D e s e m b e r 2 0 1 9
Tentang KNKS
Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) merupakan lembaga pemerintah nonstruktural yang
dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2016 tentang Komite Nasional Keuangan
Syariah dan mulai aktif beroperasi pada tanggal 3 Januari 2019. Lembaga ini bertugas mempercepat,
memperluas, dan memajukan pengembangan ekonomi syariah dalam rangka mendukung
pembangunan ekonomi nasional. Dalam menjalankan tugasnya, KNKS berperan aktif memberikan
rekomendasi arah kebijakan, mengoordinasikan para pemangku kepentingan, serta melakukan
evaluasi pelaksanaan kebijakan.
Sesuai dengan Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia 2019-2024, KNKS berupaya membangun
ekosistem ekonomi syariah yang meliputi industri halal, keuangan syariah baik komersial maupun
sosial, serta infrastruktur pendukung lainnya seperti pembangunan sumber daya manusia, sistem
informasi, dan digitalisasi ekonomi. Dalam melakukan implementasi program strategis, KNKS
mengutamakan kerja sama dan sinergi dengan kementerian/lembaga, regulator, akademisi, peneliti,
praktisi, organisasi masyarakat serta pemangku kepentingan terkait lainnya.
Informasi lebih lanjut terkait KNKS dapat diperoleh melalui www.knks.go.id
Tim Penyusun Preliminary Study Pendirian Bank Investasi Syariah
Komite Nasional Keuangan Syariah
Ronald Rulindo, Ph.DDirektur Inovasi Produk, Pendalaman Pasar, dan Pengembangan Infrastruktur Sistem Keuangan Syariah
Intan Natasha Putri, S.E., MPP Kepala Divisi Pendalaman Pasar Keuangan Syariah
Yosita Nur Wirdayanti, S.T., MBA, MIFP Kepala Divisi Inovasi Produk Keuangan Syariah
Bazari Azhar Azizi, S.E.I., MSc. Analis Kebijakan Pendalaman Pasar Keuangan Syariah
Farah Rizky Ariyana, S.E. Staf Analis Pendalaman Pasar Keuangan Syariah
Tika Arundina, Ph.D Universitas Indonesia
Muhammad Faza Imaduddin, S.E. Universitas Indonesia
Tim Konsultan
Yahya Ayyash, S.E.Staf Analis Promosi dan SosialisasiKomite Nasional Keuangan Syariah
Desain dan Tata Letak
3
Executive Summary
Setelah lebih dari dua dekade beroperasi di Indonesia,
industri keuangan syariah masih belum dapat
memaksimalkan potensinya. Terdapat berbagai
permasalahan yang perlu diselesaikan oleh industri
keuangan syariah, seperti keterbatasan modal,
terbatasnya kapasitas sumber daya manusia, hingga
lemahnya infrastruktur pendukung.
Sebagai contoh, bank syariah mengalami keterbatasan
membiayai pembangunan infrastruktur nasional yang
disebabkan modal yang dimiliki tidak mencukupi.
Selain itu, tidak adanya lembaga keuangan syariah
yang dapat berfungsi sebagai market maker
menyebabkan produk keuangan syariah khususnya
pasar modal syariah menjadi tidak likuid, sehingga
produk pasar modal syariah menjadi tidak menarik
bagi emiten. Hal ini berdampak pada terbatasnya
produk keuangan syariah yang diterbitkan, yang
kemudian menyebabkan produk keuangan yang
tersedia menjadi mahal. Kelangkaan produk keuangan
syariah tersebut membuat investor institusi seperti
dana pensiun, pengelola dana jaminan sosial, dan
perusahaan manajemen investasi kesulitan mengakses
produk keuangan syariah, yang jika pun ada, tidak
memberikan return yang maksimal disebabkan volume
perdagangan yang terbatas.
Keberadaan bank investasi syariah diharapkan dapat
menjadi solusi. Hal ini disebabkan, diperlukan suatu
institusi yang fokus pada pengembangan dan
pendalaman pasar modal syariah dan mendukung
ekosistem keuangan syariah. Antara lain, bank
investasi syariah diharapkan dapat mendorong
penerbitan instrumen-instrumen keuangan syariah
untuk membiayai pembangunan infrastruktur
terutama yang terkait Sustainable Development Goals
(SDGs), serta pembiayaan industri halal. Instrumen
tersebut dapat dimanfaatkan oleh bank syariah
sebagai instrumen likuiditas maupun instrumen
investasi jangka panjang.
Selain itu, bank investasi syariah juga diharapkan dapat
menjadi market maker untuk penjualan sukuk dan
produk pasar modal syariah lainnya agar pasar
sekunder menjadi lebih likuid. Peran bank investasi
syariah juga akan mempengaruhi percepatan inovasi
produk keuangan syariah khususnya pasar modal
syariah, serta membantu bank-bank syariah dalam
mengembangkan produk-produk investasi syariah.
Bank investasi syariah juga harus dapat menyediakan
infrastruktur pendukung perbankan syariah dan
membantu percepatan peningkatan literasi keuangan
syariah khususnya pasar modal syariah.
Akan tetapi, disebabkan bentuk bank investasi syariah
tidak dikenal di Indonesia, fungsi bank investasi syariah
tersebut dapat dijalankan oleh perusahaan efek
syariah, terutama perusahaan sekuritas syariah.
Hingga saat ini belum ada sekuritas yang bersifat full-
fledge syariah. Hal ini menyebabkan belum adanya
pihak yang secara fokus mendorong penerbitan
instrumen keuangan syariah serta menjadi primary
dealer untuk meningkatkan likuiditas pasar sekunder
produk-produk pasar modal syariah.
Berdasarkan hasil wawancara dengan berbagai
stakeholder di pasar modal syariah, pembentukan
bank investasi syariah merupakan ide yang perlu
direalisasikan. Mesikpun demikian, intervensi
pemerintah terhadap pengembangan industry
keuangan syariah khususnya perbankan syariah tetap
dirasa perlu oleh para stakeholder. Intervensi yang
diberikan dapat berbentuk seperti mewajibkan
perusahaan BUMN untuk menerbitkan instrumen
pembiayaan berbasis syariah minimal 20% dari total
kebutuhan pembiayaan perusahaan, memberikan
insentif pajak untuk penerbitan maupun penempatan
dana pada produk investasi syariah, dan lainnya.
Intervensi pemerintah yang tepat diyakini dapat
memberikan akselerasi yang signifikan terhadap
perkembangan pasar modal syariah yang nantinya
akan dijembatani oleh perushaan sekuritas syariah
yang berperan selaku bank investasi syariah di
Indonesia.
4
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
INDUSTRI PASAR MODAL SYARIAH
PELUANG PASAR MODAL SYARIAH DI INDONESIA
TANTANGAN PASAR MODAL SYARIAH
DI INDONESIA
5
TIM PENYUSUN
EXECUTIVE SUMMARY
DAFTAR ISI
3
4
5
7
10
17
20
6
ANALISIS HASIL PENELITIAN
KESIMPULAN
LAMPIRAN
MENGENAL BANK INVESTASI
PRODUK BANK INVESTASI SYARIAH
INOVASI PRODUK BANK INVESTASI
SYARIAH
24
35
48
53
67
70
1.1 LATAR BELAKANG
INDUSTRI KEUANGAN SYARIAH mulai berdiri di
Indonesia semenjak awal 1990-an. Perkembangan
industri ini dimulai dengan pendirian Bank Muamalat
Indonesia pada tahun 1992. Selanjutnya, pada tahun
1994, PT Syarikat Takaful Indonesia didirikan dan
menjadi perusahaan asuransi berbasis syariah pertama
di Indonesia. Pada tahun 1997, industri pasar modal di
Indonesia mulai beroperasi melalui produk investasi
syariah dengan diterbitkannya reksa dana syariah oleh
PT. Danareksa Investment Management. Pada
pertengahan tahun 2000, Bursa Efek Indonesia
meluncurkan Jakarta Islamic Index yang bertujuan
untuk memandu investor yang ingin menginvestasikan
dananya ke perusahaan-perusahaan yang tidak
melanggar prinsip-prinsip syariah. Produk investasi
syariah mulai bertambah dengan diterbitkannya surat
berharga syariah atau sukuk korporasi pertama kali
oleh PT. Indosat Tbk pada tahun 2002.
Setelah lebih dari dua dekade beroperasi di Indonesia,
industri keuangan syariah seakan mengalami stagnasi,
khususnya setelah krisis keuangan global mereda.
Industri perbankan syariah sempat mengalami kenaikan
pertumbuhan yang signifikan setelah keluarnya fatwa
haramnya bunga bank oleh Majelis Ulama Indonesia
(MUI) pada tahun 2003 dan diterbitkannya Undang-
Undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Akan tetapi, pertumbuhan yang tinggi itu mereda
beberapa tahun kemudian dan seakan mengalami
kesulitan untuk bangkit lagi. Bahkan sampai akhir tahun
2018, pangsa pasar perbankan syariah dibandingkan
total aset perbankan Indonesia masih di bawah 6%.
Pertumbuhan aset perbankan syariah pun mengalami
tren melambat dari tahun 2016 sampai tahun 2018
dimana pada tahun 2016 pertumbuhannya 20,28%,
pada tahun 2017 pertumbuhannya 18,97%, dan pada
tahun 2018 pertumbuhannya hanya 12,57%.
Ketiadaan bank
investasi syariah
adalah salah satu
alasan mengapa
industri keuangan
syariah seakan
tidak berkembang
sesuai dengan
harapan
1 | PENDAHULUAN
7
Di sisi lain, industri asuransi syariah pun seakan jalan
di tempat. Pangsa pasar asuransi syariah
dibandingkan dengan total aset asuransi di Indonesia
hanya mencapai 3,47% pada akhir tahun 2018.
Pertumbuhan sukuk dan reksa dana syariah pun
relatif stagnan. Sampai akhir tahun 2018, pangsa
pasar sukuk korporasi dibandingkan dengan
outstanding sukuk dan obligasi korporasi di Indonesia
hanya mencapai angka 5,08%. Begitu pula proporsi
total NAB reksa dana syariah dibandingkan total NAB
reksa dana di Indonesia yang hanya mencapai angka
6,8%.
Hal yang cukup menonjol dari industri keuangan
syariah adalah jumlah penerbitan Sukuk Negara yang
sangat besar. Bahkan, Indonesia menjadi negara
penerbit sukuk negara global terbesar di dunia.
Jumlah sukuk global outstanding sampai bulan
Desember 2018 telah mencapai US$ 14,6 miliar.
Walaupun demikian, elemen lain dari industri
keuangan syariah seakan tidak menikmati keunggulan
tersebut disebabkan penyerapan bank syariah
terhadap Sukuk Negara sendiri hanya sebesar 8%.
Selebihnya, Sukuk Negara dibeli oleh lembaga
keuangan lain yang kemudian menikmati imbal hasil
lebih tinggi dibandingkan Surat Utang Negara yang
diterbitkan dengan jumlah dan tenor yang sama.
Ketiadaan bank investasi syariah adalah salah satu
alasan mengapa industri keuangan syariah seakan
tidak berkembang sesuai dengan harapan. Saat ini,
industri perbankan syariah Indonesia seakan fokus di
sektor retail dan mengalami kesulitan untuk masuk ke
sektor korporasi. kehadiran bank investasi syariah
menjadi penting untuk membantu perbankan syariah
menstrukturisasi pendanaan proyek-proyek besar
untuk ditawarkan pada investor dan nasabah bank
syariah agar masyarakat memiliki berbagai alternatif
investasi yang berbeda dengan produk bank
konvensional, disamping tetap mempertahankan
imbal hasil yang tinggi dan tanpa kompromi terhadap
penerapan prinsip-prinsip syariah.
Di sisi lain, bank investasi syariah juga dapat
membantu sektor lain dari keuangan syariah selain
perbankan syariah. Bank Investasi syariah akan lebih
fokus mendekati korporasi khususnya yang terkait
dengan industri halal untuk menerbitkan sukuk
korporasi. Bank ini juga diharapkan dapat mendekati
emiten-emiten agar lebih banyak menggunakan
instrumen keuangan syariah seperti pembiayaan
syariah dan menerbitkan sukuk, sehingga pool saham
syariah menjadi lebih besar dan lebih stabil.
Selain itu, banyaknya instrumen syariah di pasar
modal sangat mempengaruhi sektor keuangan
lainnya, seperti asuransi, dana pensiun, termasuk
perbankan syariah. Dengan instrumen pasar modal
syariah yang besar, pilihan investasi bagi manajer
investasi pun akan lebih banyak sehingga mampu
menghasilkan keuntungan yang lebih besar.
Disebabkan pilihan investasi yang terbatas dan
potensi keuntungan yang lebih rendah, sektor Takaful
atau asuransi syariah juga mengalami kesulitan untuk
berkembang. Di saat yang sama, Dana Pensiun dan
Badan Jaminan Sosial menjadi ragu-ragu untuk
menghadirkan fasilitas syariah. Padahal, dengan
adanya Takaful serta Dana Pensiun Syariah dan
Jaminan Sosial Syariah yang berskala besar, peluang
pengelolaan dana yang lebih besar oleh perbankan
syariah juga akan semakin meningkat.
Ketiadaan bank investasi
syariah adalah salah satu
alasan mengapa industri
keuangan syariah seakan
tidak berkembang sesuai
dengan harapan
8
1.2 TUJUAN
Berdasarkan hal tersebut, kehadiran bank investasi syariah menjadi sangat penting dan perlu ditindaklanjuti. Hal ini
sejalan dengan rekomendasi dari Masterplan Arsitektur Keuangan Syariah Indonesia (MAKSI) yang diterbitkan oleh
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Selain itu, Roadmap Perbankan Syariah Indonesia 2015-2019 yang diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
juga merekomendasikan adanya bank investasi syariah yang dapat mendorong peran keuangan syariah dalam
pembangunan nasional. Untuk itu, kajian ini disusun untuk mengkaji bentuk dari bank investasi syariah yang perlu
didirikan serta produk dan jasa yang yang dapat ditawarkan.
Kajian ini merupakan studi pendahuluan (preliminary study) pendirian bank investasi syariah di Indonesia. Adapun
tujuan dari kajian ini adalah:
1. Mengkaji urgensi pendirian bank investasi syariah di Indonesia
2. Mengkaji bentuk bank investasi syariah yang dibutuhkan untuk mendorong kemajuan industri keuangan syariah di
Indonesia
3. Mencari produk dan jasa pembeda dengan perusahaan investasi konvensional yang tidak hanya mampu
berkontribusi terhadap perkembangan industri keuangan syariah di Indonesia tetapi juga mampu mendorong
pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional.
1.3 METODE
Kajian ini disusun dengan menggunakan pendekatan
kualitatif, seperti desk study, focus group discussion
(FGD), dan in-depth interview. Desk study dilakukan
dengan melakukan studi literatur dari berbagai sumber
sebagai mekanisme benchmarking terhadap model bisnis
dan produk serta jasa yang dipraktikkan oleh bank
investasi konvensional dan syariah di dalam maupun di
luar negeri.
FGD diadakan bersama tiga perusahaan sekuritas
nasional seperti Danareksa, Mandiri Sekuritas, dan
Bahana Sekuritas. FGD ini dilakukan untuk memperoleh
pandangan praktisi terkait isu-isu pada perkembangan
pasar modal syariah di Indonesia, masukan terkait model
bisnis bank investasi syariah yang bisa diterapkan di
Indonesia, dan faktor-faktor apa saja yang perlu
dipersiapkan untuk membentuk bank investasi syariah di
Indonesia.
Adapun in-depth interview dilakukan dengan para
stakeholder terkait dari regulator dan industri yang
berpotensi menjadi penerbit maupun manajer investasi
yang berpotensi menjadi investor dari produk-produk
pembiayaan berbasis syariah. In-depth interview kepada
regulator bertujuan untuk memperoleh masukan terkait
ketentuan-ketentuan yang mengatur sistem keuangan di
Indonesia secara umum dan perbedaannya dengan
ketentuan-ketentuan sistem keuangan di luar negeri.
Selain itu, regulator juga memberikan pandangan dari sisi
pengawasan mikroprudensial pada industri keuangan
syariah di Indonesia. Selanjutnya, in-depth interview
kepada industri dilakukan untuk memperoleh pandangan
terkait hal-hal yang menjadi perhatian penerbit dalam
memutuskan instrumen pembiayaan seperti apa yang
mereka perlukan. In-depth interview kepada manajer
investasi bertujuan untuk memperoleh pandangan
investor terkait preferensi mereka dalam memilih
produk-produk investasi.9
Pasar modal merupakan salah satu elemen penting
dalam industri keuangan. Pasar modal dapat mendorong
perkembangan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat,
korporasi, dan negara melalui fungsinya sebagai media
financial intermediary.
Sama halnya dengan pasar modal pada umumnya, pasar
modal syariah juga memegang peranan penting bagi
industri keuangan syariah. Pasar modal syariah telah
beroperasi cukup lama di Indonesia, dimulai dengan
dengan diterbitkannya reksa dana syariah oleh PT.
Danareksa Investment Management pada 3 Juli 1997.
Selanjutnya, Bursa Efek Indonesia berkerjasama dengan
PT. Selanjutnya, Danareksa Investment Management
meluncurkan Jakarta Islamic Index pada tanggal 3 Juli
2000 yang bertujuan untuk memandu investor yang ingin
menginvestasikan dananya secara syariah. Untuk lebih
mendorong pertumbuhan industri pasar modal syariah di
Indonesia, pada tanggal 18 April 2001, untuk pertama kali
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-
MUI) mengeluarkan fatwa yang berkaitan langsung
dengan pasar modal, yaitu Fatwa Nomor 20/DSN-
MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanan Investasi
untuk Reksa Dana Syariah.
Produk industri pasar modal syariah mulai bertambah
seiring dengan kehadiran Obligasi Syariah yang
diterbitkan oleh PT. Indosat Tbk pada bulan September
2002. Obligasi syariah Indosat ini menjadi pembuka jalan
hadirnya obligasi syariah atau sukuk yang diterbitkan oleh
korporasi di Indonesia.
Tingginya ketertarikan pasar terhadap industri pasar
modal syariah mendorong regulator untuk terlibat lebih
aktif dalam mendorong pertumbuhan industri ini. Pada
tahun 2006, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan (Bapepam-LK) mulai menerbitkan paket
peraturan Bapepam-LK terkait pasar modal Syariah.
Selanjutnya, pada tahun 2007, Bapepam-LK
mengeluarkan peraturan terkait Daftar Efek Syariah dan
diikuti dengan peluncuran Daftar Efek Syariah.
Secara garis
besar, terdapat tiga
produk utama pasar
modal syariah di
Indonesia, yaitu:
saham syariah,
sukuk, dan
reksadana syariah2 | INDUSTRI PASAR
MODAL SYARIAH
INDONESIA
10
2.1 SAHAM SYARIAH
Saham dapat didefinisikan sebagai surat berharga bukti
penyertaan modal kepada perusahaan. Dengan bukti
penyertaan tersebut, pemegang saham berhak untuk
mendapatkan sebagian keuntungan dari perusahaan
tersebut. Dalam ekonomi syariah, bentuk kerja sama
usaha ini sejalan dengan konsep musyarakah. Oleh
karena itu, secara konsep, saham tidak bertentangan
dengan prinsip Syariah.
Namun, tidak semua saham yang diterbitkan oleh emiten
dan perusahaan publik dapat disebut sebagai saham
syariah. Untuk mendapatkan pengakuan sebagai saham
syariah, emiten harus melalui proses seleksi (screening)
yang terdiri dari seleksi secara bisnis dan finansial. Seleksi
secara bisnis fokus pada produk dan jasa yang
ditawarkan perusahaan, sedangkan seleksi secara
finansial menyaring perusahaan dengan menggunakan
perhitungan rasio utang terhadap aset dan kontribusi
pendapatan non-halal perusahaan terhadap total
pendapatan.
Jumlah saham syariah yang terdaftar dan memenuhi
kriteria seleksi syariah terus meningkat tiap tahunnya.
Secara rata-rata, 66% dari total jumlah saham atau
sebanyak 414 emiten dari 619 emiten yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia dapat dikategorikan sebagai saham
syariah. Sementara itu, nilai kapitalisasi pasar Indeks
Saham Syariah Indonesia (ISSI) yang mencakup semua
saham syariah juga terus meningkat dengan nilai
Compund Annual Growth Rate (CAGR) sebesar 9% sejak
tahun 2011 hingga 2018.
Sumber: OJK, 2019
Persentase dan kapitalisasi saham syariah di Indonesia
masih dibawah persentase dan kapitalisasi saham syariah
di Malaysia. Secara agregat, sekitar 75% emiten pada
Bursa Malaysia masuk dalam kategori saham syariah,
sedikit lebih besar jika dibandingkan dengan persentase
rata-rata jumlah saham syaraih di Indonesia yang berada
pada angka 66%. Sementara itu, berdasarkan kapitalisasi
saham, emiten yang masuk dalam kategori saham syariah
di Malaysia menguasai 61% dari total kapitalisasi saham,
dibandingkan kapitalisasi saham syariah di Indonesia
yang baru menguasai 52% dari total seluruh kapitalisasi
pasar.
Perkembangan industri semakin pesat setelah
disahkannya Undang-Undang (UU) Nomor 19 tahun 2008
tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Undang-
undang ini menjadi landasan hukum untuk penerbitan
surat berharga syariah negara (SBSN) atau yag lebih
dikenal dengan istilah sukuk negara. Setelah UU tersebut
disahkan, pada bulan Agustus 2008, Pemerintah
Indonesia untuk pertama kalinya langsung menerbitkan
SBSN seri IFR0001 dan IFR0002.
Secara garis besar, terdapat tiga produk utama pasar
modal syariah di Indonesia, yaitu: saham syariah, sukuk,
dan reksadana syariah. Berikut penjelasan lebih lanjut
tentang tiga instrumen pasar modal syariah tersebut
berikut beberapa produk pasar modal lainya yang juga
sudah mulai berkembang di Indonesia:
11
2.2 SUKUK
Selain saham, suatu entitas dapat menerbitkan obligasi
atau surat utang untuk mendapatkan pendanaan.
Berbeda dari saham yang memiliki implikasi kepemilikan
oleh investor atas usaha emiten penerbit saham, investor
yang membeli obligasi tidak mendapatkan porsi
kepemilikan atas usaha penerbit obligasi. Akan tetapi,
investor berhak mendapatkan pokok investasinya
kembali ketika jatuh tempo dan berhak mendapatkan
bunga dari utang tersebut yang dibayarkan oleh penerbit
obligasi secara periodik.
Disebabkan prinsip syariah melarang adanya bunga atas
utang, ulama dan praktisi keuangan syariah menciptakan
instrumen pasar modal yang dikenal dengan sukuk.
Sukuk secara terminologi merupakan bentuk jamak dari
kata "sakk" dalam bahasa Arab yang berarti sertifikat
atau bukti kepemilikan. Bentuk sukuk yang paling
terkenal adalah sukuk ijarah atau secara sederhana dapat
diterjemahkan sebagai sertifikat kepemilikan atas aset
yang disewakan. Secara sederhana, penerbit sukuk
mensekuritisasi aset yang dimiliki, kemudian menjual
sekuritas tersebut pada investor, dan investor akan
menyewakannya kembali pada penerbit sukuk. Dari
transaksi tersebut investor akan mendapatkan
pendapatan sewa sedangkan penerbit sukuk akan
mendapatkan dana segar untuk diinvestasikan sesuai
dengan tujuan yang telah disepakati.
Di Indonesia, sukuk mulai dikenal pada tahun 2002
setelah diterbitkannya sukuk korporasi oleh indosat
senilai Rp300 miliar berdasarkan akad mudharabah.
Pasar sukuk mulai tumbuh pesat setelah diberlakukannya
UU Surat Berharga Syariah Negara. Dengan demikian,
terdapat dua jenis sukuk di Indonesia berdasarkan pihak
yang menerbitkannya yaitu, sukuk negara dan sukuk
korporasi.
2.2.1 SUKUK NEGARA
Sejak pertama kali diperkenalkan pada tahun 2008,
Pemerintah Republik Indonesia rutin menerbitkan sukuk
negara. Secara rata-rata, pertumbuhan sukuk negara
mencapai 30%. Total akumulasi penerbitan sukuk negara
hingga bulan Oktober 2018 telah mencapai lebih dari
Rp950 trilliun dengan outstanding per 25 Oktober 2018
sebesar Rp657 trilliun.
Sukuk Negara juga diterbitkan dan ditawarkan ke luar
negeri, atau yang lebih dikenal dengan sebutan sukuk
global. Pemerintah menerbitkan sukuk global secara
rutin sejak tahun 2009. Hingga saat ini, Indonesia
merupakan The Largest International Sovereign Sukuk
Issuer. Bahkan, pada tahun 2018, Indonesia menjadi
negara pertama yang menerbitkan Sovereign Green
Sukuk di dunia.
12
Dalam 10 tahun terakhir, pemerintah telah menerbitkan
tujuh jenis sukuk negara dengan berbagai macam tenor,
ukuran, imbalan dan basis investor. Di antaranya adalah
Surat Perbendaharaan Negara – Syariah (SPN-S), Project
Based Sukuk (PBS), Islamic Fixed Rate (IFR), Sukuk Dana
Haji (SDHI), Sukuk Negara Tabungan (ST), Sukuk Negara
Ritel (Sukri) dan Sukuk Negara Indonesia (SNI).
Meskipun pertumbuhan sukuk negara bernilai nominal
besar, dampak pertumbuhan sukuk di pasar utang
Indonesia masih relatif kecil. Kontribusi sukuk terhadap
total nilai outstanding surat berharga negara (SBN) dinilai
masih rendah. Pada tahun 2018, 17,6% dari total surat
berharga negara merupakan sukuk negara dengan nilai
Rp646 trilliun, hanya meningkat sebesar 11,1% pada 8
tahun terakhir.
2.2.2 SUKUK KORPORASI
Jika dibandingkan dengan Malaysia, total kontribusi sukuk terhadap SBN di Indonesia masih cukup rendah. Pada tahun
2018, Malaysia mencatatkan nilai outstanding sukuk negara sebesar Rp1.053 trilliun dengan presentase sebesar 44%
dari total surat berharga negara di Malaysia.
Berbeda dengan sukuk negara, porsi sukuk yang
diterbitkan oleh perusahaan atau sukuk korporasi di
Indonesia jauh lebih kecil dibandingkan dengan total
obligasi yang diterbitkan oleh korporasi secara
keseluruhan. Meskipun sukuk korporasi telah ditawarkan
sejak tahun 2002, jumlah total sukuk korporasi yang
diterbitkan oleh perusahaan relatif terbatas dan kecil,
yakni 177 penerbitan sampai akhir tahun 2018. Meskipun
demikian, berdasarkan CAGR, sukuk korporasi tumbuh
24,4% semenjak dari 2011 hingga 2018, dengan nominal
sekitar Rp7,92 triliun pada tahun 2011 hingga Rp36,54
triliun pada tahun 2018.
Secara persentase, total outstanding sukuk korporasi
hanya mencapai 5,08% dari total outstanding obligasi
korporasi di Indonesia. Jika dibandingkan dengan
Malaysia, total kontribusi sukuk korporasi terhadap total
obligasi korporasi di Indonesia masih sangat rendah.
Pada tahun 2018, Malaysia mencatatkan nilai
outstanding sukuk korporasi sebesar Rp1.725 trilliun
dengan presentase sebesar 75,5% dari total pasar
obligasi korporasi di Malaysia.
13
2.3 REKSA DANA SYARIAH
Reksa dana merupakan produk investasi yang dapat
menghimpun dana dari investor dalam bentuk portofolio
yang berisi berbagai instrumen investasi seperti saham,
obligasi, atau deposito yang dikelola oleh manajer
investasi. Reksa dana syariah memiliki bentuk yang sama
dengan reksa dana konvensional, tetapi portofolio reksa
dana syariah harus berisi instrumen-instrumen investasi
yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah seperti
saham syariah, sukuk, dan deposito di bank-bank syariah.
Pengelolaan reksa dana syariah juga harus diawasi oleh
Dewan Pengawas Syariah dan tidak boleh dilakukan
dengan kegiatan yang dilarang dalam prinsip syariah.
Penerbitan reksa dana syariah oleh PT Danareksa
Investment Management pada bulan Juli 1997 menjadi
tonggak awal sejarah pasar modal syariah di Indonesia.
Peluncuran reksa dana syariah ini menjadi awal
perumusan Jakarta Islamic Index (JII) pada tahun 2000
serta penerbitan fatwa pertama terkait pasar modal
syariah di Indonesia (Fatwa No. 20/ DSN-MUI/IV/2001)
yang memberikan panduan investasi syariah dalam reksa
dana syariah.
Pada akhir Desember 2018, terdapat 224 reksa danasyariah yang ditawarkan oleh berbagai perusahaanpengelola investasi dengan total Nilai Aktiva Bersih (NAB)sebesar Rp34,5 triliun. Pada periode 2011- 2018, NABreksa dana syariah memiliki CAGR sebesar 29.8%. Angkaini lebih tinggi dari CAGR reksa dana konvensional yangberada di angka 16,4%. Pada periode yang sama, jumlahreksa dana syariah yang beredar di Indonesia tumbuhdari 50 reksa dana pada tahun 2011 menjadi 224 reksadana pada akhir tahun 2018.
Meskipun kinerja reksa dana syariah sedikit lebih baikdaripada reksa dana konvensional dalam halpertumbuhan NAB, pangsa pasar keseluruhan reksa danasyariah masih sangat kecil yakni sebesar 6,8% dari totalNAB seluruh reksa dana yang diperdagangkan diIndonesia.
14
2.4 PRODUK PASAR MODAL LAINNYA
Selain produk yang umum seperti saham, sukuk, dan reksa dana, Otoritas Jasa Keuangan telah mengeluarkan
ketentuan untuk produk-produk lain yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan pasar modal syariah. Produk-
produk ini di antaranya adalah Exchange Traded Fund (ETF) Syariah, Efek Beragun Aset (EBA) Syariah, dan Dana
Investasi Real Estat (DIRE) Syariah. Akan tetapi, dalam praktiknya produk-produk ini masih belum dikembangkan oleh
industri.
2.4.1 EXCHANGE TRADED FUND (ETF) SYARIAH
ETF syariah atau Exchange Traded Fund syariah adalah salah satu bentuk dari reksa dana yang memenuhi prinsip-
prinsip syariah di pasar modal dimana unit penyertaannya dicatatkan dan ditransaksikan seperti saham syariah di
Bursa Efek. Karena berbentuk reksa dana maka penerbitannya harus memenuhi peraturan OJK No. 19/POJK.14/2015
tentang penerbitan dan persyaratan reksa dana syariah. Agar pada saat transaksi memenuhi prinsip-prinsip syariah
maka investor yang akan melakukan jual beli ETF syariah harus melalui anggota bursa yang memiliki Syariah Online
Trading System (SOTS).
2.4.2 EFEK BERAGUN ASET (EBA) SYARIAH)
Berdasarkan peraturan OJK No. 20/POJK.04/2015 tentang Penerbitan dan Persyaratan Efek Beragun Aset Syariah, Efek
Beragun Aset Syariah (EBA syariah) yang diterbitkan di pasar modal Indonesia terdiri dari dua jenis, yaitu:
1. EBA syariah berbentuk Kontrak Investasi Kolektif antara manajer investasi dan bank kustodian (KIK-EBAS) adalah
efek beragun aset yang portofolio (terdiri dari aset keuangan berupa piutang, pembiayaan atau aset keuangan
lainnya), akad dan cara pengelolaannya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah di pasar modal.
2. EBA syariah berbentuk surat partisipasi (EBAS-SP) adalah Efek Beragun Aset Syariah yang diterbitkan oleh
penerbit yang akad dan portofolionya (berupa kumpulan piutang atau pembiayaan pemilikan rumah) tidak
bertentangan dengan Prinsip Syariah di Pasar Modal serta merupakan bukti kepemilikan secara proporsional yang
dimiliki bersama oleh sekumpulan pemegang EBAS-SP.
2.4.3 DANA INVESTASI REAL ESTAT (DIRE) SYARIAH
Berdasarkan Peraturan OJK No. 30/POJK.04/2016
tentang Dana Investasi Real Estat Syariah Berbentuk
Kontrak Investasi Kolektif, yang dimaksud dengan Dana
Investasi Real Estat Syariah (DIRE Syariah) adalah wadah
yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari
masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan
pada aset real estat, aset yang berkaitan dengan real
estat, dan/atau kas dan setara kas yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah di pasar modal.
DIRE Syariah berbentuk Kontrak Investasi Kolektif
dikatakan memenuhi prinsip syariah di pasar modal
jika akad, cara pengelolaan dan aset real estat, aset yang
berkaitan dengan real estat, dan/atau kas dan setara kas,
tidak bertentangan dengan prinsip syariah di pasar modal
sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK tentang
Penerapan Prinsip Syariah di Pasar Modal.
15
2.4.4 DANA INVESTASI INFRASTRUKTUR (DINFRA)
Berdasarkan Peraturan OJK No. 52/POJK.04/2017 tentang Dana Investasi Infrastruktur Berbentuk Kontrak Investasi
Kolektif, yang dimaksud dengan Dana Investasi Infrastruktur (DINFRA) adalah wadah berbentuk kontrak investasi
kolektif yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan pada
aset infrastruktur oleh manajer investasi. DINFRA juga bisa diimplementasikan secara syariah apabila akad-akadnya
dan cara pengelolaannya tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Akan tetapi, sampai saat ini belum ada ketentuan
khusus yang mengatur terkait DINFRA Syariah di Indonesia.
2.4.2 EFEK BERAGUN ASET (EBA) SYARIAH2.4.5 REKSA DANA PENYERTAAN TERBATAS (RDPT) SYARIAH
Berdasarkan Peraturan OJK No. 37/POJK.04/2014 tentang Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif
Penyertaan Terbatas, yang dimaksud dengan Reksa Dana Penyertaan Terbatas (RDPT) adalah wadah yang digunakan
untuk menghimpun dana dari pemodal professional yang selanjutnya diinvestasikan oleh manajer investasi pada
portofolio efek yang berbasis kegiatan sektor riil. Belum ada ketentuan yang secara khusus mengatur terkait RDPT
Syariah, tetapi produknya sendiri sudah ada di pasar modal. Pada tahun 2017, Asia Raya Kapital menerbitkan RDPT
Syariah sebesar Rp1 triliun untuk pembangunan Menara Majelis Ulama Indonesia.
16
Setelah lebih dari
dua dekade
tersedia di
Indonesia, pasar
modal masih
memiliki ruang
untuk berkembang
lebih besar
3 | PELUANG PASAR
MODAL SYARIAH
DI INDONESIA
Setelah lebih dari dua dekade tersedia di Indonesia,
pasar modal masih memiliki ruang untuk berkembang
lebih besar. Sejalan dengan rencana Pemerintah Republik
Indonesia untuk mempercepat infrastruktur, pasar modal
syariah dapat memainkan peranan penting dengan
menyediakan instrumen keuangan yang sesuai syariah
untuk mengumpulkan investasi dari berbagai sumber
khususnya dari Timur Tengah. Selain itu, instrumen
keuangan syariah terutama mudharabah dan musyarakah
memiliki karakteristik equity yang saat ini sangat
dibutuhkan oleh perusahaan konstruksi di Indonesia.
Karakteristik ini menjadi penting disebabkan debt-to-
equity ratio dari perusahaan sejenis yang saat ini rasionya
sudah sangat tinggi sedangkan kebutuhan pendanaan
untuk pembangunan infrastruktur masih sangat besar.
Di sisi lain, perbankan syariah memerlukan instrumen
likuiditas yang likuid tetapi dapat menawarkan imbal hasil
yang optimal. Instrumen seperti ini diperlukan oleh bank
syariah untuk menampung dana operasional dari
Pemerintah ataupun BUMN dan Swasta yang
ditempatkan sementara pada bank syariah sebelum
digunakan sesuai dengan peruntukannya masing-masing.
Saat ini, bank syariah umumnya mangandalkan instrumen
likuiditas dari Bank Indonesia. Tetapi, diperlukan
instrumen likuiditas yang terhubung langsung dengan
pengembangan sektor riil supaya imbal hasil yang
ditawarkan bisa relatif lebih tinggi. Instrumen ini dapat
berupa efek yang ditawarkan melalui pasar modal
syariah.
Munculnya tren berhijrah di masyarakat juga membuka
peluang lebih besar dari demand masyarakat terhadap
produk keuangan syariah. Pada saat yang sama, pada
tingkat internasional mulai muncul kesadaran akan
investasi yang ramah lingkunan (green) ataupun social
responsible dan sebagainya. Instrumen-instrumen ini
memiliki karakteristik yang sejalan dengan prinsip-prinsip
syariah, sehingga membuka peluang produk investasi
syariah di pasar modal untuk dipasarkan kepada basis
investor yang lebih luas, tidak hanya terbatas pada
investor muslim saja.
17
3.1 PEMENUHAN KEBUTUHAN PEMBIAYAAN PEMERINTAH
Sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2015-2019, total kebutuhan
pembiayaan infrastruktur mencapai Rp5.519trilliun. Akan
tetapi, terdapat financing gap sebanyak 59,86% yang
tidak dapat dibiayai oleh Anggaran Pendapatan Belanja
Negara (APBN) sehingga pemerintah harus mencai
sumber dana lain di luar APBN.
Berdasarkan data 5 tahun terakhir, total anggaran
infrastruktur negara terus meningkat dengan angka yang
signifikan. Pada tahun 2018, total anggaran infrastruktur
menembus Rp410 trilliun. Jumlah ini naik dari periode
sebelumnya yang mencapai Rp388 trilliun. Angka ini
terus meningkat. Pada tahun 2019 anggaran untuk
pembangunan infrastruktur yang tersedia dari APBN
mencapai Rp415 trilliun yang pada pengungguannya
lebih banyak digunakan untuk proyek pada Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sisanya melalui
pembiayaan.
Kondisi tersebut menunjukkan pentingnya peran
institusi keuangan dalam mendukung dan mengisi
kebutuhan pendanaan proyek infrastruktur. Terbukti,
jumlah pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan
untuk infrastruktur beberapa tahun kebelakang ini pun
sangat besar. Komite Percepatan Penyediaan
Infrastruktur Prioritas (KPPIP) mencatat pembiayaan
perbankan ke sektor infrastruktur pada tahun 2017
mencapai Rp576 trilliun. Sedangkan, di tahun 2015 dan
2016, pembiayaannya secara berturut-turut mencapai
Rp462 trilliun dan Rp518 trilliun. Namun demikian,
penyaluran kredit infrastruktur oleh perbankan dinilai
masih belum cukup. Adanya Batas Maksimum
Pemberian Kredit (BMPK) pada bank juga membatasi
peran bank untuk berperan lebih lanjut dalam hal ini
sehingga membua peluang yang lebih besar bagi pasar
modal khususnya pasar modal syariah.
3.2 PEMENUHAN KEBUTUHAN INSTRUMEN INVESTASI JANGKA PENDEK
DAN JANGKA PANJANG BAGI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
Dalam menjalankan usahanya, industri perbankan harus
menghadapi risiko likuiditas. Risiko ini memiliki
konsekuensi yang kompleks bagi perbankan syariah
karena sebagian besar likuiditas yang ada pada umumnya
berbasis bunga. Untungnya, Bank Indonesia sudah
menyediakan berbagai instrument likuiditas yan sejalan
dengan prinsip syariah melalui pasar uang antar bank
syariah (PUAS). Beberapa instrumen likuiditas yang biasa
dan dapat digunakan oleh perbankan syariah di
Indnonesia, di antaranya adalah (skema lengkap dapat
dilihat pada lampiran 1):
1. Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank (SIMA)
2. Sertifikat Perdagangan Komoditi berdasarkan Prinsip
Syariah Antarbank (SiKA)
3. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
4. Fasilitas Bank Indonesia Syariah (FASBIS)
5. Reverse Repo SBSN
6. Repo SBSN
7. Sukuk BI
Permasalahannya, instrumen likuiditas di pasar uang
tidak didesain untuk memberikan imbah hasil yang
optimal.18
Disisi lain, untuk mendapatkan kesempatan mengelola
dana Pemerintah, BUMN ataupun swasta, kemampuan
memberikan imbal hasil yang kompetitif menjadi suatu
prasyarat. Dengan biaya operasional yang relatif lebih
tinggi disebabkan skala usaha yang lebih kecil, perbankan
syariah tidak mampu bersaing dengan bank konvensional
yang sudah memiliki skala usaha yang jauh lebih besar
apabila bank syariah hanya menawarkan produk yang
biasa atau memiliki karakteristik sama dengan produk
bank konvensional. Untuk itu, inovasi produk dengan
menghubungkan produk perbankan syariah dan produk
pasar modal syariah menjadi suatu kemungkinan peluang
yang dapat ditindaklanjuti untuk menghasilkan
instrument likuditas jangka pendek yang dapat
memberikan pengembalian yang lebih baik.
3.3 POTENSI DARI TREN HIJRAH MASYARAKAT, PELAKU INDUSTRI DAN
REGULATOR
Sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di
dunia memberikan pengaruh positif terhadap
perkembangan pasar modal syariah. Tersedianya potensi
investor dalam jumlah besar menjadi peluang dari
kemajuan industri pasar modal syariah Indonesia dimasa
yang akan datang. Akan tetapi, rendahnya literasi
masyarakat Indonesia terhadap dunia pasar modal
menjad faktor penghalang, khususnya untuk pasar modal
syariah. Oleh karena itu, diperlukan usaha yang lebih
keras untuk mempromosikan pasar modal syariah
Indonesia agar bisa lebih maju dan berkembang.
Saat ini, kesadaran masyarakat terkait gaya hidup halal
mulai meningkat. Banyaknya kajian-kajian Islam yang
dilakukan oleh berbagai komunitas mendorong
masyarakat untuk mulai mencari alternatif instrumen
investasi yang halal dan tidak bertentangan dengan
prinsip syariah. Hal ini ditandai dengan munculnya
komunitas masyarakat anti riba, komunitas bahagia
tanpa riba, komunitas masyarakat tanpa riba jangan
takut miskin, gerakan anti riba dan rentenir dan
komunitas kajian Islam yang kian marak
Tren ini terbawa pula ke tataran pengambilan keputusan
penerbitan instrumen pembiayaan pada perusahaan-
perusahaan. Saat ini, jumlah perusahaan yang
menerbitkan Sukuk mulai bertambah. Jika sebelumnya
perusahaan hanya menerbitkan obligasi, saat ini sudah
mulai bermunculan perusahaan yang menerbitkan sukuk
bersama dengan obligasi, bahkan ada perusahaan yang
menerbitkan sukuk saja tanpa ditandemkan dengan
obligasi misalnya seperti XL Axiata.
Bahkan saat ini di beberapa daerah, pelaku kebijakan
sudah mulai menunjukkan preferensinya terhadap
ekonomi dan keuangan syariah, misalnya konversi Bank
Aceh 25 Mei 2015 dimana Bank Aceh melakukan hijrah
atas kegiatan usaha dari sistem konvensional menjadi
sistem syariah seluruhnya. Hal ini menyebabkan market
share perbankan syariah menembus angka 5%, setelah
selama satu decade berada dibawah angka ini.
Selanjutnya pada November 2018, DPR Aceh telah
mengesahkan Qanun bahwa dalam 3 tahun seluruh
lembaga jasa keuangan (LJK) Provinsi Aceh harus
menganut sistim syariah. Hal ini diperkirakan akan
meningkatkan market share perbankan dan keuangan
syariah ke level yang lebih tinggi.
Selain Aceh, NTB telah mengeluarkan Peraturan Daerah
mengenai wisata Halal ditahun 2016 dan Lombok terpilih
menjadi tujuan wisata halal terfavorit di Indonesia di
tahun 2018. Komitmen ini juga diperkuat dengan
lahirnya Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia oleh
Komite Keuangan Nasional Syariah (KNKS) bersama
dengan Bappenas yang memiliki visi menjadi pusat
ekonomi dan keuangan syariah terkemuka di dunia.
19
Tantangan tersebut
antara lain: rendahnya
literasi pasar modal
syariah di Indonesia,
pasar sekunder yang
tidak likuid, instrumen
pasar modal syariah
yang terbatas, dan tidak
ada pemain yang fokus
dalam mendorong
industri pasar modal
syariah untuk lebih
maju.
4 | TANTANGAN PASAR
MODAL SYARIAH
DI INDONESIA
Meskipun Industri pasar modal syariah memilih peluang untuk tumbuh lebih besar, terdapat berbagai tantangan yang
harus dihadapi dan harus diselesaikan agar harapan pasar modal syariah Indonesia menjadi menjadi pemain terbesar
dalam industri keuangan syariah di dunia dapat diwujudkan. Tantangan tersebut antara lain: rendahnya literasi pasar
modal syariah di Indonesia, pasar sekunder yang tidak likuid, instrumen pasar modal syariah yang terbatas, dan tidak
ada pemain yang fokus dalam mendorong industri pasar modal syariah untuk lebih maju. Berikut pembahasan singkat
tentang tantangan-tantangan tersebut.
4.1 RENDAHNYA LITERASI PASAR MODAL
Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan
tahun 2016 yang dilakukan OJK, tingkat indeks literasi dan
inklusi masyarakat Indonesia pada sektor pasar modal
cukup memprihatinkan. Meskipun terdapat peningkatan
indeks literasi keuangan dibandingkan indeks yang sama
pada tahun 2016, pasar modal merupakan sektor
keuangan yang paling tidak dipahami oleh masyarakat
Indonesia. Sama halnya, inklusi pasar modal juga cukup
rendah, yang mencerminkan tingkat pemahaman yang
rendah dari industri tersebut.
Pada tahun 2013, indeks literasi perbankan mencapai
21,8%. Pada saat yang sama, indeks literasi untuk
perasuransian dan pegadaian masing-masing 17,8% dan
14,9%. Akan tetapi, indeks literasi pasar modal pada
tahun 2013 hanya 3,8%. Indeks literasi ini sedikit
meningkat pada tahun 2016 hingga mencapai 4,4%.
Hanya saja, indeks literasi perbankan tumbuh lebih tinggi,
naik menjadi 28,3%.
Ketika pengetahuan masyarakat tentang pasar modal
yang bersifat umum sangat rendah, dapat dipastikan
pengetahuan masyarakat tentang pasar modal syariah
akan jauh lebih rendah. Terbukti, indeks literasi pasar
modal syariah pada tahun 2016 hanya sebesar 0,02%.
Tidak hanya indeks literasi pasar modal syariah yang
sangat rendah, indeks literasi perbankan syariah pun
cukup rendah, hanya 6,6% sehingga wajar market share
perbankan syariah di Indonesia berada pada kisaran 5%
dari total market share perbankan keseluruhan.20
Menariknya, walaupun indeks literasi perbankan pada
tahuun 2016 hanya 28,3%, pada saat yang sama, indeks
inklusi perbankan mencapai 60,7%. Disebabkan industri
keuangan di Indonesia masih terpusat pada sektor
perbankan, masyarakat lebih banyak terhubung dan
memiliki keharusan untuk memiliki rekening dibank. Oleh
karena itu, indeks inklusi perbankan menjadi lebih tinggi
walaupun pada dasarnya, tidak banyak masyarakat yang
memahami cara kerja ataupun model bisnis bank sendiri
seperti apa. Hal yang sama berlaku pada bank syariah.
Ketika indeks literasi bank syariah pada tahun 2016 hanya
sebesar 6,6%, tetapi indeks inklusi syariah pada tahun
2016 mencapai 9,6%.
Akan tetapi, kondisi yang sama tidak ditemukan pada
sektor lain termasuk pasar modal syariah. Indeks inklusi
pasar modal syariah dipastikan lebih rendah dibandingkan
dengan indeks literasinya. Pada tahun 2013, ketika indeks
literasi pasar modal 3,8%, pada tahun yang sama, indeks
inklusi pasar modal hanya sebesar 0.1%. Pada tahun
2016, ketika indeks literasi pasar modal 4,4%, indeks
inklusi pasar moda hanya berada pada angka 1,3%. Untuk
pasar modal syariah, pada tahun 2016, indeks literasi
hanya sebesar 0,02%. Dengan demikian, indeks inklusi
pasar modal syariah juga lebih kecil, yaitu 0,01%.
Rendahnya indeks literasi dan indeks inklusi keuagan syariah tidak hanya tercermin pada masyarakat umum, tetapi juga
pada stakeholders pasar modal secara keseluruhan termasuk emiten dan inivestor. Hal ini juga diperburuk dengan
kualitas SDM industri keuangan syariah yang dinilai kurang mumpuni sehingga pekerjaan rumah menaikan indeks
literasi dan indeks inklusi pasar modal syariah menjadi tambah berat.
4.2 VARIASI PRODUK YANG TERBATAS
Dalam dua puluh tahun terakhir, berbagai produk pasar modal syariah mulai bermunculan di berbagai Negara,
khususnya Malaysia selaku pusat keuangan syariah dunia. Tren tersebut mulai dirasakan di Indonesia semenjak
beberapa tahun terakhir setelah OJK Pasar Modal dan Kementerian Keuangan memperkenalkan berbagai produk pasar
modal syariah yang telah diatur dan dapat ditawarkan ke pasar. Hanya saja, belum banyak perusahaan sekuritas dan
manajemen investasi menawarkan produk tersebut disebabkan rendahnya literasi sebagaimana yang telah dijelaskan
pada sub bab sebelumnya. 21
Selain itu, terdapat beberapa fitur produk yang diinginkan
oleh pasar yang banyak ditawarkan oleh pasar modal
syariah. Fitur tersebut antara lain produk yang bersifat
ekuitas ataupun produk pengumpulan dana yang tidak
mensyaratkan adanya underlying asset, yang dianggap
cukup memberatkan.
Untuk fitur bersifat ekuitas, pada dasarnya, hal ini sejalan
dengan akad mudharabah dan musyarakah yang dianggap
sebagai ciri ideal dari ekonomi syariah. Hanya saja,
diperlukan financial engineering yang sejalan dengan
prinsip syariah agar produk tidak hanya sejalan dengan
kebutuhan korporasi yang memerlukan pendanaan tetapi
juga sejalan dengan selera risiko yang mampu diserap
oleh investor selaku pembeli dari produk tersebut.
Di sisi lain, disebabkan fitur produk syariah yang relatif
rendah risiko adalah produk yang berdasarkan akad jual
beli seperti murabahah ataupun sewa menyewa seperti
ijarah, terdapat keharusan adanya underlying asset yang
menjadi objek jual beli ataupun sewa menyewa tersebut,
untuk menghindari riba. Akan tetapi, tidak semua
korporasi yang memerlukan pendanaan memiliki
underlying asset tersebut. Oleh sebab itu, diperlukan
instrumen lain yang dapat memfasilitasi kelemahan
produk yang ada saat ini yang pada saat bersamaan, tetap
memenuhi kaidah syariah dan sejalan dengan selera risiko
investor di pasar modal syariah.
4.3 PASAR SEKUNDER YANG TIDAK LIKUID
Tantangan lain yang dihadapi pasar modal syariah
khususnya sukuk korporasi adalah tidak likuidnya pasar
sekunder untuk produk tersebut. Selain disebabkan
jumlah sukuk yang masih terbatas, tingginya imbal hasil
yang diberikan oleh sukuk membuat investor cenderung
menahan dan tidak ingin menjual sukuk (hold to
maturity). Ironisnya, tingginya imbal hasil yang tinggi
tersebut menyebabkan pricing sukuk yang relatif lebih
mahal sebagai kompensasi atas pasar yang tidak likuid itu
sendiri. Pricing yang mahal juga justru menjadi salah satu
alasan mengapa masih sedikit korporasi tertarik untuk
menerbitkan sukuk.
Tidak likuidnya pasar sekunder juga membuat investor
kesulitan keluar dari suatu investasi ketika sewaktu-waktu
membutuhkan likuiditas. Di sisi lain, pihak yang ingin
melakukan investasi juga kesulitan mencari supply produk
investasi pada pasar sekunder yang tidak likuid. Perlu ada
pihak yang menjadi standby buyer untuk membeli produk
investasi dari investor yang memerlukan likuiditas.
Adanya kegiatan jual beli yang aktif juga dapat
memastikan terbentuknya fair price pada pasar sekunder.
4.4 KURANGNYA INSTITUSI YANG FOKUS MENGGARAP PASAR MODAL
SYARIAH
Di Indonesia, hanya ada satu yang berstatus sebagai
perusahaan investasi syariah, yaitu Paytren. Namun
terdapat Asia Raya Kapital yang secara hukum merupakan
perusahaan investasi konvensional, tetapi pada
prakteknya hanya menawarkan produk investasi syariah.
Pada perusahaan investasi konvensional besar yang juga
menawarkan jasa syariah selama ini kerap menemui
banyak masalah, seperti investor yang tidak paham
mengenai investasi syariah dan rendahnya keinginan
untuk mencoba alternatif baru dalam pasar modal.
Keterbatasan perusahaan yang menerbitkan surat
berharga syariah mengakibatkan pada terbatasnya
produk syariah yang dikeluarkan oleh manajemen
aset/investasi. Hal ini yang juga menjadi alasan berbagai
manajemen investasi tidak bisa menjadi full fledge syariah
karena menganggap market industri syariah yang kecil
dan sulit berkembang.
Berdasarkan peluang dan tantangan pasar modal syariah
diatas, maka salah satu solusi yang dapat dilakukan
adalah dengan membentuk bank investasi syariah yang
memiliki peran khusus sebagai perantara dan market
player pada pasar modal syariah. Selain itu, pada
ekosistem industri keuangan syariah di Indonesia,
memang terdapat kesenjangan (gap) yang harus diisi,
yaitu keberadaan dari bank investasi syariah sebagai
perantara emiten dan pemerintah yang ingin
mendapatkan pendanaan dan investor pada pasar modal
syariah. 22
Dengan adanya bank investasi syariah, akan ada institusi yang fokus pada pengembangan pasar modal syariah, tidak
terbagi dengan konvensional. Tumbuhnya instrumen pasar modal syariah akan mendorong perkembangan industri
keuangan syariah lainnya. Namun sebelum masuk ke bank investasi syariah, ada baiknya kita mengenal konsep bank
investasi terlebih dahulu.
23
Terminologi bank
investasi mulai
digunakan di Amerika
Serikat pada awal
abad ke-19 untuk
menjelaskan
organisasi yang
melakukan fungsi
khusus investasi
dalam intermediasi
keuangan
5 | MENGENAL BANK
INVESTASI
Terminologi bank investasi mulai digunakan di Amerika
Serikat pada awal abad ke-19 untuk menjelaskan
organisasi yang melakukan fungsi khusus investasi dalam
intermediasi keuangan. Bank investasi tidak menjalankan
fungsi intermediasi keuangan secara umum seperti
menerima tabungan dan menyalurkannya kembali
kepada publik retail.
Bank investasi merupakan institusi finansial yang memiliki
spesialisasi dalam transaksi finansial yang besar, seperti
penjaminan emisi efek (underwriting), fasilitasi merger &
acquisition (M&A), perantara dalam perdagangan surat
berharga dan penasihat keuangan untuk klien. Pada saat
ini, bank investasi pada umumnya merupakan bagian dari
grup dan struktur bank yang lebih besar yang juga
menjalankan fungsi jenis bank lainnya.
Pada tahun 1993, Glass-Steagal Act di Amerika Serikat
mengharuskan pemisahan fungsi bank komersil dan bank
investasi. Akan tetapi, pada tahun 1999, Gramm Leach
Billey Act memperbolehkan fungsi kedua bank tersebut
untuk digabung kembali. Sebagai konsekuensi, banyak
bermunculan bank universal yang dibentuk dari
perkembangan divisi investment banking ataupun hasil
merger dan akuisisi antara bank komersial dan bank
investasi. Setelah terjadinya krisis finansial tahun 2008,
regulasi di AS membatasi berbagai operasi bank investasi,
khususnya proprietary trading yang dinilai memiliki risiko
yang tinggi. Proprietary trading sendiri dapat didefinisikan
sebagai trading surat berharga yang dilakukan oleh bank
investasi menggunakan modalny sendiri.
5.1 PRODUK DAN JASA BANK INVESTASI
Bank investasi memiliki berbagai ragam produk dan jasa
untuk mengakomodasi kebutuhan emiten dan investor.
Berikut penjelasan singkat tentang produk dan saja yang
umumnya ditawarkan oleh berbagai bank investasi
diseluruh dunia.
24
5.1.1 Penasihat Merger dan Akuisisi
Merger dan Akuisisi (M&A) adalah strategi yang dapat
digunakan oleh suatu perusahaan untuk meningkatkan
nilai dari perusahaan dengan cara membeli perusahaan
lain atau menggabungkan perusahaannya dengan
perusahaan lain. Perusahaan dapat menggunakan strategi
M&A untuk mendorong pertumbuhannya secara
anorganik, ketika pertumbuhan organik dinilai terbatas,
memerlukan biaya yang mahal, dan memakan waktu yang
lama. Strategi ini mengacu pada konsolidasi perusahaan
atau aset melalui berbagai macam transaksi finansial.
M&A dapat meliputi berbagai jenis transaksi, seperti
merger, akuisisi, konsolidasi, pembelian aset dan akuisisi
manajemen.
Umumnya, perusahaan yang berencana melakukan M&A
akan menggunakan jasa advisory (penasihat) dari bank
investasi. Dalam hal ini, bank investasi berperan dalam
memberikan konsultasi dan menjalani aktivitas terkait
berbagai aspek dalam M&A, seperti memberikan
rekomendasi terkait kesempatan untuk merger, valuasi
target perusahaan, dan membentuk model transaksi
finansial. Selain itu, bank investasi juga dapat
memberikan pendanaan bagi perusahaan untuk
melakukan merger dan akuisisi.
Proses M&A terdiri dari tahapan-tahapan yang pada
umumnya membutuhkan waktu enam bulan sampai
beberapa tahun untuk penyelesaiannya. Biasanya, bank
investasi yang menawarkan jasa M&A dapat
mendampingi perusahan pembeli selama proses tersebut
berlangsung, baik selama dalam fase strategi; fase
negosiasi, investigasi dan eksekusi; dan fase pasca
eksekusi.
Fase Strategi
Tahapan pertama yang dilakukan dalam proses M&A
adalah fase strategi. Pada fase ini, manajemen
perusahaan menetapkan strategi korporasi. Apabila M&A
dianggap strategi yang tepat, perusahaan kemudian
mencari dan menyeleksi target perusahaan yang akan
dibeli.
Perusahaan pengakuisisi akan melakukan pertemuan
dengan perusahaan target dan menawarkan rencana
M&A dengan menjelaskan manfaat yang akan didapatkan
dari proses ini untuk perusahaan target. Selanjutnya,
perusahaan pengakuisisi akan meminta perusahaan
target untuk menyediakan informasi-informasi
substansial terkait perusahaan target seperti keadaan
keuangan, operasional, dan liabilitasnya.
Informasi ini akan digunakan oleh perusahaan
pengakuisisi untuk menilai kapabilitas bisnis perusahaan
target sebagai satu institusi sendiri dan sebagai
perusahaan yang berpotensi untuk menjadi target M&A.
Beberapa metode valuasi yang dapat digunakan antara
lain Discounted Cash Flow (DCF), perbandingan
transasaksi, dan Leveraged Buyout (LBO). Bank investasi
dalam hal ini akan membantu melakukan penilaian
kelayakan apakah M&A terhadap perusahaan target
tersebut layak dijalankan.
Skema-skemanya juga sepertinya perlu dibuat ulang,
sama kayak grafik, nanti bareng aja ngerjainnya ya yash25
Fase Negosiasi, Investigasi dan Eksekusi
Tahap selanjutnya dalam proses M&A adalah fase
negosiasi, investigasi, dan eksekusi. Setelah melakukan
valuasi atas perusahaan target, penawaran awal akan
disampaikan oleh perusahaan pengakuisisi. Kedua
perusahaan kemudian akan melanjutkan proses negosiasi
atas penawaran tersebut dengan lebih detail termasuk
terkait kesepakatan harga dan syarat-syarat tertentu yang
harus dipenuhi.
Proses investigasi dimulai setelah penawaran diterima
oleh perusahaan target. Investigasi dilakukan dengan
melakukan due diligence sebagai langkah reevaluasi oleh
perusahaan pengakuisisi. Pada tahap ini, dilakukan
analisis detail terhadap setiap aspek operasional
perusahaan target seperti aset, pelanggan, sumber daya
manusia, dan hal-hal lain yang terkait. Due diligence
merupakan langkah yang penting untuk memastikan tidak
ada permasalahan yang tidak terduga di masa yang akan
datang setelah perjanjian.
Selanjutnya, perusahaan-perusahaan ini akan menyusun
deal structuring untuk memilih struktur transaksi terbaik
dengan mempertimbangkan aspek ekonomi, pajak, dan
hukum. Contoh struktur yang umum digunakan adalah
pembelian aset, pembelian saham, atau merger. Pada
tahap ini, akan dipersiapkan kontrak final dimana kedua
perusahaan mengambil keputusan struktur kesepakatan
jual beli seperti apa yang akan dipilih. Setelah
kesepakatan jual beli ditandatangani, perusahaan
pengakuisisi akan melaksanakan detail strategi
pembiayaan untuk proses M&A yang telah disepakati
bersama.
Fase Pasca Eksekusi
Tahap terakhir dalam proses M&A adalah fase pasca
eksekusi. Pada tahap ini, kesepakatan M&A telah
terlaksana dan pihak representatif dari kedua perusahaan
bekerja sama pada hasil M&A. Kemudian, pemilik bisnis
akan keluar dari investasi yang telah dibuatnya dengan
mengalihkan kepemilikan ke pihak lain. Cara yang umum
digunakan adalah seperti divestasi, IPO dan likuidasi. Pada
tahap ini, biasanya, bank investasi akan terlibat
membantu perusahaan dalam menjalankan IPO.
5.1.2 PASAR MODAL
5.1.2.1 INITIAL PUBLIC OFFERING
Perusahaan tertutup umumnya memiliki pemegang
saham dengan jumlah yang lebih sedikit. Hanya sebatas
investor terakreditasi seperti angel investors dan venture
capitalists, atau investor pribadi seperti pendiri
perusahaan, keluarga ataupun kerabat. Setiap
perusahaan dapat menjadi perusahaan terbuka dengan
cara menjual sebagian sahamnya kepada publik melalui
bursa. Proses penawaran saham oleh perusahaan
tertutup kepada publik untuk pertama kalinya disebut
dengan istilah Initial Public Offering (IPO). Setelah
melakukan IPO, perusahaan terkait menjadi perusahaan
publik yang akan terdaftar pada bursa efek saham. Oleh
karena itu, perusahaan yang melakukan IPO juga sering
kali disebut “go public”.
Suatu perusahaan dapat menggunakan jasa bank
investasi untuk melakukan IPO. Peran yang dilakukan oleh
bank investasi dalam jasa IPO di antaranya adalah
melakukan valuasi perusahaan untuk menentukan pricing
IPO, menelusuri dan menyebarluaskan opini terkait
perusahaan dan sahamnya, dan menjadi market maker
untuk memastikan seluruh atau sebagian besar porsi dari
saham akan terjual dengan cara membeli saham tersebut
dan menjualnya kembali. Secara umum, proses IPO yang
dilakukan oleh perusahaan untuk go public terdiri dari
lima tahap yang pada umumnya dilakukan dalam waktu
enam bulan sampai satu tahun.
26
Memilih Bank Investasi
Tahap pertama yang dilakukan oleh perusahaan adalah
memilih bank investasi untuk menjadi penasihat IPO dan
menjadi menyediakan jasa penjaminan emisi efek
(underwriting). Bank investasi dipilih berdasarkan
beberapa kriteria di antaranya reputasi, kualitas riset,
keahlian terkait industri perusahaan, distribution channel
(apakah bank investasi bisa menyediakan investor
institusi atau ritel untuk membeli saham yang
diterbitkan), dan pengalaman-pengalaman kerja sama
sebelumnya antara perusahaan dan bank investasi
tersebut.
Due Diligence dan Regulatory Fillings
Penjaminan emisi efek (underwriting) adalah proses
dimana bank investasi sebagai underwriter bertindak
sebagai perantara perdagangan (broker) antara
perusahaan penerbit dengan investor publik untuk
membantu perusahaan penerbit menjual penerbitan
saham pertamanya. Beberapa bentuk underwriting
arrangement yang dilakukan dengan bank investasi
antara lain:
1. Firm Commitment
Dalam kesepakatan ini, underwriter membeli keseluruhan
penerbitan dan menjual kembali saham kepada investor
publik. Firm commitment menjamin perolehan sejumlah
tertentu uang kepada perusahaan penerbit.
2. Best Efforts Agreement
Dalam kesepakatan ini, underwriter tidak menjamin
jumlah uang yang akan diperoleh kepada perusahaan
penerbit. Underwriter hanya akan menjual saham-saham
yang diterbitkan atas nama perusahaan penerbit.
3. Syndicate of Underwriters
Penawaran publik dapat dikelola oleh satu atau lebih
underwriter. Apabila penawaran dikelola oleh lebih dari
satu underwriter, salah satu bank investasi dipilih sebagai
leader atau book-running manager. Dalam kesepakatan
ini, bank investasi leader membentuk sindikasi
underwriter dengan bank-bank investasi lain yang masing-
masing akan menjual sebagian dari IPO. Kesepakatan
seperti ini digunakan apabila bank investasi leader ingin
mendiversifikasi risiko IPO kepada beberapa bank
investasi.
IPO Pricing dan Roadshow
Setelah IPO disetujui oleh regulator pasar modal, tanggal
efektif IPO ditetapkan. Sebelum tanggal efektif tersebut,
perusahaan penerbit dan underwriter memutuskan harga
penawaran saham dan nominal saham yang akan dijual.
Penentuan harga ini penting karena nilai ini menjadi
modal yang akan diperoleh oleh perusahaan penerbit
tersebut. Untuk memperkenalkan dan memasarkan
saham perusahaan penerbit, bank investasi sebagai
underwriter melakukan roadshow kepada investor-
investor potensial. Faktor-faktor yang memengaruhi
harga penawaran antara lain adalah kesuksesan
roadshow, tujuan perusahaan, dan kondisi
perekonomian.
Stabilisasi
Setelah penerbitan saham masuk ke pasar, underwriter
harus menyediakan analisis rekomendasi, stabilisasi
pasar, dan menciptakan pasar untuk saham yang telah
diterbitkan. Underwriter melakukan stabilisasi pasar
apabila terdapat ketidakseimbangan pasar dengan
membeli saham yang diterbitkan pada harga penawaran
atau di bawah harga penawaran. Aktivitas stabilisasi ini
hanya dilakukan dalam jangka waktu yang pendek.
Namun, selama periode ini, underwriter memiliki
kebebasan untuk memperjualbelikan dan memengaruhi
harga penerbitan.
27
5.1.2.2 PENERBITAN OBLIGASI
Selain penawaran saham, perusahaan juga memiliki opsi
menerbitkan obligasi untuk memperoleh pendanaan.
Obligasi juga dapat diterbitkan oleh pemerintah suatu
negara untuk membiayai defisit anggaran negara. Obligasi
adalah pernyataan utang dari perusahaan penerbit
obligasi kepada pemegang obligasi beserta janji untuk
membayar kembali pokok utang beserta kupon bunganya
kelak pada saat tanggal jatuh tempo pembayaran.
Penerbitan obligasi memiliki proses yang serupa dengan
saham.
Dalam hal ini, peran yang dimiliki oleh bank investasi
serupa dengan peran mereka dalam proses penawaran
jasa IPO. Bank investasi akan memberikan rekomendasi
terkait bond pricing, mempersiapkan prospektus dan
persyaratan yang dibutuhkan, memasarkan obligasi dan
bertindak sebagai underwriter. Ketika melakukan
underwriting obligasi, bank investasi menanggung risiko
pembelian obligasi yang baru diterbitkan dari perusahaan
atau pemerintah. Setelah itu, bank investasi menjual
kembali obligasi tersebut kepada investor publik atau
dealer lain yang akan menjualkan kepada investor publik.
Bank investasi juga dapat memasarkan penerbitan
obligasi baru tetapi tidak ikut menjadi underwriter. Bank
investasi ini hanya berlaku sebagai agen penjualan di
bawah kesepakatan best effort agreement, dengan
perjanjian untuk memperjualbelikan obligasi tersebut
dengan sebaik mungkin. Pada umumnya, bank investasi
hanya membeli obligasi untuk memenuhi permintaan
pasar dan memperoleh komisi dari transaksi tersebut.
5.1.3 PEMBIAYAAN PROYEK
Pembiayaan proyek atau project finance adalah
pembiayaan yang diberikan oleh bank investasi untuk
infrastruktur jangka panjang, proyek industri dan
pelayanan publik. Pada umumnya, pembiayaan ini
digunakan pada sektor tenaga, minyak dan infrastruktur.
Terdapat beberapa struktur finansial terkait pembayaran
atas dana pinjaman, yaitu:
1. Full Recourse Loan
Pada kesepakatan ini, bank investasi dapat mengklaim
pembayaran tidak hanya dari arus kas aset proyek, tetapi
juga aset dari perusahaan peminjam dana.
2. Non Recourse Loan
Pada kesepakatan ini, bank investasi hanya dapat
mengklaim pembayaran dari arus kas aset proyek.
3. Limited Recourse Loan
Pada kesepakatan ini, bank investasi dapat mengkalim
pembayaran lebih dari arus kas aset proyek, namun
dengan beberapa ketentuan dan persyaratan.
Pada umumnya, struktur yang digunakan adalah non atau
limited recourse loan yang dapat menjamin aset yang
dimiliki perusahaan peminjam. Oleh karena itu, biasanya
skema project finance melibatkan Special Purpose Vehicle
(SPV) yang memegang aset proyek sehingga dapat
terjamin pembayaran kompensasi tidak dibebankan
kepada arus kas perusahaan.
Dalam hal ini, bank investasi berperan dalam menyusun
struktur pricing dan model finansial, proyeksi arus kas
pada berbagai skenario dan meminjamkan dana. Bank
investasi juga dapat membentuk sindikasi di saat total
dana yang dibutuhkan cukup besar. Berikut adalah skema
umum dari project finance:
28
1. Sponsor yang ingin membangun proyek mendirikan
SPV dengan menyalurkan ekuitasnya dan menjadi
pemilik SPV yang nantinya berfungsi untuk mengelola
proyek. Sponsor dalam hal ini dapat juga berperan
sekaligus sebagai kontraktor dan Offtaker.
2. Bank investasi meminjamkan dananya untuk
menjalankan proyek yang pada umumnya diberikan
secara bertahap sekaligus sebagai jaminan bagi
kontraktor bahwa proyek tidak akan ada kendala
finansial
3. SPV membuat kontrak dengan kontraktor untuk
membangun proyek
4. SPV membuat kontrak dengan Offtaker yang akan
membeli proyek tersebut di akhir transaksi.
5.1.4 SINDIKASI PINJAMAN
Sindikasi pinjaman atau loan syndication adalah proses
yang melibatkan sindikasi dari dua atau lebih bank
investasi/institusi keuangan untuk memberikan
pendanaan. Jasa ini biasa digunakan pada saat
perusahaan peminjam membutuhkan dana yang
jumlahnya terlalu besar untuk dipenuhi oleh satu bank
atau berada di luar batas eksposur risiko bank tersebut.
Setiap pemberi pinjaman anggota sindikasi memberikan
kontribusi sebagian nominal pinjaman dan menanggung
risiko pinjamannya. Sindikasi ini dapat berupa kombinasi
beberapa tipe pinjaman dengan masing-masing
persyaratan pengembalian yang berbeda sesuai
kesepakatan dan negosiasi antara peminjam dan pemberi
pinjaman.
Dalam hal ini, pada umumnya akan dipilih bank investasi
utama (lead bank) atau biasa juga disebut dengan agen
sindikasi untuk mengkoordinir transaksi. Agen sindikasi
bertanggung jawab untuk mencari pihak-pihak lain yang
mau berpartisipasi dalam sindikasi pinjaman ini dan
menanggung eksposur risiko. Selain itu, agen sindikasi
juga bertugas mengelola pendanaan berdasarkan
persyaratan pinjaman yang telah disepakati sekaligus
mengadministrasi pelaporan dan melakukan pengawasan.
Oleh karena itu, agen sindikasi biasanya mendapatkan
komisi yang cukup tinggi.
5.1.5 STRUCTURED INVESTMENT PRODUCTS (SIP)
Structured Investment Product (SIP) adalah jenis produk
investasi yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan
spesifik dari investor yang di dalamnya terdapat berbagai
komponen dan instrumen. Pada umumnya, SIP terdiri dari
dua komponen utama, yaitu instrumen keuangan pada
umumnya, seperti obligasi dan saham ditambah dengan
derivatif. Imbal hasil SIP dipengaruhi oleh kinerja
underlying asset atau benchmark seperti tingkat 29
suku bunga, pasar modal, komoditas, valuta asing, real
estate, atau instrument keuangan lain.
SIP ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan spesifik dari
nasabah dengan menyediakan instrumen investasi
dengan risiko dan tingkat imbal hasil yang tinggi dengan
menggunakan fitur-fitur non-tradisional. Dengan fitur-
fitur ini, SIP muncul sebagai alternatif kelas aset yang
menarik di luar portofolio aset tradisional dengan
memungkinkan investor untuk lebih fleksibel dalam
membentuk struktur investasi yang bisa memenuhi
tujuan keuangan mereka
SIP dapat dikategorikan sebagai berikut berdasarkan
underlying asset-nya:
1. Equity-linked notes (ELN)
ELN adalah tipe SIP yang paling umum digunakan. Imbal
hasil ELN terikat pada kinerja underlying asset-nya yang
bersifat ekuitas. Underlying asset ini dapat berupa suatu
saham, portofolio yang berisi beberapa saham, atau
indeks saham. Umumnya, ELN dijual secara over the
counter, tidak diperjualbelikan di pasar sekunder, dan
didesain untuk hold to maturity.
2. Interest-rate linked notes (IRLN)
IRLN adalah capital-protected instrument dimana bunga
dan imbal hasil tambahannya terikat pada kinerja indeks
tingkat suku bunga seperti LIBOR. Instrumen ini sesuai
untuk investor yang mencari potensi dari peningkatan
yield dengan tetap memperoleh proteksi kredit.
3. Credit-linked notes (CLN)
CLN adalah tipe SIP dimana pembayaran pokok dan
kupon terikat pada kualitas kredit penerbit dan pihak
ketiga (reference entity). Selama periode investasi,
investor menerima kupon secara berkala dan pada saat
jatuh tempo investor akan menerima pembayaran pokok
apabila reference entity tidak mengalami gagal bayar.
Apabila terdapat kondisi gagal bayar, investor menerima
obligasi yang diterbitkan oleh reference entity dengan
nilai lebih rendah dibandingkan pokok yang
diinvestasikan.
4. FX-linked notes
FX-linked notes adalah tipe SIP yang menawarkan imbal
hasil tetap dimana kupon dan pokok investasi terikat
pada kinerja underlying asset yang dapat berupa satu
mata uang asing, portofolio beberapa mata uang asing,
atau FX futures. Instrumen ini dapat menjamin pokok
investasi apabila disimpan sampai waktu jatuh tempo
atau menggunakan call options. Jangka waktu
investasinya beragam mulai dari jangka pendek sampai
jangka pendek. Akan tetapi, umumnya FX-linked notes
memiliki jangka waktu pendek untuk memanfaatkan
fluktuasi mata uang tertentu di saat-saat tertentu.
5. Commodity-linked notes (CLN)
CLN adalah tipe SIP yang imbal hasilnya terikat pada satu
komoditas atau kumpulan komoditas selama jangka
waktu tertentu. Pada saat jatuh tempo, investor
memperoleh pokok investasi awal ditambah imbal
hasilnya berdasarkan persentase perubahan pada
komoditas yang menjadi underlying.
5.1.6 PRIVATE EQUITY
Private equity adalah jenis investasi dimana bank akan
menginvestasikan dana dari investor ke dalam sebuah
perusahaan non-publik yang memiliki potensi untuk
berkembang dengan cepat dan dapat memberikan
keuntungan pada investor melalui penjualan perusahaan
(exit) nantinya dengan IPO atau trade sale.30
Pada dasarnya, fungsi ini dijalankan oleh perusahaan private equity, tetapi pada saat ini terbukti terdapat beberapa
bank investasi konvensional dan syariah yang menjalankan fungsi ini baik melalui anak perusahaan atau divisi khusus.
Berikut adalah proses umum dalam private equity:
1. Investor menyetor modal kepada bank investasi sekaligus memberikan komisi atas pengelolaan portfolio investasi
yang terdiri dari beberapa perusahaan investee.
2. Bank investasi kemudian menyalurkan modal dari investor ditambah dengan porsi modalnya sendiri dan secara
aktif mengelola portfolio investasi.
3. Pendapatan investasi yang diperoleh dari penjualan (exit) perusahaan investee kemudian disalurkan kepada
investor dan bank investasi sesuai dengan proporsi pital yang diberikan.
5.1.7 ASSET MANAGEMENT
5.1.7.1 REKSA DANA
Reksa dana adalah suatu kumpulan dana dari masyarakat,
pihak pemodal atau investor untuk kemudian dikelola
oleh manajer investasi dan diinvestasikan pada berbagai
jenis portfolio investasi efek atau produk keuangan
lainnya. Umumnya, investor reksadana adalah
masyarakat yang tidak memiliki waktu ataupun keahlian
khusus untuk mengelola risiko investasinya, sehingga
mereka menempatkan uangnya di reksadana untuk
dikelola untuk manajer investasi. Pada ekosistem pasar
modal, perusahaan manajemen investasi ada pada sisi
pembelian atau buy side sementara bank investasi ada
pada sisi penjualan atau sell side.
Perusahaan manajemen investasi melakukan
pengambilan keputusan investasi atas nama investor
untuk meningkatkan nilai portofolio reksa dana mereka.
Nilai portofolio reksa dana ini akan sangat bergantung
pada kinerja perusahaan manajemen investasi yang
mengelola. Apabila Manajer investasi juga dapat
mendiversifikasi portofolio investor untuk dapat
memperoleh nilai yang lebih tinggi dan risiko yang lebih
termitigasi. Kumpulan dana dari investor dapat disalurkan
pada aset-aset keuangan seperti saham, obligasi, atau
deposito tergantung tujuan keuangan dari investor.
Apabila investor membeli portofolio reksa dana tertentu,
artinya investor tersebut membeli nilai dari portofolio
yang berisi berbagai instrumen investasi. Beberapa jenis
reksa dana yang biasa ditawarkan oleh bank investasi
adalah sebagai berikut.
1. Reksa Dana Pasar Uang
Pada reksa dana pasar uang, kumpulan dana investor
diinvestasikan pada instrumen pasar uang yang bersifat
utang dan memiliki jangka pendek, seperti deposito dan
obligasi. Reksa dana ini merupakan jenis yang memiliki31
risiko sangat rendah dan imbal hasil yang juga rendah
tetapi stabil. Oleh karena itu, reksa dana pasar uang
sesuai untuk investor yang memiliki tujuan investasi
jangka pendek dengan imbal hasil yang stabil.
2. Reksa Dana Pendapatan Tetap
Reksa dana pendapatan tetap adalah jenis portofolio
reksa dana yang menempatkan sekurang-kurangnya 80%
dari dana investasi ke dalam efek yang memberikan
pendapatan tetap seperti surat utang negara maupun
surat utang perusahaan yang memiliki jangka jatuh tempo
lebih dari satu tahun. Reksa dana pendapatan tetap
memiliki risiko yang lebih tinggi dari reksa dana pasar
uang.
3. Reksa Dana Campuran
Reksa dana campuran adalah reksa dana yang
menempatkan dananya untuk diinvestasikan ke dalam
berbagai jenis efek secara sekaligus. Efek tersebut
merupakan efek ekuitas (saham), surat utang maupun
instrumen pasar uang. Para investor jenis moderat juga
disarankan untuk memilih reksa dana campuran. Sama
seperti reksa dana pendapatan tetap, reksa dana
campuran juga memiliki tingkat risiko yang sedang.
4. Reksa Dana Saham
Reksa dana saham adalah reksa dana yang menempatkan
sekurang-kurangnya 80% dari dana yang dikelola untuk
diinvestasikan ke dalam efek yang bersifat ekuitas
(saham). Reksa dana saham memiliki risiko yang lebih
tinggi dibandingan reksa dana lainnya, oleh karena itu
reksa dana jenis ini merupakan jenis reksa dana yang
paling sesuai untuk investor jenis agresif.
5. Reksa Dana Terproteksi
Merupakan reksa dana yang waktu pembeliannya
ditentukan oleh MI yang menerbitkan, sementara waktu
penjualannya dapat dilakukan setelah jangka waktu
tertentu. Karakter reksa dana terproteksi mirip dengan
deposito. Reksa dana memiliki masa jatuh tempo,
pembagian keuntungan (dividen) secara periodik, dan
biasanya nilai pokok investasi investor masih utuh pada
saat jatuh tempo. Penjualan sebelum jangka waktu yang
ditentukan dapat dilakukan tanpa jaminan adanya
proteksi akan pokok investasi. Manajer Investasi reksa
dana terproteksi akan menginvestasikan sebagian dana
yang dikelolanya pada Efek yang bersifat utang yang
masuk dalam kategori layak investasi (investment grade)
sehingga dapat memberikan proteksi pada pokok
investasi nasabah pada saat jatuh tempo.
6. Reksa Dana Indeks
Reksa dana yang komposisi portofolionya dibuat
menyerupai suatu indeks acuan sehingga return yang
diperoleh pun mirip dengan indeks yang diikutinya (bisa
berupa indeks obligasi maupun indeks saham).
7. ETF (Exchange Traded Fund)
Reksa dana berbentuk Kontrak Investasi Kolektif yang unit
penyertaannya diperdagangkan di bursa, dan kinerjanya
mengacu pada indeks tertentu, dapat berupa indeks
saham atau indeks obligasi. Para investor pemegang unit
ETF dapat dengan mudah mentransaksikan unitnya di
bursa setiap saat selama jam bursa.
8. Reksa Dana Syariah
Merupakan reksa dana yang menginvestasikan dana
kelolaannya menurut ketentuan dan prinsip syariah.
5.2 PRAKTIK DAN KETENTUAN PERUSAHAAN INVESTASI DI INDONESIA
Istilah bank investasi tidak dikenal di Indonesia. Di negara
ini, institusi yang menjalankan fungsi bank investasi
disebut dengan Perusaahaan Efek. Perusahaan Efek
adalah pihak yang telah mendapatkan izin dari OJK untuk
melakukan kegiatan usaha sebagai Perantara Pedagang
Efek (Broker-Dealer), Penjamin Emisi Efek (Underwriter),
dan Manajer Investasi. Suatu Perusahaan Efek dapat
melakukan salah satu kegiatan usaha tapi dapat juga
melakukan ketiganya bersamaan. Hal tersebut tergantung
dari kemampuan permodalan dan kesiapan sumber daya
perusahaan tersebut. Setelah adanya peraturan turunan
yang mewajiban spin-off manajer investasi dari
perusahaan efek, fungsi sekuritas dan manajer investasi
dijalankan oleh dua entitas berbeda, yaitu Perusahaan
Sekuritas dan Manajer Investasi. Perusahaan Sekuritas
sendiri adalah perusahaan yang telah mendapat izin
32
usaha dari OJK untuk dapat melakukan kegiatan usaha
sebagai Perantara Pedagang Efek, Penjamin Emisi Efek,
atau kegiatan lain yang sesuai dengan ketentuan yang
telah ditetapkan oleh Pengawas Pasar Modal. Kegiatan
usaha yang dilakukan oleh perusahaan sekuritas yaitu:
1. Perantara Pedagang Efek (Broker-Dealer)
• Melakukan kegiatan jual beli Efek) untuk
kepentingan sendiri atau pihak lain.
• Jual-beli Efek seperti saham dan obligasi dapat
dilakukan di Bursa Efek atau melalui transaksi di
luar bursa (transaksi Over-the-Counter/OTC).
2. Penjamin Emisi Efek (Underwriter)
• Membantu calon Emiten (perusahaan terbuka)
dalam melaksanakan Penawaran Umum Saham
(Initial Public Offering/IPO) atau yang biasa dikenal
dengan istilah Go Public, dengan atau tanpa
kewajiban untuk membeli sisa Efek yang tidak
terjual.
Manajer Investasi adalah perusahaan yang telah
mendapat izin usaha dari OJK untuk melakukan kegiatan
usaha Manajemen Investasi. Saat ini, Manajer Investasi
lebih dikenal sebagai perusahaan yang mengelola
portofolio reksa dana yang merupakan kumpulan dana
dari masyarakat. Adapun kegiatan usaha manajer
investasi yaitu:
1. Pengelolaan portofolio efek nasabah tertentu
berdasarkan perjanjian pengelolaan dana yang
bersifat bilateral dan individual, yang disusun sesuai
peraturan Pengawas Pasar Modal.
2. Pengelolaan portofolio investasi kolektif untuk
kepentingan sekelompok nasabah melalui wadah
produk-produk tertentu yang diatur dalam peraturan
Pengawas Pasar Modal.
3. Kegiatan lainnya yang sesuai dengan ketentuan
peraturan yang ditetapkan.
5.2.1 PERUSAAN SEKURITAS DI INDONESIA
Berdasarkan data yang diperoleh dari OJK per Desember
2018, terdapat 90 perusahaan sekuritas di Indonesia yang
resmi memiliki izin dari OJK untuk menawarkan jasa
penjaminan emisi efek. Tabel dibawah ini merupakan
data yang dihimpun Tim Riset CNBC Indonesia mengenai
total aktivitas underwriting obligasi (tak termasuk
Medium Term Note) untuk mengetahui perusahaan
sekuritas mana saja yang memimpin bisnis penjamin
emisi pada 3 bulan pertama tahun 2019.
33
Produk yang ditawarkan oleh perusahaan-perusahaan
sekuritas di Indonesia meliputi aktivitas perusahaan
sekuritas pada umumnya, seperti advisory yang terkati
dengan M&A, restrukturisasi finansial dan IPO. Selain itu,
ditawarkan juga produk financing, seperti syndicate
finance, project finance, structured finance dan sukuk
finance.
5.2.2 PERUSAHAAN MANAJEMEN INVESTASI
Berdasarkan data yang diperoleh dari website OJK per
Februari 2019, terdapat 87 manajer investasi di Indonesia
yang resmi memiliki izin dari OJK untuk menawarkan
produk dan jasa pengelolaan dana investasi masyarakat.
Dilihat berdasarkan jumlah perusahaan manajer investasi
yang ada di Indonesia saat ini kurang lebih 87
perusahaan, 10 besar perusahaan dengan NAB tertinggi
per Februari 2019 mewakili sekitar 56,49 persen dari
keseluruhan dana kelolaan yang ada.
Berbagai produk yang ditawarkan oleh manajer investasi
di Indonesia meliputi reksa dana pasar uang, pendapatan,
campuran saham, terproteksi, dana indeks, ETF (Exchange
Traded Funds) dan syariah.
34
Beberapa negara telah
memiliki bank
investasi
syariah yang
merupakan satu
institusi terpisah yang
full-fledge syariah
6 | PRODUK BANK
INVESTASI SYARIAH
6.1. PERBANDINGAN BENTUK DAN FUNGSI BANK INVESTASI SYARIAH
GLOBAL
Bank investasi syariah memiliki fungsi yang serupa
dengan bank investasi pada umumnya. Hanya saja,
produk dan jasa yang ditawarkan harus sesuai dengan
prinsip syariah. Di Indonesia, penyediaan produk dan jasa
bank investasi syariah masih dilakukan oleh perusahaan
sekuritas yang juga melakukan fungsi bank investasi
konvensional. Belum ada perusahaan sekuritas yang
beroperasi secara full-fledge syariah.
Beberapa negara telah memiliki bank investasi syariah
yang merupakan satu institusi terpisah yang full-fledge
syariah. Selain itu, berbeda dengan di Indonesia yang
mengharuskan adanya pemisahan antara bank komersial
dengan bank investasi, beberapa bank investasi syariah di
negara-negara lain menjadi bagian dari bank komersial
syariah. Berikut adalah perbandingan beberapa contoh
bank investasi syariah yang beroperasi di luar negeri.
35
Bank investasi syariah memiliki fungsi yang serupa
dengan bank investasi pada umumnya. Hanya saja,
produk dan jasa yang ditawarkan harus sesuai dengan
prinsip syariah. Di Indonesia, penyediaan produk dan jasa
bank investasi syariah masih dilakukan oleh perusahaan
sekuritas yang juga melakukan fungsi bank investasi
konvensional. Belum ada perusahaan sekuritas yang
beroperasi secara full-fledge syariah.
Beberapa negara telah memiliki bank investasi syariah
yang merupakan satu institusi terpisah yang full-fledge
syariah. Selain itu, berbeda dengan di Indonesia yang
mengharuskan adanya pemisahan antara bank komersial
dengan bank investasi, beberapa bank investasi syariah di
negara-negara lain menjadi bagian dari bank komersial
syariah. Berikut adalah perbandingan beberapa contoh
bank investasi syariah yang beroperasi di luar negeri.
6.2. PRODUK DAN JASA BANK INVESTASI SYARIAH
Beberapa produk dan jasa utama bank investasi
konvensional memiliki struktur atau proses yang dapat
dikatakan serupa dengan bank investasi syariah, seperti
M&A advisory, dan menjadi underwriter. Namun, dalam
hal ini, bank investasi syariah hanya boleh menjadi
underwriter dari perusahaan-perusahaan yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah. Instrumen
keuangan yang diterbitkan pun tidak boleh bertentangan
dengan prinsip syariah. Contohnya, bank investasi syariah
dapat menjadi underwriter pada penerbitan sukuk tetapi
tidak dapat menjadi underwriter pada penerbitan obligasi
konvensional. Berikut beberapa produk dan jasa yang
ditawarkan oleh bank investasi syariah:
6.2.1. SUKUK
36
Sukuk dalam perkembangannya sering kali dipersamakan
dengan obligasi yang merupakan instrumen pembiayaan
berbasis utang. Namun, sebenarnya sukuk memiliki
karakteristik yang berbeda dengan obligasi. Sukuk
merupakan bukti kepemilikan bersama atas aset yang
dijadikan dasar penerbitan (underlying asset) dalam
jangka waktu tertentu. Underlying asset dapat berupa
aset, proyek, maupun hak manfaat (usufruct) yang dapat
diklaim sebagai kepemilikan bersama para investor.
Meskipun sukuk merupakan bukti kepemilikan, sukuk juga
tidak dapat dipersamakan dengan saham yang
merupakan bukti kepemilikan atas satu perusahaan
secara keseluruhan dalam jangka waktu yang tidak
terbatas. Sukuk dapat dibagi berdasarkan fitur-fitur teknis
dan komersialnya menjadi asset-based sukuk,
subordinated sukuk, serta secured sukuk dan asset backed
sukuk.
Pada asset-based sukuk, klaim pembayaran pokok dan
imbal hasil hanya kepada penerbit dan tidak pada
asetnya. Setelah penerbitan, aset tetap berada pada
neraca milik penerbit dan pemegang sukuk memegang
hak manfaat dari aset tersebut. Berbeda dengan asset
based, klaim pembayaran pada asset backed sukuk
berdasarkan pada pendapatan yang dihasilkan oleh
underlying asset dan kepemilikan aset berpindah kepada
pemegang sukuk setelah penerbitan. Apabila terdapat
default atau gagal bayar, pemegang asset based sukuk
tidak memiliki hak langsung untuk melikuidasi underlying
asset sementara pemegang asset backed sukuk bisa
melikuidasi underlying asset sukuk tersebut.
Selain berdasarkan underlying asset-nya, sukuk juga dapat
dikategorikan berdasarkan akad yang digunakan. Saat ini,
akad-akad yang digunakan dalam struktur sukuk antara
lain adalah wakalah, ijarah, salam, istishna, istithmar,
mudharabah, dan musyarakah. Di antara akad-akad
tersebut, akad yang paling sering digunakan adalah akad
wakalah dan ijarah.
6.2.1.1. SUKUK IJARAH
Sukuk Ijarah adalah sukuk yang memiliki basis transaksi
sewa dan tingkat pengembalian yang diberikan pada
pemegang sukuk berasal dari biaya sewa yang dibayarkan
oleh penerbit sukuk. Ijarah sendiri adalah kontrak
pertukaran dimana salah satu pihak menikmati manfaat
penggunaan suatu barang atau jasa pekerjaan selama
periode tertentu dengan memberikan ujrah yaitu biaya
sewa atau upah. Biaya sewa atau upah ini bisa diatur
supaya besarannya tetap selama periode tertentu
sehingga imbal hasil yang diberikan kepada pemegang
sukuk juga bisa tetap.
37
Konsep Dasar
1. Perusahaan penerbit/originator membentuk SPV
untuk menerbitkan sukuk untuk dijual kepada
investor.
2. Investor membeli sukuk yang diterbitkan dan dana
hasil penjualan sukuk tersebut disalurkan kepada
SPV. Investor akan menjadi pemegang sukuk yang
memiliki hak kepemilikan atas underlying asset
sukuk.
3. Originator mentransfer portofolio underlying asset
kepada SPV. Terjadi perpindahan aset dari originator
kepada SPV.
4. SPV menyalurkan dana dari penerbitan sukuk untuk
membeli aset milik originator, sehingga kepemilikan
aset atau hak manfaat aset saat ini ada pada SPV.
5. SPV menyewakan aset atau hak manfaat aset kepada
originator sebagai penyewa yang akan menggunakan
aset tersebut. Agar originator tetap bisa
menggunakan aset gedung yang dijadikan underlying
asset, originator dapat menyewa gedung tersebut
atau hak manfaatnya kepada SPV.
6. Originator membayarkan biaya sewa atas underlying
asset kepada SPV
7. SPV menyalurkan pendapatan sewa kepada investor
secara periodik sebagai imbal hasil investasi sukuk.
Imbal hasil yang diterima oleh pemegang sukuk bisa
tetap selama jangka waktu investasi apabila biaya
sewa yang dibayarkan oleh originator juga tetap.
8. Setelah jangka waktu investasi sukuk selesai pada
masa jatuh tempo, originator membeli underlying
asset dari SPV.
9. SPV menerima dana dari penjualan underlying asset
dan kepemilikan atas aset atau hak manfaat aset
kembali kepada originator.
10. Pemegang sukuk menjual kembali atau melakukan
redemption atas sukuknya kepada SPV.
11. SPV mengembalikan dana sukuk dari hasil penjualan
underlying asset kepada pemegang sukuk pada saat
jatuh tempo sebagai pengembalian pokok.
Sukuk Ijarah merupakan sukuk yang paling umum
digunakan saat ini karena karateristik imbal hasilnya yang
tetap, namun salah satu kendala umum pada sukuk ijarah
adalah penerbit/originator sukuk harus memiliki aset
terlebih dahulu untuk digunakan sebagai underlying asset
dalam sukuk. Sehingga originator yang tidak memiliki aset
besar, memiliki limitasi dalam menerbitkan sukuk dalam
jumlah besar.
6.2.1.2. SUKUK WAKALAH
Sukuk Wakalah adalah sukuk yang merepresentasikan
kepemilikan proyek/kegiatan usaha yang dilakukan
melalui akad wakalah (perwakilan). Secara umum, akad
ini memungkinkan penunjukkan agen untuk mengelola
kegiatan usaha/investasi atas nama investor. Dengan
menggunakan akad wakalah, penerbit sukuk dapat
mengurangi ketergantungan terhadap aset berwujud.
38
Konsep Dasar
1. Perusahaan yang membutuhkan pembiayaan
(originator) membentuk perusahaan khusus (special
purposed vehicle/SPV) untuk menerbitkan sukuk. SPV
yang dibentuk oleh originator menerbitkan sukuk
dengan nominal dan jangka waktu tertentu untuk
investor.
2. Investor membeli sukuk yang diterbitkan dan dana
hasil penjualan sukuk tersebut disalurkan kepada
SPV. Investor akan menjadi pemegang sukuk yang
memiliki hak kepemilikan atas underlying asset
sukuk.
3. Originator mentransfer portofolio underlying asset
kepada SPV. Terjadi perpindahan aset dari originator
kepada SPV.
4. SPV menyalurkan dana dari penerbitan sukuk untuk
membeli aset milik originator.
5. SPV menunjuk originator sebagai wakil untuk
mengelola portofolio aset tersebut sehingga
walaupun kepemilikan aset atau hak manfaat aset
ada pada pemegang sukuk (sukuk holder), originator
tetap bisa mengelola aset tersebut.
6. Selama pengelolaan oleh originator, portofolio aset
menghasilkan pendapatan.
7. Pendapatan yang diperoleh dari pengelolaan aset
disalurkan kepada SPV oleh originator sebagai
pengelola aset.
8. SPV menyalurkan profit tersebut kepada pemegang
sukuk secara periodik sebagai imbal hasil investasi
pada sukuk yang dibeli
9. Setelah jangka waktu investasi sukuk selesai pada
masa jatuh tempo, originator membeli portfolio aset
dari SPV.
10. SPV menerima dana dari penjualan portfolio aset
11. SPV menyalurkan dana tersebut kepada pemegang
sukuk sebagai pengembalian pokok investasi
Kelebihan dari skema sukuk wakalah adalah terlepasnya
ketergantungan perusahaan terhadap underlying asset.
Berbeda halnya dengan sukuk ijarah yang mengharuskan
hal tersebut. Kondisi ini membuat perusahaan lebih
fleksibel dalam menerbitkan sukuk.
6.2.1.3. SUKUK SALAM
Sukuk Salam adalah sukuk yang memiliki basis transaksi
salam, yaitu perdagangan komoditas yang akan diberikan
kepada pembeli di masa yang akan datang. Untuk
menghindari ketidakpastian, komoditas harus memiliki
standardisasi dan kesepakatan antara pihak-pihak yang
bertransaksi yang mencakup kualitas, jumlah, tempat,
dan tanggal dan waktu pemberiannya.
Dalam transaksi penerbitan sukuk salam, pihak yang
memiliki komoditas untuk dijual adalah originator. Sukuk
diterbitkan oleh SPV yang didirikan oleh originator. SPV
kemudian akan membeli komoditas salam atas nama para
pemegang sukuk.
39
Konsep Dasar
1. Pihak supplier komoditas yang membutuhkan
pembiayaan membentuk SPV yang untuk
menerbitkan sukuk untuk dijual kepada investor
2. Investor membeli sukuk yang diterbitkan dan dana
hasil penjualan sukuk tersebut disalurkan kepada
SPV.
3. SPV membeli komoditas dari originator dengan akad
salam menggunakan dana yang diperoleh dari
penjualan sukuk.
4. Originator memberikan komoditas yang dibeli oleh
SPV
5. SPV menjual kembali komoditas kepada originator
sebagai pembeli
6. Originator membayarkan biaya pembelian komoditas
kepada SPV
7. SPV menyalurkan pendapatan dari penjualan
komoditas kepada pemegang sukuk
Namun, sukuk dengan akad salam relatif jarang
digunakan karena terbatas pada sektor pertanian saja.
Sukuk ini juga tidak dapat diperjualbelikan di pasar
sekunder ketika aset masih dalam kondisi pemesanan dan
belum sepenuhnya di transfer kepada investor.
6.2.1.4. SUKUK ISTISHNA (PROJECT FINANCE)
Sukuk Istishna adalah sukuk yang diterbitkan berdasarkan
perjanjian atau akad istishna, dimana para pihak
menyepakati jual beli dalam rangka pembiayaan suatu
barang/proyek. Akad istishna cocok untuk pembiayaan
proyek infrastruktur yang besar karena merupakan
kontrak penjualan barang yang harus diproduksi terlebih
dahulu.
Konsep Dasar
1. Perusahaan yang membutuhkan pembiayaan untuk
proyek sebagai originator menerbitkan sukuk untuk
dibeli oleh investor dengan proyek yang akan
dikerjakan sebagai underlying asset
2. Trustee mewakili kepentingan investor memesan
pengerjaan proyek underlying asset kepada
originator yang juga berlaku sebagai kontraktor
dengan akad istishna
3. Originator juga berlaku sebagai lessee atau penyewa
yang menyewa proyek tersebut dari pemegang sukuk
melalui akad ijarah dengan trustee sebagai pemberi
sewa
4. Trustee mewakili investor menyalurkan dana
pembayaran pemesanan proyek dengan akad
istishna. Pembayaran ini juga merupakan dana dari
investor untuk pembelian sukuk. 40
5. Pemegang sukuk menunjuk originator sebagai wakil
dalam mengelola proyek
6. Setelah transaksi sukuk jatuh tempo, originato
rmengembalikan dana istishna di awal sekaligus
membeli aset proyek atau dihibahkan oleh pemegang
sukuk.
Sukuk istisna memiliki karakter yang mirip dengan sukuk
salam. Meskipun sukuk ini sangat sesuai untuk
pembangunan infrastruktur yang mendukung
pembangunan di Indonesia, namun sukuk ini juga tidak
dapat diperjualbelikan di pasar sekunder ketika aset
masih dalam kondisi pemesanan. Oleh karena itu, akad ini
akan dipadukan dengan akad lainnya secara sequential,
misalnya Ijarah. Pesanan akan dipecah berdasarkan waktu
penyelesaian sehingga underlying asset dapat ditransfer
dalam beberapa tahap, investor akan mendapatkan sewa
di muka atas manfaat aset yang sudah diselesaikan. Dan
jual beli di pasar sekunder tetap diperbolehkan karena
underlying asset sudah diberikan kepada investor
berdasarkan tahapan yang direncanakan.
6.2.1.5. SUKUK MUDHARABAH
Sukuk mudharabah adalah sertifikat kepemilikan atas
suatu komoditas yang diterbitkan berdasarkan perjanjian
atau akad mudharabah dimana satu pihak menyediakan
modal dan pihak lain menyediakan tenaga dan keahlian,
kemudian keuntungan yang dihasilkan akan dibagi
berdasarkan porsi yang telah disetujui sebelumnya dan
kerugian finansial yang timbul ditanggung sepenuhnya
oleh pihak yang menyediakan modal. Dalam hal ini,
penerbit sukuk yang mengumpulkan dana dari investor
menjadi penyedia modal sedangkan originator sukuk
menjadi penyedia tenaga dan keahlian.
Konsep Dasar
1. Perusahaan penerbit/originator membentuk SPV
untuk menerbitkan sukuk untuk untuk dijual kepada
investor.
2. Investor membeli sukuk yang diterbitkan dan dana
hasil penjualan sukuk tersebut disalurkan kepada
SPV.
3. SPV menyalurkan dana yang diperoleh dari penjualan
sukuk kepada originator untuk digunakan sebagai
modal kegiatan usaha (mudharabah)
4. Setelah kegiatan usaha yang dikelola oleh originator
menghasilkan pendapatan, originator menyalurkan
pendapatan tersebut sesuai dengan kesepakatan
bagi hasil kepada SPV untuk didistribusikan kepada
pemegang sukuk.
5. SPV menyalurkan secara periodik hasil usaha dari
originator kepada pemegang sukuk sebagai imbal
hasil investasi sukuk
6. Pada saat jatuh tempo sukuk, originator
mengembalikan dana sukuk di awal transaksi kepada
SPV
41
7. SPV menyalurkan dana awal transaksi sukuk kepada
investor sebagai pembayaran pokok investasi sukuk
Sukuk mudhrabah adalah sukuk yang memilki
karakteristik return yang tidak tetap, tergantung dengan
performance dari underlying asset. Hal ini mengakibatkan
sukuk dengan skema ini tidak terlalu diminati dipasar.
Investor sukuk atau obligasi biasanya berharap bagi hasil
yang tetap, sehingga risiko maupun pendapatan dapat
lebih mudah dikalkulasikan.
6.2.1.6. SUKUK MUSYARAKAH
Sukuk musyarakah adalah sertifikat kepemilikan atas
proyek atau aktivitas dengan prinsip musyarakah dimana
penerbit dan investor akan memberikan kontribusi
terhadap modal dari proyek tersebut. Musyarakah sendiri
didefinisikan sebagai kerja sama antara dua pihak atau
lebih untuk membiayai sebuah bisnis dimana para pihak
tersebut memberikan kontribusi modal dalam bentuk
uang atau barang.
Konsep Dasar
1. SPV dan originator membentuk venture dengan
melakukan akad musyarakah dalam rangka kegiatan
usaha tertentu. Kontribusi yang diberikan oleh
originator berupa hak atas manfaat atau aset
berwujud.
2. SPV yang dibentuk oleh originator menerbitkan sukuk
atas porsi kepemilikannya pada akad musyarakah
dengan originator untuk dibeli oleh investor
3. SPV menyalurkan dana dari investor pemegang sukuk
kepada originator sebagai kontribusi musyarakahnya.
4. Venture musyarakah yang dibentuk menunjuk
originator sebagai agen untuk mengembangkan
asetnya sekaligus menyewa aset tersebut
5. Di akhir transaksi, originator membeli aset SPV
dengan harga yang telah disepakati di awal
perjanjian.
Sama halnya dengan sukuk mudharabah, sukuk
musyarakah juga memiliki karakter unik yaitu besaran
bagi hasilnya tidak tetap. Selain itu, akad musyarakah
mengharuskan adanya kontribusi modal oleh penerbit
sukuk. Hal ini sulit dipenuhi oleh kebanyakan perusahaan
penerbit. Oleh karena itu, akad ini juga tidak terlalu
populer dibandingkan akad ijarah yang memiliki return
yang fixed.
42
6.2.1.7. SUKUK ISTITHMAR (BLENDED-ASSETS)
Istithmar secara bahasa memiliki arti investasi. Sehingga,
secara bebas Sukuk Istithmar dapat didefinisikan sebagai
sukuk yang memungkinkan pemegang sukuk untuk
memiliki kepemilikan atas portofolio aset yang dapat
diinvestasikan. Portofolio aset tersebut dapat berbentuk
aset fisik, aset keuangan, hak manfaat, maupun jasa.
Pendapatan yang dihasilkan dari portofolio aset ini
digunakan untuk melakukan pembayaran kepada
pemegang sukuk.
Konsep Dasar
1. Originator melakukan transfer portofolio aset yang
terdiri dari aset berwujud dan piutang syariah kepada
SPV 1
2. SPV 1 menyewakan aset berwujud kepada originator
3. SPV 2 menerbitkan sukuk untuk investor
4. Sukuk dibeli oleh investor (penyaluran dana)
5. SPV 1 menjual portfolio yang berisi aset berwujud
dan piutang syariah kepada SPV 2
6. SPV 2 memberikan return secara periodik kepada
investor melalui pendapatan dari portfolio
7. SPV 2 menjual portfolionya kembali pada SPV 1
diakhir waktu transaksi
8. SPV 2 mengembalikan dana sukuk pada saat jatuh
tempo sejumlah penerbitan awal
Catatan: Proporsi aset berwujud pada portfolio
sukuk harus minimal sebesar 51%
6.2.2. ISLAMIC PRIVATE EQUITY
Walaupun industri perbankan dan pasar modal syariah
global telah berkembang pesat, masih ada segmentasi
usaha seperti UMKM dan start-up yang tidak memiliki
akses pada dua industri tersebut untuk memperoleh
pembiayaan. Pembiayaan dari bank sering kali
mempersyaratkan adanya jaminan yang sulit untuk
dipenuhi oleh perusahaan yang baru dan ukurannya
masih kecil. Sementara itu, pembiayaan dari pasar modal
seperti IPO ataupun penerbitan sukuk juga sulit untuk
dilakukan. Islamic Private Equity, dapat menjadi alternatif
sumber pendanaan untuk start-up bagi suatu usaha yang
memiliki potensi valuation atau nilai yang tinggi.
Tidak hanya sumber pendanaan, private equity juga dapat
menjadi mitra aktif bagi pelaku usaha. Private equity
umumnya memiliki pengalaman bisnis yang relevan
dengan usaha yang dibiayai sehingga mereka dapat
memberikan pendampingan pada usaha tersebut.
Pendanaan dan pendampingan dapat diberikan secara
bertahap di setiap stage siklus bisnis perusahaan.
Pada dasarnya, konsep Islamic Private Equity sama
dengan private equity pada umumnya. Namun, terdapat
penyesuaian dalam hal penggunaan akad-akad pada
struktur transaksinya. Selain itu, terdapat beberapa
persyaratan khusus seperti:43
1. Perusahaan (investee) dan operasionalnya tidak
bersifat haram dan dapat diterima, diseleksi melalui
sectoral dan financial screening.
2. Struktur transaksi yang dilakukan juga sesuai dengan
prinsip Syariah.
Berikut adalah struktur transaksi dari Islamic private
equity.
6.2.3. ISLAMIC STRUCTURED PRODUCTS
Dalam hal ini, bank investasi syariah menjadi perantara
dari investor dan start-up atau perusahaan yang akan
dibiayai (investee). Akad antara investor dan bank
investasi syariah dapat berupa musyarakah-wakalah. Pada
akad musyarakah, investor bertindak sebagai limited
partner yang hanya menyalurkan dana investasi
sedangkan bank investasi syariah bertindak sebagai
general partner yang selain menyalurkan dana investasi
juga memiliki peran manajerial. Investor juga menunjuk
bank investasi syariah untuk mewakili kepentingan
investor dengan akad wakalah.
Pembiayaan untuk perusahaan investee dapat disalurkan
dengan akad musyarakah. Dalam hal ini, pemilik
perusahaan dan bank investasi syariah bersama menjadi
pemodal dari sekaligus memiliki peran manajerial dalam
perusahaan investee. Untuk memilih perusahaan yang
akan dibiayai, bank investasi syariah akan melakukan
penilaian terhadap kegiatan bisnis dan kondisi keuangan
perusahaan melalui proses due diligence yang mendetail.
Pada bank investasi syariah, terdapat juga Structured
Product (SP) yang dapat ditawarkan sesuai dengan prinsip
syariah. Struktur SP syariah juga dibentuk sedemikian
rupa sehingga terhubung dengan kinerja underlying
tertentu seperti modal, komoditas, dan real estate. Oleh
karena itu, secara praktik, SP syariah memiliki struktur
yang serupa dengan SP konvensional tetapi disesuaikan
dengan beberapa keunikan khusus sesuai dengan
ketentuan syariah. Pertama, underlying asset SP syariah
tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah. Kedua,
SP syariah harus dibentuk menggunakan akad-akad dan
prinsip yang sesuai dengan syariah. Ketiga, hubungan
antara investor dan penerbit/manajer investasi harus
diperjelas dan sesuai dengan akad dan prinsip yang
diterapkan.
Komponen dari SP syariah juga mengikuti dari SP
konvensional yang menggabungkan dua komponen, yaitu
komponen instrumen keuangan yang biasa ditambah
dengan instrumen derivatif. Namun, karena penggunaan
instrumen konvensional seperti options tidak
diperbolehkan, SP syariah perlu mencari solusi lain yang
sesuai syariah tetapi tetap dapat memberikan dampak
ekonomis yang serupa. 44
Pada umumnya, struktur transaksi pada SP syariah menggunakan akad urbun dan wa’d sebagai pengganti fungsi
derivatif option pada struktur produk konvensional.
Model Urbun
Konsep Dasar
1. Investor menempatkan dana kepada penerbit dan
menunjuk penerbit sebagai agen atau manajer
investasi untuk mengelola dana dari investor pada SP
syariah. Penunjukan ini dapat menggunakan akad
wakalah bil istithmar ataupun mudharabah.
2. Penerbit kemudian menginvestasikan 90% dari dana
investor ke instrumen investasi syariah dengan imbal
hasil tetap dengan proteksi penuh pada pokok
investasi tersebut.
3. Selanjutnya, penerbit menginvestasikan sisa 10% dari
dana investor sebagai urbun (down-payment) untuk
membeli underlying asset yang sesuai syariah.
Apabila penerbit memutuskan untuk melanjutkan
transaksi, urbun yang dibayarkan menjadi bagian dari
harga yang harus dibayarkan dan penerbit tinggal
membayar sisanya. Namun, apabila penerbit
memutuskan untuk tidak melanjutkan transaksi
urbun tersebut tidak dapat ditarik kembali.
Keputusan lanjut atau tidaknya transaksi tersebut
ditentukan oleh kinerja investasi yang menjadi
underlying-nya. Apabila kinerjanya positif, maka
transaksi akan dilanjutkan dan penerbit bisa
memperoleh keuntungan dari transaksi tersebut.
Apabila kinerjanya negatif, transaksi tidak dilanjutkan
dan penerbit akan kehilangan urbun yang sudah
dibayar.
4. Pada saat jatuh tempo, penerbit akan
mengembalikan dana investor dengan keuntungan
yang sudah dihasilkan dari investasi yang dilakukan.
Model Wa’d
45
Konsep Dasar
1. Investor menempatkan dana kepada penerbit dan
menunjuk penerbit untuk mengelola investasi
tersebut pada SP syariah dengan akad mudharabah
muqayyadah
2. Penerbit menginvestasikan 90% dana investqasi
tersebut pada instrumen investasi syariah dengan
imbal hasil tetap dalam bentuk Negotiable Islamic
Debt Certificate (NDC) dengan penjaminan atas
pokok investasi.
3. Penerbit melakukan wa’d atau perjanjian purchase
undertaking tidak bersyarat (unconditional) dan tidak
dapat dibatalkan (irrevocable) untuk membeli aset
menggunakan sisa 10% dari dana investasi pada
harga tertentu di waktu tertentu
4. Apabila wa’d dilaksanakan, penerbit akan
memperoleh imbal hasil dari kinerja underlying asset
untuk dibagikan kepada investor
5. Keuntungan yang diterima akan dibagikan antara
penerbit dan investor berdasarkan nisbah bagi hasil
yang telah disepakati. Namun, kerugian finansial
ditanggung oleh investor, kecuali apabila kerugian
tersebut adalah dari kelalaian penerbit.
6.2.4. ISLAMIC REAL ESTATE INVESTMENT
TRUSTS (REITS)
Pada instrumen REITS, dana yang diinvestasikan akan
didiversifikasi ke dalam kelompok-kelompok properti, dan
pembayaran sewanya akan dibayarkan kepada investor.
Instrumen ini dapat didefinisikan sebagai instrumen
investasi kolektif yang mengumpulkan dana dari investor
dan menggunakan kumpulan dana tersebut sebagai
modal untuk membeli, mengelola, dan menjual aset-aset
real estate seperti gedung, kawasan industri, maupun
komplek perumahan. Pada REITS syariah, penyewa tidak
diperbolehkan melakukan kegiatan yang bertentangan
dengan prinsip syariah.
Pengelola dana REITS mengumpulkan dana dari investor
yang membeli unit-unit REITS yang merupakan bagian
dari keseluruhan kumpulan properti yang dikelola oleh
pengelola properti. Pengelola properti ini menyediakan
jasa pemeliharaan dan manajemen properti-properti
tersebut dan memperoleh upah/fee atas jasa tersebut.
Pendapatan yang diperoleh dari penyewaan dan jual beli
properti ini didistribusikan kepada pemegang REITS
secara berkala. Harga unit REITS juga bisa meningkat
sehingga pemegang REITS juga dapat memperoleh
keuntungan dari capital gain dengan menjual unit REITS-
nya saat nilainya lebih tinggi daripada harga pembelian.
Pada skema REITS, terdapat pihak trustee yang menjaga
kepentingan pemegang REITS. Hal ini juga memerlukan
pengawasan oleh perusahaan fund manager agar sesuai
dengan tujuan dan mematuhi ketentuan dan panduan
dari regulator.
46
Produk dan jasa yang ditawarkan oleh bank investasi
syariah global pada umumnya berupa sukuk, advisory
terkait aksi korporasi yang akan dilakukan oleh emiten,
pengelolaan aset investasi dalam bentuk reksa dana
(mutual fund), dan pembiayaan dalam skema private
equity. Ketersediaan produk dan jasa investasi syariah
bervariasi pada beberapa bank investasi syariah global.
Ada bank investasi syariah yang menawarkan seluruh
produk dan jasa tersebut, seperti QINVEST di Qatar,
tetapi ada juga yang hanya menawarkan beberapa
produk dan jasa saja.
Sebagai contoh, Arcapita di Bahrain yang hanya
menawarkan produk pembiayaan dengan skema private
equity. Di sisi lain, Dubai Islamic Bank hanya menawarkan
konsultasi structuring sukuk atau pembiayaan sindikasi
saja. Berikut adalah pemetaan bank-bank investasi
syariah global dan produk dan jasa yang ditawarkan.
Di Indonesia, fungsi bank investasi dijalankan oleh
perusahaan efek, yaitu perusahaan sekuritas dan
perusahaan manajer investasi. Namun, fungsi bank
investasi syariah di Indonesia masih sangat terbatas. Saat
ini, baru ada satu Manajer Investasi yang bersifat full-
fledge syariah di Indonesia, yaitu Paytren Aset
Manajemen. Selain itu, terdapat satu perusahaan
manajer investasi yang tidak menyatakan sebagai entitas
syariah tetapi hanya menawarkan produk syariah saja,
yaitu Asia Raya Kapital. Selebihnya, produk bank investasi
syariah ditawarkan oleh perusahaan sekuritas dan
perusahaan aset manajemen umum, yang tidak hanya
menawarkan produk syariah tetapi juga produk
konvensional. Di sisi lain tidak ada perusahaan sekuritas
yang fokus menawarkan produk syariah saja. Hal ini lah
yang ditengarai sebagai salah satu faktor utama yang
menyebabkan kurang berkembangnya pasar modal
syariah di Indonesia.
6.3. PERBANDINGAN PRODUK BANK INVESTASI
SYARIAH GLOBAL
6.4. BANK INVESTASI SYARIAH DI INDONESIA
47
Bank Investasi Syariah
juga diharapkan dapat
memfasilitasi beberapa
inovasi produk baru
yang dapat menjadi
solusi dari
permasalahan-
permasalahan
pengembangan pasar
modal sekaligus
memaksimalkan
potensinya 7 | INOVASI PRODUK
BANK INVESTASI SYARIAH
Selain produk-produk yang sudah ada saat ini, bank
investasi syariah juga diharapkan dapat memfasilitasi
beberapa inovasi produk baru yang dapat menjadi solusi
dari permasalahan-permasalahan pengembangan pasar
modal sekaligus memaksimalkan potensinya. Inovasi
produk ini di antaranya berupa surat berharga korporasi
yang memungkinkan korporasi untuk memperoleh
alternatif pembiayaan tanpa membebani debt-to-equity
ratio mereka. Selain itu, diperlukan penyediaan platform
yang mendukung produk investasi perbankan syariah, dan
peran bank investasi syariah sebagai market maker untuk
meningkatkan likuiditas pasar sekunder.
7.1. SUKUK MUSYARAKAH (EQUITY/QUASI EQUITY BASED SUKUK)
Berdasarkan diskusi-diskusi yang telah dilakukan dengan
beberapa korporasi, terutama BUMN, diperoleh informasi
bahwa saat ini beberapa BUMN memiliki debt-to-equity
ratio yang tinggi. Untuk itu, perlu inovasi produk
keuangan yang memungkinkan perusahaan untuk
memperoleh pendanaan selain yang bersifat utang,
seperti equity atau quasi-equity. Akad-akad dalam
keuangan syariah memungkinkan inovasi produk
keuangan yang tidak membebani debt-to-equity ratio
perusahaan.
Salah satu akad yang dapat digunakan di antaranya
adalah akad kerja sama atau partnership seperti
musyarakah mutanaqisah ataupun musyarakah
muntahiyah bi-tamlik. Perusahaan dapat menerbitkan
sukuk dengan kedua akad ini. Porsi kepemilikan
(hishshah) atas sukuk yang dipegang oleh investor akan
menurun seiring periode investasi dan nantinya akan
dimiliki oleh perusahaan kembali di akhir periode. Antara
penerbit dan investor sama-sama berkontribusi dalam
porsi sukuk untuk proyek underlying yang menjadi
landasan penerbitan sukuk musyarakah ini dan membagi
hasilnya sesuai dengan proporsi hishshah masing-masing.
Produk ini dapat menjadi alternatif sumber pendanaan
project financing korporasi dengan adanya aset yang
menjadi jaminan penerbitan.
48
Perusahaan juga dapat menerbitkan sukuk dengan
kombinasi akad kerja sama musyarakah mutanaqisah dan
akad sewa ijarah maushufah fil al dzimmah (IMFZ). Pada
skema ini, terdapat pihak Special Purpose Company (SPC)
yang berupa entitas syariah sebagai perusahaan penerbit
(emiten) dalam penerbitan sukuk. Perusahaan dapat
mendirikan anak perusahaan berupa SPC Syariah ataupun
mengkonversi anak perusahaannya menjadi SPC Syariah.
Dengan menjadi entitas syariah, sebuah perusahaan
dapat memiliki akun Dana Syirkah Temporer pada
neracanya di luar liabilitas dan ekuitas. Penerbitan sukuk
musyarakah mutanaqisah dapat dicatat dalam akun
tersebut sehingga tidak masuk ke perhitungan liabilitas
perusahaan. Kemudian, beban sewa IMFZ yang
dibayarkan tidak tercatat pada neraca perusahaan (off-
balance sheet) pada laporan keuangan anak usaha
perusahaan atau perusahaan pemilik SPC Syariah. Melalui
sukuk dengan skema ini, perusahaan dapat membiayai
proyek yang direncanakan oleh perusahaan serta anak
perusahaan tanpa menambah proporsi utangnya.
Selain itu, perusahaan juga dapat menerbitkan sukuk
dengan kombinasi akad musyarakah, ijarah maushufah fi
al dzimmah (IMFZ), dan istishna’. Skema ini merupakan
pengembangan dari skema sebelumnya dengan adanya
tambahan akad serta SPC Penyedia Aset Ijarah (PAI), yang
berfungsi sebagai perusahaan pengelola aset yang
menjadi underlying penerbitan sukuk korporasi. Sehingga,
terdapat dua SPC yaitu SPC PAI, dan SPC Syariah
merupakan penerbit dari sukuknya (emiten). Selain itu,
karakteristik pencatatan akuntansi sewa pada akad IMFZ
dan Dana Syirkah Temporer berlaku sebagaimana skema
sebelumnya.
7.2. REKSA DANA PENYERTAAN TERBATAS (RDPT) SYARIAH
Berbeda dengan Sukuk Musyarakah yang bersifat seperti
equity atau quasi equity yang masih dalam tahap
pengembangan, terdapat inovasi produk efek syariah di
pasar modal yang telah terbit izinnya dan bisa langsung
diimplementasikan yaitu penerbitan kontrak investasi
kolektif (KIK) RDPT Syariah untuk korporasi. KIK RDPT
Syariah telah mendapat persetujuan DSN MUI
berdasarkan Fatwa DSN MUI No. 20/DSN-MUI/IV/2001
tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksa
Dana Syariah. Sebelumnya, telah ada RDPT konvensional
yang dapat menjadi padanan dari RDPT Syariah. RDPT
Syariah juga telah memiliki kepastian akan perpajakannya
yang dianggap mutatis mutandis.
49
Pada skema RDPT Syariah ini, perusahaan penerbit atau
originator dari RDPT Syariah akan menerapkan
penerbitan saham biasa dalam bentuk strategic initial
public offering (IPO) dengan KIK RDPT Syariah sebagai
pembeli sahamnya, lalu ada wa’ad atau janji untuk buy-
back saham perusahaan originator saat pembubaran KIK
RDPT Syariahnya. Dana dari penerbitan RDPT Syariah ini
dapat digunakan oleh originator untuk mendanai proyek
yang akan dijalankan dengan stream of income RDPT
Syariah berasal dari dividen yang dibayarkan oleh
originator.
Konsep Dasar
1. Perusahaan mengidentifikasi proyek yang akan
menjadi objek dari RDPT Syariah serta menilai
potensi profit-nya. Sebagai contoh, bandara
membutuhkan pendanaan sebesar 1 triliun rupiah.
2. Originator menunjuk Manajer Investasi (MI) untuk
membentuk KIK RDPT Syariah senilai minimal 250
miliar rupiah untuk sekali penerbitan (untuk 50
investor), dan MI mengundang investor untuk
berpartisipasi dalam RDPT Syariah,
3. (a) KIK RDPT Syariah Perusahaan menyalurkan
proceeds sebesar 1 triliun kepada BUMN Karya.
(b) Perusahaan menerbitkan saham biasa kepada KIK
RDPT Syariah Perusahaan sebesar 1 triliun rupiah.
Dana dari proceeds di skema 3a, dapat digunakan
untuk pembangunan proyek bandara.
4. Perusahaan membayarkan dividen kepada bank
Kustodian sebagai wali amanat dari pendapatan
perusahaan.
5. Bank Kustodian membayar dividen kepada KIK RDPT
Syariah Perusahaan.
6. KIK RDPT Syariah Perusahaan membayarkan unit
penyertaan kepada pemegang Unit Penyertaan.
7. Saat pembubaran KIK RDPT Syariah Perusahaan,
Perusahaan membeli kembali saham preferen yang
dipegang oleh KIK RDPT Syariah at par.
7.3. KIK-EBA SYARIAH
Selain memfasilitasi penerbitan KIK RDPT Syariah, bank
investasi syariah juga dapat bertindak sebagai arranger
penerbitan KIK Efek Beragun Aset (EBA) Syariah korporasi.
KIK EBA Syariah telah disetujui oleh DSN MUI berdasarkan
Fatwa DSN MUI No. 125/DSN-MUI/XI/2018 tentang
Kontrak Investasi Kolektif – Efek Beragun Aset (KIK EBA)
Berdasarkan Prinsip Syariah. Produk ini juga terdapat
padanannya dalam bentuk KIK EBA konvensional, dengan
ketentuan perpajakan yang sifatnya mutatis mutandis.
Pada skema KIK EBA Syariah, perusahaan penerbit atau
originator dari EBA Syariah akan menerbitkan Sukuk atau
surat berharga syariah atas aset produktif dan berharga
yang dimiliki oleh originator. Dana dari penerbitan EBA
Syariah ini dapat digunakan oleh originator untuk proyek
pengembangan aset yang telah ada (existing) dan stream
of income EBA Syariah berasal dari pendapatan
operasional dari aset yang menjadi jaminan penerbitan,
sehingga efek berupa EBA Syariah ini secured atau dijamin
oleh aset yang telah ada dan dikelola oleh originator.
Konsep Dasar
1. Perusahaan menerbitkan Sukuk dengan skema
Mudharabah/Musyarakah atas pengerjaan proyek
konstruksi jalan tol senilai 1,5 triliun rupiah.
2. Perusahaan meminta kepada MI dan BK untuk
membentuk KIK-EBA Syariah (EBAS). KIK-EBAS akan
membeli Sukuk dengan underlying asset jalan tol.
3. KIK-EBAS melakukan penghimpunan dana melalui
penawaran umum atas EBAS
4. Investor memesan (subscribe) EBAS dan menerima
EBAS yang diterbitkan oleh KIK-EBA Syariah setelah
menyerahkan proceeds
5. KIK-EBAS membeli Sukuk yang diterbitkan oleh
perusahaan atas pendapatan project konstruksi jalan
tol
6. KIK-EBAS akan memperoleh pendapatan dari project
konstruksi jalan tol sebesar 500 miliar rupiah selama
(lima) tahun atas penyertaannya terhadap Sukuk
50
7. Perusahaan akan mengumpulkan pendapatan dari
proyek jalan tersebut, dan menyerahkannya kepada
KIK-EBAS
8. KIK-EBAS akan melakukan distribusi imbal hasil
investasi EBAS kepada pemegang EBAS, dan distribusi
pokok EBAS setelah lima tahun. KIK-EBAS
meneruskan dana dari investor kepada originator
untuk kemudian digunakan untuk penyelesaian
proyek jalan tol
7.4. SHARIA RESTRICTED INTERMEDIARY ACCOUNT (SRIA) PLATFORM
SRIA adalah inovasi produk investasi pada perbankan
syariah yang memungkinkan investor untuk menyalurkan
dananya secara langsung pada suatu proyek atau
portofolio berdasarkan risk and return appetite masing-
masing dengan akad mudharabah muqayyadah. Produk
SRIA memungkinkan bank untuk mengenakan
penghitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR)
sebesar 1% pada pembiayaannya yang dibiayai oleh
investor SRIA. Hal ini dapat mempercepat pertumbuhan
aset perbankan syariah karena dengan ATMR lebih
rendah, bank syariah memiliki kecukupan modal yang
lebih untuk menyalurkan pembiayaan baru.
Salah satu bentuk SRIA yang dapat difasilitasi oleh bank
investasi syariah adalah SRIA dengan menggunakan
platform. Platform ini berfungsi untuk menghubungkan
proyek yang dimiliki oleh pelaku usaha dengan investor
yang siap membiayainya. Investor dapat memperoleh
informasi mengenai proyek-proyek tersebut melalui
platform SRIA. Praktik ini mirip dengan konsep peer-to-
peer lending ataupun crowd funding pada fintech.
Perbedaannya, proyek-proyek yang ditawarkan akan
dinilai terlebih dahulu oleh bank syariah, baru ditawarkan
kepada investor.
1. Pelaku usaha mengajukan pembiayaan kepada bank
syariah dan melengkapi dokumen-dokumen yang
dipersyaratkan
2. Bank syariah menganalisis feasibility usaha dan
bekerja sama dengan lembaga pemeringkat (jika
diperlukan) untuk memberikan rating
3. Bank syariah memberikan informasi terkait usaha
yang akan dibiayai kepada Platform Investasi SRIA
yang dibentuk oleh bank investasi syariah untuk
ditampilkan pada platform tersebut
51
4. Calon-calon investor dapat mengakses informasi
berbagai usaha yang ada di platform dan memilih
usaha mana yang akan dibiayai sesuai dengan risk
appetite masing-masing
5. Investor menempatkan dana pada bank investasi
syariah melalui Platform Investasi SRIA
6. Dana tersebut disalurkan ke pelaku usaha melalui
bank syariah
7. Pelaku usaha mengelola usaha dan melaporkan
hasilnya kepada bank syariah
8. Bank syariah menghitung bagi hasil/ujrah (antara
pelaku usaha, bank syariah, Platform Investasi SRIA,
dan investor) kemudian membayarkan bagi hasil ke
investor melalui Platform Investasi SRIA
9. Platform Investasi SRIA membayarkan bagi hasil ke
investor
Berdasarkan peraturan yang saat ini berlaku, bank syariah
tidak diperbolehkan memiliki platform seperti yang
digambarkan tersebut. Oleh karena itu, perusahaan
sekuritas syariah dapat menjadi pemilik platform, dengan
bank-bank syariah sebagai anggotanya yang menawarkan
berbagai ragam investasi yang telah di screening terlebih
dahulu untuk ditawarkan pada investor. Investasi ini
nantinya akan dikategorikan oleh bank syariah sebagai
SRIA.
7.5. COMMODITY SALAM
Salah satu permasalahan pengembangan pasar modal
syariah adalah terbatasnya instrumen likuiditas untuk
perbankan syariah yang memberikan imbal hasil optimal.
Di luar negeri terutama di Malaysia, permasalahan ini
dapat diatasi dengan aka tawaruq atau yang juga biasa
dikenal dengan akad commodity murabahah.
Permasalahannya, tidak terdapat perpindahan aset yang
betul-betul terjadi dalam akad commodity murabahah
tersebut sehingga beberapa pihak masih
memperdepatkan keabsahan transaksi tersebut dari
sudut pandang syariah.
Sebagai solusi, produk commodity salam diharapkan
dapat hadir memenuhi kebutuhan ini. Dengan commodity
salam, perbankan syariah dapat membiayai pembelian
komoditas yang memiliki jangka waktu relatif pendek.
Pembiayaan ini kemudian di-structure sedemikian rupa
agar dapat memenuhi berbagai kebutuhan nasabah
seperti working capital financing, instumen likuiditas
bank, maupun simpanan yang dapat menawarkan
pengembalian yang bersifat fix return. Akan tetapi,
diperlukan kajian lebih lanjut terhadap produk ini
sebelum dapat ditawarkan kepada nasabah industri
keuangan syariah di Indonesia.
52
Pengembangan
pasar modal
syariah di
Indonesia masih
menghadapi
sejumlah
tantangan agar
dapat
berkontribusi
secara signifikan
terhadap
pembangunan
nasional.
8 | ANALISIS HASIL
PENELITIAN
Pengembangan pasar modal syariah di Indonesia masih
menghadapi sejumlah tantangan agar dapat berkontribusi
secara signifikan terhadap pembangunan nasional.
Sampai saat ini, tingkat literasi dan inklusi pasar modal
syariah yang masih sangat rendah, variasi instrumen
keuangan yang tidak mencukupi kebutuhan industri, serta
tidak likuidnya pasar sekunder sukuk negara maupun
korporasi masih menjadi permasalahan utama dalam
pengembangan pasar modal syariah di Indonesia.
Padahal, terdapat berbagai potensi yang seharusnya bisa
dimanfaatkan oleh pemerintah dan masayarakat secara
umum. Misalnya, terdapat kebutuhan pembiayaan
proyek pembangunan infrastruktur pemerintah yang
sangat besar, adanya kebutuhan instrumen likuiditas yang
memberikan imbal hasil optimal untuk bank syariah,
kebutuhan pembiayaan untuk emiten yang masuk ke
dalam ISSI, serta potensi besarnya investor lokal maupun
global yang saat ini memiliki ketertarikan pada investasi
yang bersifat ethical dan environmentally friendly (green
financial product).
Bank investasi syariah dapat menjadi sarana yang
mendukung industri pasar modal syariah untuk mengatasi
permasalahan-permasalahan yang dihadapi sekaligus
merealisasikan potensi yang dapat dimanfaatkan. Belum
adanya institusi yang secara fokus menjalankan fungsi
bank investasi syariah di Indonesia mengakibatkan market
share pasar modal syariah sangat kecil dibandingkan
pasar modal konvensional. Selain itu, karena investor dan
produk-produk investasi syariah, terutama sukuk, juga
masih sangat terbatas, likuiditas di pasar sekundernya
pun sangat rendah. Secara timbal balik, rendahnya
likuiditas pasar sekunder justru juga membuat investor
tidak tertarik untuk berinvestasi pada instrumen sukuk
dan di sisi lain emiten juga menjadi tidak tertarik untuk
menerbitkan sukuk apabila tidak banyak investor yang
akan menyerap. Oleh karena itu, hadirnya bank investasi
syariah diharapkan dapat berperan sebagai market-maker
yang dibutuhkan untuk meningkatkan likuiditas dan
jumlah instrument pasar modal syariah di Indonesia.
8.1. URGENSI PENDIRIAN BANK INVESTASI SYARIAH:
MARKET-MAKER FUNCTION
53
Market-maker adalah peserta dalam ekosistem
perdagangan instrumen keuangan yang memiliki fungsi
untuk melakukan bid dan offer. Market-maker dapat
menciptakan pasar yang likuid dengan secara konsisten
melakukan kuotasi harga pembelian dan penjualan, untuk
mendorong terciptanya pasar yang aktif. Untuk
memastikan ketersediaan instrumen keuangan untuk
dibeli oleh investor, market-maker juga menjadi standby
buyer dari instrumen keuangan yang dijual. Dengan
begitu, investor yang ingin menjual instrument
keuangannya dapat memastikan adanya pembeli dan
investor yang mencari instrumen keuangan dapat
membelinya dari bank investasi syariah. Keuntungan yang
dapat diperoleh oleh market-maker berasal dari selisih
antara harga jual dan harga beli instrumen keuangan.
Selain itu, market-maker juga dapat memperoleh
pendapatan dari jasa yang dilakukan sebagai perantara
perdagangan efek (brokerage fee).
Oleh karena itu, hadirnya bank investasi syariah atau
Perusahaan Efek Syariah menjadi penting dengan alasan:
1. Mengisi kesenjangan ekosistem keuangan syariah,
dimana belum ada perusahaan efek full fledged
syariah yang dapat lebih fokus mendorong
penerbitan instrumen-instrumen keuangan syariah
yang dapat dimanfaatkan oleh bank syariah sebagai
instrumen likuiditas maupun instrumen investasi
jangka panjang.
2. Menjadi market maker pasar sekunder penjualan
sukuk agar pasar sekunder sukuk menjadi lebih likuid.
3. Mempercepat inovasi-inovasi produk keuangan
syariah khususnya pasar modal syariah.
4. Membantu bank-bank syariah dalam
mengembangkan produk-produk investasi syariah.
5. Membantu percepatan peningkatan literasi pasar
modal syariah.
54
8.2. ANALISIS POTENSI DAMPAK EKONOMI BANK INVESTASI SYARIAH
Dengan munculnya bank investasi syariah sebagai market
maker, maka dampak yang ditimbulkan tidak hanya pada
sektor keuangan yang terefleksikan pada besarnya
market share pasar modal syariah di Indonesia, tetapi
juga terdapat dampak ekonomi yang timbul. Dalam sub-
bab ini dampak ekonomi dari berdirinya bank investasi
syariah akan dihitung menggunakan pendekatan Input-
Output (I-O).
Dalam analisis tabel I-O ekonomi Indonesia ini diperoleh
informasi mengenai analisis pengganda (multiplier) yang
memberikan gambaran seberapa besar pengaruh dari
perubahan permintaan akhir pada suatu sektor terhadap
penciptaan output, nilai tambah, pendapatan rumah
tangga, dan kesempatan kerja dalam perekonomian.
Indikator output yang dimaksud menjelaskan berapa
besar penciptaan output yang terjadi yang dihasilkan oleh
penerbitan instrument syariah pada sektor-sektor yang
djelaskan diatas. Indikator nilai tambah bruto (NTB)
menjelaskan penciptaan nilai tambah yang terjadi dari
barang dan jasa yang ada, sedangkan indikator
pendapatan masyarakat mengukur berapa peningkatan
pendapatan masyarakat. Kemudian yang terakhir,
indikator penciptaan lapangan kerja mengukur berapa
tenaga kerja yang dapat diserap dari hasil pengembangan
tersebut.
Untuk membangun asumsi skenario, maka data akan
diambil dari potensi penerbitan sukuk atas sisa ruang
pembiayaan pada perusahaan yang terdaftar pada Indeks
Saham Syariah Indonesia (ISSI). Terdapat total 402 emiten
yang terdaftar pada Indeks Saham Syariah Indonesia
(ISSI), dengan total potensi pembiayaan melalui
penerbitan sukuk sebesar Rp5.293 trilliun dihitung dari
total sisa ruang debt yang dimiliki oleh emiten-emiten
tersebut. Tabel di bawah ini menunjukkan besaran
proporsi ruang debt terhadap sektor riilnya. Dari tabel ini
dapat disimpulkan bahwa sektor perdagangan jasa dan
investasi merupakan sektor yang paling memiliki ruang
debt besar dibandingkan sektor-sektor lainnya, dengan
proporsi sebesar 18,53% dan nominal hampir mencapai
Rp981 triliun. Sebaliknya, sektor keuangan merupakan
sektor dengan ruang debt terkecil, hal ini sesuai dengan
model bisnis sektor keuangan yang sebagian besar terkait
dengan pengumpulan dana masyarakat yang
diperhitungkan sebagai utang atau kewajiban (liabilitas)
sehingga porsi ruang debt hampir maksimal dimanfaatkan
oleh sektor ini. Berikut adalah rincian sektor dan ruang
debt yang tersedia.
Dengan dibentuknya bank investasi syariah sebagai
market maker untuk mendorong jumlah instrumen
syariah yang diterbitkan oleh korporasi, maka potensi Rp
Rp5.293 trilliun memiliki dampak riil untuk meningkatkan
pertumbuhan perekonomian Negara. Hal ini ditunjukkan
dengan analisis pada tabel Input-Output (I-O) tahun 2010
yang bertujuan untuk memberikan gambaran umum
mengenai perekonomian berdasarkan klasifikasi 185
sektor utama perekonomian pada tahun 2010.
55
Dalam melakukan simulasi, keseluruhan potensi ruang
debt tidak digunakan mengingat tidak semua perusahaan
memiliki kebutuhan tambahan modal atau memiliki
strategi bisnis penerbitan surat utang untuk
pengembangan perusahaannya. Oleh karena itu,
digunakan beberapa skenario persentase dari total ruang
utang yang mungkin dimanfaatkan oleh perusahaan
tersebut. Beberapa skenario di bawah ini menunjukkan
dampak ekonomi yang ditimbulkan dengan hadirnya bank
investasi syariah sebagai market maker instrumen pasar
modal syariah di Indonesia. Skenario pertama, ketika
terjadi penambahan pembiayaan sebesar 5% dari total
ruang debt diatas, yaitu senilai Rp264,7 triliun. Skenario
berikutnya adalah 10% dari total ruang debt, dengan
nominal Rp529,35 triliun, diikuti dengan skenario 20%
dengan besaran Rp1.058 triliun, dan terakhir skenario
25% dengan nominal pembiayaan Rp1.323 triliun.
Dampak penciptaan output, nilai tambah, pendapatan
dan tenaga kerja yang ditunjukkan diatas menjelaskan
besaran penciptaan yang terjadi jika terjadi penambahan
pembiayaan untuk sektor-sektor riil. Untuk skenario
pertama sebesar 5%, hasil simulasi menunjukkan dengan
penambahan pembiayaan baru hanya sebesar Rp264,7
triliun dapat menciptakan penambahan output sebesar
Rp411,6 triliun, nilai tambah sebesar Rp208,3 triliun,
pendapatan Rp59,8 triliun dan menciptakan tenaga kerja
lebih dari 2 juta orang.
Dampak yang lebih besar dapat dihasilkan ketika jumlah
pembiayaan melalui instrument syariah ini juga
bertambah. Dapat dilihat pada skenario 10%, 20% atau
25% diatas. Secara keseluruhan, dapat disimpulkan
bahwa dampak penambahan (multiplier) pada output
mencapai 1,5 kali besaran dana yang dihimpun melalui
penerbitan instrumen syariah. Sementara untuk nilai
tambah, multiplier effect dari penerbitan instrumen
invetasi syariah menciptakan multiplier 0,78 kali NTB pada
setiap rupiah penerbitan instrumen. Selain itu, dampak
lain terjadi pada pendapatan masyarakat, terdapat
peningkatan sebesar 22% atas pendapatan masyarakat
dengan tiap rupiah penerbitan instrumen syariah.
Hal diatas menunjukkan dampak yang signifikan adanya
bank investasi syariah yang berfungsi sebagai market
maker dalam penerbitan instrument syariah terhadap
perekonomian Indonesia.
8.3. ALTERNATIF SKENARIO BENTUK BANK INVESTASI SYARIAH
Dengan hadirnya bank investasi syariah, diharapkan
muncul institusi yang fokus pada pengembangan pasar
modal syariah yang juga berkontribusi terhadap
perekonomian di Indonesia. Adanya insitusi yang khusus
menangani keuangan syariah diperlukan agar strategi
usaha, sumber daya manusia dan modal dapat fokus
dimaksimalkan pada kemajuan pasar modal syariah di
Indonesia. Tumbuhnya instrumen pasar modal syariah
akan mendorong perkembangan industri keuangan
syariah lainnya. Selain itu, Masterplan Arsitektur
Keuangan Syariah Indonesia (MAKSI), Masterplan
Ekonomi Syariah Indonesia (MEKSI) dan Roadmap
Perbankan Syariah Indonesia juga memberikan
rekomendasi pembentukan bank investasi syariah sebagai
salah satu usaha pendalaman pasar keuangan syariah di
Indonesia. 56
Pada studi ini, dilakukan juga wawancara dengan
berbagai stakeholder di pasar modal syariah Indonesia,
seperti perusahaan sekuritas, manajer investasi, regulator
dan institusi-institusi terkait lainnya. Berdasarkan hasil
wawancara, secara umum para stakeholder setuju dan
mendukung ide akselerasi pendalaman pasar modal
syariah dengan membentuk insitusi yang fokus dengan
perkembangan pasar modal syariah.
“Kami melihat potensi pasar syariah sangat besar di
Pasar Modal Syariah di Indonesia. Khusus untuk bank
investasi, kami melihat adanya dedicated entity itu
menjadi sangat penting.”
Namun, mengenai bentuk institusi, pendapat yang
muncul sangat beragam. Ada yang mendukung bentuk
institusi bank investasi, seperti dibawah ini:
“Bentuknya lebih baik bank investasi syariah sendiri
karena akan lebih fokus pengelolaannya dan
akselerasi pertumbuhannya bisa lebih cepat”
“Bank investasi syariah sebagai satu entitas sendiri
perlu dibentuk agar ada perusahaan yang fokus pada
fungsi investasi syariah”
“Jika ingin membentuk bank investasi syariah, lebih
baik terpisah secara legal”
Atau berpendapat bahwa pembentukan satu insitusi baru
dari awal tidak akan mengatasi masalah namun
berpotensi menambah masalah, maka sebaiknya insitusi
ini memberdayakan institusi yang sudah ada dan
melebarkan model bisnisnya ke keuangan syariah.
“Banyak pembuatan institusi yang dijalankannya
tidak konsisten sehingga hasilnya kacau. Oleh karena
itu, saya tidak setuju jika harus membuat institusi
baru”
“Ada banyak permasalahan yang akan dihadapi
dalam pembuatan bank investasi syariah dari nol
(institusi baru), seperti harus menyiapan modal dan
sistem sendiri.”
“Untuk kondisi saat ini, belum perlu dibentuk bank
investasi syariah karena isu sebenarnya adalah pada
emiten yang masih sedikit menerbitkan sukuk”
Dari wawancara dan FGD yang dilakukan, diperoleh
rekomendasi bentuk bank investasi syariah yang perlu
didirikan. Hanya saja, disebabkan lembaga bank investasi
tidak dikenal di Indonesia, bentuk yang paling tepat yang
dapat digunakan adalah perusahaan perantara pedagang
efek dan penjamin emisi efek berupa perusahaan efek
yang berbentuk perusahaan sekuritas. Oleh karena itu,
bentuk bank investasi syariah full fledge yang
direkomendasikan adalah perusahaan sekuritas syariah.
Selanjutnya, didiskusikan pula alternatif cara
pembentukan perusahaan sekuritas syariah tersebut.
Berikut beberapa alternatif skenario pendirian
perusahaan sekuritas syariah:
8.3.1. PEMANFAATAN PERUSAHAAN SEKURITAS
EXISTING
Alternatif pertama untuk pendirian perusahaan sekuritas
syariah adalah dengan memanfaatkan perusahaan
sekuritas yang sudah ada saat ini. Bentuknya dapat
berupa:
1. Pembentukan Unit Usaha Syariah
2. Pendirian anak perusahaan syariah oleh Perusahaan
Sekuritas yang sudah ada saat ini.
3. Konversi Perusahaan Sekuritas yang ada menjadi
Perusahaan Sekuritas Sekuritas
4. Pendirian Perusahaan Sekuritas Syariah oleh
Konsorsium Perusahaan Sekuritas
8.3.1.1. PENDIRIAN UNIT USAHA SYARIAH PADA
PERUSAHAAN SEKURITAS EXISTING
57
Agar perusahaan sekuritas yang ada dapat fokus
mendorong penerbitan instrumen syariah, mereka dapat
membuat Unit Usaha Syariah. Saat ini perusahaan
sekuritas yang ada masih memperlakukan instrumen
syariah sebagai alternatif produk saja. Artinya mereka
tidak aktif mendorong penerbitan instrumen keuangan
syariah, namun jika ada calon nasabah yang
menginginkan penerbitan instrumen syariah, mereka
akan mengerjakan sebagai bagian dari jasa solusi
keuangan yang mereka tawarkan. Implikasi dari hal ini
adalah perusahaan sekuritas bersifat pasif dalam upaya
penerbitan instrumen syariah dan hanya menunggu
permintaan dari calon emiten saja. Sehingga kurang ada
faktor pendorong dari sisi supply, hanya menunggu
demand. Sedangkan dari sisi demand pun saat ini inisiasi
penerbitan instrumen syariah lebih didorong oleh
preferensi direksi, belum menjadi keputusan yang bersifat
institusional.
Namun, pendirian Unit Usaha Syariah juga memiliki
tantangan tersendiri. Saat ini belum ada ketentuan
mengenai leveraging SDM maupun infrastruktur dari unit
usaha syariah pada perusahaan sekuritas. Saat ini
ketentuan leveraging SDM dan infrastruktur masih
terbatas pada Unit Usaha Syariah dan Bank Umum
Syariah yang dimiliki oleh Bank Umum Konvensional.
Pembentukan Unit Usaha Syariah diharapkan menjadi
upaya transisi menuju spin-off menjadi anak perusahaan
(subsidiary) syariah dari perusahaan sekuritas yang sudah
ada. Apabila dibentuk sebagai Unit Usaha Syariah terlebih
dahulu, diharapkan perusahaan sekuritas syariah yang
baru di spin-off sudah lebih siap menjalankan kegiatan
usahanya.
8.3.1.2. PENDIRIAN ANAK USAHA SYARIAH PADA
PERUSAHAAN SEKURITAS EXISTING
Alternatif ini memiliki pro dan kontra yang mirip dengan
pembentukan unit usaha syariah pada Perusahaan
Sekuritas. Bedanya, dengan pembentukan anak
perusahaan, diharapkan entitas ini dapat lebih fokus dan
memiliki kecepatan yang lebih tinggi untuk menjalankan
bisnisnya karena dapat lebih cepat dalam pengambilan
keputusan dan memiliki portfolio terpisah dari
perusahaan Induk.
Namun dari sisi pendanaan, perlu ada suntikan modal
yang diberikan oleh Perusahaan Sekuritas Induknya. Perlu
dilakukan kajian yang lebih dalam mengenai jumlah
modal yang harus disetor dan kelayakan bisnis atas
pendirian anak perusahaan syariah tersebut.
Alternatif Skenario Pro Kontra
Pembentukan UUS oleh
perusahaan sekuritas yang
sudah ada
1. Ada unit yang secara
fokus mengembangkan
pasar modal syariah di
sekuritas yang sudah
ada
2. UUS dapat didukung
secara penuh oleh
perusahaan sekuritas
dalam hal infrastruktur
maupun distribution
channel
3. UUS dapat dipersiapkan
untuk spin-off
1. Belum ada ketentuan
mengenai leveraging
dari UUS pada
perusahaan sekuritas
2. Fokus secara company
wide masih terbagi
antara konvensional
dan syariah
Table 9. Pro dan Kontra Pendirian Unit Usaha Syariah pada Perusahaan Sekuritas Existing
58
Perusahaan Sekuritas yang ada saat ini sudah memiliki
kapabilitas dan kapasitas untuk bersaing di industri pasar
modal. Mereka telah memiliki SDM yang sudah
tersertifikasi Wakil Perantara Pedagang Efek (WPPE),
Wakil Penjamin Emisi Efek (WPEE), Wakil Manajer
Investasi (WMI) maupun Ahli Syariah Pasar Modal
(ASPM), khususnya di Perusahaan Sekuritas yang
menerbitkan instrumen syariah. Orang-orang ini dapat
ditempatkan di perusahaan sekuritas syariah, tentunya
setelah dilengkapi dengan pengetahuan tentang pasar
modal syariah atau sertifikasi ASPM. Selain itu,
perusahaan sekuritas yang sudah ada juga telah memiliki
basis investor dan basis emiten yang berpotensi untuk
dikonversi menjadi investor dan emiten syariah.
Tantangan yang dihadapi untuk mengimplementasikan
alternatif ini adalah resistensi dari pegawai perusahaan
sekuritas yang akan dikonversi. Selain itu, perlu ada
penyesuaian Anggaran Dasar Perusahaan, penyesuaian
akad dengan investor dan emiten yang bersedia untuk
konversi ke produk syariah atau pengalihan portfolio ke
Perusahaan Sekuritas lain jika emiten atau investor tidak
bersedia melakukan konversi.
Alternatif Skenario Pro Kontra
Pendirian anak usaha
(subsidiary) oleh perusahaan
sekuritas yang sudah ada
1. Ada perusahaan yang
fokus mengembangkan
pasar modal syariah
2. Pengambilan keputusan
lebih cepat
3. Portofolio terpisah dari
perusahaan sekuritas
induk
4. Masih bisa leveraging
dengan perusahaan
sekuritas induk
1. Belum ada ketentuan
mengenai leveraging
dari subsidiary pada
perusahaan sekuritas
induk
2. Perlu ada penanaman
modal dari perusahaan
sekuritas induk
3. Perlu kajian lebih lanjut
terkait kelayakan bisnis
perusahaan sekuritas
syariah yang didirikan
Table 10. Pendirian Anak Usaha Syariah pada Perusahaan Sekuritas Existing
8.3.1.3. KONVERSI PERUSAHAAN SEKURITAS EXISTING
MENJADI PERUSAHAAN SEKURITAS SYARIAH
Alternatif Skenario Pro Kontra
Konversi perusahaan sekuritas
yang ada saat ini menjadi
perusahaan sekuritas syariah
1. Perusahaan sekuritas
yang memiliki produk
syariah saat ini sudah
memiliki SDM dengan
kapabilitas yang
dibutuhkan
perusahaan sekuritas
Syariah
2. Infrastruktur dan
distribution channel
telah terbentuk (basis
investor dan emiten)
1. Kemungkinan ada
resistensi dari pegawai
2. Perlu ada penyesuaian
Anggaran Dasar
perusahaan
3. Perlu ada pengalihan
portofolio dan
penyesuaian akad atas
segala transaksi yang
telah dilakukan
Table 11. Konversi Perusahaan Sekuritas Existing menjadi Perusahaan Sekuritas Syariah
59
8.3.1.4. PENDIRIAN PERUSAHAAN SEKURITAS SYARIAH
OLEH KONSORSIUM PERUSAHAAN SEKURITAS
Selain itu, alternatif lain adalah pembentukan perusahaan
sekuritas syariah baru oleh konsorsium perusahaan
sekuritas. Perusahaan sekuritas yang mempunyai izin
bank investasi dapat membentuk satu perusahaan
sekuritas syariah, dimana masing-masing perusahaan
sekuritas akan memiliki saham pada perusahaan baru
tersebut. Atau perusahaan sekuritas yang mempunyai
unit syariah meleburkan unit-unit syariah mereka ke
dalam perusahaan sekuritas syariah tersebut.
Alternatif ini memungkinkan pendirian perusahaan
sekuritas syariah yang lebih besar karena modal yang
disuntikkan berasal dari beberapa perusahaan sekuritas.
Selain itu, infrastruktur dan distribution channel yang
dimiliki bisa lebih luas, berasal dari perusahaan-
perusahaan sekuritas induk. Akan tetapi, dikhawatirkan
ada resistensi dari masing-masing perusahaan sekuritas
untuk membentuk suatu perusahaan dengan konsorsium
bersama perusahaan sekuritas lain. Perusahaan sekuritas
syariah juga dikhawatirkan akan mengalami kesulitan
terkait penyesuaian model bisnis maupun budaya kerja
dari beberapa induk yang berbeda.
Alternatif Skenario Pro Kontra
Pendirian perusahaan
sekuritas syariah oleh
konsorsium perusahaan
sekuritas yang sudah ada
1. Penanaman modal yang
lebih besar
2. Leveraging yang lebih
luas dan kuat dari
perusahaan-perusahaan
sekuritas induk
1. Kemungkinan ada resistensi
dari perusahaan sekuritas yang
harus melakukan konsorsium
2. Kesulitan menyesuaikan model
bisnis dan budaya kerja dengan
adanya tiga induk yang
berbeda
Table 12. Pendirian Perusahaan Sekuritas Syariah oleh Konsorsium Perusahaan Syariah
8.3.2. PEMANFAATAN BANK SYARIAH EXISTING
Alternatif kedua untuk pendirian perusahaan sekuritas
syariah adalah dengan memanfaatkan Bank Syariah yang
sudah ada. Akan tetapi, model ini memerlukan kajian
pengaturan yang lebih lanjut, terutama apabila fungsi
investasi tersebut dijalankan dalam entitas yang sama.
Walaupun dalam Undang-Undang Perbankan Syariah No.
21 tahun 2008 secara tersirat memungkinkan bank
syariah menjalankan fungsi investasi disebabkan adanya
akad mudharabah yang memungkinkan bagi bank syariah
menjadi manajer investasi. 60
Pengembangan bisnis bank syariah menjadi bank
investasi syariah sejalan dengan rekomendasi Roadmap
Perbankan Syariah Indonesia 2015-2019 yang
menyatakan perlunya pembentukan bank investasi
syariah di Indonesia. Dengan memanfaatkan bank syariah
yang sudah ada, pembentukan pengadaan fungsi bank
investasi pada perbankan dapat berupa:
1. Pembentukan Direktorat Bank Investasi di Internal
Bank Syariah
2. Pendirian anak perusahaan berupa perusahaan
sekuritas syariah.
3. Pendirian perusahaan sekuritas syariah oleh
konsorsium bank induk konvensional untuk menjadi
holding Bank Syariah
Namun, saat ini bank syariah belum memiliki SDM dan
infrastruktur yang memadai untuk melakukan fungsi
“investment bank”. Pegawai bank syariah di level tertentu
pada saat ini hanya wajib memiliki sertifikasi Manajemen
Risiko, belum banyak atau bahkan tidak ada yang memiliki
sertifikasi WPPE, WPEE, WMI maupun ASPM. Pada
beberapa bank yang telah memiliki lisensi menjual
reksadana, selain sertifikasi manajemen risiko, beberapa
pegawainya juga memiliki sertifikasi Wakil Agen Penjual
Efek Reksa Dana (WAPERD). Hal yang mendukung lainnya
adalah saat ini sudah ada bank syariah yang memiliki
lisensi sebagai bank kustodian dan wali amanat, sehingga
mereka sudah lebih familiar dalam proses penerbitan
instrumen pasar modal syariah.
Dari sisi regulasi, Undang-Undang Perbankan Syariah No.
21 tahun 2008 pasal 19 menyebutkan bahwa bank syariah
dapat melakukan kegiatan usaha menghimpun dana
dalam bentuk Investasi. Namun bentuk Investasinya
masih terbatas pada deposito, tabungan atau bentuk
lainnya yang dipersamakan dengan itu. Sehingga perlu
ada regulasi turunan yang mengizinkan bank syariah
melakukan fungsi menghimpun dana investasi dalam
bentuk non-tabungan/deposito supaya bank syariah bisa
memiliki direktorat yang menjalankan fungsi investment
bank.
8.3.2.1. PEMBENTUKAN DIREKTORAT BANK INVESTASI DI
INTERNAL BANK SYARIAH
Saat ini investor/nasabah terbanyak di industri keuangan
syariah masih berada pada sektor perbankan. Artinya
bank syariah memiliki basis investor yang besar untuk
dapat dikonversi menjadi investor pasar modal. Selain itu,
dengan adanya fungsi “investment bank” pada Bank
Syariah, maka Bank Syariah dapat menjadi universal
banking dan memiliki produk dan bisnis model yang
berbeda dari bank umum konvensional. Hal ini dapat
menjawab secara substansial perbedaan antara bank
syariah dan bank konvensional.
Alternatif Skenario Pro Kontra
Pembentukan direktorat bank
investasi pada bank syariah
yang sudah ada
1. Bank memiliki basis
investor yang lebih luas
dan bisa didorong pula
untuk menjadi investor
pasar modal
2. Bank syariah akan
memiliki model bisnis
yang berbeda dengan
bank konvensional
dengan adanya fungsi
bank investasi
3. Sudah ada bank syariah
yang memiliki fungsi
bank kustodian dan wali
amanat
1. Infrastruktur bank
belum mendukung
bisnis bank investasi
2. Kegiatan investasi yang
diperbolehkan di bank
syariah terbatas pada
deposito atau tabungan
dan yang dipersamakan
dengan itu
Table 13. Pembentukan Direktorat Bank Investasi di Internal Bank Syariah
61
8.3.2.2. PENDIRIAN ANAK USAHA SYARIAH BERUPA
PERUSAHAAN SEKURITAS SYARIAH
Apabila perusahaan sekuritas syariah didirikan sebagai
anak usaha dari bank syariah, perusahaan sekuritas
tersebut dapat didukung dalam hal basis investor yang
telah dimiliki oleh bank syariah induk. Perusahan ini juga
bisa secara fokus mengembangkan pasar modal syariah
dan mendorong basis investor bank syariah tadi untuk
juga menjadi investor pasar modal.
Khusus untuk pendirian anak perusahaan, seperti halnya
pada perusahaan sekuritas, bank syariah perlu melakukan
penyetoran modal untuk mendirikan anak perusahaan
sementara saat ini kemampuan bank syariah juga belum
kuat. Perlu dilakukan kajian yang lebih dalam mengenai
jumlah modal yang harus disetor dan kelayakan bisnis
atas pendirian anak perusahaan bank investasi syariah
tersebut. Selain itu, bank syariah belum memiliki
infrastruktur yang dapat mendukung bisnis bank investasi
dari anak usahanya.
Alternatif Skenario Pro Kontra
Pendirian anak usaha
(subsidiary) perusahaan
sekuritas oleh bank syariah
yang sudah ada
1. Ada perusahaan yang
fokus mengembangkan
pasar modal syariah
2. Perusahaan sekuritas
syariah dapat
memanfaatkan basis
investor bank syariah
induk
1. Perlu ada penanaman
modal dari bank syariah
2. Perlu ada kajian lebih
lanjut terkait kelayakan
bisnis perusahaan
sekuritas syariah yang
didirikan
3. Bank syariah belum
memiliki infrastruktur
untuk mendukung
subsidiary-nya
Table 14. Pendirian Anak Usaha Syariah berupa Perusahaan Sekuritas Syariah
8.3.2.3. PENDIRIAN PERUSAHAAN SEKURITAS SYARIAH OLEH
KONSORSIUM BANK INDUK UNTUK MENJADI HOLDING
BANK SYARIAH
Alternatif lain adalah pembentukan perusahaan baru oleh
konsorsium bank induk. Bank induk bersama-sama
membentuk perusahaan efek syariah. Pendirian ini juga
dapat bekerja sama dengan perusahaan efek
konvensional apabila bank induk sebelumnya juga sudah
memiliki perusahaan efek konvensional sendiri.
Perusahaan Efek Syariah yang dibentuk oleh konsorsium
bank induk konvensional ini kemudian dapat menjadi
holding dari bank-bank syariah yang sebelumnya dimiliki
oleh bank induk.
Pembentukan perusahaan sekuritas oleh konsorsium
bank-bank konvensional akan memberikan keunggulan
terutama terkait kesiapan infrastruktur dan SDM. Selain
itu, basis investor dan emiten untuk perusahaan efek
syariah yang akan didirikan juga sudah lebih siap apabila
bekerja sama dengan bank induk konvensional. Sama
halnya dengan pendirian perusahaan sekuritas syariah
oleh konsorsium perusahaan sekuritas existing, pendirian
perusahaan sekuritas syariah oleh konsorsium bank induk
konvensional juga akan memberikan modal yang lebih
besar.
62
Akan tetapi, terdapat kemungkinan adanya resistensi dari
bank-bank yang harus bekerja sama dengan bank lain
untuk melakukan konsorsium. Perusahaan efek syariah
juga dapat mengalami kesulitan dalam menyesuaikan
model bisnis dan budaya kerja dengan adanya beberapa
induk yang berbeda. Apabila perusahaan efek syariah
menjadi holding dari bank-bank syariah yang sebelumnya
dimiliki oleh bank induk konvensional, bank induk
tersebut perlu melepas kepemilikannya untuk diserahkan
kepada perusahaan efek syariah.
Alternatif Skenario Pro Kontra
Pendirian perusahaan
sekuritas syariah oleh
konsorsium bank induk
konvensional untuk menjadi
holding bank syariah
1. Penanaman modal
yang lebih besar
2. Distribution channel
dari bank-bank induk
bisa lebih luas (basis
investor dan emiten)
3. Dapat menjadi holding
dari bank-bank syariah
1. Kemungkinan ada
resistensi dari bank
konvensional yang
harus melakukan
konsorsium
2. Kesulitan menyesuaikan
model bisnis dan
budaya kerja dengan
adanya tiga induk yang
berbeda
3. Bank konvensional
perlu melepas
kepemilikannya pada
bank syariah
Table 15. Pro dan Kontra Pendirian Perusahaan Syariah oleh Konsorsium Bank Induk untuk menjadi Holding Bank Syariah
8.3.3. PENDIRIAN PERUSAHAAN SEKURITAS SYARIAH BUMN
BARU ATAU PEMANFAATAN BUMN EXISTING
63
Alternatif ketiga untuk pendirian perusahan sekuritas
syariah adalah dengan mendirikan perusahaan sekuritas
syariah BUMN baru yang fokus pada fungsi investasi dan
digitalisasi. Keuntungan dari didirikannya perusahaan
sekuritas syariah baru yang merupakan BUMN adalah
adanya BUMN yang fokus pada fungsi bank investasi
syariah. Selain itu, perusahaan tersebut dapat memiliki
akses yang lebih luas untuk bersinergi dengan ekosistem
investasi di BUMN baik dari basis proyek dan emiten
maupun basis investor. Kemudian, perusahaan ini dapat
menjadi holding bank-bank syariah milik BUMN. Apabila
perusahaan efek syariah dibentuk oleh bank konvensional
BUMN, status bank syariah menjadi anak dari anak
perusahaan BUMN. Apabila perusahaan efek syariahnya
langsung dibentuk sebagai BUMN, bank syariah tetap
menjadi anak perusahaan BUMN dan tidak ada
penurunan status. Fungsi bank investasi syariah juga
dapat dilakukan oleh BUMN yang sudah ada saat ini
dengan membentuk unit bank investasi syariah pada
internal BUMN tersebut.
Akan tetapi, tentu perlu perencanaan matang termasuk
analisis pasar dan persiapan ekosistem yang akan
mendukung sustainability perusahaan. SDM dan
infrastruktur perusahaan baru ini harus dibentuk terlebih
dahulu, begitu pula dengan basis emiten dan investornya.
Dengan status sebagai BUMN, akan ada pengawasan dan
audit dari BPK atas operasional perusahaan sekuritas
syariah agar tidak menimbulkan kerugian pada negara.
Untuk itu, perlu dilakukan sosialisasi kepada BPK terkait
konsep investasi bahwa pasti ada risiko kerugian yang
ditanggung oleh perusahaan sekuritas syariah ini. Selain
itu, pembentukan BUMN baru juga akan memakan waktu
yang lama karena harus ada penanaman modal dari
pemerintah dan untuk itu perlu persetujuan dari DPR.
Alternatif pembentukan Perusahaan Baru:
1. Pendirian perusahaan sekuritas syariah BUMN baru
oleh Pemerintah
2. Konversi BUMN yang ada menjadi BUMN perusahaan
sekuritas syariah
3. Pembentukan unit bank investasi syariah pada BUMN
yang sudah ada
Alternatif Skenario Pro Kontra
Pendirian perusahaan sekuritas
syariah BUMN baru oleh
pemerintah
1. Ada BUMN yang fokus
melakukan fungsi bank
investasi syariah
2. Bisa bersinergi dengan
ekosistem BUMN lain dari
sisi investor maupun
emiten
3. Dapat menjadi holding
bank-bank syariah milik
BUMN
1. Perlu kajian lebih lanjut
terkait kelayakan bisnis
perusahaan sekuritas
syariah yang didirikan
2. Perlu ada penanaman
modal dari pemerintah
yang memerlukan
persetujuan DPR
3. Akan ada audit dari BPK,
BPK perlu diedukasi terkait
investasi syariah
Konversi BUMN yang ada menjadi
perusahaan sekuritas syariah
BUMN
1. Ada BUMN yang fokus
melakukan fungsi bank
investasi syariah
2. Bisa bersinergi dengan
ekosistem BUMN lain dari
sisi investor maupun
emiten
3. Sudah memiliki
infrastruktur dan
distribution channel yang
memadai
1. Kemungkinan ada resistensi
dari pegawai
2. Perlu ada penyesuaian
Anggaran Dasar
perusahaan
3. Perlu ada pengalihan
portofolio dan penyesuaian
akad atas segala transaksi
yang telah dilakukan
4. Akan ada audit dari BPK,
BPK perlu diedukasi terkait
investasi syariah
Table 16. Pro dan Kontra Pendirian Perusahaan Sekuritas Syariah BUMN Baru atau Pemanfaatan BUMN Existing
64
Pembentukan unit bank
investasi syariah pada BUMN
yang sudah ada
1. Ada BUMN yang fokus
melakukan fungsi bank
investasi syariah
2. Bisa bersinergi dengan
ekosistem BUMN lain dari
sisi investor maupun
emiten
3. Unit bank investasi
syariah dapat didukung
secara penuh oleh BUMN
induk
1. Fokus secara company
wide belum penuh pada
fungsi bank investasi
syariah
2. Akan ada audit dari BPK,
BPK perlu diedukasi
terkait investasi syariah
8.4. REKOMENDASI INTERVENSI PEMERINTAH
Untuk memperbesar pangsa pasar keuangan syariah,
perlu ada intervensi dan keberpihakan dari pemerintah,
mengingat kondisi pasar keuangan syariah yang belum
mencapai skala ekonomis jika dibandingkan dengan pasar
keuangan konvesional.
Dari hasil wawancara dan FGD yang telah dilakukan,
berikut adalah beberapa aspirasi yang disampaikan oleh
pihak-pihak terkait untuk mempercepat pengembangan
keuangan syariah, khususnya pasar modal syariah:
8.4.1. REKOMENDASI INTERVENSI PEMERINTAH UNTUK
MENGEMBANGKAN PASAR MODAL SYARIAH SECARA UMUM
1. Mewajibkan perusahaan BUMN untuk menerbitkan
instrumen pembiayaan berbasis syariah minimal
20% dari total kebutuhan pembiayaan perusahaan
Dengan mengeluarkan kebijakan tersebut, prospek
bisnis perusahaan sekuritas syariah dapat terjamin.
Selain itu, dengan lebih banyaknya emiten yang
menerbitkan instrumen pasar modal syariah dapat
memperkaya portfolio investasi untuk institusi
keuangan syariah secara umum, seperti bank,
manajer investasi, asuransi dan dana pensiun syariah
serta Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
Banyaknya variasi instrumen investasi keuangan
syariah juga dapat menarik investor dari luar negeri
yang hanya ingin berinvestasi pada instrumen
dengan karakteristik khusus yang sesuai dengan nilai
syariah seperti investor dari Timur Tengah maupun
impact investor yang memperhatikan dampak sosial
dan lingkungan dari investasi yang dilakukan.
2. Mendorong peningkatan kualitas dan kuantitas
SDM industri keuangan syariah
Salah satu masalah utama pada industri pasar modal
syariah adalah kurangnya jumlah SDM berkualitas
yang memiliki pengetahuan terkait keuangan syariah.
Oleh karena itu, peningkatan jumlah SDM yang
bersertifikasi ASPM dapat memberikan pengaruh
yang signifikan terhadap perkembangan pasar modal
syariah. Selain itu, perlu ada dukungan bagi SDM
keuangan syariah yang ingin melanjutkan pendidikan
ke jenjang yang lebih tinggi, terutama untuk
mempelajari best practice dari negara-negara yang
industri keuangan syariahnya sudah lebih maju
dibandingkan Indonesia. Peningkatan kualitas dan
kuantitas SDM industri keuangan syariah akan
menunjang kualitas produk dan jasa yang disediakan
sehingga semakin banyak emiten dan investor yang
menggunakan produk dan jasa industri keuangan
syariah.
3. Mewajibkan pendanaan pembangunan infrastruktur
negara dipenuhi melalui instrumen pembiayaan
syariah dengan proporsi sebesar 20% dari total
pendanaan
Nilai pembiayaan infrastruktur yang sangat besar
juga dapat menjamin prospek bisnis perusahaan
sekuritas syariah kedepannya. Meskipun hanya
sebagian kecil yang mungkin akan dibiayai dengan
instrumen syariah, namun dampak terhadap 65
perkembangan pasar modal syariah khususnya
perusahaan sekuritas syariah sangatlah besar. Proyek
pembangunan infrastruktur negara juga dapat menjadi
underlying asset yang memiliki risiko rendah karena
keberhasilan proyek tersebut dijamin oleh negara
(sovereign risk).
4. Memberikan insentif pajak untuk penerbitan
maupun penempatan dana pada produk investasi
syariah
Berdasarkan hasil wawancara, diyakini secara pasti
oleh para pemain di pasar modal syariah bahwa
insentif pajak dapat meningkatkan jumlah investor
dan issuer secara signifikan yang pada akhirnya
memberikan akselerasi pada perkembangan industri
keuangan syariah secara keseluruhan. Perlu
dilakukan kajian yang komprehensif untuk
mengidentifikasi transaksi-transaksi keuangan syariah
yang memiliki permasalahan terkait perpajakannya.
8.4.2. REKOMENDASI INTERVENSI PEMERINTAH DALAM
PENDIRIAN PERUSAHAAN SEKURITAS SYARIAH
1. Memberi perizinan bagi UUS atau anak usaha
syariah perusahaan sekuritas dan manajer investasi
untuk melakukan leveraging kepada induknya
Apabila perusahaan sekuritas syariah didirikan dalam
bentuk UUS atau anak usaha syariah di bawah
perusahaan sekuritas yang sudah ada saat ini,
perusahaan baru tersebut dapat memanfaatkan
infrastruktur milik induknya dengan leveraging.
Dengan diperbolehkannya UUS dan anak usaha
syariah melakukan leveraging kepada induknya,
beban operasional perusahaan sekuritas syariah
dapat ditekan secara signifikan. Biaya yang dapat
dikurangi, salah satu contohnya adalah biaya untuk
investasi pembentukan sistem teknologi dan
informasi.
2. Memberi perizinan bagi bank syariah yang
melakukan fungsi investment banking
Salah satu rekomendasi skenario pembentukan bank
investasi syariah adalah dengan memberikan fungsi
investasi bagi bank syariah. Namun, skenario
tersebut masih terkendala payung hukum yang
belum sesuai karena perbankan tidak diperbolehkan
melakukan fungsi investasi di pasar modal. Oleh
karena itu, regulator perlu memberikan izin bagi
bank syariah untuk menjalankan fungsi investment
banking.
3. Memberikan penanaman modal untuk pendirian
perusahaan sekuritas syariah BUMN
Perusahaan sekuritas syariah juga dapat didirikan
dalam bentuk BUMN baru. Untuk itu, pemerintah
perlu melakukan penanaman modal. Menurut
Peraturan OJK No. 20/POJK.04/2016 tentang
Perizinan Perusahaan Efek, modal minimum yang
harus disetor untuk perusahaan efek yang
menjalankan kegiatan sebagai penjamin emisi efek
adalah Rp50 miliar. Untuk melakukan penyetoran
modal tersebut, pemerintah harus memperoleh
persetujuan dari DPR.
66
Industri keuangan
syariah di
Indonesia,
khususnya pasar
modal syariah,
masih
membutuhkan
dukungan dalam
pengembangannya
9 | KESIMPULAN
Industri keuangan syariah di Indonesia, khususnya pasar
modal syariah, masih membutuhkan dukungan dalam
pengembangannya. Beberapa permasalahan dalam
pengembangan pasar modal syariah adalah rendahnya
tingkat literasi dan inklusi pasar modal syariah pada
masyarakat, terbatasnya variasi instrumen keuangan
syariah yang diterbitkan untuk memenuhi kebutuhan
emiten, tidak likuidnya pasar sekunder sukuk, dan belum
adanya institusi yang secara fokus mengembangkan pasar
modal syariah di Indonesia. Padahal, pasar modal syariah
memiliki potensi yang dapat dimanfaatkan.
Saat ini, pemerintah membutuhkan dana yang besar
untuk pemenuhan kebutuhan pendanaan untuk
pembangunan infrastruktur. Industri keuangan syariah
seharusnya bisa ikut serta berkontribusi dalam
pendanaan pembangunan infrastruktur ini, terutama
untuk infrastruktur yang mendukung tercapainya
Sustainable Development Goals. Selain itu, terdapat
kebutuhan instrumen investasi baik jangka pendek
maupun jangka panjang untuk lembaga-lembaga
keuangan syariah. Investasi jangka pendek dibutuhkan
oleh perbankan syariah yang dalam jangka pendek ini
memiliki likuiditas berlebih tetapi belum memiliki
instrumen investasi yang memberikan imbal hasil optimal.
Investasi jangka panjang dibutuhkan oleh lembaga
keuangan syariah seperti manajer investasi, takaful, dan
dana pensiun syariah. Instrumen investasi jangka panjang
juga dibutuhkan oleh lembaga-lembaga seperti BPKH,
BPJS Ketenagakerjaan, dan BPJS Kesehatan. Industri
keuangan syariah juga dapat memanfaatkan adanya tren
hijrah di masyarakat yang mulai memiliki preferensi
terhadap investasi syariah dan tren green investor yang
memiliki preferensi terhadap investasi yang ramah
lingkungan. Secara konsep, seharusnya produk investasi
yang sesuai syariah juga memiliki perhatian terhadap
kelestarian lingkungan.
67
Untuk mengatasi permasalahan dan mengoptimalkan
potensi yang dimiliki oleh industri keuangan syariah, salah
satu langkah yang dapat dilakukan adalah dengan
mendirikan perusahaan efek yang memiliki fungsi bank
investasi syariah di Indonesia. Berdasarkan analisis
urgensi yang dilakukan dalam preliminary study ini,
perusahaan efek perlu didirikan dengan tujuan di
antaranya untuk:
1. Mengisi kesenjangan ekosistem keuangan syariah,
dimana belum ada perusahaan sekuritas full-fledged
syariah yang dapat lebih fokus mendorong
penerbitan instrumen-instrumen keuangan syariah
yang dapat dimanfaatkan oleh bank syariah sebagai
instrumen likuiditas maupun instrumen investasi
jangka panjang.
2. Menjadi market maker pasar sekunder penjualan
sukuk agar pasar sekunder sukuk menjadi lebih likuid.
3. Mempercepat inovasi-inovasi produk keuangan
syariah khususnya pasar modal syariah.
4. Membantu bank-bank syariah dalam
mengembangkan produk-produk investasi syariah.
5. Membantu percepatan peningkatan literasi pasar
modal syariah.
Di Indonesia, fungsi bank investasi yang penting untuk
mendukung perkembangan pasar modal syariah adalah
penjamin emisi efek dan perantara perdagangan efek.
Fungsi-fungsi ini di Indonesia dilakukan oleh perusahaan
sekuritas sehingga bentuk perusahaan efek yang
direkomendasikan adalah perusahaan sekuritas.
Preliminary study ini juga mengidentifikasi alternatif
skenario pembentukan perusahaan sekuritas syariah yang
dapat dilakukan. Alternatif tersebut di antaranya adalah:
1. Pemanfaatan Perusahaan Sekuritas Existing
a. Pembentukan Unit Usaha Syariah oleh
perusahaan sekuritas yang sudah ada
b. Pendirian anak usaha (subsidiary) syariah oleh
perusahaan sekuritas yang sudah ada
c. Konversi perusahaan sekuritas yang ada saat ini
menjadi perusahaan sekuritas syariah
d. Pendiriaan perusahaan sekuritas syariah oleh
konsorsium perusahaan sekuritas yang sudah
ada
2. Pemanfataan Bank Syariah Existing
a. Pembentukan direktorat bank investasi pada
bank syariah yang sudah ada
b. Pendirian anak usaha (subsidiary) perusahaan
sekuritas oleh bank syariah yang sudah ada
c. Pendirian perusahaan sekuritas syariah oleh
konsorsium bank induk konvensional untuk
menjadi holding bank syariah
3. Pendirian perusahaan sekuritas syariah BUMN baru
atau pemanfaatan BUMN Existing
a. Pendirian perusahaan sekuritas syariah BUMN
baru oleh Pemerintah
b. Konversi BUMN yang ada menjadi perusahaan
sekuritas syariah BUMN
c. Pembentukan unit bank investasi syariah pada
BUMN yang sudah ada
Berdasarkan diskusi-diskusi yang sudah dilakukan,
preliminary study ini merekomendasikan agar didirikan
perusahaan sekuritas syariah baru yang bersifat full-
fledge. Perusahaan sekuritas syariah ini dapat didirikan
sebagai anak usaha dari perusahaan sekuritas, bank, atau
lembaga pembiayaan infrastruktur yang sudah ada saat
ini. Perusahaan yang sudah ada ini dapat membentuk
anak usaha secara individu maupun konsorsium dengan
perusahaan-perusahaan lain. Perusahaan sekuritas
syariah juga dapat dibentuk sebagai BUMN oleh
pemerintah Indonesia. Perusahaan sekuritas existing yang
saat ini telah memfasilitasi penjaminan emisi efek syariah
dan perantara perdagangan efek syariah juga
direkomendasikan untuk membentuk unit syariah yang
lebih fokus melakukan fungsi bank investasi syariah.
Adanya perusahaan sekuritas syariah yang berdiri sendiri
dapat memastikan adanya institusi yang secara fokus
melaksanakan fungsi-fungsi bank investasi yang
dibutuhkan untuk mengembangkan pasar modal syariah
di Indonesia. Apabila perusahaan sekuritas dibentuk
sebagai anak usaha dari lembaga keuangan yang ada saat
ini, perusahaan tersebut dapat memperoleh dukungan
berupa SDM, infrastruktur, maupun basis emiten/proyek
dan investor yang telah dimiliki oleh induknya. Apabila
dibentuk sebagai BUMN, perusahaan sekuritas syariah
akan memiliki akses yang lebih luas pada ekosistem
investasi di BUMN baik dari basis proyek dan emiten
maupun basis investor. 68
Di luar pendirian perusahaan efek syariah, diperlukan
dukungan dari pemerintah untuk pengembangan pasar
modal syariah. Pemerintah dapat mendorong
perusahaan BUMN untuk menerbitkan instrumen
pembiayaan berbasis syariah minimal 20% dari total
kebutuhan pembiayaan perusahaan, mendorong
pemenuhan kebutuhan pendanaan pembangunan
infrastruktur melalui instrumen pembiayaan syariah
minimal 20% dari total kebutuhan pendanaan, dan
memberikan insentif pajak untuk penerbitan maupun
penempatan dana pada produk investasi syariah. Selain
itu, berdasarkan alternatif pendirian perusahaan sekuritas
syariah yang direkomendasikan, pemerintah dapat
memberikan dukungan berupa pemberian izin bagi UUS
atau anak usaha syariah perusahaan sekuritas dan
manajer investasi untuk melakukan leveraging kepada
induknya atau pemberian penanaman modal untuk
pendirian perusahaan sekuritas syariah BUMN.
69
Topik Interview Statements
Pasar Modal Syariah
Sukuk “Banyak perusahaan menerbitkan sukuk karena keinginan dari direksinya, bukan karena
melihat sukuk sebagai alternatif pembiayaan”
"Bank seringkali hold to maturity sukuk karna dilihat liquid dan meminta premium, hal ini
menjadi lebih menguntungkan untuk di-htm. Oleh karena itu, pasar sukuk semakin tidak
liquid"
Tambahan cost untuk sukuk tidak signifikan secara bisnis”
“Emiten enggan menerbitkan sukuk karena sudah terbiasa dengan obligasi”
“Emiten memiliki kepentingan untuk menerbitkan sukuk karena dapat memperluas
portfolio investornya.”
“Potensi utama dari pasar modal syariah itu adalah awareness para pimpinan di bisnis
mulai muncul untuk hijrah ke syariah"
“Proporsi besar yang masuk ke sukuk korporasi di Indonesia adalah reksadana lokal"
Penyerapan sukuk oleh investor bukanlah suatu masalah.”
“Bukan masalah biaya, namun pricing sukuk yang selalu lebih tinggi menjadi alasan saya
belum menerbitkan sukuk”
Perkembangan Pasar “Salah satu alasan Bank Syariah market share-nya rendah karena belum ada peran
pemerintah yg cukup. “
“Regulasi dan peraturan yang longgar menjadi salah satu alasan Malaysia dapat lebih
berkembang “
Sumber Daya Manusia “Permsalahannya bukanlah ide pembuatan institusinya, namun cara mendapatkan SDM
yang bisa menjalankan idenya dengan baik.”
“SDM di unit syariah adalah layer 2, sementara di bank induk diberikan yang terbaik.
Literasi Stakeholder “Salah satu yang perlu diperhatikan adalah literasi terkait pasar modal syariah dari seluruh
stakeholder. Banyak issuer yg gapaham, sebenarnya bisa nerbitin sukuk tp merasa gak
bisa.”
“Emiten itu perlu juga untuk diedukasi secara komersil dan practicality mengenai produk
syariah, tidak hanya dari segi kepercayaaan”
“Perlu dibuat istilah2 yang universal dalam transaksi syariah yang dapat menggantikan
istilah2 arab”
Manajer Investasi“Proporsi besar yang masuk ke sukuk corporate di Indonesia adalah reksadana lokal
sehingga bisa diberi insentif kepada manajer-manajer investasi.”
“Reksa dana syariah belum terlalu berkembang dari sisi produk karena memang sedikit
instrumen yang tersedia di pasar”
LAMPIRAN
Tabel Lengkap Interview Statements
Investor “Yang paling efektif menghimpun dana yang sifatnya syariah adalah melalui pemuka
agama”
“Masih banyak investor syariah yang memasukkan dananya ke bank syariah. Masih kecil
penempatan dana ke pasar modal”
“Konsumen retail untuk sekuritas potensinya besar, tapi di lapangan masih sulit karna
ada settlement risk yg juga perlu biaya.”70
Topik Interview Statements
Bank Investasi Syariah
Bentuk Bank Investasi
Syariah“Banyak pembuatan institusi yang dijalankannya tidak konsisten sehingga hasilnya kacau.
Oleh karena itu, saya tidak setuju jika harus membuat institusi baru.
“Ada banyak permasalahan yang akan dihadapi dalam pembuatan bank investasi syariah
dari nol (institusi baru), seperti harus menyiapan modal dan sistem sendiri.”
“Kami belum melihat urgensi pembuatan bank investasi syariah saat ini”
“Kalo mengenai perlunya bank investasi syariah? Perlu! Tetapi masyarakat harus diedukasi
juga mengenai industri keuangan syariah”
“Jika ingin membentuk bank investasi syariah, lebih baik terpisah secara legal”
“Mandiri sekuritas melihat potensi pasar syariah sangat besar di Indonesia. Khusus untuk
perbankan investasi, mandiri melihat adanya dedicated entity itu sangat penting.”
“Bentuknya lebih baik bank investasi syariah sendiri karena akan lebih fokus
pengelolaannya dan akselerasi pertumbuhannya bisa lebih cepat”
“Untuk kondisi saat ini, belum perlu dibentuk bank investasi syariah karena isu sebenarnya
adalah pada emiten yang masih sedikit menerbitkan sukuk”
Tahapan
Pembentukan “Lebih baik mendirikan unit khusus syariah terlebih dahulu di sekuritas, lalu personil mulai
diequip ASPM secara bertahap
“Adanya enforcement untuk pembentukan bank investasi syariah itu baik, kasih tenggat
waktu aja, sama dengan kasus bank.
“Baik bentuknya anak usaha sekuritas, bank syariah ataupun pembuatan institusi baru
dapat dilakukan (doable) pada tahapnya masing-masing, tapi harus diawali dengan unit”
“Perlu beri keleluasan untuk bank investasi memilih kapan untuk spin off unit usaha
syariah karena secara practical juga bank investasi harus menghitung untung ruginya,
justifikasi bisnis harus jelas”
Topik Interview Statements
Intervensi Pemerintah
Situasi dan
Rekomendasi“Perlu adanya keberpihakan regulator kepada industri syariah”
“Diperlukan kebiajakan mendorong (push incentive) berupa instruksi pada BUMN untuk
memerbitkan sukuk dengan proprsi tertentu. Selain itu dapat juga dilakukan kebijkan
menarik (pull incentive) berupa relaksasi pajak. Dan di Indonesia tidak ada dua2nya
sehingga perlu diterapkan salah satu minimal. Dan yang lebih feasible dan mudah adalah
push incentive dibandingkan pajak.”
71
Pendirian Bank Investasi
SyariahIsu Kutipan dari Interview
Peran Pemerintah
Perlu dorongan dan
penetapan target
milestone persiapan
pembentukan bank
investasi syariah
“Sebaiknya diberikan enforcement dan tenggat waktu untuk target-target
tertentu, contohnya dalam 2 tahun 20% SDM sekuritas harus
bersertifikasi ASPM dan dalam 5 tahun UUS harus spin-off.”
“Diperlukan push incentive berupa instruksi pada BUMN untuk
menerbitkan sukuk dengan proporsi tertentu, kemudian didukung oleh
pull incentive berupa relaksasi pajak.”
Urgensi Bank Investasi
Syariah
Berbagai pandangan
urgensi pembentukan
bank investasi syariah
“Kami belum melihat urgensi bank investasi syariah, yang penting adalah
mendorong emiten menerbitkan instrumen syariah”
“Bank investasi syariah sebagai satu entitas sendiri perlu dibentuk agar
ada perusahaan yang fokus pada fungsi investasi syariah”
Pendirian Bank Investasi
Syariah
1. UUS/anak usaha
perusahaan sekuritas
dan manajer investasi
2. Direktorat/anak
usaha investasi bank
syariah
3. Entitas bank
investasi syariah baru
“Pembentukan anak usaha syariah sekuritas, anak usaha bank investasi
pada bank syariah, ataupun institusi baru semuanya dapat dilakukan.”
“Banyak pembuatan institusi yang dijalankannya tidak konsisten sehingga
hasilnya kacau. Oleh karena itu, saya tidak setuju jika harus membuat
institusi baru.
“Ada banyak permasalahan yang akan dihadapi dalam pembuatan bank
investasi syariah dari nol (institusi baru), seperti harus menyiapan modal
dan sistem sendiri.”
“Kami belum melihat urgensi pembuatan bank investasi syariah saat ini”
“Kalo mengenai perlunya bank investasi syariah? Perlu! Tetapi
masyarakat harus diedukasi juga mengenai industri keuangan syariah”
“Jika ingin membentuk bank investasi syariah, lebih baik terpisah secara
legal”
“Mandiri sekuritas melihat potensi pasar syariah sangat besar di
Indonesia. Khusus untuk perbankan investasi, mandiri melihat adanya
dedicated entity itu sangat penting.”
“Bentuknya lebih baik bank investasi syariah sendiri karena akan lebih
fokus pengelolaannya dan akselerasi pertumbuhannya bisa lebih cepat”
“Untuk kondisi saat ini, belum perlu dibentuk bank investasi syariah
karena isu sebenarnya adalah pada emiten yang masih sedikit
menerbitkan sukuk”
72