Download - Bahan LTM Elektrokimia
Elektrokimia
Elektrokimia mempelajari hubungan antara reaksi kimia dan aliran listrik. Reaksi yang dimaksud
adalah reaksi yang melibatkan adanya pelepasan dan penerimaan elektron atau yang kita kenal
dengan reaksi oksidasi dan reduksi atau reaksi redoks. Reaksi oksidasi merupakan reaksi yang
disertai dengan pelepasan elektron.
Contoh :
Zn(s) Zn2+(aq) + 2e-
Reaksi reduksi merupakan reaksi yang disertai dengan penerimaan elektron.
Contoh :
Cu2+(aq) + 2e- Cu(s)
Reaksi oksidasi selalu disertai dengan reaksi reduksi. Oleh karena itu reaksi ini sering disebut sebagai
reaksi redoks.
Sel Elektrokimia
Sel elektrokimia merupakan suatu alat yang terdiri dari sepasang elektroda yang dicelupkan ke
dalam suatu larutan atau lelehan ionis dan dihubungkan dengan konduktor logam pada rangkaian
luar. Sel elektrokimia dapat berupa sel galvani maupun sel elektrolisis.
Sel Galvani
Sel galvani adalah sel elektrokimia yang dapat menghasilkan energi listrik yang disebabkan
oleh terjadinya reaksi redoks yang spontan. Contoh sel galvani adalah sel Daniell yang
gambarnya dapat dilihat pada gambar 1. Jika kedua elektrodanya dihubungkan dengan
sirkuit luar, dihasilkan arus litrik yang dapat dibuktikan dengan meyimpangnya jarum
galvanometer yang dipasang pada rangkaian luar dari sel tersebut.
Gambar 1. Sel Daniell
Sel Daniell sering pula dimodifikasi seperti yang terlihat pada gambar 2. Kedua setengah sel
dihubungkan dengan jembatan garam
Gambar 2. Sel Daniell dengan jembatan garam
Ketika sel Daniell digunakan sebagai sumber listrik terjadi perubahan dari Zn menjadi
Zn2+ yang larut
Zn(s) Zn2+(aq) + 2e- (reaksi oksidasi)
Hal ini dapat diketahui dari semakin berkurangnya massa Zn sebelum dan sesudah reaksi. Di
sisi lain, elektroda Cu semakin bertambah massanya karena terjadi pengendapan Cu dari
Cu2+ dalam larutan.
Cu2+(aq) + 2e- Cu(s) (reaksi reduksi)
Pada sel tersebut elektroda Zn bertindak sebagai anoda dan elektroda Cu sebagai katoda.
Ketika sel Daniell “disetting”, terjadi arus elektron dari elektroda seng (Zn) ke elektroda
tembaga (Cu) pada sirkuat luar. Oleh karena itu logam seng bertindak sebagai kutub negatif
dan logam tembaga sebagai kutub positif. Bersamaan dengan itu pada larutan dalam sel
tersebut terjadi arus positif dari kiri ke kanan sebagai akibat dari mengalirnya sebagian ion
Zn2+ (karena dalam larutan sebelah kiri terjadi kelebihan ion Zn2+ dibandingkan dengan ion
SO42-yang ada).
Reaksi total yang terjadi pada sel Daniell adalah :
Zn(s) + Cu2+(aq) Zn2+(aq) + Cu(s)
Reaksi tersebut merupakan reaksi redoks yang spontan yang dapat digunakan untuk
memproduksi listrik melalui suatu rangkaian sel elektrokimia.
Dapatkah sel Daniell dijadikan sebagai sel elektrolisis ?
Sel elektrolisis
Sel elektrolisis adalah sel elektrokimia yang menimbulkan terjadinya reaksi redoks yang tidak
spontan dengan adanya energi listrik dari luar. Contohnya adalah elektrolisis lelehan NaCl dengan
electrode platina. Contoh lainnya adalah pada sel Daniell jika diterapkan beda potensial listrik dari
luar yang besarnya melebihi potensial sel Daniell.
Elektrolisis lelehan NaCl dengan elektroda Pt
Gambar 2. Elektrolisis lelehan NaCl
Elektroda yang dihubungkan dengan kutub negatif Power Supply – DC akan menjadi kutub
negatif sel dan elektroda yang dihubungkan dengan kutub positif power supply akan menjadi
kutub positif dari sel. Ion-ion Na+ akan bergerak menuju kutub negatif dan pada elektroda tersebut
terjadi reaksi :
Na+ + e- Na (reduksi)
Ion-ion Cl- bergerak menuju elektroda positif dan pada elektroda tersebut terjadi reaksi:
2Cl- Cl2 + 2e- (oksidasi)
Karena pada elektroda negatif terjadi reaksi reduksi maka elektroda tersebut merupakan katoda.
Pada elektroda positif terjadi reaksi oksidasi. Oleh karena itu elektroda tersebut merupakan
anoda.
Notasi sel dan reaksi sel
Notasi sel memberikan informasi yang lengkap dari sel galvani. Informasi tersebut meliputi jenis
elektroda, jenis elektrolit yang kontak dengan elektroda tersebut termasuk konsentrasi ion-
ionnya, anoda dan katodanya serta pereaksi dan hasil reaksi setiap setengah-sel.
Setengah sel anoda dituliskan terlebih dahulu, diikuti dengan setengah sel katoda. Satu garis
vertikal menggambarkan batas fasa. Garis vertikal putus-putus sering digunakan untuk
menyatakan batas antara dua cairan yang misibel. Dua spesi yang ada dalam fasa yang sama
dipisahkan dengan tanda koma. Garis vertikal rangkap dua digunakan untuk menyatakan adanya
jembatan garam. Untuk larutan, konsentrasinya dinyatakan di dalam tanda kurung setelah
penulisan rumus kimianya. Sebagai contoh:
Zn(s)Zn2+(1,00 m) Cu2+(1,00 m) Cu(s)
Zn(s)Zn2+(1,00 m) Cu2+(1,00 m) Cu(s)
PtFe2+, Fe3+ H+H2Pt
Karena yang dituliskan terlebih dulu (elektroda sebelah kiri) dalam notasi tersebut adalah anoda,
maka reaksi yang terjadi pada elektroda sebelah kiri adalah oksidasi dan elektroda yang ditulis
berikutnya (elektroda kanan) adalah katoda maka reaksi yang terjadi pada elektroda kanan
adalah reaksi reduksi. Untuk sel dengan notasi :
Zn(s)Zn2+(1,00 m) Cu2+(1,00 m) Cu(s) reaksinya adalah:
Zn(s) Zn2+(aq) + 2e- (reaksi oksidasi)
Cu2+(aq) + 2e- Cu(s) + (reaksi
reduksi)
Zn(s) + Cu2+(aq) Zn2+(aq) + Cu(s) (reaksi keseluruhan)
EMF dan Pengukurannya
Sel seperti Sel Daniell, dapat dibuat berprilaku reversibel dengan cara mengimbangi potensialnya
dengan suatu potensial eksternal sehingga tidak ada aliran arus. Saat potensial listrik tersebut benar-
benar diimbang, sel tersebut bereaksi reversibel dan potensialnya dirujuk sebagai elektrokimia force
(EMF). Hal ini bisa dilakukan dengan menggunakan suatu potensiometer.
Pengukuran emf
Emf dari suatu sel dapat diukur dengan menggunakan potensiometer. Emf sel galvani dapat diukur
secara akurat dengan menggunakan potensiometer. Rangkaian potensiometer dapat dilihat pada
gambar dibawah.
Gambar 3
Rangkaian Potensiometer
Karena emf merupakan beda potensial sel saat sel tersebut bereaksi reversibel dan reaksi reversibel
dapat dicapai saat arus yang lewat sama dengan nol, maka arus listrik yang keluar dari sel harus
diimbangi oleh arus dari sel kerja yang mempunyai emf yang lebih besar dari emf sel yang akan
diukur. Jadi kutub harus dipasang berlawanan dengan kutub-kutub listrik dari luar seperti yang
terlihat pada gambar.
Sel kerja dihubungkan dengan kawat yang homogen (BC) yang mempunyai tahanan yang tinggi, sel
yang akan diukur, Sx dihubungkan dengan B dan galvanometer G. Kontak peluncur (tanda panah)
digeser sedemikian rupa sampai galvanometer menunjukkan tak ada arus yang mengalir, misal di
titik D. Pada titik ini, potensial dari sel kerja sepanjang BD diimbangi dengan tepat oleh emf dari sel
X, Ex. Dengan mengetahui kuat arus yang mengalir (diukur dengan ammeter di titik A), dan
tahanan jenis () serta luas penampang kawat tahanan BC maka emf sel X dapat dihitung melalui
persamaan :
Akan tetapi cara tersebut hampir tidak pernah dilakukan karena dan terutam A tidak diketahui.
Cara yang biasa dilakukan adalah untuk mengkalibrasi kawat tahanan BC menggunakan sel
standar yang sudah diketahui emfnya. Caranya sama seperti tadi, tapi sel yang digunakan bukan sel X
melainkan sel standar. Misalkan diperoleh jarak saat tidak ada arus mengalir ke dalam sel standar
adalah BE’ yang sesuai dengan Esel standar= . Kita jangan mengubah-ubah lagi kuat arus ke
dalam sel standar dari DC-PS, lalu kita ganti sel standar dengan sel X dengan cara yang sama ukur
jarak kawat tahanan saat tak ada arus melalui sel X, misal jarak yang diperoleh adalah BF, yang
sesuai dengan Esel X, karena I dari DC-PS sama ketika digunakan saat mengukur Esel X dan Esel standar,
maka :
Karena , dan kawatnya homogen ( ), maka :
Emf dan potensial elektroda
Berdasarkan konvensi IUPAC, emf sel didefinisikan sebagai
E = Ekanan – Ekiri
dengan E potensial sel, Ekanan potensial elektroda sebelah kanan(dalam bentuk reduksi),
Ekiri potensial elektroda (reduksi) untuk elektroda sebelah kiri seperti yang tercantum dalam
notasi selnya.
Karena elektroda sebelah kanan merupakan katoda dan elektroda sebalah kiri merupakan
anoda maka emf sel dapat dituliskan sebagai :
E= Ekatoda – E Anoda
Jenis-jenis elektroda reversible
Kereversibelan pada elektroda dapat diperoleh jika pada elektroda terdapat semua pereaksi
dan hasil reaksi dari setengah-reaksi elektroda. Contoh elektroda reversibel adalah logam Zn
yang dicelupkan ke dalam larutan yang mengandung Zn2+ (misalnya dari larutan ZnSO4).
Ketika elektron keluar dari elektroda ini, setengah reaksi yang terjadi adalah :
Zn(s) Zn2+(aq) + 2e
dan sebaliknya jika elektron masuk ke dalam elektroda ini terjadi reaksi yang sebaliknya:
Zn2+(aq) + 2e- Zn(s)
Tetapi jika elektroda Zn tersebut dicelupkan ke dalam larutan KCl, tidak dapat terbentuk
elektroda yang reversibel karena saat ada elektron keluar dari elektroda ini terjadi setengah-
reaksi :
Zn(s) Zn2+(aq) + 2e-
akan tetapi saat ada elektron yang masuk ke dalam elektroda ini, yang terjadi adalah
setengah-reaksi :
2H2O + 2e- H2 + 2OH-,
dan bukan reaksi :
Zn2+(aq) + 2e- Zn(s) ,
karena larutan yang digunakan tidak mengandung Zn2+. Jadi dalam hal ini kereversibelan
memerlukan adanya Zn2+ yang cukup dalam larutan di sekitar elektroda Zn.
Elektroda logam-ion logam
Pada elektroda ini logam L ada dalam kesetimbangan dengan larutan yang mengandung ion Lz+.
Setengah reaksinya ditulis:
Lz+ + ze- L
Contoh dari elektroda ini diantaranya Cu2+Cu; Zn2+Zn, Ag+Ag, Pb2+Pb. Logam-logam yang
dapat mengalami reaksi lain dari reaksi setengah-sel yang diharapkan) tidak dapat digunakan.
Jadi logam-logam yang dapat bereaksi dengan pelarut tidak dapat digunakan. Logam-logam
golongan IA dan IIA seperti Na dan Ca dapat bereaksi dengan air, oleh karena itu tidak dapat
digunakan. Seng dapat bereaksi dengan larutan yang bersifat asam. Logam-logam tertentu perlu
diaerasi dengan N2 atau He untuk mencegah oksidasi logam dengan oksigen yang larut.
Elektroda amalgam
Amalgam adalah larutan dari logam dengan cairan Hg. Pada elektroda ini amalgam dari logam L
berkesetimbangan dengan larutan yang mengandung ion Lz+, dengan reaksi :
Lz+ + ze- L(Hg)
Dalam hal ini raksanya sama sekali tidak terlibat dalam reaksi elektroda. Logam aktif seperti Na,
K, Ca dan sebagainya biasa digunakan dalam elektroda amalgam.
Elektroda logam-garamnya yang tak larut
Pada elektrtoda ini logam L kontak dengan garamnya yang sangat sukar larut (L+X-) dan
dengan larutannya yang jenuh dengan garam tersebut serta mengandung garam yang larut (atau
asam) yang mengandung Xz-. Contoh dari elektroda ini adalah elektroda perak-perak
klorida, elektroda kalomel, dan elektroda timbal-timbal sulfat.
Elektroda Perak-Perak klorida
Pada elektroda ini, logam perak kontak dengan padatan perak klorida yang merupakan garam
yang sangat sukar larut. Keseluruhannya dicelupkan ke dalam larutan kalium klorida (KCl) yang
mana konsentrasi ion Cl- = 1 m. Bentuk elektrodanya nampak seperti pada gambar berikut :
Gambar 5. Elektroda Perak-perak klorida
Elektroda ini direpresentasikan dengan :
AgAgCl (s)Cl- (1m)
Jika kita set elektroda ini dengan elektroda hidrogen memberikan :
Pt, H2 (1 bar) H+ (1 m) Cl- (1m) AgCl (s)Ag
Pada 25oC memberikan emf 0,22233 Volt.
Reaksi elektrodanya :
Reaksi keseluruhannya :
Jadi potensial elektroda standar Ag-AgCl adalah 0,22233 Volt.
Elektroda Kalomel
Pada elektroda ini, raksa (Hg) ada dalam keadaan kontak dengan raksa (I) klorida,
Hg2Cl2 (kalomel), dicelupkan ke dalam larutan KCl 0,1 m atau KCl jenuh.
Gambar 6. Elektroda Kalomel
Jika diset dengan elektroda hidrogen standar.
Pt, H2 (1 bar) H+ Cl- Hg2Cl2(s)Hg
Reaksi elektroda :
Reaksi keseluruhan :
Emf pada keadaan standar 0,337 Volt (Eo = 0,337 V)
Jika digunakan KCl jenuh pada 250C memberikan E = 0,2412 V.
lektroda gas
Pada elektroda gas, gas berkesetimbangan dengan ionnya dalam larutan. Contoh dari elektroda
ini adalah elektroda hidrogen dan elektroda klor.
Elektroda Hidrogen
Faktor2 yang Mempengaruhi Korosi dan Penanggulangannya. Aplikasi lain dari prinsip elektrokimia adalah pemahaman terhadap gejala korosi pada logam dan pengendaliannya. Berdasarkan data potensial reduksi standar, diketahui bahwa logam-logam selain emas umumnya terkorosi (teroksidasi menjadi oksidanya).
1. Definisi Korosi
Korosi pada logam terjadi akibat interaksi antara logam dan lingkungan yang bersifat korosif, yaitu lingkungan yang lembap (mengandung uap air) dan diinduksi oleh adanya gas O2, CO2, atau H2S. Korosi dapat juga terjadi akibat suhu tinggi. Korosi pada logam dapat juga dipandang sebagai proses pengembalian logam ke keadaan asalnya, yaitu bijih logam. Misalnya, korosi pada besi menjadi besi oksida atau besi karbonat.
4Fe(s) + 3O2(g) + 2nH2O(l) ⎯⎯→ 2Fe2O3.nH2O(s)
Fe(s) + CO2(g) + H2O(l) ⎯⎯→ Fe2CO3(s) + H2(g)
Oleh karena korosi dapat mengubah struktur dan sifat-sifat logam maka korosi cenderung merugikan. Diperkirakan sekitar 20% logam rusak akibat terkorosi pada setiap tahunnya. Logam yang terkorosi disebabkan karena logam tersebut mudah teroksidasi. Menurut tabel potensial reduksi standar, selain logam emas umumnya logam-logam memiliki potensial reduksi standar lebih rendah dari oksigen. Jika setengah reaksi reduksi logam dibalikkan (reaksi oksidasi logam) digabungkan dengan setengah reaksi reduksi gas O2 maka akan dihasilkan nilai potensial sel, Esel positif. Jadi, hampir semua logam dapat bereaksi dengan gas O2 secara spontan. Beberapa contoh logam yang dapat dioksidasi oleh oksigen ditunjukkan pada persamaan reaksi berikut.
4Fe(s) + O2(g) + 2nH2O(l) ⎯⎯→ 2Fe2O3.nH2O(s) Esel = 0,95 V
Zn(s) + O2(g) + 2H2O(l) ⎯⎯→ Zn(OH)4(s) Esel = 0,60 V
2. Mekanisme Korosi pada Besi
Oleh karena besi merupakan bahan utama untuk berbagai konstruksi maka pengendalian korosi menjadi sangat penting. Untuk dapat mengendalikan korosi tentu harus memahami bagaimana mekanisme korosi pada besi. Korosi tergolong proses elektrokimia, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.12.
Gambar 2.12 Proses korosi pada besi
Besi memiliki permukaan tidak halus akibat komposisi yang tidak sempurna, juga akibat perbedaan tegangan permukaan yang menimbulkan potensial pada daerah tertentu lebih tinggi dari daerah lainnya. Pada daerah anodik (daerah permukaan yang bersentuhan dengan air) terjadi pelarutan atom-atom besi disertai pelepasan elektron membentuk ion Fe2+ yang larut dalam air.
Fe(s) ⎯⎯→ Fe2+(aq) + 2e–
Elektron yang dilepaskan mengalir melalui besi, sebagaimana elektron mengalir melalui rangkaian luar pada sel volta menuju daerah katodik hingga terjadi reduksi gas oksigen dari udara:
O2(g) + 2H2O(g) + 2e– ⎯⎯→ 4OH–(aq)
Ion Fe2+ yang larut dalam tetesan air bergerak menuju daerah katodik, sebagaimana ion-ion melewati jembatan garam dalam sel volta dan bereaksi dengan ion-ion OH–membentuk Fe(OH)2. Fe(OH)2 yang terbentuk dioksidasi oleh oksigen membentuk karat.
Fe2+(aq) + 4OH–(aq) ⎯⎯→ Fe(OH)2(s)
2Fe(OH)2(s) + O2(g) ⎯⎯→ Fe2O3.nH2O(s)
Reaksi keseluruhan pada korosi besi adalah sebagai berikut (lihat mekanisme pada Gambar 2.13):
4Fe(s) + 3O2(g) + n H2O(l) ⎯⎯→ 2Fe2O3.nH2O(s)Karat
Gambar 2.13 Mekanisme korosi pada besi
Akibat adanya migrasi ion dan elektron, karat sering terbentuk pada daerah yang agak jauh dari permukaan besi yang terkorosi (lubang). Warna pada karat beragam mulai dari warna kuning hingga cokelat merah bahkan sampai berwarna hitam. Warna ini bergantung pada jumlah molekul H2O yang terikat pada karat.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Korosi
Berdasarkan pengetahuan tentang mekanisme korosi, Anda tentu dapat menyimpulkan faktor-faktor apa yang menyebabkan terbentuknya korosi pada logam sehingga korosi dapat dihindari. Setelah dibiarkan beberapa hari, logam besi (paku) akan terkorosi yang dibuktikan oleh terbentuknya karat (karat adalah produk dari peristiwa korosi). Korosi dapat terjadi jika ada udara (khususnya gas O2) dan air. Jika hanya ada air atau gas O2 saja, korosi tidak terjadi.
Adanya garam terlarut dalam air akan mempercepat proses korosi. Hal ini disebabkan dalam larutan garam terdapat ion-ion yang membantu mempercepat hantaran ion-ion Fe2+ hasil oksidasi. Kekerasan karat meningkat dengan cepat oleh adanya garam sebab kelarutan garam meningkatkan daya hantar ion-ion oleh larutan sehingga mempercepat proses korosi. Ion-ion klorida juga membentuk senyawa kompleks yang stabil dengan ion Fe3+. Faktor ini cenderung meningkatkan kelarutan besi sehingga dapat mempercepat korosi.
4. Pengendalian Korosi
Korosi logam tidak dapat dicegah, tetapi dapat dikendalikan seminimal mungkin. Ada tiga metode umum untuk mengendalikan korosi, yaitu pelapisan (coating), proteksi katodik, dan penambahan zat inhibitor korosi.
a. Pengendalian Korosi dengan Metode Pelapisan (Coating)
Metode pelapisan atau coating adalah suatu upaya mengendalikan korosi dengan menerapkan suatu lapisan pada permukaan logam besi. Misalnya, dengan pengecatan atau penyepuhan logam. Penyepuhan besi biasanya menggunakan logam krom atau timah. Kedua logam ini dapat membentuk lapisan oksida yang tahan terhadap karat (pasivasi) sehingga besi terlindung dari korosi. Pasivasi adalah pembentukan lapisan film permukaan dari oksida logam hasil oksidasi yang tahan terhadap korosi sehingga dapat mencegah korosi lebih lanjut. Logam seng juga digunakan untuk melapisi besi (galvanisir), tetapi seng tidak membentuk lapisan oksida seperti pada krom atau timah, melainkan berkorban demi besi. Seng adalah logam yang lebih reaktif dari besi, seperti dapat dilihat dari potensial setengah reaksi oksidasinya:
Zn(s)⎯⎯→Zn2+(aq) + 2e– Eo= –0,44 V
Fe(s)⎯⎯→Fe2+(g) + 2e– Eo= –0,76 V
Oleh karena itu, seng akan terkorosi terlebih dahulu daripada besi. Jika pelapis seng habis maka besi akan terkorosi bahkan lebih cepat dari keadaan normal (tanpa seng). Paduan logam juga merupakan metode untuk mengendalikan korosi. Baja stainless steel terdiri atas baja karbon yang mengandung
sejumlah kecil krom dan nikel. Kedua logam tersebut membentuk lapisan oksida yang mengubah potensial reduksi baja menyerupai sifat logam mulia sehingga tidak terkorosi.
b. Pengendalian Korosi dengan Proteksi Katodik
Proteksi katodik adalah metode yang sering diterapkan untuk mengendalikan korosi besi yang dipendam dalam tanah, seperti pipa ledeng, pipa pertamina, dan tanki penyimpan BBM. Logam reaktif seperti magnesium dihubungkan dengan pipa besi. Oleh karena logam Mg merupakan reduktor yang lebih reaktif dari besi, Mg akan teroksidasi terlebih dahulu. Jika semua logam Mg sudah menjadi oksida maka besi akan terkorosi. Proteksi katodik ditunjukkan pada Gambar 2.14.
Gambar 2.14 Proses katodik dengan menggunakan logam Mg.
Reaksi yang terjadi dapat ditulis sebagai berikut.
Anode : 2Mg(s) ⎯⎯→ 2Mg2+(aq) + 4e–
Katode : O2(g) + 2H2O (l) + 4e– ⎯⎯→ 4OH–(aq)
Reaksi : 2Mg(s) + O2(g) + 2H2O ⎯⎯→ 2Mg(OH)2(s)
Oleh sebab itu, logam magnesium harus selalu diganti dengan yang baru dan selalu diperiksa agar jangan sampai habis karena berubah menjadi hidroksidanya.
c. Pengendalian Korosi dengan Penambahan Inhibitor
Inhibitor adalah zat kimia yang ditambahkan ke dalam suatu lingkungan korosif dengan kadar sangat kecil (ukuran ppm) guna mengendalikan korosi. Inhibitor korosi dapat dikelompokkan berdasarkan mekanisme pengendaliannya, yaitu inhibitor anodik, inhibitor katodik, inhibitor campuran, dan inhibitor teradsorpsi.
1) Inhibitor anodik
Inhibitor anodik adalah senyawa kimia yang mengendalikan korosi dengan cara menghambat transfer ion-ion logam ke dalam air. Contoh inhibitor anodik yang banyak digunakan adalah senyawa kromat dan senyawa molibdat.
2) Inhibitor katodik
Inhibitor katodik adalah senyawa kimia yang mengendalikan korosi dengan cara menghambat salah satu tahap dari proses katodik, misalnya penangkapan gas oksigen (oxygen scavenger) atau pengikatan ion-ion hidrogen. Contoh inhibitor katodik adalah hidrazin, tannin, dan garam sulfit.
3) Inhibitor campuran
Inhibitor campuran mengendalikan korosi dengan cara menghambat proses di katodik dan anodik secara bersamaan. Pada umumnya inhibitor komersial berfungsi ganda, yaitu sebagai inhibitor katodik dan anodik. Contoh inhibitor jenis ini adalah senyawa silikat, molibdat, dan fosfat.
4) Inhibitor teradsorpsi
Inhibitor teradsorpsi umumnya senyawa organik yang dapat mengisolasi permukaan logam dari lingkungan korosif dengan cara membentuk film tipis yang teradsorpsi pada permukaan logam. Contoh jenis inhibitor ini adalah merkaptobenzotiazol dan 1,3,5,7–tetraaza–adamantane.
Ilmu kimia merupakan salah satu cabang ilmu yang berlandaskan eksperimen, sehingga dalam mempelajarai ilmu kimia selain harus memahami konsep-konsep teoritis juga harus memahami prosedur eksperimen. Konsep teori ilmu kimia muncul dari keteraturan fakta eksperimen. Perkembangan teknologi di berbagai bidang sangat pesat. Salah satunya terkait dengan bidang kimia yaitu elektrokimia. Elektrokimia adalah cabang ilmu kimia yang telah banyak memberi sumbangan bagi banyak hal dalam kehidupan manusia, misalnya proses elektrolisis. Elektrolisis merupaka proses yang penting dalam industri, sebab elektrolisis memiliki banyak kegunaan antara lain, pembentukan unsur-unsur logam yang tidak terdapat bebas di alam, pembuatan gas halogen, pembuatan gas oksigen dan hidrogen, pemurnian logam, dan penyepuhan (Haetami, 2000).
Semua reaksi kimia yang disebabkan oleh energi listrik serta reaksi kimia yang menghasilkan energi listrik dipelajari dalam bidang elektrokimia. Manusia baru mampu menggunakan kelistrikan sejak Luigi Galvani pada tahun 1791 menemukan bahwa paha kodok yang segar dapat bergetar jika dihubungkan dengan dua macam logam bersambung dengan dan sejak Alessandro Volta berhasil membuat baterai pertama dengan menyusun kepingan perak dan kepingan seng serta kartas yang dibasahi larutan asam. Pada tahun 1807 Sir Humphry Davy berhasil memisahkan logam kalium dari senyawanya. Ia mengalirkan listrik melalui leburan kalium hidroksida. Sejak waktu itu prinsip elektrokimia diterapkan dalam berbagai hal. Prinsip penerapan ini berkaitan dengan sel elektrokimia (Achmad, 1992).
Prinsip penerapan ini berkaitan dengan sel elektrokimia. Secara umum sel elektrokimia dibagi menjadi sel galvani atau sel elektrokimia dan sel elektrolisis. Proses yang terjadi pada sel galvani ialah reaksi kimia berubah menjadi energi listrik, sedangkan di dalam sel elektrolisis sebaliknya, dari energi listrik menjadi energi kimia. Pada sel galvani elektroda
positif menjadi katoda, dan elektroda negatif sebagai anoda, sedangkan pada sel elektrolisis sebaliknya, yaitu elektroda negatif sebagai katoda, dan elektroda positif sebagai anoda (Mulyono, 2009).
Untuk meneliti fenomena listrik yang terlibat dalam suatu reaksi dan untuk membuat suatu rangkaian praktis yang berasal dari perubahan energi listrik menjadi suatu reaksi kimia, maka perlu disiapkan sistem terpisah seperti redoks yang keduanya terhubung oleh kondutor listrik (Flaschka, dkk, 1969).
Reaksi elektrokimia seperti reaksi redoks, dapat digunakan untuk mengubah energi kimia menjadi energi listrik. Sel elektrokimia adalah alat yang digunakan melangsungkan perubahan di atas. Dalam sebuah sel, energi listrik dihasilkan dengan jalan pelepasan elektron pada suatu elektroda (oksidasi) dan penerima elektron pada elektroda lainnya (reduksi). Elektroda yang melepaskan elektron dinamakan anoda sedangkan elektroda yang menerima elektron dinamakan katoda. Jadi sebuah sel selalu terdiri dari dua bagian atau dua elektroda, setengah reaksi oksidasi akan berlangsung pada anoda dan setengah reaksi reduksi akan berlangsung pada katoda. Dengan kata lain pada sel elektrode kimia, kedua setengah reaksi dipisahkan dengan maksud agar aliran listrik (elektron) yang ditimbulkan dapat dipergunakan. Salah satu faktor yang mencirikan sebuah sel adalah gaya gerak listrik (GGL) atau perbedaan potensial listrik antara anoda dan katoda. Satuan GGL adalah volt. Satuan volt dapat didefenisikan sebagai berikut apabila muatan satu coulomb dilalukan pada perbedaan potensial sebesar 1 volt akan dihasilkan energi sebesar 1 joule (Bird, 1993).
Penentuan daya gerak listrik suatu sel elektrokimia untuk daerah suhu tertentu memungkinkan untuk mendapatkan besaran termodinamika dari reaksi yang berlangsung dalam sel. Sel elektrokimia mempunyai kepentingan praktis karena dapat memberikan cara untuk mengubah perubahan energi Gibbs dari reaksi kimia menjadi kerja tanpa kerugian mesin kalor dari hukum kedua (Farrington dan Daniels, 1983).
Besaran termodinamika pada sel elektrokimia seperti energi bebas Gbbs ( ), hanya dapat diukur bila sel bersifat reversible. Sebuah sel akan bersifat reversible bila sel dikenai perbedaan potensial dari luar supaya tidak lagi terjadi reaksi kimia dalam sel. Suatu peningkatan atau penurunan potensial luar yang sangat kecil akan menyebabkan berlangsungnya reaksi dalam sel, tetapi secara keseluruhan masih dapat dianggap berada dalam keadaan reversibel (Bird, 1993).
Perubahan energi bebas Gibbs untuk reaksi yang berlangsung dalam sel elektrokimia dapat dengan segera dihitung dari daya gerak listrik reversibel. Bila suatu sel dapat diimbangi terhadap daya gerak listrik luar sedemikian rupa sehingga tak ada muatan dari sel yang berlangsung, dan dimisalkan bahwa kuantitas listrik yang sangat kecil dilewatkan pada sel, kerja listrik yang reversibel pada suhu dan tekanan tetap. Kuantitas muatan listrik yang sesuai dengan kuantitas molar dinyatakan dalam persamaan kimia yaitu, zF. z adalah jumlah muatan untuk reaksi sel, dan F ialah tetapan Faraday (96.485 C mol-1). Jumlah muatan z merupakan bilangan positif yang sama dengan jumlah elektron ynag dipindahkan dalam reaksi sel. Bila
reaksi sel berlangsung , maka kuantitas muatan listrik yang mengalir adalah zF. bila kuantitas muatan listrik ini dipindahkan lewat beda potensial E volt, banyaknya kerja yang diperlukan adalah zFE. Karena perubahan listrik ini mencakup kerja, tekanan, volume, dan berlangsung
secara isothermal, maka perubahan energi bebas Gibbs dinyatakan sebagai ( ) = -zFE (Farrington dan Daniels, 1983).
Menurut Castellan (1983), Untuk setiap reaksi kimia energi Gibbs ditulis:
∆G = ∆Go + RT ln Q
Dimana Q adalah hasil bagi dari usaha. Dengan menggabung persamaan di atas dengan persamaan ( nFEºsel = - ∆G), kita akan mendapatkan :
-nFEºsel = ∆Gº + RT ln Q
Potensial standar dari sel dapat didefinisikan sebagai :
-nFEºsel = ∆Gº
Dengan memasukkan nilai ∆Gº dan membagi dengan –nF, kita akan memperoleh :
RT
Esel = Eºsel - ln Q ;
nF
2,303 RT
Esel = Eºsel - log10 Q ;
nF 0,05916V
Esel = Eºsel - log10 Q (pada 25 ºC)
N
Persamaan diatas merupakan bentuk lain dari persamaan Nerst untuk sel elktrokimia. Persamaan Nerst berhubungan dengan potensial sel sebagai nilai standar Eºsel.
Kegunaan Sel Volta
Dalam kehidupan sehari-hari, arus listrik yang dihasilkan dari suatu reaksi kimia dalam sel volta banyak kegunaannya, seperti untuk radio, kalkulator, televisi, kendaraan bermotor, dan lain-lain. Sel volta ada yang sekali pakai, ada pula yang dapat diisi ulang. Sel volta yang sekali pakai disebut sel primer, sedangkan sel volta yang dapat diisi ulang disebut sel sekunder. Sel volta dalam kehidupan sehari-hari ada dalam bentuk berikut.
a. Aki (accumulator) Aki adalah jenis baterai yang banyak digunakan untuk kendaraan bermotor. Aki menjadi pilihan yang praktis karena dapat menghasilkan listrik yang cukup besar dan
dapat diisi kembali. Sel aki terdiri atas anode Pb (timbel = timah hitam) dan katode PbO2 (timbel (IV) oksida). Keduanya merupakan zat padat, yang dicelupkan dalam larutan asam sulfat (lihat gambar 2). Kedua elektrode tersebut, juga hasil reaksinya, tidak larut dalam larutan asam sulfat sehingga tidak diperlukan jembatan garam.
Reaksi pengosongan aki:
Tiap sel aki mempunyai beda potensial 2 volt. Aki 12 volt terdiri atas 6 sel yang dihubungkan seri. Aki dapat diisi kembali karena hasil-hasil reaksi pengosongan aki tetap melekat pada kedua elektrode. Pengisian aki dilakukan dengan membalik arah aliran elektron pada kedua elektrode. Pada pengosongan aki, anode (Pb) mengirim elektron pada katode. Sebaliknya pada pengisian aki, elektrode Pb dihubungkan dengan kutub negatif sumber arus sehingga PbSO4 yang terdapat pada elektrode Pb itu direduksi. Sementara itu, PbSO4 yang terdapat pada elektrode PbO2 mengalami oksidasi membentuk PbO2. Reaksi pengisian aki:
b. Baterai Kering (Sel Leclanche) Baterai kering ditemukan oleh Leclanche yang mendapat hak paten atas penemuan itu pada tahun 1866. Sel Leclanche terdiri atas suatu silinder zink yang berisi pasta dari campuran batu kawi (MnO2), salmiak (NH4Cl), karbon, dan sedikit air (jadi sel ini tidak 100% kering). Zink berfungsi sebagai anode, sedangkan katode digunakan elektrode inert, yaitu grafit, yang dicelupkan di tengah-tengah pasta. Pasta berfungsi sebagai oksidator. Reaksi-reaksi yang terjadi dalam baterai kering sebenarnya lebih rumit, tetapi pada garis besarnya dapat dinyatakan sebagai berikut.
Potensial satu sel Leclanche adalah 1,5 volt. Sel ini kadang disebut sel kering asam karena adanya NH4Cl yang bersifat asam. Sel Leclance tidak dapat diisi ulang.
c. Baterai Alkalin Baterai kering jenis alkalin pada dasarnya sama dengan sel Leclanche, tetapi bersifat basa karena menggunakan KOH menggantikan NH4Cl dalam pasta. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut.
Potensial dari baterai alkalin juga sebesar 1,5 volt, tetapi baterai ini dapat bertahan lebih lama.
Baterai alkalin dapat menghasilkan arus lebih besar dan total muatan yang lebih banyak daripada baterai kering biasa. Oleh karena itu, cocok digunakan untuk peralatan yang memerlukan arus lebih besar, misalnya kamera dan tape recorder. Adapun baterai kering biasa baik digunakan untuk peralatan yang menggunakan arus lebih kecil misalnya radio atau kalkulator.
d. Baterai litium Baterai litium telah mengalami berbagai penyempurnaan. Baterai litium yang kini banyak digunakan adalah baterai litium-ion. Baterai litium ion tidak menggunakan logam litium, tetapi ion litium. Ketika digunakan, ion litium berpindah dari satu elektrode ke elektrode lainnya melalui suatu elektrolit. Ketika di-charge, arah aliran ion litium dibalik. Baterai litium-ion diperdagangkan dalam bentuk kosong.