perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Pada era reformasi pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan mengenai
otonomi daerah dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang kemudian
direvisi dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Landasan hukum dikeluarkannya
undang-undang tersebut adalah TAP MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang
penyelenggaraan otonomi daerah, pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan
sumber daya nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan pusat dan
daerah dalam kerangka Negara Republik Indonesia. Seiring dengan perkembangan
keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan pemerintahan daerah maka
terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 menjelaskan bahwa otonomi daerah
merupakan suatu hak, wewenang, dan kewajiban dari masing-masing daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Konsekuensi dari pemberian wewenang tersebut adalah masing-masing
kepala daerah diwajibkan untuk memberikan Laporan Penyelenggaraan Pemerintah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Daerah (LPPD) kepada pemerintah pusat. LPPD mencakup penyelenggaraan
urusan desentralisasi, tugas pembantuan dan tugas umum pemerintahan.
Penyelenggaraan urusan desentralisasi meliputi urusan wajib dan pilihan. Urusan
wajib adalah urusan yang berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar masyarakat.
Sedangkan urusan pemerintahan kabupaten atau kota yang bersifat pilihan meliputi
urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan
daerah yang bersangkutan. Dengan demikian, isi dari LPPD pemda kabupaten/kota
sangat tergantung dengan urusan yang menjadi tanggung jawabnya dan
karakteristik dari masing-masing pemda.
Lebih lanjut untuk mengevaluasi pelayanan publik yang dilaksanakan oleh
pemda maka diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2008 tentang Pedoman
Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah. Peraturan tersebut menyebutkan
bahwa salah satu evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah berupa
Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (EKPPD).
Hasil dari EKPPD tersebut berupa laporan hasil evaluasi pemeringkatan
kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah. Laporan hasil evaluasi
pemeringkatan kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah dikeluarkan pertama
kali oleh Kementrian Dalam Negeri tahun 2009 atas LPPD tahun anggaran 2007.
Laporan pemeringkatan kinerja terbaru yang diterbitkan oleh Kementrian Dalam
Negeri sampai dengan pelaksanaan penelitian ini adalah laporan pemeringkatan
kinerja untuk LPPD tahun anggaran 2012 yang dituangkan melalui Keputusan
Menteri Dalam Negeri Nomor 120-251 Tahun 2014 tentang Penetapan Peringkat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
dan Status Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Secara Nasional Tahun
2012.
Pemda dalam melayani masyarakat melakukan pengelolaan atas keuangan
daerah. Dalam rangka mewujudkan tata kelola keuangan negara yang akuntabel dan
transparan maka dilakukan pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah
(LKPD) oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Komponen-komponen dalam
LKPD menjadi obyek pemeriksaan bagi BPK setiap tahunnya. Pemeriksaan atas
LKPD tersebut meliputi antara lain pemeriksaan atas pengendalian internal dan
kepatuhan terhadap undang-undang.
Tabel 1.1 menampilkan peringkat lima tertinggi dan lima terendah pencapaian
skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/ kota untuk tahun
2012 serta realisasi pendapatan dan jumlah temuan atas pemeriksaan BPK tahun
anggaran 2012.
Tabel I.1 Skor Pencapaian Kinerja, Realisasi Pendapatan, dan Jumlah Temuan BPK pada
10 Kabupaten/Kota Tahun 2012 No. Nama Pemerintah
Daerah Realisasi
Pendapatan (%)
Jumlah temuan BPK
Skor kinerja
1. Kab. Kulonprogo 113,89 23 3,3465 2. Kota Semarang 111,21 40 3,2950 3. Kab. Gowa 103,30 12 3,2897 4. Kab. Jepara 102,63 12 3,2739 5. Kab. Pasaman 107,71 36 3,2618 6. Kab. Halmahera Selatan 93,60 61 0,6040 7. Kab. Konawe 238,30 41 0,5748 8. Kab. Ende 100,28 18 0,5291 9. Kab. Buton Utara 99,62 16 0,4536
10. Kab. Konawe Selatan 102,82 22 0,1656 Sumber: olah data berbagai sumber
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Tabel 1.1 menunjukkan capaian realisasi pendapatan untuk 10 kota dan
kabupaten tahun 2012 yang rata-rata melebihi 100%. Dari tabel tersebut diketahui
bahwa Kabupaten Kulonprogo memiliki capaian realisasi pendapatan sebesar
113,89%. Hal ini menjadi menarik ketika Kabupaten Konawe dengan capaian
realisasi pendapatan yang mencapai 238,30% ternyata berada di posisi ke empat
terbawah untuk skor kinerjanya. Hal ini menunjukkan bahwa pada kenyataannya
pengukuran kinerja yang dilakukan terhadap pemerintah kabupaten dan kota tidak
selalu memperhatikan pencapaian target sasaran yang telah dianggarkan
sebelumnya, namun ada faktor lain yang menentukan. Lebih lanjut dari jumlah
temuan BPK atas LKPD juga menampilkan angka yang bervariasi. Kabupaten
Kulonprogo sebagai pemuncak skor kinerja memiliki jumlah temuan sebanyak 23
kasus, tidak lebih baik dari Kabupaten Buton Utara yang berada di peringkat kedua
terbawah dengan jumlah temuan sebanyak 16 kasus.
Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan Mustikarini dan
Fitriasari (2012) yang berhasil membuktikan bahwa karakterististik suatu pemda
dan temuan audit BPK memiliki pengaruh terhadap skor kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah kabupaten/kota untuk tahun anggaran 2007. Mustikarini dan
Fitriasari (2012) melakukan penelitian dengan mengaitkan antara karakteristik
pemda kabupaten/kota dan temuan audit BPK dengan kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah kabupaten/kota yang berdasarkan hasil EKPPD untuk tahun
2007. Karakteristik pemda yang dimaksud yaitu ukuran pemda, tingkat kekayaan
pemda, tingkat ketergantungan pemda dengan pemerintah pusat, dan belanja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
daerah. Variabel dependen berupa kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah
yang diproksikan dengan skor EKPPD yang diambil dari LPPD.
Penulis belum banyak menemukan penelitian di Indonesia yang meneliti
pengaruh karakteristik pemerintah daerah dan temuan BPK terhadap skor EKPPD
pemda. Penelitian sejenis dilakukan oleh Sudarsana dkk. (2013). Penelitian
Arifianti dkk. (2013) meneliti pengaruh pemeriksaan dan pengawasan keuangan
daerah terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah. Penelitian tersebut
menggunakan skor EKPPD sebagai ukuran kinerja penyelenggara pemerintah
daerah. Penelitian oleh Sumarjo (2010) serta Marfiana dan Kurniasih (2013) terkait
pengaruh karakteristik pemda dan kinerja keuangan pemda.
Penelitian ini berbeda dari penelitian Mustikarini dan Fitriasari (2012) yaitu
dalam hal pengujian karakteristik yang lain dari suatu pemerintah daerah dalam
hubungannya dengan kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah yaitu dari segi
umur administratif pemda dan belanja modal daerah. Penelitian ini juga menguji
pengaruh temuan kelemahan sistem pengendalian internal pemda oleh BPK
terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Berdasarkan hal tersebut, peneliti ingin menguji “Pengaruh Karakteristik
Pemerintah Daerah dan Temuan Audit Badan Pemeriksa Keuangan terhadap
Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia
Tahun Anggaran 2012”.
1.2 Masalah Penelitian
Penyelenggaraan urusan desentralisasi meliputi urusan wajib dan pilihan
dimana urusan pilihan sangat tergantung dan disesuaikan dengan kekhasan masing-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
masing daerah, maka pencapaian hasil kinerja penyelenggaraan pemerintahan
daerah perlu mempertimbangkan karakteristik dari masing-masing daerah.
Pengawasan terhadap akuntabilitas pelaksanaan pengelolaan keuangan negara
dilaksanakan oleh BPK melalui pemeriksaan keuangan Negara yang dilaksanakan
rutin setiap tahun.
Penelitian di Indonesia belum banyak membahas mengenai pengaruh
karakteristik pemda dan temuan BPK terhadap skor kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah yang dinilai oleh kemendagri. Variabel independen yang
digunakan dalam penelitian Mustikarini dan Fitriasari (2013) yang menjadi acuan
penelitian ini menjelaskan 9,4% variabel independen.
Berdasarkan uraian tersebut, peneliti bermaksud untuk menguji pengaruh
karakteristik pemda dan temuan audit BPK terhadap kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah dengan rumusan masalah penelitian sebagai berikut:
1. Apakah umur administratif pemda kota berpengaruh positif terhadap kinerja
penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota?
2. Apakah tingkat kekayaan daerah berpengaruh positif terhadap kinerja
penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota?
3. Apakah belanja modal berpengaruh positif terhadap kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah kabupaten/kota?
4. Apakah temuan pemeriksaan atas sistem pengendalian internal berpengaruh
negatif terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
5. Apakah temuan pemeriksaan atas kepatuhan terhadap undang-undang
berpengaruh negatif terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah
kabupaten/kota?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah penelitian diatas, maka tujuan penelitian ini adalah
untuk membuktikan secara empiris bahwa:
1. Umur administratif pemda berpengaruh positif terhadap kinerja
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
2. Tingkat kekayaan daerah berpengaruh positif terhadap kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah kabupaten/kota.
3. Belanja modal berpengaruh positif terhadap kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah kabupaten/kota.
4. Temuan pemeriksaan atas kelemahan sistem pengendalian internal berpengaruh
negatif terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota?
5. Temuan pemeriksaan atas kepatuhan terhadap undang-undang berpengaruh
negatif terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota?
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:
1. Memberikan bukti empiris bahwa karakteristik pemda dan temuan audit BPK
berpengaruh terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah.
2. Bagi akademisi sebagai bahan referensi dan data tambahan lain untuk penelitian
selanjutnya khususnya yang tertarik pada bidang kajian ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
3. Bagi pemda penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan pertimbangan
dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan penyediaan data capaian
kinerja pada tataran pengambil kebijakan daerah dan tataran pelaksana
kebijakan daerah yang dimuat dalam LPPD, LKPJ, ILPPD dan laporan lainnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Pustaka
Teori dan informasi yang berkaitan dengan penelitian ini telah penulis
rangkum dalam bagian ini. Teori dan informasi yang menjadi dasar identifikasi,
penjelasan dan pembahasan masalah dalam penelitian ini penulis sajikan sebagai
berikut.
1. Teori Keagenan
Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan bahwa teori keagenan melukiskan
hubungan antara kepentingan pemilik (prinsipal) dengan kepentingan manajer
(agen) ketika para manajer telah dikontrak oleh pemilik untuk melakukan beberapa
jenis pekerjaan sesuai kehendak pemilik. Prinsipal berharap manajer, yang
dikompensasi untuk melakukan pekerjaan tertentu, untuk menjalankan dan
mengendalikan organisasi, melindungi kepentingan pemilik, dan bertindak secara
bertanggung jawab sebagai pengelola. Berdasarkan pengertian tersebut,
karakteristik utama hubungan keagenan terletak pada kontrak pelimpahan
wewenang dan tanggung jawab dari prinsipal kepada agen. Salah satu pihak
(prinsipal) membuat kontrak dengan pihak lain (agen) dengan harapan bahwa agen
akan melakukan pekerjaan sesuai dengan kehendak prinsipal.
Menurut Carr & Brower (2000) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa
model keagenan yang sederhana mengasumsikan dua pilihan dalam kontrak: (1)
behavioral-based, yakni prinsipal harus memonitor perilaku agen dan (2) outcome-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
based, yaitu adanya insentif yang memotivasi agen untuk mencapai kepentingan
prinsipal.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014, penyelenggara
pemerintahan daerah provinsi dan kabupaten/kota terdiri atas kepala daerah
dan DPRD dibantu oleh perangkat daerah. Berbeda dengan penyelenggaraan
pemerintahan di pusat yang terdiri atas lembaga eksekutif, legislatif, dan
yudikatif. Selanjutnya, dinyatakan bahwa bupati dan walikota dipilih oleh rakyat.
Mekanisme pemilihan ini menunjukkan adanya pelimpahan wewenang dari rakyat
kepada bupati dan walikota. Fakta adanya pemberian otoritas eksekutif dan
pelimpahan wewenang kepada bupati dan walikota menunjukkan bahwa bupati dan
walikota berperan sebagai agen dan rakyat merupakan prinsipal dalam rerangka
hubungan keagenan.
DPRD berperan sebagai mitra kerja bupati dan walikota yang berperan dalam
fungsi penganggaran, pengawasan, dan legislasi. Selanjutnya, dinyatakan bahwa
anggota DPRD dipilih oleh rakyat secara langsung. Ketentuan ini menyiratkan
bahwa DPRD merupakan representasi rakyat dalam struktur pengambilan
keputusan formal oleh pemda. Berdasarkan peraturan perundangan tersebut DPRD
mempunyai karakterisrik representatif yang bertugas melakukan monitoring. Oleh
karena itu, DPRD dapat dianggap setara dengan board dalam governance
berdasarkan konsep keagenan.
Berdasar teori keagenan tersebut maka pengelolaan pemda harus diawasi dan
dievaluasi untuk memastikan bahwa pengelolaan dilakukan dengan penuh
kepatuhan kepada berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
2. Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah menyebutkan bahwa salah satu evaluasi
penyelenggaraan Pemerintahan daerah adalah berupa Evaluasi Kinerja
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (EKPPD). EKPPD adalah suatu proses
pengumpulan dan analisis data secara sistematis terhadap kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah dengan menggunakan sistem pengukuran kinerja.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 73 Tahun 2009 tentang Tatacara
Pelaksanaan Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah menjelaskan
bahwa EKPPD merupakan sistem pengukuran dengan menggunakan Indeks
Kinerja Kunci (IKK) dalam penilaian yang terintegrasi dengan penilaian mandiri
oleh pemerintahan daerah dengan penilaian yang dilakukan oleh Tim Daerah dan
Tim Nasional EPPD. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2008, IKK
adalah indikator kinerja utama yang mencerminkan keberhasilan penyelenggaraan
suatu urusan pemerintahan.
Terkait penilaian kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten
dan kota serta mengingat bahwa urusan desentralisasi meliputi urusan wajib dan
pilihan dimana urusan pilihan sangat tergantung dan disesuaikan dengan kekhasan
masing-masing daerah, maka pencapaian hasil kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah perlu mempertimbangkan karakteristik dari masing-masing
daerah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
3. Karakteristik Pemerintah Daerah
Menurut Poerwadarminta (2006) dalam Suhardjanto dan Yulianingtyas
(2011), karakteristik adalah ciri-ciri khusus yang mempunyai sifat khas atau
kekhususan sesuai dengan perwatakan tertentu yang membedakan antara sesuatu
dengan sesuatu yang lain.
Hampir semua organisasi seperti pemda memiliki karakteristik tertentu,
misalnya kewenangan untuk melakukan kegiatan publik, kemampuan untuk
membuat kontrak dengan pihak ketiga, hak untuk menuntut dan dituntut, dan
kemampuan untuk mengumpulkan pajak serta menentukan anggaran. Area
kewenangan pemda biasanya termasuk sekolah umum, jalan raya lokal, layanan
kota, dan beberapa aspek kesejahteraan sosial dan ketertiban umum.
Penelitian Patrick (2007), menjelaskan karakteristik Pemda Pennsylvania,
dengan membagi karakteristik ke dalam tiga kelompok. Pertama, budaya organisasi
yang menggunakan proksi kecenderungan pemda dan tanggapan terhadap
konstituen. Kedua, struktur organisasi, dengan menggunakan proksi spesialisasi
pekerjaan, diferensiasi fungsional, administrative intensity, ketersediaan slack
resource, dan ukuran organisasi. Ketiga, lingkungan eksternal, dengan
menggunakan proksi pembiayaan utang dan intergovernmental revenue.
Suhardjanto (2011) memodifikasi model karakteristik pemda oleh Patrick
(2007) tersebut dengan ukuran daerah, jumlah SKPD, status daerah, lokasi pemda,
dan jumlah anggota DPRD untuk menguji tingkat kepatuhan pengungkapan wajib
dalam LKPD terhadap SAP.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Lesmana (2010) meneliti pengaruh enam karakteristik pemda, yaitu ukuran
pemda, kewajiban, pendapatan transfer, umur pemda, jumlah satuan kerja
perangkat daerah, dan rasio kemandirian keuangan pemda. Liestiani (2008) juga
menggunakan karakteristik pemda sebagai salah satu variabel dalam penelitiannya
dengan memproksikan kota dan kabupaten yang mendiskripsikan tipe dari pemda.
Berdasarkan penjabaran di atas, maka penelitian ini menjelaskan karakteristik
pemda dengan menggunakan umur administratif pemda, tingkat kekayaan daerah,
dan belanja modal.
1) Umur administratif pemda
Umur suatu organisasi bisa diartikan sebagai berapa lama suatu organisasi
aktif sejak terbentuknya (Setyaningrum dan Syafitri, 2012). Indonesia adalah
sebuah negara yang wilayahnya terbagi atas daerah-daerah Provinsi. Daerah
provinsi itu dibagi lagi atas daerah Kabupaten dan daerah Kota. Setiap daerah
provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota mempunyai pemerintahan daerah yang
diatur dengan undang-undang. Tahun dikeluarkannya undang-undang mengenai
pembentukan suatu pemda menjadi ukuran umur administratif suatu pemda.
2) Tingkat kekayaan daerah
Menurut Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 pendapatan daerah adalah
semua hak daerah yang diakui sebagai penambah atas nilai kekayaan bersih dalam
periode anggaran tertentu. Pendapatan daerah berasal dari penerimaan dari dana
perimbangan pusat dan daerah, juga yang berasal daerah itu sendiri yaitu
pendapatan asli daerah serta lain-lain pendapatan yang sah. Sebagai daerah otonom
yang mandiri, pemda di Indonesia memiliki kewenangan untuk mengelola dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
menuai hasil dari sumber daya yang dimiliki oleh daerah masing-masing dan diakui
sebagai pendapatan asli daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) bersumber dari
pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan,
dan lain-lain PAD yang sah. Untuk menjalankan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangannya, daerah harus mempunyai sumber keuangan agar daerah tersebut
mampu memberikan pelayanan dan kesejahteraan kepada rakyat di daerahnya.
3) Belanja modal
Pengertian belanja dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas
Umum Negara/Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun
anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh
pemerintah.
Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 menjelaskan bahwa belanja
modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya
yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Standar Akuntansi
Pemerintah (SAP) mengkategorikan belanja modal ke dalam lima kategori utama,
yaitu: (1) belanja modal tanah; (2) belanja modal peralatan dan mesin; (3) belanja
modal gedung dan bangunan; (4) belanja modal jalan, irigasi, dan jaringan; dan (5)
belanja modal fisik lainnya.
4. Temuan Audit BPK
Untuk melaksanakan amanat UUD 1945 dan ketentuan di dalam paket tiga
undang-undang bidang keuangan negara, serta Undang-Undang Nomor 15 Tahun
2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan Republik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Indonesia (BPK) melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara. Jenis pemeriksaan dibagi berdasarkan pembagian sebagai
berikut:
1) Pemeriksaan Keuangan;
2) Pemeriksaan Kinerja; dan
3) Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu
Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan (LK) yang
bertujuan memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance) bahwa
LK telah disajikan secara wajar dalam semua hal yang material, sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia atau basis akuntansi
komprehensif selain prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
Pemeriksaan keuangan yang dilakukan oleh BPK adalah pemeriksaan atas LK
pemerintah pusat dan pemda, serta badan lainnya termasuk BUMN.
Dalam pemeriksaan keuangan, pemeriksa mengungkap temuan
ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan. Kelompok temuan yang
juga dapat diungkap dalam pemeriksaan keuangan adalah temuan kelemahan sistem
pengendalian internal.
Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 5/K/I-
XIII.2/8/2010 tentang Petunjuk Teknis Kodering Temuan Pemeriksaan
menjelaskan subkelompok temuan dalam kelompok temuan kelemahan sistem
pengendalian intern sebagai berikut.
1) Temuan kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan mengungkap
kelemahan sistem pengendalian terkait kegiatan pencatatan akuntansi dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
pelaporan keuangan yang dapat mempengaruhi keandalan pelaporan keuangan
dan pengamanan atas aset.
2) Temuan kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan
dan belanja mengungkap kelemahan pengendalian terkait dengan pemungutan
dan penyetoran penerimaan negara/daerah serta pelaksanaan program/kegiatan
pada entitas yang diperiksa dan dapat mempengaruhi efisiensi dan efektivitas
pelaksanaan kegiatan serta membuka peluang terjadinya ketidakpatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan.
3) Temuan kelemahan struktur pengendalian intern mengungkap kelemahan yang
terkait dengan ada/tidak adanya struktur pengendalian intern atau efektivitas
struktur pengendalian intern yang ada dalam entitas yang diperiksa dan
berpengaruh terhadap efektivitas sistem pengendalian intern secara
keseluruhan.
2.2 Kerangka Teoritis dan Pengembangan Hipotesis
Kerangka teoritis merupakan pondasi dari hypothetico-deductive research
yang menjadi landasan hipotesis yang akan dikembangkan (Sekaran dan Bougie,
2013). Penelitian ini mencoba untuk membuktikan secara empiris pengaruh
karakteristik pemda (umur administratif pemda, tingkat kekayaan daerah, dan
belanja modal) dan temuan audit BPK (temuan kelemahan SPI dan temuan
ketidakpatuhan terhadap undang-undang) terhadap skor kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah pada pemerintah daerah kabupaten/kota di Indonesia. Untuk
itu peneliti mengutarakan jawaban sementara mengenai pengaruh karakteristik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
pemda dan temuan audit BPK terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan
daerah mealui hipotesis penelitian sebagai berikut.
1. Pengaruh umur administratif pemda terhadap skor kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah kabupaten/kota.
Lesmana (2010) dalam penelitiannya menggunakan variabel umur
administratif pemda dalam dimensi karakteristik pemda untuk mengetahui
pengaruhnya terhadap tingkat pengungkapan wajib laporan keuangan. Pemda yang
lebih lama mengelola sendiri urusan pemerintahannnya akan lebih patuh dalam
pengungkapan wajib laporan keuangan pemda. Daerah yang lebih lama diundang-
undangkan sebagai daerah administratif yang mandiri akan lebih berpengalaman
dan akan memiliki proses administrasi dan pencatatan yang lebih baik. Sesuai
dengan hal tersebut, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut.
H1: Umur administratif pemda berpengaruh positif terhadap skor kinerja
penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota.
2. Pengaruh tingkat kekayaan daerah terhadap skor kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah kabupaten/kota.
Penelitian oleh Sumarjo (2010) serta Marfiana dan Kurniasih (2013) terkait
pengaruh karakteristik pemda dan kinerja keuangan pemda memberikan hasil yang
berbeda pada variabel tingkat kekayaan pemda yaitu dari hasil penelitian
membuktikan bahwa variabel tingkat kekayaan pemda tidak berpengaruh signifikan
terhadap kinerja keuangan daerah. Jumlah dan kenaikan kontribusi PAD akan
sangat berperan dalam kemandirian pemda yang dapat dikatakan sebagai kinerja
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Penelitian Mustikarini dan Fitriasasi (2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
dan Sudarsana (2013) yang menemukan bahwa pendapatan Pemda berpengaruh
positif terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Oleh karena itu, hipotesis pada penelitian ini adalah:
H2: Tingkat kekayaan daerah berpengaruh positif terhadap skor kinerja
penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota.
3. Pengaruh belanja modal terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan
daerah kabupaten/kota.
Belanja modal diperlukan dalam rangka mendukung pemenuhan pelayanan
terhadap masyarakat. Belanja modal Pemda biasa yang digunakan untuk
pembangunan infrastruktur dan peningkatan layanan publik. Belanja modal pemda
juga bias digunakan dalam rangka mendukung kinerja aparatur Negara.
Hasil penelitian dari beberpa penelitian terdahulu mengenai pengaruh belanja
modal terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah masih belum
memberikan hasil yang konsisten. Penelitian Sudarsono (2013) menemukan bahwa
belanja modal tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah di Indonesia. Kemudian penelitian oleh Nugroho dan Rohman
(2012) yang menyimpulkan belanja modal berpengaruh negatif signifikan terhadap
kinerja keuangan.
Lebih lanjut, penelitian Onakoya dan Somoye (2013) menunjukkan bahwa
bagaimanapun belanja modal publik secara tidak langsung meningkatkan
pertumbuhan ekonomi dengan mendorong investasi sektor swasta untuk
memfasilitasi peran pemerintah dalam penyediaan barang publik di Nigeria.
Keynes (1936) dalam Onakoya dan Somoye (2013) mengemukakan bahwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
investasi modal pemerintah dalam bidang infrastruktur bisa menjadi solusi dalam
kondisi depresi ekonomi. Maka dengan melihat landasan teori dan beberapa
penelitian yang sudah dilakukan maka hipotesis mengenai belanja modal terhadap
kinerja pemerintah adalah sebagai berikut.
H3: Belanja modal berpengaruh positif terhadap skor kinerja
penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota.
4. Pengaruh temuan pemeriksaan atas kelemahan sistem pengendalian internal
terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota.
Ramandei (2009) menyebutkan bahwa pelaksanaan evaluasi anggaran dan
umpan balik yang diperoleh diharapkan menjadi bahan penilaian terhadap
keefektifan sistem pengendalian intern, sehingga semakin efektif sistem
pengendalian intern, maka semakin meningkat pula kinerjanya.
Penelitian yang dilakukan oleh Muraleetharan (2011) menyatakan bahwa
dengan adanya sistem pengendalian intern yang efektif, maka kinerja yang
dihasilkan akan semakin tinggi.
Semakin banyak temuan atas kelemahan SPI dalam suatu pemda maka akan
semakin menurun kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah tersebut. Maka
hipotesis keempat penelitian ini adalah sebagai berikut.
H4: Temuan pemeriksaan atas kelemahan sistem pengendalian internal
berpengaruh negatif terhadap skor kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah kabupaten/kota
5. Pengaruh temuan pemeriksaan atas kepatuhan terhadap skor kinerja
penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Temuan kepatuhan audit BPK merupakan kasus-kasus yang ditemukan BPK
terhadap laporan keuangan Pemda atas pelanggaran yang dilakukan suatu daerah
terhadap ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Semakin banyak
pelanggaran yang dilakukan oleh pemda menggambarkan semakin buruknya tata
kelola pemda tersebut. Dengan kata lain, semakin tinggi angka temuan audit, maka
seharusnya menunjukkan semakin rendahnya kinerja suatu Pemda.
Hasil penelitian Mustikarini dan Fitriasasi (2012) membuktikan bahwa
temuan audit berpengaruh negatif terhadap skor kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah kabupaten/kota. Penelitian Zirman dan Rozi (2010) juga
menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang kuat antara kepatuhan pada peraturan
perundangan terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Penelitian Tobirin
(2008) menjelaskan bahwa selama ini penilaian kinerja aparat birokrasi tidak
berbasis kinerja, tetapi hanya berbasis pada kepatuhan. Dengan demikian, hipotesis
terakhir penelitian ini adalah:
H5: Temuan pemeriksaan atas kepatuhan terhadap undang-undang
berpengaruh negatif terhadap skor kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah kabupaten/kota
Diagram skematis digunakan untuk memvisualisasikan hubungan
antarkonsep dalam penelitian ini. Gambar II.1 berikut merupakan diagram skematis
untuk membantu memahami kerangka teoritis dalam penelitian ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Gambar II.1 Diagram Skematis untuk Kerangka Teoritis
H1 (+)
Variabel Independen
Variabel Dependen
Umur administratif pemda
Tingkat kekayaan pemda
Karakteristik Pemda
Jumlah temuan atas kelemahan SPI
Jumlah temuan atas kepatuhan terhadap undang-
undang
Temuan BPK
Belanja modal Skor Kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah
H2 (+)
H3 (+)
H4 (-)
H5 (-)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan rancangan awal untuk pengumpulan,
pengukuran, dan analisis data, berdasarkan pertanyaan penelitian (Sekaran dan
Bougie, 2013). Penelitian ini merupakan penelitian pengujian hipotesis yang
menguji pengaruh umur administratif pemda, tingkat kekayaan daerah, belanja
modal, temuan kelemahan SPI, dan temuan kepatuhan terhadap pengungkapan
kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah. Penelitian ini merupakan penelitian
cross section karena menggunakan data satu tahun anggaran saja yaitu tahun
anggaran 2012.
3.2 Populasi, Sampel Penelitian, dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi mengacu pada keseluruhan kelompok orang, peristiwa, atau hal-hal
yang menarik bagi peneliti ingin menyelidiki (Sekaran dan Bougie, 2013). Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh pemerintah kabupaten/kota di Indonesia yang
telah dinilai kinerja pemerintahannya oleh Kementrian Dalam Negeri pada tahun
anggaran 2012.
Setelah populasi ditentukan, maka selanjutnya adalah menentukan kerangka
sampel (sample frame). Kerangka sampel (sample frame) adalah sebuah
representasi dari seluruh populasi dimana sampel digambarkan (Sekaran dan
Bougie, 2013). Kerangka sampel dalam penelitian ini mengambil dari nama-nama
kabupaten dan kota yang masuk dalam daftar peringkat dan status kinerja kabupaten
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
dan kota tahun 2012 yang tercantum dalam Kepmendagri No. 120-251 tahun 2014
tentang Penetapan Peringkat dan Status Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah Secara Nasional Tahun 2012. Sekaran dan Bougie (2013) menjelaskan
bahwa sampel adalah bagian dari populasi. Desain pengambilan sampel (sampling
design) terbagi dalam dua tipe utama, yaitu probability sampling dan
nonprobability sampling (Sekaran dan Bougie, 2013). Dalam probability sampling,
besarnya peluang elemen untuk terpilih menjadi subjek diketahui, sedangkan pada
nonprobability sampling besarnya peluang elemen untuk terpilih menjadi subjek
tidak diketahui. Penelitian ini menggunakan desain nonprobability sampling yaitu
purposive sampling.
Purposive sampling adalah jenis desain nonprobabililty sampling yang
memenuhi kriteria yang telah ditetapkan oleh peneliti. Penelitian ini menggunakan
kriteris sampel berupa pemda kabupaten/kota yang memiliki opini laporan
keuangan wajar tanpa pengecualian dan wajar tanpa pengecualian dengan paragraf
penjelas untuk tahun anggaran 2012. Alasan utama penulis mengambil sampel
kabupaten/kota dengan kriteria tersebut adalah penulis menggunakan data
keuangan yang disajikan pada laporan keuangan pemda, sehingga penulis lebih
meyakini penyajian data keuangan pemda yang telah mendapat opini wajar tanpa
pengecualian dan wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelas dari BPK.
3.3 Sumber Data
Penelitian ini menggunakan sumber data sekunder. Sekaran dan Bougie
(2013) menjelaskan bahwa data sekunder merupakan informasi yang dikumpulkan
oleh pihak lain. Data sekunder penelitian ini diambil dari LKPD seluruh Pemda
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
kabupaten/kota di Indonesia untuk tahun anggaran 2012 yang telah diaudit oleh
BPK, Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) BPK tahun 2013, serta data
mengenai pemerintah daerah dan skor kinerja yang diakses melalui situs resmi
Kementrian Dalam Negeri yaitu www.kemendagri.go.id. Data LKPD berisi laporan
neraca yang berisi informasi data berupa jumlah aset yang dimiliki pemda, laporan
realisasi anggaran (LRA) yang memuat jumlah pendapatan asli daerah dan belanja
modal. IHPS memuat informasi mengenai hasil pemeriksaan BPK dalam periode
per semester dan di dalamnya terdapat informasi mengenai temuan hasil
pemeriksaan BPK.
Tabel III.1 Sumber Data
No. Data Sumber
1. Laporan Keuangan Pemerintah Kota dan Kabupaten
BPK-RI
2. 3.
IHPS I dan II Data Skor Kinerja Pemerintah Daerah
BPK-RI Situs Web Kemendagri
4. Data Profil Pemerintah Daerah Situs Web Kemendagri
3.4 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Definisi operasional merupakan pembangunan pengertian atau pemahaman
dalam suatu istilah yang terukur dengan mengurangi tingkat abstraksinya melalui
penggambaran dimensi dan elemen (Sekaran dan Bougie, 2013). Pengertian dan
pengukuran variabel dependen dan independen dalam penelitian ini adlaah sebagai
berikut.
1. Variabel dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini yaitu skor kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah kabupaten/kota. Skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
daerah kabupaten/kota yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri
No. 121-251 tahun 2014 tentang Penetapan Peringkat dan Status Kinerja
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Secara Nasional Tahun 2014 berdasarkan
hasil evaluasi kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah terhadap LPPD
tahun 2012 tingkat nasional dengan rentang nilai 0-4.
2. Variabel Independen
Variabel independen menurut Sekaran dan Bougie (2013) merupakan salah
satu yang mempengaruhi variabel dependen dengan cara positif maupun negatif.
Variabel independen dalam penelitian ini adalah status daerah, kekayaan daerah,
belanja modal, temuan pemeriksaan atas kelemahan sistem pengendalian intern,
dan temuan pemeriksaan atas kepatuhan terhadap undang-undang. Penjelasan dan
pengukuran dari masing-masing variabel independen tersebut adalah sebagai
berikut.
1) Variabel umur administratif daerah (AGE).
Umur suatu organisasi bisa diartikan sebagai berapa lama suatu organisasi
aktif sejak terbentuknya (Setyaningrum dan Syafitri, 2012). Tahun dikeluarkannya
undang-undang mengenai pembentukan suatu pemda menjadi ukuran umur
administratif suatu pemda. Sesuai dengan penelitian Lesmana (2010) serta
Setyaningrum dan Syafitri (2012), variabel umur administratif pemda pada
penelitian ini diukur dengan menggunakan dasar umur pemda berdasarkan undang-
undang pembentukannya dalam satuan tahun.
AGE = Umur Administratif Pemda Berdasarkan Undang-Undang
Pembentukannya Dalam Satuan Tahun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
2) Variabel tingkat kekayaan daerah (WEALTH).
Penelitian Mustikarini dan Fitriasasi (2012) menggunakan PAD
dibandingkan dengan total pendapatan sebagai proksi pengukuran tingkat
kekayaan daerah. PAD adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-
sumber di dalam daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tingkat kekayaan
daerah bisa dilihat dari berap banyak pendapatan asli daerah tersebut terhadap total
pendapatannya. Maka pada penelitian ini variabel tingkat kekayaan daerah
menggunakan formula sebagai berikut.
WEALTH=Pendapatan Asli Daerah
Total Pendapatan
3) Variabel belanja modal (BMOD).
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 menyebutkan belanja
modal adalah total belanja yang digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan
dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud
yang mempunyai nilai manfaat lebih dari dua belas bulan untuk digunakan
dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin,
gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya. Nugroho
(2012) menjumlahkan seluruh belanja-belanja tersebut dalam mengukur variabel
belanja modal. Sudarsono dan Rahardjo (2013) menggunakan rasio belanja modal
terhadap total belanja daerah untuk mencerminkan porsi belanja daerah yang
dibelanjakan untuk membiayai belanja modal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Penelitian ini menggunakan logaritma natural dari total belanja modal pemda
untuk mengukur variabel belanja modal pemda. Maka pada penelitian ini variabel
belanja modal menggunakan formula sebagai berikut.
BMOD = Ln Belanja modal
4) Variabel temuan pemeriksaan atas sistem pengendalian intern (SPI).
Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 5/K/I-
XIII.2/8/2010 tentang Petunjuk Teknis Kodering Temuan Pemeriksaan
menjelaskan subkelompok temuan dalam kelompok temuan kelemahan sistem
pengendalian intern sebagai berikut.
a Temuan kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan.
b Temuan kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan
dan belanja.
c Temuan kelemahan struktur pengendalian intern.
Ketiga jenis temuan kelemahan sistem pengendalian intern tersebut tidak
mencantumkan besaran nilai dalam rupiah, sehingga dalam penelitian ini
pengukuran variabel temuan kelemahan sitem pengendalian intern dinyatakan
dalam jumlah kasus temuan kelemahan sistem pengendalian intern oleh BPK dalam
audit LKPD tahun anggaran 2012. Maka pada penelitian ini variabel Temuan
kelemahan struktur pengendalian intern menggunakan formula sebagai berikut.
SPI = ∑ Kasus temuan kelemahan sistem pengendalian intern
5) Variabel temuan pemeriksaan atas kepatuhan terhadap undang-undang (KEP).
Temuan pmeriksaan atas kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan
mengungkapkan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
mengakibatkan kerugian negara/daerah/perusahaan, potensi kerugian
negara/daerah/perusahaan kekurangan penerimaan, administrasi, ketidakhematan,
ketidakefisienan, dan ketidakefektifan. Temuan pemeriksaan atas kepatuhan
dihitung dari jumlah temuan pemeriksaan atas kepatuhan (jumlah ketidakpatuhan)
yang terdapat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP).
Marfiana dan Kurniasih (2013) menggunakan logaritma natural pada jumlah
nilai rupiah temuan kepatuhan terhadap terhadap undang-undang. Serupa dengan
penelitian tersebut, pengukuran variabel temuan kepatuhan terhadap undang-
undang dalam penelitian ini menggunakan logaritma natural dari jumlah nilai
temuan pemeriksaan atas kepatuhan oleh BPK pada pemeriksaan LKPD tahun
anggaran 2012. Maka pada penelitian ini variabel temuan pemeriksaan atas
kepatuhan terhadap undang-undang menggunakan formula sebagai berikut.
KEP = Ln Temuan kepatuhan
3.5 Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan alat analisis data yaitu regresi linier berganda
(multiple regresion analysis). Tingkat signifikansi (α) yang digunakan dalam
penelitian ini sebesar 5%. Analisis regresi linier berganda digunakan untuk
menjelaskan pengaruh satu atau lebih variabel independen terhadap satu variabel
dependen (Sekaran dan Bougie, 2013). Persamaan model regresi berganda untuk
pengujian hipotesis dituliskan sebagai berikut.
KIN = ß0 + ß1AGE + ß2WEALTH + ß3BMOD + ß4SPI + ß5KEP + Ɛ Keterangan:
KIN : Skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
STAT : status pemda
WEALTH : tingkat kekayaan daerah
BMOD : belanja modal
SPI : temuan SPI
KEP : temuan kepatuhan
ß1, ß2, ß3, ß4, ß5 : koefisien variabel independen
Ɛ : errors
Analisis hasil pengujian dengan model regresi linear berganda dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut.
1. Analisis Statistik Deskriptif
Analisis statistik deskriptif dilakukan untuk memberikan gambaran mengenai
distribusi dan perilaku data yang menjadi sampel dengan melihat rata-rata, standar
deviasi, varian maksimum, dan minimum (Ghozali, 2013). Pengujian statistik
deskriptif pada penelitian ini meliputi pengukuran nilai rata-rata (mean), standar
deviasi, nilai maksimum, dan nilai minimum. Mean menunjukkan nilai rata-rata
dari data sedangkan standar deviasi menunjukkan seberapa besar data bervariasi
dan nilai rata-ratanya. Nilai maksimum dan minimun menunjukkan nilai terbesar
dan terkecil dari data.
2. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik dilakukan untuk memastikan bahwa data penelitian valid,
tidak bias, konsisten, dan penaksiran koefisien regresinya efisien. Empat jenis uji
asumsi klasik yang digunakan pada penelitian ini adalah uji normalitas, uji
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
autokorelasi, uji heterokedastisitas, dan uji multikolinearitas. Penjelasan lebih
lanjut mengenai keempat pengujian tersebut adalah sebagai berikut.
1) Uji Normalitas
Bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu
atau residual mempunyai distribusi normal. Dalam penelitian ini digunakan metode
statistik yaitu uji Kolmogorov Smirnov (KS). Jika nilai Kolmogorov-Smirnov lebih
tinggi daripada nilai signifikansi (0,05) maka residual terdistribusi secara normal.
2) Uji Autokorelasi
Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi
linier ada korelasi antara kesalahan pengguna pada periode t dengan kesalahan
pada periode t-1 (Ghozali, 2013). Autokorelasi muncul karena observasi yang
berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Masalah ini timbul karena
residual tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Model regresi yang
baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Pendeteksian gejala ini dilakukan
dengan menggunakan Run Test. Run Test digunakan untuk melihat apakah data
residual terjadi secara random atau tidak (sistematis). Jika Asymp. Sig. (2-tailed) <
0,05 maka data residual tidak random atau terjadi autokorelasi antar nilai residual.
Namun, jika Asymp. Sig. (2-tailed) > 0,05 maka data residual bebas dari
autokorelasi.
3) Uji Heteroskedastisitas
Digunakan untuk mendeteksi adanya homokedastisitas atau memiliki varian
yang sama. Ada dua cara pendeteksian ada tidaknya heterokedastisitas, yaitu
dengan metode grafik dan metode statistik. Dalam penelitian ini akan digunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
pengujian dengan menggunakan metode statistik yaitu melalui uji Glejser yang
dilakukan dengan meregresikan nilai absolute residual terhadap variabel
independen lainnya. Jika β signifikan, yaitu dengan signifikansi < 0,05, maka
mengindikasikan terdapat heteroskedastisitas dalam model.
4) Uji Multikoliniearitas
Bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya
korelasi yang tinggi atau sempurna antar variabel independen. Jika antar variabel
independen terjadi multikolinearitas sempurna, maka koefisien regresi variabel
independen tidak dapat ditentukan dan nilai standard error menjadi tak terhingga.
Untuk mendeteksi ada atau tidak nya masalah multikolinearitas dalam variabel
independen dapat dilihat pada nilai Tolerance dan VIF pada tabel coeficients. Jika
nilai Tolerance di atas 0,10 dan nilai VIF di bawah 10 maka dapat disimpulkan tidak
terdapat permasalahan multikolinearitas dalam variabel independen.
3.6 Pengujian Hipotesis
Model analisis statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam
penelitian ini adalah model regresi berganda. Analisis regresi berganda dilakukan
untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.
Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dari
goodness of fit-nya.
Secara statistik, goodness of fit dapat diukur dari nilai koefisien determinasi
(R2), nilai statistik F, dan nilai statistik t. Perhitungan statistik menunjukan hasil
yang signifikan apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana H0
ditolak. Berlaku sebaliknya, perhitungan statistik menunjukan hasil tidak signifikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
ketika nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana H0 diterima (Ghozali,
2013).
1. Pengujian koefisien determinasi (adjusted R2)
Koefisien determinasi adalah nilai yang menunjukkan seberapa besar variabel
independen dapat menjelaskan variabel dependennya. Nilai koefisien determinasi
(R2) dilihat pada hasil pengujian regresi berganda untuk variabel independen dan
variabel dependen. Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah
bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model. Setiap
tambahan satu variabel independen, maka R2 pasti meningkat tidak peduli apakah
variabel tersebut berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Sehingga
dalam penelitian ini digunakan nilai adjusted R2 untuk menilai model regresi,
karena nilai adjusted R2 dapat naik atau turun apabila satu variabel independen
ditambahkan ke dalam model. Semakin besar nilai adjusted R2 semakin besar pula
variabel independen dapat menjelaskan variabel dependennya.
2. Uji signifikansi simultan (uji statistik F)
Uji statistik F menunjukkan bagaimana variabel independen dalam model
secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen (Ghozali, 2013). Dalam
pengujian ANOVA, apabila probabilitas (Sig) lebih kecil dari nilai α (0,05) maka
dapat dikatakan bahwa variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi
variabel dependen.
3. Uji signifikansi parsial (uji statistik t)
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu
variabel penjelas/independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
dependen. Uji t dapat dilakukan dengan melihat nilai probabilitas (t-statistik). Jika
nilai prob (t-statistik) lebih kecil dari nilai α (0,05) maka variabel independen
secara signifikan berpengaruh terhadap variabel dependen (Syafitri, 2012).
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan langkah-langkah
pengujian seperti berikut ini.
H1: Jika β1≥0, maka H0 ditolak.
Jika β1<0, maka H0 diterima.
H2: Jika β2≥0, maka H0 ditolak.
Jika β2<0, maka H0 diterima.
H3: Jika β3≥0, maka H0 ditolak.
Jika β3<0, maka H0 diterima.
H4: Jika β4≤0, maka H0 ditolak.
Jika β4>0, maka H0 diterima.
H5: Jika β5≤0, maka H0 ditolak.
Jika β5>0, maka H0 diterima.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Proses Pengambilan Sampel
Proses pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling.
Penelitian ini menggunakan data Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) kabupaten dan kota di Indonesia dengan
predikat opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dan wajar tanpa pengecualian
dengan paragraf penjelas (WTP-DPP), daftar peringkat dan status kinerja
kabupaten dan kota tahun 2012 dalam Kepmendagri No. 120-251 tahun 2014, serta
ikhtisar hasil pemeriksaan semester (IHPS) I dan II tahun 2013 BPK RI. Tabel VI.1
berikut ini adalah proses pengambilan sampel sesuai kriteria yang digunakan dalam
penelitian ini.
Tabel IV.1 Proses pengambilan sampel
Kriteria Sampel Jumlah
Kabupaten/Kota termasuk dalam daftar peringkat dan status kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah secara nasional tahun 2012 LKPD kabupaten/kota tahun 2012 yang tidak mendapat predikat opini WTP dan WTPDPP.
464
(364)
Data temuan kelemahan sistem pengendalian intern pemerintah daerah yang tidak bisa digunakan.
(1)
Data temuan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang tidak bisa digunakan.
(2)
Jumlah observasi dalam penelitian. Outliers
97 (5)
Jumlah sampel penelitian 92 Sumber: olah data berbagai sumber
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
4.2 Statistik deskriptif
Statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui nilai rata-rata, nilai
maksimum, nilai minimum dan standar deviasi suatu variabel. Tabel IV.2
menggambarkan statistik deskriptif variabel dependen dan independen adalah
sebagai berikut.
Tabel IV.2 Statistik Deskriptif
Variabel N Min Max Mean Std Deviasi
KIN 97 0,9733 3,2950 2,5125 0,5730
AGE 97 3,00 62,00 39,1753 22,8929
WEALTH 97 0,0142 0,7144 0,1095 0,1107
BMOD (LN) 97 24,5758 28,2282 25,9605 0,6367
SPI 97 1,00 26,00 9,2784 4,9218
KEP (LN) 97 16,8067 25,6262 20,8623 1,4190
Valid N (listwise) 97 Definisi variabel: Variabel dependen: KIN = skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah Variabel independen: AGE = umur administratif pemda, WEALTH = tingkat kekayaan daerah, BMOD (LN)= logaritma natural belanja modal, SPI = temuan kelemahan SPI, KEP (LN)= logaritma natural temuan kepatuhan terhadap undang-undang
Penjelasan statistik deskriptif masing-masing variabel dependen dan variabel
independen sebagai berikut:
1. Variabel dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah skor kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah. Tabel IV.2 di atas menunjukkan nilai rata-rata skor kinerja
penyelenggaraan pemerintahan daerah (KIN) sebesar 2,5125. Angka tersebut
menjelaskan bahwa dari jumlah observasi penelitian sebanyak 97 pemda
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
kabupaten/kota di Indonesia memiliki rata-rata status kinerja tinggi (berada diantara
skor 2,00 – 2,99). Simpangan baku (standar deviasi) 0,5730 menjelaskan bahwa
penyebaran data untuk variabel KIN berkisar dari 1,9395 hingga 3,0855. Nilai
minimal pada skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah 0,9733
yaitu pada skor kinerja Kota Metro. Nilai maksimal dari skor kinerja
penyelenggaraan pemerintahan daerah dimiliki oleh Kota Semarang dengan meraih
status kinerja sangat tinggi dengan perolehan skor kinerja 3,2950.
2. Variabel independen
Variabel independen dalam penelitian ini adalah umur administratif pemda
(AGE), tingkat kekayaan daerah (WEALTH), belanja modal (BMOD), temuan
kelemahan SPI (SPI), dan temuan kepatuhan terhadap undang-undang (KEP).
Penjelasan masing-masing variabel independen sebagai berikut.
1) Umur administratif pemda.
Umur administratif pemda pada penelitian ini diukur dengan menggunakan
angka tahun yang dihitung dari tahun disahkannya undang-undang pembentukan
daerah tersebut sebagai pemerintah kabupaten/kota sampai dengan tahun 2012.
Hasil statistik deskriptif pada Tabel IV.2 menunjukan bahwa dari 97 kabupaten dan
kota di Indonesia dalam observasi penelitian ini memiliki rata-rata umur
administratif 39 tahun. Nilai minimal menunjukan bahwa kabupaten/kota termuda
berumur 3 tahun, sedangkan nilai maksimal menunjukan bahwa kabupaten/kota
tertua berumur 62 tahun.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
2) Tingkat kekayaan daerah.
Variabel tingkat kekayaan diproksikan dengan nilai pendapatan asli daerah
(PAD) dibagi dengan total pendapatan pada neraca LKPD tahun anggaran 2012.
Pada Tabel IV.2 diketahui nilai rata-rata tingkat kekayaan daerah kabupaten/kota
dalam observasi penelitian ini adalah sebesar 0,1095 atau 10,95%. Nilai maksimum
tingkat kekayaan daerah sebesar 0,7144 atau 71,44% yaitu pada Kabupaten
Bandung. Dengan kata lain 71,44% dari total pendapatan Kabupaten Bandung di
tahun 2012 merupakan pendapatan yang berasal dari hasil mengelola dan menuai
sumber daya yang dimiliki Kabupaten Bandung sendiri. Sedangkan nilai minimum
tingkat kekayaan daerah dalam penelitian ini sebesar 0,0142 atau 1,42% yang
merupakan tingkat kekayaan yang dimiliki Kabupaten Bengkulu Tengah.
3) Belanja modal.
Variabel independen belanja modal diukur dengan logaritma natural dari nilai
rupiah realisasi belanja modal yang ada pada laporan realisasi anggaran tahun 2012.
Tabel IV.2 menunjukan bahwa nilai rata-rata belanja modal dalam penelitian ini
adalah sebesar 25,943 atau Rp234.391.298.828,88. Nilai minimal belanja modal
24,5758 merupakan angka belanja modal Kota Padangpanjang dengan nilai belanja
modal Rp 47.111.849.228,00. Nilai belanja modal terbesar ditunjukkan pada nilai
maksimal yaitu 28,2282 yang merupakan belanja modal Kabupaten Kutai
Kertanegara dengan nilai belanja modal mencapai Rp1.817.067.377.318,00.
4) Temuan kelemahan SPI.
Variabel temuan kelemahan SPI diukur dengan jumlah kasus temuan
kelemahan sistem pengendalian intern. Tabel IV.2 menunjukkan nilai rata-rata
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
9,2784 denga standar deviasi 4,9218 yang menjelaskan bahwa penyebaran data
untuk variabel SPI berkisar dari 4,3566 hingga 14,2002. Nilai minimal jumlah
temuan kelemahan SPI adalah 1 dan nilai maksimal adalah 57.
5) Temuan kepatuhan terhadap undang-undang.
Variabel independen temuan kepatuhan terhadap undang-undang diukur
dengan logaritma natural dari total nilai temuan kepatuhan terhadap undang-
undang. Tabel IV.2 menunjukan rata-rata nilai temuan kepatuhan adalah 20,8623
atau Rp3.692.451.340,21. Nilai minimal temuan kepatuhan terhadap undang-
undang adalah 16,8067 atau Rp19.910.000,00 yang merupakan temuan kepatuhan
terhadap undang-undang pada Kabupaten Bantul. Nilai maksimal 25,6262 atau
Rp134.679.310.000,00 merupakan nilai temuan kepatuhan terhadap undang-
undang pada Kota Medan.
4.3 Uji Asumsi Klasik
Suatu model regresi yang baik harus memenuhi asumsi klasik. Uji asumsi
klasik bertujuan untuk memastikan validitas hasil penelitian, dengan data yang
digunakan secara teori tidak bias, konsisten, dan penaksiran koefisien regresinya
efisien (Ghozali, 2013). Secara toeritis model regresi akan menghasilkan nilai
parameter model penduga yang bila dipenuhi asumsi klasik regresi, yaitu uji
normalitas, asumsi multikolonieritas, heterokedastis, dan autokorelasi. Hasil uji
asumsi klasik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Uji Heterokedastis.
Digunakan untuk mendeteksi adanya homokedastisitas atau memiliki varian
yang sama. Penelitian ini menggunakan pengujian dengan metode statistik yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
disebut uji Glejser yang dilakukan dengan meregresikan nilai absolute residual
terhadap variabel independen. Apabila nilai signifikansi > 0,05, maka model
tersebut bebas dari heteroskedastisitas. Namun, jika nilai signifikansi < 0,05, maka
terdapat heterokedastis. Tabel IV.3 menampilkan hasil pengujian heterokedastis
dengan uji Glejser. Berdasarkan Tabel IV.3 diketahui bahwa salah satu variabel
dalam model regresi penelitian ini, yaitu variabel WEALTH, belum terbebas dari
heterokedastis. Terjadi ketidaksamaan variansi dari residual variabel WEALTH
dengan nilai variansi residual variabel yang lain. Hal ini dikarenakan nilai Sig. pada
variabel WEALTH bernilai lebih kecil dari 5% yaitu sebesar 0,017.
Tabel IV.3 Hasil Pengujian Heterokedastisitas Dengan Data Outlier
Model Sig.
(Constant)
AGE
WEALTH
BMOD
SPI
KEP
0,033
0,130
0,017
0,098
0,105
0,857
Definisi variabel: Variabel dependen: KIN = skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah Variabel independen: AGE = umur administratif pemda, WEALTH = tingkat kekayaan daerah, BMOD = belanja modal, SPI = temuan kelemahan SPI, KEP = temuan kepatuhan terhadap undang-undang
Untuk memperoleh data yang bebas dari heterokedastis, maka perlu
mengeluarkan data yang bernilai ekstrem (outlier) dari data sampel penelitian.
Melalui casewise diagnostics diketahui bahwa dari 97 data yang digunakan sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
sampel penelitian terdapat 5 data ekstrem yang dikeluarkan sehingga diperoleh data
penelitian yang berdistribusi normal sejumlah 92 data.
Selanjutnya setelah menghilangkan data outlier maka dilakukan kembali uji
heterokedastis dengan menggunakan uji Glejser. Hasil uji Glejser setelah dilakukan
proses penghapusan data outlier dapat dilihat pada Tabel IV.4 berikut ini.
Tabel IV.4 Hasil Pengujian Heterokedastisitas Tanpa Data Outlier
Model Sig.
(Constant)
AGE
WEALTH
BMOD
SPI
KEP
0,467
0,774
0,627
0,684
0,287
0,763
Definisi variabel: Variabel dependen: KIN = skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah Variabel independen: AGE = umur administratif pemda, WEALTH = tingkat kekayaan daerah, BMOD = belanja modal, SPI = temuan kelemahan SPI, KEP = temuan kepatuhan terhadap undang-undang
Hasil pengujian heterokedastisitas pada Tabel IV.4 memberikan keterangan
bahwa model regresi dalam penelitian ini terbebas dari heterokedastis, ditandai
dengan nilai sig. masing-masing variabel > 5%.
2. Uji normalitas.
Dalam penelitian ini uji normalitas data menggunakan metode statistik yaitu
uji Kolomogrov-Smirnov. Dari Tabel IV.5 nilai Kolmogorov-Smirnov adalah 0,962
dengan nilai signifikansi sebesar 0,314, lebih besar dari tingkat signifikansi α = 5%.
Dengan kata lain data residual terdistribusi secara normal sebab nilai Kolomogorov-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Smirnov tidak signifikan. Hasil pengujian Kolomogrov-Smirnov ditampilkan pada
Tabel IV.5 sebagai berikut.
Tabel IV.5 Hasil Pengujian Normalitas
Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual
N 92
Normal Parametersa,b Mean 0,0000000 Std. Deviation
0,35037215
Most Extreme Differences
Absolute 0,100 Positive 0,054 Negative -0,100
Kolmogorov-Smirnov Z 0,962 Asymp. Sig. (2-tailed) 0,314
3. Uji autokorelasi.
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi
linier terdapat korelasi antar kesalahan penganggu (residual) pada periode t dengan
kesalahan pada periode t-1. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan
sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Model regresi yang baik adalah regresi
yang bebas dari autokorelasi. Langkah untuk mendeteksi ada atau tidaknya
autokorelasi dilakukan dengan menggunakan Runs test. Jika Asymp. Sig. (2-tailed)
< 0,05 maka data residual tidak random atau terjadi autokorelasi antar nilai residual.
Namun, jika Asymp. Sig. (2-tailed) > 0,05 maka data residual bebas dari
autokorelasi.
Hasil pengujian autokorelasi dalam model penelitian ini terdapat pada Tabel
IV.6. Tabel IV.6 menampilkan hasil ouput runs test yang menunjukkan bahwa nilai
test adalah 0,07308 dengan nilai asymp sig. sebesar 0,834. Nilai asymp sig. pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
output runs test >5%, maka data pada penelitian ini tidak mengalami/mengandung
autokorelasi.
Tabel IV.6 Hasil Pengujian Autokorelasi
Runs Test Unstandardized Residual
Test Valuea 0,07308 Cases < Test Value 46 Cases >= Test Value 46 Total Cases 92 Number of Runs 46 Z 0,210 Asymp. Sig. (2-tailed) 0,834
4. Uji multikolinearitas
Uji Multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
ditemukan adanya korelasi yang tinggi atau sempurna antar variabel independen.
Jika antar variabel independen terjadi multikolinearitas sempurna, maka koefisien
regresi variabel independen tidak dapat ditentukan dan nilai standard error menjadi
tak terhingga. Untuk mendeteksi ada atau tidak nya masalah multikolinearitas
dalam variabel independen dapat dilihat pada nilai Tolerance dan VIF pada tabel
coeficients. Jika nilai Tolerance di atas 0,10 dan nilai VIF di bawah 10 maka dapat
disimpulkan tidak terdapat permasalahan multikolinearitas dalam variabel
independen.
Hasil pengujian multikolinearitas dalam model penelitian ini terdapat pada
Tabel IV.7. Dalam Tabel IV.7 nilai tolerance masing-masing variabel independen
lebih dari 0,10 dan nilai VIF masing-masing variabel tidak ada yang diatas 10.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa antar variabel independen dalam model
penelitian ini tidak ada permasalahan multikolinearitas. Nilai tolerance dan VIF
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
masing masing variabel independen dapat dilihat secara lebih rinci pada Tabel IV.7
berikut ini.
Tabel IV.7 Hasil Pengujian Multikolinearitas
Variabel Tolerance VIF (Constant)
AGE 0,828 1,207 WEALTH 0,753 1,328 BMOD 0,760 1,316 SPI 0,935 1,070 KEP 0,916 1,092
Definisi variabel: KIN = skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah, AGE = umur administratif pemda, WEALTH = tingkat kekayaan daerah, BMOD = belanja modal, SPI = temuan kelemahan SPI, KEP = temuan kepatuhan terhadap undang-undang
4.4 Pengujian Hipotesis
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh bukti empiris
terkait pengaruh umur administratif pemda (AGE), tingkat kekayaan daerah
(WEALTH), belanja modal (BMOD), temuan kelemahan SPI (SPI), dan temuan
kepatuhan terhadap undang-undang (KEP) terhadap skor kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah (KIN). Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut maka dalam
melakukan analisis data penelitian menggunakan model regresi berganda. Analisis
regresi berganda dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependen. Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai
aktual dapat diukur dari goodness of fit-nya.
Goodness of fit dapat diukur dari nilai koefisien determinasi (R2), nilai
statistik F, dan nilai statistik t. Perhitungan statistik menunjukan hasil yang
signifikan apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana H0 ditolak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Berlaku sebaliknya, perhitungan statistik menunjukan hasil tidak signifikan ketika
nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana H0 diterima (Ghozali, 2013). Hasil
uji model regresi pada peleitian ini dapat dilihat pada Tabel IV.8 berikut.
Tabel IV.8 Hasil Pengujian Model Regresi Linier Berganda
KIN = ß0 + ß1AGE + ß2WEALTH + ß3BMOD + ß4SPI + ß5KEP + Ɛ
Variable Predicted Sign ß Sig. (Constant) AGE WEALTH BMOD SPI KEP
+ + + - -
-0,363 0,008 1,495 0,202 0,011
-0,138
0,830 0,000* 0,002* 0,004* 0,183 0,000*
N R R2 Adjusted R2 F Sig.
92 0,735 0,540 0,514
20,215 0,000
*signifikan pada α = 5% Definisi variabel: Variabel dependen: KIN = skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah Variabel independen: AGE = umur administratif pemda, WEALTH = tingkat kekayaan daerah, BMOD = belanja modal, SPI = temuan kelemahan SPI, KEP = temuan kepatuhan terhadap undang-undang
Penjelasan nilai koefisien determinasi (R2), nilai statistik F, dan nilai statistik
t pada Tabel IV.8 di atas adalah sebagai berikut.
1. Uji koefisien determinasi (adjusted R2).
Dari Tabel IV.8 diatas diketahui nilai R2 sebesar 54 % dan Adjusted R2 51,4%.
Hal ini berarti sebesar 51,4% dari variasi variabel dependen skor kinerja
penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat dijelaskan oleh variasi dari lima
variabel independen yaitu umur administratif pemda, tingkat kekayaan daerah,
belanja modal, temuan kelemahan SPI, dan temuan kepatuhan terhadap undang-
undang. Sedangkan sisanya sebesar 49,6% dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
diluar model penelitian ini. Hasil tersebut menunjukan bahwa masih banyak faktor-
faktor lain yang mempengaruhi skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah
yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini.
2. Uji signifikansi simultan (uji statistik F).
Tabel IV.8 menunjukan nilai F hitung sebesar 20,215 dengan nilai
probabilitas atau sig. sebesar 0,000. Nilai sig. sebesar 0,000 jauh lebih kecil
dibandingkan dengan nilai α = 0,05. Angka tersebut menjelaskan bahwa variabel
independen umur administratif pemda, tingkat kekayaan daerah , belanja modal,
temuan kelemahan SPI, dan temuan kepatuhan terhadap undang-undang secara
simultan berpengaruh terhadap variabel dependen skor kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah.
3. Uji signifikansi parsial (uji statistik t).
Tabel IV.8 menunjukan bahwa dengan tingkat signifikansi α = 0,05, maka
variabel independen umur administratif pemda, tingkat kekayaan daerah, dan
belanja modal berpengaruh positif terhadap variabel dependen skor kinerja
penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan nilai signifikansi secara berurutan
adalah 0,000; 0,002; dan 0,004. Temuan kepatuhan terhadap undang-undang
berpengaruh negatif dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. Sedangkan variabel
independen SPI mempunyai nilai signifikansi diatas α = 0,05 sehingga tidak
berpengaruh terhadap variabel dependen.
Hasil pengujian hipotesis denagn regresi linier berganda tersebut
menggambarkan hubungan antara variabel independen umur administratif pemda,
tingkat kekayaan daerah, belanja modal, temuan kelemahan SPI, dan temuan
kepatuhan terhadap undang-undang terhadap dependen skor kinerja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Perumusan secara matematis hubungan
variabel-variabel tersebut sesuai dengan hasil analisis statistik regresi berganda
adalah sebagai berikut.
KIN = -0,363 + 0,008AGE + 1,495WEALTH + 0,202BMOD + 0,011SPI - 0,138KEP + Ɛ
Keterangan:
KIN : Skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah
STAT : status pemda
WEALTH : tingkat kekayaan daerah
BMOD : belanja modal
SPI : temuan SPI
KEP : temuan kepatuhan
ß1, ß2, ß3, ß4, ß5 : koefisien variabel independen
Ɛ : errors
4.5 Pembahasan
Hasil pengujian regresi pada Tabel IV.8 menunjukan bahwa umur
administratif pemda berpengaruh positif terhadap skor kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah, sehingga hipotesis H1 diterima. Hal ini menjelaskan bahwa
semakin lama suatu pemda berdiri maka semakin baik kinerjanya.
Berdasarkan hasil pengujian regresi pada Tabel IV.8 diketahui bahwa variabel
independen tingkat kekayaan daerah berpengaruh positif terhadap skor kinerja
penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan nilai signifikansi 0,002 sehingga
hipotesis H2 diterima. Hal ini menegaskan bahwa semakin tinggi tingkat kekayaan
daerah maka semakin baik juga kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
tersebut. Tingkat kekayaan daerah yang diproksikan sebagai nilai PAD terhadap
total pendapatan membuktikan bahwa semakin besar jumlah pendapatan yang
diperoleh dari hasil pengelolaan kekayaan yang dimiliki oleh daerah tersebut maka
semakin baik kinerjanya.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Mustikarini dan Fitriasari (2012)
serta Sudarsana (2013) yang menyimpulkan bahwa tingkat kekayaan daerah yang
diproksikan dengan nilai PAD terhadap total pendapatan pemda berpengaruh
positif signifikan terhadap skor kinerja pemda kabupaten/kota.
Variabel temuan belanja modal berpengaruh positif terhadap skor kinerja
penyelenggaraan pemerintahan daerah, sehingga hipotesis H3 diterima. Hal ini
menjelaskan bahwa semakin besar jumlah belanja modal yang direalisasikan dalam
satu tahun anggaran maka semakin besar skor kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah yang menandakan bahwa status kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah semakin tinggi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
Onakoya dan Somoye (2013) yang menunjukkan bahwa belanja modal publik
secara tidak langsung meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan mendorong
investasi sektor swasta untuk memfasilitasi peran pemerintah dalam penyediaan
barang publik di Nigeria
Variabel temuan kelemahan SPI terhadap skor kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah tidak berpengaruh terhadap skor kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah, sehingga hipotesis H4 belum dapat diterima. Temuan ini
belum sejalan dengan hasil penelitian Arifianti dkk. (2013) yang menemukan
bahwa kelemahan sistem pengendalian intern pemerintah daerah berpengaruh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
negatif terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah serta penelitian
Ramandei (2009) dan Muraleetharan (2011) yang menyatakan bahwa dengan
adanya sistem pengendalian intern yang efektif, maka kinerja yang dihasilkan akan
semakin tinggi. Namun demikian, hal ini mungkin menjadi temuan lebih lanjut atas
penelitian Sari (2013) yang menemukan bahwa secara parsial variabel sistem
pengendalian intern pemerintah dan penerapan standar akuntansi pemerintahan
memiliki pengaruh yang sangat lemah terhadap penerapan prinsip-prinsip tata
kelola pemerintahan yang baik. Selain itu pemerintah lebih cenderung
memperhatiakan capaian opini LKPD. Suatu daerah yang mendapat predikat WTP
berarti daerah tersebut dinilai telah mencerminkan sebuah daerah dengan
penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan akuntabel, maka daerah dengan
predikat WTP akan mendapat banyak keuntungan diantaranya adalah pemerintah
daerah tersebut akan mendapat kepecayaan dan dukungan masyarakat serta para
pelaku usaha/investor, mendapat dana insentif sebagai bentuk reward dari
pemerintah pusat, dan mendapat kepecayaan lebih dari pemerintah pusat dalam
memberikan sejumlah anggaran pembangunan. Melihat dari sudut pandang capaian
kinerja pemerintahan daerah dalam meraih opini tersebut maka jumlah temuan
kelemahan SPI hasil pemeriksaan BPK menjadi tidak berpengaruh terhadap
penilaian kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Variabel temuan kepatuhan terhadap undang-undang berpengaruh negatif
terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah, sesuai dengan
hipotesis bahwa ketidakpatuhan pemda terhadap ketentuan perundang-undangan
berpengaruh negatif terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
sehingga hipotesis H5 diterima. Hal ini menjelaskan bahwa semakin besar nilai
temuan kepatuhan terhadap undang-undang maka semakin kecil skor kinerja
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang menandakan bahwa status kinerja
penyelenggaraan pemerintahan daerah semakin rendah. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian Zirman dan Rozi (2010), Mustikarini dan Fitriasari (2012), serta
Arifianti dkk. (2013) yang menyimpulkan bahwa semakin besar jumlah temuan
audit oleh BPK pada suatu laporan keuangan pemerintah daerah maka
menunjukkan semakin rendahnya kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah
tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh karakteristik pemda
(umur administratif pemda, tingkat kekayaan daerah, dan belanja modal) dan
temuan audit BPK (temuan atas kelemahan sistem pengendalian intern dan temuan
kepatuhan terhadap undang-undang) terhadap skor kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 85
pemda yang mendapat opini WTP dan WTPDPP pada LKPD tahun 2012.
Penelitian ini menggunakan regresi linier berganda pada variabel skor kinerja
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Berdasarkan hasil uji yang telah dilakukan diketahui umur administratif
pemda, tingkat kekayaan daerah, dan belanja modal berpengaruh positif terhadap
skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah. Temuan audit BPK yaitu
jumlah nilai temuan atas kepatuhan terhadap undang-undang berpengaruh negatif
terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah sedangkan temuan
kelemahan atas sistem pengendalian intern tidak berpengaruh terhadap skor kinerja
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
5.2 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini banyak menggunakan data keuangan dalam karakteristik
pemda. Data keuangan tersebut adalah realisasi belanja modal, pendapatan asli
daerah, dan total realisasi pendapatan. Berkaitan dengan hal tersebut maka peneliti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
mengambil sampel yang terbatas pada pemda yang memiliki opini WTP dan WTP-
DPP saja. Peneliti melakukan hal tersebut dengan tujuan untuk menjamin keandalan
data keuangan yang digunakan. Lebih lanjut, opini LKPD dari masing-masing
daerah mengalami perubahan dari tahun ke tahun. Ada yang meningkat ada pula
yang menurun. Oleh sebab itu peneliti tidak dapat mengambil sampel pemda yang
sama dari tahun ke tahun untuk membandingkan penilaian skor kinerja
penyelenggaraan pemerintahan daerah tersebut.
5.3 Saran
Berdasarkan beberapa keterbatasan penelitian yang disampaikan diatas maka
saran untuk peneliti selanjutnya agar:
1. Menggunakan variabel non keuangan pada karakteristik pemda yang diduga
mempunyai pengaruh terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan
daerah seperti tipe pemda, kualitas sumber daya manusia aparatur pemda, dan
jumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
2. Menggunakan data LKPD yang meliputi seluruh wilayah Propinsi, Kabupaten
dan Kota di Indonesia dengan periode tahun anggaran lebih dari satu tahun,
misalnya data penilaian skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah
anggaran 2010-2012, sehingga hasil penelitian lebih mengambarkan trend yang
terjadi atas penialain skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
DAFTAR PUSTAKA
Arifianti, H., Payamta, dan Sutaryo. 2013. Pengaruh pemeriksaan dan pengawasan keuangan daerah terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah (studi empiris pada pemerintah kabupaten/kota di Indonesia). Simposium Nasional Akuntansi XVI.
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2013. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun 2012.
_________. 2013. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II Tahun 2012.
Boritz, E., dan J. H. Lim. 2007. Control weaknesses, IT governance and firm performance. Paper. University of Waterloo.
Carr, J. B. dan R. S. Brower. 2000. Principled opportunism: evidence from the organizational middle. Public Administration Quarterly (Spring): 109-138
Dao, M. Q. dan Hadi S. E.1999. Tests of a competitive model of the size and growth of government. Journal of Economic Studies 26 (3): 209-220.
Gerard, J. A. dan C. M. Webber. 2014. How agency theory informs a $30 million fraud. Journal of Finance, Accounting and Management 5(1): 16-47.
Ghozali, I. 2013. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS 21. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 5/K/I-XIII.2/8/2010 tentang Petunjuk Teknis Kodering Temuan Pemeriksaan
Jensen, M. C., W. H. Meckling. 1976. Theory of the firm managerial behavior, agency costs and ownership structur. Journal of Financial Economics 3 (4), 305-360.
Lesmana, S. I. 2010. Pengaruh karakteristik pemerintah daerah terhadap tingkat pengungkapa wajib di Indonesia. Tesis, Universitas Sebelas Maret.
Liestiani, A. 2008. Pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah kabupaten/kota di Indonesia untuk tahun anggaran 2006. Skripsi, Universitas Indonesia.
Marfiana, N. dan L. Kurniasih.2013. Pengaruh karakteristik pemerintah daerah dan hasil pemeriksaan audit bpk terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah kabupaten/kota. Skripsi, Universitas Sebelas Maret.
Muraleetharan, P. 2011. Internal control and impact of financial performance of the organizations (special reference public and private organizations in jaffna district). Paper. University of Jaffna.
Mustikarini, W. A. dan D. Fitriasari. 2012. Pengaruh karakteristik pemerintah daerah dan temuan audit BPK terhadap kinerja pemerintah daerah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
kabupaten/kota di Indonesia tahun anggaran 2007. Simposium Nasional Akuntansi XV.
Nugroho, F. dan A. Rohman. 2012. Pengaruh belanja modal terhadap pertumbuhan kinerja keuangan daerah dengan pendapatan asli daerah sebagai variabel intervening. Diponegoro Journal of Accounting 1 (2): 1-14.
Onakoya dan Somoyone. 2013. The impact of public capital expenditure and economic growth in Nigeria. Global Journal of Economics and Finance 2 (1): 1-11.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 73 Tahun 2009 tentang Tata Cara Pelaksanaan Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah.
Ramandei, P. 2009. Pengaruh karakteristik sasaran anggaran dan sistem pengendalian intern terhadap kinerja manajerial aparat pemerintah daerah (studi empiris pada satuan kerja perangkat daerah kota Jayapura). Tesis, Universitas Diponegoro.
Sari, D. 2013. Pengaruh sistem pengendalian intern pemerintah, implementasi standar akuntansi pemerintahan, penyelesaian temuan audit terhadap penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (penelitian pada pemerintah daerah di Provinsi Jawa Barat dan Banten). Simposium Nasional Akuntansi XVI.
Sekaran, U., dan R. Bougie. 2013. Research methods for bussiness: a skill-building approach. 6th editon. United Kingdom: Wiley.
Setyaningrum, D. dan F. Syafitri. 2012. Analisis pengaruh karakteristik pemerintah daerah terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia 9 (2): 154-170
Sudarsana, H. Susila dan S. N. Rahardjo. 2013. Pengaruh karakteristik pemerintah daerah dan temuan audit BPK terhadap kinerja pemerintah daerah. Diponegoro Journal of Accounting 2 (4): 1-13.
Suhardjanto, D., Yulianingtyas, dan R. Rukmita. 2011. Pengaruh karakteristik pemerintah daerah terhadap kepatuhan pengungkapan wajib dalam laporan keuangan pemerintah daerah (studi empiris pada kabupaten/kota di Indonesia). Jurnal Akuntansi & Auditing 8 (1): 1-194.
Sumarjo, H. 2010. Pengaruh karakteristik pemerintah daerah terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah (studi empiris pada pemerintah daerah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
kabupaten/kota di Indonesia. Skripsi, Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Tobirin. 2008. Penerapan etika moralitas dan budaya malu dalam mewujudkan kinerja pegawai negeri sipil yang profesional. Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS 2: 16-21.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Website Kemendagri Indonesia. www.kemendagri.go.id.
Zirman, E. D., dan R. M. Rozi. 2010. Pengaruh kompetensi aparatur pemerintah daerah, penerapan akuntabilitas keuangan, motivasi kerja, dan ketaatan pada peraturan perundangan terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Jurnal Ekonomi 18 (1): 1-12.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Lampiran I. Tabulasi Data
NAMA KABUPATEN/KOTA
AGE WEALTH BMOD SPI KEP KIN
KAB. ACEH BESAR 56 0.041983063 24.72307828 14 22.502647 2.4072 KAB. ACEH JAYA 10 0.035759104 25.22145713 8 19.915762 1.9436 KAB. ACEH TENGAH 56 0.082711354 25.59851481 2 20.319978 1.5125 KAB. NAGAN RAYA 10 0.052490007 25.28226778 18 22.599261 2.2527 KOTA BANDA ACEH 56 0.125731252 24.89421764 6 20.369558 2.8271 KOTA SABANG 47 0.061546144 25.09395742 11 22.699497 1.7212 KOTA SUBULUSSALAM 5 0.019352394 24.84698057 12 20.394692 1.1481 KAB. HUMBANG HASUNDUTAN
9 0.032467985 25.54751487 5 21.392464 3.0391
KOTA MEDAN 56 0.382863039 27.04839285 6 25.626162 2.5002 KAB. TANAH DATAR 56 0.070645763 25.18323915 12 21.507382 2.7492 KOTA PADANG 56 0.128355261 26.11685031 15 22.272712 2.2428 KOTA PADANG PANJANG 56 0.086944444 24.57579038 11 20.840382 2.4721 KOTA PARIAMAN 10 0.042242043 25.11293929 7 21.351170 2.6054 KOTA SOLOK 42 0.060146674 25.37143926 4 19.480656 3.0248 KAB. KEPULAUAN MERANTI
3 0.031295539 26.09968086 8 21.603088 1.5354
KAB. KUANTAN SINGINGI
13 0.030473553 26.02808763 6 21.042229 2.4649
KAB. PELALAWAN 13 0.042398896 26.45605631 22 23.650544 1.7999 KAB. SIAK 56 0.15413075 27.33401416 6 22.465368 2.6652 KAB. BATANG HARI 54 0.046317353 26.09690994 15 22.563558 2.6239 KAB. MUARO JAMBI 13 0.04308391 26.22852068 2 20.408980 1.7587 KAB. TANJUNG JABUNG TIMUR
13 0.036350229 26.4831806 11 21.837564 2.1307
KOTA SUNGAI PENUH 4 0.04172027 25.71031592 8 20.289864 2.5136 KAB. BANYUASIN 10 0.048661049 26.54552143 7 20.374573 2.7559 KAB. OGAN KOMERING ILIR
53 0.042875049 26.66683658 7 23.184954 2.6911
KAB. OGAN KOMERING ULU TIMUR
9 0.037068915 25.83096276 8 21.787614 2.1745
KOTA LUBUKLINGGAU 11 0.056199936 25.81300045 9 20.243648 2.4695 KOTA PALEMBANG 53 0.231554745 26.70912481 12 22.353631 2.6734 KAB. BENGKULU TENGAH
4 0.014216242 25.07347774 9 19.669723 2.1123
KAB. KAUR 9 0.018068003 25.21722414 10 19.915897 2.3153 KAB. LEBONG 9 0.01926368 25.29625835 3 22.175821 1.9687 KAB. MUKOMUKO 9 0.019895735 25.29237742 6 19.141054 2.0285
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Lampiran I. Tabulasi Data (lanjutan)
NAMA KABUPATEN/KOTA
AGE WEALTH BMOD SPI KEP KIN
KAB. LAMPUNG BARAT 21 0.033402975 25.88512459 11 20.011853 1.1300 KAB. LAMPUNG TENGAH 53 0.0668687 26.32618318 8 22.114217 2.7393 KAB. WAY KANAN 13 0.014565159 25.5666421 7 20.748739 2.4717 KOTA BANDAR LAMPUNG
53 0.204660378 26.40564214 14 22.668607 2.8049
KOTA METRO 13 0.087806303 25.03882293 2 19.252111 0.9733 KAB. BANGKA 53 0.076574899 25.76857624 7 19.130685 2.3581 KAB. BANGKA TENGAH 9 0.072202616 25.87722826 5 20.514050 2.3973 KAB. BINTAN 56 0.158426977 25.89333528 7 19.533229 3.0667 KAB. KARIMUN 13 0.250795232 25.40221213 10 18.852788 3.0428 KAB. NATUNA 13 0.030303802 26.41723115 13 21.179716 2.6060 KOTA BATAM 13 0.277295833 26.21408521 6 18.321634 2.7631 KOTA DEPOK 13 0.290358669 26.52189194 11 20.856940 3.1212 KAB. BANYUMAS 62 0.1333587 26.18264722 6 19.659606 2.8087 KAB. BOYOLALI 62 0.100851643 26.05964251 10 19.271558 2.9773 KAB. JEPARA 62 0.09898476 26.41766201 6 21.019370 3.2739 KAB. KEBUMEN 62 0.070764775 26.41094943 14 21.474611 3.0839 KAB. KUDUS 62 0.105479592 25.90585453 14 21.715302 2.7318 KAB. PURWOREJO 62 0.084132492 25.72791605 16 19.469017 2.9731 KAB. SEMARANG 62 0.1240693 26.30079174 10 18.880192 2.9938 KAB. TEMANGGUNG 62 0.081209583 25.8113566 17 19.440683 3.1489 KOTA SEMARANG 62 0.307701731 26.58648153 15 19.433408 3.295 KOTA SURAKARTA 62 0.18691503 25.94982022 13 18.048457 3.1805 KAB. BANTUL 62 0.1245525 25.66567049 18 16.806733 2.8177 KAB. SLEMAN 62 0.189384908 25.61012205 17 20.436517 3.2614 KOTA YOGYAKARTA 62 0.292233836 25.20441233 23 21.495862 3.0620 KAB. BANGKALAN 62 0.068254129 26.34511673 8 21.325936 3.2089 KAB. BANYUWANGI 62 0.082547454 26.5967399 9 19.292518 3.1452 KAB. BONDOWOSO 62 0.072523656 26.07322449 7 19.121598 3.0381 KAB. JEMBER 62 0.119195723 26.64415715 17 20.024000 2.6823 KAB. PONOROGO 62 0.085612204 25.98793368 10 19.609164 3.1455 KAB. TULUNGAGUNG 62 0.103950208 26.11487195 9 18.998754 3.0918 KOTA BLITAR 62 0.117264336 25.23372552 11 18.552411 3.0369 KOTA MALANG 62 0.169430426 26.31534337 7 20.984814 3.1045 KOTA MOJOKERTO 47 0.103572403 25.39420858 14 19.690441 3.1473 KOTA PROBOLINGGO 62 0.112765526 25.16245848 5 19.632919 3.1601
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Lampiran I. Tabulasi Data (lanjutan)
NAMA KABUPATEN/KOTA
AGE WEALTH BMOD SPI KEP KIN
KOTA SURABAYA 62 0.491900156 27.53969076 8 21.948431 3.0918 KAB. SERANG 62 0.170545937 26.3997614 10 22.335757 3.0763 KAB. TANGERANG 62 0.316319349 27.55886628 7 21.626459 2.8569 KOTA TANGERANG 19 0.288508093 26.78734478 2 22.104955 3.1533 KAB. BADUNG 54 0.714403056 27.16533726 3 21.234465 1.3153 KOTA DENPASAR 54 0.37078201 26.0518394 7 21.695691 2.6986 KAB. LOMBOK TENGAH 54 0.07488532 25.86956985 7 20.125047 1.8554 KAB. SUMBAWA 54 0.069921375 25.77591022 4 23.177761 1.9404 KAB. SEKADAU 9 0.035946841 25.4912281 2 20.597793 1.7023 KAB. SINTANG 53 0.054599017 25.83543909 5 20.844456 1.9354 KOTA PONTIANAK 53 0.193311415 26.4435314 12 21.794586 2.9307 KAB. GUNUNG MAS 10 0.038862581 25.88980405 8 22.221589 2.1533 KAB. SUKAMARA 10 0.03364635 25.94605855 12 20.091440 2.1907 KAB. KUTAI KARTANEGARA
53 0.044452813 28.22824499 26 23.222557 3.1468
KOTA TARAKAN 15 0.050825809 26.82288636 9 19.954058 2.9765 KOTA BITUNG 22 0.06918137 25.58436094 17 22.503344 1.8323 KAB. BANGGAI 13 0.059723272 25.82508929 2 21.885979 2.1494 KAB. BANGGAI KEPULAUAN
13 0.025017798 25.84191615 4 21.070155 1.8465
KAB. DONGGALA 60 0.054248478 25.74833622 1 20.294542 2.5948 KAB. MOROWALI 13 0.039660792 25.88095965 7 21.381102 1.5134 KAB. POSO 53 0.036328712 25.70632588 4 21.803178 1.6610 KAB. TOJO UNA-UNA 9 0.05018545 25.91355708 1 21.764309 1.9212 KOTA PALU 18 0.127638379 25.52544366 6 21.024562 2.0021 KAB. BULUKUMBA 53 0.03339791 25.33352671 10 20.004349 2.0671 KAB. GOWA 53 0.085444417 25.70761716 10 19.626202 3.2897 KAB. LUWU TIMUR 9 0.141672507 26.15675009 9 18.639495 3.1410 KAB. PANGKAJENE DAN KEPULAUAN
53 0.09775611 25.79854883 10 21.732879 2.1108
KAB. PINRANG 53 0.040056025 25.67704605 12 21.419822 1.9566 KAB. WAJO 53 0.061685264 26.09554621 14 21.697659 2.3260 KAB. GORONTALO 53 0.072198776 25.47856093 3 22.180485 2.9270 KAB. MAMUJU 53 0.043887426 25.84122952 11 22.088712 2.3819
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Lampiran II. Hasil Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std.
Deviation
KIN 92 1.148100 3.295000 2.56244348 .516756610 AGE 92 3.00 62.00 39.6413 22.93401 WEALTH 92 .014216 .491900 .10511989 .093515737
BMOD 92 24.575790 28.228245 25.9478400
4 .631786931
SPI 92 1.00 26.00 9.5326 4.86398
KEP 92 16.806733 25.626162 20.8851067
5 1.441968469
Valid N (listwise)
92
Lampiran III. Hasil Uji Asumsi Klasik
1. Hasil uji normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 92
Normal Parametersa,b Mean .0000000 Std. Deviation
.35037215
Most Extreme Differences
Absolute .100 Positive .054 Negative -.100
Kolmogorov-Smirnov Z .962 Asymp. Sig. (2-tailed) .314
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
2. Hasil uji autokorelasi Runs Test
Unstandardized Residual
Test Valuea .07308 Cases < Test Value 46 Cases >= Test Value
46
Total Cases 92 Number of Runs 46 Z -.210 Asymp. Sig. (2-tailed)
.834
a. Median
3. Hasil uji heterokedastisitas Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) .654 .895 .731 .467
AGE .000 .001 -.034 -.288 .774
WEALTH -.120 .246 -.060 -.487 .627
BMOD -.015 .036 -.050 -.408 .684
SPI -.005 .004 -.118 -1.072 .287
KEP .004 .014 .034 .302 .763
a. Dependent Variable: ABS_RES2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
4. Hasil uji multikolinearitas
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. Collinearity Statistics
B Std. Error
Beta Tolerance
VIF
1
(Constant) -.363 1.691 -.215 .830
AGE .008 .002 .357 4.447 .000 .828 1.207
WEALTH 1.495 .466 .270 3.210 .002 .753 1.328
BMOD .202 .069 .246 2.938 .004 .760 1.316
SPI .011 .008 .101 1.341 .183 .935 1.070
KEP -.138 .027 -.385 -5.041 .000 .916 1.092
a. Dependent Variable: KIN
Lampiran IV. Hasil Analisis Model Regresi
1. Hasil Koefisien Determinasi (Adjusted R2)
Model Summary
Model
R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .735a .540 .514 .360413495
a. Predictors: (Constant), KEP, AGE, SPI, BMOD, WEALTH
2. Hasil Uji Regresi Simultan (Signifikansi F)
ANOVAa
Model Sum of Squares
df Mean Square
F Sig.
1
Regression 13.129 5 2.626 20.215 .000b
Residual 11.171 86 .130
Total 24.300 91
a. Dependent Variable: KIN b. Predictors: (Constant), KEP, AGE, SPI, BMOD, WEALTH
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
3. Hasil Uji Regresi Parsial (Signifikansi t)
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) -.363 1.691 -.215 .830
AGE .008 .002 .357 4.447 .000
WEALTH 1.495 .466 .270 3.210 .002
BMOD .202 .069 .246 2.938 .004
SPI .011 .008 .101 1.341 .183
KEP -.138 .027 -.385 -5.041 .000
a. Dependent Variable: KIN