Download - bank & lembaga keu - jenis bank.pdf
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bank, Jenis-Jenis Bank
2.1.1 Pengertian Bank dan Fungsi Bank
Bank merupakan lembaga intermediatory yang berfungsi menyalurkan
uang dari unit surplus kepada unit defisit. Pengertian bank menurut Kasmir (2004
: 2), “adalah sebagai lembaga keuangan yang kegiatan usahanya adalah
menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke
masyarakat serta memberikan jasa-jasa bank lainnya”.
Selanjutnya menurut Suhardjono (2003 : 3), “bank adalah lembaga
keuangan yang usaha pokoknya adalah menghimpun dana dan menyalurkan
kembali dana tersebut ke masyarakat dalam bentuk kredit serta memberikan jasa-
jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang”.
Sedangkan pengertian bank menurut Undang-undang No. 72 tahun 1992
tentang perbankan sebagaimana diubah dengan Undang-undang No. 10 tahun
1998, yaitu :
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya ke masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. (Dahlan Siamat, 2004 : 87).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa bank adalah lembaga keuangan yang
kegiatan usahanya menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-
bentuk lainnya dan memberikan jasa-jasa bank lainnya.
12
Dari pengertian-pengertian bank di atas dapat disimpulkan bahwa bank
mempunyai fungsi :
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan.
Secara umum simpanan yang ada di bank terdiri dari : simpanan giro,
simpanan tabungan, dan simpanan deposito.
2. Menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-
bentuk lainnya.
Jenis kredit yang biasa diberikan bank yaitu : kredit investasi, kredit modal
kerja, dan kredit perdagangan.
3. Memberikan jasa-jasa bank lainnya dalam rangka memperlancar transaksi
perdagangan dan pembayaran.
Contoh dari hal tersebut yaitu : pengiriman uang (transfer), kliring, safe
deposite box dan lain-lain.
Karena fungsi-fungsi di atas, maka bank disebut juga sebagai lembaga
intermediatory atau perantara karena fungsi utama bank yang menghimpun dana
dari masyarakat yang kelebihan dana (pihak surplus) dan menyalurkannya kepada
pihak yang kekurangan dana (pihak defisit).
1 3
2 4
GAMBAR 2.1
Skema Bank sebagai Perantara Keuangan (Kasmir, 2004: 5)
FUNGSI BANK
Beli dana Jual dana Giro Pinjaman Tabungan (kredit) Deposito
Mayarakat yang kekurangan dana
Masyarakat yang kelebihan dana
13
Penjelasan dari skema bank sebagai perantara keuangan :
1. Masyarakat yang kelebihan dana menyimpan dananya di bank dalam bentuk
Giro, tabungan atau deposito atau dengan kata lain bank membeli dana
tersebut.
2. Masyarakat yang kelebihan dana tersebut akan mendapat balas jasa dari bank
berupa bunga/bagi hasil.
3. Bank menyalurkan dana tersebut dalam bentuk kredit kepada masyarakat
yang kekurangan dana atau dengan kata lain menjual dana.
4. Bank mendapat balas jasa dari masyarakat yang kekurangan dana yang
mendapat kredit berupa bunga/bagi hasil.
2.1.2 Jenis-Jenis Bank
Jenis-jenis bank berdasarkan fungsinya menurut UU pokok perbankan No.
7 tahun 1992 sebagaimana diubah dengan UU No. 10 tahun 1998 (Kasmir, 2004 :
19) ada dua jenis, yaitu :
1. Bank Umum.
Pengertian bank menurut Komaruddin (2001 : 17), yaitu “Bank umum adalah
bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran”.
Sedangkan pengertian bank umum menurut UU No 10 tahun 1998 (dalam
Kasmir, 2004 : 19), yaitu “Bank umum adalah bank yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang
dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran”.
14
Usaha bank umum menurut UU pokok perbankan No. 7 tahun 1992
sebagaimana diubah dengan UU No. 10 tahun 1998 (Kasmir, 2004 : 239)
yaitu :
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya dipersamakan denngan itu.
b. Memberikan kredit. c. Menerbitkan surat pengakuan hutang. d. ………………..
2. Bank Perkreditan Rakyat.
Pengertian bank perkreditan rakyat menurut Komaruddin (2001 : 17), yaitu Bank perkreditan rakyat adalah bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, memberikan kredit, menyediakan biaya bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil, dan menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia, deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain.
Sedangkan menurut UU No 10 tahun 1998 (Kasmir, 2004 : 19), “bank
perkreditan rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran”.
Usaha bank perkreditan rakyat menurut UU pokok perbankan No. 7 tahun
1992 sebagaimana diubah dengan UU No. 10 tahun 1998 (Kasmir, 2004 :
243) yaitu :
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu
b. Memberikan kredit c. …………………
15
Jenis bank menurut kepemilikan bank dibagi kedalam lima bagian, yaitu :
1. Bank milik pemerintah, yaitu bank yang akte pendirian maupun modal bank
sepenuhnya dimiliki oleh pemerintah Indonesia.
2. Bank milik swasta nasional, yaitu bank yang seluruh atau sebagian besar
sahamnya dimiliki oleh swasta nasional.
3. Bank milik koperasi, yaitu bank yang sahamnya dimiliki oleh perusahaan
yang berbadan hukum koperasi.
4. Bank milik asing, yaitu bank milik swasta asing atau pemerintah asing yang
membuka cabang di Indonesia.
5. Bank milik campuran, yaitu bank yang sahamnya dimiliki swasta nasional
dan pihak asing, namun pemilik mayoritas saham bank campuran adalah
warga negara Indonesia.
Jenis bank dilihat dari segi kemampuannya (status) terdiri dari dua jenis,
yaitu :
1. Bank devisa, yaitu bank yang dapat melakukan transaksi keluar negeri dengan
mata uang asing secara keseluruhan.
2. Bank non devisa, yaitu bank yang belum mempunyai izin untuk
melaksanakan transaksi keluar negeri atau yang berhubungan dengan mata
uang asing secara keseluruhan.
16
Sedangkan jenis bank menurut cara menentukan harga dibagi dalam dua
jenis, yaitu :
1. Bank konvensional
Dalam mencari keuntungan dan menentukan harga kepada nasabahnya, bank
ini dibagi 2, yaitu :
a. Menetapkan bunga sebagai harga produk simpanan dan produk
pinjaman (kredit)
b. Untuk jasa perbankan yang lain menggunakan berbagai biaya dalam
nominal atau prosentase tertentu.
2. Bank syariah
Dalam penentuan harga produknya bank syariah, berdasarkan pada aturan
perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain dalam
menyimpan dan atau pembiayaan usaha atau kegiatan perbankan lainnya.
Dalam menentukan harga atau mencari keuntungan bagi bank syariah, yaitu :
a. Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah)
b. Pembiayaan berdasarkan prinsip penyaertaan modal (musyarakah)
c. Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan
(murabahah)
d. Pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan
(Ijaroh)
e. Pilihan pemindahan kepemilikian atas barang yang disewa dari bank
oleh pihak lain (Ijaroh wa itiqna)
f. Jasa bank lainnya berdasarkan prinsip syariah.
17
2.2 Kredit Bank
2.2.1 Pengertian Kredit
Kata kredit berasal dari bahasa Yunani “Credere” yang berarti
kepercayaan. Kredit juga berasal dari bahasa Latin “Creditum” yang berarti
kepercayaan akan kebenaran atau “credo” yang berarti saya percaya. Maksudnya
pemberi kredit percaya bahwa penerima kredit akan mengembalikan kreditnya
sesuai dengan perjanjian, dan penerima kredit memegang kepercayaan pemberi
kredit tersebut.
Menurut Komaruddin (2001 : 5), pengertian kredit yaitu :
Kredit merupakan penyediaan uang atau tagihan (yang disamakan dengan uang) berdasarkan persepakatan pinjam meminjam antara bank dan pihak lain yang dalam hal ini peminjam berkewajiban melunasi kewajibannya setelah jangka waktu tertentu dengan (biasanya) sejumlah bunga yang ditetapkan lebih dahulu.
Selanjutnya menurut Amir Rajab batubara (dalam Rachmat Firdaus dan
Maya ariyanti, 2004 : 2),’ ……..bahwa kredit itu adalah suatu pemberian prestasi
yang mana balas prestasinya (kontra prestasi) akan terjadi pada suatu waktu di
hari yang akan datang……..’.
Sedangkan Pengertian kredit dalam UU No. 7 tahun 1992 tentang
perbankan sebagaimana diubah dalam UU No. 10 tahun 1998, yaitu :
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan atau yang dapat disamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Jadi dapat disimpulkan, bahwa kredit adalah pemberian uang dari bank
kepada peminjam berdasarkan perjanjian pinjam meminjam, yang harus
18
dikembalikan peminjam dalam jangka waktu yang telah disepakati yang ditambah
dengan bunga.
2.2.2 Unsur-unsur Kredit
Unsur-unsur kredit menurut Kasmir ( 2004 : 103), yaitu :
1. Kepercayaan, merupakan keyakinan pemberi kredit bahwa penerima kredit akan mengembalikan kredit sesuai jangka waktu kredit.
2. Kesepakatan, merupakan kesepakatan antara pemberi dan penerima kredit dalam suatu perjanjian yang ditandatangani oleh kedua belah pihak.
3. Jangka waktu, merupakan batas waktu pengembalian angsuran kredit yang sudah disepakati kedua pihak.
4. Resiko, merupakan resiko tidak tertagihnya kredit. 5. Balas jasa, merupakan pendapatan bank dari pemberian kredit.
Sedangkan unsur-unsur kredit menurut Komaruddin ( 2001 : 6), yaitu :
1. Amanat (jujur, dapat dipercaya, atau titipan) adalah segala hal yang dipercayakan kepada manusia, baik yang berkaitan dengan hak dirinya, hak pihak lain, maupun hak Allah SWT. Bank yakin bahwa prestasi yang diberikan kepada para nasabah akan diterima kembali di waktu tertentu kelak.
2. Waktu, tenggang waktu antara peristiwa prestasi dan kontraprestasi. 3. Resiko, setiap kredit akan senantiasa mengandung resiko tertentu, mungkin
resiko kehilangan seluruhnya atatu sebagian. Hal ini disebabkan oleh ketidakpastian di masa yang akan datang.
4. Prestasi, sesuatu yang diserahkan oleh pemberi kredit (kreditur) kepada penerima kredit (debitur).
5. Perjanjian dua belah pihak 6. Perjanjian keuangan, dinyatakan atau dihitung dalam satuan uang (alat bayar).
Jadi dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur kredit, yaitu :
1. Kepercayaan (amanat), yaitu kepercayaan bank bahwa peminjam akan
melunasi kreditnya tepat waktu.
2. Kesepakatan (Perjanjian), yaitu adanya kesepakatan dalam perjanjian antara
bank dan peminjam.
19
3. Jangka waktu, yaitu kredit tersebut dibatasi dengan jangka waktu yang telah
disepakati.
4. Resiko, yaitu pemberian kredit bank akan menimbulkan resiko tidak
tertagihnya kredit tersebut.
5. Balas jasa (prestasi), yaitu peminjam akan memberikan bunga (pendapatan
bunga) sebagai balas jasa kepada bank yang telah memberikan kredit sesuai
kesepakatan.
2.2.3 Jenis-jenis Kredit
Kredit dalam dunia perbankan dikelompokkan kedalam berbagai jenis
berdasarkan kriteria tertentu. Pengelompokkan kredit tersebut pada umumnya
dikelompokkan berdasarkan kegunaan atau manfaat, tujuan kredit, jangka waktu,
ada atau tidaknya jaminan, sektor usaha, cara penarikannya, cara pelunasan,
sumber dananya, kualitas dan kolektibilitasnya, ukuran besar kecilnya debitur, dan
berdasarkan besarnya kredit.
Kredit dilihat dari segi kegunaan atau manfaat dibagi menjadi dua jenis ,
yaitu :
1. Kredit investasi
Menurut Kasmir (2004 : 109) “kredit investasi yaitu kredit yang diberikan
kepada pengusaha yang melakukan investasi atau penanaman modal dengan
jangka waktu yang relatif panjang yaitu lebih dari satu tahun. Contohnya
kredit untuk pembangunan pabrik”.
20
Sedangkan menurut Suhardjono (2003 : 24) “kredit investasi yaitu yaitu
fasilitas kredit yang diberikan untuk membantu pembiayaan pemohon dalam
memperoleh barang modal selain tanah yang tercermin dalam aktiva tetap
perusahaan”.
Jadi kredit investasi yaitu kredit yang diberikan untuk digunakan dalam
penanaman modal atau investasi dengan jangka waktu lebih dari satu tahun.
2. Kredit modal kerja
Kredit modal kerja menurut Kasmir (2004 : 109) “yaitu kredit yang
digunakan sebagai modal usaha yang biasanya tidak lebih dari satu tahun.
Contohnya kredit untuk membeli bahan baku”.
Sedangkan Suhardjono (2004 : 24) mengemukakan :
Kredit modal kerja, yaitu fasilitas kredit yang dipergunakan untuk membiayai aktiva lancar dan atau menggantikan hutang dagang, serta membiayai sementara kegiatan operasional rutin (sehari-hari) perusahaan baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung. Selanjunya menurut Rachmat Firdaus dan Maya Ariyanti (2004 : 10), “kredit
modal kerja yaitu kredit yang ditujukan untuk membiayai keperluan modal
lancar yang biasanya habis dalam satu atau beberapa kali proses produksi atau
siklus usaha”.
Maka dapat disimpulkan bahwa, kredit modal kerja adalah kredit yang
diberikan untuk modal usaha yang tidak lebih dari satu tahun.
21
Sedangkan jenis kredit berdasarkan tujuan penggunaan kredit tersebut
dibagi kedalam tiga jenis, yaitu :
1. Kredit perdagangan
Kredit perdagangan menurut Kasmir (2004 : 33) “yaitu kredit yang diberikan
kepada pedagang dalam rangka memperlancar atau memperluas
perdagangannya. Contohnya kredit kepada agen untuk membeli barang
dagangan”.
2. Kredit produktif
Kredit produktif menurut Kasmir (2004 : 110) “yaitu kredit yang digunakan
untuk peningkatan usaha atau produksi atau investasi”.
Sedangkan menurut Rachmat Firdaus dan Maya Ariyanti (2004 : 10), “kredit
produktif yaitu kredit yang digunakan untuk tujuan-tujuan produktif dalam
arti dapat menimbulkan atau meningkatkan “utility” (faedah/kegunaan)……”
Jika ditarik kesimpulan maka, kredit produktif yaitu kredit yang diberikan
untuk usaha-usaha produktif.
3. Kredit konsumtif
Menurut Kasmir (2004 : 110 ) “kredit konsumtif yaitu kredit yang digunakan
untuk keperluan pribadi. Contohnya kredit perumahan”.
Menurut Rachmat Firdaus dan Maya Ariyanti (2004 : 10), “kredit konsumtif
yaitu kredit yang digunakan untuk membiayai pembelian barang-barang atau
jasa-jasa yang dapat memberi kepuasan langsung terhadap kebutuhan
manusia”.
22
Sedangkan menurut Suhardjono (2004 : 25), “Kredit konsumtif yaitu kredit
yang diberikan untuk membiayai kebutuhan konsumtif yang diperlukan
pemohon dan sumber pembayaran kembali kreditnya berasal dari
penghasilan/gaji pemohon”.
Jadi kredit konsumif yaitu kredit yang ditujukan untuk hal-hal yang berkaitan
langsung dengan kebutuhan manusia.
Jenis kredit berdasarkan jangka waktu dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. Kredit jangka pendek
Menurut Kasmir (2004 : 110) “kredit jangka pendek yaitu kredit yang
memiliki jangka waktu kurang dari satu tahun atau paling lama satu tahun dan
biasanya digunakan untuk keperluan modal kerja”.
Sedangkan menurut Suhardjono (2004 : 28), “kredit jangka pendek yaitu
kredit yang diberikan kepada calon debitur dengan jangka waktu paling lama
satu tahun. Kredit ini pada umumnya untuk memenuhi kebutuhan modal
kerja,….”
Menurut Rachmat Firdaus dan Maya Ariyanti (2004 : 14), “kredit jangka
pendek yaitu kredit yang berjangka waktu maksimal satu tahun. Biasanya
kredit jangka pendek ini cocok membiayai kebutuhan modal kerja”.
Dari ketiga pengertian yang hampir sama diatas dapat disimpulkan bahwa,
kredit jangka pendek yaitu kredit yang mempunyai jangka waktu antara
kurang dari satu tahun sampai satu tahun, dan biasanya digunkan untuk
membiayai modal kerja (kredit modal kerja).
23
2. Kredit jangka menengah
Kredit jangka menengah menurut Kasmir (2004 : 111) “yaitu kredit dengan
jangka waktu antara satu tahun sampai tiga tahun. Biasanya kredit ini
digunakan untuk melakukan investasi”.
Rachmat Firdaus dan Maya Ariyanti (2004 : 14), menyatakan hal yang sama
mengenai kredit jangka menengah, “yaitu kredit yang berjangka waktu antara
satu sampai dengan tiga tahun”.
Kemudian menurut Suhardjono (2004 : 28) pengertian kredit jangka
menengah “ yaitu fasilitas kredit yang diberikan untuk jangka waktu lebih
dari satu tahun, namun kurang atau sama dengan tiga tahun”.
Sehingga dapat disimpulkan, kredit jangka menengah yaitu kredit yang
mempunyai jangka waktu antara satu sampai tiga tahun, dan biasanya
digunakan untuk investasi.
3. Kredit jangka panjang
Menurut Kasmir (2004 : 111) “kredit jangka panjang yaitu kredit yang masa
pengembaliannya paling panjang. Kredit jangka panjang waktu
pengembaliannya di atas tiga tahun atau lima tahun. Biasanya digunakan
untuk investasi jangka panjang”.
Sedangkan menurut Suhardjono (2004 : 28), “kredit jangka panjang yaitu
kredit yang diberikan kepada calon debitur dengan jangka waktu lebih dari
tiga tahun”. Dan menurut Rachmat Firdaus dan Maya Ariyanti (2004 : 14),
“kredit jangka panjang yaitu kredit yang berjangka waktu lebih dari tiga
tahun”.
24
Dapat disimpulkan bahwa kredit jangka panjang adalah kredit yang diberikan
dengan jangka waktu lebih dari tiga tahun yang biasanya digunakan untuk
investasi jangka panjang.
Jenis kredit berdasarkan ada atau tidaknya jaminan, yaitu :
1. Kredit dengan jaminan
Kredit dengan jaminan yaitu kredit yang diberikan dengan jaminan berupa
barang berwujud, barang tidak berwujud atau jaminan orang.
2. Kredit tanpa jaminan
Kredit tanpa jaminan yaitu kredit yang diberikan tanpa adanya jaminan
apapun atau kredit yang diberikan hanya atas dasar kepercayaan.
Jenis kredit dilihat dari segi sektor usaha, yaitu :
1. Kredit pertanian, merupakan kredit dengan tujuan meningkatkan hasil di
sektor pertanian berupa kredit investasi maupun modal kerja.
2. Kredit peternakan, merupakan kredit yang diberikan untuk peternakan
3. Kredit industri, merupakan kredit yang digunakan untuk mengubah bahan
mentah menjadi barang setengah jadi maupun barang jadi. kredit ini diberikan
untuk industri kecil, menengah, dan besar.
4. Kredit pertambangan, merupakan kredit yang diberikan untuk usaha
penggalian dan pengumpulan barang-barang tambang.
5. Kredit pendidikan, merupakan kredit yang diberikan untuk membangun
sarana pendidikan atau kredit mahasiswa
6. Kredit profesi, merupakan kredit yang diberikan untuk kalangan professional,
seperti dosen dan lain-lain.
25
7. Kredit perumahan, merupakan kredit yang diberikan untuk pembangunan atau
pembelian perumahan
8. Kredit sektor lainnya.
Sedangkan jenis kredit berdasarkan sektor usaha menurut laporan bulanan
Bank Indonesia (dalam Suhardjono, 2003 : 29) dan Rachmat Firdaus dan Maya
Ariyanti (2004 : 16), yaitu :
1. Kredit sektor pertanian, perkebunan dan sarananya 2. Kredit sektor pertambangan 3. Kredit sektor perindustrian 4. Kredit sektor ekonomi listrik, gas dan air 5. Kredit sektor ekonomi konstruksi 6. Kredit sektor perdagangan, restoran dan hotel 7. Kredit sektor ekonomi pengangkutan, pergudangan, dan komunikasi 8. Kredit sektor ekonomi jasa-jasa dunia usaha 9. Kredit sektor ekonomi jasa-jasa sosial/masyarakat 10. Kredit sektor ekonomi lainnya.
Jenis kredit menurut cara penarikannya, yaitu :
1. Pinjaman Rekening Koran (R/K)
Pengertian pinjaman rekening koran menurut Suhardjono (2003 : 23), “yaitu
pinjaman yang diberikan bank kepada nasabahnya dengan batas plafond yang
sudah ditetapkan”.
Sedangkan menurut Rachmat Firdaus dan Maya Ariyanti (2004 : 14) :
Pinjaman rekening koran yaitu kredit yang penyediaan dananya dilakukan dengan jalan pemindah-bukuan, ke dalam rekening koran/rekening giro atas nama debitur, sedangkan penarikannya dilakukan dengan cek, bilyet giro atau surat pemindah-bukuan lainnya. Sehingga bisa disimpulkan bahwa pinjaman rekening koran yaitu semacam
pinjaman yang diberikan bank kepada nasabahnya dengan batas plafond
26
tertentu, dengan cara penarikan melalui cek, bilyet giro atau surat pemindah-
bukuan.
2. Pinjaman Persekot, yaitu pinjaman yang penarikannya dilakukan sekaligus
pada saat realisasi. Pinjaman persekot dibagi lagi menjadi :
a. Pinjaman Persekot Annuitet, yaitu pinjaman persekot yang bunganya dihitung benar-benar secara annuitas, sehingga bunga efektifnya sesuai dengan tingkat bunga yang ditentukan.
b. Pinjaman Persekot Non-Annuitet, yaitu pinjaman persekot yang bunganya dihitung tidak secara anuitas tetapi dengan cara perhitungan lainnya, seperti flat rate. (Suhardjono, 2004 : 24).
Jenis kredit berdasarkan cara pelunasan dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. Kredit dengan angsuran tetap, yaitu kredit yang jumlah angsuran
pelunasannya tetap, dalam angsuran tersebut telah dimasukan angsuran untuk
pokok dan bunga. Biasanya kredit konsumtif.
2. Kredit dengan plafond menurun secara periodik, yaitu kredit yang pada
umumnya ditujukan untuk kredit-kredit jangka panjang. (Suhardjono, 2004 :
26)
3. Kredit dengan plafond tetap, yaitu kredit yang pada umumnya ditujukan
untuk kredit modal kerja yang berjangka waktu pendek, misalnya satu tahun.
(Suhardjono, 2004 : 27).
Jenis kredit berdasarkan sumber dananya dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Kredit yang dananya berasal dari tabungan masyarakat, yaitu kredit yang
diberikan berasal dari simpanan masyarakat yang memiliki kelebihan dana.
2. Kredit yang dananya berasal dari penciptaan uang baru, yaitu kredi yang
diberikan berasal dari penciptaan uang baru.
27
Jenis kredit berdasarkan kualitas dan kolektibilitasnya dibagi menjadi lima
jenis, yaitu :
1. Kredit lancar
2. Kredit dalam perhatian khusus
3. Kredit kurang lancar
4. Kredit diragukan
5. Kredit macet
Suatu kredit dinyatakan macet apabila :
1. Tidak memenuhi kriteria lancar, kurang lancar dan diragukan
2. Memenuhi kriteria diragukan, tetapi dalam jangka waktu 21 bulan sejak
digolongkan diragukan belum ada pelunasan atau usaha penyelamatan kredit,
atau
3. Kredit tersebut penyelesaiannya telah diserahkan kepada Pengadilan Negeri
atau Badan Usaha Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) atau telah diajukan
permohonan ganti rugi kepada perusahaan asuransi kredit.
Jenis kredit berdasarkan ukuran besar kecilnya debitur, yaitu :
1. Kredit usaha kecil menengah (UKM) termasuk juga koperasi.
2. Kredit korporasi, yaitu kredit yang ditujukan untuk perusahaan-perusahaan
besar.
Jenis kredit berdasarkan besarnya kredit dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. Kredit usaha kecil, adalah kredit atau pembiayaan dari bank untuk investasi
dan atau modal kerja, yang diberikan dalam Rupiah atau Valuta Asing kepada
28
nasabah usaha kecil dengan plafond kredit keseluruhan maksimum Rp. 500
juta untuk membiayai sektor produktif (Ketentuan Bank Indonesia)
2. Kredit menengah, adalah kredit yang besarnya diatas Rp. 500 juta sampai Rp.
50 miliar (kriteria BRI), yang sumber pembayaran kembali kreditnya berasal
dari cashflow usaha/perorangan.
3. Kredit besar, adalah kredit yang besarnya lebih dari Rp. 50 miliar yang
sumber pembayaran kembali kreditnya berasal dari cashflow usaha.
(Suhardjono, 2003 : 28)
2.2.4 Tujuan dan Fungsi Kredit
Tujuan pemberian kredit menurut Kasmir (2004 : 105) ada tiga, yaitu :
mencari keuntungan, membantu usaha nasabah, dan membantu pemerintah.
1. Mencari keuntungan
Mencari keuntungan merupakan tujuan utama dalam pemberian kredit.
Keuntungan diperoleh dalam bentuk bunga yang diterima oleh bank sebagai
balas jasa dan biaya administrasi kredit yang dibebankan kepada nasabah.
2. Membantu usaha nasabah
Nasabah akan terbantu usahanya dengan adanya kredit yang diberikan bank
yang digunakan untuk memperluas usaha nasabah.
3. Membantu pemerintah dalam berbagai bidang
Semakin banyak kredit yang disalurkan perbankan, maka semakin banyak
dana yang digunakan untuk peningkatan pembangunan di berbagai sector,
terutama sektor riil, diantaranya :
29
a. Penerimaan pajak, dari keuntungan yang diperoleh nasabah dan bank
b. Membuka kesempatan kerja
c. Meningkatkan jumlah barang dan jasa
d. Menghemat devisa Negara dengan tidak mengimpor barang yang
bisa diproduksi di dalam negeri
e. Meningkatkan devisa Negara dari produk yang diekspor.
Fungsi kredit menurut Kasmir (2004 : 106), yaitu : untuk meningkatkan
daya guna uang, meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang, meningkatkan daya
guna barang, meningkatkan peredaran barang, sebagai alat stabilitas ekonomi,
meningkatkan kegairahan berusaha, meningkatkan pemerataan pendapatan, dan
meningkatkan hubungan internasional.
1. Untuk meningkatkan daya guna uang
Dengan adanya penyaluran kredit, maka uang tersebut menjadi berguna untuk
menghasilkan barang atau jasa oleh penerima kredit, dan juga akan
memberikan penghasilan tambahan bagi pemilik dana. Karena kalau uang
dibiarkan begitu saja, maka uang itu tidak akan menghasilkan sesuatu yang
berguna.
2. Untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang
Kredit yang disalurkan akan beredar dari satu wilayah ke wilayah lainnya
sehingga suatu daerah yang kekurangan uang dengan memperoleh kredit
maka daerah tersebut akan memperoleh tambahan uang dari daerah lain.
30
3. Untuk meningkatkan daya guna barang
Kredit yang diberikan oleh bank akan dapat digunakan oleh penerima kredit
untuk mengolah barang yang semula tidak berguna menjadi berguna.
4. Meningkatkan peredaran barang
Kredit dapat memperlancar arus barang dari satu wilayah ke wilayah lainnya,
sehingga jumlah barang yang beredar dari satu wilayah ke wilayah lainnya
bertambah.
5. Sebagai alat stabilitas ekonomi
Kredit yang diberikan akan menambah jumlah barang yang diperlukan oleh
masyarakat dan meningkatkan devisa negara dari peningkatan ekspor barang.
6. Untuk meningkatkan kegairahan berusaha
Dengan memperoleh kredit nasabah bergairah untuk dapat memperbesar atau
memperluas usahanya.
7. Untuk meningkatkan pemerataan pendapatan
Kredit dapat meningkatkan pemerataan pendapatan dengan membuka
lapangan pekerjaan bagi orang lain, baik secara langsung maupun tidak
langsung
8. Untuk meningkatkan hubungan internasional
Pemberian kredit oleh Negara lain akan meningkatkan kerjasama dibidang
lainnya.
Sedangkan fungsi kredit menurut Rachmat Firdaus dan Maya Ariyanti
(2004 : 5), yaitu : kredit dapat memajukan arus tukar menukar barang dan jasa,
mengaktifkan alat pembayarana “idle” (yang tidak digunakan), menciptakan alat
31
pembayaran yang baru, sebagai alat pengendalian harga, serta mengaktifkan dan
meningkatkan manfaat/kegunaan potensi ekonomi yang ada.
2.2.5 Prinsip-prinsip Penilaian Kredit
Sebelum menyalurkan kredit, bank harus menilai calon penerima kredit
untuk mendapatkan keyakinan bahwa penerima kredit mampu mengembalikan
kredit yang diberikan. Penilaian untuk mendapatkan keyakinan ini sangat penting
karena kelangsungan usaha bank sangat tergantung akan kredit. Kegiatan utama
bank adalah penyaluran kredit dan dari kredit inilah mayoritas pendapatan bank
berasal. Sehingga bank sedapat mungkin untuk mengamankan kredit mereka dari
kredit macet yang merugikan bank.
Dengan penilaian seperti ini bank dapat mengurangi angka kredit macet
yang disebabkan oleh ketidakmampuan penerima kredit mengembalikan
kreditnya.
Menurut Kasmir (2004 : 117) “penilaian calon penerima kredit, biasanya
dilakukan dengan analisis 5 C dan 7 P”. Penilaian dengan analisis 5 C, yaitu :
Character, capacity/capability, capital, condition, dan collateral. Serta penilaian
dengan analisis 7 P, yaitu : Personality, party, purpose, prospect, payment,
profitability, dan protection.
1. Character (sifat atau watak seseorang)
Penilaian sifat atau watak seseorang dilakukan dengan melihat latar belakang
calon penerima kredit, pekerjaan, keadaan keluarga dan jiwa sosial. Sehingga
32
bank mendapat keyakinan bahwa calon penerima kredit tersebut dapat
dipercaya untuk mengembalikan kreditnya.
2. Capacity atau capability (kemampuan)
Penilaian terhadap kemampuan calon penerima kredit dalam mengembalikan
kredit. Penilaian ini dilakukan dengan melihat kemampuan calon penerima
kredit mengelola usahanya, latar belakang pendidikan, dan pengalaman dalam
usahanya.
3. Capital (modal)
Penilaian capital menganalisis sumber modal berasal, jumlah modal sendiri
dan modal pinjaman, persentase modal yang digunakan untuk membiayai
usaha atau proyek yang dijalankan. Penilaian capital juga mengukur likuiditas
(kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya),
rentabilitas (kemampuan bank untuk memperoleh penghasilan berupa bunga
kredit atau perbandingan antara laba usaha dengan modal sendiri di tambah
modal asing yang dipergunakan untuk menghasilkan laba yang dinyatakan
dalam prosentase), solvabilitas (kemampuan bank untuk memenuhi
kewajiban jangka panjangnya atau kemampuan membayar suatu bank apabila
bank tersebut dilikuidasi) dan ukuran lainnya.
4. Condition of economy (kondisi perekonomian)
Penilaian terhadap kondisi ekonomi, social dan politik masa kini dan masa
yang akan datang serta penilaian terhadap prospek usaha calon penerima
kredit apakah baik atau tidak.
33
5. Collateral (jaminan)
Penilaian terhadap jaminan baik fisik maupun non fisik yang diberikan calon
penerima kredit. Penilaian tersebut tentang keabsahan dan kesempurnaannya
sehingga jika terjadi masalah, jaminan yang diberikan dapat digunakan
secepatnya. Jaminan tersebut sebaiknya melebihi jumlah kredit yang dipakai.
Sedangkan penilaian dengan analisis 7 P, yaitu :
1. Personality
Penilaian dari segi kepribadian (emosi, sikap, tingkah laku dan tindakan
dalam menghadapi masalah dan menyelesaikannya) atau tingkah laku
maupun kepribadian masa lalu calon penerima kredit.
2. Party
Penilaian terhadap modal, loyalitas, dan karakter calon penerima kredit.
Kemudian dikelompokan kedalam golongan atau klasifikasi tertentu,
sehingga setiap golongan akan menerima fasilitas berbeda dari bank.
3. Purpose
Penilaian terhadap tujuan calon penerima kredit mengajukan kredit dan jenis
kredit apa yang diajukan.
4. Prospect
Penilaian terhadap prospek usaha calon penerima kredit di masa yang akan
datang.
5. Payment
Penilaian terhadap sumber dana yang digunakan calon penerima kredit untuk
mengembalikan kreditnya.
34
6. Profitability
Penilaian terhadap kemampuan calon penerima kredit dalam mendapatkan
keuntungan yang diukur dari periode ke periode.
7. Protection
Penilaian terhadap jaminan yang diberikan calon penerima kredit kepada
bank sehingga kredit yang diberikan dinilai aman.
Selain analisis 5 C dan 7 P, menurut Kasmir (2004 : 120), penilaian
kelayakan kredit bisa dilakukan dengan cara studi kelayakan usaha, yaitu : Aspek
yuridis/hukum, Aspek pasar dan pemasaran, Aspek keuangan, Aspek Teknis atau
operasi, Aspek manajemen, Aspek amdal (analisis mengenai dampak lingkungan).
Kemudian Rachmat Firdaus dan Maya Ariyanti (2004 : 89), menambahkan
prinsip 3 R selain dari prinsip 5 C dan 7 P. Prinsip 3 R yaitu : return, repayment,
dan risk bearing ability.
1. Return (hasil yang dicapai)
Penilaian terhadap hasil yang akan dicapai penerima kredit setelah diberikan
kredit oleh bank. Return bisa juga berarti keuntungan yang akan diperoleh
bank dengan memberikan kreditnya kepada penerima kredit.
2. Repayment (pembayaran kembali)
Penilaian terhadap jangka waktu dan cara penerima kredit mengembalikan
kreditnya kepada bank.
3. Risk bearing ability
Penilaian terhadap kemampuan penerima kredit menanggung resiko yang
tidak diinginkan.
35
2.3 Usaha Kecil dan Menengah
Pengertian usaha kecil menurut UU No. 9 tahun 1995 dan surat Edaran
Bank Indonesia No. 3/9/Bkr tahun 2001 tentang usaha kecil (dalam Suhardjono,
2003 : 33) “adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memiliki hasil penjualan
tahunan maksimal Rp. 1 Miliyar dan memiliki kekayaan bersih, tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha, paling banyak Rp. 200 juta”.
Sedangkan menurut kategori Biro Pusat Statistik (BPS) (dalam
Suhardjono, 2003 : 33), yaitu :
Usaha kecil identik dengan industri kecil dan industri rumah tangga. BPS mengklasifikasikan industri berdasarkan jumlah pekerjanya, yaitu industri rumah tangga dengan pekerja 1- 4 orang, industri kecil dengan pekerja 5 – 19 orang, industri menengah dengan pekerja 20 – 99 orang, dan industri besar dengan pekerja 100 orang lebih.
Berdasarkan Kepmenkeu 571/KMK 03/2003, “pengusaha kecil adalah
pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan barang kena pajak
dan atau jasa kena pajak dengan jumlah peredaran brutto dan atau penerimaan
brutto tidak lebih dari 600 juta juta”.
Dari pengertian yang beragam tentang usaha kecil diatas, dapat diambil
karakteristik yang hampir sama, yaitu :
1. Tidak adanya pembagian tugas yang jelas antara bidang administrasi dan operasi.
2. Rendahnya akses industri kecil terhadap lembaga-lembaga kredit formal sehingga mereka cenderung menggantungkan usahanya pembiayaan usahanya dari modal sendiri atau sumber-sumber pembiayaan lain.
3. Sebagian besar usaha kecil belum mempunyai status badan hukum. 4. Jika dilihat dari kelompok industri, hampir 30 % dari industri kecil, bergerak
pada kelopok industri makanan, minuman dan tembakau. Industri bahan galian dan logam 21 %, industri perabotan rumah tangga 22 %, serta industri kertas dan kimia masih dibawah 1 %. (Suhardjono 2003 : 34)
36
“Pengertian usaha menengah menurut Instruksi Presiden No. 10 tahun
1999 dalah kegiatan ekonomi rakyat yang memiliki kekayaan bersih, tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, lebih besar dari Rp. 200 juta dan
paling banyak Rp. 10 milyar”. (Suhardjono, 2003 : 33).
Sedangkan menurut warta ekonomi No. 49 tanggal 3 Mei 1993 dan Rizal
Ramli : 1993, “Kriteria usaha menengah adalah kegiatan usaha dengan omset
penjualan diatas Rp. 1 miliar sampai Rp. 100 miliar”. (Suhardjono, 2003 : 29).
“Kriteria usaha besar adalah kegiatan usaha dengan omset penjualan di
atas Rp. 100 miliar, dan pada umumnya yang mengambil kredit ini adalah
pengusaha besar (konglomerat)”, (Suhardjono, 2003 : 29).
2.4 Pendapatan Bank
Pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama satu periode bila arus masuk itu mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal (IAI, 2004 : 23.2).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan, bahwa pendapatan adalah aliran
masuk dana kedalam perusahaan karena penyerahan barang atau jasa pada
pelanggan yang menyebabkan kenaikan ekuitas yang bukan berasal dari penanam
modal.
Pendapatan dalam bank menurut Lapoliwa dan D.S. Kuswandi (2000 :
264) “terdiri dari beberapa komponen seperti pendapatan bunga, pendapatan
provisi kredit, pendapatan komisi, dan pendapatan lainnya sebagai akibat dari
transaksi bank baik yang merupakan kegiatan utama ataupun bukan”.
37
Sebagai lembaga intermediatory yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk
kredit, bank akan mendapatkan balas jasa berupa bunga yang dibebankan kepada
peminjam atau bunga kredit.
Selain dari bunga kredit, bank juga mendapatkan pendapatan dari kegiatan
jasa-jasa yang diberikan bank. Sebagai imbalan dari jasa tersebut, bank akan
mendapatkan pendapatan dari biaya yang dikenakan dari jasa yang diberikan.
Pada umumnya biaya yang didapatkan oleh bank berasal dari : biaya kirim, biaya
tagih, biaya administrasi , biaya provisi dan lain-lain.
Dengan diperolehnya pendapatan bunga kredit, maka diharapkan
rentabilitas bank akan membaik yang tercermin dalam meningkatnya perolehan
laba. Laba dalam perbankan adalah pendapatan bank dikurangi pengeluaran bank.
2.5 Hubungan Penyaluran Kredit Perbankan Terhadap Pendapatan Bank
Bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah menghimpun dana dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat dalam bentuk kredit serta memberikan jasa-jasa lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. maka, berdasarkan pemahaman fungsi bank tersebut dapat dipastikan bahwa penyaluran kredit merupakan bisnis utama bank, sehingga sebagian besar dari aset bank berupa kredit, begitu juga halnya dengan pendapatan bank sebagian besar berasal dari pendapatan bunga kredit. (Suhardjono, 2003 : 3).
Jadi, penyaluran kredit perbankan merupakan tulang punggung bagi
kelangsungan hidup bank, karena pendapatan terbesar bank sebagai syarat
keberlangsungan hidup suatu usaha berasal dari penyaluran kredit. Sehingga jika
terjadi kredit macet yang signifikan maka kelangsungan usaha bank tersebut bisa
terancam.