansi.
Dari rumus diatas dapat diketahui bahwa nilai yield berbanding lurus dengan
konsentrasi fikosianin yang dihasilkan sehingga semakin tinggi konsentrasi fikosianin
yang diperoleh maka nilai yield juga akan semakin tinggi. Hasil yang diperoleh juga
menunjukkan bahwa nilai yield dan konsentrasi fikosianin berbanding lurus. Kelompok
B5 dengan KF sebesar 0,732 mg/ml memperoleh nilai yield sebesar 5,124 mg/g.
sedangkan kelompok B1 dengan nilai KF terbesar yaitu 1,877 mg/ml memperoleh nilai
yield sebesar 13,139 mg/g. seharusnya dengan perlakuan yang sama dan sampel yang
sama maka diperoleh nilai KF dan yield yang tidak berbeda jauh. Faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya perbedaan hasil dapat disamakan dengan teori Wiyono (2007)
dimana penambahan dekstrin yang tidak sesaui takaran atau pencampuran yang tidak
merata dapat mempengaruhi hasil KF dan yield.
Selain pengukuran KF dan yield, dilakukan juga pengamatan terhadap warna fikosianin
sebelum dioven dengan setelah dioven. Warna fikosianin semua kelompok sebelum
dioven adalah biru muda kecuali kelompok B2 berwarna biru. Menurut Suparti (2000),
12
warna dekstrin adalah putih hingga kuning. Sehingga penambahan dekstrin akan
membuat warna biru fikosianin menjadi lebih muda (Angka & Suhartono, 2000). Hal
ini menunjukkan bahwa pencampuran dekstrin oleh kelompok B2 belum merata atau
dekstrin yang digunakan terlalu sedikit. Setelah dioven, warna dari fikosianin semua
kelompok tidak mengalami perubahan atau tetap sama seperti warna sebelum dioven.
Menurut Martelli et al., (2014), suhu tinggi akan memudarkan warna fikosianin sebesar
90%. Berdasarkan teori tersebut maka seharusnya warna setelah fikosianin dioven akan
menjadi lebih muda dari sebelum dioven. Tidak terjadinya penurunan warna dapat
disebabkan oleh banyak faktor seperti oven yang kurang panas atau karena kesalahan
parallax panelis karena keterbatasan indera panelis sehingga hasil menjadi tidak valid
(Windsor et al., 1982).
Fikosianin dari Spirulina merupakan pewarna alami yang memiliki kelemahan bersifat
tidak stabil karena sangat dipengaruhi oleh faktor intensitas cahaya, pH, dan perlakuan
temperatur. Oleh sebab itu, perlu diberikan perlakuan khusus untuk meminimalkan
kontak fikosianin dengan cahaya karena sifatnya yang sangat sensitif terhadap cahaya.
Selain sensitif terhadap cahaya, pewarna alami fikosianin memiliki sifat yang sensitif
terhadap suhu yang tinggi atau terlalu panas, tidak stabil pada pH rendah (cenderung
asam), serta tidak stabil dalam larutan jika terkena cahaya dan pemanasan yang
berlebihan dan bersamaan. Hal ini juga dapat menyebabkan tidak terjadinya perubahan
warna fikosianin yang telah dipanaskan dalam oven. Namun di samping itu, pewarna
fikosianin tetap memiliki kelebihan dibanding pewarna biru sintetis yaitu sifatnya yang
lebih tahan terhadap reaksi oksidasi (anti oksidatif), oleh karena itu pewarna fikosianin
cenderung lebih aman untuk kesehatan dan dapat digunakan sebagai penangkal radikal
bebas. Banyak fikosianin yang diaplikasikan dalam pembuatan makanan dan minuman
sebagai pewarna alami (Boussiba dan Richmond, 1979).
Saat ini, sudah berkembang berbagai macam metode untuk mengekstrak fikosianin dari
Spirulina plantesis, diantaranya adalah dengan metode kimia yang menggunakan
pelarut organik seperti dalam praktikum dan non-organik, metode fisik dengan freezing-
thawing, sonikasi, homogenisasi dan metode enzimatik menggunakan lyzosyme. Dari
semua metode tersebut, metode dengan menggunakan ultrasonic adalah metode yang
13
paling baik karena dapat mengekstrak fikosianin 56% lebih efisien dari metode
freezing-thawing yang umumnya banyak digunakan atau dari metode pelarut polar
(Moraes et al., 2011).
4. KESIMPULAN
Pigmen dapat digolongkan menjadi 2 jenis yaitu pigmen alami dan pigmen sintesis.
Zat warna alami jauh lebih aman dibandingkan penggunaan zat warna sintesis.
Mikroalga laut yang dapat digunakan sebagai pembuat pigmen adalah Spirulina sp.
yang mampu menghasilkan pigmen fikosianin berwarna biru.
Fikosianin terdapat paling banyak dalam fikobiliprotein pada Spirulina terutama pada
permukaan luar membran tilakoid dan membran sitoplasma.
Fikosianin umumnya dapat diperoleh dari Spirulina plantesis, Aphanothece
halophytica, Synechococcus sp., dan Nostoc sp.
Fikosianin adalah logam bebas tetrapyrrole yang berikatan pada apoprotein oleh
ikatan thioether.
Kegunaan fikosianin tidak hanya sebagai pewarna alami makanan atau minuman,
tetapi juga dapat digunakan dalam bidang farmasi.
Pigmen fikosianin akan larut dalam pelarut polar seperti air.
Sentrifugasi bertujuan untuk memisahkan endapan dan supernatan (cairan bening).
Fikosianin dapat menyerap maksimum pada panjang gelombang 615 nm dan 652 nm.
Penambahan dekstrin bertujuan untuk mempercepat proses pengeringan serta
mencegah kerusakan yang dapat terjadi akibat panas.
Nilai OD berbanding lurus dengan konsentrasi dan kejernihan larutan.
Nilai yield berbanding lurus dengan konsentrasi fikosianin.
Penambahan dekstrin akan membuat warna biru fikosianin menjadi lebih muda.
Suhu tinggi akan memudarkan warna fikosianin sebesar 90%.
Fikosianin dari Spirulina tidak stabil karena sangat dipengaruhi oleh faktor intensitas
cahaya, pH, dan perlakuan temperatur.
Semarang, 5 Oktober 2015Praktikan, Asisten Dosen
Raynaldi Sugih Deanna Suntoro & Ferdyanto Juwono13.70.0051
5. DAFTAR PUSTAKA
Angka,S.I.dan Suhartono MT.(2000). Bioteknologi Hasil-hasil Laut. Bogor : PKSPL-IPB.
Arief, M. (1987). Ilmu Meracik Obat Berdasar Teori Dan Praktek. Universitas Gajahmada Press.Yogyakarta.
Arylza, IS. (2003). Isolasi pigmen bru fikosianin dari mikroalga Spirulina plantesis. Journal Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, 38:79-92.
Atrika, B. C. 2011. Karakteristik Pigmen Fikosianin dari Spirulina fusiformis yang Dikeringkan dan Diamobilisasi. Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor.
Boussiba, S; Richmond, A. 1979. Isolation and Purification of Phycocyanin from Spirulina platensis. Arch. Microbiol 120:155-159.
Duangsee, R., Phoopat, N., Suwayd Ningsanond. 2009. Phycocyanin Extraction from Spirulina plantesis and Extract Under Various pH and Temperature. Asian Journal of Food and Agro-Industry, 2(04), 819-826.
El-Baky HHA. 2003. Over production of phycocyanin pigment in blue green alga Spirulina sp. And it’s Inhibitory effect on growth of Ehrlich Aschites Carcinoma Cells Journal Medical Science 3(4):314-324.
Hemlata, Pandey, G., Bano, F., Tasneem Fatma. 2011. Studies on Anabaena sp. NCCU-9 with Special Reference to Phycocyanin. Journal of Alagl Biomass Utilization, 2 (1): 30-51.
Fox, P. F. (1991). Food Enzymologi Vol 1. Elsevier Applied Sciences. London.
Kumar, D., Dhar, D.W., Pabibi, S., Kumar, N., Suresh Walia. 2014. Extraction and Purifaction of C-phycocyanin from Spirulina plantesis (CCC540). Ind J Plant Physiol 19(2):184-188.
Martelli, G., Folli, C., Visai, L., Daglia, M., & Ferrari D. (2014). Thermal Stability Improvement of Blue Colorant C-Phycocyanin from Spirulina plantesis for Food Industry Applications. Elsevier Ltd. Italy. Diakses tanggal 1 Oktober 2015.
Metting B dan Pyne JW. (1986). Biologically Active Compounds from Microalga. Journal of Enzyme Microb. Tech. Vol. 8. Butterworth and Co Publish.
16
Mohammad, Johan. (2007). Produksi dan Karakteristik Biopigmen Fikosianin dari Spirulina fusiformis serta Aplikasinya Sebagai Pewarna Minuman. Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor.
Moraes C. C; Lusia Sala; G. P. Cerveira and S.J. Kalil. 2011. C-Phycocyanin extraction from Spirulina platensis wet biomass. Brazilian Journal of Chemial Engineering. Vol. 28 : 45-49.
Murtala, S. S. (1999). Pengaruh Kombinasi Jenis Dan Konsentrasi Bahan Pengisi Terhadap Kualitas Bubuk Sari Buah Markisa Siul (Passiflora edulis F. Edulis). Tesis. Pasca Sarjana Universitas Bawijaya Malang.
Richmond A. (1988). Spirulina di dalam Borowitzka MA dan Borowitzka LJ, editor.Micro-algal biotechnology. Cambridge: Cambridge University Press.
Silveira, S. T.; Burkert, J. F. M.; Costa, J. A. V.; Burkert, C. A.V.; Kalil, S. J.(2007). Bioresour.Technol.,98, 1629.
Song, W., Zhao, Cuijuan., Suying Wang. 2013. A Large-Scale Preparation Method of High Purity C-Phycocyanin. International Journal of Bioscience, Biochemistry and Bioinformatics, Vol 3, No 4.
Spolaroe P, Joanis CC, Duran E, Isambert A. (2006). Comercial Application of Microalgae Review.J Biosci and Bioeng. 101 (2): 87-96.
Suparti, W. (2000). Pembuatan Pewarna Bubuk dari Ekstrak Angkak: pengaruh Suhu, Tekanan dan Konsentrasi Dekstrin. Tesis.Program Pascasarjana. Universitas Brawijaaya. Malang.
Sutomo. (2005). Kultur Tiga Jenis Mikroalga (Tetraselmis sp., Chlorella sp.dan Chaetoceros gracilis) dan Pengaruh Kepadatan Awal Terhadap Pertumbuhan C. Gracilis di Laboratorium. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. No. 37 :43-58. Pusat Penelitian Oseanografi.
Syah et al. (2005).Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Bogor: Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
Windsor, M. L., A. Atkien., Mackie, I. M., & J. H. Merrit. 1982. Fish Handling and Processing 2nd Edition. Ministry of Agriculture, Fisheries and Food. USA.
Wiyono, R. (2007). Studi Pembuatan Serbuk Effervescent Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) Kajian Suhu Pengering, Konsentrasi Dekstrin, Konsentrasi Asam Sitrat dan Na-Bikarbonat.
6. LAMPIRAN
6.1. Perhitungan
Konsentrasi Fikosianin / KF (mg/ml) = OD615 – 0,474 ( OD652 )
5,34 x
1Faktor pengenceran ¿¿
Yield (mg/g) = KF × Vol (total filtrat)g (berat biomassa)
Kelompok B1
KF = 0,1521 – 0,474 (0,1094)
5,34 x
1Faktor pengenceran ¿¿= 1,877 mg/ml
Yield = 1,877×56
8 = 13,139 mg/g
Kelompok B2
KF = 0,1481 – 0,474 (0,1094)
5,34 x
1Faktor pengenceran ¿¿= 1,800 mg/ml
Yield = 1,800×56
8 = 12,600mg/g
Kelompok B3
KF = 0,1393 – 0,474 (0,1732)
5,34 x
1Faktor pengenceran ¿¿= 1,071 mg/ml
Yield = 1,071×56
8 = 7,497 mg/g
Kelompok B4
KF = 0,1676 – 0,474 (0,1749)
5,34 x
1Faktor pengenceran ¿¿= 1,586 mg/ml
Yield = 1,586×56
8 = 11,103 mg/g
Kelompok B5
18
KF = 0,1217 – 0,474 (0,1743)
5,34 x
1Faktor pengenceran ¿¿= 0,732 mg/ml
Yield = 0,732×56
8 = 5,124 mg/g
6.2. Laporan Sementara
6.3. Diagram Alir
6.4. Abtrak Jurnal