-
Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719
i
-
Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719
ii
Jurnal AgriSains
PENANGGUNGJAWAB Ketua LPPM Universitas Mercu Buana Yogyakarta
Ketua Umum :
Dr. Ir. Ch Wariyah, MP
Sekretaris : Awan Santosa, SE., M.Sc
Dewan Redaksi :
Dr. Ir. Wisnu Adi Yulianto MP Dr. Ir. Sri Hartati Candra Dewi, MP
Dr. Ir Bambang Nugroho MP
Penyunting Pelaksana : Ir. Wafit Dinarto, M.Si Ir. Nur Rasminati, MP
Pelaksana Administrasi :
Gandung Sunardi Hartini
Alamat Redaksi/Sirkulasi : LPPM Universitas Mercu Buana Yogyakarta
Jl. Wates Km 10 Yogyakarta Tlpn (0274) 6498212 Pesawat 133 Fax (0274) 6498213
E-Mail : [email protected]
Jurnal yang memuat artikel hasil penelitian ini diterbitkan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Mercu Buana Yogyakarta, terbit dua kali setiap tahun. Redaksi menerima naskah hasil penelitian, yang belum pernah dipublikasikan baik yang berbahasa Indonesia maupun Inggris. Naskah harus ditulis sesuai dengan format di Jurnal AgriSains dan harus diterima oleh redaksi paling lambat dua bulan sebelum terbit.
-
Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayahNya, Jurnal
Agrisains Volume 4, No. 5, September 2012 dapat diterbitkan. Redaksi mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada pada penulis atas partisipasi untuk berbagi pengetahuan
dari hasil penelitian melalui publikasi di jurnal Agrisains. Dengan demikian desiminasi hasil
penelitian dapat dilakukan dengan baik. Artikel tersebut diharapkan dapat memberikan manfaat
bagi pengembangan IPTEKS.
Pada jurnal Agrisains edisi September 2012, disajikan beberapa hasil penelitian yang
berorientasi pada peningkatan ketahanan pangan utamanya di bidang peternakan dan
agroteknologi. Sesuai P2KP atau Program Peniningkatan Ketahanan Pangan yang
dicanangkan pemerintah, artikel di bidang Peternakan dan Agroteknologi dapat
diimplementasikan untuk meningkatkan sumber daya lokal.
Redaksi menyadari bahwa masih terdapat ketidaksempurnaan dalam penyajian artikel
dalam jurnal yang diterbitkan. Untuk itu kritik dan saran sangat diharapkan, agar penerbitan
mendatang menjadi semakin baik. Atas perhatian dan partisipasi semua pihak redaksi
mengucapkan terima kasih.
Yogyakarta, September 2012 Redaksi
-
Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719
iv
DAFTAR ISI Hal
Kata Pengantar iii Daftar Isi iv ESTIMASI PARAMETER GENETIK DAN KEMAMPUAN BERPRODUKSI PERFORMANS PERTUMBUHAN KAMBING RAMBON.......................................................1-16 GENETIC PARAMETER AND PRODUCING ABILITY FOR GROWTH TRAITS OF RAMBON GOAT Sulastri*), Sumadi**), Tety Hartatik**), dan Nono Ngadiyono**)
POTENSI KIMPUL (Xanthosoma sagittifolium) SIAP TANAK SEBAGAI PANGAN ALTERNATIF BERKALSIUM..............................................................17-34 Chatarina Wariyah RESPON MACAM PUPUK DAN VARIETAS TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI DALAM S R I (SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION)...35-50 Bambang Sriwijaya Anggit Bimanyu KINERJA AYAM KAMPUNG DENGAN RANSUM BERBASIS KONSENTRAT BROILER ....................................................................................................51-58 Niken Astuti KORELASI ANTARA KADAR GLIKOGEN, ASAM LAKTAT, pH DAGING DAN SUSUT MASAK DAGING DOMBA SETELAH PENGANGKUTAN...............................................................................................59-70 Sri Hartati Candra Dewi PERAN ABA DAN PROLINA DALAM MEKANISME ADAPTASI TANAMAN BAWANG MERAH TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN DI TANAH PASIR PANTAI....................................................................................................71-78 F. Didiet Heru Swasono PEDOMAN PENULISAN NASKAH..79
-
Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719
1
ESTIMASI PARAMETER GENETIK DAN KEMAMPUAN BERPRODUKSI PERFORMANS PERTUMBUHAN KAMBING RAMBON
GENETIC PARAMETER AND PRODUCING ABILITY
FOR GROWTH TRAITS OF RAMBON GOAT
Sulastri*), Sumadi**), Tety Hartatik**), dan Nono Ngadiyono**)
*) Sekolah Pascasarjana, Program Studi Ilmu Peternakan (Fakultas Peternakan) Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung,
Bandar Lampung) (Handphone:089631336577, email:[email protected]) **) Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (Handphone:081328832260, email:profsumadi @yahoo.co.id)
ABSTACT The research was conducted at Lestari farmer group located at Southern Metro
subdistrict, Metro city, Lampung province to study the effectivity of mass selection by estimating genetic parameter for growth performance at birth, weaning, yearling and to study producing ability of buck, does, male, and female individuals by estimating breeding value (BV) and Most Probable Producing Ability (MPPA). Recording of pedigree and growth performance of 260 heads of 10 bucks were used to estimate heritability and genetic correlation value, that of 78 does to estimate repeatability value. Survey method were used in this research. Variables observed were body weight and body measurement (body length, body height, chest girth, hip height, ear length, and ear width). Heritability value were estimated by variance analysis of halfsib correlation method, repeatability value by variance analysis of intraclass correlation method, genetic correlation by covariance analysis of halfsib correlation. Heritability and ripitability value were medium, genetic correlation value were positive and medium grade. Heritability and ripitability for yearling weight 0,180,01 and 0,190,04, respectively. Buck number II (absolute BV 29.91 kg), male goat number II.21 (absolute BV 29.35 kg), female goat number II.16 (absolute BV 26.15 kg), doe number 21 (MPPA 29,14 kg). Its conclusion that mass selection were effetive to improve growth performance, bucks and does possessing high production ability transmitted their genetic to their offspring.
Key words: Heritability, Repeatability, Breeding Value, Most Probable Producing Ability
PENDAHULUAN
Kambing Rambon merupakan hasil
persilangan antara kambing Peranakan
Etawah (PE) jantan dengan Kacang betina
sehingga kandungan genetik kambing
Kacang dalam kambing Rambon lebih tinggi
daripada kambing PE (Djajanegara dan
Misniwaty, 2005). Kambing Rambon dikenal
juga dengan nama kambing Jawarandu
atau Bligon. Penampilan kambing Bligon
lebih mirip dengan kambing Kacang
(Hardjosubroto, 1994; Devendra dan Burns;
1994; Batubara et al. 2009).
Kambing Rambon banyak dipelihara
masyarakat Kecamatan Metro Selatan, Kota
Metro, Provinsi Lampung. Keunggulannya
-
Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719
2
terletak pada pertumbuhannya yang cepat
dan tingkat kesuburannya tinggi. Kedua
sifat tersebut diwariskan oleh kambing
Kacang. Postur tubuhnya yang lebih tinggi
daripada kambing Kacang merupakan hasil
pewarisan dari tubuh kambing PE.
Kambing Rambon sangat diminati
pedagang daging karena harga kambing
per berat hidup murah namun harga
dagingnya sama dengan bangsa kambing
lainnya.
Penjualan dan pemotongan kambing
Rambon yang tinggi di Kota Metro
dikhawatirkan dapat menurunkan populasi
dan produksi daging kambing karena tidak
adanya program pemuliabiakan pada
kambing Rambon. Program pemuliabiakan
ternak kambing dapat dilakukan melalui
seleksi atau pengaturan perkawinan.
Seleksi merupakan program pemuliabiakan
yang efektif apabila parameter genetik
(heritabilitas, ripitabilitas, dan korelasi
genetik) suatu sifat berkisar antara sedang
sampai tinggi. Sifat yang ekonomis pada
kambing Rambon adalah performans
pertumbuhan.
Seleksi ternak jantan dewasa, individu
jantan dan betina muda dapat dilakukan
berdasarkan Nilai Pemuliaan (NP). Seleksi
induk dilakukan berdasarkan nilai Most
Probable Producing Ability (MPPA). Nilai
Pemuliaan adalah penilaian terhadap mutu
genetik ternak untuk sifat tertentu yang
diberikan secara relatif atas dasar
kedudukannya di dalam populasi
(Hardjosubroto, 1994). Nilai MPPA adalah
penduga secara maksimum kemampuan
berproduksinya seekor hewan betina
berdasarkan catatan performans yang
sudah ada (Hardjosubroto, 1994). Kedua
nilai tersebut merupakan digunakan untuk
evaluasi kemampuan berproduksi ternak.
Ternak jantan dan betina dewasa dengan
kemampuan berproduksi tinggi diharapkan
memiliki kemampuan untuk mewariskan
keunggulannya pada keturunannya.
MATERI DAN METODA
MATERI Penelitian dilakukan pada bulan
Januari sampai Mei 2012 di Kecamatan
Metro Selatan, Kota Metro, Provinsi
Lampung. Materi penelitian berupa
recording kambing Rambon milik kelompok
tani Lestari di Kecamatan Metro Selatan
yang meliputi silsilah, tanggal lahir, umur
induk saat melahirkan, tipe kelahiran ternak,
jenis kelamin individu, berat lahir, berat
sapih, dan berat setahunan kambing.
Catatan pertumbuhan 260 ekor anak dari
10 ekor pejantan digunakan untuk estimasi
heritabilitas dan korelasi genetik antar sifat,
masing-masing dengan analisis
keragaman dan peragam metode korelasi
saudara tiri sebapak. Catatan pertumbuhan
dari 78 ekor induk yang sudah mengalami 3
sampai 6 kelahiran digunakan untuk
estimasi ripitabilitas dengan metode korelasi
dalam kelas. Kambing-kambing yang
datanya digunakan untuk estimasi adalah
kambing yang lahir dari tahun 2007 sampai
2010.
-
Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719
3
Peubah yang diamati meliputi berat
lahir (BL) dan ukuran-ukuran tubuh saat
lahir (UTL), berat sapih (BS) dan ukuran-
ukuran tubuh saat sapih (UTS), berat
setahunan (BSt) dan ukuran-ukuran tubuh
saat umur setahun (UTSt). Ukuran-ukuran
tubuh yang diamati meliputi tinggi badan
(TB), panjang badan (PB), lingkar dada
(LD), tinggi pinggul (TP), panjang telinga
(PT), dan lebar lebar telinga (LT).
Koreksi Data Performans Pertumbuhan
Data-data berat badan dan
ukuran-ukuran tubuh dilakukan
penyesuaian terhadap beberapa faktor
untuk memperoleh berat badan dan ukuran-
ukuran tubuh terkoreksi dengan
menggunakan rumus-rumus sesuai
rekomendasi Hardjosubroto (1994).
Penyesuaian dilakukan terhadap jenis
kelamin jantan melalui faktor koreksi jenis
kelamin (FKJK), terhadap tipe kelahiran
tunggal melalui faktor koreksi tipe kelahiran
tunggal (FKTL), dan umur induk 5 tahun (60
bulan) dengan melakui faktor koreksi umur
induk (FKUI).
Nilai FKJK (Tabel 1) diperoleh dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
betina
jantan
XX
=FKJK
Keterangan: jantanX =Rata-rata BL/BS/BSt/UT
kambing jantan, betinaX = Rata-rata
BL/BS/BSt/UT kambing betina.
Nilai FKTL diperoleh dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
FKTL=TK
TT
XX
Keterangan: TTX = Rata-rata BL/BS/BSt/UT
tipe kelahiran tunggal, TKX = Rata-rata
BL/BS/BSt/UT tipe kelahiran kembar dua.
Nilai FKUI (Tabel 2) diperoleh dengan
rumus sebagai berikut:
P(n)
P(60)
XX
=FKUI
PS(60)X = Rata-rata BS/UTS yang
induknya berumur 60 bulan pada saat
melahirkan.
PS(n)X = Rata-rata BS/UTS cempe saat
sapih yang induknya berumur n bulan
(n=12, 18, 24, 30, 36, 42, 48, 54, 72 bulan)
Nilai FKUI terdapat padaTabel 3 .
Data berat lahir terkoreksi (BLT)
dan ukuran-ukuran tubuh saat lahir
terkoreksi (UTLT) dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
a. BLT=(BL)(FKJK)(FKTL)
Keterangan: BLT=berat lahir terkoreksi,
BL=berat lahir, FKJK=faktor koreksi
jenis kelamin, FKTL=faktor koreksi tipe
kelahiran
b. UTLT=(UTL)(FKJK)(FKTL)
Keterangan:UTLT=ukuran-ukuran tubuh
saat lahir terkoreksi, UTL= ukuran tubuh
saat lahir.
-
Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719
4
Data berat sapih terkoreksi (BST)
dan ukuran-ukuran tubuh saat sapih (UTST)
terkoreksi dihitung dengan rumus-rumus
sebagai berikut:
a.
)L)(FKUI(FKJK)(FKTx120USBL-BS
+(BL=BST
Keterangan : BST=berat sapih terkoreksi,
BS=berat sapih, FKJK=faktor koreksi jenis
kelamin, FKTL=faktor koreksi tipe kelahiran
FKUI=faktor koreksi umur induk
b.
L)(FKUI)(FKJK)(FKTx120USUTL-UTS+(UTL=TSTU
Keterangan: UTST=ukuran tubuh saat sapih
terkoreksi, UTS=ukuran tubuh saat sapih
Data berat setahunan terkoreksi
(BStT) dan ukuran-ukuran tubuh saat umur
setahun terkoreksi (UTStT) dihitung
dengan rumus-rumus sebagai berikut:
a. (FKJK)x245TWBS-BSt+(BS=BStT
Keterangan : BStT=berat setahunan
terkoreksi, BSt=berat setahunan,
FKJK=faktor koreksi jenis kelamin,
TW=tenggang waktu antara umur
penimbangan BSt dengan BS
b.
(FKJK)x245TWUTS-UTSt+(UTS=UTStT
Keterangan: UTStT=ukuran tubuh saat
umur setahun terkoreksi, UTSt=ukuran
tubuh saat umur setahun
Tabel 1. Faktor koreksi jenis kelamin untuk berat badan dan
ukuran-ukuran tubuh pada saat lahir, sapih, dan setahunan
No. Sifat Performans pertumbuhan
Lahir Sapih Setahunan
Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina
1 Berat badan 1,00 1,02 1,00 1,04 1,00 1,06
2 Panjang badan 1,00 1,03 1,00 1,06 1,00 1,09
3 Tinggi badan 1,00 1,03 1,00 1,06 1,00 1,09
4 Lingkar dada 1,00 1,03 1,00 1,05 1,00 1,08
5 Tinggi pinggul 1,00 1,02 1,00 1,05 1,00 1,08
6 Panjang telinga 1,00 1,05 1,00 1,02 1,00 1,02
7 Lebar telinga 1,00 1,02 1,00 1,02 1,00 1,03
-
Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719
5
Tabel 2. Faktor koreksi tipe kelahiran untuk berat badan dan
ukuran-ukuran tubuh pada saat lahir dan sapih
No. Sifat Performans pertumbuhan
Lahir Sapih
Tunggal Kembar dua Tunggal Kembar dua
1 Berat badan 1,00 1,10 1,00 1,14
2 Panjang badan 1,00 1,14 1,00 1,16
3 Tinggi badan 1,00 1,13 1,00 1,15
4 Lingkar dada 1,00 1,14 1,00 1,17
5 Tinggi pinggul 1,00 1,12 1,00 1,15
6 Panjang telinga 1,00 1,02 1,00 1,04
7 Lebar telinga 1,00 1,03 1,00 1,04
Estimasi heritabilitas
Data performans terkoreksi
dikelompokkan berdasarkan kelompok tetua
jantan untuk melakukan estimasi
heritabilitas dengan analisis keragaman
metode korelasi saudara tiri sebapak sesuai
rekomendasi Becker (1992). Data yang
diperoleh dianalisis dengan model statistik:
ikiik e++=Y (Yik=mean, i =pengaruh
pejantan ke-i, ike =simpangan genetik dan
lingkungan yang memengaruhi individu
dalam kelompok pejantan). Seluruh
pengaruh bersifat acak, normal, dengan
harapan nol.
Estimasi heritabilitas dihitung dengan
rumus:
2w
2s
2s2
s +4
=h
Salah baku (standard error) estimasi
heritabilitas dihitung dengan rumus:
1)-1)(S-k(k1)t)-(k+(1t)-2(1
4=)S.E(h22
2S
t=korelasi dalam kelas (intraclass
correlation)
2w
2s
2s
+
=t
Estimasi ripitabilitas Data dikelompokkan per paritas per
induk untuk menghitung estimasi ripitabilitas
dengan metode intraclass correlation sesuai
rekomendasi Becker (1992). Data yang
diperoleh dianalisis dengan model
matematik: kmkkm ++=Y (Ykm=Hasil
pengamatan ke-m pada individu ke-k,
=rata-rata performans populasi,
k=pengaruh individu ke-k, ekm=pengaruh
lingkungan tidak terkontrol). Estimasi
ripitabilitas (R) dihitung dengan rumus:
2E
2W
2W
+
=R
-
Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719
6
Standard error (S.E.) atau salah baku
estimasi ripitabilitas dihitung dengan
rumus:
S.E. (R) = 1)-1)(N-k(k1)R)-(k+(1R)-2(1 22
Estimasi korelasi genetik Data dua sifat masing-masing
dikelompokkan per tetua jantan untuk
menghitung estimasi korelasi genetik.
dengan analisis keragaman metode korelasi
saudara tiri sebapak sesuai rekomendasi
Becker (1992).
stimasi korelasi genetik (rG) dihitung
dengan rumus:
))(4(4
4cov=r
2S(Y)
2S(X)
SG
Rumus standard error (S.E.) atau salah
baku korelasi genetik (rG):
)var(r=)S.E.(r GG Estimasi kemampuan berproduksi
Kemampuan berproduksi yang
diestimasi antara lain nilai pemuliaan (NP)
absolut pejantan berdasarkan berat
setahunan anak dengan rumus sebagai
berikut:
P+))P-P(1)h-(n+1
nh(=NP 2
2
Keterangan:
NP= Nilai Pemuliaan, n =jumlah anak per
pejantan, h2=heritabilitas berat setahunan,
P =rata-rata berat badan anak per pejantan,
P =rata-rata berat badan populasi
Nilai Pemuliaan absolut (NP) anak
jantan dan betina pada umur tertentu
dihitung dengan rumus sesuai
rekomendasi Hardjosubroto (1994) sebagai
berikut:
P+))P-(P(h=NP2
Keterangan : NP = Nilai Pemuliaan, h2 =
heritabilitas berat badan, P=berat badan
individu, P =rata-rata berat badan populasi.
Kemampuan berproduksi induk
diestimasi dengan nilai MPPA (Most
Probable Producing Ability) absolut
berdasarkan berat setahunan anak dihitung
dengan rumus sesuai rekomendasi
Hardjosubroto (1994) sebagai berikut:
P+))P-P((=MPPA 1)r-(n+1 nr
Keterangan: n =jumlah pengukuran per
induk, r=ripitabilitas berat badan, P =rata-
rata berat setahunan anak per induk,
P =rata-rata berat setahunan populasi
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Estimasi Heritabilitas Berat Badan dan Ukuran-Ukuran Tubuh
Estimasi heritabilitas dan ripitabilitas
berat lahir dan ukuran-ukuran tubuh pada
saat lahir paling rendah, namun meningkat
pada performans saat sapih, dan semakin
meningkat lagi pada performans umur
setahun (Tabel 4). Estimasi parameter
genetik termasuk kelas sedang apabila
nilainya 0,10 sampai dengan 0,30 (Warwick
et al., 1990).
-
Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719
7
Tabel 4. Performans pertumbuhan kambing Rambon dan nilai heritabilitas dan ripitabilitas
masing-masing sifat
Performans
pertumbuhan
Rata-rata Parameter genetik No
.
Heritabilitas Ripitabilitas
1 Lahir
a. Berat lahir 2,360,98 kg 0,140,07 0,190,03
b. Tinggi badan 20.122,03 cm 0,130,03 0,150,02
c. Panjang badan 20.222,88 cm 0,160,01 0,190,08
d. Lingkar dada 23,232,01 cm 0,150,06 0,120,01
e. Tinggi pinggul 22.012,02 cm 0,150,02 0,130,01
f. Panjang telinga 8,121,61 cm 0,100,03 0,120,01
g. Lebar telinga 4,700,145 cm 0,110,05 0,100,03
Jumlah ternak 286 ekor
2 Sapih
a. Berat sapih 10,561,78 kg 0,220,08 0,250,09
b. Tinggi badan 34,793,02 cm 0,230,00 0,240,06
c. Panjang badan 37,993,02 cm 0,210,07 0,250,09
d. Lingkar dada 36,113,77 cm 0,220,02 0,250,08
e. Tinggi pinggul 38,223,77 cm 0,230,14 0,260,09
f. Panjang telinga 12,161,90 cm 0,110,00 0,160,02
g. Lebar telinga 7,880,11 cm 0,120,02 0,150,04
Jumlah ternak 286 ekor
3 Setahun
a. Berat setahunan 27,882,33 kg 0,230,07 0,300,08
b. Tinggi badan 53,352,01 cm 0,240,08 0,270,09
c. Panjang badan 52,993,01 cm 0,210,05 0,300,05
d. Lingkar dada 56,623,34 cm 0,220,02 0,240,05
e. Tinggi pinggul 49,344,46 cm 0,230,05 0,280,08
f. Panjang telinga 16,322,02 cm 0,110,02 0,140,05
g. Lebar telinga 8,342,00 cm 0,120,03 0,150,04
Jumlah ternak 286 ekor
Heritabilitas pada performans
pertumbuhan seluruhnya termasuk kelas
sedang sehingga sifat-sifat tersebut efektif
untuk ditingkatkan melalui seleksi. Seleksi
pada performans pertumbuhan saat lahir
mengakibatkan dystocia sehingga tidak
-
Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719
8
dianjurkan (Hamed et al., 2009; Warwick et
al., 1990). Heritabilitas performans
pertumbuhan paling rendah dibandingkan
pada saat sapih dan umur setahun karena
sifat tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor
maternal yang diberikan induk pada saat
fetus berada dalam kandungan induk
(Mandal et al., 2006; Yang et al., 2009).
Beberapa peneliti melaporkan
bahwa estimasi berat lahir 0,19 pada
kambing Boer (Zhang et al., 2008), 0,17
pada kambing Boer (Zhang et al., 2009),
0,80 pada kambing Boerawa (Beyleto et al.,
2010), 0,30 pada kambing Kacang, 0,27
pada kambing Boer (Elieser, 2012), panjang
badan, tinggi badan, dan lingkar dada pada
saat lahir pada kambing Boer masing-
masing 0, 14, 0,24 dan 0,25 (Zhang et al.,
2008)
Estimasi heritabilitas berat sapih
pada beberapa bangsa kambing juga
dilaporkan termasuk kelas sedang bahkan
tinggi. Heritabilitas performans
pertumbuhan yang bernilai sedang
menunjukkan bahwa korelasi antara penotip
dengan genetik berderajat sedang sehingga
performans pertumbuhan cukup akurat
untuk menduga mutu genetik ternak
(Warwick et al., 1990; Al-Shorepy, 2001).
Beberapa peneliti melaporkan
bahwa estimasi heritabilitas berat sapih
kambing Kacang dengan metode hubungan
saudara tiri sebapak 0,36 (Elieser, 2012),
pada kambing Boerawa dengan metode
hubungan saudara tiri sebapak 0,30, dan
dengan metode pola tersarang 0,63
(Beyleto et al., 2010), pada kambing
Boerawa G1 0,25 yang diestimasi dengan
metode hubungan saudara tiri sebapak (
Dakhlan and Sulastri, 2006) dan 0,19 yang
diestimasi dengan metode regresi induk-
anak (Sulastri dan Qisthon, 2007), 0,22
pada kambing Boer (Zhang et al., 2009).
Berat sapih merupakan indikator
potensi pertumbuhan individu yang baik,
produksi susu induk yang baik, dan sifat
keindukan yang baik (Hamed et al. , 2009).
Seleksi pada sifat pertumbuhan saat sapih
juga mernghasilkan peningkatan fertilitas,
kesuburan, ketahanan hidup cempe dari
lahir sampai sapih, dan ketahanan hidup
induk dari masa perkawinan sampai
menyapih anaknya (Zhang et al., 2009).
Keragaman maternal yang
merupakan bagian dari keragaman
lingkungan berpengaruh terhadap
performans pertumbuhan saat sapih
sehingga berat sapih bukan merupakan
kriteria seleksi yang tepat. Performans
pertumbuhan umur 24 minggu (6 bulan)
merupakan kriteria seleksi yang lebih tepat
daripada berat sapih karena performans
pertumbuhan pada umur 24 minggu sudah
tidak dipengaruhi oleh faktor maternal (Das
et al., 2005).
Estimasi heritabilitas panjang dan
lebar telinga saat lahir, sapih, dan umur
setahun termasuk kelas sedang tetapi lebih
rendah daripada heritabilitas berat badan
dan ukuran-ukuran tubuh lainnya. Hal
tersebut menunjukkan bahwa seleksi tidak
efektif dilakukan terhadap ukuran telinga.
-
Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719
9
Panjang dan lebar telinga bukan
merupakan sifat ekonomis tetapi menjadi
salah satu ciri yang menandai karakteristik
suatu bangsa atau rumpun.
Estimasi heritabilitas berat badan
dan ukuran-ukuran tubuh saat umur
setahun lebih tinggi daripada saat sapih dan
lahir. Semakin meningkatnya umur kambing
terjadi penurunan hubungan antara induk
dengan cempe sehingga performans
pertumbuhan yang terukur merupakan hasil
ekspresi genetik aditif individu itu sendiri
(Das et al, 2005; Mohammadi et al., 2012).
Estimasi Ripitabilitas Berat Badan dan Ukuran-Ukuran Tubuh
Estimasi ripitabilitas performans
pertumbuhan kambing Rambon termasuk
kelas sedang dan menunjukkan
peningkatan seiring dengan meningkatnya
umur kambing (Tabel 4). Hal tersebut
disebabkan oleh semakin rendahnya
keragaman lingkungan temporer yang
berpengaruh terhadap keragaman penotipik
seiring dengan meningkatnya umur
kambing. Keragaman lingkungan temporer
terbesar terdapat pada performans
pertumbuhan saat lahir karena cempe yang
masih dalam tahapan fetus sangat
dipengaruhi oleh keragaman lingkungan
temporer yang berasal dari induk.
Keragaman lingkungan maternal
memperbesar keragaman lingkungan
temporer karena induk juga dipengaruhi
oleh keragaman lingkungan temporer yang
antara lain berasal dari pakan dan kondisi
lingkungan yang secara langsung
berpengaruh terhadap penotip
induk.Tingginya keragaman lingkungan
temporer tersebut menutup keragaman
genetik total dan lingkungan permanen.
Estimasi ripitabilitas pada
performans pertumbuhan saat sapih
semakin meningkat karena cempe-cempe
sudah mulai belajar makan sendiri dan
sudah tidak sepenuhnya tergantung pada
induk seperti pada saat masih dalam
kandungan induk. Hal tersebut menurunkan
keragaman lingkungan temporer sehingga
semakin meningkatkan pengaruh
keragaman genetik total dan lingkungan
permanen.
Estimasi ripitabilitas tertinggi dicapai
pada saat umur setahun karena keragaman
lingkungan temporer yang berpengaruh
hanya berasal dari lingkungan eksternal
dan sudah tidak dipengaruhi oleh
keragaman lingkungan yang berasal dari
induk. Rendahnya keragaman lingkungan
temporer semakin meningkatkan
keragaman genetik total dan keragaman
lingkungan permanen yang berakibat pada
meningkatnya nilai ripitabilitas. Keragaman
genetik total tersebut meliputi keragaman
genetik aditif, dominan, dan epistasis yang
diwariskan dari induk dan tetrua jantan
dengan proporsi masing-masing separuh
bagian.
Peneliti lain melaporkan bahwa
estimasi ripitabilitas berat lahir pada
populasi kambing Black Bengal 0,47
(Faruque et al., 2010), kambing Boer 0,20
-
Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719
10
(Das et al., 2005), pada kambing PE 0,41
yang diestimasi dengan metode korelasi
dalam kelas dan 0,49 yang diestimasi
dengan metode korelasi antar kelas
(Sulastri et al., 2002), kambing Kacang 0,44
dengan metode korelasi dan 0,45 dengan
metode regresi (Elieser, 2012), 0,80 apabila
diestimasi dengan metode korelasi dalam
kelas dan 0,42 apabila diestimasi dengan
metode korelasi antar kelas (Beyleto et al.,
2010). Estimasi ripitabilitas berat sapih
kambing Boer 0,18 (Das et al., 2005),
kambing Boerawa G1, 0,45 yang diestimasi
dengan metode korelasi dalam kelas dan
0,13 yang diestimasi dengan metode
korelasi antar kelas (Sulastri dan Qishon .,
2009), kambing Kacang 0,30 dengan
metode korelasi dan 0,40 dengan metode
regresi (Elieser,2012). Estimasi ripitabilitas
berat setahunan kambing Boerawa yang
diestimasi dengan metode korelasi dalam
kelas maupun antar kelas sama-sama 0,30
(Beyleto et al., 2010), 0,28 (Oktora et al.,
2006).
Nilai Pemuliaan Absolut Pejantan Berdasarkan Berat Setahunan Anak
Pejantan Rambon terbaik adalah
nomor II (NP absolut 29,91 kg) seperti
terdapat pada Tabel 5. Pejantan dengan NP
absolut tertinggi tersebut mewariskan
separuh nilai pemuliaannya kepada anak-
anaknya dan separuh bagian lainnya.
Tabel 5 Sepuluh ekor individu dengan Nilai Pemuliaan absolut berat setahunan terbaik dan
MPPA berat setahunan terbaik
Ranking No.
pejantan
NP
(kg)
No.
individu
jantan
NP
(kg)
No.
individu
betina
NP
(kg)
No.
induk
MPPA
(kg)
1 II 29,91 II.21 29,35 II.16 26,15 21 29,14
2 III 29,85 II.17 29,33 I.23 26,03 47 28,68
3 X 29,80 V.21 29,35 II.8 25,98 50 28,57
4 V 29,67 X.9 28,37 V.4 25,97 61 28,42
5 VI 29,59 III.21 28,35 VI.3 25,95 40 28,39
6 VIII 29,54 V.5 27,94 II.22 25,94 78 28,30
7 IX 29,08 VII.14 27,93 IV.1 25,93 51 28,26
8 VII 29,03 VII.1 27,92 VI.19 25,93 66 28,22
9 IV 28,95 II.12 27,91 II.9 25,92 5 28,17
10 I 28,76 II.2 27,90 VI.4 25,91 25 28,16
-
Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719
11
Anak-anak jantan dan betina yang
dihasilkannya juga menunjukkan NP
absolut berat setahunan tertinggi baik pada
anak jantan maupun anak betina. Anak
jantan dan betina dari pejantan nomor II
merupakan individu-individu dengan
dengan NP yang tinggi anak nomor II.21,
II.17, II.12, II.2 pada jantan dan II.16, II.8,
II.22, II,29 pada betina.
Nilai Most Probable Producing Ability Induk
Induk-induk yang memiliki nilai MPPA
berat setahunan absolut tinggi mampu
melahirkan cempe dengan berat setahunan
yang lebih tinggi daripada berat setahunan
cempe yang dilahirkan induk-induk lain.
Keturunan dari induk dengan nilai
MPPA berat setahunan absolut yang tinggi
dapat dipilih sebagai calon tetua karena
anak-anak dari induk tersebut mewarisi
berat setahunan yang tinggi dan
kemungkinan memiliki kemampuan yang
tinggi pula dalam mengulang prestasinya
untuk menghasilkan berat setahunan anak
yang tinggi pada setiap paritas.
Nilai MPPA dapat dihitung secara
relatif sehingga diperoleh nilai MPPA positif
dan negatif. Nilai MPPA berat sapih relatif
tertinggi pada kambing Kacang
betina yang menghasilkan anak kambing
Boerka-1 sebesar +1,75 kg, pada kambing
Kacang betina yang melahirkan cempe
Kacang sebesar +1,26 kg,
kambing Boerka betina yang melahirkan
cempe BC (backcross) Boer sebesar +0,78
kg (Elieser, 2012).
Estimasi Korelasi Genetik Berat Badan
dan Ukuran-ukuran Tubuh
Korelasi genetik antara BL dengan
UTL, BS dengan UTS, dan BSt dengan
UTSt menunjukkan arah positip dan
berderajat tinggi sehingga menunjukkan
hubungan yang erat antar peubah (Tabel
6). Hal tersebut disebabkan oleh karena
antar sifat-sifat pada umur yang sama
dikontrol oleh gen-gen yang sama pada
waktu yang bersamaan sehingga
memperkecil peragam lingkungan dan
sebaliknya meningkatkan peragam genetik
aditif. Estimasi korelasi genetik aditif dan
penotipik pada performans pertumbuhan
bernilai positif dan tinggi sehingga
menunjukkan tidak adanya antagonisme
antara sifat-sifat pertumbuhan pada saat
lahir (Zhang et al., 2008).
Berdasarkan arah dan derajat
korelasi genetik tersebut, maka
peningkatan BS maupun BSt dapat
ditempuh melalui seleksi terhadap ukuran-
ukuran tubuh pada tahap umur yang sama.
Performans pertumbuhan saat lahir dengan
saat sapih lebih erat daripada dengan
performans pertumbuhan saat umur
setahun. Hal tersebut disebabkan saat lahir
dengan saat sapih memiliki kesamaan
pengaruh keragaman maternal walaupun
dengan kapasitas yang berbeda.
Keragaman non genetik yang berasal dari
-
Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719
12
maternal berpengaruh lebih besar terhadap
performans saat lahir daripada saat sapih.
Kesamaan tersebut menghasilkan peragam
lingkungan yang lebih kecil sehingga
menghasilkan peragam genetik aditif yang
lebih besar.
Tabel 6. Korelasi genetik antar performans pertumbuhan
Sifat 1 Sifat 2 BL BS BSt
Lahir (L) TBL 0.220.0
9 PBL 0.210.0
8 LDL 0.200.0
8 TPL 0.220.0
9 PjTlL 0.190.0
8 LbTlL 0.170.0
7
Sapih (S) BS 0,180,0
5 TBS 0,170,0
6 0,250,09 PBS 0,160,0
5 0,240,07 LDS 0,160,0
7 0,260,06 TPS 0,170,0
7 0,260,10 PjTlS 0,090,0
2 0,180,10 LbTlS 0,080,0
3 0,170,08 Setahun (St) BSt 0,090,0
2 0,220,05
TBSt 0.100.04 0,210,05 0,230,07
PBSt 0.100.01 0,200,10 0,250,02
LDSt 0.090.03 0,200,08 0,230,03
TPSt 0.080.00 0,210,09 0,210,12
PjTlSt 0.070.02 0,060,03 0,200,00
LbTlSt 0.060.01 0,050,02 0,200,00
-
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719
13
Performans pertumbuhan saat umur
setahun sudah tidak dipengaruhi oleh
keragaman non genetik yang berasal dari
induk sehingga memperbesar peragam non
genetik antara performans pertumbuhan
saat lahir dengan saat umur setahun.
Peragam non genetik atau peragam
lingkungan yang lebih besar mengakibatkan
rendahnya peragam genetik aditif antara
performans pertumbuhan saat lahir dengan
saat umur setahun.
Estimasi korelasi genetik yang
bernilai positip dan berderajat sedang
antara sifat lahir dengan sapih maupun
dengan setahunan menunjukkan bahwa
seleksi pada performans pertumbuhan saat
lahir akan menghasilkan peningkatan pada
performans pertumbuhan saat sapih dan
setahun. Seleksi terhadap performans
pertumbuhan saat lahir tidak dianjurkan
untuk menghindari kejadian dystocia
walaupun menghasilkan respons seleksi
berkorelasi pada performans pertumbuhan
saat sapih maupun setahunan.
Korelasi genetik antara berat lahir
dengan panjang badan saat lahir 0,83,
berat lahir dengan tinggi badan saat lahir
0,88 , dan antara berat lahir dengan lingkar
dada saat lahir 0,94 pada kambing Boer
(Zhang et al., 2008), antara berat badan
umur 3 bulan dan 6 bulan pada kambing
Kacang 0,47 dan pada kambing Boer 0,64,
antara berat badan umur 3 bulan dengan 12
bulan pada kambing Kacang 0,14 dan pada
Boer 0,23, antara nerat badan umur 6 bulan
dengan 12 bulan pada kambing Kacang
0,24 dan pada Boer 0,70 (Elieser, 2012).
Korelasi genetik antara berat lahir dengan
berat sapih pada kambing Boerawa yang
diestimasi dengan metode pola tersarang
0,57, dengan metode korelasi saudara tiri
sebapak 0,50, antara berat sapih dengan
berat setahunan yang diestimasi dengan
pola tersarang 0,60 dan dengan metode
hubungan saudara tiri sebapak 0,44, antara
berat lahir dengan berat setahunan yang
diestimasi dengan pola tersarang 0,14 dan
dengan metode hubungan saudara tiri
sebapak 0,21 (Beyleto et al., 2010).,
Estimasi korelasi genetik antara
berat sapih dengan berat setahunan pada
kambing Boerawa yang diestimasi dengan
metode pola tersarang 0,60 dan dengan
metode korelasi saudara tiri sebapak 0,44,
antara berat lahir dengan berat setahunan
yang yang diestimasi dengan metode pola
tersarang 0,14 dan dengan metode korelasi
saudara tiri sebapak 0,21 (Beyleto et al.,
2010).
KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan
disimpulkan bahwa seleksi individu
merupakan tindakan yang efektif untuk
meningkatkan performans pertumbuhan
pada kambing Rambon. Selain itu, pejantan
dan induk dengan kemampuan berproduksi
tinggi mewariskan keunggulannya pada
anak-anaknya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Shorepy, S. A. 2001. Estimates of
genetic parameters for direct and
-
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719
14
maternal effects on birth weight of
local sheep in United Arab Emirates,
Small Rumin. Res. 39 (2001), pp.
219224.
Batubara, A. M. Doloksaribu, dan B.
Tiesnamurti. 2009. Potensi
keragaman sumberdaya genetik
kambing lokal Indonesia. Lokakarya
Nasional Pengelolaan dan
Perlindungan Sumber Daya Genetik
di Indonesia: Manfaat Ekonomi
untuk Mewujudkan Ketahanan
Nasional.
Becker, W. A. 1992. Manual of Quantitative
Genetics. Fifth Edition. Academic
Enterprises. Pullman. USA.
Beyleto, V. Y., Sumadi, dan T. Hartatik.
2010. Estimasi parameter genetik
sifat pertumbuhan kambing
Boerawa di Kabupaten
Tanggamus,Provinsi Lampung.
Buletin Peternakan Vol. 34(3):138-
144. Oktober 2010.
Das, S. M., J.E.O Rege, and M. Shibre. 2005. Phenotypic and genetic parameters of growth traits of
Blended goats at Malya, Tanzania, http://www.ilri.cgiar.org/InfoServ/ Webpub/fulldocs/
AnGenResCD/docs/X5473B/X5473
B0J.HTM ( Diakses 10 Januari 2012).
Devendra, C. dan M, Burns. 1994. Produksi
Kambing di Daerah Tropis. Penerbit
ITB.Bandung.
Djajanegara, A. dan A. Misniwaty. 2005.
Pengembangan usaha kambing
dalam konteks sosial-budaya
masyarakat. Lokakarya Nasional Kambing Potong. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Peternakan.
Bogor. Indonesia.
Elieser, S. 2012. Performan Hasil
Persilangan antara Kambing Boer
dan Kacang sebagai Dasar
Pembentukan Kambing Komposit.
Disertasi. Program Pascasarjana.
Fakultas Peternakan. Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.
Falconer, R. D. and T. F. C. Mackay. 1996.
Introduction to Quantitative
Genetics. Longman, Malaysia.
Faruque, S., S. A. Chowdhury, N. U.
Siddiquee, and M. A. Afroz. 2010.
Performance and genetic
parameters of economically
important traits of Black Bengal goat.
.J. Bangladesh Agril. Univ. 8(1): 67
78, 2010 ISSN 1810-3030
Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi
Pemuliabiakan Ternak di Lapangan.
PT Grasindo. Jakarta
-
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719
15
Haque, N., S. S. Husain, M.A.M.Y.
Khandoker and A.S. Apu. 2012.
Selection of Black Bengal breeding
bucks based on progeny growth
performance at nucleus breeding
flocks. Irials. September 2012.
Volume 1, Issue 4.
Hamed, A., M. M. Mabrouk, I. Shaat, and S.
Bata. 2009. Estimation of genetic
parameters and some nongenetic
factors for litter size at birth and
weaning and milk yield traits in
Zaraibi goats. Egyptian Journal of
Sheep & Goat Sciences, Vol. 4 (2),
2009, 55-64.
Mandal, A., F.W.C. Neser, P.K. Rout, R.
Roy and D.R. Notter. 2006.
Estimation of direct and maternal
(co)variance components for pre-
weaning growth traits in
Muzaffarnagari sheep, Livest. Sci. 99 (2006), pp. 7989.
Mohammadi, H., M. M. Shahrebabak, and
H. M. Shahrebabak. 2012. Genetic
parameter estimates for growth traits
and prolificacy in Raeini Cashmere
goats. Trop Anim Health Prod (2012)
44:12131220 DOI 10.1007/s11250-
011-0059-z
Mugambi, J. N., J.W. Wakhungu, B.O.
Inyangala, W.B. Muhuyi and T.
Muasya. 2007. Evaluation of the
performance of the Kenya Dual
Purpose Goat composites: additive
and non-additive genetic
parameters, Small Rumin. Res. 72
(2007), pp. 149156.
Oktora, R. 2006. Estimasi parameter
genetik sifat-sifat pertumbuhan
kambing Boerawa di Desa
Campang, Kecamatan Gisting,
Kabupaten Tanggmus. Skripsi.
Fakultas Pertanian Universitas
Lampung. Bandarlampung.
Sulastri, Sumadi, dan W. Hardjosubroto.
2002. Estimasi parameter genetik
sifat-sifat pertumbuhan kambing
Peranakan Etawah di Unit
Pelaksana Teknis Ternak Singosari,
Malang, Jawa Timur. Agrosains.
Volume 15 (3), September 2002.
Program Pascasarjana. Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta
Warwick, E. J., J. M. Astuti, dan W.
Hardjosubroto. 1990. Pemuliaan
Ternak. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta
Yang, C-Y., Zhang, Y. D-Q Xu, X Li, J. Sue
and L-G. Yang. 2009. Genetic and
phenotypic parameter estimates for
growth traits in Boer goat. Copyright
2009 Elsevier B.V. All rights
reserved
-
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719
16
Zhang, C.Y., L.G. Yang and Z. Shen. 2008.
Variance components and genetic
parameters for weight and size at
birth in the Boer goat, Livest. Sci.
115 (2008), pp. 7379.
Zhang, C.Y., Y. Chang, De-Qing, Xiang Li,
Jie Su, Li-Guo Yang. 2009. Genetic
and phenotypic parameter estimates
for growth traits in Boer goat. Livest.
Sc. 124, 66 71.
-
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719
17
POTENSI KIMPUL (Xanthosoma sagittifolium) SIAP TANAK SEBAGAI PANGAN ALTERNATIF BERKALSIUM
Chatarina Wariyah Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Agroindustri,
Universitas Mercu Buana Yogyakarta,Jl. Wates Km 10 Yogyakarta 55753 E-mail : [email protected]
ABSTACT Kimpul (Xanthosoma sagittifolium) included in tubers that potential as carbohydrate
source. The problems in using kimpul as an alternative staple food are impractical, less favored and their acrid taste. However, the calcium content ( Ca2+ ) of kimpul is low, while the phosphorus (P) is quite high, the ideal ratio of Ca2+/P in food to maintain of bone is 2/1. The purpose of this research was to produce quick-cooking of calcium-fortified kimpul with high acceptability. The research consists of 5 steps e.i. 1) processing of calcium-fortified quick cooking kimpul with variations of slice size and heating time, 2) to evaluate the physical properties (texture, color) of calcium-fortified quick cooking kimpul, 3) to determine the optimum processing conditions based on the acceptability before and after cooking, and 4) to evaluate the chemical properties (Ca2+ content, starch, moisture and ash) of calcium-fortified quick cooking kimpul with high acceptability. The results showed that the processing of kimpul into calcium-fortified quick cooking kimpul could produce high acceptability product. Specifically, the larger slice size, the harder texture of the product. The preferred kimpul texture was that sliced with size of 1.00 and 2.00 mm with heating time of 20 and 25 minutes. The colour of calcium-fortified quick cooking kimpul was not significantly differences. The acceptable calcium-fortified quick cooking kimpul was that processed with slice size of 1.00 - 2.00 mm and heating time of 20 minutes.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Saat ini ketahanan pangan nasional
masih kurang tangguh, karena masih
mengandalkan beras dan terigu sebagai
makanan pokok. Beras masih menjadi
komoditi utama penopang ketahanan
pangan nasional, karena merupakan
makanan pokok bagi mayoritas (95 persen)
penduduk Indonesia, sehingga
ketergantungan pada negara lain masih
cukup besar. Untuk mengurangi
ketergantungan pada negara lain, perlu
dilakukan diversifikasi makanan pokok dan
upaya peningkatan produksi pangan
dengan cara mengembangkan dan
memanfaatkan keanekaragaman hayati
yang ada. Kimpul (Xanthosoma
sagittifolium) adalah sejenis umbiumbian
sumber karbohidrat yang sangat potensial.
Menurut Sefa-Dedeh et al. (2004),
kandungan karbohidrat kimpul utamanya
adalah pati yaitu sekitar 36%. Kimpul
merupakan tanaman yang mudah ditanam,
sehingga sangat layak untuk
dikembangkan. Umumnya kimpul ditanam
sebagai tanaman sela diantara tanaman
palawija lain atau di pekarangan. Umbi
kimpul biasanya diolah secara sederhana
dengan dikukus, direbus atau dengan
sedikit variasi dibuat berbagai produk
-
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719
18
olahan antara lain getuk, keripik, perkedel
dan sebagainya (Anggarwulan et al., 2008).
Sebagai pangan sumber karbohidrat,
produksi kimpul dapat mencapai 4-5 ton/Ha
(Anonim, 2010), sehingga berpotensi untuk
dikembangkan menjadi pangan alternatif
pengganti beras, mengingat produksi beras
saat ini 62,56 ton GKG (Gabah Kering
Giling) (Anonim, 2009a), dan dengan
jumlah tersebut Indonesia masih harus
mengimpor beras sebagai cadangan
sebanyak 0,8 juta ton atau dalam bentuk
GKG sebanyak 1,3 juta ton (Anonim,
2009b). Kebutuhan beras akan semakin
bertambah dengan meningkatnya jumlah
penduduk dan berkurangnya lahan
penanaman padi.
Selain sumber karbohidrat, kimpul juga
banyak mengandung mineral seperti K, Zn,
Mg, P dan Ca. Menurut Sefa-Dedeh (2004),
kadar mineral tersebut berturut-turut
sebanyak 763-1451; 17-51,9; 46,7-85,0;
41,6-63,1 dan 4,68-24,3 g/100g. Kalsium
(Ca2+) termasuk mineral dengan jumlah
yang paling rendah, sedangkan fosfor (P)
cukup tinggi. Padahal dalam bahan pangan,
rasio ideal Ca2+/P agar dapat digunakan
untuk pemeliharaan tulang adalah 2/1
(Brody (1994). Kalsium merupakan zat gizi
mikro yang termasuk dalam kelompok
makro mineral esensial dalam tubuh.
Walaupun belum merupakan masalah gizi
utama, namun kekurangan kalsium dapat
menyebabkan timbulnya beberapa penyakit
terkait dengan fungsi kalsium seperti
osteoporosis, kekakuan otot (tetani), kram
dan gangguan pembekuan darah
(Linder,1991). Menurut Anonim (2005)
jumlah penderita osteoporosis di Indonesia
saat ini sudah mencapai 19,7%. Dengan
bertambahnya usia harapan hidup dan
jumlah wanita pramenopause, diperkirakan
jumlah tersebut akan semakin bertambah.
Di Indonesia, usia harapan hidup meningkat
dari 64,71 tahun menjadi 67,68 tahun pada
tahun 1995-2005, sehingga diperkirakan
proporsi penduduk lanjut usia mencapai
8,4% atau 18,4 juta jiwa (Anonim, 2005).
Sebagai konsekuensinya, negara kita
menghadapi masalah-masalah penyakit
yang ditimbulkan akibat lanjut usia antara
lain osteoporosis. Selain itu jumlah wanita
menjelang menopause (pada usia sekitar
50 tahun) yang riskan terhadap
osteoporosis sebanyak 11% dari populasi,
jumlah tersebut diperkirakan meningkat
menjadi 14% pada tahun 2015 (Anonim,
2006). Di Indonesia konsumsi kalsium rata-
rata baru mencapai 254 mg/ hari-orang
(Anonim, 2004). Padahal angka anjuran
kecukupan asupan kalsium sebesar 800-
1200 mg/hari-orang dewasa. Menurut hasil
Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi
(WKNPG) tahun 2004, dianjurkan asupan
kalsium sebesar 800 mg /hari-orang
(Kartono dan Soekarti, 2004). Mengingat
dampak defisiensi kalsium yang nyata,
maka perlu segera dikembangkan produk
pangan alternatif berkalsium yang dapat
menjangkau masyarakat luas, sehingga
asupan rata-rata kalsium dapat tercukupi.
Permasalahan lain terkait dengan
pemanfaatan kimpul sebagai pangan
alternatif pengganti beras adalah
-
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719
19
penggunaan dalam bentuk umbi sangatlah
tidak praktis, kurang disukai serta adanya
acrid taste. Sebagai makanan pokok
pengganti beras, maka setidaknya bentuk
dan citarasa kimpul hendaknya setara
dengan beras. Menurut Sefa-Dedeh et al.
(2004), acrid taste (pedas, tajam) pada
kimpul terutama disebabkan karena adanya
senyawa oksalat. Senyawa tersebut dapat
dihilangkan dengan proses pengirisan
selanjutnya dikeringkan. Oleh karena perlu
dilakukan penelitian pembuatan kimpul
dalam bentuk siap tanak dengan ukuran
mirip beras agar disukai, sekaligus upaya
menghilangkan acrid taste yang tidak
dikehendaki. Tujuan penelitian ini adalah
menghasilkan kimpul siap tanak berkalsium
yang disukai. Dengan demikian apabila
penelitian ini dilakukan akan memberikan
manfaat sebagai pangan alternatif
pengganti beras dan dengan
mengkonsumsi kimpul-siap tanak
berkalsium, asupan kalsium dapat
terpenuhi, terjangkau masyarakat luas dan
bermanfaat bagi kesehatan.
METODE PENELITIAN
Bahan Umbi kimpul yang akan digunakan
untuk penelitian adalah kimpul dengan
daging berwarna putih dengan tingkat
kematangan optimum yang akan dibeli di
pasar tradisional di wilayah kota
Yogyakarta. Sebelum digunakan kimpul
dianalisis kadar air, dan pati dengan
metode Direct Acid Hydrolysis (AOAC,
1990), analisis kadar Ca2+ dengan metode
titrasi (Watson ,1996) dan amilosa dengan
metode pengikatan iod (Juliano, 1971).
Bahan kimia untuk analisis kimia semuanya
dengan kualifikasi pro analysis (p.a) dari
Merck. Garam kalsium yang digunakan
untuk fortifikasi adalah Ca-glukonat
(Brataco Chemika).
Jalannya Penelitian Penelitian bertujuan untuk
menghasilkan kimpul-siap tanak berkalsium
dengan akseptabilitas tinggi. Penelitian
terdiri dari 5 tahap yaitu: 1) pengolahan kimpul-siap tanak berkalsium, dengan
variasi ukuran irisan umbi kimpul, lama
pemanasan, 2) mengevaluasi sifat fisik (tekstur, warna) kimpul-siap tanak
berkalsium, 3) menentukan kondisi optimum pengolahan berdasarkan akseptabilitas
kimpul-siap tanak berkalsium sebelum dan
setelah penanakan, 4) mengevaluasi sifat kimia (kadar Ca2+, pati, air dan abu) kimpul-
siap tanak berkalsium dengan
akseptabilitas tinggi (hasil Tahap 2).
1. Pengolahan kimpul-siap tanak berkalsium
Proses pembuatan kimpul-siap tanak
berkalsium (KSTB) mengacu pada
penelitian sebelumnya (Wariyah et al.,
2008b) yang dimodifikasi dengan perlakuan
pendahuluan. Tahapnya meliputi: perlakuan
pendahuluan, perendaman dalam larutan
Ca-glukonat pada suhu 80oC pada rasio
kimpul/larutan Ca2+ 1/1,5; penirisan dan
pengeringan cabinet drier pada suhu 50oC
sampai kadar air 10-11%. Perlakuan
-
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719
20
pendahuluan yang dilakukan pada kimpul
adalah pengupasan, blansing dan
pengecilan menggunakan parutan keju dan
kelapa. Ukuran bergradasi dengan variasi
pada kecil (parutan keju), kecil, sedang,
besar (ukuran parutan kelapa).
Perendaman irisan kimpul dalam larutan
Ca-glukonat sampai mencapai kadar Ca2+
kimpul-siap tanak sekitar 100 mg/100g bk
(berdasarkan perhitungan AKG Ca2+). Lama
perendaman bervariasi (20, 25 dan 30
menit) atau sampai mencapai
pragelatinisasi yang masih akseptabel.
KSTB dari seluruh variasi perlakuan, diuji
sifat fisik (tekstur, warna) pada Tahap 2 dan
akseptabilitasnya pada Tahap 3 untuk
menentukan kondisi optimum pengolahan
kimpul-siap tanak berkalsium.
2. Pengujian sifat fisik (tekstur dan warna)
kimpul-siap tanak berkalsium
Dari penelitian Tahap 1 diperoleh
sampel kimpul-siap tanak berkalsium
dengan variasi: lama perendaman, ukuran
irisan kimpul dan konsentrasi Ca-glukonat.
Semua sampel dievaluasi sifat fisik tekstur
dan warna sebagai dasar penetapan
akseptabilitas kimpul-siap tanak yang diuji
pada Tahap 2. Tekstur dengan Hardness
Tester, warna dengan Color Reader
Lavibond Tintometer Model F. Pada uji
tekstur dilakukan pada KSTB sebelum dan
setelah tanak.
3. Penentuan kondisi optimum pengolahan berdasarkan akseptabilitas kimpul-siap
tanak berkalsium
Kondisi optimum fortifikasi ditentukan
berdasarkan akseptabilitas kimpul-siap
tanak berkalsium dan cooking qualitynya
(sifat inderawi setelah ditanak). Pengujian
inderawi dilakukan dengan metode Hedonic
Test (Krammer dan Twigg, 1970)
berdasarkan tingkat kesukaan terhadap
bau, warna, tekstur, dan kesukaan
keseluruhan kimpul-siap tanak berkalsium.
Sedangkan cooking quality diuji pada
kimpul-siap tanak yang telah ditanak
menggunakan rice cooker atau penanak
nasi biasa. Sifat inderawi yang diuji meliputi
bau, warna, tekstur (kelunakan dan
kelengketan), rasa dan citarasa. Data yang
diperoleh secara statistik untuk
mendapatkan kimpul-siap tanak berkalsium
dengan akseptabilitas tinggi dari proses
pengolahan yang telah dilakukan.
4. Evaluasi sifat kimia kimpul-siap tanak berkalsium
Analisis kimia terhadap kimpul-siap
tanak berkalsium dengan akseptabilitas
tinggi meliputi kadar Ca2+, air. Analisis Ca2+
menggunakan metode titrasi (Watson,
1996), amilosa (Juliano dan pati dengan
metode hidrolisis asam (AOAC, 1990).
Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan
pada penelitian ini adalah Rancangan Acak
Lengkap (Gacula dan Singh, 1984) dengan
faktor ukuran irisan umbi kimpul, lama
pemanasan. Selanjutnya dilakukan analisis
varian dan apabila terdapat perbedaan
-
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719
21
yang nyata dilanjutkan dengan uji beda
nyata terkecil pada p< 5%.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bahan Dasar
Berdasarkan hasil analisis umbi
kimpul meliputi kadar pati, kadar amilosa
dan kadar kalsium didapatkan hasil seperti
yang disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Kadar pati, amilosa dan kalsium
oksalat umbi kimpul
Bahan Kadar amilosa (%wb)
Kadar pati
(% wb)
Kadar air
(%wb)
Kadar Ca mg/
100g bahan
Umbi
kimpul
10,39 25,50 84,87 28,34
Hasil didapatkan dari 2 kali ulangan
percobaan dan 2 ulangan analisis.
Tabel 1 menunjukkan kandungan pati
yang hampir sama dengan Elevina (2000)
yaitu Xanthosoma saggitifolium,
Colocassiaesculenta, dan Ipomoea
batataare memiliki kandungan pati antara
23,8-30,0%, 22,0-40,3%, dan 22-28%.
Varietas umbi Xanthosoma saggitifolium,
Colocassiaesculenta dan Ipomoea
batataare yang merupakan umbi tropis yang
dapat berpotensi diubah menjadi tepung
atau pati karena umbi tersebut menyimpan
kandungan pati yang tinggi. Berdasarkan
Tabel 1 dapat diketahui bahwa kandungan
amilosa dan kandungan kalsium umbi
kimpul yaitu untuk kandungan amilosa
menunjukkan nilai 10,39 % (wb) dan 28,34
mg/100g bahan. Menurut Tutut (2005),
kadar amilosa kimpul yaitu sebesar 7,86 %
(wb) atau 21,92 % db, dan kandungan
kalsium oksalat menunjukkan 56,68
mgCa/100 g bahan (%wb). Hasil analisis
kadar kalsium oksalat menurut Onayemi
dan Nwigwe (1987) yaitu kadar kalsium
oksalat sebesar 443-842 mg/100 g bahan.
Coursey (1968), menyatakan bahwa
komposisi komponen makanan tergantung
pada varietas, lokasi, musim, metode
pengolahan dan penyimpanan.
Kimpul Siap Tanak Berkalsium Kadar air
Hasil analisis kadar air kimpul siap
tanak berkalsium disajikan pada Tabel 2.
-
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719
22
Tabel 2. Kadar air kimpul siap tanak berkalsium
Ukuran irisan Lama perebusan (menit) Kadar air (%wb)
20 8,74
25 8,53
Ukuran irisan I
1 mm
30 8,65
20 8,88
25 8,48
Ukuran irisan II
2 mm
30 8,71
20 8,84
25 9,37
Ukuran irisan III
2,75 mm
30 8,52
20 8,59
25 8,55
Ukuran irisan IV
22,25 mm
30 8,72
* Angka tersebut merupakan hasil rerata dari 2 ulangan analisis dan 2 ulangan percobaan.
Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa
kadar air kimpul siap tanak berkalsium
antara 8,48 -9,37 %. Pada penelitian ini
digunakan pengeringan bahan untuk
mencapai kadar air 9 % (Syarief dkk,
1987) oleh karena itu rata-rata kadar air
kimpul siap tanak semuanya mendekati
kadar air 9 %.
Tekstur
Pengujian tekstur kimpul siap tanak
berkalsium dilakukan secara obyektif
digunakan alat Hardness Tester, yang
dinyatakan dalam kg yaitu beban maksimal
yang dibutuhkan untuk menekan bahan
sampai pecah. Hasil analisis pengujian
tekstur dengan Hardness Tester disajikan
dalam Tabel 3.
Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui
bahwa tidak ada interaksi yang nyata antara
ukuran irisan dan lama pemanasan
terhadap tekstur kimpul siap tanak
beraklsium. Pemanasan tidaj berpengaruh
nyata, akan tetapi ukuran irisan kimpul pada
berpengaruh terhadap tekstur kimpul siap
tanak berkalsium yang dihasilkan.
Secara umum, semakin besar
ukuran irisan tekstur kimpul siap tanak
berkalsium semakin keras. Hal ini mungkin
dikarenakan ketebalan ukuran irisan
menghasilkan struktur bahan kompak
sehingga menyebabkan tekstur kimpul siap
tanak menjadi keras. Tekstur kimpul siap
tanak berkalsium semakin keras dapat juga
disebabkan karena terjadinya proses
retrogradasi pati.
-
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719
23
Tabel 3. Tekstur kimpul siap tanak berkalsium (kg)
Ukuran irisan Lama perebusan (menit) Tekstur (gaya yang dapat
ditahan) (kg)
20 0,67
25 0,96
Ukuran irisan I
1,00 mm
30 0,88
20 1,63
25 1,55
Ukuran irisan II
2,00 mm
30 2,04
20 1,30
25 1,25
Ukuran irisan III
2,75 mm
30 1,76
20 2,59
25 2,55
Ukuran irisan IV
22,25 mm
30 2,21
* Angka tersebut merupakan hasil rerata dari 6 ulangan pengukuran dan 2 ulangan percobaan.
Menurut Kadan dkk, (2001) dan Yu dkk,
(2010), retrogradasi pati mungkin
menyebabkan tekstur produk keras, yang
tidak diinginkan. Namun, selama
retrogradasi gelatinisasi pati rantai polimer
yang reassociated menjadi struktur yang
lebih teratur atau lebih kristal, dan keras.
Semakin lama pemanasan, gelatinisasi
semakin tinggi, sehingga tekstur juga
semakin keras.
Warna
Pengukuran warna secara objektif
dilakukan dengan menggunakan alat
Lovibond tintometer diamati berdasarkan
parameter merah (red), kuning (yellow), biru
(blue), kecerahan (brightness). Hasil
pengukuran warna kimpul siap tanak
disajikan pada Tabel 4.
Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa
ukuran irisan tidak berpengaruh nyata dan
lama perebusan berpengaruh nyata
terhadap warna merah (red) pada pengujian
warna kimpul siap tanak yang dihasilkan.
Nilai red menunjukkan tingkat kegelapan
produk, semakin tinggi nilai red, maka
bahan akan semakin tampak lebih gelap.
Warna yang gelap bisa disebabkan karena
suhu yang digunakan pada proses
pengeringan pada bahan menyebabkan
terjadinya reaksi pencoklatan, karena umbi
kimpul sendiri terdapat gula reduksi dan
protein.
-
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719
24
Tabel 4. Pengujian warna kimpul siap tanak berkalsium
Ukuran Irisan Lama
perebusan
(menit)
Red Yellow Blue Brightness
20 1,35 1,90 0,95 0,56
25 1,35 1,85 0,95 0,50
Ukuran irisan I
1,00 mm
30 1,30 1,93 0,95 0,93
20 1,35 1,90 0,95 0,62
25 1,30 1,90 0,95 0,60
Ukuran irisan II
2,00 mm
30 1,30 1,95 0,95 0,52
20 1,35 1,90 0,95 0,49
25 1,30 1,88 0,95 0,65
Ukuran irisan
III 2,75 mm
30 1,30 1,90 0,95 0,50
20 1,40 1,85 0,95 0,70
25 1,30 1,90 0,95 0,65
Ukuran irisan
IV 22,25 mm
30 1,30 1,90 0,95 0,63
* Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukan tidak beda nyata berdasarkan uji DMRT pada 5%.
* Angka tersebut merupakan hasil rerata dari 2 ulangan analisis dan 2 ulangan percobaan.
Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui
bahwa ukuran irisan dan lama perebusan
tidak berpengaruh nyata terhadap warna
biru (blue) pada pengujian warna kimpul
siap tanak yang dihasilkan. Secara umum,
warna blue menunjukkan nilai yang rendah.
Nilai blue menunjukkan tingkat kepekatan
produk, semakin tinggi nilai blue maka
bahan akan semakin tampak lebih pekat.
Kepekatan produk disebabkan karena
terjadinya reaksi pencoklatan.
Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui
bahwa ukuran irisan tidak berpengaruh
nyata terhadap warna kuning (yellow) pada
pengujian warna kimpul siap tanak yang
dihasilkan, namun pemanasan berpengaruh
nyata. Secara umum, warna kimpul siap
tanak yang dihasilkan semuanya berwarna
kuning kecoklatan, jadi untuk pengujian
warna untuk parameter kuning (yellow) tidak
berpengaruh nyata terhadap warna kimpul
siap tanak. Hal ini karena suhu yang
digunakan untuk setiap perlakuan sama
yaitu 900C. Nilai yellow yang tinggi
menunjukkan warna produk semakin kuning
atau coklat. Proses pengeringan pada
bahan menyebabkan terjadinya reaksi
pencoklatan secara non enzimatis yaitu
reaksi Millard karena adanya kenaikan suhu
pada proses pengeringan. Reaksi Millard
terjadi karena adanya gula reduksi yang
bereaksi dengan gugus amina primer
(Sirkorski, 2007).
-
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719
25
Dari Tabel 4 diketahui bahwa ukuran
irisan berpengaruh nyata terhadap warna
kecerahan (Brightness) pada pengujian
warna kimpul siap tanak yang dihasilkan.
Semakin besar ukuran irisan warna kimpul
siap tanak berwarna putih, hal ini karena
luas permukaan bahan kecil sehingga
gelatinisasi lebih lambat. Mackenney dan
Little (1962) menyatakan bahwa nilai dari
pengukuran warna terhadap Brightness
yang paling rendah menunjukkan ketidak
cerahan atau suram.
Tingkat kesukaan beras siap tanak berkalsium
Uji kesukaan merupakan respon dari
panelis yang berupa penilaian terhadap
produk yang disukai atau tidak disukai. Uji
kesukaan dilakukan untuk mengetahui
tingkat kesukaan panelis terhadap kimpul
siap tanak berkalsium. Pengujian tingkat
kesukaan ini dilakukan pada beras kimpul
siap tanak dan nasi kimpul siap tanak. Uji
kesukaan ini menggunakan Hedonic Scale
Scoring Test yang disajikan dalam Tabel 5
dan 6.
Tabel 5. Tingkat kesukaan beras kimpul siap tanak berkalsium
Sampel Lama
Pemanasan
(menit)
Bau Warna Tekstur Keselu-
ruhan
20 2,60a 3,00ab 3,05a 3,15 ab
25 4,25c 3,95bcd 4,35bc 4,00bc Ukuran irisan I
1,00 mm
30 3,25ab 2,80ab 3,35ab 3,35 ab
20 3,00ab 3,05ab 3,25 ab 3,00a
25 4,20c 4,65d 4,15abc 4,40c Ukuran irisan II
2,00 mm
30 2,90ab 3,65abc 3,55 abc 3,45 ab
20 3,35bc 2,90a 3,40 ab 3,40 ab
25 3,20ab 3,78abc 3,90 abc 3,80 abc
Ukuran irisan
III 2,75 mm
30 3,25ab 2,85a 4,55c 3,70 abc
20 3,15ab 4,05cd 3,35 ab 4,00bc
25 3,40b 2,85a 3,35 ab 3,20 ab
Ukuran irisan
IV 22,25 mm
30 3,35bc 2,85a 3,25 ab 3,35 ab
* Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom menunjukkan tidak berbeda nyata.
* Nilai semakin kecil menunjukkan semakin disukai.
Pengujian tingkat kesukaan beras
kimpul siap tanak dilakukan dengan
menggunakan parameter bau, warna,
tekstur, dan keseluruhan serta
menggunakan skala penilaian dengan
menggunakan angka 1 sampai 7. Angka 1
menunjukkan sangat suka dan angka 7
menunjukkan nilai sangat tidak suka. Hasil
-
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719
26
uji kesukaan beras kimpul siap tanak
disajikan pada Tabel 5.
a. Bau
Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui
bahwa ukuran irisan berpengaruh nyata
pada tingkat kesukaan panelis terhadap
bau kimpul siap tanak yang dihasilkan.
Ukuran sedang kimpul siap tanak semakin
disukai panelis. Hal ini mungkin karena
ukuran irisan kimpul yang masih berukuran
agak besar jadi tidak banyak senyawa yang
hilang pada saat proses pengolahan. Dari
Tabel 5 diketahui bahwa lama perebusan
berpengaruh nyata terhadap tingkat
kesukaan panelis pada bau kimpul siap
tanak. Secara umum, semakin lama
perebusan aroma kimpul siap tanak
semakin disukai panelis. Hal ini mungkin
disebabkan karena semakin lama
perebusan zat-zat yang terkandung dalam
bahan akan menguap.
b. Warna
Warna merupakan faktor yang
penting dalam menilai mutu bahan pangan.
Warna biasanya tampil lebih dahulu dalam
menilai mutu bahan pangan dan kadang
sangat menentukan sebelum faktor-faktor
yang lain seperti rasa, tekstur, dan nilai gizi.
Warna bahan makanan tergantung
kenampakan dan kemampuan bahan
pangan untuk memantulkan menyerap atau
meneruskan sinar tampak. Disamping itu
ada faktor-faktor lain misalnya sifat
fisiologis, tetapi sebelum faktor-faktor lain
dipertimbangkan, secara visual faktor warna
lebih dahulu dan kadang-kadang sangat
menentukan (Winarno, 1993)
Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui
bahwa ukuran irisan berpengaruh nyata
pada tingkat kesukaan panelis terhadap
warna kimpul siap tanak berkalsium yang
dihasilkan. Semakin kecil ukuran irisan
warna kimpul siap tanak semakin berwarna
opak atau transparan, hal ini karena luas
permukaan bahan semakin besar jadi
semakin cepat terjadi gelatinisasi pati.
Sebaliknya semakin besar ukuran irisan
warna kimpul siap tanak berwarna putih, hal
ini karena luas permukaan bahan kecil
sehingga gelatinisasi lebih lambat.
Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa
lama perebusan berpengaruh nyata
terhadap tingkat kesukaan panelis pada
warna kimpul siap tanak yang dihasilkan.
Secara umum, semakin lama perebusan
warna kimpul siap tanak semakin cerah. Hal
ini disebabkan karena terjadinya proses
pra-gelatinisasi sehingga menyebabkan
kimpul siap tanak berwarna cerah. Hasil ini
juga sama pada pengukuran warna kimpul
siap tanak menggunakan Lovibond
Tintometer yang ditunjukkan pada Tabel 4,
dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa semakin
lama perebusan, kecerahan (Brightness)
nilainya semakin tinggi yang menunjukkan
warna kimpul siap tanak lebih cerah.
c. Tekstur
Tekstur suatu produk pangan sangat
berhubungan dengan kenampakannya dan
juga dapat dievaluasi dengan gigitan
didalam mulut, dan juga sentuhan tangan
-
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719
27
(Mo William, 1997). Menurut Matz (1962)
tekstur produk tergantung pada
kekompakan partikel-partikel penyusunnya,
bentuk, kekukuhan, dan keseragaman
partikel-partikel penyusunnya. Berdasarkan
Tabel 5 dapat diketahui bahwa ukuran
irisan dan lama perebusan pada
pengolahan kimpul siap tanak tidak
berpengaruh nyata terhadap tekstur kimpul
siap tanak yang dihasilkan. Hal ini mungkin
karena secara visual, panelis menganggap
sama tekstur kimpul siap tanak yang
disajikan. Walaupun semakin besar ukuran
irisan dan semakin sebentar perebusan
tekstur kimpul siap tanak tidak disukai
panelis, tetapi seluruh sempel masih berada
dalam skala agak suka disukai.
d. Kesukaan keseluruhan
Kesukaan keseluruhan merupakan
penilaian yang didasarkan pada gabungan
penilaian terhadap bau, warna, tekstur dari
kimpul siap tanak yang dihasilkan.
Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa
ukuran irisan dan lama perebusan
berpengaruh nyata terhadap kesukaan
keseluruhan kimpul siap tanak yang
dihasilkan. Semakin besar ukuran irisan dan
semakin lama perebusan dihasilkan kimpul
siap tanak yang semakin disukai panelis.
Hal ini mungkin karena kimpul siap tanak
yang dihasilkan memiliki warna yang cerah,
teksturnya tidak keras (rapuh) dan
aromanya masih khas umbi kimpul
sehingga disukai panelis.
Tingkat kesukaan nasi kimpul siap tanak
Pengujian tingkat kesukaan nasi kimpul
siap tanak dilakukan dengan menggunakan
parameter bau, warna, kelengketan, rasa
dan keseluruhan serta menggunakan skala
penilaian dengan angka 1 sampai 7,
dimana nilai 1 menunjukan sangat suka dan
nilai 7 menunjukan nilai sangat tidak suka.
Hasil uji kesukaan nasi kimpul siap tanak
disajikan pada Tabel 6.
a. Bau
Aroma dapat didefinisikan sebagai
sesuatu yang diamati dengan indera
pembau, untuk dapat menghasilkan bau
zat-zat harus dapat menguap, sedikit larut
dalam air dan lemak. Pengujian terhadap
bau atau aroma dianggap penting karena
cepat memberikan hasil penilaian terhadap
produk diterima atau ditidaknya produk
tersebut, selain itu juga dapat dipakai
sebagai indikator terjadinya kerusakan pada
produk.
Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui
bahwa ukuran irisan dan lama perebusan
berpengaruh nyata pada tingkat kesukaan
panelis terhadap bau nasi kimpul siap
tanak. Secara umum, semakin kecil ukuran
irisan dan semakin sebentar perebusan,
aromanya semakin disukai, tetapi tidak
beda nyata. Hal ini berarti perlakuan ukuran
irisan dan perebusan dengan waktu yang
beda tidak mempengaruhi nasi kimpul siap
tanak yang dihasilkan.
-
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719
28
Tabel 6. Tingkat kesukaan nasi kimpul siap tanak
* Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom menunjukan tidak berbeda nyata.
* Nilai semakin kecil menunjukan semakin disukai.
b. Warna
Warna adalah parameter pertama yang
dinilai dalam uji kesukaan sebab konsumen
pertama kali melihat produk dari warnanya
sehingga warna dianggap kesan pertama
dalam penilaian. Proses pengeringan dalam
pengolahan kimpul siap tanak ternyata
berpengaruh terhadap perubahan warna
karena adanya proses pra-gelatinisasi.
Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui
bahwa ukuran irisan dan lama perebusan
tidak berpengaruh nyata pada tingkat
kesukaan panelis terhadap warna nasi
kimpul siap tanak. Hal ini mungkin karena
secara visual, panelis menganggap sama
warna nasi kimpul siap tanak yang
disajikan. Walaupun semakin besar ukuran
irisan dan semakin sebentar perebusan,
warnanya semakin disukai panelis, tetapi
ukuran irisan dan lama perebusan tidak
mempengaruhi warna nasi kimpul siap
tanak yang dihasilkan. Jika dilihat dari Tabel
5 pada pengukuran warna menggunakan
lovibond tintometer, warna kimpul siap
tanak dengan perlakuan ukuran irisan dan
lama perebusan untuk pengukuran
parameter warna kuning menunjukkan
warna yang beda, hal ini ternyata tidak
mempengaruhi warna kimpul siap tanak
berkalsium secara inderawi yang dihasilkan.
c. Kelengketan
Pengukuran kelengketan didasarkan
gaya yang diperlukan untuk mengatasi gaya
tarik-menarik antara permukaan bahan
dengan permukaan lain yang bersentuhan
dengan bahan tersebut (gigi, langit-langit
mulut, lidah, pembungkus). Dari Tabel 6
dapat diketahui bahwa ukuran irisan dan
lama perebusan pada pengolahan kimpul
siap tanak berpengaruh nyata pada tingkat
kesukaan panelis terhadap kelengketan
nasi kimpul siap tanak yang dihasilkan.
Sampel Lama pemanasan
(menit)
Bau Warna Keleng- ketan
Rasa Keselu- ruhan
20 3,18bc 3,00 3,06 3,00 2,82
Ukuran irisan I 1
mm
Ukuran irisan II 2 mm
25 2,41a 2,53 2,88 3,00 2,71
Ukuran irisan
III 2,75 mm
20
30
3,24c
2,59ab
3,00
2,76
2,88
3,47
3,12
3,00
3,29
3,00
-
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719
29
Semakin kecil ukuran irisan dan lama
perebusan, kelengketan nasi kimpul siap
tanak semakin disukai. Hal ini disebabkan
karena suhu yang tinggi pada saat terjadi
gelatinisasi pati, granula pati akan
mengalami pembengkakan kemudian akan
membentuk struktur yang kompak.
Kelengketan atau kepulenan nasi
dipengaruhi oleh kandungan amilosa pada
bahan. Menurut Damarjati (1983)
kepulenan nasi memiliki kolerasi negatif
dengan kadar amilosa, nasi dengan
kepulenan rendah selalu memiliki kadar
amilosa tinggi.
d. Rasa
Parameter warna merupakan atribut
mutu yang didapat dari sensasi yang dapat
dirasakan didalam mulut. Rasa dipengaruhi
oleh senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan
interaksi komponen rasa yang lain (Karel
dan Lund, 2003). Pada dasarnya indera
perasa manusia hanya dapat merasakan
empat dasar rasa yaitu manis, asin, pahit,
asam (deMan, 1999). Dari Tabel 6 dapat
diketahui bahwa ukuran irisan dan lama
perebusan pada pengolahan kimpul siap
tanak berpengaruh nyata pada tingkat
kesukaan panelis terhadap rasa nasi kimpul
siap tanak yang dihasilkan. Secara umum,
disebabkan karena pengecilan ukuran irisan
dan semakin lama perebusan
menyebabkan berkurangnya kandungan
kalsium oksalat sehingga rasa acrid pada
nasi kimpul siap tanak berkurang.
e. Keseluruhan
Dari sifat sensoris secara keseluruhan
dilakukan untuk mengetahui respon panelis
terhadap sifat nasi kimpul siap tanak secara
keseluruhan. Kesukaan keseluruhan
merupakan penilaian gabungan yang
didasarkan pada penilaian terhadap bau,
warna, kelengketan, dan rasa kimpul yang
dihasilkan. Dari Tabel 6 dapat diketahui
bahwa ukuran irisan dan lama perebusan
pada pengolahan kimpul siap tanak
berkalsium tidak berpengaruh nyata pada
tingkat kesukaan panelis terhadap
kesukaan keseluruhan nasi kimpul siap
tanak yang dihasilkan. Hal ini mungkin
karena nasi kimpul siap tanak masih berbau
khas kimpul, warna nasi kimpul siap tanak
yang cerah, nasi tidak terlalu lengket karena
kimpul siap tanak memiliki kadar amilosa
setara dengan kelompok beras beramilosa
rendah dan rasanya agak manis serta rasa
acrid pada nasi kimpul siap tanak
berkurang.
Kadar pati, amilosa dan kalsium kimpul siap tanak berkalsium a. Kadar pati
Pati merupakan zat hidrat arang yang
tersusun dari unit-unit glukosa. Kandungan
terbesar dari butir beras adalah pati.
Dimana pati tersusun oleh 2 komponen
utama yaitu amilosa dan amilopektin. Rasio
perbandingan jumlah amilosa dan
amilopektin dalam beras menentukan
tingkat kepulenan nasi yang dihasilkan.
Hasil analisis kadar pati, kadar amilosa dan
kadar kalsium kimpul siap tanak berkalsium
adalah kadar pati pada kimpul siap tanak
-
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719
30
yang disukai panelis yaitu 67,64 (% wb)
atau 182,81 (% db), hasil ini lebih tinggi
dibandingkan dengan kadar pati umbi
kimpul yaitu sebesar 25,50 (% wb) atau
68,91 (% db). Perbedaan ini disebabkan
karena adanya proses gelatinisasi pada
proses perebusan, suhu dan waktu yang
digunakan pada perebusan menyebabkan
pati tergelatinisasi menjadi lebih lengkap.
Suhu yang digunakan yaitu 90 0C.
Kadar amilosa memiliki hubungan erat
terhadap tekstur nasi. Beras berkadar
amilosa sedang menghasilkan nasi yang
lunak, sedangkan beras berkadar amilosa
tinggi menghasilkan nasi yang pera dan
tidak lengket (Juliano 1979). Kadar amilosa
beras dikelompokkan menjadi 3 yaitu
kelompok amilosa rendah (
-
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719
31
kimpul siap tanak berkalsium yang
disukai.
DAFTAR PUSTAKA
Anggarwulan, E., Solichatun, W.
Mudyantini. 2008. Karakter
Fisiologi Kimpul (Xanthosoma
sagittifolium (L) Schott) Pada
Variasi Naungan dan Ketersediaan
Air. Biodiversitas. Volume 9. 4 :
264-268.
Anonim. 2004. Osteoporosis Keropos
Tulang yang makin Populer. IDI
Online.Org.
file://A:\Osteoporosis%20I.htm.
Anonim. 2005. 1 Dari 3 Wanita dan 1 Dari 3
Pria Memiliki Kecenderungan
Menderita Osteoporosis.
http://www.depkes.go.id/index.
Anonim. 2006. Menkes Canangkan Bulan
Osteoporosis. Gizi.net. Nutrition
Network.
File://Bulan%20Osteoporosis.htm.
Anonim, 2009a. Angka Tetap (ATAP)
Produksi Padi Tahun 2008.
www.bps.go.id. Diakses 4 April
2010.
Anonim. 2009b. Indonesia Impor Beras.
www.matanews.com. Diakses 4
April 2010.
Anonim. 2010. Umbi-umbian
(Talas).www.deptan.go/ditjentan/a
dmin/rb/ talas.pdf
AOAC. 1990. Officials Methods of Analysis
Association Official Agricultural
Chemistry. Washington D.C.
Brody, T. 1994. Nutritional Biochemistry.
Academic Press. San Diego.
New York.
Bauernfeind J.C. and P.A. Lachance. 1991.
Nutrient Additions to Food :
Nutritional, Technological and
Regulatory Aspect. Food and
Nutrition Press, Inc. Trumbull,
Connecticut, USA.
deMan, J.M., 1999. Principles of Food
Chemistry. Aspen Publisher, Inc.,
Gaithersburg, Maryland.
Eledah, J.I. 2005. Calcium Chloride-
Fortified Beverage : Threshold,
Consumer Acceptability and
Calcium Bioavailability. A thesis
submitted to the Graduate Faculty
of North Carolina State University,
Deparment of Food Science,
Raleigh.
Elevina, E.P.S., 2000. Determination of the
correlation between amylase and
phosphorus content and
gelatinization profile of starches
and flours obtained from edible
tropical tubers using Differential
-
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719
32
Scanning Calorimetry and Atomic
Absorption Spectroscopy. The
Graduate College University of
Wisconsin-Stout Menomonie. WI
54751.
Fennema, O.R. 1996. Principles of Food
Science. Marcell Dekker Inc. New
York.
Fujita,T., M. Fukase, H. Miyamoto, T.
Matsumoto and T. Ohue. 1990.
Increase of Bone Mineral Density
by Calcium Supplement with
Oyster Shell Electrolysate. Bone
Mineral.11 : 85-91.
Gacula, M.C. dan J. Singh, 1984. Statistical
Methods in Food and Consumer
Research. Academic Press, Inc.
Orlando. San Diego. New York.
London.
Haines, C.J., T.K.H. Chung, P.C. Leung,
S.Y.C. Hsu and
D.H.Y.Leung.1995. Calcium
Supplementation and Bone
Mineral Density in
Postmenopausal Women Using
Estrogen Replacement Therapy.
Bone. Volume 16. 5 : 529-531.
Hettiarachchy, N.S., R. Gnanasambandam
dan M.H. Lee. 1996. Calcium
Fortification of Rice : Distribution
and Retention. J. Food Science. 1.
61 : 195-197.
Iwuoha, C.I. and F.A. Kalu. 1995. Calcium
Oxalate and Physico-Chemical
Properties of Cocoyam (Colocasia
esculenta and Xanthosoma
sagittifolium) Tuber Flours as
Affected by Processing. Food
Chemistry. 54 : 61-66.
Juliano, B.O. 1971. A Simplified Assay for
Milled Rice Amylose. Cereal
Science Today. 16: 334 340.
Kadan, R.S., Robinson, M.G., Thibodeaux,
D.P., Pepperman Jr., A.B., 2001.
Texture and other physicochemical
properties of whole rice bread.
Journal of Food Science 66, 940
944.
Kartono,D dan M. Soekarti. 2004. Angka
Kecukupan Gizi Mineral : Kalsium,
fosfor, magnesium, Besi, Yodium,
Seng, Selenium, mangan dan
Flour. Widya Karya Nasional
Pangan dan Gizi VIII. LIPI.
Jakarta.
Krammer, A.A. and B.A. Twigg. 1970.
Fundamental of Quality Control for
the Food Industry. The AVI
Publishing Company, Inc.
Westport, Connecticut.
Lee, M.H., Hettiarachchy, N.S., R.
Gnanasambandam, and R.W.
McNew. 1995. Physicochemical
-
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719
33
Properties of Calcium-Fortified
Rice. Cereal Chem. 72 : 352-355.
Martin, B.R., C.M. Weaver, R.P. Heaney,
P.T. Packard and D.L. Smith.
2002. Calcium Absorption from
Three Salt and Ca SO4-Fortified
Bread in Premenopausal Women.
J. Agric. Food Chem. -. 50 : 3874-
3876.
Matz, S.A., 1962. Food Tekstur. The A VI
Publishing Comapany, Inc. West
Port, Connectitut.
McCarthy, J.T. and R. Kumar. 2004.
Divalent Cation Metabolism :
Calcium. www.kidneyatlas.org.
Mo William, M., 1997. Food Experimental
Prespective. Prentie-Hall, Inc. New
Jersey, U.S.A.
Nwokocha,L.M., N.A. Aviara, C. Senan and
P.A. William. 2009. A Comparative
Study of Some Properties of
Cassava (Manihot esculenta,
Crantz) and Cocoyam (Colocasia
esculenta, Linn) Starches.
Carbohydrate Polymers. 76 : 362-
367.
Octavianti, S dan M. Solikhah. 2009.
Pemenuhan Ketahanan Pangan
Melalui Pengembangan Pati
Termodifikasi dan Berkonsentrat
Protein Secara Enzimatis Berbasis
Umbi-umbian Lokal. FKIP. UNS.
Surakarta.
Sefa-Dedeh,S., E.K. Agyir-Sackey. 2004.
Chemical Composition and the
Effect of Processing on Oxalate
Content of Cocoyam Xanthosoma
sagittifolium and Colocasia
esculenta Cormes. Food
Chemistry. 85 : 479-487.
Sirkorski, Z.E.J., Pokorny dan S.
Damodaran, 2007. Fenemas Food
Chemistry 4th Edition : Physical and
Chemycal Interactin of Component
In Food System. CRC Press. Boca
Raton. London. New York.
Smith, T. 1995. Complete Family Health
Encyclopedia. Dorling Kindersley,
London. New York, Stuttgard,
Moscow.
Suitor, C.J. dan M.F. Crowley, 1984.
Nutrition Principles and Application
in Health Promotion. J.B.
Lippincott Company. Philadelphia.
Suyitno dan Ch. Wariyah. 2004. Metode
Pengolahan Beras Siap Tanak
Berkalsium Tinggi untuk Nasi
Putih, Nasi Gurih dan Nasi Kuning.
Program Oleh paten. Kementerian
Riset dan Teknologi Republik
Indonesia. Dalam proses
pendaftaran ke Departemen
Kehakiman Republik Indonesia.
-
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719
34
Suyitno dan Ch. Wariyah, 2005. Optimasi
Pengeringan Beras Siap Tanak.
Laporan Penelitian. Pusat Studi
Pangan dan Gizi. UGM.
Yogyakarta.
Walker, A.F. and B.A. Rolls. 1992. Nutrition
and The Consumer : Issues in
Nutrition and Toxicology 1.
Elsevier Applied Science, London
and New York.
Wariyah, Ch., C. Anwar, M. Astuti dan
Supriyadi. 2008a. Calcium
Absorption Kinetic on Indonesian
Rice. Indonesian Journal of
Chemistry. 8 : 252-257.
Wariyah, Ch., C. Anwar, M. Astuti dan
Supriyadi. 2008b. Sifat Fisik dan
Akseptabilitas Beras Berkalsium.
Agritech, 28:34-42.
Wariyah, Ch. 2009. Bioavailabilitas Kalsium
dalam Beras Berkalsium. Laporan
Penelitian. Universitas Mercu
Buana. Yogyakarta.
Watson, C.A. 1996. Official and
Standardized Methods of Analysis,
3rd edn. The Royal Society of
Chemistry, Thomas Graham House,
Science Park, Cambridge.
Widowati. S. 2010. Karakteristik Beras
Instan Fungsional dan Peranannya
dalam Menghambat Kerusakan
Pankreas. www.bulog.go.id. Diakses
4 April 2010.
William,P.A., N.A. Aviara, L.M. Nowkocha,
C. Senan. 2008. A Comparative
Study of Some Properties of
Cassava (Manihot esculenta,
Crantz) and Cocoyam (Colocasia
esculenta, Linn) Starches. Material
Science Research Centre. Centre
for Water Soluble Polymer.
http://epubs.glyndwr.ac.uk/ewsp/1.
diakses 25 Januari 2010.
Winarno, F.G., 1983. Kimia Pangan Dan
Gizi. PT. Gramedia. Jakarta.
Yu, S., Ma, Y., Liu, T., Menager, L., Sun,
D.W., 2010. Impact of cooling rates
on the staling behavior of cooked
rice during storage. Journal of
Food Engineering 96, 416420.
-
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012