Download - Case Mijie & Cek Din Finale
Kasus
SCHIZOPHRENIA PARANOID
Oleh:
Resti Meifiana, S.ked (54061001013)
R.A. Kusuma Andini, S.Ked (54061001078)
Pembimbing:
Dr. Laila Sylvia Sari, SpKJ
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RUMAH SAKIT JIWA DAERAH
JAMBI
2010
Halaman Pengesahan
Judul Kasus:
SCHIZOPHRENIA PARANOID
Disusun oleh:
Resti Meifiana, S.ked (54061001013)
R.A. Kusuma Andini, S.Ked (54061001078)
Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Rumah Sakit Dr.Muhammad Hoesin Palembang Periode 9 Mei 2011 – 7 Juni
2011
Jambi,25 Mei 2011
Pembimbing
Dr. Laila Sylvia Sari, SpKJ
BAB I
PENDAHULUAN
Suatu gangguan kejiwaan adalah hal yang sangat sering kita temukan
dalam kehidupan sehari-hari, sebutan “gila” pada diri seseorang sering kita dengar
tanpa kita ketahui definisinya secara jelas, hal ini dikarenakan sangat sulitnya
mendalami dan memahami isi pikiran seseorang dengan gangguan kejiwaan.
Salah satu gangguan kejiwaan yang sering kita temukan dalam kehidupan
sehari-hari adalah skizofrenia, berdasarkan penelitian beberapa ahli skizofrenia
ditemukan pada 0,2-2% dari populasi. Istilah Skizoprenia diciptakan oleh Bleuler
(psikiater dari Swiss) dari bahasa yunani yaitu, schizo = split / membelah, dan
phren = mind / pikiran berarti : terbelahnya/ terpisahnya/ terpisahnya antara
emosi, pikiran, dan intelektual. Penyebab dari gangguan kejiwaan ini belum
begitu jelas, gambaran yang beranekaragam pada pasien dengan gangguan ini juga
menyebabkab sulitnya mendiagnosis gangguan kejiwaan tersebut.
Keterampilan dokter umum dalam menegakkan diagnosis gangguan ini
menjadi hal yang sangat penting, karena seseorang dengan gangguan kejiwaan
secara fisik adalah manusia sehat yang terganggu pikrannya, oleh karena itu
semakin cepat diagnosis ditegakkan akan semakin baik pula penanganan penderita
tersebut.
Hal yang sangat diharapkan dalam penanganan skizofrenia adalah
perbaikan kualitas hidup penderita, sasaran terapinya bervariasi, berdasarkan fase
dan keparahan penyakit. Penatalaksanaan yang baik akan membawa kepada
sebuah prognosis yang baik pula, dengan demikian diharapkan perbaikan kualitas
hidup pasien dapat tercipta. Mengingat kompleksnya gangguan skizofrenia, untuk
mendapatkan hasil terapi yang optimal, hasil akhir yang ingin dicapai adalah
penderita skizofrenia dapat kembali berfungsi dalam bidang pekerjaan, sosial dan
keluarga.
BAB II
ISI
A. Definisi
Schizophrenia berasal dari dua kata, yaitu “schizo” yang artinya
retak atau pecah atau terbelah (split), dan “phrenia” yang artinya jiwa.
Dengan demikian seseorang yang menderita schizophrenia adalah
seseorang yang mengalami keretakan jiwa atau keretakan kepribadian
(Hawari, 2003). Dengan kata lain, schizophrenia adalah
terbelahnya/terpisahnya antara emosi dan pikiran/intelektual.
Schizophrenia merupakan suatu deskripsi sindrom dengan variasi
penyebab (banyak bekum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu
bersifat kronis atau “deteriorating”) yang luas, serta sejumlah akibat yang
tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya.
Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan
karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar
(inappropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih (clear
consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara,
walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.
B. Epidemiologi
Di Amerika Serikat prevalensi schizophrenia seumur hidup
dilaporkan secara bervariasi terentang dari 1 sampai 1,5 persen; konsisten
dengan rentang tersebut, penelitian Epidemiological Catchment Area
(ECA) yang disponsori oleh National Institute of Mental Health (NIMH)
melaporkan prevalensi seumur hidup sebesar 1,3 persen. Kira-kira 0,025
sampai 0,05 persen populasi total diobati untuk schizophrenia dalam satu
tahun. Walaupun dua pertiga dari pasien yang diobati tersebut
membutuhkan perawatan di rumah sakit, hanya kira-kira setengah dari
semua pasien schizophrenia mendapatkan pengobatan, tidak tergantung
pada keparahan penyakit.
Kondisi penderita sering terlambat disadari keluarga dan
lingkungannya karena dianggap sebagai bagian dari tahap penyesuaian
diri, berikut adalah data-data tentang skizofrenia:
• Prevalensi skizoprenia di dunia sekitar 0,2 – 2 % populasi
• Angka kejadian pada wanita sama dengan pria, tetapi onset pada pria
umumnya lebih awal (♂: 15-24 th; ♀: 25-35 th)
• Prevalensinya 8 x lebih besar pada tingkat sosial ekonomi rendah.
• Orang yang dilahirkan pada musim dingin atau awal musim semi lebih
banyak daripada orang yang dilahirkan di akhir musim semi atau
musim panas.
• Daerah perkotaan lebih tinggi 2x daripada daerah pedesaan.
• 25% dari semua gangguan psikotik
• 50% dari semua penderita gangguan jiwa.
C. Etiologi
Para peneliti percaya bahwa sejumlah faktor biologis dan
lingkungan berperan dalam munculnya penyakit ini. Namun, para ilmuwan
belum mengetahui etiologi pasti penyakit ini. Karena variasi gejala,
banyak yang percaya bahwa skizofrenia merupakan sekelompok gangguan
(group disorders), tidak seperti penyakit kronis lainnya.
Meskipun asal skizofrenia belum diidentifikasi, para ilmuwan tahu
bahwa ada beberapa dasar keturunan atau kecenderungan genetik untuk
penyakit ini.
1. Model diatesis - stress Menurut teori ini skizofrenia timbul akibat
faktor psikososial dan lingkungan. Model ini berpendapat bahwa
seseorang yang memiliki kerentanan (diatesis) jika dikenai stresor akan
lebih mudah menjadi skizofrenia.
2. Faktor Biologi
Komplikasi kelahiran. Bayi laki laki yang mengalami komplikasi
saat dilahirkan sering mengalami skizofrenia, hipoksia perinatal
akan meningkatkan kerentanan seseorang terhadap skizofrenia.
Infeksi. Perubahan anatomi pada susunan syaraf pusat akibat
infeksi virus pernah dilaporkan pada orang orang dengan
skizofrenia. Penelitian mengatakan bahwa terpapar infeksi virus
pada trimester kedua kehamilan akan meningkatkan seseorang
menjadi skizofrenia.
Hipotesis Dopamin. Dopamin merupakan neurotransmiter pertama
yang berkontribusi terhadap gejala skizofrenia. Hampir semua obat
antipsikotik baik tipikal maupun antipikal menyekat reseptor
dopamin D2, dengan terhalangnya transmisi sinyal di sistem
dopaminergik maka gejala psikotik diredakan. Berdasarkan
pengamatan diatas dikemukakan bahwa gejala gejala skizofrenia
disebabkan oleh hiperaktivitas sistem dopaminergik.
Hipotesis Serotonin. Gaddum, wooley dan show tahun 1954
mengobservasi efek lysergic acid diethylamide (LSD) yaitu suatu
zat yang bersifat campuran agonis/antagonis reseptor 5-HT.
Temyata zat ini menyebabkan keadaan psikosis berat pada orang
normal. Kemungkinan serotonin berperan pada skizofrenia kembali
mengemuka karena penetitian obat antipsikotik atipikal clozapine
yang temyata mempunyai afinitas terhadap reseptor serotonin 5-
HT~ lebih tinggi dibandingkan reseptordopamin D2.57
Struktur Otak. Daerah otak yang mendapatkan banyak perhatian
adalah sistem limbik dan ganglia basalis. Otak pada penderita
skizofrenia terlihat sedikit berbeda dengan orang normal, ventrikel
terlihat melebar, penurunan massa abu abu dan beberapa area
terjadi peningkatan maupun penurunan aktifitas metabolik.
Pemeriksaan mikroskopis dan jaringan otak ditemukan sedikit
perubahan dalam distribusi sel otak yang timbul pada masa
prenatal karena tidak ditemukannya sel glia, biasa timbul pada
trauma otak setelah lahir.
3. Genetik
Risiko kejadian pada populasi umum berkisar 1%. Pada anak yang
kedua orang tuanya menderita skizofrenia, risiko terjadinya skizofrenia
mencapai 40%. Kembar monozigot lebih beresiko untuk mengalami
skizofrenia (40-50%) dibandingkan kembar dizigot (10%). Resiko
terjadinya skizofrenia juga meningkat pada anggota keluarga biologis
dari pasien skizofrenia, yaitu sebesar 10% pada anggota keluarga
tingkat pertama (Frankenburg, 2007).
Cameron (2004) menyebutkan bahwa pada penelitian lainnya
mengenai pola adopsi dalam hubungannya dengan faktor genetik,
diketahui bahwa pengasuhan bayi yang jauh dari orang tuanya yang
menderita skizofrenia dapat menahan peningkatan risiko bagi anak
tersebut untuk mengalami skizofrenia di kemudian hari.
4. Perinatal
Menurut Frankenburg (2007), banyak penelitian yang mengungkap
hubungan antara kehamilan dan komplikasi kelahiran dengan
skizofrenia. Resiko perinatal tersebut menunjukkan bahwa skizofrenia
merupakan suatu gangguan neurodevelopmental. Sebagai contoh, para
wanita hamil yang malnutrisi ataupun mengalami penyakit infeksi
virus memiliki risiko yang lebih tinggi untuk melahirkan anak dengan
bakat sikzofrenia yang kuat. Hal ini pernah terjadi pada banyak wanita
Belanda selama Perang Dunia II (akibat malnutrisi), wanita-wanita di
Jepang, Inggris, dan Skandinavia pada tahun 1957 yang wilayahnya
merupakan epidemi penyakit flu akibat infeksi virus influenza A2,
serta ibu-ibu hamil di California yang menderita flu pada trimester
pertama (1959-1966).
Selain kedua faktor tersebut, menurut Cameron (2004) kejadian
skizofrenia juga berhubungan dengan faktor abnormalitas otak, yaitu:
pembesaran ventrikel otak (berhubungan dengan dengan adanya gejala
negatif pada pasien skizofrenia) ataupun penyusutan ukuran otak
(terutama pada lobus temporal-frontal, hippocampus, amygdala, dan
girus parahippocampal). Abnormalitas otak ini diketahui melalui
pemeriksaan neuroimaging otak pada pasien skizofrenia. Skizofrenia
juga dihubungkan dengan abnormalitas neurotransmiter, yaitu akibat
adanya aktivitas yang berlebihan (over activity) dari dopamin
mesolimbik di dalam otak.
Penyakit dan kondisi lain yang juga berhubungan dengan kejadian
skizofrenia, yaitu: penyakit metabolik (Wilson disease/degenerasi
hepatolenticular), penyakit endokrin (disfungsi tiroid, adrenal,
paratiroid), penyakit infeksi (influenza, Lyme disease, hepatitis C,
encephalitis, neurosyphilis), penyakit lain (multiple sclerosis,
Huntington disease, ataupun paraneoplastic neurologic syndromes),
obat-obatan yang berhubungan dengan perubahan status mental
(kortikosteroid, levodopa, beta blocker), serta defisiensi thiamine dan
vitamin B-12 (Frankenburg, 2007).
D. Faktor Resiko
Faktor risiko yang berperan dalam terjadinya skizofrenia antara lain:
– Riwayat skizofrenia dalam keluarga
– Perilaku premorbid yang ditandai dengan kecurigaan, eksentrik,
penarikan diri, dan/ atau impulsivitas.
– Stress lingkungan
– Kelahiran musim dingin.
– Status sosial ekonomi yang rendah
– Masalah saat kehamilan dan proses kelahiran
– Bentuk tubuh astenik
– Penyalahgunaan obat-obatan.
– Usia ayah saat hamil di atas 60 tahun
E. Patofisiologi
Beberapa teori mengatakan skizoprenia terjadi berkaitan erat
melibatkan sistem dopaminergik dan serotonergik pada sistem saraf pusat.
Hipotesis/teori tentang patofisiologi skizoprenia :
• Pada pasien skizoprenia terjadi hipereaktivitas sistem dopaminergik
• Hiperdopaminergia pada sistem mesolimbik berkaitan dengan
gejala positif
• Hipodopaminergia pada sistem mesocortis dan nigrostriatal
bertanggungjawab terhadap gejala negatif dan gejala ekstrapiramidal
• Reseptor dopamine yang terlibat adalah reseptor dopamine-2 (D2)
dijumpai peningkatan densitas reseptor D2 pada jaringan otak pasien
skizoprenia
• Peningkatan aktivitas serotonergik menurunkan aktivitas
dopaminergik pada sistem mesocortis bertanggung-jawab terhadap
gejala negatif
F. Penegakkan Diagnosis
Terdapat berbagai kriteria diagnostik untuk schizophrenia, yaitu:
1. Kriteria Kurt Schneider
2. Kriteria Gabriel Langfeldt
3. Indeks Schizophrenia New Heaven
4. Sistem Fleksibel
5. Kriteria Diagnostik Riset
6. Kriteria St.Louis
7. Kriteria Taylor dan Abrams
8. Present State Examination
9. Kriteria Tsuang dan Winokur
Namun terdapat kriteria diagnostik resmi dari DSM-IV American
Psychiatric Association untuk schizophrenia, yaitu:
A. Gejala karakteristik: Dua (atau lebih) berikut,
masing-masing ditemukan untuk bagian waktu
yang bermakna selama periode 1 bulan (atau
kurang jika diobati dengan berhasil)
(1) waham
(2) halusinasi
(3) bicara terdisorganisasi
(4) perilaku terdisorganisasi atau
katatonik yang jelas
(5) gejala negative, yaitu pendataran
afektif, alogia, atau tidak ada kemauan
(avolition)
Catatan: hanya ada satu gejala kriteria A yang
diperlukan jika waham adalah kacau atau
halusinasi terdiri dari suara yang terus menerus
mengomentari perilaku atau pikiran pasien, atau
dua atau lebih suara yang saling bercakap satu
sama lainnya.
B. Disfungsi sosial/pekerjaan: untuk bagian
waktu yang bermakna sejak onset gangguan,
satu atau lebih fungsi utama, seperti pekerjaan,
hubungan interpersonal, atau perawatan diri,
adalah jelas di bawah tingkat yang dicapai
sebelum onset (jika onset pada masa anak-anak
atau remaja, kegagalan untuk mencapai tingkat
pencapaian interpersonal, akademik, atau
pekerjaan yang diharapkan).
D. Penyingkiran gangguan skizoafektif dan
gangguan mood: gangguan skizoafektif dan
gangguan mood dengan cirri psikotik telah
disingkirkan karena: (1) tidak ada episode
depresif berat, manik, atau campuran yang
telah terjadi bersama-sama dengan gejala
fase aktif; atau (2) jika episode mood telah
terjadi selama gejala fase aktif, durasi
totalnya adalah relative singkat
dibandingkan durasi periode aktif dan
residual.
E. Penyingkiran zat/kondisi medis umum:
gangguan tidak disebabkan oleh efek
fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya,
obat yang disalahgunakan suatu medikasi)
atau suatu kondisi umum.
F. Hubungan dengan gangguan
perkembangan pervasiv: jika terdapat
riwayat adanya gangguan autistik atau
gangguan perkembangan pervasiv lainnya,
diagnosis schizophrenia dibuat hanya jika
waham atau halusinasi yang menonjol juga
ditemukan untuk sekurangnya satu bulan
(atau kurang jika diobati secara berhasil).
Klasifikasi perjalanan penyakit
longitudinal (dapat diterapkan hanya
setelah sekurangnya 1 tahun lewat sejak
onset awal gejala fase aktif):
Episodik dengan gejala residual
C. Durasi: tanda gangguan terus menerus
menetap selama sekurangnya 6 bulan. Periode 6
bulan ini harus termasuk sekurangnya 1 bulan
gejala (atau kurang jika diobati dengan berhasil)
yang memenuhi kriteria A (yaitu,gejala fase
aktif) dan mungkin termasuk periode gejala
prodromal atau residual. Selama periode
prodromal atau residual, tanda gangguan
mungkin dimanifestasikan hanya oleh gejala
negative atau dua atau lebih gejala yang
dituliskan dalam kriteria A dalam bentuk yang
diperlemah (misalnya, keyakinan yang aneh,
pengalaman persepsi yang tidak lazim).
interepisode
(episode didefinisikan oleh timbulnya
kembali gejala psikotik yang menonjol);
juga sebutkan jika: dengan gejala
negative yang menonjol
Episodik tanpa gejala residual
interepisodik:
Kontinu (gejala psikotik yang menonjol
ditemukan di seluruh periode observasi);
juga sebutkan jika: dengan gejala
negative yang menonjol
Episode tunggal dalam remisi parsial;
juga sebutkan jika: dengan gejala
negative yang menonjol
Episode tunggal dalam remisi penuh
Pola lain atau tidak ditentukan
Atau pedoman diagnostik dari PPDGJ-III mengenai schizophrenia,yaitu:
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut yang amat jelas (dua gejala
atau lebih bila gejala-gejala kurang jelas):
a. - thought echo = isi pikiran diri sendiri yang berulang/bergema
dalam kepala.
- thought insertion or withdrawal = isi pikiran yang asing dari luar
masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil
keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal).
- thought broadcasting = isi pikirannya tersiar keluar sehingga
orang lain mengetahuinya.
b. - delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh
suatu kekuatan dari luar
- delusion of influence = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh
suatu kekuatan dari luar
- delusion of passivity = waham tentang dirinya tidak berdaya dan
pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar
- delusional perception = pengalaman inderawi yang tidak wajar,
yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik.
c. Halusinasi auditorik:
- Suara halusinasi yang berkomentar terus-menerus terhadap
perilaku pasien, atau
- Mendiskusikan perihal pasien, atau
- Suara halusinasi yang berasal dari salah satu bagian tubuh
d. Waham-waham menetap jenis lain yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan mustahil, misalnya perihal keyakinan
agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas
manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau
berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).
Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus ada secara jelas:
e. Halusinasi menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk
tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai ide-ide yang
berlebihan (over-valued ideas) yang menetap (bila terjadi setiap
hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan).
f. Arus pikiran yang terputus (break) atau mengalami sisipan
(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang
tidak relevan / neologisme
g. Perilaku katatonik, seperti gaduh gelisah (excitement), posturing,
atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.
h. Gejala-gejala negative, seperti apatis, jarang bicara, dan respon
emosional yang menumpul, mengakibatkan penarikan diri dan
menurunnya kinerja sosial.
Adanya gejala tersebut di atas telah berlangsung selama satu bulan
atau lebih.
G. Schizophrenia Paranoid
DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of mental Disorders
ed.4) menyebutkan bahwa tipe paranoid ditandai oleh keasyikan
(preokupasi) pada satu atau lebih waham atau halusinasi dengar yang
sering, dan tidak ada perilaku spesifik lain yang mengarahkan pada tipe
terdisorganisasi atau katatonik. Secara klasik, schizophrenia tipe paranoid
ditandai terutama oleh adanya waham persekutorik (waham kejar) atau
waham kebesaran. Pasien schizophrenia paranoid biasanya berumur lebih
tua daripada pasien schizophrenia terdisorganisasi atau katatonik jika
mereka mengalami episode pertama penyakitnya. Pasien yang sehat
sampai akhir usia 20 atau 30 tahunan biasanya mencapai kehidupan sosial
yang dapat membantu mereka melewati penyakitnya. Juga, kekuatan ego
pasien paranoid cenderung lebih besar dari pasien katatonik dan
terdisorganisasi. Pasien schizophrenia paranoid menunjukkan regresi yang
lambat dari kemampuan mentalnya, respon emosional, dan perilakunya
dibandingkan tipe lain pasien schizophrenia.
Pasien schizophrenia paranoid tipikal adalah tegang, pencuriga,
berhati-hati, dan tak ramah. Mereka juga dapat bersikap bermusuhan atau
agresif. Pasien schizophrenia paranoid kadang-kadang dapat menempatkan
diri mereka sendiri secara adekuat di dalam situasi sosial. Kecerdasan
mereka tidak dipengaruhi oleh kecenderungan psikosis mereka dan tetap
intak.
Kriteria diagnostik untuk schizophrenia tipe paranoid adalah:
A. Memenuhi kriteria umum diagnosis schizophrenia.
B. Preokupasi dengan satu atau lebih waham atau halusinasi yang
menonjol.
a. Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi
perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa
bunyi pluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa
(laughing);
b. Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual,
atau lain-lain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi
jarang menonjol;
c. Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham
dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of
influence), atau “passivity” (delusion of passivity), dan keyakinan
dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas.
C. Tidak ada dari berikut ini yang menonjol: bicara terdisorganisasi,
perilaku terdisorganisasi atau katatonik, atau afek yang datar atau tidak
sesuai.
G. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding, diambil dari klasifikasi subtipe pada schizophrenia.
Subtipe skizofrenia Pembeda
F20.0 Skizofrenia Paranoid Delusi (waham) dan halusinasi dengan tema curiga,
diancam, atau waham kebesaran
F20.1 Skizofrenia
Hebefrenik
Pikiran, bicara, dan perilaku ‘tidak nyambung’, emosi
datar atau tidak tepat, sering cekikikan, senyum,
menyeringai
F20.2 Skizofrenia
Katatonik
Hampir tidak ada respon thd lingkungan, aspek motorik
dan verbal sangat terganggu
F20.3 Skizofrenia tak
terinci
Klien masuk criteria skizofren tapi tidak dapat masuk
kelompok paranoid, disorganized, ataupun katatonik
F20.4 Depresi pasca
skizofrenia
Gejala depresif menonjol paling sedikit 2 minggu, dan
telah menderita skizofrenia selama 12 bulan terakhir ini
F20.5 Skizofrenia residual Gejala negative skizofrenia yang menonjol dan
didahului oleh waham dan halusinasi yang semakin
berkurang.
F20.6 Skizofrenia Simpleks Gejala negative yang khas pada skizofrenia residual
tanpa didahului oleh halusinasi, waham atau gejala
psikosis lainnya
H. Penatalaksanaan
Manajemen skizofrenia terdiri dari manajemen farmakologik dan
non-farmakologik, sasaran terapinya bervariasi, berdasarkan fase dan
keparahan penyakit
• Pada fase akut : mengurangi atau menghilangkan gejala
psikotik dan meningkatkan fungsi
• Pada fase stabilisasi: mengurangi risiko kekambuhan dan
meningkatkan adaptasi pasien terhadap kehidupan dalam
masyarakat
1. Non-farmakologi
• Program rehabilitasi : living skills, social skills, basic
education, work program, supported housing
• Psikoterapi : terapi tambahan, terutama jika pasien sudah
berespon terhadap obat
• Family education
• Psikoterapi individual
• Terapi suportif
• Sosial skill training
• Terapi okupasi
• Terapi kognitif dan perilaku (CBT)
• Psikoterapi kelompok
• Psikoterapi keluarga
• Manajemen kasus
• Assertive Community Treatment (ACT)
2. Farmakologi
a. Terapi fase akut skizofrenia :
• Tujuan terapi 7 hari pertama : mengurangi agitasi, hostility,
agresi, anxiety
• Jika seorang pasien terkena serangan psikotik akut, lebih baik
diatasi dengan “meng-imobilisasi” pasien dulu dan
mengajaknya bicara, kemudian diberi benzodiazepine utk
penenang dan atau suatu obat antipsikotik
• Benzodiazepine (exp: lorazepam 2 mg i.m setiap 30 menit)
terbukti efektif mengurangi agitasi sehingga mengurangi
dosis antipsikotik yang dibutuhkan mengurangi efek
samping
• Jika dibutuhkan antipsikosis untuk agitasi yang berat obat
potensi tinggi bisa digunakan, seperti haloperidol 2-5 mg IM
b. Terapi stabilisasi :
• Terapi minggu ke 2-3 digunakan terapi stabilisasi yang
tujuannya untuk meningkatkan sosialisasi dan perbaikan
kebiasaan (self-care habits) dan perasaan
• Mungkin perlu waktu 6-8 minggu utk mendapat respon yang
diharapkan, pada pasien kronis mungkin butuh waktu 3-6
bulan
• Pengobatan : menggunakan antipsikotik atipikal, jika
menggunakan obat tipikal: dosis yang ekuivalen dengan
klorpromasin 300-1000 mg dapat digunakan
• Terapi tidak bisa menyembuhkan, hanya mengurangi gejala
c. Terapi pemeliharaan mencegah kekambuhan
Harus diberikan sedikitnya sampai setahun sejak sembuh dari
episode akut, bahkan untuk bisa lebih berhasil, perlu terapi
selama sedikitnya 5 tahun, lalu dosis pada diturunkan perlahan-
lahan
Terapi pemeliharaan dapat diberikan dalam dosis setengah dari
dosis akut
Bagi pasien yang kepatuhannya rendah, ada obat yang dibuat
dalam formulasi depot contoh : flufenazin dekanoat atau
haloperidol dekanoat, dapat diberikan setiap 2 -4 minggu sekali
secara i.m. tetapi formulasi depot ini hanya diberikan jika
pasien telah memiliki dosis efektif p.o yang stabil
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTIFIKASI PASIEN
1. Nama : Nn. S
2. Jenis kelamin : Perempuan
3. Tanggal Lahir/Umur : 22 tahun
4. Tempat Lahir : Kuala Tungkal
5. Status Perkawinan : Belum Menikah
6. Warga Negara : Indonesia
7. Agama : Islam
II. KETERANGAN DIRI ALLO / INFORMAN
Identitas alloanamnesis (pasien datang ke IRD RSJD Jambi dibawa oleh
keluarganya)
1. Nama : Yusriati
2. Umur : 49 tahun
3. Alamat : Jalan Kempang RT 06 Kelurahan Tungkal
Harapan
4. Pekerjaan : PNS
5. Pendidikan : DIII
6. Hubungan dengan pasien : Sepupu penderita
III. ANAMNESIS
Autoanamnesis
1. Pasien datang ke fasilitas kesehatan ini dibawa oleh keluarganya
2. SU : Mengamuk
3. KU: Sakit Kepala
4. RPP :
± 6 bulan yang lalu, os tidak bekerja lagi karena habis masa
kontraknya, jika masih ingin tetap bekerja di perusahan tersebut os
mendapat kedudukan yang tidak sesuai dengan taraf pendidikannya
(lebih rendah). Sejak saat itu os merasa sedih, kecewa dan mulai sering
menyendiri, Kemudian os melamar di perusahaan lain tetapi belum
dipanggil-panggil. Os juga mengalami putus cinta karena pacarnya
selingkuh dengan perempuan lain.
Sejak saat itu os sering marah-marah, mengoceh tidak jelas,
os sering tertawa sendiri, dan sering menyendiri. Gangguan makan dan
gangguan tidur tidak ada. Os curiga terhadap teman-teman kerjanya,
lingkungan , orang-orang terdekatnya yang dia curigai berselingkuh.
Os juga curiga banyak orang yang tidak menyukai dirinya dan tuanya
tidak mendukung os untuk melanjutkan kuliah. Os mengatakan bahwa
ia mendengar suara-suara laki- laki dan perempuan yang menyuruhnya
memukul pacar dan selingkuhannya. Os juga mengaku sering melihat
tuyul-tuyul.
± 2 hari SMRS, os mengamuk tanpa sebab yang jelas. Os
dibawa ke RSJD Jambi MRS
5. Riwayat Penyakit Dahulu :
1) Pasien belum pernah berobat dengan keluhan yang sama sebelumnya.
2) Pasien tidak pernah mengalami trauma kepala.
6. Riwayat Keluarga :
Os
Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga disangkal.
a) Kepribadian
Bapak dijelaskan oleh pasien : Biasa
Ibu dijelaskan oleh pasien : Tidak Suka
b) Urutan bersaudara : Os anak tunggal.
c) Gambarkan kepribadian masing-masing saudara os dan hubungan os
terhadap masing-masing saudara tersebut, hal yang dinyatakan serupa
dengan yang ditanyakan pada gambaran kepribadian pada orang tua :
Tidak Ada
d) Orang lain yang tinggal di rumah os dengan gambaran kepribadiannya
dan bagaimana os dengan mereka : Tidak Ada
e) Apakah ada riwayat penyakit jiwa, kebiasaan-kebiasaan dan penyakit
fisik (yang ada kaitannya dengan jiwa) pada anggota keluarga os:
Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini.
f) Riwayat tempat tinggal yang pernah didiami os:
Rumah orang tua : keadaan nyaman
7. Gambaran seluruh faktor-faktor mental yang bersangkut paut dengan
perkembangan kejiawaan os selama masa sebelum sakit (premorbid) yang
meliputi :
a. Riwayat selama dalam kandungan dan dilahirkan
Keadaan ibu selama hamil (sebutkanpenyakit-penyakit fisik dan atau
kondisi mental yang sedang diderita ibu) : Tidak ada
Keadaan saat dilahirkan : lahir spontan ditolong bidan
b. Riwayat saat bayi dan kanak-kanak: Penurut, berteman dengan
seumurannya
c. Gejala-gejala sehubungan dengan masalah perilaku yang dijumpai pada
masa kanak-kanak, misalnya: mengisap jari, mengompol, BAB di
tempat tidur, night terror, temper tantrum, gagap, tic, masturbasi, dan
lain-lain: Tidak ada kelainan
d. Toilet Training : Belum bisa dinilai
e. Kesehatan fisik masa kanak-kanak : demam tinggi disertai mengigau,
kejang-kejang, demam berlangsung lama, trauma kapitis disertai hilang
kesadaran, dan lain-lain : Tidak ada
f. Kepribadian serta temperamen seaktu anak-anak : Tidak ada kelainan
g. Masa Sekolah
Perihal SD SMP SMA
Prestasi Sedang Sedang Sedang
Aktivitas Sekolah Sedang Sedang Sedang
Sikap terhadap
teman
Baik Baik Baik
Sikap terhadap
guru
Baik Baik Baik
h. Masa Remaja : baik, periang, mudah bergaul, mempunyai banyak
teman, suka semaunya sendiri.
i. Riwayat Pekerjaan: Os pernah bekerja sebagai karyawan di perusahaan
minyak
Keadaan ekonomi : Cukup
j. Riwayat Perkawinan
Belum menikah.
k. Situasi sosial saat ini
Tempat tinggal : rumah orang tua, tinggal bersama orang tuanya.
l. Perihal anak-anak os meliputi : Belum memiliki anak
m. Kepribadian sebelumnya : periang, mudah bergaul, mempunyai
banyak teman.
8. Stressor psikososial : Pasien mempunyai masalah dengan
pekerjaannya dan pacarnya
9. Riwayat penyakit fisik yang pernah diderita os yang mungkin ada
kaitannya dengan gangguan kejiwaan (setelah melewati masa kanak-
kanak) : kelumpuhan (-), trauma kapitis disertai pnurunan kesadran (-),
sakit kepala yang hebat (-), kejang-kejang (-), diabetes mellitus (-), tumor
(-), dan lain-lain.
10. Pernah suicide : Tidak pernah
11. Riwayat berhubungan dengan plosi/penegak hukum : Tidak pernah
12. Riwayat penggunaan alkohol/obat bius/zat adiktif lainnya : Tidak
pernah
IV. PEMERIKSAAN PSIKIATRIK KHUSUS
1. Gambaran Umum
a) Penampilan
Sikap tubuh : normal
Cara berpakaian : rapi
Kesehatan Fisik : sakit sedang
b) Tingkah laku dan aktivitas psikomotor
Cara Berjalan : Biasa
c) Sikap terhadap pemeriksa
Kooperatif
2. Pembicaraan
Arus Pembicaraan : Baik
Produktivitas : Baik
Pembendaharaan Bahasa : Baik
3. Afek, Mood, dan Emosi lainnya
Afek : Sesuai
Mood : Eutimik
Hidup Emosi : Stabil, terkendali
4. Pikiran
Gangguan pikiran umum : Psikosis
Gangguan pikiran spesifk : Tidak Ada
Gangguan isi pikiran : Waham Kejar (+)
5. Persepsi
Halusinasi : Auditorik (+), Visual (+)
Ilusi : (-)
Deporsinalisasi : (-)
Derealisasi : (-)
6. Sensorium
a) Alertness : Compos Mentis Terganggu
b) Orientasi (waktu, tempat, orang) : Baik
c) Konsentrasi dan Kalkulasi : Baik
d) Memori jarak jauh, belum lama, baru saja.dan segera : Tidak ada
e) Pengetahuan Umum : Cukup
f) Pikiran Abstrak : Baik
7. Insight : Terganggu
8. Judgement
Judgement personal : Tidak terganggu
Judgement sosial : Tidak terganggu
9. Kemampuan mengendalikan rangsang dari dalam diri sendiri :
Terganggu
V. PEMERIKSAAN INTERNAL
1) Sensorium : Compos Mentis Terganggu
2) Suhu : 36,8oC
3) Berat Badan : 53 kg
4) Nadi : 80x/menit
5) Pernafasan : 22 x/menit
6) Tinggi Badan : 155 cm
7) Tekanan Darah : 110/70 mmHg
8) Turgor : baik
9) Status Gizi : cukup
VI. PEMERIKSAAN NEUROLOGIK
1) Urat Syaraf Kepala (Panca Indera) : Tidak ada kelainan
2) Gejala Rangsang Meningeal : Tidak ada kelainan
3) Gejala Peningkatan Tekanan Intrakranial : Tidak ada kelainan
4) Mata :
Gerakan : baik, kelumpuhan tidak ada, nistagmus tidak ada
Persepsi Mata : baik, diplopia tidak ada, visus normal
Pupil
Bentuk : bulat, central, isokor, Ø 3mm
Reaksi cahaya : +/+
Reaksi konvergensi : +/+
Refleks Kornea : +/+
Pemeriksaan Oftalmoskopi : tidak dilakukan
5) Motorik : Tidak ada kelainan
6) Sensibilitas : Tidak ada kelainan
7) Susunan Saraf Vegetatif : Tidak ada kelainan
8) Fungsi Luhur : Tidak ada kelainan
9) Kelainan khusus : Tidak ada
VII. PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN DIAGNOSTIK KHUSUS
LAINNYA
Tidak dilakukan
VIII. PEMERIKSAAN OLEH PSIKOLOG/PETUGAS SOSIAL DAN LAIN-
LAIN
Tidak Ada
IX. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
AKSIS I : F.20.0 Skizofrenia Paranoid
AKSIS II : F.60.0 Gangguan kepribadian paranoid
AKSIS III : Penyakit sistem pernapasan (asma)
AKSIS IV : Masalah psikososial (PHK dan masalah percintaan)
AKSIS V : GAF Scale 60-71
X. PROGNOSIS
Dubia at Malam
XI. DIAGNOSIS BANDING
Skizofrenia Hebefrenik
XII. TERAPI
1. Medikamentosa
2. Inj. Lodomer + Dipenhidramin 1 ampul
3. Risperidone 2x1
4. CPZ 1x1
2. Psikoterapi
Ventil : Memberi kesempatan pada pasien untuk menceritakan keluhan
isi hatinya sehingga pasien merasa lega
Konseling : Memberi penjelasan kepada pasien atas apa yang dia alami
selama ini dan memberi pengertian akan penyakitnya
3. Sosioterapi
Memberi penjelasan ke keluarga dan orang-orang disekitarnya mengenai
keadaan pasien sehingga bias menciptakan lingkungan yang membantu
pemulihan pasien.
BAB IV
ANALISA KASUS
Seorang wanita bernama Nn. S berusia 21 tahun dibawa ke RSJ jambi
karena mengamuk. Sejak 6 bulan yang lalu os sering marah-marah, mengoceh
tidak jelas, os sering tertawa sendiri, dan sering menyendiri. Keluhan ini muncul
sejak os di PHK dari pekerjaannya. Gangguan makan dan gangguan tidur tidak
ada. Os curiga terhadap teman-teman kerjanya, lingkungan, orang-orang
terdekatnya yang dia curigai berselingkuh. Os mengatakan bahwa ia banyak
mendengar suara-suara baik laki- laki maupun perempuan yang berisi,
menyuruhnya memukul pacar dan selingkuhannya. Os juga mengaku sering
melihat tuyul-tuyul. ± 2 hari SMRS, os mengamuk tanpa sebab yang jelas, os lalu
dibawa ke RSJD Jambi MRS
Dari anamesis di dapatkan sebab utama Os di bawa ke RJSD Jambi adalah
karena os mengamuk. Dari auto anamnesis os mengaku mengalami sakit kepala,
os juga mendengar suara bisikan laki-laki dan perempuan yang mempengaruhi os
untuk melakukan sesuatu. Os juga mengaku memiliki kecurigaan terhadap
pacarnya tanpa bukti yang jelas. Hal ini merupakan bentuk dari waham curiga.
Dari obeservasi, os kontak terhadap pemeriksa, kooperatif, tapi sesekali tampak
keengganan os untuk bercerita dan os kerap menghindari beberapa pertanyaan, hal
ini menunjukan kepribadian os yang khas mengarah ke paranoid dimana os
cenderung disosial tapi masih mau kontak dengan pihak lain walau tampak
sungkan, sedangkan pada dari alloanamnesis juga didapatkan bahwa os sering
senyum-senyum dan tertawa sendiri, os juga sering menyendiri di kamar.
Atas dasar gejala diatas, maka berdasarkan PPDGJ-III. terdapat adanya
gejala delusi, halusinasi auditorik, halusinasi visual dan waham lainnya yang
berlangsung selama satu bulan atau lebih seperti yang telah dijelaskan di atas,
maka dapat ditegakkan diagnosis Skizofrenia Paranoid.
DAFTAR PUSTAKA
1. Buchanan RW, Carpenter WT, Schizophrenia : introduction and overview, in:
Kaplan and Sadock comprehensive textbook of psychiatry, 7th ed,
Philadelphia: lippincott Williams and wilkins :2000: 1096-1109.
2. Maslim R, skizofrenla, gangguan skizotipal dan gangguan waham, dalam
PPDGJ III, Jakarta, 1998 :46-57.
3. Kaplan, Hl, Sadock BJ, Grebb JA, Skizofrenia, dalam : Sinopsis psikiatri, ed
7, vol 1, 1997 : 685-729.
4. Kendler KS, Schizophrenia : Genetics, in : Kaplan and Sadock
Comprehensive textbook of psychiatry, 7th ed, Philadelphia: Lippincott
Williams and wilkins, 2000: 1147-1169.