DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
1
1Pergelutan Panjang di Dunia Energi
Catatan Penulis
2
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
3
S
Catatan Penulis: Pergelutan Panjang di dunia energi
Segala puji kepada ALLAH Yang Maha Pemurah, yang telah memberikan
anugerah-Nya kepada kita, seluruh rakyat Indonesia, sehingga bangsa
ini terus tegak berdiri untuk membangun masa depannya yang lebih
maju seperti halnya dengan bangsa lain di dunia.
Sebagai bangsa yang besar dengan wilayah kepulauan yang
sangat luas, tentu kerap berhadapan dengan berbagai kerumitan,
termasuk dalam urusan penyediaan dan pendistribusian Bahan
Bakar Minyak (BBM). Banyak faktor yang mempengaruhinya, yang
dinamis sifatnya dan karena itu diperlukan suatu kebijakan yang
memenuhi keinginan masyarakat, swasta dan pemerintah.
Saya merasa sangat beruntung karena selama 40 tahun
terlibat langsung dalam proses itu. Kadang berganti-ganti peran.
Sebagai pelaksana, sebagai pimpinan dan juga sebagai pemerhati
dan pengamat. Peran ini sangat saya nikmati, karena buat saya
tidak akan ada konflik di antaranya selama seluruh pemikiran dan
perbuatan didedikasikan untuk bagaimana dapat terselenggaranya
pemenuhan kebutuhan masyarakat secara baik.
Berkaitan dengan pergelutan saya yang panjang di dunia
energi di Indonesia, kawan-kawan lalu mendorong saya untuk
menulis buku, karena katanya tidak terlalu banyak orang yang
mempunyai kesempatan seperti saya ini. “Ceritakanlah apa saja
buat kami yang lebih muda ini,” kata mereka.
Itulah yang akhirnya memompa semangat saya untuk menulis
buku ini. Isinya menceritakan berbagai hal dari berbagai peran yang
saya lakukan selama masa yang panjang itu. Apa yang saya angkat
dari cerita itu semua berisi nilai-nilai yang terkandung pada setiap
kejadian, yang saya coba ceritakan dengan bahasa yang ringan dan
berimbang. Jauh dari maksud saya untuk menceritakan sesuatu
keberhasilan yang pernah saya lakukan, tetapi nilai kejuangan
di dalamnya yang hendak saya sampaikan. Waktunya memang
bersamaan dengan hari Kebangkitan Nasional yang diperingati
setiap tahun pada tanggal 20 Mei.
Beberapa isu yang saya angkat, semuanya menyangkut
kegiatan yang ada di mata rantai usaha hilir migas, meliputi usaha
transportasi, penyimpanan dan niaga minyak dan gas bumi.
Judul buku ini “BBM Kapan Selesai” memang mengisyaratkan
bahwa Indonesia masih terjerat dengan masalah Bahan Bakar
Minyak (BBM) di sepanjang mata rantai usaha hilir. Sebagai suatu
proses, maka ada kegiatan usaha yang sudah lepas dari jeratan seperti
BBM Aviasi dan Minyak Pelumas. Ada juga yang terus naik turun
prosesnya seperti BBM bersubsidi dan pengembangan infrastruktur
BBM seperti kapal tanker, alat transportasi BBM yang sangat
strategis untuk sebuah negara kepualauan. Adapun yang merupakan
cita-cita lama adalah dikembangkannya kota gas di Indonesia,
karena bagaimanapun untuk dapat melepaskan bangsa dari jeratan
BBM adalah harus dengan mendorong penganekaragaman jenis
4
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
5
energi secara mendasar dan berkelangsungan. Keberhasilan itu
semua tentu tidak bisa dilepaskan oleh tumbuhnya partisipasi
masyarakat yang semakin peduli dengan energi. Di situlah peran
Tenaga Penyuluh Energi sangat strategis.
Buku ini hendak menerangkan untaian jalinan pemikiran saya
selama ini. Tentang alternatif solusi dari masalah yang dihadapi
bangsa ini.
Saya sangat menyadari, buku ini tidak akan bisa diselesaikan
tepat waktu, jika tidak dibantu oleh kawan-kawan yang tak bisa
disebut satu persatu. Secara umum adalah kawan-kawan baik
saya yang ada di Pertamina, BPH Migas, ITS Surabaya dan Tim
Penyunting. Terima kasih untuk bantuan yang tidak ternilai itu.
Begitu juga dukungan yang luar biasa telah diberikan oleh
istri tercinta Joy Sarabia dan putri cantik Zulynda. Akhirnya saya
bisa seperti ini adalah karena rahmat ALLAH SWT dan didikan
ayah almarhum Geuchik Hasyim dan mama almarhumah Syarifah,
semoga beliau mendapatkan tempat di sisi-Nya. Amien.
Jakarta, 19 Mei 2009
Dr. Ibrahim Hasyim SE, MM
2Kado Terindah untuk Indonesia
Catatan Penyunting
Catatan Penulis: Pergelutan Panjang di dunia energi
6
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
7
Republik Indonesia (AKABRI) ke Jakarta. Karena hubungan baik,
Ibrahim boleh menumpang naik kapal bersama mereka menuju
ibu kota. Tapi tujuannya tak sama. Mereka besoknya meneruskan
perjalanan ke Magelang, sementara Ibrahim akan menemui
kakaknya yang bekerja di Jakarta.
Sekeluarnya dari Tanjung Priok, Ibrahim ikut bersama
rombongan ke tempat penginapan, sebuah mess militer di daerah
Mangga Besar, Jakarta Pusat. Satu kamar diisi ramai-ramai. Tidur
di atas tikar yang digelar di atas lantai. Makan, tidur, mengobrol ya
di situ. Keesokan paginya, barulah ia mulai mencari kakaknya yang
bekerja di Gedung Sarinah.
Ibrahim Hasyim, Zulynda dan Joy Sarabia
LLangit cerah. Air laut bergerak perlahan. Burung-burung terbang
rendah. Bersama penumpang lainnya, dia keluar dari kapal laut yang
baru saja sandar di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Hari itu, suatu
pagi di tahun 1968, untuk pertama kalinya pemuda 18 tahun itu
sendirian menginjak Jakarta. Ada kelegaan, karena paling tidak satu
langkah dari impian yang dibawa dari Aceh, tempat kelahirannya,
tempat menyelesaikan pendidikan SMA, tempat yang membawa
mimpinya untuk kuliah, telah dimulai. Ia bahkan memulainya lebih
cepat dari rencana semula. Ia harusnya tiba di Jakarta keesokan hari,
tapi jadwal kapalnya ternyata lebih cepat satu hari.
Dialah Ibrahim Hasyim, putra Aceh. Di kampung halamannya,
sambil bersekolah, ia bermain sepakbola. Ibrahim memang gemar
berolah raga. Ia pernah juara loncat jauh dan lari sprinter. Tapi yang
paling disukai adalah sepakbola. Ia bergabung di klub Persiraja
dan sering tampil di berbagai turnamen. Dari sepakbola itulah, ia
punya kenalan yang luas dengan lingkungan militer, yang biasa
mengajaknya menjadi anggota tim bila bertanding.
Saat itu mereka membawa calon Akademi Angkatan Bersenjata
Catatan Penyunting: kado terindah untuk indonesia
8
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
9
menjemput saya di Tanjung Priok. Tapi kapal saya tiba lebih cepat
satu hari, karena jadwal keberangkatannya yang dimajukan,” kata
Ibrahim.
Kebetulan, rumah orang itu dekat dengan rumah kakak
Ibrahim di Setiabudi, Jakarta Selatan. Dengan berbaik hati, ia
bersedia mengantar naik becak. Tapi kopor Ibrahim masih di mess
Mangga Besar. ”Di jalan apa?” tanyanya.
Ibrahim mulai bingung. “Iya, di mana ya? Saya tak tahu nama
jalannya,” kata Ibrahim. Ia lalu mencoba mengingat-ingat arah
jalannya. Beruntung, mess yang dicari berhasil ditemukan.
Sesampainya di mess, Ibrahim langsung mengambil kopor.
Ternyata kopor terbuka. Ia dibuatnya terpana. Baju-bajunya yang
baru, yang bagus-bagus, hilang semua. Pengalaman pertama di
Jakarta yang tak akan pernah dilupakannya: di mana pun, kita
harus berhati-hati.
uuuu
KEPADA KAKAKNYA, Ibrahim mengatakan kalau ia ingin kuliah
di Akademi Geologi Pertambangan, karena ada beasiswa dari
Pertamina. Hanya saja, pendaftaran sudah ditutup. Ia lalu
mengusulkan untuk kuliah di Akademi Minyak dan Gas Bumi di
Cepu, karena juga ada beasiswa.
Tapi menurut informasi dari Pendidikan dan Latihan (Diklat)
Pertamina, yang bisa kuliah di sana adalah karyawan yang sudah
bekerja di Pertamina, minimal satu tahun. Berarti, tak ada cara lain
kecuali menjadi karyawan terlebih dahulu.
Ibrahim mencari informasi ke bagian Diklat, yang kemudian
”Sarinah mana pak? Di sini Sarinah ada banyak. Ada di
Thamrin, ada yang di Harmoni, ada di Juanda,” kata seseorang yang
ditanyai Ibrahim.
Karena tak tahu di mana, Ibrahim mencoba ketiga-tiganya.
Dengan menumpang becak, ia ke Harmoni dan Juanda lebih
dahulu. Setibanya di kedua Sarinah yang berdekatan itu, tak ada
nama yang disebut. Ia lalu ke Sarinah Thamrin. Sepanjang jalan,
matanya tak henti-hentinya melihat ke sekeliling. Mobil-mobil
banyak berseliweran, saling susul bersama becak dan ada delman
juga.
Jalanan lebar dan lengang. Di kiri-kanannya berjejer gedung-
gedung bertingkat. Jalan-jalan juga penuh hiasan lampu-lampu.
Hari itu Jakarta tengah menyambut Natal dan Tahun Baru, sehingga
suasananya terlihat meriah. Ibrahim mengaku begitu takjub melihat
Jakarta. Suasana kota yang ramai, yang tak pernah ditemui, bahkan
membayangkannya pun tidak pernah.
Sesampainya di Sarinah Thamrin, lama ia berdiri di depan
gedungnya. Ia terlihat tertegun. Ini pengalaman pertamanya masuk
gedung bertingkat. Kantor kakaknya ada di lantai 10. Naik lift? Mau
bertanya, tapi ia merasa malu. Tapi ia nekat dan masuk lift. Ibrahim
lalu memperhatikan seorang pria yang berada satu lift dengannya.
Orang itu menekan tombol 10 dan lift mulai bergerak ke atas. ”Wah,
kebetulan sama,” kata Ibrahim.
Setiba di lantai yang dituju, ia langsung menyebut nama
kakaknya, Ramli Hasyim, kepada seseorang yang kebetulan
bawahan kakaknya. ”Tadi beliau, katanya mau menjemput adiknya
di Tanjung Priok,” katanya.
”Saya ini adiknya, pak. Kakak saya memang semula akan
Catatan Penyunting: kado terindah untuk indonesia
10
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
11
Sulaiman. Kamu ditunggu di kantornya besok,” katanya.
Tanpa bertanya lagi maksudnya, keesokan harinya Ibrahim ke
Kantor Pertamina dan menemui Sulaiman. Sulaiman mengatakan
bahwa ia mendapat kesempatan bekerja di Pertamina tapi harus
bersedia ditempatkan di Pangkalan Brandan.
Belakangan hari baru diketahui bahwa kesempatan itu
datang secara tidak sengaja, tapi tentu atas kebaikan hati Sulaiman
juga. Tanpa panggilan dari Sulaiman, Ibrahim tak akan pernah
menginjakkan kaki di Pertamina.
Setelah bertemu Sulaiman, Ibrahim bertemu juga dengan
Tayib, yang kemarin memarahinya. ”Kamu ke mana saja? Dicari-
cari kok tidak ada, kenapa cepat pulang?” kata Tayib.
Ketika itu Pertamina sedang hebat-hebatnya. Eksplorasi di
mana-mana. Cadangan minyak berlimpah. Salah satunya ladang
minyak dan gas di Aceh. Gubernur Aceh rupanya ingin putra
daerahnya punya kesempatan bekerja di Pertamina, sehingga
dikeluarkanlah surat rekomendasi untuk tujuh putra daerah Aceh.
Kebetulan ada satu nama yang dipanggil, mungkin sudah lama
ditunggu, tapi tak kunjung hadir. Namanya mirip dengan namanya,
yaitu Yusri Ibrahim. Entah atas inisiatif siapa, yang mungkin juga
kebetulan Ibrahim dari Aceh, dicoretlah nama Yusri yang tertera di
surat rekomendasi Pak Gubernur, jadilah Ibrahim.
Andai saja Ibrahim tidak bertemu Sofyan, mungkin ia sudah
kuliah di Teknik Kimia Muhammadiyah. Tapi sebuah jalan sudah
diatur sehingga ceritanya menjadi lain.
Di Pertamina, Ibrahim tak langsung jadi karyawan. Ia
masih harus menunggu sampai 3 bulan, barulah diangkat menjadi
karyawan. Di Pangkalan Brandan, Sumatera Utara, ia ditempatkan
diketahui bidang ini dipimpin Sulaiman Hasan—hingga sekarang
beliau masih ada. Anak buahnya yang mengurusi Diklat adalah
Tayib Taher—sekarang sudah almarhum.
Menurut informasi dari Tayib, sekolah Cepu hanya untuk
karyawan Pertamina. Ia lalu bertanya kepada Tayib, apakah ada
penerimaan karyawan karena Ibrahim ingin sekali sekolah minyak
di Cepu. Tayib mengatakan tak ada lowongan.
Setiap hari, setiap pagi, selama satu bulan, Ibrahim lalu
datang ke kantor Diklat, hanya sekedar mengucapkan selamat pagi
kepada Sulaiman. Sampai kakaknya bilang, ”Sudahlah. Cari sekolah
lain saja,” katanya.
Lalu kakaknya mendaftarkan Ibrahim ke Akademi Penilik
Kesehatan di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Ia dites dan lulus,
tapi kakaknya tahu kalau hati Ibrahim tidak di sekolah itu. Suatu
malam, kakaknya memberi uang. ”Besok pagi daftar di Fakultas
Teknik Kimia Universitas Muhammadiyah. Ada Bang Faisal yang
kuliah di sana dan bisa membantu,” kata kakaknya.
Tapi Ibrahim minta izin akan datang ke Pertamina keesokan
harinya, untuk yang terakhir kali, untuk mencari tahu apakah ada
kemungkinan diterima. Ia kembali menemui Tayib. Ia menanyakan
apakah ada lowongan pekerjaan. Tapi Tayib malah marah dan
mengatakan kepada Ibrahim agar jangan lagi datang ke Pertamina.
Seketika itu juga, Ibrahim merasa ada sesuatu yang basah
di matanya. Dengan hati yang galau, ia meninggalkan Kantor
Pertamina. Ia langsung pulang ke mess Aceh, di Setiabudi, Jakarta
Selatan. Sore harinya, Ibrahim bertemu dengan seorang teman
bersama Sofyan. Dia adalah teman dekat dari adik Sulaiman, yang
kebetulan tinggal di daerah Setiabudi. ”Ibrahim, kamu dicari Pak
Catatan Penyunting: kado terindah untuk indonesia
SELARAS
12
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
13
Dari tangki, minyak dialirkan ke kapal yang sudah menunggu. Maka,
tugas Ibrahim setiap jam naik ke atas tangki untuk mengawasi
kondisi tangki. Ini pekerjaan yang berat dan melelahkan. Tangga
tak dilengkapi pegangan. Jadi ada risiko terjatuh juga.
Saking banyaknya tangki yang harus diawasi, pekerjaan ini
dilakukan oleh satu grup bergantian setiap 8 jam. Jadwal kerjanya
diatur secara bergiliran. Suatu malam, Ibrahim berjalan dengan
Hutabarat ke tangki. Ia katakan bahwa malam itu orang pertama di
dunia sedang menginjak bulan, namanya Neil Armstrong.
Mendengar cerita Ibrahim, atasannya tak percaya. Ia
mengatakan bahwa berita itu tak benar. Hanya bisa-bisanya saja
orang membuat cerita, supaya orang mau membaca berita atau
menonton berita di televisi. “Saya tidak percaya. Bohong itu,”
katanya. Begitulah pemikiran orang-orang pada waktu itu terhadap
sebuah kemajuan.
Malam itu, atasan Ibrahim memintanya untuk tidur, agar
kondisinya tetap fit, mengingat pekerjaan yang cukup berbahaya
dan menuntut fisik prima. Jadi, setiap satu jam sekali, orang-orang
yang bertugas diberi giliran untuk beristirahat. Ibrahim diminta
tidur dari jam 12 malam dan jam 1 pagi sudah harus bangun dan
bekerja kembali.
Rupanya malam itu ada pemeriksaan akibat ditemukan kasus
minyak yang hilang (oil looses). Di tengah tidur yang nyenyak,
seseorang membangunkan Ibrahim. Tanpa disadari, ia justru
menendang orang yang membangunkannya. Setelah matanya
terbuka, ia terkejut sekali. Ternyata orang itu adalah orang-orang
yang punya jabatan tinggi di Pertamina.
Keesokan harinya, ia dipanggil oleh pimpinan lapangan
di bagian eksplorasi produksi (EP), istilah sekarang bagian hulu.
Bagian ini tugasnya menggali minyak atau mencari minyak dan
memproduksikannya. Setelah dapat, minyak disalurkan melalui
pipa ke kapal-kapal pengangkut minyak.
Atasan Ibrahim bernama Hutabarat. Hari pertama setelah
diangkat menjadi calon karyawan di Pangkalan Brandan, Ibrahim
dibawa Hutabarat ke belakang kilang minyak. Di situ ada pipa
panjang yang harus diseberangkan melalui sungai. Pipa tak boleh
bocor. Kalau sampai bocor bisa berbahaya. Nelayan yang pakai
lampu teplok bisa celaka karena sungai bisa terbakar. Karena itu
pipa harus diberi pelapis yang kuat. ”Itulah tugasmu,” kata sang
atasan.
Pipa dilapis dengan cat aspal. Setelah itu dibalut satu per satu
dengan tali ijuk. Setelah itu dilapis lagi dengan batang pinang yang
dibelah. Setelah betul-betul rapat, barulah pipa ditarik dan diulur
ke dalam sungai.
Begitulah pekerjaan Ibrahim. Ia waktu itu dianggap paling
muda sehingga pekerjaan kasar itu diserahkan kepadanya, meski
secara pendidikan, ia tamatan Sekolah Menengah Atas (SMA).
Ketika itu, tamatan SMA sudah cukup tinggi, karena yang lain
kebanyakan tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Sekolah
Dasar (SD).
Pekerjaan di Pangkalan Brandan, sebetulnya adalah bagian
dari training sebelum ia betul-betul bisa diterima sebagai karyawan
Pertamina. Karena itu, setelah bertugas membalut pipa, Ibrahim
lalu ditugaskan ke Pangkalan Susu. Ia ditempatkan di bagian
pengukuran tangki.
Setiap jam harus dihitung dan diukur kapan tangki penuh.
Catatan Penyunting: kado terindah untuk indonesia
14
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
15
duduk istirahat di sela-sela ujian, para peserta bercerita bagaimana
mereka bisa mengikuti seleksi di Pertamina. Ada yang mendapat
rekomendasi dari jenderal, pejabat dan sebagainya.
Tes berlanjut lagi. Dari 60 peserta, yang bertahan tinggal 11
orang. Ketika ujian wawancara, Ibrahim ditanya akan mengambil
jurusan apa dan dijawab kalau ingin mengambil jurusan engineering
and marketing. Psikolog yang mengujinya bertanya lagi, mengapa
jurusan itu yang diambil. ”Kamu kan orang hulu atau orang eksplorasi
produksi, kenapa memilih jurusan pemasaran?” katanya.
Ibrahim mengatakan dengan sejujurnya, ia orang desa, orang
kampung. Ia ingin menikmati suasana kota, makanya tidak ingin
jadi orang eksplorasi yang bekerja di pedalaman.
Selulusnya dari sekolah minyak di Cepu, Ibrahim kembali
bekerja di Pertamina. Tapi ia kurang beruntung. Senior-seniornya,
begitu lulus sekolah langsung mendapat rumah dinas. Ketika itu,
Pertamina mengeluarkan kebijakan baru yang tak memungkinkan
mendapat rumah dinas. Ibrahim kemudian tinggal di rumah
kontrakan, sejak lulus dari sekolah minyak Cepu tahun 1973. Ia
baru mendapat rumah dinas setelah bertugas di daerah.
Namun keinginan memiliki rumah sendiri tetap menggebu.
Ia lalu mencoba membuat bisnis, tapi tidak berhubungan dengan
pekerjaan. Ia membuat seminar-seminar dan pelatihan mengenai
perminyakan. Ia mengajak mantan-mantan dosennya. Bersamaan
dengan itu, ia sekolah lagi di ekstension Universitas Indonesia.
Ia masih ingat betul. Ketika itu gajinya Rp 35 ribu. Untuk
mengontrak paviliun, bayarannya Rp 20 ribu. Berarti uang yang
tersisa untuk hidup adalah Rp 15 ribu. Padahal istrinya sedang
hamil. Seringkali hanya bisa makan bakso. Dari pengalaman hidup
Pangkalan Susu dan ditanyakan, mengapa tidur di saat jam kerja.
Ibrahim mengatakan apa adanya. Tapi ia disudutkan pada peraturan
sehingga ia mendapat surat peringatan, padahal baru beberapa
bulan saja bekerja. Pengalaman yang berharga, bahwa niat baik
belum tentu hasilnya baik.
Kemudian untuk memperkaya pengalaman, Ibrahim
ditugaskan untuk merawat sumur minyak tua. Di situlah pertama
kalinya ia mandi minyak dari semburan sumur tua di Pulau Panjang
dan di Rantau Panjang, Peureulak, Aceh. Pengalaman di kegiatan
hulu migas ditutup dengan mengawasi pipa minyak di Paluh
Tabukan, jalan menelusuri pipa sepanjang 8 kilometer. Di sepanjang
jalan menelusuri hutan, Ibrahim “berkawan” dengan monyet yang
bergelantungan dan di sepanjang hutan itu pula “mereka” berjalan
bersama.
Ibrahim juga mengisi hari-harinya dengan pengalaman
membangun tanki penimbunan minyak mentah di Kota Binjai
Aceh. Di lokasi yang terletak di pedalaman itu, Ibrahim membangun
tanki timbun dengan menggunakan paku keliling, yang jelas sangat
merepotkan, karena saat itu belum ada peralatan las. Saat bekerja,
Ibrahim seringkali makan siang dengan nasi basi. Untung masih
muda remaja...
uuuu
SAAT YANG DINANTI-NANTI itu akhirnya tiba: jadwal ujian sekolah
minyak di Cepu. Hari itu ada 250 orang yang mengikuti ujian bersama
Ibrahim. Tes pertama, yang bertahan 125 orang, sisanya gugur. Tes
kedua tinggal 60 orang. Ibrahim ingat sekali, ketika sedang duduk-
Catatan Penyunting: kado terindah untuk indonesia
16
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
17
Ibrahim mulai menulis masalah energi untuk koran-koran. Tulisan
pertamanya dimuat di harian Kompas tahun 1980. Ketika itu, penulis
energi masih sangat sedikit. Hanya ada Bahrawi Sanusi dan Setyo
Sudrajat. Tapi diketahui, mereka adalah orang pustaka. Sedangkan
Ibrahim adalah orang yang mempunyai pengalaman dan praktek
karena sekolah minyak dan bekerja di Pertamina.
Ibrahim semakin asyik dengan dunia energi yang digeluti
dan ia semakin rajin menulis, meski tak tergolong sebagai penulis
aktif. Tulisannya banyak dimuat di Kompas. Barangkali karena
kontribusinya yang baik, pada hari raya ia dikirimi parsel. Ya, waktu
itu belum ada larangan.
Selain untuk Kompas, ia juga banyak menulis di harian
Merdeka milik BM Diah, juga ke koran-koran lain seperti Suara
Karya. Hingga saat ini ia masih terus menulis, termasuk untuk
Tempo, Seputar Indonesia, majalah Sketsa dan Investor Daily.
Belakangan ini, beberapa kali juga muncul dalam diskusi di TVRI,
ANTV, Metro TV dan TVOne.
Seiring berjalannya waktu, Ibrahim mulai terlibat aktif
di Komite Nasional Indonesia World Energy Council sebagai
bendahara. Ia mulai bergaul dengan lingkungan yang luas
dengan orang-orang energi di Indonesia dan mancanegara.
Pengalaman bertemu dengan orang-orang energi dan membahas
permasalahannya, menyebabkan wawasannya menjadi lebih
baik dibandingkan kawan-kawannya yang hanya melihat suatu
permasalahan secara sepotong-sepotong.
Ibrahim belajar masalah energi dari kacamata ekonomi,
ilmu minyak kemudian juga bergabung dengan komunitas energi
sehingga memperkaya pengetahuannya. Hanya saja, ia bekerja di
seperti itu, ia menyadari bahwa orang yang hidupnya sulit akan
lebih mempunyai kemampuan untuk berjuang.
Ketertarikan Ibrahim di bidang energi, bermula ketika
bertemu Dr John Situmeang, pembimbing skripsinya, saat kuliah di
Universitas Indonesia. John memberi buku ”The World Petroleum
Market” dan meminta Ibrahim untuk mempelajari karena materi
ujian akan ditanyakan dari buku itu, bukan dari skripsi.
Ia banyak berdiskusi dengan dosen pembimbingnya tentang
akibat perang Irak-Iran dan bagaimana pengaruhnya terhadap
pasar minyak dunia. Diskusi itu sangat menarik, karena ia baru
menyadari bahwa ada hukum ekonomi minyak. Selama ini, ia hanya
mengenal minyak dari sisi produksi saja.
Dari pengetahuan dan pengalaman mengenai energi,
Ilustrasi artikel Ibrahim Hasyim berjudul Minyak Solar Disubsidi yang dimuat di harian Kompas, 9 Januari 1982
Catatan Penyunting: kado terindah untuk indonesia
18
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
19
mencari data sendiri. Data antara lain diperoleh dari Badan Pusat
Statistik (BPS) di Pasar Baru, Jakarta Pusat. Data yang diperlukan
adalah survey mereka mengenai bahan bakar minyak yang
dikonsumsi masyarakat di sektor kehidupan tertentu.
Ketika itu, dan sampai sekarang juga masih begitu, membuat
perkiraan kebutuhan BBM nasional hanya berdasarkan catatan
kebutuhan di masa lalu ditambah dengan asumsi-asumsi baru
seperti pertumbuhan penduduk, pertambahan jumlah kendaraan
dan sebagainya.
Ini berbeda dengan cara menghitung yang dilakukan oleh
negara-negara maju, seperti Jepang misalnya. Di sana, banyak
sekali aspek yang dilihat untuk membuat perkiraan kebutuhan
bahan bakar nasionalnya. Misalnya memasukkan juga unsur suhu
dan cuaca. Kalau suhu dingin seperti musim hujan atau musim
salju, berarti masyarakat membutuhkan bahan bakar yang lebih
besar dari biasanya.
Ibrahim ingat sekali kejadian yang pernah dialami, setelah
perkiraan selesai dibuat, ia menyampaikan kepada pimpinannya.
Tapi ia malah dimarahi karena kebutuhan minyak bakar yang
diperkirakan dianggap terlalu tinggi. Ini bisa meningkatkan besaran
subsidi. DPR pun pasti akan mempertanyakan, yang bisa membuat
Pak Harto—presiden Indonesia ketika itu—menjadi marah.
Perkiraan kebutuhan minyak bakar kemudian diturunkan.
Dalam prakteknya, ternyata kebutuhan Perusahaan Listrik Negara
(PLN) akan minyak bakar saat itu meninggi. Ini akibat air di
bendungan Jatiluhur yang digunakan sebagai pembangkit listrik,
debitnya menyusut. Ibrahim dipanggil dan dimarahi, karena membuat
perkiraan terlalu rendah. Ia tak akan melupakan peristiwa itu.
Pertamina sehingga tak mungkin menulis dengan nada yang keras.
Itu sebabnya, mungkin Ibrahim kurang laku di seminar-seminar,
karena biasanya yang dicari adalah orang-orang yang berani
bersuara lantang.
Ia punya pengalaman soal itu. Suatu hari setelah artikel
”Konsumsi Tergeser Kepada Jenis BBM Bersubsidi” yang dimuat
di Kompas 10 Februari 1982 dimuat, ia ditegur Kepala Divisi
Pemasaran yang katanya permintaan Direktur. ”Kalau menulis
jangan tulis soal minyak,” katanya. Ia jawab: ”Saya sekolah minyak,
bekerja di perusahaan minyak, saya sedang menekuni ekonomi
minyak, bagaimana mungkin saya menulis soal kereta api.” Tapi
begitulah situasi pada masa itu, belum sebebas menulis saat ini.
Sekarang ia sangat mensyukuri atas apa yang diperoleh.
Ibrahim mulai bekerja di Pertamina dengan gaji golongan 13—
golongan terendah di Pertamina adalah 16—dan sekarang sudah
menjadi golongan P4. Ini adalah golongan paling tinggi di Pertamina.
Ia sudah meniti seluruh jenjang jembatan. Tidak langsung vertikal
ke atas, tapi melaluinya dengan meniti ke kiri dan ke kanan dahulu,
hingga pada akhirnya mencapai ke tingkat yang tertinggi.
Jadi ia pernah bekerja di bagian operasi, di staf, pernah di
bagian pengawasan serta pengkajian dan pengembangan. Sebagai
bawahan maupun pimpinan. Semua sudah dijalani. Meski telah
bekerja di banyak bidang, tapi ada satu hal yang tak pernah berubah,
yaitu kecintaannya terhadap energi.
Suatu waktu, ketika menjadi kepala seksi Bahan Bakar
Minyak (BBM)—sekarang urusan BBM dikendalikan di tingkat vice
president—salah satu tugas Ibrahim adalah membuat perkiraan
BBM untuk kebutuhan nasional. Untuk membuat perkiraan itu, ia
Catatan Penyunting: kado terindah untuk indonesia
20
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
21
mempercepat proses pengalihan dari minyak tanah ke gas,
diperlukan petugas penyuluh energi, yang akan menjelaskan kepada
masyarakat mengenai manfaat yang lebih baik dari gas dibandingkan
dengan minyak tanah.
Sebab, selama ini, minyak tanah sudah seperti hak masyarakat,
sama seperti sembilan bahan pokok lainnya, karena di awal Orde
Baru, minyak tanah dimasukkan di dalam program pemerataan.
Jadi sejak saat itu, masyarakat selalu menggunakan minyak tanah
untuk keperluan sehari-hari. Mereka mulai meninggalkan kayu
bakar.
Akibatnya, kalau mereka disuruh pakai kayu bakar lagi, ini
dianggap sebagai suatu kemunduran. Padahal, kayu bakar jauh
lebih murah biayanya dibandingkan dengan minyak tanah. Lebih
jauh lagi, masyarakat jadi sulit untuk diajak menggunakan energi
berbasis lingkungan lain seperti biomassa, misalnya dari kotoran
hewan. Padahal di negara maju, biomassa sudah digunakan secara
luas karena masyarakatnya sudah menyadari bahwa bahan bakar
fosil sudah semakin sulit dicari dan harganya mahal.
Penggunaan gas juga sesuatu yang anomali. Gas dulunya
dianggap sebagai energi orang gedongan. Padahal gas harganya jauh
lebih murah dari minyak tanah. Sekarang, ketika gas disosialisasikan
penggunaannya untuk masyarakat luas, mereka menolak karena
kekhawatiran yang tidak perlu. Takut meledak, takut terbakar dan
sebagainya, karena mereka belum pernah mencoba. Lagi-lagi, di
sini perlunya petugas penyuluh energi, sebuah gagasan yang sudah
dilontarkan Ibrahim sejak awal tahun 2000.
Baru-baru ini ia pergi ke Lombok, melihat pengolahan
tembakau di beberapa tempat. Dulu mereka semua pakai minyak
Bingungnya membuat perkiraan kebutuhan bahan bakar
nasional, menurut Ibrahim, karena kita masih menggunakan cara-
cara dan asumsi yang terlalu sederhana, sehingga tak bisa memotret
kebutuhan secara akurat. Dari pengalaman itu, ia mengambil
kesimpulan, perkiraan kebutuhan nasional juga didasarkan pada
batas subsidi yang bisa diberikan pemerintah. Jadi, bukan kebutuhan
yang sebenarnya. Tak heran bila kita seringkali mengalami
kelangkaan BBM.
Kini dewan energi nasional sudah dibentuk. Mereka bisa
melihat sumber energi lain. Ada batubara, air, panas bumi dan
lainnya. Seharusnya sumber energi ini dapat dijadikan pasokan sesuai
komitmen. Tapi dalam kenyataannya, kalau pasokan sumber energi
lain itu gagal dipasok, tak ada yang mencemaskannya. Tapi kalau yang
gagal adalah BBM, semua orang langsung naik emosinya.
Seperti pemikiran mengenai minyak tanah yang pernah
ditulisnya di media massa. Kebijakan minyak tanah itu merusak.
Harga minyak tanah seharusnya lebih mahal dari premium, lebih
mahal dari solar, karena proses pembuatannya lebih rumit. Tapi
di Indonesia, minyak tanah jadi komoditi energi yang paling
murah. Akhirnya minyak tanah digunakan oleh orang-orang yang
tidak tepat. Minyak tanah digunakan untuk bermacam-macam
keperluan. Untuk pabrik dan sebagainya, bukan semata-mata untuk
dapur orang-orang pedesaan, seperti yang ditargetkan sebelumnya.
Akibatnya biaya subsidi yang dikeluarkan pemerintah membesar
dan tidak jatuh pada sasaran yang semestinya.
Menyadari hal itu, sekarang pemerintah telah mengalihkan
penggunaan minyak tanah ke gas. Ini akan mengurangi
ketergantungan masyarakat terhadap minyak tanah. Untuk
Catatan Penyunting: kado terindah untuk indonesia
22
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
23
dituntut dapat menuntun masyarakatnya untuk menggunakan dan
memanfaatkan gas sebagai sumber energi yang berlimpah di daerah tertentu
seperti di Bontang. Dengan memanfaatkan gas yang ada di sekitarnya, tak
perlu mendatangkan bahan bakar minyak dari tempat yang jauh dan sulit
mengangkutnya sehingga memakan ongkos yang besar.
Pemerintah daerah bisa mengajak perusahaan sebagai mitra
yang akan membangun jaringan pipa dari sumber gas menuju
rumah-rumah penduduk, yang hasilnya bisa dibagi bersama-
sama. Pemerintah daerah mendapat pemasukan, masyarakat bisa
memperoleh energi yang lebih murah, pemerintah pusat juga tidak
terbebani oleh subsidi. Gagasan membangun Kota Gas juga sudah
dilontarkan Ibrahim sejak awal tahun 2000 antara lain di Taskap
Lemhannas. Pernah dibawa pula di seminar yang diselenggarakan
majalah TEMPO tahun 2004.
Kecintaan Ibrahim kepada republik ini juga ditunjukkan
melalui semangat mempertahankan Pertamina di Timor Timur.
Ketika itu, menjelang referendum 1999, Timor Timur dilanda perang
saudara, yang menginginkan dilaksanakannya jajak pendapat
untuk menentukan nasibnya: berintegrasi dengan Indonesia atau
memisahkan diri dan merdeka.
Akibat perang yang hebat, badan usaha milik negara Indonesia
ditinggalkan dan diambilalih oleh pemerintahan Timor Leste. Tapi
Ibrahim berpikir sebaliknya. Negara lain saja berebut masuk ke Timor
Timur untuk berbisnis, mengapa kita yang sudah berinvestasi besar
dan sudah 23 tahun berada di Timor Timur, harus lari?
Sebagai Pimpinan Unit Pembekalan dan Pemasaran Dalam
Negeri (PPDN) V yang membawahi wilayah pemasaran Jawa
Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Timor
tanah, sekarang sebagian dari mereka sudah pakai batu bara dan
briket. Hal itu menimbulkan kesan bahwa banyak inovasi yang bisa
dilakukan masyarakat, tapi harus dibantu oleh pemerintah.
Dalam analisis Ibrahim, pemerintah yang dimaksud bukan
pemerintah pusat, tapi pemerintah daerah. Daerah itu sendirilah yang
harus bisa memberi masukan kepada masyarakatnya mengenai energi
apa yang berlimpah di daerah itu sehingga harganya menjadi murah.
Pemerintah daerah harus memetakan daerahnya. Kalau
daerahnya kaya akan air, bisa membuat energi dari pembangkit tenaga
air. Masyarakat harus dituntun sehingga bisa memilih teknologi yang
tepat untuk dikembangkan menjadi energi yang murah.
Ibrahim juga melihat, peran pemerintah daerah juga
Ibrahim Hasyim mendapat Satya Lencana, yang disematkan oleh Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro
Catatan Penyunting: kado terindah untuk indonesia
24
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
25
betapa sulit memperolehnya. Tapi berkat kegigihan dan semangat
yang tinggi, MAN B&W akhirnya mau menguji Salyx, pelumas
Pertamina untuk kapal laut dengan hasil Letter of No Objection atau
direkomendasi untuk digunakan.
Ibrahim juga pernah mewujudkan mimpi Indonesia
mempunyai armada kapal supertanker sendiri, untuk mengangkut
kebutuhan minyak nasional, yaitu dua unit supertanker Very Large
Crude Carrier (VLCC).
VLCC adalah kebanggaan Indonesia, karena baru sekali itulah
Indonesia mempunyai kapal supertanker berbobot mati 260 ribu
DWT yang mampu mengangkut kebutuhan nasional BBM untuk
dua hari, atau panjangnya lebih dari tiga kali lapangan bola.
Baru beberapa menit setelah diserahkan dari galangan
pembuatnya di Korea Selatan, VLCC harus diserahkan kembali
kepada pemiliknya yang baru karena Indonesia memutuskan untuk
menjualnya.
Ini adalah ironi. Meskipun kemudian, karena VLCC itulah,
Ibrahim meraih gelar Doktor cum laude. Ada saja hikmah dibalik
kejadian. Tapi bagaimana pun, semestinya VLCC dicatat dalam
Museum Rekor Indonesia (MURI) karena kapal supertanker itu
pernah jadi dan milik Indonesia.
Semasa kariernya di Pertamina, Ibrahim Hasyim juga pernah
bekerja di Pertamina Aviation, unit usaha Pertamina yang melayani
pengisian avtur untuk pesawat terbang. Dua belas tahun lamanya
Ibrahim bertugas di Pertamina Aviation. Banyak pengalaman yang
dipetik. Antara lain pengalamannya berhadapan dengan konsumen
VIP dan pengalaman meluaskan jaringan depot di lapangan
terbang perintis yang tersebar di seluruh Indonesia. Dari seluruh
Timur, Ibrahim memutuskan untuk mempertahankan Pertamina di
Timor Timur. Perjuangan yang dilakukan ketika itu sangat berat,
karena para karyawan harus tetap menjual BBM di tengah desing
peluru yang keluar dari moncong bedil dari dua saudara yang
bertikai di Timor Timur. Belum lagi ancaman orang-orang yang
ingin mengambilalih aset Pertamina di Timor Timur.
Syukurlah, usaha itu membuahkan hasil. Hingga hari ini,
Pertamina masih tegak berdiri di Timor Leste. Banyak keuntungan
yang diperoleh Pertamina di Timor Timur, antara lain karena menjual
BBM dan non BBM dengan harga untung, sebelumnya Pertamina
menjual dengan harga subsidi. Sebagai apresiasi atas perjuangan
karyawan Pertamina di Timor Timur, Ibrahim menaikkan golongan
satu tingkat kepada semua karyawan yang terkait. Ibrahim sendiri
diberi penghargaan Satya Lencana Wira Karya.
Ibrahim pernah memimpin pemasaran pelumas Pertamina.
Kecemasan mulai terasa ketika pemerintah membuka keran impor
untuk pelumas asing. Ia dan tim mengolah strategi agar pangsa
pasar Pertamina tak banyak yang terambil. Salah satu pasar yang
ingin digenjot penjualannya adalah pasar pelumas untuk kapal laut,
yang membutuhkan pelumas dalam jumlah besar.
Untuk bisa masuk ke sana, perlu memperoleh surat
rekomendasi dari pabrik-pabrik mesin kapal laut. Berbekal surat
rekomendasi yang menyatakan pelumas Pertamina layak untuk
digunakan itulah, pelumas Pertamina bisa dipasarkan secara luas
kepada kapal-kapal laut yang beredar di seluruh dunia.
Ibrahim sendiri yang berhadapan dan bernegosiasi dengan
pembuat mesin Maschinenfabrik Augsburg Nurnberg (MAN) B&W,
mesin yang paling banyak digunakan oleh kapal laut. Ia merasakan,
Catatan Penyunting: kado terindah untuk indonesia
26
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
27
pengalaman itu, benang merahnya ada pada disiplin terhadap
pelaksanaan prosedur kerja pengawasan mutu produk dan fasilitas
yang tidak mengenal kompromi.
Tanpa terasa, tanggal 1 Mei 2009 adalah persis 40 tahun
Ibrahim berkecimpung di dunia energi Indonesia. Di Indonesia,
menurut teman-temannya, sangat jarang orang yang memiliki
pengalaman seperti Ibrahim, yang selama empat dasawarsa tetap
bergelut di dunia energi. Mereka lalu meminta Ibrahim membuat
kado yang indah untuk Indonesia, sebagai persembahan dan terima
kasihnya karena negeri ini telah membimbing hidup dan karir
Ibrahim di bidang energi.
Untuk itulah, dengan didorong oleh tiga orang perempuan
yang luar biasa, Syarifah (alm), Joy Sarabia dan Zulynda disusun
buku “Ibrahim Hasyim, 40 Tahun Bergelut Energi: BBM, Kapan
Selesai?”. Penyusunan buku ini juga tak lepas dari dukungan teman-
temannya seperti Toharso, Iqbal Hasan, Rifky Effendi Hardijanto,
Jackson Simanjuntak, Gusrizal, Arie C. Pranoto, Joni Harsono,
Rosalia Agus Setiorini, Emli Hasan, Hendrato Tri, Dani Adriananta,
Rustam Firdaus, Andianto, Hanggono T. Nugroho, Edy Moh.
Suhariadi, Mohammad Isrok, Vanda Arsianti. P, Irwan Adinata,
Kristiyanti, Prof. Ir. Djauhar Manfaat Ph.d, DR. Setyo Nugroho,
Dr. Ir. Zuhdan Fathoni, Em Samudra, Arif Firmansyah, dan Budi
Supriantoro.
Semoga buah pikiran, pengalaman dan perjuangan yang
dituangkannya di dalam buku ini, bisa menjadi inspirasi bagi
Indonesia untuk membangun ketahanan energi di masa depan.
uuuu
Catatan Penyunting: kado terindah untuk indonesia
28
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
29
3Peluang Dibalik Perang
Pertamina di timor timur
30
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
31
besar, karena dipasarkan dengan harga internasional.
Keinginan mempertahankan Pertamina di Timor Timur
terjadi ketika saya bertugas sebagai Pimpinan Unit Pembekalan dan
Pemasaran Dalam Negeri (PPDN) V, yang meliputi wilayah Jawa
Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur hingga
Timor Timur periode 1997-1999.
Gagasan saya mempertahankan Pertamina dilandasi alasan
yang kuat. Saya melihat negara-negara asing mencoba masuk ke
Timor Timur, seperti Australia yang getol berusaha memasarkan
BBM di sana. Thailand dan Vietnam juga berusaha masuk ke
Timor Timur karena ingin menjual bahan-bahan kebutuhan pokok
seperti beras dan palawija, termasuk bahan bangunan. Saya sangat
depot BBM Pertamina di dili
TTahun 2009 ini akan menjadi tahun yang istimewa bagi rakyat
Timor Timur, karena November nanti negeri bekas propinsi ke-27
Indonesia itu genap berusia 10 tahun. Bagi Pertamina, tahun ini juga
tentunya akan menjadi tahun yang istimewa karena hingga hari ini,
perusahaan minyak dan gas milik negara Indonesia itu masih bisa
mempertahankan bisnisnya di sana selama satu dasawarsa.
Eksistensi Pertamina di Timor Timur, tentu saja tak
mengalir begitu saja, tapi harus diraih dengan penuh pengorbanan,
perjuangan, keberanian dan kerja keras yang dilakukan seluruh
karyawan. Sebab, di tengah-tengah perang yang berkecamuk pasca
jajak pendapat yang menentukan nasib rakyat Timor Timur, para
karyawan Pertamina harus tetap menjalankan tugasnya seperti
biasa, yakni memasarkan Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk
keperluan masyarakat yang sedang bertikai.
Begitu mengerikan ketika menjalankannya, tapi begitu
bermaknanya hasil dari perjuangan itu, yang bisa kita rasakan
hingga sekarang. Sebab, waktu itu baru di Timor Timur inilah
Pertamina mendapat untung dari penjualan BBM. Nilainya sangat
PertaMina di tiMor tiMur: Peluang diBalik Perang
32
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
33
Indonesia dengan Pemerintah Timor Timur. Sebab, bagaimana
pemerintahan Timor Timur bisa membangun negeri impiannya bila
tak ada yang memasok bahan bakar?
Tanpa pasokan dari Pertamina, kebutuhan energi untuk
memasak, transportasi dan mesin-mesin industri tak bisa
digerakkan. Ekonomi bakal macet. Bila harus menunggu kucuran
bahan bakar dari negara lain, perlu waktu dan biaya yang tak sedikit
karena sarana dan fasilitasnya harus dipersiapkan terlebih dahulu.
Bila itu pilihannya, kebutuhan BBM untuk transportasi mungkin bisa
ditunda. Tapi untuk urusan dapur dan isi perut, bila sampai tak bisa
memasak karena tak ada bahan bakarnya, amarah masyarakat akan
menyala-nyala. Itulah kekuatan lain dari keberadaan Pertamina di
Timor Timur pada saat itu.
Di luar itu, saya melihat ada sesuatu yang besar yang bisa
didapatkan Pertamina dengan mempertahankan keberadaannya
di Timor Timur, yaitu kelangsungan bisnis itu sendiri. Selama ini
harga jual BBM di seluruh Indonesia ditentukan pemerintah melalui
Keputusan Presiden (Keppres). Harga jual ini merupakan harga yang
sudah disubsidi oleh pemerintah. Jika Timor Timur merdeka, maka
Pertamina bisa menjual BBM dengan harga internasional dan tentu
tanpa subsidi, karena wilayah ini bukan lagi bagian dari Indonesia.
Penjualan BBM dengan harga internasional, kelak bisa
pula menjadi pelajaran bagi Pertamina dalam mengembangkan
bisnisnya di luar negeri. Pengalaman ini bisa menjadi acuan bagi
Pertamina untuk mengembangkan penjualan eceran BBM dan non-
BBM Pertamina di pasar internasional di masa yang akan datang.
Dalam buku “Mengapa Pertamina Ada di Tim Tim”, yang
saya tulis dan diterbitkan pada tahun 2000, telah saya gambarkan
meyakini, bahwa perang bukan saja terjadi karena agenda politik,
tetapi juga ada muatan ekonomi. Karena itu, mengapa kita yang
sudah berada di Timor Timur dan telah menanam investasi yang
besar, justru harus lari?
Pertamina memiliki modal memadai untuk melanjutkan
bisnisnya di Timor Timur. Salah satunya adalah jaringan yang sudah
dibangun sejak tahun 1978 dan kondisinya masih cukup baik untuk
melayani wilayah dengan penduduk 800 ribu jiwa itu. Fasilitas
dan sarana telah dibangun Pertamina secara lengkap, antara lain
Depot Dili dan Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU) Komoro
serta dua unit Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).
Jika Pertamina hengkang, secara langsung fasilitas dan sarana itu
akan dinasionalisasi oleh pemerintah Timor Leste. Pembangunan
yang dilakukan Pertamina bakal berakhir seiring dengan perginya
Pertamina dari negara baru ini.
Pengalaman Pertamina di Timor Timur selama 23 tahun juga
takkan tertandingi oleh pendatang baru sekalipun. Secara geografis
lokasi Timor Timur sangat dekat dengan Indonesia sehingga
memudahkan akses bagi pengiriman bahan bakar. Kemudahan akses
ini akan membuat harga jual produk BBM dan non-BBM Pertamina
lebih kompetitif dibandingkan dengan harga pesaingnya, terutama
dari Australia. Potensi dan keunggulan ini semakin meyakinkan
bahwa mempertahankan Pertamina di Timor Timur merupakan
keputusan tepat.
Ketika itu, saya juga berpikir tentang kemungkinan Pertamina
Unit PPDN V dijadikan pilot project restrukturisasi Pertamina Dit.
PPDN jika Timor Timur merdeka. Keberadaan Pertamina di Timor
Timur bisa menjadi bagian penting bagi posisi tawar Pemerintah
PertaMina di tiMor tiMur: Peluang diBalik Perang
34
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
35
menjadi tidak ada artinya. Rakyat Timor Timur sendiri yang
akan menentukan nasib dan pembangunan negerinya, termasuk
pengelolaan aset strategis yang selama ini telah dibangun Indonesia
dengan susah payah, seperti infrastruktur dan jaringan distribusi
BBM yang telah didirikan Pertamina sejak 1978.
Karena itu, saya harus mempersiapkan langkah-langkah
yang akan diambil, terutama bila rakyat Timor Timur memilih
opsi menolak otonomi seluas-luasnya dan memilih merdeka. Akan
bagaimana jadinya nasib Pertamina di sana? Apakah dibiarkan
hilang begitu saja?
Di dalam rapat-rapat internal, masa depan Pertamina di
Timor Timur menjadi bahasan yang sangat hangat. Seorang staf
saya menegaskan bahwa Pertamina sudah menanam investasi yang
besar di Timor Timur. ”Kita sudah membangun dari nol sampai jadi
seperti sekarang ini. Kenapa setelah itu harus kita tinggalkan?”
Saya begitu lega mendengarnya. Tapi mempertahankan
Timor Timur pada saat itu, berarti harus berani menjual BBM di
tengah bunyi letusan senjata dari moncong bedil milik rakyat yang
tengah bertikai dan itu berarti ikut menyabung nyawa. Apalagi asap
dan api begitu hebat menyelimuti Dili. Begitulah suasana yang
dilaporkan R Suwarto, Kepala Depot Dili setiap kali menyampaikan
perkembangan situasi di Timor Timur.
Kepada saya, ia mengatakan bahwa mempertahankan
Pertamina di Dili adalah pilihan sulit, mengganggu nurani, mengusik
batin dan rasa nasionalisme. ”Untuk apa kita menyuplai bahan
bakar untuk keperluan rakyatnya? Bukankah mereka itu musuh-
musuh kita, yang tak menginginkan Indonesia lagi? Untuk apa kita
memakmurkan mereka?”
gagasan upaya dan rincian perjuangan yang dilakukan di sana,
yang kemudian pada tahun 2002, Presiden Megawati Sukarnoputri
memberikan penghargaan Negara kepada saya berupa “Satya
Lencana Wira Karya”. Buku itu saya tulis atas saran Direktur
Pertamina Hadi Nugroho. Kata beliau ketika itu, bila ada orang
yang bertanya tentang apa yang telah saya perbuat, yang ukurannya
melebihi rata-rata untuk Bangsa dan Negara Indonesia, buku itu
bisa menjadi jawabannya.
Kisah bertahannya Pertamina di Timor Timur berawal ketika
saya menyaksikan berita televisi, suatu hari di bulan Maret tahun
1999. Pemerintah Indonesia kembali mengadakan pertemuan
segitiga (tripartit) yang membahas masalah Timor Timur bersama
Portugal dan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di New York.
Dari pertemuan itu disimpulkan bahwa pemerintah Indonesia
menawarkan dua opsi kepada rakyat Timor Timur, yaitu menerima
otonomi seluas-luasnya atau menolak otonomi. Dalam bahasa
yang lain, tetap berintegrasi dengan Indonesia atau memilih untuk
memisahkan diri dari Indonesia dan membentuk pemerintahan
sendiri.
Untuk menentukannya, pemerintah Indonesia akan membuat
jajak pendapat yang dilaksanakan 4 September 1999. Dalam hati
kecil saya, keputusan Indonesia untuk melaksanakan jajak pendapat
pasti sudah dengan kalkulasi yang matang dan hasilnya rakyat
Timor Timur pasti akan memilih opsi untuk tetap berintegrasi
dengan Indonesia.
Tapi saya juga berpikir, bila rakyat Timor Timur secara
aklamasi memilih opsi untuk merdeka, berarti pembangunan
yang telah dilakukan Indonesia selama 23 tahun di Timor Timur
PertaMina di tiMor tiMur: Peluang diBalik Perang
36
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
37
(27 September 1999), serah terima Timor Timur dari Indonesia
kepada PBB (10 November 1999) dan berlangsungnya pemerintahan
baru yang saya perkirakan sekurang-kurangnya memakan waktu
tiga tahun sejak pemerintahan peralihan. Intensitas pendekatan
yang dilakukan di setiap momentum, harus dilakukan dengan
pendekatan yang saya sebut sebagai Strategi Tiga Pendekatan tadi.
Strategi yang dirancang dengan matang, pada prakteknya,
sangatlah membantu. Seluruh persoalan yang berkaitan dengan
Pertamina di Timor Timur bisa diselesaikan dengan cara yang
formal. Misalnya dalam hubungan Pertamina dengan penguasa
pemerintah setempat di Timor Timur.
Pendekatan keamanan dilakukan pada masa jajak pendapat,
pengumuman hasil jajak pendapat hingga mundurnya militer
Indonesia dan masuknya tentara Interfet, pasukan penjaga
perdamaian di Timor Timur, karena masa-masa itu adalah saat yang
paling rawan.
Kerusuhan misalnya, mencapai puncaknya setelah jajak
pendapat diumumkan dengan hasil 78,9 persen rakyat memilih opsi
merdeka. Hasil itulah yang menyulut amarah warga pro integrasi
sehingga pecah perang saudara. Tapi ini yang di luar dugaan: perang
ikut menyambar emosi penduduk lokal yang bekerja di Pertamina
Timor Timur. Karyawan lokal terbelah dua, antara yang pro integrasi
dan pro kemerdekaan. Mereka pun saling mendesak dan akhirnya
mengungsi ke hutan atau ke luar Timor Timur.
Di Dili, pertikaian lebih sengit lagi. Masyarakat yang pro
integrasi dan masyarakat yang mendukung pro kemerdekaan saling
menyerang. Semua yang berbau Indonesia dibumihanguskan.
Selain merusak rumah-rumah penduduk, aset Badan Usaha Milik
Bila karyawan pendatang seperti R Suwarto saja berpendapat
seperti itu, bagaimana dengan karyawan lokal yang bersilang
pendirian, yang pro integrasi dan pro kemerdekaan? Apakah mereka
bisa saling menerima hasil jajak pendapat, apa pun keputusannya?
Untuk mengetahuinya, saya terbang dari Surabaya ke Dili untuk
membuat ”jajak pendapat” di lingkungan Pertamina. Ini penting
diketahui, agar dapat dibuatkan alokasi karyawan pasca jajak
pendapat, yang diperkirakan akan mengalami kerusuhan yang
hebat. Hasilnya, apa pun keputusannya, karyawan lokal akan tetap
di Dili, sedangkan karyawan pendatang tetap bekerja di Pertamina
tapi di luar Timor Timur.
Sambil menunggu masa jajak pendapat, strategi
mempertahankan Pertamina dirancang. Dari rapat maraton yang
melelahkan, akhirnya ditemukan formulasi manjur berupa skenario
Strategi Tiga Pendekatan yaitu pendekatan formal, pendekatan
keamanan dan pendekatan bisnis.
Pendekatan formal artinya Pertamina akan terus mengikuti
tahapan-tahapan jadwal resmi yang menjadi acuan penyelesaian
masalah Timor Timur. Pendekatan keamanan artinya Pertamina
akan terus mengikuti perkembangan kondisi keamanan untuk
mengamankan operasi penjualan BBM Pertamina. Pendekatan
bisnis adalah pendekatan yang dilakukan untuk memasarkan BBM
dan non BBM Pertamina seluas-luasnya.
Saya juga membagi lima masa penting yang dapat
mempengaruhi eksistensi Pertamina di Dili, berkaitan dengan
momentum politik. Momentum itu adalah masa jajak pendapat (30
Agustus 1999), pengumuman jajak pendapat (4 September 1999),
mundurnya militer Indonesia dan masuknya Interfet ke Timor Timur
PertaMina di tiMor tiMur: Peluang diBalik Perang
38
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
39
Soal pengungsian, ada kisah menarik yang tak pernah saya
lupakan. Saat evakuasi karyawan, Kupang di Nusa Tenggara
Timur dipilih sebagai lokasi pengungsian karena jaraknya yang
dekat dengan Timor Timur. Semula mereka akan ditempatkan di
barak pengungsian umum sesuai dengan instruksi Gubernur Nusa
Tenggara Timur. Tapi, saya ingin mereka tidak berada dalam satu
pengungsian dengan warga lain dan saya tempatkan dalam satu
rumah dinas, yang kapasitas normalnya hanya untuk 10 orang,
tapi menjadi 70 orang karena para karyawan membawa sanak
familinya.
Jadi bisa dibayangkan betapa penuhnya rumah itu. Jamban
menjadi prioritas yang perlu diselesaikan, karena bisa dibayangkan
dengan satu jamban melayani seluruh penghuni rumah. Bila saya
saja tak bisa melupakan kisah ini, mereka yang diungsikan pun tak
akan pernah melupakannya. Hal ini bisa menumbuhkan loyalitas
bekerja di Pertamina, meski sudah berganti kewarganegaraan.
Di masa rawan itu, atas hasil diskusi saya dengan Direktur
Hadi Nugroho, dibentuk tim Satgas Pertamina yang bertugas
mempertahankan kegiatan pembekalan BBM dan pemasaran non-
BBM serta menjaga aset perusahaan. Tim Satgas yang dibentuk dua
hari setelah pengumuman jajak pendapat ini dipimpin R Suwarto
dan dibantu Nyoman Wetra sebagai wakilnya serta dua anggota
lain. Tim ini juga dibantu 13 orang penduduk lokal yang semula
bekerja di Pertamina.
Dalam situasi perang, apa pun bisa saja terjadi. Baru sepekan
tim ini menjalankan tugas, terbetik berita bila pasukan Indonesia
akan ditarik dan digantikan pasukan Interfet yang dipimpin Peter
Cosgrover dari Australia. Perubahan ini diperkirakan menimbulkan
Negara (BUMN) seperti Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT
Telkom, PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo), Perusahaan Daerah Air
Minum (PDAM) dan Radio Republik Indonesia (RRI) juga diserang
sehingga penghuninya merasa terancam. Para karyawan lari
tunggang langgang, sebagian besar keluar Dili melalui laut. Dalam
situasi terancam seperti itu, menunggu jadwal kapal yang sehari
rasanya seperti setahun.
Saya sendiri waktu itu sedang memeriksa minyak pelumas
yang ada di gudang pelabuhan Dili untuk diselamatkan, tiba-tiba
datang tentara milisi lokal mengepung dan mengancam. Pikir saya,
”Matilah saya.” Ketegangan berkurang setelah anggota tim saya,
penduduk lokal berkomunikasi dan saya diselamatkan. Tapi saya
diminta harus segera pergi. Sore itu juga saya langsung terbang ke
Kupang.
Dengan strategi pendekatan keamanan yang telah dirancang
jauh sebelum jajak pendapat diumumkan, Pertamina jadi lebih siap.
Pertamina telah meminta jaminan keamanan dari militer Indonesia.
Lobi-lobi di tingkat pusat pun telah dilakukan demi pengamanan
aset Pertamina di Timor Timur. Bentuk keamanan lainnya adalah
menjaga pasokan bahan bakar agar tetap sampai ke masyarakat.
Sebab, bila tidak, masyarakat yang sedang emosi bisa melampiaskan
kekesalannya dengan membakar depot dan SPBU Pertamina.
Evakuasi karyawan dan aset juga menjadi bagian dari
pendekatan keamanan. Caranya dengan tetap berkoordinasi dengan
aparat keamanan setempat, mengetahui titik-titik lokasi yang telah
ditetapkan menjadi sarana evakuasi seperti lokasi pengungsian yang
aman, jalur-jalur mengungsi, sarana transportasi untuk mengungsi
yang tersedia serta membuat jadwal waktu mengungsi yang tepat.
PertaMina di tiMor tiMur: Peluang diBalik Perang
40
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
41
menemukan karyawan yang betul-betul berani bertugas di Dili.
Tugas Tim Satgas sungguh tak ringan karena harus tetap menjual
BBM ke masyarakat. Saat itu, ada semacam kekhawatiran yang bisa
memicu amarah masyarakat: Pertamina enak-enakan menjual BBM
di tengah masyarakat yang sedang mengalami kesusahan. Bersyukur,
kekhawatiran itu tak menjelma jadi kenyataan. Yang ada adalah
terkumpulnya uang hasil penjualan yang mencapai Rp 800 juta.
Saat itu tak ada bank. Uang penjualan disimpan di filing
cabinet kantor, yang dijaga Nyoman Wetra. Ini sangat berisiko karena
bisa menimbulkan ancaman lain, yaitu perampokan. Saya memberi
perintah: “Cari kardus, isi uang, titip di pesawat Merpati yang bolak
balik Dili-Kupang, kirim. Saya yang tanggung jawab.” Alhamdulillah
begitu kardus dibuka di Kupang, tak ada selembar pun yang hilang.
Di tengah situasi kritis, api menjalar ke mana-mana dan aset
Pertamina terancam dihanguskan. Tim Satgas Pertamina menjalin
hubungan dengan Tim Satgas Indonesia yang bertugas menjaga
dan mengamankan aset milik Indonesia di Timor Timur. Salah satu
pertemuan pentingnya adalah ketika rapat di rumah gubernur Timor
Timur. Agenda pertemuan sebetulnya mengamankan rumah gubernur
yang dekat dengan Depot Dili. Tapi Tim Satgas Pertamina mengarahkan
pembicaraan agar keamanan Depot Dili bisa ikut dijaga. Pemikiran
yang disampaikan saat rapat adalah, bila rumah gubernur terbakar,
maka Depot Dili bisa ikut tersambar. Rapat pun berakhir dengan penuh
kelegaan: Depot Dili ikut dijaga militer Indonesia.
Kegigihan Tim Satgas Pertamina mempertahankan aset
perusahaan dan menyelamatkan satu-satunya BUMN Indonesia
yang tersisa rupanya tidak sia-sia. Paling tidak dukungan dari
Pemerintah Indonesia secara resmi mulai mengalir. Berdasarkan
kerusuhan yang lebih besar. Ada isu, milisi pro integrasi dan militer
Indonesia akan melakukan perlawanan terhadap Interfet. Isu lain
yang juga berkembang adalah adanya rencana perusakan aset vital
yang ada di Timor Timur, antara lain depot timbun BBM Pertamina.
Ada ketidakrelaan bila hasil pembangunan yang dirintis Indonesia
dinikmati oleh Timor Timur Merdeka.
Suasana Dili dan sekitarnya semakin mencekam. Pembataian
manusia terjadi di mana-mana. Kerusuhan yang semakin tidak
terkendali membuat semangat Tim Satgas jadi merosot. Satu per
satu anggota tim mengundurkan diri, tak sanggup lagi bertahan dan
memilih keluar secepatnya dari Timor Timur.
Situasi ini membuat Kepala Penjualan Santoso
Djoyohadikusumo yang bertugas ketika itu, menyarankan semua
anggota tim ditarik dari Timor Timur, tapi saya tolak. Saya melihat
Pertamina masih mempunyai peluang untuk tetap bertahan. Namun
ketika keinginan meninggalkan Dili datang dari anggota Tim Satgas
sendiri, saya tak bisa berbuat apa-apa. Krisis karyawan pun terjadi.
Menghadapi situasi ini—antara mempertahankan Pertamina dan
menjaga keselamatan para karyawan—, saya mengalami frustrasi
yang hebat.
Atas situasi itu, saya membuat strategi baru, yakni mencari
karyawan yang mau bertugas di Dili dengan cara “lelang”. Saya
hanya memberangkatkan karyawan yang berani bekerja di tengah
tekanan situasi perang. Cara ini mendapat sambutan dari karyawan.
Sekitar 10 orang memberanikan diri bekerja di Dili. Tapi karena
situasi yang terus memburuk, menyebabkan daya tahan karyawan
menurun dan akhirnya sebagian karyawan memilih keluar Dili.
Lelang pun kembali dilakukan karena hanya dengan cara itu, saya
PertaMina di tiMor tiMur: Peluang diBalik Perang
42
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
43
Martiono, dukungan yang sama juga datang dari Panglima Komando
Operasi dan Keamanan (Pangkoopskam) Mayjen Kiki Syahnakri.
Kepada Tim Satgas Pertamina yang bertugas di Dili, Mayjen Kiki
menegaskan bahwa Pertamina harus tetap menyuplai kebutuhan
BBM selama operasi militer di Timor Timur.
Saya jadi teringat dengan pernyataan Menteri Pertambangan
dan Energi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang saat ini menjadi
Presiden RI, setelah krisis Timor Timur terjadi. Dalam sebuah
rapat koordinasi, Menteri SBY mengatakan bahwa Indonesia
harus banyak belajar pada negara lain yang ikut menjadi pasukan
perdamaian dunia. Dikatakannya, dalam pasukan perdamaian itu,
biasanya negara-negara itu senantiasa membaca kebutuhan pasar.
Mereka mencari celah untuk kemungkinan berbisnis sehingga
setelah perang usai, ada tanda yang ditinggalkan dan produk dari
negara itu dengan mudah langsung menguasai pasar tanpa harus
melalui penetrasi yang sulit.
Pernyataan itu sepertinya pas dengan situasi di Timor Timur.
Pertamina telah menancapkan bisnisnya di Timor Timur dan itulah
satu-satunya peninggalan Indonesia yang bersisa. Sebab, buah
pembangunan yang dirintis selama 23 tahun, kini tinggal puing-
puing akibat kerusuhan massal yang dipicu pertikaian perang
saudara. Nyaris tak ada yang tersisa, karena seluruhnya dirusak
dan dibakar massa saat terjadi kerusuhan pasca jajak pendapat.
Dan BUMN Indonesia yang masih bertahan di Timor Timur adalah
Pertamina.
uuuu
Ketetapan Majelis Permusyarawatan Rakyat (TAP MPR) Republik
Indonesia, Pertamina tetap diminta menyalurkan BBM di Timor
Timur sampai ada keputusan lebih lanjut. Dalam TAP MPR itu
juga disebutkan bahwa karyawan Pertamina di Timor Timur harus
mendapat perlindungan keamanan dari aparat setempat.
Surat keputusan yang ditandatangani Menteri Dalam Negeri
Syarwan Hamid pada 13 September 1999 itu mulai menumbuhkan
optimisme bagi Pertamina di Timor Timur. Surat itu ibarat keran
yang selanjutnya mengalirkan dukungan dari sejumlah pihak
terhadap keberadaan Pertamina di Timor Timur. Sehari setelah
surat dari Menteri Syarwan diterbitkan, Dirut Pertamina Martiono
Hadianto turut memberi dukungan serupa.
Dalam surat yang ditulis oleh Direktur PPDN Hadi Nugroho
kepada saya, Dirut Martiono mengatakan bahwa perkembangan di
Timor Timur harus tetap diikuti. Beliau juga berpesan agar tidak
meninggalkan Timor Timur sampai saat terakhir. Pesan Dirut
Martiono dalam bentuk disposisi itu kemudian saya kirimkan ke
Kupang untuk diteruskan ke Timor Timur, untuk memacu semangat
Tim Satgas Pertamina.
Dalam kertas lampiran yang saya sertakan bersama surat
tersebut, saya sampaikan bahwa kita mendapat kehormatan
sekaligus tantangan menjalankan instruksi Dirut Pertamina. Saya
kembali meyakinkan mereka bahwa peluang dan kesempatan
mempertahankan BUMN perminyakan kebanggaan Indonesia
sudah di pelupuk mata. Sayang sekali jika peluang ini kita sia-siakan.
Sembari memompa semangat mereka, saya melampirkan surat itu
dengan satu kalimat doa: semoga Tuhan menolong kita.
Selain surat dukungan dari Menteri Syarwan dan Dirut
PertaMina di tiMor tiMur: Peluang diBalik Perang
44
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
45
Itu sebabnya, saya berkali-kali menegaskan kepada para staf bahwa
BBM harus tetap mengalir di Timor Timur, bila Pertamina ingin
tetap eksis di sana. Itulah kuncinya.
Barulah pada masa pemerintahan baru, pendekatan secara
bisnis murni dapat diaplikasikan secara utuh. Pertamina harus
menempatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang sesuai dengan
iklim bisnis internasional. Sejak pemerintahan peralihan yang
ditandai dengan diserahkannya pemerintahan Timor Timur oleh
Indonesia kepada PBB, harga BBM Pertamina disesuaikan dengan
harga internasional. Karena itu, Pertamina harus mengubah
paradigma bisnisnya dari menjual BBM secara monopoli dengan
harga subsidi, menjadi penjual BBM yang harus bersaing di pasar
global dengan orientasi memperoleh keuntungan.
Karena itu, satu hari menjelang diserahkannya Timor Timur
dari pemerintah Indonesia ke PBB, 10 November 1999, Pertamina
menaikkan harga BBM dan non BBM sebesar 150 persen dari harga
jual semula yang mendapat subsidi dan menerima pembayaran
dengan mata uang dolar AS.
Hanya saja, harga jual baru itu baru diberlakukan untuk
instansi asing. Untuk masyarakat, Pertamina masih menjualnya
dengan harga subsidi. Pertimbangannya, rakyat yang dalam keadaan
susah akan mudah terpancing emosinya dan berpotensi merusak
aset Pertamina yang ada di Dili dan Komoro. Kekhawatiran ini
bukan tanpa alasan, apalagi nyawa dan harta sepertinya sudah tidak
ada artinya lagi ketika itu. Barulah ketika penyerahan pemerintahan
peralihan dilakukan, situasi telah mereda dan keamanan mulai
terjamin, Pertamina menetapkan harga jual BBM dengan dolar AS.
Untuk memperluas bisnisnya, Pertamina membuka akses
PAScA MASUKNYA INTERfET, seperti sudah diperkirakan
sebelumnya, situasi mulai tenang. Saat-saat inilah, hingga masa
penyerahan Timor Timur dari pemerintah Indonesia kepada PBB,
adalah masa yang tepat untuk mulai menjajaki kemungkinan
dibukanya bisnis Pertamina seluas-luasnya. Masa ini merupakan
masa yang penting. Sebab, bila fondasi bisnis gagal dilaksanakan
di masa ini, kemungkinan besar Pertamina pun akan mengalami
kesulitan untuk menjalankan bisnisnya setelah Timor Timur
merdeka.
Dalam masa tiga tahun yang saya perkirakan, yakni setelah
referendum Timor Timur hingga dibentuknya pemerintahan baru,
perjuangan Pertamina di masa itu terletak pada kemampuan
Pertamina melakukan pendekatan terhadap penguasa pemerintahan
setempat sehingga Pertamina diijinkan tetap beroperasi di Timor
Timur. Selain itu, Pertamina juga harus mampu meyakinkan
konsumen bahwa Pertamina mampu dan tetap menyalurkan BBM.
PertaMina di tiMor tiMur: Peluang diBalik Perang
tim satgas Pertamina menerima kunjungan pasukan interfet di dili
46
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
47
Pertamina lebih murah. Posisi Dili yang terletak di bagian atas Pulau
Timor sangat tak menguntungkan bila bahan bakar didatangkan
dari Australia. Sebab, kapal pengangkut bahan bakar harus berjalan
mengitari pulau sebelum bersandar di pelabuhan Dili. Hal itu
menyebabkan biaya pengiriman BBM menjadi lebih mahal.
Dengan membeli BBM dari Pertamina, Interfet juga tak perlu
menyewa tanker besar yang diparkir di tengah laut sebagai floating
storage. Jadi, selain menghemat biaya pengangkutan, Interfet juga
tak perlu mengeluarkan biaya ekstra untuk menyimpan BBM di
tengah laut.
Pada akhir tahun 1999, Interfet memulai kontraknya yang
pertama dengan Pertamina senilai US$ 50 ribu. Sejak Januari 2000,
keberadaan Interfet digantikan Untaet. Belanja BBM Untaet jauh lebih
besar lagi. Pada periode Januari 2000 hingga Juni 2000 saja, Untaet
mengalokasikan belanja BBM untuk Pertamina sebesar US$ 2,5 juta.
Untuk memperoleh kontrak itu, Pertamina harus mengikuti
tender terbuka yang diikuti juga oleh Shell Australia, BP Australia,
Adagold Incorporation, CPC Taiwan dan dua perusahaan minyak
Singapura. Untuk memenangkan kontrak, Pertamina membuat
kajian berupa keunggulan yang bisa ditawarkan Pertamina.
Tim ini dipimpin DR Sumarsono, Pimpinan Unit PPDN V
yang menggantikan saya, dibantu tim Pertamina lainnya seperti
Dani Adriananta, Indra Edi Santoso dan Aswindarto yang datang
langsung mengikuti tender ke Darwin. DR. Sumarsono dan tim
menawarkan pemberian kredit selama satu bulan dan harga yang
disesuaikan setiap bulan, dua hal yang tak dapat dipenuhi peserta
tender lainnya. Kontrak Untaet pun dikantongi.
Pada kontrak yang kedua, Untaet tak lagi melakukan tender
seluas-luasnya kepada instansi yang ada di Timor Timur. Untuk
penjualan avtur, Pertamina membuka bisnis kepada seluruh armada
penerbangan dan badan dunia seperti Palang Merah Internasional
(ICRC), Deraya Airlines, US Army, Airnorth Australia, Badan
Pengurus Pengungsi Dunia (UNHCR) dan Badan Pangan Dunia
(WFP).
Saat itu, konsumen terbesar Pertamina adalah Interfet.
Sebagai badan PBB yang menjaga perdamaian di Timor Timur,
Interfet memerlukan bahan bakar dalam jumlah besar. Selain
gas Elpiji untuk keperluan memasak, Interfet juga membutuhkan
pelumas dan bahan bakar untuk kendaraan operasional.
Hanya saja, untuk memperoleh pesanan bahan bakar dari
Interfet, tak semudah membalik telapak tangan. Selain baku mutu
yang harus memenuhi standar, faktor keselamatan juga menjadi
perhatian. Karena itu, sebelum melakukan pemesanan bahan
bakar, sejumlah ahli bahan bakar Interfet datang ke Depot Dili
untuk memeriksa seluruh fasilitas depot, termasuk menguji apakah
pada saat pengambilan BBM dapat dilakukan dengan aman dengan
tingkat risiko kecelakaan sekecil mungkin.
Tim Interfet juga mengambil sampel BBM Pertamina di
Depot Dili untuk diuji ke Australia. Namun sampel tersebut
dinyatakan tak lolos uji. Ada kecurigaan waktu itu, ini pasti ada
yang tidak benar. Setelah ditelusuri, ternyata terjadi kesalahan saat
pengambilan sampel. Sampel kemudian diambil ulang dengan cara
yang benar dan hasilnya BBM Pertamina dinyatakan Release dan
direkomendasi untuk dikonsumsi.
Adapun keputusan Interfet membeli BBM dari Pertamina
dan tidak mendatangkan sendiri dari Australia, karena harga BBM
PertaMina di tiMor tiMur: Peluang diBalik Perang
48
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
49
umum yang mengatur prinsip dan praktek mengenai suksesi
sebuah negara. Masalah yang timbul sebagai akibat dari suksesi
bisa dilakukan melalui mekanisme pengaturan. Karena itu, negara
penerus bisa mendapatkan seluruh hak dan kewajibannya, tapi ada
juga yang tidak mewarisi seluruhnya.
Praktek internasional mengenai suksesi negara terkait
dengan aset. Ada yang seluruhnya diserahkan tanpa kompensasi.
International Law Commission telah merumuskan Vienna
Convention 1983 on Succession of States in respect of State Property,
Achives and Debts, tetapi belum berlaku karena syarat minimum
negara peratifikasi belum tercapai. Sementara Foreign Relations
Law AS section 209 mensyaratkan adanya kesepakatan negara
penerus dan negara sebelumnya mengenai suksesi aset.
Untuk memecahkan masalah itu, Pemerintah Republik
Indonesia dan Timor Lorosae memulai negosiasinya dengan
mengadakan Komisi Bersama Tingkat Menteri I, Oktober 2002. Hasil
dari pertemuan itu adalah ditetapkannya kategori aset, yakni milik
pemerintah, perusahaan negara, swasta dan pribadi. Pertemuan itu
juga mencari win win solution dan penyelesaian yang komprehensif
untuk masalah aset. Kemungkinan dilakukannya konversi aset milik
perusahaan negara menjadi equity atau penyertaan modal dalam
bentuk joint venture company juga jadi bahasan dari pertemuan
itu.
Pada tahun berikutnya, kedua negara bertemu kembali dalam
forum Komisi Bersama Tingkat Menteri II dan III, yang masing-
masing diselenggarakan pada September 2003 dan Juli 2005. Inti
dari pertemuan itu adalah adanya kemajuan perundingan. Kedua
pemerintah telah sepakat untuk menyelesaikan masalah terkait
terbuka, tapi langsung menunjuk Pertamina sebagai pemasok
bahan bakar untuk periode berikutnya, karena harganya dinilai
lebih kompetitif dibandingkan dengan yang ditawarkan perusahaan
minyak lainnya. Kontrak baru senilai US$ 16,06 juta kembali
dikantongi.
Dari penjualan BBM kepada instansi asing dan masyarakat
Timor Timur, pada periode Januari 2000 sampai September 2000
saja, Pertamina berhasil meraih laba sebesar Rp 10 miliar. Kontrak-
kontrak pertama yang menggiurkan itu, bagi saya dan tim yang
berjuang mempertahankan Pertamina di Timor Timur, seperti
menghapus semua ketakutan dan kekhawatiran yang pernah kami
alami selama perang berkecamuk. Pertamina di Timor Timur telah
berubah menjadi ladang dolar yang luas.
uuuu
PEPATAH LAMA ADA GULA ADA SEMUT, hingga saat ini masih terasa
maknanya. Setidaknya, begitulah yang dialami Pertamina di Timor
Leste. Keberadaan Pertamina selalu menjadi sorotan. Yang sedang
menghangat adalah status aset Pertamina di Timor Timur yang
mulai dipertanyakan—bersama dengan aset milik bangsa Indonesia
lainnya yang saat ini diambilalih pemerintahan Timor Leste.
Teguh Wardoyo, Direktur Perlindungan WNI & BHI Ditjen
Protokol & Konsuler Departemen Luar Negeri, beberapa waktu yang
lalu membuat presentasi mengenai masalah hukum penyelesaian
aset Indonesia di Timor Lorasae, yang secara spesifik juga menyoroti
tentang aset Pertamina di Dili.
Intinya, di dalam hukum internasional, tidak ada aturan
PertaMina di tiMor tiMur: Peluang diBalik Perang
50
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
51
yang terletak di Pantai Kelapa, Dili ini mempunyai daya tampung
2 x 1.200 kiloliter premium, 2 x 500 kiloliter kerosene, 2 x 1.200
kiloliter minyak solar, dan 500 kiloliter avtur yang ditampung dalam
6 tangki timbun. Sedangkan dua tangki DPPU di Komoro mampu
menyimpan 200 kiloliter avtur.
Dalam perspektif bisnis, ekonomi dan politik, aset tersebut
tentu sangat berharga. Selain daya tampungnya yang cukup besar
untuk ukuran Timor Leste, lokasinya di Pantai Kelapa sangat
strategis untuk pengiriman BBM melalui kapal tanker. Dengan
lokasi yang strategis itu, upaya sejumlah pihak untuk mengambil
alih (take over) aset Pertamina yang satu ini nyaris tidak pernah
berhenti. Rayuan dengan gaji besar, godaan, bujukan, hingga
tekanan agar Pertamina hengkang datang silih berganti ibarat cerita
bersambung yang tidak mengenal kata akhir.
Godaan pertama datang tak lama setelah pasukan Interfet
mendarat di Timor Leste pada 20 September 1999. Dua warga
Afrika Selatan yang menetap di Australia, datang berkunjung
ke Pertamina. Pada kunjungan awal mereka mengaku sekadar
berteman. Belakangan mereka mengaku sebagai pemilik perusahaan
distribusi BBM terkenal di Australia.
Mereka mengaku sudah membuka perusahaan distribusi
BBM yang akan memasok BBM ke seluruh pelosok Timor Leste.
Keduanya mengaku sudah membeli truk dan tangki dari Surabaya
yang didatangkan ke Timor Timur dalam waktu dekat. Mereka
mengajak Pertamina menjalin kerja sama. Pertamina sebagai
pemasok BBM dan mereka distributornya.
Ketua Tim Satgas Pertamina Nyoman Werta yang membaca
gelagat kurang baik segera menampik ajakan keduanya dengan
dengan aset BUMN. Departemen Luar Negeri RI (Deplu) akan terus
melakukan koordinasi dengan instansi terkait dalam menciptakan
strategi jangka panjang untuk penyelesaian aset milik BUMN,
swasta dan pribadi.
Untuk melanjutkan atas apa yang dicapai sebelumnya,
Deplu mendesak pertemuan komisi bersama ke IV di Timor
Leste. Kesepakatan lainnya, Deplu akan mendukung pemerintah
Timor Leste untuk mencari donor dari pihak ketiga untuk dapat
memberikan kompensasi atas aset milik Indonesia, sejauh ini
difokuskan pada aset pribadi dan swasta.
Pertamina menjadi satu-satunya aset Indonesia di Timor
Timur yang masih beroperasi. Aset yang dimiliki antara lain Depot
Dili, area penimbunan BBM yang dibangun pada tahun 1978. Depot
PertaMina di tiMor tiMur: Peluang diBalik Perang
depot BBM Pertamina di dili
52
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
53
Mozambik itu kerap menunjukkan sikap berbeda atas keberadaan
Pertamina di Timor Leste. “Sikapnya tidak diungkapkan langsung
secara lisan,” kata Toharso, Manager Marketing Representative
Pertamina Timor Leste yang pertama.
Pada masa awal kepemimpinan Toharso di Pertamina Timor
Leste, tekanan agar BUMN perminyakan ini hengkang pun tidak
pernah berhenti. Tekanan itu bukan saja datang dari pemain asing
yang mulai masuk, tapi juga dari warga lokal yang menggandeng
warga asing. Bahkan milisi pro kemerdekaan yang tersisa kerap
membuat keributan di sekitar Depot Dili untuk menakut-nakuti
karyawan Pertamina.
Selain menghadapi tekanan dari luar, Toharso dituntut
membenahi internal Pertamina dari pelbagai aspek. Mulai
ketersediaan sumber daya manusia sampai perbaikan sarana dan
fasilitas yang rusak. Menyediakan sumber daya manusia yang
memadai di tengah situasi yang bergejolak tentu bukan perkara
mudah. Karena itu Pertamina mengambil kebijakan memberhentikan
semua karyawan dan memenuhi hak-hak mereka seperti pesangon
dan lain-lain. Setelah diberhentikan, mereka diangkat kembali
sebagai karyawan baru. Mereka masih loyal dan bersedia bekerja
kembali, karena Pertamina juga memberi perhatian yang tinggi
kepada mereka, antara lain saat evakuasi penyelamatan ke Kupang
saat puncak perang saudara pecah pasca jajak pendapat 1999.
Selain membenahi aspek sumber daya manusia, Toharso
mulai merintis Pertamina Timor Leste layaknya perusahaan yang
harus menghidupi dirinya sendiri. Fokus pembenahan adalah
melengkapi dokumen dan data perusahaan agar bisa mengikuti
tender pengadaan bahan bakar minyak. Pekerjaan ini menjadi
alasan Pertamina belum bisa menjalin kerja sama bisnis dengan
pihak mana pun saat itu. Jawaban ini ternyata belum mampu
meyakinkan mereka untuk tidak lagi mengunjungi Pertamina.
Belakangan kedok mereka ketahuan setelah mereka bertanya kapan
Pertamina hengkang dari Timor Leste. “Dari pertanyaan itu kami
jadi tahu maksud mereka sebenarnya,” kata Nyoman.
Di Jakarta, gelagat serupa juga sangat terasa. Mulai dengan
cara yang agak keras dan memaksa, hingga dengan cara yang halus
dan bertahap. Suatu hari ada utusan yang mengaku dari Timor Leste
yang menghadap Martiono Hadianto, ketika itu Komisaris Utama
Pertamina. Utusan itu meminta kepada Pertamina agar mereka
dilatih untuk menangani operasi distribusi BBM.
Saya dihubungi sekretaris Dewan Komisaris Ramli Djafar.
“Pak Martiono minta pendapat Pak Ibrahim sebagai orang yang
mengerti Pertamina di Timor Leste,” katanya. Pada waktu itu saya
menjawab agar berhati-hati. Cari tahu siapa sebenarnya mereka,
karena jangan sampai kita salah melatih. Di sana ada beberapa
pihak yang ingin berbisnis BBM. Kalau mereka mengaku utusan
formal Pemerintah, tunjukkan legalitas formalnya.
Pertamina juga mendapat ancaman melalui rencana perluasan
Bandar Udara Nicolau Lobato yang bakal mengambil sebagian lahan
Pertamina. Bahkan otoritas setempat memaksa Depot Pertamina
menjadi open access untuk pembongkaran bahan bakar minyak
yang diimpor.
Berbagai tekanan itu masih ditambah lagi dengan sikap yang
ditunjukkan Revolutionary Front for an Independent East Timor
(Fretilin), partai terbesar dengan tokoh terkenalnya Marie Alkatiri.
Tokoh Fretilin yang lama berprofesi sebagai dosen hukum di
PertaMina di tiMor tiMur: Peluang diBalik Perang
54
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
55
ternyata memberikan dampak serius bagi Pertamina. Apalagi
setelah Marie Alkatiri terpilih sebagai Perdana Menteri Timor
Leste dan Xanana Gusmao sebagai Presiden. Dalam sistem
pemerintahan negara baru ini, Presiden hanya simbol negara yang
memiliki kekuatan veto terhadap kebijakan pemerintah, sedangkan
pengelolaan pemerintahan sepenuhnya berada di tangan Perdana
Menteri Marie Alkatiri.
Kekuasaan Marie Alkatiri yang begitu dominan dan terlebih
lagi didukung oleh partai Fretilin yang menguasai kursi parlemen,
membuat Pertamina lebih mawas diri. Tekanan terhadap Pertamina
dan upaya take over semakin sering terjadi. Bahkan dalam beberapa
kesempatan tekanan agar Pertamina hengkang itu datang dari
lingkaran dalam pemerintahan. Modus yang digunakan pun semakin
beragam. Salah satunya terjadi pada bulan Agustus 2002.
Sejumlah orang yang mengaku petugas National Directorate
for Land, Property and Cadastral Cervices (badan pertanahan
Timor Leste) mendatangi Depot Dili. Tak lama kemudian mereka
mengukur seluruh lahan yang digunakan oleh Pertamina. Begitu
selesai mengukur mereka menagih uang sewa kepada Pertamina
senilai US$ 1,9 juta tanpa memberikan perinciannya. “Saya dengan
tegas menolak dan tidak akan bayar,” kata Rifky Effendi Hardijanto,
Manager Marketing Representative Pertamina Timor Leste yang
kedua setelah Toharso.
Tekanan ini tentu saja mengagetkan Rifky yang baru bertugas
di Timor Leste sejak Juli 2002. Penolakan Rifky rupanya membuat
petugas badan pertanahan itu murka. Sepekan kemudian mereka
datang lagi ditemani seorang yang mengaku sebagai advisor National
Directorate for Land, Property and Cadastral Cervices yang berasal
pengalaman pertama bagi Pertamina dalam mengikuti tender
di luar negeri. Belakangan model dokumen yang dibuat Toharso
menjadi salah satu rujukan dalam tender-tender berikutnya yang
diikuti Pertamina.
Di samping menyiapkan sumber daya manusia dan
kelengkapan dokumen, Pertamina juga membenahi sarana dan
fasilitas yang rusak akibat kerusuhan besar pasca jajak pendapat.
Pembenahan sarana dan fasilitas yang rusak ini membutuhkan
waktu sekitar satu tahun karena terkendala tenaga dan peralatan
yang sebagian harus didatangkan dari Indonesia.
Sembari melakukan pembenahan internal, Toharso berusaha
terus menjalin komunikasi dengan banyak pihak, terutama PBB.
Marie Alkatiri sebagai Sekretaris Jenderal Fretilin, meskipun
menunjukkan sikap berbeda atas keberadaan Pertamina, tetap
dikunjungi untuk mengabarkan bahwa Pertamina akan melanjutkan
bisnisnya di Timor Leste.
Sikap yang ditunjukkan Alkatiri sangat berbeda dengan
Xanana Gusmao. Pemimpin kharismatik yang kemudian menjadi
Presiden Timor Leste yang pertama ini justru menunjukkan sikap
bersahabat dan sangat terbuka dengan kehadiran Pertamina. Dalam
sejumlah kunjungan staf Pertamina ke kediaman Xanana, mantan
tahanan politik Orde Baru ini mempersilakan Pertamina berbisnis
di Timor Leste sesuai dengan peraturan yang berlaku di negara baru
tersebut. “Sikap Xanana membuat kami yakin berbisnis di Timor
Leste,” kata Toharso. Sewaktu pertemuan dengan Direksi Pertamina
di Jakarta, sikap yang sama juga diperlihatkan. “Asal pekerjanya
orang Timor Leste,” kata Xanana.
Perbedaan sikap antara dua tokoh utama Timor Leste ini
PertaMina di tiMor tiMur: Peluang diBalik Perang
56
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
57
Bahkan pendekatan informal dengan anggota parlemen kelompok
oposisi juga dilakukan. Pertamina juga menggandeng wartawan
lokal untuk turut menyuarakan tekanan yang dihadapi Pertamina.
Model pendekatan ini cukup berhasil dalam sejumlah peristiwa
yang melibatkan Pertamina.
Sekitar bulan Desember 2002, Electridade de Timor Leste (ETL,
perusahaan listrik Timor Timur bekas PLN) menekan Pertamina agar
mengamankan pasokan untuk beberapa bulan ke depan. Tapi, pada
waktu bersamaan mereka menunggak pembayaran 6.000 liter solar
pembelian bulan sebelumnya. Alasan mereka menunggak karena
Pertamina tidak memenuhi performance yang mereka inginkan.
Mereka menekan dengan mengatakan, jika Pertamina tidak bisa
mengirim BBM, ETL akan melaporkan masalah ini ke pemerintah.
Ancaman itu rupanya tidak menggoyahkan Pertamina pada
keputusan semula: bayar tagihan bulan lalu, barulah solar dikirim.
Karena tak kunjung melunasi utang sampai tenggat yang diberikan,
Pertamina menolak mengirimkan bahan bakar untuk perusahaan
listrik ini. Akibatnya pasokan listrik di seluruh pelosok negara
padam karena Pertamina tidak mengirimkan bahan bakar.
Esok harinya semua telunjuk diarahkan pada Pertamina
yang dinilai tidak becus memasok bahan bakar bagi ETL. Kalangan
yang ingin Pertamina segera hengkang dari Timor Leste terus
mengungkit masalah ini dengan cara menggalang opini publik.
Tapi, hubungan yang baik dengan media lokal membuat Rifky lebih
leluasa menjelaskan masalah sebenarnya, yaitu ETL tidak membayar
tagihan padahal dananya sudah diberikan oleh PBB.
Penjelasan Pertamina bisa diterima dengan baik oleh wartawan
media lokal. Mayoritas pemberitaan media pada esok harinya justru
dari Australia. Kedatangan mereka bukan sekadar menagih klaim
uang sewa, tapi juga membawa surat mandat yang ditandatangani
Sekretaris Jenderal Departemen Luar Negeri Timor Leste.
Dalam surat tersebut, Pertamina diberi dua pilihan. Pertama,
membayar klaim sewa tanah senilai US$ 1,9 juta atau kedua, hengkang
dari Timor Leste dalam waktu paling lama dua minggu ke depan.
Kepada penasehat badan pertanahan tersebut, Rifky mengatakan
tidak bisa mengambil keputusan dalam waktu cepat karena masalah
ini merupakan masalah yang harus diselesaikan antar negara. “Saya
katakan pada mereka masalah ini kita bicarakan di tingkat yang lebih
tinggi yakni Joint Ministeral Committee (JMC),” kata Rifky.
Selain dilaporkan ke PBB dan Kantor Urusan Kepentingan
Republik Indonesia (KUKRI) di Timor Leste, ancaman pengusiran
juga dilaporkan ke Pertamina Pusat di Jakarta. Saat surat laporan
ancaman dan permintaan keberadaan Pertamina di Timor Leste
ditinjau kembali, kebetulan saat itu saya sedang menjabat sebagai
pejabat sementara Direktur Hilir Pertamina. Begitu membaca surat
usulan itu, saya memberi disposisi agar Pertamina harus tetap
dipertahankan di Dili.
Dorongan agar Pertamina bertahan ternyata juga datang dari
PBB. Laporan yang disampaikan Rifky mendapat respon positif
dari PBB. Dalam Monthly Performance Meeting dengan PBB yang
membahas kontrak pembelian BBM Pertamina, PBB menyatakan
akan mengagendakan masalah ini ke forum JMC di Denpasar, Bali
pada tahun 2002. “Saya akhirnya masuk sebagai anggota delegasi
JMC,” kata Rifky.
Meskipun menghadapi tekanan hebat dari pemerintah,
Pertamina Timor Leste tetap berusaha menjalin hubungan baik.
PertaMina di tiMor tiMur: Peluang diBalik Perang
58
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
59
yang terus didekati. Pertamina melakukan pendekatan kepada
Xanana Gusmao melalui program Corporate Social Responsibility
(CSR). Pertamina selalu hadir di garis depan jika terjadi bencana
kekeringan atau kebanjiran.
Pertamina juga memasuki ranah lain yang tidak kalah penting
untuk menunjukkan kepedulian kepada rakyat Timor Leste. Saat
kesebelasan sepakbola Timor Leste mengadakan pertandingan
ekshibisi dengan tim nasional Indonesia pada tahun 2003,
Pertamina turut berpartisipasi memberi bantuan. Pendekatan yang
terus menerus ini lambat laun mampu menarik simpati rakyat Timor
Leste. Selain makin dekat, produk Pertamina makin diminati karena
harganya paling murah dibanding produk BBM lain yang dijual Shell,
Phoenix, BP Australia maupun perusahaan minyak lainnya.
uuuu
BILA ERA ToHARSo adalah membangun fondasi dan era Rifky
memulai bisnis sekaligus bertahan atas tekanan yang semakin kuat,
era Joko Pitoyo dan Jackson Simanjuntak, manajer Pertamina yang
ketiga dan keempat di Timor Leste, adalah meningkatkan penetrasi
Pertamina di Timor Timur.
Saat ini Pertamina masih memimpin penjualan BBM dan non
BBM di Timor Timur, dengan menguasai pangsa pasar sekitar 60
persen. Pesaing terdekatnya adalah Petronas dan AKR, yang terus
getol melakukan ekspansi untuk menguasai penjualan di Timor
Timur.
Dengan jumlah penduduk 1 juta jiwa dan pasar terbesar
dari pemerintah Timor Leste dan instansi asing, Timor Timur
menjelaskan ketidakberesan ETL dalam melunasi utang pembelian
bahan bakar minyak sebagai penyebab petaka gelap dalam semalam
di seluruh pelosok Timor Leste. “Masyarakat Timor Leste akhirnya
mulai merasakan pentingnya keberadaan Pertamina di sana setelah
kasus padam semalam itu,” kata Rifky.
Menurut Rifky, sesaat menjelang akhir tugasnya di Timor
Leste sekitar tahun 2005, ia telah menyiapkan langkah antisipasi
skenario terburuk sebagai upaya mempertahankan bisnis Pertamina
di Timor Leste, sebagai suatu transisi bisnis yang independen,
apabila pemerintah Timor Leste melakukan upaya unilateral.
Antisipasi yang dilakukan adalah dengan membuatkan model
bisnis yang mengakomodir kepentingan pemerintahan Timor Leste,
yaitu membentuk BUMN minyak Timor Leste. Untuk penggalangan
modal, dananya dicari dari penyisihan setiap penjualan BBM
Pertamina di Timor Leste selama 10 tahun yang ditampung dalam
account bersama antara Pertamina dan pemerintah Timor Leste.
Dalam rentang waktu 10 tahun itu pula, sumber daya manusia
Timor Leste disiapkan yang nantinya bisa mengoperasikan bisnis
minyak di dalam negerinya. Selanjutnya, setelah modal kerja
terkumpul dan sumber daya manusia siap untuk mengoperasikan
bisnisnya, dibuatlah kontrak kerja sama 10 tahun kedua, yakni
perjanjian bulk supply antara Pertamina dengan pemerintah Timor
Leste. “Jadi, paling tidak Pertamina bisa mengamankan bisnisnya
sampai 20 tahun ke depan,” kata Rifky.
Pendekatan informal yang dilakukan Pertamina tidak hanya
sebatas menjalin hubungan dengan kelompok oposisi di parlemen
dan media setempat. Presiden Xanana Gusmao yang menaruh
respek dengan kehadiran Pertamina juga menjadi bagian dari pihak
PertaMina di tiMor tiMur: Peluang diBalik Perang
60
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
61
Dealer Operated (SPBU DODO). Sesuai namanya, SPBU DODO
dimiliki dan dikelola pengusaha lokal.
Dari SPBU DODO, juga keran bahan bakar depot timbun yang
dibuka untuk pembelian partai besar, Pertamina meraih penjualan
yang tak sedikit setiap tahunnya. Pada tahun 2006 misalnya,
Pertamina Timor Leste mampu menjual 30 ribu kilo liter BBM
dengan meraup keuntungan Rp 18 miliar.
Pada tahun 2007, seiring dengan berkurangnya aktivitas
badan-badan dunia seperti PBB yang bertugas di Timor Timur,
keuntungan Pertamina menurun menjadi Rp 16 miliar dari total
pendapatan penjualan sebesar Rp 223 miliar. Penjualan BBM
terbesar atau sekitar 40 persen berasal dari kebutuhan perusahaan
listrik Timor Leste.
sPBu dodo di dili
merupakan pasar yang lumayan untuk digarap. Tak heran bila
banyak pemain yang mencoba masuk ke Timor Timur. Hanya saja,
tak semua pemain bisa bertahan. Kendala utamanya adalah tak
sanggup bersaing harga dengan Pertamina, meskipun Pertamina
telah mengacu pada harga internasional.
Harga yang lebih murah ini karena akses Timor Leste
dengan Kupang cukup dekat. Selain itu, Pertamina mengirim
BBM menggunakan kapal tanker yang ditampung di Depot Dili,
sedangkan perusahaan lain menggunakan kargo dengan ISO Tank
yang menyebabkan harga jualnya lebih mahal.
Itu sebabnya, perusahaan minyak datang dan pergi, silih
berganti di Timor Timur. Beberapa waktu lalu, Tiger Fuel pernah
singgah di Dili. Perusahaan minyak asal Australia ini memasarkan
bahan bakar kendaraan dan mencoba menjual dengan harga yang
kompetitif. Namun belum genap setahun, Tiger Fuel ditutup.
Meski harga jual Pertamina sangat kompetitif, namun tak
berarti harus berpangku tangan. Sebaliknya, Pertamina harus terus
melakukan upaya terobosan agar bisa tetap eksis. Apalagi tahun
depan Timor Leste akan membuka badan usaha milik negara yang
bergerak di bidang minyak dan gas. Badan regulasi yang akan
mengatur telah dibentuk, yakni Petroleum National Authority (PNA).
Sumber daya manusianya juga tengah disiapkan. Pemerintahan
Timor Leste telah menunjuk perusahaan minyak Thailand PTT yang
akan menjadi pelatihnya.
Untuk mengantisipasi persaingan bisnis di Timor Timur,
Pertamina melakukan berbagai terobosan untuk mempertahankan
pangsa pasarnya. Salah satu terobosannya adalah membuat pola
kemitraan untuk kepemilikan SPBU melalui program Dealer Own
PertaMina di tiMor tiMur: Peluang diBalik Perang
62
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
63
4Impian Yang Akan Jadi Kenyataan
Kota GaS
Keberadaan Pertamina di Timor Leste yang terus memberikan
keuntungan ini tentu tidak akan terjadi jika sepuluh tahun lalu
Pertamina tidak memilih bertahan. Pencapaian positif yang
ditunjukkan Pertamina sampai hari ini merupakan bukti keputusan
mempertahankan BUMN perminyakan di Timor Leste merupakan
keputusan yang visioner.
Jika dilihat dari nominal pendapatan dan profit Pertamina
per tahun di Timor Leste, nilainya memang tergolong kecil atau
kira-kira hanya setara penjualan selama dua hari di Surabaya.
Namun ada manfaat lain yang lebih besar, yaitu pengalaman
pertama bagi Pertamina sebagai institusi yang mandiri di negara
lain. Selain dituntut mampu bertahan, Pertamina juga harus mampu
memenangkan persaingan di tengah negara yang masih dominan
dengan suasana anti-Indonesia.
uuuu
PertaMina di tiMor tiMur: Peluang diBalik Perang
64
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
65
jenis energi lain. Perjalanan hidup saya praktis seperti tercelup ke
dalam kawah energi dengan segala gerak yang ada di dalamnya.
Bekerja, berdiskusi, berseminar, berlatih, mengajar, berceramah,
menulis artikel, membuat buku sampai menjadi pengurus dan
anggota komunitas energi di dalam dan di luar negeri.
Pada ujian skripsi sarjana di Fakultas Ekonomi (extension)
Universitas Indonesia tahun 1979, menjelang ujian, Dr. John
Situmeang pembimbing skripsi saya menyerahkan sebuah buku
berjudul “The World Petroleum Market” by M.A. Adelman. Ia
meminta saya membaca buku yang dibawa dari University of
Gregon Amerika Serikat. “Kamu pernah sekolah minyak, bekerja
di perusahaan minyak, sekarang belajar ekonomi di Universitas
Indonesia. Saya akan tanya soal ekonomi minyak nanti di ujian
sayang gas dibuang
BBerapa lama lagi kita bisa menikmati minyak untuk sumber energi?
Mengapa masyarakat desa meninggalkan kayu bakar? Mengapa
mereka begitu menggantungkan pada minyak tanah? Mengapa
konversi energi untuk rakyat dari minyak tanah ke gas berlangsung
kurang mulus? Yang lebih ironis, Bontang misalnya, merupakan
kota yang kaya akan gas, tapi Bontang harus mendatangkan minyak
dari wilayah lain yang menguras ongkos pengiriman. Sementara itu,
gas Bontang dinikmati masyarakat nun jauh di sana, seperti Taiwan
dan Jepang.
Berbagai masalah mengenai energi begitu menarik untuk
dicermati. Sebab, energi adalah bahan pokok kehidupan manusia,
yang sama bernilainya dengan makanan. Tanpa energi, apakah kita
bisa makan dan minum? Energi diperlukan untuk memasak, sarana
transportasi, penerangan, memutar mesin dan sebagainya.
Perhatian saya terhadap energi bukan hanya karena bekerja
di perusahaan minyak dan sekolah di Akademi Minyak dan Gas
Bumi Cepu. Di luar itu, dalam kehidupan sehari-hari, saya justru
banyak belajar dan mendalami persoalan yang lebih luas terhadap
kota gas: iMPian yang akan jadi kenyataan
66
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
67
masyarakat internasional, mereka berusaha memproduksi bensin
dari cracking batubara.
Tentu pada awalnya sangat mahal, tetapi dengan riset yang
tidak kenal lelah, akhirnya bisa memproduksi petrokimia yang
mempunyai nilai tambah tinggi sehingga bisa mensubsidi harga
premium. Dengan tekanan dunia seperti itu akhirnya mereka
dapat memproduksi listrik yang melimpah. Setiap rumah gedeg
diberi listrik 15.000 watt. Ibarat pepatah, mereka harus bersakit-
sakit dahulu, tapi sejalan dengan itu melakukan upaya yang tidak
setengah-setengah. Mengagumkan memang, akhirnya mereka hidup
sekalipun diisolir. Pengetahuan dan pengalaman itu mempertajam
analisa saya tentang energi di Indonesia.
Kebijakan energi nasional yang dicanangkan sejak zaman
Orde Baru sangat baik, yaitu intensifikasi, diversifikasi, konservasi
dan indeksasi. Sejalan dengan isu yang berkembang pada waktu itu,
setiap ada pemikiran tertentu tentang energi saya tuangkan dalam
artikel di media massa. Pada awalnya lebih fokus pada konservasi
energi, yakni bagaimana kita menghemat energi terutama Bahan
Bakar Minyak (BBM).
Di harian Kompas edisi 16 Februari 1980 dengan judul “Segi
Lain yang Mendukung Penghematan Energi”, yang melukiskan
bahwa tahun 1978, BBM masih mempunyai peran 82,2% dari
total energy mix nasional, saya menyorot betapa perencanaan
pembangunan jalan, rambu dan pengoperasiannya sangat tidak
mendukung penghematan BBM. Penghematan BBM belum menjadi
pertimbangan utama dalam merancang prasarana jalan dan sarana
umum lainnya. Pemerintah pada waktu itu lebih menempuh cara
persuasif dengan himbauan dan penyuluhan, padahal tersedia cara
akhir sarjana. Saya tidak tanya materi di skripsimu,” katanya.
Seram saya mendengarnya karena ia berkata dengan logat
Batak yang kental. Apa yang akhirnya ditanyakan, adalah meminta
saya menggambarkan kurva supply demand bolak balik tentang
minyak dunia akibat perang Irak-Iran yang sedang berlangsung
waktu itu. Kami lalu berdiskusi sengit menganalisis pasar minyak
dunia saat itu.
Sejak itulah saya jadi getol mengunyah dan melahap setiap
berita minyak dan gas, seperti di majalah Petroleum Economist,
Opec bulletin dan lainnya. Berbekal pengalaman dan bacaan itu,
saya pun mulai menulis artikel tentang minyak bumi dan energi di
media massa nasional. Saya masih ingat betul, artikel pertama saya
dimuat oleh harian Kompas, 16 Februari 1980. Sejak itu saya terus
menulis hingga hari ini, meskipun tidak terlalu produktif. Artikel-
artikel saya kerap dimuat di harian Kompas, Merdeka, Suara Karya,
Seputar Indonesia, Investor Daily dan majalah Tempo.
Saya juga aktif sebagai pengurus Komite Nasional Indonesia-
World Energy Council selama 10 tahun, suatu lembaga yang kerjanya
mendiskusikan studi energi jangka panjang. Keanggotaan itu
mengantar saya menjadi anggota delegasi Indonesia di mancanegara.
Berbagai pertemuan internasional pun saya ikuti seperti di Turki,
Afrika Selatan, Thailand dan Amerika Serikat. Banyak pengetahuan
yang diperoleh. Saya juga bisa melihat pengalaman negara-negara
di dunia membangun dan mengembangkan energi bagi kelanjutan
kehidupan dan kebutuhan negaranya.
Pengalaman yang paling mengesankan adalah melihat
bagaimana seriusnya Afrika Selatan menyediakan kebutuhan
energinya pada rezim apartheid. Karena negara ini diisolir oleh
kota gas: iMPian yang akan jadi kenyataan
68
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
69
Tanah Air. Semua orang menggunakan minyak tanah. Konsumsi
meningkat dan minyak tanah sudah dianggap sebagai hak
masyarakat. Mau masak, pakai minyak tanah. Untuk penerangan,
pakai minyak tanah. Energi untuk industri kecil seperti pabrik tahu,
rotan, tembakau, perahu motor, mesin pertanian, semua pakai
minyak tanah.
Minyak tanah yang murah karena disubsidi, membuat
masyarakat pedesaan meninggalkan sumber energi yang tersedia
di lingkungannya. Orang desa tak lagi menjual kayu bakar untuk
lingkungannya. Mereka justru belanja minyak tanah, yang uangnya
tertarik ke Jakarta. Uang tidak menetap di desa, tidak berputar
di desa, tapi justru terbang ke kota. Perubahan itu, menurut hasil
penelitian Howard Dick “The Oil Price Subsidy Deforestation
and Equity, 1980”, ikut menyebabkan terjadinya kemiskinan di
pedesaan.
Pada artikel “Soal Minyak Tanah” yang diterbitkan di harian
Kompas, 29 Oktober 2004, saya menekankan, minyak tanah
merupakan suatu masalah yang harus dibahas secara rasional.
Masalah minyak tanah sensitif karena menyangkut kehidupan
masyarakat luas dan selalu ramai jika harga dinaikkan.
Kenaikan harga minyak dunia dalam 2 tahun terakhir ini
telah menginspirasi Pemerintah SBY-JK untuk menekan konsumsi
sekaligus mensubstitusi minyak tanah dengan Liquid Petroleum Gas
(LPG) yang dikemas dalam tabung 3 kilogram agar bisa dijangkau
oleh masyarakat berpendapatan rendah. Kebijakan ini menuai pro
kontra, tapi tetap berjalan meski secara perlahan karena terkendala
pembangunan infrastrukturnya.
Pengembangan infrastruktur LPG memang tergolong lambat.
lain yang lebih efektif seperti melalui kebijakan harga.
Kenyataan itu pula yang mendorong saya menulis artikel
“Minyak Solar Disubsidi” di harian Kompas, 9 Januari 1982 dan
“Konsumsi Tergeser Kepada Jenis BBM Bersubsidi” yang diterbitkan
harian Kompas, 10 Februari 1982. Intinya saya mengkritik bahwa
kebijakan harga BBM dalam negeri seperti tidak punya tujuan yang
jelas. Kenaikan harga BBM tanggal 4 Januari 1982 dipukul rata naik
66,6% untuk tiap jenis BBM dan tujuannya hanya untuk menekan
subsidi BBM yang diperkirakan mencapai Rp 2 triliun. Tidak
ada di sana pertimbangan dan upaya untuk menekan konsumsi
jenis BBM tertentu yang dalam jangka panjang akan menyulitkan
penyediaannya. Kebijakan harga BBM dalam negeri sangat
didominasi oleh hanya pertimbangan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara, terutama bagaimana menekan besaran subsidi.
Kebijakan harga BBM yang mensubsidi jenis BBM tertentu
menjadi murah secara perlahan telah memberi dampak teknologis.
Pada artikel “Dampak Teknologis Kenaikan Harga Minyak” di
harian Kompas, 17 Februari 1983, saya menulis bahwa kelanjutan
dari perubahan konsumsi BBM di masa mendatang akan sangat
tergantung dari kemampuan teknologi yang berkembang.
Inovasi teknologi yang muncul bermacam-macam, tapi
yang menyedihkan adalah timbulnya berbagai jenis mesin yang
menggunakan minyak tanah. Karena kebijakan, minyak tanah selalu
mendapat subsidi yang paling besar untuk menciptakan harga yang
paling murah. Ini merupakan buah dari kebijakan Orde Baru yang
sudah dimulai sejak awal tahun 1970-an, karena pemerintah ingin
menciptakan pemerataan.
Akibatnya terjadi penetrasi minyak tanah ke seluruh pelosok
kota gas: iMPian yang akan jadi kenyataan
70
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
71
tangki timbun, alat angkut dan fasilitas pengisian.
BBM harus diganti dengan gas sudah lama direncanakan,
bagaimana mendorong penggunaan BBG untuk kendaraan adalah
salah satu program yang sangat lambat jalannya. Pembangunan
Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) sudah dimulai awal
1990 di Jakarta, Surabaya dan Palembang. Hanya di Jakarta yang
berjalan lumayan.
Dari hasil peninjauan ke Prancis, Jerman dan Austria, di sana
saya melihat untuk kendaraan pribadi tidak jalan, yang jalan hanya
untuk perusahaan yang mempunyai armada kendaraan dalam
jumlah besar. Perlu dicari pendorong yang lebih efektif, termasuk
kebijakan harga BBM yang dapat menjadi stimulus bagi upaya
konservasi konsumsi BBM maupun upaya diversifikasi ke energi
alternatif yang cukup tersedia di negara tercinta ini. Sudah banyak
sesungguhnya upaya yang dilakukan.
Diversifikasi energi adalah kebijakan energi nasional yang
harus habis-habisan dilakukan untuk mengurangi ketergantungan
pada minyak bumi. Cadangan minyak bumi nasional semakin
berkurang, harga minyak dunia semakin meningkat, padahal
ketersediaan jenis energi alternatif banyak tersedia di dalam negeri.
Sumber energi, ada yang sudah diusahakan secara komersial,
ada pula yang masih non komersial. Pada tahun 1968 energi non
komersial masih berperan sebesar 71,5 persen.
Di harian Merdeka edisi 15 Juli 1985, saya menulis artikel
“Beberapa Masalah di Sekitar Pengembangan Energi Komersial”.
Saya menyoroti betapa naik turunnya kemajuan dari pengembangan
tiap sumber energi pada setiap Pembangunan Lima Tahun (PELITA)
meskipun ada yang diberi prioritas, ternyata sangat tergantung dari
Tangki timbun dan depot LPG hanya ada di beberapa lokasi seperti
di Medan, Palembang, Jakarta, Balongan, Semarang, Cilacap,
Surabaya, Bali, Balikpapan dan Makasar. Fasilitas pengisian juga
sangat terbatas. Pada tahun 2000, sebagai Kepala Divisi Pemasaran
Non BBM, LPG dan BBG, saya menggagas APEL (Agen Pengisian
Elpiji), yaitu keagenan yang diberikan pada lokasi yang jauh dari
depot dan fasilitas pengisian LPG yang ada. Tujuannya agar terjadi
perluasan wilayah pemasaran LPG.
Pada waktu itu lokasi seperti Mataram, Palu, Manado dan kota
propinsi di Kalimantan, tingkat konsumsi LPG terus meningkat.
Harganya sangat mahal karena harus diangkut dengan jarak yang
cukup jauh dari depot LPG. Dengan mendirikan APEL, harga bisa
ditekan lebih rendah karena APEL hanya menanggung ongkos
angkut, sedangkan untuk pengisian diberikan imbalan jasa.
Pada tahun yang sama saya juga menggagas pemasaran LPG
dalam tabung 6 kilogram dan ini adalah hasil penelitian saya untuk
skripsi Magister Management, dengan maksud untuk memperluas
pemasaran LPG menurut segmen kemampuan beli dan kebutuhan
konsumen. Pemasaran LPG sebelumnya hanya dalam bentuk
skid tank, tabung 50 kilogram dan yang terkecil adalah tabung 12
kilogram.
Konsumen restoran dan masyarakat di pinggir kota
membutuhkan tabung yang lebih kecil dan sudah ada perusahaan
swasta yang melakukan isi ulang dan memasarkannya. Ada
perusahaan Prancis waktu itu juga berminat untuk masuk dalam
segmen pasar ini. Saat ini malahan sudah dipasarkan yang lebih
kecil lagi menjadi 3 kilogram, tetapi kecepatan pertumbuhannya
sangat tergantung dari kecepatan pembangunan infrastruktur
kota gas: iMPian yang akan jadi kenyataan
72
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
73
di Gedung Bimasena Jakarta, 5 November 2008. Pertanyaan ini
sangat perlu dijawab, karena pengusaha memerlukan masukan
bagi perencanaan bisnisnya ke depan. Kata mereka, “Kami ingin
berpartisipasi, jadi kami ingin tahu ada peluang apa.”
Memang kemajuan pengembangan sumber energi non minyak
bumi, akan sangat tergantung dari banyak pihak. Pemerintah Pusat
akan sangat lelah sendiri, jika kebijakan yang masih terlalu ke Pusat.
Padahal partisipasi swasta dan yang terakhir adalah Pemerintah
Daerah sangatlah penting.
Undang Undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah dan Undang Undang No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah telah menempatkan
kekuasaan Pemerintah Daerah sebagai daerah kekuasaan untuk
membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan
aspirasi masyarakat, telah memberi peluang yang sangat besar pada
Pemerintah Daerah untuk berpartisipasi dalam pengembangan
sumber energi yang ada di daerahnya.
Pada Kursus Reguler (KRA) XXXIII, saya membuat kertas
kerja perorangan berjudul ”Pembangunan Energi Gas Guna
Menunjang Kebutuhan Masyarakat Dalam Rangka Menunjang
Pembangunan Daerah”, yang pada intinya bagaimana Pemerintah
Daerah ikut mengembangkan energi gas yang banyak tersedia dan
menyebar di seluruh Indonesia, khususnya keberadaan sumur
minyak marginal yang bisa diusahakan untuk memenuhi kebutuhan
energi masyarakat sekitarnya.
Konsep pemikiran itu didasarkan pada kenyataan, distribusi
cadangan gas di Indonesia cukup tersebar dan status tahun 2000
menurut sumber Pertamina adalah, Natuna sebesar 49,6 TCF,
naik turunnya harga minyak dunia.
Banyak kemajuan telah dicapai dari pengembangan sumber
energi. Sesuai arah pembangunan jangka panjang, maka pada
tahun 2025 energy mix nasional yang saat ini sangat tergantung
pada minyak bumi akan berubah. Batubara akan memegang peran
sebesar 33 persen, gas bumi 30 persen, minyak bumi 27 persen,
sedangkan sisanya adalah sumber energi seperti air, panas bumi,
biomassa, nuklir dan lainnya.
Bagaimana mencapai target tersebut dan bagaimana rumusan
kebijakan dan program aksi Pemerintah, adalah menjadi bahan
pertanyaan besar dalam pertemuan Round Table Discussion Energy
Scenarios 2050 yang diadakan Kamar Dagang dan Industri (KADIN)
kota gas: iMPian yang akan jadi kenyataan
eBtLainnya
realisasi dan target Komposisi Penggunaan energi nasionalSumber: deSdm
0%
80%
60%
40%
20%
100%
minyak Bumi
PLta Biofuel Batubara eBt Lainnya Gas Bumi minyak Bumi Panas Bumi
Panas Bumi
Gas Bumi
Batubara eBtLainnya
tenaga air Bio Fuel
1990
19911992
19931994
19951996
19971998
19992000
20012002
20032004
20052006
20072008
20092010
20112012
20132014
20152016
20172018
20192020
20212022
20232024
2025
74
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
75
berdekatan dengan sumber gas dan pasokan BBM ke lokasi tersebut
selama ini mendapat kendala dan biaya tinggi.
Di situlah pada tahun 2000, untuk pertama kalinya saya
melontarkan gagasan menyarankan agar kota Bontang, Samarinda
dan Jambi dibangun menjadi pelopor Kota Gas dan dapat diperluas
ke lokasi lain sepanjang tidak sulit pembangunan infrastrukturnya.
Mengapa Bontang? Mengapa Jambi? Bontang membutuhkan
pasokan minyak sekitar 600 ribu kiloliter per tahun. Untuk
memenuhinya, minyak didatangkan dari kilang Balikpapan melalui
sungai ke Samarinda dan sekitar 100 ribu kiloliter di antaranya
diangkut lagi dengan jalan darat sejauh 125 km ke Bontang.
Kesulitan itu masih ditambah dengan distribusi minyak
mentah untuk kilang Balikpapan yang didatangkan dari lokasi lain
yang jaraknya ratusan kilometer, termasuk dari luar negeri. Jarak
yang jauh itu, tentu saja memakan ongkos tinggi. Menurut catatan
saya pada tahun 2004, biaya mendatangkannya melalui sungai
berkisar Rp 40 per liter plus biaya angkut di darat ke Bontang
sekitar Rp 60-70 per liter. Ditambah lagi dengan margin SPBU
sekitar Rp 70 per liter, bisa dibayangkan besarnya biaya dan subsidi
pemerintah untuk pemenuhan BBM di Bontang dan sekitarnya.
Ada gagasan untuk menghemat, jarak Balikpapan-Samarinda-
Bontang kemudian hendak dipersingkat dengan jalan membangun
depo BBM di Bontang karena kebutuhannya yang terus meningkat.
Dengan dibangunnya sebuah depo, BBM akan lebih mudah
diangkut, disimpan dan didistribusikan ke seluruh pengguna yang
ada di Bontang. Semua kegiatan itu telah menggunakan prinsip
supply chain management yang baku dan kompleks.
Akankah ini menjadi solusi yang tepat, terutama untuk jangka
Sumatera 24,8 TCF, Jawa 12,5 TCF, Kalimantan 48,6 TCF, Sulawesi
0,8 TCF dan Papua 23,8 TCF. Cadangan tersebut ada yang dalam
bentuk besar ada pula cadangan marginal.
Strategi pembangunannya adalah dengan kebijakan harga,
relokasi subsidi BBM, pemberdayaan pelaku ekonomi nasional,
pemberian kesempatan Pemda, mendorong pemakaian gas dan insentif
ekonomi maupun non ekonomi. Upaya yang harus ditempuh meliputi
inventarisasi sumber daya energi yang ada, memberikan insentif untuk
pembangunan dan penggunaan, memberdayakan kemampuan daerah,
menyiapkan regulasi, sumber daya manusia, mendorong pemakaian
gas dan perlu segera diadakan proyek percontohan di lokasi yang
kota gas: iMPian yang akan jadi kenyataan
ibrahim hasyim mendapat ucapan dari Presiden gus dur saat lemhannas kra XXXiii
76
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
77
yang makin padat dan dangkal pada musim kemarau. Kesulitan
angkutan dirasakan cukup tinggi, ditambah lagi kandungan biaya
dan subsidi di dalamnya.
Sementara itu, di sekitar Jambi ditemukan beberapa
cadangan gas baru yang lumayan besar. Dari pengeboran eksplorasi
di koridor Jambi saja, terdapat cadangan gas sebesar 1,2 TCF,
belum lagi dari Beringin Kuang dan lapangan-lapangan di wilayah
Sumatera Selatan. Dengan kandungan gas yang cukup itu, Jambi
seharusnya bisa dijadikan Kota Gas. Untuk memenuhi kebutuhan
energi wilayahnya, yang diperlukan adalah membangun pipa dan
mendistribusikan ke seluruh rumah dan industri yang ada di sana.
Dengan mengandalkan gas di wilayahnya sendiri, Jambi tak
perlu lagi mendatangkan BBM sebanyak 400 ribu kiloliter dari
Kilang Plaju, melalui sungai yang berliku-liku dan dangkal pada
musim kemarau. Itulah yang mendorong saya untuk menulis lagi.
Saya menawarkan konsep pengembangan energi alternatif bukan
pada pendekatan komoditi, tetapi pada pendekatan wilayah.
Di majalah Tempo edisi 12 Desember 2004 dengan judul
“Menggagas Kota Gas”, pemikiran membangun kota gas di Bontang
dan Jambi saya lemparkan lagi ke publik. Salah satu tanggapan yang
saya terima adalah dari konsul jenderal Singapura yang menyatakan
tertarik dengan gagasan Kota Gas. Ia minta bertemu dan meminta
saya sekaligus membawa hitungan rinci termasuk perhitungan tekno
ekonomisnya. Saya jawab, saya ini jurnalis, apa yang saya sampaikan
adalah pemikiran awal yang masih harus dibuat studi yang lebih rinci.
Saya sangat senang dengan dialog itu, karena ada yang memberi
tanggapan sekalipun itu dari pihak negara sahabat. Mereka tertarik
untuk melihat apakah kota Singapura mempunyai potensi untuk itu,
panjang dengan harga BBM dan subsidi yang terus meninggi?
Agaknya rencana itu perlu dikaji ulang. Bontang adalah daerah yang
mempunyai cadangan gas 27,8 TCF yang tak akan habis dimanfaatkan
sampai 40 tahun mendatang. Dengan cadangan sebesar itu, di masa
yang akan datang seharusnya tak perlu mendatangkan minyak yang
mahal dan sulit pengurusannya dari lokasi lain untuk memenuhi
kebutuhan bahan bakar di Bontang dan sekitarnya.
Kalaulah dibangun jaringan pipa ke seluruh rumah-rumah dan
industri yang ada di Bontang dan Samarinda dengan biaya investasi
sekitar Rp 2 juta per rumah, secara potensial dalam jangka panjang
pemerintah tidak perlu lagi menyubsidi BBM jutaan dolar untuk
wilayah itu. Hitung-hitungan ongkos transportasi BBM saat ini, yang
mencapai puluhan miliar rupiah setiap tahunnya, akan dapat menutup
investasi pipa yang dapat dipakai bertahun-tahun. Jepang, Taiwan
dan Korea yang jauh saja bisa membakar gas dari Indonesia, mengapa
masyarakat Bontang sendiri belum bisa memanfaatkannya?
Dari ilustrasi itu, maka yang disebut Kota Gas adalah kota
yang di lokasi itu terdapat cadangan gas yang cukup. Kota Gas
adalah kota dengan sumber energi utamanya adalah gas. Ya untuk
memasak, untuk penerangan, untuk industri dan untuk kendaraan.
Energi lain seperti BBM bukan lagi menjadi sumber energi utama.
Kendaraan yang keluar wilayah dirancang menggunakan dual fuel.
Kalau mau pakai bensin, tinggal switch ke BBM.
Kota Gas juga bisa digagas pada kota yang di sekitarnya ada
lapangan gas marginal atau skala menengah, tapi selama ini sering
menghadapi kesulitan besar untuk mendatangkan BBM. Ambil
contoh adalah Kota Jambi, tempat kebutuhan BBM didatangkan
sekitar 400 ribu kiloliter per tahun dari kilang Plaju melalui sungai
kota gas: iMPian yang akan jadi kenyataan
78
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
79
selanjutnya, Tarakan merupakan kota yang paling siap dijadikan
Kota Gas. Selain karena pasokan gas telah tersedia dan permintaan
memadai, Pemerintah Kota Tarakan aktif menjemput bola
dengan mengajak pihak swasta seperti Medco untuk membangun
infrastruktur jaringan Kota Gas. Kelak, ketika rumah tangga di
Tarakan telah memanfaatkan gas, jumlah penghematan minyak
tanah bisa mencapai 17.439 kiloliter per tahun.
Berbekal kesiapan itu, Tarakan ditetapkan sebagai Kota Gas
yang pertama di Indonesia. Pembangunan sedang dimulai, yang
direncanakan akan diresmikan Presiden pada tahun 2010. Kota ini
juga diproyeksikan sebagai pilot project pembangunan sembilan
Kota Gas sampai tahun 2014. Dalam jangka panjang, direncanakan
akan ada 30 kota lain yang menyusul secara bertahap.
Pada tahun ini, proyek Kota Gas di Tarakan sudah mencapai
tahap Front End Engineering Design (FEED) dan Design
Engineering & Design Construction (DEDC). Dari hasil kajian BPH
Migas, Kota Gas di Tarakan hanya membutuhkan 1,2 juta standard
meter kubik per hari. Kebutuhan ini jauh di bawah permintaan gas
untuk listrik yang mencapai 10 juta standard meter kubik per hari.
Penghematan yang bisa didapatkan dari pembangunan
Kota Gas cukup besar. Program gasifikasi di sembilan kota itu bisa
menghemat subsidi minyak tanah sampai Rp 531,65 miliar jika
proyek Kota Gas sudah berjalan. Bahkan kota Balikpapan saja akan
menghemat biaya subsidi minyak tanah hingga Rp 128 miliar per
tahun ketika sembilan Kota Gas ini beroperasi.
Untuk membuktikan penghematan yang bisa diperoleh dari
pembangunan Kota Gas, kita bisa mengambil contoh komparasi
harga antara gas dan minyak tanah di daerah lain seperti Jakarta.
mengingat sudah ada pasokan gas dari Sumatera dan Natuna.
Pada tahun 2007 saya terpilih menjadi salah satu Komite
Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Migas). Komite BPH Migas terdiri
dari 9 orang yang ditunjuk setelah melalui Fit and Proper Test DPR
dan diangkat oleh Presiden. Satu orang diantaranya menjadi Ketua
dan sekaligus merangkap sebagai Kepala BPH Migas. Pada waktu
itu saya mengetahui ada rencana membuat cluster gas bebas minyak
tanah di Blora Jawa Tengah. Di sekeliling Blora ada cadangan
gas, tetapi Blora bukan lokasi yang sulit untuk penyediaan BBM.
Membangun gas kota adalah mungkin, tetapi membangun Kota Gas
tidak memenuhi kriteria seperti yang saya maksud.
Pada tahun 2008, BPH Migas memperluas pengkajian di
sembilan kota yakni Tarakan, Samarinda, Balikpapan, Bontang,
Sorong, Lhokseumawe, Jambi, Prabumulih dan Semarang. Fokus
studi masih terbatas pada penggantian minyak tanah ke gas di
sektor rumah tangga.
Hasil studi di Tarakan memperlihatkan kelayakan ekonomis
bila harga jual gas bumi untuk konsumen rumah tangga pada
asumsi tertentu adalah sebesar Rp 3.287 per m3, Samarinda
sebesar Rp 4.842 per m3, Balikpapan sebesar Rp 4.700 per m3,
Bontang sebesar Rp 3.668 per m3, Sorong sebesar Rp 3.408 per m3,
Lhokseumawe sebesar Rp 4.039 per m3, Jambi sebesar Rp 4.023
per m3, Prabumulih sebesar Rp 4.233 per m3 dan Semarang sebesar
Rp 3.709 per m3. Ini adalah langkah yang maju dan secara potensial
merupakan langkah yang semakin memperdekat bagi pembangunan
Kota Gas seutuhnya, yaitu sebuah kota yang kebutuhan energi
utamanya bersumber dari gas.
Di antara sembilan kota itu, berdasarkan kajian BPH Migas
kota gas: iMPian yang akan jadi kenyataan
80
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
81
sedangkan untuk 150 Kepala Keluarga di Madura membutuhkan
biaya Rp 8.955.000.000.
Mendorong pemakaian gas yang lebih luas untuk menjadi
sumber energi terbesar kedua dalam bauran energi nasional setelah
batubara, bukanlah hal yang hanya cukup di kerjakan dengan cara
business as usual. Diperlukan banyak hal yang lebih dari biasa.
Membangun impian Kota Gas adalah sebuah fundamental
yang monumental, yang harus dilakukan bersama antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan harus diiringi
dengan membangun kesadaran masyarakat akan keunggulan gas
dibanding BBM. Ini adalah sebuah kesadaran yang telah dilakukan
oleh masyarakat konsumen gas di Singapura, Jepang, Korea dan
Taiwan, yang memperoleh pasokan gas dari Indonesia. Membangun
kesadaran itu adalah suatu pekerjaan yang harus dimulai hari ini.
uuuu
Harga gas tanpa subsidi di Jakarta Rp 2.618 per meter kubik pada
tahun 2009. Sedangkan harga minyak tanah bersubsidi mencapai
Rp 2.700. Harga ini bisa melonjak drastis jika distribusi minyak
terganggu. Contoh lain di Cirebon. Harga gas tanpa subsidi Rp 1.714
per meter kubik dan minyak tanah bersubsidi Rp 2.500 per liter.
Membangun Kota Gas memang membutuhkan investasi yang
besar. Dalam perhitungan BPH Migas, kebutuhan infrastruktur Kota
Gas memerlukan biaya Rp 1-3 juta per rumah tangga. Pengembangan
mekanisme Kota Gas juga membutuhkan pasokan gas minimal 2 juta
kaki kubik per hari yang mampu memasok kebutuhan 36 ribu keluarga.
Untuk mendapatkan harga yang ekonomis, BPH Migas telah
membahas kepastian pasokan dengan Kontraktor Production
Sharing Migas seperti Medco, Pertamina, Provident, dan Energy
Equity. Harga beli gas dihitung berdasarkan harga keekonomian
dari yang paling murah US$ 2,5 per MMBTU untuk kota Sorong dan
yang termahal US$ 5,6 per MMBTU untuk kota Prabumulih.
Disamping kajian BPH Migas, Perusahaan Petrogas Jatim
Utama bersama tim dari Staf Ahli Menko Ekuin Bidang Migas, pada
tahun 2008 juga melakukan survey lapangan migas di Sumenep,
Pamekasan, Sampang, Bangkalan, Gresik, Surabaya dan Mojokerto
untuk melihat kemungkinan pemanfaatan gas dari sumur-sumur
tua dan sumur dangkal.
Dari studi awal disimpulkan, potensi shallow gas ada puluhan
BSCF di Madura dan ratusan di Jawa Timur Utara. Secara geografis,
wilayah tersebut merupakan sentra ekonomi dan padat penduduk,
sehingga sangat potensial untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga
menggantikan minyak tanah. Untuk pilot project di Mojokerto
1000 Kepala Keluarga membutuhkan biaya Rp 24.775.000.000,
kota gas: iMPian yang akan jadi kenyataan
82
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
83
5Konsultan Rakyat, Penyelamat Kita
PenyuLuh enerGi
84
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
85
penyuluh pertanian. Pengalaman menunjukkan bahwa penyuluhan
pertanian di Indonesia telah memberikan sumbangan yang besar
dalam program pembangunan pertanian. Sebagai contoh, program
Bimbingan Massal (Bimas) penyuluh pertanian telah mengantarkan
bangsa Indonesia mencapai swasembada beras pada tahun 1984, yang
dilakukan melalui koordinasi yang ketat dengan instansi terkait.
Pada pelaksanaan program Bimas penyuluhan pertanian,
program ini terkesan dilakukan dengan pendekatan pemaksaan.
Petani dipaksa melakukan kegiatannya dengan menggunakan
Memanfaatkan energi di sekitar lingkungan
MMereka bukan ahli bisnis, tapi mereka bisa menghitung biaya produksi
yang bisa dihemat. Mereka bukan ahli dapur, tapi bisa memilihkan
bahan bakar yang tepat dari sumber yang berlimpah. Mereka bukan
ahli komunikasi, tapi bisa menjelaskan seluk beluk energi dengan
gamblang.
Mereka adalah Penyuluh Energi Lapangan (PEL), sebuah
profesi yang masih asing di telinga kita, tapi barangkali ada yang
masih ingat dengan Penyuluh Pertanian yang sangat dikenal di
zaman Pak Harto dulu. Konsepnya hampir sama. Kalau penyuluh
pertanian mengedukasi petani, mulai dari mempersiapkan lahan,
memilih bibit, merawat tanaman, mempersiapkan panen dan pasca
panen, maka penyuluh energi mengedukasi masyarakat mengenai
penggunaan energi yang tepat.
Pemikiran tentang Penyuluh Energi telah lama saya pikirkan,
tetapi untuk pertama kalinya saya lontarkan dalam Kertas Karya
Perorangan di Kursus Reguler Angkatan XXXIII Lemhannas
mengenai pembangunan energi gas di daerah.
Ide menggagas penyuluh energi, hampir serupa dengan
Penyuluh energi: konsultan rakyat, PenyelaMat kita
86
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
87
Program konservasi dan diversifikasi energi menjadi keharusan.
Program ini dicanangkan di mana-mana. Mari menghemat BBM,
mari gunakan sumber energi yang bukan BBM. Menjadi pertanyaan
besar, apakah himbauan ini jadi mudah untuk dilaksanakan?
Kesadaran dan pengetahuan tentang bagaimana menghemat
dan bagaimana memilih jenis energi, memang telah cukup meluas
pada masyarakat industri, akan tetapi pada masyarakat pedesaan
dan rumah tangga masih sangat minim. Publikasi-publikasi tentang
hemat energi belum begitu efektif menuntun masyarakat terutama
masyarakat di pedesaan.
Sebagian besar dari wilayah Indonesia sudah saya jalani. Seratus
persen ibukota propinsi dan lebih dari 60 persen kota kabupaten,
kecamatan dan desa sudah saya lalui. Saat menjelajahi Nusantara
itu, saya lebih senang melalui jalan darat jika memungkinkan untuk
dicapai.
Semasa saya menjabat Kepala Penjualan wilayah Sumatera
Bagian Utara dan Pimpinan Unit Wilayah Sumatera Bagian Selatan,
maka praktis sebagian wilayah Sumatera mulai dari Aceh sampai
Lampung sudah dijelajahi. Dari Banten sampai Banyuwangi juga
sudah saya tempuh, sambil dinas ataupun pakansi.
Dili di Timor Leste dan kota-kota di sepanjang Nusa Tenggara
sampai ke Denpasar juga sudah saya singgahi, selama menjabat
Pimpinan Unit Wilayah Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat
(NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Timor Timur. Saya juga telah
menjalani rute dari Manado sampai Makassar dan Kendari, selama
menjadi Kepala Penjualan Sulawesi dan dalam berbagai kesempatan
dinas di seluruh Kalimantan. Begitu juga selama menjadi Kepala
Cabang Pemasaran Ambon. Praktis semua pulau besar di Maluku
teknologi tertentu, sehingga petani terpaksa melakukannya dan
kemudian akhirnya petani biasa melakukannya.
Mendorong pemakaian gas pada semua sektor kehidupan
masyarakat, di rumah tangga, di pabrik maupun kendaraan bermotor,
memerlukan sosialisasi untuk menjelaskan manfaat teknis, manfaat
ekonomi dan manfaat lingkungan hidup. Sosialisasi dilakukan melalui
semua jalur komunikasi, melalui jalur formal maupun jalur non
formal. Untuk kegiatan seperti ini diperlukan adanya tenaga penyuluh
energi yang dapat menilai dan merekomendasikan penggunaan jenis
energi yang tepat.
Indonesia sejak awal 70-an mulai lebih akrab dengan Bahan
Bakar Minyak (BBM) sebagai sumber energi. Penetrasi BBM secara
perlahan menyebar ke seluruh pulau, di kota dan juga secara perlahan
terus merambah ke desa. Di pedesaan makin hari makin lupa
bagaimana menggunakan sumber energi yang ada disekelilingnya.
Di dapur sudah tidak ada tungku lagi, yang ada kompor. Tidak ada
kerbau membajak sawah lagi, tidak ada dayung sampan lagi, semua
pakai mesin, semua pakai BBM. Ini katanya pertanda modernisasi,
pertanda status kesejahteraan masyarakat meningkat. Setelah harga
minyak dunia semakin tinggi, maka dunia sadar penyediaan energi
tidak boleh lagi sangat tergantung pada BBM.
Pada harian Merdeka 23 Oktober 1980 saya menulis, bahwa
menggantungkan sesuatu terhadap yang lain tanpa memberikan
tumbuhnya nilai alternatif akan selalu dihadapkan dengan kerawanan
yang setiap saat dapat timbul, karena tempat bergantungnya tidak
lestari.
BBM tidak lagi hanya karena mahal harganya, tetapi juga
tidak lestari ketersediaannya karena cadangannya semakin menipis.
Penyuluh energi: konsultan rakyat, PenyelaMat kita
88
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
89
Target komposisi Energy Mix Nasional pada tahun 2025
berubah dengan sangat signifikan dari kondisi sekarang yang sangat
tergantung minyak bumi. Pada tahun 2025 bauran energi nasional
akan terdiri dari 32,7 persen batubara, 30,6 persen gas bumi, 26,2
persen minyak bumi, 2,4 persen tenaga air dan 4,4 persen energi
terbarukan, mengingat pada tahun 2003 minyak bumi masih
memegang 63 persen.
Berarti harus ada kerja keras dari semua lini kehidupan. Program
yang sudah dilakukan kepada masyarakat adalah seperti program
Bahan Bakar Gas (BBG) untuk kendaraan roda empat, kemudian
briket batubara untuk memasak, masih ada lagi biofuel, desa energi
mandiri dan yang terakhir konversi minyak tanah ke LPG.
Keberhasilannya sampai saat ini jelas belum signifikan, jika itu
dilihat dari perspektif penekanan angka konsumsi BBM, kecuali dari
program konversi minyak tanah ke LPG. Menurut data Pertamina
Target Komposisi Pasokan Energi Nasional 2025
Batu Bara
Minyak Bumi
Gas Bumi
minyak Bumi menjadi kurang dari 20%
Gas bumi menjadi lebih dari 30%
Batubara menjadi lebih 33%
Bahan Bakar nabati menjadi lebih dari 5%
Panas Bumi menjadi lebih dari 5%
energi Baru dan energi terbarukan menjadi lebih dari 5%
Batu Bara Cair menjadi lebih dari 2%
target Komposisi Pasokan energi nasional tahun 2025 Sumber: Perpres no.5 tahun 2006
sudah saya hampiri, termasuk semua kota kabupaten yang ada di
Papua.
Setiap berkunjung pada waktu itu, saya selalu merekam
bagaimana dinamika kehidupan masyarakat di sana dalam
memperoleh dan menggunakan BBM atau menggunakan energi
lainnya.
Secara fungsional tugas karyawan pimpinan Direktorat
Pembekalan dan Pemasaran Dalam Negeri, ya begitu. Apalagi, saya
termasuk orang yang sudah tergabung dalam komunitas energi di
tingkat nasional dan secara berkala menulis artikel tentang energi
dan BBM, maka perhatian saya terhadap bagaimana masyarakat
memperoleh dan menggunakan energi tidak pernah berhenti.
Data menunjukkan ternyata masih cukup banyak masyarakat
yang belum menggunakan jenis energi komersial seperti BBM, gas,
batubara dan listrik. Masih banyak masyarakat yang menggunakan
jenis energi yang ada di sekelilingnya dengan cara dan teknologi yang
sudah diketahui secara turun-temurun.
Kegalauan saya melihat betapa masyarakat tidak ada yang
membimbing sehingga asal asalan dan tidak efisien, mendorong
saya menulis lagi artikel di Kompas tanggal 29 Oktober 2004
tentang perlunya Tenaga Penyuluh Energi. Tenaga Penyuluh Energi
sangat sentral dalam mendukung suksesnya implementasi program
diversifikasi yang dijalankan pemerintah.
Pemerintah telah banyak melakukan upaya diversifikasi energi,
meskipun pada tahapan implementasi ada pihak yang menilai kurang
taat azas. Artinya satu proyek belum selesai, sudah beralih ke proyek
lain yang kadangkala saling mengeliminasi, rakyat dan investor jadi
bingung.
Penyuluh energi: konsultan rakyat, PenyelaMat kita
90
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
91
Kondisi seperti itu menyebabkan terjadinya delay yang
memperlambat program diversifikasi. Apalagi implementasi program
tersebut lebih bersifat formal top down dan kurang mendorong
partisipasi masyarakat. Sistem pengembangan energi selama ini seakan
hanya tugas pemerintah, sedangkan kegiatan pengembangan dari
inovasi masyarakat belum masuk dalam bingkai formalitas pembinaan
yang ada.
Padahal sinergitas dari kegiatan pengembangan energi
masyarakat yang saat ini sudah berhasil sangatlah potensial untuk
memberikan kontribusi bagi percepatan pengembangan dan
pemanfaatan energi baru, terutama pada pengembangan energi yang
tersedia di sekitar lingkungan kehidupan masyarakat itu sendiri. Energi
tersebut sangat banyak membantu Usaha Kecil dalam membangun
daya saingnya sekaligus ikut menjaga lingkungan hidup.
Suatu hari saya diajak pengusaha genteng melihat pabriknya di
Rangkas Bitung, Banten. Pengusaha ini mempunyai pandangan yang
sangat jauh tentang pilihan energi. Katanya, ”Saya yakin bahwa harga
BBM pasti akan terus naik. Jika saya tetap menggunakan BBM untuk
pabrik genteng, pasti tidak akan kompetitif,” katanya.
Si Pengusaha memakai serbuk kayu yang dikumpulkan dari
palung-palung gergaji kayu yang ada sekitar Jakarta dan Tangerang
sebagai sumber energi pabrik gentengnya. Lumayan gratis. Yang
diperlukan hanya biaya untuk mengangkutnya. ”Hitung-hitung ikut
menjaga lingkungan bersih,” katanya.
Serbuk gergaji menghasilkan panas yang cukup untuk
membakar genteng dan yang membuat surprise total biaya bahan
bakarnya hanya 10 persen dari harga minyak solar. ”Kami tidak
pernah merepotkan Pemerintah, malah sudah membantu, tapi kami
sampai dengan akhir Maret 2009, seluruh Banten, DKI Jakarta dan
Jawa Barat, paket perdana tabung gas dan kompor sudah mencapai
target dan hingga saat ini telah dilakukan penarikan minyak tanah
secara penuh di 37 Kabupaten/Kota sebesar 13.637 kiloliter perhari.
Akan tetapi, sejumlah infrastruktur dan jaringan distribusi
yang dibangun untuk Bahan Bakar Gas (BBG) dan briket, sebagian
menjadi tidak terpakai lagi karena di tengah jalan terjadi perubahan
fokus pengembangan yang beralih ke jenis energi lain.
Setiap kali menghadapi perubahan fokus pada ketersediaan
energi baru, industri dan masyarakat harus menyesuaikan sikap dan
kebiasaan untuk menghadapi adanya perubahan pada infrastruktur,
jaringan distribusi dan cara pemanfaatannya. Keluhan banyak saya
dengar dari pengusaha briket batubara misalnya. Mereka sudah
investasi dan sosialisasi ke mana-mana, ternyata fokus berubah ke
Liquid Petroleum Gas (LPG) 3 kilogram.
Perubahan ini menuntut perubahan sikap serta kebiasaan
masyarakat. Untuk itu pasti membutuhkan waktu. Belum lagi kalau
bicara pada apakah mereka masih percaya penuh pada perubahan
strategi, kebijakan dan program diversifikasi energi baru yang
ditetapkan pemerintah. Responnya bisa berbeda antara satu wilayah
dengan wilayah lainnya. Resistensi masyarakat Jakarta terhadap
konversi minyak tanah ke LPG pada waktu yang lalu bisa kita lihat,
jauh lebih tinggi dibanding resistensi pada wilayah lainnya.
Begitu juga beberapa investor pembangun Stasiun Pengisian
dan Penimbunan Bulk Elpiji (SPPBE) yang sudah memperoleh izin,
masih ragu-ragu untuk membangun karena menunggu selesainya
Pemilihan Presiden. Ada kekhawatiran tentang kemungkinan adanya
perubahan kebijakan dari pemerintahan yang baru.
Penyuluh energi: konsultan rakyat, PenyelaMat kita
92
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
93
dan pemanfaatan batubara yang dicairkan.
Sesungguhnya sumber energi alternatif sangat cukup
tersedia di bumi Nusantara ini, tetapi strategi pengembangannya
harus diubah. Pengembangan dan pemanfaatan jangan terlalu
fokus kepada energi komersial, tetapi untuk energi non komersial
haruslah diberikan ruang pembinaan yang sama. Pengembangan
dan pemanfaatan energi non komersial masyarakat yang selama ini
kurang mendapatkan tempat, harus dibina dan didorong dengan
melibatkan masyarakat luas di seluruh pelosok tanah air, katakanlah
sebagai suatu gerakan masyarakat pengembang energi. Cara ini akan
efektif untuk menumbuhkan rasa sense of crisis bahwa minyak bumi
bukan lagi energi utama, karena akan semakin mahal dan langka.
Akhir-akhir ini saya sering masuk keluar kampung dan desa.
dapat apa?” katanya pada waktu itu. Memberi insentif untuk usaha
ini, adalah suatu permintaan yang tidak mengada-ada.
Sekarang soal itu sudah terpecahkan dari sisi hukumnya.
Undang Undang No. 30 tahun 2007 tentang Energi yang diundangkan
tanggal 10 Agustus 2007 telah mengaturnya. Tinggal bagaimana
implementasi yang bisa mendorong masyarakat berpartisipasi dan
berkontribusi. Hal itu penting mengingat hukum formal dalam
penyediaan energi tidak meminta partisipasi masyarakat sekalipun
negara sedang dalam krisis energi.
Pada pasal 6 Undang Undang No. 30 tahun 2007 tentang Energi,
menyatakan bahwa dalam hal negara mengalami krisis energi, hanya
pemerintah yang wajib melaksanakan tindakan penanggulangan
yang diperlukan. Jadi kalau terjadi kekurangan energi, tak salah
bila masyarakat menuntut Pertamina dan Perusahaan Listrik Negara
(PLN). Sistem nasional kita selama ini memang kurang mendorong
partisipasi masyarakat dalam penyediaan energi nasional.
Sekarang dengan keluarnya Keputusan Menteri Perekonomian
nomor KEP-10/M.EKON/04/2009 tanggal 7 April 2009, yang
membuat Tim Koordinasi Program Aksi Penyediaan dan Pemanfaatan
Energi Alternatif, ada harapan dan semangat baru karena masyarakat
sudah dilibatkan dalam koordinasi bersama seluruh instansi
Pemerintah Pusat/Daerah, Badan Usaha Milik Negara/Daerah, dunia
usaha dan lembaga profesional.
Tim Koordinasi ini akan menyusun dan merumuskan kebijakan,
memberikan arahan dan melakukan langkah-langkah yang konkret
untuk mempercepat penyediaan dan pemanfaatan energi alternatif
melalui koordinasi dan sinkronisasi penyusunan dan pelaksanaan
penajaman kebijakan penyediaan energi alternatif bahan bakar nabati
Penyuluh energi: konsultan rakyat, PenyelaMat kita
lPg, primadona pedagang kecil
94
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
95
dibutuhkan adalah binaan, apresiasi dan insentif yang bisa diberikan
Pemerintah, karena masyarakat telah nyata berkontribusi dalam
menganekaragamkan energi nasional, untuk dikonsumsi sendiri
ataupun untuk dikomersialkan.
Di Lombok setiap tahun ada omprongan tembakau yang
menggunakan minyak tanah. Pemerintah bertekad suatu waktu
minyak tanah harus diganti dengan bahan bakar lain seperti gas LPG
atau batu bara. Praktis dua tahun terakhir saya masuk ke wilayah
perkebunan tembakau dan secara bertahap kini petani sudah memulai
dengan upaya untuk menggantikan minyak tanah ke berbagai jenis
energi lain, yang dimulai dengan LPG.
Setelah itu mulai digunakan batubara, briket termasuk buah
kemiri. Pengembangan energi alternatif tersebut jalannya tertatih-
tatih di tengah adanya sekolompok petani lain yang ingin tetap
mempertahankan minyak tanah. Sangat sulit mengubah kebiasaan
Terlihat ada masyarakat yang mengeluh dan bingung bagaimana
memilih jenis energi yang cocok untuk kebutuhannya. Di beri kompor
dan tabung Elpiji 3 kilogram, ada yang sangat takut, ”Gimana ya kalau
meledak,” kata mereka.
Masyarakat banyak yang belum terampil menggunakannya.
Mereka sebenarnya butuh orang yang membina dan melatih serta
bisa memberikan penjelasan yang cukup, supaya masyarakat tidak
takut lagi. Masyarakat juga membutuhkan petugas yang membimbing
langsung pengembangan dan pemanfaatan sumber energi yang ada
di sekeliling seperti energi biomassa dan tenaga air.
Untuk keperluan rumah tangga tersedia beragam jenis energi
tradisional yang sudah lama dikenal. Di desa-desa yang kayunya
melimpah, kayunya bisa dipakai untuk memasak, di daerah yang
terdapat batu bara bisa menggunakan batu bara sebagai energinya. Di
daerah pertanian, limbah pertanian seperti sabut atau batok kelapa,
serbuk gergaji, cangkang kelapa sawit dan lain sebagainya sangat
berlimpah dan itu bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi juga. Di
daerah peternakan, sumber energi juga bisa memanfaatkan limbah
peternakan seperti biomassa.
Pemanfaatan energi pengganti selain minyak bumi yang
bisa ditemui di sekitar lingkungan perlu digenjot penggunaannya.
Termasuk sumber daya air yang dapat digunakan sebagai pembangkit
listrik tenaga air, sampah daun atau serasah yang bisa digunakan
sebagai briket bahan bakar, listrik tenaga angin dan listrik tenaga
surya. Semua sumber energi ini sangat berlimpah, mudah ditemukan
sehingga harganya menjadi murah.
Gerakan ini tidak membutuhkan investasi yang besar dan
cukup menggunakan teknologi sederhana dan tepat guna. Yang
Penyuluh energi: konsultan rakyat, PenyelaMat kita
sosialisasi penerapan distribusi minyak tanah bersubsidi di surabaya, 2008
96
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
97
pelatihan yang lebih dititik beratkan pada penyuluh minyak dan gas.
Bekerja sama dengan Pusat Pendidikan dan Latihan Minyak dan
Gas Bumi Cepu, maka dilatihlah 20 tenaga yang dikirim oleh Pemda
Kalimantan Timur, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta,
Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat.
Pendidikan satu angkatan tersebut sangat tidak cukup
dibandingkan dengan cakupan wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang begitu luas. Minimal setiap Kabupaten ada satu
orang tenaga Penyuluh Energi. Pelatihan tenaga penyuluh energi
seharusnya menjadi tekad nasional. Dari pelatihan angkatan
pertama, banyak hal yang perlu diperbaiki, terutama pada materi
bahan, kualifikasi calon, pelatihan dan penempatan. Tetapi Pusat
Pendidikan dan Latihan Minyak dan Gas Bumi Cepu sudah punya
pengalaman untuk meneruskannya.
Kegiatan penyuluhan sangat efektif untuk sosialisasi
pemanfaatan energi alternatif. Bahkan di Amerika Serikat
penerapannya telah lama dikembangkan dengan menganut falsafah
pendidikan, kebenaran dan keyakinan. Penyuluhan merupakan
kegiatan pendidikan untuk menyampaikan kebenaran-kebenaran
yang telah diyakini. Dalam penyuluhan, masyarakat peduli energi
dididik untuk menerapkan setiap informasi baru yang telah diuji
kebenarannya dan telah diyakini akan dapat memberikan manfaat
ekonomi maupun non ekonomi bagi perbaikan kesejahteraan
daerahnya. Penyuluh energi ini nantinya akan memberikan proses
pembelajaran melalui potensi daerah yang digalinya.
Energi adalah kebutuhan masyarakat yang sama pentingnya
dengan pangan. Dunia saat ini mempunyai dua isu besar itu. Pangan
dan energi. Penanganan pangan sudah lebih lama dilakukan secara
masyarakat, meskipun ada manfaat ekonomi yang diperolehnya.
Pemberian insentif untuk pengembangan energi oleh
masyarakat akan sangat mendorong partisipasi dan gerakan
masyarakat dalam menganekaragamkan energi non minyak bumi.
Gerakan masyarakat tersebut sangat dibutuhkan saat ini sebagai
bentuk dari rekayasa sosial yang dilakukan untuk menyadarkan
masyarakat tentang perlunya mengurangi ketergantungan pada
minyak bumi yang harganya terus menaik dan ketersediaan cadangan
dalam negeri semakin menipis.
Di tengah masyarakat yang dihadapkan dengan berbagai
kebijakan dan program pemerintah, dan adanya gerakan dan upaya
masyarakat sendiri untuk memilih energi di sekitarnya, dapat
membuat kebingungan di masyarakat. Di sinilah peran Penyuluh
Energi akan sangat strategis. Mereka harus mengedukasi masyarakat
bagaimana memilih, mengembangkan dan menggunakan jenis
energi secara tepat.
Persoalan yang dihadapi adalah sampai saat ini belum
tersedia tenaga penyuluh yang terlatih. Mereka memang harus
dilatih. Pada Rencana Anggaran Pendapatan dan Biaya 2008,
BPH Migas mengajukan usulan untuk pelatihan calon Tenaga
Penyuluh Energi ini. Saya menjelaskan konsep perlunya tenaga
penyuluh energi pada pembahasan dengan Panitia Anggaran DPR
RI dan akhirnya dimengerti pentingnya Tenaga Penyuluh Energi
itu. Hanya untuk pelaksanaannya harus dilakukan oleh institusi
terkait, karena bukan domain BPH Migas. Bagi saya itu bukan
masalah, asalkan pelatihan itu sungguh-sungguh dilakukan.
Sambil menanti itu terjadi, apa boleh buat, BPH Migas perlu
berinisiatif dulu untuk melatih Tenaga Penyuluh tersebut, tetapi
Penyuluh energi: konsultan rakyat, PenyelaMat kita
98
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
99
6Kapal Tanker, Kita Perlu!
armada Laut
terstruktur, sudah dimulai puluhan tahun yang lalu. Penanganan
energi secara global belum lama dilakukan secara terstruktur.
Negara yang tidak memiliki sumber daya energi yang cukup, sudah
lebih awal dan lebih serius melakukannya. Negara yang kaya raya
sumber daya energinya baru mulai lebih serius melakukannya.
Bagi Indonesia, dengan dibentuknya Dewan Energi Nasional
diharapkan segera merapikan dan mengembangkan pemahaman
pentingnya energi bagi kehidupan negara dan masyarakat ini di
masa depan. Tenaga Penyuluh Energi akan membantu masyarakat
luas dalam upaya memilih dan menggunakan sumber energi yang
tepat dan dengan itu akan lebih menjamin tercapainya kemandirian
energi bagi kehidupan yang berkelangsungan.
uuuu
Penyuluh energi: konsultan rakyat, PenyelaMat kita
100
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
101
Hingga saat ini, sembilan tahun kemudian, pertemuan
yang terjadi sesaat sebelum saya dilantik menjadi Deputi Direktur
Pertamina Perkapalan untuk mengurusi kapal-kapal tanker
Pertamina, begitu membekas di benak saya. Bagi saya, pesan yang
disampaikan Baihaki tak sekedar kepercayaan dan amanat, tapi juga
yang mendorong saya untuk terus berpikir dan mencari jawaban
tentang ”apa yang dibutuhkan Pertamina”.
Hari-hari pertama di Pertamina Perkapalan, saya isi dengan
masa orientasi. Sebagai orang baru, saya berusaha mengamati dulu
bagaimana situasinya. Bagaimana kultur kerja dan pergaulan para
kM Fastron, kapal tanker terbesar yang pernah dibuat Pt Pal
UUdara dingin yang menyembur dari alat penyejuk ruangan di lantai
21 Kantor Pusat Pertamina, Jakarta, suatu siang di tahun 2000,
sepertinya tak mampu membekukan keinginan Baihaki Hakim,
Dirut Pertamina periode 2000-2003, yang meminta agar saya bisa
mengelola usaha perkapalan milik Pertamina. ”Saya bukan orang
kapal, Pak. Saya tidak punya pengalaman di dunia perkapalan,”
kata saya sembari membetulkan posisi duduk. Saya waktu itu baru
saja kembali bekerja setelah 9 bulan menjalani kursus reguler
Lemhannas (KRA XXXIII).
Di hadapan saya adalah orang nomor satu di tubuh Pertamina
dan baru pertama kali bertemu. Mendengar jawaban saya, ia seperti
bergeming. Ia tetap pada pendiriannya. “Anda kan orang pemasaran
dan distribusi Pertamina. Anda sering berhubungan dengan orang-
orang perkapalan yang membantu Anda mendistribusikan minyak-
minyak Pertamina. Jadi, Anda pasti tahu, apa yang diinginkan
Pertamina. Kini sebentar lagi Anda akan memimpin orang perkapalan
yang melayani distribusi Bahan Bakar Minyak (BBM) Pertamina.
Lakukan apa yang dibutuhkan Pertamina,” kata Baihaki.
arMada laut: kaPal tanker, kita Perlu!
102
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
103
berdiskusi dengan awak kapal di sepanjang sungai Musi, arus
lalu lintas air utama di Palembang. Sungai ini sudah seperti jalan
protokol yang penuh dengan kapal-kapal lalu lalang.
Begitu kapal tiba di muara dan berbelok menuju laut lepas,
pemandangan berubah drastis. Tak ada keriuhan lalu lintas sungai.
Yang terlihat hanya laut dan langit yang seperti menyatu dalam
warna biru yang sepi. Kapal juga mulai dihantam ombak. Limbung
ke kiri dan ke kanan. Pengalaman pertama yang membuat jantung
berdenyut keras dan kepala mulai pusing. Pak Baihaki pun minta
izin masuk kamar. Kapal bergoyang semakin hebat. Kepala semakin
melayang-layang hingga tak bisa makan.
Pengalaman yang kedua, dan ini yang mulai seru, adalah
ketika saya naik kapal dari Balikpapan ke Surabaya. Memasuki selat
Madura, pemandangan tiba-tiba saja berkabut. Tanpa saya sadari,
ternyata kapal memutar haluan. Rupanya sang nakhoda berusaha
menghindari kapal lain yang datang berlawanan dari Surabaya agar
tidak bertabrakan. Tiba-tiba terdengar suara grrrrkkkk...
Kapal langsung berhenti. Jantung berdenyut lebih keras dari
gulungan ombak. Sang nakhoda memberitahu kalau kapal kandas.
Agar bisa melaju, harus menunggu sampai air pasang. Berarti harus
menanti sampai jam 4 sore, padahal saat itu baru pukul 10 pagi.
Pelajaran pertama dari kapal tanker: di laut, alam bisa membuat
segala sesuatu menjadi tidak pasti.
Pengalaman serupa juga terjadi ketika saya menunggu kiriman
minyak tanah di Lampung. Hari itu jantung saya berdebar-debar
karena minyak yang ditunggu-tunggu tak kunjung tiba, padahal
besok hari adalah hari Pemilu yang tidak boleh terganggu. Jangan
sampai masyarakat mengalami kesulitan pasokan BBM.
karyawannya. Bagaimana bisa membuat program bagus bila tak
didukung oleh sumber daya manusianya?
Dari orientasi awal, saya menemukan “setitik terang”: ketika
itu, yang sedang santer terdengar adalah kondisi karyawan yang
seperti “kurang mesra”. Ada istilah ”orang darat” yang mewakili
para karyawan yang bekerja di kantor dan julukan ”orang laut”
untuk karyawan yang bertugas di atas kapal.
Problematika yang muncul adalah ”orang darat” hanya tahu
memerintah pekerjaan yang harus dilakukan ”orang laut”. Maunya
minyak harus sampai sesuai jadwal dan tak ada alasan terlambat
bagi orang laut karena risikonya besar, yaitu ancaman kelangkaan
BBM. Fakta lainnya, ternyata orang laut sudah sulit percaya pada
orang darat yang mau enaknya sendiri. Ada kesenjangan komunikasi
dan informasi. Kondisi terakhir itu yang ikut memperberat situasi.
Saya lalu membuat jembatan melalui penerbitan majalah
internal Kemudi, wadah tempat mereka berinteraksi lewat tulisan
dan suara pembaca. Ruangan tempat berkumpul bagi orang laut
jika sedang di darat juga disiapkan. Orang laut dan orang darat
kemudian terlihat sering duduk bersama, minum kopi sambil bicara
soal pekerjaan. Suasana mulai hangat. Kebekuan di antara para
karyawan lalu mencair. Ini adalah modal dasar yang paling kuat
untuk melakukan suatu penataan dan pengembangan pada sebuah
organisasi. Terasa ada tunas kepercayaan yang sedang tumbuh.
Untuk lebih mengenali pekerjaan yang saya lakukan di
tempat kerja yang baru, saya berusaha untuk menyelami tentang
bagaimana dunia perkapalan itu sendiri. Suatu hari saya mengajak
Pak Baihaki ikut berlayar, naik kapal tanker dari Palembang menuju
Jakarta selama dua malam. Kapal melaju dengan tenang dan kami
arMada laut: kaPal tanker, kita Perlu!
104
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
105
Indonesia. Setiap kali membuat jadwal yang sangat ketat, di sana
akan ada potensi keterlambatan pasokan.
uuuu
HAL KEDUA yang saya lakukan adalah melihat alat produksi. Sebagai
perusahaan pengangkut minyak semestinya mempunyai armada
yang memadai. Saya mulai membuat analisis mengenai kondisi
dan jumlah kapal tanker yang dimiliki Pertamina. Bagi saya, ini
merupakan langkah awal yang penting. Sebab, menjaga pasokan
bahan bakar menjadi tidak ada artinya bila minyak dan gas tak dapat
didistribusikan dari sumber menuju kilang atau depo sesuai jadwal.
Berdasarkan catatan pada tahun 2000, dari 150 kapal tanker
yang beroperasi, 20 persen atau 32 unit adalah milik Pertamina.
Lebih dari seratus unit sisanya adalah kapal carteran berstatus
jangka pendek dan jangka panjang, yang dikontrak Pertamina
paling cepat 1 tahun dan paling lama 8-12 tahun.
Sebagian kapal itu dibangun swasta untuk melayani Pertamina,
yang diniati juga untuk membantu perusahaan pelayaran nasional
agar tetap hidup. Sayangnya, hanya sebagian saja yang serius
berbisnis pelayaran, yang pada akhirnya, Pertamina tidak bisa
berharap banyak kepada mereka. Pertamina harus membangun
kapal milik sendiri untuk mendukung usahanya.
Keinginan memiliki kapal sendiri juga didasari oleh jumlah
kapal sewa yang lebih banyak daripada kapal milik sendiri. Ini
menyebabkan ongkos distribusi yang harus dikeluarkan Pertamina
menjadi sulit dikendalikan, berfluktuasi setiap hari dan ongkosnya
sangat tinggi. Sekedar contoh, pada tahun 2004 harga sewa untuk
Dari pelabuhan tersiar kabar bila kapal yang ditunggu-tunggu
akhirnya tiba. Namun kelegaan itu tak berlangsung lama. Kapal
memang sudah turun jangkar, tapi minyak tak bisa dibongkar karena
pompanya ngadat. Sesuatu yang sangat dikhawatirkan akhirnya tak
terelakkan. Inilah pengertian yang agaknya diinginkan orang laut
kepada orang darat. Pelajaran kedua yang sungguh berarti: ada
faktor di luar dugaan yang harus dihitung saat membuat jadwal
pengiriman BBM.
Pengalaman kemudian menunjukkan, kinerja angkutan
bahan bakar minyak melalui laut akan sangat dipengaruhi oleh mutu
perencanaan yang harus memperhatikan batasan kondisi alam dan
infrastruktur, terlebih-lebih pada sebuah negara kepulauan seperti
arMada laut: kaPal tanker, kita Perlu!
Pangdam sriwijaya memeriksa minyak tanah di hari Pemilu di Palembang, 1997
106
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
107
mengangkut minyak dan gas dari pelabuhan milik kontraktor yang
mensyaratkan standarisasi internasional yang ketat. Bayangkan kapal
milik Indonesia tidak boleh merapat di terminal minyak kontraktor
asing di negara sendiri, hanya karena soal standarisasi. Pertamina
mesti menyewa kapal berusia muda dengan harga yang lebih tinggi
untuk memenuhi spesifikasi kapal sesuai standar internasional.
Permasalahan ini masih terbawa sampai sekarang. Dari data
Pertamina menunjukkan, sekitar 58 persen kapal carter berusia 16
tahun ke atas, 26 persen berusia antara 11-15 tahun dan 17 persen
di bawah 10 tahun. Sedangkan untuk kapal milik Pertamina sendiri
sebanyak 64 persen berusia di atas 16 tahun ke atas, 8 persen antara
11-15 tahun dan 28 persen di bawah 10 tahun.
Ironis bila Pertamina tak segera melakukan peremajaan dan
menambah kapal milik sendiri. Sebab hal ini berkaitan dengan keamanan
pasokan BBM dan gas untuk kebutuhan nasional. Satu hari saja kapal
Pertamina terlambat memasok BBM, masyarakat akan mengalami
Pemberian penghargaan atas kinerja Pertamina Perkapalan oleh dirut Pertamina Ariffi Nawawi
jenis kapal bermuatan 1.500 ton mencapai US$ 1.500 per hari. Untuk
kapal bermuatan 17.500 ton, harga sewanya sekitar US$ 11.000
dan harga sewa untuk kapal bermuatan 30.000 ton mencapai US$
13.000 per hari. Total biaya operasional kapal, termasuk biaya sewa
kapal Pertamina bisa mencapai Rp 6 triliun per tahun.
Komposisi antara kapal sewa dan kapal milik yang timpang
menyebabkan tingkat ketergantungan Pertamina dengan pihak lain
menjadi tinggi. Pertamina memang punya patokan harga, tetapi hanya
sebagai pertimbangan. Harga kapal sangat ditentukan kebutuhan
pasar, sehingga sulit untuk menentukan harga sewa yang pasti.
Situasi menjadi semakin sulit, karena ketika kondisi terdesak dan
BBM harus dikirim segera untuk menghindari kelangkaan, pemilik
kapal menawarkan biaya sewa yang lebih tinggi dari biasanya.
Ketergantungan Pertamina dengan kapal sewa semakin tinggi,
karena kapal-kapal milik Pertamina juga sudah banyak yang tua dan
tidak sesuai dengan standarisasi internasional. Pertamina tidak bisa
arMada laut: kaPal tanker, kita Perlu!
Pemberian penghargaan atas kinerja Pertamina Perkapalan oleh dirut Pertamina Ariffi Nawawi
108
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
109
arMada laut: kaPal tanker, kita Perlu!
Penandatanganan kerjasama pemanfaatan dok Pangkalan susuMt Pangkalan susu/P3001 yang sudah tua, setelah direkondisi, masih bisa beroperasi dan disewa swasta hingga saat ini.
kelangkaan BBM yang dampak sosial dan politisnya luar biasa.
Selain keterbatasan jumlah armada, distribusi BBM dan gas
bergantung pula dari kehandalan kapal. Kinerja kapal harus ditingkatkan.
Kapal harus mampu berlayar setidaknya 340 hari dalam setahun.
Faktanya, hanya sanggup melaut 270 hari dalam setahun. Karena itu,
waktu singgah di pelabuhan harus dikurangi, waktu pemeliharaan harus
pendek, trayek harus jelas dan awak kapal jangan sering sakit.
Kapal harus siap berlayar sepanjang tahun agar jumlah muatan yang
diangkut meningkat. Bila bisa dicapai, jumlah armada bisa dikurangi agar
biaya distribusi bisa ditekan. Tapi bagaimana melakukan itu semua? Apa
mungkin? Menekan biaya dari penghematan angkutan saja tak cukup. Saya
melihat ada sejumlah kegiatan lain yang menggerogoti dan meningkatkan
biaya. Begitu banyak kapal bekas yang harus dijaga. Saya berpikir, kenapa
tak disewakan? Toh ada sebagian kapal atau sebagian ruangan kapal yang
bisa dimanfaatkan. Organisasi pengusahaan kapal pun dibentuk.
Ada juga kegiatan non core perkapalan seperti pendidikan pelaut,
teknik bawah air, keagenan dan dok yang semula harus disapih dari
organisasi Perkapalan, akhirnya bisa dipertahankan dan tak jadi disapih
karena mampu menekan biaya. Masa depan karyawan jadi lebih jelas.
Pada waktu melantik Kepala Diklat Perkapalan Arie C
Pranoto, saya katakan bahwa kegiatan yang dipimpinnya harus
berhasil. “Saya beri kesempatan kepada Saudara, tapi kalau tahun
depan tidak untung, Saudara saya ganti.”
Suatu hari saya didatangi Samsul Arifin, Bupati Langkat yang
saat ini Gubernur Sumatera Utara. “Bang, jangan tutup dok Pangkalan
Susu, nanti perekonomian di sana hancur. Masyarakat akan kehilangan
mata pencaharian. Dulu mereka hidup dari kegiatan perminyakan, tapi
kini kegiatan itu satu persatu hilang, tinggal dok yang tersisa.”
Saya jawab, “Boleh. Tapi Bupati juga harus mendorong
masyarakat untuk memanfaatkan fasilitas dok. Misalnya membuat
kapal nelayan, kerangka baja atau perlengkapan rumah tangga.”
Akhirnya kami bersepakat, dok Pangkalan Susu bisa bertahan hidup.
Alhamdulillah, semua jalan lancar. Dulu pos rugi, sejak saat
110
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
111
arMada laut: kaPal tanker, kita Perlu!
itu jadi pos laba. Diklat Pelaut Pertamina yang telah mendapat
sertifikasi dari IMO, kami lengkapi sarana pelatihannya dan kini
menjadi salah satu diklat pelaut yang dipandang di Asia Tenggara.
Tidak hanya melatih pelaut Indonesia tapi juga pelaut dari negara
tetangga. Pada tahun 2005, Indonesia diperkirakan memasok 48
persen tenaga pelaut dunia.
Keberhasilan meningkatkan komunikasi dan saling percaya
antara orang darat dan laut membuat iklim organisasi menjadi lebih
baik. Ini menjadi modal yang luar biasa dalam upaya memperbaiki
kinerja. Saya mengawalinya dengan menggunakan teknik Quality
Circles, yakni menciptakan standar kualitas dengan cara bertukar
pengalaman. Tim dari darat naik kapal untuk mengajarkan dan
mempraktekkan manajemen mutu.
Tiap awak kapal dengan bersemangat mengikuti konvensi Quality
Control. Suatu hal yang tidak pernah saya bayangkan, jika diingat
reaksi pada awal saya perkenalkan teknik Quality Control itu. Alhasil
kerja keras itu telah menghasilkan peningkatan kinerja kapal yang
signifikan. Layanan pasokan dan distribusi ke lokasi secara perlahan
telah dirasakan ada perbaikan. Jadi adalah tidak benar kalau dikatakan
sangat sulit atau malahan tidak mungkin untuk melakukan perubahan
di Perkapalan. Kuncinya adalah komunikasi dan menumbuhkan
kepercayaan antara ”orang darat” dan ”orang laut”.
Penelitian saya untuk program Doktor dengan disertasi berjudul
”Model Agregat Pengembangan Armada Kapal Tanker dan Analisis
Dampak Kinerja Korporat” antara lain menyimpulkan, meskipun
perangai Teknologi yang akarnya bersumber pada ilmu alam, berbeda
dengan Manajemen yang bersumber pada ilmu tingkah laku. Tapi
dalam kehidupan perusahaan, keduanya saling berinteraksi dan tidak
merupakan dua entitas yang berbeda. Keduanya saling berhubungan
dan secara agregat berdampak pada kinerja sebuah korporat.
Hal lain yang juga pelik adalah karena setiap daerah di Tanah
Air mempunyai karakter laut, iklim, infrastruktur dan kebutuhan
yang berbeda. Ini menyebabkan tidak semua kapal bisa dipakai
semaunya di mana dan ke mana saja, tetapi harus ada kapal dengan
rancangan khusus yang cocok dengan lokasinya. Runyamnya, kapal
seperti ini tidak tersedia di pasar. Dengan ketersediaan jumlah
kapal yang semakin sedikit itu, kapal-kapal tanker Pertamina
menjadi kesulitan bila harus menjalankan fungsinya sebagai armada
pengangkutan dan distribusi pasokan.
Berbekal latarbelakang itu, saya bersama teman-teman
melahirkan gagasan untuk membangun sejumlah kapal milik sendiri.
Ini rencana strategis dan menguntungkan, sekalipun menyita waktu
dan biaya yang tak sedikit. Pada saat itu, penambahan kapal milik harus
menjadi prioritas agar dapat mengurangi ketergantungan Pertamina
terhadap kapal sewa yang sangat berfluktuasi harga sewanya serta
perlunya membangun daya saing Pertamina sebagai perusahaan. Selain
itu, kebutuhan masyarakat akan minyak dan gas yang terus meningkat
perlu diantisipasi dengan jaminan pasokan yang lancar.
Dengan kapal milik sendiri yang jumlahnya ditingkatkan,
Pertamina mempunyai posisi tawar yang lebih kuat untuk menstabilkan
harga angkut dan pada gilirannya akan membentuk harga pasar yang
seimbang (balance market price). Dari pemantauan menunjukkan
harga sewa kapal Pertamina sudah mulai ikut mempengaruhi pasar
tanker di Singapura dan kami pun sudah mulai membuat analisis pasar
tanker dalam negeri untuk diacu publik.
Dengan menambah armada kapal, Pertamina juga berpeluang
112
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
113
arMada laut: kaPal tanker, kita Perlu!
Dirut Pertamina Ariffi Nawawi menghadiri Konvensi Mutu Pertamina Perkapalan 2003
menjadi tulang punggung (market leader) angkutan laut minyak
dan gas nasional. Hal ini memberi nilai tambah dan keuntungan bagi
Pertamina. Jika peluang itu tidak diambil dengan cara meningkatkan
jumlah kapal milik, Pertamina akan selamanya bergantung kepada
kapal sewa, yang membuat Pertamina menjadi tidak mampu
mengontrol harga, padahal harus berkompetisi dengan badan usaha
lain dalam pemasaran BBM di dalam negeri yang pasarnya terbuka.
Pemikiran yang sama saya lakukan juga di PT Pertamina
Tongkang. Sebagai komisaris utama, saya sampaikan, ”Tidak mungkin
perusahaan pelayaran ini bisa berkembang, jika hanya asyik mengurus
keagenan kapal saja. Kalau mau hidup dan berkembang, fokuskan
usaha ke penyewaan kapal dan harus diurus secara profesional.”
Sejak itu kami membangun, membeli dan merenovasi beberapa
kapal tongkang dan tuqboat. Saat ini, 2 buah AHTS (Ancor Harbour
Tugboat Supply) yang dibangun di PT PAL terbukti menjadi cashcow
pendapatan Pertamina Tongkang. Kapal adalah alat produksi sebuah
perusahaan pelayaran, jadi ya harus punya kapal sendiri sebagai
armada bisnisnya. Ibarat petani yang juga harus punya cangkul.
uuuu
RENcANA MEMBANGUN KAPAL TANKER merupakan kelanjutan
dari proyek lama yang tertunda akibat krisis moneter tahun 1998.
Pertamina mempunyai program peremajaan dan pembangunan kapal
baru, sebagai pengganti kapal yang memasuki usia scrap 25 tahun.
Namun program peremajaan dan pembangunan kapal baru
sangat bergantung pada kekuatan finansial, kebutuhan dan permintaan
pasokan. Ketika kondisi ekonomi Indonesia mulai pulih dan di satu
sisi kebutuhan akan distribusi BBM sudah tak bisa ditawar-tawar lagi,
mengadakan kapal baru seperti matahari yang terbit di pagi hari.
Tapi ada pakem yang sering kali diucapkan pengusaha yang
bermain di industri pelayaran, yang menurut saya akan membuat orang
berpikir sepuluh kali untuk berusaha di dunia ini. Katanya industri
pelayaran itu cirinya padat modal tapi pengembaliannya lambat dan
resikonya tinggi. Sampai sekarang saya terus bertanya, ”Apa iya, ya?”
Kenyataannya perusahaan pelayaran di dunia terus tumbuh
dan berkembang. Pernyataan itu sempat saya perdebatkan dalam
forum kuliah di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Surabaya. Pernyataan ini kata saya menyesatkan, terutama jika
dijejali kepada mahasiswa Perkapalan. Jangan membentuk sikap
pesimis kepada mahasiswa, seharusnya optimisme yang diumbar.
Menurut Soedarpo Sastrosatomo, tokoh perkapalan nasional
Indonesia, untuk bisa hidup, perusahaan pelayaran harus mampu
berkompetisi dalam permainan dunia.
Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah bagaimana skema
114
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
115
arMada laut: kaPal tanker, kita Perlu!
pengadaan dan pembangunannya. Pada waktu yang lalu, Pertamina
lebih pada posisi pasif, karena yang mencari pendanaan dan galangan
adalah pihak pemenang tender. Staf muda saya menjadi tidak punya
kesempatan belajar membangun kapal sendiri. Mulai dari merancang
hingga pembuatannya. Sangat sedikit proses belajar yang diperoleh
selama ini pada pengadaan kapal baru. Karena itu, ketika terbetik
peluang untuk membuat kapal baru, kami bertekad untuk melakukannya
sendiri. Cari pendanaan sendiri dan cari galangan sendiri.
Perubahan skema pembangunan ini harus terlebih dahulu
diuji di pasar. Ada yang menyampaikan tidak akan bisa jalan karena
di dunia perkapalan sudah ada kelaziman-kelaziman yang dianut.
Saya menyadari bahwa apabila gagasan ini tidak disosialisasikan
akan ada reaksi yang bermacam-macam.
Oleh karena itu, saya melakukan dua kali pengujian sebelum
pemikiran ini keluar. Pertama saya berdiskusi dengan Soedarpo
Sastrosatomo, pemilik Samudera Indonesia dan orang yang sangat
disegani di dunia pelayaran. Hampir dua jam saya berdiskusi
di kantornya tentang perlunya Indonesia mempunyai armada
pengangkutan minyak dan gas untuk keperluan negara kepulauan
seperti Indonesia dan perlunya Indonesia mempunyai armada
pelayaran yang mumpuni di kawasan ini.
Beliau mendukung penuh gagasan untuk membangun kapal
tanker oleh Pertamina dengan skema baru, karena pada satu pihak
anak muda Pertamina dapat belajar dan di lain pihak, swasta toh tetap
dapat ikut berpartisipasi di dalamnya. Sosialisasi mengenai hal ini
harus saya lakukan. Saya lalu membuat sosialisasi pengadaan kapal
tanker melalui diskusi panel ”Bisnis Tanker Nasional, Prospek dan
Tantangannya” pada tanggal 6 Agustus 2003 di hotel Le Meridien
Jakarta. Dalam diskusi yang dibuka oleh Menteri Perhubungan
Agum Gumelar dan dihadiri pimpinan perusahaan pelayaran dan
pihak terkait lainnya, saya duduk sebagai pembicara utama.
Pada kesempatan itu ikut berbicara Soedarpo Sastrosatomo dan
Hadi Surya, pemilik perusahaan Berlian Laju Tanker. Pada akhirnya,
konsep membangun kapal baru dengan skema baru dapat dimengerti
para pihak dan pemangku kepentingan di dunia pelayaran
Dengan langkah yang telah kami lakukan, gagasan membangun
kapal milik diajukan dan disambut baik Dirut Baihaki Hakim beserta
Direksi lainnya. Dari sisi bisnis, meningkatkan jumlah kapal milik adalah
keputusan tepat. Apalagi hampir semua perusahaan minyak seperti Shell,
ExxonMobil, Caltex dan Petronas mempunyai armada milik sendiri
dengan komposisi antara kapal milik dan kapal sewa 25 persen sampai 50
persen dari tonase muatan minyak dan gas yang dikelola dan dipasarkan.
Besaran kepemilikan akan sangat tergantung pada sejauh mana
perusahaan mengendalikan harga. Semakin harga sewa ikut menganggu
biaya operasi, atau sebaliknya semakin meningkatkan pendapatan
perusahaan, maka akan semakin banyak kapal yang dimiliki. Konsep
itulah yang ingin diterapkan, yakni membangun kembali armada
tanker milik sendiri untuk menjadikan unit perkapalan sebagai unit
bisnis dengan orientasi profit center, bukan cost center.
Karena berorientasi pada bisnis, maka Direksi berpendapat
agar membangun kapal-kapal yang ekonomis. Kapal dengan muatan
yang kecil seperti rencana membangun kapal tanker berbobot
mati 1500 DWT ditiadakan. Biaya operasi dan perawatannya tak
seimbang dengan nilai keekonomiannya, karena semakin besar
bobot kapal makin murah ongkos angkutnya (economic of scale).
Pertimbangan membangun kapal baru juga didasarkan atas
116
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
117
arMada laut: kaPal tanker, kita Perlu!
rencana diterapkannya ketentuan MARPOL (Marine Pollution
Protection) yang diberlakukan pada tahun 2005. Ketentuan itu
menyatakan bahwa kapal tanker single hull (konstruksi lambung
tunggal, yang bila terjadi kebocoran maka minyak akan langsung
tumpah ke laut) dengan bobot di atas 5.000 DWT tidak boleh
dioperasikan lagi. Artinya untuk kapal-kapal tanker berbobot 5.000
DWT ke atas harus menggunakan konstruksi double hull.
Aturan ini menaikkan permintaan (demand) akan tanker double
hull, sementara jumlah armada yang tersedia masih sangat terbatas.
Untuk memenuhinya pun tak bisa dilakukan segera, karena untuk
membuatnya diperlukan waktu yang tak sebentar dan biaya yang tak
sedikit. Aturan ini dipastikan mendongkrak tarif sewa tanker jenis double
hull, yang di kemudian hari menjadi kenyataan. Tahun 2003 misalnya,
tarif sewa tanker naik 30 persen dibanding tahun sebelumnya. Tahun
2004 naik lagi menjadi sekitar 37 persen dari tahun sebelumnya.
Dari kajian dan diskusi maraton di hotel Patra Jasa Jakarta
Utara pada tahun 2000, maka diajukanlah perencanaan bisnis
Pertamina Perkapalan dan akhirnya Direksi memutuskan untuk
membangun 38 kapal tanker hingga tahun 2008. Tim Pembangunan
Kapal Baru dibentuk dibawah komando Roland Gultom dengan
anggota antara lain Joni Harsono.
Pada tahap pertama dilakukan tender untuk 12 kapal, terdiri
dari dua unit kapal berbobot mati hingga 300.000 ton, tiga unit kapal
berbobot mati 30.000 ton, dua unit kapal berbobot mati 17.500 ton,
tiga unit kapal berbobot mati 6.500 ton dan dua unit berbobot mati
3.500 ton. Pada tahun pertama, yang dibangun adalah 12 kapal.
Masih segar dalam ingatan saya, ketika rapat final di Kantor
Menko Perekonomian, tahun 2001. Dalam pertemuan itu, Menteri
Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro dengan
bersemangat mengajak seluruh anggota rapat untuk mendukung penuh
pengadaan dan pembangunan kapal tanker Pertamina di galangan
dalam negeri, dengan mengatakan: ”Mari demi negara dan bangsa, kita
ramai- ramai tanda tangan untuk dasar keputusan Presiden,” katanya.
Pada waktu itu dokumen itu ditandatangani oleh Menko
Ekuin Dorodjatun Kuntjoro-Djakti, Menkeu Budiono, Menteri
ESDM Purnomo Yusgiantoro, Menperindag Rini Suwandi dan saya
sendiri, yang mewakili Dirut Pertamina. Sepulang dari rapat itu, saya
langsung lapor ke Dirut Baihaki. Beliau pun menyatakan: ”Sudah
betul itu untuk bangsa dan negara, bukan untuk siapa-siapa.”
Lama saya merenung. Kesimpulan saya adalah setiap pemimpin,
kalau mau, mempunyai kesempatan luar biasa untuk berbuat sesuatu
yang berguna bagi Nusa dan Bangsa. Tidak berpikir sempit jangka
pendek, tetapi berpikir jauh ke depan yang lebih strategis.
Dalam perkembangannya, Direksi dan Dewan Komisaris,
yang saat itu anggotanya terdiri dari para menteri, memutuskan
agar galangan nasional diberi kesempatan untuk berpartisipasi
maksimal pada pembangunan kapal baru tersebut. Menperindag
Rini Suwandi sangat peduli dengan kelanjutan usaha galangan
dalam negeri yang sangat minim pekerjaan membangun kapal.
Meskipun keputusan politiknya adalah seperti itu, saya
tetap tegas menuntut galangan lokal untuk meningkatkan mutu.
Pengalaman membangun kapal baru pada masa lalu sangat tidak
menggembirakan, terutama keterlambatan waktu penyelesaiannya.
Tidak pernah saya lupakan kejadian pada pertemuan dengan
para Direksi PT PAL. Saya minta agar mutu kapal baru harus baik,
kalau tidak, yang rugi ya bangsa ini. Tapi begitu selesai, berdirilah
118
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
119
arMada laut: kaPal tanker, kita Perlu!
Presiden sBy saat meresmikan kM Fastron di Pt Pal surabaya
Munir, salah satu direksi PT PAL yang menyatakan diri sebagai
ketua alumni sarjana perkapalan. ”Pak Ibrahim, saat ini ada
5000 orang alumni yang tersebar di seluruh Indonesia menunggu
pekerjaan dari Bapak dan dengan suara lantang menyatakan jangan
semua pekerjaan diserahkan ke luar negeri. Kapan anak bangsa ini
belajar.”
Saya pun lantang menjawabnya: ”Saya kemari justru karena
saya pikir pekerjaan ini harus bisa dikerjakan di dalam negeri, tapi
saya tetap minta agar mutu pekerjaan harus sama dengan luar
negeri.”
Kita sama-sama perduli dengan kemampuan bangsa ini. Saya
sudah banyak keliling ke galangan-galangan kapal dunia seperti di
Cina, Korea dan Jepang. Pemerintah membantu galangan dengan
memberi pekerjaan, tapi para pengelola galangan tidak mengenal
lelah untuk memperbaiki diri. Galangan Cina, begitu komitmen
mereka, suatu waktu harus bisa mengalahkan Korea.
Dengan memberi pekerjaan kepada galangan lokal, jumlah
tenaga kerja menjadi banyak yang bisa diserap. Dengan memberi
kesempatan yang lebih luas kepada industri dalam negeri, galangan
lokal akan memiliki tambahan pengalaman sehingga daya saingnya
meningkat. Pengalaman itu bisa dijadikan portofolio sehingga
galangan lokal mempunyai kemampuan untuk mengikuti tender
pengadaan kapal di luar negeri. Pada akhirnya, industri maritim
Indonesia menjadi lebih kuat.
Atas kesempatan berharga yang diberikan kepada
perusahaan galangan lokal, Dirut PT PAL Adwin H Suryohadiprojo
menunjukkan kegembiraannya, seperti dikutip harian Kompas,
12 September 2002. ”Kami merasa, dukungan pemerintah untuk
memenangkan tender ini cukup besar. Lihat saja, sejumlah menteri,
bahkan Presiden Megawati sudah berkenan mengunjungi PT PAL
untuk menunjukkan kepada semua orang bahwa produksi kami
layak diperhitungkan. Kalau tidak bersinergi begini, industri kapal
nasional tidak akan maju-maju,” katanya.
Kegembiraan Dirut PT PAL tak berlebihan. Sebab, tanpa
pembangunan kapal Pertamina, PT PAL tidak akan pernah punya
kesempatan untuk membangun kapal tanker berbobot 30.000
DWT. Kapal ini kemudian dinamakan KM Fastron. Pada saat
peluncuran kapal ini di galangan PT PAL di Surabaya, 15 Juni 2005,
yang dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, airmata saya
120
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
121
arMada laut: kaPal tanker, kita Perlu!
menitik. Emosi saya larut dalam kapal itu.
Kapal ini diusulkan dan dirancang pada saat saya menjadi
Deputi Perkapalan, menggunakan nama Fastron yang tak lain
nama minyak pelumas Pertamina high tier yang saya gagas pada
saat saya menjadi Kepala Divisi Pemasaran NBBM, LPG & BBG. Di
dek kapal dibentangkan spanduk yang berbunyi: Mesin kapal ini
menggunakan menggunakan minyak pelumas Salyx.
Salyx adalah minyak pelumas yang ketika itu baru saja
mendapatkan approval dari pabrik mesin MAN B&W Jerman,
yang juga merupakan hasil perjuangan langsung dari saya
ketika berhadapan dengan Senior Vice President MAN B&W di
Copenhagen. ”Mesin-mesin kapal Pertamina harus pakai pelumas
Pertamina. Karena itu, sulit bagi Pertamina untuk memakai mesin
MAN B&W, karena MAN B&W belum memberikan approval untuk
Salyx,” kata saya ketika melakukan kunjungan sekaligus lobi ke
markas MAN B&W di Jerman dan Denmark, yang berakhir pada
diberikannya approval dari MAN B&W, meski harus melalui
sejumlah pegujian yang panjang.
Pertamina kemudian mendapat banyak pelajaran berharga
dari pengadaan kapal tanker yang dilakukan sendiri. Yang
pertama pembelajaran dari sisi teknis pembuatan kapal, termasuk
pembelajaran mencari galangan yang tepat, berkualitas dan dengan
harga yang terbaik.
Yang kedua adalah pembelajaran dari cara mencari
pendanaannya. Selama ini, seluruh pendanaan pengadaan kapal
tanker Pertamina disediakan secara internal atau Pertamina tinggal
mencari broker yang bisa menyediakan kapal dan pendanaannya.
Ini memang jalan pintas yang praktis, tapi hasilnya belum tentu
maksimal. Dengan mencari galangan sendiri dan mencari pendanaan
secara mandiri, Pertamina bisa memperoleh kapal dengan kualitas
terbaik dan biaya yang terbaik pula.
Tapi bagaimana mencari dananya? Di sinilah letak tantangan
pembelajarannya. Semula mendapat sinyal akan sulit, tetapi begitu
surat-surat penawaran dibuka, ternyata yang merespons jumlahnya
banyak sekali. Saya dan tim menjadi terpompa semangatnya. Tapi
kemudian soal pendanaan ini ditangani langsung oleh Direksi
setelah sempat berencana menerbitkan obligasi yang kemudian
dibatalkan. Pembatalan juga tidak hanya terbatas pada itu saja.
Direksi juga kemudian membatalkan semua rencana pembangunan
kapal baru yang pernah jadi berita di dunia perkapalan dunia.
Tapi apa yang terjadi kini? Pertamina saat ini sedang dan
akan menambah kapal tanker baru untuk menunjang usaha di masa
mendatang. Pada tahun 2006 lalu, Pertamina telah memesan 8 unit
kapal buatan dalam negeri. Ini merupakan bagian dari komitmen
Pertamina dalam melaksanakan Inpres No. 5 tahun 2005 yakni
mengoptimalkan potensi nasional melalui penggunaan produksi
dalam negeri. Selanjutnya pada tahun 2012 nanti, Pertamina akan
memesan 10 kapal lagi dan menggandeng galangan kapal dari luar
negeri, antara lain Korea dan Cina. Syukurlah, akhirnya telah disadari
betapa penting dan strategisnya mempunyai kapal tanker sendiri.
Baru-baru ini, saya bertemu Achmad Faisal, Direktur Pemasaran
dan Niaga Pertamina yang baru kembali dari perjalanan melihat
dunia perkapalan di Cina. ”Pak Ibrahim, apa yang direncanakan dulu
untuk membangun sejumlah kapal sudah tepatlah itu. Kami sekarang
kewalahan, apalagi semakin mahal harganya.”
Saya terhenyak sebentar, ada rasa haru. Terbayang suasana
122
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
123
arMada laut: kaPal tanker, kita Perlu!
riuhnya perdebatan dan diskusi di lantai 21 Kantor Pusat Pertamina
Jakarta, untuk meyakinkan yang hadir, bahwa Pertamina perlu
kapal milik. ”Outsourcing itu hanya bisa untuk kebutuhan yang
umum seperti kendaraan bermotor yang tersedia di pasar. Untuk
kapal tanker angkut BBM untuk perairan Indonesia harus dibuat
dengan desain khusus agar optimal,” kata saya.
Kesempatan untuk terus memperjuangkan pandangan saya
itu rupanya tidak bisa berlanjut. Tidak lama setelah itu, saya diberi
penugasan baru, meninggalkan Pertamina Perkapalan yang telah
mengajari saya dan anak-anak muda saya tentang cara membangun
kapal tanker dengan kemampuan sendiri.
uuuu
DALAM UNDANG-UNDANG Minyak dan Gas Bumi No. 22/ 2001,
disebutkan bahwa usaha di hilir migas terdiri dari usaha pengolahan,
pengangkutan, penyimpanan dan niaga. Usaha pengangkutan
melalui laut untuk negara kepulauan seperti Indonesia adalah suatu
keniscayaan.
Usaha ini sangat memberi prospek dan menghasilkan nilai
tambah usaha hilir migas. Sayangnya, sedikit sekali yang mau
berinvestasi di usaha angkutan laut. Dari sejumlah izin usaha
angkutan yang telah diberikan, praktis tidak ada badan usaha
pengangkutan yang memiliki apalagi berencana membangun
sejumlah kapal tanker yang mumpuni untuk angkutan BBM dalam
negeri.
Sebagian besar izin usaha pengangkutan laut yang diberikan
Pemerintah saat ini, umumnya hanya memiliki tongkang. Saya
sangat risau dengan kenyataan ini. Kalau saja Pertamina tidak mau
lagi membangun kapal tanker, apa jadinya negara kepulauan ini di
masa mendatang.
Kondisi ini semakin memprihatinkan saya. Negara ini
sangat kecil kemampuan armada kapalnya. Terbayang, bagaimana
kami delegasi Indonesia yang dipimpin Agum Gumelar mengikuti
pertemuan International Maritime Organization (IMO) tahun
2001 di London, yang berusaha melobi kiri kanan agar Indonesia
dapat ditunjuk sebagai salah satu wakil ketua organisasi maritim
dunia tersebut.
Saya ingat waktu itu bulan puasa, suhu London mulai dingin.
Karena besok akan menjamu makan delegasi lain, maka kami
bersiap-siap untuk batal puasa. Sahur tetap kami lakukan, sambil
berbincang dengan Dirjen Perhubungan Laut Tjuk Suhardiman.
”Wah repot juga kita berjuang ini, apa setiap ganti pengurus IMO
harus lobi begini terus,” kata saya.
Besoknya, ternyata delegasi negara lain banyak yang datang,
sehingga ruangan dan meja penuh. Mau tidak mau kami keluar dan
tinggallah Agum Gumelar sendiri di dalam menemani tamu. Kami
akhirnya salaman sambil syukur, ”Wah puasa kita selamat, Pak
Tjuk,” kata saya. Alhamdulillah, akhirnya posisi wakil ketua IMO
bisa kita rebut.
Kemampuan armada kapal Indonesia masih sangat kecil,
padahal Indonesia adalah negara kepulauan. Singapura pada waktu
itu tenang-tenang saja, karena tanpa berjuang sudah jadi wakil
ketua. Sebab, kemampuan armada kapal Singapura memang sangat
besar, berbeda dengan Indonesia.
Data Departemen Perhubungan menyatakan posisi per
124
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
125
arMada laut: kaPal tanker, kita Perlu!
tanggal 31 Maret 2009 total armada sebanyak 8.387 unit kapal,
bila dibandingkan dengan bulan Maret 2005 yang total armadanya
sebanyak 6.041 unit kapal maka terjadi peningkatan jumlah armada
sebanyak 2.346 unit kapal atau sebesar 38,83% di mana sebagian
besar merupakan pengalihan bendera kapal milik perusahaan
pelayaran nasional dari bendera asing ke bendera Indonesia serta
pembangunan kapal baru dan pengadaan kapal bekas dari luar
negeri.
Pentingnya membangun kapal tanker milik sendiri semakin
terasa dengan adanya Azas Cabotage, yang dituangkan dalam
Inpres No. 5 tahun 2005 Tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran
Nasional. Azas Cabotage mengharuskan semua kapal yang berlayar
di dalam negeri berbendera Indonesia dan pada tanggal 1 Januari
2010 saham kepemilikan Indonesia minimal 51%.
Indonesian National Shipowners’ Association (INSA)
mengungkapkan pelayaran asing selama ini menikmati US$ 1,385
miliar per tahun dari pengoperasian 127 kapal untuk kegiatan lepas
pantai dan angkutan migas. Untuk mengganti peran asing itu, maka
dibutuhkan investasi US$ 6,5 miliar untuk pengadaan kapal tanker
baru.
Ini bukan perkara yang mudah, karena bank menuntut
adanya kontrak angkutan jangka panjang dan equity financing
30%. Tapi terlepas dari itu, keberhasilan penerapan Azas Cabotage
bisa meningkatkan kemampuan armada kapal laut Indonesia secara
signifikan.
Kondisi ketertinggalan Indonesia seperti itu, menurut saya
karena kita belum mempunyai kesamaan visi dalam membangun
kemampuan armada laut nasional. Ada yang bilang perlu, ada
yang bilang tidak. Ada yang bilang outsourcing saja, ada pula yang
berpendapat harus memiliki. Kita memang sering terbelenggu
dalam pikiran-pikiran sempit jangka pendek ala korporasi. Tapi
untuk armada laut sebuah negara kepulauan, seharusnya kita perlu
mempunyai gagasan jangka panjang yang visioner.
Itu sebabnya, keputusan membuat kapal tanker milik sendiri
sempat menjadi bahan tarik ulur. Akibatnya, momentum yang
sangat baik pada waktu itu pun sempat hilang. Dalam realisasinya,
dari 12 kapal yang direncanakan, yang berhasil dibangun hanya 6
kapal. Empat kapal dikerjakan galangan lokal, yakni satu tanker
30.000 DWT dikerjakan PT PAL Surabaya—yang terbesar dan
menjadi pengalaman pertama bagi PT PAL—, satu tanker 6.500
DWT digarap PT DPS Surabaya, dan dua tanker dengan bobot
masing-masing 3.500 DWT dan 6.500 DWT diproduksi PT Nan
Indah Shipyard Batam. Waktu pengerjaannya antara 18-24 bulan.
Sisanya, dua kapal tanker Very Large Crude Carrier (VLCC)
digarap Hyundai Heavy Industries. VLCC adalah kapal tanker
terbesar yang pernah dibuat Indonesia dan kebanggaan anak negeri,
tapi telah kandas nyaris tak berbekas, hilang semua kesempatan
untuk menimba ilmu, pengalaman dan keuntungan yang berwujud
maupun keuntungan yang tidak berwujud. Nasi telah jadi bubur.
uuuu
126
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
127
7Supertanker Roh Indonesia
VLCC
128
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
129
yang sudah pasti seperti ini Pertamina tidak memiliki sendiri
kapalnya, sehingga biaya pasokan bahan mentah kilang Cilacap
dapat dikendalikan? Pertimbangan itu pula yang membawa pada
keputusan Direksi dan Komisaris Pertamina untuk membangun
dan memiliki sendiri VLCC.
Pada suatu rapat, saya bertanya kepada kawan-kawan tentang
rencana membangun VLCC. Serentak mereka menjawab: ”Pak, kita
belum punya pengalaman dengan VLCC.”
Saya kemudian membalasnya dengan jawaban: ”Yang saya
butuh berani atau tidak. Saya kagum dengan Pak Habibie adalah
karena keberaniannya untuk mewujudkan pikiran-pikiran besar.
Banyak orang pintar tapi tidak berani ambil resiko. Kalau Anda
berani, mari kita membangun VLCC sebagai sebuah puncak
keberanian kita berinovasi untuk kebesaran Bangsa.”
VLCC akan menjadi armada tulang punggung bagi Pertamina,
VlCC Pertamina 1KKapal supertanker Very Large Crude Carrier (VLCC) berbobot mati
260.000 DWT, adalah kapal tanker terbesar yang pernah dibangun
bangsa ini. Kapal supertanker ini dapat mengangkut minyak
sebanyak 2 juta barrel atau setara dengan kebutuhan BBM nasional
selama 2 hari. Kapal dengan panjang 330 meter atau lebih tiga
kali panjang lapangan bola itu akan digunakan untuk mengangkut
minyak mentah dari Timur Tengah ke Indonesia.
Bagi Indonesia, VLCC bukan barang asing, bukan barang
yang tidak pernah disentuh. Sudah lebih dari 15 tahun, kapal ini
bolak balik singgah di Cilacap membawa minyak mentah dari Timur
Tengah. Bahan baku kilang Cilacap memang dirancang berasal dari
Timur Tengah.
Trayek kapal ini persis seperti laju setrika pakaian, bolak balik
dari Arab Saudi ke Cilacap tanpa harus menunggu muatan karena
sudah terencana. Pengusaha mana saja pasti akan sangat senang
dengan kepastian muatan, kepastian harga dan masa sewa yang
ujung-ujungnya adalah kepastian laba.
Berdasarkan pertimbangan itu, mengapa untuk keperluan
VlCC: suPertanker roh indonesia
130
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
131
perusahaan CLASS, seperti ABS, Loyd Register, DNV, NK dan
GL. Kami minta mereka mengajukan proposal termasuk besarnya
biaya.
Seperti kejatuhan durian runtuh, begitulah yang dialami.
Secarik surat mampir ke meja saya. Isinya: American Bereau
Shipping (ABS) akan membantu tanpa biaya. Ini adalah suatu hal
yang sudah saya perkirakan. ABS saat itu sedang dirundung malang.
Sebuah kapal VLCC asuhannya dengan nama lambung Prestige,
patah di depan laut Spanyol. Kenapa bisa patah, selalu menjadi
bahasan pada setiap pertemuan periodik CLASS yang saya ikuti
pada masa itu di kawasan Asia.
Dalam pandangan saya, ABS memerlukan kesempatan
VlCC Pertamina 2
untuk mengamankan pasokan BBM dalam negeri. Kehadiran VLCC
juga bisa digunakan untuk menghindari kartel tanker. Membangun
VLCC pada saat itu jelas sangat menguntungkan.
Ketika itu, akibat situasi krisis ekonomi yang belum pulih
benar dan siklus bisnis tanker dunia sedang berada pada titik
terendah, sehingga harga kapal dunia sedang rendah-rendahnya.
Siklus bisnis pasar tanker ini terjadi secara periodik dan dapat
dipelajari kecenderungannya. Hal ini dimanfaatkan Pertamina
sehingga harga yang terbentuk terjadi pada tingkat US$ 65,4 juta,
harga termurah dalam puluhan tahun terakhir. Saat ini, kapal tanker
berbobot mati 30.000 DWT saja harganya mencapai US$ 30 juta.
Keputusan membangun kapal supertanker ini juga didasarkan
atas pertimbangan bisnis. Berdasarkan kajian konsultan independen
Japan Marine Science Inc., pengoperasian VLCC oleh Pertamina
memerlukan biaya operasi bersih sebesar US$ 28.800 per hari.
Sementara jika sewa dari pihak lain, biayanya US$ 35.000 per hari.
Dengan demikian, Pertamina bisa menghemat US$ 6.200 per
hari atau US$ 2.263.000 setahun. Bila Pertamina mengoperasikan
2 VLCC, nilai penghematannya mencapai US$ 4.562.000. Kalau
nilai penghematan itu dikumpulkan dalam dua tahun, dananya bisa
digunakan untuk membeli kapal tanker berbobot mati 6.500 DWT.
Pembangunan kapal supertanker VLCC juga menyisakan
pelajaran yang sangat berharga bagi Indonesia. Meski dikerjakan oleh
galangan Korea Selatan, tapi proses pembuatannya, yang dimulai
dari perencanaan, desain dan eksekusinya bisa ikut dipelajari.
Langkah awal membangun kapal adalah dimulai dengan
membuat desain dasar. Kami sama sekali tidak punya pengetahuan
tentang ini dan kemudian disepakati dengan meminta bantuan
VlCC: suPertanker roh indonesia
132
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
133
macam. Ada yang garuk-garuk kepala sambil tersenyum, ada yang
minta waktu untuk berpikir-pikir. Tapi saya tetap menyampaikan
bahwa dalam waktu dekat Pertamina akan membuka tender
pembangunan VLCC bagi galangan yang berminat. Ternyata
kemudian, banyak galangan mengajukan penawaran.
Saya jadi teringat ketika saya dan tim mengunjungi galangan
di Dalian Cina yang sedang membangun VLCC milik Iran. Begitu
juga semua galangan besar di Korea seperti Daewoo, Samsung dan
Hyundai. Saya ingat betul dialog saya dengan Roland Gultom di
galangan Hyundai.
Begitu melihat ada VLCC yang sedang dibangun dan ada dock
yang sedang kosong, Roland mengatakan, nanti akan ada dua buah
tanker VLCC kebanggaan Indonesia di situ. Yang satu namanya
Presiden Megawati melihat Maket VlCC di Balongan
untuk memulihkan namanya saat itu. Karena itu tawaran
Pertamina ditangkap habis. Keputusan itu sangat strategis,
paling tidak ABS akan mengasuh selama 20 tahun kapal VLCC
yang dibangun Pertamina—masih berlangsung sampai saat ini.
Langkah kedua adalah mencari galangan yang mampu membangun
VLCC dalam waktu dekat. Saya bersama tim mengadakan roadshow
ke beberapa galangan di Cina, Korea Selatan dan Jepang. Bisa
dibayangkan pada saat itu, Letter of Credit (LC) Indonesia saja sulit
diterima negara asing. Kami pun sulit meyakinkan kepada para
pemilik galangan bahwa Indonesia akan membangun kapal super
tanker VLCC.
Ketika bertemu dengan para pemilik galangan dan kami
sampaikan rencana membangun VLCC, reaksi mereka bermacam-
Penyerahan sertifikasi mutu oleh CLASS DNV untuk Pertamina Perkapalan
VlCC: suPertanker roh indonesia
134
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
135
Dalam perkembangan kemudian, Dirut Pertamina Ariffi
Nawawi mengarahkan, nama itu cukup diputuskan Direksi
Pertamina saja. Syukuran pemberian nama pun digelar di Pertamina
Perkapalan Yos Sudarso Jakarta, berupa upacara potong sapi dengan
masakan gulai Aceh, dihadiri oleh mantan Direktur Perkapalan dan
Telekomunikasi Kartiyoso dan pejabat Direktorat Hilir Pertamina.
Direktur Hilir Harry Purnomo meresmikan namanya
menjadi Pertamina 1 dan Pertamina 2. “Tidak ada rencana
menjual VLCC ini,” kata Harry Purnomo membantah rumor yang
sedang beredar waktu itu. Semua yang hadir lega mendengarnya.
Langkah penting yang kami lakukan adalah bahu membahu
mempersiapkan semua sumber daya untuk melakukan kaji ulang
desain yang diajukan galangan dan mengawasi pembangunannya.
Kami sadar bahwa pekerjaan ini besar dan berat sehingga perlu
dibantu pihak lain.
Saya kemudian didatangi Prof Soegiono, Rektor Institut
Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Dari bincang bincang
beliau mengeluh begitu banyak dosen yang sudah mendapatkan bekal
ilmu di luar negeri, tetapi menjadi kurang terasah karena sangat
sedikit kesempatan di dalam negeri untuk mengembangkannya.
Saya katakan kepada beliau, “Baik pak, sekarang ada
kesempatan bagus untuk mengasah ilmu, Pertamina segera akan
melakukan kaji ulang desain VLCC yang cukup banyak yang dikirim
galangan Hyundai dan harus segera selesai.”
Mengkaji desain, apalagi berkesempatan membahas desain
kapal supertanker seperti VLCC, adalah kesempatan yang langka.
Sepanjang pengalaman Indonesia membangun kapal tanker, ya baru
sekali itu berpengalaman mengulas desain VLCC. Pembangunan
Baihaki dan satu lagi namanya Ibrahim. Saya ketawa dan menjawab,
memangnya pangkat saya itu apa. Kami betul-betul bermimpi pada
waktu itu.
Nyatanya Allah kemudian mengabulkannya. Indonesia pernah
membangun kapal VLCC. Itu sejarah, itu prestasi, tidak boleh ada
satu orang pun di dunia ini mengingkarinya. Pada saat ini kedua
VLCC itu sedang melayari samudera dunia dengan bendera asing,
tapi roh Indonesia. Bagaimana tidak, di dalamnya ada mushalla dan
tempat beribadah agama lain, ciri khas Indonesia.
Pada suatu waktu di tahun 2004, kami mengikuti pameran
minyak dan gas di Balongan. Kepada Presiden Ibu Megawati
Soekarnoputri yang melihat maket VLCC, dan dengan disaksikan
Menteri Purnomo Yusgiantoro, saya berkata: “Bu Presiden, kami
akan segera mengajukan nama kapal VLCC yang sedang dibangun
ini dengan nama Indonesia 1 dan 2 atau Sukarno dan Hatta.”
Mendengar ucapan saya, Presiden tersenyum dan mengangguk.
Pembukaan diskusi panel Bisnis tanker nasional, Prospek dan tantangannya, yang dibuka oleh Menteri Perhubungan agum gumelar
VlCC: suPertanker roh indonesia
136
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
137
itu saya tugaskan secara bergantian para nakhoda untuk training
di kapal VLCC yang sedang dicarter. Dari training itu, diketahui
bahwa manfaat yang diterima tidak hanya terlatihnya kemampuan
teknis, tapi juga terbentuknya sikap mental disiplin yang sangat
dibutuhkan pada pengoperasian kapal canggih seperti VLCC.
Pembelajaran lain yang tak kalah pentingnya adalah dalam
hal mencari pendanaan untuk pembangunan VLCC. Sejak awal
pendanaan VLCC direncanakan menggunakan dana eksternal.
Proses penetapan sumber dana kemudian memakan waktu, sehingga
harus menggunakan dana internal dulu untuk menalangi kewajiban
jatuh tempo.
Perkembangan selanjutnya saya tidak mengikuti, tetapi
ujung dari proses tersebut adalah penjualan kedua VLCC yang telah
banyak mengajarkan kami, saya dan anak-anak muda saya, tentang
membuat kapal supertanker, yang di dunia jumlahnya hanya 550
unit.
Penjualan VLCC kemudian menjadi begitu ramai di media
massa. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pun membuat Panitia
Khusus (Pansus) untuk menyelidikinya. Saya termasuk orang yang
dimintai keterangan oleh Pansus DPR. Pada hari saya dimintai
keterangan, dijadwalkan juga pemeriksaan kepada 2 pejabat negara
lainnya.
Dalam pemeriksaan itu, saya hanya menjelaskan mengenai
pertimbangan teknis, ekonomis dan bisnis mengenai perlunya
Pertamina memiliki VLCC. Sedangkan mengenai pertimbangan
menjualnya, saya tidak tahu, karena tugas saya sudah tidak terkait
lagi dengan itu.
Kasus VLCC kemudian juga menjadi kasus hukum dan
kapal VLCC menyediakan kesempatan mengasah ilmu yang luar
biasa.
Menurut Prof. Ir. Djauhar Manfaat, MSc, PhD, Dekan Fakultas
Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Surabaya, hasil kaji ulang desain (design review) yang dilakukan
oleh anak bangsa Indonesia ini menunjukkan bahwa meskipun
kapal ini didesain oleh perusahaan galangan kapal asing dari negara
maju seperti Korea Selatan, ternyata masih terdapat banyak sekali
kekurangan dan bahkan kesalahan yang telah diidentifikasi dalam
desain yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut.
Hal ini membuktikan bahwa kemampuan bangsa Indonesia
tidaklah kalah jika dibandingkan dengan kemampuan bangsa asing
di negara maju, bahkan bisa lebih baik. ”Betapa membanggakan!”
kata Prof. Ir. Djauhar Manfaat, MSc, Ph.D, yang pada waktu sebagai
ketua Tim Kaji Ulang Desain. Sayangnya, dokumen yang sangat
berharga itu tidak tersisa dan tak selembar pun yang tersimpan agar
bisa dipelajari, karena harus diserahkan kepada pembeli VLCC.
Saya juga mempersiapkan diri pada tahapan operasi nanti.
Dari sejak awal saya sudah menyadari, bahwa Pertamina belum
punya pengalaman untuk mengelola sebuah VLCC. Untuk itu
Pertamina dapat menggunakan jasa ship management, suatu jasa
yang sangat lumrah dan luas digunakan dalam dunia pelayaran
sehingga tidak ada masalah yang serius ketika VLCC dioperasikan di
kemudian hari. Persiapan dan pembahasan mengenai penggunaan
jasa ship management dilakukan secara simultan.
Tapi saya pikir, bagaimana pun Pertamina Perkapalan
secara bertahap harus tahu dan bukan tidak mungkin suatu waktu
nanti harus mampu mengoperasikan sendiri kapal VLCC. Karena
VlCC: suPertanker roh indonesia
138
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
139
begitu, bolak-balik Bandung,” katanya. Kemudian selama 3 tahun
saya menjalani pendidikan, bolak-balik Jakarta-Surabaya dengan
sangat melelahkan, menutup telinga dari segala cerita yang berbau
VLCC untuk menghindari perasaan emosional. Akhirnya melalui
sidang terbuka dengan penguji para Guru Besar dari ITS, UNAIR
dan ITB, termasuk Prof Dr Purnomo Yusgiantoro MA, MSc, Institut
Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya menyatakan Ibrahim Hasyim
berhak memperoleh Gelar Doktor dengan predikat Cum Laude.
Alhamdulillah, sebuah perjalanan panjang yang awalnya
didorong oleh sebuah kekecewaan dan protes, tapi Allah punya
rencana lain yang lebih indah untuk saya. Saya pun tidak ikut
terseret dalam kasus VLCC dan ditambah lagi menjadi Doktor.
Apakah hal itu membuat saya menjadi puas? Sama sekali
tidak. Perjuangan saya belum selesai. Ada pertanyaan besar di benak
saya, apakah pembangunan kapal VLCC itu suatu proyek besar
bagi negara ini? Kalangan DPR menyebut VLCC sebagai monumen
nasional atau Monas kedua di Indonesia.
Saya bisa memahaminya. Kapal yang panjangnya lebih
dari 3 kali lapangan bola dan mampu mengangkut minyak untuk
2 hari kebutuhan nasional serta dilengkapi teknologi yang sangat
canggih itu, bukanlah kapal sembarangan. Kapal ini tidak hanya
memberikan nilai yang berwujud saja, tetapi juga memberi nilai
yang tak berwujud.
Ketika proyek VLCC digarap, nama Indonesia terangkat di
mata dunia maritim dan pengakuan seperti itu memang diperlukan
bagi Indonesia. Saya ingat betul ketika awal menggagas VLCC. Letter
of Credit (LC) saja tidak diterima di negara lain, apalagi membangun
VLCC, pasti tidak akan ada yang mau ikut tender.
bertepatan waktu dengan mantan Dirut Pertamina pada waktu
kapal diserahkan. Saya juga dimintai keterangan oleh Kejaksaan
Agung. Di sana pun saya hanya terbatas pada menjelaskan proses
perencanaan pembangunan kapal baru dan proses penjualan
kapal tua. Persoalan yang terkait dengan jual menjual VLCC,
apa pertimbangannya, saya tidak tahu. Perkembangan terakhir,
kita tahu bahwa pada tanggal 10 Februari 2009, Kejaksaan
Agung menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan
(SP3) kepada para tersangka, antara lain Ir Laksamana Sukardi.
Rasanya saya termasuk orang yang paling menderita. Kawan-
kawan menyebut saya sebagai orang yang terzalimi dari hingar
bingarnya kasus VLCC pada waktu itu. Dari bisik-bisik yang
beredar, saya mendengar bahwa saya termasuk orang yang diduga
memprovokasi kasus ini lewat media massa dan Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM). Saya lalu diminta pindah.
Saya sudah bekerja selama 37 tahun dengan golongan
Pembina 4, golongan gaji tertinggi di Pertamina. Saya tidak
mau diperlakukan seperti itu. Apalagi sejujurnya saya katakan,
saya tidak pernah memprovokasi siapa pun, tidak ada satu
LSM maupun wartawan yang datang bertanya kepada saya.
Suatu hari, Harry Purnomo sebagai kawan katanya, meminta saya
bersiap-siap untuk diganti. Saya dan keluarga sangat siap dan akhirnya
pada tanggal 3 Maret 2004, begitu selesai serah terima dan dengan
jabatan baru sebagai Staf Ahli Direktur Utama Bidang Hilir, saya melapor
kepada Dirut Pertamina Ariffi Nawawi. “Pak, saya mohon izin bisa
kuliah di Pasca Sarjana untuk program Doktor. Saya harus mengambil
jam kerja karena program regular, bukan program eksekutif.”
Dirut Ariffi mengatakan, “Silahkan saja. Saudara saya juga
VlCC: suPertanker roh indonesia
140
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
141
VLCC dan Indonesia pernah memiliki VLCC sekalipun hanya dalam
sekejap. Karena itu sekali lagi harus dicatat dalam sejarah pelayaran
nasional.
Juli 2004, satu dari dua VLCC milik Pertamina diserahkan
kepada pemiliknya yang baru, sisanya diserahkan bulan September
di tahun itu. Pembelinya adalah Frontline Ltd, perusahaan yang
berbasis di Bermuda. Penyerahan dua VLCC yang dijual itu,
dilakukan sesaat setelah kapal diserahkan Hyundai Heavy Industries
kepada Pertamina di galangan Hyundai Korea Selatan.
Setelah kapal diserahkan dari Pertamina kepada Frontline,
seluruh karyawan Pertamina yang berada di kapal diminta turun.
Bersamaan dengan itu, lambang Pertamina yang telah melekat
digergaji untuk diganti dengan logo yang baru. Meski saya tak
melihat dengan mata kepala sendiri, tapi saya bisa merasakan
lengkingan suara gergaji yang begitu menyayat hati. Tetesan air
mata pun tak cukup untuk menahan jeritannya.
uuuu
Dari sinyalemen sinis itu, kemudian yang terbukti adalah
begitu banyak perusahaan yang berminat. Saya bertanya kepada
mereka, mengapa tuan-tuan berminat? Jawab mereka: “Yang
pertama kami lihat adalah Pertamina. Kami kenal perusahaan
ini adalah perusahaan yang mempunyai reputasi baik di dunia
internasional,” katanya.
Selama pembangunan VLCC, telah dibuatkan jadwal kapan
kapal itu diperiksa, yang dilakukan pada setiap kemajuan pekerjaan.
Deputi Perkapalan juga sudah dijadwalkan untuk melakukan
kunjungan ke galangan Hyundai, yaitu pada saat peresmian
penyerahan, yang jika mungkin dilakukan oleh Presiden Republik
Indonesia.
Kita boleh berencana, tapi Tuhan yang menentukan.
Nyatanya sampai kapal tersebut berpindah kepemilikan, saya tidak
berkesempatan untuk melihatnya, walaupun hanya dalam sekejap
saja.
Saya hanya sempat menerima surat dari salah satu pimpinan
Hyundai yang berpamitan karena telah menyelesaikan tugas dan
dia berterima kasih dapat ikut membuat dan menyelesaikan VLCC
pesanan Pertamina dengan sangat baik. Dia sangat prihatin dengan
nasib kapal itu selanjutnya.
Indonesia membangun dua buah kapal VLCC dengan bobot
mati 260.000 DWT sebagai kapal terbesar milik Pertamina, milik
bangsa Indonesia. Museum Rekor Indonesia (MURI) seharusnya
mencatat prestasi ini, yang untuk pertama kalinya, Indonesia
berhasil membuat supertanker.
Apapun yang terjadi, tidak boleh ada satu orangpun di dunia
ini yang mengingkari, bahwa anak bangsa ini sanggup membangun
VlCC: suPertanker roh indonesia
142
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
143
8Perjuangan untuk Salyx
PeLumaS PerKaPaLan
144
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
145
besar seperti Wiraswasta Gemilang yang memproduksi Penzoil dan
Evalube, serta Topindo Atlas produsen Top 1 menguasai sekitar 11-
12 persen pangsa pasar otomotif, sementara pemain dunia seperti
Shell, ExxonMobil dan BP prosentase pangsa pasarnya belum
mencapai 2 digit.
Pangsa pasar Pertamina yang masih tinggi, adalah sebuah
pencapaian yang luar biasa. Menurut studi Boston Consulting Group
(BCG), pangsa pasar pelumas Pertamina akan tinggal 40 persen.
Perkiraan ini didasarkan pada pengalaman banyak negara yang
memberlakukan pasar monopoli, yang begitu dibuka maka dengan
cepat pangsa pasarnya langsung hancur. Pasar pelumas Argentina
yang dimonopoli YPF misalnya, melorot ke sekitar 18 persen setelah
diberlakukan pasar bebas.
kM Fastron menggunakan salyx
PPersaingan minyak pelumas dunia semakin ketat. Asumsi itu bisa
dilihat dari banyaknya pemain yang terus aktif menguasai pasar.
Ekspansi bahkan terus dilakukan oleh para pemain utama seperti
Shell dan ExxonMobil, yang secara bersama–sama menguasai
sekitar 25 persen pangsa pasar pelumas dunia itu. Bersama British
Petroleum (BP) dan Fuchs, para pemain kelas wahid itu tampil di
mana-mana.
Di Indonesia, suasana persaingan yang sengit semakin terasa
setelah pemerintah memberlakukan pasar bebas bagi pelumas
melalui Keputusan Presiden RI (Keppres) No. 21 Tahun 2001
tentang Penyediaan dan Pelayanan Pelumas. Bila sebelumnya
Pertamina menguasai pasar pelumas mineral secara penuh, sejak
beleid itu dikeluarkan pasar dibanjiri pemain lokal dan asing.
Saat ini beredar lebih dari 250 merek pelumas yang dibuat oleh
24 produsen yang terdaftar. Hal ini yang membuat pasar menjadi
terbagi-bagi, sehingga pangsa pasar Pertamina secara nasional kini
berada di kisaran 54 persen.
Sekedar gambaran, perusahaan pemasar yang tergolong
PeluMas PerkaPalan: Perjuangan untuk salyX
146
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
147
Dalam perjalanan kemudian, seleksi manajer di lingkungan
pelumas pun dilakukan dengan sangat ketat. Kandidat tidak hanya
memiliki kemampuan kompetensi, tetapi juga daya juang tinggi.
Suatu kali, dua calon yang mempunyai pengalaman dan kompetensi
yang baik diseleksi. Dari presentasi dan diskusi terkesan mereka
pesimis terhadap perkembangan yang terjadi. Direksi langsung
ketok palu, sekalipun mereka mempunyai kompetensi yang sangat
bagus. “Tolak, kita cari orang yang berani dan optimis,” katanya.
Kepemimpinan sangat menentukan pada saat sedang berbenah.
Pembenahan di alat produksi sangat penting, mengingat
LOBP yang ada di Tanjung Priok dan Surabaya sudah tua dan
teknologinya sudah absolut. Saya ingat waktu itu di tahun 1973,
saya praktek kerja di sana, mengisi pelumas ke dalam drum dan
tank cleaning tangki base oils. Kalau siang suhu udara panas sekali.
Saya biasanya berteduh di balik kerumunan tangki.
Pengembangan mutu pelumas yang cepat dan berkelangsungan
harus didukung oleh teknologi alat produksi yang memadai. Hasil
pengembangan fasilitas pengisian telah dilakukan di seluruh LOBP
dengan jalan modernisasi, menggunakan teknologi terkini yang
dilengkapi Laser Marker untuk menjaga keaslian pelumas produksi
Pertamina.
LOBP baru di Gresik yang diresmikan Maret 2009 telah
menjadi LOBP paling modern di Asia, yang pertama yang dimiliki
dan dioperasikan Pertamina. LOBP ini sudah menggunakan
teknologi In Line Blending sehingga hasil produksinya sangat akurat
dan proses waktunya cepat.
Bekerjasama dengan SK Energy Korea, Pertamina membangun
kilang di Dumai yang menghasilkan bahan baku pelumas group III
Hasil studi BCG telah membakar semangat saya yang pada
waktu itu menjabat sebagai Kepala Divisi Pemasaran Non BBM,
LPG dan BBG. “Ah tidak mungkin itu,” kata kawan-kawan saat
membahas studi BCG.
Kami terus duduk berdiskusi, siang dan malam memikirkan
bagaimana cara mempertahankan pangsa pasar agar tidak
melorot habis. Secara umum, kami menyusun strategi untuk terus
memperbaiki kualitas produk dengan mengikuti perkembangan
mutu minyak pelumas dunia, memperbanyak approval dari engine
manufacturer, memperbaiki sistem pemasaran dan melakukan
seleksi dealer yang tangguh dan loyal.
Usaha lain yang dilakukan adalah melakukan promosi yang
tepat serta melakukan ekspansi dan perluasan pasar ke luar negeri
dengan prioritas negara tetangga. Strategi mempertahankan pangsa
pasar juga dilakukan Pertamina dengan prioritas tertentu sesuai
perkembangan dan persaingan yang terjadi.
Memperbaiki mutu produk dilakukan secara terus menerus
dengan meningkatkan pengendalian mutu (quality control),
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan Sumber Daya
Manusia melalui berbagai training, baik di dalam maupun di
luar negeri, antara lain pendidikan formal S2 di luar negeri. Juga
memodernisasi Lube Oil Blending Plant (LOBP).
Hasil pengembangan SDM sangat membanggakan dan sampai
saat ini sudah memiliki dua orang Sarjana Tribology, dua orang
lulus magang di Shell, empat orang lulus magang di Mobil Oil dan
secara rutin setiap tahun mengirim delapan orang untuk mengikuti
pelatihan pelumas dan pelumasan di additive manufacturer
terkemuka.
PeluMas PerkaPalan: Perjuangan untuk salyX
148
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
149
pelumas high tier yang sangat dikenal saat ini.
Saya ingat, waktu itu saya menandatangani naskah kerjasama
pemasaran dengan Bambang Irwanto, Direktur Operasi PT Iroda
Utama di Gedung Sudirman Tower di Jl Sudirman, Jakarta dengan
disaksikan Harry Purnomo, Direktur Pemasaran PT Pertamina dan
Theodore P Rachmat, Pimpinan PT Astra International.
Dalam perjalanannya, kemudian terbukti bahwa exclusive
dealer saja tidak cukup. Dengan pembenahan terus menerus,
termasuk promosi yang tepat itulah, Fastron saat ini menjadi
pelumas kebanggaan Pertamina. Fastron sudah melanglang buana
dan dipakai di ajang balap dan reli, baik di Indonesia maupun di
luar negeri. Di tim A1 Indonesia, Fastron digunakan oleh pembalap
Satrio dan Bagus Hermanto, sedangkan di arena reli digunakan oleh
pereli Rifat dan Rizal Sungkar
Pembenahan juga dilakukan di lini depan dan ini sesuatu
yang mutlak dilakukan karena saat ini sedang terjadi perang
“servis”. Untuk menambah saluran pemasaran pelumas, Pertamina
membangun gerai ganti oli yang dinamakan Oli Mart dengan
standar pelayanan yang prima, jauh berbeda kualitasnya dengan
Graha Mesran yang pernah dilakukan sebelumnya.
Strategi untuk tetap mempertahankan pangsa pasar juga
dilakukan dengan terus meluncurkan produk pelumas baru, baik
pelumas otomotif maupun pelumas industri. Saat ini jenis pelumas
otomotif sudah mencapai 17 merk dagang dengan segala serinya,
pelumas industri mencapai 16 merk dagang dengan segala serinya
serta 5 merk dagang minyak gemuk. Penyebarannya dilakukan di
seluruh Indonesia melalui dealer, Agen Tunggal Pemegang Merek
(ATPM), bengkel resmi, SPBU, Oli Mart, bengkel endure, bengkel,
yaitu bahan baku pelumas sintetik. Keberhasilan ini membanggakan,
karena Pertamina terus mengikis ketergantungan dan harus
membangun kemandirian secara bertahap.
Kunci lainnya yang sangat mendasar adalah Pertamina tidak
lagi bekerjasama langsung dengan produsen pelumas terkemuka
seperti pada masa lalu, tetapi menjalin bisnis langsung dengan
technology provider sekaligus produsen additive seperti Lubrizol,
Infineum, Chevron Oronite dan Afton.
Pengalaman bekerjasama dengan produsen lain, sering kali
dirasakan adanya conflict of interest. Ketika satu jenis produk
Pertamina laku keras di pasar, produk tersebut justru menggerus
produk sejenis yang menjadi dagangan produsen yang bekerjasama
dengan Pertamina.
Bila itu terjadi, sebuah skenario lalu dirancang untuk
menekan produk pelumas Pertamina yang laku keras itu. Misalnya
pasokan additive ataupun base oil yang dipesan Pertamina dibuat
bermasalah. Entah terlambat datang atau harganya berubah.
Kejadian seperti ini berujung pada kekecewaan konsumen sehingga
konsumen beralih ke produk lain.
Masuk ke pasar pelumas high tier, bagi Pertamina sebenarnya
bukan hal baru. Dulu pernah ada produk Mesran F1 (synthetic oil)
tapi gagal, antara lain karena tidak fokus pada segmen yang dituju.
Satu kali saya melihat produk ini ada di Belitung, yang sudah pudar
catnya, dipajang di etalase kios SPBU. “Bagaimana bisa laku di sini?”
pikir saya. “Wong mobil sedan keluaran baru saja tidak ada.”
Ini pelajaran yang sangat baik. Segmentasi harus jelas dan
dealer harus eksklusif. Itulah kemudian yang mendasari kami
akhirnya memilih exclusive dealer untuk memasarkan Fastron,
PeluMas PerkaPalan: Perjuangan untuk salyX
150
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
151
suatu posisi yang lebih tinggi dipelataran pasar pelumas dunia.
Keinginan untuk ekspor pelumas tidak berhenti. Suatu
kesempatan di tahun itu juga, saya mengikuti reli mobil dari
Pontianak ke Kuching Malaysia. Saya melihat di sana dijual pelumas
Pertamina Mesran yang masuk secara ilegal. Saya mencari tahu,
siapa pembelinya. Jawaban saya peroleh: “Umumnya tenaga kerja
Indonesia yang ada di Malaysia.”
Satu hari kemudian, saya panggil staf Dinas Pelumas Djoko
Ariwiyanto. Saya katakan, “Saudara dipindah ke Kalimantan sebagai
Kepala Penjualan, tetapi Saudara harus mampu mengekspor Mesran
ke Malaysia.”
Seketika itu, tidak ada jawaban. Tapi setelah sebulan kemudian,
Djoko melaporkan perkembangan yang menggembirakan. Dari
telepon di Balikpapan, kantor pemasaran Pertamina, Djoko
melaporkan: “Pak, sudah satu kotak kontainer masuk ke Serawak
Malaysia.” Saya betul-betul bangga, karena itulah ekspor pertama
pelumas Pertamina. Pelajaran yang saya petik, kalau kita mau, pasti
ada jalan.
Mengingat pasar pelumas di Indonesia sudah sangat padat tapi
di sisi lain Pertamina harus menunjukkan bahwa pelumas buatannya
bukan jago kandang, maka sejak 2007 pelumas Pertamina semakin
serius merambah ke dunia internasional. Negara tujuan ekspor
yang sudah dimasuki adalah Pakistan, Uni Emirat Arab, Thailand,
Taiwan, Singapura, Myanmar, Australia, Qatar, dan Belgia. Pada
waktu yang lalu, saya sebenarnya berencana untuk menggarap
Madagaskar. Dari hasil penelitian kami, masyarakat di sana sangat
gandrung dengan produk-produk Indonesia. Saya melihat peluang
sehingga ada upaya masuk ke Madagaskar.
toko oli, serta retailer besar seperti Carrefour dan Indomart, juga
kontrak langsung dengan industri.
Akan halnya untuk pelumas industri harus dengan pendekatan
lain, yakni lebih ditekankan servis dengan sistem monitoring melalui
pemeriksaan used oil analysis di Oil Clinic milik Pertamina Pelumas.
Kemajuan ini luar biasa dibandingkan di masa lalu. Banyak industri
mengeluh atas buruknya layanan Pertamina dan para dealernya.
Komentar mereka, “Kami harus menyembah-nyembah pak, kalau
mau beli pelumas yang sedang laku di pasar.”
Untuk meningkatkan citra Pelumas Pertamina yang
berkualitas di mata konsumen, Pertamina bekerja sama dengan
ATPM membuat tim balap seperti yang dilakukan dengan Honda,
Toyota, Subaru dan Ford, sedangkan dengan pabrikan sepeda motor,
Pertamina bekerja sama dengan Yamaha dan telah melahirkan
pembalap nasional Doni Tata.
Saat ini pelumas Pertamina digunakan di 90% pabrik
kendaraan di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa pelumas
Pertamina mempunyai kualitas yang baik. Pelumas Pertamina
bahkan telah digunakan oleh konsumen di mancanegara.
Kiprah pelumas Pertamina di pasar dunia, berawal ketika
saya mengikuti seminar International Lubricating Oil di Beijing,
akhir Februari 2000. Saya mampir di Ho Chi Minh Vietnam, dalam
rangka penjajakan kemungkinan ekspor Mesran ke Vietnam. Kami
mengunjungi beberapa LOBP dan setelah melihat kondisinya, saya
berbesar hati jika dibandingkan dengan yang ada di Indonesia.
Kesimpulannya, kalau mau masuk pasar Vietnam, peluangnya
ada pada pelumas mutu rendah dan itu tidak menguntungkan kita
yang sedang membangun citra sebagai produsen yang terpercaya,
PeluMas PerkaPalan: Perjuangan untuk salyX
152
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
153
Pertamina. Daftarnya panjang sekali, disertai quantity yang tidak
tanggung-tanggung, yaitu sekitar 17 ribu drum.
Ini kesempatan yang bagus. Setelah diselidiki, ternyata
pesanan Angkatan Bersenjata (AB) Taiwan untuk konsumsi 3 tahun.
Agar pelumas Pertamina betul-betul bisa diterima, Pertamina ditanya
apakah sanggup memproduksi dalam jumlah yang diinginkan. Ini
tentu bukan persoalan, karena produksi di Jakarta saja saat itu 50
ribu drum dalam sebulan.
Mereka juga mempertanyakan apakah kualitas pelumas
Pertamina mampu dipertahankan untuk waktu 3 tahun. Ini
pekerjaan yang tidak main-main, karena harus memikirkan
kehandalan suplai drum, jadwal pengiriman dengan kapal
mengingat pelumas harus diangkut oleh lebih dari 200 kontainer
selama 2 bulan. Juga jaminan kualitas selama 3 tahun. Apalagi saat
itu suplai drum agak seret karena bahan baku pembuatnya harus
berebutan untuk pembuatan tabung LPG 3 kilogram.
Pemikiran lain adalah bagaimana Pertamina harus
menyiapkan produksi pelumas untuk pengiriman selama 3 tahun,
sementara harganya fix pada saat tender? Setelah dibuat formulasi
harga dan dikirim ke AB Taiwan, harga itu masih ditawar. Karena
ingin menang tender, Pertamina menurunkan tingkat profit.
Maklum, pesaing tinggal satu yaitu perusahaan minyak negara CPC
Taiwan. Selain mampu menekan AB Taiwan, keunggulan harga CPC
Taiwan adalah karena tak memerlukan ongkos kirim melalui kapal
laut.
Pada tender pertama, tidak ada pemenang karena AB Taiwan
minta harga yang sangat murah. Sementara pada bulan Juli 2008,
harga base oil internasional sedang tinggi-tingginya. Tak satu
Masuknya pelumas Pertamina ke Myanmar, berawal dari
informasi yang disampaikan partner lokal Pertamina, tentang
tender industrial gear oil. Mereka yang akan melakukan tender.
Mereka lalu minta harga CNF. Harga disubmit kepada distributor
Pertamina di sana dengan margin yang mepet.
Di Indonesia, Pertamina sudah sangat dikenal. Tapi
di Myanmar, Pertamina bukan siapa-siapa. Karena itu harus
dijelaskan dengan sejelas-jelasnya siapa Pertamina, apa daya tawar
yang bisa diunggulkan. Setelah berharap-harap cemas, dua bulan
kemudian pemenang tender diumumkan. Alhamdulilah, pelumas
kita dipercaya pemerintah Myanmar.
Meski demikian, surat pengumuman pemenang tender itu
bukan akhir dari segalanya. Justru awal dari bisnis yang sebenarnya.
Pertamina diberi waktu pengiriman maksimum 45 hari sejak ijin
impor dikeluarkan. Untuk catatan, di Myanmar, semua impor
barang harus mendapatkan ijin impor dari pemerintah dan ijin ini
menjadi dasar bank setempat untuk menerbitkan L/C.
Meski sudah mendapatkan jadwal kapal yang jelas dengan
leadtime 2 minggu dari Jakarta, ternyata di tengah jalan kapal
tersebut ”divert”. Seharusnya dari Port Klang langsung ke Yangoon,
ternyata mampir dulu ke Bangkok. Jadwal kedatangan di Yangoon
jadi mundur 2 minggu. Mitra Pertamina di Myanmar mulai panik,
karena jika terlambat akan terkena penalti. Bersyukur, berkat
strategi pengiriman yang jauh lebih awal, pelumas bisa diserahkan
3 hari sebelum deadline.
Taiwan juga punya kisah tersendiri. Suatu hari, partner
potensial Pertamina di Taiwan tertarik pada pelumas Pertamina.
Daftar produk yang dibutuhkan kemudian dikirim ke Kantor
PeluMas PerkaPalan: Perjuangan untuk salyX
154
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
155
atau lebih dari US$ 10 juta. Dengan masa garansi yang umurnya
rata-rata 24 hingga 36 bulan, pasar pelumas untuk OEM merupakan
sebuah pasar besar dengan skala volume dan nilai rupiah yang
sangat tinggi.
Pada September 2000 saya diundang pimpinan pabrik
Maschinenfabrik Augsburg Nurnberg (MAN) B&W untuk
mengunjungi pabriknya di Augsburg Jerman dan Copenhagen
Denmark. Dalam surat balasan atas undangan yang disampaikan
kepada saya, saya menjawab: “Jangan kami yang selalu dengar
presentasi tentang kehebatan mesin MAN B&W, tapi MAN B&W
juga harus mau mendengarkan presentasi kami tentang kehebatan
pelumas Pertamina. Jika kami juga boleh melakukan presentasi
mengenai produk kami, saya akan datang.”
Mengapa saya harus melakukan negosiasi seperti itu?
Ceritanya begini. Pada akhir 1999, ketika menjabat sebagai Kepala
Divisi Pemasaran, saya dan staf Sanusi Wiradimaja dari R & D
Pelumas Pertamina, berkunjung ke pabrik MAN B&W di Augsburg
untuk mendiskusikan hasil sea trial penggunaan pelumas Salyx,
pelumas kapal laut buatan Pertamina, untuk mendapatkan approval
dari MAN B&W.
Tapi jawaban yang saya terima tak memuaskan. Pada
akhirnya mereka menyatakan kualitas pelumas Pertamina tidak bisa
diberikan approval. Seperti disambar geledek rasanya mendengar
itu. Saya betul-betul tidak puas. Saya merasa seperti ada yang
disembunyikan.
Padahal, secarik rekomendasi dari pabrik mesin itu sangatlah
penting. Karena itu, ketika mereka mengundang Pertamina untuk
datang ke pabrik MAN B&W, saya bertekad memperjuangkan Salyx,
peserta pun yang sanggup dengan harga yang diminta sehingga
harus dilakukan tender ulang.
Setelah perjuangan panjang yang memakan waktu sampai dua
bulan, AB Taiwan memutuskan CPC Taiwan sebagai pemenangnya.
Kendati demikian, Pertamina diberi kesempatan untuk mensuplai
pelumas seri Meditran SC sebanyak 5 kontainer (400 drum), dengan
kemasan yang dilabel dengan huruf Cina.
Di masa mendatang, pelumas Pertamina akan terus
berekspansi masuk ke negara-negara lain di kawasan Gulf
Cooperation Council (GCC) antara lain Oman, Yaman, serta di
kawasan Asia Pasifik.
uuuu
UNTUK MEMPERTAHANKAN PASAR dan memenangkan persaingan,
selain mengandalkan kekuatan produk, Pertamina juga memerlukan
surat pengakuan kelayakan atau approval yang dikeluarkan dari
produsen mesin. Surat ini bisa menjadi referensi bagi konsumen
pengguna mesin, terutama mesin industri dan perkapalan yang
mengkonsumsi pelumas dalam jumlah besar, agar mereka mau
menggunakan pelumas buatan Pertamina.
Dengan mengantongi surat itu, produk pelumas Pertamina
bisa digunakan sebagai pelumas resmi dari pabrik Original Engine
Manufactur (OEM) maupun pelumas pengganti (replacement oil),
terutama ketika masih dalam masa garansi. Jika dalam masa garansi
sebuah mesin tidak menggunakan pelumas yang direkomendasikan
oleh pabrik pembuatnya (OEM), maka garansinya akan gugur.
Padahal harga mesin-mesin besar itu mulai dari US$ 1 juta
PeluMas PerkaPalan: Perjuangan untuk salyX
156
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
157
katanya. ”Kami akan segera menindaklanjuti proses yang sudah
pernah kita lakukan. Saya berharap tim kedua belah pihak akan
bekerjasama untuk proses approval sesuai prosedur yang ada.”
Dalam pertemuan teknis selanjutnya, disampaikan
keinginan Pertamina untuk membeli beberapa mesin utama untuk
pembangunan kapal supertanker VLCC dengan tipe mesin two
stroke engine bertenaga hampir 99.000 hp. Pertamina juga ingin
membeli beberapa mesin kapal two stroke engine untuk kapal
tanker ukuran medium range. Pembelian harus melalui mekanisme
lelang sesuai aturan.
Pada kesempatan itu, kami juga meminta agar Salyx 570
dapat diberikan Full Approval pengunaannya di semua mesin two
stroke Diesel yang dibuat dan diproduksi oleh MAN B&W. Pada saat
itu, Pertamina memang sangat ngebet soalnya mesin two stroke
Diesel buatan MAN B&W digunakan lebih dari 66,5% kapal laut
yang berlayar di samudera dunia, sedangkan sisanya 33,5 % dibagi
oleh two stroke Diesel buatan Wartsilla/Sulzer dan Mitsubishi.
Akhirnya MAN B&W mengeluarkan surat yang menyatakan
ingin menguji Salyx. Maka dilakukanlah pengujian langsung di
mesin kapal tanker selama 10 ribu jam atau sekitar 6-10 bulan.
Yang diuji adalah kemampuan pelumas dalam melumasi komponen
mesin, kemampuannya meredam panas mesin dan durabilitasnya.
Hasilnya, semua paket base oil dan additive yang digunakan di
dalam Salyx 570 lolos seleksi hanya dalam satu kali uji coba dan
mendapatkan Letter of No Objection (LONO) di awal tahun 2004.
Alhamdulillah...
Cerita MAN B&W dan pelumas Salyx ini sengaja saya angkat
karena ada pertimbangan nilai yang bisa dipetik. Pertama, meskipun
agar dapat memperoleh surat kelayakan penggunaannya dari pabrik
mesin MAN B&W, yang di industri perkapalan dunia menguasai
pangsa pasar lebih dari 60 persen.
Saya kemudian berangkat ke Eropa untuk yang kedua kalinya,
mengunjungi pabrik trunk/piston four stroke Diesel MAN B&W
di Jerman dan pabrik two stroke Diesel MAN B&W di Denmark.
Didampingi Emli Hasan, Manajer Layanan Teknik Operasi Kapal
Pertamina dan Dani Adriananta, Manager Pemasaran Pelumas
Pertamina, kedatangan kami disambut dengan hangat.
Saya berangkat dalam posisi sebagai Senior Vice President
Pertamina, sehingga rombongan Pertamina juga diterima oleh
pejabat yang setara, yaitu CEO MAN B&W dan tim pemasaran
mereka yang dipimpin DR. Kjeld Aboo. Aboo adalah tokoh yang
sangat disegani di industri perkapalan dunia, khususnya aplikasi
two stroke engine Diesel.
Karena pertemuan dengan pejabat yang setara, pembicaraan
yang prinsip pun bisa lebih mudah dikemukakan. Pada jamuan
makan siang di ruang VIP di Copenhagen, hal yang prinsip itu pun
saya utarakan: “Tuan, saya sudah mendengar presentasi mengenai
kehebatan mesin MAN B&W dan kawan-kawan MAN B&W juga
sudah mendengar kehebatan pengembangan pelumas Pertamina.
Ada hal yang bersifat mandatory di Pertamina. Semua mesin yang
dipakai Pertamina harus memakai pelumas Pertamina. Saya belum
bisa membayangkan sekiranya mesin-mesin MAN B&W suatu ketika
dipakai Pertamina, padahal sampai sekarang belum mendapatkan
approval dari MAN B&W.”
Mendengar pernyataan saya, sendok garpu di tangan CEO
MAN B&W terlihat hampir lepas dari tangannya. “Ehem, baik, baik,”
PeluMas PerkaPalan: Perjuangan untuk salyX
158
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
159
Iklan ”Kita Untung, Bangsa Untung” pun bukan tanpa alasan.
Fastron, berdasarkan hasil survey BPPT tahun 2005, adalah pelumas
terbaik dan harganya pun lebih murah dari pelumas sejenis. Tapi ya
itu tadi, karena persepsi yang tertanam di masyarakat, masih saja
meragukan kualitas produk bangsa sendiri.
uuuu
perdagangan bebas menjadi isu dunia, tetapi dalam praktek
tetap saja ada hambatan-hambatan yang dibuat, karena mereka
mempunyai posisi tawar yang lebih kuat dan negara berkembang
tetap saja dalam posisi yang lemah.
Kedua, setiap kali ada kepentingan negara maju terhadap
negara berkembang, di sana sebenarnya tersedia ruangan yang
sangat besar untuk memperjuangkan sesuatu bagi kepentingan
pembangunan negara berkembang yang kegunaannya bersifat
jangka panjang. Jangan cepat menyerah, siapapun yang punya
kesempatan dapat melakukannya untuk kepentingan Bangsa.
Saya jadi ingat dengan apa yang disampaikan Hendrato
Tri, Vice President Pelumas Pertamina, ketika suatu hari kami
mengobrol bersama. Katanya, Pertamina sedang berjuang melawan
persepsi masyarakat yang seakan-akan mutu pelumas Pertamina
itu rendah. ”Cukup melelahkan dan all out,” katanya.
Ia berpendapat, meyakinkan mutu pelumas Pertamina di
dunia internasional justru lebih mudah. Pelumas Indonesia sekarang
sudah merambah ke mana-mana. Ke Asia Selatan, Timur Tengah
dan Asia. Angkatan Bersenjata Taiwan saja menggunakannya.
Di Indonesia, citra pelumas Pertamina telah digenjot dengan
berbagai cara. Dari kegiatan reli nasional hingga internasional. Tapi
pembuktian kepada masyarakat sendiri dengan cara rasional saja
ternyata tidak cukup. Itu sebabnya, pada awal 2007 muncul iklan
yang menggelitik emosional: “Kita untung, bangsa untung”.
Iqbal Hasan, mantan Vice President Pelumas Pertamina
yang kini memimpin Pertamina Aviation, dalam suatu kesempatan
berujar kepada saya: “Bayangkan,” katanya. ”Obama saja di dalam
iklannya berbicara seperti ini: Buy American Products”.
PeluMas PerkaPalan: Perjuangan untuk salyX
160
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
161
9Dari Mutu Menuju Dunia
Pertamina aViation
162
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
163
Pertamina Aviation, siap melayani maskapai dunia.
bahwa saya orang muda yang mempunyai pendidikan Akamigas,
belum cukup pengalaman tapi diberi golongan gaji tinggi. Sebaliknya,
di lingkungan kerja saya, banyak orang yang sudah cukup lama
bekerja, tapi golongan gajinya masih rendah. Ada jenjang yang
timpang di lingkungan kerja saya yang baru.
Saya ingat sekali, begitu masuk ke ruangan, saya langsung
dipanggil atasan saya. Ia menyuruh saya untuk mengambil sampel
minyak pelumas yang berada di sebuah tumpukan di lapangan yang
sudah ditutupi rumput liar. Bisa dipastikan, minyak pelumas di
dalamnya pasti sudah rusak mutunya. Jadi, untuk apa saya harus
mengambilnya bila pada akhirnya toh tak bisa dipakai? “Wah, saya
diplonco,” pikir saya. Tapi karena tugas, ya tetap saya laksanakan.
Setelah itu, saya diminta untuk mengecek kondisi refueller
(truk tangki pengisian). Diberi penjelasan saja belum, kok sudah
P
PertaMina aViation: dari Mutu Menuju dunia
Pagi yang indah. Cuaca bersahabat. Lalu lintas Jakarta jauh dari
semrawut. Becak melaju dengan tenangnya. Mobil dan sepeda
motor juga berjalan dengan tertib. Saya pun melangkah dengan
mantapnya. Hari itu adalah hari pertama saya bekerja di Pertamina,
selepas menyelesaikan pendidikan Akademi Minyak dan Gas Bumi
Cepu. Saya ditugaskan di Pertamina Aviation, unit usaha Pertamina
yang melayani pengisian bahan bakar untuk pesawat terbang, yang
berkantor pusat di jalan Merdeka Utara, sekarang sudah jadi kantor
Mahkamah Agung. Beberapa minggu setelah itu saya dipanggil
pimpinan. “Sebagai staf muda harus ke lapangan untuk menimba
pengalaman. Jadi mulai besok Saudara ditugaskan di Depot
Pengisian Pesawat Udara (DPPU) di Bandar Udara Kemayoran,
Jakarta Pusat.”
Sebagai orang baru, saya berusaha menyesuaikan diri dengan
cara menebar senyum kepada setiap orang yang saya jumpai, sambil
mengulurkan tangan dan memperkenalkan diri. Tapi saya merasa
seperti ada yang aneh. Saya merasa ada suasana yang beku. Saya
merasa seperti kurang diterima. Belakangan, saya baru menyadari
164
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
165
di Halim saya banyak belajar mengenai perlakuan pelayanan yang
berbeda untuk konsumen VIP. Maklum bandara Halim untuk
penerbangan internasional, jadi banyak tamu penting. Dua kali
saya menuai pengalaman yang penuh dengan pembelajaran itu.
Yang pertama ketika Syah Iran datang ke Jakarta. Bandara dan
kapal terbang langsung diberi pagar pengaman. Tentara terlihat
di mana-mana. Ketika Pertamina ingin melayani pengisian BBM
untuk pesawat lain, tentara langsung menghampiri.
Saya dan teman-teman diperiksa. Nama-nama kami dicatat.
Mereka memberi tahu, kami semua tetap dalam pengawasan sampai
pesawat Syah Iran benar-benar selamat mendarat di Teheran
kembali. Padahal, perlakuan pelayanan untuk pesawat terbang,
seharusnya sama saja. Semua penumpang dan pesawat harus
selamat.
Pengalaman kedua, ketika PM Tanaka dari Jepang berkunjung
ke Jakarta, yang mendapat penolakan dari mahasiswa sehingga
meletus peristiwa Malari 1974. Jakarta berapi. Bakar-bakaran
terjadi di sana-sini. Mobil-mobil buatan Jepang disulut sehingga
jalanan penuh dengan bangkai mobil yang mengepul. Kita pun tidak
bisa pulang dan menginap di kantor. Malam gelap gulita. Suasana
semakin mencekam karena hujan rintik-rintik. Di kejauhan, sayup-
sayup terdengar suara anjing yang menggonggong.
Tiba-tiba telepon berdering. Kami diminta mengisi avtur
untuk pesawat Japan Air Line (JAL) yang ditumpangi PM Tanaka
dan di parkir di apron TNI AU. Sejak berangkat dari DPPU kami
dikawal dan dipandu melalui runway (landasan pacu). Pesawat
itu dijaga tentara dengan senjata di tangan yang siap ditembakkan.
Nama kami di data semua, tinggal di mana, siapa nama orang
diminta untuk melakukan pengecekan. Lagi-lagi saya merasa
dikerjai. Tapi saya tak kehilangan akal. Saya kan supervisor. Saya
panggil mandornya. Saya katakan kalau truk tangki akan dipakai
dan kita harus sama-sama mengeceknya. “Ayo saya bantu,” kata
saya.
Sambil memegang daftar yang akan dicek (check list), sang
mandor melakukan pengecekan. Mulai dari ban, pompa dan
sebagainya. Dia belum tahu kalau saya tidak mengerti mengenai truk
yang akan dicek. Melihat refueller saja baru sekarang ini. Dengan
kecerdikan itu, saya banyak belajar sehingga saya jadi tahu apa-apa
saja yang harus diperiksa dari sebuah refueller sebelum digunakan
untuk mengisi bahan bakar avtur ke pesawat terbang. Kondisi harus
prima, itu syaratnya.
Pengalaman pertama bekerja, membuat saya jadi lebih mawas
diri dan lebih berhati-hati terhadap lingkungan kerja. Namun berkat
keluwesan dan kemampuan beradaptasi, saya dapat menyesuaikan
diri. Selanjutnya, hari-hari saya bekerja di Kemayoran berhasil saya
isi dengan menyenangkan.
Ketika Bandar Udara Halim Perdana Kusuma dibuka, saya
dipindahkan ke sana. Di Halim, jam kerja operasi kantor adalah 24
jam yang diatur dengan jam kerja karyawan secara bergiliran setiap
8 jam. Kualitas avtur harus diperiksa dari waktu ke waktu karena
di dunia penerbangan, kualitas tidak bisa dikompromikan. Kalau di
darat, mobil mogok bisa parkir karena ada lahan parkirnya. Tapi di
udara, kalau pesawat mogok gara-gara mutu avtur yang jelek, akan
langsung jatuh mencium bumi.
Bila di Kemayoran saya banyak belajar mengenai bagaimana
beradaptasi dengan lingkungan, selain tentang pekerjaan itu sendiri,
PertaMina aViation: dari Mutu Menuju dunia
166
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
167
terdekat yang bisa dihubungi. Wah, pokoknya seram. Suasana
sangat mencekam. Setelah pengisian, mereka minta sampel avtur
untuk disimpan, sesuatu yang tidak lumrah. Sampel seharusnya
disimpan di DPPU. Tapi situasi saat itu menyulitkan kami bicara,
yang penting tutup botol sample kami segel. Sepulangnya kami
lega, tapi tercekam lagi mendapat telepon dari supervisor pengganti
saya. Mereka terancam di jalan, akhirnya berlindung di pos polisi
Manggarai dan tidak bisa mencapai DPPU.
Pengalaman lain yang berkesan, adalah ketika melayani
pesawat milik maskapai Aeroflot dari Rusia. Kesan yang saya tangkap
adalah maskapai ini didukung tim dengan jumlah orang yang sedikit.
Satu orang melayani bermacam-macam kegiatan. Ketika saya tanya
berapa ton avtur yang ingin diisi, orang Rusia itu menjawab dengan
bahasa Inggris yang kurang jelas di telinga, “Fifty.”
Avtur pun dikucurkan. Tapi ketika angka 20 ton sudah lewat,
si Rusia datang dengan marah-marah. Dalam bahasa Inggris yang
lagi-lagi kurang jelas di telinga, kira-kira ia berkata seperti ini:
“Kenapa diisi 20 ton, kamu tuli ya,” katanya sambil mengorek-
ngorek telinga. “Kan saya minta fifteen.”
Dia sepertinya tidak mau menandatangani bon pengisian.
Saya bilang kepada anak buah saya yang melakukan pengisian
avtur agar tidak mencabut selang pengisian, sebelum si Rusia
menandatangani bon pembelian avtur. Si Rusia lari naik ke pesawat,
saya ikut naik. Begitu di depan pintu, seseorang menekan tombol
dan lantai pun terbuka. Untung saya tidak terjatuh ke dalam lobang.
Saya terkejut sekali. Rupanya, itulah sistem pengamanan di pesawat
mereka. Persis seperti di film-film James Bond.
Dari Halim, saya lalu dipindahkan ke kantor pusat sebagai
staf. Tugas saya adalah mengawasi operasi kegiatan DPPU di seluruh
Indonesia. Ketika itu, pada akhir tahun 1970-an, dalam rangka
pemerataan pembangunan, pemerintah minta Pertamina untuk
membuka jaringan distribusi avtur di bandara-bandara perintis, di
beberapa lapangan udara kecil di seluruh Indonesia. Secara ekonomi
mungkin belum menguntungkan, tapi avtur harus tersedia.
Saya banyak melakukan rapat koordinasi dengan pemerintah.
Pada beberapa bandara, sarana pengisian avtur adalah unit yang
penting. Sebab, tanpa dukungan itu tak ada pesawat yang mau
mampir. Saya kemudian ditugaskan untuk membantu pemerintah
melakukan pencarian tempat-tempat baru yang dirasa perlu untuk
dibuatkan DPPU.
Salah satu targetnya adalah membuka DPPU untuk lapangan
terbang di Indonesia bagian timur. Saya banyak pergi ke Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara hingga Irian Jaya.
Refueller sedang mengisi avtur
PertaMina aViation: dari Mutu Menuju dunia
terdekat yang bisa dihubungi. Wah, pokoknya seram. Terdengar suara
anjing melonglong. Suasana sangat mencekam. Setelah pengisian,
mereka minta sampel avtur untuk disimpan, sesuatu yang tidak
lumrah. Sampel seharusnya disimpan di DPPU. Tapi situasi saat
itu menyulitkan kami bicara, yang penting tutup botol sample kami
segel. Sepulangnya kami lega, tapi tercekam lagi mendapat telepon
dari supervisor pengganti saya. Mereka terancam di jalan, akhirnya
berlindung di pos polisi Manggarai dan tidak bisa mencapai DPPU.
Pengalaman lain yang berkesan, adalah ketika melayani
pesawat milik maskapai Aeroflot dari Rusia. Kesan yang saya tangkap
adalah maskapai ini didukung tim dengan jumlah orang yang sedikit.
Satu orang melayani bermacam-macam kegiatan. Ketika saya tanya
berapa ton avtur yang ingin diisi, orang Rusia itu menjawab dengan
bahasa Inggris yang kurang jelas di telinga, “Fifty.”
Avtur pun dikucurkan. Tapi ketika angka 20 ton sudah lewat, si Rusia
datang dengan marah-marah. Dalam bahasa Inggris yang lagi-lagi kurang
jelas di telinga, kira-kira ia berkata seperti ini: “Kenapa diisi 20 ton, kamu
tuli ya,” katanya sambil mengorek-ngorek telinga. “Kan saya minta fifteen.”
Dia sepertinya tidak mau menandatangani bon pengisian. Saya
bilang kepada anak buah saya yang melakukan pengisian avtur agar
tidak mencabut selang pengisian, sebelum si Rusia menandatangani
bon pembelian avtur. Si Rusia lari naik ke pesawat, saya ikut naik.
Begitu di depan pintu, seseorang menekan tombol dan lantai pun
terbuka. Untung saya tidak terjatuh ke dalam lobang. Saya terkejut
sekali. Rupanya, itulah sistem pengamanan di pesawat mereka.
Persis seperti di film-film James Bond.
Dari Halim, saya lalu dipindahkan ke kantor pusat sebagai
staf. Tugas saya adalah mengawasi operasi kegiatan DPPU di seluruh
Indonesia. Ketika itu, pada akhir tahun 1970-an, dalam rangka
pemerataan pembangunan, pemerintah minta Pertamina untuk
membuka jaringan distribusi avtur di bandara-bandara perintis, di
beberapa lapangan udara kecil di seluruh Indonesia. Secara ekonomi
mungkin belum menguntungkan, tapi avtur harus tersedia.
Saya banyak mengikuti rapat koordinasi dengan Ditjen Perhubungan
Udara. Di beberapa bandara, sarana pengisian avtur adalah unit yang
penting. Tanpa dukungan itu, tak ada pesawat yang mau mampir. Saya
kemudian ditugaskan untuk membantu pemerintah melakukan pencarian
tempat-tempat baru yang dirasa perlu untuk dibuatkan DPPU.
Salah satu targetnya adalah membuka DPPU untuk lapangan
terbang sebagian besar di Indonesia bagian timur. Saya banyak pergi ke
lapangan-lapangan udara di Sumatera (Kijing dan Dumai), Kalimantan
168
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
169
internal saya merasakan betapa disiplin terhadap pelaksanaan
prosedur kerja tidak mengenal kompromi di lingkungan Pertamina
Aviation. Ukuran keberhasilan di dunia bahan bakar penerbangan
adalah dilaksanakannya semua prosedur dengan konsisten dan
secara periodik diperiksa oleh pengawas penerbangan. Kepercayaan
tidak bisa dibentuk dalam satu hari. Sumber daya manusianya harus
mempunyai sertifikasi Petugas Pengawas Mutu (PPM).
Saya ingat cerita John Tamaela Wattimena, orang Indonesia
pertama yang ditunjuk menjadi manajer Aviation oleh Shell di
tahun 1962. Pada waktu itu lokasi bandar udara yang memiliki
DPPU adalah Medan, Padang, Palembang, Jakarta, Semarang,
Surabaya, Denpasar, Kupang, Balikpapan, Makasar dan Biak.
Pada tahun 1965, Permina mengambil alih Bandara Kemayoran
Jakarta, sedang di lokasi lain oleh Permindo dengan manajer H
Koen. Sebagai perusahaan baru tidak dikenal di dunia penerbangan
internasional. Penerbangan Qantas dari Australia dan Panam dari
Amerika meragukan perusahaan Permina. Akhirnya John maju
sendiri menjadi garansi karena reputasi John sudah diakui sebagai
PPM bersertifikasi internasional.
Pada tahun 1968, semua DPPU berada dalam binaan
Pertamina. Menyadari betapa pentingnya pengakuan dunia, maka
sejak itu Pertamina menyelenggarakan kursus Aviation Quality
Control (AQC) secara berkelangsungan dan berjenjang. Tujuannya
agar semua karyawan di DPPU memenuhi kualifikasi PPM.
Saya sejak bergabung di Pertamina Aviation tahun 1973, sudah
mengikuti kursus AQC beberapa kali, baik di dalam dan luar negeri.
Kemudian selama 10 tahun ikut menjadi instruktur di kursus AQC
berikutnya, sampai saya pindah menjadi Kepala Internal Audit di
terbang di Indonesia bagian timur. Saya banyak pergi ke Sumatera (lapangan udara
Kijing dan Dumai), Kalimantan (Lapangan udara Cilik Riwut Palangkaraya), Sulawesi
(Lapangan udara Jalaluddin Gorontalo, Toli-toli, Kendari), Maluku (Ternate, Masohi,
Tual), Nusa Tenggara (Maumere, Sumbawa Besar, Waingapu) hingga Irian jaya
(Marauke, Manokwari, Sorong). Di daerah-daerah itu, jadwal penerbangan hanya
seminggu dua kali. Jadi kalau ingin melihat-lihat lokasi, baru tiga hari kemudian
datang pesawat yang bisa ditumpangi untuk pulang ke Jakarta. Padahal, keperluan
saya di daerah itu mungkin hanya 2-3 jam.
Suatu ketika, saya pergi ke Merauke. Setibanya di sana, saya katakan kepada
pilotnya agar menunggu beberapa jam saja. Saya katakan tugas saya mempersiapkan
fasilitas pengisian avtur di Merauke untuk kebutuhan dunia penerbangan. Kalau
saya tak dibantu akan repot, karena harus segera ke Jakarta untuk rapat koordinasi.
Permintaan saya ditolak karena ia sulit menjelaskan pada penumpang bila harus
menunggu.
“Ada caranya, Kapten. Buka kap mesin dan berpura-puralah memperbaiki
mesin,” kata saya. Dia manggut-manggut. Kami pun bekerja keras melihat fasilitas
depot avtur dan lainnya. Setelah 3 jam kami tiba kembali di bandara. Kap mesin pun
ditutup dan pilotnya senyum mesam-mesem. Pesawat pun kembali ke Jayapura.
Di antara pekerjaan yang pernah saya jalani di Pertamina, Pertamina Aviation
adalah bagian yang cukup lama saya geluti. Dua belas tahun saya bekerja di sana. Di era
saya, yang menjadi catatan pentingnya adalah upaya Pertamina untuk memperluas
jaringan depot pengisian bahan bakar untuk pesawat terbang. Saya merasa sangat
beruntung. Setelah ikut merintis pembangunan DPPU Merauke di paling timur
Indonesia, juga aktif menggagas dan merintis pembangunan DPPU di Blang Bintang,
Banda Aceh, bagian paling barat Indonesia.
Ini merupakan kebijakan Pemerintah untuk menyatukan Negara Kesatuan
Republik Indonesia, agar dapat dijangkau ke segala penjuru dengan pesawat terbang,
karena avtur tersedia. Secara
PertaMina aViation: dari Mutu Menuju dunia
(Cilik Riwut Palangkaraya), Sulawesi (Jalaluddin Gorontalo, Toli-Toli dan
Kendari), Maluku (Ternate, Masohi, Tual), Nusa Tenggara (Maumere,
Sumbawa Besar, Waingapu) hingga Irian Jaya (Merauke, Manokwari,
Sorong). Di daerah itu, jadwal penerbangan hanya seminggu dua kali.
Jika ingin pulang ke Jakarta, pesawat baru tersedia tiga hari kemudian.
Padahal, keperluan saya di daerah itu mungkin hanya 2-3 jam.
Suatu ketika, saya pergi ke Merauke. Setibanya di sana, saya
katakan kepada pilotnya agar menunggu beberapa jam saja. Saya katakan
tugas saya mempersiapkan fasilitas pengisian avtur di Merauke untuk
kebutuhan dunia penerbangan. Kalau saya tak dibantu akan repot, karena
harus segera ke Jakarta untuk rapat koordinasi. Permintaan saya ditolak
karena ia sulit menjelaskan pada penumpang bila harus menunggu.
“Ada caranya, Kapten. Buka kap mesin dan berpura-puralah
memperbaiki mesin,” kata saya. Dia manggut-manggut. Kami pun
bekerja keras melihat fasilitas depot avtur dan lainnya. Setelah 3 jam
kami tiba kembali di bandara. Kap mesin pun ditutup dan pilotnya
senyum mesam-mesem. Pesawat pun kembali ke Jayapura.
Di antara pekerjaan yang saya jalani di Pertamina, Pertamina
Aviation adalah bagian yang cukup lama saya geluti, yaitu dua belas
tahun. Di era saya, yang menjadi catatan pentingnya adalah upaya
Pertamina memperluas jaringan depot pengisian bahan bakar
pesawat terbang. Saya sangat beruntung karena pernah ikut merintis
pembangunan DPPU Merauke di paling timur Indonesia dan aktif
menggagas dan merintis pembangunan DPPU di Blang Bintang, Banda
Aceh, bagian paling barat Indonesia.
Ini merupakan kebijakan Pemerintah untuk menyatukan
Negara Kesatuan Republik Indonesia, agar dapat dijangkau ke segala
penjuru dengan pesawat terbang, karena avtur tersedia. Secara
170
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
171
perusahaan-perusahaan minyak yang menjadi mitra Pertamina,
ketika hendak mengisi BBM di Indonesia. ”Margin kita nikmati
bersama-sama,” kata Rifky.
Untuk bisa masuk ke pasar Asia itu, Pertamina ikut tender
terbuka dan bersaing dengan pemain dunia. Di Kuala Lumpur
misalnya, Pertamina bersaing dengan Petronas, Shell dan Esso. Di
Bangkok, pesaing kuatnya adalah PTT Thailand. Di Hongkong ada
11 pemain, termasuk Shell dan BP. Di Dubai, pesaing yang terberat
adalah perusahaan minyak nasional Emirates National Oil Co Ltd
(ENOC), BP, Shell dan Caltex. Keberhasilan Pertamina mengegolkan
proyek untuk pengisian pesawat Garuda di lima kota Asia itu,
menumbuhkan semangat baru untuk terus berekspansi. Saat ini
Pertamina sedang menjajaki kemungkinan untuk melebarkan sayap
pemasaran ke Jeddah dengan Saudi Aramco.
Pasar yang dibidik Pertamina di Jeddah, selain maskapai
Garuda untuk angkutan haji, juga mengincar pemasaran BBM
untuk Lion Air, yang sudah mendatangkan pesawat Boeing 747
yang khusus terbang dari Jakarta ke Jeddah setiap hari, 7 kali dalam
seminggu. Dari melayani dua pesawat terbang itu saja, jumlah BBM
yang dibutuhkan lumayan besar yakni sekitar 52 ribu kiloliter
sehingga bisa mendongkrak kebutuhan volume BBM.
Selain Garuda dan Lion Air, pasar juga tengah dibuka untuk
Pakistan Airlines dan India Airlines. Dengan terus melakukan
ekspansi untuk melayani kebutuhan BBM untuk maskapai
penerbangan dunia, nantinya kebutuhan BBM yang dilayani
Pertamina akan lebih banyak untuk pasar internasional, sehingga
volume di dalam negeri akan lebih kecil dibanding volume di luar
negeri. Ini seperti yang dialami Petronas. Dari volumenya 4 juta
wilayah Pemasaran VII Manado. Sebagai internal auditor kemudian,
saya tetap memeriksa kepatuhan dari PPM dalam menjaga mutu
bahan bakar penerbangan yang sangat penting itu.
Keselamatan penerbangan adalah segala-galanya, karena itu
BPH Migas membuat pengaturan dan pengawasan atas pelaksanaan
penyediaan dan pendistribusian bahan bakar aviasi. Sekalipun
dunia usaha BBM dibuka, tetapi untuk usaha bahan bakar aviasi
haruslah badan usaha yang sudah berpengalaman atau sekurang-
kurangnya harus bekerja sama dengan badan usaha lain yang sudah
diakui dunia penerbangan.
Dengan semangat serupa tapi dalam kondisi yang berbeda,
keinginan untuk melebarkan jangkauan juga terjadi di era sekarang.
Saya sangat lega mendengar perkembangan dunia aviasi yang tengah
dijalani Pertamina saat ini, yang sedang diupayakan bisa bersaing
dengan pemain dunia dalam melayani BBM untuk maskapai
penerbangan yang singgah di bandara-bandara dunia.
Seperti dituturkan Rifky Effendi Hardijanto, Senior Marketing
Manager Pertamina Aviation. Saat ini Pertamina bertekad menjadi
pemasok BBM untuk pesawat udara di dunia. Ini berkaitan dengan
visinya sebagai global player dengan global network. “Sebuah visi
yang menantang,” katanya.
Keinginan itu mulai direalisasikan sejak 1 April 2009 silam,
dengan melayani pengisian bahan bakar untuk pesawat terbang
Garuda yang singgah di lima kota Asia yakni di Singapura, Kuala
Lumpur, Bangkok, Hongkong dan Dubai. Pertamina menggandeng
kemitraan dengan perusahaan minyak lokal untuk melayani
pengisian BBM. Sebagai kontra prestasi, Pertamina juga melayani
pengisian untuk maskapai penerbangan yang menjadi konsumen
PertaMina aViation: dari Mutu Menuju dunia
perusahaan minyak yang jadi mitra Pertamina, ketika hendak mengisi
BBM di Indonesia. ”Margin kita nikmati bersama-sama,” kata Rifky.
Agar bisa masuk pasar Asia, Pertamina ikut tender terbuka,
bersaing dengan pemain dunia. Di Kuala Lumpur, Pertamina bersaing
dengan Petronas, Shell dan Esso, di Bangkok dengan PTT Thailand, di
Hongkong dengan 11 pemain termasuk Shell dan BP, serta di Dubai
dengan Emirates National Oil Co Ltd (ENOC), BP, Shell dan Caltex.
Saat ini Pertamina baru memenangkan tender pengadaan bahan
bakar untuk Garuda Indonesia selama dua tahun. Model bisnis yang
dikembangkan adalah Conco Delco (Contracting Company and Delivery
Company), sebagai langkah ekspansif membuka potensi pasar baru
melalui kemampuan pelayanan di luar negeri yang secara langsung
menambah volume serta revenue di bisnis Aviasi Pertamina.
Satu bulan sebelum tender, Pertamina melobi fuel supplier yang
dapat membantu Pertamina sebagai Delco di lokasi tujuan Garuda
Indonesia, antara lain World Fuel Services sebagai salah satu marketer
aviation fuel yang memiliki establishment untuk dapat menyuplai
di negara-negara Asia seperti Hongkong, Bangkok, Singapura. Juga
Petronas sebagai fuel supplier untuk lokasi Malaysia dan ENOC sebagai
fuel supplier untuk lokasi Dubai dan negara-negara di timur tengah.
Dalam tender Pertamina melakukan penawaran harga untuk 8
lokasi yaitu Singapura, Kuala Lumpur, Bangkok, Hongkong, Kansai,
Tokyo, Karachi dan Dubai. Tender berlangsung ketat, terutama
untuk Singapura karena tender dilakukan secara online (e-auctions).
Pertamina berhasil memenangkan Conco Delco untuk 5 lokasi yakni
Schedule Flight untuk lokasi Singapura, Kuala Lumpur, Bangkok, dan
Hongkong, sedangkan Adhoc Flight untuk lokasi Dubai.
Saat ini Pertamina juga mengincar potensi Arab Saudi (Jeddah
172
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
173
seperti di jaman saya dulu, tapi membuka jaringan seluas-luasnya
di pasar internasional.
Kenangan yang paling mendalam setiap kali melihat refueller
di bandar udara, dalam hati kecil saya berkata: “Ibrahim, desain
warna merah putih refueller yang kamu rancang 30-an tahun lalu
itu masih bertahan. Luar biasa.”
Kini saya semakin yakin bahwa disiplin Aviation Quality
Control yang ditanam sejak dulu pasti tetap tertanam di dalam
sanubari Petugas Pengawas Mutu secara lestari, sampai kapan pun.
uuuu
kiloliter setahun, kebutuhan dalam negeri hanya 1,6 juta kiloliter,
sedangkan volume luar negerinya adalah 2,4 juta kiloliter.
Untuk menyongsong era globalisasi yang tengah digenjot
Pertamina Aviation, sejumlah persiapan dilakukan. Selain terus
meningkatkan kualitas SDM dan mutu BBM, sistem administrasi
juga ikut dibenahi. Caranya dengan membuat tagihan secara
terpusat. Seluruh tagihan dilakukan di kantor Jakarta, tidak lagi
dilakukan oleh unit-unit yang ada di seluruh daerah.
Ekspansi yang dilakukan Pertamina Aviation, merupakan
penyesuaian terhadap iklim bisnis BBM di Indonesia dan sekaligus
menjadi tuntutan dunia. Dalam sejarahnya, BBM di Indonesia
mendapat subsidi sebagai buah kebijakan pemerataan pembangunan
di era Orde Baru. Semua BBM mendapat subsidi agar terjangkau
masyarakat luas, termasuk untuk kegiatan aviasi.
Seiring dengan dicabutnya subsidi yang dimulai dengan BBM
untuk penerbangan, Pertamina ditantang untuk melakukan efisiensi
dengan cara subsidi silang. Apalagi dari 54 DPPU yang dimiliki
Pertamina, hanya 8 DPPU yang mencetak laba. Tapi pencabutan
subsidi tak berarti DPPU yang kecil harus ditutup, melainkan
dianeksasi sehingga lebih efisien, minimal dapat mengurangi tingkat
kerugian.
Strategi lain adalah melakukan kerja sama operasi dengan
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), seperti yang dilakukan di
Pulau Bintan. Pertamina menyediakan bahan bakarnya, BUMD
menyediakan fasilitas dan mengoperasikannya. Pencabutan subsidi
itu pula yang melahirkan gagasan untuk menjual BBM ke luar negeri
karena lebih menguntungkan. Itu sebabnya, Pertamina Aviation kini
tak lagi bertugas membuka lapangan baru sebagai buah pemerataan
PertaMina aViation: dari Mutu Menuju dunia
dan Medina). Lokasi ini sangat potensial karena pada musim haji,
Garuda Indonesia memiliki jadwal yang sangat padat. Terdapat
pula potensi penerbangan domestik baru yang akan melakukan
penerbangan untuk kebutuhan umrah di Jeddah yaitu Lion Air.
Di Arab Saudi, Pertamina bekerjasama dengan UGAFCO yang
merupakan joint venture antara ENOC dan Arabasco (into plane
lokal Arab Saudi). Untuk masuk Arab Saudi ternyata tidak mudah.
UGAFCO untuk lokasi Jeddah hanya dapat melayani penerbangan
reguler dan bukan penerbangan haji, sementara untuk lokasi Medina,
karena volumenya masih terbatas maka harga yang ditawarkan kurang
kompetitif. Karena hal tersebut, untuk penerbangan haji Garuda tahun
ini, sulit untuk dapat dimenangkan oleh Pertamina.
Sebaliknya, untuk penerbangan reguler, Pertamina berhasil
melakukan kontrak kerjasama dengan Lion Air untuk penerbangannya
ke Jeddah. Dari kontrak dengan volume 76.000 kl/tahun ini potensi
profit yang dapat diraih Pertamina adalah USD 109.000/tahun.
Selain Garuda dan Lion Air, pasar juga tengah dibuka untuk
Pakistan Airlines dan India Airlines. Dengan terus melakukan ekspansi
untuk melayani kebutuhan BBM untuk maskapai penerbangan dunia,
nantinya kebutuhan BBM yang dilayani Pertamina akan lebih banyak
untuk pasar internasional, sehingga volume di dalam negeri akan
lebih kecil dibanding volume di luar negeri. Ini seperti yang dialami
Petronas. Dari volume 4 juta kl setahun, kebutuhan dalam negeri
hanya 1,6 juta kl, sedangkan volume luar negerinya adalah 2,4 juta kl.
Untuk menyongsong era globalisasi yang tengah digenjot
Pertamina Aviation, sejumlah persiapan dilakukan. Selain terus
meningkatkan kualitas SDM dan mutu BBM, sistem administrasi
dibenahi, dengan membuat tagihan terpusat. Seluruh tagihan
dilakukan di Jakarta, tidak lagi dilakukan oleh unit-unit di daerah.
Ekspansi yang dilakukan Pertamina Aviation, merupakan
penyesuaian terhadap iklim bisnis BBM di Indonesia, sekaligus tuntutan
dunia. Dalam sejarahnya, BBM di Indonesia mendapat subsidi sebagai
buah kebijakan di era Orde Baru, untuk pemerataan pembangunan
agar terjangkau masyarakat luas, termasuk kegiatan aviasi.
Seiring dengan dicabutnya subsidi yang dimulai dengan BBM
untuk penerbangan, Pertamina ditantang untuk melakukan efisiensi
dengan cara subsidi silang. Apalagi dari 54 DPPU yang dimiliki
Pertamina, hanya 8 DPPU yang mencetak laba. Tapi pencabutan
subsidi tak berarti DPPU yang kecil harus ditutup, melainkan dianeksasi
sehingga lebih efisien, minimal dapat mengurangi tingkat kerugian.
Strategi lain adalah melakukan kerja sama operasi dengan
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), seperti yang dilakukan di Pulau
Bintan. Pertamina menyediakan bahan bakarnya, BUMD menyediakan
fasilitas dan mengoperasikannya. Pencabutan subsidi itu pula yang
melahirkan gagasan untuk menjual BBM ke luar negeri karena lebih
menguntungkan. Itu sebabnya, Pertamina Aviation kini tak lagi bertugas
membuka lapangan baru sebagai buah pemerataan seperti di jaman saya
dulu, tapi membuka jaringan seluas-luasnya di pasar internasional.
Kenangan paling mendalam setiap melihat refueller di bandara,
dalam hati kecil saya berkata: “Ibrahim, desain warna merah putih
refueller yang kamu rancang 30-an tahun lalu itu masih bertahan.
Luar biasa.” Kini saya semakin yakin bahwa disiplin Aviation Quality
Control yang ditanam sejak dulu pasti tetap tertanam di dalam sanubari
Petugas Pengawas Mutu secara lestari, sampai kapan pun.
uuuu
174
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
175
10Pekerjaan Yang Belum Pernah Selesai
diStriBuSi BBm naSionaL
176
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
177
BBM tersebut dalam buku “SBY Sang Demokrat” dan begitu juga
mantan Direktur Utama Pertamina Baihaki Hakim membahasnya
dalam buku “The Lone Ranger”.
Jika kita mempelajari kembali pada kejadian krisis BBM di
tahun 2000 yang lalu, maka faktor-faktor yang ikut mempengaruhi
pada saat itu adalah langkanya BBM di luar negeri akibat penggunaan
BBM yang tinggi pada musim dingin di negara-negara maju dan
terbakarnya kilang Al-Akhmadi di Kuwait, sehingga berpengaruh
pada pasokan High Octane Mogas Component (HOMC) sebagai
bahan dasar Premium. “Jadi pada saat itu, biarpun ada uang tapi
barang tidak ada”.
Sedangkan faktor dalam negeri ikut pula nimbrung, yaitu
suasana di pangkalan minyak tanah
PPermasalahan ini telah menghabiskan sebagian besar umur saya,
pikiran saya, tenaga saya dan perasaan saya sampai hari ini.
Permasalahan distribusi Bahan Bakar Minyak (BBM) Nasional
seakan tidak pernah selesai, permasalahan di tingkat politik, di
tingkat kebijakan dan di tingkat operasional. Permasalahan utama
sebenarnya terletak pada masyarakat yang ingin selalu tersedia BBM
subsidi secara cukup, sementara Pemerintah dan Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) berkeinginan agar biaya distribusi maupun subsidi
harus minimal. Permasalahan besarnya bertumpu pada dua pilar
utama ini. Tapi pada proses penyediaan dan pendistribusiannya,
yang dikenang masyarakat hanya kalau terjadi kelangkaan BBM.
Masyarakat tidak habis pikir, kenapa sudah berpengalaman sekian
lama mengurusi BBM, masih saja terjadi kelangkaan.
Ada beberapa kejadian kelangkaan BBM yang sangat
membekas dalam ingatan masyarakat. Kelangkaan BBM di tahun
2000 termasuk parah, sehingga mantan Menteri Pertambangan
dan Energi (Mentamben) waktu itu Susilo Bambang Yudoyono
(SBY) tidak bisa lupa dan akhirnya menulis masalah kelangkaan
distriBusi BBM nasional: Pekerjaan yang BeluM Pernah selesai
178
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
179
di bawah 20 hari.
Fakta kemudian menunjukkan, begitu setiap kali diterapkan
oleh manajemen Pertamina, kelangkaan pun terjadi. Kelangkaan
BBM berulang lagi pada tahun 2008, begitu Pertamina harus
menerapkan saran dari konsultan Mc Kinsey tentang stok BBM
yang menjadi 17 hari. Besaran itu sama saja dengan saran konsultan
PricewaterhouseCoopers sebelumnya. Kalau begitu berarti ada
sesuatu yang salah dengan itu, berulang ulang terjadi, tetapi kita
lakukan lagi.
Akhirnya begitu terjadi, Presiden pun turun tangan.
Pemerintahan B.J. Habibie menetapkan stok BBM Nasional 20 hari
dan Pemerintahan Abdurahman Wahid menetapkan menjadi 25-
30 hari. Pada kelangkaan BBM yang terakhir tahun 2008, mantan
Direktur Utama Ari Sumarno akhirnya meminta stok BBM Nasional
dinaikkan kembali di atas 20 hari sebagai solusi .
“Keledai pun tidak mau terantuk pada batu yang sama,”
kata orang bijak. Permasalahan ini terus terjadi, menurut saya
ada 2 masalah utama penyebabnya. Di tingkat kebijakan adalah
karena ada tarik menarik, antara penerapan prinsip korporasi
yang mengedepankan efisiensi, dengan prinsip Pemerintah akan
ketersediaan dan terdistribusinya BBM di seluruh Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Pemerintah akhirnya tunduk pada realitas
keadaan yang terjadi dan untuk solusi menghindari kelangkaan,
menetapkan kembali angka pengalaman empiris di atas 20 hari.
Tarik menarik terjadi di tingkat teknis, antara mazhab yang
lebih mengedepankan efisiensi secara finansial dan yang lain
mengedepankan efektifitas secara operasional.
Tidak ada yang keliru dengan pendekatan finansial. Semua
bersamaan waktunya dengan rusaknya kilang Balongan, terbakar
dan rusaknya fasilitas di kilang Balikpapan, jaringan pipa bongkar
BBM yang terbatas yang menyebabkan kegiatan loading dan
unloading terganggu, masih maraknya penyelundupan BBM serta
akibat dari kebijakan tingkat persediaan BBM Nasional ditetapkan
17 hari.
Yang dilakukan Pemerintah waktu itu adalah, Mentamben
SBY menaikkan tingkat persediaan BBM Nasional menjadi 25-30
hari sebagai suatu solusi untuk menghindari kelangkaan. Dengan
tindakan tersebut, terlihat betapa strategisnya faktor besaran hari
tingkat persediaan BBM Nasional itu.
Pada tahun 2005, Indonesia dilanda lagi dengan kelangkaan
BBM. Saya sangat terusik waktu itu dan dengan latar belakang
pengalaman dan akademis, saya sangat yakin, secara sistemik penyebab
utamanya adalah rendahnya tingkat persediaan BBM Nasional.
Begitu geramnya saya terhadap permasalahan tersebut,
akhirnya pada satu hari saya menulis 2 artikel sekaligus, kedua-
duanya mempersoalkan tingkat persediaan BBM. Dalam artikel
“Perhatikan Persediaan BBM” di Kompas 22 Juni 2005 dan artikel
“Jangan Main-main dengan Stok BBM” di Investor Daily, 22 Juni
2005, saya mempertanyakan dan mempersoalkan berapa besar sih
tingkat persediaan BBM Nasional yang pas.
Ini harus segera dijawab, tapi oleh siapa? Isu besaran
stok BBM Nasional selalu menjadi polemik, terutama setiap
kali ada konsultan yang diminta Pertamina untuk memperbaiki
sistem manajemen, termasuk sistem persediaan BBM. Konsultan
Pricewaterhouse Coopers, Boston Consulting Group dan Mc. Kinsey,
semua menganjurkan untuk menurunkan tingkat persediaan BBM
distriBusi BBM nasional: Pekerjaan yang BeluM Pernah selesai
180
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
181
Dengan serangkaian kejadian seperti itu seharusnya
menyadarkan kita, bahwa jangan-jangan ada sesuatu yang sistemik
sedang terjadi, yang menyebabkan penyediaan dan pendistribusian
BBM menjadi kurang handal di sepanjang mata rantai distribusi
(supply chain). Apakah karena kebijakan atau karena operasional.
Permasalahan supply chain dalam bentuk gangguan pasokan dan
distribusi BBM tersebut, tidak boleh dianggap remeh, terlebih-lebih
pada sebuah negara kepulauan seperti Indonesia ini.
uuuu
PERMASALAHAN supply chain adalah berkisar pada, pertama,
kemampuan menghitung volume konsumsi BBM di suatu wilayah
yang diterjemahkan dalam bentuk stock yang harus disediakan.
Kedua, menetapkan kebijakan alokasi volume per lokasi dan
alokasi sumber daya untuk mengangkutnya. Ketiga bagaimana
melaksanakan operasi pengangkutan itu sendiri. Setiap gangguan
pasokan dan distribusi BBM semestinya ada pada ketiga faktor itu.
Pertanyaan pertama memang pada apakah volume BBM yang
disediakan dan didistribusikan itu sesuai dengan volume konsumsi
dan penentuan volume quota selama ini diproses secara bottom up,
dari Pemerintah yang berujung di Panitia Anggaran DPR. Jadi ada
yang mengatakan, angka itu angka politik.
Saya pernah menjadi kepala Seksi BBM, orang yang pernah
berada di dapur menyiapkan angka kebutuhan BBM Nasional pada
periode 1977-1979. Saya pikir angka itu memang angka politik, bukan
hanya karena diputuskan DPR, tetapi juga karena pertimbangan
politik.
setuju, dengan semakin tinggi tingkat persediaan, akan semakin
besar uang mati yang tertanam dalam persediaan BBM. Akan
tetapi begitu prinsip itu diterapkan selalu terjadi kelangkaan, dan
itu terjadi sistemik dan berpola, dimulai dari satu lokasi kemudian
merambat ke lokasi lain dan begitu seterusnya.
Saya meyakini pasti ada sesuatu variabel yang khas
Indonesia, belum mendapatkan tempat dalam model perhitungan
yang dilakukan. Konsep mendekati “just in time” jelas tidak bisa
diterapkan untuk distribusi BBM di Indonesia. Pertimbangan
operasional, kemampuan infrastruktur dan kondisi alam negara
kepulauan Indonesia dengan bentangan yang sangat luas itu, harus
diinternalisasikan menjadi constraints dalam model.
Pada kunjungan ke Pertamina Februari 2009 yang lalu,
Presiden SBY kembali mengingatkan agar pasokan dan distribusi
BBM harus dikendalikan dengan baik supaya tidak terjadi lagi
gangguan pasokan dan distribusi BBM dalam negeri. Kekhawatiran
Presiden ini dapat dimengerti karena, pertama, sepanjang tahun
2008, Indonesia diwarnai tingginya frekuensi terjadinya gangguan
pasokan dan distribusi BBM. Kedua, tahun 2009 adalah tahun
politik yang tidak boleh terganggu oleh adanya kekurangan BBM
untuk kebutuhan masyarakat luas.
Kejadian yang berulang di tahun 2008, yang menurut
catatan mencapai 74 kali gangguan sporadis di berbagai wilayah
itu, telah berlalu begitu saja tanpa ada analisis yang lebih dalam
tentang penyebab yang mendasar, sehingga bisa ditemukan solusi
perbaikan fundamental agar tidak terulangi lagi. Awal tahun 2009
kita mengalami lagi gangguan distribusi BBM karena penerapan
MySap yang jalannya belum efektif.
distriBusi BBM nasional: Pekerjaan yang BeluM Pernah selesai
182
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
183
Saya pernah berencana untuk merancangnya di BPH Migas,
tetapi sekarang sudah ada lembaga Dewan Energi Nasional (DEN)
yang lebih tepat. Metodologinya adalah memperhitungkan peran
semua jenis sumber energi dan faktor yang mempengaruhinya.
Pada era 1990-an, ketika Komite Nasional Indonesia-World
Energy Council (KNI-WEC) secara berkala mengadakan lokakarya
dan seminar, angka Energy Mix Nasional sering dibahas dan
didiskusikan. Saya sendiri menjadi pengurus inti selama 10 tahun
sebagai bendahara dan sangat mengikuti naik turunnya perjalanan
organisasi ini, sampai suatu kali saya menyarankan untuk tidak
dibubarkan karena tidak sanggup membayar iuran tahunan yang
dirasa besar pada masa krisis keuangan negara di awal reformasi.
Sebelumnya iuran dibayar negara dan kiprah KNI-WEC pun cukup
didengar Pemerintah.
Pada waktu itu, berapa perkiraan energi yang disumbang oleh
batubara, air, panas bumi dan biomassa dan lainnya dibahas secara
transparan dan seakan terasa ada komitmen para pihak untuk
memasok sejumlah energi kedalam kotak Energy Mix Nasional
sebagai tanggung jawab bersama, dan ini menjadikan hitung-
menghitung perkiraan kebutuhan BBM menjadi lebih terbantu.
Sekalipun demikian, karena BBM masih diperankan sebagai
“swing energy” maka dari pengalaman saya menunjukkan, setiap
kegagalan pasokan ke kotak Energy Mix, selalu harus diimbangi
dengan tambahan BBM. Karena sering mendadak, kadangkala
mengganggu keseimbangan stok BBM yang ada.
Kemampuan menghitung kebutuhan energy mix dari waktu
ke waktu adalah kunci utama untuk mengetahui berapa kebutuhan
BBM. Menghitung BBM sendiri sekarang bertambah rumit karena
Suatu kala kami mengajukan angka kebutuhan BBM Nasional
dengan segala analisis dan perkiraannya. Saya dipanggil atasan dan
katanya, “Permintaan ini dari atasan, saya minta angka kebutuhan
minyak bakar diubah. Kalau tidak, subsidi membengkak dan nanti
Pak Harto akan marah.”
Waktu berjalan dan beberapa bulan kemudian saya dipanggil
lagi. “Kamu ini bodoh sekali, kenapa angka minyak bakar rendah
sekali, mana cukup ini!” begitu katanya. “Lha... dulu kan diminta
untuk dipotong,” kata saya mencoba membela diri.
Rupanya waktu itu debit air di waduk Jatiluhur mengalami
penyusutan dan pembangkit tenaga air dialihkan kembali ke
pembangkit tenaga uap yang menggunakan minyak bakar. Jadi
analisis perhitungan yang sudah didiskusikan siang malam untuk
menetapkan sebuah angka bisa berubah begitu saja tanpa ada
kejelasan dasar perhitungannya. Ya, seperti tawar menawar angka.
Kejadian seperti itu masih sering terjadi sampai saat ini. Padahal
kekeliruan menetapkan besaran konsumsi BBM, ujung-ujungnya
bisa menyebabkan kelangkaan.
Terlebih lebih metodologi perhitungan perkiraan konsumsi
BBM masih lebih mendasarkan pada sisi pasokan yang kadang
kala diintervensi oleh kebijakan politik. Saya bermimpi, kapan ya,
Indonesia mempunyai metodologi perkiraan kebutuhan BBM yang
lebih mendasarkan pada sisi permintaan.
Pada akhir tahun 1989 saya mendapatkan pelatihan di
Cosmo Oil Jepang dan di sana saya melihat satu model perhitungan
kebutuhan BBM yang sangat comprehensive, memuat puluhan
variabel. Ketika saya melihat sensitivitas konsumsi minyak tanah,
ternyata berubah banyak karena perubahan temperatur.
distriBusi BBM nasional: Pekerjaan yang BeluM Pernah selesai
184
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
185
subsidi yang sedang lesu. Dengan Premium RON 90 mendekati
harga pasar, maka langkah ini akan mempercepat lepasnya
cengkeraman subsidi.
Premium banyak di konsumsi masyarakat berkecukupan.
Keberhasilan kebijakan ini akan lebih tinggi karena berhadapan
dengan masyarakat berpenghasilan menengah ke atas. Apapun
yang akan diputus, jelas akan memberi arah pembukaan pasar BBM
ke mana yang akan dituju dan keputusan itu sangat ditunggu badan
usaha untuk perencanaan investasinya.
Pertumbuhan konsumsi BBM non subsidi ke depan
kelihatannya masih akan berat, karena badan usaha baru kini setiap
tahunnya menunjukkan lebih berminat untuk mendistribusikan
BBM bersubsidi. Padahal pada saat Undang Undang No 22/2001
tentang Minyak Gas Bumi diketuk palunya, prakiraan masyarakat
pada waktu itu, monopoli Pertamina akan segera berakhir dan
pasar bahan bakar minyak domestik akan semarak dengan pemain
baru.
Penguasaan pasar Pertamina akan segera menciut dan
khasanah pasar BBM nasional akan dihiasi dan dikuasai oleh
pemain baru yang lebih maju dan mampu. Saya mengulasnya dalam
artikel “Selamat Tinggal Pasar Monopoli BBM” di harian Kompas,
22 Desember 2005.
Begitulah prakiraan masyarakat pada waktu itu. Kini setelah
sekian tahun waktu berjalan, restrukturisasi pasar BBM dalam negeri
ternyata belum sampai pada perkiraan di atas. Pertamina masih
sangat dominan dalam penguasaan pasar. Ini pun belum termasuk
PT Patra Niaga, anak perusahaannya yang sedang berkembang
seperti gambaran berikut ini.
jenisnya yang beragam. Ada yang bersubsidi dan ada yang tidak
bersubsidi, yang akan berbeda dalam penanganan penyediaan dan
pendistribusiannya.
Permasalahan penyediaan dan distribusi yang sering
mencuat di masyarakat adalah BBM bersubsidi. Jenisnya terdiri
dari premium, minyak tanah dan minyak solar. BBM jenis
ini memang lebih bersentuhan langsung dengan kebutuhan
masyarakat, akan tetapi pertumbuhan konsumsinya tidak
signifikan lagi. Sedangkan BBM non subsidi kini tumbuh dengan
perlahan karena tidak ada lagi kebijakan yang mumpuni untuk
mendorongnya.
Pada tahap awal pembukaan pasar di tahun 2006,
dengan adanya kebijakan menetapkan konsumen industri harus
menggunakan BBM non subsidi, telah mendorong pertumbuhan
konsumsi yang cukup tinggi, terutama pada minyak solar dan
minyak bakar.
Sebenarnya pada tahun 2008 ada inisiasi untuk menetapkan
kebijakan baru. Rencananya akan diterapkan Smart Card untuk
membatasi konsumsi Premium. Kalau Premium hanya untuk
kendaraan angkutan umum misalnya, maka kendaraan pribadi
mau tidak mau memakai bahan bakar sekelas Pertamax. Berarti
konsumsi BBM non subsidi akan meningkat. Gagasan ini akhirnya
berhenti karena perlu persiapan matang dan akhirnya belum
menjadi kebijakan, sekalipun di beberapa negara lain seperti Iran
dan Malaysia berhasil dilaksanakan.
Begitu juga sempat muncul gagasan lain yang menimbulkan
pro dan kontra, yaitu kebijakan menjual Premium RON 90 sebagai
amunisi baru untuk membuka secara gradual pasar BBM non
distriBusi BBM nasional: Pekerjaan yang BeluM Pernah selesai
186
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
187
sektor transportasi, terutama akibat bertambahnya kendaraan dan
meningkatnya mobilitas masyarakat.
Setiap tahun kebutuhan BBM bersubsidi dihitung Pemerintah,
tapi siapa yang menghitung BBM non subsidi? Ya tidak ada, kecuali
setiap badan usaha menetapkan sesuai perencanaan usahanya
secara sendiri-sendiri. Apakah jumlahnya cukup, tidak ada yang
tahu. Kalau tidak cukup, ya logika sederhananya pasti merembes
dari BBM subsidi. Perhitungan BBM subsidi selama ini pun lebih
mendasarkan pada sisi pasokan. Gambaran dinamika pasar dengan
mendalami sisi permintaan, sesungguhnya sangat banyak variabel
yang harus diperhitungkan untuk mengetahui kebutuhan energi
masyarakat.
Negara dengan jumlah penduduk terbesar ke-4 dunia,
dengan kemajuan pembangunan, kesejahteraan dan perkembangan
otonomi daerah, sudah harus mempunyai metodologi perhitungan
kebutuhan energi yang comprehensive dan dapat diterima semua
pihak. Kelakuan masyarakat dalam mengkonsumsi energi saat ini
sudah bergeser, sehingga pendekatan perhitungan dari sisi pasokan
apalagi menggunakan data historis sudah harus ditinggalkan jauh.
Saya berharap Dewan Energi Nasional dapat segera
menyelesaikan soal ini. Angka konsumsi energi termasuk BBM
sangat sentral perannya untuk keperluan perencanaan penyediaan
dan pendistribusian energi ke masyarakat.
uuuu
GANGGUAN PASoKAN dan distribusi juga dapat terjadi, karena
kebijakan alokasi volume BBM bersubsidi tiap lokasi atau wilayah
Sesungguhnya, pasar Indonesia sangat menggiurkan jika
dilihat dari besarnya volume kebutuhan BBM. Besarnya pasar BBM
Nasional menduduki urutan ke lima di Asia setelah Cina (6,3 juta
barel per hari), Jepang (5,5 juta barel per hari), India (2,4 juta barel
per hari) dan Korea Selatan (2,25 juta barel per hari).
Dengan kebutuhan sebesar 1,4 juta barel perhari saat ini
dan dengan pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 5 persen,
sesungguhnya pasar BBM di Indonesia sangatlah potensial bagi
pengembangan bisnis BBM. Akan tetapi kenapa sampai saat ini
masih sangat lambat perkembangannya? Akibatnya peran BBM
bersubsidi meningkat menjadi 62,22% pada tahun 2008, naik dari
tahun 2006 yang 60,93%.
Ini yang mengakibatkan realisasi konsumsi BBM bersubsidi
beberapa tahun terakhir selalu melebihi dari patokan APBN.
Sektor paling besar yang memberi kontribusi kenaikan adalah
sumber : Bph Migas
non Pertamina non PSoPertamina non PSoPSo
20.00
40.00
60.00
80.00
Konsumsi BBM Nasional 2005-2008(Juta KL)
distriBusi BBM nasional: Pekerjaan yang BeluM Pernah selesai
188
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
189
Di negeri ini terjadi lagi kekurangan pasokan minyak tanah
di beberapa wilayah. Analisis penyebabnya masih berkutat pada
alasan klasik di sisi suplai (supply side management) dan dengan
sendirinya solusinya juga sama klasiknya yaitu melalui operasi
pasar minyak tanah. Itulah tindakan jangka pendek tambal sulam
yang bisa dilakukan, dan kalau hanya dengan cara itu, dipastikan
kelangkaan secara berkala akan berulang lagi. Sesungguhnya ada
penyebab lain yang mendasar dan struktural sifatnya, yang perlu
diselesaikan dengan tuntas, agar terjadi keseimbangan dalam supply
demand energi di sektor rumah tangga dan di sektor informal.
Minyak tanah di Indonesia telah membuat sejarah menarik,
mulai sejak dijadikannya minyak tanah sebagai instrumen politik
untuk pemerataan di zaman Orde Baru pada dekade 70-an.
Kebijakan itu memang didukung dan efektif karena pada masa itu
Indonesia mengalami oil boom. Minyak tanah telah dijadikan salah
satu unsur bahan pokok rakyat yang harus diurus seperti mengurus
beras misalnya. Infrastruktur distribusi dan pemasaran dibangun di
seluruh pelosok tanah air.
Minyak tanah mengalir deras dan merusak tatanan
infrastruktur energi masyarakat yang telah ada sebelumnya,
terutama di pedesaan. Menggunakan minyak tanah menjadi simbol
tingkat kesejahteraan rakyat. Masyarakat pun beramai-ramai pakai
minyak tanah untuk masak dan penerangan sampai akhirnya minyak
tanah dianggap sebagai hak, dan pemerintah wajib memenuhinya.
Saya ingat pengalaman yang sangat pahit soal minyak tanah
ini. Sebagai Pimpinan Pemasaran V di Surabaya saya sangat meyakini
bahwa telah terjadi penggunaan minyak tanah yang tidak benar. Adanya
kekurangan minyak tanah. Saya lalu sengaja tidak mau menambah
dan kebijakan alokasi sumber daya seperti armada pengangkutan
dan tangki penyimpanan. Kebijakan alokasi volume merupakan
terjemahan dari volume kebutuhan BBM bersubsidi menurut
APBN. Selama ini pengaturan dilakukan oleh Badan usaha dengan
menggunakan angka historis dan diawasi oleh manajemen untuk
fleksibilitasnya.
Kebijakan ini akan beralih ke badan pengatur, sehingga
badan usaha hanya menyediakan dan mendistribusikan sejumlah
volume yang ditetapkan. Saya memperkirakan pada tahap awal
penerapan perubahan kebijakan ini akan ada riak-riak sehingga
membutuhkan pengendalian dan koordinasi yang baik selama masa
transisi dengan badan usaha, mengingat penyediaan dan distribusi
BBM memerlukan keseimbangan baru.
Dengan demikian sangat dimungkinkan pada tahap transisi
akan terjadi kelangkaan yang bersifat lokal. Gangguan pasokan
dan distribusi sangat dimungkinkan terletak pada kelemahan
menerjemahkan besaran volume konsumsi di lokasi tersebut atau
karena kebijakan quota/alokasi yang volumenya memang tidak
mencukupi.
Gangguan pasokan volume BBM yang paling banyak terjadi
adalah pada jenis minyak tanah. Pada artikel saya “Soal Minyak
Tanah” di Kompas, 29 Oktober 2004, secara tegas saya katakan,
minyak tanah merupakan suatu masalah yang memang harus
dibahas rasional. Masalah ini memang sensitif karena menyangkut
kehidupan masyarakat luas. Oleh karena itu dengan begitu
seringnya terjadi pasokan minyak tanah, saya mengangkat lagi
masalah minyak tanah dalam artikel “Lagi lagi Minyak Tanah” di
harian Investor Daily, 13 Desember 2006.
distriBusi BBM nasional: Pekerjaan yang BeluM Pernah selesai
190
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
191
inilah yang harus ditampung dalam perhitungan quota wilayah.
Apa boleh buat berhitungnya jadi rumit, tapi ini bukan
mengada-ada. Sensitivitas konsumsi minyak tanah selalu berkorelasi
dengan denyut kehidupan masyarakat yang berbeda setiap waktu
dan wilayah. Kondisi seperti itu harus mampu ditampung dalam
model atau formula perhitungan kebutuhan minyak tanah.
Kalaupun perhitungan konsumsi perkapita yang kita gunakan saat
ini sebagai pendekatan, maka pada implementasi jabaran quota ke
daerah haruslah secara akurat memperhatikan variabel kondisi
lokal yang berbeda di tiap wilayah. Alasan seperti inilah, termasuk
penyebab kelangkaan minyak tanah yang sifatnya lokal di beberapa
daerah.
Penyebab lain kelangkaan adalah karena adanya penerapan
kebijakan menekan pemakaian minyak tanah, sekalipun jumlah
penduduk dan jumlah UKM bertambah. Ada dua hal yang bisa
menjadi pemicu kelangkaan dengan kebijakan konservasi tersebut.
Pertama karena sensitivitas variabel lokal seperti diuraikan di atas
dihiraukan, tapi bisa juga karena di sana sudah tidak ada lagi ruangan
untuk pengurangan volume, sudah pas dengan kebutuhan.
Yang menarik adalah perubahan sikap masyarakat akibat
kelangkaan. Di kota dengan sikap mengantri menunggu mobil
operasi pasar datang, tapi di desa beralih menggunakan bahan
bakar lain yang ada di sekelilingnya.
Sikap seperti ini secara potensial telah memberi peluang
penerapan kebijakan pengurangan pasokan. Masyarakat sudah
mulai mau menerima bahan bakar alternatif, apabila di sekitarnya
tersedia dengan cukup dan murah. Sudah banyak warteg, UKM dan
rumah tangga yang kembali pakai kayu bakar sehingga pasar kayu
alokasi agen meskipun saya ditekan. Akibatnya secara perlahan minyak
tanah menipis di pasaran dan media massa gencar memberitakannya.
Tapi saya bersikukuh dan betul, ada 17 truk tangki berisi
minyak tanah ditangkap polisi Pasuruan. Rupanya minyak tanah ini
disedot dari pasar dan dibawa ke pembangkit listrik Paiton untuk
pekerjaan “commissioning” proyek. Besoknya saya panggil si Bule
pengawas proyek. Dia bilang, “Saya tidak tahu kalau tidak boleh,
soalnya saya pakai minyak tanah karena murah sekali.”
Saya katakan, “Tuan, apa Saudara mau dituduh jadi pengacau
ekonomi, merampas hak rakyat?” Kemudian datang pimpinan dari
Jakarta, mengajak saya ke Kediri dan di sana bertemu dengan
para agen minyak tanah. “Saudara-saudara, minyak tanah harus
disalurkan ke masyarakat dan tidak boleh kurang sedikitpun. Ambil
kertas, minta tambahan berapa, tuliskan,” katanya kepada agen
yang hadir. Saya pun kehilangan muka. Itulah liku-liku minyak
tanah yang sangat melelahkan sampai sekarang ini
Terjadinya kekurangan pasokan di beberapa daerah belum
tentu sama penyebabnya. Penyebabnya akan sangat terkait dengan
bagaimana dinamika kehidupan masyarakat di sana. Kekurangan
pasokan di wilayah pesisir lain misalnya, pasti akan terkait dengan
dinamika kegiatan masyarakat nelayan di sana. Minyak tanah
sangat luas dipakai untuk bahan bakar kapal nelayan dan ini adalah
suatu keniscayaan. Tidak bisa berdebat lagi, itu ilegal, jadi harus
dimasukkan dalam perkiraan kebutuhan.
Begitu pula ribuan ”warteg” minum minyak tanah, kebutuhan
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di pinggiran kota. Kenduri melepas
calon haji, mau tidak mau akan meningkatkan konsumsi minyak tanah
di sana. Celakanya listrik semakin sering mati pula. Hal-hal seperti
distriBusi BBM nasional: Pekerjaan yang BeluM Pernah selesai
192
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
193
dengan manajemen di ”sisi permintaan” pada tiap wilayah karena
tingkat keberhasilannya bisa berbeda satu dengan lainnya.
Kelangkaan akan terus terjadi jika tidak mencapai
keseimbangan antara apa yang dilakukan di sisi pasokan dengan
apa yang dilakukan di sisi permintaan. Sayangnya tindakan di ”sisi
permintaan” masih sporadis karena lebih merupakan hasil inisiatif
masyarakat sendiri dan tanpa ada insentif apa-apa sebagai trade off
dari perannya menekan konsumsi minyak tanah.
uuuu
KEBIJAKAN ALoKASI SUMBER DAYA memberikan kontribusi
yang signifikan pada mata rantai distribusi. Kebijakan ini sangat
ditentukan oleh kebijakan Pemerintah mengenai alokasi volume
dan sistem penggantian biaya distribusi yang sangat dikenal dengan
biaya Alpha. Biaya Alpha adalah biaya distribusi yang terdiri dari
biaya angkutan, penyimpanan dan margin SPBU.
Pada tahun 2006 biaya Alpha ditetapkan sebesar 14,1 persen
dari MOPS (harga rata-rata BBM volume besar di Singapura),
tetapi besaran ini terus menurun setiap tahunnya dan pada APBN
2009 ditetapkan menjadi 8 persen. Karena besarannya prosentase,
maka besaran rupiahnya menurun sangat drastis saat ini karena
berubahnya harga minyak dunia dan kurs mata uang dolar.
Perdebatan dan diskusi di DPR melahirkan rencana APBN
P 2009, besaran biaya Alpha akan ditetapkan dalam bentuk range
dalam rupiah. Keputusan ini sudah selangkah lebih maju untuk
menyelesaikan tarik menarik pendapat yang menyatakan biaya Alpha
adalah dalam bentuk fixed, percentage atau bentuk regressive.
bakar pun pelan-pelan berkembang.
Dalam perjalanan dari Muna ke Kendari, saya melihat begitu
banyak tungku yang dijual di sepanjang jalan. Saya mampir dan
bertanya, apakah ini kompor untuk memasak. “Ya pak, bahan
bakarnya menggunakan limbah apa saja yang ada di sekitarnya.
Minyak tanah sudah lama kami tinggalkan,” jawabnya. Mereka
tidak lagi menuntut minyak tanah sebagai hak. Ini momentum yang
bagus untuk melakukan ”demand side management” secara agresif
dan sinergis.
Kayu bakar ataupun energi biomassa banyak tersedia
di pedesaan. Pengadaan energi di pedesaan akan lebih efektif
penanganannya. Tidak memerlukan modal besar dan teknologi
tinggi, karena itu seharusnya menjadi prioritas. Pengembangan
dan pemakaian energi alternatif pedesaan akan lebih mendapatkan
”maximum net benefit” bagi masyarakat luas, sekaligus dapat
mengurangi kemiskinan di pedesaan, seperti yang saya tulis di
Kompas, 29 Oktober 2004.
”Demand side management” yang perlu segera diterapkan
adalah diversifikasi energi dengan mengembangkan energi
biomassa. Program ini dapat saja menjadi ”extension” dari program
biofuel Pemerintah, yang dikhususkan untuk penyediaan substitusi
minyak tanah di pedesaan dan sektor informal.
Terakhir, penyebab kelangkaan minyak tanah adalah karena
program konversi ke LPG 3 kilogram, di mana daerah yang dianggap
sudah masuk LPG 3 kilogram, minyak tanah ditarik. Banyak pengalaman
di tiap daerah, sehingga lama kelamaan prosesnya bertambah baik.
Akan tetapi, perluasan program LPG 3 kilogram dengan mengurangi
volume minyak tanah akan bisa gagal bilamana tidak dikoordinasikan
distriBusi BBM nasional: Pekerjaan yang BeluM Pernah selesai
194
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
195
masalah sangat serius. Tolong dibantu ya,” terdengar suara kawan
saya Kepala Wilayah distribusi PLN Jawa Timur, melalui kabel
telepon. Rupanya kabel listrik PLN ke Madura putus, terseret kapal.
Di Madura listrik padam total dan perlu segera tambahan BBM
terutama minyak tanah untuk lampu penerangan dan minyak solar
untuk generator set. Depot BBM Camplong di Madura sudah tidak
mampu lagi memenuhi lonjakan kebutuhan. Pertamina akhirnya
harus menyeberangkan puluhan mobil tangki ke Madura siang
malam. Masyarakat sudah sulit ditenteramkan, setiap mobil tangki
tiba berebut dan langsung habis.
Menteri Pertambangan dan Energi Kuntoro Mangkusubroto,
tiba di Surabaya, langsung ke PLN dan Pertamina untuk
berkoordinasi. Kami menyeberang ke Madura melihat kira-kira di
mana kabel itu putus dan kemudian langsung ke Sumenep ditunggu
para Kyai disana. “Pak Menteri, bapak harus bertanggung jawab
atas semua ini. Semua santri saya tidak bisa sembahyang. Kalau
dulu wudhu tinggal buka keran air keluar, sekarang sumur sudah
digali air tidak mau keluar. Bagaimana ini Pak Menteri?” kata salah
satu Kyai dalam suasana yang sangat tegang.
Saya kemudian jadi sasaran. “Ini Pimpinan Pertamina ya,”
katanya sambil menunjuk saya. “Mana minyaknya? Itu rakyat di
atas bukit belum dapat minyak tanah, bagaimana ini?” kata mereka,
yang membuat suasana menjadi lebih tegang.
Kami pulang dengan janji BBM akan terus digerojok. Saya
guyon ke Kanwil PLN, “Listrik yang mati, Pertamina yang dimaki.”
Sudah itu, saya sebagai Pimpinan Pemasaran V Surabaya, diminta
Menteri agar membuat laporan apa yang telah dan akan dilakukan
untuk mengatasi keadaan. Laporan itu ternyata baru selesai saya
Dalam artikel “Perdebatan Soal Alpha” di Investor Daily, 16
Maret 2009, saya menyatakan bahwa perdebatan berapa besar
Alpha distribusi BBM bersubsidi atau apakah Alpha itu fixed atau
prosentase atau regressive bukan tidak ada gunanya bagi perbaikan
biaya distribusi BBM bersubsidi.
Kejadian ini memberi sinyal kuat bahwa dengan pembukaan
pasar BBM dalam negeri telah mampu merobohkan satu persatu
benteng tebal yang menghambat pencapaian efisiensi biaya
distribusi BBM dalam negeri. Meskipun demikian harus diingat,
upaya penekanan biaya distribusi terus menerus ada bahayanya,
karena makin lama makin kecil karena ada prinsip limit of growth,
yang pada satu titik tidak mungkin lagi ditekan.
Besaran angka Alpha terendah ini sangat penting untuk
diketahui, karena kalau tidak diketahui maka bilamana kerendahan
secara potensial akan berakibat pada macetnya distribusi akibat
menurunnya kegiatan pemeliharaan fasilitas dan terabaikannya
keselamatan.
Pada artikel “Menjaga Distribusi BBM” di Investor Daily,
23 Februari 2009, saya menyatakan, besaran Alpha yang terus
menurun telah mendorong kebijakan efisiensi di tingkat korporasi
yang belum ada standar maksimalnya. Kebijakan tersebut berupa
pengurangan stok di lokasi, pengurangan armada angkutan,
pengurangan pemeliharaan, standar keselamatan dan lainnya.
Apabila efisiensinya melebihi batas, maka dipastikan operasi
distribusi akan sangat ketat dan dengan sedikit gangguan saja akan
terjadi kelangkaan.
Terkait dengan itu, saya ingat kejadian di akhir tahun 2008.
Pada waktu itu saya sedang olahraga. “Pak Ibrahim Hasyim kita ada
distriBusi BBM nasional: Pekerjaan yang BeluM Pernah selesai
196
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
197
diperolehnya biaya minimal, karena pembagian wilayah itu bukan
didasarkan pada perhitungan efisiensi distribusi semata.
Wilayah Indonesia harus dibuat menjadi beberapa cluster
distribusi BBM dengan memperhatikan sumber pasokan,
konfigurasi kebutuhan tiap jenis BBM di masing-masing lokasi,
kapasitas armada tanker, kombinatorial pengangkutan tiap jenis
BBM, kedalaman laut dan kemampuan infrastruktur pelabuhan dan
tangki penyimpanan.
Biaya angkutan minimal yang diperoleh di tiap cluster
secara agregat dapat digunakan sebagai biaya angkutan nasional.
Gambaran angkutan minyak dan gas bumi saat ini di Indonesia
adalah seperti di bawah ini.
Begitu juga dengan kelakuan biaya di mata rantai penyimpanan,
pasti berlainan antara satu dan lain lokasi karena adanya perbedaan
skala operasi dan keragaman infrastruktur di lokasi penyimpanan
Supply chain angkutan bahan bakar minyak di Indonesia
buat jam 3 pagi, terus di e-mail ke Jakarta, karena pagi hari akan
dilaporkan ke Presiden Habibie.
Tapi betullah, itu realita dari semua kejadian, kenapa rakyat
akhirnya menuding ke Pertamina. Pertama, karena BBM diperankan
sebagai swing energy, energi lain gagal, BBM harus segera tersedia,
tidak peduli apa penyebabnya.
Kedua, sekalipun kebijakan alokasi volume dan kebijakan
alokasi sumber daya pada waktu itu masih longgar, mobil tangki
masih banyak tinggal perintah, tetap saja ada lead time untuk
memulihkan keadaan, apalagi kejadian itu di lain pulau.
Bisa dibayangkan jika kebijakan itu sangat ketat. Prinsip
utama manajemen supply chain adalah responsiveness dan
efisiensi, keduanya bersifat reciprocal. Pada satu sisi, masyarakat
menghendaki ketersediaan BBM yang cukup setiap saat, tapi
biayanya akan kurang efisien. Sebaliknya jika biaya distribusi harus
sangat efisien, maka ketersediaannya yang berkurang. Karena itu
menurut saya, Alpha biaya distribusi itu sangat strategis, jangan
dijadikan tawar-menawar mau berapa, harus dikaji dan dihitung
dengan baik.
Oil products supply chain di sebuah negara kepulauan
seperti Indonesia pasti berbeda dengan negara lain dan karena itu
kelakuan biaya tiap mata rantai distribusi juga bisa berbeda. Mata
rantai transportasi misalnya, dari penelitian saya menyimpulkan
bahwa biaya minimal akan diperoleh melalui pembentukan cluster
atau wilayah distribusi. Tetapi pembagian wilayah distribusi bukan
berarti wilayah menurut pulau ataupun menurut wilayah niaga
seperti wilayah pemasaran Pertamina ataupun wilayah distribusi
niaga BPH Migas. Pembagian wilayah seperti itu tidak menjamin
Supply chain angkutan bahan bakar minyak di indonesia
distriBusi BBM nasional: Pekerjaan yang BeluM Pernah selesai
198
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
199
diterapkan sesuatu kebijakan oleh Pemerintah di masa mendatang.
Indonesia sangat memerlukan itu.
Permasalahan distribusi BBM bertumpu pada besaran volume
BBM dan besaran Alpha distribusi yang harus ditentukan sebagai
keputusan politik karena menyangkut Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara. Artinya angka itu bisa berubah setiap tahunnya.
Masalahnya kemudian adalah pada penunjukan badan usaha
yang ditugaskan untuk menyediakan dan mendistribusikannya.
Proses dapat dilakukan dengan penunjukan langsung atau tender,
tapi hanya untuk durasi satu tahun. Kondisi ini telah membuat
ketidakpastian bagi semua badan usaha. Akibat yang paling
dirasakan adalah sangat sulit bagi badan usaha untuk melakukan
investasi.
Sementara itu infrastruktur BBM yang dimiliki Pertamina
saat ini juga sudah mulai tua, terutama di Indonesia Timur yang
sudah mendekati usia 30 tahun. Pada saat saya menjadi Kepala
Dinas Pengkajian dan Pengembangan, kami membuat master plan
infrastruktur BBM ke depan dan dibahas dengan sangat intensif
dengan Pokja II DKPP (Dewan Komisaris Pemerintah untuk
Pertamina) yang diketuai oleh Dr. Purnomo Yusgiantoro.
Salah satu produknya adalah sistem pipanisasi Jawa dan
sebagian Sumatera yang pada akhirnya berhenti karena krisis
keuangan pada awal reformasi. Setiap tahun jelas investasi apa
yang harus dilakukan. Tapi itu dulu, pada saat hanya Pertamina
yang mendapat tugas menyediakan dan mendistribusikan BBM
bersubsidi. Semestinya master plan infrastruktur BBM itu diteruskan
pengembangannya sekarang karena sudah sangat diperlukan.
Dalam suatu kesempatan saya sampaikan keprihatinan saya akan
yang sangat mempersyaratkan kompatibilitas.
Pada mata rantai niaga seperti di SPBU, saat ini jenis
layanannya berubah dengan sangat dinamis guna memenuhi
tuntutan konsumen, sehingga margin keuntungan yang diperoleh
harus mampu menutup biaya investasi yang dikeluarkan. Semua
kelakuan biaya tersebut harus mampu ditampung dalam rumusan
Alpha.
Dengan demikian perhitungan Alpha distribusi BBM bersubsidi
tidaklah sederhana dan jangan dihitung dengan tingkat presisi yang
rendah, karena nilai uang yang terkandung di dalamnya sangat besar.
Upaya untuk menyederhanakan perhitungan secara nasional, dapat
dibantu dengan memodelkan sub transportasi, sub penyimpanan dan
sub niaga yang secara agregat menjadi Alpha distribusi.
Saya menamakannya sebagai pohon Alpha. Pembentukan
cluster yang paling efisien dapat menjadi wilayah distribusi
BBM bersubsidi baru dan ini akan dibentuk oleh suatu studi
comprehensive, modelling ketiga mata rantai utama, transportasi,
penyimpanan dan niaga sebagai pohon Alpha. Biaya Alpha optimal
tiap wilayah distribusi baru, secara agregat menjadi besaran Alpha
distribusi BBM bersubsidi Nasional.
Pohon Alpha dengan perhitungan sensitivitas akan
memperlihatkan apakah Alpha itu bersifat tetap, persentase atau
regresif. Modelling pohon Alpha harus ditempuh untuk memperoleh
rumusan baku Alpha yang dapat diterima semua pihak, suatu
rumusan yang dapat memberi jawaban berapa Alpha distribusi
BBM yang wajar dan juga memberi jawaban apakah Alpha itu dalam
bentuk fixed, percentage atau regressive. Rumusan itu juga sekaligus
menyediakan kemampuan analisis dampak terhadap Alpha apabila
distriBusi BBM nasional: Pekerjaan yang BeluM Pernah selesai
200
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
201
diberi kesempatan kepada badan usaha lain tapi belum ada yang siap
melayani masyarakat.
Sistem cost + fee perlu dipertimbangkan kembali. Sekarang
ini teknologi informasi sangat maju sehingga dapat memilah-milah
biaya dengan transparan. Kedua, badan usaha lain di luar BUMN
juga dapat diberi penugasan jika mau berinvestasi di daerah terpencil.
Banyak kesempatan terbuka, terutama di daerah pemekaran
wilayah dan di pulau-pulau kecil yang sudah berkembang. Ketiga,
infrastruktur pengangkutan dan penyimpanan yang sudah dimiliki
beberapa badan usaha dapat dipakai bersama, tetapi lembaga
penyalurnya harus didedikasikan pada badan usaha tersendiri.
Pembangunan infrastruktur BBM adalah mutlak dilakukan.
Infrastruktur BBM yang ada sudah banyak yang berumur,
memerlukan penggantian dan pengembangan. Kalau untuk
pembangunan kilang sudah diberi insentif, semestinya untuk
membuat kapal tanker, dermaga loading unloading, tangki timbun,
juga perlu diberi insentif. Oleh karena itu penyelesaian master plan
infrastruktur BBM sangat mendesak untuk diselesaikan. Kegunaan
jangka pendek adalah untuk dasar pemberian izin usaha oleh
Departemen ESDM. Pemberian harus diprioritaskan pada lokasi
dan daerah yang membutuhkan adanya infrastruktur BBM. Untuk
jangka panjang master plan digunakan sebagai dasar pengembangan
infrastruktur BBM yang terencana ke depan.
Distribusi BBM Nasional adalah manajemen supply
chain yang rumit di negara kepulauan terbesar di jagat raya ini.
Permasalahan dan tantangannya dinamis dan berkembang, itu yang
menjadikannya sebagai pekerjaan yang belum pernah selesai.
Permasalahan BBM Nasional sangat dinamis dari waktu ke
infrastruktur BBM ini. Saya berpendapat pengembangannya tidak
dapat diserahkan begitu saja pada keputusan korporat. Saya usul
kalau bisa, setiap badan usaha BBM baru tidak dibebaskan operasi
di seluruh Indonesia, tetapi diarahkan pada lokasi yang memang
memerlukan tambahan infrastruktur. “Ya itu, kita belum bisa,
masterplannya belum selesai,” kata Evita Legowo, Dirjen Migas.
Saya jadi teringat pada saat pertemuan diskusi berkala antara
BPH Migas dengan Komisi Penyelesaian Perselisihan Usaha (KPPU).
Lahirnya berbagai Undang Undang seperti Undang Undang Migas
No. 22 tahun 2001 dan Undang Undang No 5 tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,
perlu dilihat apakah ada hal-hal tertentu yang tidak diatur di antara
kedua undang-undang.
Prof Tresno P Soemardi menyatakan, saat ini banyak terjadi
kelangkaan institusional akibat dari penetapan Undang-undang
Baru. Siapa yang bertanggung jawab untuk pengembangan
infrastruktur BBM yang sudah dilepas dari Pertamina karena
sudah berubah menjadi badan usaha. Dipastikan akan terjadi tidak
terarahnya pengembangan infrastruktur, jika seluruhnya diserahkan
kepada pertimbangan untung rugi korporasi swasta.
Dengan sistem penunjukan BBM PSO setahun sekali, sungguh-
sungguh memukul badan usaha. Pertamina saja pikir-pikir untuk
membangun infrastruktur. Tidak ada kepastian untuk investasi.
Kondisi ini sudah harus diakhiri, terlalu besar resiko untuk dibiarkan.
Harus segera ada pengaturan yang mengikat dan ada kepastian kepada
badan usaha. Ada beberapa alternatif yang tersedia, yang dapat
dilakukan. Pertama, penetapan BBM bersubsidi hanya disalurkan oleh
Badan Usaha Milik Negara, karena ternyata setelah beberapa tahun
distriBusi BBM nasional: Pekerjaan yang BeluM Pernah selesai
202
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
203
waktu. Inti permasalahan bertumpu pada kebijakan harga, distribusi
dan pasar. Road map perubahan harga BBM dalam negeri sudah
ada, tetapi sulit dilaksanakan karena dihadapkan pada gejolak sosial
politik. Kegiatan distribusi dihadapkan dengan masalah kelangkaan
yang kerap terjadi dan infrastruktur BBM kurang berkembang.
Meski di pasar terdapat banyak pemain, tetapi kemampuannya
sangat terbatas. Punya mobil tangki 3 unit saja, minta izin untuk
operasi di seluruh Indonesia.
Kita selalu dihadapkan dengan pilihan-pilihan yang sulit.
Pilihan pertama, memberi izin kepada sebanyak mungkin badan
usaha dengan harapan akan terseleksi secara alamiah, yang kuatlah
yang akan bertahan. Kalau strategi ini yang dipilih, prosesnya akan
sangat melelahkan dan makan waktu panjang.
Pilihan kedua, memberi izin kepada badan usaha secara
selektif, yang mempunyai kemampuan untuk mengembangkan
diri secara berkelanjutan. Kalau strategi ini yang dipilih, maka
pastilah sosok usaha hilir minyak dan gas Indonesia cepat kukuh
dan gagah.
uuuu
distriBusi BBM nasional: Pekerjaan yang BeluM Pernah selesai
204
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
205
11Pemikiran Energi Tak Pernah Henti
PuBLiKaSi media
206
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
207
mendatangkannya melalui sungai berkisar Rp 40 per liter plus biaya angkut di darat ke Bontang sekitar Rp 60-70 per liter, ditambah lagi dengan margin SPBU sekitar Rp 70 per liter, bisa dibayangkan besarnya biaya dan subsidi pemerintah untuk pemenuhan BBM di Bontang dan sekitarnya.
Ada gagasan untuk menghemat, jarak Balikpapan-Samarinda-
Bontang kemudian hendak dipersingkat dengan jalan membangun
Depo BBM di Bontang, karena kebutuhannya yang terus meningkat.
Dengan dibangunnya sebuah depo, menurut pola pikir sekarang,
BBM akan lebih mudah diangkut, disimpan, dan didistribusikan ke
seluruh pengguna yang ada di Bontang. Semua kegiatan itu telah
menggunakan prinsip-prinsip supply chain management yang baku
dan kompleks.
Akankah ini menjadi solusi yang tepat, terutama untuk jangka
panjang, dengan harga BBM dan subsidi yang terus meninggi? Agaknya
rencana itu perlu dikaji ulang. Bontang adalah daerah yang mempunyai
cadangan gas 27,8 TCF (triliun cubic feet) yang tak akan habis
dimanfaatkan sampai 40 tahun mendatang. Dengan cadangan sebesar
itu, di masa yang akan datang seharusnya tidak perlu mendatangkan
minyak yang mahal dan sulit pengurusannya dari lokasi lain untuk
memenuhi kebutuhan bahan bakar di Bontang dan sekitarnya.
Kalaulah dibangun jaringan pipa ke seluruh rumah-rumah
dan industri yang ada di Bontang dan Samarinda dengan biaya
investasi (menurut Direktur Gas BPH Migas sebesar Rp 2 Juta per
rumah), secara potensial dalam jangka panjang pemerintah tidak
perlu lagi menyubsidi BBM jutaan dolar untuk wilayah itu. Hitung-
hitungan ongkos transportasi BBM saat ini, yang mencapai puluhan
miliar rupiah setiap tahunnya, akan dapat menutup investasi pipa
yang dapat dipakai bertahun-tahun.
RMenggagas Kota Gas
oleh: Ibrahim Hasyim
artikel ini dimuat pada majalah tempo, 12 desember 2004
Rumput tetangga hijau warnanya dan gajah dipelupuk mata tidak
tampak adalah dua pepatah yang cukup untuk menggambarkan
kebutuhan bahan bakar di Samarinda dan Bontang, Kalimantan
Timur. Samarinda dan Bontang membutuhkan pasokan minyak
sekitar 600 ribu kiloliter per tahun. Untuk memenuhinya, minyak
didatangkan dari kilang Balikpapan melalui laut ke Samarinda, dan
sekitar 100 ribu kiloliter di antaranya diangkut lagi dengan jalan
darat sejauh 125 km ke Bontang.Kesulitan itu masih ditambah dengan distribusi minyak
mentah untuk kilang Balikpapan yang didatangkan dari lokasi lain yang jaraknya ratusan kilometer, termasuk dari luar negeri. Jarak yang jauh itu tentu saja memakan ongkos tinggi. Kalau biaya
PuBlikasi Media: PeMikiran energi tak Pernah henti
208
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
209
memperhatikan lingkungan hidup, terjangkau masyarakat luas, dan
dapat memacu pertumbuhan industri . Ini semua adalah cita-cita
yang sudah terlalu lama kita damba-dambakan. Untuk mencapainya,
secara terus-menerus perlu dicari pemikiran-pemikiran baru yang
memenuhi kelayakan untuk dilaksanakan, meskipun penerapannya
secara lokal.
Menurut saya, gagasan membangun Kota Gas pada saat ini
mencapai momentum yang tepat. Ini berkaitan dengan era otonomi
daerah yang memungkinkan pengaturan-pengaturan lokal untuk
mendorong pemakaian gas, dan adanya pembagian keuangan pusat
dan daerah dari hasil migas, sehingga pemerintah daerah akan lebih
menaruh perhatian karena hasilnya akan ikut menopang tumbuhnya
industri hilir, kesempatan kerja, dan pendapatan daerah dari migas.
Dengan jalan itu, pemerintah daerah diharapkan dapat ikut secara
langsung mengatasi permasalahan energi nasional. Kota Bontang plus
Samarinda dan Jambi dapat dijadikan sebagai pilot project Kota Gas.
Mewujudkan impian membangun kota gas tentu saja tak
semudah menghubungkan pipa-pipa dari sumber gas ke rumah-
rumah, industri, dan stasiun pengisian bahan bakar gas. Membangun
kesadaran masyarakat akan keunggulan gas dibandingkan dengan
BBM–kesadaran yang telah dilakukan oleh masyarakat konsumen
gas Indonesia di Singapura, Jepang, Korea dan Taiwan–adalah
sebuah pekerjaan yang harus dimulai hari ini.
Bila dulu kita pernah punya kota minyak di Pangkalanbrandan
dan Balikpapan, bolehlah kita bermimpi punya kota gas di Bontang
dan Jambi.
uuuu
Jepang, Taiwan dan Korea yang jauh saja bisa membakar gas
dari Indonesia, mengapa masyarakat Bontang sendiri belum bisa
memanfaatkannya? Inilah gagasan yangsaya sebut sebagai Kota
Gas, yang di lokasi itu terdapat cadangan gas yang berlimpah-ruah.
Kota Gas dimaksudkan bilamana kota itu memiliki sumber energi
utamanya adalah gas, ya untuk memasak, untuk penerangan, untuk
industri dan untuk kendaraan. Energi lain seperti BBM bukan lagi
menjadi sumber energi utama. Kendaraan yang keluar wilayah
dirancang menggunakan dual fuel. Kalau mau pakai bensin, tinggal
switch ke BBM.
Kota Gas juga bisa digagas pada kota yang di sekitarnya ada
lapangan gas marginal atau skala menengah, tetapi selama ini sering
menghadapi kesulitan besar untuk mendatangkan BBM. Ambil
contoh adalah kota Jambi, tempat kebutuhan BBM didatangkan
sekitar 400 ribu kiloliter per tahun dari kilang Plaju melalui sungai
yang makin padat dan dangkal pada musim kemarau. Kesulitan
angkutan dirasakan cukup tinggi, ditambah lagi kandungan biaya
dan subsidi didalamnya.
Sementara itu, di sekitar Jambi ditemukan beberapa
cadangan gas baru yang lumayan besar. Dari pengeboran eksplorasi
di koridor Jambi saja, ada cadangan gas sebesar 1,2 TCF, belum
lagi dari Beringin Kuang dan lapangan-lapangan di wilayah
Sumatera Selatan. Dengan kandungan gas yang cukup itu, Jambi
seharusnya bisa dijadikan Kota Gas. Untuk memenuhi kebutuhan
energi wilayahnya, yang diperlukan adalah membangun pipa dan
mendistribusikan ke seluruh rumah dan industri yang ada di sana.
Agar kita tak lagi bergantung pada BBM, perlu kebijakan energi
untuk penganekaragaman jenis-jenis energi dengan jenis energi yang
PuBlikasi Media: PeMikiran energi tak Pernah henti
210
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
211
(lapangan/kilang) ke sentra konsumsi, kecuali kalau di wilayah
tersebut tersedia moda angkutan substitusi lain seperti pipa dan
angkutan darat lainnya. Ketergantungan yang sangat tinggi itu
telah menyebabkan mudahnya terjadi penggeseran pola hubungan
antara demand and supply tanker dunia apabila terjadi perubahan
tertentu di sisi demand and supply minyak dunia.
Kebutuhan minyak dunia yang diperkirakan oleh International
Energy Agency (IFA) naik sebesar 1,6% pada tahun 2004, berhenti
beroperasinya sejumlah pembangkit nuklir di Jepang, menurut Teekay
Shipping Corporation merupakan beberapa faktor yang menyebabkan
aliran minyak dunia bertambah, sehingga kebutuhan suplai tanker
dunia meningkat pula dengan tajam.
Kebutuhan yang meningkat ternyata tidak mampu diimbangi
oleh ketersediaan armada tanker secara cukup. Meskipun ada
pertumbuhan armada sebesar 2,9% pada tahun 2003, tetapi ada
beberapa perusahaan tanker yang mengalihkan kapalnya untuk
mengangkut “dry cargo” dan itu telah menyebabkan pengurangan 1
% jumlah tanker dari total armada pada tahun 2003 dan pengurangan
itu masih berlanjut 1 % lagi di tahun 2004 ini .
Suplai tanker dunia masih diganggu lagi oleh adanya percepatan
“scrapping” dari jadwal semestinya, yang dilakukan oleh sejumlah
perusahaan tanker yang diperkirakan akan mencapai 45 juta DWT
dari semula yang semestinya hanya 36 juta DWT pada akhir tahun
2005. Sementara itu, kapasitas galangan untuk membuat kapal baru,
telah penuh sampai dengan tahun 2006. Kenaikan kebutuhan LNG
juga telah merampas ruang galangan pembuat tanker jenis Aframax
dan VLCC (Very Large Crude Carrier). Jadi lengkaplah sudah begitu
PuBlikasi Media: PeMikiran energi tak Pernah henti
KSiapa Bilang Indonesia
Tak Butuh Tankeroleh: Ibrahim Hasyim
artikel ini dimuat di investor daily , Selasa 8 maret 2005
Kenaikan harga minyak mentah yang fantastis menembus angka
U$ 50 per barel telah memberi dampak yang sangat luas kepada
tanker dunia dengan naiknya harga dan sewa kapal yang fantastis
pula. Perkembangan ini harus menjadi perhatian Indonesia, karena
85% dari kebutuhan minyak nasional harus diangkut dengan
kapal tanker dan itu berarti akan langsung mempengaruhi biaya
pengadaan Bahan Baker Minyak (BBM), terlebih-lebih pada saat
kita sedang berupaya menekan subsidi BBM.
Secara umum, pertumbuhan kebutuhan tanker berkorelasi
langsung dengan pertumbuhan aliran minyak dari sentra produksi
212
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
213
Keith Wallis, tanker analyst menyatakan, tahun 2004 merupakan
“tanker earning bonanza”, ya… seperti mendapatkan durian runtuhlah
bagi perusahaan pemilik tanker di Hongkong. Tentu earning bonanza
ini juga dinikmati oleh raksasa tanker dunia lainnya.
Keith Wallis, tanker analyst menyatakan, tahun 2004 merupakan
“tanker earning bonanza”, ya… seperti mendapatkan durian runtuhlah
bagi perusahaan pemilik tanker di Hongkong. Tentu earning bonanza
ini juga dinikmati oleh raksasa tanker dunia lainnya.
Menurut E.A Gibson Shipbrokers Ltd, sepuluh besar tanker
raksasa dunia adalah Frontline, TeeKay, Ofer, OSG, Bergesen,
Moller, Astro Tanker, dan sepuluh perusahaan minyak yang banyak
memiliki tanker adalah Vela, Petrobas NITC, KOTC, Exxon Mobil,
Idemitsu, Chevron Texaco, Nisseki Nitsubishi, Vamina dan CPC.
Hanya saja belum ada data berapa banyak perusahaan minyak yang
menderita akibat terjadinya earning bonanza pada perusahaan
pemilik tanker tersebut.
Earning bonanza ternyata tidak hanya terbatas pada sewa
menyewa saja, tetapi juga pada jual beli tanker baru maupun
tanker bekas. Sebagai misal posisi per Oktober 2004, harga handy
sizes tanker baru mencapai US$ 38,5 juta, Aframax US$ 57,5 juta,
Suesmax US$ 68 juta dan VLCC seharga US$ 105 juta.
Secara umum perusahaan minyak akan memiliki tanker
sendiri, jika mereka tidak mampu mengendalikan harga dan harga
AVERAGE EARNING ($/DAY)2002 2003 2004 oct 22, 2004 oct 29, 2004
92.15083.38442.46633.25018.967Aframax 90/91 builtSuesmax 90/91 builtVLcc 90/91 built
112.915117.01157.40536.06518.695152.929144.41374.54248.17021.998
banyak faktor yang menganggu sisi supply kapal tanker dunia.
Kekurangan ini diperparah lagi dengan kenyataan pengaruh
meningkatnya kebutuhan minyak di Asia Pasifik di atas perkiraan
semula, padahal jarak angkutnya lebih jauh dan yang lebih konyol
lagi adalah tidak terpantaunya secara baik kecepatan penghapusan
kapal single skin yang lebih awal dari mandatory sesuai regulasi
International Marine Organization (IMO).
Earning BonanzaBergesernya kurva demand and supply dalam hukum
ekonomi akan berakibat langsung terhadap harga, maka dengan
gambaran kondisi demand and supply tanker selama tahun
2004 telah membuat harga sewa tanker menjadi sangat elastis,
dan kenaikan harga sewa dipasar spot meningkat dengan sangat
tajam.
Menurut data Clarkson Research Studies, pada tanggal 29
Oktober 2004, tanker Aframax single voyage 50.000 DWT buatan
tahun 1990/1991 memberikan pendapatan rata-rata mencapai US$
92.150 per hari, sementara Suesmax (135.000DWT) mencapai
US$112.915 per hari, dan untuk VLCC mencapai US$ 152.929 per
hari, tetapi khusus untuk beberapa rute telah mencapai angka US$
200.000 per hari.
Demikian pula untuk tanker produk telah naik 21% menjadi US$
41.775 per hari, suatu angka yang tertinggi selama tahun 2004. Dengan
realita ini berarti telah terjadi peningkatan pendapatan rata-rata selama
2004 yang cukup tinggi bagi perusahaan pemilik tanker dibandingkan
tahun-tahun sebelumnya, seperti tertera pada table berikut:
PuBlikasi Media: PeMikiran energi tak Pernah henti
214
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
215
nasional. Artinya kelebihan kapasitas infrastruktur dapat dipakai
oleh semua pemain migas. Dapat diperkirakan akan banyak sekali
kendala yang akan terjadi mengingat kepemilikan tanker yang ada
di Indonesia masih banyak dimiliki atau berbendera asing.
Indonesia memang masih belum dapat memanfaatkan
earning bonanza dari dunia tanker saat ini, tetapi bukan tidak sama
sekali. Setidaknya PT. Berlian Laju Tanker Tbk sempat membangun
6 buah tanker petrokimia dan juga PT. Pertamina (Persero)
membangun 6 buah tanker pada shipping market cycle yang tepat,
sehingga memperoleh kapal tanker pada harga yang murah.
Apalagi Indonesia dapat kesempatan membangan kapal tanker
VLCC yang semestinya oleh Jaya Suprana dari MURI (Museum
Rekor Indonesia) harus mencatatnya sebagai rekor kapal tanker
terbesar yang pernah dirancang dan dimiliki Indonesia. Pemerintah
perlu memberi apresiasi kepada putra-putra Indonesia yang telah
mempunyai keberanian berprakarsa dan berhasil membangun dua
buah super tanker teknologi tinggi yang telah mengangkat nama
Indonesia di dunia internasional dan memberi pelajaran pada
sumber daya manusia termasuk dunia perguruan tinggi.
Belajar dari dinamika tanker dunia yang sedang terjadi, perlulah
pemerintah lebih memberikan perhatian untuk membulatkan visi
pembangunan dan pengembangan industri pelayaran dan maritim
nasional khususnya untuk angkutan migas, bukan hanya karena kita
sebagai negara maritim yang 85 % migas harus diangkut melalui laut,
tetapi juga agar kita tidak perlu terlalu ikut terombang-ambing oleh
gelombang harga tanker dunia yang akan mempengaruhi daya saing
dan kemandirian kita sebagai bangsa.
uuuu
sewa telah menganggu kinerja bisnisnya. Sebaliknya keputusan
akan menyewa bilamana perkembangan harga sewa tidak terlalu
“ribet” atau tidak terlalu fluktuatif.
Pentingnya Tanker Bagi IndonesiaSesungguhnya mengamati pergerakan harga sewa tanker dunia
tidak kalah pentingnya dengan mengamati perkembangan harga
minyak dunia, karena 45% minyak dunia dan 85% minyak mentah dan
BBM nasional diangkut dengan kapal tanker. Ketersediaan minyak
mentah dan BBM saja akan tidak cukup, kalau tidak diikuti dengan
ketersediaan jumlah kapal tanker. Apalagi bagi Indonesia kapal tanker
yang disewa sampai saat ini masih cukup banyak dari luar negeri
sehinnga perkembangan tanker dunia berimplikasi langsung ke dalam
negeri dan hal ini bertambah penting lagi karena Indonesia masih
berkutat dengan upaya penurunan subsidi minyak, di mana selama ini
biaya angkutan memberi kontribusi 2-4 % dari total biaya.
Sesungguhnya apa yang menarik dari mengikuti perkembangan
tanker dunia apalagi bagi Indonesia sebagai sebuah negara maritim?
Indonesia masih tertinggal jauh untuk bisa berperan di tingkat
global, terutama disebabkan oleh belum adanya kesamaan visi
tentang pembangunan industri pelayaran dan maritim termasuk
pengembangan armada tanker. Karena itulah terjadi polemik yang
berkepanjangan tentang perlu tidaknya mempunyai armada tanker
nasional yang kuat. Padahal kita perlu tambahan armada tanker
nasional karena sampai saat ini baru mengangkut sekitar setengah
dari volume aliran minyak yang masuk dan keluar Indonesia.
Badan Pengatur Hilir migas (BPH Migas) sudah mencantumkan
dalam blue print-nya mengenai open access untuk angkutan migas
PuBlikasi Media: PeMikiran energi tak Pernah henti
216
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
217
jangka pendek yang diakibatkan oleh beberapa hal yang pada
waktu itu berasal dari dalam dan luar negeri.
Krisis BBM yang dimaksud adalah berupa satu kondisi
di mana persediaan BBM dalam jangka pendek tidak dapat
memenuhi kebutuhan pada sebagian lokasi terutama di kota
kota besar sehingga terlihat antrian BBM di Stasiun Pengisian
Bahan Bakar Umum (SPBU), di pangkalan-pangkalan minyak
tanah dan malahan di depan instalasi/depot Pertamina. Kondisi
itu telah memberi pengaruh pada keadaan sosial politik negara
yang menyebabkan keresahan di masyarakat sehingga terjadi
“panic buying” dan di kala itu juga mulai terjadi penimbunan
oleh masyarakat, bukan untuk spekulasi tapi untuk keamanan
dirinya.
Semua kejadian tersebut pernah terjadi pada masa Pak
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjabat sebagai Menteri
Pertambangan dan Energi R.I. Saya yakin, beliau sekarang
sebagai Presiden R.I akan sangat paham betapa berbahayanya
jika krisis BBM itu terulang lagi, karena bisa mengakibatkan
citra pemerintahan yang sedang naik daun dengan upaya
pemberantasan KKN akan hancur berkeping-keping. Jadi jangan
main-main dengan tingkat persediaan BBM Nasional.
TINGKAT PERSEDIAAN BBMBerapa besar tingkat persediaan BBM Nasional yang pas,
tidak lepas dari polemik yang berkepanjangan dari waktu ke
waktu. PricewaterhouseCoopers menyarankan 17 hari, Pemerintah
B.J. Habibie menetapkan 20 hari dan Pemerintah Abdurahman
Wahid menjadi 25-30 hari.
BPerhatikan Persediaan BBM
oleh: Ibrahim Hasyim
artikel ini dimuat pada harian KomPaS, rabu 22 Juni 2005
Banyak analisis makro menyorot terancamnya keamanan jika
tidak diambil langkah strategis atas suplai BBM. Secara mikro,
juga banyak potensi bahaya akibat krisis Bahan Bakar Minyak
(BBM). Pengalaman yang terjadi di Indonesia, kondisi kekurangan
BBM Nasional terjadi akibat kebijakan yang tidak tepat.
Pengalaman empiris pada waktu yang lalu menunjukkan
bahwa bila tingkat persediaan BBM Nasional adalah 23 hari,
maka situasi persediaan BBM di tiap lokasi dan seluruh
Indonesia akan aman. Namun, dalam perjalanannya kemudian,
PricewaterhouseCoopers pernah menganjurkan stok BBM
Nasional cukup 17 hari saja dan kita semua tahu sejak April 2000
dan beberapa bulan berikutnya, Indonesia mengalami krisis BBM
PuBlikasi Media: PeMikiran energi tak Pernah henti
218
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
219
dengan normal. Apabila terjadi sesuatu perubahan, katakanlah
kebutuhan tiba-tiba meningkat tinggi pada beberapa lokasi,
sehingga persediaan cepat menipis, maka diperlukan upaya untuk
mengatasinya dengan jalan melakukan jadwal ulang pasokannya.
Ini pasti akan mengganggu pasokan ke lokasi lain sehingga
terjadilah efek domino krisis di lokasi-lokasi lainnya. Indonesia
adalah negara kepulauan dan sekitar 70 persen BBM harus diangkut
dengan kapal tanker yang memiliki keterbatasan kecepatan
layarnya, sehingga lead time lebih lama untuk mengatasinya. Jika
hal itu terjadi, maka akan sulit sekali untuk menanganinya dan
menuntut penerapan “supply chain management” yang rumit.
Jika kita mempelajari kembali pada kejadian krisis BBM di
tahun 2000 yang lalu, maka faktor-faktor yang mempengaruhi
pada saat itu adalah langkanya BBM di luar negeri akibat dari
penggunaan BBM yang tinggi pada musim panas di negara-
negara maju dan terbakarnya kilang Al-Akhmadi di Kuwait
sehingga berpengaruh pada pasokan HOMC (High Octane Mogas
Component) sebagai bahan dasar Premium, “Jadi pada saat itu’
biarpun ada uang tapi tidak ada barang”.
Sedangkan faktor dalam negeri adalah bersamaan dengan
rusaknya kilang Balongan, terbakar dan rusaknya fasilitas di
kilang Balikpapan, jaringan pipa bongkar BBM yang terbatas
sehingga mempengaruhi kegiatan loading unloading, masih
maraknya penyeludupan BBM serta kebijakan tingkat persediaan
BBM Nasional ditetapkan 17 hari.
Apa yang dilakukan Pemerintah waktu itu adalah Mentamben
SBY memperjuangkan tingkat persediaan BBM Nasional menjadi
25-30 hari sebagai suatu solusi (SBY Sang Demokrat, hal 429).
PuBlikasi Media: PeMikiran energi tak Pernah henti
Pada bulan-bulan terakhir ini, kita sering mendengar
keluhan dan peringatan Pertamina pada beberapa media,
bahwa tingkat persediaan telah menurun padahal tingkat yang
aman menurut juru bicara Sdr. Harun adalah 22 hari. Kondisi
tersebut memperlihatkan adanya tarik-menarik antara mazhab
yang mengedepankan efisiensi secara finansial dan yang lain
mengedepankan kebutuhan realitas secara operasional.
Tidak ada yang dapat memungkiri bahwa tingkat persediaan
akan berhubungan langsung dengan tingkat biaya, yang berarti
semakin tinggi tingkat persediaan BBM akan semakin besar
pula uang yang tertanam di dalamnya. Biaya persediaan per
hari bisa melebihi Rp 200 miliar, sehingga wajar jika Pertamina
menginginkan tingkat persediaan yang serendah mungkin dan
inilah yang menjadi sumber perdebatan utama.
Melihat total hari tingkat persediaan BBM, kita tidak dapat
menyimpulkan secara rinci permasalahan yang ada di dalamnya.
Untuk bisa lebih menyelami bagaimana struktur persediaan BBM
Nasional yang dinyatakan 22 hari itu, maka persediaan tersebut
adalah terdiri dari persediaan 5 hari di kilang, 3 hari di kapal dan
14 hari di Instalasi atau Depot.
Tingkat persediaan di kilang dan kapal tidaklah terlalu
bervariasi antara satu kilang/kapal dengan kilang/kapal lainnya,
tetapi tingkat persediaan di Instalasi atau Depot sangat bervariasi.
Umumnya lokasi-lokasi yang tinggi pengeluarannya mempunyai
tingkat persediaan yang berada dibawah angka 14 hari dan ini
pada umumnya terjadi dikota-kota besar.
Persediaan BBM dikatakan aman dengan asumsi bahwa
semua faktor yang terkait dan mempengaruhinya dapat berjalan
220
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
221
Pada saat ini, mereka terus membangun semangat
transparansi mengenai kebenaran angka produksi, konsumsi dan
ekspor-impor minyak dari setiap negara anggota, agar mereka
dapat mencari suatu tingkat persediaan minyak yang aman dan
menguntungkan . Indonesia sendiri masih berkutat pada tingkat
persediaan BBM yang aman saja sudah kerepotan. Boro-boro cari
margin keuntungan. Menentukan berapa hari tingkat persediaan
saja masih belum bulat dan terus berubah-ubah.
Rasanya, sudah waktunya Indonesia mengkaji kembali
besaran angka tingkat persediaan BBM Nasional, tidak hanya
terbatas pada aman, tapi juga bagaimana menemukan formula
sensitivitas yang dapat menjadi pendukung keputusan untuk
melihat peluang keuntungan.
Membuat sebuah model perencanaan BBM dengan parameter
dan constraint yang komplit yang bertujuan untuk menetapkan
tingkat persediaan bbm nasional yang disepakati oleh semua
stake holder sudah saatnya dilakukan. Kemudian angka tingkat
persediaan BBM Nasional ini harus menjadi angka asumsi
sebuah RAPBN, karena di dalamnya tidak hanya risiko sosial
politik, tetapi juga akan melibatkan uang rakyat yang sangat
besar jumlahnya.
uuuu
PuBlikasi Media: PeMikiran energi tak Pernah henti
Dengan ini terlihat betapa strategisnya tingkat persediaan BBM
Nasional itu dan sudah seharusnya dalam perencanaan inventory
telah memasukkan parameter finansial, operasional dan kondisi
alam sebagai “constraint”-nya.
Perlunya Model PerencanaanHari-hari terakhir ini kita mendengar lagi krisis BBM
dan penyebabnya adalah karena kekurangan dana untuk impor,
apabila dikucurkan akan menyimpang dari UU APBN. Kalau pada
tahun 2000, ada uang tidak ada barang, maka yang sekarang
adalah “sedang ada barang, uangnya tidak ada “.
Faktor pasar dan operasional di tahun 2000 belum ada
yang berpengaruh meskipun harus hati-hati karena akan segera
datangnya musim panas di negara maju dan biasanya gasoline
untuk kendaraan meningkat tajam, padahal kita sekarang butuh
banyak Premium.
Jadi, faktor penyebabnya bergeser dari kebiasaan selama ini
dan masuk ke wilayah baru yaitu wilayah hukum. Ini bermula dari
tidak tepatnya asumsi-asumsi yang digunakan pada penyusunan
RAPBN 2005. RAPBN Perubahan 2005 pun diperkirakan akan
tetap bermasalah, jika harga minyak diasumsikan masih jauh di
bawah harga pasar di atas 50 dollar AS per barel.
Tingkat persediaan BBM Nasional sepatutnya dijaga
pada besaran tertentu yang disepakati bersama supaya tidak
ada polemik. Pada umumnya negara-negara maju masih amat
bergantung pada minyak bumi sebagai sumber energi utama
dalam negerinya, menetapkan tingkat persediaan minyak nasional
pada besaran 94 hari.
222
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
223
kembali mengalami gangguan distribusi BBM terkait penerapan
MySap yang belum efektif.
Dengan serangkaian kejadian seperti ini timbul kesan,
jangan-jangan telah terjadi sesuatu yang sistemik dalam mata rantai
distribusi (supply chain), apakah kejadian itu terkait kebijakan atau
karena operasional. Bentuk gangguan pasokan dan distribusi BBM
tersebut tidak boleh dianggap remeh, apalagi untuk sebuah negara
kepulauan seperti Indonesia ini.
Konsumsi dan Kebijakan Ada tiga hal terkait mata rantai distribusi BBM, yakni
kemampuan menghitung volume konsumsi, kebijakan alokasi
volume per lokasi dan alokasi sumber daya untuk mengangkutnya,
serta bagaimana operasi pengangkutan (mobilitas) itu sendiri.
Setiap gangguan pasokan dan distribusi BBM pasti terkait dengan
ketiga faktor tersebut.
Terkait dengan besaran volume, gangguan terjadi karena
kebijakan kuota atau lokasi yang volumenya memang tidak
mencukupi. Penentuan besaran volume kuota selama ini diproses
secara bottom up dari Pemerintah yang berujung di Panitia Anggaran
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pengalaman beberapa tahun
terakhir menunjukkan realisasi konsumsi BBM bersubsidi ternyata
selalu lebih besar volumenya dibandingkan dengan ketetapan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Gangguan pasokan dan distribusi juga dapat terjadi, karena
kebijakan alokasi sumber daya seperti armada pengangkutan dan
tangki penyimpanan yang tidak mencukupi. Kebijakan alokasi
sumber daya juga memberikan kontribusi yang signifikan. Hal ini
S
PuBlikasi Media: PeMikiran energi tak Pernah henti
Menjaga Distribusi BBMoleh : Ibrahim Hasyim
artikel ini dimuat pada harian investor daily, Senin 23 Februari 2009
Sepanjang 2008, Indonesia diwarnai banyak gangguan pasokan dan
distribusi Bahan Bakar Minyak (BBM). Pada 2009, yang merupakan
tahun politik, gangguan tersebut diharapkan tak terulang lagi,
mengingat BBM merupakan kebutuhan masyarakat luas yang
rentan terhadap isu politik.
Pada kunjungan ke Pertamina baru-baru ini, Presiden Susilo
Bambang Yudoyono (SBY) mengingatkan kembali agar pasokan dan
distribusi BBM harus dikendalikan dengan baik supaya tidak terjadi
lagi gangguan pasokan dan distribusi BBM dalam negeri.
Kekhawatiran SBY tersebut cukup beralasan, karena
sepanjang tahun 2008 terjadi 74 kali gangguan secara sporadis di
berbagai wilayah. Sementara itu, pada awal tahun 2009 saja kita
224
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
225
Kebijakan stok operasional BBM dibawah 20 hari, terbukti
berkali-kali menimbulkan krisis dan kelangkaan BBM. Kalau itu
terjadi, maka efek domino merambat ke lokasi lain, yakni rusaknya
irama program angkutan yang telah disusun. Di satu sisi masyarakat
luas menuntut lebih responsif dalam penyediaan dan distribusi
BBM, sementara itu, di sisi lain, Pemerintah berprinsip efisien
dalam distribusinya.
Keseimbangan di antara keduanya adalah sangat penting.
Akan tetapi untuk tahun 2009, yang merupakan tahun politik, maka
responsif menjadi prioritas agar tidak terjadi kelangkaan. Kuncinya
terletak pada kebijakan Alpha distribusi yang akan ditetapkan.
Sistem MOPS + Alpha, sejatinya memprioritaskan penekanan biaya
distribusi (efisiensi), tetapi menjadi sangat berbahaya apabila itu
dikompetisikan. Apabila melewati ambang batasnya, supply chain
menjadi tidak responsif untuk mengatasi gangguan yang terjadi.
Dalam situasi seperti itu, barangkali perlu diingat kebijakan
yang lebih berbasis pada efektivitas, karena BBM dianggap
bahan strategis. Pemerintah menerapkan kebijakan ini dengan
pertimbangan utama adalah security of supply. Badan usaha
pelaksana ditunjuk Pemerintah, biaya penyediaan dan distribusi
diganti dan diberi fee per liter.
Sistem ini akan memungkinkan alokasi sumber daya yang
maksimal, sehingga distribusi lancar dan ampuh meredam gangguan
dan kelangkaan. Sedangkan sistem MOPS + Alpha, setelah Alpha
distribusinya terus ditekan, yang terjadi adalah lebih seringnya
terjadi gangguan pasokan dan distribusi.
Dengan demikian, untuk menjaga pasokan dan distribusi BBM
selama tahun politik 2009, maka kebijakan penentuan besarnya
PuBlikasi Media: PeMikiran energi tak Pernah henti
sangat ditentukan oleh kebijakan Pemerintah mengenai sistem
penggantian biaya distribusi yang dikenal dengan biaya Alpha.
Ini adalah biaya distribusi yang terdiri dari biaya angkutan,
penyimpanan dan margin Stasiun Pengisian Bahan Bakar umum
(SPBU).
Pada tahun 2006 biaya Alpha ditetapkan sebesar 14,1 persen
dari harga rata-rata BBM volume besar di Singapura (MOPS),
tetapi besaran ini terus menurun setiap tahun dan pada APBN
2009 ditetapkan menjadi 8 persen. Karena besarannya prosentase,
maka besaran rupiahnya menurun sangat drastis saat ini bersamaan
berubahnya harga minyak dunia dan kurs mata uang dolar.
Besaran Alpha yang terus menurun telah mendorong
kebijakan efisiensi di tingkat korporasi. Kebijakan tersebut berupa
pengurangan stok di lokasi, armada angkutan, pengurangan
pemeliharaan dan lainnya. Apabila kebijakan efisiensi melebihi
batas, maka dipastikan operasi distribusi akan sangat ketat dan
pada gilirannya akan terjadi kelangkaan.
Responsif atau Efisien Pada kegiatan distribusi barang apa pun, kemampuan untuk
memenuhi semua keinginan konsumen pasti akan selalu berhadapan
dengan biaya. Hubungannya bersifat reciprocal, artinya semakin
responsif mata rantainya, maka akan semakin tinggi pula biaya
infrastruktur dan operasinya.
Penyediaan dan distribusi BBM dalam negeri juga tidak terlepas
dari prinsip ini. Kalau stok BBM dan kemampuan infrastruktur
distribusi diperbesar, maka semakin responsif dalam memenuhi
kebutuhan masyarakat termasuk menanggulangi kelangkaan.
226
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
227
12Sekilas Penulis dan Penyunting
volume BBM bersubsidi yang didasarkan pada demand side dan
kebijakan biaya distribusi yang mengedepankan efektivitas, adalah
sangat menentukan.
uuuu
PuBlikasi Media: PeMikiran energi tak Pernah henti
228
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
229
riau) di medan, Kepala dinas Pengkajian dan Pengembangan di Jakarta, Pimpinan uPPdn ii (Sumsel, Jambi, Bengkulu, Lampung) di Palembang, Pimpinan uPPdn V (Jawa timur, Bali, nusa tenggara dan timor timur), Kepala divisi Pemasaran non-BBm, LPG dan BBG di Jakarta, deputi direktur Bidang Perkapalan, Komisaris Pt.Badak nGL, Komisaris utama Pt Pertamina tongkang dan Pt Patra dok dumai dan Staf ahli dirut Pertamina Bidang hilir.
ibrahim adalah pekerja yang gigih. Berkat kegigihannya itu, ia menerima tanda jasa Karya Patra utama dari dirut Pertamina dan Satya Lencana Wira Karya dari Presiden ri atas keberhasilannya mempertahankan Pertamina di timor timur.
ibrahim juga dikenal aktif berorganisasi, di antaranya pernah menjadi pengurus inti Komite nasional indonesia World energy Council (Kni-WeC) dan mengikuti kegiatan Kni-WeC sebagai anggota delegasi indonesia di Cape town (afrika Selatan), Kusadasi (turki), Bangkok (thailand), houston (aS). ia juga sebagai anggota ikatan ahli teknik otomotif (iato), indonesia Gas association (iGaS) dan anggota CLaSS dunia (aBS, Lr, dnV, nK, GL).
Kecintaannya terhadap energi, mendorong ibrahim mengemukakan pendapat, pengalaman dan analisisnya tentang masalah dan masa depan energi di indonesia, yang ditulisnya sejak tahun 1980 di media massa seperti Kompas, Suara Karya, merdeka milik Bm diah, investor daily, Seputar indonesia, tempo, Surabaya Post, duta, Sketsa serta talkshow di tVri, JtV, metro tV dan tVone.
ibrahim meraih pendidikan dasar hingga menengah atas di aceh. ia lalu meneruskan pendidikannya ke akademi minyak dan Gas Bumi di Cepu (1973), S1 jurusan ekonomi universitas indonesia (1979), S2 magister manajemen dari Sekolah tinggi manajemen
Ibrahim hasyim lahir di idi, aceh, 15 maret 1950. Persis 1 mei 2009, anggota Badan Komite Badan Pengatur hilir migas yang dipilih
dewan Perwakilan rakyat dan diangkat Presiden ini genap 40 tahun menggeluti dunia energi di indonesia.
ibrahim mengawali kegiatannya di bidang energi dengan bekerja di Pertamina (1973-2006). Karirnya dimulai dari bawah, yakni menjadi pekerja pengecat pipa minyak di belakang kilang minyak Pangkalan Brandan, Sumatera utara.
dari sana, karirnya bergerak. mulai dari Supervisor di Pertamina aviation, Kepala internal auditor di manado, Kepala Seksi BBm di Jakarta, Kepala Cabang Pemasaran maluku di ambon, Kepala Penjualan Sulawesi di ujung Pandang, Kepala Penjualan Sumbagut (aceh, Sumut, Sumbar,
SEKILAS PENULIS DAN PENYUNTING
Ibrahim Hasyim
228 229
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
230
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
231
Lahir di Jakarta, 20 desember 1967. Kegiatan menyunting dimulai dengan bekerja sebagai wartawan di berbagai media massa dan mengawali karir jurnalistiknya dengan bekerja di
tabloid otomotif, majalah mobil indonesia, harian merdeka Bm diah serta majalah tempo dan Koran tempo. hingga saat ini, ia masih aktif sebagai kolumnis di majalah top Gear dan classic+.
Buku-buku yang pernah disuntingnya antara lain mengapa ada Pertamina di tim-tim (2000), sementara buku yang ditulisnya antara lain arsip mobil Kita (2003), 25 tahun PPmKi: Jejak roda Petualang (2005) dan Legenda mobil dunia (2008). Saat ini ia aktif sebagai pengelola perusahaan penerbitan Bintang Satu Communications yang menangani buku, majalah serta kegiatan komunikasi perusahaan lainnya, di antaranya untuk toyota, Volvo, indomobil Finance dan mega Finance.
uuuu
Labora dan meraih gelar doktor Cum Laude dari institut teknologi Sepuluh nopember (itS) Surabaya (2005).
di samping sekolah dan bekerja, ibrahim menyeimbangkan hidupnya dengan melakukan aktivitas olah raga dan sosial. Semasa remaja, ibrahim adalah atlit dan anggota kesebelasan sepakbola Persiraja Banda aceh. ia juga memiliki Yayasan Ibrahim Hasyim di idi rayeuk aceh untuk kegiatan pendidikan, sosial, kemanusiaan dan keagamaan, Ketua ikatan alumni akamigas (ilugas), Suspi dan ikatan alumni Lemhannas (iKaL), anggota Pendiri Bazis Pertamina dan Petro Golf Club Jakarta serta mantan Wakil Ketua himpunan Pensiunan Pertamina Pusat (himPana).
Kegiatan lainnya, tentu saja bercengkerama dengan keluarga tercinta, yakni bersama isteri Joy Sarabia dan anak semata wayangnya, Zulynda yang mengikuti jejak menulis ayahnya, antara lain menulis untuk harian Jakarta Post.
uuuu
Em Samudra
230 231
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?SEKILAS PENULIS DAN PENYUNTING
232
DR. IBRAHIM HASYIM, 40 TAHUN BERGELUT ENERGI: BBM, KAPAN SELESAI?
233
DAfTAR KEPUSTAKAAN
1. departemen energi dan Sumber daya mineral r.i, Blue Print Pengelolaan energi nasional, 2004 2. Chopra, Sunil, meindl, Peter, Supply Chain management, Strategy, Planning and operation, Prentice hall, 2001 3. Stopford, martin, maritime economics, Second edition, routledge London, 1997 4. international maritime organization, Standard of trainning, Certification,andWatchkeepingSeafarers95,London, 1996 5. al-yakoob, Salem mohammed, mixed-integer mathematical Programming optimization models and algorithms For an oil tanker routing and Scheduling Problem, Faculty of the Virginia Polytechnic institute and State university, 1997 6. hasyim, ibrahim, model agregat Pengembangan armada Kapal tanker dan analisis dampak Kinerja Korporat, institut teknologi Sepuluh nopember (itS), Surabaya, 20077. m.a. adelman, the World Petroleum market, John hopkins university, 19748. hasyim, ibrahim, Segi Lain yang mendukung Penghematan energi, Kompas 16 Februari 1980 9. hasyim, ibrahim, minyak Solar disubsidi di harian Kompas, 9 Januari 1982 10. hasyim, ibrahim, Konsumsi tergeser Kepada Jenis BBm Bersubsidi, Kompas, 10 Februari 1982
11. hasyim, ibrahim, dampak teknologis Kenaikan harga minyak, Kompas, 17 Februari 198312. howard dick, the oil Price Subsidy deforestation and equity, 198013. hasyim, ibrahim, Soal minyak tanah, Kompas, 29 oktober 2004. 14. hasyim, ibrahim, Beberapa masalah di Sekitar Pengembangan energi Komersial, merdeka, 15 Juli 1985 15. hasyim, ibrahim, menggagas Kota Gas, tempo, 12 desember 200416. BPh migas, hasil Kajian Pengembangan Kota Gas di indonesia, 200817. hasyim, ibrahim, Ketergantungan tetap Sebagai dilema masa mendatang, merdeka, 23 oktober 1980 18. hasyim, ibrahim, Pemulihan Krisis BBm. Seputar indonesia, 21 Juli 200519. hisyam usamah, SBy Sang demokrat, dharmapena, 2004 20. Baihaki hakim, the Lone ranger, Lekak-liku transformasi Pertamina, Kata, 200921. hasyim, ibrahim, Perhatikan Persediaan BBm, Kompas, 22 Juni 2005 22. hasyim, ibrahim, Jangan main main dengan Stok BBm, investor daily, 22 Juni 2005 23. hasyim, ibrahim, Selamat tinggal Pasar monopoli BBm, Kompas, 22 desember 200524. hasyim, ibrahim, Soal minyak tanah, Kompas, 29 oktober 200425. hasyim, ibrahim, Lagi Lagi minyak tanah , investor daily, 13 desember 2006.26. hasyim, ibrahim, Perdebatan Soal alpha, investor daily, 16 maret 2009
DAfTAR KEPUSTAKAAN
234
27. hasyim, ibrahim, menjaga distribusi BBm, investor daily, 23 Februari 2009.28. Pertamina Pelumas, annual report, 200829. Pertamina, Lubricant handbook, 200030. Lubrizol, industrial Lubricants, reference manual, ohio, 200231. nancy demarco, hot Lube market Will Weather downturn, Lube report Vol 9 issue 9, 4 maret 2009 32 hasyim, ibrahim, mengapa Pertamina ada di timtim, Pertamina direktorat hilir, 200033. hasyim, ibrahim, Bunga rampai Subsidi BBm dari dulu Sampai Sekarang, Pertamina direktorat hilir, 200034. hasyim, ibrahim, Siklus Krisis di Sekitar energi, Proklamasi Publishing house, 2005
DAfTAR KEPUSTAKAAN