BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Indonesia adalah Negara hukum, sesuai dengan pasal 1 ayat 3 UUD
1945, bahwa segala aspek kehidupan rakyat Indonesia harus diatur oleh
undang-undang. Kemudian perlu juga diperhatikan bahwa paradigma hukum
di Indonesia menganut paradigma hukum positif dimana satu-satunya bentuk
hukum yang diakui sebagai landasan adalah hukum tertulis sebagai ketentuan
yang berlaku saat ini. Paradigma ini berpijak pada nilai filosofis kepastian
hukum atau yang sering disebut juga dengan prinsip legalitas. Kepastian
hukum atau legalitas ini merupakan jaminan terhadap pengujian sebuah nilai
keadilan yang tampaknya relatif menjadi sebuah nilai yang pasti sebagaimana
tertera dalam suatu produk perundang-undangan tertulis. Paradigma hukum
yang menjamin prinsip legalitas ini kemudian tertuang dalam pasal 1 Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Dalam implementasi kehidupan hukumnya, Indonesia juga
menegaskan dirinya sebagai Negara kesejahteraan. Tentang hal ini dapat
dimaknai bahwa cita-cita dan upaya dalam mensejahteraan rakyat
merupkakan prioritas utama dalam penyelenggaraan roda pemerinahannya.
Cita-cita dari Negara sesuai dengan prembule UUD 1945 alenia ke-4 adalah
untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial
Dengan penjelasan diatas salah satu poin dari cita-cita Negara ini
adalah pendidikan. Hari ini pun pendidikan masih merupakan salah satu
kebutuhan yang urgent untuk meningkatkan SDM dan merupakan cara untuk
menggapai tujuan nasional.tentang hal ini tertuang dalam pembukaan UUD
1945 yang menegaskan bahwa salah satu tujuan dari negara ini adalah
mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan bentuk Indonesia yang merupakan
Negara hukum maka segala aspek kehidupan harus diatur oleh hukum yang
wujudnya berupa undang-undang, maka dari itu pendidikan yang merupakan
bagian dari aspek kehidupan manusia diatur oleh undang-undang. Undang-
undang yang mengatur tentang pendidikan bermula dari pasal 31 UUD 1945
setelah amandemen, yang paling berpengaruh pada konteks pendidikan
nasional adalah perubahan pasal-pasal yang cukup strategis dalam system
pendidikan nasional, khusus dalam pasal yang berkaitan dengan pembiayaan
persoalan pendidikan adalah pasal 32 ayat 4 tentang anggaran pendidikan
nasional yang mencapai angka 20% dari APBN dan dalam peraturan
selanjutnya yang mengatur pendidikan adalah UU No.20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional.
Sebagai tata perundangan tertinggi dan dasar, UUD 1945 mengatur
segenap aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam konteks itu,
penyelenggaraan pendidikan bagi warga negara juga diatur sepenuhnya dalam
UUD 1945. Hal ini dinyatakan secara jelas pada Pembukaan (Preambule)
UUD 1945 alinea IV sebagai landasan utama dan umum, bahwa
penyelenggaran pendidikan di Indonesia bertujuan untuk mencerdasan
kehidupan bangsa. Landasan utama dan umum itu kemudian dirinci pada
batang tubuh UUD 1945 yakni pasal 31 UUD 1945 yang secara langsung
memberikan jaminan hukum terhadap hak warga negara untuk memperoleh
layanan pendidikan yang diselenggarakan oleh negara. Kemudian, landasan
utama dan umum tersebut diturunkan pada UU No. 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, dimana pengukuhan terhadap perlindungan
warga negara untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas juga dijamin
dalam undang-undang ini. Salah satu jaminan atau perlindungan hukum bagi
warga negara, bahwa penyelenggaraan pendidikan tidak boleh merugikan
rakyat dan menghindari dari praktek komersialisasi pendidikan. Hal tersebut
tercantum dalam pasal 4 ayat (1) tentang penyelengaraan pendidikan yang
tidak diskriminatif dengan mengacu pada pemenuhan hak azasi manusia. Juga
dalam pasal 5 ayat (1) junto ayat (2) tentang hak setiap warga negara untuk
mendapatkan pendidikan dan pasal 11 ayat (1) yakni jaminan untuk
meningkatkan pendidikan yang berkualitas.
UU No. 20 tahun 2003 juga mengatur masalah pembiayaan institusi
atau lembaga pendidikan. Dalam pasal 9 junto pasal 12 ayat (2) huruf b junto
pasal 46 ayat (1) ternyatakan bahwa tanggung jawab pembiayaan pendidikan
tidak hanya dibebankan kepada pemerintah, melainkan juga mengikutsertakan
masyarakat. Bentuk keikutsertaan masyarakat dalam pembiayaan pendidikan
ini diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah (PP) dalam rangka menjaga
agar tidak terjadi kesewenang-wenangan atau praktek-praktek komersialisasi
pendidikan. Dalam pasal 114 PP. No 60 tahun 1999 tentang Pendidikan
Tinggi, terdapat kemungkinan penarikan dana dari masyarakat untuk
membiayai intitusi pendidikan tinggi. Pasal itu secara jelas dan rinci
menyebutkan dan mengatur bentuk penarikan itu sebagaimana yang tercantum
dalam ayat (3), sebagai berikut;
a. Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP)
b. Biaya seleksi ujian masuk perguruan tinggi
c. Hasil kontrak kerja yang sesuai dengan peran dan fungsi pendidikan tinggi
d. Hasil penjualan produk yang diperoleh dari penyelenggaraan pendidikan
tinggi
e. Sumbangan dan hibah dari perorangan, lembaga pemerintah atau lembaga
non-pemerintah
f. Penerimaan masyarakat lainnya
Dengan memperhatikan uraian di atas, maka segenap aktivitas
penarikan dana dari masyarakat yang tidak sesuai dengan ayat 3 pasal 114 PP.
No. 60 tahun 1999 bisa diindikasikan sebagai praktek pungutan liar yang
bertentangan dengan hukum.
Undang-undang SISDIKNAS No.20 tahun 2003 merupakan tonggak
dari upaya privatisasi di bidang pendidikan, dan merupakan hasil dari
ratifikasi perjanjian Indonesia dengan WTO mengenai liberalisasi segala
aspek kehidupannya. Dalam negosiasi perundingan GATS, penyediaan jasa
pendidikan merupakan salah satu dari 12 sektor jasa lainnya yang akan
diliberalisasi. Liberalisasi perdagangan sektor jasa pendidikan berdampingan
dengan liberalisasi layanan kesehatan, teknologi informasi dan komunikasi,
jasa akuntansi, serta jasa-jasa lainnya. Sejak tahun 2000, negosiasi perluasan
liberalisasi jasa dalam GATS dilakukan dengan model initial offer dan initial
request. Dimana setiap negara bisa mengirimkan initial request yaitu daftar
sektor-sektor yang diinginkan untuk dibuka di negara lain. Negara diwajibkan
meliberalisasi sektor-sektor tertentu yang dipilihnya sendiri atau disebut initial
offer. Alasan pemerintah dalam meliberalisasi sector jasa pendidikan terkait
dengan upaya memperbaiki kualitas pelayanan pendidikan di Indonesia
menjadi lebih bermutu. Dan setiap kali pembicaraan seputar pendidikan
nasional, pada saat yang bersamaan, bayang-bayang ideologi tersebut selalu
mengikuti. Yang pasti, ideologi tersebut merupakan reperentasi dari
kepentingan rezim yang berkuasa. Pendidikan nasional yang berada dalam
bayang-bayang ideologi penguasa kemudian bertransformasi menjadi alat
yang paling mumpuni untuk melangengkan kekuasaan.1
Dalam undang-undang No.20 Tahun 2003 menyebutkan secara
implicit dalam pasal 46 ayat 1 menyebutkan bahwa “Pendanaan pendidikan
menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah,
dan masyarakat.” Dengan adanya pasal ini negara seakan-akan ingin lepas
tangan dalam hal pembiayaan pendidikan dan berupaya mengkomerialisasikan
pendidikan. Hal ini yang menjadikan alat legitimasi hampir seluruh
universitas di Indonesia dalam menerapkan kebijakan melakukan pungutan
dari pihak orangtua mahasiswa.
Dalam hal ini Universitas Jenderal Soedirman pun memberlakukan
kebijakan senada yang bernama POM yaitu kebijakan yang mengharuskan
pihak mahasiswa untuk membayarkan sejumlah uang guna membiayai kegitan
sarana maupun prasarana universitas yang mengatasnamakan partisipasi
mahasiswa. Akan tetapi kebijakan ini dianggap tidak legal oleh DIKTI karena
hanya didasari oleh SK rector UNSOED dan diperkuat oleh akta notaris serta
aspek transparansi yang dinilai kurang maksimal serta diperkuat lagi dengan
tingkat ketidaktahuan mahasiswa terhadap lembaga POM, laporan keuangan
mengenai penggunaan dana, bentuk alokasi dan sikap mahasiswa sendiri yang
mengaku keberatan dengan adanya kebijakan POM2 yang menjadikan
1 Mu’arif. 2008. Liberalisasi pendidikan. Pinus. Yogyakarta. Hal . 5 2 Data hasil penelitian yang dilakukan oleh CPU mengenai POM di Universitas Jendral Soedirman
lembaga POM dibubarkan. Dengan dibubarkannya POM maka pihak rektorat
mengeluarkan kebijakan BOPP yang alur pembiayaannya berubah bentuk
pengelolaan yang tadi dikelola penuh oleh pihak universitas, yang katanya
menjadi PNBP (Pemasukan Negara Bukan Pajak). Dengan diberlakukannya
kebijakan ini maka dalam praktek penerimaan mahasiswa baru yang melalui
jalur SNMPTN baik dari jalur local maupun nasional akan dikenai kisaran
biaya antara 5 juta rupiah hingga 180 juta rupiah, hal ini sangat berkontradiksi
dengan tujuan dibentuknya UNSOED yang berjuluk kampus paling murah di
Jawa Tengah.
Dengan keadaan pendidikan nasional hari ini sangat terlihat bahwa
pendidikan adalah milik orang kalangan atas sehingga masyarakat kalangan
bawah seolah-olah dibuat tidak boleh mengenyam pendidikan tinggi dan
hanya akan dijadikan buruh oleh kaum kapitalis, kemiskinan berusaha
dicitrakan sedemikian rupa oleh media orang kaya agar tampak biasa dan
wajar. Tampaknya para kapitalis memiliki metode yang bagus dalam upaya
menyembunyikan penindasan yang dilakukannya yaitu dengan cara membuat
pendidikan menjadi kebutuhan mewah bagi orang miskin.3
3 Nurani Soyomukti. Metode pendidikan Marxis Sosialis. Yogyakarta: AM Ar-ruzz Media.2008. Hal. 142. Jeremy seabrook dalam bukunya kemiskinan global mengatakan : “orang miskin dibentuk ulang oleh orang kaya. Mereka menjadi subyek kesombongan berondongan publisitas dan iklan, untuk memiliki dan membelanjakan…. Dikalangan yang terpinggirkan, budaya itu membangkitkan suatu karikatur partisipasi pasar kejahatan, penyalah-gunaan obat, kecanduan, perasingan… tersingkir dari pasar global, kaum muda hanya menjadi pasukan bayaran transnasional, dalam kancah perang untuk memenangkan logo dan merk. Sehingga mereka dapat diperbudak karena mereka bodoh.
Jumlah penduduk sampai dengan 30 april 2009 Kabupaten Banyumas
adalah 1.802.1524 dan jumlah penduduk yang usia sekolah adalah 502.305
orang usia tersebut berada dikisaran umur 6 tahun sampai umur 23 tahun.5
Untuk jumlah penduduk disekitar wilayah UNSOED yaitu kecamatan
Purwokerto Utara yang terdiri dari 7 kelurahan yaitu grendeng, sumampir,
karang wangkal, bobosan, purwanegara, bancarkembar, dan pabuwaran
mencapai angka 98.098 jiwa.6 Dengan diberlakukannya kebijakan BOPP
tesebut maka hanya sebagian kecil dari masyarakat sekitar UNSOED
khususnya warga Kelurahan Karang Wangkal, Grendeng, dan Sumampir yang
mengenyam atau dapat mengakses pendidikan di UNSOED.
B. Rumusan masalah
Dari latar belakang yang telah disampaikan diatas dapat diambil rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana persepsi masyarakat sekitae UNSOED tentang biaya
pendidikan di UNSOED khususnya setelah kebijakan BOPP
diberlakukan?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penulisan karya tulis ini adalah :
4 www.banyumaskab.go.id diposting pada tanggal 21 oktober 20095 ibid6 ibid
1. Untuk mengetahui persepsi masyarakat sekitar UNSOED khususnya daerah
Grendeng, Karang Wangkal dan Sumampir mengenai biaya pendidikan di
UNSOED.
2. Untuk mengetahui apakah warga disekitar UNSOED dapat mengakses
pendidikan di UNSOED.
D. Luaran Yang DiharapkanPenulisan karya tulis ini diharapkan dapat berguna bagi semua pihak
yang berkepentingan dalam hal ini pemerintah terutama Dinas Pendidikan
Nasional , Dinas Pendidikan Tinggi serta masyarakat untuk mengetahui
dampak yang ditimbulkan dengan diberlakukannya kebijakan BOPP.
E. Kegunaan Penelitian
1. Secara teoritis
a. Memberikan pengetahuan tentang apakah sebenarnya dasar hukum dari
BOPP.
b. Memberikan pemahaman dan pengetahuan terhadap masyarakat
tentang latar belakang dari kebijakan BOPP dan mekanisme PNBP
serta mekanisme mengakses pendidikan di Universitas Jend.
Soedirman.
2. Secara praktis
a. Penulisan ini supaya menjadi acuan terhadap masyarakat dan
mahasiswa tentang dampak yang ditimbulkan dari munculnya
kebijakan BOPP
BAB II
Tinjauan Pustaka
A. Sejarah Berdirinya UNSOED
Sekitar tahun 1960, lembaga pendidikan yang ada di derah Banyumas
baru sampai pada tingkat Sekolah Menengah Tingkat Atas baik umum
maupun kejuruan. Sedangkan hasrat dan minat masyarakat untuk mencapai
pendidikan yang lebih tinggi, semakin meningkat.Pada waktu itu, para lulusan
SMTA yang akan melanjutkan pendidikan, terpaksa harus mencari ke luar
daerah Banyumas. Hal tersebut hanya terjangkau oleh para lulusan SMTA,
yang orang tuanya mampu dan bersedia membiayainya. Kemudian timbul
usaha melalui pimpinan masyarakat, baik formal maupun informal, untuk
mendirikan Universitas di daerah Banyumas. Usaha tersebut mulai dirintis
dengan :
1. Membentuk Panitia Pendiri Fakultas Pertanian pada tanggal 10
Februari 1961, sebagai embrio atau modal dasar berdirinya
Universitas Jenderal Soedirman di daerah Banyumas yang
berkedudukan di Purwokerto
2. Mendirikan sebuah yayasan pembina yang bernama Yayasan
Pembina Universitas Jenderal Soedirman, dengan Akte Notaris
nomor : 32 tanggal 20 November 1961.
Atas terbentuknya Yayasan Pembina Universitas Jenderal Soedirman,
maka segala tugas dan kewajiban serta hak milik Panitia pendiri Fakultas
Pertanian, diserahkan kepada Yayasan Pembina Universitas Jenderal
Soedirman. Atas usaha Pendiri Fakultas Pertanian yang kemudian dilanjutkan
oleh Yayasan Pembina Universitas Jenderal Soedirman, berhasil didirikan
Fakultas Pertanian, dan untuk sementara di bawah naungan Universitas
Diponegoro yang berlokasi di Purwokerto, dengan Surat Keputusan Menteri
PTIP nomor 121, tanggal 20 September 1962.
Setelah Fakultas Pertanian berdiri masyarakat Banyumas semakin
bersemangat untuk mendirikan suatu Universitas. Hal ini terbukti dengan
mengalirnya berbagai bantuan, baik berupa moril maupun materiil dari
seluruh penjuru Karesidenan Banyumas (Kabupaten Banyumas, Cilacap,
Purbalingga dan Kabupaten Banjarnegara). Pengurus Yayasan Pembina
Universitas Jenderal Soedirman dan para pemimpin Masyarakat, baik formal
maupun informal, berusaha menghubungi tokoh-tokoh Perguruan Tinggi
(UGM, IPB dan UNDIP) dan Pimpinan Departemen PTIP, pimpinan Daerah
Tingkat I Jawa Tengah, Pimpinan Angkatan Darat dan Instansi-instansi
lainnya, dalam usaha mendirikan suatu Universitas.
Di samping bantuan dari berbagai pihak, dan atas karunia Tuhan Yang
Maha Kuasa, pada tanggal 23 September 1963, lahirlah Universitas Negeri di
daerah Banyumas dengan nama Universitas Jenderal Soedirman, yang
berkedudukan di Purwokerto, dengan Keputusan Presiden RI No. 195
tangggal 23 September 1963 dan Surat Keputusan Menteri PTIP No. 153,
tanggal 25 Nopember 1963. Peresmiannya dilakukan oleh Menteri PTIP -
Prof. Dr. TOJIB HADIWIDJAJA, pada hari Minggu tanggal 27 November
1963, bertempat di rumah dinas Residen Banyumas di Purwokerto.7
B. Analisis Filosofis PendidikanPendidikan merupakan proses pembudayaan. Melalui berbagai
internalisasi serta sosialisasi nilai, pendidikan menyiapkan individu agar
mampu hidup di masyarakatnya dengan cara yang beradab (civilized).
Beradab artinya bahwa individu mampu membedakan mana yang baik-buruk,
pantas-tercela, indah-jelek, benar-salah, dan berbagai nilai serta keterampilan
teknis lainnya sebagai bekal hidup bersama dengan indidividu lainnya. Arti
penting pendidikan justru lahir selepas masa pendidikan itu sendiri.
Pendidikan merupakan proses pemanusiaan manusia (humanized).
Artinya pendidikan bertujuan untuk menyadarkan individu agar ia tahu dan
sadar siapa dirinya, termasuk juga di dalamnya tahu dan sadar akan kewajiban
serta haknya sebagai; anggota masyarakat, warga negara, atau peserta didik.
Dalam konteks seperti itu, pendidikan merupakan hak dasar atau azasi yang
melekat semenjak lahir pada individu atau manusia. Kemudian, untuk
menjamin hak dasar itu, negara sebagai lembaga tertinggi yang melindungi,
mengayomi, dan memenuhi hajat hidup warganya, harus menyelenggarakan
pendidikan bagi warganya. Secara mendasar, kewajiban negara dalam rangka
7 www.unsoed.ac.id diposting pada tanggal 21 oktober 2009
menyelenggarakan pendidikan bagi warganya ini merupakan bentuk
pelestarian nilai-nilai kemanusiaan. Oleh karenanya, penyelenggaraan
pendidikan harus bebas dari segala bentuk diskriminasi apapun, mengingat
hak dasar atau azasi setiap manusia adalah sama. Untuk menyelenggarakan
pendidikan yang memanusiakan manusia ini, maka dibutuhkan pula
pendekatan yang manusiawi. Pendekatan yang manusiawi menurut Paulo
Freire 8 yakni yang menempatkan antara pendidik, peserta didik, dan elemen
lainnya dalam posisi setara. Dalam konteks itu, pengambilan-pengambilan
kebijakan menyangkut aktivitas pendidikan; kurikulum, pembiayaan, dan
kebutuhan lainnya, juga diselenggarakan melalui mekanisme yang
menjunjung tinggi prinsip kesetaraan posisi itu (equality).
Dalam paradigma itu, peserta didik tidak boleh diposisikan sebagai
obyek penderita dari segenap kebijakan yang dirumuskan oleh penyelenggara
pendidikan atau elemen lainnya, dalam konteks ini adalah BOPP. Peserta
didik dalam pendidikan yang memanusiakan manusia harus diajak dialog dan
dilibatkan secara aktif dalam berbagai aspek perumusan kebijakan.
Ketidakpelibatan peserta didik, dalam konteks ini mahasiswa, merupakan
proses pembendaan manusia yang tentu saja merendahkan martabat manusia.
8 Paulo Freire Politik Pendidikan. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. 2007.
C. BOPP
BOPP terbentuk pada tahun 2009 setelah lembaga POM dibubarkan
karena terbukti illegal, dan pembubaran lembaga tersebut merupakan
perjuangan dari mahasiswa UNSOED sendiri yang tergabung dalam sebuah
lembaga mahsiswa yang bernama CPU (Centra Peduli UNSOED) dan
diperkuat dengan inspeksi mendadak yang dilakukan oleh DIKTI pada tahun
2007 yang menyatakan bahwa POOM ditingkat universtas dan POM
ditingkatan fakultas dinyatakan illegal.
BOPP sendiri adalah Biaya Operasional Pendidikan dan
Pembangunan, merupakan salah satu kebijakan UNSOED dalam hal
pembiayaan kegiatan mahasiswa, pembangunan sarana dan prasarana serta
pembangunan fasilitas di Universitas Jendral Soedirman yang dibebankan
kepada orang tua mahasiswa yang mulai diberlakukan mulai tahun 2009.
Mekanisme dari pemungutan dana ini adalah UNSOED telah menentukan
biaya tersebut dari awal pendaftaran mahasiswa baru terutama dari jalur
penerimaan local dan tertuang didalam buku petunjuk pendaftaran. Untuk
besarnya biaya BOPP terbagi dalam 4 level. Kisaran besarnya biaya BOPP
rata-rata setiap fakultas mulai dari Rp. 5.000.000,- (level 1) sampai dengan
ratusan juta rupiah atau dalam level 4 didalam brosur tersebut dikosongkan
agar calon mahasiswa mengisi sendiri jumlah nominal yang akan diberikan
untuk dana BOPP (untuk jalur penerimaan local) sedangkan mahasiswa yang
masuk lewat jalur SNMPTN nasional akan dikenai pembiayaan BOPP
sejumlah Rp. 2.500.000,-.
Dalam hal pengelolaan BOPP berbeda dari POM hal ini dijelaskan
oleh Pembantu Rektor III Universitas Jenderal Soedirman, Kusbiyanto yang
menyatakan bahwa BOPP merupakan Penghasilan Negara Non-Pajak dan
akan masuk kedalam kas Negara. Akan tetapi dengan diberlakukannya
kebijakan BOPP tidak sertamerta POM akan lenyap dari muka bumi hal ini
dinyatakan oleh Prof.Soedjarwo,yang menyatakan bahwa lembaga POM ke
depannya fungsinya hanya sebatas monitoring.9
D. Analisis yuridis BOPP
1) Status Hukum
Secara hukum BOPP lahir dari SK Rektor UNSOED yang didasari
oleh UU No. 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS, PP No. 60 tahun 1999
tentang Pendidikan Tinggi dan UU No.9 tahun 2009 tentang BHP. Hal ini
dibuktikan dengan tidak diaturnya BOPP dalam perundang-undangan
manapun baik dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional maupun dalam PP No. 60 tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi.
Berbeda halnya dengan keberadaan komite sekolah yang diatur dalam
9 http://lpm-memi.blogspot.com/2009/06/bopp-dan-mahasiswa.html. Prof.Soedjarwo enggan memberikan keterangan lebih lanjut ketika ditanya mengenai masalah tersebut. Beliau hanya memberikan sedikit mengenai POM ke depannya,” POM ke depannya fungsinya hanya sebatas monitoring”
ketentuan UU Sisdiknas 10. BOPP hanya merupakan regelling atas dasar asas
fries emmersen yaitu kebebasan bertindak yang dimiliki oleh pejabat Tata
Usaha Negara.11 Dalam hal penerapan BOPP sebagai interpretasi pasal 46 UU
No. 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS maka hal tersebut telah tercakup
dalam hal pembiayaan SPP, SPI dan pendamping yang selama ini telah ada
dalam pembiayaan per semester yang dibayarkan oleh mahasiswa. Dan dalam
PP No. 60 tahun 1999 hanya ada pengaturan tentang sumbangan atau hibah
dari perseorangan, lembaga pemerintah atau lembaga non pemerintah. Akan
tetapi apabila yang dimaksud dalam pasal terbut hanya sumbangan, maka dari
arti kata sumbangan telah jelas terlihat bahwa tidak ada unsur paksaan dalam
hal pemberian. Disini terlihat sangat kontradiksi tentang konsep sumbangan
yang dilakukan oleh masyarakat dalam hal partisipasi pembiayaan pendidikan,
hal ini terlihat jelas dimana BOPP merupakan suatu kewajiban setiap
mahasiswa baru yang masuk ke UNSOED dengan kata lain sumbangan ini
bukan suka rela akan tetapi suka paksa. Dan apabila penerapan BOPP yang
mendasari UU No. 9 tahun 2009 tentang BHP dalam pasal 40 ayat 2 yaitu :
“Pendanaan pendidikan formal yang diselenggarakan badan hukum
pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, pemerintah
daerah, dan masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.”
10 Pasal 56 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.11 Philpus M. Hadjon. Pengantar administrasi Negara. Yogyakarta. Gajah Mada Press. 2005
Hal ini sangat inkostitional karena UNSOED bukan berstatus sebagai
lembaga BHP melainkan masih berstatus PTN murni. Jadi hal dengan ini
BOPP hanya didasari oleh asas fries emmersen yang dimiliki oleh rector
UNSOED yang diikuti oleh asas segala perbuatan pejabat Tata Usaha Negara
dianggap legal sebelum adanya putusan yang membalikkan tindakan tersebut.
Mengenai BOPP sebagai PNBP, hal ini juga masih meragukan karena
dalam penelitian ini penulis tidak diperkenankan untuk melihat SK MENKEU
yang menetapkan bahwa BOPP merupakan PNBP dan pihak rektorat sendiri
enggan menjelaskan lebih lanjut, sehingga status hukum daripada BOPP
sendiri masih diragukan karena belum adanya kekuatan hukum tetap yang
menaunginya serta menjadi landasan hukum yang jelas dari keberadaan BOPP
itu sendiri.
2) Analisis BOPP dalam perspektif sosiologi hokum
BOPP yang merupakan sebuah kebijakan dari pihak rektorat yang
mempunyai kekuasaan diwilayah UNSOED, dalam hal ini menurut perspektif
sosiologi hukum merupakan warga lapisan atas (upper class) yang memiliki
kekuasaan dalam hal pembentukan peraturan, dan mahasiswa disini berperan
sebagai warga lapisan bawah (lower class) dengan adanya pembagian
golongan seperti itu, maka orang yang dinamakan pemimpin atau disini
disebut rector mempunyai otoritas dalam hal pembuatan peraturan.
Apabila kekuasaan dihubungkan dengan hukum maka ada dua hal
yang paling menonjol, yaitu :
1. Para pembentuk, penegak maupun pelaksana hukum adalah warga
masyarakat yang mempunyai kedudukan yang mengandung unsur-
unsur kekuasaan. Akan tetapi mereka tidak dapat mempergunakan
kekuasaannya secara sewenang-wenang karena ada pembatasan
tentang perananan yang ditentukan oleh cita keadilan masyarakat
dan oleh pembatasan praktis dari penggunaan kekuasaan tersebut.
Akan tetapi dengan adanya system hukum yang merupakan suatu
sarana bagi penguasa untuk mempertahankan serta menambah
kekuasannya. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Charles E.
Merriam : “ the morale of the community depends in large measure
on the sanse of justice in political society and the wide spread
feeling of injustice is the deadliest foe of political power”
2. Sistem hukum antara lain menciptakan dan merumuskan hak dan
kewajiban berserta pelaksanaannya. Dalam hal ini ada hak warga
lapisan bawah yang tidak dapat dijalankan oleh pemilik kekuasaan.
Apalagi masyarakat mengakui adanya hak-hak tersebut.12
Apabila digambarkan dengan bagan tentang hubungan upper class
sebagai pemegang kekuasaan pembuatan peraturan dengan lower class,
sebagai berikut :
Faktor-faktor sosial dan12 Soerjono Soekanto. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. Jakarta. PT RajaGrafindo Persada. 1998. Hal 98
Personal lainnya
Lembaga pembuat
peraturan
Umpan Balik
Norma
Umpan Balik Norma
Lembaga penerap
Pearturan Aktivitas
Penerapan
Faktor-faktor Sosial dan Faktor-faktor Sosial dan
Personal Lainnya Personal Lainnya
Dari bagan tersebut dapat dijelaskan bahwa :
a) Setiap peraturan hukum memberitahu tentang bagaimana
seorang pemegang peranan (role occupant) itu diharapkan bertindak.
Bagaimana seorang itu akan bertindak sebagai respons terhadap peraturan
hukum merupakan fungsi-peraturan-peraturan yang ditujukan kepadanya,
Pemegang
Peranan
sanksi-sanksinya, aktivitas dari lembaga-lembaga pelaksana serta
keseluruhan kompleks sosial, politik dan lain-lainnya mengenai dirinya.
b) Bagaimana lembaga-lembaga pelaksana itu akan bertindak
sebagai respons terhadap peraturan hukum merupakan fungsi peraturan-
peraturan hukum yang ditujukan kepada mereka, sanksi-sanksinya,
keseluruhan kompleks kekuatan sosial, politik dan lain-lainnya yang
mengenai diri mereka serta umpan balik yang datang dari pemegang
peranan.
c) Bagaimana para pembuat undang-undang itu akan bertindak
merupakan fungsi peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku mereka,
sanksi-sanksinya, keseluruhan kompleks kekuatan sosial, politik, ideologis
dan lain-lainnya yang mengenai diri mereka serta umpan balik yang datang
dari pemegang peran serta birokrasi.
Sehingga apabila BOPP ini semakin jelas ketidakjelasan dasar hukum
dan memberatkan mahasiswa maka mahasiswa dapat mempertanyakannya,
terlebih lagi dalam hal perubahan social yang menjelaskan perkembangan
peraturan publik dan peraturan positif dalam hal ini kebijakan BOPP, yang
menggunakan metode pemaksaan agar mahasiswa agar menaatinya dan selain
itu apabila tatanan normatif gagal memenuhi kebutuhan penguasa (rektorat)
dan kelas yang berada dibawah (mahasiswa) dan dalam menopang struktur
mengikatnya akan menyebabkan ketidak stabilan dalam struktur tersebut,
maka dari itu, peraturan public dan peraturan postif harus bersifat objektif
atau dalam pembuatan peraturan tersebut melibatkan masyarakat atau bahkan
peraturan tersebut bukan merupakan hasil dari penguasa melainkan
masyarakat secara umum.13 Sehingga ketegangan dalam birokratis dapat
dihindari.
E. Konsepsi PNBP
PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) adalah :
1. Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah seluruh penerimaan Pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan;
2. Sumber daya alam adalah segala kekayaan alam yang terdapat di atas, dipermukaan dan di dalam bumi yang dikuasai oleh Negara;
3. Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis lembaga, dana pensiun, bentuk usaha tetap berupa cabang, perwakilan, atau agen dari perusahaan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, serta bentuk badan usaha lainnya;
4. Instansi Pemerintah adalah Departemen dan Lembaga Non-Departemen; 5. Wajib Bayar adalah orang pribadi atau badan yang ditentukan untuk
melakukan kewajiban membayar menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku;
6. Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang adalah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang harus dibayar pada suatu saat, atau dalam suatu periode tertentu menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku;
7. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.14
Dalam hal pengelolaan PNBP yang tertuang dalam pasal 4 UU No. 20
Tahun 1997 adalah “Seluruh Penerimaan Nagara Bukan Pajak wajib disetor
langsung secepatnya ke Kas Negara”, dengan hal tersebut seluruh dana yang
13 Roberto M. Urger. Teori Hukum Kritis. Bandung. Nusamedia. Hal. 8214 UU No. 20 Tahun 1997 Tentang PNBP
disebut PNBP langsung disetor secepat-cepatnya ke kas Negara dan dikelola
dalam APBN.15
Dalam hal penggunaan dana PNBP Sebagian dana dari suatu jenis
Penerimaan Negara Bukan Pajak dapat digunakan untuk kegiatan tertentu
yang berkaitan dengan jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak tersebut oleh
instansi yang bersangkutan.16 Dana PNBP merupakan dana yang luwes, hal ini
dikarenakan karena dana PNPB dapat digunakan oleh instansi-instansi
pemerintah lainnya yang diatur dalam pasal 8 (2) UU No. 20 Tahun 1997,
yaitu :
a. Penelitian dan pengembangan teknologi;
b. pelayanan kesehatan;
c. pendidikan dan pelatihan;
d. penegakan hukum;
e. pelayanan yang melibatkan kemampuan intelektual tertentu;
f. pelestarian sumber daya alam.
Jadi apabila BOPP mengatasnamakan bagian dari PNBP maka
seharusnya dalam kebijakan tersebut maka seharusnya alur keuangan BOPP
disetorkan langsung dari mahasiswa ke rekening kas Negara bukan ke
rekening rector serta didasari oleh adanya SK dari menteri Keuangan yang
dimaksud dalam pasal 7 (1) UU No. 1 Tahun 2004 Tentang Pembendaharaan
Negara sebagai Bendahara Negara yang berwenang untuk :
a. menetapkan kebijakan dan pedoman pelaksanaan anggaran negara;
15 Pasal 5 UU No. 20 Tahun 1997 tentang PNBP16 Pasal 7 (1) UU No.20 Tahun 1997
b. mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran; c. melakukan pengendalian pelaksanaan anggaran negara; d. menetapkan sistem penerimaan dan pengeluaran kas negara; e. menunjuk bank dan/atau lembaga keuangan lainnya dalam rangka
pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran anggaran negara; f. mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam
pelaksanaan anggaran negara; g. menyimpan uang negara; h. menempatkan uang negara dan mengelola/menatausahakan
investasi; i. melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat Pengguna
Anggaran atas beban rekening kas umum negara; j. melakukan pinjaman dan memberikan jaminan atas nama
pemerintah; k. memberikan pinjaman atas nama pemerintah; l. melakukan pengelolaan utang dan piutang negara; m. mengajukan rancangan peraturan pemerintah tentang standar
akuntansi pemerintahan; n. melakukan penagihan piutang negara; o. menetapkan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan negara; p. menyajikan informasi keuangan negara;q. menetapkan kebijakan dan pedoman pengelolaan serta
penghapusan barang milik negara; r. menentukan nilai tukar mata uang asing terhadap rupiah dalam
rangka pembayaran pajak;s. menunjuk pejabat Kuasa Bendahara Umum Negara.17
Untuk mengakses dana PNBP agak rumit karena proposal pebiayaan
kegiatan instansi yang menginginkannya harus dibuat perencanaan dalam
jangka waktu satu tahun, dan apabila disetujui oleh MENKEU maka akan
turun SK dalam hal alokasi dana yang akan diterima oleh instansi tersebut.
17 Pasal 7 UU No. 1 2004 Tentang pebendaharaan Negara
BAB III
METODE PENELITIAN DAN ANALISIS
A. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan dalan penyusunan karya tulis ini
adalah metode pendekatan yuridis sosiologis atau “socio legal research”,
yaitu metode pendekatan yang memandang hukum sebagai suatu fenomena
sosial, yang dalam interaksinya tidak lepas dari faktor-faktor lain non-
hukum.
B. Spesifikasi Penelitian
Penelitian ini menggunakan spesifikasi penelitian deskriptif yaitu
suatu penelitian untuk memecahkan suatu permasalahan yang diselidiki
dengan cara menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek
penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang ada.
C. Lokasi Dan Waktu Penelitian
Lokasi Penelitian adalah dirumah warga yang berada di Kelurahan
Grendeng, Karangwangkal dan Sumampir di Kecamatan Purwokerto Utara,
Kabupaten Banyumas. Waktu penelitian dilakukan selama 3 hari berturut-
turut di bulan Oktober tahun 2009 dan antara pukul 09.00 sampai dengan
11.00 WIB.
D. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah :
a. Populasi meliputi warga sekitar UNSOED yaitu Kelurahan Grendeng,
Sumampir dan Karang Wangkal.
E. Metode Pengambilan Sampel
Berpijak pada metode penelitian kualitatif, maka, pengambilan sampel
pada populasi didasarkan pada pertimbangan subyektif kami selaku peneliti
atau yang disebut purposive sampling. Hal itu untuk menunjukan responden
mana yang dapat mewakili populasi.
F. Sumber Data
a. Data Primer
Data dalam penelitian ini hanya sebagai pendukung dari data sekunder saja
yang diperoleh dari hasil wawancara dan kuesioner yang diberikan terhadap
responden.
b. Data Sekunder
Data yang bersumber dari dari peraturan perundang-undangan, buku-buku
literature, internet, serta dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian
ini.
G. Metode Pengumpulan Data
a. Wawancara
Untuk wawancara diberikan kepada warga asli yang ada di lokasi
penelitian kami, karena mereka yang bersinggungan langsung dengan
kehidupan warga asli daerah sekitar UNSOED dengan adanya kebijakan-
kebijakan yang dikeluarkan oleh UNSOED karena mereka yang merasakan
dampak dari kebijakan tersebut dan dapatkah mereka mengakses fasilitas
pendidikan di UNSOED. Wawancara yang kami gunakan adalah wawancara
semi terstruktur, yaitu memberikan suatu pertanyaan pada responden yang
sudah tersetruktur, kemudian melakukan pendalaman terhadap pertanyaan
tersebut agar memperjelas jawaban dari responden.
H. Metode Penyajian Data
Metode penyajian data dalam penyusunan penelitian ini kan disajikan
dalam bentuk uraian secara sisitematis. Data sekunder yang diperoleh
dilakukan sinkronisasi terhadap data yang satu dengan data yang lainnya dan
juga data primer diuraikan berdasarkan pengumpulan data, sehingga tersusun
sebagai satu kesatuan yang utuh.18
I. Analisis Data
18 Bambang Sunggono.2003. metodologi Penelitian Hukum. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. 2003. Halaman 101
Metode analisis data yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah
kualitatif 19, maka analisis peneliti melalui melalui 4 tahapan, yaitu:
a. Analisis Domain
Analisis untuk memperoleh gambaran umum terlebih dahulu secara
menyeluruh dari obyek penelitian atau situasi sosialnya.
b. Analisis Taksonomi
Setelah diketahui domainnya maka selanjutnya dijabarkan secara rinci,
kemudian dilakukan observasi.
c. Analisis Komponensial
Dilakukan dengan mengontraskan antar elemen, yaitu dilakukan dengan
observasi dan wawancara dengan pertanyaan yang memperjelas.
d. Analisis Tema Kultural
Yaitu mencari hubungan domain dan bagaimana hubungan.
J. Validitas Data
Validitas data yang disebutkan oleh Moleong adalah kegiatan untuk
menguji derajat kepercayaan data yang telah diperoleh melalui beberapa
metode. Pengumpulan data dalam penelitian, tentunya pengukuran ini
dilakukan dengan menggunakan alat ukur yang sesuai. Peneliti dalam
menggunakan sumber data dalam keabsahan data. Untuk penelitian yang
bersifat kualitatif maka cara yang ditempuh adalah dengan melalui triangulasi.
19 Prof. Dr. Soegiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta. Halaman 255
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain di luar data itu untuk.keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data tersebut. Pada penelitian ini peneliti menggunakan
triangulasi dengan sumber20 dengan cara :
Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai
pendapat dari orang yang memiliki latar belakang yang berbeda.
Membandingkan hasil wawancara dengan hasil pengamatan
Membandingkan hasil wawancara dengan dokumen yang berkaitan.
20 Lexi, Moleong. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya. Halaman 178
BAB IV
HASIL DAN ANALISIS DATA
A. Dampak yang ditimbulkan dengan adanya Universitas negeri di lingkungan warga asli banyumas.
Dari analisis hasil penelitian penulis menyimpulkan bahwa mayoritas
warga asli Kabupaten Banyumas khususnya warga asli Kelurahan Grendeng,
Karang Wangkal dan Sumampir di untungkan dengan adanya universitas
negeri, karena mereka berharap anak mereka dapat mengenyam pendidikan
yang murah, berkuatitas dan merupakan universitas negeri serta dapat
membantu warga sekitar dalam hal sector usaha seperti halnya usaha kost,
perdagangan dan sebagainya, sehingga dapat mendongkrak keadaan ekonomi
mereka dan merupakan usaha sampingan daripada profesi warga sekitar yang
mayoritas hanya sebagai petani.
Jika dikorelasikan antara analisis hasil penelitian dengan tujuan
dibangunnya Universitas Jendral Soedirman terlihat jelas terdapat kesamaan
tujuan yaitu untuk mendongkrak SDM di Kabupaten Banyumas dengan
dibangunnya universitas negeri yang murah dan berkualitas sehingga warga
asli Banyumas tidak perlu jauh-jauh untuk mengenyam pendidikan tinggi
diluar daerah serta untuk menjadikan Banyumas sebagai kota pendidikan.21
21 www.banyumaskab.go.id
Disamping itu untuk meningkatkan roda perekonomian Kabupaten Banyumas
serta pengenalan Kabupaten Banyumas kepada masyarakat Indonesia.
B. Dampak yang ditimbulkan dengan diberlakukannya kebijakan mengenai BOPP tehadap masyarakat sekitar UNSOED
Berdasarkan data analisis penelitian terhadap masyarakat sekitar
UNSOED, mayoritas ternyata tidak dapat mengakses pendidikan di UNSOED
hal ini dikarenakan biaya yang terlampau melambung tinggi.
Berdasarkan hasil analisis selanjutnya, mayoritas masyarakat sekitar
UNSOED hanya berprofesi sebagai petani dan pedagang, dengan
diberlakukannya kebijakan BOPP yang mengharuskan mahasiswa membayar
uang dengan kisaran 2,5 juta hingga 180 juta merupakan hal yang sangat
mustahil untuk dilakukan oleh mereka. Walaupun adanya jaminan keringanan
SPP dan berbagai macam beasiswa yang ditawarkan UNSOED maupun
pemerintah tetap saja memberatkan karena untuk biaya registrasi awal saja
mereka sudah tidak sanggup. Hal ini yang menjadikan UNSOED yang dahulu
dikenal sebagai kampus rakyat dan kampus paling murah di Jawa Tengah
berubah menjadi kampus yang mahal dan hanya dapat dinikmati oleh
kalangan menengah keatas. Sehingga banyak pemuda asli lingkungan sekitar
UNSOED tidak dapat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, serta
mereka lebih memilih untuk bekerja diluar kota sebagai buruh pabrik, dan
yang lebih mengenaskan lagi tidak sedikit diantara mereka yang menjadi
pengangguran.
C. Pendapat Mengenai Setuju/Tidaknya masyarakat terhadap kebijakan BOPPBerdasarkan dari hasil analisis penelitian yang dilakukan oleh penulis,
dapat disimpulkan bahwa mayoritas masyarakat sekitar UNSOED menolak
keberadaan BOPP, alasan yang paling banyak adalah karena ketidakmampuan
mereka untuk mengakses pendidikan di UNSOED, padahal mereka
menginginkan anak-anak mereka dapat mengenyam pendidikan di perguruan
tinggi untuk mengubah strata social mereka dimasyarakat.
Dapat dilihat bahwa jumlah penduduk kecamatan Purwokerto Utara
yang usianya berkisar antara umur 19-23 tahun atau usia yang tepat untuk
mengenyam pendidikan tinggi mencapai jumlah 3.221 jiwa, akan tetapi hanya
sebagian kecil yang dapat meneruskan pendidikan kejenjang yang lebih
tinggi. Hal tersebut sangat kontradiktif sekali dengan tujuan awal
dibangunnya Universitas Jendral Soedirman.
D. Pernah/tidaknya masyarakat sekitar UNSOED dilibatkan dalam pengambilan kebijakan yang dilakukan UNSOED
Bedasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis, mayoritas
responden mengatakan tidak pernah dilibatkan dalam pengambilan kebijakan
oleh pihak UNSOED, seharusnya apabila pihak UNSOED dalam hal
mengeluarkan kebijakan public harus dibicarakan dengan masyarakat sekitar
sehingga pihak UNSOED dapat mengetauhi apa yang diinginkan masyarakat
asli Kabupaten Banyumas khususnya yang berada di lingkungan sekitarnya,
karena kebijakan pada hakekatnya adalah suatu posisi yang sekali dinyatakan
akan mempengarui keberhasilan-keberhasilan dimasa yang akan datang.22
Sementara itu, Carl J. Friedrick menguraikan kebijakan sebagai
serangkaian tindakan yang diusulkan sesorang,kelompok, pemerintah disini
UNSOED dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukan dan
kesempatan-kesempatan terhadap pelaksana usulan kebijakan tersebut dalam
rangka mencapai tujuan tertentu.23 Dengan kedua penjelasan tersebut maka
jelaslah dalam pembentukan kebijakan haruslah melibatkan warga sekitar
sehingga dapat terciptanya suatu koalisi yang solid untuk mencapai tujuan
bersama baik dari UNSOED maupun masyarakat sekitar.
BAB V
22 Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari. Dasar-Dasar Politik Hukum. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2004. Hal 2323 ibid
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil analisis penelitian yang dilakukan oleh penulis maka dapat
disimpulkan bahwa BOPP dalam perspektif masyarakat sekitar UNSOED
adalah status hukum daripada BOPP sendiri masih diragukan karena belum
adanya kekuatan hukum tetap yang menaunginya serta menjadi landasan
hukum yang jelas dari keberadaan BOPP itu sendiri serta ditambah lagi
dengan ketidakmampuan masyarakat Kabupaten Banyumas menjangkau dan
mengakses pendidikan di UNSOED yang biayanya terlalu tinggi sehingga
dengan diberlakukanya kebijakan BOPP masyarakat sekitar UNSOED banyak
yang menjadi pengangguran dan buruh diluar Purwokerto serta ketidak
sinkronan antara realita UNSOED hari ini dengan tujuan awal dibangunnya
UNSOED.
B. Saran
Penulis menyarankan kebijakan mengenai BOPP dihapuskan karena
memberatkan masyarakat sekitar UNSOED, dan kebijakan BOPP merupakan
bentuk dari komersialisasi pendidikan yang dilakuakan oleh UNSOED, serta
apabila UNSOED akan mengambil suatu kebijakan haruslah melibatkan
masyarakat sekitar UNSOED, dan memberikan timbal balik yang sepadan
kepada masyarakat lingkungan sekitar sehingga dapat memenuhi tujuan awal
dan utama dari dibentuknya UNSOED itu sendiri.
“ Janganlah tuan percaya pada pendidikan sekolah.
Seorang guru yang baik masih bisa melahirkan bandit-bandit yang
sejahat-jahatnya, yang sama sekali tidak mengenal prinsip. Apalagi kalau
guru itu sudah pula bandit pada dasarnya. “
-Pramoedya Ananta Toer-
Daftar pustaka
Literature
Freire, Paulo. Politik Pendidikan. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. 2007
Hadjon , Philpus M.. Pengantar administrasi Negara. Yogyakarta. Gajah Mada
Press. 2005
Lexi, Moleong. 2006. Metodologi Penelitian Kulitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya
Mu’arif. 2008. Liberalisasi pendidikan. Pinus. Yogyakarta
Soegiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung :
Alfabeta
Soekanto, Soerjono. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. Jakarta. PT RajaGrafindo
Persada. 1998
Sunggono, Bambang. 2003. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada. 2003
Soyomukti, Nurani. Metode pendidikan Marxis Sosialis. Yogyakarta: AM Ar-ruzz
Media.2008
Syaukani, Imam dan A. Ahsin Thohari. Dasar-Dasar Politik Hukum. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada. 2004.
Urger, Roberto M.. Teori Hukum Kritis. Bandung. Nusamedia
\
Pearaturan perundang-undangan
UU No. 20 Tahun 1997 Tentang PNBP
UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
PP No. 60 tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi
UU No. 9 tahun 2009 tentang BHP
UU No. 1 Tahun 2004 Tentang Pembendaharaan Negara
Internet
www.banyumaskab.go.id
http://lpm-memi.blogspot.com/2009/06/bopp-dan-mahasiswa.html.
www.unsoed.ac.id
Lampiran I
Draft wawancara
1. Apa dampak langsung dengan adanya universitas negeri di lingkungan anda?
2. Bagaimanakah dampak yang anda rasakan dengan biaya pendidikan yang
mahal, khususnya biaya diperguruan tinggi?
3. Apakah anda pernah dilibatkan secara langsung dalam pengambilan kebijakan
oleh pihak UNSOED?
4. Apakah mengerti yang dimaksud dengan BOPP?
5. Apakah dampak langsung yang anda rasakan dengan adanya kebijakan BOPP
di UNSOED?
6. Apakah anda setuju dengan diberlakukannya kebijakan BOPP di UNSOED?
7. Apakah ada harapan anda kepada UNSOED?