6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Video game
2.1.1 Definisi Video game
Video game adalah suatu interaktif video yang diproyeksikan dan
divisualisasikan melalui device berupa Personal Computer, video game console,
handphones atau smartphone, dan dedicated gaming machines seperti Nintendo
GameBoy Advance. Video game dalam beberapa penelitian sebelumnya dapat di
definisikan juga sebagai digital games, dimana terdapat input dari perlakuan oleh
gamer terhadap device yang kemudian akan di proses oleh processor sehingga
menghasilkan suatu output atau keluaran yang akan divisualisasikan melalui media
kedalam suatu permainan. Input, processor, maupun output dapat di interpretasikan
di dalam satu device atau dengan menggunakan beberapa device secara terpisah
(Kirriemuir & Mcfarlane, 2004).
Gamer merupakan sebutan orang yang bermain game. Terdapat pembagian
kedalam tiga jenis Gamer berdasarkan intensitas permainannya. Jenis gamer yang
pertama adalah non gamer. Seseorang dapat dikatakan sebagai non gamer apabila
pernah bermain video game tetapi bukan meupakan sebuah rutinitas dan dilakukan
dalam waktu luang, sedang bosan, telah retired atau berhenti dari bermain game.
Jenis yang kedua adalah casual gamer, dimana tipikal pemain ini adalah sering
bermain game dalam intensitas yang lama atau berjam-jam dalam kurun waktu satu
kali kesempatan bermain atau dapat bermain satu sampai dua kali dalam kurun
waktu sebulan dan selama hari libur-libur. Gamer jenis ketiga merupakan regular
7
gamer, dimana intensitas bermainnya selama satu kali selama seminggu atau gamer
yang sering bermain setiap hari (Fromme, 2003).
2.1.2 Jenis Video game
Berdasarkan database dari MobyGames di dalam website nya, video games
terbagi kedalam beberapa pembagian berdasarkan spesifikasi, tahun, dan genre. Di
dalam nya juga diberikan penjelasan mengenai genre yang ada yang terbagi
kedalam beberapa kategori, berdasarkan Herz sistem yang sama juga dijelaskan
mengenai pembagian kategori :
1) Action
Kategori ini dapat menjadi sub-kategori dari permainan tembak-
tembakan (Shooting games), dimana gamer dapat meng-input command
berupa berjalan, menunduk, berlari, memukul, menebas, menembak, dan
lain sebagainya sesuai dengan karakteristik dari permainan tersebut. Contoh
games dari kategori ini adalah Point Blank, Cross Fire, CZ GO, dan Grand
Theft Auto 5.
2) Role Playing Game
Video game kategori ini dimainkan dengan penekanan pada tokoh/
perwakilan sesuai dengan character yang terdapat di dalam suatu game atau
biasa disebut juga dengan bermain peran. Contoh games dari kategori ini
adalah elf, wizard, World of Warcraft, dan Ragnarok.
3) Adventure
Video game kategori ini menitikberatkan untuk mengekspolrasi,
menambang, menyelesaikan puzzle, dan membangun sesuai dengan task
atau misi yang telah diberikan, namun seringkali video game jenis ini
8
berkolaborasi dengan kategori lain. Contoh dari games ini adalah Bargon
Attack, Alice in Wonderland, Kings Quest, dan Grim Fandago.
4) Puzzle
Pemecahan teka-teki atau penyusunan balok merupakan characteristic
dari video game ini. Contoh dari game ini adalah tetris.
5) Simulation
Dimana gamer harus menyelesaikan suatu task atau misi untuk
mengontrol building, financial, dan place disuatu kota atau dalam suatu
ruangan tertentu. Contoh dari game ini adalah The Sims, Air Traffic
Controller, A-Train, dan The $1,000,000 Pyramid.
6) Sports
Video game yang merupakan adaptasi secara nyata dari real-sport
dimana gamer diposisikan sebagai seorang atlit untuk dapat beradaptasi dan
bermain dengan kelincahan dengan tujuan utama menjadi juara dalam setiap
bidang maupun sub-bidangnya. Contoh nya adalah PES 2017, FIFA, NBA,
dan All-Star Baseball.
7) Fighting
Melibatkan suatu character yang dikontrol menggunakan sistem
command yang di proyeksikan dari keyboard maupun mouse ke dalam
processor yang kemudian akan menghasilkan visualisasi dari suatu
pertarungan antar dua gamer atau dari seorang gamer dengan Artificial
Intelegence atau bot di dalam permainan. Contoh dari permainan ini yang
terkenal adalah Mortal Kombat.
9
8) Strategy
Video game kategori ini yang pada saat ini banyak dimainkan oleh para
gamer diseluruh dunia dimana mereka dapat berinteraksi secara bebas
dengan menggunakan kalimat command ataupun dengan berbicara secara
langsung dengan menggunakan headset. Tipe ini terbagi kedalam dua sub-
tujuan yaitu real time dan turn-based, dimana tujuan dari kategori ini adalah
untuk membuat suatu tim memenangkan permainan dengan membangun
pasukan, meningkatkan level character gamer, dan menghancurkan main
structure atau enemy’s tower yang terdapat didalam base musuh. Di dalam
tipe ini memunculkan beberapa unit pasukan sebagai back up dari setiap tim
dan beberapa tower atau building structure untuk menghambat para pemain
menghancurkan tujuan utama yaitu main structure atau enemy’s tower.
Sub-genre yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Multiplayer Online
Battle Arena (MOBA) yang melibatkan kedua tujuan dari kategori ini yaitu
real time dan turn-based. Contoh dari permainan kategori ini adalah Mobile
Legends, DOTA, Warcraft, dan Age of Empire (Kirriemuir & Mcfarlane,
2004).
2.2 Video game Multiplayer Online Battle Arena (MOBA)
2.2.1 Definisi Video game Multiplayer Online Battle Arena (MOBA)
Multiplayer Online Battle Arena (MOBA) yang biasa dikenal sebagai Action
Real Time Strategy (Action RTS atau aRTS) merupakan sub-genre dari basic game
the real time strategy (RTS) genre, dimana biasanya terdapat dua tim dari para
pemain untuk bersaing antara satu dengan yang lainnya di dalam permainan secara
terpisah, dimana setiap pemain dapat mengontrol satu character melalui RTS-style
10
yang terhubung satu dengan lainnya. Hal ini sangat berbeda dari game RTS
tradisional dimana tidak terdapat unit untuk membangun kerjasama dan player
control hanya satu character. Di dalam sub-genre MOBA ini merupakan gabungan
antara action games dan real time strategy games (Nosrati & Karimi, 2013).
http://www.gadgetgaul.com/wp-content/uploads/2017/01/mobile-legends-
3.png.jpg
Gambar 2.1 Interface Multiplayer Online Battle Arena (MOBA)
2.2.2 Desain Video game Multiplayer Online Battle Arena (MOBA)
MOBA ini menekankan terharap sifat kooperatif setiap pemain, dimana para
pemain akan memilih dan mengontrol suatu hero atau character, dan akan
membentuk strategi tim dimana merupakan suatu kesatuan yang kuat dari
bermacam-macam kemampuan dan keunggulan yang unik dan berbeda dari setiap
hero atau character. Objektif atau misi dari game ini adalah untuk menghancurkan
main structure atau enemy’s tower dimana terdapat bantuan dari unit yang
11
dimunculkan oleh system-controlled yang mengarah ke main structur atau enemies
tower melalui sebuah jalur yang disebut lanes (Nosrati & Karimi, 2013).
Terdapat dua tim dimana tujuan utamanya untuk menghancurkan enemy’s base
sehingga akan mencapai suatu kemenangan. Biasanya, terdapat satu main structure
atau enemies tower yang harus dihancurkan jika ingin memenangkan sebuah game
MOBA, meskipun menghancurkan structures dari lawan akan menghasilkan suatu
keuntungan sendiri terhadap suatu character atau player dan bukan tim. Defensive
towers yang bersifat lemah berada di beberapa tempat untuk mencegah satu main
structure atau enemies tower hancur secara cepat, sama halnya dengan controlled
units yang muncul berdasarkan computer-controlled dari setiap base atau home
dimana akan membantu menuju base musuh (Snow & Blake, 2008).
2.3 Atensi
2.3.1 Definisi Atensi
Atensi merupakan suatu kemampuan untuk mengikuti suatu stimulus secara
spesifik tanpa diganggu oleh stimulus dari luar (lingkungan). Selain itu mampu
mengabaikan stimulasi yang tidak relevan. Atensi dibagi kedalam empat aspek,
dimana terbagi menjadi atensi selektif, kesiagaan, atensi terbagi, dan atensi
alternatif. Atensi selektif yaitu memiliki kemampuan untuk menseleksi stimulus.
Kemudian kesiagaan atau mempertahankan atensi yakni kemampuan
mempertahankan atensi dalam waktu tertentu. Atensi terbagi memiliki definisi
sebagai suatu kemampuan untuk bereaksi terhadap berbagai stimulus dalam satuan
waktu tertentu. Atensi alternatif merupakan kemampuan untuk beralih dari suatu
situasi ke situasi lain (Bahrudin, 2011).
12
Atensi yang merupakan dasar suatu fungsi kognitif didukung oleh tiga bagian
yaitu alerting, orienting, dan executive function yang mempunyai fungsi spesifik
dengan jaringan otak secara independen dan neuromodulator. Menurut referensi,
komponen alerting berfungsi untuk meningkatkan tingkat kewaspadaan.
Komponen orienting merupakan sistem seleksi untuk meningkatkan respon
terhadap rangsangan sensoris dalam hal ini dapat berupa rangsangan yang bersifat
visualisasi atau visual orienting. Yang ketiga merupakan fungsi atensi secara
executive function dimana hal ini melibatkan komponen conflict resolution atau
penyelesaian suatu masalah dari hasil respons yang telah didapat (Posner &
Peterson, 1990; Fan et al, 2005).
(Arifian, 2014)
Gambar 2.2 Fungsi Atensi dan Pembagian Anatomi Otak
Alerting yang memiliki tugas sebagai sistem kewaspadaan berasosiasi dengan
lobus frontal dan parietal di bagian hemisfer kanan otak. Apabila terdapat suatu
keadaan yang dapat meningkatkan level kewaspadaan dan kemudian mengaktivasi
kedua bagian tersebut. Nerurotransmitter yang bekerja dalam modulasi aktivitas
13
saraf adalah Norepinefrin. Hal ini berhubungan dengan distribusi kortisol ke dalam
Norepinephrine System (NES) otak (Fan et al, 2002). Beberapa penelitian
sebelumnya menemukan bahwa yang paling banyak memproduksi NE di otak
adalah bagian locus cereleus, hal ini dapat terjadi apabila terjadi peningkatan
tingkat kewaspadaan dengan tinggi atau high alert (Coull, 2001).
Orienting dapat didefinisikan sebagai suatu proses lanjutan dimana aspek yang
sudah tervisualisasi atau direspon secara sensorik akan diproses kemudian akan
terjadi proses seleksi. Hal ini melibatkan bagian lobus parietal dan frontal pada
otak. Area mata merupakan organ utama untuk melihat suatu titik proyeksi dimana
hal ini melibatkan area frontal yang akan bekerjasama dengan area parietal superior
dan inferior atau yang biasa disebut dengan istilah frontal-parietal junction. Dari
penelitian sebelumnya terutama penelitian Prof. Jei Fan menggunakan visual
orienting sebagai stimulusnya. Terdapat suatu proses dimana mata tidak terfokus
kepada satu lokasi dan mengakibatkan ketidaksempurnaan hubungan antara
perhatian dan akan menyebabkan mata tersebut mengarah ke lokasi baru, hal ini
dinamakan temporal-parietal junction. Nerurotransmitter yang bekerja dalam
modulasi aktivitas saraf adalah Asetilkolin (Fan et al, 2002).
Executive function dari suatu sistem atensi melibatkan suatu hal yaitu conflict,
hal ini sesuai dengan review sebelumnya yang mengatakan bahwa dengan
menggunakan tes Stroop akan mengaktivasi otak tengah (area cingulate) dan bagian
lateral prefrontal cortex. Terdapat beberapa bukti yang mengatakan bahwa
beberapa hal yang dapat meningkatkan aktivasi atensi seperti conflict dan beban
mental lainnya. Beberapa penelitian lainnya juga menggunakan tes Flankers yang
di kembangkan oleh Eriksen dan Ericksen pada tahun 1974, membuktikan bahwa
14
terdapat beberapa area yang diaktivasi yang melibatkan sistem executive atensi.
Nerurotransmitter yang bekerja dalam modulasi aktivitas saraf adalah Dopamin
dan banyak di hasilkan oleh gyrus cingulate anterior (Fan et al, 2002).
Conflict disini dapat diaktivasi dengan tes Stroop, dimana responden harus
merespon berdasarkan warna yang muncul. Didalam tes Stroop ini responden akan
diberikan instruksi sederhana yaitu menyebutkan warna yang muncul namun akan
terdapat sebuah kalimat yang berupa pembagian warna sebagai perancu sehingga
mucul conflict dan bagaimana penyelesaiannya. Sama halnya dengan tes Stroop, tes
Flankers juga melibatkan conflict dimana responden diberikan instruksi sederhana
untuk mengikuti arah tanda panah yang di fokuskan pada titik center atau layar
tengah monitor. Akan terdapat arah tandap panah yang bersifat netral yaitu tidak
ada tanda panah lain diantaranya namun akan muncul di bagian atas, tengah atau
bawah tanda titik center atau layar tengah monitor, kemudian terdapat tanda panah
yang muncul bersamaan namun sesuai atau sama arahnya (congruent), dan juga
terdapat tanda panah yang tidak sesuai atau berbeda dengan tanda panah lainnya
(incongruent) (Fosella et al, 2002).
(a) (b)
(Arifian, 2014)
Gambar 2.3 a. Tes Flankers b. Tes Stroop
15
2.3.2. Faktor yang Mempengaruhi Atensi
2.3.2.1 Usia
Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya didapatkan bahwa usia dapat
mempengaruhi atensi seseorang. Semakin bertambahnya usia seseorang maka akan
mempengaruhi faktor anatomis dan fungsional, dimana terjadi penurunan yang
sangat signifikan terutama pada visual attention. Beberapa kemampuan seperti
kemampuan pendengaran yang semakin menurun (Murphy et al, 2014), visual field
yang semakin menyempit, dan penurunan berat otak dan penebalan meningen pada
usia 30-70 tahun (Hutterman, 2012).
2.3.2.2 Jenis Kelamin
Jenis kelamin menurut Liu et al menyebutkan bahwa terdapat perbedaan antara
laki-laki dan perempuan terutama pada bagian orienting dan tidak terdapat
perbedaan di komponen lainnya (Liu et al, 2013). Beberapa referensi lainnya juga
menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan yang berarti antara jenis kelamin laki-laki
dan perempuan di dalam kriteria penelitian.
2.3.2.3 Intensitas Latihan
Latihan merupakan suatu proses peningkatan atensi secara bertahap. Sebagai
contoh orang yang bermain game tentu akan lebih baik dari orang yang tidak
bermain game sama sekali. Namun perlu diperhatikan berapa intensitas optimal
dalam bermain game sehingga mendapatkan peak atau puncak atensi. Pada video
game players (VGPs) memperlihatkan kapasitas atensi yang lebih baik daripada
yang tidak bermain video game (Green & Bavelier, 2003).
16
2.3.2.4 Stimulasi Lingkungan
Kemampuan untuk mempertahankan atensi yang disebut dengan konsentrasi
selama periode waktu tertentu membutuhkan suatu stimulus yang spesifik. Hal ini
berkaitan dengan pemeriksaan yang dilakukan mengenai atensi dan konsentrasi
untuk melihat apakah terdapat kerusakan pada otak. Mampu mengabaikan stimulasi
lingkungan merupakan pemeriksaan neurobehavior yang kompleks, sehingga harus
dilakukan pemeriksaan kemampuan untuk mempertahankan atensi terlebih dahulu
(Bahrudin, 2011).
Suatu impuls dapat mempengaruhi tingkat konsentrasi dengan mengacaukan
sistem pendengaran maupun visualisasi, sehingga dapat mempengaruhi ketepatan
dalam berkonsentrasi dan mempertahankan atensi. Suatu stimulus sederhana secara
spesifik akan lebih baik apabila dibandingkan suatu stimulus yang kompleks.
Contoh sederhana adalah seseorang bisa memfokuskan suatu stimulus yang mereka
sukai karena stimulus tersebut bersifat penting bagi mereka (Brown, 2005).
2.3.3 Kelainan Fungsi Kognitif (Atensi)
1) Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD)
Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD) merupakan suatu
kelainan dari fungsi atensi dimana terdapat defisit atensi dan dapat dideteksi
dengan menggunakan Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder V (DSM-V). ADHD memiliki ciri atau suatu pola dimana terjadi
inatensi atau hiperaktivitas/ impulsivitas yang sangat berkaitan erat dengan
perkembangan dan bersifat persisten (Arlington, 2013).
Untuk membedakan inatensi pada usia anak-anak sampai dengan 16
tahun membutuhkan setidaknya enam atau lebih dari gejala berdasarkan
17
DSM-5. Sedangkan untuk usia 17 tahun ke atas menggunakan lima atau
lebih dari gelaja yang terdapat dalam DSM-5. Gejala atau tanda-tanda dari
inatensi sudah dapat terlihat sejak usia lebih kurang enam bulan, dan bersifat
tidak sesuai dengan level perkembangan, untuk di Indonesia menggunakan
DDST. Inatensi merupakan kurangnya kecakapan dalam melaksanakan
tugas yang ditandai dengan gejala kurang fokus dan tidak sesuai dengan
stimulus spesifik (Arlington, 2013).
Sama halnya dengan inatensi, untuk hiperaktivitas/ impulsivitas usia
anak-anak sampai 16 tahun membutuhkan enam tanda, sedangkan 17 tahun
ke atas membutuhkan lima tanda atau lebih. Hal ini sangat bersifat
mengganggu dan tidak sesuai dengan level perkembangan yang ada
(Arlington, 2013).
2) Autisme
Autisme muncul dari suatu interaksi secara kompleks yang terjadi
antara gen dan faktor eksternal yang dominan berasal dari lingkungan.
Dalam beberapa literature dikatakan bahwa autsime dapat menerima
stimulus dari luar namun tidak dapat menjadikan stimulus tersebut sebagai
suatu stimulus yang spesifik. Autisme dapat mempengaruhi beberapa
kemampuan utama yang berupa komponen interaksi sosial, komunikasi,
perilaku yang diulang-ulang, dan kurangnya kemauan (Aronof et al, 2016).
3) Alzheimer
Dalam penelitian dikatakan bahwa seseorang yang terkena Alzheimer
atau dementia akan mengalami penurunan level kognitif nya didasarkan
18
pada kurangnya aktivitas sensorik dan motorik yang dapat membuat level
nya bertahan (Holthoff et al, 2015).
4) Skizofrenia
Skizofrenia merupakan gangguan mental yang mempengaruhi proses
berpikir, mood, perilaku dan bicara. Etiologi secara pasti belum dapat
diketahui namun menurut beberapa referensi, terdapat peningkatan
dopamine di sentral dan secara tidak stabil, kemudian terjadi peningkatan
serotonin di susunan saraf pusat diakibatkan oleh faktor biokimia, sehingga
komponen executive yang berguna untuk menyelesaikan konflik akan
terganggu. Bisa juga disebabkan oleh disfungsi otak area tertentu sehingga
mengakibatkan seseorang tersebut tidak dapat bertahan untuk fokus
(PPDGJ-III).
2.4 Attention Network Test
Peneliti menggunakan Attention Network Test (ANT) yang merupakan suatu
software yang dibuat oleh Posner dan Prof. Jei Fan dengan menggunakan tes
kecepatan reaksi dan tes flankers sebagai dasarnya. ANT sendiri merupakan
software yang sudah banyak digunakan oleh para peneliti dengan melihat ketiga
komponen yang mempengaruhi atensi yaitu alerting, orienting, dan executive. ANT
dapat digunakan untuk meneliti subjek dengan kriteria manusia berusia diantara 6-
85 tahun maupun monyet (Fan et al, 2002).
Subjek penelitian yang menggunakan ANT akan memencet tombol yang
berada pada papan keyboard secara cepat dengan memperhatikan tanda panah yang
terdapat di monitor bagian tengah. Suatu petunjuk akan muncul atau bahkan tidak
muncul mengenai tanda panah akan muncul dimana. Target akan muncul di titik
19
fiksasi dibagian tengah dan tanda panah akan berada di bagian atas ataupun bawah
tanda fiksasi tersebut dan flankers yang mengarah secara searah (congruent) atau
secara berlawanan arah (incongruent) (Fan et al, 2002).
ANT dipilih karena berdasarkan beberapa penilitan sebelumnya menyatakan
bahwa terdapat bukti untuk menilai fungsi atensi. Subsistem ini meliputi alerting
attention (Norepinephrine Network), orienting attention (lobus parietal superior,
temporal-parietal junction, and frontal eye fields), dan fungsi eksekutif (dorsal
anterior cingulated dan cortex prefrontal lateral) (Glass, 2012).
(Fan et al, 2002)
Gambar 2.4 Cara kerja Attention Network Test
20
2.5 Hubungan Bermain Video game Multiplayer Online Battle Arena terhadap
Atensi
Mahasiswa sebagai gerbang antara perubahan dan pembaharuan tidak terlepas
dari era digitalisasi yang semakin berkembang secara pesat. Hampir seluruh
mahasiswa fakultas kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang mempunyai
dan menggunakan smartphone guna menunjang kebutuhan akan informasi dan
hiburan yang semakin banyak. Sehingga banyak pula yang bermain video game
mobile legends di smartphone dengan tipe MOBA yang merupakan suatu jenis
game action dan real time strategy atau yang biasa disebut Action Real Time
Strategy (aRTS). Pada penelitian sebelumnya didapatkan bahwa permainan dengan
tipe game action dan real time strategy dapat meningkatkan fungsi kognisi terutama
atensi dibandingkan orang yang tidak pernah bermain sama sekali (Green &
Bavelier, 2003).
Hipotesa mengenai Mobile Legends yang dapat meningkatkan atensi
didasarkan pada tiga hal. Pertama, strategi yang dihasilkan merupakan rancangan
yang dilandaskan pada konsep permainan dengan memperhatikan keseluruhan
aspek sehingga action dan real time perlu diperhitungkan dengan cermat. Kedua,
di dalam video game RTS memerlukan visualisasi yang sedikit lebih lambat
dibandingkan dengan game lainnya dan juga memerlukan atensi yang cukup besar
dari genre action game maupun game lainnya (Basak et al, 2008). Ketiga, proses
peningkatan atensi dapat dengan mudah dibentuk (Holthoff et al, 2015).