PROGRAM REHABILITASI SOSIAL BAGI NARAPIDANA DI
LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS I CIPINANG JAKARTA:
PERSPEKTIF PEKERJAAN SOSIAL KOREKSIONAL
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)
Disusun Oleh :
Ilmawati Hasanah
NIM. 1110054100014
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015 M/1436 H
i
ABSTRAK
ILMAWATI HASANAH
PROGRAM REHABILITASI SOSIAL BAGI NARAPIDANA DI
LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS I CIPINANG JAKARTA:
PERSPEKTIF PEKERJAAN SOSIAL KOREKSIONAL
Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang dan masih banyak
permasalahan sosial yang terjadi di Indonesia. Mulai dari perampokan, pencurian,
penipuan, korupsi dan lain-lain. Di balik kejahatan yang terjadi di Indonesia
terdapat alasan mengapa seseorang melakukannya. Untuk menangani
permasalahan ini, para pelaku kejahatan dihukum dan ditahan di lembaga
pemasyarakatan. Hal ini dilakukan agar narapidana menjadi jera dan mendapat
pembinaan, agar mereka tidak mengulangi kesalahannya di kemudian hari.
Indonesia memiliki lembaga pemasyarakatan besar yang salah satunya adalah
Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang Jakarta. Lapas ini terkenal dengan
tingkat keamanannya yang tinggi, jenis kejahatan yang dilakukan narapidana yang
ditahan di dalamnya juga menjadikan lapas ini ditakuti oleh sebagian besar
masyarakat Indonesia khususnya warga Jakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pola rehabilitasi sosial
melalui pembinaan berdasarkan perspektif pekerjaan sosial koreksional,
bagaimana metode pembimbinaan narapidana yang diterapkan di Lembaga
Pemasyarakatan Klas I Cipinang Jakarta, dan bagaimana pendampingan bagi
narapidana selama mengikuti pembinaan. Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Teknik
pengumpulan data dilakukan dengan serangkaian observasi, wawancara dan
dokumentasi. Prosedur pemilihan informan dalam penelitian ini adalah purposive
sampling.
Dari penelitian tersebut, dapat dijelaskan bahwa dalam melaksanakan
program rehabilitasi sosial, Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang Jakarta
menerapkan kegiatan pembinaan bagi narapidana. Pola rehabilitasi sosial bagi
narapidana melalui program pembinaan berdasarkan perspektif pekerjaan sosial
koreksional yang dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang
Jakarta dibagi menjadi 2 (dua), yaitu pembinaan kepribadian yang terdiri dari
pembinaan rohani dan jasmani. Dan pembinaan kemandirian yang terdiri dari
pembinaan intelektual dan bimbingan kerja. Selain itu, Lembaga Pemasyarakatan
Klas I Cipinang juga mengadakan pembinaan minat dan bakat yang terdiri dari
kegiatan bermusik, melukis dan memahat. Program rehahibilitasi sosial yang
diterapkan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang Jakarta merupakan
program yang telah ditentukan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia,
namun ada juga program yang diadakan berdasarkan kebutuhan, minat dan usulan
dari narapidana. Dengan kata lain, metode yang diterapkan dalam rehabilitasi
sosial ini adalah menggunakan pendekatan dari bawah ke atas (bottom up
approach) dan pendekatan dari atas ke bawah (top down approach). Sedangkan
pendampingan narapidana dalam menjalani rehabilitasi sosial, hanya dilakukan
bagi narapidana yang mengikuti pembinaan keagamaan saja.
Kata kunci: Rehabilitasi Sosial, Pembinaan, Lembaga Pemasyarakatan,
Pekerjaan Sosial Koreksional.
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
dan melimpahkan segala bentuk nikmat kepada peneliti, nikmat jasmani, rohani,
nikmat lahir dan batin, sehingga peneliti bisa menyelesaikan penyusunan skripsi
ini. Shalawat serta salam tak lupa pula peneliti ucapkan kepada Nabi besar kita,
Nabi Muhammad SAW, yang telah menjadi suri tauladan bagi kita semua.
Dalam penulisan skripsi ini, peneliti menyadari masih banyak kekurangan-
kekurangan ataupun kesalahan baik pada teknis penulisannya ataupun materinya,
mengingat akan kemampuan yang dimiliki peneliti. Untuk itu, kritik serta saran
dari semua pihak sangat peneliti harapkan demi menyempurnakan pembuatan
skripsi ini.
Hingga pada akhirnya, peneliti menyampaikan ucapan terima kasih yang tak
terhingga kepada pihak-pihak, kerabat-kerabat yang membantu peneliti dalam
menyelesaikan skripsi ini, khususnya kepada:
1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Dakwah dan
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Wakil Dekan I, II dan III
yang secara tidak langsung turut menbantu peneliti.
2. Ibu Lisma Dyawati Fuaida, M.Si selaku Ketua Program Studi
Kesejahteraan Sosial Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Nunung Khoiriyah, MA selaku sekretaris Program Studi
Kesejahteraan Sosial Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Siti Napsiyah, MSW, selaku dosen pembimbing peneliti yang telah
berperan penting dalam penyusunan skripsi, memberikan banyak saran,
arahan, motifasi dan waktunya hingga peneliti bisa menyelesaikan
skripsi ini. Terima kasih banyak Ibu atas bimbingannya dan mohon maaf
apabila ada perkataan ataupun perbuatan yang tidak berkenan.
5. Bapak Ahmad Zaky, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Akademik
Program Studi Kesejahteraan Sosial 2010 yang telah meluangkan dan
iii
mengorbankan waktunya untuk memberikan arahan, bimbingan dan
motifasi kepada peneliti.
6. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, khususnya kepada Bapak/Ibu Dosen Program
Studi Kesejateraan Sosial yang telah memberikan sumbangan wawasan
keilmuan dan membimbing peneliti selama menjadi mahasiswa dan
menimba ilmu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Bapak Suwarno, S.H, Staf Divisi Bimbingan Pemasyarakatan yang telah
meluangkan waktunya untuk membimbing peneliti selama melakukan
penelitian di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang Jakarta.
8. Kepada seluruh pegawai dan petugas Lembaga Pemasyarakatan Klas I
Cipinang Jakarta, terima kasih atas waktu dan izinnya sehingga peneliti
bisa melaksanakan penelitian ini.
9. Orang tuaku tercinta, Bapak Adimin dan Ibu Pipit Ruspiah. Terima
kasih tak terhingga untuk kasih sayang yang diberikan kepada peneliti.
Perhatian, do’a, motivasi, nasehat-nasehat berharga yang peneliti dapat
selama ini. Terima kasih, semoga Allah memberikan kesehatan,
kebahagiaan dan berkah kepada keluarga kita.
10. Kakak-kakakku tersayang, juga ipar-iparku. Terima kasih telah
memberikan masukan dan pengalaman kalian selama menjalani
perkuliahan, sehingga peneliti bisa termotivasi. Terima kasih telah
menjadi tauladan yang baik bagi adik kalian ini.
11. Sahabat-sahabatku, Ratih Eka Susilawati, S. Sos, Asisah, S. Sos, Nur
Hikmah, S. Sos, Epidasari, S. Sos dan Syf. Lubna Asseggaf, S. Sos.
Yang sudah memberi banyak pengalaman dan pelajaran, makna
pertemanan semasa kuliah.
12. Teman-teman seperjuangan, Kessos 2010 UIN Jakarta yang juga telah
memberikan semangat, do’a dan kenangan indah semasa di perkuliahan.
13. The last and special for my best friend, Nurrahman. Semoga bisa cepat
menyelesaikan kuliahnya.
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1
B. Pembatasan Masalah ......................................................................... 9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................................... 9
1. Tujuan Penelitian ......................................................................... 9
2. Manfaat Penelitian ....................................................................... 10
D. Metode Penelitian .............................................................................. 10
E. Tinjauan Pustaka ............................................................................... 17
F. Sistematika Penulisan ........................................................................ 18
BAB II LANDASAN TEORI
A. Rahabilitasi Sosial ............................................................................. 20
1. Pengertian Rehabilitasi Sosial ...................................................... 20
2. Tahapan Rehabilitasi Sosial ......................................................... 20
B. Pekerjaan Sosial Koreksional ............................................................ 22
1. Pengertian Pekerjaan Sosial Koreksional ..................................... 22
2. Fungsi Pekerja Sosial Koreksional ............................................... 22
C. Sistem Pemasyarakatan dalam Pekerjaan Sosial Koreksional ............. 23
D. Pembinaan ......................................................................................... 25
1. Pengertian Pembinaan ................................................................. 25
2. Asas Pembinaan Pemasyarakatan ................................................ 26
3. Tujuan Pembinaan ....................................................................... 28
4. Pola Pembinaan ........................................................................... 28
5. Metode Pembinaan ...................................................................... 30
E. Teori Perubahan Perilaku .................................................................. 31
1. Moral Development Theory ......................................................... 31
2. Social Learning Theory ............................................................... 32
v
F. Model Intervensi ............................................................................... 33
1. Terapi Individu (Social Case Work Method) ................................ 33
2. Terapi Kelompok (Social Group Work Method)........................... 35
G. Narapidana ........................................................................................ 36
1. Pengertian Narapidana ................................................................. 36
2. Hak-hak Narapidana .................................................................... 37
H. Lembaga Pemasyarakatan ................................................................. 38
1. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan .......................................... 38
2. Fungsi Lembaga Pemasyarakatan ................................................ 39
3. Tujuan Lembaga Pemasyarakatan ................................................ 40
4. Klasifikasi Lembaga Pemasyarakatan .......................................... 40
BAB III GAMBARAN UMUM LAPAS KLAS I CIPINANG
A. Sejarah .............................................................................................. 43
B. Visi dan Misi ..................................................................................... 44
C. Tugas Pokok dan Fungsi .................................................................... 45
D. Struktur Organisasi ............................................................................ 47
E. Status Penghuni ................................................................................. 49
F. Manajemen Keuangan ....................................................................... 51
G. Program Rehabilitasi ......................................................................... 51
H. Profil Informan .................................................................................. 53
1. Informan Sukur ............................................................................ 53
2. Informan Damar .......................................................................... 59
3. Informan Inal ............................................................................... 63
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS
A. Proses Penerimaan Narapidana .......................................................... 67
B. Program Pembinaan Narapidana ........................................................ 71
1. Pembinaan Kepribadian ............................................................... 71
2. Pembinaan Kemandirian .............................................................. 83
C. Kendala ............................................................................................. 90
D. Indikator Keberhasilan ...................................................................... 93
E. Pendampingan Narapidana ................................................................ 95
vi
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................... 98
B. Saran ................................................................................................. 100
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 102
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan suatu negara yang sedang berkembang. Dalam
perkembangannya, Indonesia masih banyak dihadapi dengan permasalahan-
permasalahan sosial. Masalah sosial dapat diartikan sebagai suatu kondisi
ketidaksesuaian antara norma, hukum, nilai dan budaya yang berlaku dengan
perilaku manusia, sehingga dapat membahayakan kehidupan masyarakat. Masalah
sosial juga dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang tidak sesuai dengan
harapan, kondisi yang tidak dikehendaki, bersifat mengganggu dan dapat
merugikan, merusak, membahayakan orang, sehingga menghambat tujuan hidup
bermasyarakat. Seperti yang di sampaikan oleh Kartini Kartono dalam bukunya
yang berjudul “Patologi Sosial”, masalah sosial adalah semua bentuk tingkah laku
melanggar hukum atau memperkosa adat-istiadat masyarakat.1
Permasalahan sosial yang terjadi di Indonesia sangatlah beragam jenisnya.
Mulai dari pencurian, perampokan, penculikan, perjudian, terorisme, korupsi,
perkosaan, perkelahian antar warga, tawuran antar pelajar, penipuan,
pembunuhan, hingga pembegalan yang saat ini sedang hangat dibicarakan.
Kondisi seperti ini pasti sangat memperihatinkan dan meresahkan masyarakat.
Sehingga timbul perasaan takut, sulit untuk mempercayai orang lain, curiga,
hingga akan timbul masalah sosial baru seperti saling tidak peduli satu dengan
lainnya. Karena pada hakikatnya manusia merupakan makhluk sosial yang tidak
1 Dr. Kartini Kartono, Patologi Sosial, (Jakarta: Rajawali Press, 2005), h. 1.
2
dapat hidup tanpa berdampingan dengan manusia lainnya, tidak dapat hidup tanpa
bantuan orang lain, baik dari saudara, tetangga, kerabat dekat, atau bahkan orang
yang tidak dikenal sebelumnya.
Namun pada kenyataannya, kejahatan yang terjadi di negara kita dilakukan
oleh siapa saja. Sekarang ini banyak diberitakan oleh media masa tentang
pembunuhan yang dilakukan oleh orang terdekatnya, seorang anak yang dicabuli
oleh ayah kandungnya sendiri, dan lain sebagainya. Ini jelas bahwa kondisi seperti
ini dapat menimbulkan krisis kepercayaan kepada sesame, atau bahkan timbul
rasa dendam sehingga akhirnya saling melakukan kejahatan
Seperti yang dilaporkan oleh Badan Pusat Statistik, jumlah kejadian
kejahatan pada tahun 2011 sebanyak 347.605 kasus, turun menjadi sebanyak
341.159 kasus pada tahun 2012 dan kembali naik pada tahun 2013 menjadi
342.084 kasus.2 Dari data tersebut, DKI Jakarta memegang peringkat tertinggi
angka kriminalitas dengan jumlah 49.498 kasus. Dengan tingkat kejahatan yang
begitu besar, kita dapat membayangkan bagaimana masyarakat Indonesia terus
dibayang-bayangi oleh tindak kejahatan, rasa tidak aman dan takut menjadi salah
satu korban dari tindak kejahatan yang menjamur di Indonesia.
Dalam kacamata Ilmu Kesejahteraan Sosial, kondisi seperti ini masih jauh
dari kata sejahtera. Karena kesejahteraan itu sendiri merupakan kondisi di mana
seseorang atau masyarakat mejalani hidup sesuai dengan tata kehidupan,
terpenuhi segala kebutuhannya baik itu dari segi materi ataupun spiritual, tentram
lahir batin, dan diliputi oleh rasa tentram dan damai. Seperti yang disampaikan
2 Diadaptasi dari situs resmi Badan Pusat Statistik,
http://www.bps.go.id/website/pdf_publikasi/watermark%20_Statistik_Kriminal_2014.pdf.
3
oleh Isbandi dalam bukunya “Ilmu Kesejahteraan dan Pekerjaan Sosial”, bahwa
kesejahteraan sosial ialah:
“suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial materil maupun spirituil yang
diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir dan batin
yang memungkinkan bagi setiap warganegara untuk mengadakan usaha
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang
sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung
tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila.”3
Namun, di balik kejahatan yang terjadi di Indonesia pasti ada penyebab
mengapa mereka melakukan tindakan seperti itu. Banyak sekali motif-motif
seseorang melakukan kejahatan. Faktor seseorang melakukan kejahatan di antara
lain adalah karena kondisi ekonomi. Mengingat kebutuhan hidup yang semakin
besar, dan harga bahan pokok yang kian hari menaik, banyak orang merasa
tertekan dengan kondisi tersebut. Sedangkan penghasilan mereka tidak mencukupi
untuk memenuhi kebutuhan mereka. Dengan kondisi seperti ini seseorang bisa
saja nekat dan melakukan tindakan pencurian atau perampokan. Faktor yang
selanjutnya adalah lingkungan atau kondisi sosialnya. Seseorang bisa melakukan
kejahatan karena memang dia hidup di lingkungan yang sudah terbiasa melakukan
kejahatan atau pelanggaran. Misalnya seorang yang bergaul dengan kelompok
geng motor yang sering melakukan balap liar atau tindak pengerusakan
lingkungan. Bisa juga orang yang bergaul dengan para pengguna narkoba,
sehingga dia ikut terbawa arus pergaulannya. Seseorang bisa melakukan kejahatan
juga karena faktor psikologinya. Apabila seseorang pernah mendapat perlakuan
kejahatan atau menjadi korban tindak kejahatan, maka itu akan mempengaruhi
kondisi psikologinya. Orang tersebut menjadi trauma atau bahkan timbul rasa
dendam, sehingga dia melakukan kejahatan di kemudian hari.
3 Isbandi Rukminto Adi, Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial (Pengantar
Pada Pengertian dan Beberapa Pokok Bahasan), (Jakarta: FISIP UI Press, 2005), h. 16.
4
Menurut Prof. Jamhari dalam pidatonya di sebuah seminar nasional, faktor
seseorang melakukan kejahatan dalam konteks Islam ada tiga hal, yaitu faktor
lingkungan, lupa (ghofilun) dan kesombongan.4 Dalam perspektif Islam pula,
keimanan seseorang menjadi alasan mengapa seseorang melakukan kejahatan.
Seperti hadits Rasulullah SAW yang berbunyi:
ل ي ؤمن أحد ك م حتى يك ون هواه تبعا لما جئت به
“Tidak beriman seseorang sehingga hawa nafsunya (keinginannya)
disesuaikan dengan apa yang telah didatangkan bersamaku (yaitu hukum-
hukum Islam).”
Hal ini sependapat dengan Kartini Kartono yang menjelaskan bahwa orang
yang tidak beragama dan tidak percaya kepada nilai-nilai keagamaan, pada
umumnya sangat egoistic, sangat sombong dan mempunyai harga diri berlebihan.
Dunia dianggap sebagai miliknya, yang bisa dimanipulasi semau sendiri. Dengan
demikian sifatnya menjadi bengis, ganas, sewenang-wenang dan jahat terhadap
sesame makhluk. Egoisme yang ekstrem menimbulkan sifat agresif juga sifat-sifat
yang keras dan kasar, serta kurang berkeprimanusiaan.5
Di Indonesia, segala sesuatu atau perilaku yang melanggar hukum, aturan-
aturan atau norma-norma akan dikenakan sanki yang sudah disusun dalam Kitab
Undang-undang Hukum Pidana. Kemudian pelaku-pelaku tindak kejahatan ini
merupakan orang-orang yang melanggar hukum pidana, dikenakan sanki pidana
dan disebut sebagai narapidana. Negara kita juga memiliki badan hukum yang
bertugas untuk mengatur segala permasalahan hukum di antaranya adalah Polisi
Republik Indonesia, Pengadilan Negeri, Mahkamah Agung, dan Kementerian
4 Pidato Prof. Jamhari pada Seminar Nasional: Restorative Justice dalam Sistem
Pemasyarakatan Guna Mengatasi Kriminalitas dan Overkapasitas Lapas dan Rutan di Indonesia,
(Jakarta: 25 Maret 2015).
5 Dr. Kartini Kartono, Patologi Sosial Jilid 1, (Jakarta: Rajawali Press, 2007), h. 157.
5
Hukum dan HAM. Masing- masing lembaga tersebut mempunyai peranan serta
fungsinya dalam penegakan hukum di Indonesia.
Biasanya, para pelaku kejahatan ini awalnya ditangkap oleh polisi,
selanjutnya akan ditetapkan hukuman pada persidangan di pengadilan. Kemudian
apabila sudah ditetapkan vonis, maka pelaku kejahatan ini akan menjalani
hukuman di lembaga pemasyarakatan, yang biasa kita sebut dengan lapas atau LP.
Namun pada hakikatnya narapidana juga merupakan manusia. Mereka juga
dilahirkan dalam keadaan fitrah, namun dikarenakan fitrah mereka tidak
dipelihara maka membuat hati mereka tertutup untuk melihat kebenaran dan
kebaikan, dan menjadikan mereka berada pada martabat yang serendah-
rendahnya. Sebagaimana Allah berfirman dalam Surat asy-Syams ayat 7-10:
ورها وتقواها. قد أفلح من زك اها. وقد خاب من دس ا ها. اها. فألهمها ف ج ونفس وما سو
“Demi jiwa yang menyempurnakan (ciptaannya), maka Allah
mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya,
sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan
sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”
Dari ayat di atas dijelaskan bahwa sesungguhnya manusia adalah ciptaan
Tuhan yang diilhami kefasikan dan ketakwaan, sesungguhnya manusia diciptakan
dalam keadaan suci dan tidak tahu apa-apa. Namun masih banyak manusia yang
bertindak sesuka hati dan hanya mengikuti hawa nafsunya sehingga terjadilah
masalah-masalah dan tindakan kejahatan yang tidak diinginkan dan meresahkan
orang lain. Meski demikian, manusia merupakan makhluk yang memiliki hati
nurani dan akal pikiran. Sehingga masih ada kesempatan bagi mereka untuk
bertaubat merubah dirinya menjadi lebih baik, sehingga mereka tidak menjadi
manusia yang merugi.
6
Untuk itu, agar narapidana bisa menjadi manusia yang lebih baik, maka
sangatlah penting diadakan pembinaan sebagai upaya rehabilitasi sosial.
Rehabilitasi juga harus dilakukan dan sangat penting, agar mereka tidak
melakukan kesalahannya lagi dan bisa melangsungkan hidup kelak mereka selesai
menjalani masa hukuman di lembaga pemasyarakatan.
Di dalam Undang-undang No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial
menjelaskan bahwa rehabilitasi sosial adalah proses refungsionalisasi dan
pengembangan untuk memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi
sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat. Dalam proses rehabilitasi
ini, narapidana diberikan pembinaan, bimbingan, pembelajaran, baik secara
kemandirian maupun kepribadian. Hal ini bertujuan untuk menambah wawasan
dan membuka hati narapidana, sehingga mereka bisa benar-benar merubah
dirinya, pola pikirnya, dan perilakunya agar menjadi lebih baik, dapat dikatakan
agar mereka bisa mengakui kesalahannya, bertaubat dan tidak menguilangi
kesalahannya di kemudian hari.
Hal ini sependapat dengan peran dan fungsi lembaga pemasyarakatan yang
dituangkan dalam Pasal 2 Undang-undang Republik Indonesia No. 12 tahun 1995
tentang Pemasyarakatan yang berbunyi sebagai berikut:
“Sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk wagra
binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari
kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga
dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat berperan aktif
dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik
dan bertanggung jawab.”
Dalam kutipan di atas disebutkan bahwa tujuan dari sistem pemasyarakatan
adalah untuk membentuk wagra binaan pemasyarakatan menjadi manusia
seutuhnya, tidak mengulangi kesalahannya di kemudian hari dan dapat diterima
7
kembali di masyarakat dan bisa menjalani kehidupan secara wajar. Hal ini sejalan
dengan tujuan rehabilitasi sosial yang telah dijelaskan sebelumnya.
Karena narapidana adalah orang yang terpidana, maka semua kegiatan
rehabilitasi sosial ini di lakukan di lembaga pemasyarakatan. Lembaga
pemasyarakatan sendiri merupaka unit pelaksanaan teknis Kementerian Hukum
dan HAM, berada dalam Divisi Pemasyarakatan. Terdapat sebanyak + 246
Lembaga pemasyarakatan yang berdiri di seluruh Indonesia. Salah satunya adalah
Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang yang berada di DKI Jakarta, tepatnya
di kawasan Jakarta Timur.
Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang merupakan lapas terbesar yang
berada di Jakarta. Lapas ini juga menyimpan banyak sejarah, mengingat awal
berdirinya lapas tersebut pada masa penjajahan Belanda. Di lapas ini terdapat
banyak sekali narapidana dengan bermacam-macam jenis kejahatannya, mulai
dari yang terkecil hingga besar. Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang juga
merupakan lapas yang banyak ditakuti oleh kebanyakan orang selain Lapas
Nusakambangan yang berada di Jawa Tengah. Banyak orang berpendapat bahwa
narapidana yang berada di Lapas Cipinang merupakan penjahat-penjahat kelas
kakap dan sangat berbahaya. Hal ini peneliti ketahui keteka peneliti menanyakan
opini kepada 10 orang teman peneliti tentang Lembaga Pemasyarakatan Klas I
Cipinang. Mereka mengatakan bahwa Lapas Cipinang merupakan tempat yang
menakutkan dan menyeramkan karena di sana terdapat orang-orang jahat dan
sebagian besar dari mereka tidak ingin berkunjung ke sana. Hal serupa juga
sempat terlintas dalam pemikiran peneliti, hingga akhirnya peneliti memilih
tempat ini untuk dijadikan tempat penelititan.
8
Dari latar belakang masalah yang sudah dijelaskan di atas, maka peneliti
memutuskan untuk melaksanakan penelititan dengan judul “PROGRAM
REHABILITASI SOSIAL BAGI NARAPIDANA DI LEMBAGA
PEMASYARAKATAN KLAS I CIPINANG JAKARTA: PERSPEKTIF
PEKERJAAN SOSIAL KOREKSIONAL”.
9
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar pembahasan tidak menyimpang dari pokok bahasan yang telah
ditetapkan, maka penulis membatasi masalah pada pelaksanaan program
rehabilitasi bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang.
penelitian ini dikhususkan bagi narapidana yang aktif mengikuti program
yang diadakan di lapas tersebut.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan penguraian latar belakang masalah di atas, maka peneliti
merumuskan masalah sebagai berikut:
a. Bagaimana pola rehabilitasi sosial melalui pembinaan berdasarkan
perspektif pekerjaan sosial koreksional?
b. Bagaimana metode pembinaan narapidana yang diterapkan di
Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang Jakarta?
c. Bagaimana pendampingan bagi narapidana dalam menjalani
pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang Jakarta?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui pola rehabilitasi sosial malalui pembinaan
berdasarkan perspektif pekerjaan sosial koreksional.
10
b. Untuk mengetahui metode pembinaan narapidana yang diterapkan
di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang Jakarta.
c. Untuk mengetahui sistem pendampingan bagi narapidana di
Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang Jakarta.
2. Manfaat Penelitian
a. Akademis: Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
tambahan referensi khususnya pada program studi kesejahteraan
sosial. dapat mengetahui lebih banyak tentang pekerjaan sosial
koreksional.
b. Praktis: Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan keilmuan dan pengetahuan bagi para pembaca ataupun
peneliti sendiri. Juga pekerja sosial yang berkaitan dengan
lembaga-lembaga koreksional.
c. Institusi: Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan
dalam menyusun rencana dan strategi dalam merehabilitasi melalui
program-program yang diadakan Lembaga Pemasyarakatan Klas I
Cipinang berdasarkan perspektif pekerjaan sosial koreksional.
D. Metode Penelitian
Metode penelitian dapat diartikan sebagai langkah-langkah, cara-cara, yang
bertujuan untuk mendapatkan data sebanyak-banyaknya baik itu data premier
maupun sekunder, sehingga dapat mencapai pokok pembahasan penelitian.
11
Menurut Kristi Poerwandi, metodologi penelitian adalah teknik atau cara
dalam pengumpulan data atau bukti yang dalam hal ini perencanaan tindakan
yang dilaksanakan serta langkah-langkah apa yang harus ditempuh untuk
mencapai tujuan dan sasaran penelitian.6
1. Pendekatan Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif. Maksud istilah qualitative research adalah jenis penelitian yang
menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat diperoleh dengan
menggunakan prosedur-prosedur statistik atau dengan cara lain dari
kuantifikasi (pengukuhan).7
Bogdan dan Taylor mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati.
Kemudian Klick dan Miller mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif
tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental
bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan
berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasannya.8
Dari definisi-definisi tersebut dapat diartikan bahwa penelitian
kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data-data berupa tulisan,
deskriptif, penjelasan, definisi berupa kata-kata, dengan melakukan teknit
6 E. Kristi Poerwandi, PendekatanKualitatif dalam Penelitian Psikologi ( Jakarta: Fakultas
Psikologi Indonesia, 1998), h. 78. 7 Prof. Dr. H. Syamsir Salam, MS dan Jaenal Aripin, M. Ag, Metodologi Penelitian Sosial
(Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 30. 8 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2007), h. 4.
12
tertentu dan tidak menggunakan penghitungan angka atau statistik,
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subjek penelitian perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain.
2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I
Cipinang, Jakarta Timur. Peneliti mengambil lokasi ini karena Lapas Klas I
Cipinang merupakan lapas terbesar yang berada di Provinsi DKI Jakarta,
juga lokasinya yang cukup terjangkau dari tempat tinggal peneliti, peneliti
juga ingin mengetahui lebih dalam tentang program rehabilitasi sosial bagi
narapidana yang dilakukan di lembaga pemasyarakatan dalam perspektif
pekerjaan sosial koreksional, khususnya bagi narapidana yang berada di
Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang, Jakarta.
Waktu yang digunakan dalam penelitian ini selama 7 bulan, yang akan
dimulai pada bulan Desember 2014 sampai bulan April 2015.
3. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang ditempuh penulis adalah:
a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Yaitu dengan membaca, memahami dan menginterprestasikan
buku-buku, dokumen-dokumen yang ada hubungannya dengan
pembahasan ini.
13
b. Observasi
Observasi adalah salah satu metode utama dalam penelitian
dampak sosial terutama penelitian kualitatif. Observasi adalah
mengamati dan mendengar dalam rangka memahami, mencari
jawaban, mencari bukti terhadap fenomena dampak sosial (perilaku,
kejadian-kejadian, keadaan, benda dan simbol-simbol tertentu) selama
beberapa waktu tanpa mempengaruhi fenomena tersebut guna
menemukan data dan analisis.9
C. Wragg menjelaskan bahwa observasi yaitu pengamatan
secara sistematis dan analisa yang memegang peranan penting untuk
meramalkan tingkah laku sosial, sehingga hubungan antara satu
peristiwa dengan yang lainnya menjadi jelas. Menurutnya pula bahwa
aspek-aspek yang diamati, sifat pribadi, interaksi verbal, non-verbal,
aktifitas, pengaturan, keahlian profesional, sarana dan alat yang
digunakan, afektif, kognitif dan sosiologis.10
c. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara
(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.11
9 Imam Suprayogo dan Tobroni, Metodologi Penelitian Agama (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2001), h. 167. 10 Prof. Dr. H. Syamsir Salam, MS dan Jaenal Aripin, M. Ag, Metodologi Penelitian Sosial
(Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 30. 11 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2007), h. 186.
14
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode wawancara
mendalam. Wawancara ini bersifat luwes, artinya susunan pertanyaan
dan susunan kata-kata dalam setiap pertanyaan dapat diubah saat
wawancara berlangsung.
Sebelum wawancara dilakukan, terlebih dahulu disiapkan
pedoman wawancara yang berhubungan dengan keterangan yang
ingin digali. Adapun hal yang akan diwawancarai adalah seputar
program rehabilitas bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakat Klas I
Cipinangberdasarkan perspektif pekerjaan sosial koreksional.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan bahasa Indonesia
dalam mewawancarai responden, yaitu para narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Klas I Cipinang.
4. Analisis Data
Penelitian ini dilakukan dengan penelitian kualitatif, data yang
diperoleh melalui wawancara dan pengamatan tersebut dideskripsikan
dalam bentuk uraian. Setelah data terkumpul dan informasi yang dibutuhkan
sesuai dengan permasalahan penelitian, maka selanjutnya peneliti
melaksanakan analisis terhadap data dan informasi tersebut. Dalam menulis
data tersebut, peneliti menggunakan analisis deskriptif, yaitu
mendeskripsikan hasil temuan penelitian secara sistematik, faktual dan
akurat yang disertai dengan petikan wawancara yang akan dipaparkan oleh
peneliti. Maksud utama analisis data adalah untuk membuat data itu dapat
15
dimengerti, sehingga penemuan yang dihasilkan bisa dikomunikasikan
kepada orang lain.
5. Macam dam Sumber Data
Macam dan data yang diambil peneliti ini terdapat dua data, data
primer (pokok) dan data sekunder (pendukung).
a. Sebagi data primer (pokok), diperoleh melalui wawancara dengan
narapidana dan pegawai yang bertugas yang berhubungan dengan
pelaksanan program rehabilitasi di Lembaga Pemasyarakatan Klas
I Cipinang.
b. Sebagai data sekunder (pendukung), diperoleh melakui studi
pustaka, internet, jurnal, artikel dan data-data pendukung lainnya
yang dapat melengkapi data primer.
6. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat
menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data
yang telah ada. Bila peneliti melakukan pengumpulan data yang sekaligus
menguji kredibilitas data, yaitu mengecek kredibilitas data dengan berbagai
teknik pengumpulan data dan berbagai sumber data. 12
Seperti yang telah dijelaskan oleh Lexy J. Moleong dalam bukunya
Metodologi Kualitatif. Untuk menentukan keabsahan data adalah dengan
melakukan triangulasi, dimana triangulasi adalah teknik pemeriksaan
12 Prof. Dr. Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung:Alfabeta, 2010), h. 83.
16
keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk
keperluan pengecekan atau sebagai pembandingan terhadap data itu.
Menurut Susan Stainback, tujuan dari triangulasi bukan untuk mencari
kebenaran tentang beberapa fenomena, tetapi lebih pada peningkatan
pemahaman peneliti terhadap apa yang telah ditemukan.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik triangulasi dengan
cara membandingkan sumber-sumber data yang diperoleh dengan kenyataan
yang ada pada saat penelitian.
7. Teknik Pemilihan Informan
Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif, teknik pemilihan
informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling13
yang memberikan keleluasaan kepada peneliti dalam menyeleksi informan
yang sesuai dengan tujuan penelitian, yang terpenting disini bukanlah
jumlah informan, melainkan potensi dari tiap kasus untuk memberikan
pemahaman teoritis yang lebih baik mengenai aspek yang dipelajari.
Teknik purposive (bertujuan), dimana informan dipilih berdasarkan
pertimbangan tertentu dan dianggap sebagai orang-orang yang tepat dalam
memberikan informasi tentang Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang
terutama tentang program rehabilitasi bagi narapidana berdasarkan
perspektif pekerjaan sosial koreksional.
Peneliti akan menggali data seluas-luasnya dari pihak-pihak yang
terlibat dalam pembinaan keagamaan yang dilakukan di Lembaga
13 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2009), h. 222
17
Pemasyarakatan Klas I Cipinang, pihak-pihak tersebut antara lain: Kepala
Sesi Pembinaan Kemasyarakatan, Staff Sesi Pembinaan Kemasyarakatan,
Pembina (Ustadz) Keagamaan, serta 3 orang narapidana. Dalam penelitian
ini penulis memilih narapidana yang telah menjalani masa hukuman
minimal 2 tahun, karena menurut penulis narapidana tersebut sudah cukup
merasakan binaan dan sudah bisa merasakan perubahan apa saja yang
terjadi dalam diri narapidana selama menjalani pembinaan.
E. Tinjauan Pustaka
Teknik penulisan skripsi ini mengacu kepada buku Pedoman Penulisan
Skripsi, Tesis dan Disertasi yang disusun oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
yang diterbitkan oleh CeQDA UIN, April, Cet. Ke-2 tahun 2007.
Namun penulis juga mendapati hasil karya mahasiswa yang dapat dijadikan
bahan referensi dalam penulisan skripsi ini, yaitu:
Nama : Fahrur Rohman
Program studi : Pengembangan Maysarakat Islam
Judul skripsi : Pemberdayaan Narapidana Melalui Program Jenjang
Pendidikan S1 Hukum di Lembaga Pemasyarakatan
Klas I Cipinang Jakarta
Dalam skripsi tersebut, penulis bisa mempelajari sekilas tentang Lembaga
Pemasyarakatan yang akan dijadikan tempat penelitian, serta jenis-jenis
pemberdayaan apa saja yang terdapat di dalamnya. Dan skripsi tersebut
merupakan satu-satunya skripsi yang ada di Fakultas Dakwah dan Komunikasi
yang meneliti di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang
18
F. Sistematika Penulisan
BAB I : Pendahuluan, bab ini menjelaskan tentang :
Latar Belakang Masalah
Pembatasan dan Perumusan Masalah
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Metodologi Penelitian
Tinjauan Pustaka
Sistematika Penulisan.
BAB II : Tinjauan Teoritis, bab ini menjelaskan tentang :
Pengertian dan Tujuan Rehabilitasi Sosial
Pengertian Pekerjaan Sosial Koreksional
Teori-toeri Perubahan Perilaku
Pengertian Pembinaan
Spiritualitas dalam Praktik Pekerjaan Sosial
Model Intervensi
Pengertian Narapidana
Pengertian dan Fungsi Lembaga Pemasyarakatan
BAB III : Profil Lembaga, bab ini menjelaskan tentang :
Sejarah Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang
Visi dan Misi Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang
Tugas Pokok dan Fungsi Lembaga Pemasyarakatan Klas I
Cipinang
Struktur Organisasi
19
Data Pegawai dan Status Penghuni
Prose Penerimaan
Managemen Keuangan
Gambaran Umum Program Rehabilitasi
BAB IV : Proses Rehabilitasi Bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
Klas I Cipinang berdasarkan perspektif Pekerjaan Sosial Koreksional,
bab ini menjelaskan tentang :
Sistem Penerimaan Narapidana
Pola Pembinaan Narapidana
Metode Pembinaan dan Pendekatan Narapidana
Kendala
Indikator Keberhasilan
BAB V : Penutup, bab ini membahas tentang :
Kesimpulan
Saran
20
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Rehabilitasi Sosial
1. Pengertian Rehabilitasi Sosial
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, rehabilitasi berarti pemulihan
kepada kedudukan (keadaan, nama baik) yang dahulu (semula) supaya
menjadi manusia yang berguna dan memiliki tempat di masyarakat.
Sedangkan dalam Pasal 1 Ayat 8 Undang-undang No. 11 Tahun 2009
tentang Kesejahteraan Sosial menjelaskan bahwa rehabilitasi sosial adalah
proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan
seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam
kehidupan masyarakat.
Sedangkan dalam Pasal 1 ayat 17 Undang-undang No. 39 Tahun 2009
tentang Narkotika menjelaskan bahwa rehabilitasi sosial adalah suatu proses
kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar
bekas pecandu narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam
kehidupan masyarakat.
2. Tahapan Rehabilitasi Sosial
Terdapat 7 (tujuh) tahapan dalam melaksanakan rehabilitasi sosial,
yaitu:
a. Pendekatan awal. Merupakan rangkaian yang mengawali
keseluruhan proses rehabilitasi sosial, terdiri atas kegiatan
21
sosialisasi dan konsultasi, identifikasi, motivasi, seleksi dan
penerimaan.
b. Pengungkapan dan pemahaman masalah. Merupakan kegiatan
mengumpulkan, menganalisis dan merumuskan masalah,
kebutuhan, potensi dan sumber yang meliputi aspek fisik, psikis,
sosial, spiritual dan budaya.
c. Penyusunan rencana pemecahan masalah. Merupakan kegiatan
penyusunan rencana pemecahan masalah berdasarkan hasil
pengungkapan dan pemahaman masalah meliputi penentuan tujuan,
sasaran, kegiatan, metoda, strategi dan teknik, tim pelaksana, waktu
pelaksanaan dan indikator keberhasilan.
d. Pemecahan masalah. Merupakan pelaksanaan kegiatan dari rencana
pemecahan masalah yang telah disusun.
e. Resosialisasi. Merupakan kegiatan menyiapkan lingkungan sosial,
lingkungan pendidikan dan lingkungan kerja.
f. Terminasi. Merupakan kegiatan pengakhiran rehabilitasi sosial
kepada korban penyalahgunaan NAPZA.
g. Bimbingan Lanjut. Merupakan bagian dari penyelenggaraan
rehabilitasi sosial sebagai upaya yang diarahkan kepada klien yang
telah selesai mengikuti proses rehabilitasi sosial, baik di dalam
maupun di luar lembaga.14
14 Peraturan Menteri Sosial No. 26 tahun 2012 tentang Standar Rehabilitasi Sosial Korban
Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya.
22
B. Pekerjaan Sosial Koreksional (Correctional Social Work)
1. Pengertian Pekerjaan Sosial Koreksional
Dalam lembaga pemasyarakatan mempunyai suatu profesi pekerjaan
sosial atau biasa dikatakan dalam lembaga pemasyarakatan yaitu perugas
pemasyarakatan yang membantu narapidana. Adapun pekerjaan sosial di
setting koreksional merupakan sub sistem pada sistem peradilan pidana.
Pekerjaan sosial koreksional adalah pelayanan profesional pada seting
koreksional yang meliputi lembaga pemasyarakatan, rumah tahanan, bapas
narkotika dan seting lain dalam sistem peradilan Indonesia yang bertujuan
untuk membantu pemecahan masalah klien serta dapat meningkatkan
keberfungsian sosialnya.15
2. Fungsi Pekerja Sosial Koreksional
Dalam melaksanakan peranan sebagai pekerja sosial di bidang
koreksional, maka pekerja sosial memiliki fungsinya sebagai pekerja sosial
dalam pelayanan koreksional. Berikut fungsi pekerjaan sosial koreksional,
adalah :
a. Membantu narapidana memperkuat motivasinya.
b. Memberikan kesempatan kepada narapidana untuk menyalurkan
perasaannya dan memberikan informasi kepada narapidana.
c. Membantu pelanggar hukum untuk membuat keputusan-keputusan.
d. Membantu napidana merumuskan situasi yang dialaminya.
15 Dikutip dari blog Bambang Rustanto, dosen STKS, http://bambang-
rustanto.blogspot.com/2015/03/pekerja-sosial-koreksional.html. Diakses pada hari selasa, 28 April
2015.
23
e. Memberikan bantuan dalam hal merubah atau memodifikasi
lingkungan keluarga dan lingkungan dekat.
f. Membantu pelanggar hukum mengorganisasi kembali pola-pola
perilakunya dan memfasilitasi kegiatan rujukan.
Maksud dari fungsi pekerjaan sosial diatas adalah bahwa setiap orang
dapat mengalami ketidakmampuan untuk melaksanakan fungsi sosialnya.
Karena itu mereka membutuhkan bantuan dari pihak lain untuk menentukan
tujuan dan aspirasi bagi dirinya serta dapat mengambil keputusan yang akan
dilaksanakan untuk mencapai suatu tujuan. Fungsi pekerjaan sosial adalah
membantu mereka yang membutuhkan pertolongan, seperti narapidana yang
oleh berbagai alasan tidak mampu menghilangkan tekanan-tekanan psikis
dalam kehidupannya di masyarakat.
C. Sistem Pemasyarakatan dalam Pekerjaan Sosial Koreksional
Program pemasyarakatan dalam pekerjaan sosial koreksional dimaksudkan
terutama untuk pencegahan dan retribusi, dan program lain yang dirancang untuk
mereformasi pelanggar16
. Adapun program tersebut adalah sebagai berikut :
1. Konseling
Tujuannya konseling adalah untuk mengidentifikasi masalah spesifik
masing-masing pelaku (termasuk alasan yang memotivasi dia untuk terlibat
dalam kegiatan kriminal), dan kemudian mengembangkan program-program
khusus untuk memenuhi kebutuhan ini. Kebutuhan dapat mencakup
berbagai macam bidang termasuk kesehatan, psikis, keuangan, keluarga dan
16 Charles Zastrow, Introduction to Social Welfare Institutions: Social Problems, Services
and Current Issues (Chicago: The Dersey Press, 1986), h. 288.
24
hubungan teman sebaya, perumahan, pendidikan, pelatihan kejuruan, dan
pekerjaan. Perhatian juga diberikan kepada sikap kriminal, motif, hubungan
kelompok dan rekan, dan rasionalisasi mengenai kriminalitas.
2. Pendidikan
Pendidikan di penjara memiliki dua tujuan, yang pertama untuk
memperoleh pelatihan akademis formal sebanding dengan sekolah dan yang
kedua adalah tujuan asrama dari sosialisasi ulang narapidana sikap dan
perilaku. Untuk mencapai tujuan tersebut penjara menggunakan program
TV, film, perpustakaan, instruksi kelas dalam mata pelajaran akademik
(meliputi SD, SMP, dan kadang-kadang bahkan materi tingkat perguruan
tinggi), program keagamaan, diskusi kelompok, dan program rekreasi.
3. Pelatihan Kejuruan
Tujuan dari program ini adalah untuk melatih narapidana dalam
keterampilan pekerjaan yang cocok untuk kapasitas mereka yang akan
mempersiapkan mereka untuk bekerja.
4. Kebaikan
Kebaikan memungkinkan papan ulasan lembaga pemasyarakatan
untuk membebaskan tahanan sebelumnya jika narapidana telah
mempertahankan perilaku yang baik. Ini dirancang untuk membuat
penghuni bertanggung jawab atas perilaku mereka.17
17 Ibid, h. 294-298.
25
D. Pembinaan
1. Pengertian Pembinaan
Dalam Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan
Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyaraktan menjelaskan
bahwa pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, profesional,
kesehatan jasmani dan rohani narapidana dan anak didik pemasyarakatan.
Pelaksanaan pembinaan pemasyarakatan didasarkan atas prinsip-prinsip
sistem pemasyarakatan untuk merawat, membina, mendidik dan
membimbing warga binaan dengan tujuan agar menjadi warga yang baik
dan berguna.
Pembinaan di sini dapat diartikan sebagai pembaharuan aspek
kepribadian seseorang yang dilakukan melalui proses belajar, baik melalui
pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah. Hal ini seperti dan
sesuai dengan pengertian pembinaan menurut Endang Sumantri, bahwa
pembinaan adalah suatu upaya atau usaha pendidikan baik formal maupun
non-formal yang dilaksanakan secara sadar, terencana, teratur dan
bertanggungjawab dalam rangka memperkenalkan, menumbuhkan,
membimbing dan mengembangkan dasar-dasar kepribadian yang seimbang,
utuh, selaras dalam rangka memberikan kemampuan sebagai alat untuk
menabah, meningkatkan dan mengembangkan dirinya serta lingkungan ke
arah tercapainya martabat, mutu dan kemampuan manusiawi yang optimal
dan pribadi mandiri.18
18 Badan Penasehat Perkawinan, Perselisihan dan Perceraian BP4, Membina Keluarga
Bahagia dan Sejahtera (Jakarta: BP4, 1994).
26
Pembinaan hampir sama dengan bimbingan. Bimbingan secara harfiah
dapat diartikan sebagai memajukan, memberi jalan, atau menuntun orang
lain ke arah tujuan yang bermanfaat bagi hidupnya di masa kini dan masa
mendatang.19
Dan juga dapat disebut sebagai suatu proses belajar individu
melalui usahanya sendiri untuk menemukan dan mengembangkan
kemampuannya agar memperoleh kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan
sosial.20
Jadi dari uraian di atas, penulis berpendapat bahwa pengertian
pembinaan adalah berusaha membentuk manusia untuk menjadi yang lebik
baik dan dapat beradaptasi dengan baik terhadap lingkungannya, dan
menata ulang pola hidupnya sehingga dapat melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya dengan tepat, dan berjalan dengan lancar serta
tercapainya tujuan hidup yang layak dan normatif.
2. Asas Pembinaan Pemasyarakatan
Dalam pelaksanaan pembinaan yang dilakukan di lembaga
pemasyarakatan, terdapat asas-asas yang mendasari pembinaan tersebut,
yaitu:
a. Pengayoman, perlakuan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan
dalam rangka melindungi masyarakat dari kemungkinan
diulanginya tindak pidana oleh Warga Binaan Pemasyarakatan agar
menjadi warga yang berguna di dalam masyarakat.
19 HM. Arifin, Pokok-pokok Pikiran Tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama (Jakarta:
Bulan Bintang, 1985), h. 18. 20 Abu Ahmad, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah (Semarang: Toha Putra, 1977), h. 8.
27
b. Persamaan perlakuan dan pelayanan, pemberian perlakuan dan
pelayanan yang sama kepada Warga Binaan Pemasyarakatan tanpa
membeda-bedakan orang.
c. Pendidikan dan pembimbingan, bahwa penyelenggaraan
pendidikan dan bimbingan dilaksanakan berdasarkan Pancasila,
antara lain penanaman jiwa kekeluargaan, keterampilan,
pendidikan kerohanian, dan kesempatan untuk menunaikan ibadah.
d. Penghormatan harkat dan martabat manusia, bahwa sebagian orang
yang tersesat Warga Binaan Pemasyarakatan harus tetap
diperlakukan sebagai manusia.
e. Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan,
Warga Binaan Pemastarakatan harus berada dalam lapas untuk
jangka waktu tertentu, sehingga negara mempunyai kesempatan
penuh untuk memperbaikinya.
f. Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan
orang-orang tertentu, walaupun Warga Binaan Pemasyarakatan
berada di lapas tetapi harus tetap didekatkan dan dikenalkan
dengan masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat,
antara lain berhubungan dengan masyarakat dalam bentuk
kunjungan, hibulan ke dalam lapas dari anggota masyarakat yang
bebas, dan kesempatan berkumpul bersama sahabat dan keluarga
seperti program cuti mengunjungi keluarga.21
21 Undang-undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
28
3. Tujuan Pembinaan
Tujuan pembinaan adalah kesadaran. Untuk memperoleh kesadaran
dalam diri seseorang, maka seseorang harus mengenal diri sendiri. Diri
sendiri yang akan mampu merubah seseorang untuk menjadi lebih baik,
lebih maju, lebih positif. Tujuan pembinaan dapat dibagi dalam tiga hal
yaitu :
a. Setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan tidak lagi melakukan
tindak pidana.
b. Menjadi manusia yang berguna, berperan aktif dan kreatif dalam
membangun bangsa dan negaranya.
c. Mampu mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
mendapatkan kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.22
4. Pola Pembinaan
Menurut Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan
Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan yang salah
satunya adalah hak untuk mendapatkan asimilasi dengan 6 (enam) bentuk
pola pembinaan, antara lain :
a. Pembinaan mental spiritual yang bertujuan untuk meningkatkan
keimanan dan ketakwaan melalui kesadaran beragama. Usaha ini
diperlukan untuk memberikan pengertian agar narapidana dapat
menyadari akibat perbuatan yang telah dilakukannya selama ini.
22 C. I. Harsono Hs, Sistem Baru Pembinaan Narapidana (Jakarta: Djambatan, 1995), h.
47-48.
29
b. Pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara. Usaha ini
dilaksanakan melalui pemahaman wawasan kebangsaan, termasuk
menyadarkan narapidana agar menjadi warga negara yang dapat
memberikan sumbangsihnya kepada bangsa dan negara.
c. Pembinaan kemampuan intelektual, baik melalui pendidikan formal
maupun nonformal seperti program kejar paket A atau melanjutkan
pendidikannya di sekolah umum.
d. Pembinaan kesadaran hukum yang diberikan melalui penyuluhan
hukum. Pembinaan ini menanamkan pemahaman bagi narapidana
terhadap norma dan kaedah hukum, agar tidak melanggar hukum.
e. Pembinaan kemandirian. Tujuan pembinaan ini untuk
meningkatkan kemampuan narapidana melalui kegiatan kerja.
f. Pembinaan dalam hal mengintegrasikan diri dengan masyarakat.
Pengintegrasian diri ini bertujuan untuk memperbaiki hubungan
narapidana dengan masyarakat di lingkungannya kelak sesudah
selesai menjalani hukumannya di lembaga pemasyarakatan.
Pembinaan tersebut memberi kesempatan untuk mengembangkan
aspek-aspek pribadi yang ada pada diri narapidana yang bersifat
seluas-luasnya.
Kewajiban yang harus dilaksanakan oleh warga binaan yaitu bahwa
setiap narapidana wajib mengikuti program pendidikan dan bimbingan
agama sesuai dengan agama dan kepercayaannya. Kewajiban warga binaan
ditetapkan pada Undang-undang tentang Pemasyarakatan Pasal 15 yaitu:
30
a. Narapidana wajib mengikuti secara tertib program pembinaan dan
kegiatan tertentu
b. Ketentuan mengenai program pembinaan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintahan.
5. Metode Pembinaan
Dalam membina narapidana, dapat digunakan banyak metode
pembinaan. Metode pembinaan merupakan cara dalam penyampaian materi
pembinaan, agar dapat secara efektif dan efisien diterima oleh narapidana
dan dapat menghasilkan perubahan dalam diri narapidana, baik perubahan
dalam berpikir, bertindak atau dalam bertingkahlaku.
a. Pendekatan dari atas (Top down approach)
Dalam pembinaan ini, materi pembinaan berasal dari pembina,
atau paket pembinaan bagi narapidana telah disediakan dari atas.
Narapidana tidak ikut menentukan jenis pembinaan yang akan
dijalaninya, tetapi langsung saja menerima pembinaan dari para
pembina.
b. Pendekatan dari bawah (Bottom up approach)
Pendekatan pembinaan narapidana dari bawah merupakan suatu
cara pembinaan narapidana dengan memperhatikan kebutuhan
pembinaan atau kebutuhan belajar narapidana. Tidak setiap
narapidana mempunyai kebutuhan belajar yang sama, minat belajar
31
yang sama. Semua sangat tergantung dari pribadi narapidana sendiri,
dan fasilitas yang dimiliki oleh lembaga pemasyarakatan.23
E. Teori Perubahan Perilaku
Menurut Prof. Noch, kriminalitas manusia normal adalah akibat, baik dari
faktor keturunan maupun dari faktor lingkungan, di mana kadang-kadang faktor
keturunan dan kadang-kadang pula faktor lingkungan memegang perana utama,
dan di mana kedua faktor itu juga dapat saling mempengaruhi.24
Faktor keturunan dan faktor lingkungan masing-masing bukan merupakan
satu faktor saja, melainkan suatu gabungan faktor. Gabungan faktor itu senantiasa
saling mempengaruhi sehingga pada akhirnya peranan faktor-faktor dalam
lingkungan itulah yang memegang peranan yang lebih utama dari pada peranan
faktor-faktor keturunan di dalam perkembangan tingkah laku kriminal pada
manusia normal.
1. Moral Development Theory
Psikolog Lawrence Kohlberg, menemukan bahwa pemikiran moral
tumbuh dalam tiga tahan. Pertama, preconventional stage atau tahap pra-
konvensional. Di sini aturan moral dan nilai-nilai moral anak terdiri atas
“lakukan” dan “jangan lakukan” untuk menghindari hukuman. Menurut
teori ini, anak-anak di bawah umur 9 hingga 11 tahun biasanya berpikir
pada tinggat pra-konvensional.
Remaja biasanya berpikir pada conventional level (tingkat
konvensional). Pada tingkatan ini, seorang individu meyakini dan
23 Ibid, h. 344-347. 24 Gerungan, W. A., Psikologi Sosial (Bandung: Reflika Aditama, 2004), h. 212.
32
mengadopsi nilai-nilai dan aturan masyarakat. Lebih jauh lagi, mereka
berusaha menegakan aturan-aturan itu.
Akhirnya, pada tingkatan poskonvensional (postconventional level)
individu-individu secara kritis menguji kebiasaan-kebiasaan dan aturan-
aturan sosial sesuai dengan perasaan mereka tentang hak-hak asasi
universal, prinsip-prinsip moral dan kewajiban-kewajiban. Tingkat
pemikiran moral seperti ini umumnya dapat dilihat setelah usia 20 tahun.
2. Social Learning Theory
Ada beberapa jalan kita mempeljari tingakah laku, melalui observasi,
pengalaman langsung, dan penguatan yang berbeda.
a. Observation Learning berpendapat bahwa individu mempelajari
kekerasan dan agresi melalui behavioral modeling. Anak belajar
bagaimana bertingkah laku malalui peniruan tingkah laku orang
lain.
b. Patterson dan kawan-kawan menguji bagaimana agresi dipelajari
melalui pengalaman langsung (direct experience). Anak-anak yang
be rmain secara pasif sering menjadi korban anak-anak yang
lainnya, tetapi kadang-kadang berhasil mengatasi serangan itu
dengan agresi balasan. Dengan berlalunya waktu, anak ini belajar
membela diri dan pada akhirnya mereka memulai perkelahian.
c. Menurut teori differential association-reinforcement, berlangsung
terusnya tingkah laku kriminal tergantung pada apakah ia diberi
penghargaan atau diberi hukuman. Penghargaan dan hukuman yang
33
paling berarti adalah yang diberikan oleh kelompok yang sangat
penting dalam kehidupan si individu. Jika tingkah laku kriminal
mendatangkan penghargaan maka ia akan terus bertahan.25
F. Model Intervensi
1. Terapi Individu (Social Case Work Method)
Metode Bimbingan Sosial Individu menekankan pada pertolongan
secara khusus terhadap individu yang mengalami masalah tersebut. Dalam
metode ini, paling sering menggunakan cara konseling.
Konseling adalah salah satu teknik dalam gugus pendekatan pekerjaan
sosial dengan individu yang dikenal dengan nama metode casework atau
terapi perseorangan. Terapi perseorangan melibatkan serangkaian strategi
dan teknik pekerjaan sosial yang ditujukan untuk membantuk individu-
individu yang mengalami masalah secara perseorangan atau berdasarkan
relasi satu per satu (one-to-one relation).26
Konseling pada dasarnya merupakan suatu keahlian yang diperoleh
melalui pendidikan dan pelatihan khusus. Namun demikian konseling
bukanlah suatu peristiwa mistik maupun magic. Meskipun pelatihan dan
pengalaman dalam konseling sangat penting, setiap orang memiliki potensi
untuk memberikan pertolongan kepada orang lain melalui proses mendengar
dan berbicara mengenai masalah-masalah yang dihadapinya.27
a. Konseling Berdasarkan Perspektif Pekerja Sosial
25 Ibid, h. 53-56. 26 Edi Suharto, Pekerjaan Sosial di Dunia Industri - Memperkuat Corporate Social
Responcibility, (Bandung: Alfabeta, 2009), h. 25. 27 Ibid, h. 27.
34
Berdasarkan perspektif pekerja sosial, konseling dapat dilakukan
melalui tiga tahap, yakni membangun relasi (building a relationship),
menggali masalah secara mendalam (exploring problems in depth) dan
menggali solusi alternatif (exploring alternative solitions).
b. Konseling Berdasarkan Perspektif Klien
Konseling dapat pula dilakukan dilihat dari perpsektif atau
kepentingan klien. berdasarkan perspektif ini, proses konseling terdiri
dari delapan tahapan kegiatan. Di antaranya yaitu kesadaran masalah
(problem awareness), relasi dengan konselor (relationship to
counselor), motivasi (motivation), konseptualisasi masalah
(conceptualizing the problem), penggalian strategi-strategi pemecahan
masalah (exploring resolution strategies), pemilihan strategi (selection
of strategy), implementasi strategi (implementation of the strategy)
dan evaluasi (evaluation).
Kedelapan tahapan ini ditandai oleh kalimat-kalimat kunci yang
harus diyakini oleh klien manakala akan melakukan konseling
bersama konselor atau pekerja sosial.
Keuntungan dari perspektif ini adalah memberikan kerangka
bagi perbaikan keberhasilan proses konseling. Manakala konseling
tidak membantu memperbaiki masalah klien, keranga ini mampu
memberi indikasi melalui pengidentifikasian kalimat kunci yang
dinyatakan sendiri oleh klien (self-talk). Melalui perspektif ini, alasan-
alasan mengapa tidak ada kemajuan dalam konseling dapat diketahui
35
secara dini dan kemudian perubahan-perubahan yang perlu dilakukan
dapat segera dirumuskan.
2. Terapi Kelompok (Social Group Work Method)
Terapi kelompok adalah salah satu metoda pekerjaan sosial yang
menggunakan kelompok sebagai media dalam proses pertolongan
profesionalnya. Terdapat beberapa alasan mengapa kelonpok dipandang
sebagai media yang penting dalam proses pertolongan pekerjaan sosial. Di
antaranya adalah karena orang-orang yang terlibat dalam kelompok terlibat
relasi, interaksi dan saling mempengaruhi satu sama lain. Mereka saling
berbagi pengalaman, berbagi tujuan dan berbagi cara mengatasi suatu
masalah, yang tidak selalu mungkin dilakukan secara sendiri-sendiri. Selain
itu, metode ini lebih efisien dilihat dari segi waktu, tenaga dan dana karena
proses pemecahan masalah tidak dilakukan secara satu per satu, melainkan
bersama-sama.
Dalam kasus ini, jenis kelompok yang terdapat di lembaga
pemasyarakatan adalah kelompok sosialisasi (socialization group). Tujuan
dibentuknya kelompok ini adalah untuk mengembangkan atau merubah
sikap-sikap dan perilaku para anggota kelompok agar lebih dapat diterima
secara sosial. Kelompok sosialisasi biasanya memfokuskan pada
pengembangan keterampilan sosial, peningkatan kepercayaan diri dan
perencaraan masa depan.28
28 Ibid, h. 43
36
G. Narapidana
1. Pengertian Narapidana dan Warga Binaan Pemasyarakatan
Menurut Undang-undang No. 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan,
narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di
Lembaga Pemasyarakatan. Dalam pengertian sehari-hari narapidana adalah
orang-orang yang telah melakukan kesalahan menurut hukum dan harus
dimasukkan ke dalam penjara. Menurut Ensiklopedia Indonesia, status
narapidana dimulai ketika terdakwa tidak lagi dapat mengajukan banding,
pemeriksaan kembali perkara atau tidak ditolak permohonan agrasi kepada
presiden atau menerima keputusan hakim pengadilan. Status terdakwa
menjadi status terhukum dengan sebutan napi sampai terhukum selesai
menjalani hukuman (penjara) atau dibebaskan.29
Harsono mengatakan bahwa narapidana adalah seseorang yang telah
dijatuhkan vonis bersalah oleh hakim dan harus menjalani hukuman.
Sedangkan Wilson mengatakan narapidana adalah manusia bermasalah yang
dipisahkan dari masyarakat untuk belajar bermasyarakat dengan baik.
Jadi, narapidana adalah manusia yang melanggar norma hukum yang
berlaku kemudian mendapatkan vonis dari hakim untuk menjalani masa
hukuman dan dibina di suatu tempat, yaitu lembaga pemasyarakatan, ingga
kelak dia bisa kembali bermasyarakat dengan baik.
29 Tim Pengkajian Hukum Tentang Sistem Pembinaan Narapidana Berdasarkan Prinsip
Restorative Justice, Tim Kerja Pengkajian Umum, Badan Pembinaan Hukum Nasional
Kementerian Hukum dan HAM RI tahun 2012.
37
2. Hak-hak Narapidana
Selama menjalani masa tahanan di dalam lapas, narapidana
mempunyai hak-hak sebagai berikut:
a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaan;
b. Mendapatkan perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani;
c. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran;
d. Mendapatkan pelayanan kesehatan;
e. Menyampaikan keluhan;
f. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa
lainnya yang tidak dilarang;
g. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan;
h. Menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang
tertentu lainnya;
i. Mendapatkan pengurangan masa pidana;
j. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi
keluarga;
k. Mendapatkan pembebasan bersyarat;
l. Mendapatkan cuti menjelang bebas; dan
m. Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.30
30 Undang-undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.
38
H. Lembaga Pemasyarakatan
1. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan
Di dalam pasal 1 ayat 3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor
12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan disebutkan bahwa lembaga
Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut lapas adalah tempat untuk
melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Pada
dasarnya tempat pemberdayaan bagi narapidana atau orang yang terpidana
haruslah tempat di mana nantinya membuat terpidana menjadi jera serta
berdaya setelah melewati masa penahanan. Adanya sebuah lembaga
pemasyarakatan bagi orang yang terpidana awalnya dimaksudkan untuk
membatasi ruang gerak narapidana atau hilangnya kebebasan, serta menjadi
perlindungan hukum bagi korban, serta bagi pelaku tindakan kriminal agar
tidak saling main hakim.31
Secara filosofis Pemasyarakatan adalah sistem pemidanaan yang
sudah jauh bergerak meninggalkan filosofi Retributif (pembalasan),
Deterrence (penjeraan), dan Resosialisasi. Dengan kata lain, pemidanaan
tidak ditujukan untuk membuat derita sebagai bentuk pembalasan, tidak
ditujukan untuk membuat jera dengan penderitaan, juga tidak
mengasumsikan terpidana sebagai seseorang yang kurang sosialisasinya.
Pemasyarakatan sejalan dengan filosofi reintegrasi sosial yang berasumsi
kejahatan adalah konflik yang terjadi antara terpidana dengan masyarakat.
31 C. I. Harsono Hs, Sistem Baru Pembinaan Narapidana (Jakarta: Djambatan, 1995), h. 79.
39
Sehingga pemidanaan ditujukan untuk memulihkan konflik atau
menyatukan kembali terpidana dengan masyarakatnya (reintegrasi).32
2. Fungsi Lembaga Pemasyarakatan
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan membahasnya sebagai berikut :
“Bagi negara Indonesia yang berdasarkan pancasila, pemikiran-
pemikiran baru mengenai fungsi pemidanaan yang tidak lagi sekedar
penjeraan tetapi juga merupakan suatu usaha rehabilitasi dan integrasi
sosial warga binaan pemasyarakatan telah melahirkan suatu sistem
pembinaan yang sejak lebih dati tiga puluh tahun yang lalu dikenal
dan dinamakan sistem pemasyarakatan.”
Menurut Saharjo, bahwasannya narapidana itu adalah orang yang
sedang tersesat yang mempunyai waktu dan kesempatan bertaubat, yang
dalam keberadaannya perlu mendapat pembinaan. Serta taubat tidak dapat
dicapai dengan hukuman dan penyiksaan, tetapi dengan bimbingan agar
kelak berbahagia di dunia dan akhirat.33
Dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa fungsi lembaga
pemasyarakatan selain dijadikan tempat pelaksanaan hukuman bagi
terpidana, namun juga tempat untuk dilaksanakannya bimbingan dan
pembinaan agar kelak para pelaku pidana bisa menjadi manusia yang lebih
baik dan tidak melakukan kejahatan di kemudian hari.
Dengan fungsi tersebut, sebenarnya banyak hal positif yang bisa
didapat oleh narapidana. Selain diberikannya kesempatan untuk bertaubat,
narapidana juga terhindar dari amarah masyarakat yang bisa saja melakukan
32 Artikel ini diakses di http://www.kumham-jakarta.info/pelayananpublik/layanan-
pas/selayang-pandang pada tanggal 6 Oktober 2014. 33 Petrus Irwan Panjaitan, Pandapotan Simorangkir, Lembaga Pemasyarakatan: Dalam
Perspektif Sistem Peradilan Pidana (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995), h. 49.
40
tindakan tindakan seperti main hakim sendiri, baik dari keluarga korban
ataupun masyarakat umum.
3. Tujuan Lembaga Pemasyarakatan
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang
tertulis di pasal 2 menegaskan bahwa sistem pemasyarakatan
diselenggarakan dalam rangka membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan
(WBP) agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan,
memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat
diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam
pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan
bertanggung jawab.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulakan bahwa tujuan lembaga
pemasyarakatan yaitu sebagai tempat di mana para tindak pidana bisa benar-
benar bertaubat, menjadi manusia yang lebih baik, melalui bimbingan,
pembinaan dan pelatihan-pelatihan yang kemudian bisa kembali ke
masyarakat dengan baik, dan bisa menjalankan fungsi sosialnya sebagai
mana mestinya.
4. Klasifikasi Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia
Lembaga pemasyarakatan diklasifikasikan berdasarkan kapasitas
hunian atau daya tapung narapidana, yaitu:
a. Lembaga Pemasyarakatan Klas I : Kapasitas hunian standar >
1.500 orang.
41
b. Lembaga Pemasyarakatan Klas II A : Kapasitas hunian standar >
500 – 1.500 orang.
c. Lembaga Pemasyarakatan Klas II B : Kapasitas Hunian standar <
500 orang.34
Dalam Ordonasi 10 Desember 1917 atau yang lebih dikenal dengan
sebutan Gestichtenreglement (Reglemen Penjara) disebutkan bahwa orang-
orang yang terpidana penjara dibagi menjadi 4 (empat) kelas, yaitu:
a. Kelas I, yaitu:
- Orang yang terpidana penjara seumur hidup;
- Orang yang terpidana penjara untuk sementara, yang tidak
dapat dikendalikan atau berbahaya untuk keamanan para
pegawai penjara atau sesama terpidana.
b. Kelas II, yaitu:
- Orang yang dipidana penjara lebih dari 3 (tiga) bulan pada
permulaan pidananya, bila mereka tidak perlu dimasukkan
dalam kelas I;
- Orang yang dipidana penjara dari kelas satu yang dinaikkan ke
kelas II;
- Orang yang dipidana penjara dari kelas III yang diturunkan ke
kelas II.
c. Kelas III, yaitu:
- Orang-orang yang dipidana penjara dari kelas II, yang selama
6 bulan berturut-turut berkelakuan baik.
34 Artikel ini diadaptasi dari https://lpcipinangsatu.wordpress.com/about-us, diakses pada
tanggal 14 September 2015.
42
- Kalau kelakuannya tercela, maka orang terpidana kelas III
diturunkan ke kelas II.
d. Kelas IV, yaitu: Orang-orang yang dipidana penjara selama 3
(tiga) bulan atau kurang dari 3 bulan.
43
BAB III
GAMBARAN UMUM LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS I
CIPINANG
A. Sejarah
Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang adalah unit pelaksana teknis di
bidang pemasyarakatan yang berada dibawah Kementerian Hukum dan HAM RI
cq. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dan bertanggung jawab langsung kepada
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM RI.35
Lembaga Pemasyarakatan Cipinang Jakarta didirikan pada tahun 1912 oleh
kolonial Belanda sebagai tempat pemenjaraan bagi rakyat pribumi yang
melakukan kesalahan hukum, saat itu dengan nama penjara Cipinang. Pada tahun
1926 di Cipinang terjadi pemberontakan oleh para tahanan, para tahanan waktu itu
disebut sebagai tahanan komunis Indonesia oleh pihak kompeni.36
Pada masa Orde Baru tepatnya pada tanggal 26 Februarui 1985 ketik
perubahan nama dari penjara Cipinang menjadi Lapas Cipinang, maka sistem
pemenjaraannya pun berubah menjadi sistem pemasyarakatan, yakni sebuah
lembaga yang menangani pemberdayaan para narapidana. Sehingga sebuah lapas
tidak hanya tempat seseorang menghabiskan waktu hukumannya, tetapi juga di
dalam lapas tersebut terdapat pemberdayaan dan pembinaan, agar setelah para
narapidana selesai menjalani hukuman dapat kembali ke dalam masyarakat
dengan memiliki keahlian yang didapat di dalam lapas.
35 Sumber diadaptasi dari situs resmi Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang,
http://lapascipinang.com/profil/menu-showcase/dropline-menu diakses pada tanggal 20 September
2014. 36 Lapas Cipinang Jakarta, Selayang Pandang Tentang Lembaga Pemasyarakatan Klas I
Cipinang Jakarta Tahun 2008 (Jakarta: Lapas Klas I Cipinang, 2008), h. 2.
44
Di tahun 2003 kompleks Lapas Cipinang Jakarta mengalami renovasi total
bangunan lama. Serta membagi lapas menjadi 4 (empat) bagian yakni Lapas Klas
IIA Narkotik, Rumah Sakit Lapas, Rumah Tahanan Klas I Cipinang dan Lapas
Klas I Cipinang, dengan berbagai keadaan, fasilitas, serta kondisi pengamanan
yang saling berbeda. Dengan merubuhkan bangunan tua yang memiliki arti
sejarah cukup panjang, pemerintah Indonesia merenovasi Lapas Cipinang dengan
bangunan-bangunan baru sehingga Lapas Cipinang merupakan salah satu Lapas
yang memiliki tingkat keamanan super maksimum atau maximum security bagi
narapidananya.
Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang mulai diresmikan pada tanggal
27 April 2006 oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
pada saat itu, Bapak Hamid Awaluddin. Lapas Klas I Cipinang dibentuk
berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman RI No: M.01.PR.07.03 Tahun 1985
Tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemasyarakatan yang beralamat di
Jl. Bekasi Timur No.170 Jakarta Timur. Dari informasi yang peneliti dapat,
Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang kini hadir dengan bangunan baru yang
berkapasitas 902 orang narapidana dan luas tanah sekitar 3 hektar, terdiri dari 3
Blok Hunian yang mencakup 208 kamar.37
B. Visi dan Misi
1. Visi
Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang mempunyai visi sebagai
serikut : Menjadi unit pelaksana teknis Pemasyarakatan yang akuntabel,
37 Wawancara pribadi dengan Pak Suwarno, pada tanggal 5 November 2014.
45
transparan dan profesional di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM
Kantor Wilayah DKI Jakarta.
2. Misi
Pemenuhan hak-hak narapidana berlandaskan nilai-nilai HAM.
Melaksanakan registrasi dan pembinaan narapidana sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Meningkatkan kompetensi dan potensi sumber daya petugas secara
konsisten dan berkesinambungan.
Mengembangkan kerjasama dengan stakeholder.
Melaksanakan tata kehidupan yang aman dan tertib.
Memberikan pelayanan prima kepada masyarakat.
Melaksanakan dan mengelola administrasi secara transparan dan
akuntabel.38
C. Tugas Pokok dan Fungsi
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman RI No: M.01.PR.07.03 Tahun
1985 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemasyarakatan, Tugas Pokok
dan Fungsi Lapas Klas I Cipinang adalah “Melaksanakan Pemasyarakatan
Narapidana dan Anak Didik.”
Sedangkan fungsi Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang adalah sebagai
berikut :
1. Melakukan pembinaan narapidana dan anak didik.
38 Sumber diadaptasi dari situs resmi Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang,
http://lapascipinang.com/profil/menu-showcase/dropline-menu diakses pada tanggal 20 September
2014.
46
2. Memberikan bimbingan, mempersiapkan sarana dan mengelola hasil
kerja
3. Melakukan bimbingan sosial/kerohanian narapidana dan anak didik.
4. Melakukan pemeliharaan keamanan dan tata tertib LAPAS
5. Melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga
47
D. Struktur Organisasi dan Data Pegawai
Gambar 3.1 Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang Jakarta
Ka. Lapas Cipinang
Ka. Bag. Tata Usaha
Ka. Subag. Kepegawaian
Ka. Subag. Keuangan
Ka. Subag. Umum
Ka. KPLP Ka. Bid. Pembinaan Ka. Bid. Admkamtib Ka. Bid. Kegiatan Kerja
Ka. Sie. Registrasi
Ka. Sie. Bimkemasy
Ka. Sie. Perawatan
Ka. Sie. Keamanan
Ka. Sie. Peltatib
Ka. Pengelola Hasil Kerja
Ka. Sie. Sarana Kerja
Ka. Sie. Bimbingan Kerja Satuan Pengamanan
Tahanan/Narapidana
48
Tabel 3.1 Jumlah Pegawai Berdasarkan Fungsi Pada Tahun 2014
Struktural (STU) 17 orang
Satuan Pengamanan (PAM) 206 orang
Pembina (PEM) 31 orang
Dukungan Teknis (DKT) 34 orang
Kesehatan (KES) 18 orang
Jumlah 306 orang
Tabel 3.2 Jumlah Pegawai Berdasarkan Pendidikan Pada Tahun 2014
DS (SD atau SMP) 3 orang
SM (SMA atau SMK) 150 orang
DP (Diploma, termasuk AKIP) 9 orang
S1 125 orang
S2 19 orang
S3 0 orang
Jumlah 306 orang
AKIP 17 orang
Total SDM Pria = 249 orang
Total SDM Wanita = 57 orang
49
E. Status Penghuni
Tabel 3.3 Jumlah Penghuni Berdasarkan Statusnya Pertanggal 7 Oktober 2014
TAHANAN NARAPIDANA
A I (Penyidik) B.I 2751 orang
A II (Kejari) B.IIa 4 orang
A III (PN) 13 orang B.IIb
A IV (PT) 9 orang B.IIIs 26 orang
A V (MA) 11 orang SH 21 orang
MT 9 orang
Reg. C 4 orang
Jumlah 33 orang Jumlah 2816 orang
Tabel 3.4 Jumlah Penghuni Berdasarkan Jenis Kejahatan Pertanggal 7 Oktober 2014
39
JENIS KEJAHATAN NARAPIDANA TAHANAN
Korupsi 5 orang 1 orang
Penyelundupan
Perjudian
Pencurian 7 orang
Pembunuhan 59 orang 1 orang
Perampokan 36 orang 2 orang
Penipuan 14 orang
Narkotika 2436 orang 25 orang
UU Drt. 12/51 9 orang 1 orang
Terorisme 32 orang
Pelanggaran HAM
Lain-lain 218 orang 3 orang
Jumlah 2816 orang 33 orang
Total 2849 orang
Keterangan :
A I : Tahanan Penyidik (Polisi)
A II : Tahanan Kejaksaan
A III : Tahanan Pengadilan Negeri
A IV : Tahanan Pengadilan Tinggi
A V : Tahanan Mahkamah Agung
39 Wawancara Pribadi dengan Bapak Komang, Staf Sesi Registrasi.
50
B I : Narapidana hukuman lebih dari 1 tahun
B IIa : Narapidana hukuman 3-12 bulan
B IIb : Narapidana hukuman 1-3 bulan
B IIIs : Narapidana menjalani subsider (denda sebelum masa habis)
SH : Narapidana hukuman Seumur Hidup
MT : Narapidana hukuman Mati
Reg. C : Narapidana atau Tahanan titipan40
40 Ibid.
51
F. Manajemen Keuangan
Dalam memenuhi semua kebutuhan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I
Cipinang, semua dana berasal dari anggaran pemerintah yang setiap tahunnya
diajukan ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Setiap anggarah yang
diterima dan dipakai untuk keperluan di Lapas Cipinang selalu dilaporkan secara
transparan di website resmi Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang yang bisa
diakses oleh masyarakat umum.
G. Program Rehabilitasi
1. Pembinaan Kepribadian
Pembinaan kepribadian terdapat dua jenis, yaitu pembinaan jasmani
dan rohani. Pembinaan jasmani merupakan pembinaan olahraga berupa :
Tenis Meja
Voli
Badminton
Futsal
Sedangkan pembinaan rohani merpakan pembinaan yang berhubungan
dengan spiritual, yaitu pembinaan keagamaan. Terdapat 4 pembinaan agama
yaitu :
Pembinaan Agama Islam
Pembinaan Agama Kristen Katholik dan Protestan
Pembinaan Agama Budha
Pembinaan Agama Hindu.
52
2. Pembinaan Kemandirian
Pembinaan kepribadian merupakan pembinaan yang bertujuan
memberi pelatihan berupa bimbingan kerja. Bimbingan kerja di sini
meliputi :
Pengelolaan kompos dan lingkungan
Perkayuan
Percetakan dan sablon
Bengkel
Perikanan, pertanaman dan peternakan
Elektronik
Menjahit atau konveksi
53
A. Profil Informan
1. Informan “Sukur”
Nama : “Sukur” (nama samaran)
Usia : 38 tahun
Asal : Jakarta
Status : Duda
Pekerjaan : Pedagang Stiker
Tindak Pidana : Penyalahgunaan Narkotika
Informan “Sukur” merupakan salah satu narapidana yang sudah
menjalankan masa binaan lebih dari satu tahun di Lembaga Pemasyarakatan
Klas I Cipinang, dengan jenis tindakan penyalahgunaan narkoba. “Sukur”
dikenakan Pasal 115 Undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika,
dengan vonis 6 tahun masa tahanan. “Sukur” terbukti memiliki shabu
seberat 2 gram.
“Sukur” merupakan seorang duda yang mempunyai dua anak,
perempuan dan laki-laki. “Sukur” berasal dari suku Sunda-Betawi. Ayahnya
yang memiliki dara Betawi sudah meninggal pada tahun 2002 silam,
sedangkan Ibunya yang berdarah Sunda saat ini tinggal di satu kawasan di
Kabupaten Bogor.
“Sukur” mempunyai tinggi badan kurang lebih 165 cm, badannya
agak kurus namun dengan otot yang sedikit terbentuk. Kulitnya berwarna
sawo matang, matanya agak kecil, alis terbentuk rapi namun tidak terlalu
tebal. Kumisnya agak tidak rata seperti baru akan tumbuh kembali.
Mempunyai jenggot yang lumayan panjang namun hanya beberapa helai.
54
Rambutnya berwarna hitam, namun tidak jelas modelnya karena informan
sering mengenakan peci putih. Hidungnya mancung besar, dengan gigi yang
tertata rapi namun agak sedikit kuning karena dampak rokok.
“Sukur” merupakan anak pertama dari istri kedua seorang karyawan
di salah satu bank swasta di Indonesia. Dari pernikahan yang pertama, ayah
“Sukur” mendapatkan 3 orang anak. Karena sang istri meninggal, maka
ayah harus menikah lagi dengan seorang gadis dan mendapatkan 4 orang
anak. Namun begitu, hubungan “Sukur” dengan saudara-saudara tirinya
berjalan dengan baik dan tidak pernah bertengkar.
“Sukur” lahir di Jakarta dan besar di Jakarta. Namun saat lulus SD,
“Sukur” pindah ke Bogor untuk melanjutkan sekolahnya di Madrasah
Tsanawiyah. Karena himpitan ekonomi, “Sukur” akhirnya mengakhiri
pendidikannya hanya sampai jenjang SMP. Setelah lulus dari MTs, “Sukur”
kembali ke Jakarta dan memulai hidupnya.
Saat kembali ke Jakarta, “Sukur” memulai karirnya dengan berjualan
mie ayam. Sukur kenal dengan seorang pedagang mie ayam di kawasan
Jakarta yang tidak jauh dari rumahnya. Awalnya, Sukur hanya iseng-iseng
ikut berkeliling menjual mie ayam dengan tukang mie ayam tersebut, namun
lama-kelamaan Sukur kadang menggantikan tukang mie ayam tersebut
untuk berdagang.
Sukur akhirnya berhenti berjualan mie ayam. Selanjutnya “Sukur”
menjadi kurir di sebuah perusahaan elektronik. Saat menjadi kurir inilah
“Sukur” menikah.
55
Sukur menikah pertamakalinya pada usia 23 tahun. Istrinya bernama
“Melati” berasal dari Bogor yang juga satu kampung dengan Sukur. Istrinya
merupakan kembang desa di kampungnya. Keluarga besar dari istrinya juga
merupakan keluarga yang baik.
Dari pernikahan pertama Sukur memiliki 2 orang anak, perempuan
dan laki-laki yang saat ini masing-masing duduk di bangku SD dan SMP.
Pada pernikahannya yang pertama, Sukur mulai terpengaruh dengan teman-
teman pergaulannya. Sukur sering pulang larut malam bahkan tidak pulang
sama sekali. Hari-harinya hanya diisi dengan minum-minuman keras, pergi
ke disko bersama teman-temannya. Hingga akhirnya Sukur tergoda dengan
wanita lain. Hal ini menjadi awal kehancuran rumah tangganya. Sang istri
mulai tidak tahan dengan perlakuan Sukur, kemudian meminta Sukur untuk
menceraikannya. Pada tahun 2009 mereka bercerai.
Saat bekerja sebagai kurir, Sukur berkenalan dengan seorang
temannya yang bernama “Bos”. Bos merupakan teman satu profesi Sukur di
perusahaan yang sama. Dari Bos lah Sukur mulai belajar menjadi sales
sticker. Bos yang sudah mulai menjual stiker lebih dulu dari Sukur
mengajarkan cara-cara menjual stiker, dari mulai membeli ke agen sampai
menjual kembali ke toko-toko kecil.
Suatu saat “Sukur” sedang menawarkan produknya di sebuah warung,
di sana “Sukur” bertemu dengan perempuan. Seorang janda satu anak yang
berasal dari Bogor. Saat itu “Sukur” sudah benar-benar ingin berubah dan
berniat untuk membangun rumah tangga kembali. Akhirnya “Sukur”
berkenalan dengan perempuan tersebut yang diketahui bernama “Mawar”.
56
Setelah menikah mereka tinggal bersama di rumah kontrakan di kawasan
Jakarta Pusat dan tidak jauh dari rumah orang tua “Sukur”
Mengingat pekerjaan “Sukur” sebagai sales sticker, sering kali
“Sukur” pulang tidak tepat waktu. Kadang dia pulang saat magrib, kadang
malam karena tidak tentu mengirim barang kemana-mana dan jaraknya
jauh-jauh. Namun sang istri tidak menerima kondisi tersebut. Istrinya juga
sangat pencemburu. Sering kali dia marah-marah dan mengungkit-ungkit
mantan istri “Sukur” yang bernama “Melati”. Dia selalu beranggapan bahwa
“Sukur” akan kembali dengan mantan istrinya tersebut.
Pada suatu hari “Sukur” pulang larut malam karena habis mengantar
“Bos” ke pabrik untuk ambil barang. Namun sesampainya di rumah,
“Mawar” menyambutnya dengan wajah cemberut. Selayaknya seorang
suami, “Sukur” meminta istrinya untuk melayaninya. Namun “Mawar”
tidak mau, malah ketus terhadapnya dan marah-marah tidak karuan.
Kejadian itu berlangsung selama 2 minggu.
Akhirnya “Sukur” pergi ke rumah mertuanya dan menanyakan
langsung permasalahan rumah tangga mereka kepada mertuanya. Saat itu
“Mawar” meminta untuk menceraikannya. Permintaan itupun akhirnya
dikabulkan.
Setelah bercerai, “Sukur” tinggal sendiri di rumah kontrakan yang
sebelumnya dia tempati bersama “Mawar”. Saat itu pula dia merasa
terpukul. Dia merasa sangat sedih dan kecewa atas kegagalan rumah tangga
yang kedua kalinya.
57
Kehidupan sehari-harinya berjalan seperti biasa. Dia tetap berdagang
stiker. Sampai akhirnya “Bos” melihat “Sukur” yang selalu murung. Dari
situlah “Bos” yang ternyata sudah lama menjadi pengguna narkoba,
mengajak “Sukur” untuk memakai shabu dengan alasan agar pikiran
“Sukur” menjadi fresh.
Awalnya “Sukur” menolak, namun akhirnya “Sukur” diajak oleh
“Bos” ke rumah temannya di mana dia suka mengadakan pesta narkoba.
Dari sana akhirnya “Sukur” menjadi pengguna narkoba jenis shabu.
Kejadian ini terulang sampai 3 kali.
Berikut ini adalah ecomap informan “Sukur” :
Gambar 3.2 Ecomap Informan “Sukur”
Istri 1
Melati
“SUKUR”
Ibu
Istri 2
Mawar
Anak 1
dan 2
Kakak
Tiri
“Wowo”
“Bos”
58
Keterangan :
: mempunyai hubungan biasa saja, tidak saling
mempengaruhi satu sama lain.
: mempunyai hubungan yang sangat kuat, saling
memberikan dukungan dan motifasi.
: mempunyai hubungan yang kuat, dan sangat
memberikan dukungan, semangat, hal positif kepada
“Sukur”.
: mempunyai hubungan yang tidak baik serta
memberikan dampak negatif kepada “Sukur”.
: mempunyai hubungan yang sangat baik kepada
“Sukur”, namun memberikan dampak yang sangat
tidak baik. Dan ini harus dihapuskan.
59
2. Informan “Damar”
Nama : “Damar” (nama samaran)
Usia : 50 tahun
Asal : Kediri
Status : Duda
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Tindak Pidana : Kekerasan Dalam Rumah Tangga
“Damar” merupakan informan yang kedua yang peneliti wawancarai.
“Damar” yang berperawakan gemuk dan mempunyai tinggi kurang lebih
165 cm, berkulit sawo matang kecokelatan, potongan rambut seperti TNI
dan beruban di sebagian helai rambutnya. Matanya agak belo, hidungnya
tidak mancung dan agak besar. Bibirnya agak kehitaman karena “Damar”
merupakan perokok aktif sebelum masuk ke lapas juga gigi yang agak
kuning. Matanya berwarna keabu-abuan. Di antara ketiga informan ini,
“Damar” merupakan yang paling tua, usianya sudah 50 tahun.
“Damar” merupakan narapidana yang sudah menjalani masa binaan
lebih dari satu tahun dengan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga.
Dia dikenakan Pasal 44 ayat 2, Undang-undang No. 23 tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dengan hukuman 7 tahun
masa tahanan.
“Damar” berasal dari suku Jawa. Kedua orang tuanya berasal dari
Kediri. Dia pun lahir di Kediri, namun saat dia masih kecil dia harus ikut
pindah bersama orang tuanya yang dinas di Jakarta dan menempati rumah
dinas yang telah disediakan dari tempat ayahnya bekerja, saat itu ayahnya
60
adalah seorang Pegawai Negeri Sipil. Sebelum menjadi narapidana,
kehidupan “Damar” bisa dibilang mewah. Sebelumnya dia bekerja di
perusahaan susu dan mempunyai jabatan yang bisa dibilang tinggi. Dia
mulai berkarir di sana sejak tahun 1992.
“Damar” merupakan duda beranak 1 yang saat ini sedang
menjalankan masa belajar di kelas 3 SMA di sebuah sekolah swasta di
kawasan Jakarta Timur yang tidak jauh dari rumahnya. Istrinya meninggal
pada tahun 2003 karena sakit.
Pada tahun 2010, “Damar” bertemu dengan “Hajah” yang saat itu juga
menjanda dan mempunyai 2 orang anak. “Hajah” merupakan tetangga satu
komplek dengan “Damar”. Hanya berbeda blok saja, namun mereka kerap
kali bertemu saat shalat berjamaah di masjid komplek. Sebenarnya “Damar”
sudah kenal lama dengan “Hajah”, namun hanya sebatas tetangga, tidak
lebih dan tidak mempunyai perasaan apa-apa.
Seiring berjalannya waktu mereka semakin dekat hingga akhirnya
mereka menikah. Namun pernikahan mereka hanya pernikahan dalam
agama saja, tidak dicatat di KUA. Dengan kata lain mereka menikah siri.
“Hajah” yang berusia 13 tahun lebih tua dari “Damar” tidak ingin uang
pensiunan almarhum suaminya dihentikan karena pernikahan ini, maka
karena adalan itu mereka menikah siri.
Namun ternyata pernikahan mereka tidak mendapat restu dari adik
“Hajah” yang bernama “Tati”. “Tati” merasa derajatnya lebih tinggi
dibandingkan dengan “Damar”. Meski diakui bahwa “Hajah” berasal dari
61
keluarga kaya dan kebanyakan dari mereka bekerja sebagai Pegawai Negeri
Sipil, termasuk almarhum suami “Hajah”.
Ketidaksukaan “Tati” semakin besar sehingga dia juga mempengaruhi
menantu “Hajah” yang pertama, yang bernama “Jojo” sehingga “Jojo” juga
tidak suka dengan “Damar”. Mereka selalu mencari-cari kesalahan
“Damar”, bahkan sampai hal sekecil apa pun. Mereka selalu menuduh
“Damar” kalau “Damar” tidak menafkahi “Hajah” dengan benar dan tidak
sebanding dengan apa yang sudah diberikan alhmarhum suami “Hajah”.
Padahal saat itu gaji “Damar” hanya selisih Rp. 20.000 dengan gaji
almarhum suaminya yang saat itu bekerja di instansi pemerintahan.
Pada suatu saat, “Damar” bertengkar dengan “Hajah”. Namun
pertengkaran mereka semakin memanas karena “Tati” dan “Jojo” ikut
campur dan membuat kondisi semakin memanas. Hingga “Damar”
melakukan kekerasan kepada “Hajah”. Melihat kejadian itu, “Tati” dan
“Jojo” melaporkan “Damar” ke Polisi. Mereka menjadikan kejadian ini
untuk memisahkan “Damar” dan “Hajah” serta ingin menjebloskan
“Damar” ke penjara. Meski sebenarnya permasalahan ini sudah diselesaikan
secara kekeluargaan antara “Damar” dan “Hajah”, namun “Tati” dan “Jojo”
tetap bersikeras untuk melanjutkan kasusnya hingga tingkat pengadilan
hingga akhirnya “Damar” masuk ke damal lapas pada Maret 2013. Hingga
pada bulan Juni 2014 “Damar” mendapat kabar bahwa “Hajah” meninggal
dunia karena penyakit komplikasi yang dideritanya.
62
Gambar 3.3 Ecomap Informan “Damar”
Keterangan :
: mempunyai hubungan yang sangat kuat dan saling
memberikan efek positif. Saling ketergantungan
antara 1 dengan yang lainnya.
: mempunyai hubungan yang kuat dan sangat
memberikan pengaruh positif kepada “Damar”.
: mempunyai hubungan yang baik namun biasa-biasa
saja. Tidak memberikan efek negatif atau pun positif
bagi keduanya. Atau pun hubungan yang spesial.
: mempunyai hubungan yang sangat tidak baik. Garis
putus-putus menandakan hubungan keduanya tidak
akur.
“DAMAR”
“Jojo”
“Hajah”
“Tati” “Anak
Kandung
”
“Anak
Tiri 1” “Anak
Tiri 2”
63
3. Informan “Inal”
Nama : “Inal” (nama samaran)
Usia : 30 tahun
Asal : Jakarta
Status : Single
Pekerjaan : Mahasiswa/Montir
Tindak Pidana : Penyalahgunaan Narkotika
Informan yang terakhir peneliti wawancarai adalah “Inal”. “Inal”
mempunyai warna kulit yang putih, alisnya tebal. Hidungnya tidak terlalu
mancung dan agak kecil. Bibirnya berwarna merah kehitaman karena efek
rokok. Giginya tertata rapi namun agak sedikit kuning yang juga disebabkan
karena rokok. Wajahnya berbentuk oval dengan jambang yang yang hitam.
Rambutnya lurus dan hitam. Perawakannya tidak terlalu besar, namun
badannya berisi. Mempunyai tinggi kurang lebih 170an.
“Inal” dikenakan Pasal 112 dan 127 Undang-undang No. 35 tahun
2009 tentang Narkotika dengan hukuman 8 tahun masa tahanan. Dia
terbukti memiliki shabu seberat 3 gram yang akan diberikan kepada
temannya yang juga pengguna narkotika. “Inal” juga terbukti menggukanan
narkotika ketika menjalani tes urin.
“Inal” merupakan anak kedua dari 4 bersaudara. Kakaknya perempuan
yang terpaut usia 3 tahun di atasnya, sedangkan kedua adiknya adalah laki-
laki kelahiran tahun 1986 dan 1990. Ibunya seorang ibu rumah tangga
berasal dari Bandung, sedangkan ayahnya seorang pria berdarah Arab yang
merupakan seorang pemilik agen gas elpiji di kawasan Kemayoran.
64
Pada awalnya, “Inal” merupakan seorang anak yang baik. Dia aktif
dalam organisasi remaja masjid di sekitar rumahnya. Dia merupakan
seorang yang mudah bergaul. Keluarganya juga sangat harmonis. Saat itu
dia belum mengenal apapun.
Namun terjadi keterakan dalam keluarganya. Saat itu “Inal” kelas 2
SMK. “Inal” yang yang saat itu mulai merasa tidak nyaman di rumah karena
sering melihat orang tuanya berkelahi menjadi sering menginap di rumah
temannya yang satu sekolah dengannya. “Inal” jarang pulang bahkan
sekalipun pulang hanya untuk mandi dan berganti pakaian saja, setelah itu
dia kembali ke rumah temannya yang juga mempunyai bengkel motor.
Suatu ketika “Inal” pulang ke rumah dan mendapati ibunya sedang
menangis dan ayahnya marah-marah. Keadaan rumah sudah seperti kapal
pecah, barang berserakan di mana-mana dan sangat tengang. Kakak dan
adik-adiknya hanya bisa menangis melihat keadaan itu. Namun dia cuek
saja dan berpura-pura seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Dia hanya bertanya
“kenapa nih?” setelah itu dia mengambil beberapa baju miliknya dan
meninggalkan rumah.
Beberapa hari setelah kejadian itu, orang tua “Inal” memutuskan
untuk bercerai. Kakak dan adik-adiknya memutuskan untuk ikut tinggal
bersama ibunya di Bekasi, sedangkan “Inal” tetap tinggal bersama dengan
ayahnya di Kemayoran.
“Inal” memutuskan untuk tinggal di bengkel milik temannya. Sehari-
hari setelah pulang sekolah dia menghabiskan waktu di bengkel. Saat itu
penghasilannya sekitar 200.000 – 300.000 perhari, jadi dia merasa tidak
65
perlu pulang ke rumah dan meminta uang kepada ayahnya. Hubungan dia
dengan ayahnya pun menjadi renggang karena jarang berkomunikasi.
Pergaulannya pun semakin tak terkendali. “Inal” menjadi sering
mabuk-mabuk bersama teman-temannya. Sampai akhirnya dia mengenal
shabu-shabu dari seorang temannya yang juga sering main ke bengkel
tersebut. Kejadian ini sering dilakukan hingga dia sendiri lupa sudah berapa
kali menggunakan barang haram tersebut.
“Inal” pun masuk ke sebuah universitas swasta di Jakarta. Di
kampusnya, dia mendapat banyak teman baru. Dari mulai kalangan
menengah ke bawah hingga teman-teman yang berasal dari keluarga kaya.
Kehidupannya semakin berantakan.
Sejak saat itu dia mulai sering pergi ke tempat klabing, diskotik dan
hiburan malam lainnya. Dia mulai menggunakan banyak jenis obat-obatan
terlarang. Semua didapat secara gratis dari teman-temannya yang kaya.
Selain obat terlarang, dia juga sering melakukan balap liar di kawasan
Jakarta. Kadang dia melakukan di Kemayoran, Pramuka, hingga ke
bundaran HI. “Inal” menjadi anggota geng motor, dari mulai motor matic,
manual, hingga motor-motor besar seperti Ninja.
Namun petualangan “Inal” akhirnya berakhir. Saat itu temannya akan
mengadakan pesta ulang tahun dengan berpesta shabu. Temannya yang
bernama “Joni” meminta tolong kepada “Inal” untuk membelikan barang
tersebut, karena “Inal” tahu di mana dia bisa mendapatkan barang tersebut.
Namun saat dia mengantarkan barang tersebut ke rumah “Joni”,
ternyata di sana sudah ada beberapa orang polisi yang ternyata sudah
66
mengangkap “Joni” lebih dulu. Hingga akhirnya mereka berdua ditangkap
dan ditahan di lapas yang sama.
Gambar 3.4 Ecomap Informan “Inal”
Keterangan :
: menandakan hubungan yang sangat kuat namun
memberikan dampak negatif bagi “Inal”.
: menandakan hubungan yang kuat dan memberikan
dampak positif bagi keduanya.
: menandakan hubungan yang baik dan kuat, serta
memberikan dampak positif bagi orang tersebut.
: menandakan hubungan yang kurang baik, namun tidak
membahayakan bagi “Inal”.
“INAL” Ayah
Ibu
Kakak
dan
Adik
Teman-
teman
67
BAB IV
PROGRAM REHABILITASI SOSIAL BAGI NARAPIDANA DI
LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS I CIPINANG JAKARTA:
PERSPEKTIF PEKERJAAN SOSIAL KOREKSIONAL
Pada bab empat ini diuraikan mengenai temuan lapangan yang selanjutnya
dianalisa sesuai dengan tinjauan pustaka yang digunakan mengenai program
rehabilitasi sosial bagi narapidana, sistem pendampingan serta kendala
pelaksanaan program rehabilitasi sosial di Lembaga Pemasyarakatan Klas I
Cipinang Jakarta. Dari hasil temuan lapangan tersebut, peneliti melakukan analisis
yang juga dijelaskan dalam bab ini.
B. Proses Penerimaan Narapidana
Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang merupakan tempat di mana
narapidana menjalani hukuman atas tindak pidana yang mereka lakukan. Lapas ini
adalah salah satu unit pelaksanaan teknis Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia. Dalam pelaksanaannya, lapas bekerjasama dengan instansi negara dan
lembaga hukum lainnya. Seperti Polisi, Kejaksaan Negeri, Kejaksaan Tinggi,
Kejaksaan Agung, Rumah Tahanan (Rutan) dan Peradilan Militer (ODMIL/Oditur
Militer). Staff Sesi Registrasi, Bapak Komang, menjelaskan tentang proses
penerimaan narapidana yang dilakukan Lapas Cipinang sebagai berikut:
“Begini, eh, iya kalo di sini kan lapas ya, artinya semua narapidana yang
ada di sini emang udah dipastiin kalo mereka itu salah. Sebelum masuk sini
itu mereka (narapidana) ikutin prosesnya dulu, biasanya mulai dari
penyidik (polisi), trus kejaksaan, jaksa tinggi, setelah itu ke pengadilan
68
baru ke sini kalo mereka udah di vonis, udah ditentukan hukumannya
apa.”41
Dari wawancara di atas diketahui bahwa untuk bisa sampai ke dalam lapas,
narapidana harus melalui proses yang begitu panjang. Orang yang melakukan
tindak pidana ditangkap oleh polisi, kemudian mereka menjalani pemeriksaan
oleh polisi atau tim penyidik. Setelah penyelidikan selesai, maka narapidana
dikirim pada tingkat yang lebih tinggi yaitu Kejaksaan. Pada tingkat ini,
narapidana diperiksa kembali apakah perbuatan yang mereka lakukan merupakan
tindak pidana atau bukan. Proses ini memerlukan waktu 2 minggu, apabila
prosesnya melebihi batas waktu, maka pemeriksaan dilanjutkan pada tingkat yang
lebih tinggi yaitu Kejaksaan Tinggi, namun apabila waktu yang digunakan masih
kurang maka kasus diangkat pada tingkat Mahkamah Agung. Setelah pemeriksaan
selesai dan ditetapkan bersalah, maka selanjutnya narapidana menjalani sidang di
pengadilan untuk menentukan hukuman ada yang akan diterimanya. Setelah
rangkaian pemeriksaan selesai, narapidana kemudian dikirim ke lapas untuk
dibina dengan rangkaian pembinaan yang ada di lembaga pemasyarakatan. Alur
penerimaan ini bisa dilihat pada bagan yang terdapat pada lampiran skripsi.
“Tergantung mereka beraksinya di mana, kalo di Jakarta ya di lapas di
Jakarta, tapi kalo di Jawa Barat, atau di Medan misalnya, itu mereka nanti
ditanganinya di sana juga.”42
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia memiliki Kantor Wilayah di
setiap Provinsi di Indonesia. Salah satunya adalah Lembaga Pemasyarakatan Klas
I Cipinang. Untuk menentukan penempatan narapidana, ditentukan oleh lokasi di
41 Wawancara Pribadi dengan Staff Sesi Registrasi, Bapak Komang, pada tanggal 15
Desember 2014. 42 Ibid.
69
mana mereka (narapidana) melakukan kejahatan dan penyidik yang menangani
kasus tersebut.
Sistem penerimaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang
berjalan dengan normal, tanpa ada pungutan biaya. Namun, penerimaan
narapidana di kalangan narapidana sendiri mengalami permasalahan. Ini seperti
yang disampaikan oleh informan Damar yang mengatakan sebagai berikut:
“Mbak, saya ini masuk lapas udah abis jutaan loh mbak. Bayangin aja, dari
awal saya ditangkep polisi itu kan ditahan di sana, sama tahanan sana tuh
saya dimintain uang mbak, ya kalo saya engga ngasih ya saya digebukin
mbak. Iya sama tahanan sana juga. Belum lagi di rutan, sama kaya gitu
juga. Pas masuk sini mbak, baru saya masuk blok tuh mbak ya saya udah
dimintain uang. ‘mana sini mana, bayar berapa?’ gitu mbak. Istilahnya
kalo di sini itu uang gaul mbak. Apalagi kalo tau kita ni orang ada, abis
udah mbak.”43
Dari perkataan Damar di atas dapat diketahui bahwa adanya hukum rimba,
yang kuat yang berkuasa. Di kalangan narapidana, bagi mereka yang memiliki
uang banyak dialah yang kuat dan berkuasa di antara narapidana lainnya. Adanya
pemerasan di kalangan narapidana ini tidak hanya dialami oleh Damar, informan
Sukur mengatakan yang sependapat dengan Damar.
“Iya, udah bukan rahasia umum lagi kali. Ya pada gitu emang, kan di sini
juga ada kaya preman-premannya gitu. Kalo misalnya nih, ada anak baru
nih (narapidana yang baru masuk), udah siap-siap aja gitu. Kalo ga
dimintain duit ya dipukulin, abis udah. Tapi ga tau sih kayanya petugas sini,
tau dah, ada yang tau ada yang engga sih.”44
Dari pernyataan Damar dan Sukur, peneliti mencari tahu lagi kebenaran
tentang adanya pemerasan di kalangan narapidana. Sukur mengatakan bahwa ada
sebagian petugas lapas yang mengetahui permasalahan ini, namun Sukur tidak
memberitahu siapa petugas yang mengetahuinya. Selanjutnya peneliti
menanyakan persoalan ini kepada Bapak Suwarno.
43 Wawancara Pribadi dengan Informan Damar, pada tanggal 19 Januari 2014. 44 Wawancara Pribadi dengan Informan Sukur, pada tanggal 5 Januari 2015.
70
“Hmm. Kalo masalah itu ya mungkin memang ada, memang banyak juga
yang ngadu ke petugas gitu, ‘Kok saya dimintain uang?’. Ada yang bonyok-
bonyok (luka lebam) gitu ada, emang biasanya itu yang pada baru masuk
sih ya. Tapi saya pikir wajar mungkin namanya mereka baru masuk kan,
mungkin berantem-berantem gitu biasa. Tapi abis itu udah sih, ga ada
masalah-masalah lagi.”45
Dari wawancara di atas, dapat diketahui bahwa pernyataan dari Damar dan
Sukur mengenai pemukulan kerap terjadi di kalangan narapidana itu sendiri.
Kejadian ini juga peneliti lihat pada masa penelitian di Lapas Cipinang. Saat itu
peneliti melihat ada seorang narapidana yang baru masuk lapas dengan wajah
yang memar dan berdarah. Dari pengamatan peneliti, narapidana tersebut
merupakan korban pemukulan narapidana yang sudah lama tinggal di dalam
lapas.46
Namun petugas tidak mengetahui persis apa yang menjadi penyebab
utamanya. Seperti yang dikatakan Bapak Suwarno, petugas menganggap bahwa
permasalahan itu wajar terjadi karena narapidana baru memasuki lingkungan yang
baru, dan harus beradaptasi dengan orang-orang di dalamnya. Maka terjadilah
perkelahian antara narapidana di dalam lapas.
“Oh ya boleh. Kita (lapas) juga berhak menerima atau menolak narapidana
yang ditahan di sini. Misalnya ada pencuri motor, dia udah babak belur
digebukin masa, udah kritis lah kondisinya, kita boleh nolak. Dari pada
mati di sini? Kita juga yang repot..”47
Dari wawancara di atas diketahui bahwa tidak semua narapidana bisa
diterima oleh lembaga pemasyarakatan. Lembaga pemasyarakatan berhak untuk
menolak narapidana yang akan ditahan. Lembaga pemasyarakatan juga melihat
kondisi narapidana sebelum menerimanya di dalam lapas, seperti kesehatan
narapidana. Narapidana yang kondisinya kritis atau hampir meninggal tidak
45 Wawancara Pribadi dengan Staff Sesi Bimbingan Kemasyarakatan, Bapak Suwarno,
pada tanggal 2 Maret 2015. 46 Laporan hasil observasi penelitian pada hari Senin, 19 Januari 2015. 47 Wawancara Pribadi dengan Staff Sesi Registrasi, Bapak Komang, pada tanggal 15
Desember 2014.
71
diterima oleh lapas, karena apabila narapidana meninggal di dalam lapas maka
akan ada biaya yang dibebankan oleh lapas untuk keperluan jenazah seperti
pemandian jenazah, ambulans, agar jenazah tersebut bisa dikembalikan ke
keluarganya dengan keadaan layak.
C. Program Pembinaan Narapidana
Program pembinaan merupaka program rehabilitasi yang dirancang dan
ditujukan bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang Jakarta.
Pembinaan ini dilaksanakan selama narapidana menjalani masa tahanan di lapas.
Jenis pembinaan yang dilaksanakan di lapas ada 2 bagian, yaitu pembinaan
kemandirian dan pembinaan kepribadian.
1. Pembinaan Kepribadian
Pembinaan kepribadian adalah program wajib yang harus diikuti oleh
setiap narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang. Dalam
pembinaan kepribadian ini, terdapat dua jenis pembinaan yaitu pembinaan
rohani atau yang disebut dengan pembinaan keagamaan dan pembinaan
jasmani atau kegiatan olahraga. Seperti yang dijelaskan oleh Staff
Bimbingan Kemasyarakatan Lapas Klas I Cipinang, Bapak Suwarno.
“iya, jadi pembinaan di sini itu ada dua macam. Pembinaan agama
dan pembinaan olahraga, karna yang kita bina itu jiwa dan raga,
rohani dan jasmani. Dua-duanya ada di sesi bimbingan
kemasyarakatan, dan ini wajib, wajib sebenernya buat narapidana.
karna kan kalo mereka mau ajuin bebas bersyarat itu persyaratannya
ya harus ikutin pembinaan..”
Dari hasil wawancara di atas, lembaga pemasyarakatan mengadakan
program wajib yang ditujukan bagi narapidana. Program tersebut
72
merupakan pembinaan rohani dan pembinaan jasmani. Pembinaan ini
nantinya akan dijadikan persyaratan apabila narapidana ingin mengajukan
Pembebasan Bersyarat atau biasa yang disebut PB. Pembinaan kepribadian
ini bertujuan agar narapidana mempunyai kepribadian yang baik dan jiwa
raga yang sehat. Seperti yang dipaparkan oleh Kepala Sesi Bimbingan
Kemasyarakatan, Bapak Syarpani.
“manusia itu ada dua kan, ada rohnya, ada jasadnya.. jadi yang
dibina ya harus dua juga, rohnya, kita bina melalui pembinaan
keagamaan yang ada di sini ni.. raganya, kita adain olahraga.. jadi
biar mereka itu punnya kepribadian yang baik, berubah jadi lebih
baik, juga punya badan yang sehat..”
Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa narapidana diberikan
pembinaan jasmani dan rohani supaya mereka menyadari kesalahannya dan
bisa memperbaiki dirinya, sehingga saat mereka keluar dari lembaga
pemasyarakatan bisa bersosialisasi di tengah-tengah masyarakat dengan
kepribadian yang lebih baik dari sebelumnya, sesuai dengan norma dan
nilai-nilai agama.
a. Pembinaan Rohani (Keagamaan)
Pembinaan yang pertama yang ada di Lembaga Pemasyarakatan
Klas I Cipinang adalah pembinaan rohani atau pembinaan keagamaan.
Pembinaan ini dilakukan di komplek lapas. Pembinaan keagamaan
ditujukan bagi seluruh narapidana. lapas Cipinang menyediakan
tempat ibadah bagi semua agama yang ada di Indonesia. Mulai dari
Masjid, Gereja dan Wihara. Khusus bagi narapidana yang beragama
73
Islam, kegiatan pembinaan keagamaan dilaksanakan di Masjid
Baiturrahman yang ada di komplek Lapas Cipinang.
“sebenernya ada pembinaan-pembinaan yang lainnya, tapi
yang paling penting itu kan kesadaran mereka. Gimana biar
mereka menyadari kesalahannya, sampai benar-benar berubah
ya atau taubat gitu, ya salah satunya dengan pembinaan
keagamaan ini. Percuma kita kasih program kerja misalnya tapi
dalam diri mereka belum sadar apa sih tujuan hidup mereka,
kan gitu. Kalo mereka udah sadar, jadi kan mereka lebih taat,
lebih iman. Emang keimanan itu kan yang paling penting ya.”48
Dari perkataan di atas diketahui bahwa pembinaan keagamaan
merupakan program inti dari semua program yang ada di Lapas
Cipinang. Karena agama merupakan landasan bagi manusia,
khususnya narapidana. Dengan memberikan pembinaan keagamaan
ini diharapkan narapidana menjadi lebih kuat imannya, sehingga
mereka lebih memikirkan lagi hukum dosa atau tidaknya suatu
perbuatan mereka. Jika pengetahuan agama tidak diajarkan, maka
akan sulit merubah perilaku narapidana. Karena agama merupakan
pengetahuan yang mengajarkan tentang Tuhan dan tujuan hidup yang
sebenarnya. Sehingga narapidana bisa bertaubat dan memperbaiki
dirinya. Agama juga mengajarkan berbuat kebaikan, apabila seseorang
tidak mempunyai pengetahuan agama maka potensi mereka berbuat
kesalahan akan lebih besar. Seperti yang telah dituliskan pada BAB II
hal 26, bahwa pembinaan mental spiritual bertujuan untuk
meningkatkan keimanan dan ketakwaan melalui kesadaran
beragama.49
Usaha ini diperlukan untuk memberikan pengertian agar
48 Wawancara Pribadi dengan Bapak Suwarno, pada tanggal 2 Maret 2015. 49 Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak
Warga Binaan Pemasyarakatan.
74
narapidana dapat menyadari akibat perbuatan yang telah dilakukannya
selama ini. Bapak Suwarno menerangkan tentang materi-materi yang
diberikan dalam pembinaan keagamaan.
“materi-materi yang diajarkan tentunya yang berkaitan dengan
keagamaan, seperti Al-Qur’an, Hadits, Fiqh, Nahwusorof. Ya
pokoknya yang berkaitan dengan agama, terutama itu tentang
Akhlak, Aqidah Akhlak itu loh..”
Dari wawancara di atas diketahui bahwa semua materi yang
diajarkan kepada narapidana adalah pelajaran-pelajaran tentang agama
seperti Fiqh, Al-Qur’an, Hadits, Nahwusorof. Pelajaran seperti ini
sebenarnya bisa kita dapati di sekolah-sekolah Islam seperti Madrasah
Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah. Hal ini dapat
dilihat pada jadwal pembinaan keagamaan di bawah ini.
75
Namun materi yang ditekankan di sini adalah materi yang
berhubungan dengan norma-norma, hukum, nilai-nilai, tentang
bagaimana menjalani hidup sesuai dengan ajaran Tuhan yang Maha
Esa. Ini jug sesuai dengan pa yang dikatakan oleh Bapak Syarpani.
“iya materinya materi-materi keagamaan, terutama tentang
akhlaq, hukum-hukum, apa itu haram apa itu halal.. banyak ya..
tapi itu tergantung ustadznya mau kasih materinya seperti apa.
Yang penting kita nih sudah memberikan, hmm apa namanya
itu, pelajarannya.. apa saja yang harus diajarkan.. nanti
materinya terserah ustadznya mau gimana..”
“Sama sih, tapi ya kalo dulu kan cuma gitu aja ya, dasar-
dasarnya aja. Kalo di sini tuh lebih, gimana ya, lebih kayanya
ngena aja, pas banget sama apa yang dialamin, yang diperbuat.
Lebih tentang kehidupan sih, maksudnya kaya gimana sih kita
harus berprilaku, kalo kaya gini nanti bakal gimana. Gitu sih.
Pokoknya lebih dalem lagi lah.”50
Dari wawancara di atas diketahui bahwa materi-materi yang
diajarkan lebih menekankan pada akidah dan akhlaq. Semua materi
yang disampaikan kepada narapidana tergantung dengan pengajar atau
ustadz. Ustadz-lah yang menyusun dan menentukan materi. Lembaga
pemasyarakatan tidak menyusun materi, hanya menentukan pelajaran-
pelajaran apa saja yang harus diberikan kepada narapidana. metode ini
menggunakan pendekatan dari atas atau top down approach seperti
yang sudah dijelaskan pada BAB II hal 28, materi pembinaan berasal
dari pembina atau paket pembinaan bagi narapidana telah tersedia dari
atas, narapidana tidak ikut menentukan jenis pembinaan yang akan
dijalaninya.51
50 Wawancara Pribadi dengan Informan Inal, pada tanggal 9 Maret 2015. 51 C. I. Harsono Hs, Sistem Baru Pembinaan Narapidana (Jakarta: Djambatan, 1995), h.
344.
76
Materi-materi yang diberikan juga harus berhubungan dengan
kehidupan narapidana, kesalahan-kesalahan yang mereka buat. Agar
mereka lebih mengerti dan menyadari apa yang sebernarnya mereka
lakukan adalah kesalahan dan mereka harus memperbaikinya.
Sehingga mereka bisa menghayati kehidupan mereka dan menjadi
manusia yang lebih baik. Seperti yang disampaikan oleh Bapak
Siddiq, salah satu ustadz yang mengajar di Lapas Cipinang.
“Materi tetep kita yang buat. Ga, lapas ngasih tau aja nih, ‘nih
apa aja nih yang harus diajarkan’, kan disitu ada fiqh ya,
nahwusorop. Tapi tetep kita yang buat materinya. Misalnya hari
ini saya mau kasih materi tentang solat, ya sudah, saya yang
buat materinya seperti apa, cara menyampaikannya seperti apa.
Intinya ya kita kan di sini ajarin buat mereka ini ya
(narapidana), jadi lebih ditekankan aja tentang dosa apa ga.
Hahaha. Ya tentang hukum-hukum Islam lah, tentang tauhid sih
yang paling utama.”
Tidak hanya pembinaan keagamaan yang berbentuk ceramah
atau materi-materi saja, pembinaan keagamaan juga menyediakan alat
musik bagi mereka yang ingin bermain qosidah, marawis dan
melantunkan lagu-lagu rohani. Saat itu peneliti melihat kegiatan
narapidana yang sedang bermain marawis di halaman Masjid
Baiturrahman52
, dan hal ini dibenarkan oleh Bapak Suwarno.
“ini mbak, mereka nih kalo abis pembinaan biasanya kan
kosong tuh, jadi mereka main marawis, qosidah. Biasanya sih
nyanyiinnya lagu-lagu Islam. Mungkin kalo pake lagu mereka
bisa lebih menghayati lagi kali..”
Dari wawancara di atas menunjukkan bahwa pembinaan
keagamaan juga menyediakan kelompok marawis atau kegiatan lain
selain ceramah yang biasa disampaikan oleh ustadz. Melalui kesenian
52 Laporan hasil observasi penelitian pada hari Senin, 5 Januari 2015.
77
ini diharapkan narapidana bisa lebih memahami dan mengekspresikan
keyakinan mereka kepada Tuhan.
“oh iya mbak, kita emang suka adain lomba.. biasanya kalo
hari-hari besar, 17-an, atau hari jadi lapas, biar pada semangat
juga nih wbp-nya.. itu piala buat yang lomba kemarin.. kemarin
kita abis ngadain lomba, nanti tinggal dibagikan aja hadiahnya,
tuh masih ada yang belum dibungkusin..”53
Dari wawancara di atas diketahui bahwa di sana juga sering
diadakan perlombaan seperti lomba adzan, lomba qiro’ah atau MTQ,
lomba marawis dan lomba yang berhubungan dengan keagamaan.
Perlombaan ini biasanya diadakan pada Hari Ulang Tahun Republik
Indonesia 17 Agustus, Hari Ulang Tahun Lembaga Pemasyarakatan
dan hari besar lainnya. Saat peneliti berkunjung, lapas baru saja
mengadakan perlombaan dan saat itu banyak piala yang disimpan di
perpustakaan yang selanjutnya akan diberikan kepada pemenang
lomba.54
Dalam hal ini juga peneliti menanyakan langsung kepada
Informan Inal.
“lomba sering juga sih, kaya lomba azan gitu, lomba baca
qur’an, qiro’ah gitu.. biasanya kalo 17-an, hmm.. ulang tahun
lapas, ya hari-hari besar gitu sih. Nih kemaren juga abis lomba,
tuh pialanya banyak kan? hehehe..”55
Namun dari sekian banyak narapidana yang ada di Lembaga
Pemasyarakatan Klas I Cipinang, hanya sekitar 200 orang yang
mengikuti kegiatan ini meski pun pembinaan keagamaan ini
merupakan program wajib dan menjadi salah satu persyaratan ketika
mereka ingin mengajukan Pembebasan Bersyatan, Cuti Bersama, Cuti
53 Wawancara Pribadi dengan Bapak Suwarno, pada tanggal 2 Maret 2015. 54 Laporan hasil observasi penelitian pada hari Senin, 9 Maret 2015. 55 Wawancara Pribadi dengan Informan Inal, pada tanggal 9 Maret 2015.
78
Menjelang Bebas atau asimilasi lainnya. Hal ini peneliti dapat dari
pantauan selama menjalani penelitian di Lapas Cipinang. Ini juga
diperkuat dengan informasi yang peneliti dapat dari informan.
“Berapa ya, ga tentu sih. Ya ga banyak juga. Paling 200-an lah.
Itu juga kan ada yang beneran aktif ada yang nanti dateng nanti
engga. Tapi ya sekitar segituan lah.”56
“Hmm. sediki, ya 200-an lah. Dikit kan kalo diliat dari
keseluruhan? Haha. Gitu sih, pada males.”57
Dari wawancara di atas diketahui bahwa jumlah narapidana
yang aktif mengikuti pembinaan keagamaan tidak banyak. Sebagian
besar narapidana tidak mengikuti pembinaan dengan alasan malas.
Dari 200 orang yang aktif mengikuti pembinaan, masih ada yang tidak
konsisten. Mereka sesekali datang mengikuti pembinaan, kemudian
tidak datang pada pertemuan berikutnya.
“Yang aktif mengikuti pembinaan sih ga banyak ya, dari 2900-
an cuma sekitar 200 orangan aja sih mbak. Ya gimana kan kita
engga bisa maksa ya. Yang penting mereka niat mau ngikutin
pembinaan, kan kalo gitu berarti mereka emang mau
berubah.”58
Namun dengan jumlah narapidana yang hanya sedikit untuk
mengikuti pembinaan keagamaan, Lembaga Pemasyarakatan Klas I
Cipinang tidak bisa berbuat banyak. Lapas tidak memaksakan
narapidananya untuk mengikuti pembinaan keagamaan walau
sebenarnya kegiatan ini wajib. Lapas hanya mengandalkan kesadaran
dan niat dari diri narapidana untuk mengikuti pembinaan keagamaan.
56 Wawancara Pribadi dengan Informan Sukur, pada tanggal 5 Januari 2015. 57 Wawancara Pribadi dengan Informan Inal, pada tanggal 9 Maret 2015. 58 Wawancara Pribadi dengan Bapak Suwarno, pada tanggal 2 Maret 2015.
79
Tenaga pengajar yang menjadi tim pengajar merupakan ustadz,
orang-orang yang ahli di bidangnya masing-masing. Lembaga
Pemasyarakatan Klas I Cipinang Jakarta juga bekerjasama dengan
beberapa pihak, seperti Kementerian Agama, Istiqlal, Al-Azhar, dan
Tim ESQ (Emotional Spiritual Quotient).
“Kita di sini ada namanya tamping, itu mereka yang bantuin
perugas-petugas di sini. Ya kayak gini nih kan kalo belajar
Qur’an, Halaqoh gitu kan mereka (narapidana) juga banyak ya
yang lebih pinter dari temen-temennya, itu mereka yang
ngajarin.”
Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa ada narapidana
yang memiliki kemampuan yang lebih baik dari narapidana lainnya,
lalu diangkat atau direkrut untuk dijadikan tamping59
(tahanan
pendamping) dan ikut menjadi tenaga pengajar, terutama pada
Halaqoh (baca tulis Qur’an, Iqro’ atau Juz ‘Amma). Ini dilakukan
untuk membantu ustadz karena memang tim pengajar sangat kurang.
Hal ini juga diterapkan karena narapidana lebih nyaman diajarkan
dengan temannya sendiri. Tamping ini berguna karena membantu
mengerjakan sebagian pekerjaan staff di lembaga pemasyarakatan.
Dalam hal ini, tamping ditugaskan di berbagai tempat dan
kegiatan di masjid. Menjadi pengurus masjid, menjadi admin di
perpustakaan hingga menjadi asisten Ustadz. Para tamping juga
diberikan seragam lain yaitu berupa baju koko berwarna putih yang
bergambar masjid di dada sebelah kiri berwana biru.60
Dilihat dari
59 Tamping (tahanan pendamping) adalah sebutan bagi narapidana yang memiliki
kemampuan, keahlian, yang dipercaya untuk mengerjakan sebagian tugas di dalam lembaga
pemasyarakatan. 60 Laporan hasil observasi penelitian pada hari Senin, 5 Januari 2015.
80
penjelasan ini, maka pembinaan keagamaan ini menerapkan terapi
kelompok atau social group work method. Seperti yang sudah
dijelaskan pada BAB II hal 33, bahwa terapi kelompok adalah metoda
pekerjaan sosial yang menggunakan kelompok sebagai media dalam
proses pertolongan profesionalnya61
.
“kalau tamping itu kita memang melihat dari keseharian
mereka. Terus juga biasnya kita ambil dari pemenang-
pemenang juara lomba adzan misalnya, MTQ. Kadang ada
yang sebelum masuk sini dia ikut marawis di masjid dekat
rumahnya, lalu mereka ngajarin temannya yang lain yang ikut
marawis di lapas. Seperti mas yang di luar itu kan tadinya dia
ikut marawis di rumahnya.”62
Untuk menjadikan narapidana sebagai tamping, biasanya staff
lapas melihat keseharian narapidana, apakah narapidana tersebut rajin,
benar-benar mengikuti rangkaian kegiatan pembinaan di lapas atau
tidak. Kemudian dari perlombaan-perlombaan yang diadakan itu pula
biasanya para staff dan pembina (ustadz) melihat kemampuan
narapidana. Narapidana yang menjadi juara atau pemenang lomba dan
rajin mengikuti kegiatan di lapas inilah yang menjadi sasaran para
staff untuk dijadikan tamping. Pernyataan ini juga diperkuat oleh
pernyataan informan “Inal” yang mengatakan bahwa:
“sebelum saya jadi tamping di sini tuh emang saya rajin ke
masjid, saya suka aja kalo di masjid itu tenang kayanya. Terus
emang basic-nya saya kan dulu bisa ngaji, ya walau ga pinter-
pinter amat sih. Terus mungkin staff di sini liat saya rajin,
awalnya saya cuma bersih-bersih masjid aja. Pas kebetulan lagi
butuh tamping terus staff liat saya bagus, jadi saya ditawarin.
Ya Alhamdulillah sekarang saya jadi pengurus di sini.” 63
61 Edi Suharto, Pekerjaan Sosial di Dunia Industri – Memperkuat Corporate Social
Responcibiliy, (Bandung: Alfabeta, 2009), h. 43. 62 Wawancara pribadi dengan Pak Suwarno, pada tanggal 2 Maret 2015. 63 Wawancara pribadi dengan informan Inal, pada tanggal 9 Maret 2014.
81
Ini juga diperkuat oleh pernyataan Kepala Seksi Bimbingan
Kemasyarakatan yang mengatakan:
“pembinaan itu wajib buat seluruh narapidana. Cuma kalau
tamping memang kita pilih, kita lihat kemampuan dan
keseriusan mereka. Sehingga mereka bisa ajak teman-temannya,
mengajarkan teman-temannya. Kita cari yang bisa.”64
b. Pembinaan Jasmani (Olahraga)
Selain pembinaan kerohanian atau pembinaan keagamaan,
Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang juga mengadakan
pembinaan jasmani atau olahraga. Pembinaan ini juga bisa dibilang
wajib, karena menurut pihak lapas pembinaan akan menjadi lengkap
apabila yang dibina itu rohani dan jasmaninya. Seperti yang dikatakan
oleh Pak Suwarno:
“iya, jadi pembinaan di sini itu ada dua macam. Pembinaan
agama dan pembinaan olahraga, karna yang kita bina itu jiwa
dan raga, rohani dan jasmani. Dua-duanya ada di bidang
bimbingan kemasyarakatan..”65
Olahraga yang dilakukan di lapas bermacam-macam, mulai dari
voli, futsal, bulu tangkis dan tenis meja. Pelaksanaan kegiatan ini
dimulai pada pukul 08.00 sampai dengan pukul 09.00, lalu dilanjutkan
lagi pada sore hari setelah shalat ashar. Tenaga pengajar yang
membina merupakan orang yang juga ahli di bidangnya masing-
masing. Dalam hal ini pihak lapas bekerjasama dengan kampus
Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Seperti pada pembinaan
keagamaan, narapidana yang juga memiliki keahlian lebih dalam
64 Wawancara pribadi dengan Kepala Sesi Bimbingan Kemasyarakatan, Pak Syarpani, pada
tanggal 16 Februari 2015. 65 Wawancara pribadi dengan Pak Suwarno, pada tanggal 2 Maret 2015.
82
bidang olahraga juga dijadikan tamping yang ikut mengajarkan teman-
temannya.
Seperti halnya dengan pembinaan keagamaan, pembinaan
jasmani atau kegiatan olahraga ini juga sering mengadakan
perlombaan atau pertandingan. Namun pertandingan ini dilakukan
tidak hanya antara narapidana Lapas Cipinang saja, tetapi juga
pertandingan antar lapas di Kanwil Jakarta, bahkan antar Kanwil Luar
Jakarta. Hal ini peneliti ketahui ketika peneliti berkunjung ke sana dan
sedang dilaksanakannya perlombaan antar lapas di Indonesia.66
Hal ini
diperkuat oleh pernyataan Bapak Suwarno.
“Iya mbak, ini lagi ada tanding sama Lapas Tangerang. Emang
sering ada pertandingan gini. Ya mereka kan butuh hiburan
juga, biar semangat juga, kan kalo ada kegiatan seperti ini
mereka jadi ‘wah, seru nih. Ikutan ah.’ Atau paling engga jadi
tontonan, ya hiburan lah.”
Dari pekataan di atas ditegaskan bahwa pertandingan-
pertandingan yang diadakan bertujuan untuk memberi hiburan dan
semangat bagi narapidana, karena yang telah diketahui narapidana
malas untuk mengikuti kegiatan yang ada di lapas. Dengan
perlombaan atau pertandingan seperti ini diharapkan narapidana
tertarik untuk mengikuti kegiatan olahraga.
66 Laporan hasil observasi penelitian pada hari Senin, 2 Februari 2015.
83
2. Pembinaan Kemandirian
a. Pembinaan Kemampuan Intelektual
Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang Jakarta mengadakan
pembinaan kemampuan intelektual. Hal ini peneliti dapat dari
pernyataan Sukur yang mengatakan sebagai berikut.
“Pendidikan,, ehmm.. Ga tau deh tapi kayanya ada sih di
dalem.. Iya itu yang kaya sekolah gitu? Iya ada itu, SD, SMP,
SMA.. Yang dari Universitas juga ada kayanya sih..”
Dari wawancara di atas menerangkan memang benar bahwa
Lapas Cipinang mengadakan pembinaan intelektual. Pembinaan
intelektual ini dilakukan seperti halnya dengan pendidikan di sekolah,
dari mulai SD, SMP dan SMA hingga perguruan tinggi. Hal sama juga
peneliti dapat dari pernyataan Inal yang mengatakan sebagai berikut.
“Iya ada, ada sebenernya. Cuma saya ga mau ikut aja. Hehehe.
Dari SD, SMP, SMA ada sih kaya paket gitu A, B, C. Iya kejar
paket. Kalo yang S1-nya itu dari Universitas Bung Karno, tapi
Ilmu Hukum aja sih kayanya. Iya itu yang ngajar dari sana,
dosen-dosen Universitas Bung Karno gitu.”
Pernyataan di atas memberikan keterangan bahwa Lapas
Cipinang menyediakan program pendidikan penyetaraan SD, SMP
dan SMP melaui paket A, B dan C. Tidak hanya itu, Lapas Cipinang
juga menyediakan program pendidikan Strata 1 Ilmu Hukum bagi
narapidana yang ingin menimba ilmu dan mempunyai jenjang
pendidikan yang lebih tinggi. Untuk pendidikan S1 Lapas Cipinang
bekerjasama dengan Universitas Bung Karno, dan yang mengajar di
lapas juga merupakan dosen-dosen dari universitas tersebut. Namun
saat ini hanya Program Studi Ilmu Hukum saja yang ditawarkan bagi
84
para narapidana. Hal ini dibenarkan oleh pernyataan Bapak Suwarno
yang mengatakan sebagai berikut:
“Oh ada, ada. Iya memang ada. Kita di sini sebenernya
lengkap, udah disediakan buat wbp (warga binaan
pemasyarakatan) di sini. Tinggal merekanya aja mau atau
engga. Kalo pendidikan sih emang kita ada program paket A, B,
C. Kalo mau sampe S1 juga ada, kita kerja sama sama
Universitas Bung Karno itu loh. Iya, iya emang disediakan. Tapi
iya emang Jurusan Ilmu Hukum aja yang disediain.”
Dari keterangan-keterangan di atas dapat diketahui bahwa Lapas
Cipinang mengadakan pembinaan kemampuan intelektual, hal ini
sesuai dengan pola pembinaan berdasarkan perspektif pekerjaan sosial
yang telah dituliskan dalam BAB II hal 21 bahwa pendidikan di
penjara memiliki dua tujuan yaitu untuk memperoleh pelatihan
akademis formal sebanding dengan sekolah dan yang kedua adalah
tujuan asrama dari sosialisasi ulang sikap dan perilaku narapidana.67
Dan pola pembinaan menurut Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun
1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan
Pemasyarakatan yang dijelaskan dalam BAB II hal 26 bahwa
pembinaan kemampuan intelektual dilakukan baik melalui pendidikan
formal maupun nonformal seperti program kejar paket A atau
melanjutkan pendidikannya di sekolah umum.
b. Bimbingan Kerja
Selain diadakannya pembinaan intelektual yang memberikan
pengetahuan berupa pendidikan seperti layaknya di sekolah, Lembaga
67 Charles Zastrow, Introduction to Social Welfare Institutions : Social Problems, Services
and Current Issues (Chicago: The Dersey Press, 1986), h. 294.
85
Pemasyarakatan Klas I Cipinang Jakarta juga mengadakan bimbingan
kerja.
“iya ada banyak, kaya saya tadinya kan di konveksi, ngejait
ngejait.. sablon juga ada, bengkel.. ya macem-macem lah..”68
“bingker mah di dalem, ada banyak, buat yang mau aja sih..
apa ya,, hmm.. bengkel itu ada, trus garmen ya, ehh ngejait baju
ya? Hahaha.. ada deh pokoknya, tapi saya ga ikutan, kan udah
jadi pengurus masjid, enakan di sini..”69
Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang menyediakan tempat
bimbingan pekerjaan di dalam komplek lapas. Ada bermacam-macam
kegiatan kerja di Lapas Cipinang yaitu, pengelolaan kompos dan
lingkungan, perkayuan, percetakan dan sablon, bengkel, perikanan,
pertanaman dan peternakan, elektronik, menjahit atau konveksi. Sama
halnya dengan pembinaan intelektual, bimbingan kerja ini tidak
diwajibkan bagi seluruh narapidana. Kegiatan ini ditujukan bagi siapa
saja narapidana yang ingin mengikuti bimbingan kerja, namun
sebenarnya kegiatan ini disarankan bagi narapidana. Narapidana yang
ingin mengikuti bimbingan kerja bisa mendaftarkan diri ke staf sesi
bimbingan kerja. Hal ini sesuai dengan sistem pemasyarakatan
berdasarkan perspektif pekerjaan sosial yang dituliskan pada BAB II
hal 22 bahwa pelatihan kejuruan ini dimaksud untuk melatih
narapidana dalam keterampilan pekerjaan yang cocok untuk kapasitas
mereka yang akan mempersiapkan mereka untuk bekerja.70
“bimbingan kerja, bingker ya? Ada di sini mbak, tapi udah beda
bidang.. kalo saya ini kan bimpas (bimbingan pemasyarakatan),
68 Wawancara Pribadi dengan Informan Sukur, pada tanggal 5 Januari 2015. 69 Wawancara Pribadi dengan Informan Inal, pada tanggal 9 Maret 2015. 70 Charles Zastrow, Introduction to Social Welfare Institutions: Social Problems, Servicec
and Current Issues (Chicago: The Dersey Press, 1996), h. 296.
86
kalo bingker itu di bidang kegiatan kerja, sesi bingker
(bimbingan kerja).. jadi kalo mau ikut ya ndaftar ke sana..
emang ga wajib.. buat yang mau ikut aja.. tapi sebenarnya
emang dianjurkan sih.. karna kan buat mereka juga kalo udah
keluar dari sini jadi ada keahlian, pengalaman.”71
Bimbingan kerja di sini diadakan bertujuan agar kelak
narapidana yang sudah bebas dan menjalani hidup di luar lapas
mempunyai keahlian pekerjaan, sehingga mereka bisa mencari
pekerjaan sesuai dengan keahliannya, supaya nantinya mereka bisa
memanfaatkan ilmu tersebut dan tidak terjerumus ke jalan yang salah
sehingga kesalahan yang sudah dilakukan terulang kembali. Kegiatan
ini juga bertujuan agar narapidana mempunyai pekerjaan dan kegiatan
selama ada di dalam lapas, sehingga mereka bisa memanfaatkan
waktu mereka dengan baik dan kegiatan positif.
c. Pembinaan Berbangsa dan Bernegara
Pembinaan berbangsa dan bernegara yang dilakukan di
Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang Jakarta berupa kegiatan
pramuka. Kegiatan pramuka yang diajarkan di Lembaga
Pemasyarakatan Klas I Cipinang sama dengan kegiatan pramuka yang
dilaksanakan di sekolah atau lembaga kepramukaan pada umumnya
seperti baris berbaris, sandi-sandi, semapur, dan lain-lain. Kegiatan ini
juga mengajarkan narapidana bagaimana menjadi warga negara yang
baik dan taat hukum. Dalam hal ini pihak lapas bekerjasama dengan
ABRI, TNI dan Polisi. Kegiatan ini juga menerapkan sistem semi
71 Wawancara Pribadi dengan Bapak Suwarno, pada tanggal 2 Maret 2015.
87
militer. Kegiatan pramuka ini dipercaya bisa meningkatkan
kedisiplinan narapidana. Kegiatan ini dilaksanakan pada hari senin
sampai dengan jum’at. Namun sama halnya dengan pembinaan
kemandirian lainnya, kegiatan ini juga tidak diwajibkan bagi seluruh
narapidana.
Uniknya, narapidana yang mengikuti pramuka biasanya sering
dijadikan kepanitian pengamanan apabila sedang ada acara-acara
seperti perlombaan atau hari besar. Seperti yang peneliti lihat ketika
sedang diadakan pertandingan olahraga, salah satu informan yang
mengikuti kegiatan pramuka menjadi panitia pengamanan dengan
menggunakan seragam pramuka.72
Selain menjadi panitia
pengamanan, narapidana yang mengikuti kegiatan pramuka ini juga
dijadikan perangkat upacara pengibaran bendera pada 17 Agustus. Hal
ini seperti yang dikatakan oleh informan Damar yang mengatakan
sebagai berikut:
“saya seneng kalo ikut pramuka, emang dari dulu itu saya
seneng baris berbaris, PBB, semapur gitu, suka saya.. kalo ada
acara juga suka jadi panitia kalo ikut pramuka.. waktu lebaran
aja saya jadi panitia, jagain gerbang itu deket portir, kan bisa
liat mobil lewat, keliatan jalan raya sedikit aja itu udah seneng
banget mbak..”
Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan Pak Suwarno:
“ohh iya, emang kita suka pake narapidana ini, anu yang ikut
pramuka, atau tamping gitu kalo jadi panitia.. sering sih yang
ikut pramuka, kan mereka juga pake seragam pramuka kalo
ditugasin..”
72 Laporan hasil observasi penelitian pada hari Senin, 2 Februari 2015
88
3. Pembinaan Minat dan Bakat.
Selain bimbingan di atas yang sudah dijelaskan, Lembaga
Pemasyarakatan Klas I Cipinang Jakarta juga mengadakan program
kesenian bagi narapidana yang memiliki minat atau bakat dalam bidang
kesenian.
“...di sini juga ada mbak kegiatan kaligrafi, band juga ada. Kegiatan
minat dan bakat..”73
Dari pernyataan di atas diketahui bahwa Lembaga Pemasyarakatan
Klas I Cipinang juga mengadakan kegiatan di luar pembinaan kepribadian
dan pembinaan kemandirian, kegiatan tersebut dinamakan pembinaan minat
dan bakat. Pembinaan minat dan bakat ini bergerak dalam bidang kesenian.
Jenis kesenian yang ada di Lapas Cipinang yaitu musik (band) dan kaligrafi,
melukis, memahat patung dari kayu atau tanah liat. Termasuk di dalam nya
kegiatan marawis yang dilaksanakan di sela-sela pembinaan keagamaan
seperti yang peneliti lihat saat berkunjung ke lapas.74
“..kalo kesenian ini kita adainnnya seseuai sama minat mereka aja,
mereka maunya apa, kita adain apa. Kaya gini nih, marawis, itu kan
ada wbp (warga binaan pemasyarakatan) yang suka, trus bilang ‘pak,
adain dong marawis. Nanti saya yang ajarin deh’ gitu ya udah, kita
ajuin ke atasa, kalo disetujin ya kita adain.. kaya band-band gitu
juga..”
Dari wawancara di atas, kegiatan minat dan bakat diadakan karena
banyaknya narapidana yang ingin melaksanakan kegiatan tersebut.
Narapidana yang memiliki minat tersebut berkemudian mengajukan kepada
petugas, mereka mengatakan langsung kepada petugas untuk diadakannya
kegiatan tersebut. Kemudian pihak lapas mengadakan kegiatan tersebut.
73 Wawancara Pribadi dengan Bapak Suwarno, pada tanggal 2 Maret 2015. 74 Laporan hasil observasi penelitian pada Senin, 5 Januari 2015.
89
Seperti kegiatan marawis yang dilaksanakan di sela-sela pembinaan
keagamaan. Kegiatan marawis sebenarnya bukan program yang diadakan
karena materi yang diberikan lapas atau pemerintah pusat, tetapi karena
minat dari narapidana sendiri, bahkan ada yang bersedia mengajarkan
teman-temannya. Dalam hal ini Lambaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang
menerapkan metode pembinaan dengan pendekatan dari bawah atau bottom
up approach seperti yang dijelaskan pada BAB II hal 28 bahwa pendekatan
pembinaan narapidana dari bawah merupakan suatu cara pembinaan
narapidana dengan memperhatikan kebutuhan pembinaan atau kebutuhan
belajar narapidana.75
“Lapas kan UPT ya, kita cuma jalani tugas aja.. semuanya udah ada
dari atasan, dari pusat. Tapi kalo emang merekanya (narapidana)
mau ada kegiatan lain, ya kita dengan senang hati.. karna itu juga
kan tandanya ada keinginan dari mereka, mereka sadar, mungkin
dengan cara itu mereka mau berubah..”76
Penerapan kebijakan ini dilakukan agar kebutuhan dan hak narapidana
terpenuhi. Lembaga pemasyarakatan lebih senang jika kegiatan tersebut
diadakan atas dasar keinginan narapidana, karena dengan adanya minat
mereka berarti ada kesadaran dari diri mereka untuk berubah walau hanya
melakukan kegiatan kesenian. Selama kegiatan tersebut bersifat positif dan
tidak menjadikan narapidana menjadi lebih buruk, lembaga pemasyarakatan
bersedia mengadakan kegiatan apa saja untuk mendukung narapidana yang
benar-benar ingin berubah memperbaiki dirinya.
Narapidana yang mengikuti kegiatan musik seperti band dan marawis
sering dijadikan pengisi acara hiburan pada acara-acara yang
75 C. I. Harsono Hs, Sistem Baru Pembinaan Narapidana (Jakarta: Djambatan, 1995), h.
344. 76 Wawancara Pribadi dengan Bapak Syarpani, pada tanggal 16 Februari 2015.
90
diselenggarakan di lapas. Seperti yang peneliti lihat saat berkunjung ke
lapas, saat itu lapas sedang mengadakan perayaan menyambut natal dengan
mengadakan penampilan band-band lapas. Lapas membuat panggung kecil
yang dijadikan tempat penampilan band-band untuk menghibur pengunjung
yang sedang menemui narapidana di ruang kunjungan.77
Hal ini diperkuat
dengan pernyataan Bapak Suwarno.
“iya mbak, ini band dari sini ini. Ini anak-anak sini yang main. Ini
lagi nyambut natal, biasanya eamgn suka dijadiin pengisi acara, kalo
ada acara apa gitu biasanya mereka ngisi hiburan.”
Tidak hanya itu, narapidana yang mengikuti kegiatan melukis,
memahat patung dan kaligrafi juga bisa memamerkan hasil karya mereka.
Biasanya hasil karya mereka ditampilkan saat pameran-pameran antar lapas
atau perayaan di hari besar. Bahkan karyanya pun bisa dijual, seperti
lukisan, kaligrafi, dan patung-patung yang mereka buat. Hal tersebut di atas
dibenarkan oleh pernyataan Bapak Syarpani yang mengatakan sebagai
berikut:
“..kalo yang ikut minat dan bakat itu, kita kasih kesempatan mereka
untuk unjuk gigi. Kalo ada acara besar, perayaan-perayaan, itu kan
suka ada acara, kita ajak mereka buat isi acara itu. Selain itu juga
kita buat pameran-pameran, yang melukis, bikin patung. Siapa tau
ada yang suka dengan karya mereka, kan bisa dijual.”
D. Kendala
Dalam melaksanakan pembinaan, tentunya pihak Lembaga Pemasyarakatan
Klas I Cipinang mendapatkan banyak kendala yang membuat pelaksanaan
pembinaan menjadi terhambat.
77 Laporan hasil observasi penelitian pada hari Kamis, 22 Desember 2014.
91
1. Kurangnya Sumber Daya Manusia
Kendala dalam melaksanakan pembinaan keagamaan di Lembaga
Pemasyarakatan Klas I Cipinang bermacam-macam, di antaranya kurangnya
sumber daya manusia yang dimiliki Lembaga Pemasyarakatan Klas I
Cipinang.
“kendala itu.. ya memang ada kendala kita buat jalanin pembinaan
ini, yang pertama itu kita kurang orang. Staff kita kan sedikit, apalagi
di pembinaan keagamaan ini kita cuma bertiga. Kita juga kan susah
buat mengontrol semua wbp (warga binaan pemasyarakatan), apalagi
jumlahnya banyak banget. Kita ga bisa pastiin mereka buat ikut
pembinaan semua. Susah juga kan kalo kita nyuruh-nyuruh mereka
buat ikutin pembinaan, bisa ngamuk nanti..”78
Dari wawancara di atas, Pak Suwarno mengatakan bahwa kendala
yang pertama adalah kurangnya sumber daya manusia yang dimiliki lapas.
Seperti yang sudah dituliskan di BAB III hal 44-45, jumlah narapidana yang
mencapai 2849 jiwa, Lapas Klas I Cipinang merasa terlalu banyak atau over
kapasitas. Jumlah narapidana yang tersebut memanglah berbanding jauh
dengan jumlah karyawan lapas yang hanya mencapai 306 orang. Hal ini
menyebabkan para petugas merasa kesulitan untuk mengajak seluruh
narapidana mengikuti semua rangkaian pembinaan yang ada di lapas,
termasuk di dalamnya pembinaan keagamaan. Dengan ketimpangan jumlah
para karyawan dan narapidana ini menjadi kendala besar yang ada di lapas.
Dari perkataan tersebut juga disampaikan bahwa petugas lapas merasa
kesulitan dalam mengontrol seluruh narapidana di lapas. Sulit untuk
memastikan mereka untuk mengikuti seluruh rangkaian pembinaan yang
disediakan lapas. Untuk mencegah terjadinya pemberontakan atau
78 Wawancara pribadi dengan Pak Suwarno, pada tanggal 2 Maret 2015.
92
perlawanan dari narapidana, maka petugas lapas tidak memaksakan mereka
untuk ikut mengikuti pembinaan yang seharusnya mereka ikuti. Hal
sependapat juga dikatakan oleh Bapak Syarpani:
“iya emang kami ini kurang personel. Pasti susah juga ya untuk
mengawasi mereka. Tapi bagaimana pun juga harus tetap bisa
dimaksimalkan. Jangan sampai, karna kekurangan orang ini jadi
kendala besar. Harus tetap bisa dikendalikan.”79
Dari wawancara di atas diketahui bahwa sebenarnya Lapas Cipinang
memang kekurangan perugas untuk mengontrol seluruh narapidana. Namun
dengan kondisi seperti ini seluruh petugas lapas harus kerja maksimal.
Sehingga permasalahan kurangnya petugas lapas tidak menjadi masalah
yang lebih besar dan tidak terkendali.
2. Kurangnya Kesadaran Narapidana
Kendala selanjutnya yaitu kurangnya kesadaran narapidana untuk mau
berubah dan mengikuti pembinaan. Seperti yang dikatakan oleh Pak
Suwarno:
“.. yang kedua itu ya mereka ini kurang. Kurang apa ya, anu, kadang
mereka itu ga sadar kalo mereka masuk sini ya karna emang mereka
salah, ada juga yang ga terima mereka masuk sini. Kalo ngikut
pembinaan gini kan kita ga bisa maksa mereka. Jadi ya memang dari
kesadaran mereka aja yang ngikutin pembinaan. Meskipun sedikit
yang mau ikut tapi yang penting mereka memang mau berubah..”
Dari perkataan di atas kurangnya kesadaran narapidana untuk
mengikuti pembinaan menjadi kendala yang kedua. Karena sebagian dari
mereka ada yang tidak sadar kalau mereka masuk lapas karena kesalahan
mereka, bahkan ada yang menyadari kesalahannya namun tidak terima
79 Wawancara Pribadi dengan Bapak Syarpani, pada tanggal 16 Februari 2015.
93
apabila harus masuk lapas. Sehingga mereka memilih untuk tidak mengikuti
pembinaan yang ada di lapas. Hal sependapat juga disampaikan oleh Inal
yang mengatakan sebagai berikut:
“emang ga dipaksa sih buat ikut ini (pembinaan keagamaan), tapi ya
saya kan di sini mau berubah. Buat apa masuk sini ga ngapa-ngapain,
ga dapet apa-apa juga. Mending ikut ini kan? Banyak temen saya
yang males, lebih milih tidur-tiduran di blok. Cuma ya ga bisa
dipaksa, paling saya bilangin aja pelan-pelan..”80
Dari wawancara di atas, Inal mengakui bahwa dia mengikuti
pembinaan karena dia benar-benar ingin berubah atau bertaubat selain untuk
mengisi waktu yang dihabiskan di dalam lapas. Inal menyadari bahwa dia
telah melakukan kesalahan sehingga dia masuk lapas. Namun tidak sedikit
juga narapidana yang bermalas-malasan dan lebih memilih untuk tidur di
dalam blok mereka. Hal serupa juga dikatakan oleh Bapak Syarpani.
“... yang penting itu kan kesadaran mereka. Mereka sadar ga kalo
mereka salah? Oh jangan-jangan mereka ini ga mau nih masuk lapas,
jadi tidak terima. Karna mungkin dia merasa benar, atau memang dia
ini dendam. ‘wah gue masuk lapas nih, sialan.’ Begitu kan? Jadi
timbulnya mereka dendam, ga mau ikut pembinaan.”81
E. Indikator Keberhasilan
Setelah pembinaan dilakukan di lembaga pemasyarakatan, evaluasi terhadap
pelaksanaan program memang dilakukan. Namun hanya pelaksanaannya saja yang
dievaluasi, sedangkan tingkat keberhasilan dari program tersebut tidak dievaluasi.
“Kalo evaluasi kita adakan, itu setahun sekali. Kan setiap setahun sekali
kita buat jadwal baru. Tapi kalo buat mastiin tingkat keberhasilan sih susah
ya. Paling kita liat aja, ini kegiatannya berjalan lancar apa engga.”82
80 Wawancara pribadi dengan informan Inal, pada tanggal 28 Oktober 2014. 81 Wawancara Pribadi dengan Bapak Syarpanni, pada tanggal 30 September 2014. 82 Wawancara Prinadi dengan Bapak Suwarno, pada tanggal 5 November 2014.
94
Evaluasi program pembinaan dilaksanakan setahun sekali saat membuat
jadwal pembinaan yang baru. Namun, untuk tingkat keberhasilan pelaksanaan itu
sendiri, untuk mengetahui narapidana sudah benar-benar berubah dan bertaubat
ini tidak bisa dievaluasi. Karena kesulitan staff untuk mengukur bagaimana
tingkat keimanan seseorang, dan juga tidak adanya tenaga profesional yang
melaksanakan tugas tersebut seperti psikolog.
“Emang ga ada sih ya mbak, kita emang ga punya psikolog. Tapi kalo
pertugas yang lagi kuliah lagi jurusan psikologi sih ada.”83
Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang tidak memiliki tenaga
profesional yang menangani kepribadian narapidana. seperti yang kita ketahui
bahwa psikolog dibutuhkan untuk mengamati tingkah laku dan prilaku seseorang,
apalagi yang ditangani saat ini adalah narapidana, orang yang bermasalah dengan
hukum. Hal ini juga yang menyulitkan lapas untuk menentukan apakah
narapidana tersebut sudah benar-benar berubah atau belum.
“paling kita liat aja keseharian mereka. Kan biasanya kalo mereka itu
beneran mau berubah, mereka jadi deket sama kita (petugas). Jadi lebih
banyak sharing, cerita-cerita tentang masalahnya mereka. Ya kita perhatiin
terus sih.”
“kalau memastikan orang untuk berubah itu susah ya. Kan ga tau dia
beneran berubah apa engga, bisa aja bilangnya berubah, taubat taubat,
tapi dalam hatinya kan ga tau. Yaa paling saya tetap jaga komunikasi sama
anak binaan sini, biar kalau sudah keluar nanti bisa tetap saya pantau, dia
bener berubah apa engga.”84
Selama ini, dalam membuktikan seorang narapidana sudah benar-benar
bertaubat dan tidak akan mengulangi kesalahannya lagi hanya melalui
pengamatan para petugas. Biasanya narapidana yang benar-benar berubah akan
berbuat baik dan terlihat berbeda dari waktu pertama dia masuk ke lapas. Namun
83 Wawancara Pribadi dengan Bapak Suwarno, pada tanggal 2 Maret 2015. 84 Wawancara pribadi dengan Bapak Muhammad Shidiq,pada tanggal 19 Maret 2015.
95
untuk membuktikan apakah mereka benar-benar tidak akan mengulangi
kesalahannya lagi atau tidak pihak lapas tidak bisa memastikan. Tetapi
pengawasan bisa dilakukan oleh para Ustadz atau pengajar dengan tetap menjalin
komunikasi dengan narapidana. Seperti yang dilakukan oleh Bapak Shidiq, beliau
tetap menjalin komunikasi dengn narapidana-narapidana yang telah keluar,
sehingga tetap bisa memantau perubahan serta perkembangan yang ada dalam
mantan narapidana tersebut. Dari sekian banyak mantan narapidana yang telah
diajarkan oleh beliau, banyak di antaranya yang masih berkomunikasi dan benar-
benar bertaubat, namun banyak pula yang hilang kontak sehingga tidak tahu lagi
perkembangannya.
F. Pendampingan Narapidana
Dari semua kegiatan yang sudah dijelaskan sebelumnya, Lembaga
Pemasyarakatan Klas I Cipinang mempunyai program-program yang lengkap,
yaitu pembinaan kepribadian, pembinaan kemandirian dan juga ada kesenian.
Lapas Cipinang memiliki pola pembinaan sesuai dengan perspektif pekerjaan
sosial koreksional maupun Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 1999 tentang
Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Orang-
orang yang menjadi pembina, pembimbing atau tenaga pengajar di sana juga
merupakan orang yang memiliki keahlian di bidanya masing-masing.
Namun dalam perspekti pekerjaan sosial koreksional, lembaga koreksional
akan lebih ideal apabila dilengkapi dengan seseorang menjalani fungsi pekerja
sosial koreksional seperti yang telah di jelaskan pada BAB II hal 20, fungsi
pekerja sosial koreksional adalah untuk mendampingi narapidana selama di dalam
96
lapas. Dalam hal ini peneliti belum menemukan seorang yang bertugas untuk
mendampingi narapidana selama di lembaga pemasyarakatan.
“Ga ada ya, karna kita ini kan sedikit, sedangkan mereka udah hampir
3000. Kalo dikasih pendamping 1 orang satu harus punya berapa petugas
di sini? Lagi pula kan kita ini ngikutin perintah pusat (Kemenkumham), dari
pusat engga mengadakan jadi ya engga ada di sini.”85
Dari pernyataan di atas diketahui bahwa Lembaga Pemasyarakatan Klas I
Cipinang tidak menyedikan pendampingan bagi narapidana. Hal ini dikarenakan
jumlah petugas yang sedikit dibandingkan dengan jumlah narapidana yang sangat
banyak, artinya terjadi ketimpangan yang jauh antara petugas dengan narapidana,
sehingga pertugas tidak bisa mengontrol setiap narapidana. tidak adanya
pendampingan bagi narapidana juga dikarenakan memang tidak ada aturan dan
ketentuan yang berlaku dari Kementerian Hukum dan HAM.
“..paling kalo yang ikut pembinaan, itu emang ada walinya. Saya, Solihin
sama Pak Sohani, kita bagi-bagi tugas. Kan kalo mereka mau ngurus PB
(Pembebasan Bersyarat) itu kan harus ada syaratnya, nanti ditanya juga
walinya siapa.”
Namun, sistem pendampingan bagi narapidana diadakan di sela-sela
kegiatan pembinaan keagamaan. Karena jumlah narapidana yang aktif mengikuti
pembinaan keagamaan relatif sedikit maka petugas bisa membagi-bagi tugas
mereka untuk memberikan pendampingan. Pendampingan ini juga dilakukan
untuk memberikan kesaksian dan kejelasan apabila suatu saat nanti narapidana
tersebut ingin mengajukan asimilasi.
“paling kalo pendampingan itu ada di Bapas (Balai Pemasyarakatan86
), itu
di sana ada itu PK (Pendamping Pemasyarakatan). Kan kalo mereka ini
udah keluar dari lapas, mereka urusannya sama Bapas. Itu dari Bapas
nanti yang ngontrol.”87
85 Wawancara Pribadi denga Bapak Suwarno, pada tanggal 2 Maret 2015. 86 Balai Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut BAPAS adalah pranata untuk
melaksanakan bimbingan Klien Pemasyarakatan. 87 Wawancara Pribadi dengan Bapak Suwarno, pada tanggal 2 Maret 2015.
97
Selanjutnya Bapak Suwarno menjelaskan bahwa pendampingan narapidana
dilakukan di Bapas. Pendampingan tersebut ditujukan bagi narapidana yang sudah
keluar dari lembaga pemasyarakatan dan mendapatkan pembebasan bersyarat.
Narapidana yang mendapat pembebasan bersyarat berada di bawah pantauan
Bapas dan dibimbing oleh pembimbing pemasyarakatan. Hal ini dibenarkan oleh
pernyataan Bapak Syarpani yang mengatakan sebagai berikut:
“Iya tidak ada, belum, belum ada. Saat ini memang lapas, seluruh lapas ya
yang ada di Indonesia itu belum ada pendamping buat narapidana di sini,
termasuk di Lapas Cipinang ini.”
“kalo di sini (pembinaan keagamaan) ada, iya saya sama Pak Solihin. Tapi
kalo buat yang lain ga ada deh kayanya. Soalnya di blok saya juga saya aja
sih yang punya pendamping.88
”
88 Wawancara pribadi dengan Informan Inal, pada tanggal 9 Maret 2015.
98
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan pada bab-bab sebelumnya, maka berikut ini adalah
kesimpulannya :
1. Pola Rehabilitasi Sosial Melalui Pembinaan
Pola pembinaan yang dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Klas
I Cipinang Jakarta dibagi menjadi dua (2), yaitu pembinaan kepribadian dan
pembinaan kemandirian. Pembinaan kepribadian merupakan program inti
yang wajib diikuti oleh setiap narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas
I Cipinang. Pembinaan kemandirian dibagi lagi menjadi dua, yaitu
pembinaan rohani (keagamaan) dan pembinaan jasmani (olahraga).
Pembinaan kepribadian sendiri wajib diikuti oleh seluruh narapidana yang
ada di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang Jakarta.
Sedangkan pembinaan yang kedua adalah pembinaan kemandirian.
Pembinaan kemandirian terdiri dari beberapa kegiatan, yaitu bimbingan
intelektual, bimbingan berbangsa dan bernegara, bimbingan kerja dan
kesenian. Berbeda dengan pembinaan kepribadian, bimbingan kemandirian
tidak diwajibkan bagi narapidana, hanya narapidana yang berminat saja
yang mengikuti rangkaian kegiatan ini.
99
2. Metode Pembinaan
Dalam pelaksanaan pembinaan, terdapat dua metode pembinaan yang
diterapkan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang, yaitu pendekatan
dari atas (top down approach). Jenis pembinaan yang menerapkan metode
ini adalah pembinaan kepribadian (pembinaan rohani dan jasmani) dan
pembinaan kemandirian (pembinaan interlektual dan pembinaan kejuruan).
Pembinaan ini sudah ditetapkan dan diadakan oleh Lembaga
Pemasyarakatan Klas I Cipinang berdasarkan keputusan pemerintah pusat
yaitu Kementerian Hukun dan Hak Asasi Manusia.
Sedangkan pendekatan dari bawah (bottom up approach) diterapkan
pada pembinaan minat dan bakat. Lembaga Pemasyarakatan Klas I
Cipinang mengadakan pembinaan tersebut karena atas keinginan dan
inisiatif narapidana dan bukan kegiatan yang ditetapkan oleh pemerintah
pusat.
3. Pendampingan Narapidana dalam Menjalani Pembinaan
Pendampingan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I
Cipinang masih dikatakan belum ideal karena tidak ada pendampingan
narapidana secara menyeluruh. Namun pendampingan narapidana tetap
diadakan bagi narapidana yang mengikuti pembinaan keagamaan.
Pendampingan ini bertujuan untuk menjadi wali dan saksi saat narapidana
mengajukan asimilasi. Pendampingan ini dilakukan oleh petugas lapas,
yaitu staff bimbingan kemasyarakatan karena di Lembaga Pemasyarakatan
100
Klas I Cipinang belum ada tenaga ahli seperti pekerja sosial koreksional
atau pun psikolog yang bertugas sebagai pendamping narapidana.
B. Saran
1. Akademis
Dalam penulisan skripsi ini, penulis merasa sedikit kesulitan mencari
referensi tentang teori pekerjaan sosial koreksional. Peneliti berharap
Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah memberikan
pengetahuan lebih tentang pekerjaan sosial di bidang koreksional. Karena
masih sedikit yang mengetahui bahwa pekerja sosial sebenarnya bisa
bergerak di bidang koreksional dan memiliki peran yang cukup penting di
dalamnya, meskipun itu belum berlaku di Indonesia.
2. Praktis
Sebagai lembaga koreksional yang memberikan pelayanan kepada
orang yang bermasalah dengan hukum, diharapkan Lembaga
Pemasyarakatan Klas I Cipinang bisa memenuhi segala kebutuhan
narapidana, tidak hanya berupa sarana yang bisa dinikmati oleh raga
mereka, tetapi pelayanan yang juga memberikan sarana bagi kejiwaan
mereka. Peneliti berharap Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang
mengadakan orang yang ahli dalam menangani tingkah laku narapidana,
untuk memudahkan petugas lapas dalam menentukan sejauh mana
narapidana itu berubah, apakah benar-benar berubah atau tidak.
101
Dengan demikian, peneliti telah menyusun skripsi yang diharapkan
bisa memberikan sumbangan pengetahuan bagi pembaca dan khususnya
bagi peneliti sendiri. Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
kata sempurna. Untuk itu, peneliti mengharapkan kritik, saran dan masukan
pembaca guna menyempurnakan skripsi ini.
102
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Isbandi Rukminto, Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial
(Pengantar Pada Pengertian dan Beberapa Pokok Bahasan), Jakarta: FISIP
UI Press, 2005.
Ahmad, Abu, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, Semarang: Toha Putra,
1977.
Arifin, HM., Pokok-pokok Pikiran Tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama,
Jakarta: Bulan Bintang, 1985.
Badan Penasehat Perkawinan, Perselisihan dan Perceraian BP4, Membina
Keluarga Bahagia dan Sejahtera (Jakarta: BP4, 1994)
Gerungan, W. A., Psikologi Sosial, Bandung: Reflika Aditama, 2004.
Harsono, C. I., Sistem Baru Pembinaan Narapidana, Jakarta: Djambatan, 1995.
Http://bambang-rustanto.blogspot.com/2015/03/pekerja-sosial-koreksional.html.
Http://www.bps.go.id/website/pdf_publikasi/watermark%20_Statistik_Kriminal_
2014.pdf.
Http://www.kumham-jakarta.info/pelayananpublik/layanan-pas/selayang-
pandang.
Http://lpcipinangsatu.wordpress.com/about-us.
Kartono, Dr. Kartini, Patologi Sosial, Jakarta: Rajawali Press, 2005.
Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2009.
Ordonasi 10 Desember 1917 Gestichtenreglement (Reglemen Penjara).
103
Panjaitan, Petrus Irwan dan Simorangkir, Pandapotan, Lembaga Pemasyarakatan:
Dalam Perspektif Sistem Peradilan Pidana, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
1995.
Pidato Prof. Jamhari pada Seminar Nasional: Restorative Justice dalam Sistem
Pemasyarakatan Guna Mengatasi Kriminalitas dan Overkapasitas Lapas
dan Rutan di Indonesia, (Jakarta: 25 Maret 2015).
Poerwandi, E. Kristi, PendekatanKualitatif dalam Penelitian Psikologi ( Jakarta:
Fakultas Psikologi Indonesia, 1998).
Prof. Dr. Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung:Alfabeta, 2010.
Salam, Prof. Dr. H. Syamsir dan Jaenal Aripin, M. Ag, Metodologi Penelitian
Sosial, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006.
Suharto, Edi, Pekerjaan Sosial di Dunia Industri - Memperkuat Corporate Social
Responcibility, Bandung: Alfabeta, 2009.
Suprayogo, Imam dan Tobroni, Metodologi Penelitian Agama, Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2001.
Tim Pengkajian Hukum Tentang Sistem Pembinaan Narapidana Berdasarkan
Prinsip Restorative Justice, Tim Kerja Pengkajian Umum, Badan
Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM RI tahun 2012.
Undang-undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Undang-undang No. 39 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Zastrow, Charles, Introduction to Social Welfare Institutions : Social Problems,
Services and Current Issues, Chicago : The Dersey Press, 1986.
Transkrip Wawancara Narapidana
Nama : “Sukur” (Nama Samaran)
Usia : 38 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Asal : Jakarta Pusat
Tindak Pidana : Penyalahgunaan Narkotika
Wawancara ini dilaksanakan pada tanggal 5 Januari 2015 di Perpustakaan
Masjid Baiturrahman Lapas Cipinang pada pukul 10.00-11.00 WIB. Pada
awalnya, Sukur terlihat kaku dan canggung. Dari ekspresi wajahnya terlihat dia
merasa bingung dan menerka-nerka pertanyaan apa yang akan peneliti tanyakan.
Namun setelah wawancara berlangsung, Sukur terlihat tenang dan mulai sedikit-
sedikit tertawa. Bahasa yang dia gunakan adalah Bahasa Indonesia dengan logat
Betawi.
NO. PERTANYAAN JAWABAN
Assalamu’alaikum pak. Maaf
nih ganggu waktu bapak.
Kum salam,, iya iya gapapa.. hehehe..
emang lagi kosong juga.
1. Sebelumnya saya mau jelasin
dulu nih pak. Saya ini mahasiswi
dari UIN Jakarta, saya lagi
penelitian di sini tentang
pembinaan keagamaan yang ada
di sini. Nah, saya harus
wawancarain WBSnya juga pak,
bapak keberatan ga kalo saya
wawancarain?
Ga, gapapa ko. (sambil menganggukan
kepala)
2. Bener ya pak? Hehehe.. Ya
udah, langsung saya mulai aja ya
pak. Hmm.. Bapak namanya
siapa?
Sukur. Su-kur.
3. Pak Sukur, udah berapa lama
pak masuk sini?
Mulai ditangkepnya sih tanggal 24
Oktober taun 2012. pas mau lebaran
dua hari saya kenanya. Di bawa ke
polisi, trus ditahan disana 2 bulan. Abis
dari sana dikirim ke Rutan Salemba itu
4 bulan. Baru ke sini. Ya pas tanggal 3
Mai 2013 lah.
4. Itu kenapa tuh pak ko bisa
masuk sini?
Ya biasa lah, itu narkoba. (Informan
memelankan suaranya dan agak malu
mengakuinya)
5. Emang gimana tuh pak awalnya,
kok bisa pake itu obat?
Ya, jadi gini. Ya awal-awalnya waktu
itu kan rumah tangga, udah rumah
tangga, ada problem ya kan. Ya udah
dah akhirnya pecah gini kan sama istri.
Emm.. Ya udah, sama istri cerai, ya
saya gini kan kerjanya ada bos,
katanya nih kata bos ‘lu sumpek bener’
katanya. ‘Ya kan liatin lu bete kan,
bete lah..’ Nah, ya kan, coba-coba.
Jenis, jenis sabu. Iya, awalnya ga mau
saya bu, tapi akhirnya ‘ni ni cobain
biar lu ga stress’. Ya udah saya coba
kan. Dah tuh.. nagih terus..
6. Terus kenapa tuh pak ko bisa
sampe sini?
Ya kan tadinya saya punya temen. Lagi
maen temen saya di parkiran. Trus
dateng ke rumah saya, minta cariin
barang. Udah saya cariin. Tau-tau
temen saya datanglah bawa itu, bawa
polisi. Disuruh lagi juga dia. Temen
saya disuruh beli. Jadi temen saya itu
disuruh lagi gitu sama temennya. Nah,
temennya temen saya itu yang bawa
polisi itu. Tiba-tiba begitu barangnya
dikasih, polisi nangkep. (Informan
menjelaskan dengan tegas, dan
matanya fokus kepada peneliti)
7. Ngomong-ngomong, waktu
bapak kecil gimana sih pak
didikan keluarga bapak tentang
agama gitu?
Emm.. Bagus. Emang turunan saya
emang turunan agama. Orang tua saya
sih ya, solat solat, rajin ngaji. Sering
dinasehatin terus, ya waktu saya masih
kecil mah ngaji ya ngaji. Saya nurut
sama orang tua saya. Ya sejak rumah
tangga aja itu kan, pergaulan lah situ.
Ya tetep jalan ibadah tetep. Dulu ya
waktu kecil suka ikut lomba-lomba
MTQ, jadi juaranya dah. Udah
ngerasain dulu mah.
3. Waktu make sabu-sabu itu ada
kepikiran berdosa ga sih pak?
Yah kalo udah kaya gini mah kaga.
Emang dari awal ya udah nolak mulu.
Sekali dua kali, tiga kali diajakin
emang saya nolak mulu, bos saya diem
aja. Cuma pas waktu itu saya diajak
masuk, ‘udah pake aja’ gitu kan kata
bos saya. Ya udah saya nyicip-nyicip
(coba-coba).
4. Tapi waktu itu bapak masih
inget solat ga pak?
Solat, solat saya. Kalo abis make itu
kan mandi besar saya. Kadang ya
Istighfar juga, nyesel gitu.. Cuma ya
pas make gitu lagi..
5. Di sini kegiatan bapak sehari-
hari ngapain pak? Rutinitas
bapak dari bangun tidur sampe
tidur lagi.
Saya disini jadi pendamping bapak-
bapak sini, petugas sini. Jadi pengurus
masjid. Keluar solat subuh kan keluar
blok langsung ke sini sampe Magrib
saya pulang. Kadang pulang abis Isya’,
sebagian pulang abis Magrib. Di
musolah saya kan di blok kadang ga
ada imam, jadi saya yang imamin. Tapi
positif saya di situ, di masjid. Abisin
waktu gitu aja buat ibadah.
6. Ibaratnya ada waktu buat
perbaikin diri ya pak?
Iya, ya kan kita di sini mau jadi
berubah dah ibarat kata. Ngapain, kita
lama-lama di sini kalo ga ada
perubahan. Ambil aja hikmahnya, kita
sukurin aja di sini kita masih bisa
tobat.
7. Emang gimana pak alurnya
bapak bisa ikut pembinaan di
sini? Daftarnya ke siapa gitu?
Ga, kan tadinya saya ikut bingker kan,
tuh konveksi kaos. Trus saya juga
sering ke mesjid, ya kan kalo solat
Subuh, Zuhur, ya suka lah ke mesijd.
Suka ngaji-ngaji juga. Trus waktu itu
ada apa namanya, ada tamping gitu
sama staff katanya lagi butuh buat
pengurus masjid nih. Liat saya kan
suka ngaji, bacanya bagus, rajin, ya
udah saya di tawarin dah. Temen-
temen juga bilang sih, ‘lu udah bagus
tu ngaji lu, agama lu juga bagus. Udah
jadi pengurus masjid aja’ katanya gitu.
Tapi emang sebenernya mah harus sih
ikut ini, bimbingan agama kan itu kan
buat kalo nanti syarat PB (Pembebasan
Bersyarat).
8. Pak, kan dulu bapak sekolahnya
di MTs ya, sama ga materinya
sama yang diajarin di sini?
Iya, hampir-hampir sama sih, SDnya
juga SD Islam kan saya.. Kalo di
rumah juga kan diajarinnya beginian,
ya tentang agama lah sama keluarga.
Tapi kan dulu mah gitu, males kadang
males.. Trus ya paling dasar-dasar aja
lah. Sekarang jadi lebih ngerti lagi aja.
Udah punya dasarnya ya tinggal
dalemin lagi, ngegali lagi. emang
kebanyakan tentang akhlak gitu sih.
9. Kalo menurut bapak sendiri,
manfaat pembinaan di sini apa
sih pak?
Ya banyak sih ya.. Jadi lebih banyak
tau aja gitu tentang agama. Emang
dulu kan pernah diajarin, cuma di sini
lebih banyak lagi taunya, paling dulu
taunya halal, haram, ini ga boleh itu ga
boleh. Sekarang lebih tau aja gitu,
paham lah.. Terus ya dari pada kita
ngabisin waktu sia-sia di sini mending
ngikutin kegiatan ini. Banyaklah
manfaatnya mah.. Jadi bisa renungin
kesalahan juga, kenapa gua kaya gini
ya.. Begitu sih..
10. Bapak ngerasain ga pak ada
perubahan apa gitu dalam diri
bapak dari sebelum ngikutin
pembinaan ini sampe sekarang
nih pak?
Ya ada sih, klo dulu kan kalo mau
ngapain gitu, ya kaya gitu lah pas make
obat itu paling-paling takutnya gitu
doang, dosa engga dosa engga tapi ya
udah lah belakangan itu mah. Kalo
sekarang sih ya lebih mikir gitu, lebih
ya kalo mau ngapain gitu pikir-pikir
lagi, trus jadi lebih rajin aja gitu solat,
sering puasa juga sih.
11. Pak, kan tadi bapak bilang ini
kan sebenernya harus ya
narapidana ikut pembinaan
agama ini, ada ga sih pak
hukumannya gitu kalo ga
ngikutin kegiatan?
Ya engga sih, ga ada. Lagian kan di
sini kita udah di hukum, eh masa
dihukum lagi? Hehehe. Engga lah
engga ada. Dibiarin aja, ya gimana kita
sadar apa engga nya. Tapi kan gitu,
kan kalo mau ngajuin PB gitu jadi agak
lama ngurusinnya. Kan nanti diliat
absennya.
12. Oh iya iya pak.. Kan bapak
bilang katanya sebelum ikut
pembinaan keagamaan di sini
bapak ikut bingker ya? Itu
ngapain aja pak?
Biasa, jait, jait kaos gitu bikin bikin
baju.. Garmen garmen gitu..
13. Itu wajib ga sih pak? Kaya
bimbingan agama gini.
Engga lah, engga itu kalo yang mau
aja.
14. Dibayar ga pak? Ya enak banget kalo dibayar mah. Ya
kadang dibayar sih, paling kalo
misalnya seumpama kaos nih kan kita
bikin, terus dijualin keluar, ya kalo
laku paling dapet 5.000 perak. Tapi
kan jarang banget, ga sering.
15. Selain konveksi, ada lagi ga pak
kegiatan kerja-kerja gitu?
Iya ada banyak, sablon juga ada,
bengkel.. Ya macem-macem lah..
16. Itu nantinya disalurin ga sih pak
kalo udah keluar gitu?
Engga, engga lah.. Kayanya sih engga
deh..
17. Kalo pendidikannya di sini ada
juga ga sih pa?
Pendidikan,, ehmm.. Ga tau deh tapi
kayanya ada sih di dalem.. Iya itu yang
kaya sekolah gitu? Iya ada itu, SD,
SMP, SMA.. Yang dari Universitas
juga ada kayanya sih..
18. Itu dapet ijazah ga pak kalo ikut
itu?
Wah,, kurang tau juga deh saya..
Hahaha..
16. Itu buat yang mau aja ya pak
kalo yang pendidikan itu?
Iya itu buat yang mau aja, kalo
misalnya mau ya kita daftar ke sana.
17. Pak, kalo band itu program dari
sini juga ya?
Itu, band.. Band itu juga dari sini..
Cuma ya emang buat yang mau aja sih.
Kaya kaligrafi juga ada, trus bikin
patung-patung gitu ada..
18. Pak, di sini ada walinya juga ga Ada sih, kaya saya sama Pak Mursalin
sih pak buat wbp nya? gitu? Iya ada.. Tapi ya ga tau sih kalo
yang laen.. Paling setau saya sih paling
yang ikut ini aja bimbingan agama..
19. Di sini suka ada konseling gitu
ga pak?
Ohh kalo konseling mah biasanya sih
tergantung Ustadznya.. Ya paling
ngobrol-ngobrol gitu, kalo saya mah
jarang sih.. Tapi kalo yang laen
kayanya sih banyak kali..
Transkrip Wawancara Narapidana
Nama : “Damar” (Nama Samaran)
Usia : 50 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Asal : Jakarta Timur
Tindak Pidana : Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Wawancara ini dilaksanaka di perpustakaan Masjid Baiturrahman
Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang pada tanggal 19 Januari 2014 pada
pukul 10.30 – 11.30 WIB.
NO. PERTANYAAN JAWABAN
1. Assalamu’alaikum Pak. Pak, saya
Ilma mahasiswi jurusan
Kesejahteraan Sosial UIN Jakarta.
Saya lagi penelitian di sini pak, bapak
bersedia ga kalo saya wawancarain?
Wa’alaikum salam. Oh iya mbak,
boleh boleh mbak, saya ga
keberatan ko.
2. Ya udah, kita langsung mulai aja ya
pak. Hmm. Bapak namanya siapa ya
pak?
Nama saya Da**** Mar******
3. Ngomong-ngomong, kenapa tuh pak
bisa masuk sini pak?
Saya itu, bisa dibilang saya ini
kualat ya mbak ya. Dulu waktu
belum masuk sini saya pernah
lewat sini sama supir saya. supir
saya bilang, ‘ini loh pak tempatnya
orang-orang jahat’. Saya bilang
gini. Emang kaya apa sih
dalemnya? Ga takut saya kok. Ya
sekarang saya di sini, jadi tau di
sini tuh kaya apa.
4. Tapi karna apa emang pak bisa
masuk sininya?
Emang, dulu itu salah saya. saya
akuin saya salah. Istri saya itu baik
banget mba, sabar, dia bisa terima
saya. Jadi saya itu nikah sama istri
saya sama-sama duda sama janda,
istri saya itu keluarganya kaya,
jadi ga terima ga suka kalo nikah
sama saya karna saya cuma
karyawan biasa, sedangkan
almarhum suaminya kan punya
jabatan di pemerintahan.
Kakaknya dia itu yang paling
nentang saya, waktu itu saya
berantem sama kakanya itu, sama
anaknya istri saya yang pertama
juga, itu kaya udah dipengaruhin
sama kakaknyanya istri saya. saya
kesel terus, yaa.. saya bener-bener
nyesel mba.. (informan menangis)
terus ya saya dilaporin sama
kakaknya itu, padahal istri saya
udah maafin saya.
Mbak, saya ini masuk lapas udah
abis jutaan loh mbak. Bayangin
aja, dari awal saya ditangkep polisi
itu kan ditahan di sana, sama
tahanan sana tuh saya dimintain
uang mbak, ya kalo saya engga
ngasih ya saya digebukin mbak.
Iya sama tahanan sana juga. Belum
lagi di rutan, sama kaya gitu juga.
Pas masuk sini mbak, baru saya
masuk blok tuh mbak ya saya udah
dimintain uang. ‘mana sini mana,
bayar berapa?’ gitu mbak.
Istilahnya kalo di sini itu uang gaul
mbak. Apalagi kalo tau kita ni
orang ada, abis udah mbak.
5. Maksudnya bapak melakukan
kekerasan gitu pak?
Iya, iya saya ga sengaja mbak. Jadi
waktu saya lagi berantem sama
kakaknya itu, saya ga sengaja juga,
karna dia mau pisahin saya sama
kakaknya. Saya udah minta maaf
sama istri saya itu, tapi tetep
kakaknya itu pake jalur hukum,
karena kan suaminya juga hakim,
keluarganya ga suka sama saya.
setelah ada kejadian ini jadi
dimanfaatkan banget. Saya nyesel
banget mbak.
6. Dulu bapak kerja apa pak? Trus
kehidupan bapak tuh gimana?
Baik ya mba ya.. saya dulu kerja di
perusahaan susu, jabatan saya juga
tinggi di situ. Saya ga pernah
macem-macem. Kalo di sini
kebanyakan orang pake narkoba,
saya ga pernah kenal mba, sama
narkoba itu saya ga pernah kenal.
Orang membunuh, mencuri itu
ada, banyak juga. Tapi saya ga
kaya gitu. Saya baik.
7. Bagaimana pemahaman anda tentang
agama sebelum mengikuti pembinaan
kegamaan di lembaga
pemasyarakatan?
Biasa aja sih mba, dulu emang
orang tua saya kan mualaf, jadi
saya tau agama juga gitu-gitu aja,
Cuma shalat, puasa, ya itu aja,
shalat juga kadang ketinggal. Tapi
emang saya banyak tau itu dari
istri saya.
8. Mengapa anda ingin mengikuti
pembinaan keagamaan?
Mba, orang masuk lapas ini ya
banyak. Yang mau tambah ancur
ya ancur sekalian, mau toubat ya
toubat sekalian. Banyak anak-anak
sini yang malah jadi ga bener, tapi
ya saya ambil hikmahnya aja. Saya
ga mau jadi orang ga bener,
awalnya saya ga tau apa-apa soal
narkoba kan bisa jadi pengedar
kalo saya ikutin orang-orang sini,
banyak mba yang kaya gitu.
9. Bagaimana caranya agar bisa
mengikuti pembinaan keagamaan di
sini?
Ikutin aja, kan saya juga ikut
pramuka toh, saya daftar aja di sini
sama tampingnya nih sama mas
“Inal”. Terus ya saya ikutin terus
pembinaan. kalo pramuka itu kan
latihan terus ya apalagi kalo mau
ada acara, tapi kalo lagi ga ada
acara apa-apa kan kosong, jadi ya
saya ikut ke masjid, tapi ya sering
sih. Belajar di sini, enak sih mba,
jadi tenang aja..
10. Oh bapak ikut pramuka juga. Emang
ga bentrok pak jadwalnya?
Ya engga sih. Kan kalo pembinaan
agama ini kan setiap hari saya ikut.
Tapi kalo pramuka itu kan Cuma
latihan-latihan gitu. Ya kalo mau
ada acara apa gitu aja saya izin, ga
ikut pembinaan agama. Tapi kan
ada absennya mbak, saya ga ikut
pembinaan nih karna saya latihan
pramuka. Jadi ga nganggur.
11. Sebelum ikut pembinaan agama di
sini sebelumnya bapak pernah ikut
bimbingan agama ga?
Kalo pembinaan kaya gini sih,
pelajaran-pelajarannya ga pernah.
Saya juga malu mba, orang udah
tua kaya saya gini kok baru bisa
belajar Qur’an. Saya baru bisa
membaca itu ya di sini. Paling
dulu tau yang umum-umum aja, ga
banyak.
12. Apa manfaat pembinaan keagamaan
yang dapat anda rasakan?
Banyak banget mba, saya bener-
bener ambil hikmahnya aja di sini.
Saya mau jadi orang bener, bener-
bener saya mau bertaubat selama
ini saya masih bener-bener kurang
tau soal agama. Buat apa sih kita
abisin waktu bertahun-tahun di sini
kalo ga ada hasilnya, ga ada yang
jadi positif. Saya ambil hikmahnya
aja. Kalo ga ikutin apa-apa disini
malah bikin pusing mba, stress
saya kepikiran terus, malah jadi ga
bener. Yang ada Cuma nyesel,
nyesel, sedih mba..
13. Selain ikut pembinaan agama sama
pramuka bapak ikut kegiatan apa lagi
di sini pak?
Engga ada sih, ya paling ini aja
sama pramuka. Tapi ada ko
kegiatan lain kalo kita mau ikutan.
Saya seneng kalo ikut pramuka,
emang dari dulu itu saya seneng
baris berbaris, PBB, semapur gitu,
suka saya.. kalo ada acara juga
suka jadi panitia kalo ikut
pramuka.. waktu lebaran aja saya
jadi panitia, jagain gerbang itu
deket portir, kan bisa liat mobil
lewat, keliatan jalan raya sedikit
aja itu udah seneng banget mbak.
14. Tapi di sini ada kan ya buat kalo yang
mau kerja gitu?
Iya ada mbak, ada di dalem. Itu
banyak, kaya menjahit, bengkel-
bengkel gitu juga ada. Tapi saya
ga ikutan kan saya udah ikut
bimbingan ini toh, terus pramuka
juga saya ikut. Kalo ikut itu lagi
nanti kebanyakan, capek saya,
bingung bagi waktunya.
15. Tapi itu digaji ga sih pak? Oh ya ga tau saya mbak, engga
kali ya. Kalo digaji juga ya banyak
yang ikut.
Transkrip Wawancara Narapidana
Nama : “Inal” (Nama Samaran)
Usia : 30 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Asal : Jakarta Utara
Tindak Pidana : Penyalahgunaan Narkotika
Wawancara ini dilaksanakan pada tanggal 9 Maret 2015 di perpustakaan
masjid yang berada di dalam komplek Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang
Jakarta. Waktu pelaksanaan wawancara ini pada pukul 13.00-14.00 WIB.
Informan yang diwawancarai adalah narapidana yang dipilih langsung oleh staff
lapas untuk diwawancarai. Informan ini merupakan salah satu pengurus masjid
atau bisa juga dikatakan tamping.
Peneliti memang sering bertemu dengan informan setiap kali berkunjung ke
lapas, karena informan memang sangat aktif di masjid dan setiap hari
menghabiskan waktu di dalam perpustakaan masjid yang juga dijadikan sebagai
kantor kepengurusan masjid. Pada kunjungan hari ini, peneliti berniat untuk
mewawancarai seorang narapidana. Dan Pak Suwarno menunjuk informan ini
untuk diwawancarai.
NO. PERTANYAAN JAWABAN
1. Assalamu’alaikum mas Inal.
Saya wawancara ya mas.
Hehehe. Sering ketemu ga
pernah ngobrol nih.
Wa’alaikum salam. Hehehe. Iya, boleh
boleh. Emang mau nanya apaan nih?
2. Ya biasalah. Kan mas Inal tau
kaya yang lainnya tuh yang udah
diwawancara. Ya udah, langsung
mulai aja ya mas. Mas nama
lengkapnya siapa?
I**********
3. Ngomong-ngomong, kenapa nih
ko bisa masuk sini?
Iya, gara-garanya waktu itu ketangkep.
Sabu-sabu. Hehe. Narkoba gitu.
4. Oh.. Di sini banyak ya yang Iya, di sini banyaknya kasus narkotika.
kasusnya narkotika? Tapi yang lain-lain juga banyak, kaya
penipuan, pembunuhan gitu juga ada.
Tapi kalo yang kaya gitu biasanya
jarang ikut kegiatan kaya gini. Di blok
saya aja yang aktif pembinaan ya cuma
saya, sama ada temen tuh satu.
(menunjuk ke luar perpustakaan)
5. Kok gitu ya? Tapi emang pada
ga diajak?
Udah, ya ga tau deh emang pada males
sih. Hehehe. Malah pada tidur-tidur di
blok, ya ga ada kerjaan aja jadinya.
6. Emang ga dimarahin ya?
Bukannya diharusin ikut
bimbingan?
Ga sih, ga dimarahin. Didiemin aja. Ya
paling cuma ditegor aja sih, ‘ayo
bimbingan bimbingan’ gitu. Tapi kan
ga semuanya mau ikut, yang nyadar diri
aja.
7. Oh iya, kalo mas Inal sendiri
kenapa tuh, kok bisa make sih?
Sabu-sabu..
Iya, waktu itu kan punya temen. Abis
punya temen, awalnya itu biasa aja lah,
main yang wajar aja. Dulu tuh kan kerja
di bengkel, bengkel motor gitu. Nah pas
waktu itu, ga tau kenapa ko tiba-tiba
pikiran mumet banget, ga jelas, pusing
deh. Itu dari pagi, ngerjain 1 motor ga
selesai-selesai. Nah bis itu kan temen
gitu bilangin, ‘kenapa lu, lesu amat?
Udah sana masuk dulu, minum dulu’
gitu katanya. Pas masuk kan, waduh,,
lagi pada make gitu. Ditawarin lah.
Awalnya ga mau dong. Tapi ya dari
pada puyeng nih pala. Akhirnya make.
Nah abis itu, itu tuh, ngerjain 3 motor,
selesai 1 jam doang. Iya, abis itu jadi
ketagihan. Wah pokoknya kalo belom
make nih, kayanya ga enak gitu. Ga
semangat banget kerjanya. Males
bawaannya.
8. Itu sejak kapan tuh? Pas lagi
sekolah apa pas kapan?
Itu SMA kelas 2 deh kalo ga salah. Iya
iya, SMA kelas 2.
9. Loh, kok bisa? Emang orang tua
ga tau?
Ga, jadi kan awalnya gini. Dulu tuh
sebenernya ga nakal gitu kan. Orang tua
masih utuh. Trus pas udah kelas SMP
kelas 3, sekitar 1 SMA deh, udah mulai
keliatan sering berantem gitu kan orang
tua. Jadi mulai ga betah di rumah,
sering pergi-pergian.
Nah puncaknya itu kan pas kelas 2
SMA itu. Orang tua kan sering ya
berantem, ga taulah ngeributin apa.
Dulu tuh saya punya temen deket, udah
kaya sodara lah deket banget. Bilang ke
dia, ‘gue nginep ya di rumh lu”. Boleh
kan sama dia. Lama-lama jadi sering.
Itu dia yang punya bengkel itu. Iya
akhirnya tinggal di rumah dia, paling
pulang cuma ngambil baju, mandi, ya
gitu aja sih. Minta uang jajan juga
lama-lama udah ga kan, udah ga
pernah. Kan kerja di bengkel, udah
punya uang sendiri, jadi males minta-
minta lagi.
10. Terus emang bapaknya Mas Inal
ga nanyain gitu kenapa ga
pulang-pulang?
Ga, ga pernah. Papah tuh orangnya
cuek banget. Mau minum-minum di
rumah juga ga bakal di marahin. Waktu
itu pernah kan lagi mabok gitu di
rumah, eh ketauan sama papah, ‘dasar
kamu nih’ udah gitu doang katanya.
11. Kalo boleh tau, gimana sih dulu
waktu mas Inal belum masuk
sini. Didikan orang tua mas Inal
sendiri gimana?
Sebenernya sih diajarinnya bener sama
papah, sama mamah. Kan sekolahnya
juga sekolah Islami ya. Sejak orang tua
cerai aja gitu, jadi bandel deh. Jarang
pulang juga. Main sama temen-temen
kan, balapan motor, trek-trekan.
Apalagi kan papah juga cuek aja, liat
saya begini ya terserah saya. Mulai
SMA lah saya begitu, kan emang orang
tua cerai juga pas saya SMA. Kalo dulu
deketnya sama mamah, trus orang tua
cerai gitu jadi ilang perhatiannya.
12. Mas Inal sendiri ikutan
bimbingan agama ini karna
disuruh atau gimana?
Emang ga dipaksa sih buat ikut ini
(pembinaan keagamaan), tapi ya saya
kan di sini mau berubah. Buat apa
masuk sini ga ngapa-ngapain, ga dapet
apa-apa juga. Mending ikut ini kan?
Banyak temen saya yang males, lebih
milih tidur-tiduran di blok. Cuma ya ga
bisa dipaksa, paling saya bilangin aja
pelan-pelan..
Banyak juga loh yang malah jadi lebih
pinter (menjadi lebih ahli dalam
melakukan kejahatan). Kalo misalnya
masuk sini cuma karna make sabu apa
narkoba apa gitu, nanti keluar dari sini
bisa-bisa jadi bandar, apa malah jadi
pabrik. Hahaha.
13. Masa sih? Tapi emang beneran? Beneran. Serius. Malah ada yang jual
juga kan di sini, saya mah udah tau,
udah banyak yang kaya gitu. Saya juga
ditawarin tuh sama orang-orang itu, tapi
saya ga, ga mau. Padahal untungnya
lebih gede loh. Hahaha. (Informan Inal
mengecilkan suaranya dan hampir
berbisik).
14. Oh iya, mas Inal kan tamping ya
di sini? Itu gimana sih biar bisa
jadi tamping?
Sebelum saya jadi tamping di sini tuh
emang saya rajin ke masjid, saya suka
aja kalo di masjid itu tenang kayanya.
Terus emang basic-nya saya kan dulu
bisa ngaji, ya walau ga pinter-pinter
amat sih. Terus mungkin staff di sini
liat saya rajin, awalnya saya cuma
bersih-bersih masjid aja. Pas kebetulan
lagi butuh tamping terus staff liat saya
bagus, jadi saya ditawarin. Ya
Alhamdulillah sekarang saya jadi
pengurus di sini.
15. Mas Inal sebelumnya pernah ga
ikut bimbingan apa pelajaran-
pelajaran yang di ajarin di sini
sebelum masuk sini gitu?
Ya pernah, kan dulu sekolahnya Islam.
Dulu juga saya jadi pengurus masjid sih
di komplek rumah. Hehehe. Makanya
pas tetangga tau saya ditangkep pada
kaget, sedih juga sampe ada yang
nangis. ‘ya ampun ko bisa sih?’ Begitu.
Hehehe.
16. Tapi materinya sama ga sama
yang diajarin di sini?
Sama sih, tapi ya kalo dulu kan Cuma
gitu aja ya, dasar-dasarnya aja. Kalo di
sini tuh lebih, gimana ya, lebih kayanya
ngena aja, pas banget sama apa yang
dialamin, yang diperbuat. Lebih tentang
kehidupan sih, maksudnya kaya gimana
sih kita harus berprilaku, kalo kaya gini
nanti bakal gimana. Gitu sih. Pokoknya
lebih dalem lagi lah.
17. Terus kalo menurut mas Inal
sendiri nih, manfaat apa sih yang
bisa diambil dari pembinaan ini
nih?
Manfaat ada lah. Mungkin kan ada
yang ga terima kenapa masuk sini sih,
apa lah, malah marah-marah. Kalo saya
sih ambil hikmahnya aja, saya masuk
sini kan karna salah juga, kalo ga salah
ga mungkin masuk sini. Apalagi ikut
pembinaan gini, jadi lebih paham lagi
soal agama, bisa buat bekal pas keluar
nanti. Wah pokoknya mah banyak
manfaatnya. Saya masuk sini, bener-
bener mau berubah. Alhamdulillah juga
kan jadi tamping, jadi pengurus di sini
jadi bisa make fasilitas kantor itu kaya
komputer, duduk di ruang AC. Hehehe.
18. Mas inal ngerasain ga ada
perubahan apa sama diri mas
Inal sendiri?
Ya ada, sekarang sih jadi lebih luas aja
pemikirannya. Kalo dulu kan mikirnya
buat seneng-seneng aja, mau ngapain
aja yang penting ga pusing lah pikiran.
Bisa happy-happy. Kalo sekarang jadi
mikirnya lebih panjang, ‘nanti kalo gue
begini, gimana ya ke depannya?’ Trus
juga jadi lebih rajin sih ibadahnya,
solat, puasa, ya begitu deh.
19. Oh iya, di sini emang juga ada
bingker ya? Bingker tu apa mas?
Ada apa aja di sini?
Bingker, bimbingan kerja ya? Iya ada di
sini, tapi ga wajib sih. Ya paling kalo
mau aja. Ada banyak sih ya kaya
bengkel, bengkel juga ada di sini. Tapi
saya ga ikutan. Hehehe. Trus ngejait,
ternak juga ada deh kayanya. Itu di
dalem sih. Kalo mau ikutan harus daftar
dulu. Apa ya, banyak sih.
20. Kalo ikut bingker itu digaji juga
ga?
Ya engga sih, ga digaji. Tapi ya
lumayan buat ngisi-ngisi waktu kan,
dari pada bosen, ya ga? Mungkin kalo
ada juga kan ga seberapa ya, kalo digaji
mah saya juga mau ikutan, kan enak
dapet uang. Hehehe. Tapi ga lah, nanti
malah pada betah di penjara. Hahaha.
21. Terus kalo misalnya udah keluar
nih, disalurin ga ke perusahaan?
Jadi langsung dapet kerja gitu.
Hmm. Engga lah ya. Tetep nyari sendiri
kali. Ga sih setau saya ga ada disalurin-
salurin gitu. Kalo udah bebas mah udah
sih kayanya udah ga berhubungan lagi
sama lapas.
22. Oh iya, katanya di sini ada
kuliah juga ya buat narapidana?
Iya ada, ada sebenernya. Cuma saya ga
mau ikut aja. Hehehe. Dari SD, SMP
SMA ada sih kaya paket gitu A, B, C.
Iya kejar paket. Kalo yang S1-nya itu
dari Universitas Bung Karno, tapi Ilmu
Hukum aja sih kayanya. Iya itu yan
gngajar dari sana, dosen-dosen
Universitas Bung Karno gitu.
23. Itu kalo ikut paket, terus kuliah,
nanti dapet ijazah ga?
Dapet, kayanya dapat ya. Kan sama aja
kaya penyetaraan gitu. Kalo ga dapet
ijazah berarti sama aja dong? Dapet sih
ya.
24. Tapi itu buat yang mau aja ya
bingker sama pendidikan?
Iya itu buat yang mau aja sih.
25.
Di sini ada kegiatan lahin ga
selain pembinaan agama sama
bingker gitu?
Ada sih, kan ada marawis itu juga.band
juga ada di sana studionya. Terus
kaligrafi, ngelukis, ada juga di sini.
Tapi ya buat yang pengen aja sih.
26. Kalo di sini itu ada
pendampingnya ga sih? Wali
Hmm. Ada sih. Kan kalo kita mau
ngajuin PB (pembebasan bersyarat)
gitu buat wbpnya? gitu, kan harus ada walinya. Nanti
dibilangin, nih anak udah berubah, ikut
pembinaan. Kalo buat yang lain sih ga
tau deh, yang ikut ini aja siih,
pembinaan agama ini. Soalya kan ini
wajib ya. Biar jelas gitu.
27.
Apakah di sini diadakan
konseling bagi narapidana?
Ada sih, tapi ya ga sering. Engga
ditentuin juga waktunya. Cuma kalo
mau cerita aja, nemuin petugas sini.
Sama ustadz, ya paling gitu. Ga
ditentuin kapan harus ini, itu.
Hasil Observasi Penelitian
Jum’at, 5 Desember 2014
Pada hari ini saya pergi ke tempat yang akan saya jadi lokasi penelitian,
yaitu Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang. Jarak dari rumah ke lokasi ini
memang cukup jauh. Pertama kalinya saya berangkat pada pukul 10.00 WIB
dengan mengendarai angkutan umum S08 jurusan Lebak Bulus-Bintaro, dan
membayar ongkos sebesar Rp. 4.000. Lalu saya berhenti di Stasiun Pondok Ranji
dan membeli tiket ketera Commuter Line dengan harga Rp. 2.500 untuk tujuan
Jati Negara. Setelah hampir 15 menit saya menunggu, akhirnya kereta datang dan
saya menaikinya.
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 30 menit, saya sampai di Stasiun
Tanah Abang. Untuk mencapai tujuan ke Jati Negara saya harus transit di Stasiun
Tanah Abang, lalu naik kereta yang langsung menuju Jati Negara. Kereta dengan
tujuan Jati Negara memang agak lama. Hampir sekitar 15 menit sampai 20 menit
saya menunggu, baru akhirnya kereta tiba di Stasiun Tanah Abang. Untukngnya
pada saat itu kereta tidak terlalu padat, dan saya bisa duduk di dalam kereta.
Perjalanan dari Stasiun Tanah Abang sampai dengan Stasiun Jati Negara
menghabiskan waktu sekitar 45 menit sampai 50 menit. Karena banyak stasiun-
stasiun yang dilewati dan kereta harus berhenti di setiap stasiun tersebut.
Sesampainya saya di Stasiun Jati Negara, saya memutuskan untuk berjalan
kaki menuju Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang, karena saya rasa
lokasinya tidak terlalu jauh dengan Stasiun Jati Negara. Padahal banyak angkutan
umum yang berlalu lalang, namun saya tidak tahu angkutan mana yang melewati
tempat tujuan utama saya, dan saya rasa mampu untuk berjalan kaki saja. Setelah
kurang lebih 2 kilo saya berjalan kaki, akhirnya saya sampai di tujuan utama saya,
yaitu Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang.
Dengan perasaan yang senang namun lelah, akhirnya saya memutuskan
untuk istirahat sejenak. Saya makan mie ayam yang berjualan di halte depan
lapas. Saya melihat jam, dan saat itu sudah pukul 12.00 WIB yang artinya saya
harus menunggu sekitar 1 jam lagi untuk bisa memberikan Surat Ijin Penelitian
karena saat itu waktunya untuk istirahat.
Pada saat menunggu waktu istirahat, saya melihat-lihat sekeliling lapas dari
luar. Ternyata lapasnya memang sangat besar dan terlihat kokoh. Temboknya
berwarna abu-abu. Ada gerbang pertama yang juga berwarna abu-abu. Gerbang
tersebut selalu terbuka lebar dan di dekat gerbang tersebut ada pos penjagaan.
Saya melihat lagi ke dalam dan berdiri di pos tersebut. Setelah memasuki gerbang
tersebut, terdapat banyak motor yang terparkir rapi. Saya bisa menyimpulkan
bahwa itu adalah tempat parkit motor. Di sisi lainnya juga terdapat tempat parkir
mobil. Mungkin bisa dikatakan bahwa itu merupakan halaman parkir Lembaga
Pemasyarakatan Klas I Cipinang.
Di halaman parkir tersebut, terdapat gerbang ke dua, warnanya abu-abu
juga. Berbeda dengan gerbang yang sebelumnya, gerbang ini terlihat tertutup,
hanya pintu kecil yang dibuka. Entah apa yang ada di dalamnya, tapi saya rasa itu
gerbang menuju para narapidana ditahan. Banyak orang yang berlalu lalang
memasuki gerbang tersebut. Dari anak kecil bahkan orang yang sudah tua banyak
yang masuk ke gerbang tersebut. Dari yang berdandan paling rapi sampai yang
seperti berandalan juga ada. Di antara mereka juga banyak yang membawa
bungkusan plastik, di antara plastik-plastik tersebut saya melihat banyaknya
makanan yang mereka bawa dan barang lainnya. Saya rasa mereka adalah pada
sanak saudara, keluarga atau kerabat yang sekedar ingin berkunjung menemui
narapidana yang ada ditahan di dalan sana. Namun saya belum berani untuk
masuk ke dalan sana, rasanya takut dan canggung.
Setelah lama melihat-lihat, saya menyadari bahwa 1 jam sudah berlalu. Saya
menuju gedung utama yang sejajar dengan gerbang ke dua. Saya memasuki
gedung tersebut namun tidak ada siapa-siapa di dalamnya dan terlihat sepi. Saya
hanya berdiri sambil melihat sekitar, berharap ada seseorang yang bisa saya tanya
untuk mengetahui di mana letak kantor kepala lapas. Akhirnya saya menemui
petugas lapas dan menanyakan ruang kepala lapas.
gedung utama terlihat dari dalam parkiran
gedung utama terlihat dari luar gerbang
Setelah mendapat petunjuk, saya langsung memasuki ruangan yang
ditunjukan. Ruangan tersebut temapt berada di sebelah kanan tangga lantai 2. Di
depan ruangan tertulis Kepala Lapas. Dengan perasaan sedikit ragu dan takut,
saya memberanikan diri untuk masuk ke dalam. Di dalam saya langsung bertemu
dengan ibu sekertaris kepala lapas, namun saya lupa untuk menanyakan namanya.
Ibu tersebut berambut pendek, dan memakai kacamata. Beliau juga memakai
seragam seperti petugas lapas yang lainnya. Setelah dipersilahkan duduk, saya
menjelaskan tujuan saya datang ke Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang. Ibu
Sekertaris menanggapi positif hal ini. Dia menanyakan berapa lama waktu
penelitiannya. Setelah bicara singkat, beliau menerima surat perijinan tersebut dan
menyuruh saya untuk datang pada hari Senin.
Setelah menemui beliau, akhirnya urusan saya selesai juga. Saya sangat
senang dan gugup mengingat bahwa hari Senin saya akan kembali ke sini.
Akhirnya saya memutuskan untuk langsung pulang ke rumah.
Senin, 8 Desember 2014
Pada hari ini saya kembali ke lokasi penelitian. Sesampainya di sana saya
langsung menuju ruang sekertaris kepala lapas untuk menemui beliau terkait
dengan penelitian yang akan saya laksanakan di sana. Saat menemui beliau saya
langsung menanyakan kelanjutan dari perijinan penelitian yang akan saya
laksanakan. Beliau menyambut baik dan langsung memberikan ijin pada hari ini
juga untuk melakukan penelitian. Lalu beliau memberi tahu saya untuk menemui
kepala bagian tata usaha di lantai 1.
Segera saya menemuni bapak kepala bagian tata usaha, lalu saya
memberikan surat perijinan penelitian yang sudah didisposisi tersebut. Namun
sepertinya beliau tidak terlalu menyukai kedatangan saya, mungkin merasa
terganggu karena saat saya tiba di ruangannya, beliau terlihat sedang asik main
game di laptopnya.
Dengan nada yang agak bermalas-malasan beliau melihat dan membaca-
baca surat perijinan saya. Beliau menanyakan saya dari mana, nama, tempat
tinggal, dan beliau juga bertanya mengapa ingin melakukan penelitian di sini,
karena sudah banyak sekali mahasiswa yang memilih lokasi tersebut sebagai
tempat penilitian, dengan tema yang sama yang saat ini saya ambil, yaitu
pembinaan keagamaan. Akhirnya beliau mengijinkan saya untuk melaksanakan
penelitian, beliau juga memberitahu tata cara dan peraturan-peraturan selama
melaksanakan penelitian di sini. Beliau memanggil salah satu stafnya untuk
mengantarkan saya menemui Ka. Bid Bimbingan Kemasyarakatan yang bernama
Bapak Syarpani. Tidak lama setelah stafnya datang, saya pun diantar ke sana.
Lalu saya diantar untuk menemui Bapak Syarpani. Saya keluar dari gedung
utama melalui pintu belakang, setibanya di luar saya melihat banyak bangku yang
diduduki oleh banyak orang. Mereka membawa banyak bungkusan plastik, atau
tas yang isinya seperti makanan, buah-buahan atau seperti kain yang saya kira
adalah pakaian. Di antara plastik-plastik tersebut ada plastik berwarna putih yang
berisi sabun cuci, deterjen, sabun mandi dan pewangi pakaian.
Setelah melewati bangku-bangku tersebut, saya memasuki pintu kecil
berwarna abu-abu dan bertuliskan PORTIR. Pintu tersebut sangat tertutup dan
hanya meniliki pentilasi kecil. Petugas yang mengantarkan saya lalu mengetuk
pintu, lalu petugas yang berjaga di dalam melihat melalui pentilasi yang terdapat
pada pintu tersebut. Setelah itu kami dipersilahkan masuk. Lalu saya melapor
kepada petugas yang berjaga di pintu portir terebut. Saya melaporkan tujuan saya
dan meninggalkan KTP (Kartu Tanda Penduduk) untuk bisa masuk ke dalam.
Pintu portir
Di dalam ruangan itu, banyak petugas yang sedang duduk sambil berjaga.
Kemudian saya melanjutkan perjalanan. Setelah melewati pintu portir, saya
melewati pintu yang kedua, di sana ada petugas yang berjaga. Setelah melewati
pintu kedua, saya melewati pintu ketiga dan memasuki taman kecil, setelah
melewati pintu ketiga terdapat pintu keempat dan di sana terdapat banyak bangku
serta meja, di sana juga terdapat kantin. Saya mengira tempat ini adalah ruang
kunjungan. Setelah melewati ruangan itu saya memasuki pintu kelima, sebuah
taman kecil yang juga terdapat kantin dan bangku-bangku, sepertinya tempat itu
juga merupakan ruang kunjungan. Setelah itu saya melewati pintu keenam, di
sana terdapat petugas yang berjaga. Saat memasuki pintu keenam, terdapat
ruangan di sebelah kiri. Lalu saya dibimbing untuk memasuki ruangan yang ada
di sebelah kiri, setelah itu menaiki tangga yang ada di ruangan tersebut.
Setibanya di atas, saya melihat banyak orang yang sedang duduk di bangku,
sepertinya mereka sedang menunggu untuk mengurus sesuatu. Kondisi di lantai
dua terlihat seperti bangunan tua, cat putih yang mulai pudar dengan pintu dan
jendela berwarna abu-abu. Di lantai dua tersebut terdapat beberapa ruangan
lainnya. Lalu saya memasuki ruangan yang bertuliskan Ka. Si. Bimpas, ruangan
tersebut adalah ruangan Bapak Syarpani.
Observasi ruangan Bapak Syarpani
Luas ruangan + 3 x 4 m2
Kebersihan Sangat bersih
Jumlah bangku 3 buah (1 bangku milik Ka. Si. Bimpas, 2 bangku
untuk tamu yang terletak di sisi meja Ka. Si. Bimpas
Jumlah meja 2 buah (1 meja milik Ka. Si. Bimpas, 1 meja
berukuran sedikit lebih kecil berbentuk bulat terletak
di antara 2 bangku tamu.
Jumlah lemari 1 buah.
Gambaran ruangan
Sesampainya di ruang Bapak Syarpani, beliau mengetuk pintu dan menemui
Pak Syarpani. Setelah beliau meminta izin kepada Pak Syarpani, saya pun
dipersilahkan masuk ke dalam. Saya langsung mengutarakan tujuan saya datang
ke lapas, lalu beliau menanyakan tema penelitian saya. Setelah saya menjelaskan,
beliau memerintahkan seorang staf yang berada di luar ruangan untuk memanggil
salah satu stafnya yang bernama Pak Suwarno. Setelah menunggu sekitar 5 menit,
Pak Suwarno pun datang dan memasuki rungan. Kemudian Pak Syarpani
menjelaskan dan menugaskan Pak Suwarno untuk mendampingi saya selama
melaksanakan penelitian di Lapas Cipinang Jakarta. Bapak Syarpani
memerintahkan Bapak Suwarno untuk menyediakan Perpustakaan Masjid Lapas
sebagai lokasi saya selama menjalani penelitian di Lapas Cipinang. Setelah itu
saya dan Bapak Suwarno menuju perpustakaan.
Dari ruangan Pak Syarpani saya terus memerhatikan jalan menuju
perpustakaan. Saat menuruni tangga, kami berbelok ke kiri. Di sana saya
menemukan pintu ketujuh. Pintu tersebut tidak terlalu banyak penjaga, hanya
sekitar 3-4 orang yang berdiri di dekat pintu dan menanyakan tujuan kami.
Setelah melewati pintu ketujuh saya menemui pintu kedelapan. Di pintu tersebut
dijaga oleh sekitar 2-3 orang, namun ada 2 orang lain yang tidak memakai
seragam petugas lapas pada umumnya dan tampaknya masih sangat muda.
Mereka mengenakan seragam berwarna hitam. Setelah melewati pintu tersebut
lalu terdapat gerbang kecil ukuran satu pintu. Dari sana sudah terlihat kondisi di
dalam lapas. Lalu saya memasuki gerbang tersebut, artinya saya sudah masuk ke
dalam komplek lapas yang berisi narapidana.
Ketika memasuki gerbang tersebut, tepat di seberang gerbang terdapat
lapangan yang letaknya agak menanjak dan dikelilingi pagar. Di sekelilingnya
terdapat banyak narapidana yang sedang duduk-duduk sambik bercengkrama. Di
antara mereka banyak yang tidak memakai baju, hanya memakai celana panjang
atau pendek saja. Sebagian besar dari mereka memiliki tatto di badannya, ada
yang di punggung, lengan, kaki, bahkan ada yang hampir di seluruh baguan tubuh.
Ketika saya melewati mereka, tidak sedikit dari mereka yang melihat ke arah
saya. saya memaklumi hal tersebut karena Lapas Cipinang adalah lapas untuk
lakilaki dewasa dan tidak seorang pun wanita yang ada di sana (narapidana) maka
jarang sekali mereka bertemu dengan lawan jenis. Di sisi jalan terdapat 2 kandang
ayam yang masing-masing di dalamnya terdapat 1 ekor ayam jantan.
Sesampainya di pelataran masjid, saya melihat banyak narapidana yang
sedang tidur di teras masjid. Mereka tidur berjajar dengan rapi, namun ada
beberapa yang tidak beraturan. Kemudian saya melepaskan alas kaki dan
memasuki pagar masjid. Kemudian saya dipersilakan masuk ke perpustakaan
yang ada di masjid tersebut.
Kondisi Perpustakaan Masjid Baiturrahman
Luas + 4x6 m2
Kebersihan Sangat bersih
Lantai dan tembok Lantai berwarna hijau dengan tembok
berwarna putih
Fasilitas 1 unit AC, 2 unit komputer, 1 unit
printer, 4 buah rak buku (dengan buku-
buku di dalamnya), 1 sofa panjang dan
2 sofa kecil berwarna hitam, 1 meja
beralas kaca berwarna hitam.
Gambar ruang perpustakaan masjid
Setibanya di dalam, saya disuguhkan dengan segelas air mineral lalu Pak
Warno menanyakan apa saja yang saya butuhkan selama penelitian di sini.
Kemudian saya menjelaskan maksud dan tujuan saya berkunjung ke lapas, dan
berbincang-bincang dengan Pak Suwarno. Dari percakapan ini peneliti
mendapatkan informasi mengenai sejarah lapas, perbedaan klas pada lapas dan
jenis kejahatan yang dilakukan oleh narapidana yang ada di lapas cipinang.
Peneliti juga menanyakan jumlah narapidana.
Senin, 15 Desember 2014
Pada hari ini peneliti mengunjungi Lapas Cipinang untuk melakukan
penelitian. Saya menunggu Bapak Suwarno di depan pintu portir seperti biasanya,
kemudian setelah Pak Suwarno tiba, saya masuk ke dalam lapas.
Pada hari ini peneliti mewawancarai Staff Sesi Registrasi yaitu Bapak
Komang. Dari wawancara yang dilakukan peneliti mendapat informasi tetang alur
penerimaan narapidana di lapas, jumlah narapidana berdasarkan jenis kejahatan.
Peneliti juga mendapat informasi bahwa penghuni yang ada di Lapas Cipinang
ternyata tidak semua berstatus narapidana, tetapi juga masih ada tahanan.
Saat melakukan wawanara dengan Bapak Komang, peneliti melihat dua
orang narapidana yang berseragam hitam. Mereka sedang berdiri di depan pintu
ruang registrasi. Sepertinya mereka sedang menunggu sesuatu. Kemudian Bapak
Komang menyuruh salah satu dari mereka untuk memotokopi data penghuni
Lapas Cipinang. Di sisi lain ruangan itu, saya melihat narapidana dengan seragam
yang sama sedang sibuk mengetik di komputer.
Selama berada di ruang registrasi, peneliti mendengan suara musik yang
sepertinya berasal dari ruangan sebelah. Musiknya nyaring dan suara penyanyinya
lumayan bagus. Saat peneliti tanyakan kepada Bapak Suwarno ternyata ruangan di
samping ruang registrasi merupakan studio musik yang disediakan untuk
narapidana yang ingin mengikuti kegiatan musik.
Senin, 22 Desember 2014
Seperti biasanya peneliti mengunjungi Lembaga Pemasyarakatan Klas i
Cipinang Jakarta. Peneliti menunggu Bapak Suwarno di luar pintu portir. Seperti
biasa, saat Bapak Suwarno tiba peneliti masuk ke dalam lapas. Namun berbeda
pada hari biasanya, saat memasuki ruang kunjungan, ruangan tersebut dipenuhi
oleh orang-orang yang sedang berkunjung menemui narapidana, dan sangat ramai.
Di sana juga terdapat sebuah panggung kecil yang dihiasi pohon natal di sisi
kanannya. Pada saat itu pula ada seseorang yang sedang bernyanyi di atas
panggung tersebut dan diiringi oleh gitar, bass dan dram layaknya sebuah band.
Dari kondisi tersebut terlihat sepertinya mereka sedang memberikan hiburan bagi
para pengunjung dan narapidana yang sedang ada di ruang kunjungan tersebut.
Selain itu, peneliti melihat tidak adanya batasan antara pengunjung dengan
narapidana untuk bertemu. Mereka bisa langsung bertatap muka, bahkan di antara
mereka peneliti melihat ada seorang narapidana sedang berpelukan dengan
seorang wanita yang merupakan pengunjung dan mereka terlihat mesra. Di sisi
lain ada pula yang sedang duduk berpangku-pangkuan antara laki-laki dan
perempuan. Namun hal itu tidak dianggap penting dan diabaikan saja oleh petugas
lapas yang sedang bertugas.
Senin, 5 Januari 2015
Pada hari ini saya kembali melakukan penelitian di Lembaga
Pemasyarakatan Klas I Cipinang Jakarta. Sesampainya di lapas, saya
menghubungi Bapak Suwarno di depan pintu portir. Tidak lama kemudian Pak
Suwarno tiba dan mendampingin saya ke dalam lapas.
Pada penelitian kali ini, peneliti mewawancarai seorang narapidana bernama
Sukur. Peneliti melakukan wawancara di ruang perpustakaan Masjid
Baiturrahman. Selama dalam perjalanan menuju perpustakaan, peneliti melihat
banyak narapidana yang sedang duduk-duduk sambil berbincang-bincang dengan
narapidana lainnya di sekitar lapangan. Lalu sama seperti hari sebelumnya,
peneliti melihat narapidana-narapidana sedang tidur-tiduran di pelataran masjid.
Ketika peneliti berada di perpustakaan, peneliti bertemu dengan seorang
narapidana. Pada awalnya peneliti tidak mengira kalau orang yang dimaksud
adalah seorang narapidana. orang tersebut memakai kaos kerah berwarna merah
dan celana jeans biru dengan ikat pinggang berwarna cokelat. Kulitnya putih
bersih dan rambut disisir rapi ke belakang. Dia juga mengenakan beberapa cincin
batu akik di jarinya. Saat peneliti tanya kepada Bapak Suwarno ternyata dia
adalah seorang narapidana dengan kasus penipuan. Lalu peneliti melihat ke
sekeliling masjid, melihat narapidana-narapidana lainnya. Banyak narapidana
yang tidak memakai seragam narapidana yang diberikan oleh lapas yang berwarna
oranye. Sedangkan peneliti melihat seragam untuk pengurus masjid (narapidana
yang aktif mengikuti kegiatan di masjid) memakai seragam putih dengan logo
bergambar masjid berwarna biru di dada sebelah kiri.
Kemudian pada saat peneliti mewawancarai informan Sukur, tepat di depan
perpustakaan terdapat sekelompok narapidana sedang memainkan rebana. Mereka
menyanyikan lagu-lagu religi seperti sawalat dan lagu-lagu Islam lainnya.
Kegiatan ini dipimpin oleh satu orang narapidana yang sepertinya berpengaruh
bagi narapidana lainnya. Narapidan tersebut juga terlihat lebih lihai dibandingkan
dengan lainnya.
Senin, 19 Januari 2015
Pada penelitian kali ini peneliti mewawancarai seorang narapidana bernama
Damar. Saat peneliti baru sampai ke Lapas Cipinang dan hendak menemui Bapak
Suwarno, peneliti bertemu dengan seorang narapidana yang sepertinya menjadi
korban pemukulan atau kekerasan. Narapidana tersebut berbadan gemuk dengan
kulit putih. Matanya sipit dan hidungnya tidak terlalu mancung. Rambutnya botak
seperti baru saja dicukur, dan terdapat luka memar hingga mengeluarkan sedikit
darah di pipi sebelah kiri. Dia berjalan menaiki tangga menuju ruang sesi
pembinaan dengan didampingi oleh seorang petugas lapas. Narapidana tersebut
sepertinya merupakan narapidana baru atau penghuni baru Lapas Cipinang,
karena dilihat dati potongan rambutnya sepertinya baru saja dicukur botak dan dia
masih mengenakan seragam narapidana yang masih baru. Narapidana tersebut
berjalan sambil menangis. Sesampainya di depan ruang sesi pembinaan, saya
duduk di kursi yang ada di lorong dan mendengarkan keluhan narapidana tersebut.
Dari ucapannya peneliti mendapati bahwa dia telah dipukuli oleh narapidana yang
sudah lama berada di lapas. Narapidana tersebut juga menunjuk-nunjuk seorang
narapidana lainnya yang duduk berhadapan dengan peneliti. Narapidana yang
ditunjuk itu berbadan kurus , berkulit hitam dengan kumis agak tebal. Rambutnya
melebihi telinga berwarna hitam dan sedikit ikal. Dia terlihat santai dan tidak
menghiraukan narapidana yang menunjuk-nunjuk dirinya, namun terlihat wajah
marah dan sok jagoan di wajahnya.
Senin, 2 Februari 2014
Seperti biasa peneliti melakukan penelitian di Lapas Cipinang, kali ini
peneliti berniat untuk mewawancarai narapidana. Namun ada yang berbeda pada
kali ini. Saat peneliti menemui seorang narapidana untuk diwawancarai,
narapidana tersebut sudah sangat tua berumur 75 tahun. Dia mengenakan kemeja
panjang berwana putih yang sudah lusuh dan kumal sehingga warnanya tersamar
menjadi krem kecokelatan. Mengenakan celana kolor yang juga sudah tidak jelas
warna aslinya, dia juga mengenakan sarung yang terlihat surah rapuh dan bolong-
bolong. Saat mewawancarai dirinya, peneliti merasa bingung karena nerapidana
tersebut hanya mengatakan iya dan tidak. Dia tidak mengerti apa yang ditanyakan
padanya meskipun pertanyaannya sangat sederhana. Narapidana itu terlihat sangat
bingung dan tidak mengerti ucapan saya. Dia mengatakan bahwa dia tidak tahu
apa-apa soal hukum dan dia masuk ke dalam lapas karena dia dituduh telah
menjadi pelaku perkosaan terhadap anak kandungnya sendiri, namun dia tidak
mengakui perbuatannya. Tetapi karena dia takut dengan polisi dan mendapatkan
pukulan saat diinterogasi maka dia hanya bisa menjawab iya, karena dia takut
kepada polisi. Hal ini membuat peneliti menjadi tambah bingung karena peneliti
berpikir apakah benar apa yang diucapkan Bapak X ini.
Selain itu, peneliti melihat kondisi lapas saat ini sangat ramai. Peneliti
melihat keramaian di lapangan, mereka terlihat bersorak-sorak seperti tim sukses.
Selain itu, peneliti juga bertemu dengan Kepala Lapas Cipinang, namun peneliti
tidak sempat untuk mewawancarai beliau karena beliau terlihat sibuk. Selain itu,
Lapas Cipinang juga kedatangan tamu dari lapas lain, ada sekitar 20 orang laki-
laki mengenakan seragam olahraga, kaos pendek dan celana pendek, di
punggungnya tertulis nomer punggung mereka masing-masing. Saat peneliti
tanyakan hal ini pada Bapak Suwarno, ternyata saat ini sedang diadakan finl
pertandingan olahraga, dan narapidana yang mengenakan seragam olahraga tadi
merupakan narapidana dari lapas lain di luar Kanwil Jakarta.
Pada kegiatan ini pula peneliti bertemu dengan Damar, informan yang
pernah peneliti wawancarai. Dia mengenakan seraga pramuka lengkap dengan
kacu dan topinya, dilengkapi dengan sepatu berwarna hitam. Saat peneliti tanya,
dia menjawab bahwa dia sedang menjadi panitia pertandingan olahraga. Dia
bertugas untuk menjaga keamanan dan ketertiban lapas selama pertandingan
berlangsung. Dia juga mengatakan bahwa tugas ini kerap dilakukan apabila
diadakan acara-acara besar lainnya.
Senin, 9 Maret 2015
Pada hari ini peneliti mewawancarai seorang narapidana yang bernama Inal.
Peneliti sering bertemu dengan Inal saat melakukan wawancara. Inal merupakan
salah satu narapidana yang aktif dan menjadi pengurus masjid. Selama melakukan
wawancara dengan Inal, ada sekitar 4-5 narapidana lainnya yang memasuki ruang
perpustakaan dan mencari Inal untuk menanyakan jadwal, buku kehadiran dan
menanyakan kedatangan untadz. Paneliti melihat bahwa Inal merupakan orang
yang berpengaruh di antara narapidana yang mengikuti pembinaan keagamaann.
Selain itu peneliti melihat banyak piala yang diletakkan di atas meja. Di
antara piala-piala tersebut ada yang bertuliskan Juara I, II dan III Lomba Azan,
Juara I, II, III Lomba MTQ. Saat peneliti tanya kepada Inal, ternyata piala tersebut
akan dibagikan kepada pemenang perlombaan yang. Namun peneliti tidak bisa
menyaksikan langsung acara pembagian hadiah.
Pertandingan Futsal Lapas Klas I Cipinang vs Lapas Tangerang
Pramuka Lapas Klas I Cipinang