Download - Case Report Session HEG Herik
Case Report Session
HIPEREMESIS GRAVIDARUM
Oleh:
Herik Okta Jonanda 1010313073
Preseptor :
dr. Syahredi S.A, Sp.OG(K)
BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI RSUP DR. M. DJAMILFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG 2015
BAB I
TINJUAN PUSTAKA
A. HIPEREMESIS GRAVIDARUM
1. Definisi
Hiperemesis gravidarum adalah keadaan dimana penderita mual dan muntah
berlebihan, lebih dari 10 kali dalam 24 jam atau setiap saat, sehingga menggganggu
kesehatan dan pekerjaan sehari – hari (Arief, 2009). Hiperemesis Gravidarum adalah
kondisi mual dan muntah yang berat selama kehamilan, yang terjadi pada 1 %-2 % dari
semua kehamilan atau 1-20 pasien per 1000 kehamilan.
2. Etiologi
Hiperemesis gravidarum atau mual dan muntah yang dirasakan ibu hamil belum
diketahui penyebabnya secara pasti, tetapi terdapat beberapa teori yang mengajukan
keterlibatan faktor-faktor biologis, sosial dan psikologis. Faktor biologis yang paling
berperan adalah perubahan kadar hormon selama kehamilan (Gunawan et al., 2011).
Teori yang dikemukakan untuk menjelaskan patogenesis hiperemesis gravidarum
yaitu faktor endokrin dan faktor non endokrin. Faktor endokrin antara lain Human
Chorionic Gonodotrophin, estrogen, progesteron, Thyroid Stimulating Hormone,
Adrenocorticotropine Hormone, human Growth Hormone, prolactin dan leptin. Faktor
non endokrin antara lain immunologi, disfungsi gastrointestinal, infeksi Helicobacter
pylori, kelainan enzym metabolik, defisiensi nutrisi, anatomi dan psikologis.
3. Faktor risiko
Faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan hiperemesis gravidarum antara lain
hiperemesis gravidarum pada kehamilan sebelumnya, berat badan berlebih, kehamilan
multipel, penyakit trofoblastik, nuliparitas dan merokok (Gunawan et al., 2011).
4. Klasifikasi
Hiperemesis gravidarum dapat diklasifikasikan secara klinis menjadi hiperemesis
gravidarum tingkat I, II dan III.
a. Hiperemesis gravidarum tingkat I ditandai oleh :
Muntah yang terus-menerus disertai dengan penurunan nafsu makan dan minum.
Berat badan menurun dan nyeri epigastrium. Pasien awalnya memuntahkan
makanan, kemudian lendir beserta sedikit cairan empedu, dan dapat keluar darah
jika keluhan muntah terus berlanjut.
Frekuensi nadi meningkat sampai 100 kali per menit dan tekanan darah sistolik
menurun.
Pada pemeriksaan fisis ditemukan mata cekung, lidah kering, penurunan turgor
kulit dan penurunan jumlah urin.
b. Pada hiperemesis gravidarum tingkat II yaitu:
Pasien memuntahkan semua yang dimakan dan diminum
Berat badan cepat menurun, dan ada rasa haus yang hebat.
Frekuensi nadi 100-140 kali/menit dan tekanan darah sistolik kurang dari 80
mmHg
Pasien terlihat apatis, pucat, lidah kotor, kadang ikterus, dan ditemukan aseton
serta bilirubin dalam urin.
c. Hiperemesis gravidarum tingkat III sangat jarang terjadi.
Keadaan ini merupakan kelanjutan dari hiperemesis gravidarum tingkat II yang
ditandai dengan muntah yang berkurang atau bahkan berhenti, tetapi kesadaran pasien
menurun (delirium sampai koma). Pasien dapat mengalami ikterus, sianosis,
nistagmus, gangguan jantung dan dalam urin ditemukan bilirubin dan protein.
5. Patofisiologi
Muntah adalah suatu cara dimana saluran cerna bagian atas membuang isinya bila
terjadi iritasi, rangsangan atau tegangan yang berlebihan pada usus. Muntah merupakan
refleks terintegratif dan efektor yang bersifat otonom somatik. Rangsangan saluran cerna
dihantarkan melalui saraf vagus dan aferen simpatis menuju pusat muntah. Pusat muntah
juga menerima rangsangan dari pusat-pusat yang lebih tinggi pada serebral, dari
chemoreceptor trigger zone (CTZ) pada area postrema dan dari aparatus vestibular via
serebelum. Signal-signal perifer melewati trigger zone mencapai pusat muntah melalui
nukleus traktus solitarius. Pusat muntah berada pada dorsolateral daerah formasi
retikularis dari medula oblongata. Pusat muntah berdekatan dengan pusat pernafasan dan
pusat vasomotor. Rangsang aferen dari pusat muntah dihantarkan melalui saraf kranial V,
VII, X, XII ke saluran cerna bagian atas dan melalui saraf spinal ke diafragma, otot iga,
dan otot abdomen.
Teori terbaru menjelaskan bahwa peningkatan kadar human chorionic gonadotropin
(hCG) akan menginduksi ovarium untuk memproduksi estrogen, yang dapat merangsang
mual dan muntah. Perempuan dengan kehamilan ganda atau mola hidatidosa yang
diketahui memiliki kadar hCG lebih tinggi daripada perempuan hamil lain mengalami
keluhan mual dan muntah yang lebih berat (Gunawan et al., 2011).
Progesteron juga diduga menyebabkan mual dan muntah dengan cara menghambat
motilitas lambung dan irama kontraksi otot-otot polos lambung. Penurunan kadar
thyrotropin-stimulating hor-mone (TSH) pada awal kehamilan juga berhubungan dengan
hiperemesis gravidarum meskipun mekanismenya belum jelas. Hiperemesis gravidarum
merefleksikan perubahan hormonal yang lebih drastis dibandingkan kehamilan biasa
(Gunawan et al., 2011).
6. Diagnosis
Hiperemesis gravidarum dimulai dengan menegakkan diagnosis kehamilan terlebih
dahulu. Anamnesis dapat ditemukan keluhan amenorea, serta mual dan muntah berat
yang mengganggu aktivitas sehari-hari. Pemeriksaan obstetrik dapat dilakukan untuk
menemukan tanda-tanda kehamilan, yakni uterus yang besarnya sesuai usia kehamilan
dengan konsistensi lunak dan serviks yang livid. Pemeriksaan penunjang kadar β-hCG
dalam urin pagi hari dapat membantu menegakkan diagnosis kehamilan (Gunawan et al.,
2011).
Keluhan muntah yang berat dan persisten tidak selalu menandakan hiperemesis
gravidarum. Penyakit gastrointestinal, pielonefritis dan penyakit metabolik merupakan
penyebab yang perlu dieksklusi. Indikator sederhana yang berguna adalah awitan mual
dan muntah pada hiperemesis gravidarum biasanya dimulai dalam delapan minggu
setelah hari pertama haid terakhir, sehingga awitan trimester kedua atau ketiga
menurunkan kemungkinan hiperemesis gravidarum. Demam, nyeri perut atau sakit kepala
juga bukan merupakan gejala khas hiperemesis gravidarum. Pemeriksaan ultrasonografi
perlu dilakukan untuk mendeteksi kehamilan ganda atau mola hidatidosa (Gunawan et al.,
2011).
Ulkus peptikum, kolestasis obstetrik, perlemakan hati akut, apendisitis akut, diare
akut, hipertiroidisme dan infeksi Helicobacter pylori merupakan diagnosis banding
hiperemesis gravidarum. Ulkus peptikum pada ibu hamil biasanya adalah penyakit ulkus
peptikum kronik yang mengalami eksaserbasi sehingga dalam anamnesis dapat
ditemukan riwayat sebelumnya. Gejala khas ulkus peptikum adalah nyeri epigastrium
yang berkurang dengan makanan atau antasid dan memberat dengan alkohol, kopi atau
obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS). Nyeri tekan epigastrium, hematemesis dan
melena dapat ditemukan pada ulkus peptikum. Pada kolestasis dapat ditemukan pruritus
pada seluruh tubuh tanpa adanya ruam. ikterus, warna urin gelap dan tinja berwarna pucat
disertai peningkatan kadar enzim hati dan bilirubin.
Gejala pada perlemakan hati akut yaitu kegagalan fungsi hati seperti hipoglikemia,
gangguan pembekuan darah, dan perubahan kesadaran sekunder akibat ensefalopati
hepatik. Hepatitis virus akut dan keeracunan parasetamol juga dapat menyebabkan
gambaran klinis gagal hati.
Pasien dengan apendisitis akut biasanya mengalami demam dan nyeri perut kanan
bawah. Nyeri dapat berupa nyeri tekan maupun nyeri lepas dan lokasi nyeri dapat
berpindah ke atas sesuai usia kehamilan karena uterus yang semakin membesar.
Apendisitis akut pada kehamilan memiliki tanda-tanda yang khas, yaitu tanda Bryan
(timbul nyeri bila uterus digeser ke kanan) dan tanda Alder (apabila pasien berbaring
miring ke kiri, letak nyeri tidak berubah).
Penyakit Graves meskipun jarang juga dapat menyebabkan hiperemesis, oleh karena
itu perlu dicari apakah terdapat peningkatan FT4 atau penurunan TSH. Kadar FT4 dan
TSH pada pasien hiperemesis gravidarum dapat sama dengan pasien penyakit Graves,
tetapi pasien hiperemesis tidak memiliki antibodi tiroid atau temuan klinis penyakit
Graves, seperti proptosis dan pembesaran kelenjar tiroid. Kadar FT4 yang meningkat
tanpa didapatkan bukti penyakit Graves, pemeriksaan tersebut perlu diulang pada usia
gestasi yang lebih lanjut, yaitu sekitar 20 minggu usia gestasi, saat kadar FT4 dapat
menjadi normal pada pasien tanpa hipertiroi-disme. Propiltiourasil yang diberikan pada
pasien hipertiroidisme dapat meredakan gejala-gejala hipertiroidisme, tetapi tidak
meredakan mual dan muntah. Studi lain menemukan adanya hubungan antara infeksi
kronik Helicobacter pylori dengan terjadinya hiperemesis gravidarum.
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan antara lain, pemeriksaan darah
lengkap, pemeriksaan kadar elektrolit, keton urin, tes fungsi hati, dan urinalisa untuk
menyingkirkan penyebab lain. Pemeriksaan T3 dan T4 dilakukan bila curiga
hyperthyroidism. Dokter juga harus melakukan pemeriksaan ultrasonografi untuk
menyingkirkan kehamilan mola.
7. Tatalaksana
a. Tatalaksana emesis Gravidarum
1) Tatalaksana Awal
Tata laksana awal dan utama untuk mual dan muntah tanpa komplikasi adalah
istirahat dan menghindari makanan yang merangsang, seperti makanan pedas,
makanan berlemak, atau suplemen besi. Perubahan pola diet yang sederhana, yaitu
mengkonsumsi makanan dan minuman dalam porsi yang kecil namun sering cukup
efektif untuk mengatasi mual dan muntah derajat ringan.
Jenis makanan yang direkomendasikan adalah makanan ringan, kacang-
kacangan, produk susu, kacang panjang, dan biskuit kering. Minuman elektrolit dan
suplemen nutrisi peroral disarankan sebagai tambahan untuk memastikan terjaganya
keseimbangan elektrolit dan pemenuhan kebutuhan kalori. Menu makanan yang
banyak mengandung protein juga memiliki efek positif karena bersifat eupepticdan
efektif meredakan mual. Manajemen stres juga dapat berperan dalam menurunkan
gejala mual.
2) Tata Laksana Farmakologis
Emesis gravidarum diberikan obat apabila perubahan pola makan tidak
mengurangi gejala, sedangkan pada hiperemesis gravidarum obat-obatan diberikan
setelah rehidrasi dan kondisi hemodinamik stabil.
Pemberian obat secara intravena dipertimbangkan jika toleransi oral pasien
buruk. Obat-obatan yang digunakan antara lain adalah vita-min B6 (piridoksin),
antihistamin dan agen-agen prokinetik. American College of Obstetricians and
Gynecologists (ACOG) merekomendasikan 10 mg piridoksin ditambah 12,5 mg
doxylamine per oral setiap 8 jam sebagai farmakoterapi lini pertama yang aman dan
efektif.
Penelitian randomized trial menjelaskan bahwa kombinasi piridoksin dan
doxylamine terbukti menurunkan 70% mual dan muntah dalam kehamilan.
Suplementasi dengan tiamin dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi
berat hiperemesis, yaitu Wernicke’ s encephalopathy. Komplikasi ini jarang terjadi,
tetapi perlu diwaspadai jika terdapat muntah berat yang disertai dengan gejala okular,
seperti perdarahan retina atau hambatan gerakan ekstraokular .
Antiemetik konvensional, seperti fenotiazin dan ben-zamin, telah terbukti efektif
dan aman bagi ibu. Antiemetik seperti proklorperazin, prometazin, klorpromazin
menyem-buhkan mual dan muntah dengan cara menghambat post synaptic mesolimbic
dopamine receptors melalui efek antikolinergik dan penekanan reticular activating
system. Obat-obatan tersebut dikontraindikasikan terhadap pasien dengan
hipersensitivitas terhadap golongan fenotiazin, penyakit kardiovaskuler berat,
penurunan kesadaran berat, depresi sistem saraf pusat, kejang yang tidak terkendali,
dan glaukoma sudut tertutup. Fenotiazin atau metoklopramid diberikan jika
pengobatan dengan antihistamin gagal. Prochlorperazine juga tersedia dalam sediaan
tablet bukal dengan efek samping sedasi yang lebih kecil. Penelitian lain
menyebutkan bahwa metoklopramid dan prometazin intravena memiliki efektivitas
yang sama untuk mengatasi hiperemesis, tetapi metoklopramid memiliki efek samping
mengantuk dan pusing yang lebih ringan.
Studi kohort telah menunjukkan bahwa penggunaan metoklopramid tidak
berhubungan dengan malformasi kongenital, berat badan lahir rendah, persalinan
preterm, atau kematian peri-natal. Metoklopramid memiliki efek samping tardive
dyskinesia, tergantung durasi pengobatan dan total dosis kumulatifnya oleh karena itu
penggunaan selama lebih dari 12 minggu harus dihindari.
Antagonis reseptor 5-hydroxytryptamine 3 (5HT3) seperti ondansetron mulai
sering digunakan, tetapi informasi mengenai penggunaannya dalam kehamilan masih
terbatas. Metoklopramid, ondansetron memiliki efektivitas yang sama dengan
prometazin, tetapi efek samping sedasi ondansetron lebih kecil. Ondansetron tidak
meningkatkan risiko malformasi mayor pada penggunaannya dalam trimes-ter pertama
kehamilan. Droperidol efektif untuk mual dan muntah dalam kehamilan, tetapi
sekarang jarang digunakan karena risiko pemanjangan interval QT dan torsades de
pointes. Pemeriksaan elektrokardiografi sebelum, selama dan tiga jam setelah
pemberian droperidol perlu dilakukan.
Metilprednisolon dapat menjadi obat pilihan untuk kasus-kasus refrakter.
Metilprednisolon lebih efektif daripada promethazine untuk penatalaksanaan mual dan
muntah dalam kehamilan, namun tidak didapatkan perbedaan dalam tingkat perawatan
rumah sakit pada pasien yang mendapat metilprednisolon dengan plasebo.Hanya
sedikit bukti yang menyatakan kortikosteroid efektif. Efek samping metilprednisolon
sebagai sebuah glukokortikoid juga patut diperhatikan. Penelitian metaanalisis
mengatakan dari empat studi, penggunaan glukokortikoid sebelum usia gestasi 10
minggu berhubungan dengan risiko bibir sumbing dan tergantung dosis yang
diberikan, oleh karena itu penggunaan glukokortikoid direkomendasikan hanya pada
usia gestasi lebih dari 10 minggu. Jahe dapat ditambahkan sebagai terapi farmakologi
dalam setiap tahap. Pada setiap tahap, nutrisi enteral atau parenteral dapat
dipertimbangkan jika terjadi dehidrasi atau penurunan berat badan persisten.
b. Tata Laksana Hiperemesis Gravidarum
Rehidrasi dan penghentian makanan peroral adalah penatalaksanaan utama
hiperemesis gravidarum. Antiemetik dan vitamin diberikan secara intravena dapat
dipertimbangkan sebagai terapi tambahan. Penatalaksanaan farmakologi emesis
gravidarum dapat juga diterapkan pada kasus hiperemesis gravidarum.
1) Tata Laksana Awal
Pasien hiperemesis gravidarum harus dirawat inap di rumah sakit dan dilakukan
rehidrasi dengan cairan natrium klorida atau ringer laktat, penghentian pemberian
makanan per oral selama 24-48 jam, serta pemberian antiemetik jika dibutuhkan.
Pemberian glukosa, multivitamin, magnesium, pyridoxine, atau tiamin perlu
dipertimbangkan.
Cairan dekstrosa dapat menghentikan pemecahan lemak. Pasien dengan
defisiensi vitamin, tiamin 100 mg diberikan sebelum pemberian cairan dekstrosa.
Penatalaksanaan dilanjutkan sampai pasien dapat mentoleransi cairan per oral dan
didapatkan perbaikan hasil laboratorium.
2) Pengaturan Diet
Pasien hiperemesis gravidarum tingkat III diberikan diet hiperemesis I.
Makanan yang diberikan berupa roti kering dan buah-buahan. Cairan tidak diberikan
bersama makanan tetapi 1-2 jam setelah makan. Diet hiperemesis kurang mengandung
zat gizi, kecuali vitamin C, sehingga diberikan hanya selama beberapa hari.
Pasien diberikan diet hiperemesis II jika rasa mual dan muntah berkurang.
Pemberian dilakukan secara bertahap untuk makanan yang bernilai gizi tinggi.
Minuman tidak diberikan bersama makanan. Diet hiperemesis IIrendah dalam semua
zat gizi, kecuali vitamin A dan D.
Hiperemesis III diberikan diet seperti penderita dengan hiperemesis ringan.
Pemberian minuman dapat diberikan bersama makanan. Zat gizi terdapat pada diet ini,
kecuali kalsium.
3) Terapi Alternatif
T erapi alternatif seperti akupunktur dan jahe telah diteliti untuk penatalaksanaan
mual dan muntah dalam kehamilan. Akar jahe (Zingiber officinale Roscoe) adalah
salah satu pilihan nonfarmakologik dengan efek yang cukup baik. Bahan aktifnya,
gingerol, dapat menghambat pertumbuhan seluruh galur H. pylori, terutama galur
Cytotoxin associated gene (Cag) A+ yang sering menyebabkan infeksi. Efek samping
berupa refluks gastroesofageal dilaporkan pada beberapa penelitian, tetapi tidak
ditemukan efek samping signifikan terhadap keluaran kehamilan. Dosisnya adalah 250
mg kapsul akar jahe bubuk per oral, empat kali sehari.
Terapi akupunktur untuk meredakan gejala mual dan muntah masih menjadi
kontroversi. Penggunaan acupressure pada titik akupuntur Neiguan P6 di pergelangan
lengan menunjukkan hasil yang tidak konsisten dan penelitiannya masih terbatas
karena kurangnya uji yang tersamar. The Systematic Cochrane Review mendukung
penggunaan stimulasi akupunktur P6 pada pasien tanpa profilaksis antiemetik.
Stimulasi ini dapat mengurangi risiko mual.
Terapi stimulasi saraf tingkat rendah pada aspek volar pergelangan tangan juga
dapat menurunkan mual dan muntah serta merangsang kenaikan berat badan.
c. Penatalaksanaan pada Kasus Refrakter
Muntah yang terus berlangsung (persisten) dengan tata laksana yang sudah
maksimal harus dicari adanya penyebab lain seperti gastroenteritis, kolesistitis,
pankreatitis, hepatitis, ulkus peptikum, pielonefritis dan perlemakan hati.
Nutrisi enteral harus dipikirkan jika terdapat muntah yang berkepanjangan,
namun harus diingat bahwa total parenteral nutrition (TPN) selama kehamilan
meningkatkan risiko sepsis dan steatohepatitis, terutama akibat penggunaan emulsi
lipid, oleh karena itu, TPN sebaiknya hanya diberikan pada pasien dengan penurunan
berat badan signifikan (>5% berat badan) yang tidak respon dengan antiemetik dan
tidak dapat ditatalaksana dengan nutrisi enteral.
d. Evaluasi Keberhasilan T erapi
Terapi emesis atau hiperemesis gravidarum bertujuan untuk mencegah
komplikasi seperti ketonuria, dehidrasi, hipokalemia dan penurunan berat badan lebih
dari 3 kg atau 5% berat badan.
Penilaian keberhasilan terapi dilakukan secara klinis dan laboratoris. Secara
klinis, keberhasilan terapi dapat dinilai dari penurunan frekuensi mual dan muntah,
frekuensi dan intensitas mual, serta perbaikan tanda-tanda vital dan dehidrasi.
Parameter laboratorium yang perlu dinilai adalah perbaikan keseimbangan asam-basa
dan elektrolit.
8. Komplikasi
Ketonuria, dehidrasi, hipokalemia dan penurunan berat badan lebih dari 3 kg atau 5%
berat badan adalah komplikasi yang dapat terjadi pada hiperemesis gravidarum
(Gunawan, 2011).
Berat badan menurun, dehidrasi, acidosis akibat dari gizi buruk, alkalosis akibat dari
muntah-muntah, hipokalemia, kelemahan otot, kelainan elektrokardiografi dan gangguan
psikologis dapat terjadi. Komplikasi yang mengancam nyawa meliputi ruptur esofagus
yang disebabkan muntah-muntah berat, Wernicke's encephalopathy (diplopia, nystagmus,
disorientasi, kejang, coma), perdarahan retina, kerusakan ginjal, pneumomediastinum
spontan, IUGR dan kematian janin. Pasien dengan hiperemesis gravidarum pernah
dilaporkanmengalami epistaxis pada minggu ke-15 kehamilan karena intake vitamin K
yang tidakadekuat yang disebabkan emesis berat dan ketidakmampuannya mentoleransi
makanan padat dan cairan. Penggantian vitamin K, parameter-parameter koagulasi
kembali normal dan penyakit sembuh. Vasospasme arteri cerebral yang terkait dengan
hiperemesis gravidarumjuga ada dilaporkan pada beberapa pasien. Vasospasme
didiagnosa dengan angiografi Magnetic Resonance Imaging (MRI). Terminasi kehamilan
merupakan pilihan bila semua bentuk pengobatan gagal dan kondisi ibu menjadi
mengancam nyawa.
9. Prognosis
Hiperemesis gravidarum secara umum dapat disembuhkan. Penanganan yang baik
prognosis hiperemesis gravidarum sangat memuaskan, namun pada tingkatan yang berat,
penyakit ini dapat mengancam jiwa ibu dan janin.
BAB II
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Ny. AD
No. RM : 64.99.66
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 30 tahun
Pekerjaan : Perawat
Alamat : Seberang Padang
Agama : Islam
Warga Negara : Indonesia
Suku Bangsa : Minangkabau
Masuk RS : 5 Mei 2015
Pendidikan : Diploma 3
Keluhan Utama : Datang dengan mual muntah
Riwayat Penyakit Sekarang :
-Pasien Ny. AD, 30 tahun, saat ini kehamilan ketiga, datang keruang bersalin
RST Reksodiwiryo dengan keluhan mual dan muntah sejak 3 hari sebelum
masuk rumah sakit. Muntah7-8 kali/hari, berisi air.
-Pasien langsung merasa mual setiap habis makan, dan kemudian muntah,
-Nafsu makan dirasa berkurang dan pasien tidak bisa makan sama sekali.
-Badan dirasa semakin kurus semenjak sakit.
-Nyeri perut dirasakan pasien, terutama di sekitar ulu hati. Nyeri yang
dirasakan oleh pasien seperti terbakar, menjalar sampai dada.
-BAB terakhir 2 hari yang lalu, BAK normal.
-Pasien saat ini kehamilan kedua, dan tidak pernah mengalami keguguran
sebelumnya.
A. RIWAYAT MENSTRUASI
Menarche : 14 tahun
Dysmenorrhea : -
Siklushaid : teratur
Lama haid/kuantitas : 5-7 hari/ 1 hariganti 2 pembalut
HPHT : 23-04-2015
B. RIWAYAT OBSTETRIK
G3P2A0H2
Anakpertama : 8 tahun/perempuan/3000gr/aterm/lahirspontan/sehat
C. RIWAYAT PERNIKAHAN
Pasien menikah 1 kali, usia 22 tahun.
D. RIWAYAT KONTRASEPSI
Pasien menggunakan KB suntik 3 bulan sejak tahun 2008 selama 5 tahun. Berhenti pada
tahun 2012, selama memakai KB tidak ada keluhan.
E. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Keluhan yang sama (-) DM (-). HT (-), Asma (-), Jantung (-), Alergi (-), Operasi (-)
F. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Keluhan yang sama (-) DM (-). HT (-), Asma (-), Jantung (-), Alergi (-)
G. RIWAYAT KEBIASAAN
Pasien tidak merokok, mengonsumsi alkohol maupun obat-obatan.
I. PEMERIKSAAN FISIK
A. STATUS GENERALIS
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Status Gizi : Baik
Antropometri
1. BB : 62kg
2. TB : 160cm
Tanda vital
1. Tekanan darah : 110/70 mmHg
2. Nadi : 86x/menit
3. Pernapasan : 20x/menit
4. Suhu : 36oC
Kepala : Normochepal
Leher : JVP 2-5 H2O
o KGB dan tiroid tidak teraba membesar
Thorax :
o Inspeksi : Dada tampak simetris pada saat statis maupun
dinamis
o Auskultasi
Jantung : Dalam batas normal
Paru : Suara napas vesikuler, Ronkhi -/-,Wheezing -/-
Abdomen : status ginekologi
Genitalia : status ginekologi
Ekstremitas
o Akral hangat (+/+)
o Oedem (-/-)
B. STATUS GINEKOLOGI
Abdomen
Inspeksi : datar, supel, sikatrik (-)
Palpasi : nyeri tekan di daerah epigastrium (+)
Perkusi : timpani
Auskultasi : BU (+) normal
Genitalia
Inspeksi : U/V tenang
Inspekulo
Tidak dilakukan
II. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (03-06-2015)
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
HEMATOLOGI
Hemoglobin 12.3 g/dl 13-16
Jumlah hematokrit 37 % 40-48
Jumlah leukosit 8.3 ribu/µl 5-10
Jumlah trombosit 286 ribu/µl 150-400
ELEKTROLIT
Natrium 137 mg/dl 135 – 153
Kalium 4.6 mg/dl 3.5 – 5.1
Chlorida 106 mg/dl 98 - 109
III. DIAGNOSIS
G3P2A0H2 hamil 7-8 minggu dengan hiperemesis gravidarum
IV. PENATALAKSANAAN
Rencana diagnosis: USG
Rencana Terapi:
IV RL tetes cepat 1 koelf
IV dextrose 10%
Inj Ranitidin 2x1 amp
Inj.Ondansentron
Rencana Monitoring
Rawat ruangan
Observasi keadaan umum, tanda vital, tanda-tanda dehidrasi berat
Rencana Edukasi
Edukasi mengenai obat-obatan yang diberikan
Makan sedikit tetapi sering
V. PROGNOSIS
Advitam : ad bonam
Adsanationam : ad bonam
Adfunctionam : ad bonam
FOLLOW UP
04 Juni 2015
S: os mengeluh masih mual, tapi tidak muntah. Pasien sudah bisa makan dan
minum peroral.
O: K.U: baik, Kesadaran: CM
TD: 120/80, nadi: 80x/mnt, RR: 20x/mnt, suhu: 36oC
A: G3P2A0H2 hamil 7-8 minggu dengan hiperemesis gravidarum
P: IVFD RL
Ondansentron 1 amp
Inj Ranitidin 2x1 amp
05 Juni 2015
S: os mengeluh mual (+) Muntah tidak ada. Makan dan minum peroral
O: KU: baik, kesadaran: CMC
TD: 110/70, nadi: 80x, RR: 20x/mnt, suhu: 36oC
A: G3P2A0H2 hamil 7-8 minggu dengan hiperemesis gravidarum
P: IVFD Kaen Mg3
Ondansentron 1 amp
InjRanitidin 2x1 amp
06 Juni 2015
S: os mengeluh mual (+) Muntah tidak ada. Makan dan minum peroral
O: KU: baik, kesadaran: CMC
TD: 110/70, nadi: 88x, RR: 22x/mnt, suhu: 36,4oC
A: G3P2A0H2 hamil 7-8 minggu dengan hiperemesis gravidarum
P: Pasien rencana pulang
Pimperant tab 10mg x 1
B complex tab 1x1
Ranitidine tab 1x1
Asam folat
BAB III
DISKUSI
Pasien seorang wanita, usia 30 tahun, G3P2A0H2 datang dengan keluhan mual dan
muntah yang dirasakan sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengalami
muntah sebanyak 7-8 kali/hari dalam sehari berupa cairan. Keluhan ini memberat sejak 1
hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengatakan mual dan muntah dialami setelah
makan, minum, setiap mencium bau makanan pasien merasa mual Pasien mengatakan
mual dan muntah menyebabkan pasien merasa lemas, pusing .
Pasien juga merasa bibir dan lidah terasa kering serta mengeluh perut pasien di
sebelah ulu hati terasa terbakar. Pasien merasa mengalami penurunan berat badan. Pasien
mengalami menstruasi terakhir sekitar dua bulan yang lalu. Keluhan lain, buang air kecil
dan buang air besar dalam batas normal. Vital sign didapatkan tekanan darah 110/70
mmHg, nadi 86x/menit, respirasi 20x/menit, dan suhu 36oC.
Anamnesis diatas didapatkan bahwa pasien ini mengalami hiperemesis gravidarum.
Hiperemesis gravidarum dimulai dengan menegakkan diagnosis kehamilan terlebih
dahulu. Anamnesis diatas didapatkan pasien amenorea sudah 6 minggu terakhir, serta
mual dan muntah berat sebanyak 7-8 kali dalam sehari dan mengganggu aktivitas sehari-
hari.
Hormon HCG (human chorionic gonadotropin) diproduksi setelah terjadi
pembuahan serta adanya jaringan plasenta yang terbentuk di awal pertumbuhan janin.
Kadar human chorionic gonadotropin (hCG) akan meningkat pada usia 10-12 minggu
pertama kehamilan, selanjutnya akan menurun dan akan stabil hingga menjelang proses
persalinan. Kadar HCG yang meningkat pada trimester pertama akan menginduksi
ovarium untuk memproduksi estrogen, yang dapat merangsang mual dan muntah.
Progesteron juga diduga menyebabkan mual dan muntah dengan cara menghambat
motilitas lambung dan irama kontraksi otot-otot polos lambung. Kadar thyrotropin
stimulating hormone (TSH) yang menurun pada awal kehamilan juga berhubungan
dengan hiperemesis gravidarum meskipun mekanismenya belum jelas. Faktor
predisposisi yang memungkinkan pada pasien ini adalah faktor psikis. Ibu hamil yang
mengalami stress akibat kehamilan tak diinginkan bisa mengalami mual dan muntah.
Hormon estrogen yang meningkat juga menyebabkan meningkatnya asam lambung. Mual
muntah yang meningkat pada pagi hari disebabkan karena jarak antara waktu makan
malam dengan makan pagi cukup panjang, sehingga perut kosong dan mengeluarkan
asam lambung yang membuat ibu merasa lebih mual.
Hiperemesis gravidarum dapat menyebabkan cadangan karbohidrat dan lemak habis
terpakai untuk keperluan energi, sehingga akan mengakibatkan cepat merasa lelah,
lemah, lesu, pusing, tidak berenergi dan dapat mengganggu aktivitas sehari-hari seperti
biasa. Oksidasi lemak yang tidak sempurna menyebabkan terjadi ketosis dengan
tertimbunnya asam aseton asetik, asam hidroksi butirik, dan aseton dalam darah. Asupan
nutrisi yang menurun juga dapat menyebabkan berat badan menurun drastis.
Pasien juga merasa bibir dan lidah terasa kering serta mengeluh perut pasien di
sebelah ulu hati terasa nyeri. Mual dirasakan berkurang dengan beristirahat dengan
minum teh hangat. Pasien merasa mengalami penurunan berat badan keluhan mual dan
muntah muncul. Pasien mengalami menstruasi terakhir sekitar dua bulan yang lalu.
Keluhan lain seperti demam disangkal, buang air kecil dan buang air besar dalam batas
normal. Vital sign didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 92x/menit, respirasi
18x/menit, dan suhu 36,7oC.
Kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan cairan akibat muntah akan
menyebabkan dehidrasi, sehingga cairan ekstravaskuler dan plasma akan berkurang.
Natrium dan khlorida darah turun, demikian juga dengan natrium urin. Dehidrasi juga
menyebabkan hemokonsentrasi, sehingga aliran darah ke jaringan berkurang dan
tertimbunnya zat metabolik dan toksik. Aliran darah ke jaringan yang berkurang atau
tekanan darah yang menurun menyebabkan pasien ini merasa pusing dan lemas.
Kekurangan kalium sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya ekskresi lewat ginjal,
meningkatkan frekuensi muntah yang lebih banyak, merusak hati, sehingga memperberat
keadaan penderita.
Hiperemesis gravidarum dapat diklasifikasikan secara klinis menjadi hiperemesis
gravidarum tingkat I, II dan III.
1. Hiperemesis gravidarum tingkat I ditandai oleh :
Muntah yang terus-menerus disertai dengan penurunan nafsu makan dan minum.
Berat badan menurun dan nyeri epigastrium.
Frekuensi nadi meningkat sampai 100 kali per menit dan tekanan darah sistolik
menurun.
Mata cekung, lidah kering, penurunan turgor kulit dan penurunan jumlah urin.
2. Pada hiperemesis gravidarum tingkat II yaitu:
Pasien memuntahkan semua yang dimakan dan diminum
Berat badan cepat menurun, dan ada rasa haus yang hebat.
Frekuensi nadi 100-140 kali/menit dan tekanan darah sistolik kurang dari 80
mmHg
Pasien terlihat apatis, pucat, lidah kotor, kadang ikterus, dan ditemukan aseton
serta bilirubin dalam urin.
3. Hiperemesis gravidarum tingkat III sangat jarang terjadi.
Keadaan ini merupakan kelanjutan dari hiperemesis gravidarum tingkat II yang
ditandai dengan muntah yang berkurang atau bahkan berhenti, tetapi kesadaran pasien
menurun (delirium sampai koma). Pasien dapat mengalami ikterus, sianosis,
nistagmus, gangguan jantung dan dalam urin ditemukan bilirubin dan protein.
Rehidrasi dan penghentian makanan peroral adalah penatalaksanaan utama hiperemesis
gravidarum. Antiemetik dan vitamin diberikan secara intravena dapat dipertimbangkan
sebagai terapi tambahan.
Pasien juga di edukasi untuk memakan makanan sedikit tetapi sering.
DAFTAR PUSTAKA
Gunawan, K., manengkei, Paul S.K., Ocviyanti, D.,2011. Diagnosis dan T ata Laksana
Hiperemesis Gravidarum. Departemen Obstetri Ginekologi, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 11.
Mochtar, R., 1998. Hiperemesis Gravidarum dalam Sinopsis Obstetri. Edisi 2. Cetakam pertama.
EGC. Jakarta.
Wibowo, B., Soejono, A., 2005. Hiperemesis Gravidarum dalam Ilmu Kebidanan. Edisi ketiga.
Cetakan letujuh. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo.
Wiknjosastro, Hanifa. Prof.dr. DSOG. Ilmu Kebidanan, yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawihardjo. Jakarta. 2007 : 302-312