Download - EFISIENSI PEMASARAN MELATI PUTIH
I. PENDAHULUAN
Melati putih (Jasminum sambac) merupakan salah satu komoditas
holtikultura yang memiliki nilai ekonomis tinggi, baik ditinjau dari sisi
pemenuhan konsumsi nasional, sumber penghasilan petani dan potensinya sebagai
penghasil devisa negara. Melati putih termasuk komoditas utama dalam prioritas
pengembangan tanaman hias dataran rendah di Indonesia khususnya daerah Jawa
Tengah. Melati putih digunakan sebagai bunga tabur, bahan pembuatan minyak
wangi, hiasan dalam acara adat, penghias rangkaian bunga dan bahan campuran
atau pengharum teh (Rukmana: 1997).
Kabupaten Tegal merupakan salah satu daerah di Jawa
Tengah yang memiliki potensi pertanian yang cukup besar.
Sektor pertanian merupakan sektor yang paling besar
kontribusinya atas penyediaan lapangan kerja dan
sumbangannya terhadap PDRB Kabupaten Tegal dengan melati
putih sebagai salah satu komoditi unggulan. Kabupaten Tegal
merupakan sentra produksi melati putih nasional dengan luas
panen dalam satu tahun terakhir seluas 371,30 Ha. Dengan
kemampuan berproduksi tinggi tersebut, Kabupaten Tegal
mampu menyumbang lebih dari 30% total produksi melati putih
nasional. Oleh karena itu Kabupaten Tegal menjadi sentra
perdagangan dan tata niaga melati putih di Indonesia (Dinas
Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Tegal, 2014).
1
Diuraikan bahwa di Kabupaten Tegal hanya tiga kecamatan yang
memproduksi melati putih, hal ini karena ketiga kecamatan
tersebut berada di dekat pesisir dimana komoditas melati putih
dapat tumbuh pada ketinggian tertentu. Tabel 1 menunjukan
luas panen, produksi dan produktivitas melati putih Kabupaten
Tegal tahun 2013.
Tabel 1. Luas panen, produksi dan produktivitas melati putih di tiap kecamatan di Kabupaten Tegal tahun 2013.
No Kecamatan Luas Panen (Ha)
Produksi (Ton)
Produktivitas (Ton/Ha)
1 Kramat 165,00 3.015,00 18,2732 Suradadi 136,00 3.011,15 22,1413 Warureja 70,30 3.430,80 48,802
TOTAL 371,30 9.456,95 25,470Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Tegal
Tabel 1 menjelaskan bahwa Kecamatan Kramat, Suradadi
dan Warureja dapat memproduksi melati putih karena
kecamatan tersebut berdekatan dengan pesisir dimana
komoditas melati putih dapat tumbuh pada ketinggian tertentu.
Salah satu Kecamatan di Kabupaten Tegal sebagai sentral
penghasil melati putih adalah Kecamatan Kramat terdiri dari 20
desa, yaitu Mejasem Barat, Mejasem Timur, Dinuk, Jatilawang,
Kemantran, Babakan, Kertaharja, Ketileng, Kepunduhan, Bangun
Galih, Tanjung Harja, Kemuning, Plumbungan, Maribaya, Kramat,
Kertayasa, Bongkok, Munjung Agung, Padaharja dan Dampyak.
Dari banyaknya desa di Kecamatan Kramat hanya beberapa desa
2
yang lahanya di manfaatkan untuk berusahatani melati putih.
Produksi tertingi yaitu desa Maribaya, Plumbungan, Kramat dan
Padaharja. Produksi melati putih di Kecamatan Kramat disajikan
pada Tabel 2.
Tabel 2. Luas panen dan produksi melati putih di tiap desa di Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal tahun 2013
No
Desa/Kelurahan
Luas Panen (Ha) Produksi (Ton)
1. Dampyak 4,140 67.0682. Padaharja 12,000 194,4003. Munjungagu
ng7,500 121,500
4. Bongkok 9,000 145,8005. Kramat 17,210 278.8026. Maribaya 48,000 777,6007. Plumbungan 17,000 275,400
Jumlah 114,850 1860,570Sumber: Balai Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
(BP3K) Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal
Data di atas menunjukan bahwa produksi melati putihhanya berada di
beberapa desa di Kecamatan Kramat. Kecamatan Kramat merupakan
salah satu daerah penghasil melati putih di Kabupaten Tegal,
dimana para penduduknya sebagian besar adalah petani melati
putih dan sudah dilakukan secara turun temurun oleh penduduk.
Melati putih yang dihasilkan mempunyai kualitas warna yang
putih dan wangi. Hal ini menunjukan Kecamatan Kramat
3
mempunyai potensi untuk pengembangan usahatani melati
putih. Pemasaran melati putih umumnya masih dikuasai oleh
tengkulak atau pedagang besar, sehingga margin petani relatif
kecil dibandingkan dengan pedagang perantara (Apriyanto dkk,
2012).
Sekarang ini produksi melati putih di Kabupaten Tegal dan di
seluruh Kecamatan di Tegal mengalami peningkatan. Penyebab
peningkatan produksi dan ketersediaan melati putih di
Kabupaten Tegal yaitu akibat permintaan melati yang semakin
besar (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura
Kabupaten Tegal, 2014). Tabel 3 menunjukkan data produksi dan
data produktivitas melati putih tahun 2009 – 2013.
Tabel 3. Luas panen, produksi dan produktivitas melati putih 5 tahun terakhir di Kabupaten Tegal
No Tahun Luas panen (Ha)
Produksi (Ton)
Produktivitas (Ton/Ha)
1 2009 305,25 2.451,045 8,0292 2010 328,00 4.281,210 13,0523 2011 312,53 1.091,301 3,4924 2012 329,55 1.011,030 3,0685 2013 371,30 9.456,950 25,470
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Tegal 2013
Permintaan bunga melati yang semakin besar membuat
bisnis bunga melati semakin memiliki prospek yang cerah. Usaha
budidaya bunga melati menjadi peluang bisnis yang
menguntungkan dan layak untuk dikembangkan (Pusat
4
Penelitian dan Pengembangan Hortikultura Kabupaten Tegal,
2014). Kecamatan Kramat sebagai salah satu sentral melati putih
dengan luas panen tertinggi di Kabupaten Tegal yang
mempunyai potensi untuk mengembangkan usaha tani dan perlu
melakukan strategi pemasaran agar melati putih dapat sampai
pada konsumen akhir tanpa terkendala. Salah satu aspek
pemasaran yang perlu diperhatikan dalam upaya peningkatan
kinerja pemasaran melati putih khususnya melati putih berasal
dari Kabupaten Tegal adalah efisiensi pemasaran.
Pemasaran melati putih di Kecamatan Kramat dalam rangka
mencapai efesiensi pemasaran melibatkan beberapa lembaga
pemasaran yang melakukan fungsi–fungsi pemasaran yaitu
fungsi pertukaran yang meliputi fungsi penjualan dan pembelian,
fungsi fisik yang meliputi penyimpanan, pengolahan dan
pengangkutan serta fungsi fasilitas yang meliputi standarisasi,
penanggungan resiko, informasi harga dan penyediaan dana.
Pelaksanaan fungsi–fungsi pemasaran melibatkan beberapa
lembaga pemasaran. Harga melati putih di tiap–tiap lembaga
pemasaran berbeda sampai harga di tingkat penjual akhir,
dengan kata lain ada perbedaan marjin pemasaran yaitu selisih
harga yang dibayarkan konsumen akhir dengan harga yang
diterima produsen. Marjin pemasaran di tiap-tiap saluran
pemasaran berbeda–beda (Sudiyono, 2004). Jumlah lembaga
5
pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran akan
mempengaruhi panjang pendeknya saluran pemasaran dan
tingkat efisiensi pemasaran dalam suatu usaha, sehingga perlu
diadakan penelitian untuk mengkaji mengenai efisiensi
pemasaran melati putih di Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal.
Bedasarkan uraian tersebut, dapat diidentifikasi masalah
penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana bentuk saluran pemasaran melati putih
Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal?
2. Berapa besar margin pemasaran pada masing-masing
saluran pemasaran melati putih?
3. Berapa besar bagian harga yang diterima petani (farmer’s share), persentase
biaya dan keuntungan tiap-tiap saluran pemasaran?
4. Saluran mana yang paling efisien untuk memasarkan melati
putih asal Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal?
Hasil penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat antara lain :
1. Mengidentifikasi saluran pemasaran melati putih di
Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal.
2. Menghitung besarnya marjin pemasaran melati putih pada
setiap saluran pemasaran.
3. Menghitung bagian harga yang diterima petani (farmer’s share), persentase
biaya dan keuntungan tiap-tiap saluran pemasaran.
6
4. Mengetahui saluran pemasaran melati putih yang paling
efisien bedasarkan efisiensi teknik dan efisiensi ekonomis.
Hasil penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat antara lain :
1. Memberikan informasi bagi petani melati putih tentang marjin pemasaran,
peluang pendapatan, saluran pemasaran, dan peluang pasar, sehingga dapat
dijadikan pedoman serta gambaran dalam memasarkan produknya.
2. Bahan masukan bagi instansi terkait seperti Bappeda, Dinas Pertanian serta
Dinas Perdagangan yang terkait dengan daerah pembinaan serta
pengembangan usaha pada sektor pertanian khususnya dalam memproduksi
melati putih.
3. Sebagai sumber informasi bagi penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan
budidaya dan pemasaran melati putih.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Aspek Sosial Ekonomi Melati Putih
7
Melati putih nama latinnya adalah Jasminum sambacmerupakan jenis
tanaman bunga hias yang lebih banyak diminati masyarakat Indonesia. Oleh
karenanya melati putih ini semakin diminati pembudidayaanya, dan diharapkan
lahir petani – petani melati putih. Melati putih termasuk komoditas utama dalam
prioritas pengembangan tanaman hias dataran rendah di Indonesia khususnya
daerah Jawa Tengah. Melati putih digunakan sebagai bunga tabur, bahan
pembuatan minyak wangi, hiasan dalam acara adat, penghias rangkaian bunga dan
bahan campuran atau pengharum teh (Rukmana: 1997).
Melati putih (Jasminum sambac) familyOleaceae yang berasal dari Inggris
merupakan salah satu komoditas hortikultura yang sering digunakan sebagai
bahan pembuat minyak wangi dan hiasan dalam acara adat. Selain itu, melati
putih juga mempunyai bau harum yang wangi dan khas. Kebutuhan melati putih
di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan sebesar 30%. Hal ini
sejalan dengan bertambahnya jumlah populasi Indonesia yang setiap tahunnya
juga mengalami peningkatan.
Kecamatan Kramat merupakan penghasil melati putih terbesar Kabupaten
Tegal, dengan luas panen pada tahun 2013371,30 hektar. Kecamatan Kramat
merupakan salah satu daerah penghasil melati putih di Kabupaten Tegal, dimana
para penduduknya adalah sebagian besar petani melati putih sudah dilakukan
secara turun temurun oleh penduduk Desa Kramat. Maribaya dan
Plumbunganserta menjadi tradisi serta nafas penduduk di desa ini. Hal ini
menunjukan Kecamatan Kramat mempunyai potensi untuk pengembangan
usahatani melati putih.
8
B. Aspek Agronomi Melati Putih
Melati putih dapat tumbuh pada tanah sawah atau tegalan, tekstur pasir sampai
liat. Jenis tanah Podsolik Merah Kuning (PMK), latosol dan andosol, pH 5-7,
ketinggian 10-700 mdpl, kelembaban 50-80 %, suhu 28-36 derajat C.
Pemilihan lahan untuk tanaman melati putih harus memperhatikan syarat
tumbuh tanaman. Syarat tumbuh tanaman melati putih yang paling penting adalah
iklim, ketinggian tempat dan tanah. Tanaman melati putih membutuhkan tempat
yang beriklim kering dengan suhu yang cukup panas antara 28–36 derajat C.
Curah hujan yang cocok untuk tanaman melati putih adalah 112–119 mm per
bulan. Tanaman ini sangat rentan terhadap curah hujan yang tinggi karena selain
mudah di serang hama juga produksi bunga yang sedikit
Jenis tanah yang cocok untuk tanaman melati putih adalah tanah bertekstur
pasir sampai liat aerasi dan drainase baik, subur, gembur, banyak mengandung
bahan organik dan memilik derajat keasaman tanah yang baik bagi pertumbuhan
tanaman dengan pH antara 5 – 7 (Rukmana: 1997).
Umur tanaman melati putih mulai berbunga bervariasi antara 7 – 12bulan
setelah tanam tergantung varietasnya.Panen bunga melati dapat dilakukan
sepanjang tahun secara berkali-kali sampai umur tanaman antara 5-10 tahun dan
setiap tahun berbunga umumnya berlangsung selama 12 minggu (3 bulan).Ciri-
ciri bunga melati yang sudah saatnya dipanen adalah ukuran kuntum bunga sudah
besar (maksimal) dan masih kuncup / setengah mekar(Rukmana: 1997).
9
Pertumbuhan suatu tanaman akan dipengaruhi oleh banyak faktor, begitu
juga dengan tanaman melati putih. Dalam mempertahankan pertumbuhannya,
melati putih membutuhkan suatu ekosistem yang khas.
Faktor – faktor penentu yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman melati
putih adalah sebagai berikut :
4. Tanah
Tanah merupakan faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan melati
putih karena tanah berperan sebagai penyedia unsur–unsur hara yang menjadi
makanan tumbuhan. Secara fisik tanah yang baik bagi tanaman melati putih
adalah tanah yang bertekstur pasir sampai liat.
Tanah yang baik bagi pertumbuhan melati putih mempunyai sifat–sifat
sebagai berikut :
a. Banyak mengandung bahan organik
b. Air datang mudah dibuang dari lahan
c. Tanah mengandung pasir dan kompas atau pupuk kandang
d. Kemasan atau pH tanah sekitar 5 sampai 7.
5. Iklim
Tanaman melati putih dapat hidup di daerah tropis maupun sub-tropis.
Namun pada umumnya tanaman melati putih berbunga baik pada awal musim
penghujan dan kemarau. Faktor – faktor iklim yang mempengaruhi
pertumbuhan tanaman melati putih adalah :
a. Sinar Matahari
10
Jenis tanamanmelati putih menghendaki penyinaran dari sinar
matahari yang banyak, artinya penyinaran yang semakin banyak sinar
matahari maka kualitas bunga melati semakin bagus dari warna bunga
semakin putih dan semakin wangi.
b. Curah Hujan
Tanaman melati putih membutuhkan daerah yang memiliki curah
hujan sedikit. Karena apabila daerah yang curah hujannya banyak maka
akan mengurangi produksi dan kualitas bunga.
c. Suhu
Tinggi – rendahnya suhu akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman
melati putih. Suhu yang baik untuk pertumbuhan tanaman melati putih
adalah berkisar 28 derajat celcius sampai 36 derajat celcius, dengan kondisi
kering.
d. Kelembapan
Tanaman melati putih membutuhkan tingkat kelembapan yang cukup
seimbang antara kelembapan udara dengan kelembapan tanah.
Ketidakseimbangan kelembapan antara udara dan tanah akan menghambat
pertumbuhan tanaman melati putih.
e. Angin
Angin yang baik untuk tanaman melati putih adalah yang mempunyai
kecepatan rendah dan berhembus secara perlahan. Dengan demikian,
bungatidak rusak oleh hembusan angin.
6. Pengairan
11
Melati putih merupakan tanaman yang membutuhkan banyak air
pada fase awal pertumbuhan. Oleh karena itu, tanaman melati putih
memerlukan cukup air untuk proses pertumbuhannya pada awal tanam
sampai umur tanam 1 bulan. Pengairan dilakukan 1-2 kali sehari yakni pada
pagi dan sore hari. Cara pengairan adalah dengan disiram air bersih tiap
tanam hingga tanah di sekitar perakaran cukup basah.
C. Pemasaran
Pemasaran merupakan suatu kegiatan yang diarahkan untuk memuaskan
kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran. Pemasaran bertujuan untuk
mengetahui dan memahami konsumen sedemikian rupa sehingga produk atau jasa
cocok bagi konsumen dan produk dan jasa itu dapat terjual dengan sendirinya.
Produk itu sendiri adalah sesuatu yang dapat ditawarkan pada suatu pasar untuk
mendapatkan perhatian, untuk dimiliki, penggunaan ataupun konsumsi yang dapat
memuaskan keinginan atau kebutuhan. Konsep pemasaran menyatakan bahwa
kunci untuk mencapai tujuan organisasional adalah penentuan kebutuhan dan
keinginan pasar serta sasaran serta pemberian kepuasan yang diinginkan secara
lebih efektif dan efisien dari yang dilakukan para pesaing (Kotler, 1997).
Pemasaran produk pertanian adalah proses aliran produk pertanian yang
disertai perpindahan hak milik dan penciptaan guna waktu, guna tempat dan guna
bentuk yang dilakukan lembaga-lembaga pemasaran dengan melaksanakan satu
atau lebih fungsi-fungsi pemasaran. Peran lembaga pemasaran sebagai pihak yang
12
menghubungkan barang atau produk dari produsen ke konsumen (Sudiyono,
2004).
Tujuan dari pemasaran adalah mengarahkan barang atau jasa ke tangan
konsumen untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Pemasaran dapat
meningkatkan nilai ekonomis dan nilai tambah hasil produksi apabila fungsi-
fungsi dapat berperan sebagaimana mestinya. Proses penyampaian barang dari
tangan produsen ke tangan konsumen diperlukan berbagai kegiatan atau tindakan
yang memperlancar proses penyampaian barang dan jasa yang bersangkutan.
Kegiatan tersebut dinamakan fungsi pemasaran (Limbong dan Sitorus,1987).
Menurut Sudiyono (2004), fungsi-fungsi pemasaran dapat dikelompokan
dalam tiga golongan, yaitu:
1. Fungsi Pertukaran
Fungsi ini merupakan kegiatan untuk memperlancar hak milik atas
barang dan jasa dari penjual kepada pembeli. Fungsi pertukaran ini terdiri dari
fungsi penjualan dan pembelian.
2. Fungsi Fisik
Fungsi ini merupakan semua tindakan yang langsung berhubungan
dengan barang dan jasa, sehingga menimbulkan kegunaan tempat, kegunaan
bentuk dan kegunaan waktu. Kegiatan yang termasuk fungsi fisik yaitu
penyimpanan dan pengangkutan.
3. Fungsi Fasilitas
13
Fungsi ini merupakan suatu tindakan yang memperlancar kegiatan
pertukaran antara produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas terdiri dari sortasi dan
grading, penanggungan resiko, pembiayaan dan informasi pasar.
Kegiatan pemasaran melibatkan lembaga pemasaran, yang melakukan
kegiatan fungsi pemasaran meliputi; penjualan, pembelian, sortasi, penyimpanan
dan pengangkutan. Kegiatan ini dilakukan sesuai dengan kemampuan pembiayaan
dimiliki. Tidak semua kegiatan dalam fungsi pemasaran dilakukan oleh setiap
lembaga pemasaran sehingga biaya dan keuntungan menjadi berbeda di tiap
lembaga pemasaran (Soekartawi, 2003).
D. Efisiensi Pemasaran
Peningkatan produksi tidak akan berarti bila tidak ada dukungan sistem
pemasaran yang baik dan mampu menyerap hasil produksi pada tingkatan harga
yang menguntungkan. Produksi yang baik akan sia-sia apabila harga pasar rendah,
karena tingginya produksi tidak mutlak memberikan keuntungan tinggi tanpa
disertai pemasaran yang baik dan efisien. Aktivitas dalam penyaluran barang dari
produsen ke konsumen seharusnya berorientasi pada terciptanya pemasaran
efisien, yaitu sampainya barang ke konsumen sesuai dengan waktu, tempat dan
bentuk diinginkan konsumen dengan biaya serendah-rendahnya serta adanya
pembagian adil dari harga dibayar konsumen kepada semua pihak terkait dalam
kegiatan produksi dan pemasaran tersebut (Mubyarto, 1995).
Hanafiah dan Saefudin (1983) menyatakan bahwa panjang pendeknya
saluran pemasaran tergantung pada :
14
1. Jarak produsen dan konsumen, semakin jauh jarak antara produsen dan
konsemen makin panjang saluran pemasaran yang terjadi.
2. Skala produksi, semakin kecil skala produksi saluran pemasaran yang terjadi
cenderung panjang kerena memerlukan pedagang perantara dalam
penyalurannya.
3. Cepat tidaknya produk rusak, produk yang mudah rusak menghendaki saluran
pemasaran yang pendek karena harus segera diterima konsumen.
4. Posisi keuangan usaha, pedagang yang posisi keuangan usahanya tinggi
cenderung dapat melakukan banyak fungsi pemasaran dan memperpendek
saluran pemasaran.
Saluran pemasaran menggambarkan proses pendistribusian produk
pertanian petani ke konsumen. Produk pertanian tidak hanya memenuhi
kebutuhan lokal tetapi juga daerah lain, sehingga diperlukan saluran pemasaran
yang tepat. Banyaknya lembaga pemasaran terlibat akan mempengaruhi panjang
pendeknya rantai pemasaran dan besarnya biaya pemasaran. Besarnya biaya
pemasaran akan mengarah pada semakin besarnya perbedaan harga antara
produsen dengan konsumen. Adanya lembaga pemasaran yang berfungsi
menyalurkan barang dari produsen ke konsumen maka akan menimbulkan marjin.
Sudiyono (2004), menyatakan bahwa marjin timbul karena adanya biaya-
biaya tambahan dikeluarkan oleh lembaga pemasaran (pedagang) selama proses
pendistribusian komoditas bersangkutan dan perkiraan laba diharapkan sebagai
imbalan jasa lembaga pemasaran. Besar kecilnya marjin pemasaran berpengaruh
terhadap bagian diterima oleh perajin (produsen share). Bagian diterima oleh
15
perajin adalah harga di tingkat perajin dibagi dengan yang dibayarkan oleh
konsumen dikalikan 100 persen.
Suharyanto (2005) menyatakan bahwa analisis marjin pemasaran dapat
digunakan untuk mengetahui distribusi marjin pemasaran serta untuk mengetahui
bagian harga (produsen share) diterima petani. Biaya dikeluarkan dalam aktifitas
pemasaran selanjutnya akan mempengaruhi besarnya marjin pemasaran, bagian
keuntungan, biaya dari setiap lembaga pemasaran, serta bagian harga yang
diperoleh petani. Besarnya biaya pemasaran dan keuntungan diperoleh sebagai
imbalan jasa atas peranan diberikan oleh setiap lembaga pemasaran akan
membentuk marjin pemasaran. Marjin pemasaran dapat tersebar merata atau tidak
pada tiap tingkatan lembaga yang dilalui produk tersebut, tergantung pada ada
atau tidak adanya pihak yang lebih kuat yang menekan pihak lain. Besar kecilnya
marjin pemasaran akan mempengaruhi tinggi rendahnya harga produk tersebut.
Perbedaan harga produk pertanian di tingkat perajin dan harga di tingkat
konsumen, baik produk sudah berubah wujud atau belum kadang sangat tinggi.
Marjin pemasaran adalah perbedaan harga dari perajin dengan harga untuk
konsumen. Harga di tingkat konsumen merupakan harga di tingkat perajin,
ditambah dengan seluruh biaya pemasaran dan keuntungan lembaga pemasaran.
Metode perhitungan marjin pemasaran dapat ditempuh dengan dua cara, antara
lain:
1. Menghitung selisih harga jual di tingkat produsen dengan harga beli di tingkat
konsumen akhir
16
2. Menghitung total biaya pemasaran dan keuntungan seluruh lembaga
pemasaran.
Nilai marjin pemasaran berbeda-beda, tergantung panjang saluran
pemasaran, jumlah lembaga pemasaran, biaya dan keuntungan seluruh lembaga
pemasaran. Marjin pemasaran tinggi dan share harga bagi perajin rendah
disebabkan banyaknya lembaga pemasaran.
Marjin pemasaran yang tinggi tidak selalu mencerminkan adanya kekuatan
pedagang, yang mengambil keuntungan berlebihan. Marjin pemasaran pada
dasarnya merupakan biaya total pemasaran, sedangkan biaya pemasaran dapat
bervariasi tergantung pada kondisi dilapangan dalam melakukan pemasaran.
Variasi tersebut salah satunya jarak pemasaran yang biasanya memiliki pengaruh
cukup signifikan, oleh karena itu dibutuhkan analisis efisiensi pemasaran agar
dapat menjawab seberapa efisien pemasaran yang dilakukan. Efisiensi merupakan
suatu ukuran keberhasilan yang dinilai dari segi besarnya sumber daya yang
digunakan untuk mencapai hasil dari kegiatan yang dijalankan. Sistem pemasaran
dianggap efisien apabila memenuhi dua syarat :
1. Mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen
dengan biaya semurah-murahnya.
2. Mampu mengadakan pembagian dengan adil dari keseluruhan harga yang
dibayar konsumen terakhir kepada semua pihak yang ikut serta di dalam
kegiatan produksi dan tataniaga barang itu. Adil dalam hal ini adalah
pemberian balas jasa fungsi-fungsi pemasaran sesuai sumbangannya masing-
masing (Mubyarto, 1995).
17
Kondisi saluran pemasaran dan struktur pasar merupakan faktor yang lebih
dominan dalam mempengaruhi efisiensi suatu sistem pemasaran. Semakin banyak
lembaga tataniaga yang terlibat dalam proses penyampaian suatu komoditas dari
produsen ke konsumen, maka akan semakin besar perbedaan harga yang terjadi di
tingkat produsen dan konsumen, yang mengindikasikan bahwa sistem pemasaran
tersebut tidak efisien.
Efisiensi saluran pemasaran produk pertanian dapat tercapai apabila
mempertimbangkan kepentingan tiga pelaku ekonomi yaitu produsen, lembaga
pemasaran, dan konsumen. Harga yang diterima perajin harus cukup besar
sehingga mampu merangsang proses produksi siklus usahatani yang berikutnya.
Keuntungan lembaga pemasaran juga relatif lebih besar, sehingga mampu
merangsang lembaga pemasaran untuk mengumpulkan dan memasarkan produk
pertanian kepada konsumen. Harga yang dibayarkan oleh konsumen harus berada
dalam batas-batas kewajaran, sehingga dapat merangsang konsumen untuk
mempertahankan atau menambah aktivitas konsumsinya. Semua komponen
pemasaran dapat memperoleh tingkat kepuasan yang tinggi.
Menurut Sastraatmaja (1985), ada beberapa hal yang harus diperhatikan
untuk meningkatkan efisiensi pemasaran hasil pertanian. Beberapa syarat yang
harus dilakukan adalah teknik pemasaran yang lebih baik, pengaturan yang lebih
khusus dengan disertai fasilitas pasar yang memadai. Segi teknik yang perlu
diperhatikan adalah kebutuhan akan pengangkutan, pengepakan, pengolahan,
grading dan standarisasi dan penyimpanan hasil yang baik. Segi pengaturan
meliputi perencanaan kebijakan yang harus dilakukan pemerintah. Fasilitas pasar
18
yang memadai menyangkut sarana dan bangunan serta perlengkapan yang cukup,
jaringan transportasi, dan penyebaran informasi pasar yang lebih baik.
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Kramat, Maribaya, dan Plumbungan
Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan
19
secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa daerah tersebut
merupakan lokasi dimana Desa Kramat, Desa Maribaya dan Desa Plumbungan
merupakan desa yangmemproduksi jumlah produk lebih besar di Kecamatan
Kramat.
B. Sasaran Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal. Pemilihan
lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan
bahwa daerah tersebut merupakan lokasi Kecamatan yang luas panen melati putih
paling tinggi di Kabupaten Tegal.
C.Rancangan pengambilan Sampel
Rancangan pengambilan sampel yang digunakan dalam menentukan sebagai
lokasi sample dilakukan dengan cara sengaja (purposive), yaitu di tiga desa di
Kecamatan Kramat Kabupaten Purbalingga yaitu Desa Maribaya, Kramat dan
Plumbungan dengan pertimbangan ketiga desa tersebut paling tinggi produksinya
dibandingkan dengan desa lain. Kemudian responden petani ditentukan dengan
metode Simple Random Sampling, berdasarkan pertimbangan bahwa populasi
petani diKecamatan Kramat tidak tersebar secara merata, kualitas produksi di
ketiga desa tersebut relatif sama, dan tersedianya kerangka sample. Cara memilih
sampel dengan menggunakan kalkulator untuk mengeluarkan angka acak dan
angka acak tersebut yang dijadikan sampel responden dari kerangka sampel yang
ada. Jumlah sampel responden dapat diketahui dengan rumus sebagai berikut :
20
n= N . Z2 . S2
N . d2+Z2 S2S2 =
∑ ( xi−x¿
)2
n−1 (Sugiarto, et al., 2003)
Keterangan:
n : Jumlah sampel yang diteliti
N : Jumlah populasi secara keseluruhan
S2 : Varians taksiran populasi
Z : Variabel normal di tingkat kepercayaan yang dikehendaki
d : Penyimpangan maksimum yang diinginkan (5 %)
Pengambilan sampel pedagang menggunakan metode snowball sampling.
Pengambilan sampel dengan teknik ini dilakukan secara berantai, mulai dari
ukuran sampel yang kecil makin lama menjadi semakin besar. Pelaksanaannya,
pertama dengan melakukan wawancara terhadap suatu kelompok atau seorang
responden yang relevan, dan selanjutnya yang bersangkutan diminta menunjuk
calon responden berikutnya yang memiliki spesifikasi yang sama (Sugiarto et al.,
2003). Petani sampel bedasarkan metode snowball sampling, diminta menunjuk
pedagang perantara tujuan penjualan selanjutnya dan pedagang perantara yang
ditunjuk menunjuk pedagang lainnya hingga tingkat pengecer.
D. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
a. Data primer, merupakan data yang diambil secara langsung dari lokasi
penelitian. Untuk mendapatkan data primer, penulis melaksanakan studi
21
lapangan yaitu mengadakan peninjauan atau pengamatan langsung yaitu
di Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal.
b. Data sekunder, merupakan data yang diperoleh dari sumber tidak
langsung terlibat, seperti: lembaga-lembaga, instansi atau dinas terkait
dengan penelitian ini dan pustaka yang berkaitan dengan permasalahan
yang akan dibahas dalam penelitian.
2. Metode Pengambilan Data
a. Wawancara dengan menggunakan kuesioner (daftar pertanyaan), yaitu
teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi
seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk
dijawab. Kuisioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien bila
peneliti mengetahui dengan pasti variabel yang akan diukur dan
mengetahui apa yang bisa diharapkan dari responden. Kuisioner dapat
berupa pertanyaan atau pernyataan tertutup atau terbuka (Sugiyono,
2011).
b. Observasi langsung, teknik ini dilakukan dengan mengadakan peninjauan
langsung ke objek penelitian di Kecamatan Krama dengan maksud untuk
mengetahui kegiatan pemasaran melati putih.
c. Studi Pustaka, yaitu pengumpulan data dengan mempelajari hasil-hasil
penelitian literatur, internet serta sumber lain yang relevan dengan
penelitian.
E. Variabel dan Pengukuran
22
1. Volume penjualan adalah jumlah atau kuantitas melati
putih yang dijual dinyatakan dalam kilogram per bulan
(kg/bulan).
2. Volume pembelian adalah jumlah atau kuantitas melati
putih yang dibeli dinyatakan dalam kilogram per bulan
(kg/bulan).
3. Harga beli adalah tingkat harga pembelian melati putih
pada lembaga yang terlibat dalam proses pemasaran
dinyatakan dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).
4. Harga jual adalah tingkat harga penjualan melati putih
pada lembaga yang terlibat dalam proses pemasaran
dinyatakan dalam satuan rupiah per kg (Rp/kg).
5. Biaya pemasaran adalah seluruh biaya yang dikeluarkan
oleh masing – masing lembaga pemasaran dalam proses
pengaliran barang dari petani melati putih sampai pada
konsumen dihitung dalam rupiah per kilogram (Rp/kg).
Biaya pemasaran meliputi :
a. Biaya pengemasan adalah biaya yang dikeluarkan
untuk pengemasan melati putih dinyatakan dalam
satuan rupiah (Rp).
b. Biaya transportasi adalah biaya yang dikeluarkan
untuk mengangkut melati putih dalam satu kali
perjalanan dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).
23
c. Biaya susut melati putih adalah biaya yang
dikeluarkan karena adanya penyusutan atau
kerusakan melati putih dinyatakan dalam satuan
rupiah (Rp).
d. Biaya tenaga kerja adalah biaya yang dikeluarkan
untuk membayar upah tenaga kerja dinyatakan
dalam satuan rupiah (Rp).
6. Keuntungan adalah imbalan yang diterima sebagai balas
jasa lembaga pemasaran dinyatakan dalam rupiah per
kilogram (Rp/kg).
7. Marjin Pemasaran adalah selisih harga melati putih
ditingkat petani terhadap harga ditingkat konsumen akhir
dinyatakan dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).
8. Farmer’s share adalah persentase bagian harga yang
diterima petani terhadap harga ditingkat konsumen akhir
dinyatakan dalam persen (%).
9. Berat Akhir adalah berat melati putih yang tersisa setelah
dikurangi berat hilang yang dalam proses distribusi
dinyatakan dalam (kg).
10. Jarak adalah jauhnya pengangkutan untuk
menyampaikan komoditas melati putih dari tempat
produsen ke konsumen dinyatakan dalam satuan kilometer
(Km).
24
F. Analisis Data
1. Saluran Pemasaran
Analisis yang digunakan untuk mengetahui saluran pemasaran melati putih
di Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal yaitu analisis deskriptif. Menurut
Sunarto (1994), analisis deskriptif yang dimaksud untuk membuat gambaran
mengenai situasi - situasi atau kejadian - kejadian.
2. Marjin Pemasaran
Analisis ini digunakan untuk mengetahui besarnya selisih harga di tingkat
konsumen akhir dengan harga di tingkat produsen dan penyebarannya di
masing – masing pedagang pada setiap jalur pemasarannya.
Perhitungan marjin pemasaran menggunakan rumus sebagai berikut :
M = ∑ Bi+∑ K i ....... (Sudiyono, 2004)
Keterangan :
M = marjin pemasaran
Bi = biaya pemasaran yang dikeluarkan lembaga pemasaran ke –i
K i = keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran ke – i
I = 1,2,3,...,n
3. Farmer’s share
25
Farmer’s share adalah bagian dari harga yang diterima oleh petani dalam
suatu pemasaran. Perhitungan menggunakan rumus sebagai berikut :
F s = P f
Pr× 100 %
Keterangan :
F s = bagian yang diterima oleh petani ( Farmer’s Share)
Ps = harga di tingkat petani
Pr = harga di tingkat pengecer
Besarnya bagian biaya untuk setiap lembaga pemasaran adalah :
Sbi = bi
P r−Ps×100 % ...... (Sudiyono, 2004)
Besarnya bagian keuntungan untuk setiap lembaga pemasaran adalah :
Ski = ki
P r−Ps×100 % .......(Sudiyono, 2004)
Keterangan :
Sbi = bagian biaya setiap lembaga pemasaran ke-i (%)
bi = biaya yang dikeluarkan setiap lembaga pemasaran ke- i
Pr = harga ditingkat pengecer
Ps = harga di tingkat petani
Ski = bagian keuntungan setiap lembaga pemasaran ke -i (%)
ki = keuntungan yang diperoleh setiap lembaga pemasaran ke –i
4. Analisis Efisiensi Teknis dan Ekonomis
Untuk menganalisis efisiensi saluran pemasaran melati putih digunakan
indeks efisiensi teknis (T) dan ekonomis (E). sebagai berikut :
26
Indeks efisiensi teknis (T)
T ij = Eij/ V ij / d ij ....... (Calkin dan Humeiwang, 1978)
Indeks efisiensi ekonomis (E)
Eij= ∑ k (π ijk)V ij
........ (Calkin dan Humeiwang, 1978)
Keterangan :
T ij = biaya tataniaga komoditas ke i saluran j per berat akhir penjualan
barang per unit jarak
Eij= jumlah keuntungan lembaga per variabel biaya tataniaga komoditas
ke i saluran ke j
V ij = biaya tataniaga komoditas ke i saluran ke j
W ij = berat akhir komoditas ke i saluran j yang dijual
π ij= jumlah keuntungan komoditas ke i saluran j
d ij = total jarak yang ditempuh oleh komoditas ke i saluran j
i = jenis komoditas = 1
j = jenis saluran tataniaga = 1,2,3
k = jenis pedagang untuk komoditas i dalam saluran tataniaga j.
Nilai dari hasil perhitungan selanjutnya dibandingkan dengan
memperhatikan kriteria sebagai berikut :
a. Secara teknis, apabila nilai T ij suatu saluran pemasaran lebih kecil
dari T ij saluran pemasaran maka saluran pemasaran tersebut lebih
efisien.
27
b. Secara ekonomis, apabila nilai Eij suatu saluran pemasaran lebih
besar dari Eij saluran pemasaran lebih besar dari Eij saluran
pemasaran lainnya maka saluran pemasaran tersebut lebih efisien.
Kriteria di atas menunjukkan bahwa saluran pemasaran A dapat dianggap
lebih efisien dibandingkan saluran pemasaran B, jika indeks efisiensi
teknis saluran pemasaran A lebih kecil dari saluran pemasaran B dan atau
indeks efisiensi ekonomis saluran A lebih besar dari saluran B.
28
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian
1. Kondisi Geografis dan Luas Wilayah Kecamatan Kramat
Kecamatan Kramat terletak pada wilayah Kabupaten Tegal Provinsi Jawa
Tengah. Kecamatan Kramat berada di kawasan pantai utara laut Jawa. Luas
wilayah Kecamatan Kramat adalah 3.849.769 hektar. Kecamatan Kramat terletak
diantara 109o15' - 109o23' Bujur Timur dan 6o85’ - 6o90' Lintang Selatan.
Kecamatan Kramat terdiri atas 20 desa meliputi Mejasem Barat, Mejasem
Timur, Dinuk, Jatilawang, Kemantran, Babakan, Kertaharja,
Ketileng, Kepunduhan, Bangun Galih, Tanjung Harja, Kemuning,
Plumbungan, Maribaya, Kramat, Kertayasa, Bongkok, Munjung
Agung, Padaharja dan Dampyak.Batas Kecamatan Kramat secara
geografis adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Laut Jawa
Sebelah Selatan : Kecamatan Tarub
Sebelah Timur : Kecamatan Suradadi
29
Sebelah Barat : Kecamatan Tegal Timur
2. Keadaan tanah dan topografi
Luas wilayah 3.849.769 hektar yang terbagi menjadi lahan sawah sebesar
2.243,9 hektar ( 58,32 %) dan lahan bukan sawah sebesar 1.608,8 hektar (41,68
%). Luas lahan sawah di Kecamatan Kramat sekitar 58 persen, sedangkan sisanya
lahan bukan sawah. Rata – rata curah hujan di Kecamatan Kramat dalam satu
tahun mencapai 1.753 mm dengan jumlah hari hujan sebanyak 137 hari. Curah
hujan tertinggi tercatat 78 mm pada Maret dan hari hujan terbanyak selama 15
hari pada Desember dan Januari 2013. Secara rincikeadaan wilayah dapat dilihat
pada Tabel 4 dan keadaan iklim pada Tabel 5.
Tabel 4. Keadaan wilayah di Kecamatan Kramat Kabupaten Tegaltahun 2013.Uraian Satuan 2013
Luas Wilayah Ha 3.849.769 Luas lahan sawah Ha 2.243,9 Luas lahan Bukan Sawah Ha 1.609,8
Sumber : Monografi Desa Kecamatan Kramat, 2013.
Berdasarkan data pada Tabel 4 diketahui penggunaan lahan sawah yang
cukup luas sangat mendukung untuk produksi melati putih sehingga Kecamatan
Kramat merupakan produksi melati putih terbesar di Kabupaten Tegal.
Tabel 5. Keadaan iklim di Kecamatan Kramat Kabupaten Tegaltahun 2013.Uraian Satuan 2013Curah Hujan Mm 1.753 Tertinggi Mm 272 Terendah Mm 0Hari Hujan Hh 137 Tertinggi Hh 18 Terendah Hh 0
Sumber : Monografi Kecamatan Kramat, 2013.
30
Berdasarkan Tabel 5 diketahui curah hujan di Kecamatan Kramat ideal bagi
pertumbuhan tanaman melati putihyakni berkisar antara 300 mm–2500mm /tahun
karena selama pertumbuhan dan pembentukan umbi, tanaman membutuhkan
cukup air. Keterbatasan air akan berpengaruh langsung terhadap penyerapan zat–
zat hara dari dalam tanah dan pertumbuhan akar–akar baru sehingga
mempengaruhi produksi. Melati putih cocok ditanam di Kabupaten Tegal
khususnya Kecamatan Kramat yang mempunyai curah hujan antara 300 mm–
2500 mm. Curah hujan yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan kerusakan
tanaman, pertumbuhan terhambat, dan tanaman mudah membusuk karena
ganguan penyakit.
B. Identifikasi Responden
1. Keadaan Responden
Sasaran utama penelitian ini adalah pelaku pemasaran melati putih di
Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal yaitu petani dan pedagang perantara. Petani
sebagai produsen melati putih diambil dari 3 desa yaitu Desa Kramat, Desa
Maribaya dan Desa Plumbungan yang berjumlah 42 orang. Pedagang perantara
yang dimaksud adalah lembaga-lembaga pemasaran yang berperan dalam
menyalurkan melati putih dari petani kepada konsumen. Pedagang tersebut adalah
pedagang pengumpul, pedagang besar dan pedagang pengecer yang melakukan
kegiatan pemasaran melati putihdi wilayah Kabupaten Tegal.
a. Responden Petani
31
Penelitian ini melibatkan sebanyak 42 orang petani sebagai responden
dengan tingkat umur yang beragam, seperti terlihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Perincian responden (petani) berdasarkan tingkat umur.No Umur (tahun) Jumlah responden (jiwa) Persentase (%)1 30 – 39 4 9,532 40 – 49 15 35,713 50 – 59 18 42,864 di atas 60 5 11,90
Jumlah 42 100Sumber: Data primer diolah, 2015
Petani responden di Kecamatan Kramat sebagian besar adalah penduduk
dalam usia produktif dengan umur antara 40 tahun sampai dengan 60 tahun yaitu
sebesar 33 orang. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 6 yang menunjukkan bahwa
persentase usia produktif sebesar 78,57 persen, sedangkan sisanya merupakan
penduduk dalam usia tidak produktif dengan usia lebih dari 60 tahun sebanyak 5
orangyang menujukkan persentase 11,90 persen.
Petani melati putih di Kecamatan Kramat memiliki tingkat pendidikan yang
beragam. Tingkat pendidikan akan bepengaruh baik langsung maupun tidak
langsung terhadap pengambilan keputusan dalam melakukan usahatani melati
putih maupun dalam pemasaran melati putih. Pada Tabel 7 berikut ini menyajikan
perincian tingkat pendidikan petani responden.
Tabel 7. Perincian responden (petani) berdasarkan tingkat pendidikan.No Pendidikan Jumlah responden (jiwa) Persentase (%)
1 Tidak tamat SD 7 16,672 SD 18 42,863 SMP 15 35,714 SMA 2 4,76
32
Jumlah 42 100
Sumber: Data primer diolah, 2015.
Petani melati putih di Kecamatan Kramat mempunyai tingkat pendidikan
yang beragam namun relatif masih rendah, dari 42 orang responden. 16,67
persentidak lulus Sekolah Dasar, 35,71 persen hanya mengenyam pendidikan
tingkat Sekolah Dasar, sebesar 42,86 persen petani melati putih mengenyam
pendidikan tingkat Sekolah Menengah Pertama.Terdapat juga petani yang
mengenyam pendidikan tingkat Sekolah Menengah Atas 7,14 persen dari total
responden. Rendahnya tingkat pendidikan menyebabkan kurang lancarnya
penyampaian informasi pasar mengenai harga melati putih di pasar maupun
inovasi dalam teknik budidaya melati putih. Demikian juga pemasaran melati
putih, hal ini dibuktikan dengan masih berlakunya sistem pembelian dengan cara
cemong (mangkuk) dalam penjualan melati putih di tingkat petani.
b. Responden Pedagang Perantara
Pedagang perantara melati putih adalah lembaga pemasaran yang berperan
aktif dalam penyaluran melati putih dari produsen kepada konsumen. Pedagang
perantara yang berperan dalam kegiatan penyaluran melati putih pada penelitian
ini terdiri dari :
1. Pedagang pengumpul
Pedagang pengumpul merupakan badan atau orang, secara individu yang
mempunyai kegiatan usaha melakukan pengumpulan hasil melati putih. Fungsi
pedagang pengumpul adalah menampung hasil – hasil produksi petani melati
putih, baik yang dibawa langsung oleh petani maupun yang dibawa oleh para
33
pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul di Kecamatan Kramat
KabupatenTegal yang terlibat dalam kegiatan penyaluran melati putih pada
penelitian ini sebanyak 4 orang. Pedagang pengumpul merupakan pedagang
yang memasarkan hasil panenan petani ataumencari barang dagangan untuk
pedagang besar pasar. Pedagang pengumpulbiasanya mencari petani yang
sedang panen, kemudian tawar-menawar dalam harga. Setelah hargadisepakati,
maka pedagang pengumpul tersebut membawa melati putih untuk dipasarkan.
2. Pedagang besar
Pedagang besar merupakan perorangan atau lembaga yang melakukan
proses konsentrasi (pengumpulan) komoditi dari pedagang – pedagang
pengumpul, melakukan proses distribusi penjualan ke pengecer.Pedagang besar
menampung hasil dari pedagang pengumpul yang siap untuk dipasarkan ke
Kabupaten Tegal maupun luar Kabupaten Tegal. Untuk mendapatkan barang,
pedagang besar sudah banyak mempunyai langganan yang secara rutin
memasok kebutuhannya, yaitu dari pedagang antar daerah.Pada penelitian ini
diKecamatan Kramat Kabupaten Tegal terdapat 4 responden pedagang besar
yang berasal dari Desa Maribaya dan Desa Kramat Kecamatan Kramat
Kabupaten Tegal.Pedagang besar melakukan pembersihan, penyortiran dan
pengemasan terhadap melati putih yang baru datang.
Pedagang besar dalam melakukan fungsi penjualan mengirimkan melati
putih ke konsumen yang sudah pesan. Konsumen yang dituju pedagang besar
diantaranya eksportir, pabrik teh, pedagang besar luar kota dan pengecer.
Pedagang besar dan Konsumen akan melakukan tawar menawar harga hingga
34
mencapai harga kesepakatan. Sistem pembayaran dilakukan secara tempo satu
minggu sekali.
3. Pedagang pengecer.
Pedagang pengecer merupakan lembaga yang berhadapan langsung
dengan konsumen. Pedagang pengecer di Kecamatan Kramat terdapat 3 orang
dan dalam hal ini pedagang pengecer merupakan pedagang yang menetap di
pasar menanti konsumen membeli melati putih.Pedagang pengecer merupakan
bagian terpenting dari suatu proses produksi yang bersifat komersil, artinya
kelanjutan proses produksi yang dilakukan oleh lembaga – lembaga pemasaran
sangat tergantung dari aktivitas pedagangpengecer dalam menjual melati putih
kepada konsumen.Pedagang pengecer merupakan pedagang yang mempunyai
volume pembelian sedikit, namun dapat memperoleh laba yang cukup tinggi
per satuan beratnya. Pada tingkat pengecer biasanya melati putih yang dijuall
hanya satu jenis, perlakuan yang dilakukan adalah meronce dan menyortir
bunga yang sudah layu untuk dibuang.
Pedagang perantara melati putih adalah lembaga pemasaran yang
berperan aktif dalam penyaluran melati putih dari produsen kepada konsumen.
Adanya pedagang perantara sangat membantu bagi konsumen untuk
mendapatkan barang produksi yang diinginkan. Pedagang perantara yang
berperan dalam kegiatan penyaluran melati putih pada penelitian ini terdiri dari
4 pedagang pengumpul, 4 pedagang besar dan 3 pedagang pengecer. Pedagang
perantara yang diambil sebagai responden berjumlah 11 orang. Pedagang
35
perantara pada responden ini mempunyai tingkat umur yang beragam, sebagai
mana dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Perincian responden (pedagang perantara) tiap saluran pemasaran berdasarkan tingkat umur.
No Umur (tahun)
Jumlah Responden (jiwa) Persentase (%)Saluran 1 Saluran 2 Saluran 3 Saluran 4
1 20 – 29 - - - - 02 30 – 39 - - - 1 9.093 40 – 49 2 1 2 1 54,554 50 – 59 - 1 - 3 36,36
Jumlah 2 2 2 5 100Sumber: Data primer diolah, 2015.
Responden dalam hal ini yaitu pedagang perantara merupakan penduduk
yang termasuk dalam umur produktif. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 8 yang
menunjukkan bahwa seluruh pedagang perantara yang menjadi responden
penelitian berumur antara 20 sampai 59 tahun dimana kisaran umur tersebut
merupakan umur penduduk dalam usia produktif. Kisaran umur petani dan
pedagang perantara yang berada pada tingkatan umur produktif tentunya akan
mempengaruhi efisiensi dalam pemasaran melati putih. Semakin produktif umur
petani dan pedagang perantara akan membuat usaha pemasaran melati putih akan
semakin efisien. Petani dan pedagang perantara yang berada pada kisaran umur
produktif akan dapat menyelesaikan suatu pekerjaan lebih baik dari segi kuantitas
maupun kualitas dibandingkan petani dan pedagang perantara yang berada di luar
umur produktif, maka hal ini akan berpengaruh terhadap proses pemasaran antara
lain terhadap biaya pemasaran yang akan semakin kecil sehingga keuntungan
yang diperoleh pun akan lebih besar.
36
Pedagang perantara yang menjadi lembaga pemasaran melati putih di
Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal memiliki tingkat pendidikan yang beragam.
Data tingkat pendidikan pedagang perantara dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Perincian responden (pedagang perantara) tiap saluran berdasarkan tingkat pendidikan.
No Tingkat Pendidikan Jumlah Responden (jiwa) Persentase (%)Saluran
1Saluran
2Saluran
3Saluran
41 Tidak tamat SD - - - 302 SD 1 1 - 203 SMP 3 - - 304 SMA - - - 20
Jumlah 6 2 2 100Sumber: Data primer diolah, 2015.
Tabel 9 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan pedagang perantara
pemasaran melati putih di Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal tergolong masih
rendah. Hal ini dibuktikan dengan pedagang perantara yang mengenyam
pendidikan Sekolah Menengah Atas hanya sebesar 30 persen atau tiga orang
responden saja. Sisanya sebesar 30 persen yang mengenyam pendidikan tingkat
Sekolah Dasar, 20 persen yang mengenyam pendidikan tingkat Sekolah
Menengah Pertama dan sebesar 20 persen yang mengenyam pendidikan tingkat
Perguruan Tinggi.
C. Produksi Melati Putih di Kecamatan Kramat`
Kecamatan Kramatmempunyai produk unggulan pertanian berupa melati
putih yangdapat memasok kebutuhan daerah, nasional maupun internasional.
Kecamatan Kramat merupakan daerah yang mempunyai luas lahanmelati putih
37
tertinggi di Kabupaten Tegal.Kecamatan Kramat dapat memproduksi melati
putihsepanjang tahun dan kualitas bunga unggulan dibandingkan kecamatan lain
karena lokasi yang berdekatan dengan sungai Ketiwon yang sepanjang tahun
tersedia air. Selain itu produksi melati putih di Kecamatan Kramat dipengaruhi
oleh jenis tanah yang merupakan tanah pesisir dimana melati putih sangat cocok
dibudidayakan di daerah pesisir.
Kecamatan Kramat jenis tanahnya adalah aluvial- kelabu tua, dengan pH 5 –
7. Jenis tanah tersebut cocok untuk syarat tumbuh melati putih. Produksi melati
putih tiga tahun terakhir di Kecamatan Kramatdapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Data Luas panen, produksi dan produktivitas melati putih 3 tahun terakhir di Kabupaten TegalNo Tahun Luas panen
(Ha)Produksi (Ton) Produktivitas
(Ton/Ha)1 2011 312,53 1.091,301 3,4922 2012 329,55 1.011,030 3,0683 2013 371,30 9.456,950 25,470
Sumber Data : Badan Pusat Statistik Kabupaten Tegal, 2014.
Terlihat pada Tabel 10, luas panen dan produksi melati putih di Kecamatan
Kramat pada umumnya meningkatdari tahun ke tahun.Kabupaten Tegal
khususnya Kecamatan Kramat terdapat tiga masa panenmelati putih. Pertama
adalah masa setelah panen padi yaitu sekitar Maret – Juni. Kedua adalah
pergantianmusim sekitarJuli – Oktober dan ketiga adalah November – Febuari.
Menurut para petani, masa ketiga mempunyai risiko yang paling tinggi, karena
biasanya terjadi curah hujan yang tinggi dan sering banyak serangan ulat. Masa
tanam yang paling baik adalah masa setelah panen padi karena dapat
menghasilkan produksi yang tinggi.
38
Lamanya usia tanam produktif melati putih tergantung dari jenis bibit yang
digunakan oleh petani. Petani melati putih di Desa Maribaya dan Plumbungan
menggunakan bibit melati Kebo dengan umur produktif berbunga 3 bulan dari
masa penanaman sampai 5tahun tergantung dari pemeliharaan, sedangkan petani
di Desa Kramat menggunakan bibit jenis Bandar Arum atau Emprit dengan umur
produktif berbunga 1 bulan sampai 10 tahun tergantung dari pemeliharaan..
Jenis bibit yang dipergunakan oleh petani di Desa Maribaya, Desa
Plumbungan dan Desa Kramat berbeda-beda tergantung dari keinginan dan
kepercayaan petani terhadap melati putih. Petani di Desa Maribaya dan
Plumbungan menggunakan bibit melati putih jenis Kebo, dengan alasan
mempunyai bunga yang besar dan kuncupnya bulat di bandingkan jenis Bandar
Arum yang bentuknya kecil dan lonjong. Sedangkan petani KecamatanKramat
umumnya menggunakan bibit melati putih jenis Bandar Arum atau Emprit dengan
alasan mempunyai aroma yang lebih wangi dibanding jenis lain dan mahkota
bunga yang kuat dan tidak mudah rontok.
Petani di Desa Maribaya, Desa Plumbungan dan Desa Kramat pada
umumnya menjual melati putih hasil usahataninya dengan cara “cemong” yaitu
pengukuran ditakar dengan mangkuk yang nilainya 8 mangkuk sama dengan 1
kilogram, tetapi ada juga yang pengukuranya dihitung dengan timbangan. Cara
penjualan dengan “cemong” ini akan lebih menguntungkan pembeli karena
biasanya dari 8 mangkuk tersebut nilainya lebih dari 1 kilogram dan biaya panen
juga ditanggung oleh petani. Biaya pasca panen seperti pengemasan dan biaya
transportasi ditanggung oleh pedagang pengumpul.
39
Selain penjualan dengan cara “cemong” ada cara lain yaitu kredit. Pada cara
ini petani meminjam uang untuk kebutuhan usahataninya dan kebutuhan rumah
tangga sehari – hari. Hal ini petani sangat dibantu secara materi karena petani bisa
melunasi hutangnya dengan cara membayar dengan hasil panen melati putih
setiap hari. Sistem pembelian dengan cara ini menguntungkan dari kedua belah
pihak antara petani dan pembeli karena petani butuh modal begitu juga pembeli
butuh melati putih untuk memenuhi kebutuhan target pasar.
Penentuan harga di Desa Maribaya, Desa Plumbungan dan Desa Kramat
pada umumnya di tentukan oleh harga standar pabrik dan Organisasi Petani
Sejenis (OPS).Harga standar pabrik ditentukan pada sore hari ketika melati sudah
sampai di pabrik dan harga OPS ditentukan pada pagi hari berdasarkan
permintaan pasar pada saat itu.
D. Saluran PemasaranMelati putih
Pemasaran adalah suatu tindakan atau kegiatan untuk menghantarkan barang
atau jasa dari produsen ke konsumen (Sudiyono, 2004). Diantara produsen dan
kosumen tersebut biasanya terdapat pihak–pihak lain yang terlibat dan dikenal
dengan lembaga–lembaga pemasaran. Lembaga–lembaga pemasaran tersebut jika
diurutkan akan membentuk saluran pemasaran.
Melati putih seperti produk–produk lain pada umumnya untuk sampai ke
konsumen akhir harus melalui suatu saluran pemasaran baik itu saluran yang
pendek maupun panjang seperti saluran pemasaran melati putih yang terdapat di
daerah penelitian baik di Desa Maribaya, Plumbungan dan Kramat.
40
Beberapa lembaga yang terlibat dalam pemasaran melati putih di Kecamatan
Kramat adalah petani melati putih, pedagang pengumpul, pedagang besar
danpedagang pengecer. Berdasarkan skema alur pemasaran melati putih dari
produsenhingga konsumen dapat dilihat bahwa terdapat 4tipe saluranpemasaran
yaitu:
1. Petani – pengumpul – pedagang besar – eksportir (33,34%)
2. Petani – pengumpul – pedagang besar – pabrik Teh (21,43%)
3. Petani – pedagan besar – eksportir (30,95%)
4. Petani – pengumpul – pengecer – konsumen (14,28%)
Bagi petani yang menjual hasil panennya melalui pedagang pengumpul
langsung disawah biasanya pengukuranya menggunakan “cemong” atau mangkuk
buat menakar melati putih, penentuan hargaditentukan oleh harga standar pabrik
dan Organisasi Petani Sejenis (OPS). Pedagang pengumpul yang akan membeli
melati putih akan mendatangi petani langsung ke sawah. Setelah petani
menyetujui harga pembelian yang diajukan oleh pedagang pengumpul, maka
pedagang pengumpul akan menimbang atau mengukur hasil panen bunga melati.
Sistem pembayarnya dengan cara cash on delivery yaitu barang diterima dahulu
oleh pedagang pengumpul baru kemudian dibayar satu minggu sekali.
Pedagang pengumpul menjual melati putih kepada pedagang besar pada hari
itu juga tanpa ada penyimpanan terlebih dahulu. Sistem pembayarannya dengan
cara cash on delivery yaitu barang diterima dahulu oleh pedagang besar baru
kemudian dibayar satu minggu sekali.
41
Pedagang besar menjual melati putih kepada konsumen langsung dengan
target pasar pedagang besar luar daerah, pabrik teh dan pedagang eksportir.
Permintaan bunga melati putih dari berbagai konsumen juga sangat beragam
tentunya ditunjang dari kebutuhanya. Pabrik Teh membutuhkan kualitas melati
yang kecil dan aromanya wangi, eksportir dan pedagang besar luar daerah
membutuhkan melati putih yang besar dan mahkota kuat. Saluran distribusi
pemasaran melati putih di Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal di sajikan seperti
pada Gambar 1.
42
Gambar 1. Saluran distribusi pemasaran melati putih di Kecamatan Tegal
43
Perbedaan saluran dan panjang pendeknya saluran pemasaran ini akan
mempengaruhi tingkat harga, bagian keuntungan dan biaya, serta marjin
pemasaran yang diterima setiap lembaga pemasaran melati putih. Berdasarkan
jenis saluran pemasaran melati putihterlihat bahwa 33,34 persen petani melakukan
pemasaran melalui saluran I dan 36,09 persen dari total volume penjualan melati
putih petani responden, sebesar 21,43 persen petani saluran IIdan 29,57 persen
dari total volume penjualan melati putih petani responden, sebesar 30,95 persen
petani saluran III dan 25,60 persen dari total volume penjualan melati putih petani
responden, sebesar 14,28 persen petani saluran IV dan 8,74 persen dari total
volume penjualan melati putih petani responden.
Pada saluran I petani menjual ke pedagang pengumpul dengan cara sistem
“cemong” atau mangkuk.Pada saluran I ini pedagang pengumpul melakukan
pembayaran secara cash on delivery yaitu petani dibayar tiga hari sekali sampai
satu minggu sekali tetapi petani terkadang meminjam modal untuk kebutuhan
sehari-hari terlebih dahulu sebelum terjadi transaksi,cara penjualan ini akan
menguntungkan bagi pengumpul. Hal ini disebabkan pedagang pengumpul
menjual kepada pedagang besar dengan pengukuran kilogram dan dari 8
“cemong” atau mangkuk biasanya beratnya lebih dari satu kilogram, sehingga
pedagang pengmpul dapat keuntungan yang lebih. Biaya-biaya pasca panen
seperti pembersihan, penyortiran, dan pengemasan ditanggung oleh pedagang
besar.
Petani melakukan fungsi pemasaran sebatas pada fungsi pertukaran yaitu
melakukan transaksi penjualan melati putih di lokasi tanam. Fungsi pemasaran
44
yang dilakukan oleh pedagang pengumpul adalah fungsi pertukaran, fungsi fisik,
dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran yaitu melakukan transaksi penjualan melati
putih dengan pedagang besar, fungsi fisik meliputi pengangkutan atau muatan,
penimbangan, fungsi fasilitas meliputi, informasi pasar mengenai harga dan
pembiayaan.
Pada saluran I pedagang pengumpul mendapatkan melati putih langsung
mengambil dari sawah-sawah para petani yang sedang memetik bunga melati
kemudian pengumpul langsung menghitung melati yang telah di petiknya dengan
cara pengukuran “cemong” atau mangkuk yaitu 1 kg sama dengan 8 cemong atau
mangkuk. Pada saluran I petani menjual ke pedagang pengumpul dengan kualiatas
bunga masih kotor, selanjutnya pengumpul menjual kepada pedagang besar,
pedagang besar kemudian menjual kepada Eksportir selaku konsumen yang
perusahaanya ada di Kabupaten Tegal. Pedagang besar ini memilih melati putih
yang bermutu baik, pedagang besar ini dapat menentukan harga melati putih yang
dibelinya atas dasar pesanan atau permintaan dari konsumen karenabiasanya
mereka mencari informasi harga dari konsumen langgananya.
Pedagang besar ikut serta dalam mengiriman pemasaran melati putih. Fungsi
pemasaran yang dilakukan oleh pedagang besar adalah fungsi pertukaran yaitu
menjual kembali melati putih, fungsi fisik meliputi penyortiran, penimbangan,
pengemasan dan pengangkutan dan fungsi fasilitas meliputi penanggungan risiko
jika barang melati putih yang dikirim rusak, informasi pasar mengenai harga dan
pembiayaan. Pedagang besar saluran I dan III menjual melati putih
45
kepadaEksportir selaku konsumen melati putih yang Lokasi perusahaanya ada di
Kabupaten Tegal.
Pada saluran II pemasaran melati putih di Kecamatan Kramat melibatkan
pedagang pengumpul kemudian pedagang besar serta Pabrik Teh dan pedagang
besar luar kabupaten.Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pedagang pengumpul
adalah fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran yaitu
melakukan transaksi penjualan melati putih dengan pedagang besar, fungsi fisik
meliputi pengangkutan atau muatan, penimbangan, dan pembersihan, fungsi
fasilitas meliputi informasi pasar mengenai harga dan pembiayaan, selanjutnya
pedagang besar hanya melakukam pengemasan.Pedagang besar saluran II menjual
melati putih kepada Pabrik Teh selaku konsumen melati putih yang perusahaanya
ada di Kabupaten Tegal dan kepada peadagang besar luar kabupaten tegal.
Pada saluran III pemasaran melati putih,petani menjual langsung ke
pedagang besar, hal ini petani datang langsung ke rumah pedagang besar untuk
menimbang hasil panenya, biasanya petani pada saluran III ini membersihkan
bunga melati dulu sebelum diantarkan kepada pedagang besar. Ada juga petani
yang menunggu di sawah kemudian orang yang dipercaya pedagang besar
mengambil hasil panenya. Sistem pembayaran juga sama dengan saluran yang
lainya yaitu cash on delivery yaitu petani memberikan bunga melati terlebih
dahulu kemudiian pembayaran dilakuakan tiga hari sampai satu minggu
sekali.Pedagang besar saluran III menjual melati putih kepada Eksportir selaku
konsumen melati putih yang lokasi perusahaanya ada di Kabupaten Tegal.
46
Pada saluran IV pemasaran melati putih di Kecamatan Kramat melibatkan
pedagang pengumpul kemudian pengecer dan selanjutnya ke konsumen
masayarakat sekitar Kabupaten Tegal. Pada saluran IV ini pedagang pengumpul
langsung menjual kepada pengecer yang terdapat pada pasar Pagi Kota Tegal.
Pada kondisi ini pengecer membuka lapaknya menjual melati putih kepada
konsumen yang membutuhkan untuk acra adat dan bunga tabur.
E. Marjin Pemasaran
Analisa marjin pemasaran dapat digunakan untuk mengetahui pembagian
marjin pemasaran yang terdiri dari biaya dan keuntungan dari setiap aktivitas
lembaga pemasaran yang berperan aktif, serta untuk mengetahui bagian harga
(farmer`s share) yang diterima petani. Berdasarkan pada saluran pemasaran yang
dilalui, jumlah melati putih yang dipasarkan, jumlah lembaga pemasaran yang
turut berperan aktif dalam pemasaran, jarak petani dengan konsumen, panjang
saluran pemasaran yang dilalui, sistem pembayaran, dan daerah tujuan pemasaran
akan membedakan besarnya biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran
yang selanjutnya akan mempengaruhi besarnya marjin pemasaran, bagian
keuntungan (profit margin), dan biaya dari setiap lembaga pemasaran serta bagian
harga yang diperoleh petani. Marjin dan distribusi marjin pemasaran melati putih
di Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal dilihat pada Tabel 11.
47
Tabel 11. Marjin dan distribusi marjin pemasaran melati putih di Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal.Lembaga pemasaran
dan komponen marjin Saluran I Saluran II Saluran III Saluran IVHarga Share Harga Share Harga Share Harga Share
(Rp/kg) (%) (Rp/kg) (%) (Rp/kg) (%) (Rp/kg) (%)
Petani :
Harga jual 17.692 18.000 22.000 15.500
Pedagang Pengumpul :
Biaya 1.859 8,53 3.682,5 15,34 3.681 18,88Keuntungan 5.449 24,98 6.317,5 26,32 5.819 29,84Marjin pemasaran
7.308 10.000 9.500
Harga jual 25.000 28.000 25.000
Pedagang Besar :
Biaya 6.594 30,24 3.928 16,37 3.928 22,45Keuntungan 7.906 36,25 10.072 41,97 13.572 77,55Marjin pemasaran 14.500 14.000
17.500
Harga jual 39.500 42.000 39.500
Pedagang Pengecer :
48
Biaya 2.215 11,36
Keuntungan 7.785 39,92
Marjin pemasaran 10.000
Harga jual 35.000
Konsumen Akhir
Harga Beli39.500 42.000 15.500
35.000
Marjin pemasaran21.808 100 24.000 100 15.500 100
19.500
Sumber: Analisis data primer, 2015.
49
Saluran dan analisis marjin pemasaran di Kecamatan Kramat dilihat pada
Tabel 11 dapat diketahui biaya pemasaran, keuntungan dan marjin yang diterima
oleh setiap pemasaran. Tabel 11menunjukkan bahwa harga jual petani pada
masing–masing saluran berbeda–beda, pada saluran I harga jual melati putih rata-
rata Rp17.692,00/kg, saluran II petani menjual melati putih
Rp18.000,00/kg,saluran IVpetani menjual melati putih Rp15.500,00/kg sedangkan
saluran III petani menjual melati putih Rp22.000,00/kg dan inipaling tinggi
diantara saluran yang lainnya. Perbedaan harga jual oleh petani dikarenakan biaya
produksi melati putih pada masing – masing petani berbeda–beda sehingga
menghasilkan harga jual petani yang berbeda pula. Saluran III mempunyai harga
jual petani yang tinggi dibandingkan saluran I, saluran II dan saluran IV karena
petani yang melakukan biaya pemasaran sendiri sehingga biaya yang dikeluarkan
pun tinggi dan kualitas yang ditawarkan cenderung lebih baik.
Saluran pemasaran I ada dua lembaga pemasaran yaitu pedagang pengumpul
dan pedagang besar. Besar marjin pemasaran masing–masing lembaga pemasaran
pada saluran pertama berurutan adalah Rp7.308,00/kg dan Rp14.500,00/kg.
Marjin total pemasaran melati putih pada saluran pemasaran I sebesar
Rp21.808,00/kg.
Pada saluran pemasaran II melati putih, marjin pemasaran terbesar diterima
pedagang pengumpul, yaitu sebesar Rp10.00,00/kg, sedangkan marjin pemasaran
pedagang besar terendah dibandingkan saluran lainya yaitu sebesar
Rp14.000,00/kg. Marjin pemasaran total pada saluran pemasaran II diketahui
tertinggi yaitu sebesar Rp24.000/kg.
50
Saluran pemasaran III, marjin pemasaran III merupakam terendah diantara
saluran lainya, petani langsung menjual ke pedagang besar setempat dan pedagang
besar langsung menjual ke konsumen sehingga marjin pemasaran pada saluran III
adalah Rp15.500/kg.
Saluran pemasaran IV, marjin pemasaran IV pedagang pengumpul sebesar
Rp9.500,00/kg, dan pedagang pengecer sebesar Rp 10.000,00/kg. Hasil analisis
marjin pemasaran pada penelitian efisiensi pemasaran melati putih di Kecamatan
Kramat Kabupaten Tegal menunjukkan saluran pemasaran II mempunyai margin
paling tinggi diantara saluran pemasaran yang lain sebesar Rp24.000,00/kg.
Tinggi marjin pemasaran ini dikarenakan melati putih juga dijual pada keluar
daerah produksi yang jaraknya jauh, selain itu saluran II melibatkan lebih banyak
lembaga pemasaran sehingga membutuhkan biaya lebih besar dibandingkan
dengan saluran pemasaran III karena masing- masing lembaga pemasaran
mengeluarkan biaya dan keuntungan dari usaha pemasaran melati putih. Saluran
pemasaran I merupakan saluran yang banyak terjadi pada penelitian ini yaitu
sebesar 36,09 persen atau sebanyak 14 dari 42 petani resonden yang melakukan
pemasaran melati putih melalui saluran ini.
Sudiyono (2004), menyatakan bahwasemakin kecil nilai marjin pemasaran
akan mengindentifikasikan tingkat efisiensi saluran pemasaran yang semakin
tinggi dan sebaliknya, semakin besar nilai marjin pemasaran akan
mengindikasikan tingkat pemasaran yang semakin rendah. Tabel 11 menunjukkan
saluran III memiliki efisiensi saluran pemasaran yang paling tinggi, karena
memiliki marjin pemasaran yang paling kecil diantara saluran yang lainnya, yaitu
51
sebesar Rp15.500,00/kg. Rendahnya marjin pemasaran pada saluran III
dikarenakan lembaga yang terlibat sedikit, yaitu petani menjual melati putih
langsung ke pedagang besar dan jarak yang ditempuh relatif dekat.
Besar kecilnya harga suatu produk akan mempengaruhi tinggi rendahnya
marjin pemasaran. Pada saluran II pengumpul lebih tinggi menjual melati putih
kepada pedagang besar, dibandingkan dengan pengumpul pada saluran I dan IV.
Hal ini berbanding lurus dengan besarnnya marjin pada tiap-tiap saluran dimana
semakin tinggi harga melati putih, semakin tinggi juga marjin pemasarannya.
F. Farmer’s share, Persentase Biaya dan Keuntungan
Marjin pemasaran dapat digunakan untuk mengetahui distribusi marjin
pemasaran serta mengetahui bagian harga yang diterima petani (farmer’s share).
Farmer’s share adalah bagian dari harga diterima oleh petani sebagai jasa atas
kegiatan yang dilakukan dalam berusahatani melati putih. Besarnya bagian
diterima petani dapat diketahui dengan membandingkan antara harga jual di
tingkat petani dengan harga jual pada pengecer. Semakin tinggi nilai
farmer’share, maka suatu sistem pemasaran dikatakan semakin efisien. Farmer’s
share pada setiap saluran pemasaran di Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal
tersaji pada Tabel 12.
52
Tabel 12. Farmer’s share pada setiap saluran pemasaran melati putih di Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal.
SaluranPemasaran
Harga jual Petani (Rp/Kg)
Harga Beli Konsumen (Rp/Kg)
Farmers Share(%)
I 17.692 39.500 44,79II 18.000 42.000 42,86III 22.000 39.500 55,69IV 15.500 35.000 44,29
Sumber: Data primer diolah, 2015.
Hasil analisis Tabel 12 menunjukkan, bahwa farmer’s share di saluran
pemasaran pertama sebesar 44,79 persen, disaluran pemasaran kedua sebesar
42,86 persen, dan disaluran pemasaran ketiga sebesar 55,69 persensedangkan
saluran ketiga sebesar 44,29 persen. Saluran pemasaran III mempunyai nilai
terrbesar dibandingkan dengan nilai farmer’s share pada saluran pemasaran
lainnya. Hal ini dikarenakan petani menjual langsung kepada pedagang besar
kemudian konsumen. Keadaan ini dapat disimpulkan bahwa saluran pemasaran III
lebih efisien dibandingkan dengan saluran pemasaran I, II dan IV. Bagian harga
yang diterima oleh petani (farmer’s share) pada saluran pemasaran memiliki
perbandingan terbalik dengan marjin pemasarannya, hal ini terbukti pada saluran
pemasaran III yang memiliki nilai marjin pemasaran paling kecil dibandingkan
dengan saluran pemasaran I, II dan IV.
Menurut Mukson dalamShinta (2008), pemasaran hasil pertanian ditinjau
dari bagian harga yang diterima oleh petani produsen dikatakan efisien apabila
harga jual petani lebih dari 40 persen dari harga tingkat konsumen. Mengacu pda
pendapat tersebut hasil penelitian menjukkan bahwa pemasaran melati putih di
Kecamatan Kramat sudah efisien, karena bagian harga yang diterima oleh petani
53
sudah melebihi batas 40 persen yaitu 44,79 persen pada saluran I, 42,86 persen
pada saluran II, 55,69 persen pada saluran III dan 44,29 persen pada saluran IV.
Presentasi Biaya
Biaya pemasaran adalah biaya yang dkeluarkan oleh lembaga pemasaran
untuk menjalankan fungsi pemasaran. Pemasaran dikatakan efisien apabila biaya
pemasaran dapat ditekan sehingga keuntungan pemasaran lebih tinggi, dan selain
itu presentase perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan produsen tidak
terlalu tinggi (Sudiyono,2004).
Proses distribusi barang dari produsen ke konsumen akan menimbulkan
berbagai risiko biaya bagi lembaga pemasaran. Risiko lembaga pemasaran
umumnya dinotasikan dalam biaya pemasaran. Biaya pemasaran melati putih di
Kecamatan Kramat yang dikeluarkan oleh setiap lembaga pemasaran berbeda-
beda. Biaya dikeluarkan oleh pedagang pengumpul dalam pemasaran melati putih
adalah biaya transportasi, biaya susut berat, biaya penyusutan, biaya pengemasan
dan biaya sortasi. Biaya pemasaran pedagang besar meliputi biaya transportasi,
biaya susut berat, biaya penyusutan, biaya teanaga kerja, biaya sortir dan biaya
pengemasan. Sedangkan biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh pengecer
meliputi biaya sewa tranportasi, biaya susut berat, biaya penyusutan, biaya
retribusi dan biaya pembungkusan. Komponen biaya yang dikeluarkan pada tiap-
tiap pedagang mulai pedagang pengumpul sampai pedagang pengecer di setiap
salurantersaji pada Tabel 13.
54
Tabel 13. Biaya pemasaran pada setiap saluran pemasaran melati putih di Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal.Lembaga Pemasaran
Saluran I Saluran II Saluran III Saluran IVBiaya
(Rp/Kg)Persentase
(%)Biaya
(Rp/Kg)Persentase
(%)Biaya
(Rp/Kg )Persentase
(%)Biaya
(Rp/Kg )Persentase
(%)Pedagang PengumpulTransportasi 601,33 2,75 412,5 1,72 - - 450 2,30Susut Berat 250 11,42 825 3,44 - - 750 3,85Penyusutan 260 1,19 198,5 0,83 - - 238 1,22Sortasi 500 2,29 1.500 6,25 - - 1.500 7,69Pengemasan 247,67 1,13 746,5 3,11 - - 743 3,81Total biaya 1.859 8,52 3.682,5 15,34 - - 3.681 18,88Pedagang BesarTransportasi 134 0,61 175,5 0,73 175,5 1,00 - -Susut Berat 1.300 5,96 1.200 5,00 1.200 6,86 - -Sortir 2.000 9,17 900 3,75 900 5,14 - -Tenaga Kerja 605 2,77 367,5 1,50 367,5 2,10 -Penyusutan 40 0,18 58 0,24 58 0,24 - -Pengemasan 2.515 11,53 1,227 5,11 1,227 7,01 - -Total Biaya 6.594 30,23 3.928 16,33 3.928 22,45 - -Pedagang PengecerTransportasi 1.596,67 8,19Penyusutan 74 0,38Susut Berat - - - - - - 346 1,77Retribusi - - - - - - 124,33 0,64Pembukusan - - - - - - 74 0,38Total biaya - - - - - - 2.215 11,36Total 8.453 38,75 7.610,5 31,67 3.928 22,45 5.896 30,24
55
Sumber : Data primer diaolah, 2015.
56
Tabel 13 menunjukkan bahwa persentase biaya pemasaran saluran I
terbesar diantara saluran lain yaitusebesar 38,75 persen, saluran II dan IV lebih
kecil yaitu sebesar 31,67 dan 30,24, sedangkan saluran pemasaran terkecil
terdapat pada saluran pada saluran III, yaitu sebesar 22,45 persen dari marjin
pemasaran. Hal tersebut menunjukkan bahwa saluran III merupakan saluran
pemasaran dengan risiko biaya terkecil. Hal tersebut dikarenakan biaya yang
dikeluarkan saluran III juga paling kecil diantara saluran yang lainnya. Maka,
saluran pemasaran paling efisiensi bedasarkan bedasarkan besarnya persentase
biaya pemasaran adalah saluran III.
2. Keuntungan
Lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses penyampaian
barang atau jasa dari tangan produsen ke tangan konsumen pada dasarnya
mempunyai tujuan mencari keuntungan.Biaya–biaya yang telah dikorbankan
diharapkan akan mendatangkan keuntungan yang maksimal. Keuntungan lembaga
pemasaran merupakan salah satu komponen marjin. Keuntungan merupakan
selisih antara marjin pemasaran dengan biaya yang dikeluarkan selama proses
pemasaran. Jumlah keuntungan akan menentukan besarnya bagian harga untuk
konsumen.
Besarnya bagian keuntungan terhadap marjin total pada setiap lembaga
pemasaran dan saluran pemasaran melati putih di Kecamatan Kramat Kabupaten
Tegal tersaji pada Tabel 14.
57
Tabel 14. Bagian keuntungan terhadap marjin total pada setiap lembaga pemasaran dan saluran permasaran melati putih di Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal.
Besarnya Keuntungan
Lembaga PemasaranPengumpul Pedagang Besar Pengecer Total
Saluran I(Rp/Kg) 5.449 7.906 - 13.355Marjin 7.308 14.500 - 21.808% 24,99 36,25 - 61,24Saluran II(Rp/Kg) 6.317,5 10.072 - 16.389,5Marjin 10.000 14.000 - 24.000% 26,32 41,97 - 68,29Saluran III(Rp/Kg) - 13.572 - 13.572Marjin - 17.500 - 17.500% - 77,55 - 77,55Saluran IV(Rp/Kg) 5.819 - 7.785 13.604Marjin 9.500 - 10.000 19,500% 29,84 - 39,92 69,76
Sumber : Data primer diolah, 2015
Tabel 14 menunjukkan bahwa saluran III memiliki persentase bagian
keuntungan terbesar, yaitu 77,55 persen dari saluran pemasaran I,II dan IV yaitu
sebesar 61,24 persen, 68,29 persen dan 69,76 persen. Hal ini menunjukkan bahwa
marjin pemasaran pada saluran pemasaran III lebih dipengaruhi oleh harga jual
petani yang relatif lebih tinggi dari harga jual saluran lain. Marjin terdiri atas
biaya distribusi dan keuntungan lembaga pemasaran. Semakin tinggi biaya dan
keuntungan lembaga pemasaran, maka semakin besar marjinnya. Saluran
pemasaran II memiliki bagian keuntungan lembaga pemasaran terbesar yaitu
Rp16.389,5,00/kg. Saluran III memiliki keuntungan lebih kecil yaitu
Rp13.572,00/kg. Saluran IV memiliki keuntungan lebih besar dari saluran III
yaitu Rp13.604,00/kg danSaluran I memiliki keuntungan paling kecil yaitu
58
Rp13.355,00/kg. Saluran II memiliki keuntungan yang besar karena dipengaruhi
oleh marjin pemasaran yang paling tinggi.
G. Efisiensi Pemasaran
Efisiensi operasional dari dua indikator, yaitu efisiensi teknis dan ekonomis.
Analisis efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis digunakan untuk membandingkan
efisiensi suatu saluran pemasaran dengan saluran pemasaran lainnya (Calkins dan
Humeiwang, 1987). Data mengenai efisiensi teknis dan ekonomis masing-masing
saluran tersaji pada Tabel 15.
Tabel 15. Efisiensi Teknis dan Ekonomis pada setiap saluran pemasaran melati putih di Kecamatan Kramat Kaupaten Tegal.
Saluran Pemasaran
Biaya Pemasaran
Nilai berat akhir barang
Jarak Angkut
Jumlah keuntungan
Efisiensi Teknis
Efisiensi Ekonomis
Saluran 1 8.453 0,9 8,00 13.355 1.174,02 1,58
Saluran 2 7.610,5 0,9 11,00 16.389,5 768,73 2,15
Saluran 3 3.928 0,9 8,00 13.572 545,55 3,46
Saluran 4 5.896 0,9 9,00 13.604 727,90 2,30
Sumber: Analisis data primer, 2015.
Hasil perhitungan efisiensi teknis di setiap saluran pemasaran menunjukkan
nilai efisiensi teknis saluran pemasaran I sebesar 1.174,02, saluran II sebesar
16.389,5, saluran III sebesar 545,55 dan saluran IV sebesar 727,90. Efisiensi
teknis adalah ukuran keberhasilan suatu pemasaran yang dihitung dengan
membandingkan biaya, berat akhir produk yang dijual dengan jarak, Indeks
59
efesiensi teknis paling kecil adalah saluran pemasaran III yaitu sebesar 545,55 per
1 kilogram per km artinya setiap pemasaran 1 kilogram melati putih dalam jarak 1
km menghabiskan biaya sebesar 545,55. Nilai indeks efisiensi teknis paling kecil
diantara saluran pemasaran menunjukkan saluran pemasaran yang paling efisien
secara teknis.
Indeks efisiensi ekonomis dihitung dengan menggunakan pedekatan
keuntungan. Nilai efisiensi ekonomis pada saluran I yaitu 1,58 saluran II sebesar
2,15, saluran III sebesar 3,46 sedangkan saluran IV yaitu sebesar 2,30. Indeks
ekonomis yang paling besar didapat oleh saluran III sebesar 3,46 yang artinya
bahwa setiap biaya pemasaran yang dikeluarkan per 1 kilogram melati putih,
memberikan keuntungan sebesar 3,46 bagi lembaga pemasaran. Nilai indeks
efesiensi ekonomis paling besar menunjukkan saluran pemasaran yang paling
efisien secara ekonomis.
Kesimpulan dari hasil perhitungan, bahwa saluran III merupakan saluran
paling efisien, karena saluran III memiliki indeks efisiensi teknis yang paling kecil
dan indeks efisiensi ekonomis paling besar. Perbedaan nilai indeks efisiensi teknis
dipengaruhi oleh biaya pemasaran yang digunakan dengan jarak tempuh Pada
saluran pemasaran I, indeks efisiensi teknisnya tinggi karena jarak yang ditempuh
produk relatif pendek tetapi tidak menyerap keutungan secara maksimal, saluran
II indeks efisiensi teknisnya tinggi karena jarak tempuh pemasaran relatif jauh,
sedangkan pada saluran pemasaran III indeks efisiensi teknis paling sedikit dan
Indeks efisiensi ekonomis paling tinggi dan saluran pemasaran III merupakan
saluran yang paling efisien secara operasional karena membutuhkan biaya
60
pemasaran yang sedikit dan jarak yang ditempuh oleh petani ke pedagang
pengecer relatif dekat.
Nilai indeks efisiensi ekonomis pada saluran pemasaran melati putih di
Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal menunjukkan bahwa saluran pemasaran III
lebih efisien secara ekonomis dibandingkan saluran pemasaran I, II dan IV.
Saluran pemasaran III memperoleh keuntungan paling besar dan biayapemasaran
yang tidak terlalu besar dibandingkan dengan saluran pemasaran lainnya.
Penelitian ini menunjukkan bahwa efisiensi ekonomis pemasaran suatu komoditas
berkaitan erat dengan biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh lembaga–lembaga
pemasaran pada suatu saluran pemasaran.
61
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Terdapat 4 pola saluran pemasaran melati putih di Kecamatan Kramat, dengan
rincian: saluran I yaitu petani – pengumpul – pedagang besar – konsumen,
dengan sasaran konsumen perusahaan Eksportiryang berada di Kabupaten
Tegal, saluran II yaitu petani – pengumpul – pedagang besar – konsumen,
dengan sasaran konsumen Pabrik Teh yang memang membutuhkan banyak
bunga melati untuk proses produksi, saluran III yaitu petani – pedagang besar
– konsumen dengan sasaran petani yang ingin langsung menjual hasil panen
melati putih terhadap pedagang besar dalam desa, dan saluran IV yaitu petani
– pengumpul – pengecer – konsumen dengan sasaran konsumen yang mencari
bunga melati untuk kebutuhanya di pasar tradisional di Kabupaten Tegal.
2. Marjin pemasaran melati putih Kecamatan Kramat di setiap saluran pemasaran
yaitu: saluran I memiliki marjin pemasaran sebesar Rp21.808,00/kg, saluran II
memiliki marjin pemasaran sebesar Rp24.000,00/kg, saluran III memiliki
marjin pemasaran sebesar Rp17.500,00/kg dan saluran IV memiliki marjin
pemasaran sebesar Rp19.500,00/kg. Marjin pemasaran yang paling kecil yaitu
saluran III (petani – pedagang besar - konsumen).
3. Farmer’ s share terbesar ada pada saluran pemasaran III sebesar 55,69 persen.
Persentase biaya terkecil ada pada saluran III sebesar 22,45 persen. Persentase
keuntungan terbesar pada saluran pemasaran III sebesar 77,55 persen.
62
4. Berdasarkan nilai indeks efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis saluran
pemasaran melati putih yang paling efisien terdapat padasaluran III, karena
memiliki nilai indeks efisiensi teknis terkecil dan indeks efisiensi ekonomis
terbesar.
B. Saran
1. Saluran pemasaran yang paling efisien adalah saluran III, namun apabila
petani menjual seluruh produknya ke saluran I akan membuat saluran I
menjadi tidak efisien karena kapasitas penjualan yang kecil pada saluran I
tidak dapat menampung produksi melati putih. Oleh karena itu perlu adanya
lembaga ekonomi pada petani, misalnya Sub Terminal Agribisnis untuk
memasarkan produk melati putihlebih luas dan efisien lagi.
2. Perlu dikembangkannya informasi pasar dan harga sampai ketingkat petani
misalnya melalui penyuluh pertanian. Informasi pasar dan harga ini dapat
digunakan oleh petani sebagai acuan dalam menentukan harga melati
putihyang akan dijual dan perbaikan fasilitas pemasaran yang memadai
sehingga diharapkan mampu mencapai sistem pemasaran melati putih secara
efisien.
3. Perlu adanya standar harga yang stabil sehingga harga tidak cenderung
berubah setiap hari yang mengakibatkan informasi harga yang diterima petani
kurang maksimal.
63
DAFTAR PUSTAKA
Azzauri. S, 1990. Manajemen Pemasaran, Pasar, Konsep Dan Strategi. CvRajawali. Jakarta.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Tegal. 2014. Data Statistik Pertanian. Kantor BPS, Tegal.
Calkins, P.H., dan Humeiwang. 1978. “Improving the marketing of Perishable Commodities : A case Studyof Selected Vegetables In Taiwans”. Technical Bulletin No 9. Asian Vegetable Research and Development Center. Sanhua. Taiwan. ROC.
Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Tegal. 2014. Prospek PengembanganMelati Putih. Kabupaten Tegal.
Indarto, R. 2001. Efisiensi Pemasaran Tomat Di Desa Gombong Kecamatan Belik Kabupatn Pemalang. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto.
Intaningrum, M. 2012. Efisiensi Pemasaran Tembakau Ranjangan di Desa Bansari Kecamatan Bansari Kabupaten Temanggung. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto
Kotler, Philip (1994). Manajemen Pemasaran, Analisa, Perencanaan, Implementasi, dan Pengendalian. Erlangga. Jakarta.
Radi, Juhaeni. 2010. Melati Putih. Kanisius, Jakarta.
Rukmana, R. 1997. Usaha Tani Melati. Kanisius, Jakarta.
Setiawan, Budi. 2009. Analisis Usahatani dan Efisiensi Pemasaran Bunga Melati(Jasminiumsambac L.) di Kelurahan Dermo Kecamatan Bangli Kabupaten Pasuruan. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang
Soekartawi. 2003. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Sudiyono, A. 2004. Pemasaran Pertanian. Universitas Muhammadiyah Malang, Malang. 259 hal.
64
Sugiarto, D. Siagian, L.T. Sunaryanto dan D.S. Oetomo. 2003. Teknik Sampling. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Sugiyono. 2011. Statistik untuk Penelitian . Alfabeta, Bandung.
Sunarto. 1994. Metodologi Penelitian. Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.
65
LAMPIRAN
66
Lampiran 1. Data penelitian pendahuluan untuk menentukan ukuran sampel
No Responden
Nama Responden Alamat RT/RW
Kapasitas Produksi per bulan dalam
satuan Kwintal (Xi)
Xi²
104 Palti Maribaya 02/02 0,75 0,5625094 Rokhmah Kramat 01/03 0,12 0,0144103 Amad Plumbungan 05/02 0,24 0,0576071 Slamet Maribaya 04/05 0,60 0,36023 Sahid Plumbungan 02/02 0,18 0,0324010 Sueb Plumbungan 01/02 0,24 0,0576070 Nardi Maribaya 03/05 0,24 0,0576024 Wasnah Kramat 01/01 0,18 0,0324069 Sisu Kramat 02/05 0,10 0,01015 Polali Plumbungan 02/09 0,15 0,0225
Jumlah 2,8 1,207
N = 103
S² = nΣXi ²−(ΣXi) ²
n(n−1) = (10.1,207 )−(2,8) ²
10(10−1)=
12,07−7,8490 =
4,2390 = 0,047
n = NZ ² S ²
Nd ²+Z ² S ² =(103 )(1,96) ²(0,047)
(103 ) ( 0.05 )2+ (1,96 )2(0,047)
=(103 ) (3,8416 ) ( 0,047 )
(103 )(0,0025)+(3,8416 ) (0,047 )
= 18,597186
0,2575+0,1805552
=18,5971860,43805552= 42,453949(42 dibulatkan)
67
Lampiran 2. Data produksi dan pemasaran pada petani respondenNo.
No Nama Petani Jumlah Produksi
(Kg)
Biaya-Biaya Total Biaya
Sample Upah(Rp)
Pemeliharaan(Rp)
Produksi(Rp)
1 9 Mihroji 120 1.020.000 550.000 1.570.0002 55 Supriyanto 720 6.160.000 2.450.000 8.610.0003 6 Pak Juri 60 495.000 215.000 710.0004 7 Yanto 70 575.000 215.000 790.0005 64 Sumarni 60 495.000 215.000 710.0006 11 Harsono 75 615.000 215.000 830.0007 14 Novi 60 495.000 215.000 710.0008 17 Epok 75 615.000 215.000 830.0009 100 Minarti 80 655.000 215.000 870.00010 77 Daryanto 100 825.000 350.000 1.175.00011 83 Yanti 90 740.000 215.000 955.00012 102 Sumarni 95 775.000 215.000 990.00013 86 Salim 100 830.000 350.000 1.180.00014 88 Siti 110 905.000 420.000 1.325.00015 76 Suyitno 70 575.000 215.000 790.00016 82 Turyan 90 735.000 215.000 950.00017 89 Khambali 190 1.550.000 370.000 1.920.00018 71 Suyanto 210 1.730.000 450.000 2.180.00019 87 Soderi 600 4.900.000 1.600.000 6.500.00020 78 Satinah 110 910.000 370.000 1.280.00021 84 Supri 130 1.075.000 420.000 1.495.00022 96 Lani 125 1.030.000 420.000 1.450.00023 97 Kusmini 120 1.000.000 440.000 1.440.00024 46 Warsin 450 3.650.000 820.000 4.470.00025 61 Samsiyah 110 910.000 360.000 1.270.00026 56 Daryati 120 990.000 420.000 1.410.00027 35 Rutini 120 990.000 350.000 1.340.00028 1 Satinah 110 910.000 360.000 1.270.00029 36 Susi 120 1.000.000 440.000 1.440.00030 105 Suminah 330 2.700.000 1.000.000 3.700.00031 108 Toha 80 655.000 220.000 875.00032 102 Sumarni 120 990.000 370.000 1.360.00033 44 Handoko 185 1.510.000 420.000 1.930.00034 22 Narto 110 910.000 420.000 1.330.00035 53 Sumaryo 460 3.740.000 720.000 4.460.00036 39 Sunarto 160 1.315.000 420.000 1.735.000
68
37 78 Satinah (tinah) 210 1020.000 600.000 2.340.00038 31 Khotim 150 1.235.000 450.000 1.685.00039 43 Wardi 180 1.485.000 530.000 2.015.00040 62 Sumaryo 85 695.000 215.000 910.00041 106 Mu'minah 105 855.000 215.000 1.070.00042 25 Toyo 150 1.235.000 370.000 1.605.000
Jumlah 6815 56.220.000 19.255.000 75.475.000Rata-Rata 162,2619 1.338.571 458.452 1.797.024
69
Lanjutan Lampiran 2Volume
Produksi (Kg)Harga jual Total Penjualan Keuntungan
(Rp)(Rp) (Rp)
120 18.000 2.160.000 590.000720 18.000 12.960.000 4.350.00060 20.000 1.200.000 490.00070 18.000 1.260.000 470.00060 15.000 900.000 190.00075 20.000 1.500.000 670.00060 20.000 1.200.000 490.00075 18.000 1.350.000 520.00080 18.000 1.440.000 570.000
100 18.000 1.800.000 625.00090 15.000 1.350.000 395.00095 15.000 1.425.000 435.000
100 18.000 1.800.000 620.000110 18.000 1.980.000 655.00070 18.000 1.260.000 470.00090 18.000 1.620.000 670.000
190 18.000 3.420.000 1.500.000210 20.000 4.200.000 2.020.000600 18.000 10.800.000 4.300.000110 20.000 2.200.000 920.000130 20.000 2.600.000 1.105.000125 20.000 2.500.000 1.050.000120 15.000 1.800.000 360.000450 18.000 8.100.000 3.630.000110 20.000 2.200.000 930.000120 18.000 2.160.000 750.000120 18.000 2.160.000 820.000110 20.000 2.200.000 930.000120 15.000 1.800.000 360.000330 18.000 5.940.000 2.240.00080 18.000 1.440.000 565.000
120 15.000 1.800.000 440.000185 20.000 3.700.000 1.770.000110 18.000 1.980.000 650.000460 18.000 8.280.000 3.820.000160 20.000 3.200.000 1.465.000210 20.000 4.200.000 1.860.000150 20.000 3.000.000 1.315.000180 18.000 3.240.000 1.225.000
70
85 20.000 1.700.000 790.000105 15.000 1.575.000 505.000150 20.000 3.000.000 1.395.000
6815 760.000 124.400.000 48.925.000162,2619 18.214 2.961.905 1.164.881
Lampiran 3. Jalur Pemasaran Melati putih di Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal.
71
SALURAN 1
SALURAN 2
72
Daryanto
Khambali
Daryanti
Minarti
Rutini
Susi
Novi
Supriyanto
Narto
Turyan
Yanto
Lani
Warsin
Mu’minah
SukardinotoWonoWakrun
WiryonoSamsuri
MihrojiSalimEpokSumaryoTohaSuyitnoSoderiWardi
SALURAN 3
SALURAN 4
73
SunartoSatinahPak JuriHarsonoSumaryoSuyantoTinahSupriHandokoSamsiyahToyoKhotimAhmad Ridwan
SamsuriWiryono
MihrojiSalimEpokSumaryoTohaSuyitnoSoderiWardi
SumarniYantiKusminiMuharjoSitiSumarni
Suricha
Fakhrudin Hj. RolahH. Muji
Lampiran 4. Marjin pemasaran melati putih pada setiap saluran pemasaran.
74
Suricha
Sukardinoto
Saluran I
P. PengumpulHarga beli rata-rata dari petani Rp 17.692Harga jual rata-rata ke pedagang besar Rp 25.000Marjin Pemasaran Rp 7.308
P. BesarHarga beli rata-rata dari pedagang pengumpul Rp 25.000Harga jual rata-rata Konsumen (exportir) Rp 39.500Marjin Pemasaran Rp 14.500
Marjin Pemasaran Saluran I Rp 21.808
Saluran II
P. PengumpulHarga beli rata-rata dari petani Rp 18.000Harga jual rata-rata ke pedagang besar Rp 28.000Marjin Pemasaran Rp 10.000
P BesarHarga beli rata-rata dari pedagang Pengumpul Rp 28.000Harga jual rata-rata ke konsumen Rp 42.000Marjin Pemasaran Rp 14.000
Marjin Pemasaran Saluran II Rp 24.000
Saluran III
Pedagang BesarHarga beli rata-rata dari petani Rp 22.000Harga jual rata-rata ke konsumen Rp 39.500Marjin Pemasaran Rp 17.500
Marjin Pemasaran Saluran III Rp 17.500
Saluran IV
75
Pedagang PengumpulHarga beli rata-rata dari petani Rp 15.500Harga jual rata-rata ke Pengecer Rp 25.000Marjin Pemasaran Rp 9.500
Pedagang PengecerHarga beli rata-rata dari pengecer Rp 25.000Harga jual rata-rata ke konsumen Rp 35.000Marjin Pemasaran Rp 10.000
Marjin Pemasaran Saluran IV Rp 19.500
Lampiran 5. Perhitungan bagian biaya setiap pedagang terhadap besarnya marjin
pemasaran.
76
Saluran pemasaran I
Pedagang pengumpulBiaya transportasi rata-rata = Rp 601,33/kgBiaya susut berat rata-rata = Rp 250/kgBiaya sortasi rata-rata = Rp 500/kgBiaya pengemasan rata-rata =Rp 247,67/kgBiaya penyusustan rata–rata =Rp 260/kg +
Jumlah biaya pedagang pengumpul = Rp 1.859,00/kg
Bagian biaya =1.859
x 100%21.808
= 8,53 %
Pedagang besar Biaya transportasi rata-rata = Rp 134/kg Biaya tenaga kerja rata-rata = Rp 605/kg Biaya susut berat rata-rata = Rp 1.300/kg Biaya sortir rata-rata = Rp 2.000/kg Biaya penyusutan rata-rata = Rp 40/kg Biaya pengemasan rata-rata = Rp 2.515/kg +
Jumlah biaya pedagang besar = Rp 6.594/kg
Bagian biaya =6.594
x 100%21.808
= 30,24 %
Saluran II
Pedagang pengumpulBiaya transportasi rata-rata = Rp 412,5/kgBiaya susut berat rata-rata = Rp 825/kgBiaya sortasi rata-rata = Rp 1.500/kgBiaya pengemasan rata-rata =Rp 746,5/kgBiaya penyusustan rata–rata =Rp 198,5/kg +
Jumlah biaya pedagang pengumpul = Rp 3.682,5/kg
Bagian biaya = 3.682,5 x 100%
77
24.000 = 15,34%
Pedagang besar Biaya transportasi rata-rata = Rp 175,5/kg Biaya tenaga kerja berat rata-rata = Rp 367,5/kg Biaya susut berat rata-rata = Rp 1.200/kg Biaya sorit berat rata-rata = Rp 900/kg Biaya penyusutan rata-rata = Rp 58/kg Biaya pengemasan rata-rata = Rp 1.227/kg +
Jumlah biaya pedagang besar = Rp 3.928/kg
Bagian biaya =3.928
x 100%24.000
= 16,37 %
Saluran III
Pedagang besar Biaya transportasi rata-rata = Rp 175,5/kg Biaya tenaga kerja berat rata-rata = Rp 367,5/kg Biaya susut berat rata-rata = Rp 1.200/kg Biaya sorit berat rata-rata = Rp 900/kg Biaya penyusutan rata-rata = Rp 58/kg Biaya pengemasan rata-rata = Rp 1.227/kg +
Jumlah biaya pedagang besar = Rp 3.928/kg
Bagian biaya =3.928
x 100%17.500
= 22,45 %
Saluran IV
Pedagang pengumpul
78
Biaya transportasi rata-rata = Rp 450/kgBiaya susut berat rata-rata = Rp 750/kgBiaya sortasi rata-rata = Rp 1.500/kgBiaya pengemasan rata-rata =Rp 743/kgBiaya penyusustan rata–rata =Rp 238/kg +
Jumlah biaya pedagang pengumpul = Rp 3.681/kg
Bagian biaya =3.681
x 100%19.500
= 18,88%
Pedagang PengecerBiaya sewa transportasi rata-rata = Rp 1.596,67/kg
Biaya susut berat rata-rata = Rp 346,00/kg Biaya tenaga kerja rata-rata = Rp - /kg Biaya retribusi rata-rata = Rp 124,33/kg Biaya pembukusan rata –rata = Rp 74,00/kg Biaya penyusutan rata – rata = Rp 74,00/kg +
Jumlah biaya pedagang pengecer = Rp 2.215,00/kg
Bagian biaya= 2.215 x 100%19.500
= 11,36 %
Lampiran 6. Perhitungan bagian keuntungan setiap pedagang terhadap besarnya marjin pemasaran
79
Saluran Pemasaran I
Pedagang pengumpulMarjin pemasaran = Rp 7.308,00/kgBiaya pemasaran = Rp 1.859,00/kg -Keuntungan = Rp 5.449,00/kg
Bagian keuntungan =5.449
X 100%21.808
= 24,99 %
Pedagang besarMarjin pemasaran = Rp 14.500,00/kgBiaya pemasaran = Rp 6.594,00/kg -Keuntungan = Rp 7.906,00/kg
Bagian keuntungan =7.906
x 100%21.808
= 36,25%
Saluran Pemasaran II
Pedagang pengumpulMarjin pemasaran = Rp 10.000,00/kgBiaya pemasaran = Rp 3.682,50/kg -Keuntungan = Rp 6.317,50/kg
Bagian keuntungan =6.317,5
x100%24.000
= 26,32 %
Pedagang besarMarjin pemasaran = Rp 14.000,00/kgBiaya pemasaran = Rp 3,928.00/kg -Keuntungan = Rp.10.072,00/kg
Bagian keuntungan = 10.072 x 100%
80
24.000= 41,97 %
Saluran III
Pedagang besarMarjin pemasaran = Rp 17.500,00 /kgBiaya pemasaran = Rp 3.928,00 /kg -Keuntungan = Rp 13.572,00 /kg
Bagian keuntungan =13.572,00
x 100%17.500
= 77,55 %
Saluran Pemasaran IV
Pedagang pengumpulMarjin pemasaran = Rp 9.500,00/kgBiaya pemasaran = Rp 3.681,00/kg -Keuntungan = Rp 5.819,00/kg
Bagian keuntungan =5.819
X 100%19.500
= 29,84 %
Pedagang pengecerMarjin pemasaran = Rp 10.000,00/kgBiaya pemasaran = Rp 2.215,00/kg -Keuntungan = Rp 7.785,00/kg
Bagian keuntungan =7.785
x 100%19.500
= 39,92%
Lampiran 6. Perhitungan farmer`s sharemelati putih
Saluran pemasaran I
81
Harga di tingkat petani (Pf) = Rp 17.692,00/kg
Harga di tingkat konsumen (Pr) = Rp 39.500,00/kg
Farmer share =17.692
x 100%39.500
= 44,79 %
Saluran pemasaran II
Harga di tingkat petani (Pf) = Rp 18.000,000/kg
Harga di tingkat konsumen (Pr) = Rp 42.000,00/kg
Farmer share = 18.000 x 100%42.000= 42,86 %
Saluran pemasaran III
Harga di tingkat petani (Pf) = Rp 22.000,00/kg
Harga di tingkat konsumen (Pr) = Rp 39.500,00/kg
Farmer share = 22.000 x 100%39.500= 55,69 %
Saluran pemasaran IV
Harga di tingkat petani (Pf) = Rp 15.500,00/kg
Harga di tingkat konsumen (Pr) = Rp 35.000,00/kg
Farmer share = 15.500 x 100%35.000= 44,29 %
Lampiran 7. Perhitungan Efisiensi Pemasaran Teknis dan Ekonomis
82
Saluran Pemasaran
Biaya Pemasaran
Nilai berat akhir barang
Jarak Angkut
Jumlah keuntungan
Efisiensi Teknis
Efisiensi Ekonomis
Saluran 1 8.453 0,9 8,00 13.355 1.174,02 1,58Saluran 2 7.610,5 0,9 11,00 16.389,5 768,73 2,15Saluran 3 3.928 0,9 8,00 13.572 545,55 3,46
Saluran 4 5.896 0,9 9,00 13.604 727,90 2,30
Efisiensi teknis : Efisiensi ekonomis :
Tij = Vij Wij / dij Eij = ∑ k (πijk )Vij
Saluran pemasaran I
Indeks efisiensi teknis = 8.453/0,9
8
= 1.174,02
Indeks efisiensi ekonomis =13.3558.453
=1,58
Saluran Pemasaran II
Indeks efisiensi teknis = 7.610,5/0,9
11
= 768,73
Indeks efisiensi ekonomis = 16 .389,57.610,5
= 2,15
Saluran Pemasaran III
Indeks efisiensi teknis = 3.928/0,9
8
= 545,55
83
Indeks ekonomis = 13.5723.928
=3,46
Saluran pemasaran IV
Indeks efisiensi teknis = 5.896/0,9
9
= 727,90
Indeks efisiensi ekonomis =13.6045.896
=2,30
84