141
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN NOVELTY
4.1 Orientasi Pasar, Kapabilitas Unik, Penciptaan Nilai dan Citra serta
Kinerja Museum
Museum berasal dari Bahasa Yunani kuno yaitu Muouseion yang berarti
tempat atau bangunan atau Gedung ilmu pengetahuan dan seni. Muoseion berasal
dari kata Muzse yang berarti tempat atau bangunan untuk memuja 9 dewi anak
dewa Zeus dengan Menemousyne yang merupakan dewi dari semua cabang ilmu
pengetahuan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Museum adalah gedung
yang digunakan untuk pameran tetap benda-benda yang patut mendapat perhatian
umum seperti peninggalan sejarah, seni dan ilmu; tempat menyimpan barang
kuno. Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 66
Tahun 2015 tentang Museum, Museum adalah Lembaga yang berfungsi
melindungi, mengembangkan, memanfaatkan koleksi, dan
mengkomunikasikannya kepada masyarakat.
Pada penelitian ini, Museum yang dimaksud dengan Museum Sejarah
Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia adalah Museum yang
mengabadikan peristiwa-peristiwa perjalanan sejarah perjuangan dalam meraih
kemerdekaan Republik Indonesia dimulai dari periode Kebangkitan Nasional,
Sumpah Pemuda dan Perang Kemerdekaan Republik Indonesia yang berlangsung
sejak dimulainya Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17
142
Agustus 1945 sampai dengan Pengakuan Kedaulatan Republik Indonesia oleh
Kerajaan Belanda tanggal 27 Desember 1949 melalui Konperensi Meja Bundar
atau yang lebih dikenal dengan istilah KMB bertempat di Den Haag, Ibukota
Kerajaan Belanda. Adapun Museum Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Republik
Indonesia yang menjadi Unit Analisis penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1.
Daftar Museum Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia
No Nama Museum Wilayah
1 Museum Kebangkitan Nasional DKI Jakarta
2 Museum Sumpah Pemuda DKI Jakarta
3 Museum Perumusan Naskah
Proklamasi
DKI Jakarta
4 Museum Sejarah Nasional DKI Jakarta
5 Museum Joang 45 DKI Jakarta
6 Museum Satria Mandala DKI Jakarta
7 Museum Keprajuritan DKI Jakarta
8 Museum Perjuangan Bogor – Jawa Barat
9 Museum PETA (Pembela Tanah
Air)
Bogor – Jawa Barat
10 Museum Palagan Bojongkokosan Sukabumi – Jawa Barat
11 Museum Linggarjati Kuningan – Jawa Barat
12 Museum Perjuangan Rakyat
JawaBarat
Bandung – Jawa Barat
13 Museum Mandala Wangsit Bandung – Jawa Barat
14 Museum Monumen Yogya
Kembali
DI Yogyakarta
15 Museum Perjuangan Yogyakarta DI Yogyakarta
16 Museum Dharma Wiratama DI Yogyakarta
17 Museum Dirgantara Mandala DI Yogyakarta
143
Penelitian ini meneliti lima variabel yaitu Orientasi Pasar, Kapabilitas
Unik, Penciptaan Nilai, Citra, dan Kinerja Museum Sejarah Perjuangan
Kemerdekaan Republik Indonesia. Berikut adalah gambaran dari kelima variabel
tersebut pada halaman berikut ini:
No. Nama Museum Wilayah
18 Museum Mandala Bhakti Semarang – Jawa Tengah
19 Museum Palagan Ambarawa Ambarawa – Jawa Tengah
20 Museum 10 Nopember Surabaya – Jawa Timur
21 Museum Brawijaya Malang – Jawa Timur
22 Museum Puputan Margarana Tabanan - Bali
23 Museum Juang 45 Medan – Sumatera Utara
24 Museum Monpera Palembang – Sumatera Selatan
25 Museum Tridaya Eka Dharma Bukit Tinggi – Sumatera Barat
26 Museum Juang 45 Padang – Sumatera Barat
27 Museum Perjuangan Rakyat Jambi
28 Museum Korban 40.000 Jiwa Makassar – Sulawesi Selatan
29 Museum Perjuangan Rakyat
Kalimantan
Banjarmasin – Kalimatan
Selatan
30 Museum Jenderal Ahmad Yani, DKI Jakarta
31 Museum Jenderal Besar AH.
Nasution
DKI Jakarta
32 Museum Sasmitaloka Panglima
Besar Jenderal Sudirman
DI Yogyakarta
144
Gambar 4.1
Nilai Rata-rata Variabel Penelitian
Berdasarkan kategorisasi skor, dimana skor 1-1,80 (Sangat Rendah), Skor
1,81-2,60 (Rendah), Skor 2,61-3,40 (Cukup), Skor 3,41-4,20 (Baik), dan Skor
4,21-5,00 (Sangat Baik), maka dari Gambar 4.1 dapat diketahui bahwa Orientasi
Pasar, Kapabilitas Unik, Penciptaan Nilai, dan Citra masuk ke kategori cukup
(berada dalam rentang skor 2,61-3,40), adapun Kinerja Museum masuk ke dalam
kategori baik (berada dalam rentang skor 3,41-4,20).
4.1.1 Orientasi Pasar
Berikut ini adalah hasil sensus mengenai Orientasi Pasar di Museum
Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia:
1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50 5.00
Orientasi Pasar, 3.38
Kapabilitas Unik, 3.36
Penciptaan Nilai, 3.37
Citra, 3.34
Kinerja Museum, 3.52
145
Gambar 4.2
Nilai Rata-rata Dimensi Variabel Orientasi Pasar
Berdasarkan kategorisasi skor, dimana skor 1-1,80 (Sangat Rendah), Skor
1,81-2,60 (Rendah), Skor 2,61-3,40 (Cukup), Skor 3,41-4,20 (Baik), dan Skor
4,21-5,00 (Sangat Baik), maka dari Gambar 4.2 dapat diketahui bahwa Dimensi
Koordinasi Antar Fungsi masuk ke dalam kategori baik (berada dalam rentang
skor 3,41-4,20), sedangkan dua dimensi lainnya yaitu Orientasi Pesaing dan
Orientasi Pelanggan masuk ke dalam kategori cukup (keduanya berada dalam
rentang skor 2,61-3,40).
Implementasi orientasi pasar berada pada ketegori cukup. Orientasi pasar
dibentuk oleh orientasi pelanggan, orientasi pesaing, dan koordinasi antarfungsi.
Dari ketiga aspek tersebut koordinasi antarfungsi memperoleh nilai rata-rata
tertinggi yaitu sebesar 3,42, disusul oleh orientasi pelanggan dengan nilai rata-rata
sebesar 3,39, dan kemudian orientasi pesaing dengan nilai rata-rata sebesar 3,34.
1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50 5.00
ORIENTASI PELANGGAN,
3.39
ORIENTASI PESAING, 3.34
KOORDINASI ANTARFUNGSI,
3.42
146
Hal tersebut menunjukkan bahwa pihak pengelola museum sejarah
perjuangan kemerdekaan di Indonesia lebih mengedepankan upaya
pengembangan koordinasi antarfungsi. Hal itu karena perolehan aspek-aspek
koordinasi lebih tinggi dari kedua dimensi yang lainnya. Dal hal ini rata-rata pihak
pengelola telah menerapkan koordinasi antarfungsi dalam hal mengumpulkan
infomasi eksternal dan menggunakannya serta usaha organisasi untuk
menawarkan nilai yang superior kepada pengunjung.
Orientasi pelanggan memperoleh nilai rata-rata kedua setelah koordinasi
antarfungsi, dan berada pada ketegori cukup baik. Hal ini menandakan bahwa
pihak pengelola belum sepenuhnya mampu untuk : menentukan persepsi,
kebutuhan, dan keinginan dari target pasar museum; memberikan kepuasan
kepada pengunjung dalam hal desain, komunikasi, tarif dan pelayanan yang tepat
dan kompetitif; memahami kepentingan pengunjung dalam menyusun
perencanaan eksibisi, program dan aktivitasnya; mempelajari pengunjung secara
ekstensif untuk menentukan kebutuhan, persepsi, dan preferensi pengunjungnya;
mengidentifikasi segmen pasar dengan kepentingan dan kebutuhan yang berbeda;
maupun dalam menjalankan program dan pengalaman kepada masing-masing
segmen pengunjung. Hal tersebut berdampak pada penilaian masyarakat bahwa
museum belum menarik untuk dikunjungi. Museum dewasa ini hanya menarik
untuk kalangan tertentu seperti pemerhati sejarah, kalangan sekolah, atau pun
budayawan. Masyarakat umum belum menjadikan museum sebagai destinasi
wisata yang layak dikunjungi.
147
Aspek orientasi pasar yang ketiga adalah orientasi pesaing, dengan nilai
implementasi berada pada ketegori cukup. Hal ini menandakan bahwa pihak
pengelola museum belum mampu untuk memanfaatkan potensi kolaboratif
dengan organisasi lainnya; menyediakan layanan alternatif yang dapat
memuaskan jenis pilihan pengunjung; mempertimbangkan jenis kompetisi yang
berbeda dengan pesaing; dan memahami konsumen potensial pilihan pengunjung.
Belum tingginya orientasi pesaing berkaitan dengan kondisi pemahaman pihak
pengelola bahwa belum ada pesaing dari pihak swasta tentang museum sejarah.
Padahal sebenarnya jika dilihat dari segi destinasi wisata, museum memiliki
banyak sekali pesaing dari jenis wisata yang lain selain wisata sejarah. Dengan
kurang menariknya museum, membuat destinasi wisata yang lain lebih menarik
untuk dikunjungi.
Sebagai contoh wisatawan lebih mengenal Jam Gadang di Bukit Tinggi
daripada Museum Tridaya Eka Darma yang didirikan untuk memperingati masa
Pemerintahan Darurat Republik Indonesia tanggal 19 Desember 1948 (yang kelak
dinyatakan melalui Keppres No.28 Tahun 2006 oleh Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono sebagai Hari Bela Negara) yang juga terletak di daerah yang sama.
Begitu juga halnya dengan Museum Puputan Margarana tempat dimana pada
tanggal 20 Nopember 1946 Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai bersama 96
anggota pasukannya bertarung sampai titik darah penghabisan melawan Tentara
Belanda dan antek-anteknya di Tabanan Bali, wisatawan akan jauh lebih
mengenal Pura Tanah Lot padahal sama-sama berada di Tabanan Bali.
Pengalaman penulis juga secara acak pernah beberapakali menanyakan ke
148
beberapa orang wisatawan di mobil travel yang dinaiki penulis menuju Bandung,
dan juga bertanya kepada beberapa orang yang kebetulan berada di lokasi seputar
pagar Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat dan hampir semuanya menjawab
tidak tahu ada museum sejarah yang berlokasi di bawah tanah/ basement
Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat tersebut. Museum Perjuangan Rakyat
Jawa Barat termasuk museum yang memiliki koleksi cukup lengkap dan
orisinalitas yang tinggi karena kebanyakan koleksi adalah hibah dari keluarga para
pelaku sejarah perjuangan. Museum dilengkapi diorama-diorama tentang
peristiwa Bandung Lautan Api tanggal 24 Maret 1946, Palagan Bojong Kokosan
tanggal 9 Desember 1945, Perundingan Linggarjati tahun 1946, Longmarch Divisi
Siliwangi dan juga peristiwa-peristiwa perjuangan lainnya. Sebelum berkeliling,
terlebih dahulu pengunjung akan disuguhi film dokumenter yang secara tidak
langsung akan memberikan pengetahuan dasar juga rasa penasaran untuk
mengeskplorasi museum tersebut lebih jauh lagi.
Kondisi demikian, berhubungan dengan sumber daya manusia yang
dimiliki museum. Untuk mengelola museum agar menjadi destinasi wisata yang
menarik, diperlukan manusia-manusia yang kreatif yang mampu memanfaatkan
trend dan teknologi saat ini agar menjadi alat bagi museum untuk lebih mampu
menarik pengunjung. Selain itu, hal itu juga berhubungan dengan kondisi
anggaran yang terbatas untuk mengembangkan museum sehingga terkesan
dikelola seadanya.
149
4.1.2 Kapabilitas Unik
Untuk hasil sensus mengenai Kapabilitas Unik di Museum Sejarah
Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia adalah sebagai berikut:
Gambar 4.3
Nilai Rata-rata Dimensi Variabel Kapabilitas Unik
Berdasarkan kategorisasi skor, dimana skor 1-1,80 (Sangat Rendah), Skor
1,81-2,60 (Rendah), Skor 2,61-3,40 (Cukup), Skor 3,41-4,20 (Baik), dan Skor
4,21-5,00 (Sangat Baik), maka dari Gambar 4.3 dapat diketahui bahwa ketiga
dimensi dari variabel Kapabilitas Unik berada pada kategori cukup (ketiganya
berada dalam rentang skor 2,61-3,40).
Hasil sensus ini menggambarkan bahwa kapabilitas unik museum masih
belum tergolong baik karena secara rata-rata masih tergolong cukup. Dari segi
aset berwujud, belum tergolong baik dalam hal lokasi museum, fasilitas museum
sejarah, sarana dan prasarana, peralatan teknologi, dan finansial. Finansial
1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50 5.00
ASET BERWUJUD, 3.37
ASET TIDAK BERWUJUD, 3.37
KAPABILITAS ORGANISASI, 3.34
150
berhubungan dengan anggaran yang dimiliki pemerintah daerah dalam mengelola
museum yang masih terbatas sehingga pengelolaan dilakukan seadanya. Hal ini
diperkuat hasil penelitian Suraya Yoyok (2016:2) bahwa museum milik negara
pada umumnya, cenderung bersikap “pasif‟ dengan mengandalkan anggaran
pemerintah yang tentu saja terbatas pada kewajiban terhadap perawatan dan
penyimpanan koleksi berupa tinggalan materi yang memiliki nilai budaya atau
identitas bangsa sesuai dengan UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Kemudian dari segi aset tidak berwujud di museum, juga belum tergolong
baik implementasinya, dalam hal kualitas pegawai, pengalaman pegawai, dan
pengembangan kapabilitas pegawai. Begitu juga dari segi pengembangan
kapabilitas organisasi, pihak pengelola museum belum mampu mengembangkan
sistem logistik, pelayanan pengunjung yang efektif, dan promosi yang efektif. Hal
tersebut menyebabkan museum menjadi kurang menarik untuk dikunjungi sebagai
destinasi wisata oleh masyarakat umum.
Hal ini mendukung pendapat Kasubdit Permuseuman Ditjen Kebudayaan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Sri Patmiarsi Retnaningtyas, M.Hum.
dalam suatu diskusi bersama dengan penulis di ruang meeting Direktorat
Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman tanggal 12 Februari 2018
menjelaskan bahwa tenaga ahli yang dibutuhkan bermacam-macam; mulai dari
bidang registrasi, kurator, konservator, edukator, penata pameran, hingga promosi.
Kenyataannya tidak semua museum memiliki SDM (di enam bidang) itu,
terutama museum di daerah, ada yang tidak punya humas (promosi) dan kurator,
padahal ini sangat penting. Selain itu, berkaitan dengan anggaran pengelolaan,
151
Pemerintah Daerah/ Pemerintah Provinsi, terutama di daerah-daerah, yang masih
memandang bahwa museum adalah satu tempat yang memang membuang uang.
Sementara di sisi lain pihak swasta tidak banyak yang fokus membantu di bidang
sejarah dan budaya.
Kualitas pegawai museum sejarah yang sehari-hari bertugas memandu
pengunjung juga perlu menjadi perhatian, pengetahuan pegawai akan segala hal
terkait dengan museum yang menjadi tanggungjawabnya harus senantiasa
dipelihara dan ditingkatkan. Penulis masih menemukan tidak adanya
keterangan/papan nama koleksi museum yang dipamerkan, ataupun ada tetapi
sudah tidak layak, maupun juga kesalahan pada keterangan/papan nama koleksi
yang dipamerkan seperti misalnya senjata yang seharusnya ditulis senapan
Arisaka (buatan Jepang) tetapi ditulis LE (Le Enfield) buatan Inggris, kekeliruan
ini bisa terjadi karena kalau dilihat sekilas bentuknya mirip. Kemudian juga
Gunto dinyatakan oleh pemandu museum sebagai Samurai (ada beberapa juga
menyebut sebagai Katana), umumnya yang ada di museum sejarah adalah Gunto
yaitu pedang yang digunakan oleh militer Jepang selama pendudukan di
Indonesia, sedangkan Katana adalah pedangnya kaum Samurai. Apresiasi penulis
berikan untuk Pengelola Museum 10 Nopember di Surabaya yang secara
professional cepat merespon positif masukan dari penulis perihal kekeliruan isi
sketsel/papan panil peristiwa tertembak jatuhnya pesawat jenis Mosquito yang
dikemudikan oleh Letnan Osborne membawa penumpang Brigadir Jenderal
Brigadir Jenderal Robert Guy Loder Symons Komandan Detasemen Artileri
Divisi 5 Inggris pada hari pertama pertempuran 10 Nopember 1945 di Surabaya.
152
Pesawat tersebut jatuh disengat PSU (Penangkis Serangan Udara) jenis Oerlikon
caliber 20mm yang dioperasikan oleh anggota BPRI (Badan Perjuangan Rakyat
Indonesia) di Surabaya.
4.1.3 Penciptaan Nilai
Hasil penelitian untuk variabel Penciptaan Nilai dapat digambarkan
sebagai berikut:
Gambar 4.4
Nilai Rata-rata Dimensi Variabel Penciptaan Nilai
Berdasarkan kategorisasi skor, dimana skor 1-1,80 (Sangat Rendah), Skor
1,81-2,60 (Rendah), Skor 2,61-3,40 (Cukup), Skor 3,41-4,20 (Baik), dan Skor
4,21-5,00 (Sangat Baik), maka dari Gambar 4.4 dapat diketahui bahwa dua
dimensi dari variabel Penciptaan Nilai berada pada kategori cukup (keduanya
berada dalam rentang skor 2,61-3,40). Sedangkan untuk dimensi Manfaat Bagi
1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50 5.00
MANFAAT BAGI PELANGGAN,
3.41
DOMAIN BISNIS, 3.35
MITRA BISNIS, 3.35
153
Pelanggan berdasarkan penelitian masuk ke dalam kategori baik (berada dalam
rentang skor 3,41-4,20).
Secara rata-rata, penciptaan nilai belum diimplementasikan dengan baik.
Berdasarkan hasil sensus tersebut, diketahui bahwa implementasi pengembangan
manfaat untuk pelanggan dikelola dengan lebih baik oleh pihak pengelola
museum dibandingkan pengembangan mitra bisnis dan domain bisnis. Manfaat
bagi pelanggan mampu diimplementasikan dengan baik karena pihak pengelola
memahami keinginan pengunjung museum dan mampu memberikan manfaat
psikologis bagi pengunjung setelah mengunjungi museum. Hal ini menandakan
ada kepuasan dari pengunjung setelah mengunjungi museum sejarah.
Kemudian penciptaan nilai dari segi pengembangan mitra bisnis,
terungkap bahwa pihak pengelola museum belum mampu menciptakan standar
pelayanan yang baik kepada pengunjung dan belum mampu menciptakan
keunikan museum sejarah dibandingkan yang lain. Hal ini terkait dengan aspek
kapabilitas unik yang dimiliki museum, baik dari segi SDM maupun dana
anggaran yang terbatas.
Selanjutnya implementasi penciptaan nilai dari segi domain bisnis,
menunjukkan bahwa pihak pengelola belum mampu menjalin kerja sama yang
erat dengan berbagai instansi terkait, institusi pendidikan, maupun pihak lateral.
Hal ini menyebabkan kurang adanya inovasi atau terobosan –terobosan unik yang
dilakukan oleh pengelola untuk mendongkrak meningkatkan pengunjung. Selain
itu kurang eratnya upaya menjalin kemitraan bisnis menyebabkan sosialisasi dan
promosi atas event-event yang diadakan oleh museum belum mampu menjangkau
154
khalayak yang lebih luas sehingga kunjungan terbatas pada beberapa kalangan
saja.
Standar pelayanan yang baik kepada pengunjung belum sepenuhnya
dipenuhi oleh pengelola museum sejarah, misalnya masih kurangnya informasi
yang kemas dalam bentuk buku saku ataupun brosur/leaflet yang berisi segala
informasi terkait museum. Di lapangan penulis menemukan bahwa Museum
Brawijaya Malang termasuk yang sudah mempunyai/ meyediakan sebuah buku
yang berisi informasi cukup lengkap tentang riwayat museum dan koleksi-
koleksinya.
Para pegawai/petugas pemandu museum juga tidak mempunyai
kemampuan memandu wisatawan yang sama antara satu dengan lainnya,
umumnya para pemandu senior lebih bisa banyak bercerita tentang riwayat dan isi
museum dibandingkan dengan pemandu yang junior walaupun mempunyai
latarbelakang pendidikan yang lebih baik. Hal ini bisa dipahami bahwa para
pemandu senior langsung belajar dari sumber-sumber awal seperti berinteraksi
langsung dengan para pelaku sejarah yang peristiwa dan segala artefaknya kini
diabadikan di museum. Saat penulis berkunjung ke Museum Mandala Wangsit
Siliwangi di Bandung ditemukan bahwa pengelola museum memberikan
kesempatan pada komunitas pereka ulang sejarah/ reenactor untuk ikut memandu
para wisatawan yang hadir. Hal ini tentunya berdampak positif terhadap
kunjungan wisatawan karena teman-teman komunitas mempunyai pengetahuan
yang cukup baik dan hasrat yang besar terhadap museum tersebut, bahkan sambil
memandu pengunjung mereka juga mengenakan seragam pejuang tempo doeloe.
155
4.1.4 Citra
Hasil penelitian tentang variabel Citra digambarkan sebagai berikut:
Gambar 4.5
Nilai Rata-rata Dimensi Variabel Citra
Berdasarkan kategorisasi skor, dimana skor 1-1,80 (Sangat Rendah), Skor
1,81-2,60 (Rendah), Skor 2,61-3,40 (Cukup), Skor 3,41-4,20 (Baik), dan Skor
4,21-5,00 (Sangat Baik), maka dari Gambar 4.5 dapat diketahui bahwa semua
dimensi dari variabel Citra berada pada kategori cukup (keempatnya berada dalam
rentang skor 2,61-3,40).
Implementasi citra berada pada kategori cukup baik, sehingga masih perlu
ditingkatkan. Dari keempat aspek citra, event memiliki nilai implementasi lebih
baik dibandingkan ruang fisik, sikap dan keterampilan karyawan, dan media.
Dalam mengembangkan aspek event, pihak pengelola belum mampu membuat
1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50 5.00
Sikap dan Keterampilan
karyawan, 3.36
Ruang Fisik, 3.37
Event, 3.38
Media, 3.26
156
intensitas event yang sesuai dengan kebutuhan, dan belum mampu menjaga
intensitas kunjungan ke institusi pendidikan sebagai ajang promosi.
Ruang fisik juga belum tergolong baik. Hal ini menunjukkan bahwa
rancangan gedung, rancangan interior, tata letak benda, dan kualitas material
belum berada pada kategori baik.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa sikap dan keterampilan
karyawan masih perlu ditingkatkan supaya menjadi lebih baik dari segi
profesionalisme sikap pegawai, keterampilan karyawan dalam memberikan
pelayanan kepada pengunjung, dan keterampilan pegawai dalam memanfaatkan
media informasi.
Selanjutnya dari segi pengembangan media sebagai aspek citra, pihak
pengelola belum mampu memanfaatkan media informasi dan media sosial untuk
promosi. Hal ini berkaitan dengan kualitas SDM yang dimiliki oleh museum yang
masih perlu ditingkatkan.
Berdasarkan kunjungan langsung ke lapangan, diketahui bahwa sebagian
Museum Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia menggunakan
bangunan tua peninggalan zaman Kolonial Belanda seperti Museum Mandala
Bakti yang dibangun untuk antara lain memperingati peristiwa Pertempuran 5 hari
tanggal 15-19 Oktober 1945 di Semarang yang bangunan museumnya sudah ada
sejak tahun 1930, kemudian Museum Perjuangan Rakyat Bogor yang menempati
gedung yang dibangun pada tahun 1879, dan beberapa museum lainnya.
Umumnya museum-museum tersebut masih kurang dalam hal pencahayaan,
gorden yang jarang dibuka dan lampu penerangan yang minim, namun ada juga
157
museum yang menggunakan bangunan zaman kolonial Belanda yang sudah tertata
dengan baik, diantaranya adalah Museum Perumusan Naskah Proklamasi di
Jakarta yang menggunakan Gedung yang dibangun tahun 1920. Museum tersebut
juga pernah ditempati Laksamana Maeda yang merupakan perwakilan Kaigun
(angkatan laut Jepang) di Jakarta yang pada masa penjajahan Jepang merupakan
wilayah kekuasaan Rikugun (Angkatan Darat Jepang) Korps ke-16.
Dalam hal perawatan kualitas material yang dipamerkan, penulis
menemukan bahwa Museum Monumen Jogja Kembali yang dikelola oleh
Yayasan Serangan Umum 1 Maret merupakan salah satu museum yang sangat
memperhatikan perawatan koleksi museum. Secara rutin senjata-senjata koleksi
rawat dengan menggunakan minyak khusus sehingga terhindar dari korosi.
4.1.5 Kinerja Museum
Hasil penelitian mengenai setiap dimensi Kinerja Museum digambarkan
sebagai berikut:
Gambar 4.6 Nilai Rata-rata Dimensi Variabel Kinerja Museum
1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50 5.00
Pertumbuhan pengunjung, 3.60
Customer equity, 3.49
Efisiensi Pengelolaan, 3.48
158
Berdasarkan kategorisasi skor, dimana skor 1-1,80 (Sangat Rendah), Skor
1,81-2,60 (Rendah), Skor 2,61-3,40 (Cukup), Skor 3,41-4,20 (Baik), dan Skor
4,21-5,00 (Sangat Baik), maka dari Gambar 4.6 dapat diketahui bahwa ketiga
dimensi dari variabel Kinerja Museum berada pada kategori baik (ketiganya
berada dalam rentang skor 3,41-4,20).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja museum tergolong baik,
dimana ketiga dimensi yang diukur berada pada kategori baik. Pertumbuhan
pengunjung memiliki nilai rata-rata yang lebih baik dibandingkan customer
equity dan efisiensi pengelolaan.
Kinerja museum dari segi pertumbuhan jumlah pengunjung menunjukkan
bahwa pencapaian target jumlah pengunjung dan tingkat pertumbuhan
pengunjung dalam periode tertentu sudah tercapai.
Kinerja museum dari segi customer equity menunjukkan bahwa tingkat
customer equity berada pada kategori baik sesuai yang diharapkan, begitu pula
terlihat adanya pertumbuhan customer equity dari periode sebelumnya.
Kinerja museum dari segi efisiensi pengelolaan menunjukkan bahwa
pengelola mampu menciptakan efisiensi dalam biaya operasional pengelolaan
museum sejarah maupun dalam biaya promosi.
4.2 Keterkaitan antara Variabel Penelitian
Uji kecocokan model (Goodness of fit/ GoF)) bertujuan untuk menguji
apakah model yang dihasilkan menggambarkan kondisi aktualnya.
159
4.2.1 Kecocokan Model-Analisis Model Struktural (Inner Model)
Hasil dari analisis model struktural (inner model) adalah untuk
menunjukkan keterkaitan antara variabel–variabel laten. Berikut adalah nilai GoF
dan Q-Square pada konstruk:
Tabel 4.2
Pengujian Inner Model
AVE R
Square
Q
square
GOF
Orientasi Pasar 0,518 0,698
Kapabilitas Unik 0,579
Penciptaan Nilai 0,791 0,489
Citra 0,941 0,409
Kinerja Museum
Sejarah
0,889 0,552
Sumber: Hasil Pengolahan Data 2018
Tabel 4.2 di atas memberikan nilai R Square pada kriteria yang kuat (lebih
besar dari 0,67 = Tinggi/kuat), dan nilai Q Square pada kriteria sedang, karena
menurut Chin (1998) nilai R Square 0.67 (kuat), 0.33 (moderat), dan 0.19 (lemah).
Sehingga diketahui bahwa inner model didukung oleh kondisi empirik atau model
adalah sesuai (fit).
4.2.2 Kecocokan Model-Analisis Model Struktural (Outer Model)
Hasil dari analisis model struktural ini menunjukkan keterkaitan antara
variabel manifest (indikator) dengan variabel latennya masing-masing. Hasil dari
Composite Reliability dan Cronbach’s Alpha menunjukkan bahwa dimensi dan
indikator dari masing-masing variabel dinyatakan reliable dalam mengukur
masing-masing variabel penelitian adalah sebagai berikut:
160
Tabel 4.3
Pengujian Outer Model
AVE Composite Reliability
Cronbachs Alpha
Orientasi Pasar 0,611 0,949 0,942
Kapabilitas Unik 0,500 0,916 0,899
Penciptaan Nilai 0,623 0,920 0,899
Citra 0,534 0,926 0,912
Kinerja Museum Sejarah 0,517 0,865 0,813
Sumber: Hasil Pengolahan Data 2018
Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai-nilai dari AVE> 0,5, hal ini
menunjukkan bahwa semua variabel dalam model yang diestimasi memenuhi
kriteria discriminant validity. Composite Reliability dan Cronbach’s Alpha dari
setiap variabel > 0,70 dengan demikian dapat diketahui bahwa semua variabel
mempunyai reliabilitas yang baik. Sehingga outer model penelitian ini dapat
dikatakan telah sesuai (fit).
Variabel dalam penelitian ini adalah konstruk multidimensi. Konstruk-
konstruk tersebut diukur dari dimensi yang masih merupakan unobservable
variable sehingga dimensi-dimensi tersebut masih harus diukur dengan indikator-
indikatornya. Dimensi merupakan konstruk first order dan variabel memiliki
format konstruk second order. Penggunaan Second Order pada model penelitian
menyebabkan loading factor yang diperoleh menjelaskan hubungan antara
variabel laten-dimensi dan dimensi-indikator. Tabel hasil analisis model
pengukuran untuk setiap dimensi atas indikatornya dapat dilihat pada Lampiran
Loading Factor Antar Dimensi-Indikator dan Loading Factor Antar Variabel
Laten-Dimensi.
161
Hasil analisis model pengukuran terhadap dimensi-dimensi dan
indikatornya menunjukkan bahwa indikator tersebut adalah valid, dimana
sebagian besar nilai loading factor adalah lebih besar dari 0.70 dengan nilai t
hitung > t tabel (2,01).
Model pengukuran variabel-variabel laten atas dimensinya menjelaskan
bahwa sejauh mana validitas dari dimensi-dimensi dalam mengukur variabel
penelitian yang bersifat laten. Hasil analisis model pengukuran terhadap setiap
variabel laten atas dimensinya dapat dilihat pada Loading Factor Antar Dimensi-
Indikator dan Loading Factor Antar Variabel Laten-Dimensi.
Hasil analisis model pengukuran terhadap variabel-variabel penelitian atas
dimensi-dimensinya menunjukkan bahwa hampir semua dimensi valid dengan
nilai t hitung > t tabel (2,01). Hasil diagram jalur lengkap dapat dilihat pada
halaman berikut:
162
Gambar 4.7 Diagram Jalur Lengkap Model Penelitian
Gambar 4.7 memperlihatkan diagram jalur lengkap yang menyajikan nilai-
nilai koefisien loading factor pada outer model dan koefisien estimasi pada inner
model.
163
Gambar 4.8
Diagram Jalur nilai t hitung
Gambar 4.8 di atas memperihatkan gambar diagram jalur lengkap yang
menyajikan nilai t statistik (t hitung) baik untuk outer model dan menguji
164
hipotesis koefisien estimasi pada inner model dengan cara membandingkan setiap
nilai t hitung dengan t tabel.
4.3 Pengaruh Orientasi Pasar dan Kapabilitas Unik terhadap Penciptaan
Nilai pada Museum Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Republik
Indonesia
Hipotesis pertama dan kedua menguji pengaruh Orientasi Pasar dan
Kapabilitas Unik terhadap Penciptaan Nilai pada Museum Sejarah Perjuangan
Kemerdekaan Republik Indonesia.
Orientasi
Pesaing
Koordinasi
antarfungsi
Orientasi Pasar
(ƹ1)
Orientasi
Pelanggan
Aset
Berwujud
Aset Tidak
Berwujud
Kapabilitas
Organisasi
0,995
0,996
0,963
Kapabilitas
Unik (ƹ2)
0,966
0,949
0,946
Penciptaan Nilai
(ŋ1)
0,467
0,448
Manfaat
Domain Bisnis
Mitra Bisnis
0,952
0,973
0,980
0,209
.Gambar 4.9
Pengujian Hipotesis 1 dan 2
165
Museum merupakan salah satu produk wisata budaya yang menjadi daya
tarik suatu destinasi. Dalam rangka menjamin keberlangsungan usaha (business
sustainability), banyak museum berupaya untuk menciptakan nilai yang bermakna
dan memberikan pengalaman yang tak dapat dilupakan pengunjung (visitor’s
memorable experience). Oleh sebab itu, pengelola museum sangat perlu
memahami pasar atau melakukan orientasi pasar.
Camarero dan Garrido (2012) menyatakan bahwa banyak museum
memiliki komitmen kuat untuk melakukan orientasi pasar dalam strateginya.
Dalam penelitian tersebut, penciptaan nilai museum ditujukan pada upaya
museum untuk menciptakan inovasi dalam teknologi dan organisasi. Nilai inovasi
tersebut diharapkan dapat menjamin keberlangsungan museum (sustainbility).
Upaya untuk menciptakan nilai museum juga dipengaruhi oleh kapabilitas unik
dari pengelola. Keberadaan aset tak berwujud seperti nilai sejarah; aset berwujud,
seperti benda-benda koleksi, bangunan; dan keterampilan manajerial yang
dimiliki pengelola menjadi kapabilitas unik museum dan juga berperan sebagai
daya tarik museum. Oleh sebab itu, kapabilitas unik ini memiliki peran dalam
penciptaan nilai museum.
4.3.1 Pengaruh Orientasi Pasar terhadap Penciptaan Nilai pada Museum
Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia
Tabel berikut ini ditampilkan hasil pengujian hipotesis 1:
166
Tabel 4.4
Pengujian Hipotesis 1
Hipotesis SE() t hitung R2 Kesimpulan
Orientasi Pasar -> Penciptaan
Nilai 0,467 0,083 5,620* 0,404
Hipotesis
diterima
Sumber: Hasil Pengolahan Data 2018
* signifikan pada =0.05 (t table =2,02)
Pada Tabel 4.4 di atas diketahui bahwa variabel orientasi pasar
berpengaruh signifikan terhadap penciptaan nilai (t hitung > t tabel) dimana
besarnya koefisien determinasi R2 adalah sebesar 40,4%.
Hasil pengujian hipotesis ini menggambarkan bahwa penciptaan nilai pada
museum perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia lebih dominan didorong
oleh orientasi pasar yang dikembangkan oleh manajemen, dibandingkan oleh
pengembangan kapabilitas unik. Pengembangan penciptaan nilai oleh orientasi
pasar pada museum lebih dominan dibentuk oleh orientasi pesaing (koefisien
sebesar 0,996), kemudian oleh orientasi pelanggan (0,995), dan koordinasi
antarfungsi (0,963). Sementara itu, dari hasil penelitian deskriptif diketahui bahwa
manajemen lebih dominan mengembangkan koordinasi antarfungsi dibandingkan
mengembangkan orientasi pesaing.
Orientasi pesaingdilakukan dengan memanfaatkan potensi kolaboratif
dengan organisasi lainnya, penyediaan layanan alternatif yang dapat memuaskan
jenis pilihan pengunjung, mempertimbangkan jenis kompetisi yang berbeda
dengan pesaing, dan memahami konsumen potensial pilihan pengunjung. Jadi dari
hasil tersebut dapat dikatakan bahwa jika pengelola mampu meningkatkan
orientasi pesaing dengan lebih baik maka penciptaan nilai museum akan lebih
167
meningkat. Sementara kita tahu bahwa museum sebagai destinasi wisata memiliki
pesaing yang lebih banyak dari dari segi destinasi wisata non sejarah yang
menjanjikan daya tarik yang lebih.
Sementara itu, orientasi pelanggan, menunjukkan sejauhmana pengelola
mampu memahami; persepsi kebutuhan, dan keinginan dari target pasar museum,
meningkatkan kepuasan pengunjung dalam hal desain, komunikasi, tarif dan
pelayanan yang tepat dan kompetitif; kepentingan pelanggan dalam penyusunan
perencanaan eksibisi, program dan aktivitasnya; mempelajari pengunjung secara
ekstensif untuk menentukan kebutuhan, persepsi, dan preferensi pengunjungnya,
mengidentifikasi segmen pasar dengan kepentingan dan kebutuhan yang berbeda,
dan menjalankan program dan pengalaman kepada masing-masing segmen
pengunjung. Sementara koordinasi antarfungsi dilakukan denganmengumpulkan
infomasi eksternal dan menggunakannya serta dalam menawarkan nilai yang
superior. Hasil penelitian deskritif menunjukkan bahwa secara rata-rata, pihak
pengelola masih belum memiliki kemampuan yang baik dalam mengembangkan
orientasi pasar, sehingga menyebabkan penciptaan nilai juga berada dalam
kategori yang belum baik.
Hasil pengujian hipotesis ini mendukung temuan Tournois (2013) bahwa
orientasi pasar berkorelasi dengan nilai pelanggan. Bisnis yang mampu
menciptakan nilai yang diharapkan oleh pelanggan akan menghasilkan
peningkatan kinerja pemasaran. Demikian pula dengan temuan Mauludin,
Alhabsji, Idrus, Arifin (2013) bahwa orientasi pasar, organisasi belajar, kapabilitas
dinamis, secara signifikan dan positif terkait dengan penciptaan nilai.
168
Selain itu, Yi-Yung Chung (2014) mengidentifikasi lima karakteristik
kualitas penciptaan nilai pelanggan yang khas yaitu kapabilitas kualitas,
kapabilitas layanan, kapabilitas pengendalian biaya, kapabilitas kecepatan, dan
kapabilitas inovasi, sepenuhnya memediasi pengaruh orientasi pasar terhadap
kinerja bisnis dan secara simultan menunjukkan beragam peran strategis mereka
untuk sebuah keunggulan kompetitif perusahaan, sehingga memperjelas
mekanisme dimana orientasi pasar mempengaruhi kinerja bisnis.
4.3.2 Pengaruh Kapabilitas Unik terhadap Penciptaan Nilai pada Museum
Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia
Tabel berikut ini ditampilkan hasil pengujian hipotesis 2:
Tabel 4.5
Pengujian Hipotesis 2
Hipotesis SE()
t hitung R2 Kesimpulan
Kapabilitas Unik -> Penciptaan
Nilai 0,448 0,083 5,374* 0,387 H1 diterima
Sumber: Hasil Pengolahan Data 2018
* signifikan pada =0.05 (t table =2,02)
Tabel 4.5 di atas diketahui bahwa kapabilitas unik berpengaruh signifikan
terhadap penciptaan nilai (t hitung > t tabel) dimana kapabilitas unik memiliki R2
sebesar 38,7%.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa kapabilitas unik turut berperan dalam
mengembangkan penciptaan nilai. Aset berwujud merupakan aspek kapabilitas
unik yang memberikan kontribusi terbesar terhadap upaya penciptaan nilai
museum dengan koefisien pengaruh sebesar 0,966, diikuti oleh aset tidak
169
berwujud (0,949), dan kapabilitas organisasi (0,946). Aset berwujud meliputi
lokasi yang strategis, kelengkapan fasilitas museum sejarah, kelengkapan sarana
dan prasarana, kepemilikan peralatan teknologi penunjang terkini, dan kecukupan
aspek finansial. Aset tidak berwujud mencakup kualitas pegawai, pengalaman
pegawai, dan pengembangan kapabilitas pegawai. Sementara kapabilitas
organisasi meliputi sistem logistik, pelayanan pengunjung yang efektif, dan
promosi yang efektif.
Dari hasil pengujian hipotesis diketahui bahwa ketiga aspek kapabilitas
unik tersebut mampu mempengaruhi penciptaan nilai, dimana aset berwujud
memegang peranan yang paling dominan. Sementara itu, dari segi implementasi
pengembangan kapabilitas unik, diketahui bahwa secara rata-rata pihak pengelola
belum mampu secara optimal mengembankan ketiga aspek tersebut, sehingga
berdampak pada belum tingginya kemampuan menciptakan nilai.
Hasil pengujian ini sejalan dengan temuan penelitian de Barros Junior
(2010) bahwa modal intelektual perusahaan, secara positif dan signifikan
berhubungan dengan penciptaan nilai. Hasil pengujian hipotesis juga selaras
dengan temuan Treapat dan Anghel (2014) bahwa komunitas harus
memperhatikan kemitraan dengan lembaga keuangan untuk menguatkan sumber
daya finansial.
Selain itu, temuan ini juga mendukung hasil penelitian Makau dan Muturi
(2015) bahwa hubungan pembeli-pemasok meningkatkan harga yang kompetitif,
mengurangi lead time, mengurangi risiko non pasokan, meningkatkan keandalan
170
pengiriman, perbaikan manajemen persediaan, meningkatkan penjualan dan
meningkatkan kepuasan pelanggan.
4.4 Pengaruh Orientasi Pasar dan Kapabilitas Unik terhadap Citra Museum
Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia
Hipotesis ketiga dan keempat menguji pengaruh Orientasi Pasar dan
Kapabilitas Unik terhadap citra Museum Sejarah Perjuangan Kemerdekaan
Republik Indonesia.
Orientasi
Pesaing
Koordinasi
antarfungsi
Orientasi Pasar
(ƹ1)
Orientasi
Pelanggan
Aset
Berwujud
Aset Tidak
Berwujud
Kapabilitas
Organisasi
0,995
0,996
0,963
Kapabilitas
Unik (ƹ2)
0,966
0,949
0,946
Citra
(ŋ2)
0,269
0,723
Event
Median
Ruang Fisik
0,970
0,979
0,983
0,059
Sikap dan
Keterampilan
0,960
Gambar 4.10 Pengujian Hipotesis 3 dan 4
Museum memiliki berbagai fungsi, yaitu fungsi tradisional untuk
melestarikan warisan budaya dan sejarah (Mclean, 1994); dan peran baru seperti
171
ruang untuk berbagi pengalaman (venues for experience sharing) (Hume & Mills,
2011), ruang berinteraksi, bermain, edukasi, instrumen untuk mengkomunikasikan
kepada masyarakat tentang kebudayaan dalam rangka meningkatkan kehidupan
sosial, motor penggerak pembangunan ekonomi untuk masyarakat, daya tarik
wisata, sumber pendapatan dan membuka lapangan kerja (Pop & Borza, 2016).
Fungsi tersebut menjadi bagian dari kesan yang dirasakan pengunjung ketika
datang ke museum.
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa citra museum dipengaruhi
oleh orientasi pasar dan kapabilitas unik yang dimiliki oleh pengelola museum.
Jika dikaitkan dengan fungsi museum seperti yang dikemukakan oleh beberapa
ahli, secara empirik menunjukkan bahwa pengelola mengembangkan museum
sehingga memiliki berbagai fungsi, mulai dari tradisional sampai peran modern.
Fungsi tersebut dipersepsikan sebagai citra atau kesan dari pengunjung yang
datang. Kekuatan kesan (citra) yang terbentuk berasal dari upaya pengelola untuk
memahami pengunjung (orientasi pasar) dan memaksimalkan kapabilitas unik
yang dimiliki.
4.4.1 Pengaruh Orientasi Pasar terhadap Citra Museum Sejarah
Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia
Tabel berikut ini ditampilkan hasil pengujian hipotesis 3:
172
Tabel 4.6
Pengujian Hipotesis 3
Hipotesis SE() t hitung R2 Kesimpulan
Orientasi Pasar ->
Citra 0,269 0,093 2,895* 0,245
H1 diterima
Sumber: Hasil Pengolahan Data 2018
* signifikan pada =0.05 (t table =2,02)
Pada Tabel 4.6 di atas diketahui bahwa secara variabel orientasi pasar
berpengaruh signifikan terhadap citra (hipotesis diterima, t hitung > t tabel)
dengan besarnya koefisien determinasi R2 sebesar 24,5%.
Orientasi pasar berperan dalam pengembangan citra. Orientasi pasar pada
museum dalam meningkatkan citra lebih dominan dibentuk oleh orientasi pesaing
(0,996), kemudian oleh orientasi pelanggan (0,995), dan koordinasi antarfungsi
(0,963). Orientasi pesaing berarti manajemen mampu untuk memanfaatkan
potensi kolaboratif dengan organisasi lainnya, penyediaan layanan alternatif yang
dapat memuaskan jenis pilihan pengunjung, mempertimbangkan jenis kompetisi
yang berbeda dengan pesaing, dan memahami konsumen potensial pilihan
pengunjung. Sementara itu, dari hasil penelitian deskriptif diketahui bahwa
manajemen lebih dominan mengembangkan koordinasi antarfungsi dibandingkan
mengembangkan orientasi pesaing.
Orientasi pesaing dilakukan dengan memanfaatkan potensi kolaboratif
dengan organisasi lainnya, penyediaan layanan alternatif yang dapat memuaskan
jenis pilihan pengunjung, mempertimbangkan jenis kompetisi yang berbeda
dengan pesaing, dan memahami konsumen potensial pilihan pengunjung. Jadi dari
hasil tersebut dapat dikatakan bahwa jika pengelola mampu meningkatkan
173
orientasi pesaing dengan lebih baik maka penciptaan nilai museum akan lebih
meningkat. Sementara kita tahu bahwa museum sebagai destinasi wisata memiliki
pesaing yang lebih banyak dari dari segi destinasi wisata non sejarah yang
menjanjikan daya tarik yang lebih.
Sementara itu, orientasi pelanggan, menunjukkan sejauhmana pengelola
mampu memahami; persepsi kebutuhan, dan keinginan dari target pasar museum,
meningkatkan kepuasan pengunjung dalam hal desain, komunikasi, tarif dan
pelayanan yang tepat dan kompetitif; kepentingan pelanggan dalam penyusunan
perencanaan eksibisi, program dan aktivitasnya; mempelajari pengunjung secara
ekstensif untuk menentukan kebutuhan, persepsi, dan preferensi pengunjungnya,
mengidentifikasi segmen pasar dengan kepentingan dan kebutuhan yang berbeda,
dan menjalankan program dan pengalaman kepada masing-masing segmen
pengunjung. Sementara koordinasi antarfungsi dilakukan dengan mengumpulkan
infomasi eksternal dan menggunakannya serta dalam menawarkan nilai yang
superior. Hasil penelitian deskritif menunjukkan bahwa secara rata-rata, pihak
pengelola masih belum memiliki kemampuan yang baik dalam mengembangkan
orientasi pasar, sehingga menyebabkan citra museum belum baik.
Hasil pengujian hipotesis ini mendukung temuan Abdollah Norouzi et al.
(2013) bahwa faktor efektif utama faktor nilai yang dirasakan pelanggan adalah
citra merek, citra perusahaan, kepercayaan karyawan, kepercayaan perusahaan,
kualitas layanan dan biaya; Ogunnaike, Akinbode, Onochie (2014) menemukan
bahwa orientasi siswa dan orientasi intra-fungsional berpengaruh positif terhadap
citra perusahaan yang dirasakan.
174
Hasil pengujian hipotesis ini juga mendukung temuan Urde, Baumgarth,
Merrilees (2011) menghasilkan tiga kontribusi yaitu : mengidentifikasi matriks
orientasi merek dan orientasi pasar, penekanan pada tipe orientasi baru, yaitu
hibrida antara orientasi pasar dan orientasi merek, dan mengartikulasikan lintasan
khas untuk mengembangkan orientasi; serta Seo-Yoon Jung, Kyeong-Hyo Jung,
Jae-Ik Shin (2016) yang mengungkapkan bahwa pada produsen kecil dan
menengah, pemasaran internal secara positif mempengaruhi orientasi pasar dan
secara tidak langsung mempengaruhi citra perusahaan dan kinerja organisasi.
Orientasi pasar secara positif mempengaruhi citra perusahaan dan kinerja
organisasi.
4.4.2 Pengaruh Kapabilitas Unik terhadap Citra Museum Sejarah
Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia
Tabel berikut ini ditampilkan hasil pengujian hipotesis 4:
Tabel 4.7
Pengujian Hipotesis 4
Hipotesis SE() t hitung R2 Kesimpulan
Kapabilitas Unik ->
Citra 0,723 0,088 8,183* 0,696
H1 diterima
Sumber: Hasil Pengolahan Data 2018
* signifikan pada =0.05 (t table =2,02)
Pada Tabel 4.7 di atas diketahui bahwa secara variabel kapabilitas unik
berpengaruh signifikan terhadap citra (hipotesis diterima, t hitung > t tabel)
dengan besarnya koefisien determinasi R2 sebesar 69.6%.
175
Hasil pengujian hipotesis ini menggambarkan bahwa citra museum
perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia lebih dominan didorong oleh
kapabilitas unik yang dikembangkan oleh manajemen dibandingkan oleh
pengembangan orientasi pasar. Citra museum lebih dominan ditunjang oleh aset
berwujud (koefisien sebesar 0,966), yang ditunjang dengan aset tidak berwujud
(0,949) dan kapabilitas organisasi (0,946). Aset berwujud meliputi lokasi yang
strategis, kelengkapan fasilitas musuem sejarah, kelengkapan sarana dan
prasarana, kepemilikan peralatan teknologi penunjang terkini, dan kecukupan
aspek finansial. Aset tidak berwujud mencakup kualitas pegawai, pengalaman
pegawai, dan pengembangan kapabilitas pegawai. Sementara kapabilitas
organisasi meliputi sistem logistik, pelayanan pengunjung yang efektif, dan
promosi yang efektif. Meskipun masih berada pada ketegori cukup, namun
ternyata kapabilitas unik mampu meningkatkan citra museum, apalagi jika sudah
mencapai posisi yang lebih unik, tentunya akan lebih berdampak pada
peningkatan citra museum. Ketiga aspek kapabilitas unik tersebut mampu
mempengaruhi penciptaan nilai, dimana aset berwujud memegang peranan yang
paling dominan. Sementara itu, dari segi implementasi pengembangan kapabilitas
unik, diketahui bahwa secara rata-rata pihak pengelola belum mampu secara
optimal mengembankan ketiga aspek tersebut, sehingga berdampak pada belum
tingginya citra museum dalam pandangan masyarakat.
Hasil pengujian hipotesis keempat tentang adanya pengaruh dari
kapabilitas unik terhadap citra, sejalan dengan temuan penelitian Siano, Kitchen,
Confetto (2010) yang mengidentifikasi elemen konvergen antara reputasi
176
perusahaan dan sumber daya keuangan. Mukherji, Mukherji, Schmehl (2011)
menemukan bahwa pengembangan kapabilitas internal yang unggul dan
penyesuaian strategi mempengaruhi reputasi. Lee dan Jungbae Roh (2012)
menemukan reputasi perusahaan secara signifikan berhubungan positif dengan
sebagian besar indeks ukuran kinerja perusahaan.
4.5 Pengaruh Orientasi Pasar dan Kapabilitas Unik terhadap Kinerja
Museum Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia
Hipotesis kelima dan keenam menguji pengaruh Orientasi Pasar dan
Kapabilitas Unik terhadap Kinerja Museum Sejarah Perjuangan Kemerdekaan
Republik Indonesia.
Orientasi
Pesaing
Koordinasi
antarfungsi
Orientasi Pasar
(ƹ1)
Orientasi
Pelanggan
Aset
Berwujud
Aset Tidak
Berwujud
Kapabilitas
Organisasi
0,995
0,996
0,963
Kapabilitas
Unik (ƹ2)
0,966
0,949
0,946
Kinerja Musium
(ŋ3)
0,090
0,173
Customer
Equity
fisiensi
pengelolaan
Pertumbuhan
pengunjung
0,944
0,972
0,966
0,934
Gambar 4.11 Pengujian Hipotesis 5 dan 6
177
Hasil penelitian menunjukkan bahwa orientasi pasar dan kapabilitas unik
tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap kinera museum. Friedman (2007)
melakukan penelitian terhadap kinerja museum, menurutnya jika ada peningkatan
kinerja di salah satu bidang akan menciptakan pengaruh negatif di bidang lainnya.
Sebagai contoh, museum kecil yang memiliki sedikit barang koleksi akan memilki
tingkat efisiensi yang tinggi terhadap penggunaan listrik dibandingkan museum
yang besar. Namun, tingkat pendapatan dan jumlah SDM museum kecil lebih
rendah dibandingkan museum yang besar (Cerquetti & Montella, 2015). Dengan
kata lain, variansi atau perbedaan museum yang diteliti, seperti ukuran, jumlah
benda koleksi, dan lain sebagainya, sangat tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa
indikator kinerja museum yang satu dan yang lain tidak dapat disamaratakan.
Dengan demikian, hasil temuan penelitian tersebut, mendukung alasan
mengapa orientasi pasar dan kapabilitas unik tidak memiliki pengaruh signifikan
terhadap kinerja museum.
4.5.1 Pengaruh Orientasi Pasar terhadap Kinerja Museum Sejarah
Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia
Tabel berikut ini ditampilkan hasil pengujian hipotesis 5:
Tabel 4.8
Pengujian Hipotesis 5
Hipotesis SE() t hitung R2 Kesimpulan
Orientasi Pasar -> Kinerja
Museum Sejarah 0,090 0,170 0,531 0,022 H1ditolak
Sumber: Hasil Pengolahan Data 2018
* signifikan pada =0.05 (t table =2,02)
178
Pada Tabel 4.8 di atas diketahui bahwa tidak terdapat pengaruh secara
signifikan dari orientasi pasar terhadap kinerja (hipotesis ditolak, t hitung < t
tabel).
Hasil pengujian tersebut dengan demikian bertolak belakang dengan
temuan penelitian Gholami dan Birjandi (2016) yang menemukan bahwa orientasi
pasar dan orientasi kewirausahaan berpengaruh signifikan pada kinerja organisasi.
Ul Hassan, Qureshi, Hasnain, Sharif, dan Hassan (2013) menemukan orientasi
pasar berpengaruh prositif terhadap kinerja organisasi melalui orientasi
pembelajaran. Hasil penelitian Eslahnia (2014) menunjukkan bahwa di antara
strategi orientasi pasar, orientasi pesaing memiliki hubungan tertinggi dengan
kinerja perusahaan, orientasi pelanggan memiliki hubungan terendah. Camarero
& Garrido (2008) menemukan bahwa kinerja sosial museum berhubungan dengan
kuat dengan orientasi pasar dan orientasi produk, sementara kinerja ekonomi
bergantung terutama pada hasil sosial dan manajemen yang terkoordinir.
4.5.2 Pengaruh Kapabilitas Unik terhadap Kinerja Museum Sejarah
Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia
Tabel berikut ini ditampilkan hasil pengujian hipotesis 6:
Tabel 4.9
Pengujian Hipotesis 6
Hipotesis SE() T hitung R2 Kesimpulan
Kapabilitas Unik -> Kinerja
Museum Sejarah 0,173 0,138 1,248 0,044 H1ditolak
Sumber: Hasil Pengolahan Data 2018
* signifikan pada =0.05 (t table =2,02)
179
Pada Tabel 4.9 di atas diketahui bahwa tidak terdapat pengaruh secara
signifikan dari kapabilitas unik terhadap kinerja (hipotesis ditolak, t hitung < t
tabel).
Temuan penelitian ini yang menunjukkan bahwa kapabilitas unik tidak
berdampak pada kinerja museum menunjukkan bantahan terhadap temuan
penelitian Shang, Guo, Huang (2010) menghasilkan asumsi ekonomi yang
mendasari teori struktur industri dan pandangan berbasis sumber daya dengan
menekankan pengaruh kognisi top manajemen pada tindakan strategis organisasi
dan kemampuan organisasi. Bagheri, Ebrahimpour, dan Ajirloo (2013)
menemukan bahwa kompetensi manajer memiliki dampak pada kinerja bisnis.
Yen (2013) menemukan pengaruh positif dari modal manusia terhadap
kemampuan inovatif. Unsur-unsur utama dari modal manusia tidak hanya
mencakup pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan, namun juga visi
pemimpin, keterbukaan pikiran, eksekusi, kemampuan meniru, dan
keanekaragaman fungsional. Kemampuan inovatif memediasi hubungan antara
modal manusia perusahaan dan kinerja organisasi
4.6 Hubungan Penciptaan Nilai dengan Citra Museum Sejarah Perjuangan
Kemerdekaan Republik Indonesia di Indonesia
Hipotesis ketujuh menguji hubungan Penciptaan nilai dan Citra Museum
Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia
180
Penciptaan Nilai
(ŋ1)
Manfaat
Domain Bisnis
Mitra Bisnis
0,952
0,973
0,980
0,868Citra
(ŋ2)
Event
Median
Ruang Fisik
0,970
0,979
0,983
Sikap dan
Keterampilan
0,960
Gambar 4.12
Pengujian Hipotesis 7
Pada bagian berikut akan dijelaskan hasil pengujian hipotesis secara parsial:
Tabel 4.10
Pengujian Hipotesis 7
Hipotesis Ρ R2 t hitung Kesimpulan
Penciptaan nilai Citra
Museum 0.868 0.753 11,185* H1 diterima
* signifikan pada =0.05 (t table =2,02)
Pada tabel di atas diketahui bahwa terdapat hubungan yang positif dan
signifikan antara Penciptaan Nilai dan Citra Museum.
Hasil penelitian tersebut menggambarkan bahwa peningkatan dalam
penciptaan nilai berhubungan dengan peningkatan dalam citra museum.
Penciptaan nilai museum dalam hubungannya dengan citra lebih dominan
dibentuk oleh aspek mitra bisnis (0,980), kemudian ditunjang oleh aspek domain
bisnis (0,973), dan manfaat bagi pelanggan (0,952). Pengembangan mitra bisnis
bagi museum dilakukan dengan melakukan kerjasama dengan berbagai instansi
181
terkait, dengan institusi pendidikan dan dengan pihak lateral. Kerja sama dengan
pihak-pihak tersebut terutama yang mendorong terciptanya penciptaan nilai yang
berhubungan dengan meningkatnya citra museum.
Citra museum dalam hubungannya dengan penciptaan nilai lebih dominan
dibentuk oleh aspek ruang fisik (0,983), kemudian ditunjang dengan aspek media
(0,979), event (0,970), dan sikap dan keterampilan pegawai (0,960). Ruang fisik
pada aspek rancangan gedung, rancangan interior, tata letak benda, dan kualitas
material yang digunakan, terbukti memberikan dampak terbesar dalam
membentuk citra museum. Disamping itu, media juga merupakan aspek
pembentuk citra museum. Kemampuan manajemen dalam memanfaatkan media
informasi dan media sosial untuk melakukan promosi mampu meningkatkan citra
museum.
Sementara event yang diadakan untuk mendongkrak citra museum
bergantung pada sejauhmana intensitas event yang diselenggarakan oleh pihak
museum, dan intensitas kunjungan ke institusi pendidikan untuk mempromosikan
museum. Selain itu, sikap dan keterampilan pegawai juga memberikan peranan
penting dalam menciptakan citra museum. Sikap pegawai yang profesional,
keterampilan karyawan dalam memberikan pelayanan kepada pengunjung, dan
keterampilan pegawai dalam memanfaatkan media informasi menjadi penunjang
dalam terciptanya citra museum yang baik di mata masyarakat dan
pengunjungnya.
Hasil pengujian yang menunjukkan adanya hubungan antara penciptaan
nilai dan citra museum, menunjukkan dukungan terhadap hasil penelitian Jurisic
182
dan Azevedo (2011) yang membahas pasar komunikasi bergerak Portugis dari
sudut pandang hubungan-pemasaran dan meninjau anteseden hubungan antara
pelanggan dan merek. Perusahaan telekomunikasi Portugis membangun database
pelanggan untuk mengelola hubungan dengan merek perusahaan, tetapi hasil
penelitian menunjukkan perusahaan memiliki sikap terhadap merek mereka,
reputasi, kesukuan atau kepuasan dengan merek yang tidak sama.
Hasil pengujian hipotesis ini juga mendukung temuan Ober-Heilig,
Bekmeier-Feuerhahn, dan Sikkenga (2014) yang menunjukkan adanya dampak
positif dari rancangan pengalaman multidimensi terhadap peserta dengan
keterlibatan rendah mengenai perilaku merek yang sesuai, seperti loyalitas dan
diferensiasi yang dirasakan. Ada juga pengaruh positif terhadap tujuan
kelembagaan seperti melihat museum sebagai panutan dan perubahan sikap positif
terhadap museum pada umumnya.
Majdoub (2014) menyajikan landasan teoritis dan pandangan holistik
tentang nilai pelanggan, yang mencakup spektrum besar pengalaman konsumen.
Organisasi di sektor budaya dan warisan budaya, yang mengembangkan
pemahaman nilai, penciptaan nilai dan pengalaman yang lebih baik dapat
mengembangkan keuntungan yang signifikan. Selanjutnya, destinasi wisata harus
dirancang sebagai pembangun pengalaman, dan penyedia pariwisata perlu
menciptakan "lingkungan pengalaman", yang mengintegrasikan sumber daya
untuk menciptakan pengalaman bernilai tinggi, dan memperbaiki cara mereka
mengelola semua proses.
183
Hanley, Baker, dan Pavlidis (2018) melakukan penelitian terkait dengan
upaya penciptaan nilai di museum dengan mengaplikasikan model value creation
framework (VCF). Sebelumnya, VCF dikembangkan oleh Wenger, Trayner, dan
de Laat (2011) untuk mengembangkan nilai agar dapat meningkatkan peran
masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan. VCF memampukan aspek
nilai yang tak berwujud dalam organisasi untuk digunakan bagi pengembangan
organisasi.
Scott (2009) mengkaji nilai sebagai prinsip organisasi yang merupakan
suatu janji yang yang akan menjamin keberlangsungan museum di masa depan.
Scott menjelaskan ragam nilai ke dalam beberapa jenis, seperti nilai intrinsik
(intrinsic value), nilai institusi (institutional value), nilai dalam masyarakat
(public value) dan nilai yang digunakan (use value). Nilai yang diciptakan
tersebut akan mempengaruhi kesan atau citra yang akan dirasakan oleh
pengunjung.
4.7 Pengaruh Penciptaan Nilai dan Citra terhadap Kinerja Museum
Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia di Indonesia
Hipotesis kedelapan dan kesembilan menguji pengaruh Penciptaan nilai
dan Citra terhadap Kinerja Museum Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Republik
Indonesia.
184
Penciptaan Nilai
(ŋ1)
Manfaat
Domain Bisnis
Mitra Bisnis
0,952
0,973
0,980
0,868
Citra
(ŋ2)
Event
Median
Ruang Fisik
0,970
0,979
0,983
Sikap dan
Keterampilan
0,960
Kinerja Musium
(ŋ3)
0,292
0,424
Customer
Equity
fisiensi
pengelolaan
Pertumbuhan
pengunjung
0,944
0,972
0,966
0,520
Gambar 4.13
Pengujian Hipotesis 8 dan 9
Penelitian yang dilakukan oleh Pop & Borza (2016), menghasilkan
beberapa indikator kinerja museum, yang meliputi:
1. Jumlah pengunjung per tahun ke museum dan mengikuti acara serta
program museum meningkat setiap tahun;
2. Media dan masyarakat memperbincangkan museum, yang dapat diukur
melalui jumlah artikel yang dipublikasikan tentang aktivitas museum,
jumlah penyebutan nama yang direkam oleh mesin pencari (misalnya
Google), jumlah pengguna sosial media yang menyukai laman mayantara
dari museum, dan lain sebagainya;
3. Banyak pihak yang mengajak museum bekerja sama, dengan kata lain
museum memiliki tingkat kredibilitas dan citra yang tinggi.
185
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa jika pengunjung datang
secara konsisten dan museum menjadi perbincangan publik, memiliki makna
bahwa museum tersebut memiliki nilai yang baik. Hal ini juga menunjukkan
bahwa upaya penciptaan nilai yang dilakukan oleh museum memiliki pengaruh
terhadap kinerja. Selanjutnya, citra yang baik juga akan mempengaruhi kinerja
museum sehingga banyak pihak yang bersedia untuk menjalin kolaborasi dengan
museum tersebut.
4.7.1 Pengaruh Penciptaan Nilai terhadap Kinerja Museum Sejarah
Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia
Tabel berikut ini ditampilkan hasil pengujian hipotesis 8:
Tabel 4.11
Pengujian Hipotesis 8
Hipotesis SE() T hitung R2 Kesimpulan
Penciptaan Nilai ->
Kinerja Museum
Sejarah
0,292 0,075 3,908* 0,193
H1diterima
Sumber: Hasil Pengolahan Data 2018
* signifikan pada =0.05 (t table =2,02)
Pada Tabel 4.11 di atas diketahui bahwa terdapat pengaruh signifikan dari
penciptaan nilai terhadap kinerja (t hitung > t tabel) dengan R2 sebesar 19.3%.
Penciptaan nilai memberikan kontribusi terhadap peningkatan kinerja
museum perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Penciptaan nilai museum
dalam meningkatkan kinerja museum dibentuk terutama dengan mengembangkan
aspek mitra bisnis (0,980), kemudian domain bisnis (0,973), dan manfaat bagi
pelanggan (0,952).
186
Pengembangan mitra bisnis bagi museum dilakukan melalui penggalangan
kerjasama dengan berbagai instanti terkait, dengan institusi pendidikan dan
dengan pihak lateral. Kerja sama dengan pihak-pihak tersebut terutama yang
mendorong terciptanya penciptaan nilai yang berhubungan dengan meningkatnya
citra museum. Sementara itu, domain bisnis museum terbukti ditunjang dengan
adanya standar pelayanan kepada pengunjung dan penciptaan keunikan museum
sejarah dibanding dengan museum yang lain.
Di samping itu, peningkatan kinerja museum juga terbukti dibentuk oleh
aspek manfaat bagi pelanggan melalui upaya manajemen untuk memahami
keinginan pengunjung dan manfaat psikologis apa yang pengunjung rasakan
ketika mengunjungi museum tersebut. Seluruh aspek-aspek tersebut terbukti
memberikan pengaruh pada peningkatan penciptaan nilai untuk meningkatkan
kinerja museum sejarah.
Hasil pengujian tersebut menunjukkan dukungan terhadap penelitian
Ramezani, Soenen, Jung (2002) yang mengungkapkan bahwa perusahaan dengan
pertumbuhan penjualan atau pendapatan menunjukkan tingkat pengembalian
tertinggi dan penciptaan nilai dari pemiliknya. Veselinova dan Samonikov (2013)
menemukan bahwa rantai nilai perusahaan memberikan dasar untuk kinerja yang
sukses dalam bisnis. Selain itu, Zorloni (2012) mengidentifikasi sembilan area
yang sangat penting bagi keberhasilan sebagian besar museum yaitu :
melestarikan koleksi, memperkuat penelitian, meningkatkan keterlibatan publik,
memaksimalkan kolaborasi, melayani misi melalui keunggulan organisasi,
menarik dan mengembangkan kapasitas staf, meningkatkan penelitian tentang
187
pesaing, memajukan tata kelola dan akuntabilitas museum, dan mengelola serta
meningkatkan dukungan finansial.
4.7.2 Pengaruh Citra terhadap Kinerja Museum Sejarah Perjuangan
Kemerdekaan Republik Indonesia di Indonesia
Tabel berikut ini ditampilkan hasil pengujian hipotesis 9:
Tabel 4.12
Pengujian Hipotesis 9
Hipotesis SE() T hitung R2 Kesimpulan
Citra-> Kinerja
Museum Sejarah 0,424 0,186 2,283* 0,287
H1diterima
Sumber: Hasil Pengolahan Data 2018
* signifikan pada =0.05 (t table =2,02)
Pada Tabel 4.12 di atas diketahui bahwa terdapat pengaruh signifikan dari
citraterhadap kinerja ( t hitung > t tabel) dengan R2 sebesar 28.7%.
Pada hasil pengujian hipotesis 9 diketahui bahwa citra memberikan
dampak lebih besar dibandingkan penciptaan nilai dalam meningkatkan kinerja
museum. Dengan demikian pengembangan citra menjadi pendorong utama dalam
meningkatkan kinerja museum. Citra museum dalam mendorong kinerja terutama
dibentuk oleh ruang fisik (0,983), kemudian media (0,979), event (0,970), serta
sikap dan keterampilan (0,960). Jadi ruang fisik harus mendapatkan prioritas
terrtinggi dalam upaya meningkatkan citra museum untuk meningkatkan kinerja
museum.
Ruang fisik pada aspek rancangan gedung, rancangan interior, tata letak
benda, dan kualitas material yang digunakan, terbukti memberikan dampak
188
terbesar dalam membentuk citra museum. Disamping itu, media juga merupakan
aspek pembentuk citra museum. Kemampuan manajemen dalam memanfaatkan
media informasi dan media sosial untuk melakukan promosi mampu
meningkatkan citra museum. Sementara event yang diadakan untuk mendongkrak
citra museum bergantung pada sejauhmana intensitas event yang diselenggarakan
oleh pihak museum, dan intensitas kunjungan ke institusi pendidikan untuk
mempromosikan museum. Selain itu, sikap dan keterampilan pegawai juga
memberikan peranan penting dalam menciptakan citra museum. Sikap pegawai
yang profesional, keterampilan karyawan dalam memberikan pelayanan kepada
pengunjung, dan keterampilan pegawai dalam memanfaatkan media informasi
menjadi penunjang dalam terciptanya citra museum yang baik di mata masyarakat
dan pengunjungnya.
Hasil pengujian hipotesis ini mendukung temuan Sahu dan Pratihari
(2015) bahwa citra perusahaan akan menyebabkan sikap positif di antara para
stakeholder dan pelanggan, yang selanjutnya menyebabkan tercapainya
keunggulan kompetitif yang berkelanjutan dan tingkat yang pasti dari kinerja
perusahaan. Selain itu, hasil pengujian hipotesis ini juga mendukung temuan
penelitian Ranjan & Das (2015) bahwa citra memiliki keterkaitan meski tidak
kuat dengan kinerja ekonomi. Selain itu, dari hasil wawancara dalam penelitian
Nenonen, Hämäläinen, Heikkilä, Reiman, & Tappura (2015) diketahui bahwa efek
citra dalam mempengaruhi reputasi dan selanjutnya mempengaruhi profitabilitas
operasi.
189
Begitu pula dengan penelitian Pop dan Borza (2016) yang menyimpulkan
bahwa setiap perbaikan kualitas berdampak positif pada keberlanjutan budaya dan
sosial museum. Pada awalnya peningkatan kualitas menghasilkan serangkaian
biaya yang berdampak pada keberlanjutan ekonomi. Namun, dalam jangka
panjang biaya ini akan terlampaui oleh pendapatan lebih tinggi yang dihasilkan
sebagai hasil dari jumlah pengunjung yang lebih banyak. Untuk mencapai
berkelanjutan, dan mengatasi tantangan lingkungan, museum harus berusaha keras
untuk memperbaiki kualitas produk, layanan dan pengalaman yang mereka
tawarkan kepada pengunjung mereka. Dengan mempertimbangkan komponen
sosial keberlanjutan, serta fakta bahwa kualitas terkait langsung dengan kepuasan
konsumen, dapat dikatakan bahwa setiap proses untuk menilai keberlanjutan suatu
museum harus mencakup, antara lain, pengukuran kualitas produk, layanan dan
pengalaman yang ditawarkan masing-masing museum.
4.8 Pengaruh Orientasi Pasar dan Kapabilitas Unik terhadap Kinerja
melalui Penciptaan Nilai Museum Sejarah Perjuangan Kemerdekaan
Republik Indonesia
Hipotesis sepuluh dan sebelas menguji pengaruh Orientasi Pasar dan
Kapabilitas Unik terhadap Kinerja melalui Penciptaan Nilai Museum Sejarah
Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia.
190
Orientasi
Pesaing
Koordinasi
antarfungsi
Orientasi Pasar
(ƹ1)
Orientasi
Pelanggan
Aset
Berwujud
Aset Tidak
Berwujud
Kapabilitas
Organisasi
0,995
0,996
0,963
Kapabilitas
Unik (ƹ2)
0,966
0,949
0,946
Penciptaan Nilai
(ŋ1)
0,467
0,448
Kinerja Musium
(ŋ3)
0,292 Customer
Equity
fisiensi
pengelolaan
Pertumbuhan
pengunjung
0,944
0,972
0,966
0,733
Gambar 4.14 Pengujian Hipotesis 10 dan 11
Orientasi pasar di museum melibatkan berbagai pihak, tidak hanya
pengunjung, melainkan sponsor, donor, rekan kerja dan pengunjung (Bakhshi and
Throsby, 2009). Orientasi pasar dapat ditempatkan pada filosofi
perusahaan/organisasi untuk menghasilkan profit dan menjaga nilai yang
diunggulkan. Dengan demikian, pemahaman terhadap kebutuhan dan keinginan
sponsor, donor, rekan kerja dan pengunjung serta upaya untuk memanifestasikan
pemahaman tersebut dengan kapabilitas unik yang dimiliki museum akan
mempengaruhi nilai yang akan diberikan kepada pengunjung museum.
191
4.8.1 Pengaruh Orientasi Pasar terhadap Kinerja melalui Penciptaan
Nilai Museum Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia
Pada bagian berikut akan dijelaskan hasil pengujian hipotesis 10.
Tabel 4.13
Pengujian Hipotesis 10
Hipotesis β SE(β) z hitung Kesimpulan
Orientasi Pasar-> Penciptaan
Nilai->Kinerja Museum 0,136 0,043 3,199** H1
diterima
**sobel test ,signifikan pada =0.05 (z table =1.98)
Pada tabel di atas menunjukkan bahwa dengan menggunakan uji sobel
diketahui orientasi pasar berpengaruh signifikan terhadap kinerja melalui
penciptaan nilai (z hitung> z tabel) dan besarnya pengaruh sebesar 0.136 (R2=
13,6%).
Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa orientasi pasar mampu
meningkatkan upaya penciptaan nilai yang berdampak pada peningkatan kinerja
museum.
4.8.2 Pengaruh Kapabilitas Unik terhadap Kinerja melalui Penciptaan
Nilai Museum Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia
Pada bagian berikut akan dijelaskan hasil pengujian hipotesis 11:
Tabel 4.14
Pengujian Hipotesis 11
Hipotesis β SE(β) Z hitung Kesimpulan
Kapabilitas Unik -> Penciptaan
Nilai->Kinerja Museum 0,131 0,041 3,158** H1
diterima
**sobel test, signifikan pada =0.05 (z table =1.98)
192
Pada tabel di atas menunjukkan bahwa dengan menggunakan uji sobel
diketahui kapabilitas unik berpengaruh signifikan terhadap kinerja melalui
penciptaan nilai (z hitung> z tabel) dan besarnya pengaruh sebesar 0.131 (R2=
13,1%).
Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa kapabilitas unik mampu
meningkatkan upaya penciptaan nilai yang berdampak pada peningkatan kinerja
museum.
4.9 Pengaruh Orientasi Pasar dan Kapabilitas Unik terhadap Kinerja
melalui Citra Museum Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Republik
Indonesia
Hipotesis dua belas dan tiga belas menguji pengaruh Orientasi Pasar dan
Kapabilitas Unik terhadap Kinerja melalui Citra Museum Sejarah Perjuangan
Kemerdekaan Republik Indonesia.
193
Orientasi
Pesaing
Koordinasi
antarfungsi
Orientasi Pasar
(ƹ1)
Orientasi
Pelanggan
Aset
Berwujud
Aset Tidak
Berwujud
Kapabilitas
Organisasi
0,995
0,996
0,963
Kapabilitas
Unik (ƹ2)
0,966
0,949
0,946
Citra
(ŋ2)
0,269
0,723
Kinerja Musium
(ŋ3)
0,424
Customer
Equity
fisiensi
pengelolaan
Pertumbuhan
pengunjung
0,944
0,972
0,966
0,579
Gambar 4.15 Pengujian Hipotesis 12 dan 13
Beberapa penelitian terdahulu mengkaji keterkaitan antara orientasi pasar
dan kinerja, seperti Balabanis, Stables, and Hugh (1997); Gainer and Padanyi
(2005); Voss, Weiss and Voss (2000). Adapun apabila terdapat variabel citra yang
memoderasi keterkaitan antara orientasi pasar dan kapabilitas unik yang dimiliki
oleh pengelola museum, maka akan mempengaruhi kinerja menjadi lebih baik.
194
4.9.1 Pengaruh Orientasi Pasar terhadap Kinerja melalui CitraMuseum
Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia
Pada bagian berikut akan dijelaskan hasil pengujian hipotesis 12:
Tabel 4.15
Pengujian Hipotesis 12
Hipotesis β SE(β) z hitung Kesimpulan
Orientasi Pasar->Citra-
>Kinerja Museum 0,114 0,049 2,342**
H1
diterima
**sobel test,signifikan pada =0.05 (z table =1.98)
Pada tabel di atas menunjukkan bahwa dengan menggunakan uji sobel
diketahui orientasi pasar berpengaruh signifikan terhadap kinerja melalui citra (z
hitung> z tabel) dan besarnya pengaruh sebesar 0.114 (R2= 11.4%).
Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa orientasi pasar mampu
meningkatkan upaya Citra yang berdampak pada peningkatan kinerja museum.
4.9.2 Pengaruh Kapabilitas Unik terhadap Kinerja melalui CitraMuseum
Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia
Pada bagian berikut akan dijelaskan hasil pengujian hipotesis 13:
Tabel 4.16
Pengujian Hipotesis 13
Hipotesis β SE(β) z hitung Kesimpulan
Kapabilitas Unik ->Citra-
>Kinerja Museum 0,307 0,085 3,599** H1
diterima
**sobel test ,signifikan pada =0.05 (z table =1.8
195
Tabel di atas menunjukkan bahwa dengan menggunakan uji sobel
diketahui kapabilitas unik berpengaruh signifikan terhadap kinerja museum
melalui citra (z hitung> z tabel ) dan besarnya pengaruh sebesar 0.114 (R2=
30.7%).
Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa kapabilitas unik mampu
meningkatkan upaya Citra yang berdampak pada peningkatan kinerja museum.
Berkaitan dengan hasil pengujian hipotesis 12 dan 13 yang
mengungkapkan bahwa orientasi pasar dan kapabilitas unik berpengaruh pada
penciptaan nilai dan citra yang berimplikasi pada kinerja museum, tampaknya
sejalan dengan panduan yang diberikan oleh UNESCO. UNESCO menyusun
Pratical Guide For Museum Revitalisation In Indonesia, yang juga dapat
dikembangkan oleh pengelola museum sejarah perjuangan kemerdekaan
Indonesia. Panduan Praktis untuk Revitalisasi Museum di Indonesia tersebut
didasarkan pada hasil evaluasi, diskusi dan konsultasi antara Kantor UNESCO, di
Jakarta dan Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, yang
mengevaluasi keseluruhan kondisi museum di Indonesia dan mengidentifikasi
tindakan yang tepat dan langkah-langkah untuk revitalisasi museum yang
direncanakan. Dimana poin-poin pada panduan praktis tersebut berkaitan dengan
aspek-aspek :
1. The appearance of museum, yang mencakup lokasi museum, eksterior,
interior, tata letak dalam museum, dan fasilitas muka bangunan.
196
2. Collection management, mencakup fasilitas penyimpanan, konservasi,
registrasi dan inventori, keamanan, akuisisi objek koleksi, penghentian
objek, jaminan, dan perlengkapan.
3. Staff management, mencakup rekrutmen dan kualifikasi staf, deskripsi
pekerjaan, pelatihan staf, perencanaan suksesi, dan fasilitas staf.
4. Generaal administration, mencakup perencanaan strategis museum,
pelaporan tahunan museum, penilaian kesiapan risiko, perencanaan
pascabencana, publisitas dan hubungan masyarakat, pendidikan,
kebijakan penelitian, akses yang dinonaktifkan
5. Partnership and networking, mencakup hubungan nasional, hubungan
internasional, dan program publik.
4.10 Novelty Penelitian
Berdasarkan hasil analisis pengujian hipotesis di atas, maka dapat
ditemukan suatu model sebagaimana yang terlihat pada Gambar 4.16:
197
Orientasi
Pesaing
Koordinasi
antarfungsi
Orientasi Pasar
(ƹ1)
Orientasi
Pelanggan
Aset
Berwujud
Aset Tidak
Berwujud
Kapabilitas
Organisasi
0,995
0,996
0,963
Kapabilitas
Unik (ƹ2)
0,966
0,949
0,946
Penciptaan Nilai
(ŋ1)
0.467
0.448
Kinerja Musium
(ŋ3)
0.292
Citra
(ŋ2)
0.269
0.723
0.424
0.090
0.868
0.173
0.136
0.131
0.114
0.307
Gambar 4.16
Temuan Hasil Penelitian
Sumber: Hasil Pengolahan Data 2018
Hasil penelitian tersebut menggambarkan bahwa: orientasi pasar memiliki
pengaruh yang lebih besar yaitu sebesar 40,4% dalam meningkatkan penciptaan
nilai museum dibandingkan kapabilitas unik dengan besar pengaruh sebesar
38,7%; kapabilitas unik memiliki pengaruh yang lebih besar yaitu 69,6%
dibandingkan orientasi pasar yaitu sebesar 24,5% dalam meningkatkan citra
museum; orientasi pasar hanya memiliki pengaruh sebesar 2,2% dan kapabilitas
unik sebesar 6,6% dalam meningkatkan kinerja museum; penciptaan nilai
berkorelasi sebesar 75,3% dengan citra museum; citra museum memberikan
pengaruh yang lebih besar yaitu 28,7% dibandingkan penciptaan nilai yang
memiliki pengaruh sebesar 19,3% dalam meningkatkan kinerja museum; orientasi
198
pasar memiliki pengaruh tidak langsung terhadap kinerja museum melalui
penciptaan nilai sebesar 2,2% dan melalui citra sebesar 11,4%; kapabilitas unik
memiliki pengaruh tidak langsung terhadap kinerja museum melalui penciptaan
nilai sebesar 13,1% dan melalui citra sebesar 30,7%.
Berdasarkan temuan penelitian dapat dikatakan bahwa peningkatan kinerja
museum sejarah perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia lebih besar
didorong oleh peningkatan citra museum yang ditunjang dengan pengembangan
penciptaan nilai. Penciptaan nilai terutama didorong oleh orientasi pasar,
sementara citra museum lebih besar dibentuk oleh kapabilitas unik. Sehingga
berdasarkan temuan ini dapat dikatakan bahwa kapabilitas unik dan orientasi
pasar memiliki peran yang signifikan dalam meningkatkan citra dan penciptaan
nilai untuk meningkatkan kinerja Museum Sejarah Perjuangan Kemerdekaan
Republik Indonesia.
Berdasarkan temuan penelitian di atas, maka terungkap novelty dalam
penelitian ini sebagai berikut :
Gambar 4.17 Novelty Penelitian
“MODEL REVITALISASI PENGEMBANGAN MUSEUM BERBASIS CO-
CREATION VALUE DI INDONESIA”
Orientasi
Pasar
Kapabilitas
Unik
Penciptaan
Nilai
Citra
Kinerja
Museum
199
Novelty tersebut mengungkapkan bahwa upaya untuk meningkatkan
kinerja Museum Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia yang
superior, perlu didukung oleh pengembangan citra dan penciptaan nilai melalui
pengembangan kapabilitas unik dan orientasi pasar. Kapabilitas unik memiliki
kontribusi yang lebih tinggi dibandingkan orientasi pasar dalam mempengaruhi
citra. Orientasi pasar memiliki kontribusi yang lebih tingi dibandingkan
kapabilitas unik dalam meningkatkan penciptaan nilai. Citra memiliki kontribusi
lebih tinggi daripada penciptaan nilai dalam meningkatkan kinerja museum.
Novelty tersebut diharapkan bermanfaat bagi manajemen Museum Sejarah
Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia dalam rangka meningkatkan kinerja
museum melalui upaya peningkatan citra museum yang ditunjang dengan
pengembangan penciptaan nilai. Untuk meningkatkan citra, terutama
dikembangkan kapabilitas unik, sementara untuk meningkatkan penciptaan nilai
terutama dikembangkan orientasi pasar.
200
Gambar 4.18
“Model Supit Urang/ Capit Udang” (Model WIDOKARTI, 2019)
Visualisasi Model Novelty Penelitian
Model Supit Urang (Model WIDOKARTI, 2019) ini terinspirasi strategi
Supit Urang (Capit Udang) yang digunakan Kolonel Sudirman (kelak kemudian
menjadi Panglima Besar berpangkat Jenderal) selaku Komandan Divisi V TKR
Karesidenan Banyumas dan Kedu pada salah satu peristiwa penting dalam
Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia yaitu pertempuran Palagan
Ambarawa yang terjadi pada tanggal 12 sd 16 Desember 1945 melawan tentara
Sekutu (Inggris) pimpinan Brigadir Jenderal Bethell yang diboncengi tentara
NICA-Belanda yang menduduki Ambarawa. Setelah Komandan Resimen Kedu
Tengah yaitu Letnan Kolonel Isdiman gugur pada fase awal pertempuran, maka
Kolonel Sudirman turun langsung memimpin pasukan Indonesia dan dengan
menggunakan Strategi Supit Urang ini berhasil menjepit dan menekan kedudukan
201
tentara Sekutu & NICA-Belanda sehingga akhirnya Ambarawa berhasil direbut
pasukan Indonesia kembali. Untuk mengenang Palagan Ambarawa tersebut
Pemerintah melalui Keppres No. 163 Tahun 1999 menetapkan tanggal 15
Desember sebagai hari Juang Kartika (sebelumnya adalah Hari Infantri TNI-AD).
Adapun rangkaian peristiwa pertempuran merebut Ambarawa, strategi, senjata
yang digunakan dan tokoh-tokoh yang terlibat ini diabadikan dalam Museum
Palagan Ambarawa – Jawa Tengah.
4.11 Usulan Penerapan Temuan Penelitian
Novelty (Model WIDOKARTI, 2019) dapat digunakan untuk menyusun
formula pemecahan masalah dalam upaya meningkatkan kinerja museum melalui
peningkatan citra dan penciptaan nilai yang didorong oleh pengembangan
kapabilitas unik dan orientasi pasar. Dalam hal ini pemecahan masalah diuraikan
melalui lima aspek utama yaitu tujuan pemecahan masalah, pemetaan strategi,
perumusan strategi operasional, rencana tindakan, serta evaluasi dan
pengendalian. Tahapan pemecahan masalah secara lengkap adalah sebagai
berikut:
4.11.1 Tujuan Usulan Penerapan Temuan Penelitian
Tujuan usulan penerapan temuan penelitian adalah untuk memberikan
rekomendasi dalam upaya meningkatkan kinerja Museum Sejarah Perjuangan
Kemerdekaan Republik Indonesia.
202
4.11.2 Pemetaan Strategi Bisnis
Pemetaan strategi ditujukan untuk mencapai tujuan usulan penerapan
temuan penelitian. Berdasarkan hasil dari masing-masing pengujian hipotesis
dapat dibuat peta strategi untuk mencapai tujuan usulan penerapan temuan
penelitian. Peta strategi dimulai dari penentuan variabel solusi, kemudian disusun
operasionalisasi variabel solusi atau merinci indikator variabel solusi sehingga
menjadi dimensi dan indikator atau saran yang kongkrit.
Berikut ini adalah pemetaan strategi peningkatan kinerja museum.
Tabel 4.17 Pemetaan Strategi Peningkatan Kinerja Museum
Pemetaan
Strategi Langkah Prioritas
Tingkat
Kontribusi
Pengaruh
Langkah Prioritas
Tingkat
Kontribusi
Pengaruh
Peningkatan
Kinerja
Museum
Pengembangan
Citra 28,7%
Pengembangan
Penciptaan Nilai 19,3%
Ruang Fisik 0,983 Mitra Bisnis 0,980
Media 0,979 Domain Bisnis 0,973
Event 0,970 Manfaat bagi
pelanggan
0,952
Sikap dan
Keterampilan
0,960
Berdasarkan tabel tersebut, peningkatan kinerja museum bertumpu pada
pengembangan citra yang ditunjang oleh pengembangan penciptaan nilai.
Pengembangan citra diprioritaskan pada aspek ruang fisik yang diikuti dengan
pengembangan pada aspek media, event, serta sikap dan keterampilan. Sementara
dalam mengembangkan penciptaan nilai lebih ditekankan pada aspek mitra bisnis
yang diikuti dengan pengembangan domain bisnis dan manfaat bagi pelanggan.
Pada halaman berikut ini adalah pemetaan strategi pengembangan citra:
203
Tabel 4.18 Pemetaan Strategi Peningkatan Citra
Pemetaan
Strategi
Langkah
Prioritas
Tingkat
Kontribusi
Pengaruh
Langkah Prioritas
Tingkat
Kontribusi
Pengaruh
Peningkatan
Citra
Museum
Pengembangan
Kapabilitas
Unik
69,6%
Pengembangan
Orientasi Pasar 24,5%
Aset berwujud 0,966 Orientasi pesaing 0,996
Aset tidak
berwujud
0,949 Orientasi pelanggan 0,995
Kapabilitas
organisasi
0,946 Koordinasi
antarfungsi
0,963
Berdasarkan tabel tersebut, peningkatan citra museum bertumpu pada
pengembangan kapabilitas unik yang ditunjang oleh pengembangan orientasi
pasar. Pengembangan kapabilitas unik diprioritaskan pada aspek aset berwujud
yang diikuti dengan pengembangan pada aspek aset tidak berwujud dan
kapabilitas organisasi. Sementara dalam mengembangkan orientasi pasar lebih
ditekankan pada aspek orientasi pesaing yang diikuti dengan pengembangan
orientasi pelanggan dan koordinasi antarfungsi.
Berikut ini adalah pemetaan strategi pengembangan penciptaan nilai:
Tabel 4.19 Pemetaan Strategi Peningkatan Penciptaan Nilai
Pemetaan
Strategi
Langkah
Prioritas
Tingkat
Kontribusi
Pengaruh
Langkah Prioritas
Tingkat
Kontribusi
Pengaruh
Peningkatan
Penciptaan
Nilai
Pengembangan
Orientasi Pasar 40,4%
Pengembangan
Kapabilitas Unik 38,7%
Orientasi pesaing 0,996 Aset berwujud 0,966
Orientasi
pelanggan
0,995 Aset tidak
berwujud
0,949
Koordinasi
antarfungsi
0,963 Kapabilitas
organisasi
0,946
204
Berdasarkan tabel tersebut, peningkatan penciptaan nilai museum
bertumpu pada pengembangan orientasi pasar yang ditunjang oleh pengembangan
kapabilitas unik. Upaya mengembangkan orientasi pasar lebih ditekankan pada
aspek orientasi pesaing yang diikuti dengan pengembangan orientasi pelanggan
dan koordinasi antarfungsi. Sementara pengembangan kapabilitas unik
diprioritaskan pada aspek aset berwujud yang diikuti dengan pengembangan pada
aspek aset tidak berwujud dan kapabilitas organisasi.
4.11.3 Usulan Perumusan Strategi
Merujuk pada temuan penelitian, maka diusulkan perumusan strategi
dalam upaya meningkatkan kinerja museum yang dituangkan berdasarkan tingkat
pengaruh dari masing-masing dimensi setiap variabel penelitian seperti yang
terungkap sebagai berikut:
a. Strategi Operasional Peningkatan Citra
Merujuk pada model temuan di atas yang mengungkapkan bahwa variabel
citra memberikan kontribusi tertinggi terhadap kinerja museum, maka di bawah
ini diungkapkan prioritas strategi operasional berdasarkan tingkat kontribusi
tertinggi dari masing-masing dimensi citra:
205
Tabel 4.20
Langkah Strategi Operasional Pengembangan Citra
No
Kajian Berdasarkan Metode
Kuantitatif
Kajian Berdasarkan Metode
Kualitatif
Langkah Strategi Operasional Crucial
Handling
Important
Handling
Moderate
Handling
1 Strategi Peningkatan Ruang Fisik
a. Peningkatan kualitas material x
b. Peningkatan rancangan gedung x
c. Peningkatan tata letak benda x
d. Peningkatan rancangan interior x
2 Strategi Peningkatan Media
a. Peningkatan pemanfaatan media
sosial untuk promosi
x
b. Peningkatan pemanfaatan media
informasi untuk promosi
x
3 Strategi Peningkatan Event
a. Peningkatan intensitas kunjungan
pengelola ke institusi pendidikan
untuk sosialisasi museum
x
b. Peningkatan intensitas event yang
diselenggarakan oleh museum
sejarah
x
4 Strategi Peningkatan Sikap dan
Keterampilan
a. Peningkatan keterampilan
karyawan dalam memberikan
pelayanan kepada pengunjung
x
b. Peningkatan keterampilan
pegawai dalam memanfaatkan
media informasi
x
c. Peningkatan profesionalisme
sikap pegawai
x
Sumber : Hasil Penelitian yang Diolah, 2018
206
Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa citra berpengaruh
signifikan dan memiliki tingkat pengaruh yang paling tinggi terhadap kinerja
museum, maka pengembangan citra menjadi fokus utama bagi manajemen
museum untuk meningkatkan kinerja museum. Hal itu dilakukan melalui
pengembangan ruang fisik, media, event, dan sikap dan keterampilan,
sebagaimana yang diuraikan pada tabel tersebut di atas.
b. Strategi Operasional Peningkatan Penciptaan Nilai
Merujuk pada model temuan di atas yang mengungkapkan bahwa variabel
penciptaan nilai memberikan kontribusi terhadapkinerja museum, maka di bawah
ini diungkapkan prioritas strategi operasional berdasarkan tingkat kontribusi
tertinggi dari masing-masing dimensi penciptaan nilai:
Tabel 4.21
Langkah Strategi Operasional Pengembangan Penciptaan Nilai
No
Kajian Berdasarkan Metode
Kuantitatif
Kajian Berdasarkan Metode
Kualitatif
Langkah Strategi Operasional Crucial
Handling
Important
Handling
Moderate
Handling
1 Strategi Peningkatan Mitra Bisnis
a. Peningkatan implementasi
kerjasama dengan instansi
terkait
X
b. Peningkatan implementasi
kerjasama dengan pihak
lateral
X
c. Peningkatan implementasi
kerjasama dengan institusi
pendidikan
X
2 Strategi Peningkatan Domain Bisnis
a. Peningkatan implementasi
standar pelayanan kepada
X
207
No
Kajian Berdasarkan Metode
Kuantitatif
Kajian Berdasarkan Metode
Kualitatif
Langkah Strategi Operasional Crucial
Handling
Important
Handling
Moderate
Handling
pengunjung
b. Peningkatan keunikan
museum dibanding yang lain
X
3 Strategi Peningkatan Manfaat bagi Pelanggan
a. Peningkatan manfaat
psikologis yang dirasakan
pengunjung museum
x
b. Peningkatan pemahaman
pengelola terhadap keinginan
pengunjung museum sejarah
x
Sumber : Hasil Penelitian yang Diolah, 2018
Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa penciptaan nilai
berpengaruh signifikan terhadap kinerja museum, maka pengembangan
penciptaan nilai menjadi fokus kedua setelah pengembangan citra bagi
manajemen museum untuk meningkatkan kinerja museum. Hal itu dilakukan
melalui pengembangan mitra bisnis, domain bisnis, dan manfaat bagi pelanggan,
sebagaimana yang diuraikan pada tabel tersebut di atas.
c. Strategi Operasional Peningkatan Kapabilitas Unik
Merujuk pada model temuan di atas yang mengungkapkan bahwa variabel
kapabilitas unik memberikan kontribusi terhadap citra dan penciptaan nilai, maka
di bawah ini diungkapkan prioritas strategi operasional berdasarkan tingkat
kontribusi tertinggi dari masing-masing dimensi kapabilitas unik:
208
Tabel 4.22
Langkah Strategi Operasional Pengembangan Kapabilitas Unik
No
Kajian Berdasarkan Metode
Kuantitatif
Kajian Berdasarkan Metode
Kualitatif
Langkah Strategi Operasional Crucial
Handling
Important
Handling
Moderate
Handling
1 Strategi Peningkatan Aset Berwujud
a. Peningkatan kecukupan
aspek finansial
x
b. Peningkatan kepemilikan
peralatan teknologi
penunjang terkini
x
c. Pemilihan kestrategisan
lokasi museum sejarah
x
d. Peningkatan kelengkapan
fasilitas Museum sejarah
x
e. Peningkatan kelengkapan
sarana dan prasarana
x
2 Strategi Peningkatan Aset Tidak Berwujud
a. Peningkatan kualitas
pegawai
x
b. Peningkatan implementasi
pengembangan kapabilitas
pegawai
x
c. Peningkatan pengalaman
pegawai
x
3 Strategi Peningkatan Kapabilitas Organisasi
a. Peningkatan implementasi
sistem logistik
x
b. Peningkatan implementasi
promosi yang efektif
x
c. Peningkatan implementasi
pelayanan pengunjung yang
efektif
x
Sumber : Hasil Penelitian yang Diolah, 2018
Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kapabilitas unik
berpengaruh signifikan dan memberikan pengaruh tertinggi terhadap citra, maka
209
pengembangan kapabilitas unik menjadi fokus pertama bagi pengembangan citra
oleh manajemen museum untuk meningkatkan kinerja museum. Hal itu dilakukan
melalui pengembangan aset berwujud, aset tidak berwujud, dan kapabilitas,
sebagaimana yang diuraikan pada tabel tersebut di atas.
a. Strategi Operasional Peningkatan Orientasi Pasar
Merujuk pada model temuan di atas yang mengungkapkan bahwa variabel
orientasi pasar memberikan kontribusi terhadap penciptaan nilai dan citra, maka di
bawah ini diungkapkan prioritas strategi operasional berdasarkan tingkat
kontribusi tertinggi dari masing-masing dimensi orientasi pasar:
Tabel 4.23
Langkah Strategi Operasional Pengembangan Orientasi Pasar
No
Kajian Berdasarkan Metode
Kuantitatif
Kajian Berdasarkan Metode
Kualitatif
Langkah Strategi Operasional Crucial
Handling
Important
Handling
Moderate
Handling
1 Strategi Peningkatan Orientasi Pesaing
a. Peningkatan kemampuan
manajemen untuk
mempertimbangkan jenis
kompetisi yang berbeda
dengan pesaing
X
b. Peningkatan kemampuan
manajemen untuk
memanfaatkan potensi
kolaboratif dengan
organisasi lainnya
X
c. Peningkatan kemampuan
menyediakan layanan
alternatif yang dapat
memuaskan jenis pilihan
pengunjung
X
210
No
Kajian Berdasarkan Metode
Kuantitatif
Kajian Berdasarkan Metode
Kualitatif
Langkah Strategi Operasional Crucial
Handling
Important
Handling
Moderate
Handling
d. Peningkatan kemampuan
manajemen untuk
memahami konsumen
potensial pilihan pengunjung
x
2 Strategi Peningkatan Orientasi Pelanggan
a. Peningkatan kemampuan
manajemen untuk
mengidentifikasi segmen
pasar dengan kepentingan
dan kebutuhan yang berbeda
x
b. Peningkatan pemahaman
manajemen terhadap
kepentingan pelanggan
dalam penyusunan
perencanaan eksibisi,
program dan aktivitasnya
x
c. Peningkatan kemampuan
manajemen untuk
menentukan persepsi,
kebutuhan, dan keinginan
dari target pasar museum
x
d. Peningkatan kepuasan
pengunjung dalam hal
desain, komunikasi, tarif dan
pelayanan yang tepat dan
kompetitif
x
e. Peningkatan kemampuan
manajemen untuk
menjalankan program dan
pengalaman kepada masing-
masing segmen pengunjung
x
f. Peningkatan kemampuan
manajemen untuk
mempelajari pengunjung
secara ekstensif untuk
menentukan kebutuhan,
persepsi, dan preferensi
pengunjungnya
x
211
No
Kajian Berdasarkan Metode
Kuantitatif
Kajian Berdasarkan Metode
Kualitatif
Langkah Strategi Operasional Crucial
Handling
Important
Handling
Moderate
Handling
3 Strategi Peningkatan Koordinasi antarfungsi
a. Peningkatan kemampuan
manajemen dalam
mengumpulkan infomasi
eksternal dan
menggunakannya
x
b. Peningkatan kemampuan
manajemen untuk
menawarkan nilai yang
superior
x
Sumber : Hasil Penelitian yang Diolah, 2018
Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa orientasi pasar
berpengaruh signifikan dan memberikan pengaruh lebih besar terhadap penciptaan
nilai maka pengembangan orientasi pasar menjadi fokus pertama bagi
pengembangan penciptaan nilai oleh manajemen museum untuk meningkatkan
kinerja museum. Hal itu dilakukan melalui pengembangan orientasi pesaing,
orientasi pelanggan, dan koordinasi antarfungsi, sebagaimana yang diuraikan pada
tabel tersebut di atas.
4.11.4 Usulan Penerapan Strategi
Berdasarkan hasil penelitian ini, disusun rencana tindakan untuk
menerapkan strategi yang telah dibuat dalam rangka menetapkan model
manajemen strategi untuk mencapai tujuan manajemen, dimana langkah-langkah
yang dilakukan merujuk kepada strategi operasional, sebagaimana disajikan pada
tabel berikut ini:
212
Tabel 4.24 Rencana Tindakan
Saran yang Diajukan Penanggung Jawab Waktu Pelaksanaan
Pengembangan Citra Bagaian R & D,
Pengembangan
Bisnis, Bagian
Pemasaran, Bagian
Umum
Progress dievaluasi setiap
6 bulan
Pengembangan
Penciptaan Nilai
Bagian Pemasaran,
Bagian Umum
Progress dievaluasi setiap
6 bulan
Pengembangan
Kapabilitas Unik
Bagian HRD, Bagian
Pengembangan
Bisnis, Bagian
Umum
Progress dievaluasi setiap
6 bulan
Pengembangan
Orientasi Pasar
Bagian Umum,
Bagian Pemasaran,
Bagian
Pengembangan
Bisnis
Kondisi Situasional
Sumber : Hasil Penelitian yang Diolah, 2018
4.11.5. Usulan Penerapan Monitoring dan Evaluasi
Pengendalian bisnis dilakukan melalui tindakan evaluasi dan
pengendalian. Apabila dalam model penelitian terdapat penyimpangan yang
diakibatkan kesalahan dalam penetapan strategi operasional, maka hasil evaluasi
tersebut menjadi bahan masukan perbaikan bagi manajemen museum.
213
Tabel 4.25
Rancangan Evaluasi dan Pengendalian Strategi
Variabel
Penelitian
Rancangan
Evaluasi
Rancangan
Pengendalian Hasil
Pengembangan
Citra
Ruang Fisik
Media
Event
Sikap dan
Keterampilan
Survey berkala
Pelatihan internal
Peningkatan citra
museum
Pertumbuhan
jumlah pengunjung
Pengembangan
Penciptaan
Nilai
Mitra bisnis
Domain
Bisnis
Manfaat bagi
pelanggan
Kerjasama dengan
pihak lain
Peningkatan
kepuasan
pengunjung
Pengembangan
Kapabilitas
Unik
Aset tidak
berwujud
Kapabilitas
organisasi
Aset
berwujud
Diklat internal untuk
peningkatan
kualifikasi dan
kapabilitas pegawai
Pemanfaatan media
infomasi
Peningkatan citra
museum
Pertumbuhan
jumlah pengunjung
Pengembangan
Orientasi Pasar
Orientasi
pesaing
Orientasi
pelanggan
Koordinasi
antarfumgsi
Survey berkala
Pemanfaatan media
informasi
Peningkatan jumlah
pengunjung
Peningkatan akses
ke pasar sasaran
Sumber: Hasil Penelitian yang Diolah, 2018