54
BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan membahasa mengenai deskripsi tempat
penelitian, karakteristik responden, prosedur penelitian, hasil seleksi aitem
dan reliabilitas alat ukur, hasil pengukuran dari peubah penelitian, hasil
uji asumsi klasik, uji hipotesis dan pembahasan hasil penelitian.
4.1 Deskripsi Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Kota Salatiga dan dalam uji coba
penelitian penulis melakukan penelitian di beberapa posyandu lansia.
Namun karena ada beberapa kendala misalnya dugaan kristenisasi yang
telah dialami penulis beberapa kali dalam proses pengambilan data. Maka
untuk penelitian ini, penulis melakukan penelitian di GKI Jendral
Sudirman Salatiga, Panti Wreda Yayasan Mandiri Salib Putih, dan Panti
Wreda Salib Putih Kopeng. Pada awalnya akan ditambahkan dengan
lansia di Panti Wreda Maria Martha. Namun, karena dalam proses
pengambilan data semua responden yang masih dapat berkomunikasi tidak
bersedia untuk mengisi skala maupun diwawancara, maka penulis tidak
mengambil data di panti tersebut.
4.2 Karakteristik Reponden
Responden dalam penelitian ini adalah lansia di GKI Jendral
Sudirman Salatiga, Panti Wreda Yayasan Mandiri Salib Putih, dan Panti
Wreda Salib Putih Kopeng. Merujuk pada data yang diperoleh dari 55
lansia, berikut dipaparkan karakteristik responden berdasarkan usia dan
jenis kelamin.
4.2.1 Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin
Karakteristik responden lansia di GKI Jendral Sudirman Salatiga,
Panti Wreda Yayasan Mandiri Salib Putih, Panti Wreda Salib Putih
Kopeng berdasarkan usia dan jenis kelamin disajikan dalam Tabel 4.1.
55
Tabel 4.1.
Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan
Usia dan Jenis Kelamin
No Interval Usia Laki-laki Perempuan Total
1 55-59 tahun 1(1,8%) 1(1,8%) 2 (3,6%)
2 60-64 tahun 4(7,3%) 11(20%) 15 (27,3)
3 65-69 tahun 5(9,1%) 11(20%) 16 (29,1)
4 70-74 tahun 2(3,6%) 5(9,1%) 7 (12,7%)
5 75-79 tahun 1(1,8%) 6(11%) 7 (12,7%)
6 80-84 tahun 1(1,8%) 5(9,1%) 6 (11%)
7 85-89 tahun 0 (0%) 2(3,6%) 2 (3,6%)
Total 14 (25,4%) 41 (74,6%) 55(100%)
Berdasarkan Tabel 4.1 terlihat bahwa dari 55 responden lansia
didominasi oleh perempuan rentang usia 60-69 tahun (56,4%). Sedangkan
laki-laki berada dalam rentang usia 65-69 tahun (29,1%).
4.2.2 Jumlah Lansia Berdasarkan Tempat
Karakteristik responden lansia di GKI Jendral Sudirman Salatiga,
Panti Wreda Yayasan Mandiri Salib Putih, Panti Wreda Salib Putih
Kopeng disajikan dalam Tabel 4.2.
. Tabel 4.2
Jumlah dan Persentase Responden
berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin
No Tempat Laki-laki Perempuan Total
1 GKI Jendral
Sudirman 10(18,2%) 30(54,5%) 40 (72,7%)
2 Salib Putih Kopeng 1(1,8%) 6(10,9%) 7 (12,7)
3 Yayasan Mandiri
Salib Putih 3(5,5%) 5(9,1%) 8 (14,6)
Total 14 (25,5%) 41 (74,5%) 55(100%)
Berdasarkan Tabel 4.2 terlihat bahwa dari 55 responden lansia
didominasi oleh lansia di GKI Jendral Sudirman dengan jumlah lansia
perempuan 30(54,5%), sedangkan lansia laki-laki 10(18,2%).
56
4.3 Prosedur Penelitian
4.3.1 Pengambilan Data Awal
Pada tahap awal, penulis mengumpulkan informasi langsung
dengan beberapa orang tua yang masuk ke dalam kategori usia lanjut di
Kota Salatiga pada bulan Juli 2016. Dari beberapa sumber informasi dan
hasil pengamatan, ditemukan fenomena terkait dengan Subjective Well-
Being Lansia. Pencarian informasi juga diperoleh melalui data puskesmas
dan BPS tahun 2015 untuk data lansia Kecamatan Sidorejo Lor, Kota
Salatiga.
4.3.2 Persiapan Penelitian
Penulis mengirimkan surat izin pada pihak bersangkutan, penulis
mengurus beberapa persyaratan administrasi berupa izin penelitian dari
Program Pasca sarjana Magister Sains Psikologi. Sebelum penelitian
dilakukan uji coba skala psikologi. Uji coba skala psikologi dilakukan pada
30 lansia yang bertempat tinggal di Kecamatan Sidorejo Lor, Kota Salatiga.
Setelah dilakukan uji coba, hasil menunjukkan reliabilitas yang diatas
minimal, namun terdapat aitem yang tidak valid. Sehingga penulis
melakukan perbaikan pada aitem-aitem yang tidak valid tersebut.
4.3.3 Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian dilaksanakan oleh penulis dalam beberapa
hari yaitu pada tanggal 8 Desember 2016 hingga 20 Desember 2016. Untuk
di GKI Jendral Sudirman penulis melakukan penelitian dengan hadir dalam
beberapa kegiatan lansia seperti latihan kor lansia, Kelas Usia Lanjut yang
terbagi menjadi kelas Selasa, Jumat dan Kamis dan berlangsung setiap satu
bulan sekali. Sementara untuk di panti wreda penulis melakukan penelitian
selama beberapa hari karena ada beberapa lansia yang sering tidak berada
di panti. Dalam penelitian ini penulis menggunakan Skala Subjective Well-
Being , Skala Kebermaknaan Hidup dan Skala Kepribadian yang sudah
dimodifikasi. Dalam proses pelaksanaan, beberapa skala psikologi
dibagikan kepada responden yang mampu dan berminat mengisi secara
pribadi, sementara beberapa skala psikologi diisi oleh penulis dengan cara
melakukan wawancara langsung kepada setiap responden tersebut. Pada
awalnya penulis merencanakan mencari responden sebanyak-banyaknya,
namun dalam prosesnya terdapat beberapa kendala, seperti kondisi
responden yang mengalami masalah kesehatan sehingga sulit untuk
berkomunikasi. Sedangkan beberapa responden tidak bersedia untuk
mengisi skala psikologi yang dibagikan maupun melakukan wawancara.
57
4.4 Hasil Seleksi Aitem dan Reliabilitas
4.4.1 Seleksi Aitem
Seleksi aitem dilakukan dengan menggunakan bantuan SPSSv.
16.0. Pengujian validitas alat ukur dilakukan dengan melihat pada
corrected item total correlation untuk setiap aitem (Lampiran D). Hasil
seleksi aitem skala Subjective Well-Being memeroleh 6 aitem gugur dan 29
aitem sisanya yang memiliki korelasi ≥ 0,30 dengan rentang nilai 0,324-
0,608. Hasil seleksi aitem skala Kebermaknaan Hidup memeroleh 12 aitem
yang gugur dan 18 aitem yang memiliki korelasi ≥ 0,30 dengan rentang
nilai 0,311-0,650. Hasil seleksi aitem skala Kepribadian memeroleh 40
aitem gugur dan 18 aitem yang memiliki korelasi ≥ 0,30 dengan rentang
nilai 0,316-0,742.
4.4.2 Uji Reliabilitas
4.4.2.1 Skala Subjective Well-Being
Uji reliabilitas skala Subjective Well-Being dilakukan dengan
bantuan SPSSv. 16.0. Berdasarkan perhitungan seleksi aitem pada proses
uji coba, didapatkan koefisien reliabilitas sebesar 0,906 dengan jumlah
aitem 29 dan jumlah responden sebanyak 30 orang (Lampiran A).
Sementara pada penelitian didapatkan koefisien reliabilitas sebesar 0,966
dengan jumlah aitem 30 aitem dan jumlah responden sebanyak 55 orang
(Lampiran D).
4.4.3.1 Skala Kebermaknaan Hidup
Uji reliabilitas skala Kebermaknaan Hidup dilakukan dengan
bantuan SPSSv. 16.0. Berdasarkan perhitungan seleksei aitem pada proses
uji coba, didapatkan koefisien reliabilitas sebesar 0,855 dengan jumlah
aitem 18 dan jumlah responden sebanyak 30 orang (Lampiran A).
Sementara pada penelitian didapatkan koefisien reliabilitas sebesar 0,963
dengan jumlah aitem 35 aitem dan jumlah responden sebanyak 55 orang
(Lampiran D).
4.4.4.1 Skala Kepribadian
Uji reliabilitas skala Kebermaknaan Hidup dilakukan dengan
bantuan SPSSv. 16.0. Berdasarkan perhitungan seleksei aitem pada proses
uji coba, didapatkan koefisien reliabilitas sebesar 0,884 dengan jumlah
aitem 18 dan jumlah responden sebanyak 30 orang (Lampiran A).
Sementara pada penelitian didapatkan koefisien reliabilitas sebesar 0,971
dengan jumlah aitem 58 aitem dan jumlah responden sebanyak 55 orang
(Lampiran D).
58
4.5 Deskripsi Hasil Pengukuran
Peubah Subjective Well-Being (SWB), Kebermaknaan Hidup (KH)
dan Kepribadian (K) dideskripsikan dalam bentuk tabulasi.
4.5.1 Peubah Subjective Well-Being
Dalam mengukur kategori skor dan menentukan interval peubah
Subjective Well-Being yang terdiri dari 30 aitem dengan skor empiris
terendah 57 dan tertinggi 146, digunakan lima kategori yaitu Sangat
Tinggi (ST), Tinggi (T), Sedang (S), Rendah (R), dan Sangat Rendah
(SR).
Gambaran tinggi rendahnya Subjective Well-Being (SWB)
disajikan dalam Tabel 4.3.
Tabel 4.3
Distribusi Frekwensi Subjective Well-Being (SWB)
Kategori Interval Laki-laki Perempuan
Frek % Frek %
Sangat Tinggi 129 ≤ x ≤ 146 5 35,7 8 19,5
Tinggi 111 ≤ x ≤ 128 4 28,6 8 19,5
Sedang 93 ≤ x ≤ 110 3 21,4 6 14,6
Rendah 75 ≤ x ≤ 92 1 7,1 11 26,8
Sangat Rendah 57 ≤ x ≤ 74 1 7,1 8 19,5
Total 14 100 41 100
Rerata 116,29 100,88
Simpangan Baku 23,37 26,36
Min 67 57
Maks 144 146
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa responden laki-laki memiliki SWB
yang termasuk dalam kategori tinggi dengan nilai rerata = 116,29
sedangkan lansia perempuan berada dalam kategori sedang dengan nilai
rerata= 100,88.
4.5.2 Peubah Kebermaknaan Hidup
Dalam mengukur kategori skor dan menentukan interval peubah
Kebermaknaan Hidup yang terdiri dari 35 aitem dengan skor empiris
terendah 63 dan tertinggi 137, digunakan lima kategori yaitu Sangat
Tinggi (ST), Tinggi (T), Sedang (S), Rendah (R), dan Sangat Rendah
(SR).
59
Gambaran tinggi rendahnya kebermaknaan hidup disajikan dalam
Tabel 4.4.
Tabel 4.4
Distribusi Frekwensi Kebermaknaan Hidup (KH)
Kategori Interval Laki-laki Perempuan
Frek % Frek %
Sangat Tinggi 123 ≤ x ≤ 137 2 14,3 9 22
Tinggi 108 ≤ x ≤ 122 8 57,1 19 46,3
Sedang 93 ≤ x ≤ 107 4 28,6 5 12,2
Rendah 78 ≤ x ≤ 92 0 0 1 2,4
Sangat Rendah 63 ≤ x ≤ 77 0 0 7 17,1
Total 14 100 41 100
Rerata 112,71 107,17
Simpangan Baku 13,31 21,88
Min 93 63
Maks 135 137
Dari Tabel 4.4 terlihat bahwa responden sebagian besar memiliki
KH yang termasuk dalam kategori tinggi pada laki-laki dengan nilai rerata
= 112,71 dan lansia perempuan berada dalam kategori sedang dengan nilai
rerata = 107,17.
4.5.3 Peubah Kepribadian
Dalam mengukur kategori skor dan menentukan interval peubah
kepribadian yang terdiri dari 58 aitem dengan skor empiris terendah110
dan tertinggi 259, digunakan lima kategori yaitu Sangat Tinggi (ST),
Tinggi (T), Sedang (S), Rendah (R), dan Sangat Rendah (SR).
Gambaran tinggi rendahnya kepribadian disajikan dalam Tabel 4.5.
60
Tabel 4.5
Distribusi Frekwensi Kepribadian (K)
Kategori Interval Laki-laki Perempuan
Frek % Frek %
Sangat Tinggi 230 ≤ x ≤ 259 5 35,7 6 14,6
Tinggi 200 ≤ x ≤ 229 4 28,6 10 24,4
Sedang 170 ≤ x ≤ 199 3 21,4 14 34,1
Rendah 140 ≤ x ≤ 169 1 7,1 8 19.5
Sangat Rendah 110 ≤ x ≤ 134 1 7,1 3 7,3
Total 14 100 41 100
Rerata 208,29 190,98
Simpangan Baku 33,88 35,05
Min 139 110
Maks 254 259
Dari Tabel 4.5 tampakbahwa lansia laki-laki memiliki Kepribadian
termasuk kategori tinggi dengan nilai rerata = 208,29, sedangkan
perempuan berada dalam kategori sedang dengan nilai rerata = 190,98.
4.6 Hasil Uji Asumsi Klasik
4.6.1 Uji Normalitas
Penelitian ini juga menggunakan uji normalitas untuk menguji
normal atau tidaknya data dalam penelitian ini. Pengujian normalitas data
menggunakan Kolmogrov- Smirnov pada program SPSS.v 16.0. Suatu
populasi dikatakan memiliki distribusi normal bilai nilai -p > 0,05.
Gambaran Uji Kolmogrov- Smirnov peubah gayut lansia laki-laki
dalam Tabel 4.6.
61
Tabel 4.6
Uji Kolmogrov- Smirnov Contoh Tunggal
Lansia Laki-laki dan Perempuan
Sisa Tak Terbakukan
♂ ♀
N 14 41
Parameter Normala Rerata 0,000 0,000
Simpangan Baku 17,379 22,261
Perbedaan Paling Ekstrim Absolut 0,185 0,079
Positif 0,113 0,079
Negatif 0,185 -51.00
Kolmogrov-Smirnov Z
0,692 0,503
Asymp. Sign (2-tailed) 0,724 0,962
a. Uji sebaran adalah Normal.
Berdasarkan Tabel 4.6 nampak bahwa nilai Kolmogrov- Smirnov Z
peubah gayut lansia laki-laki sebesar 0,692 dengan signifikansi sebesar
0,724 (p > 0,05), Kolmogrov- Smirnov Z peubah gayut lansia perempuan
sebesar 0,503 dengan signifikansi sebesar 0,962 (p > 0,05), maka
disimpulkan bahwa data berdistribusi normal.
4.6.2 Uji Multikolineritas
Uji multikolineraitas dilakukan untuk menguji apakah dalam
model regresi ada korelasi antar peubah tak gayut. Apabila terjadi korelasi,
maka terdapat masalah multikolinearitas. Pengujian akan dilakukan
dengan melihat Toleransi (Tolerance) dan Variance Inflation Factor
(VIF). Multikolinearitas terjadi apabila nilai toleransi ≥ 0,10 dan VIF ≤10
(Ghosali,2009).
Hasil Uji Multikolinearitas peubah gayut lansia laki-laki dalam Tabel
4.7.
Tabel 4.7
Uji Multikolinearitas Lansia Laki-laki Koefisiena
Model Koefisien Tak
Terbakukan
Koefisien
Terbakukan
t Sig Statistik
Kolinieritas
B SE Beta Toleransi VIF
1 (Konstanta) 9,588 44,714 0,214 0,843
KH 0,203 0,545 0,116 0,373 0,716 0,522 1,915
K 0,402 0,214 0,583 1,879 0,087 0,522 1,915
Keterangan :
a. Peubah Gayut: Subjective Well-Being (SWB) ; SE = Kesalahan Baku Taksiran
KH = Kebermaknaan Hidup; K=Kepribadian; Keterangan ini juga berlaku untuk Tabel 4.8
62
Berdasarkan Tabel 4.7 menunjukkan hasil uji multikolinearitas
kedua peubah tak gayut pada lansia laki-laki yang digunakan memiliki
toleransi 0,522>0,10 dan nilai VIF 1,915<10. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat masalah multikolinearitas pada peubah
yang digunakan.
Gambaran Uji Multikolinearitas peubah gayut lansia perempuan dalam
Tabel 4.8.
Tabel 4.8
Uji Multikolinearitas Lansia perempuan Koefisiena
Model Koefisien Tak
Terbakukan
Koefisien
Terbakukan
t Sig Statistik
Kolinieritas
B SE Beta Toleransi VIF
1 (Konstanta) 19,782 21,117 0,937 0,355
KH 0,331 0,213 0,275 1,555 0,128 0,602 1,662
K 0,239 0,133 0,318 1,799 0,080 0,602 1,662
Berdasarkan Tabel 4.8 menunjukkan hasil uji multikolinearitas
kedua peubah tak gayut pada lansia perempuan yang digunakan memiliki
toleransi 0,602>0,10 dan nilai VIF 1,662<10. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat masalah multikolinearitas pada peubah
yang digunakan.
4.6.3 Uji Heterokedasitas
Uji heterokedasitas digunakan untuk menguji apakah dalam suatu
model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual suatu
pengamatan ke pengamatan lain. Apabila varians dari pengamatan residual
satu kepengamatan yang lain tetap, maka terjadi masalah heterokedasitas
yaitu homokedasitas. Dalam mendeteksi ada tidaknya heterokedasitas,
dapat dilihat dalam diagram pencar (nilai prediksi dependen ZPRED
dengan residual SRESID). Bila titik pada grafik diagram pencar menyebar
secara acak di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y, maka dapat
dikatakan terjadi masalah heterokedasitas.
Gambaran diagram pencar peubah gayut untuk lansia laki-laki
dalam Gambar 4.1.
63
Peubah Gayut : SWB
Regresi Nilai Taksiran Terbakukan
Gambar 4.1
Diagram Pencar Lansia Laki-laki
Berdasarkan Gambar 4.1 nampak bahwa titik-titik terpencar
dengan tidak membentuk pola-pola tertentu di sekitar garis diagonal,
namun titik-titik tersebut menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada
sumbu Y. Hal ini menunjukkan tidak terjadi heterokedasitas, sehingga
model regresi dapat digunakan untuk mempredikasi SWB lansia laki-laki
berdasarkan KH dan K laki-laki.
Gambaran diagram pencar peubah gayut untuk lansia laki-laki
dalam Gambar 4.2. Peubah Gayut : SWB
Regresi Nilai Taksiran Terbakukan
Gambar 4.2
Diagram Pencar Lansia Perempuan
Berdasarkan Gambar 4.2 nampak bahwa titik-titik terpencar
dengan tidak membentuk pola-pola tertentu di sekitar garis diagonal,
namun titik-titik tersebut menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada
sumbu Y. Hal ini menunjukkan tidak terjadi heterokedasitas, sehingga
model regresi dapat digunakan untuk mempredikasi SWB lansia laki-laki
berdasarkan KH dan K perempuan.
Reg
resi
Res
idual
Ter
studen
tize
d
Reg
resi
Res
idual
Ter
studen
tize
d
64
4.6.4 Uji Linieritas
Uji linearitas dilakukan untuk menguji integritas hubungan linier
antar peubah. Pengujian linearitas menggunakan SPSS.v 16.0 dan
diketahui hasil analisis linearitas yang menggunakan Tabel Anova.
Gambaran Uji Linieritas dengan KH jenis kelamin laki-laki Tabel
4.9
Tabel 4.9
Daftar Sidik Ragam Linieritas
SWB dengan KH Lansia Laki-laki db JK KT F
hitung
F tabel
SWB*
KH
Antar
Kelompok
(Gabungan) (11) (7009,857)
Linieritas 1 1911,627 1911,627 42,958 42,058
Simpangan
Linieritas
10 5098,230 509,823 11,457 19,40
Dalam Kelompok 2 89,000 44,500
Total 13
Keterangan: SWB= Subjective Well-Being ; KH = Kebermaknaan Hidup; db = derajat
bebas; JK = Jumlah Kuadrat; KT = Kuadrat Tengah.
Berdasarkan Tabel 4.8 menunjukkan nilai Fhitung 42,958>42,058
(Ftabel). Sehinggga dapat disimpulkan terdapat linieritas antara SWB
dengan K lansia laki-laki.
Gambaran Uji Linieritas SWB dengan K jenis kelamin laki-laki
Tabel 4.10.
Tabel 4.10
Daftar Sidik Ragam Linieritas
SWB dengan K Lansia Laki-laki db JK KT F Sig
Regresi 1 3122,631 3122,631 9,424 0,010
Residual 12 3976,226 331,352
Total 13 7098,857
Keterangan: SWB= Subjective Well-Being ; K= Kepribadian; db = derajat bebas;
JK = Jumlah Kuadrat; KT = Kuadrat Tengah
Tabel 4.10 menunjukkan nilai signifikansi linieritas 0,010
(p<0,05). Sehinggga dapat disimpulkan terdapat linieritas antara SWB
dengan K lansia laki-laki.
Gambaran Uji Linieritas SWB dengan KH jenis kelamin
Perempuan dalam Tabel 4.11.
65
Tabel 4.11
Daftar Sidik Ragam Linieritas
SWB dengan KH Lansia Perempuan db JK KT F Sig.
SWB*
KH
Antar
Kelompok
(Gabungan) (26) (21784,390)
Linieritas 1 6278,123 6278,123 14,634 0,002
Simpangan
Linieritas 25 15506,267 620,251 1,446 0,239
Dalam Kelompok 14 6006,000 429,000
Total 40 27790,390
Keterangan: SWB= Subjective Well-Being ; KH = Kebermaknaan Hidup; db = derajat
bebas; JK = Jumlah Kuadrat; KT = Kuadrat Tengah. Keterangan ini
juga berlaku untuk Tabel 4.11.
Berdasarkan Tabel 4.10 menunjukkan nilai simpangan linieritas
0,239 (p> 0,05) dan nilai signifikansi linieritas 0,002 (p<0,05). Sehinggga
dapat disimpulkan terdapat linieritas antara SWB dengan KH lansia
perempuan.
Gambaran Uji Linieritas SWB dengan K jenis kelamin Perempuan
Tabel 4.12.
Tabel 4.12
Daftar Sidik Ragam Linieritas
SWB dengan K Lansia Perempuan db JK KT F Sig.
SWB* K
Antar
Kelompok
(Gabungan) (35) (26918,890)
Linieritas 1 6705,042 6705,042 38,468 0,002
Simpangan
Linieritas 34 20213,848 594,525 3,411 0,087
Dalam Kelompok 5 871,500 174,300
Total 40 27790,390
Berdasarkan Tabel 4.12 menunjukkan nilai simpangan linieritas
0,087 (p> 0,05) dan nilai signifikansi linieritas 0,002 (p<0,05). Sehinggga
dapat disimpulkan terdapat linieritas antara SWB dengan K lansia
perempuan.
4.7 Uji Hipotesis
4.7.1 Uji Signifikan Simultan (Uji F)
Gambaran uji signifikan (Uji F) untuk peubah X1 (KH) dan X2
(K) terhadap Y (SWB) lansia laki-laki di Kota Salatiga disajikan dalam
Tabel 4.13.
66
Tabel 4.13
Daftar Sidik ragam Uji Regresi Berganda
Signifikansi Nilai F Lansia Laki-laki
Model db JK KT F Sig.
1 Regresi 2 3172,310 1586,155 4,444 0,039a
Sisa 11 3926,547 356,959
Total 13 7098,857
a. Prediktor: (Konstanta), K, KH
b. Peubah Gayut: SWB Keterangan: SWB= Subjective Well-Being ; KH = Kebermaknaan Hidup; db = derajat
bebas; JK = Jumlah Kuadrat; KT = Kuadrat Tengah. Keterangan ini juga
berlaku untuk Tabel 4.14.
Nilai F hitung sebesar 4,444 dengan tingkat signifikansi 0,039
(p<0,05). Sehingga terdapat pengaruh KH dan K terhadap SWB lansia
laki-laki dapat diterima.
Gambaran uji signifikan (Uji F) untuk peubah X1 (KH) dan X2
(K) terhadap Y (SWB) lansia laki-laki di Kota Salatiga disajikan dalam
Tabel 4.14.
Tabel 4.14
Daftar Sidik ragam Uji Regresi Berganda
Signifikansi Nilai F Lansia Perempuan
Model db JK KT F Sig.
1 Regresi 2 7966,629 3983,314 7,636 0,002a
Sisa 38 19823,762 521,678
Total 40 27790.390
a. Prediktor: (Konstanta), K, KH
b. Peubah Gayut: SWB
Nilai F hitung sebesar 7,636 dengan tingkat signifikansi 0,002
(p<0,05). Sehingga terdapat pengaruh KH dan K terhadap SWB lansia
perempuan dapat diterima.
4.7.2 Uji Signifikan Parameter Individual/Parsial (Uji t)
Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh secara parsial dari KH
dan K terhadap SWB lansia di Kota Salatiga.
Gambaran uji signifikan (Uji t) lansia laki-laki di Kota Salatiga
disajikan dalam Tabel 4.15.
67
Tabel 4.15
Daftar Uji Regresi Berganda
Signifikansi Nilai t Lansia Laki-laki
Koefisiena
Model Koefisien Tak
Terbakukan
Koefisien
Terbakukan
t Sig.
B SE Beta
1 (Konstanta) 9,588 44,714 0,214 0,834
KH 0,203 0,545 0,116 0,373 0,716
K 0,402 0,214 0,583 1,879 0,087
a. Peubah Gayut: SWB
Berdasarkan Tabel 4.15 KH dan K menunjukkan tidak berpengaruh
secara parsial terhadap SWB lansia laki-laki di Salatiga. Hal tersebut dapat
dilihat dari nilai t hitung KH sebesar 0,373 dengan nilai signifikansi 0,716
(p>0,05) serta nilai t hitung K sebesar 0,402 dengan nilai signifikansi
0,087 (p>0,05).
Dengan demikian, berdasarkan Tabel 4.15 di atas dapat disusun
persamaan regresi linier sebagai berikut:
Y = 9,588+ 0,203𝐗𝟏+ 0,402𝐗𝟐
Interpretasi dari persamaan regresi di atas adalah sebagai berikut:
1. Konstanta sebesar 9,588 menyatakan bahwa jika peubah tak gayut
dalam hal ini (KH terhadap K) dianggap konstan, maka nilai
peubah SWB lansia laki-laki di Salatiga sebesar 9,588.
2. Koefisien regresi KH sebesar 0,203 dengan signifikansi 0,716
memberikan pemahaman bahwa setiap penambahan satu satuan
atau satu tingkatan KH terhadap SWB sebesar 0,203 satuan juga.
3. Koefisien regresi K sebesar 0,402 dengan signifikansi 0,087
memberikan pemahaman bahwa setiap penambahan satu satuan
atau satu tingkatan K terhadap SWB sebesar 0,402 satuan juga.
Gambaran uji signifikan (Uji t) lansia laki-laki di Kota Salatiga
disajikan dalam Tabel 4.16.
68
Tabel 4.16
Daftar Uji Regresi Berganda
Signifikansi Nilai t Lansia Perempuan
Koefisiena
Model Koefisien Tak
Terbakukan
Koefisien
Terbakukan
t Sig.
B SE Beta
1 (Konstanta) 19,782 21,117 0,937 0,355
KH 0,331 0,213 0,275 1,555 0,128
K 0,239 0,133 0,318 1,799 0,080
a. Peubah Gayut: SWB
Berdasarkan Tabel 4.16 KH dan K menunjukkan tidak berpengaruh
secara parsial terhadap SWB lansia perempuan di Salatiga. Hal tersebut
dapat dilihat dari nilai t hitung KH sebesar 1,555 dengan nilai signifikansi
0,128 (p>0,05) serta nilai t hitung K sebesar 1,799 dengan nilai
signifikansi 0,080 (p>0,05).
Dengan demikian, berdasarkan Tabel 4.16 di atas dapat disusun
persamaan regresi linier sebagai berikut:
Y = 19,782+ 0,331𝐗𝟏+ 0,239𝐗𝟐
Interpretasi dari persamaan regresi di atas adalah sebagai berikut:
1. Konstanta sebesar 19,782 menyatakan bahwa jika peubah tak
gayut dalam hal ini (KH terhadap K) dianggap konstan, maka nilai
peubah SWB lansia perempuan di Salatiga sebesar 19,782.
2. Koefisien regresi KH sebesar 0,331 dengan signifikansi 0,128
memberikan pemahaman bahwa setiap penambahan satu satuan
atau satu tingkatan KH terhadap SWB sebesar 0,331 satuan juga.
3. Koefisien regresi K sebesar 0,239 dengan signifikansi 0,080
memberikan pemahaman bahwa setiap penambahan satu satuan
atau satu tingkatan K terhadap SWB sebesar 0,239 satuan juga.
4.7.3 Koefisien Determinasi (R Kuadrat)
Analisis koefisien determinasi (R kuadrat) dilakukan dengan
maksud untuk mengetahui seberapa besar sumbangan atau kontribusi dari
peubah Kebermaknaan Hidup dan Kepribadian secara simultan terhadap
Subjective Well-Being lansia di Kota Salatiga. Gambaran nilai koefisien
determinasi (R kuadrat) lansia laki-laki di Kota Salatiga disajikan dalam
Tabel 4.17.
69
Tabel 4.17
Hasil Koefisien Determinasi
Ringkasan Model Lansia Laki-laki
Mode
l
R R Kuadrat R Kuadrat
Terkorelasi
Kesalahan
Tafsiran
Durbin-
Watson
1 0,668a 0,447 0,346 18,893 2,905
a. Prediktor: (Konstanta), K, KH
b. Peubah Gayut: SWB
Berdasarkan Tabel 4.17 menunjukkan nilai koefisien korelasi (R)
adalah sebesar 0,668 yang berarti terdapat korelasi secara simultan antara
KH dan K terhadap SWB. Nilai koefisien determinasi (R2 ) adalah sebesar
0,447 yang berarti bahwa sumbangan atau kontribusi pengaruh KH dan K
terhadap SWB lansia laki-laki di Kota Salatiga sebesar 44,7% sedangkan
sisanya sebesar 55,3% dipengaruhi peubah lain yang tidak diteliti dalam
penelitian ini.
Gambaran nilai koefisien determinasi (R kuadrat) lansia
perempuan di Kota Salatiga disajikan dalam Tabel 4.18.
Tabel 4.18
Hasil Koefisien Determinasi
Ringkasan Model Lansia Perempuan
Mode
l
R R Kuadrat R Kuadrat
Terkorelasi
Kesalahan
Tafsiran
Durbin-
Watson
1 0,535a 0,287 0,249 22,840 1,854
a. Prediktor: (Konstanta), K, KH
b. Peubah Gayut: SWB
Berdasarkan Tabel 4.18 menunjukkan nilai koefisien korelasi (R)
adalah sebesar 0,535 yang berarti terdapat korelasi secara simultan antara
KH dan K terhadap SWB. Nilai koefisien determinasi (R2) adalah sebesar
0,287 yang berarti bahwa sumbangan atau kontribusi pengaruh KH dan K
terhadap SWB lansia perempuan di Kota Salatiga sebesar 28,7%
sedangkan sisanya sebesar 71,3% dipengaruhi peubah lain yang tidak
diteliti dalam penelitian ini.
4.7.4 Uji Korelasi
Uji korelasi digunakan untuk mengetahui hubungan antara peubah
Subjective Well-Being dengan peubah tak gayut yaitu Kebermaknaan
Hidup dan Kepribadian.
Gambaran uji signifikansi (uji korelasi) untuk KH dan K terhadap
SWB lansia laki-laki di Kota Salatiga disajikan dalam Tabel 4.19
70
Tabel 4.19
Hasil Uji Korelasi Simultan
Lansia Laki-laki di Kota Salatiga SWB KH K
SWB Pearson Correlation 1 0,519 0,663**
Sig. (2-tailed) 0,057 0,010
N 14 14 14
KH Pearson Correlation 0,519 1 0,691**
Sig. (2-tailed) 0,057 0,006
N 14 14 14
K Pearson Correlation 0,663** 0,691** 1
Sig. (2-tailed) 0,010 0,006
N 14 14 14
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Berdasarkan Tabel 4.19 menunjukkan bahwa KH dan K
berhubungn positif dengan SWB lansia laki-laki di Kota Salatiga., Hal ini
nampak dengan nilai SWB dengan KH sebesar 0,519 dan SWB dengan K
sebesar 0,663 yang berarti terdapat hubungan positif antara KH dan K
dengan SWB.
Gambaran uji signifikansi (uji korelasi) untuk KH dan K terhadap
SWB lansia perempuan di Kota Salatiga disajikan dalam Tabel 4.20.
Tabel 4.20
Hasil Uji Korelasi Simultan
Lansia Perempuan di Kota Salatiga SWB KH K
SWB Pearson Correlation 1 0,475** 0,491**
Sig. (2-tailed) 0,002 0,001
N 41 41 41
KH Pearson Correlation 0,475** 1 0,631**
Sig. (2-tailed) 0,002 0,000
N 41 41 41
K Pearson Correlation 0,491** 0,631** 1
Sig. (2-tailed) 0,001 0,000
N 41 41 41
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Berdasarkan Tabel 4.20 menunjukkan bahwa KH dan K
berhubungn positif dengan SWB lansia perempuan di Kota Salatiga.
Hubungan positif signifikan berarti hubungannya searah, sehingga bila
SWB tinggi, maka peubah KH dan K tinggi. Hal ini nampak dengan nilai
71
SWB dengan KH sebesar 0,475 dan SWB dengan K sebesar 0,491 yang
berarti terdapat hubungan positif antara KH dan K dengan SWB.
4.7.5 Sumbangan Efektif
Sumbangan efektif merupakan cara untuk mengetahui seberapa
besar sumbangan efektif dari masing-masing peubah tak gayut. Untuk
mengetahui sumbangan masing-masing peubah tak gayut terhadap peubah
gayut dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
SE X1 = nilai 𝛽x koefisien korelasi X1 Y x 100%
SE X2= nilai 𝛽 x koefisien korelasi X2 Y x 100% Nilai β yang digunakan dalam perhitungan adalah nilai yang sudah
standardisasi untuk dapat membandingkan besarnya pengaruh dari peubah
tak gayut terhadap peubah gayut.
Gambaran sumbangan efektif masing-masing peubah tak gayut
lansia laki-laki disajikan dalam Tabel 4.21.
Tabel 4.21
Sumbangan Efektif KH dan K
terhadap SWB Lansia Laki-laki Peubah Sumbangan Efektif
Kebermaknaan Hidup 6%
Kepribadian 38,7%
Total 44,7%
Berdasarkan Tabel 4.21 hasil menunjukkan bahwa kebermaknaan
hidup memberikan pengaruh sebesar 6% (𝛽 = 0,116) sedangkan
kepribadian memberikan pengaruh sebesar 38,7% (𝛽 = 0,583). Hasil ini menunjukkan bahwa sumbangan peubah kepribadian lebih besar terhadap
Subjective Well-Being dibandingkan pengaruh kebermaknaan hidup
Subjective Well-Being lansia laki-laki. Total sumbangan efektif dari kedua
peubah tak gayut yaitu kebermaknaan hidup dan kepribadian adalah
sebesar 44,7%. Dengan demikian total sumbangan efektif dari peubah
lainnya yang tidak diteliti dalam penelitian ini adalah sebesar 55,3%.
Gambaran sumbangan efektif masing-masing peubah tak gayut
karyawan perempuan disajikan dalam Tabel 4.22.
72
Tabel 4.22
Sumbangan Efektif KH dan K
terhadap SWB Lansia Perempuan Peubah Sumbangan Efektif
Kebermaknaan Hidup 13,1%
Kepribadian 15,6%
Total 28,7%
Berdasarkan Tabel 4.21 hasil menunjukkan bahwa kebermaknaan
hidup memberikan pengaruh sebesar 13,1% (𝛽 = 0,275) sedangkan
kepribadian memberikan pengaruh sebesar 38,7% (𝛽 = 0,318). Hasil ini menunjukkan bahwa sumbangan peubah kepribadian lebih besar terhadap
Subjective Well-Being dibandingkan pengaruh kebermaknaan hidup
Subjective Well-Being lansia perempuan. Total sumbangan efektif dari
kedua peubah tak gayut yaitu kebermaknaan hidup dan kepribadian adalah
sebesar 28,7%%. Dengan demikian total sumbangan efektif dari peubah
lainnya yang tidak diteliti dalam penelitian ini adalah sebesar 71,3%.
4.7.6 Sumbangan Efektif Masing-masing Aspek
Sumbangan efektif masing-masing dimensi digunakan untuk
mengetahui seberapa besar sumbangan efektif dimensi dari masing-
masing peubah tak gayut.
Gambaran aspek sumbangan efektif KH terhadap SWB lansia laki-
laki disajikan dalam Tabel 4.23.
Tabel 4.23
Aspek Sumbangan Efektif KH terhadap SWB
Lansia Laki-Laki Aspek Sumbangan Efektif
Kehendak Hidup Bermakna 4,65%
Kebebasan Berkehendak 4,92%
Makna Hidup 5,68%
Total 15,25%
Berdasarkan Tabel 4.23 menunjukkan sumbangan efektif terbesar
adalah aspek makna hidup sebesar 5,68%.
Gambaran aspek sumbangan efektif KH terhadap SWB lansia laki-
laki disajikan dalam Tabel 4.24.
73
Tabel 4.24
Aspek Sumbangan Efektif KH terhadap SWB
Lansia Perempuan Aspek Sumbangan Efektif
Kehendak Hidup Bermakna 6,55%
Kebebasan Berkehendak 7,78%
Makna Hidup 17,30%
Total 31,63%
Berdasarkan Tabel 4.24 menunjukkan sumbangan efektif terbesar
adalah aspek makna hidup sebesar 17,30%.
Gambaran dimensi sumbangan efektif K terhadap SWB lansia laki-
laki disajikan dalam Tabel 4.25.
Tabel 4.25
Dimensi Sumbangan Efektif K terhadap SWB
Lansia Laki-laki Aspek Sumbangan Efektif
Neuroticsm 39,88%
Ekstroversion 37,20%
Conscientiousness 28,40%
Agreeableness
Openess to Experience
37,78%
35,04%
Total 178,3%
Berdasarkan Tabel 4.25 menunjukkan sumbangan efektif terbesar
adalah dimensi Neuroticsm sebesar 39,88% serta Agreeableness sebesar
37,78%.
Gambaran dimensi sumbangan efektif K terhadap SWB lansia laki-
laki disajikan dalam Tabel 4.26.
Tabel 4.26
Dimensi Sumbangan Efektif K terhadap SWB
Lansia Perempuan Aspek Sumbangan Efektif
Neuroticsm 15,77%
Ekstroversion 14,22%
Conscientiousness 12,53%
Agreeableness
Openess to Experience
14,37%
11,35%
Total 68,24%
74
Berdasarkan Tabel 4.26 menunjukkan sumbangan efektif terbesar
adalah dimensi Neuroticsm sebesar 15,77% serta agreeableness sebesar
14,37%.
4.7.7 Uji Beda t-test (Uji t contoh independen)
Hipotesis kedua, ada perbedaan signifikan Subjective Well-Being
ditinjau dari Jenis Kelamin. Gambaran statistik deskriptif data Subjective
Well-Being pada Jenis Kelamin disajikan dalam Tabel 4.27.
Tabel 4.27
Statistik Deskriptif
Data Subjective Well-Being pada Jenis Kelamin
Statistik Grup
Jenis
Kelamin
N Rataan Simpangan
Baku
Kesalahan Baku
Taksiran
SWB 1 = Laki-laki 14 116,29 23,368 6,245
2 = Perempuan 41 100,88 26,358 4,116
Gambaran hasil signifikansi uji perbedaan data Subjective Well-
Being disajikan dalam Tabel 4.28.
Tabel 4.28
Hasil Signifikansi Uji Perbedaan
Data Subjective Well-Being Sampel Peubah Bebas
Uji Levene untuk
Kesetaraan Ragam
Uji t untuk
Kesetaraan Rataan
F Sig. t db Sig.
(2-tailed)
SWB Diasumsikan
Ragam Sama
1,707 0,197 1,940 53 0,058
Diasumsikan
Ragam Berbeda
2,060 25,203 0,050
Berdasarkan Tabel 4.28 terlihat bahwa hasil uji t contoh
independen diperoleh nilai t= 1,940 dengan signifikansi sebesar
0,058>0,05. Artinya tidak ada perbedaan signifikan Subjective Well-Being
ditinjau dari Jenis Kelamin.
75
4.8 Ringkasan Hasil Pengujian Hipotesis
Gambaran ringkasan hasil pengujian hipotesis disajikan dalam
Tabel
Tabel 4.29
Ringkasan Hasil Pengujian Hipotesis Lansia Laki-laki Lansia Perempuan
Y = 9,588+ 0,402X2 Y = 19,782+ 0,331X1+ 0,239X2
R = 0,668 R = 0,535
R2 = 0,447 (44,7%) R2 = 0,287 (28,7%)
Sumbangan Efektif
KH = 6,0%
K = 38,7%
Sumbangan Efektif
KH = 13,1%
K = 15,6%
Aspek KH
Makna Hidup = 5,68%
Aspek KH
Makna Hidup = 17,30%
Dimensi K
1. Neuroticsm = 39,88%
2. Ekstroversion = 37,20%
3. Conscientiousness = 28,40%
4. Agreeableness = 37,78%
5. Openess to Experience = 35,04%
Dimensi K
1. Neuroticsm = 15,77%
2. Ekstroversion = 14,22%
3. Conscientiousness = 12,53%
4. Agreeableness = 14,37%
5. Openess to Experience = 11,35%
4.9 Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan uji regresi
berganda, uji sidik ragam dan uji t contoh bebas, maka pembahasan
hipotesis penelitian adalah sebagai berikut:
4.9.1 Kebermaknaan Hidup dan Kepribadian secara simultan
berpengaruh terhadap Subjective Well-Being Lansia Laki-laki
dan Perempuan di Kota Salatiga.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa Kebermaknaan Hidup dan
Kepribadian secara simultan menjadi prediktor terhadap Subjective Well-
Being lansia laki-laki maupun perempuan di Kota Salatiga. Hasil statistik
pada lansia laki-laki menunjukkan nilai F hitung sebesar 4,444 dengan
tingkat signifikansi 0,039 (p<0,05). Pengaruh peubah KH dan K terhadap
SWB lansia laki-laki adalah sebesar 44,7%, sehingga pengaruh dari
76
peubah lainnya yang tidak diteliti dalam penelitian ini adalah sebesar
55,3%. Selain itu, hasil uji statistik lansia perempuan menunjukkan nilai F
hitung sebesar 7,636 dengan tingkat signifikansi 0,002 (p<0,05). Pengaruh
peubah KH dan K terhadap SWB lansia perempuan. Pengaruh peubah KH
dan K terhadap SWB perempuan sebesar 28,7%. Sehingga sumbangan
efektif dari peubah lainnya yang tidak diteliti dalam penelitian ini adalah
sebesar 71,3%. Jadi dapat dikatakan bahwa, semakin tinggi kebermaknaan
hidup dan kepribadian maka makin tinggi pula Subjective Well-Being
pada lansia. Sebaliknya, semakin rendah kebermaknaan hidup dan
kepribadian maka makin rendah pula Subjective Well-Being pada lansia.
Oleh sebab itu, ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan KH dan K
secara simultan menjadi prediktor terhadap SWB lansia laki-laki maupun
perempuan di Kota Salatiga. Kemungkinan pertama adalah sebagian
besar lansia mengangap bahwa kebermaknaan hidup merupakan hal yang
penting dan diperkuat dengan kepribadian yang mereka miliki dalam
menjalani kehidupan, sehingga Subjective Well-Being pada lansia
meningkat. Hal ini didukung oleh Lavigne, Hofmanc, Ringc, Rydercd &
Woodwar (2013) bahwa dimensi kepribadian seperti openness to
experience dan ekstraversion yang tinggi dapat membuat sesorang
cenderung lebih tertarik mengikuti berbagai kegiatan yang melibatkan
pembelajaran dan tantangan sehingga didapatkan kebermaknaan dalam
hidupnya yang dapat meningkatkan Subjective Well-Being dalam diri.
Penelitian Schnell & Becker (2006) menemukan bahwa lansia yang
memiliki kepribadian yang ekstovert cenderung memandang pengalaman
akan kehidupannya sebagai hal yang bermakna dalam hidup dan dapat
meningkatkan Subjective Well Being-nya.
Selain itu, lansia yang memiliki aspek Extraversion,
Conscientiousness, Agreeableness, dan Openness to Experience yang
tinggi akan cenderung mendapatkan kebermaknaan hidupnya dan menjadi
lebih aktif beraktivitas yang melibatkan kesuksesan dalam bekerja,
kesehatan yang baik dan rasa kekeluargaan yang dapat meningkatkan
Subjective Well-Being. Hal ini diperkuat oleh pernyataan lain yang
menyatakan bahwa kepribadian yang mendukung akan dapat membantu
individu untuk dapat mencapai fungsi psikologis yang positif, sehingga
indibidu dapat memiliki kebermaknaan hidup yang positif (Santrock,
1999) yang dapat meningkatkan Subjective Well-Being .
Kemungkinan kedua adalah pada dasarnya lansia dapat merasakan
kebermaknaan hidup mereka dan didukung dengan kepribadiannya,
sehingga dapat menjadikan Subjective Well-Being pada lansia meningkat.
77
Pengalaman hidup yang dialami lansia semasa sepanjang perjalanan
hidupnya serta peristiwa baik maupun buruk yang telah dialami dapat
membuat lansia memeroleh kebermaknaan dalam hidup diperkuat oleh
kepribadian yang dimilikinya seperti neuroticsm dapat membuat lansia
lebih kuat dalam menjalani kehidupannya dan bahagia, sehingga hal ini
dapat membuat lansia mengalami peningkatan Subjective Well Being. Hal
ini senada dengan pernyataan Pollock, Noser, Holden & Zeigler-Hill
(2016) yang mengungkapkan bahwa kepribadian yang dimiliki dapat
mendorong individu untuk mengalami kehidupannya dengan mencari
kebahagiaan melalui kebermaknaan hidup sehingga dapat meningkatkan
Subjective Well-Being dalam dirinya. Bila dibandingkan dengan lansia
lainnya, lansia yang memiliki dimensi kepribadian agreeableness
cenderung lebih berkomitmen dalam perilaku prososial, seperti mau
bekerja sama dengan orang lain, mengekspresikan dukungannya pada
orang lain, dan memperlakukan orang lain dengan sopan dan menghargai
(Graziano & Tobin, 2009), yang akhirnya akan memberikan hasil lansia
tersebut akan cenderung lebih disukai oleh orang sekitarnya (Jensen-
Campbell et al 2002) dan lebih sukses dalam membangun hubungan yang
stabil dan hubungan dekat yang memuaskan (Karney & Bradbury, 1995;
Robins, Caspi, & Moffitt, 2002), sehingga lansia akan mengalami
kebermaknaan hidup dan ini dapat membentuk Subjective Well-Being
dalam dirinya (Lavigne, Hofman, Ring, Ryder, & Woodward, 2013).
Dalam penelitian ini juga ditemukan sumbangan efektif dari
kebermaknaan hidup dan kepribadian, baik pada lansia laki-laki dan
perempuan. Kebermaknaan Hidup lansia laki-laki memeroleh sumbangan
efektif sebesar 6% sedangkan Kepribadian memberikan sumbangan efektif
sebesar 38,7%. Sementara itu, Kebermaknaan Hidup lansia perempuan
memeroleh sumbangan efektif sebesar 13,1% dan Kepribadian 15,6%.
Hasil ini menunjukkan bahwa sumbangan efektif peubah Kepribadian
lebih besar terhadap Subjective Well-Being dibandingkan pengaruh
kebermaknaan hidup Subjective Well-Being baik pada lansia laki-laki
maupun perempuan. Subjective Well-Being dapat tercapai apabila lansia
mampu menghadapi segala situasi dan kondisi yang terjadi dalam
kehidupannya. Kepribadian yang kuat dan cenderung terbuka dapat
mendorong lansia untuk mencapai Subjective Well-Being dalam hidupnya.
Karena kepribadian memiliki ciri-ciri yang stabil dan dapat mempengaruhi
kondisi individu (Diner, Oishi & Lucas, 2003). Pernyataan ini didukung
oleh Hayes & Joseph (dalam Libran, 2006) yang menyatakan bahwa
individu cenderung akan mendapatkan kesejahteraan karena kepribadian
yang dimiliki.
78
Sementara itu, telaah data untuk kebermaknaan hidup juga
memberikan sumbangan efektif terhadap Subjective Well-Being baik pada
lansia laki-laki dan perempuan. Kebermaknaan Hidup dapat tercapai
ketika individu dapat merasakan kebahagiaan dalam hidupnya dan terus
memaknai hidupnya. Kehidupan yang bermakna maka akan cenderung
membantu individu dalam mencapai Subjective Well-Being dalam
hidupnya. Frankl (2005) mengungkapkan bahwa kebermaknaan hidup
dapat memengaruhi keputusan individu dalam hidupnya yang
mengarahkan pada sikap baru dan kelanjutan dalam mencari makna hidup
yang dapat meningkatkan Subjective Well-Being.
Untuk dimensi kepribadian yaitu dimensi neuroticsm, ekstroversion,
conscientiousness, openness to experience, dan agreeableness. Telaah
data menemukan hasil sumbangan efektif lansia laki-laki pada dimensi
Neuroticsm 39,88%, Ekstroversion 37,20%, Conscientiousness 28,40%,
Agreeableness 37,78% dan Openess to Experience 35,04%. Pada lansia
perempuan hasil sumbangan dimensi Neuroticsm15,77%, Ekstroversion
14,22%, Conscientiousness 12,53%, Agreeableness 14,37% dan Openess
to Experience 11,35%. Neuroticsm memiliki sumbangan terbesar
dibandingkan dengan aspek lainnya, hal ini kemungkinan karena sebagian
besar lansia mengganggap kehidupan merupakan hal yang harus dijalani
dengan keberanian dalam menghadapi segala bentuk kesulitan. Hal ini
sejalan dengan pernyataan Linsiya (2016) yang menyatakan bahwa
individu yang memiliki keyakinan dalam menghadapi kesulitan dan
memiliki kecenderungan neuroticsm yang rendah maka cenderung tidak
akan mengalami kecemasan, ketakutan maupun kegelisahan ketika
menghadapi sesuatu dan hal ini maka akan memberikan dampak positif
terhadap Subjective Well-Being yaitu meningkatkan emosi positif dan
menurunkan emosi negatifnya. Sementara itu, pernyataan lain
mengungkapkan bahwa individu yang memiliki neuroticsm tinggi
cenderung terpengaruh kerja memorinya dibandingkan yang rendah dalam
neuroticsm (Neupert, Mrozeck & Spiro, 2008), sehingga hal ini akan dapat
memengaruhi Subjective Well-Being. Penelitian lain menemukan hasil
temuan yang sama yaitu bahwa neuroticism adalah prediktor terbesar
terhadap indikator Subjective Well-Being (Quevedo & Abella, 2011).
Kemudian untuk dimensi ekstroversion baik pada lansia laki-laki dan
perempuan, ikut memberikan sumbangan terhadap Subjective Well-Being .
Ada kemungkinan karena sebagian lansia menganggap pribadi yang
cenderung terbuka cenderung dapat memudahkan mereka untuk
berinteraksi dengan orang sekitar. Hal ini didukung oleh penelitian Libran
(2006) yang menemukan bahwa dimensi kepribadian ekstroversion dapat
79
memprediksi keberadaan Subjective Well-Being sebesar 7,3%. Selain itu,
Hall & Lindzey (1993) menyatakan bahwa individu yang memiliki
kepribadian ekstroversion lebih dominan cenderung lebih positif dalam
memaknai sekitarnya yang berdampak pada evaluasi kognitif dan
afektifnya individu mengenai hidup berlangsung baik sehingga dapat
mencapai kesejahteraan. Pavot et al (2010) mengungkapkan banyak hasil
penelitian yang beragumen ekstraversion dan neuroticsm berhubungan
dengan Subjective Well-Being hal ini karena kedua aspek tersebut dapat
mencerminkan temperamen dari individu. Namun, di sisi lain, aspek
lainnya seperti agreeableness, conscientiousness dan openness to
experience menunjukan hubungan yang lebih lemah pada Subjective Well-
Being (Watson & Clarck, dalam Diener et al 1999) Sementara Seidlitz
(dalam Diener et al 1999) mengungkapkan hubungan tersebut lemah
disebabkan oleh adanya reward oleh lingkungan, bukan karena reaktivitas
faktor biologis pada lingkungan. Selain itu, alasan lainnya adalah orang
ekstraversion cenderung untuk memiliki lebih banyak energi, yang pada
gilirannya dapat membantu mereka terlibat dalam kegiatan yang
menghasilkan kesenangan. Akibatnya, lingkungan yang menghalangi atau
mengurangi pilihan situasional dapat mengurangi hubungan antara
kepribadian dengan Subjective Well-Being. Fenomena ini dikenal sebagai
kekuatan situasional, yang menunjukkan tingkat bahwa lingkungan, bukan
disposisi, memengaruhi sikap dan perilaku seseorang (Mischel, 1977;
Withey, Gellatly, & Annett, 2005).
Sementara untuk dimensi Openess To Experience ditemukan
memiliki pengaruh pada Subjective Well-Being, khususnya afek positif
dan afek negatif. Hal ini kemungkinan karena sebagian besar lansia
menggangap kepribadian yang cenderung terbuka dapat membantu
mereka untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang lebih,
sehingga dapat membuka pandangan mereka menjadi lebih luas.
Pernyataan ini sejalan dengan McCrae and Costa (1991) yang
mengungkapkan bahwa Openess To Experience dapat mendorong individu
untuk memiliki pengalaman yang lebih positif. Patterson (dalam Newman
& Newman, 2006) mengatakan bahwa lansia yang terlibat dalam aktivitas
luang memiliki tingkat stress yang lebih rendah, namun tidak berarti
mereka tidak sedih, karena aktivitas sosial yang mereka lakukan dapat
membantu mereka merasa tidak terisolasi dan memberi perasaan akan
nilai sosial.
Untuk dimensi Agreeableness juga ditemukan sumbangannya
terhadap Subjective Well-Being. Ada kemungkinan bahwa pada dasarnya
lansia dapat merasakan bahwa keramahan merupakan hal yang penting
80
untuk dimiliki dan dapat membantu dalam menjalin hubungan yang baik
dengan orang lain, sehingga hal ini dapat berdampak adanya perilaku yang
baik dari orang lain terhadap diri lansia tersebut yang dapat meningkatkan
Subjective Well-Being-nya. Pernyataan ini diperkuat oleh Jensen-
Campbell et al (2002) yang mengungkapkan indikator Agreeableness
dapat membantu dalam menjaga hubungan interpersonal yang positif.
Pernyataan ini juga diperkuat oleh Selfhout et al. (2010) yang menemukan
bahwa individu yang memiliki tingkat Agreeableness yang tinggi
cenderung memiliki lebih banyak teman.
Selain itu, dimensi lain yang memengaruhi adalah
Conscientiousness. Ada kemungkinan sebagian besar lansia karena
memiliki pengalaman hidup yang lebih, cenderung menganggap
pentingnya memiliki kewaspadaan lebih dan ingin dapat mengerjakan
sesuatu dengan baik, sehingga hal ini dapat mendorong lansia
mendapatkan hal menguntungkan yang dapat meningkatkan Subjective
Well-Being. Steel & colleagues (2009), menemukan bahwa individu yang
memiliki conscientiousness yang cukup cenderung mencapai kesuksesan
dan keinginan untuk maju sehingga dapat mendukung Subjective Well-
Being. Pernyataan lain yang mendukung menyatakan orang yang
memiliki Conscientious cenderung memiliki status hidup yang
menguntungkan bagi kesejahteraan (McCrae & Costa, dalam Bass, Wood
& Brown, 2010). Namun apabila tingkat Conscientiousness tinggi, justru
hal ini dapat menjadi ancaman bagi kesejahteraan (Bass et al 2010).
Sementara itu, untuk aspek kebermaknaan hidup, makna hidup
memberikan sumbangan efektif paling besar pada lansia perempuan yaitu
17,30%. Ada kemungkinan karena lansia perempuan lebih menggangap
nilai dalam kehidupan sangat penting agar kehidupan dapat terasa berarti
dan bahagia. Penelitian lain mengungkapkan bahwa makna hidup dapat
mendorong individu untuk menjadi seseorang yang berguna, berharga
untuk lingkungan, masyarakat dan dirinya (Lubis dan Maslihah, 2012).
4.9.2 Kebermaknaan Hidup Memiliki Pengaruh Lebih Tinggi Pada
Lansia Perempuan Dibandingkan Dengan Lansia Laki-laki
Hasil temuan dalam penelitian ini menemukan sumbangan efektif
Kebermaknaan Hidup paling besar ada pada lansia perempuan yaitu
dengan sumbangan afektif aspek terbesar pada Makna Hidup 17,30%. Hal
81
ini memberikan kemungkinan bahwa sebagian besar lansia perempuan
karena dalam kehidupannya cenderung banyak berperan dalam merawat
keluarganya baik dalam mengurus pasangan hidupnya dan membesarkan
anak-anaknya dengan didukung tekanan yang dirasakan dapat membuat
lansia perempuan lebih memaknai setiap peristiwa yang terjadi dalam
kehidupannya. Grouden & Jose (2014) menemukan bahwa Kebermaknaan
Hidup lebih dialami oleh perempuan daripada laki-laki, hal ini disebabkan
karena tekanan hidup secara umum lebih bemakna pada perempuan karena
perempuan cenderung memiliki pandang yang lebih luas pada
kebermaknaan dan cenderung memikirkan seluruh pengalaman hidup
sebagai suatu makna. Kemampuan memaknai hidup ini adalah hasil dari
kemampuan lansia dalam menyadari dan melihat kondisi diri serta mampu
menggunakan atau mengenali potensi yang masih dimiliki untuk
melakukan sesuatu yang dapat membuat lansia merasa bermakna melalui
kegiatan sehari-hari (Nauli, 2011). Selain itu, perempuan lebih emosional
dan penuh perasaan (Shields dalam Santrock, 2003). Sehingga perempuan
cenderung memandang berbagai tantangan dalam kehidupannya dengan
lebih memaknai dan menganggap sebagai suatu hikmah yang mendorong
kesejahteraan subjektifnya. Sementara, laki-laki merupakan orang yang
lebih rasional dan menggunakan logika (Shields dalam Santrock, 2003).
Sehingga laki-laki kurang memandang peristiwa dalam kehidupannya
sebagai hal yang bermakna, namun memandang sesuatu terjadi karena ada
sebab akibatnya, bukan karena ada arti khusus.
4.9.3 Kepribadian Memiliki Pengaruh Lebih Tinggi Pada Lansia
Laki-laki Dibandingkan Dengan Lansia Perempuan
Hasil uji statistik menunjukan hasil sumbangan efektif Kepribadian
pada lansia laki-laki 38,7% lebih besar dibandingkan lansia perempuan
yang memperoleh 15,6%. Hal ini menunjukan bahwa kemungkinan karena
sebagian besar lansia laki-laki berperan lebih besar dalam bekerja demi
menghidupi keluarganya dan merasa memiliki tanggung jawab yang lebih besar,
sehingga laki-laki cenderung merasa kepribadian yang dimilikinya dalam
menjalani kehidupan lebih berperan besar pada pencapaian Subjective Well-
Being. Selain itu, pada laki-laki dan perempuan berbeda karena keduanya
memiliki peran sosial yang berbeda yang harus mereka penuhi (Bem,1974;
Eaglyetal, 2000), seperti laki-laki yang harus menjadi tulang punggung
keluarga dan tidak mudah rapuh dalam menghadapi berbagai tantangan
kehidupan. Hal tersebut ada pada indikator kepribadian. Sementara, pada
lansia perempuan Kepribadian ikut memberikan sumbangan, namun lebih
kecil. Karena tanggung jawab yang diemban oleh seorang perempuan
tidak sebesar laki-laki. Selain itu, laki-laki cenderung lebih fokus pada
82
mengontrol sumber ekonomi sebagai pendukung kesejahteraan keluarga
yang dapat mengindikasikan status yang lebih tinggi (Bem,1974),
sehingga dengan adanya tugas yang berat ini kepribadian laki-laki dirasa
lebih mendukung pencapaian kesejateraan subjektifnya,
4.9.4 Subjective Well-Being antar Jenis Kelamin lansia di Kota
Salatiga tidak berbeda.
Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan uji t contoh independen
memeroleh nilai t= 1,940 dengan signifikansi sebesar 0,058>0,05.
Sehingga, tidak ada perbedaan Subjective Well-Being pada lansia laki-laki
dan perempuan di Kota Salatiga. Hal ini sejalan dengan penelitian
Meisenberg & Woodley (2015) yang menyatakan dalam penelitiannya
tidak ditemukan perbedaan Subjective Well-Being pada lansia laki-laki
dan perempuan. Oleh sebab itu, kemungkinan penyebab tidak ada
perbedaan Subjective Well-Being pada lansia laki-laki dan perempuan,
karena baik lansia laki-laki dan perempuan sama-sama menganggap
bahwa Subjective Well-Being merupakan bagian dalam kehidupan mereka.
Hal ini didukung dengan pernyataan oleh Monjezi & Naderi (2016)
Subjective Well-Being adalah salah satu komponen dari sikap positif
individu terhadap dunia dimana mereka tinggal yang selalu memengaruhi
pemikiran manusia. Selain itu, Diener (2009) mengungkapkan bahwa
secara umum tidak ada perbedaan Subjective Well-Being yang signifikan
antara laki-laki dan perempuan. Namun perempuan ditemukan memiliki
intensitas perasaan negatif dan positif yang lebih banyak dibandingkan
laki-laki. Pernyataan ini didukung oleh Lyumbomirsky & Dickerhoof
(2005) yang menemukan Subjective Well-Being laki-laki dan perempuan
sama. Shuman (Eddington dan Shuman, 2008) menyatakan perempuan
lebih banyak mengungkapkan afek negatif dan depresi dibandingkan laki-
laki, dan lebih banyak mencari bantuan terapi untuk mengatasi gangguan
ini; namun laki-laki dan perempuan mengungkapkan tingkat kebahagiaan
global yang sama. Selain itu pendapat lain mengungkapkan bahwa tidak
ada perbedaan Subjective Well-Being laki-laki dan perempuan karena
tingkat emosi rata-rata laki-laki dan perempuan berada pada tingkat yang
sama (Seligman, 2005).
83
4.9.3 Kekuatan dan Keterbatasan yang dimiliki oleh penelitian yang
dilakukan
4.9.3.1 Kekuatan
1. Penelitian simultan mengenai Kebermaknaan Hidup dan
Kepribadian terhadap Subjective Well Being masih jarang
diteliti.
2. Penelitian mengenai Kepribadian sebagai faktor yang
memengaruhi Subjective Well Being sering kali dilakukan pada
orang yang masuk kategori young age. Maka kekuatan dari
penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi dunia
psikologi khususnya penelitian mengenai lansia.
3. Hal baru yang menjadi temuan dalam penelitian ini adalah
Subjective Well Being lansia laki-laki cenderung lebih
dipengaruhi oleh Kepribadiannya, sementara Subjective Well
Being lansia perempuan cenderung dipengaruhi oleh
Kebermaknaan Hidupnya.
4.9.3.2 Keterbatasan
1. Subjek masih terbatas hanya di Kota Salatiga, sehingga hasil
tidak dapat digeneralisasikan dengan penelitian yang sama di
Kota Lain.
2. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, sehingga hasil yang
didapatkan kurang mendalam mengenai peubah yang diteliti.
3. Adanya kendala dugaan Kristenisasi dalam proses pengambilan
data try out, sehingga untuk penelitian selanjutnya perlu
mempertimbangkan tempat pengambilan data.