Download - EMFISIEMA SUBKUTIS
EMFISIEMA SUBKUTIS
Oleh: Irma Susanti
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Emfisiema subkutis merupakan salah satu komplikasi yang sering ditemukan pada tindakan
bedah thoraks dan kardiovaskuler.1,2 Beberapa literatur juga menyatakan emfisiema subkutis
juga dapat terjadi akibat pembedahan molar tiga bawah.3 Hasil penelitian Rosadi dkk didapatkan
dari 43 sampel yang dilakukan kateterisasi paru (chest tube) sebesar 23,2% mengalami
komplikasi berupa emfisiema subkutis.4
Emfisiema subkutis atau kebocoran udara merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh
kebocoran parenkim paru akibat tindakan operasi. Keadaan ini tidak mematikan dan biasanya
dapat sembuh sendiri, sehingga tidak membutuhkan pengobatan secara spesifik,1 meskipun
tidak berbahaya keadaan ini menyebabkan tingginya angka morbiditas dan lamanya masa
perawatan pasien di rumah sakit. Hal ini menimbulkan rasa cemas dan menurunkan tingkat
kepercayaan pasien dan keluarga pasien terhadap dokter mereka.5
Emfisiema subkutis merupakan suatu keadaan yang jarang menimbulkan masalah pada sistem
pernafasan seperti tension pneumomediastinum, pneumothorax, atau pneumoperikardium,5
namun emfisiema subkutis yang bersifat masif harus diterapi guna mengurangi
ketidaknyamanan dan untuk mencegah terjadinya gagal nafas.1
Pada tinjauan pustaka ini akan dibahas mengenai definisi, penyebab, patogenesis, tanda-tanda
klinis, dan tatalaksananya. Dengan mengetahui tanda-tanda dan tatalaksasna dari emfisiema
subkutis, maka kita sebagai tenaga medis dapat dengan cepat dan akurat dalam memberikan
pertolongan sehingga dapat mengurangi ketidaknyamanan serta menyelamatkan jiwa pasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Emfisiema Subkutis
Emfisiema diartikan sebagai terkumpulnya udara secara patologik dalam jaringan atau organ.
Subkutis merupakan suatu lapisan kulit setelah dermis, sehingga definisi emfisiema subkutis
adalah emfisiema intertisial yang ditandai dengan adanya udara dalam jaringan subkutan,
biasanya disebabkan oleh cedera intratoraks, dan pada kebanyakan kasus disertai dengan
pneumothoraks dan pneumomediastinum, disebut juga pneumoderma.6 Emfisiema subkutis
merupakan suatu kondisi yang tidak membahayakan, namun menimbulkan masalah kecantikan
pada pasien dan keluarga pasien. Hal ini disebabkan karena terdapatnya sekumpulan udara di
dalam rongga subkutan pada dinding dada yang menjalar ke jaringan lunak di wajah, leher, dada
atas, dan bahu. Terkumpulnya udara di wajah menimbulkan pembengkakan pada kelopak mata
yang menyebabkan pasien tidak dapat membuka mata, selain itu juga disertai terjadinya
perubahan suara yang menjadi lebih tinggi akibat dari pengumpulan udara di dalam laring.5
Udara pada jaringan subkutan yang terkumpul dapat menyebar secara langsung ke daerah
sekitar, sehingga bagian tubuh atas lebih sering terkena daripada bagian tubuh bawah. Keadaan
yang tampak pada emfisiema subkutis adalah pembengkakan pada kulit yang jika dipalpasi
teraba seperti renyah (crunchy). Pada gambaran radiologi akan tampak pengumpulan udara
pada permukaan kulit yang biasanya meliputi sebagian besar dari tubuh.7 2.2 Anatomi dan
Histologi Kulit Kulit adalah pembungkus tubuh yang berkontak langsung dengan lingkungan luar,
akibatnya kulit melakukan banyak fungsi penting. Beberapa fungsi kulit ini adalah sebagai
perlindung (proteksi), regulator suhu, persepsi sensorik, organ ekskretoris, dan pembentuk
vitamin D.8,9 Kulit atau integumen tersusun atas tiga lapisan utama, yaitu epidermis atau
kutikel, dermis, dan subkutis atau hipodermis. Tidak ada garis tegas yang memisahkan lapisan
dermis dan lapisan subkutis.8,9 Epidermis adalah lapisan superfisial nonvaskular,8 yang terdiri
atas stratum korneum (lapisan tanduk), stratum lusidum, stratum granulosum (lapisan
keratohialin), stratum spinosum (stratum Malphigi), dan stratum basale.8,9 Menurut ilmu
histologi, terdapat empat jenis sel berbeda pada epidermis kulit, yaitu: 1. Keratosit, merupakan
sel epitel terbanyak pada epidermis, membelah, bertumbuh, bergerak ke atas, mengalami
keratinisasi, dan membentuk lapisan pelindung tubuh yang disebut sebagai stratum korneum. 2.
Melanosit terletak pada bagian basal epidermis, membentuk pigmen melanin yang kemudian
bergabung ke dalam keratinosit. Sel ini banyak terdapat di stratum basale. 3. Sel Langerhans
adalah sel epidermal yang berperan dalam respon imun tubuh. Sel ini berperan dalam
pengenalan antigen asing dan mungkin menjadi sel penyaji antigen. 4. Sel Merkel merupakan sel
yang berhubungan erat dengan akson tanpa mielin dan diduga berfungsi sebagai
mekanoreseptor.8 Demis terletak tepat di bawah epidermis. Lapisan kulit ini lebih dalam, lebih
tebal, dan vaskular. Lapisan superfisial dermis berlekuk-lekuk masuk ke epidermis yang disebut
papila dermis (stratum papilare dermis), terdiri dari jaringan ikat longgar yang tidak teratur.
Lapisan dermis yang lebih dalam dengan jaringan ikat padat adalah stratum retikulare.8,9
Subkutis adalah kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di
dalamnya. Lapisan sel-sel lemak ini disebut panikulus adiposa. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung
saraf tepi, pembuluh darah, dan getah bening. Tebal tipisnya jaringan lemak tidak sama
bergantung pada lokalisasinya.9 Gambaran anatomi dari kulit dapat dilihat pada gambar 2.1 di
bawah ini: Gambar 2.1 Anatomi Kulit 10 Gambaran hitologis kulit dapat dilihat pada gambar 2.2
di bawah ini: Gambar 2.2 Histologi Kulit11 2.3 Penyebab Emfisiema Subkutis Emfisiema subkutis
dapat disebabkan oleh trauma pada sistem respirasi ataupun sistem gastrointestinal. Umumnya
trauma yang terjadi pada dada dan leher, dimana udara dapat terperangkap sebagai hasil dari
trauma tajam seperti luka tembak atau luka tikam, maupun luka tumpul.12 Emfisiema subkutis
juga dapat disebabkan oleh prosedur dan tindakan medis, yang menyebabkan tekanan pada
alveoli, sehingga alveoli menjadi ruptur. Hal ini biasanya disebabkan oleh pneumothoraks dan
kateterisasi paru (chest tube). Keadaan ini disebut sebagai surgical emphysema.12 Beberapa
kondisi yang menyebabkan terjadinya emfisiema subkutis dijelaskan pada bagian dibawah ini: 1.
Trauma Trauma tumpul maupun trauma penetrasi merupakan kondisi yang dapat menyebabkan
terjadinya emfisiema subkutis. Trauma pada bagian dada merupakan penyebab umum terjadinya
emfisiema subkutis, dimana udara yang berasal dari dada dan paru dapat masuk ke kulit dinding
dada. Sebagai contoh adalah terjadinya luka tusuk atau luka tembak pada dada yang
menyebabkan robeknya pleura, sehingga udara yang berasal dari paru menyebar ke otot-otot
dan lapisan subkutan. Emfisiema subkutis juga dapat terjadi pada pasien dengan patah tulang
iga, dimana iga melukai parenkim paru yang menyebabkan rupturnya alveolus.12 2. Tindakan
medis Emfisiema subkutis merupakan suatu komplikasi yang umum disebabkan pada berbagai
tindakan operasi, seperti operasi dada, operasi daerah sekitar esofagus, operasi gigi dengan
menggunakan teknik berkecepatan tinggi, tindakan laparoscopy, cricothyrotomy, dan
sebagainya.12 3. Infeksi Udara dapat terperangkap di bawah kulit yang mengalami infeksi
nekrosis seperti pada gangren. Gejala emfisiema subkutis dapat dihasilkan ketika organisme
infeksius memproduksi gas sebagai hasil dari fermentasi. Kemudian gas ini menyebar ke sekitar
lokasi awal pembentukan infeksi, maka terbentuklah emfisiema subkutis.12 2.4 Patogenesis
Emfisiema Subkutis Emfisiema subkutis merupakan hasil dari peningkatan tekanan di dalam paru
dikarenakan rupturnya alveoli. Udara dapat masuk ke jaringan lunak pada leher dari
mediastinum dan retroperitoneum. Pada emfisiema subkutis, udara menyebar dari alveoli yang
ruptur masuk ke interstitium dan sepanjang pembuluh darah paru, masuk ke mediastinum dan
berlanjut ke jaringan lunak pada leher dan kepala.12 Emfisiema pada daerah subkutan,
servikofasial, mediastinum terjadi karena udara yang masuk ke jaringan fasial kepala dan daerah
leher. Daerah ini mempunyai suatu rongga yang memungkinkan untuk terisi dengan udara.
Daerah ini dibatasi oleh fasia otot, organ, dan struktur lainnya.3 Udara yang masuk ke daerah
leher dapat masuk ke retrofaringeal yang terletak antara dinding posterior dan kolumna
vertebra, dari sini akan dapat terus ke posterior fasial kemudian ke Grodinsky and Holyoke’s
yang disebut sebagai daerah yang berbahaya karena berhubungan langsung ke posterior
mediastinum. Jika udara mengalir pada daerah ini akan menekan vena trunks yang bisa
menyebabkan gagal jantung atau asfiksia karena adanya tekanan di trachea.3 2.5 Gambaran
Klinis Tanda dan gejala dari emfisiema subkutis bervariasi tergantung pada penyebab dan lokasi
terjadinya, tetapi sering berhubungan dengan pembengkakan pada leher dan nyeri dada, dan
terkadang juga terjadi nyeri tenggorokan, nyeri leher, wheezing (mengi) dan kesulitan bernafas.
5,7,12 Pada hasil inspeksi tampak jaringan di sekitar emfisiema subkutis biasanya membengkak.
Jika kebocoran udara sangat banyak, wajah dapat menjadi bengkak sehingga kelopak mata tidak
dapat dibuka.5,7,12 Gambaran klinis pasien dengan emfisiema subkutis dapat dilihat pada
gambar 2.3 di bawah ini: Gambar 2.3 Gejala Klinis Emfisiema Subkutis Kasus emfisiema subkutis
yang terjadi di sekitar leher, terkadang menimbulkan perubahan suara pasien menjadi lebih
tinggi, hal ini dikarenakan pengumpulan udara pada mukosa faring. 5,7,12,13 Hasil pemeriksaan
akan tampak seperti gambar 2.4 di bawah ini: Gambar 2.4 Pengumpulan Udara pada Faring 13
Kasus emfisiema subkutis mudah dideteksi dengan melakukan palpasi pada permukaan kulit.
Hasil palpasi akan teraba seperti kertas atau krispies. Jika disentuh maka teraba seperti balon
yang berpindah dan kadang-kadang timbul bunyi retakan “crack”. Palpasi pada pasien emfisiema
subkutis dapat dilihat pada gambar 2.5 di bawah ini: Gambar 2.5 Palpasi pada Pasien Emfisiema
Subkutis Gambaran klinis pada emfisiema subkutis yang terjadi pada daerah servicofacial terdiri
atas tahap dini dan tahap lanjut, yaitu: Tabel 2.1 Gejala klinis emfisiema subkutis3 Tahap Dini
Tahap Lanjut Pembengkakan lokal Krepitus Ketidaknyamanan lokal (pegal) Ditemukan kelainan
pada radiografi Pembengkakan difus Eritema lokal Nyeri Pyrexia 2.6 Gambaran Radiologi
Pencitraan diperlukan untuk mendiagnosa emfisiema subkutis atau untuk mengkonfirmasi
diagnosa berdasarkan temuan klinis. Pada radiologi dada, emfisiema subkutis mungkin terlihat
sebagai gambaran radiolusen pada otot pektoralis mayor.7,12 Gambaran radiolusen pada
emfisiema subkutis tampak dengan jelas pada gambar 2.6 di bawah ini: Gambar 2.6 Gambaran
radiolusen emfisiema subkutis13 Pada gambar 2.7 dibawah ini tampak gambaran emfisiema
subkutis pada otot pektoralis (lingkaran biru), pada area supraklavikula (panah merah), dan pada
area mediastinum (panah putih). Gambar 2.7 Foto Sinar X Emfisiema Subkutis7 Emfisiema
subkutis lebih baik dikonfirmasikan dengan pemeriksaan CT-scan, dimana tampak kantung udara
yang berwarna hitam pada daerah subkutan. Tampak jelas pada gambar 2.8 di bawah ini:
Gambar 2.8 CT-scan pada Emfisiema Subkutis 12,13 2.7 Tatalaksana Emfisiema subkutis
biasanya bersifat jinak, sehingga tidak membutuhkan penanganan karena dalam 3 atau 4 hari
bahkan sampai seminggu pembengkakan akan berkurang secara menyeluruh karena udara
diserap secara spontan dan terjadi penyembuhan.3,12 Pada kasus emfisiema subkutis yang
berat, kateter dapat dipasangkan di jaringan subkutan untuk mengeluarkan udara. Irisan kecil
atau lubang kecil dapat dibuat di permukaan kulit untuk mengeluarkan udara. Penanganan
emfisiema subkutis tidak hanya dengan istirahat total, tetapi juga dengan penggunaan obat-
obatan penghilang rasa nyeri, serta pemberian sejumlah oksigen. Dengan pemberian sejumlah
oksigen dapat membantu tubuh untuk mempercepat penyerapan udara di lapisan subkutan.
Monitor dan observasi ulang juga merupakan hal penting dalam tatalaksana emfisiema
subkutis.12 2.8 Prognosis Udara di jaringan subkutan biasanya tidak menimbulkan kematian,
sejumlah kecil udara dapat di reabsorbsi oleh tubuh. Terkadang pneumothoraks atau
pneumomediastinum yang menyebabkan emfisiema subkutis, dengan atau tanpa tindakan medis
emfisiema subkutis ini biasanya akan hilang sendiri. Meskipun jarang, emfisiema subkutis dapat
menjadi suatu kondisi yang bersifat emergensi, seperti terjadinya gagal nafas dan henti jantung,
sehingga diperlukan tindakan medis. 1,4,5,12 BAB III KESIMPULAN Emfisiema subkutis adalah
emfisiema intertisial yang ditandai dengan adanya udara dalam jaringan subkutan disebut juga
pneumoderma.6 Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan terjadinya emfisiema subkutis
adalah trauma, baik trauma tajam maupun trauma tumpul yang terjadi pada dada, tindakan
medis seperti tindakan operasi dada, operasi daerah sekitar esofagus, operasi gigi, tindakan
laparoscopy, cricothyrotomy, dan sebagainya, selain itu infeksi nekrosis juga dapat
menyebabkan hal ini. 12 Emfisiema subkutis merupakan hasil dari peningkatan tekanan di dalam
paru dikarenakan rupturnya alveoli, kemudian udara menyebar dari alveoli yang ruptur masuk ke
interstitium dan sepanjang pembuluh darah paru, lalu ke mediastinum dan berlanjut ke jaringan
lunak pada leher dan kepala.12 Tanda dan gejala dari emfisiema subkutis bervariasi tergantung
pada penyebab dan lokasi terjadinya, tetapi sering berhubungan dengan pembengkakan pada
leher dan nyeri dada, dan terkadang juga terjadi nyeri tenggorokan, nyeri leher, wheezing
(mengi) dan kesulitan bernafas, perubahan suara pasien menjadi lebih tinggi. 5,7,12,13 Pada
radiologi dada dengan menggunakan sinar X, emfisiema subkutis terlihat sebagai gambaran
radiolusen pada lapisan subkutan, sedangkan dari hasil pemeriksaan CT-scan tampak kantung
udara yang berwarna hitam pada daerah subkutan.7,12 Emfisiema subkutis tidak memerluka
tindakan khusus karena dalam 3 atau 4 hari bahkan sampai seminggu pembengkakan akan
berkurang secara menyeluruh karena udara diserap secara spontan.3,12 Pada kasus emfisiema
subkutis yang berat, kateter dapat dipasangkan di jaringan subkutan untuk mengeluarkan udara.
Irisan kecil atau lubang kecil dapat dibuat di permukaan kulit untuk mengeluarkan udara.
Penanganan emfisiema subkutis tidak hanya dengan istirahat total, tetapi juga dengan
penggunaan obat-obatan penghilang rasa nyeri, serta pemberian sejumlah oksigen. Dengan
pemberian sejumlah oksigen dapat mempercepat penyerapan udara di lapisan subkutan. Monitor
dan observasi ulang juga merupakan hal penting dalam tatalaksana emfisiema subkutis.12
Meskipun emfisiema subkutan merupakan kasus yang jarang terjadi, namun tenaga medis harus
mengetahui tanda klinis, pemeriksaan penunjang yang diperlukan, serta tatalaksana terhadap
emfisiema subkutis terutama dalam kasus yang bersifat emergensi. DAFTAR PUSTAKA 1. Omar
YA, Catarino PA. Progressive Subcutaneous Emphysema and Respiratory Arrest. J R Soc Med
2002; 95: 90 – 91 2. Sherif HM, Ott DA. The Use of Subcutaneous Drains to Manage Subcutaneous
Emphysema. Tex Heart Inst J 1999; 26: 129 – 131 3. Rusdy H, Nurwiyadh A. Empisiema Sebagai
Komplikasi Pembedahan Molar Tiga Bawah dengan Menggunakan High Speed Turbine. Dentika
Dental Journal, Vol.13, No.1, 2008: 90 – 92 4. Rosadi A, Swidarmoko B, Astowo P. Survei
Pemasangan Kateter Toraks dan Komplikasinya pada Berbagai Penyakit Pleura. Data Tesis
Pulmonologi FK UI. 2008 5. Cerfolio RJ, Bryant AS, Maniscalco LM. Management of Subcutaneous
Emphysema After Pulmonary Resection. Ann Thorac Surg 2008; 85: 1759 – 1765 6. Dorland WAN.
Alih bahasa: Setiawan A dkk. Kamus Kedokteran Dorland, ed.29. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2002. Hal. 723 – 724 7. Anonim. Subcutaneous Emphysema. Learning
Radiology.com. 2005 8. Eroschenko VP. Integumen. Dalam: Eroschenko VP. Alih Bahasa:
Tambayong J. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional, ed.9. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2003. Hal.133 – 145 9. Wasitaatmadja SM. Anatomi Kulit. Dalam: Djuanda A
dkk. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, ed.5. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2007. Hal.3 - 5 10. http://academic.kellogg.edu/herbrandsonc/bio201_mckinley/f5-
1_layers_of_the_inte_c.jpg. [diakses pada tanggal: 22 Februari 2012] 11.
http://neuromedia.neurobio.ucla.edu/campbell/skin/wp_images/161_lowpower.gif. [diakses pada
tanggal: 22 Februari 2012] 12. en.wikipedia.org/wikisubcutaneous_emphysema. [diakses pada
tanggal: 22 Februari 2012] 13. Porhomayon J dan Doerr R. Pneumothorax and subcutaneous
emphysema secondary to blunt chest injury. Internationl Journal of Emergency Medicine 2011, 4:
10