Download - Case Blepharoconjungtivitis Fithra
LAPORAN KASUS
BLEFAROKERATOKONJUNGTIVITIS
Pembimbing:
dr. Agah Gadjali, SpM
dr. Gartati Ismail, SpM
dr. Henry A. W, SpM
dr. Hermansyah, SpM
dr. Mustafa K. Shahab, SpM
Disusun oleh:
Fithra Fauzana
1102010103
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK. 1 RADEN SAID SUKANTO
PERIODE 03 AGUSTUS 2015 – 04 SEPTEMBER 2015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
JAKARTA 2015
1
I. IDENTITAS PASIEN
No. Rekam Medis: 771896
Nama : Tn. A
Umur : 30 tahun
Jenis Kelamin : Laki – laki
Tanggal lahir : 07 Agustus 1985
Agama : Islam
Bangsa / Suku : Indonesia / Sunda
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Penjahit
Alamat : JL. KP Baru Raya I RT 4/9 No. 58 KLP II
Status : Sudah menikah
Tanggal pemeriksaan : Kamis, 13 Agustus 2015
II. ANAMNESA (Autoanamnesis pada 13 Agustus 2015)
Keluhan Utama : Kelopak mata kiri atas dan
bawah semakin
membengkak sejak 2 hari yang
lalu
Keluhan tambahan : Mata kiri merah , terasa perih,
berair
Riwayat Penyakit Sekarang :
2
2 hari sebelum datang ke poli mata RS Polri, pasien
mengeluh mata kiri merah saat bangun pagi, termasuk kelopak
mata kiri atas dan bawah. Sepanjang hari, mata kiri berair dan
terasa seperti ada yang mengganjal pada mata. Sejak pagi,
pasien juga mengeluh mata kiri terasa perih, seperti rasa
ditusuk-tusuk. Pasien berobat ke PUSKESMAS dan diberikan salep
mata serta obat minum berupa vitamin C.
1 hari sebelum datang ke poli mata RS Polri, mata merah
tidak ada perbaikan dan kelopak mata kiri mulai membengkak.
Terdapat “belekan” pada mata saat bangun pagi dan
berlangsung terus sepanjang hari. Kotoran pada mata bewarna
kekuningan, bersifat lengket, keras, dan jumlahnya paling
banyak saat bangun pagi, sampai pasien sulit untuk membuka
mata. Mata masih merah, berair, dan terasa perih. Pasien mulai
mengeluh silau ketika melihat cahaya, tidak seperti biasanya.
Pandangan pada mata kiri pasien mulai menjadi kabur, namun
masih bisa melihat.
5 jam sebelum datang ke poli mata RS Polri saat bangun
pagi, pasien mengeluh kelopak mata kiri semakin membengkak.
Pembengkakan pada kelopak mata membuat pasien sulit untuk
membuka mata. Pasien juga mengeluh “belekan” pada mata kiri
semakin banyak. Pandangan pada mata kiri juga semakin tidak
jelas. Pasien mengatakan bahwa kelopak mata kanan tampak
kemerahan dan sedikit membengkak, tetapi tidak ada mata
merah, rasa perih, mata berair, silau, atau gangguan
penglihatan.
Tidak ada keluhan demam, rasa tidak enak badan, atau
kesulitan dalam menggerakkan bola mata. Tidak ada keluhan
nyeri kepala dan nyeri pada mata yang hebat, mual/ muntah,
atau melihat lingkaran cahaya bewarna (pelangi) saat melihat
benda-benda tertentu. Tidak ada riwayat mata kering, benjolan
pada kelopak mata, operasi/tindakan pada mata, riwayat trauma
3
benda tajam maupun tumpul, riwayat paparan dengan zat kimia
atau benda asing sebelum timbul keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat penyakit diabetes melitus disangkal
Riwayat penyakit hipertensi disangkal
Riwayat penyakit kulit disangkal
Riwayat mengalami benturan atau trauma benda lain
disangkal
Riwayat menggunakan kacamata / contact lens disangkal
Riwayat sakit serupa disangkal
Riwayat alergi makanan disangkal
Riwayat alergi obat disangkal
Riwayat penyakit keluarga
Riwayat keluarga dengan sakit yang sama disangkal
Riwayat penyakit autoimun disangkal
Riwayat penyakit diabetes melitus disangkal
Riwayat penyakit hipertensi disangkal
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis:
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis4
Tanda Vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu : Afebris
5
Status Oftalmologi:
Inspeksi
6
Pemeriksaan oftalmologikusOD OS
Tes Hirschberg OrtoforiaGerakan bola mata
Visus 5/5 E 5/40 SCTIO N/palpasi N/palpasi
Supercilia Madarosis (-)Skuama (-)
Madarosis (-)Skuama (-)
Palpebra superior Edema (+)Eritem (+)Krusta (-)Nyeri tekan (-)Benjolan (-)Skuama (-)
Edema (+)Eritem (+)Krusta (+)Nyeri tekan (+)Madarosis (+)Collarette (+)Vesicle (+)Benjolan (-)Skuama (-)
Palpebra inferior Edema (+)Eritem (+)Krusta (-)Nyeri tekan (-)Benjolan (-)
Edema (+)Eritem (+)Krusta (+)Nyeri tekan (+)Madarosis (+)Collarette (+)
Konjungtiva tarsalis superior
Edema (+)Hiperemis (+)Krusta (-)Papil (-)
Edema (+)Hiperemis (+)Krusta (+)Papil (-)
Konjungtiva tarsalis inferior
Edema (+)Hiperemis (+)Krusta (-)Epifora (-)
Edema (+)Hiperemis (+)Krusta (+)Epifora (+)
7
Pemeriksaan oftalmologikus (lanjut)
Konjungtiva bulbi Tenang Injeksi siliar (+)
Injeksi konjungtiva (+)
Kemosis (+)
Fliktenula (+)
Kornea Jernih Infiltrat marginal (+)
Descement fold (+)
Keratic Precipitate (-)
Ulkus (-)
Sikatriks (-)
Bilik mata depan Jernih, kedalaman sedang Jernih, kedalaman sedang
Cell (-)
Flare (-)
Iris Bulat, radier
Warna coklat, kripta (+)
Sinekia anterior (-)
Sinekia posterior (-)
Bulat, radier
Warna coklat, kripta (+)
Sinekia anterior (-)
Sinekia posterior (-)
Pupil Bulat, berada di sentral Bulat, berada di sentral
Ø 3mm Isokor
Lensa Jernih Jernih
Vitreus Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
Fundus Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
8
IV. Pemeriksaan Penunjang – Slit lamp
9
V. RESUME
Pasien laki - laki berumur 30 tahun datang dengan keluhan
kelopak mata kiri semakin membengkak sejak 2 hari yang lalu.
Pembengkakan pada kelopak mata kiri diawali dengan kelopak mata
kemerahan, mata merah yang berair, dan terasa seperti ada yang
menggajal. Keluhan kemudian disertai penglihatan silau dengan
penglihatan yang menjadi kabur, dan rasa perih yang hebat pada
mata kiri. Keluhan pasien juga disertai kotoran mata yang
mengeras, bewarna kekuningan, yang membuat kelopak mata
melekat dan sulit dibuka. Keluhan pasien semakin memburuk dan
dirasakan paling berat pada pagi hari.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda vital dalam
batas normal (tekanan darah 120/80mmHg, nadi 80 kali/menit, laju
nafas 20 kali/menit, dan suhu afebris).
Pada pemeriksaan oftamologi ditemukan:
Visus
OD : 5/5 E
OS : 5/40 SC
Palpebra superior dan inferior :
OD
o Edema (+)
o Eritem (+)
OS
o Edema (+)
o Eritem (+)
o Krusta (+)
o Nyeri tekan (+)
o Madarosis (+)
o Vesicle (+)
o Collarette (+)
Konjungtiva tarsalis superior dan inferior :10
OD
o Edema (+)
o Hiperemis (+)
OS
o Edema (+)
o Hiperemis (+)
o Krusta (+)
o Epifora (+)
Konjungtiva bulbi
OS
o Injeksi siliar (+)
o Injeksi konjungtiva (+)
o Kemosis (+)
o Fliktenula (+)
Kornea
OS
o Infiltrat marginal (+)
o Descement fold (+)
VI. DIAGNOSIS KERJA
Blefarokeratokonjungtivitis OS
Blefaritis OD
VII. PENATALAKSANAAN
Rencana Diagnostik:
- Pemeriksaan apusan gram dengan sediaan kerokan tepi
palpebra sinistra
Rencana Terapi :
Terapi sistemik
11
- Antibiotik sistemik : Ciprofloxacin 2x500 mg
- Antiinflamasi : Methylprednisolone 3x 8mg
Terapi topikal
- Antibiotik dan antiinflamasi topikal
o Tetes mata Cendo Xitrol® pada orbita dekstra dan
sinistra 6 x 1 tetes
Deksametason 0,1%
Neomisin Sulfat 3,5 mg
Polimiksin B Sulfat 6000 IU
o Salep mata Sulfasetamid Sodium 10mg dioleskan sekali
sehari ke orbita dekstra dan sinistra pada malam hari
(sebelum tidur)
- Kompres dingin 3 - 4 kali sehari selama 10 - 15 menit tiap
kalinya. Lakukan dengan mata tertutup.
Edukasi Pasien
- Memberi tahu pasien untuk kontrol ke poliklinik mata 3 hari
mendatang
- Menjelaskan cara pemakaian obat dan pentingnya
menggunakan obat dengan teratur dan sesuai petunjuk.
- Menjelaskan pentingnya menjaga higienitas kedua mata
serta caranya:
o Kompres kelopak mata dengan air hangat bersih
dengan mata tertutup selama 5 menit
o Membersihkan kelopak mata dengan handuk basah
dengan air hangat bercampur dengan sampo bayi
(1:10). Ulangi dengan membersihkan lebih teliti
(menggosok dengan pelan-pelan) tepi kelopak mata.
Rencana monitor/evaluasi:
- Evaluasi tanda-tanda vital pasien
12
- Evaluasi klinis pasien
- Evaluasi higienitas mata pasien
VIII. PROGNOSIS
- Quo Ad Vitam : Ad Bonam
- Quo Ad Fungsionam : Ad Bonam
- Quo Ad Sanactionam : Dubia Ad Bonam
- Quo Ad Cosmetican : Ad Bonam
TINJAUAN PUSTAKA
BLEFARITIS
I. DEFINISI
Blefaritis adalah radang pada kelopak mata dan tepi kelopak. Hal itu dapat
menyebabkan mata merah, gatal, dan dapat mengenai kelopak mata pada kedua mata.
Radang pada tepi kelopak biasanya melibatkan folikel dan kelenjar rambut.1 Dengan ini,
pasien sering mengalami madarosis dan trichiasis dari bulu mata, terutama pada infeksi
Staphylococcus.
Blefaritis terjadi akibat interaksi yang kompleks dari berbagai faktor, termasuk
reaksi sistem imun yang abnormal, organisme atau mikroba, dan kelainan film/sekresi air
mata. Blefaritis dapat disebabkan infeksi dan alergi yang biasanya berjalan kronis atau
menahun. Blefaritis alergi dapat terjadi akibat debu, asap, bahan kimia, iritatif, dan bahan
kosmetik. Infeksi kelopak dapat disebabkan oleh kuman Staphylococcus aureus dan
Staphylococcus epidermidis.2 Di kenal bentuk blefaritis skuamosa, blefaritis ulseratif, dan
blefaritis angularis. Blefaritis juga berhubungan dengan kondisi dermatologis seperti
dermatitis seboroik, dan rosasea. 3 Seringkali penyebab pada blefaritis bersifat mixed, atau
campuran dengan dematitis dan infeksi. Gejala umum pada blefaritis adalah kelopak mata
merah, bengkak, sakit, eksudat lengket dan epiforia. Blefaritis sering disertai dengan
konjungtivitis dan keratitis. Biasanya blefaritis sebelum diobati dibersihkan dengan garam
fisiologik hangat, dan kemudian diberikan antibiotik yang sesuai.
13
II. EPIDEMIOLOGI
Blefaritis kronik merupakan paling umum pada pasien saat pemeriksaan klinis
mata seperti iritasi. Berdasarkan gejala klinis yang paling sering adalah blefaritis posterior
24% dan blefaritis anterior 12%. Hasil survei Amerika Serikat prevalensi gejala blefaritis
selama 12 bulan terakhir adalah terasa gatal dan terbakar, iritasi setelah menggunakan
komputer selama lebih dari 3 jam, kelopak mata terasa berat dan bengkak, serpihan bulu
mata, mata kering atau iritasi, mata terasa berair terutama di pagi hari dan mata merah.
79,3% melaporkan memiliki gejala paling sedikit satu gejala selama 12 bulan dan 63%
melaporkan memiliki gejala lebih dari satu.4 Prevalensi temuan klinis sedikit lebih tinggi
dibandingkan dengan gejala yang dilaporkan sendiri. Empat belas persen dari total pasien
melaporkan tidak ada gejala dan enam persen tidak memiliki tanda-tanda klinis blefaritis.
Berdasarkan penelitian Werdich et al 2011 melaporkan survei pasien blefaritis
menunjukkan insidensi adalah 50% dan 36% untuk ringan, 32% dan 50 % sedang, dan
hanya 4% dan 8% untuk gejala yang parah dan tanda blefaritis masing-masing.5 Secara
demografis, kecenderungan lebih tinggi penularan blefaritis ditemukan pada populasi kelas
sosial ekonomi rendah, dan penduduk yang tinggal di daerah perkotaan.
II. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Palpebra adalah lipatan tipis yang terdiri atas kulit, otot dan jaringan fibrosa, yang
berfungsi melindungi struktur-struktur mata yang rentan. Palpebra sangat mudah
digerakkan karena kulitnya paling tipis di antara kulit di bagian tubuh lain. Di palpebra
terdapat rambut halus, yang hanya tampak dengan pembesaran. Di bawah kulit terdapat
jaringan areolar longgar yang bisa mengembang pada edema massif. Bagian belakang
palpebra ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal. Musculus
orbicularis oculi melekat pada kulit. Permukaan dalamnya dipersarafi nervus cranialis
facialis (VII), dan fungsinya adalah untuk menutup palpebra. Otot ini terbagi atas bagian
orbital, praseptal dan pratarsal. Bagian orbital, yang terutama berfungsi untuk menutup
mata dengan kuat, adalah suatu otot sirkular tanpa insersio temporal. Otot praseptal dan
pratarsal memiliki caput medial superficial dan profondus yang berperan dalam
pemompaan air mata.2 Tepian palpebra ditunjang oleh tarsus, yaitu lempeng fibrosa kaku
yang dihubungkan ke tepian orbita oleh tendo-tendo kantus medialis dan lateralis. Septum
orbitale, yang berasal dari tepian orbita, melekat pada aponeurosis levatoris, kemudian 14
menyatu dengan tarsus. Pada palpebra inferior, septum bergabung dengan tepi bawah
tarsus. Septum merupakan sawar yang penting antara palpebra dan orbita.2
Maka dari itu, terdapat bagian-bagian pada palpebra :2
1. Kelenjar
o Kelenjar moll
Kelenjar keringat
o Kelenjar zeis
Kelenjar sebasea
Terletak pada pangkal folikel bulu mata
o Kelenjar meibom
Kelenjar sebasea dengan jumlah sekitar 30-40 kelenjar
Mensekresi sebum yang akan melapisi permukaan tarsal
dan bola mata
Mencegah palpebra untuk saling melekat
Mencegah evaporasi tears
Menjaga agar tear film dari permukaan bola mata
dapat tersebar dengan cepat pada setiap kedipan
mata
2. Otot
o M. Orbikularis okuli
Berjalan melingkar di dalam kelopak atas dan bawah, dan
terletak di bawah kulit kelopak.
Pars palpebralis berfungsi mengedipkan mata
Pars orbitalis berfungsi menutup mata
Dipersarafi N. VII (N. Fasialis)
o Otot- otot retraktor:
Palpebra superior
M. levator palpebra superioris
15
o Otot levator berorigio di apeks orbita (ala
minor os. Sphenoidalis) bersamaan dengan
M. rectus superior
o Otot ini membentuk aponeurosis yang
melekat pada sepertiga bawah tarsus (10mm
di belakang septum orbitale
Berfungsi untuk mengangkat kelopak mata atau
membuka mata.
Dipersarafi N. III (N. Okulomotorius)
Palpebra inferior
Fasia kapsulopalpebra
o Berasal dari musculus rectus inferior dan
berinsersio pada batas bawah tarsus.
o Berfungsi menarik palpebra inferior
membentuk lapisan berikutnya, yang
melekat pada konjungtiva.
3. Tarsus
o Merupakan jaringan ikat dengan kelenjar di dalamnya atau kelenjar
Meibom yang bermuara pada margo palpebra.
4. Septum orbita yang merupakan jaringan fibrosa berasal dari rima orbita
merupakan pembatas isi orbita dengan kelopak depan.
5. Pembuluh darah
o Pasokan darah palpebra datang dari arteria lacrimalis dan
opthalmica melalui cabang-cabang palpebra lateral dan medialnya.
Anastomosis di antara arteria palpebralis lateralis dan medialis
membentuk cabang-cabang tarsal yang terletak di dalam jaringan
areolar submandibular. Drainase vena dari palpebra mengalir ke
dalam vena opthalmica dan vena-vena yang membawa darah dari
dahi dan temporal. Vena-vena itu tersusun dalam pleksus pra dan
pascatarsal. Pembuluh limfe segmen lateral palpebra berjalan ke
dalam kelenjar getah bening preaurikular dan parotis. Pembuluh
16
limfe dari sisi medial palpebra mengalirkan isinya ke dalam
kelenjar getah bening submandibular.
Fungsi Palpebra
1. Mencegah ruda paksa Mencegah cahaya yang menyilaukan
2. Membantu menyebarkan air mata
3. Proses berkedip (blink):
a. Refleks - didahului suatu stimuli
b. Spontan - tdk didahului
Gambar 1. Anatomi palpebra superior bagian posterior.6
Sumber: Vaughan, D.G. Oftalmologi Umum, Edisi 14, Cetakan I, Widya Medika, Jakarta,
2000: Hal 17-20
17
III. ETIOLOGI
Blefaritis dapat disebabkan infeksi dan alergi yang biasanya berjalan kronis atau
menahun. Blefaritis alergi dapat terjadi akibat debu, asap, bahan kimia iritatif dan bahan
kosmetik. Infeksi kelopak dapat disebabkan kuman Streptococcus alfa atau beta,
Pneumococcus dan Pseudomonas.Demodex folliculorum selain dapat merupakan penyebab
dapat pula merupakan vektor untuk terjadinya infeksi Staphylococcus. Dikenal bentuk
blefaritis skuamosa, blefaritis ulseratif dan blefaritis angularis. Blefaritis sering disertai
dengan konjungtivitis dan keratitis.1
Berdasarkan etiologi, blefaritis dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
1. Blefaritis anterior :
Tipe ini mengenai kelopak mata bagian luar depan (tempat melekatnya bulu
mata). Penyebabnya adalah bakteri stafilokokus dan seborrheik. Blefaritis stafilokok
dapat disebabkan infeksi oleh Staphylococcus aureus, yang sering ulseratif, atau
Staphylococcus epidermidis atau Staphylococcus koagulase-negatif. Blefaritis
seboroik(non-ulseratif) umumnya bersamaan dengan adanya Pityrosporum ovale. 1
2. Blefaritis posterior :
Tipe ini mengenai kelopak mata bagian dalam (bagian kelopak mata yang
lembab, yang bersentuhan dengan mata). Penyebabnya adalah kelainan pada kelenjar
meibom. Dua penyakit kulit yang bisa menyebabkan blefaritis posterior adalah
rosasea dan dermatitis seboreik. 1
Berdasarkan American Optometric Association 2002, ada beberapa hal faktor resiko
blefaritis antara lain:7
¨ Penyakit sistemik yang mendasarinya
¨ Dermatitis seboroik
¨ Akne rosasea
¨ Dermatitis atopik dan psoriasis
¨ Sika keratokojuntivitis
18
IV. KLASIFIKASI
1. Blefaritis superfisial
Bila infeksi kelopak superfisial disebabkan oleh staphylococcus maka
pengobatan yang terbaik adalah dengan salep antibiotik seperti sulfasetamid dan
sulfisolksazol. Sebelum pemberian antibiotik krusta diangkat dengan kapas basah.
Bila terjadi blefaritis menahun maka dilakukan penekanan manual kelenjar Meibom
untuk mengeluarkan nanah dari kelenjar Meibom. 1
2. Blefaritis seboroik
Blefaritis seboroik merupakan peradangan menahun yang sukar
penanganannya. Pengobatannya adalah dengan memperbaiki kebersihan dan
membersihkan kelopak dari kotoran. Dilakukan pembersihan dengan kapas lidi
hangat. Kompres hangat selama 5-10 menit. Kelenjar Meibom ditekan dan
dibersihkan dengan shampoo bayi. Penyulit yang dapat timbul berupa flikten,
keratitis marginal, tukak kornea, vaskularisasi, hordeolum dan madarosis. 1
3. Blefaritis Skuamosa
Blefaritis skuamosa adalah blefaritis disertai skuama atau krusta pada pangkal
bulu mata yang bila dikupas tidak mengakibatkan terjadinya luka kulit. Merupakan
peradangan tepi kelopak terutama yang mengenai kulit di daerah akar bulu mata dan
sering terdapat pada orang yang berambut minyak. Blefaritis ini berjalan bersama
dermatitis seboroik. Penyebab blefaritis skuamosa adalah kelainan metabolik
ataupun oleh jamur. Pasien dengan blefaritis skuamosa akan terasa panas dan gatal.
Pada blefaritis skuamosa terdapat sisik berwarna halus-halus dan penebalan margo
palpebra disertai madarosis. Sisik ini mudah dikupas dari dasarnya mengakibatkan
perdarahan. Pengobatan blefaritis skuamosa ialah dengan membersihkan tepi
kelopak dengan shampoo bayi, salep mata, dan steroid setempat disertai dengan
memperbaiki metabolisme pasien. Penyulit yang dapat terjadi pada blefaritis
skuamosa adalah keratitis, konjungtivitis. 1
4. Blefaritis Ulseratif
Merupakan peradangan tepi kelopak atau blefaritis dengan tukak akibat infeksi
staphylococcus. Pada blefaritis ulseratif terdapat keropeng berwarna kekunung-
kuningan yang bila diangkat akan terlihat ulkus yang yang kecil dan mengeluarkan 19
dfarah di sekitar bulu mata. Pada blefaritis ulseratif skuama yang terbentuk bersifat
kering dan keras, yang bila diangkat akan luka dengan disertai perdarahan. Penyakit
bersifat sangat infeksius. Ulserasi berjalan lebih lanjut dan lebih dalam dan merusak
folikel rambut sehingga mengakibatkan rontok (madarosis). Pengobatan dengan
antibiotik dan higiene yang baik. Pengobatan pada blefaritis ulseratif dapat dengan
sulfasetamid, gentamisin atau basitrasin. Biasanya disebabkan stafilokok maka diberi
obat staphylococcus. Apabila ulseratif luas pengobatan harus ditambah antibiotik
sistemik dan diberi roboransia. Penyulit adalah madarosis akibat ulserasi berjalan
lanjut yang merusak folikel rambut, trikiasis, keratitis superfisial, keratitis pungtata,
hordeolum dan kalazion. Bila ulkus kelopak ini sembuh maka akan terjadi tarikan
jaringan parut yang juga dapat berakibat trikiasis. 1
5. Blefaritis angularis
Blefaritis angularis merupakan infeksi staphylococcus pada tepi kelopak di
sudut kelopak atau kantus. Blefaritis angularis yang mengenai sudut kelopak mata
(kantus eksternus dan internus) sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada fungsi
puntum lakrimal. Blefariris angularis disebabkan Staphylococcus aureus. Biasanya
kelainan ini bersifat rekuren. Blefaritis angularis diobati dengan sulfa, tetrasiklin dan
Sengsulfat. Penyulit pada pungtum lakrimal bagian medial sudut mata yang akan
menyumbat duktus lakrimal. 1
6. Meibomianitis
Merupakan infeksi pada kelenjar Meibom yang akan mengakibatkan tanda
peradangan lokal pada kelenjar tersebut. Meibomianitis menahun perlu pengobatan
kompres hangat, penekanan dan pengeluaran nanah dari dalam berulang kali disertai
antibiotik lokal. 1
7. Blefaritis Virus
a. Herpes Zoster
Virus herpes zoster dapat memberikan infeksi pada ganglion
gaseri saraf trigeminus. Biasanya herpes zoster akan mengenai orang
dengan usia lanjut. Bila yang terkena ganglion cabang oftalmik maka
akan terlihat gejala-gejala herpes zoster pada mata dan kelopak mata
atas. 1
20
Gejala tidak akan melampaui garis median kepala dengan
tanda-tanda yang terlihat pada mata adalah rasa sakit pada daerah yang
terkena dan badan terasa demam. Pada kelopak mata terlihat vesikel
dan infiltrate pada kornea bila mata terkena. Lesi vesikel pada cabang
oftalmik saraf trigeminus superficial merupakan gejala yang khusus
pada infeksi herpes zoster mata. 1
Pengobatan herpes zoster tidak merupakan obat spesifik tapi
hanya simtomatik. Pengobatan steroid superficial tanpa masuk ke
dalam mata akan mengurangkan gejala radang. Terdapat berbagai
pendapat mengenai pengobatan steroid sistemik. Pengobatan stroid
dosis tinggi akan mengurangkan gejala yang berat. Hati-hati
kemungkinan terjadinya viremia pada penderita penyakit yang
menahun. Infeksi herpes zoster diberi analgesic untuk mengurangkan
rasa sakit, penyulit yang dapat terjadi pada herpes zoster oftalmik
adalah uveitis, parese otot penggerak mata, glaucoma, dan neuritis
optik. 1
b. Herpes Simpleks
Vesikel kecil dikelilingi eritema yang dapat disertai dengan
keadaan yang sama pada bibir merupakan tanda herpes simpleks
kronik. Dikenal bentuk blefaritis simpleks yang merupakan radang tepi
kelopak ringan dengan terbentuknya krusta kuning basah pada tepi
bulu mata, yang mengakibatkan kedua kelopak lengket. 1
Tidak terdapat pengobatan spesifik. Bila terdapat infeksi
sekunder dapat diberi antibiotic sistemik atau topikal. Pemberian
kortikosteroid merupakan kontraindikasi karena dapat mengakibatkan
menularnya herpes simpleks pada kornea. Asiklovir dan IDU dapat
diberikan terutama pada infeksi dini. 1
8. Blefaritis Jamur
a. Infeksi Superfisial
Infeksi jamur pada kelopak superficial biasanya diobati dengan
griseofulvin terutama efektif untuk eipdermomikosis. Diberikan 0,5-1
gram sehari dengan dosis tunggal atau dibagi rata. Pengobatan
21
diteruskan 1-2 minggu setelah terlihat gejala menurun. Untuk infeksi
kandida diberi pengobatan nistatin topikal 100.000 unit per gram. 1
b. Infeksi Jamur Dalam
Pengobatan infeksi jamur dalam adalah secara sistemik. Infeksi
Actinomyces dan Nocardia efektif diobati dengan sulfonamid, penisilin
atau antibiotic spektrum luas. Amfoterisin B dipergunakan untuk
pengobatan Histoplasmosis, sporotrikosis, aspergilosis, torulosis,
kriptokokosis dan blastomikosis. 1
Pengobatan Amferoterisin B dimulai dengan 0,05-0,1 mg/Kg
BB, yang diberikan intravena lambat selama 6-8 jam. Dilarutkan dalam
dekstrose 5% dalam air. Dosis dinaikkan sampai 1 mg/Kg BB, dosis
total tidak boleh melebihi 2 gram. Pengobatan diberikan setiap hari
selama 2-3 minggu setelah gejala berkurang. Penyulit yang terberat
adalah kerusakan ginjal yang akan membuat urea darah meningkat dan
terdapatnya cast dan darah dalam urin. Bila terjadi peningkatan urea
nitrogen darah melebihi 50 atau kreatinin lebih 2 maka pengobatan
harus dihentikan. Obat ini toksik dan memerlukan penentuan indikasi
pemakaian yang tepat. 1
9. Blefaritis Pedikulosis
Kadang-kadang pada penderita dengan hygiene yang buruk akan dapat
bersarang tuma atau kutu pada pangkal silia didaerah margo palpebra. Pengobatan
pedikulosis adalah dengan aplikasi salep merupakan ammoniated 3%. Salep
fisotigmin dan tetes mata DFP cukup efektif untuk tuma atau kutu ini. 1
10. Alergi
a. Dermatitis Kontak
Dermatitis kontak penyebabnya adalah bahan yang berkontak
pada kelopak, maka dengan berjalannya waktu gejala akan berkurang.
Pengobatan dengan melakukan pembersihan kelopak dari bahan
penyebab, cuci dengan larutan NaCl, beri salep mengandung steroid
sampai gejala berkurang. 1
b. Blefaritis Urtikaria
22
Urtikaria pada kelopak terjadi akibat masuknya obat atau
makanan pada pasien yang rentan. Untuk mengurangi keluhan umum
diberikan steroid topikal ataupun sistemik, dan dicegah pemakaian
steroid lama. Obat antihistamin untuk mengurangi gejala alergi. 1
V. GAMBARAN KLINIK
Gejala utamanya blefaritis anterior adalah iritasi, rasa terbakar dan gatal pada tepi
palpebra. Mata yang terkena “bertepi merah.” Banyak sisi atau “granulasi” terlihat
menggantung di bulu mata palpebra superior dan inferior. Sedangakan blefaritis posterior
bermanifestasi dalam aneka macam gejala yang mengenai palpebra, air mata, konjungtiva
dan kornea. Perubahan kelenjar meibom mencakup peradangan muara meibom, sumbatan
muatan kelenjar oleh sekret yang kental, pelebaran kelenjar meibom dalam lempeng tarsus
dan keluarnya sekret abnormal lunak mirip keju bila kelenjar itu dipencet. Tepi palpebra
tampak hiperemis dan telangiektasia. Palpebra juga membulat dan menggulung ke dalam
sebagai akibat parut pada konjungtiva tarsal, membentuk hubungan yang abnormal antara
film air mata prakornea dan muara-muara kelenjar meibom. Air mata mungkin berbusa
atau sangat berlemak.2
Dapat dirangkum gejala dan tanpa blefaritis sebagai berikut:
Gejala :
1. Blefaritis menyebabkan kemerahan dan pembengkakan pada kelopak mata.
2. Dapat terbentuk sisik dan/atau luka terbuka yang dangkal.
3. Dapat disertai kerontokan pada bulu mata
4. Blefaritis bisa menyebabkan penderita merasa ada sesuatu di matanya.
5. Mata dan kelopak mata terasa gatal, panas dan menjadi merah.
6. Mata menjadi berair dan peka terhadap cahaya terang.
7. Dapat terbentuk keropeng yang melekat erat pada tepi kelopak mata; jika
keropeng dilepaskan, bisa terjadi perdarahan.
8. Selama tidur, sekresi mata mengering sehingga ketika bangun kelopak mata
sukar dibuka.
Tanda :
1. Skuama pada tepi kelopak
2. Jumlah bulu mata berkurang (madarosis siliaris)23
3. Obstruksi dan sumbatan duktus meibom
4. Sekresi Meibom keruh
5. Injeksi pada tepi kelopak
6. Abnormalitas film air mata
VI. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi blefaritis biasanya terjadi kolonisasi bakteri pada mata. Hal ini
mengakibatkan invasi mikrobakteri secara langsung pada jaringan, kerusakan sistem imun
atau kerusakan yang disebabkan oleh produksi toksin bakteri, sisa buangan dan enzim.
Kolonisasi dari tepi kelopak mata dapat ditingkatkan dengan adanya dermatitis seboroik
dan kelainan fungsi kelenjar meibom. Pembentukan minyak berlebihan di dalam kelenjar di
dekat kelopak mata serta squama (atau kelainan pada kulit kelopak mata) merupakan faktor
yang memudahkan bakteri untuk berkolonisasi.2
Blefaritis anterior dapat disebabkan bakteri stafilokokk dan seborreik. Blefaritis
stafilokok dapat disebabkan oleh infeksi Staphylococcus aureus, yang sering ulseratif
atau Staphylococcus epdiermidis (stafilokok koagulase-negatif). Blefaritis seborreik (non-
ulseratif) umumnya berkaitan dengan keberadaan Pityrosporum ovale meskipun organisme
ini belum terbukti menjadi penyebabnya. Sering kali kedua jenis blefaritis ada secara
bersamaan (infeksi campur). Seborrhea kulit kepala, alis, dan telinga sering menyertai
blefaritis seborreik. Pada blefaritis posterior merupakan peradangan palpebra akibat
disfungsi kelenjar meibom. Blefaritis anterior dan posterior bisa terjadi secara bersamaan.
Dermatitis seboroik umumnya disertai dengan disfungsi kelenjar meibom. Kolonisasi atau
infeksi strain stafilokokok dalam jumlah memadai sering disertai dengan penyakit kelenjar
meibom dan bisa menjadi salah satu penyebab gangguan fungsi kelenjar meibom. Lipase
bakteri dapat menimbulkan peradangan pada kelenjar meibom dan konjungtiva serta
menyebabkan terganggunya film air mata.2
VII. DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan kelopak mata.
Dapat dilakukan pemeriksaan gram pada kelopak mata untuk menentukan mikroorganisme
penyebab serta kultur dengan uji sensitivitas dan resistensi untuk menetapkan pengobatan
yang tepat.2
24
VII. PENATALAKSANAAN
Pengobatan utama adalah membersihkan pinggiran kelopak mata untuk mengangkat
minyak yang merupakan makanan bagi bakteri. Bisa digunakan sampo bayi atau
pembersih khusus. Untuk membantu membasmi bakteri kadang diberikan salep antibiotik
(misalnya erythromycin atau sulfacetamide) atau antibiotik per-oral (misalnya
tetracycline). Jika terdapat dermatitis seboroik, harus diobati. Jika terdapat kutu, bisa
dihilangkan dengan mengoleskan jeli petroleum pada dasar bulu mata.
Pengobatan pada blefaritis akut adalah menjaga kebersihan dan pemberian obat
antibiotik Tidak ada pengobatan yang lengkap untuk blefaritis kronik. Pengobatan
blefaritis antara lain:
1. Menjaga higene (misalnya kompres)
2. Pemakaian shampoo anti ketombe misalnya selenium
3. Obat tetes mata atau salep antibiotik misalnya eritromisin, bacitracin, polimiksin,
gentamisin,7 sulfasetamid sodium, atau antibiotik lain dengan spektrum yang
luas.2
Peradangan yang jelas pada struktur-struktur mengharuskan pengobatan aktif,
termasuk terapi antibiotik sistemik dosis rendah jangka panjang, biasanya doxycyline
(100 mg dua kali sehari) atau eritromisin (250 mg tiga kali sehari), tetapi juga
berpedoman pada hasil biakan bakteri dari tepi palpebra.
KOMPLIKASI
Penyulit blefaritis yang dapat timbul adalah hordeolum, kalazion, konjungtivitis,
keratitis epitel (sepertiga atas), infiltrat kornea marginal, madarosis, dan mata kering,
terutama pada blefaritis stafilokok. Blefaritis paling sering menyebabkan mata kering
yang memicu terjadinya konjungtivitis yang sifatnya rekuren.2,8 Mata kering terjadi akibat
terganggunya film mata air, terutama pada lapisan lipid (lapisan teratas). Hal ini dapat
dipengaruhi dua faktor. Yang pertama adalah gangguan pada sekresi kelenjar meibom
akibat terjadinya obstruksi atau proses inflamasi akibat kolonisasi bakteri di dalam folikel.
Dengan sekresi yang berkurang, akan terjadinya gangguan penguapanan air mata yang
25
cepat, terganggunya barier hidrofobik, dan berkurangnya lubrikasi palpebra. Faktor yang
kedua adalah pada blefaritis stafilokok.2
Blefaritis sering menyebabkan keratokonjungtivitis. Konjungtivitis biasanya
berupa konjungtivitis imunologik akibat reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Hal ini
biasanya disebabkan oleh blefaritis stafilokok dan blefaritis kontak. Pada blefaritis
stafilokok, protein yang dihasilkan Staphylococcus akan memicu respond hipersensitivitas
lambat. Manifestasi yang sering timbul adalah fliktenulosis, maka kondisi tersebut dikenal
sebagai keratokonjungtivitis fliktenularis. Fliktenula berupa lesi kecil yang keras, merah,
meninggi yang dikelilingi zona hiperemia. Lesi tersebut disebabkan oleh infiltrasi sel-sel
polimorfnuklear ke perivaskular dan subepitel setempat. Letaknya biasanya pada
konjungtiva bulbi, kornea, tetapi paling sering pada limbus. Pada limbus, bentuk pada lesi
berupa segi tiga dengan apeksnya mengarah ke kornea. Gejala yang sering timbul adalah
iritasi dan mata berair. Jika fliktenulosis terjadi pada kornea, akan timbul jaringan parut
pada fase penyembuhan. Sedangkan, fliktenula yang terletak di konjungtiva bulbi akan
sembuh tanpa meninggalkan jaringan parut. 2
Pada blefaritis, kelainan pada kornea sering timbul bukan akibat infeksi aktif dari
stafilokokus, tetapi akibat sensitisasi terhadap produk bakteri. Proses yang terjadi adalah
reaksi antigen –antibodi dari pembuluh limbus yang berdifusi melalui epitel kornea.
Bagien perifer kornea mendapat nutrisi dari akuos humor, kapiler limbus, dan film air
mata. Bagian ini berhubungan dengan jaringan limfoid subkonjungtival dan pembuluh-
pembuluh limfe di limbus. Terdapat persamaan yang mencolok antara jalinan kapiler
limbus dan jalinan kapiler glomerulus ginjal. Pada membrana basalis dan endotel kapiler,
sering terjadi endapan kompleks antigen-antibodi. Maka, kornea sering terlibat dan
bermanifestasi sebagai keratitis marginal. Jika tidak diobati, keratitis marginal dapat
berlangsung menjadi ulkus dan terjadi vaskularisasi pada kornea. Kondisi ini dapat
menyebabkan penurunan pada penglihatan dan terasa sangat nyeri. Kortikosteroid dapat
mempersingkat perjalan penyakit dan mengurangi gejala. 2
I. PROGNOSIS
Pada blefaritis prognosis sangat baik dan dapat hilang dengan terapi. 2
26
BAB III
DISKUSI
Analisa Kasus
Diagnosis ditegakan berdasarkan hasil dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik.
Pada anamnesis ditemukan pasien laki - laki berumur 30 tahun
datang dengan keluhan kelopak mata kiri semakin membengkak
sejak 2 hari yang lalu. Pembengkakan ini menandakan suatu
peradangan pada palpebra, maka mengarah kepada diagnosis
blefaritis. Pembengkakan pada kelopak mata kiri diawali dengan
kelopak mata kemerahan, mata merah yang berair, dan terasa
seperti ada yang menggajal. Hal ini menunjukkan bahwa penyakit
sudah mengalami komplikasi berupa peradangan pada konjungtiva.
Keluhan kemudian disertai penglihatan silau dengan penglihatan
yang menjadi kabur, dan rasa perih yang hebat pada mata kiri.
Keluhan tersebut menandakan bahwa sudah terjadi keterlibatan
kornea. Keluhan pasien juga disertai kotoran mata yang mengeras,
bewarna kekuningan, yang membuat kelopak mata melekat dan
sulit dibuka. Keluhan pasien semakin memburuk dan dirasakan
paling berat pada pagi hari. Hal ini sangat khas pada blefaritis yang
disebabkan oleh bakteri.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda vital dalam
batas normal (tekanan darah 120/80mmHg, nadi 80 kali/menit, laju
nafas 20 kali/menit, dan suhu afebris), yang berarti tidak ada tanda-
tanda kelainan sistemik.
Pada pemeriksaan oftamologi ditemukan penurunan visus
mata kiri (5/40 SC) yang dapat disebabkan oleh kelainan pada kornea. Kelainan
pada kornea bermanifestasi sebagai infiltrat marginal, sala satu komplikasi pada
blefaritis stafilokok.2 Gambaran klinis pada palpebra seperti edema, eritema, krusta,
nyeri tekan, madorosis, vesikel, serta kolaret merupakan tanda-tanda khas pada
blefaritis akibat bakteri stafilokok. Pada pemeriksaan fisik, juga ditemukan
konjungtiva tarsalis superior dan inferior kanan dan kiri mengalami edema dan
27
hiperemia yang berarti, kedua kelopak mata terinfeksi (bilateral). Pada konjungtiva
bulbi orbita sinistra ditemukan tanda-tanda konjungtivitis berupa injeksi siliar, injeksi
konjungtiva, kemosis, dan fliktenula. Pada kornea ditemukan tanda-tanda keratitis
berupa infiltrat marginal dan descement fold. Maka dari itu, ditegakkan diagnosis
blefarokeratokonjungtivitis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas,S., 2010. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3.Jakarta: FKUI.hal 89-97
2. Eva,P.R.,Whitcher,J.P., 2009. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum.Edisi ke-
17.Jakarta:EGC.hal 78-80.
3. Jackson,W.B., 2008. Blepharitis: Current Strategies for Diagnosis
and Management.Can J Ophthalmol. 2008 Apr;43(2):170-9.
4. Lindstrom, R.L., 2011. A CME Monograph Blepharitis 2010 Update on Research and
Management.Opthalmology Times.
5. Werdich,X.Q.,Ruez,T.,Singh,R.P., 2011.Prevalence and Severity of Blepharitis
Symptoms and Signs amongst Patients with Age-Related Macular Degeneration. Cole
Eye Institute, Cleveland Clinic Foundation, Cleveland, OH, USA.
6. Vaughan, D.G. Oftalmologi Umum, Edisi 14, Cetakan I, Widya Medika, Jakarta,
2000: Hal 17-20
7. American Optometric Association.,2002. Quick Reference Guide Care Of The Patient
With Blepharitis. American Optometric Association
8. Osaiyuwu,A.B., Ebeigbe,J.A., 2010. Clinical Findings And Management Of Chronic
Blepharitis In A 25-Year Old Female – A Case Report. Nigeria. University Of Benin,
28
29