Download - Bioakumulasi Pb Dan Zn Di Teluk Mutiara
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu ciri daerah berkembang adalah aktivitas perekonomian yang
terus dipacu untuk maju namun disisi yang lain meninggalkan dampak limbah yang
luar biasa. Kondisi ini tidak dapat dihindari karena bagian dari pembangunan itu
sendiri. Dalam suatu industri, limbah yang dihasilkan sangat bervariasi tergantung
dari jenis dan ukuran industri, pengawasan pada proses industri, derajat penggunaan
air, dan derajat pengolahan air limbah yang ada. Selain limbah cair, limbah padat
(sampah) juga merupakan beban pencemaran yang dapat masuk ke perairan baik
secara langsung maupun tak langsung. Pada limbah industri seringkali terdapat
bahan pencemar yang sangat membahayakan seperti logam berat (Palar, 1994).
Namun bukan hanya limbah bahan organik saja yang dihasilkan dari kegiatan
manusia tersebut, tetapi limbah bahan beracun (anorganik) seperti logam berat juga
terkandung di dalamnya. Logam berat yang masuk ke dalam perairan akan
mencemari laut. Selain mencemari air, logam berat juga akan mengendap di dasar
perairan yang mempunyai waktu tinggal (residence time) sampai ribuan tahun dan
logam berat akan terkonsentrasi ke dalam tubuh makhluk hidup dengan proses
bioakumulasi dan biomagnifikasi melalui beberapa jalan yaitu: melalui saluran
pernapasan, saluran makanan dan melalui kulit (Darmono, 2001).
Jenis kerang-kerangan merupakan bioindikator pencemaran yang efisien
untuk menduga pencemaran logam berat, karena merupakan filter feeder dan
2
mempunyai toleransi yang besar terhadap tekanan ekologis yang tinggi. Kerang
darah (Anadara granosa) merupakan salah satu jenis kerang-kerangan (moluska,
kelas bivalvia) yang dapat bertahan hidup dan berkembang biak pada kondisi
tekanan ekologis yang tinggi. Kemampuan dalam mengakumulasi logam berat di
kerang hijau dapat digunakan untuk memperoleh gambaran tingkat pencemaran
logam berat pada lingkungan dimana kerang hijau itu hidup. Penelitian mengenai
logam berat dengan kerang hijau (Anadara granosa) sebagai bioindikator telah
banyak dilakukan, diantaranya adalah pendugaan tingkat akumulasi logam berat Pb
dan Zn pada kerang darah berukuran kurang dari 5 cm (Akbar, 2002 ) dan pada
kerang darah berukuran lebih dari 4,7 cm (Suryanto, 2002). Selain itu, penelitian
yang dilakukan adalah pendugaan logam berat pada air dan sedimen (Tresnasari,
2001).
Kalabahi merupakan ibu kota Kabupaten Alor, salah satu kabupaten
provinsi Nusa Tenggara Timur yang secara geografis berada pada posisi garis
lintang 80 05’01’- 80 34’ 11’ lintang selatan dan garis bujur 1230 44’35’-124039’30’
bujur timur. Topografi kota kalabahi adalah sebuah teluk yang menjorok kedalam
sejauh puluhan kilo meter yang disebut Teluk Mutiara. Sebagai pusat administrasi
Kalabahi merupakan tempat semua aktivitas dilakukan yang efek sampingnya dapat
menghasilkan limbah atau sampah sebagai bahan pencemar.
Aktivitas masyarakat yang sering menimbulkan sampah atau limbah
sebagai efek samping. Kategori zat pencemar adalah pertambangan, limbah
industri, pertanian, peternakan, perikanan, transportasi, dan limbah rumah tangga,
sisa pembuangan bahan bakar fosil, dan pelepasan sisa pembakaran batu bara pada
3
perusahaan listrik tenaga uap dengan bahan bakar batu bara yang semua nya di
buang ke pantai.
Losada et al. (2009) mengatakan bahwa salah satu area pembuangan
limbah industri, limbah rumah tangga maupun limbah area perkotaan adalah pantai.
Wilayah ini baik kondisi maupun kualitas nya sudah semakin kritis, karena
merupakan terminal limbah terakhir. Hal ini menyebabkan meningkatnya limbah
yang dihasilkan dan akhirnya memasuki perairan pantai (Jorge et al. 2013).
Akumulasi dari kondisi ini akan membahayakan kesehatan lingkungan
oleh karena kesehatan lingkungan sangat dipengaruhi oleh jenis dan tingkatan
pencemaran lingkungan sebab itu perlu dilakukan usaha untuk mencegah,
membatasi, dan mengurangi masukan limbah pencemar kedalam lingkungan. Dan
yang paling penting ialah meningkatkan pemantauan tingkat pencemaran dan
kondisi masyarakat disetiap kurun waktu tertentu secara terus menerus.
Sampah atau limbah yang merupakan zat pencemar, terbuang dan
bermuara ke pantai dapat berupa logam berat. Logam berat dapat bersifat non-
esensial bagi proses metabolisme dan dapat terakumulasi kerana tidak mudah
terdegradsi dalam tubuh hewan atau pun manusia. Pada konsentrasi tertentu
beberapa unsur logam berat dapat berupa toksik dan efektifitas toksik tergantung
pada jenis, efek interaksi dan bentuk senyawanya. Hal ini disebabkan beberapa
unsur logam berat mempunyai waktu paruh biologis (biologic half life) yang tinggi
yaitu 70 hari (Yokoyama et al. 2010). Oleh karena itu beberapa unsur logam berat
dapat menimbulkan efek negatif terhadap sistem yang lebih kompleks diperairan
seperti rantai makanan, ekosistem serta produktivitas perairan. Apabila kondisi
4
tercemar ini berlangsung terus maka dapat mengakibatkan perubahan genetik
organisme, di alam terutama lingkungan perairan.
Sumber timbal (Pb) dan Zeng (Zn), dapat berasal dari berbagai bahan
buangan (limbah) industri soda, battery, dan aluminium atau dari fungisida,
pestisida dan tumpahan minyak atau bahan bakar fosil yang tidak terkendali, (Jebali
et al. 2013). Khusus untuk logam Seng (Zn) merupakan unsur yang berguna dalam
tubuh manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan untuk proses metabolisme
namun akan berubah menjadi toxic jika berada dalam kondisi yang berlebihan
dalam tubuh hewan maupun tumbuh-tumbuhan.
Kondisi perairan Teluk Mutiara yang semakin hari semakin tercemar
akibat kesadaran masyarakat yang masih rendah akan pentingnya lingkungan yang
bebas dari polusi serta kurang nya informasi dan data pemerintah tentang status
perairan Teluk Mutiara terkini, tentang klasifikasi zat pencemar, juga dominan
jenis-jenis unsur pencemar terutama logam berat sampai kepada akibat yang
ditimbulkannya. Hal ini terlihat dari pembuangan sampah atau limbah yang terus
dilakukan dan pelaksanaan pembangunan serta pemberian ijin usaha atau industri
dan pertambangan oleh pemerintah di seputar pantai Teluk Mutiara.
Untuk mengetahui konsentrasi logam berat yang terakumulasi disuatu
perairan pantai dapat dilakukan analisis kuantitatif baik pada sendimen, maupun
organisme hidup dilingkungan perairan tersebut (Fabricius et al. 2012). Jenis
organisme bahari yang mudah dipergunakan sebagai indikator biologik untuk
pencemaran logam berat adalah jenis kerang-kerangan. Hal ini karena organisme
ini bersifat filter feeder (penyaring makanan), hidupnya menetap (sessile) dan
5
penyebarannya luas, sehingga dapat menggambarkan keadaan yang sesungguhnya
dari tempat penelitian. Sifat lainnya adalah kerang mempunyai toleransi yang besar
terhadap tingginya konsentrasi logam berat dilingkungan hidupnya.
Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan suatu penelitian yang
bersifat memantau seberapa besar tingkat pencemaran terhadap perairan Teluk
Mutiara dan mengevaluasi seberapa jauh kerang darah (Anadara granosa) yang
hidup diperairan pantai Teluk Mutiara telah tercemar oleh logam berat timbal (Pb)
dan zeng (Zn).
Dalam penelitian ini digunakan kerang darah sebagai obyek biologik,
selain sendimen dan air laut sebagai data pendukung. Jenis kerang dipilih karena
beberapa pertimbangan antara lain :
1. Ketersediaan yang terus menerus
2. Mudah didapat
3. Merupakan komuditas hasil laut segar yang banyak digemari oleh
masyarakat
B. Permasalahan
Unsur logam berat (Pb dan Zn) jika berada dilingkungan dalam jumlah
yang tinggi dapat menimbulkan efek negatif terhadap sistem yang lebih kompleks
diperairan seperti rantai makanan, ekosistem serta produktivitas perairan (batas
toleransi untuk Pb 1 Ppm menurut WHO (2004) sedangkn Zn Berdasarkan petunjuk
kualitas sedimen yang dikemukakan oleh Febris dan Warner (1994), konsentrasi
maksimum logam Zn dalam sedimen yang dapat ditelorir oleh organisme sebesar
6
70 mg/kg berat kering sedimen). Apabila kondisi tercemar ini berlangsung terus
maka dapat mengakibatkan perubahan genetik organisme, di alam terutama
lingkungan perairan.
Sumber Pb dan Zn, berasal dari berbagai limbah buangan industri soda,
battery, dan aluminium atau dari fungisida, pestisida dan tumpahan minyak atau
bahan bakar fosil yang tidak terkendali, dan pertambangan (Jebali et al. 2013). Saat
ini kondisi yang digambarkan diatas terjadi pada masyarakat kota kalabahi karena
kebiasaan mereka yang membuang sampah diselokan dan atau langsung membuang
sampah langsung ke laut. Disamping itu terdapat beberapa tempat pangkalan bahan
bakar untuk kapal motor dan pembangkit listrik tenaga uap yang menggunakan
bahan bakar batu bara tepat bibir pantai maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut :
1. Seberapa tinggikah kontribusi sumber pencemar yaitu pertambangan,
limbah industri, pertanian, peternakan, perikanan, transportasi, dan limbah
rumah tangga, sisa pembuangan bahan bakar fosil, dan pelepasan sisa
pembakaran batu bara pada perusahaan listrik tenaga uap dengan bahan
bakar batu bara di Perairan Teluk Mutiara?
2. Seberapa tinggikah kandungan Pb dan Zn pada kerang darah (Anadara
granosa) sebagai bioakumulasi di Perairan Teluk Mutiara ?
7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui seberapa tinggikah kandungan Pb dan Zn di Perairan Teluk
Mutiara yang bersumber dari pertambangan, limbah industri, pertanian,
peternakan, perikanan, transportasi, dan limbah rumah tangga, sisa
pembuangan bahan bakar fosil, dan pelepasan sisa pembakaran batu bara
pada perusahaan listrik tenaga uap dengan bahan bakar batu bara di Perairan
Teluk Mutiara ?
2. Mempelajari bioakumulasi Pb dan Zn pada kerang darah (Anadara granosa)
diperairan pantai Teluk Mutiara
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi yang berguna bagi
Pemerintah Daerah, nelayan atau masyarakat luas maupun pihak lain yang
membutuhkan yang berkaitan dengan kegiataan usaha kerang darah
(Anadara granosa) sebagai salah satu komoditi
2. Kerang darah (Andara granosa) dapat digunakan sebagai bioindikator
pencemar terutama unsur pencemar logam berat
D. Ruang Lingkup Penelitian
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pencemaran
Pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makluk
hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lngkungan atau berubahnya
tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas
lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan
menjadi kurang atau tidak dapat berfingsi lagi sesuai dengan peruntukannya (UU
Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 1982).
Pencemaran dapat timbul sebagai akibat kegiatan manusia ataupun
disebabkan oleh alam (misal gunung meletus, gas beracun). Zat atau bahan yang
dapat mengakibatkan pencemaran di sebut polutan. Syarat-syarat suatu zat disebut
polutan bila keberadaannya dapat menyebabkan kerugian terhadap makluk hidup.
Contohnya, karbon dioksida dengan kadar 0,033% di udara berfaedah bagi
tumbuhan, tetapi bila lebih tinggi dari 0,033% dapat memberikan efek merusak.
Suatu zat dapat disebut polutan apabila :
1. Jumlah nya melebihi jumlah normal
2. Berada pada waktu dan tempat yang tidak tepat
B. Logam Berat
Unsur logam berat adalah unsur yang mempunyai densitas lebih besar dari
lima gr/cm3 (Schneidera et al 2009). Unsur-unsur logam tersebut diatas mempunyai
9
nomor atom 22 sampai 92 pada golongan dan periode 3 sampai 7 dalam susunan
berkala unsur-unsur kimia Schneidera et al 2009). Menurut Mulyanto dkk., (1993)
sumber logam berat secara alami diperairan laut dapat dibedakan menjadi :
1. Berasal dari pantai, termasuk sungai-sungai dan hasil pengikisan oleh
gelombang dan gletser.
2. Berasal dari perairan laut dalam, yaitu aktivitas gunung berapi yang
terdapat didasar perairan laut.
3. Berasal dari atmosfer sebagai partikel atau debu yang jatuh ke perairan
laut.
Secara alami unsur konsentrasi logam berat yang terdapat di air laut
dengan konsentrasi yang sangat rendah (dalam kadar ppb) (Schneidera et al 2009).
Karena konsentrasinya yang sangat kecil ini maka unsur ini disebut unsur renik atau
atau unsur kelumit (Losada et al. 2009).
Logam berat kini telah mendapat perhatian besar karena toksisitasnya
dapat mengubah struktur dan sistem biologik makhluk hidup (Schneidera et al.
2009) selanjutnya Yokoyama (2010) menyatakan bahwa keracunan logam berat
dapat diamati karena senyawa - senyawanya dapat bereaksi dengan secara katalitik
maupun dengan fospolipid yang merupakan bagian penting dari membran sel - sel
yang terdapat didalam sistem syaraf pusat pada makhluk hidup tingkat tinggi dalam
struktur trofik. Selanjutnya Wasi (2013) juga menyatakan bahwa distribusi
kromosom pada pembelahan sel terganggu, sehingga jumlah kromsom dalam anak
sel tidak seimbang.
10
1. Timbal (Pb)
Timbal (Pb) termasuk ke dalam logam golongan IV-A pada tabel periodik
unsur kimia, mempunyai nomor atom (NA) 82 dengan bobot atau berat atom (BA)
207,2 (Palar, 2004). Selanjutnya Palar (2004), logam timbal (Pb) mempunyai sifat-
sifat yang khusus seperti berikut:
a. Merupakan logam yang lunak, sehingga dapat dipotong dengan
menggunakan pisau atau dengan tangan dan dapat dibentuk dengan mudah.
b. Merupakan logam yang tahan terhadap peristiwa korosi atau karat, sehingga
logam timbal sering digunakan sebagai bahan coating.
c. Mempunyai titik lebur rendah hanya 327, 5°C.
d. Mempunyai kerapatan yang lebih besar dibandingkan dengan logam-logam,
kecuali emas dan merkuri.
e. Merupakan pengantar listrik yang baik.
Timbal (Pb) dan persenyawaannya dapat berada di dalam badan perairan
secara alamiah dan sebagai dampak dari aktivitas manusia. Pb yang masuk ke dalam
perairan sebagai dampak aktivitas kehidupan manusia diantaranya adalah air
buangan dari pertambangan bijih timah hitam, buangan sisa industri baterai dan
bahan bakar angkutan air. Secara alamiah, Pb dapat masuk ke badan perairan
melalui pengkristalan Pb di udara dengan bantuan air hujan. Selain itu, proses
korosifikasi dari batuan mineral akibat hempasan gelombang dan angin, juga
merupakan salah satu jalur sumber Pb yang akan masuk dalam badan perairan. Pb
yang masuk ke badan perairan sebagai dampak dari aktiviatas kehidupan manusia.
Senyawa Pb yang ada dalam badan perairan dapat ditemukan dalam bentuk ion-ion
11
divalen atau ion-ion tetravalen (Pb2+, Pb4+). Badan perairan yang telah kemasukan
senyawa atau ion-ion Pb, sehingga jumlah Pb yang ada dalam badan perairan
melebihi kosentrasi yang semestinya, dapat mengakibatkan kematian bagi biota
perairan (Palar, 2004).
Kosentrasi logam toksik salah satunya Pb dalam lingkungan perairan
secara alamiah biasanya sangat kecil sekali. Menurut Waldichuk (1974) dalam
Darmono (2001), kosentrasi logam Pb secara alamiah dalam air laut 0,03 µg/L dan
air sungai 3 µg/L. Menurut Palupi (1994) dalam Darmono (2001), standar
kosentrasi logam Pb dalam air yang direkomendasikan yaitu 0,10 mg/L.
Selain dalam bentuk logam murni, timbal dapat ditemukan dalam bentuk
senyawa anorganik dan organik. Semua bentuk Pb tersebut berpengaruh sama
terhadap toksisitas pada manusia (Darmono, 2001). Menurut Palar (2004), senyawa
tetraetil-Pb, dapat menyebabkan keracunan akut pada sistem saraf pusat. Meskipun
jumlah Pb yang diserap oleh tubuh hanya sedikit, logam ini ternyata menjadi sangat
berbahaya. Hal itu disebabkan senyawa-senyawa Pb dapat memberikan efek racun
terhadap banyak fungsi organ yang terdapat dalam tubuh. Keracunan yang terjadi
sebagai akibat kontaminasi dari logam Pb dapat menimbulkan hal-hal sebagai
berikut:
a. Meningkatkan kadar ALA (d-Amino Levulinic Acid) dalam darah dan urine.
b. Meningkatakan kadar proporphirin dalam sel darah merah.
c. Memperpendek umur sel darah merah.
d. Menurunkan jumlah sel darah merah.
e. Menurunkan kadar retikuosit (sel-sel darah merah yang masih muda).
12
f. Meningkatkan kandungan logam Fe dalam plasma darah.
Sistem saraf merupakan sistem yang paling sensitif terhadap daya racun
yang dibawa oleh logam Pb. Keracunan Pb dapat menimbulkan kerusakan pada
otak yaitu epilepsi, halusinasi, kerusakan pada otak besar. Menurut Widowati
(2008), mekanisme toksisitas Pb berdasarkan organ yang dipengaruhinya adalah:
a. Sistem haemopoietik: dimana Pb menghambat sistem pembentukan
hemoglobin, sehingga menyebabkan anemia.
b. Sistem saraf: dimana Pb menimbulkan kerusakan otak dengan gejala epilepsi,
halusinasi, kerusakan otak besar, dan delirium.
c. Sistem urinaria: dimana Pb bisa menyebabkan lesi tubulus proksimalis, loop
of henle, serta menyebabkan aminosiduria.
d. Sistem gastro-intestinal: dimana Pb menyebabkan kolik dan konstipasi.
e. Sistem kardiovaskuler: dimana Pb dapat menyebabkan peningkatan
permiabilitas pembuluh darah.
f. Sistem reproduksi berpengaruh terutama terhadap gametotoksisitas atau janin
belum lahir menjadi peka terhadap Pb. Ibu hamil yang terkontaminasi Pb bisa
mengalami keguguran, tidak berkembangnya sel otak embrio, kematian janin
waktu lahir, serta hipospermia, dan teratospermia pada pria.
g. Sistem endokrin: dimana Pb mengakibatkan gangguan fungsi tiroid dan
fungsi adrenal.
h. Bersifat karsinogenik dalam dosis tinggi.
13
2. Zinc (Zn)
Zinc atau yang lebih populer dikenal dengan sebutan seng (Zn) termasuk
sebagai mineral mikronutrien, artinya logam ini dibutuhkan sebagai nutrien yang
essensial oleh organisme dalam jumlah yang relatif sedikit. Kadar Zn yang tinggi
dapat bersifat racun, dan dapat menyebabkan gangguan metabolisme Fe dan Cu,
gejala teratoma, seminoma serta choriopithelioma. Semakin rendah pH maka akan
semakin banyak gugus basa lemah yang terprotonisasi pada permukaan akibatnya
terjadi penurunan jumlah serapan ion logam Zn dikarenakan kemampuan untuk
menyerap ion logam Zn semakin lemah (Saefudin., dkk, 2000).
Logam Seng (Zn) cenderung membentuk ion jika berada dalam air. Ion
Seng (Zn) mudah terserap dalam sedimen dan tanah serta kelarutan logam berat
Seng (Zn) dalam air relatif rendah pada air, logam berat cenderung mengikuti aliran
air dan pengaruh pengenceran ketika ada air masuk, seperti air hujan, turut
mengakibatkan menurunnya konsentrasi logam berat pada air. Konsentrasi logam
berat pada air akan turut mempengaruhi konsentrasi logam berat yang ada pada
sedimen. Kecenderungan peningkatan konsentrasi logam berat di sedimen
diakibatkan oleh tingginya konsentrasi logam berat tersebut di air. Selain itu,
terdapat parameter-parameter lain yang berpengaruh dalam kesetimbangan reaksi
di sistem perairan, seperti pH, konsentrasi logam dan tipe senyawanya, kondisi
reduksi-oksidasi perairan, dan bilangan oksidasi dari logam tersebut (Sunti.,dkk,
2012).
14
C. Logam Berat Dalam Air
Logam dalam perairan biasanya terikat oleh senyawa lain sehingga
berbentuk molekul dan jarang dijumpai dalam bentuk berbentuk ion tersendiri.
Ikatan ini dapat berupa garam organik, seperti senyawa metil, etil, fenil maupun
garam anorganik berupa oksida, klorida, sulfida, karbonat, hidroksida dan
sebagainya. Bentuk ion dari garam tersebut biasanya banyak ditemukan dalam air
dan kemudian bersenyawa atau diserap dan selanjutnya tertimbun dalam tanaman
dan hewan air (Darmono, 1995).
Dalam perairan, logam berat dapat ditemukan dalam bentuk terlarut dan
tidak terlarut. Logam berat terlarut adalah logam yang membentuk komplek dengan
senyawa organik dan anorganik, sedangkan logam berat yang tidak terlarut
merupakan partikel-partikel yang berbentuk koloid dan senyawa kelompok metal
yang teradsorbsi pada partikel-partikel yang tersuspensi (Razak, 1980 in Erlangga
2007). Logam berat yang dilimpahkan ke perairan, baik di sungai ataupun laut akan
dipindahkan dari badan airnya melalui beberapa proses yaitu : pengendapan,
adsorbsi dan absorbsi oleh organisme perairan. Logam berat mempunyai sifat yang
mudah mengikat bahan organik dan mengendap di dasar perairan dan bersatu
dengan sedimen sehingga kadar logam berat dalam sedimen lebih tinggi
dibandingkan dalam air (Harahap, 1991). Menurut Bryan (1976) dan Connel dan
Miller (1995) secara umum sumber –
sumber pencemaran logam berat di laut dapat dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Logam berat yang masuk ke perairan laut secara alami, berasal dari tiga sumber
yaitu:
15
a. Masukkan dari daerah pantai (coastal supply) yang berasal dari sungai-sungai
dan hasil abrasi pantai oleh aktivitas gelombang.
b. Masukkan dari laut dalam (deep sea supply) meliputi logam –logam yang
dibebaskan oleh aktivitas gunung berapi di laut dan logam-logam yang
dibebaskan dari partikel/sedimen-sedimen dari proses kimiawi.
c. Masukkan dari lingkungan dekat daerah pantai, termasuk logam –logam dari
atmosfer sebagai partikel – partikel debu.
2. Sumber buatan manusia (man – made) adalah:
a. Limbah dan buangan industri.
b. Limbah cair perkotaan.
c. Aktivitas perkapalan (pelayaran).
d. Aktivitas pertanian.
e. Cairan limbah rumah tangga.
f. Aktivitas pertambangan.
g. Perikanan budi daya.
Kelarutan logam dalam air pada prinsipnya di atur oleh 1) pH; 2) Jenis dan
kepekatan ligan dan zat-zat pengkhelat; 3) Keadaan oksidasi komponen mineral dan
lingkungan redoks sistem tersebut (Leckie dan James, 1974 in Connel dan Miller,
1995). Pada umumnya partikel yang mengendap mempunyai ukuran 100 μm,
partikel yang yang larut adalah yang berukuran kurang dari 1 μm (Tinsley, 1979 in
Connel dan Miller, 1995). Beberapa jenis interaksi terjadi antara ion logam dan
spesies lainnya dalam larutan air (Leckie dan James, 1974; Stumm dan Morgan,
1970 in Connel dan Miller, 1995) dapat dijelaskan sebagai berikut ;
16
1. Reaksi hidrolisis ion-ion logam; sebagian besar ion-ion logam yang paling
mudah berpindah (seperti Th4+, Fe3+, dan Cr3+) merupakan yang paling
mudah dihidrolisis dalam larutan air.
2. Pengompleksan ion-ion logam. Ion-ion logam juga bereaksi dengan zat-zat
pengompleks organik dan anorganik yang ada dalam air baik dari sumber
alamiah maupun sumber pencemaran. Ligan pengompleks anorganik yang
dominan meliputi meliputi Cl-, SO4 -2, HCO3 -, F-, sulfida dan spesies fosfat.
Reaksi ini mirip dengan reaksi hidrolisis ion-ion logam dalam hal
terbentuknya ion kompleks yang larut dan tidak larut, bergantung pada
kepekatan logam dan ligan serta pH
Logam dalam perairan juga dapat berikatan dengan zat-zat organik
alamiah atau buatan dengan jalan :
1. Atom karbon yang menghasilkan zat organologam;
2. Gugus karboksil yang membentuk garam dari asam organik;
3. Atom donor elektron seperti O, N, S, P dan sebagainya yang membentuk
kompleks koordinasi.
Kandungan logam berat dalam perairan dipengaruhi oleh parameter fisika
seperti arus, suhu, salinitas dan kimiawi yaitu, padatan tersuspensi dan derajat
keasaman (pH). Pada umumnya faktor oseanografi yang paling berperan dalam
penyebaran bahan pencemar adalah arus, pasang surut, gelombang dan keadaan
bathimetri perairan (Uktolseya, 1991 in Suryanto, 2003).
Dalam air laut, kadar logam berat berkisar antara 10-5-10-2 ppm. Kadar
tersebut akan meningkat bila limbah perkotaan, pertambangan, pertanian dan
17
perindustrian yang mengandung logam berat masuk ke lingkungan laut. Unsur -
unsur logam berat terutama yang bersifat esensial seperti Cu dan Zn dibutuhkan
oleh biota perairan untuk pertumbuhan dan perkembangan hidupnya, tetapi bila
jumlahnya berlebihan maka akan bersifat racun (Phillips, 1980 in Suryanto, 2003).
D. Logam Berat Dalam Sedimen
Logam berat yang masuk ke dalam lingkungan perairan akan mengalami
pengendapan, pengenceran dan dispersi, kemudian diserap oleh organisme yang
hidup di perairan tersebut. Logam berat mempunyai sifat yang mudah mengikat
bahan organik dan mengendap di dasar perairan dan bersatu dengan sedimen
sehingga kadar logam berat dalam sedimen lebih tinggi dibanding dalam air
(Hutagalung, 1991)
Mengendapnya logam berat bersama-sama dengan padatan tersuspensi akan
mempengaruhi kualitas sedimen di dasar perairan dan juga perairan sekitarnya.
Kekuatan ionik yang terdapat di air laut disebabkan adanya berbagai kandungan
anion dan kation pada air laut, sehingga memungkinkan terjadinya proses koagulasi
(penggumpalan) senyawa logam berat yang ada dan memungkinkan terjadinya
proses sedimentasi (pengendapan). Jika kapasitas angkut sedimen cukup besar,
maka sedimen di dasar perairan akan terangkat dan terpindahkan. Sesuai teori
gravitasi, apabila partikulat memiliki massa jenis lebih besar dari massa jenis air
laut maka partikulat akan mengendap di dasar laut atau terjadi proses sedimentasi
(Erlangga, 2007).
18
Menurut Greaney (2005), ada 2 kemungkinan mekanisme logam masuk
dan diikat oleh sedimen serta bahan tersuspensi :
1. Proses adsorpsi fisika- kimia dari kolom perairan.
2. Proses uptake oleh bahan organik atau organisme
Akumulasi fisik dari bahan partikulat yang banyak mengandung logam
oleh proses sedimentasi. Adsorpsi fisika-kimia secara langsung dari kolom perairan
terjadi melalui berbagai cara. Adsorpsi secara fisik biasanya terjadi ketika bahan
partikulat secara langsung mengabsorpsi logam berat dari kolom perairan. Adsorpsi
secara biologi dan kimia lebik kompleks prosesnya dari pada adsorpsi secara fisik
karenadikontrol oleh banyak faktor seperti pH dan oksidasi. Kelarutan logam dalam
air dikontrol oleh pH air. Kenaikan pH menurunkan
kelarutan logam dalam air, karena kenaikan pH mengubah kestabilan dari bentuk
karbonat menjadi hidroksida yang membentuk ikatan dengan partikel pada badan
air, sehingga akan mengendap membentuk lumpur (Palar, 2004). Selain itu,
kenaikan suhu air laut dan penurunan pH akan mengurangi adsorpsi senyawa logam
berat pada partikulat. Suhu air laut yang lebih dingin akan meningkatkan adsorpsi
logam berat ke partikulat untuk mengendap di dasar laut. Pada saat suhu air laut
naik, senyawa logam berat akan melarut di air laut karena penurunan laju adsorpsi
ke dalam partikulat. Logam yang memiliki kelarutan yang kecil akan ditemukan di
permukaan air laut selanjutnya dengan perpindahan dan waktu tertentu akan
mengendap hingga ke dasar laut, artinya logam tersebut hanya akan berada di dekat
permukaan air laut dalam waktu yang sesaat saja untuk kemudian mengendap lagi.
19
Hal ini ditentukan antara lain oleh massa jenis air laut, viskositas (kekentalan) air
laut, temperatur air laut, arus serta faktor-faktor lainnya (Erlangga, 2007).
Daya larut logam berat dapat menjadi lebih tinggi atau lebih rendah
tergantung pada kondisi lingkungan perairan. Pada daerah yang kekurangan
oksigen, misalnya akibat kontaminasi bahan-bahan organik, daya larut logam berat
akan menjadi lebih rendah dan mudah mengendap. Logam berat seperti Zn,Cu, Cd,
Pb, Hg dan Ag akan sulit terlarut dalam kondisi perairan yang anoksik (Ramlal,
1987 in Erlangga 2007). Logam berat yang terlarut dalam air akan berpindah ke
dalam sedimen jika berikatan dengan materi organik bebas atau
materi organik yang melapisi permukaan sedimen, dan penyerapan langsung oleh
permukaan partikel sedimen (Wilson, 1988 in Erlangga 2007).
Logam berat mempunyai sifat yang mudah terikat oleh bahan organik dan
selanjutnya mengendap di dasar perairan dan bersatu dengan sedimen, maka kadar
logam berat dalam sedimen umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan di kolom
perairan (Harahap, 1991). Kandungan logam berat pada sedimen umumnya rendah
pada musim kemarau dan tinggi pada musim penghujan. Penyebab tingginya kadar
logam berat dalam sedimen pada musim penghujan kemungkinan disebabkan oleh
tingginya laju erosi pada permukaan tanah yang terbawa ke dalam badan sungai,
sehingga sedimen dalam sungai yang diduga mengandung logam berat akan
terbawa oleh arus sungai menuju muara dan pada akhirnya terjadi proses
sedimentasi (Bryan, 1976).
20
E. Logam Berat pada Biota Bentik
Logam yang ada pada perairan suatu saat akan turun dan mengendap pada
dasar perairan, membentuk sedimentasi, hal ini akan menyebabkan organisme yang
mencari makan di dasar perairan (udang, rajungan, dan kerang) akan memiliki
peluang yang besar untuk terpapar logam berat yang telah terikat di dasar perairan
dan membentuk sedimen (Rahman, 2006). Akumulasi logam berat dalam sedimen
dalam jumlah banyak dapat berperan sebagai sumber kontaminan logam untuk
kolom air diatasnya ketika tidak ada lagi input ke dalam ekosistem (Fadhlina,
2008).
Bahan pencemar (racun) masuk ke tubuh organisme melalui proses
absorpsi. Absorpsi merupakan proses perpindahan racun dari tempat pemejanan
atau tempat absorpsinya ke dalam sirkulasi darah. Absorpsi, distribusi dan ekskresi
bahan pencemar tidak dapat terjadi tanpa transpor melintasi membran. Proses
transportasi dapat berlangsung dengan 2 cara : transpor pasif (yaitu melalui proses
difusi) dan transpor aktif (yaitu dengan sistem transport khusus, dalam hal ini zat
lazimnya terikat pada molekul pengemban) (Hutagalung, 1997).
Menurut Simkiss dan Mason (1983) bahwa logam-logam ringan seperti
Na, K, Ca dan Mg merupakan logam dalam kelompok kelas A yang keterlibatan
ion logamnya dalam makhluk hidup menyangkut proses fisiologis. Logam berat
yang dimasukkan dalam kelas B merupakan logam-logam yang terlibat dalam
proses proses enzimatik dan menimbukan polusi misalnya Zn, Cd, Hg dan Pb.
Aktivitas dari logam kelas A masuk ke dalam tubuh hewan biasanya dengan cara
difusi membran sel, sedangkan kelas B terikat dengan protein.
21
Faktor lingkungan yang mempengaruhi absorbsi logam berat yaitu
konsentrasi logam berat, salinitas, suhu bentuk fisika kimia logam tersebut (Bayne,
1976 in Ningtyas, 2002). Sementara faktor yang mempengaruhi laju absorbsi logam
berat pada biota yaitu, konsentrasi logam berat dalam tubuh, ukuran organisme,
pertumbuhan, kondisi fisiologi, seks dll. Logam berat masuk ke dalam jaringan
tubuh biota menurut Simkiss dan Mason (1983) secara umum melalui tiga cara:
1. Endositas
Endositas adalah pengambilan partikel dari permukaan sel dengan
membentuk wahana perpindahan oleh membran plasma. Proses endositas
sepertinya berperan dalam pengambilan logam berat dalam bentuk tidak
terlarut.
2. Diserap dari air
Kandungan logam berat dalam jaringan tubuh biota 90% berasal dari
penyerapan oleh sel epitel insang. Insang diduga sebagai organ yang
menyerap logam berat dalam air.
3. Diserap dari makanan dan sedimen
Penyerapan logam dari makanan dan sedimen oleh biota tergantung pada
strategi makanan dan life histories dari biota yang diamati. Pada jenis filter
feeder penyerapan tersebut bukan dari larutan seperti yang dijelaskan di atas,
tetapi makanan dan partikel yang tersarng.
Logam berat merupakan logam yang berperan dalam proses enzimatik.
Jenis logam ini masuk ke dalam jaringan melalui ikatan dengan protein (ligand
binding). Pasangan ion logam dalam air laut akan berbentuk (LCl)0, (LCO3)0,
22
(LSO4)0, (LCl2)0, dan (LCl3)- yang ikatan ionnya bergantung pada pH air.
Membran plasma dapat mengatur masuknya logam-logam trace sehingga
menyebabkan membran menjadi ligan protein dalam sel agar logam dapat
berikatan. Logam berat lebih reaktif terhadap ikatan ligan dibandingkan dengan
logam lainnya sehingga dalam sistem metaloenzim akan mengganggu proses
metabolisme sel (Darmono, 1995).
Menurut Darmono (1995) sebagian dari logam berat bersifat essensial bagi
organisme air untuk pertumbuhan dan perkembangan hidupnya, antara lain dalam
pembentukan haemosianin dalam sistem darah dan enzimatik pada biota. Akan
tetapi bila jumlah dari logam berat masuk ke dalam tubuh dengan jumlah berlebih,
maka akan berubah fungsi menjadi racun bagi tubuh (Palar, 2004).
F. Fisiologi Kerang darah (Anadara granosa) sebagai bioindikator
Klasifikasi
Kerajaan : Animalia
Filum : mollusca
Kelas : Bivalvia
Sub Kelas : Pteriomorphia
Ordo : Arcoida
Famili : Arcidae
Genus : Anadara
Spesies : Anadara granosa
23
Kerang darah termasuk dalam kelas pelecypoda yang didalamnya terdapat
sub kelas pterimorpha dengan ordo arcoida. Kerang darah mempunyai dua buah
cangkang yang dapat membuka dan menutup dengan menggunakan otot aduktor
dalam tubuhnya. Cangkang pada bagian dorsal tebal dan bagian ventral tipis.
Cangkang ini terdiri atas 3 lapisan, yaitu :
1. periostrakum adalah lapisan terluar dari kitin yang berfungsi sebagai
pelindung.
2. lapisan prismatic tersusun dari kristal-kristal kapur yang berbentuk prisma,
3. lapisan nakreas atau sering disebut lapisan induk mutiara, tersusun dari
lapisan kalsit (karbonat) yang tipis dan paralel.
Ciri kerang darah adalah sebagai berikut: mempunyai 2 cangkang yang
tebal, elifs dan kedua sisi sama, kurang lebih 20 rb, cangkang berwarna putih
ditutupi periostrakum yang berwarna kuning kecoklakatan sampai coklat
kehitaman. Ukuran dewasa 6-9cm.
G. Ciri Fisik
Cangkang memiliki belahan yang sama melekat satu sama lain pada batas
cangkang. Rusuk pada kedua belahan cangkangnya sangat kentara. Cangkang
berukuran sedikit lebih panjang dibanding tingginya tonjolan (umbone) yang sangat
kentara. Setiap belahan Cangkang memiliki 19-23 rusuk.
24
Gambar 1. Morfologi Kerang Darah (Sumber ; Wicaktin 2012)
H. Pertumbuhan Dan Perkembangan Kerang Darah
Dibanding kerang hijau, laju pertumbuhan kerang darah relatif lebih
lambat. Laju pertumbuhan 0,098 mm/hari. Untuk tumbuh sepanjang 4-5 mm,
kerang darah memerlukan waktu sekitar 6 bulan. Presentase daging terbesar
dimiliki oleh A. granola, yaitu sebesar 24,3%.
Kerang darah memijah sepanjang tahun dengan puncaknya terjadi pada
bulan Agustus/September. Hewan ini termasuk hewan berumah dua (diocis).
Kematangan gonad terjadi pada saat kerang darah mencapai ukuran panjang 18-2o
25
mm dan berumur kurang dari satu tahun. Adapun pemijahan mulai terjadi pada
ukuran 20 mm.
Kerang termasuk hewan deposit feeder, mempunyai proses penyaringan
makanan sangat efisien. Partikel-partikel makanan yang berukuran lebih kecil atau
sama dengan ukuran um akan masuk bersama air lewat lobang inhalan melalui pori
yang terdapat pada permukaan insang, kemudian menuju, ketabung air dan
akhirnya keluar melalui lobang ekshalan (Kerkut, 1981). Makanan biasanya masuk
kedalam tubuh bersama air melalui sisi literal dan frontal insang. Proses respirasi
terjadi pada saat air masuk bersama makanan. Partikel yang lebih besar dari um
akan dibawah oleh arus air menuju palpus labialis, sebagian masuk kemulut dan
sebagian lagi akan dikeluarkan dari tubuh lewat rongga mantel.
Kontak dengan substrat dilakukan oleh sepasang tentakel (proboscides)
yang merupakan pemanjangan pinggir mulut. Setiap tentakel berhubungan dengan
dua lipatan lembaran yang berbentuk seperti telapak tangan yang disebut palpus
labialis yang terdapat pada kedua sisi mulut. Pada waktu mencari makan, kedua
tentakel memanjang ke arah sendimen dasar. Deposit material akan melekat pada
lendir permukaan tentakel kemudian oleh gerakan silia akan diteruskan ke palpus
labialis yang berfungsi sebagai alat seleksi makanan (Robert 1978). Hampir semua
jenis kerang merupakan pemakan plankton, sebagian besar fitoplankton. Kerang
anadara ini termasuk golongan yang hidup membenamkan diri dalam sendimen,
habitat kerang biasanya didaerah pasang surut, muara sungai dengan pasir
berlumpur dan daerah mangrove.
26
Jorge et al. (2013) menyatakan bahwa pencemaran lingkungan laut dapat
diketahui dengan cara pemantauan kimia dalam lingkungan komponen lingkungan
lingkungan tersebut. Cara ini dilakukan dengan menentukan kadar pencemar
(seperti logam berat, pestisida dan minyak) dalam berbagai ekosistem laut seperti
air laut, sendimen dan organisme.
Pemelihan organisme secara tepat sebagai indikator biologik suatu
lingkungan sangat penting. Organisme yang umum digunakan sebagai bioindikator
pencemaran logam berat disuatu perairan adalah kelompok kerang-kerangan
(Viarengo dan canesi 1991). Dasar pertimbangan penggunaan kerang sebagai
indikator biologik adalah karena kerang hidup menetap (sessile), merupakan
organisme penyaring makanan (filter fidder) dan mempunyai sifat mengakumulasi
bahan-bahan pencemar seperti pestisida, hidrokarbon, logam berat kedalam
jaringan tubuh. Selain itu kerang hidup didaerah intertidal dan merupakan
organisme yang euryhaline (organisme yang mampu hidup pada kisaran salinitas
lebar), teradaptasi serta mempunyai toleransi yang besar terhadap berbagai variasi
dan perubahan parameter/faktor lingkungan (Bayne, 1976 dalam Viarengo dan
canesi 1991).
27
BAB III
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
A. Landasan Teori
Beberapa penelitian yang menyangkut pemantauan maupun evaluasi
kualitas dan pencemaran lingkungan terutama di perairan pantai, salah satunya
menunjukan bahwa manajemen pengelolaan sampah yang buruk dan membiarkan
bahan-bahan berbahaya terlepas ke lingkungan seperti pestisida, sisa bahan bakar
fosil, dan limbah rumah tangga maupun limbah perkotaan cenderung meningkatkan
kasus keracunan dan gangguan kesehatan msyarakat (Wasi et al. 2013)
Losada et al. (2009) mengatakan bahwa salah satu area pembuangan
limbah industri, limbah rumah tangga maupun limbah area perkotaan adalah pantai.
Wilayah ini baik baik kondisi maupun kualitas nya sudah semakin kritis, karena
merupakan terminal limbah terakhir. Hal ini menyebabkan meningkatnya limbah
yang dihasilkan dan akhirnya memasuki perairan pantai (Kalman et al. 2010).
Logam berat sangat sulit terdegradasi didalam tubuh. Hal ini karena logam berat
tertentu memiliki paruh waktu biologis yang cukup tinggi (biologi half life) yang
cukup tinggi yaitu 70 hari (Yokoyama et al. 2010). Kontaminan yang terakumulasi
dalam jaringan tubuh kerang, apabila dikonsumsi oleh manusia dapat menimbulkan
suatu stress syndrome dengan manifestasi gangguan pada fisiologinya.
Pengaruh pencemaran lingkungan terhadap kehidupan hewan ataupun
manusia, tergantung pada jenis dan tingkat pencemaran yang terjadi secara akut,
sub akut atau kronis. Akibat akut pencemaran lingkungan pada umumnya berupa
28
gangguan fungsi atau kerusakan sel, organ atau jaringan disamping menimbulkan
gangguan dalam sistem informsi pada pembelahan sel, baik somatik maupun
germinatif. Sementara itu gangguan dalam sistem informasi yang penting dalam
proses pembelahan sel somatik dapat dimanifestasikan, sebagai efek teratogenetik
atau karsinogenik. Sementara itu, kesalahan sistem informasi pada proses
pembelahan sel germinatif dapat muncul sebagai cacat genetik pada generasi
berikutnya (Shreadah et al. 2015)
B. Hipotesis
Ada pun hipotesis yang di ambil dalam penelitian ini adalah :
1. Kandungan Pb dan Zn di Perairan Teluk Mutiara sangat tinggi sebab
bersumber dari pertambangan, limbah industri, pertanian, peternakan,
perikanan, transportasi, dan limbah rumah tangga, sisa pembuangan bahan
bakar fosil, dan pelepasan sisa pembakaran batu bara pada perusahaan listrik
tenaga uap dengan bahan bakar batu bara di Perairan Teluk Mutiara.
2. Kandungan Pb dan Zn sangat tinggi pada kerang darah (Anadara granosa)
sebagai bioakumulasi di Perairan Teluk Mutiara.
Pengumpulan dan analisis data
Hasil data yang dikumpulkan dalam penelitian ini ada sebagai berikut : Data
analisis logam berat timbal (Pb) dan Zinc (Zn) pada sampel penelitian yaitu : insang
dan mantel dan sendimen.
29
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerang darah
(Anadara granosa) yang berasal dari beberapa tempat pantai Teluk Mutiara. Selain
kerang diambil pula sampel sendimen pantai. Kemudian itu ada beberapa bahan
yang juga digunakan dalam penelitian ini antara lain :
1. Larutan asam nitrat pekat
2. Larutan formalin 10 %
3. Akuades
4. Co2 kering
5. Nitrogen cair
6. Larutan asam nitrat 0,1 N
7. Larutan standar merkuri
8. Larutan asam perklorat
9. Larutan asam nitrat suprapure
10. Larutan glukol
11. Standardreference material copepode
12. Bahan kimia untuk analisis kualitas air
13. Larutan H2 SO4 60 %
30
B. Alat Penelitian :
1. Timbangan
2. Tabung reaksi kwarsa 40 ml dan 20 ml
3. Labu ukur 10 ml dan 20 ml
4. Ice (cold)box
5. Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS).
Penelitian ini dilaksanakan diperairan pantai teluk mutiara. Pengambilan
sampel dilakukan hanya sekali pada empat stasiun yaitu di pantai (stasiun I) pantai
tanjung sembilan dengan titik koordinat garis lintang 80 14ꞌ 00ꞌ - 80, 15ꞌ 00ꞌ lintang
selatan dan garis bujur 1240 30ꞌ 00ꞌ - 1240, 31ꞌ 00ꞌ bujur timur, stasiun II pantai
wetabua dengan titik koordinat garis lintang 80 14ꞌ 00ꞌ - 80 15ꞌ 00ꞌ lintang selatan
dan garis bujur 1240 31ꞌ 00ꞌ - 1240, 32ꞌ 00ꞌ bujur timur, stasiun III pantai kedelang
dengan titik koordinat garis lintang 80 14ꞌ 00ꞌ - 80 15ꞌ 00ꞌ lintang selatan dan garis
bujur 1240 32ꞌ 00ꞌ - 1240, 33ꞌ 30ꞌ bujur timur, stasiun IV pantai moru dengan titik
koordinat garis lintang 80 15ꞌ 00ꞌ - 80 15ꞌ 30ꞌ lintang selatan dan garis bujur 1240 29ꞌ
00ꞌ - 1240, 30ꞌ 00ꞌ bujur timur (stasiun atau lokasi penelitian dapat dilihat pada
lampiran 3). Kriteria pemilihan daerah stasiun berdasarkan daerah penyuplai
sampah dan limbah tertinggi di perairan teluk mutiara sedangkan di salah satu
lokasi pengamatan yaitu pantai moru (stasiun IV) di gunakan sebagai daerah
kontrol, agar dapat mengetahui tingkat pencemaran maka kerang darah (Anadara
granosa) yang diambil dari daerah kontrol dengan ukuran yang sama (berat dan
panjang), dipelihara pada daerah tercemar dengan kombinasi hari antara lain 0, 7
dan 14 hari.
31
C. Prosedur Kerja
Penelitian ini dalam pelaksanannya disesuaikan dengan prosedur kerja
antara lain :
1. Pengambilan sampel kerang dilapangan sesuai dengan daerah penelitian.
Kerang yang diperoleh kemudian dibilas dengan air laut sampai bersih
kemudian sampel sebaiknya dingin dalam pendingin (coolbox) dan dibawah
ke laboratorium untuk di analsis. Untuk menguji kandungan Pb dan Zn
menggunakan AAS.
2. Pengambilan sampel sendimen pada setiap stasiun dilakukan dengan
menyelam ke dasar perairan kemudian menyerok sendimen kemudian
langsung disimpan kedalam media penyimpanan untuk diteliti di
laboratarium.
D. Analisi Logam Berat
Tahapan analisis kadar Pb dan Zn pada insang dan mantel kerang darah
yaitu kerang diambil dagingnya dan di keringkan di dalam oven (1050C) selama 24
jam. Sampel kerang kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang
sebanyak 2g. Sampel tersebut selanjutnya dimasukan kedalam teflon bomb yang
kemudian dibiarkan selama 24 jam. Contoh kerang tersebut kemudian dipanaskan
diatas penangas air pada suhu 60-700 C selama 2-3 jam. Selanjutnya ditambahkan
3 ml air suling bebas ion (akuades) dan dipanaskan kembali hingga larutan hampir
kering (Hutagalung dkk., 1997).
32
Proses berikutnya adalah mendinginkan sampel tersebut pada suhu ruang
yang diikuti dengan penambahan 1 ml HNO3 pekat dan diaduk pelan-pelan serta
ditambahkan kembali 9 ml akuades. Sampel siap diukur kadarnya dengan AAS
menggunakan nyala udara asetilen.
E. Pembuatan Deret Standar Logam Berat Dalam Biota Laut
Deret standar yang digunakan untuk menentukan kadar logam berat dalam
sampel biota laut yaitu sebesar 0,000 ppm; 0,050 ppm; 0,100 ppm; 1 ppm dan 3
ppm. Deret standar ini dibuat dari larutan induk 1000 ppm dengan menggunakan
rumus pengenceran untuk masing-masing jenis logam (Pb dan Zn). Deret standar
ini dibuat secara komposit di dalam labu ukur 100 ml dan diencerkan dengan
menggunakan air suling bebas ion. Deret standar ini telah siap untuk digunakan
untuk membuat kurva kalibrasi pada alat AAS dan mengukur kadar logam berat
pada sampel biota laut (Hutagalung, 1989).
F. Perhitungan Kadar Logam Berat
Parameter uji yang digunakan meliputi kandungan logam Pb dan Zn pada
awal dan akhir penelitian serta tingkat penurunan kadar logam berat tersebut.
1. Kandungan logam Pb pada tubuh kerang darah dihitung menurut rumus :
Kadar Pb = a x b / c ppm (Hutagalung dkk., 1997)
Ket : a = jumlah μg Pb dari hasil pengukuran dengan AAS
b = volume akhir larutan contoh (faktor pengenceran)
c = berat contoh kerang (2 g)
33
2. Kandungan logam Zn pada tubuh kerang darah dihitung dengan rumus:
Kadar Zn = a x b / c ppm (Hutagalung dkk., 1997)
Ket : a = jumlah μg Zn dari hasil pengukuran dengan AAS
b = volume akhir larutan contoh (faktor pengenceran)
c = berat contoh kerang (2 g)
G. Analisa Kandungan Pb dan Cd Pada Sendimen
Pengambilan sedimen dilakukan dengan menggunakan Petersen Grab,
sedimen yang diambil dibagian tengah dari sisi dinding grab untuk menghindari
adanya kontaminasi logam dari penggunaan Petersen Grab. Sedimen dasar diambil
sebanyak ± 200 gr dari tiap stasiun. Kemudian sampel tersebut dimasukan ke dalam
kantong plastik dan selanjutnya diukur kandungan logam berat (Pb dan Zn) dengan
menggunakan AAS (Atomic Absorption Spectroscopy) .
H. Rancangan Penelitian
Setelah data diperoleh, untuk melihat perbedaan konsentrasi logam berat
pada setiap titik daerah pengamatan dinalisis menggunakan analisis varian (Anova)
dan uji Duncan untuk menentukan signifikansi perbedaan antara konsentrasi rata-
rata kandungan Pb dan Zn pada tiap sampel kerang anadara (Anadara granosa)
yang diambil pada tiap titik daerah sampling (Gomez dan gomez, 1983).
Konsentrasi adalah banyak nya zat dalam satuan berat atau volume, sedangkan
kandungan adalah jumlah total zat tersebut dalam sampel.
34
I. Analisi Data
Hasil data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Data analisis Pb dan Zn pada sampel penelitian yaitu insang dan mantel
kerang darah (Anadara granosa) diuji di laboratarium LLPT – UGM
Yogyakarta
2. Sendimen serta air laut yang dicuplik dari daerah sampling di uji di
laboratarium LLPT – UGM Yogyakarta
Hasil konsentasi maupun kandungan logam berat yang terdapat pada
semua macam sampel penelitian ini kemudian dianalisa dengan menggunakan
analisis varian (Anova) dan uji Duncan untuk membandingkan data tiap titik daerah
sampling (Gomez dan gomez, 1983). Konsentrasi adalah banyak nya zat dalam
satuan berat atau volume, sedangkan kandungan adalah jumlah total zat tersebut
dalam sampel.
35
Gambar 2. Diagram Alir Metodologi Penelitian
Industri Tambang Transportasi Rumah tangga
Perairan/Laut
Limbah
Logam Berat
Berbahaya Bagi Organisme Atau Manusia
Pengambilan sampel Kerang Darah dan Sendimen
Kerang Darah
(anadara granosa)
Sendimen Insang Paspulabialis
Rantai Makanan
Bioakumulasi
Pb Dan Zn
Akumulasi
Pb Dan Zn
Uji Lab Menggunakan Metode ASS
Stasiun I Stasiun II Stasiun III Stasiun IV
36
J. Jadwal Kegiatan
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari sampai dengan bulan
Agustus 2016
No Kegiatan
Jadwal Pelaksanaan (Tahun dan Bulan)
2016
1 2 3 4 5 6 7 8
1 Survei Lokasi
2 Persiapan Alat
3 Pengecekan Alat
4 Pelaksanaan Penelitian
5 Pengumpulan Data
6 Analisis Data
7 Penyusunan Naskah
37
Daftar Pustaka
Akbar, H.S. 2002. Pendugaan tingkat akumulsi logam berat Cd, Pb, Cu, Zn dan Ni
pada kerang hijau (Perna viridis L.) ukuran >5 cm di perairan
Darmono. 1995. Logam dalam sistem mahluk hidup. Penerbit Universitas
Indonesia, Jakarta.
Fabricius E. K., T. F. Cooper, Craig Humphrey, Sven Uthicke, G. De’ath, J.
Davidson, H. LeGrand, A. Thompson, and B. Schaffelke. 2012. A
bioindicator system for water quality on inshore coral reefs of the Great
Barrier Reef. Marine Pollution Bulletin 65: 320–332
Hutagalung, H.P. 1984. Logam Berat Dalam Lingkungan Laut. Pewarta Oseana IX
No.1 Tahun 1984 LON-LIPI, Jakarta.
Kalman. J., I. Riba, A. DelValls, and Julian Blasco. 2012. Bioaccumulation and
Effects of Metals Bound to Sediments Collected from Gulf of Ca´diz (SW
Spain) Using the Polychaete Arenicola marina. Arch Environ Contam
Toxicol 62: 22–28
Kerkut.,G.A. 1961. The Invertabrate, A manual For The Use Of Students. 4th ed.
Cambridge University Press. P. 622-635
Losada. S., A. Roach, L. Roosens, F. J. Santos, M. T. Galceran, W. Vetter, H. Neels,
and A. Covaci. 2009. Biomagnification of anthropogenic and naturally-
produced organobrominated compounds in a marine food web from
Sydney Harbour, Australia. Environment International 35: 1142–1149
Jebali. J., M. Sabbagh, M. Banni, N. Kamel, S. Ben-Khedher, N. M’hamdi, and
Hamadi Boussetta. 2013. Multiple biomarkers of pollution effects in Solea
solea fish on the Tunisia coastline. Environ Sci Pollut Res 20: 3812–3821
Jorge. B. M., V. L. Loro, A. Bianchini, C. M. Wood, and P. L. Gillis. 2013.
Mortality, bioaccumulation and physiological responses in juvenile
freshwater mussels (Lampsilis siliquoidea) chronically exposed to copper.
Aquatic Toxicology 126: 137– 147
Palar, H. 1994. Pencemaran dan toksikologi logam berat. Rineka cipta, Jakarta.
Robert, D.B. 1978. Invertebrate Zoology. 3rd Edition. W.B. Saunders Company.
Philadelphia. P 622-635
38
Wasi. S., S. Tabrez and M. Ahmad. 2013. Toxicological effects of major
environmental pollutants: an overview. Environ Monit Assess 185: 2585–
2593
Schneidera. L., L. Belgerb, J. Burgerc, and R. C. Vogta. 2009. Mercury
bioacumulation in four tissues of Podocnemis erythrocephala
(Podocnemididae: Testudines) as a function of water parameters. Science
Of The Total Environmet 407: 1048–1054
Shreadah. A. M., L. M. A. Fattah and M. A. Fahmy. 2015. Heavy Metals in Some
Fish Species and Bivalves from the Mediterranean Coast of Egypt. Journal
of Environmental Protection 6: 1-9
WHO. 1976. Guidelines for Heavy Metals Contents, Health Criteria and
OtherSupporting Information. WHO, New York.
Yokoyama. H., and Y. Ishihi. 2010. Bioindicator and biofilter function of Ulva spp.
(Chlorophyta) for dissolved inorganic nitrogen discharged from a coastal
fish farm — potential role in integrated multi-trophic aquaculture.
Aquaculture 310: 74–83
.
39
Lampiran 1. Prosedur pengukuran logam berat dalam insang, hati dan daging
berdasarkan metode sesuai dengan metode AAS sebagai berikut :
1. Sampel insang, hati dan daging ditimbang.
2. Organ ditanur selama 2 jam sampai suhu tanur 300oC
3. Organ yang telah di tanur didiamkan hingga dingin.
4. Larutan HNO3 6,5% sebanyak 10 ml di masukan ke dalam sampel yang
telah di tanur.
5. Sampel di panaskan pada hot plate selama 5 menit.
6. Organ diaduk menggunakan batang pengaduk agar tercampur dengan
larutan.
7. Sampel di saring menggunakan kertas saring lalu campurkan aquadesh
sampai larutan mencapai 50ml.
8. Siap diukur AAS dengan panjang gelombang untuk Pb 283,3nm dan
213,9nm utuk Zn
40
Lampiran 2. Prosedur analisis logam berat sendimen sesuai dengan metode AAS
sebagai berikut :
a. Preparasi
1. Panaskan daging kerang dan sedimen pada oven bersuhu (103-105ºC)
selama 24 jam
2. Dinginkan dan gerus dengan mortar
3. Timbang contoh bahan sebanyak 0.5 gram
4. Tambahkan 5 ml asam sulfat (95%) dan 5 ml asam nitrat (100%)
5. Biarkan selama 1 jam
6. Panaskan pada hot plate (250-300ºC) selama 0.5 jam. turunkan dan
tambahkan 1 ml asam nitrat. panaskan kembali 1-2 jam sampai contoh
bening
7. Jika tidak bening. tambahkan 1 ml perklorat
8. Dinginkan dan tambahkan 1 ml HCl (37%).
9. Tambahkan aquabides sekitar 50 ml dan ditera hingga 100 ml di dalam
labu takar
b. Ekstraksi
1. 10 ml contoh dimasukkan ke dalam corong pemisah
2. Tambahkan 1 ml NaOH (10%) dan 2 ml Kalium Natrium Tartarat. serta
10ml larutan ditizhon
3. Kocok contoh selama 30 detik sambil buka katunya untuk menghilangkan
gas. diamkan sampai terbentuk 2 lapisan
4. Buka katupnya dan masukan ke dalam tabung reaksi
41
5. Tambahkan 10 ml NaOH (2%) ke dalam corong pemisah. Kocok
6. Buka katup. masukan lapisan bawahnya ke dalam tabung reaksi
c. Injeksi
1. Ukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang
520nm
2. Hitung dengan regresi standar yang telah dibuat.
42
Lampiran 3. Peta daerah penelitian
3. Peta Teluk Mutiara
4. Daerah Penelitian yang tercemar Logam berat hasil pengmatan menggunakan
citra satelit