122
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
A. HASIL PENELITIAN.
1. KETIDAKSINKRONAN ANTARA PERDA NO. 1
TAHUN 2012 DENGAN RENCANA STRATEGIS
DAN RENCANA KERJA.
a. Landasan Hukum Bagi Pelaksanaan Renja
Bidang Cipta Karya dan Tata Ruang Kota
Salatiga.
Dalam setiap tindakan atau kebijakan
yang diambil oleh pemerintah harus mempunyai
landasan hukum.1 Dikatakan mempunyai
landasan yuridis, apabila ia mempunyai dasar
1 selain landasan hukum atau landasan yuridis, setiap kebijakan
juga mempunyai landasan filosofis dan landasan sosiologis. Suatu kebijakan dikatakan mempunyai landasan filosofis apabila rumusan-rumusan atau norma-normanya mendapatkan pembenaran (rechtvaardiging) apabila dikaji secara filosofis. Jadi ia mempunyai alasan yang dapat dibenarkan apabila dipikirkan secara mendalam, khususnya filsafat terhadap pandangan hidup (way of life) suatu bangsa yang berisi nilai-nilai moral dan etika suatu bangsa. Adapun suatu kebijakan dikatakan mempunyai landasan sosiologis, apabila ketentuan-ketentuannya sesuai dengan keyakinan umum dan kesadaran hukum masyarakat. Hal ini penting agar kebijakan yang dibuat ditaati oleh masyarakat, dapat dilaksanakan secara efektif dan diterima oleh masyarakat secara wajar bahkan spontan. Arie Purnomosidi, Negara Hukum Pancasila, Tesis, Program Pascasarjana Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, 2012.
123
hukum (rechtsgrond) atau legalitas terutama pada
kebijakan itu diambil atau lahir. Urgensi
landasan yuridis ini dalam pengambilan
kebijakan akan menunjukkan:
1) Keharusan adanya kewenangan dari pembuat
kebijakan. Setiap kebijakan harus dibuat oleh
badan atau pejabat yang berwenang. Kalau
tidak, kebijakan itu batal demi hukum (van
rechtswege nietig).
2) Keharusan adanya kesesuaian
antarakebijakan dengan peraturan
perundang-undangan. Apabila tidak,
kebijakan itu dapat dibatalkan (vernietigbaar).
3) Keharusan mengikuti tata cara tertentu.
Apabila tata cara itu tidak diikuti, kebijakan
mungkin batal demi hukum atau belum
mempunyai kekuatan hukum mengikat.2
RPJMD Kota Salatiga Tahun 2011-2016
adalah dokumen resmi yang menjadi payung
hukum dalam perencanaan pembangunan
daerah. Landasan hukum pelaksanaan rencana
2Bandingkan dengan I Gde Pantja Astawa dan Suprin Na’a,
Dinamika Hukum dan Ilmu Perundang-Undangan di Indonesia, Alumni, Bandung, 2008.
124
kerja pembangunan bidang ciptakarya dan tata
ruang kota dalam RPJMD kota Salatiga Tahun
2011-2016 dilandasi oleh beberapa peraturan
perundang-undangan berikut, yaitu:
1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1950
tentang Pembentukan Daerah-daerah Kota
Kecil dalam Lingkungan Propinsi Jawa
Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat;
2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara;
3) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan;
4) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional;
5) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana
telah diubah beberapa kali terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008;
6) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah;
125
7) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007
tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional Tahun 2005-2025;
8) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang;
9) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;
10) Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1992
tentang Perubahan Batas Wilayah
Kotamadya Daerah Tingkat II Salatiga dan
Kabupaten Daerah Tingkat II Semarang;
11) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;
12) Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005
tentang Pedoman Pembinaan dan
Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah
Daerah;
13) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006
tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja
Instansi Pemerintah;
14) Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006
tentang Tata Cara Pengendalian dan
Evaluasi Pelaksanaan Rencana
Pembangunan;
126
15) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006
tentang Tata Cara Penyusunan Rencana
Pembangunan Nasional;
16) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007
tentang Laporan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah kepada Pemerintah,
Laporan Keterangan Pertanggungjawaban
Kepala Daerah kepada Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah, dan Informasi Laporan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
kepada Masyarakat;
17) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007
tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
antara Pemerintah, Pemerintahan
DaerahProvinsidanPemerintahanDaerahKa
bupaten/Kota;
18) Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007
tentang Organisasi Perangkat Daerah;
19) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008
tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah;
20) Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008
tentang Dekonsentrasi dan Tugas
Pembantuan;
127
21) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008
tentang Tata Cara Penyusunan,
Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan
Rencana Pembangunan Daerah;
22) Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional;
23) Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010
tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2010-2014;
24) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13
Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah, sebagaimana telah
diubah beberapa kali terakhir dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21
Tahun 2011;
25) Peraturan Menteri Dalam negeri Nomor 54
Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang
Tahapan, Tatacara Penyusunan,
Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan
Rencana Pembangunan Daerah;
26) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32
Tahun 2011 tentang Pedoman Hibah dan
128
Bantuan Sosial yang Bersumber dari
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah;
27) Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor
131.33-503 Tahun 2011 tentang Pengesahan
Pemberhentian dan Pengesahan
Pengangkatan Walikota Salatiga Provinsi
Jawa Tengah;
28) Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah
Nomor 3 Tahun 2008 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2005-2025;
29) Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah
Nomor 6 Tahun 2010 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah Tahun
2009-2029;
30) Peraturan Gubernur Nomor 20 Tahun
2011 Tentang Percepatan Pencapaian Target
RAD MDG’s Provinsi Jawa Tengah Tahun
2011-2015;
31) Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 3
Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok
Pengelolaan Keuangan Daerah;
32) Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 4
Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
129
Jangka Menengah Daerah Kota Salatiga
Tahun 2007-2012;
33) Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 8
Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan
yang Menjadi Kewenangan Pemerintahan
Daerah Kota Salatiga;
34) Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 7
Tahun 2011 tentang Perubahan Atas
Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 9
Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Sekretariat Daerah dan Sekretariat
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota
Salatiga;
35) Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 8
Tahun 2011 tentang Perubahan Atas
Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 10
Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Dinas Daerah Kota Salatiga;
36) Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 9
Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 11
Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Lembaga Teknis Daerah, Kantor
130
Pelayanan Perizinan Terpadu dan Satuan
Polisi Pamong Praja Kota Salatiga;
37) Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 12
Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kecamatan dan Kelurahan Kota
Salatiga;
38) Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 4
Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan
Pendidikan;
39) Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 6
Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Daerah Kota Salatiga Tahun
2005-2025;
40) Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 2
Tahun 2011 tentang Pajak Air Tanah;
41) Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 4
Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Salatiga Tahun 2010-2030.
42) Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 5
Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan
Pelayanan Publik;
43) Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 11
Tahun 2011 tentang Pajak Daerah;
131
44) Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 12
Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum;
45) Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 13
Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Usaha;
46) Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 14
Tahun 2011 tentang Retribusi Perizinan
Tertentu.
b. Rencana Kerja Kota Salatiga
Proses penyusunan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) Kota Salatiga Tahun 2011-2016
dilakukan melalui beberapa tahap yaitu :
1) Proses Teknokratik : menggunakan metoda
dan kerangka berpikir ilmiah yang
merupakan proses keilmuan dalam
memperoleh pengetahuan secara sistematis
terkait perencanaan pembangunan
berdasarkan bukti fisik, data dan informasi
yang akurat, serta dapat
dipertanggungjawabkan untuk mencapai
tujuan dan sasaran pembangunan daerah;
2) Proses Partisipatif : perencanaan yang
melibatkan stakeholders yaitu pemerintah,
masyarakat dan swasta, dimana keterlibatan
132
mereka adalah untuk mendapatkan aspirasi
dan menciptakan konsensus atau
kesepakatan pada semua tahapan penting
pengambilan keputusan, seperti perumusan
prioritas isu dan permasalahan, perumusan
tujuan, strategi, kebijakan dan prioritas
program;
3) Proses Politik : pemilihan langsung Walikota
dan Wakil Walikota menghasilkan rencana
pembangunan hasil proses politik (public
choice theory of planning) khususnya
penjabaran visi dan misi dalam RPJMD. Oleh
karena itu, rencana pembangunan adalah
penjabaran dari agenda pembangunan yang
ditawarkan Walikota pada saat kampanye
kedalam rencana pembangunan jangka
menengah dan merupakan kontrak politik
antara masyarakat dan Walikota terpilih;
4) Proses Bottom-Up dan Top-Down : pendekatan
dari bawah ke atas dan dari atas ke bawah
dalam perencanaan dilaksanakan menurut
jenjang pemerintahan serta rencana hasil
proses dari bawah ke atas dan dari atas ke
bawah yang diselaraskan melalui
133
Musrenbang yang dilaksanakan baik di
tingkat nasional, propinsi, kota, kecamatan
dan kelurahan, sehingga tercipta sinkronisasi
dan sinergi pencapaian sasaran rencana
pembangunan nasional dan rencana
pembangunan daerah.3
c. Pelaksanaan Renja Pembangunan pada Bidang
Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Salatiga.
Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota
Salatiga dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah
Kota Salatiga Nomor 8 Tahun 2011 tentang
Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Salatiga
Nomor 10 Tahun 2008 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Dinas Daerah Kota Salatiga. Adapun
Susunan Organisasi Dinas Cipta karya dan Tata
Ruang Kota Salatiga terdiri dari :
1) Kepala Dinas
2) Sekretariat, membawahi :
a) Sub Bag Perencanaan, Evaluasi, dan
Pelaporan;
b) Sub Bag Keuangan;
c) Sub Bag Umum dan Kepegawaian.
3Naskah akademik RPJMD Kota Salatiga Tahun 2011-2016, hlm.
8.
134
3) Bidang Tata Ruang dan Bangunan ,
membawahi :
a) Seksi Pemetaan;
b) Seksi Pemanfaatan;
c) Seksi Pengawasan dan Pengendalian.
4) Bidang Cipta Karya, membawahi:
a) Seksi Gedung;
b) Seksi Perumahan dan Permukiman;
c) Seksi Sanitasi dan Air Bersih.
5) Bidang Keindahan Kota dan Pertamanan,
membawahi:
a) Seksi Pertamanan;
b) Seksi Penerangan Jalan;
c) Seksi Pemakaman Umum.
6) Bidang Kebersihan, membawahi:
a) Seksi Kebersihan Jalan;
b) Seksi Sarana dan Prasarana Persampahan;
c) Seksi Penyuluhan dan Pengelolaan
Sampah Lingkungan.
7) Unit Pelaksanaan Teknis Dinas, terdiri dari
a) UPT TPA Sampah;
b) UPT Rusunawa.
8) Kelompok Jabatan Fungsional
135
d. Maksud dan Tujuan Rencana Kerja Dinas Cipta
Karya dan Tata Ruang Kota Salatiga.
Maksud dan Tujuan Penyusunan Rencana
Kerja tahun Anggaran 2014 adalah untuk
memberikan arah dan gambaran serta kebijakan
yang akan diambil dalam menentukan kinerja
pada Tahun 2014 nanti serta untuk memperoleh
perencanaan kinerja dan pencapaian sasaran
teknis terhadap pelaksanaan tugas yang efektif
dan efisien.Tujuan Penyusunan Rencana Kerja
Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Salatiga
adalah :
1) Merupakan pedoman untuk meningkatkan
kinerja Dinas Cipta Karya dan tata Ruang
Kota Salatiga;
1) Merupakan pedoman untuk
pengukuran kinerja aparatur Kota
Salatiga di Dinas Cipta Karya dan Tata
Ruang Kota Salatiga;
2) Merupakan Pedoman untuk
pengambilan kebijakan yang diperlukan,
menentukan skala peioritas dalam
pembangunan keciptakaryaan dan tata
136
ruang Dinas Cipta Karya dan Tata
Ruang Kota Salatiga pada tahun 2014.
e. Tujuan dan Sasaran Renja Dinas Cipta karya dan
Tata Ruang Kota Salatiga adalah :
1) Tujuan. Tujuan yang ingin dicapai Dinas
Cipta karya dan Tata Ruang Kota Salatiga
dengan susunan Rencana Kinerja adalah
untuk :
a) Menentukan arah kebijakan yang akan
diambil untuk menentukan kegiatan yang
ingin dilaksanakan pada tahun 2014 dan
prakiraan tahun 2015;
b) Menjabarkan kebijakan yang telah
diusung dalam RPJMD dan Renstra Dinas
Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Salatiga
Tahun 2012-2016;
c) Menjaring aspirasi masyarakat dalam
menentukan kegiatan yang sesuai dengan
kebutuhan masyarakat.
2) Sasaran Renja Dinas Cipta Karya dan Tata
Ruang Kota Salatiga, yaitu:
a) Meningkatkan pelayanan yang prima
didukung dengan prasarana kebersihan,
137
pertamanan, penerangan jalan dan
pemakaman;
b) Meningkat akan peran serta masyarakat
dalam menciptakan kebersihan/
keindahan, kerindangan, pengawasan dan
pengendalian tata ruangkota;
c) Meningkatkan kemandirian masyarakat
dalam pengelolaan permukiman;
d) Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
(PAD).4
f. Ketidaksinkronan RENSTRA dan RENJA Dinas
Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Salatiga
Terhadap PERDA No. 1 Tahun 2012 Tentang
RPJMD Kota Salatiga Tahun 2011-2016.
Berdasarkan Pasal 6 Permen PU
Pemerintah Kabupaten/Kota mempunyai tugas
dan wewenang menyelenggarakan Pelayanan
Dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan
Ruang sesuai dengan SPM Bidang Pekerjaan
Umum dan Penataan Ruang. SPM Bidang
Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang tersebut
terdiri atas jenis pelayanan dasar, sasaran,
4Renja Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Salatiga Tahun 2015.
138
indikator, dan batas waktu pencapaian. Terkait
dengan pelayanan dasar, Pasal 7 Permen PU
menyebutkan bahwa SPM Bidang Pekerjaan
Umum dan Penataan Ruang meliputi jenis
pelayanan dasar :
1) Sumber Daya Air. Penyediaan air baku
untuk kebutuhan masyarakat dengan
indikator :
a) Persentase tersedinya air baku untuk
memenuhi kebutuhan pokok minimal
sehari-hari; dan
b) Persentase tersedinya air irigasi untuk
pertanian rakyat pada sistem irigasi yang
sudah ada sesuai dengan kewenangannya.
2) Jalan. Penyediaan jalan untuk melayani
kebutuhan masyarakat dengan indikator:
a) Persentase tingkat kondisi jalan
kabupaten/kota baik dan sedang;dan
b) Persentase terhubungnya pusat-pusat
kegiatan dan pusat produksi
(konektivitas) di wilayah kabupaten/kota.
3) Cipta Karya
139
a) Penyediaan air minum dengan indikator
persentase penduduk yang mendapatkan
akses air minum yang aman;
b) Penyediaan sanitasi dengan indikator :
1. persentase penduduk yang terlayani
sistem air limbah yang memadai;
2. persentase pengurangan sampah di
perkotaan;
3. persentase pengangkutan sampah;
4. persentase pengoperasian Tempat
Pembuangan Akhir (TPA);dan
5. persentase penduduk yang telayani
sistem jaringan drainase skala kota
sehingga tidak terjadi genangan (lebih
dari 30 cm, selama 6 jam) lebih dari 2
kali setahun.
c) Penataan Bangunan dan Lingkungan
dengan indikator persentase jumlah Izin
Mendirikan Bangunan (IMB) yang
diterbitkan;
d) Penanganan Permukiman Kumuh
Perkotaan dengan indikator persentase
berkurangnya luasan permukiman kumuh
di kawasan perkotaan.
140
e) Jasa Konstruksi.
1. Pengembangan Sistem Informasi Jasa
Konstruksi dengan indikator
persentase tersedianya 7 (tujuh) jenis
informasi Tingkat Kabupaten/Kota
pada Sistem Informasi Pembina Jasa
Konstruksi (SIPJAKI);dan
2. Perizinan Jasa Konstruksi dengan
indikator persentase tersedianya
layanan Izin Usaha Jasa Konstruksi
(IUJK) dengan waktu penerbitan
paling lama 10 (sepuluh) Hari Kerja
setelah Persyaratan Lengkap.
f) Penataan Ruang
1. Informasi Penataan Ruang dengan
indikator persentase tersedianya
informasi mengenai rencana tata ruang
(RTR) wilayah Kabupaten/Kota
berserta rencana rincinya melalui peta
analog dan peta digital;dan
2. Penyediaan Ruang Terbuka Hijau
(RTH) Publik dengan indikator
persentase tersedianya luasan RTH
141
publik sebesar 20% dari luas wilayah
kota/kawasan perkotaan.
Mengacu pada ketentuan diatas,
pelayanan yang dilaksanakan oleh Dinas Cipta
karya dan Tata Ruang Kota Salatiga meliputi :
1) Pelayanan Kebersihan/ Persampahan;
2) Pelayanan Pertamanan;
3) Pelayanan Penerangan Jalan;
4) Pelayanan Pemakaman;
5) Pelayanan Surat Keterangan Rencana Kota;
6) Pelayanan Penghunian Rusunawa;
7) Pelayanan rehab rumah tidak layak huni.
Jenis program dan kegiatan dari ketujuh
pelayanan yang dilaksanakan oleh Dinas Cipta
Karya dan Tata Ruang Kota Salatiga tersebut
adalah:
1) Program Administrasi Perkantoran. Program
tersebut terdiri dari:
a) Penyediaan Jasa Surat Menyurat;
b) Penyediaan Jasa Komunikasi Sumber
Daya Air dan Listrik;
c) Penyediaan Alat Tulis Kantor;
d) Penyediaan Barang Cetakan dan
Penggandaan;
142
e) Penyediaan Komponen Instalasi
Listrik/Penerangan Bangunan Kantor;
f) Penyediaan Peralatan dan Perlengkapan
Kantor;
g) Penyediaan Peralatan Rumah Tangga;
h) Penyediaan Bahan Bacaan dan Peraturan
Perundang-undangan;
i) Penyediaan Makanan dan Minuman;
j) Rapat-rapat Koordinasi dan Konsultasi
Keluar Daerah;
k) Penyediaan Jasa Administrasi Teknis dan
Keamanan;
2) Program Peningkatan Sarana Prasarana
Aparatur. Program peningkatan tersebut
terdiri dari:
a) Pengadaan Mebeleur;
b) Pengadaan Perlengkapan Kantor;
c) Pemeliharaan Rutin/ Berkala Kendaraan
Dinas Operasional;
d) Pemeliharaan Rutin Berkala Perlengkapan
Gedung Kantor;
e) Pemeliharaan Rutin/ Berkala Listrik;
f) Pemeliharaan Rutin/Berkala Taman;
g) Pembangunan Gedung Kantor;
143
3) Program Peningkatan Disiplin Aparatur,
yang terdiri dari:
a) Pengadaan Pakaian Kerja Lapangan;
b) Program Rehabilitasi Pemeliharan Jalan
dan Jembatan;
c) Rehabilitasi Pemeliharaan Jalan (Trotoar);
d) Rehabilitasi Pemeliharaan kanstin
(Pengecatan Kanstin);
e) Program Penyediaan dan Pengelolaan Air
Baku;
f) Pembangunan Sarana dan Prasarana
Pengambilan dan saluran Pembawa;
g) Program Pengembangan Kinerja
Pengelolaan Air Minum dan Air Limbah;
h) Pengembangan Distribusi Air Minum;
i) Penyediaan Sarana Prasarana Air Limbah;
j) Fasilitas Pembinaan Teknik Pengelolaan
Air Minum;
k) Fasilitas Pembinaan Pengelolaan Air
Limbah;
l) Program Pemanfaatan Ruang;
m) Survey dan Pemetaan Fasilitas
Peningkatan Peran Serta Masyarakat
Dalam Pemanfaatan Ruang;
144
n) Program Pengendalian Pemanfaatan
Ruang;
o) Fasilitas Peningkatan Peran Serta
Masyarakat Dalam Pengendalian Ruang;
p) Pengawasan Pemanfaatan Ruang;
q) Koordinasi dan Fasilitasi Pengendalian
Pemanfaatan Ruang Lintas
Kabupaten/Kota;
r) Sosialisasi Peraturan Perundang-
undangan tentang Rencana Tata Ruang;
s) Program Pengembangan Kinerja
Pengelolaan Persampahan;
t) Penyediaan Prasarana dan Sarana
Pengelolaan Persampahan;
u) Peningkatan Peran Serta Masyarakat
Dalam Pengelolaan Persampahan;
v) Peningkatan Operasi dan Pemeliharaan
Prasarana dan Sarana Persampahan;
w) Penyusunan Kebijakan Managemen
Pengelolaan Persampahan;
x) Bimbingan teknis Persampahan.
4) Program Pembinaan dan Pengembangan
Ketenagalistrikan. Program ini terdiri dari:
145
a) Pembangunan Sarana Prasarana
Ketenagalistrikan;
b) Pemeliharaan Sarana dan Prasarana
Ketenagalistrikan.
5) Program Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau
(RTH). Bentuk program pengelolaan RTH
berupa Peningkatan Sarana dan Prasarana
Pertamanan
6) Program Pengelolaan Areal Pemakaman.
Program ini terdiri dari:
a) Pembangunan Sarana Prasarana
Pemakaman;
b) Pemeliharaan Sarana Prasarana
Pemakaman.
7) Program Pengembangan Data Informasi.
Kegiatan yang terkait dengan Program ini
adalah Penyusunan dan Pengumpulan Data
Informasi Kebutuhan Penyusunan Dokumen
Perencanaan;
8) Program Pemberdayaan Komunitas
Perumahan. Bentuk kegiatan dari program ini
adalah Fasilitasi Pembangunan Prasarana dan
Sarana Dasar Permukiman Berbasis
Masyarakat;
146
9) Program Lingkungan Sehat Perumahan, yang
berupa Penyediaan Sarana Air Bersih dan
Sanitasi Bagi Masyarakat Miskin;
10) Program Pembangunan Infrastruktur
Pedesaan, yaitu program yang berupa
Penataan Lingkungan Permukiman
Penduduk Pedesaan;
11) Program Pengembangan Perumahan
(Rusunawa), yaitu program Pembangunan
Utilitas Rusunawa.
Dalam pelaksanaanya dan berdasarkan
hasil evaluasi yang dilaksanakan oleh Dinas
Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Salatiga,
terdapatkan kegiatan yang tidak sinkronantara
RPJMDdan RENSTRA Dinas Cipta Karya dan
Tata Ruang Kota Salatiga Tahun 2011-2016.
Adapun kegiatan yang ada dalam RPJMD tetapi
tidak ada dalam RENSTRA adalah :
1) Jumlah lampu untuk jalan lingkungan yang
terbangun di 4 kecamatan
2) Jumlah titik lampu yang di meterisasi LPJU
3) Terlaksananya pemeliharaan berkala listrik
4) Paket Pembangunan Pagar TPU Ngemplak
yang terealisir
147
5) Luas turap, talud, bronjong makam ngemplak
(M2)
6) Luas angapuro makam terbangun (M2)
7) Luasan pagar TPU Blondo celong terbangun
(m2)
8) Luasan TPU Salib Putih terbangun (m2)
Ketidaksinkronan tersebut juga diperkuat
oleh beberapa kegiatan yang tidak tertuang
dalam RENSTRA maupun RPJMD tahun 2011-
2016, tetapi ada dalam Rencana Kerja Dinas
Ciptakarya dan Tata Ruang Kota Salatiga
meliputi :
1) Kegiatan Rehabilitas Sedang/Berat Gedung
Kantor;
2) Pembangunan Pusat Rehabilitasi Akibat
Dampak Rokok;
3) Penyusunan Laporan Capaian Kinerja dan
Ikhtisar Realisasi Kinerja SKPD;
4) Pengembangan Taman Rekreasi;
5) Pembangunan Utilitas Rusunawa
Akibat adanya kegiatan baru yang muncul
yang tidak sinkron dengan RPJMD yang telah
dibuat sebelumnya membawa dampak beban
pekerjaan di Dinas Cipta karya menjadi
148
bertambah dan ada sebagian pekerjaan yang
tidak dapat diselesaikan, diantaranya :
1) Kegiatan Pembangunan Gedung Kantor
Tahun 2013 dari 49 Pekerjaan hanya
diselesaikan 42 pekerjaan.
2) Kegiatan Rehabilitasi Sedang/Berat Gedung
kantor Tahun 2013 dari 17 pkerjaan hanya
dapat diselesaikan 11 pekerjaan
3) Kegiatan Pengembangan Taman Rekreasi
dengan Kegiatan Pembangunan Wisata
kuliner Exs Terminal Soka yang telah
direncanakan pembangunannya sejak tahun
2012 sampai dengan tahun 2013 belum dapat
dilaksanakan.
4) Pembangunan Pusat Rehabilitasi Akibat
Dampak Rokok oleh Cukai Rokok
pengerjaannya sudah dijadwalkan sejak
tahun 2012 sampai dengan tahun 2013 belum
dapat dilaksanakan.
Hasil capaian kinerja yang diambil dari
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah (LAKIP) Dinas Cipta Karya dan Tata
Ruang Kota Salatiga sebesar 65 % maka didapat
kesimpulan bahwa beban pekerjaan di Dinas
149
Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Salatiga dirasa
cukup berat dengan adanya penambahan
kegiatan yang tidak direncanakan dalam RPJMD
Kota Salatiga Tahun 2011-2016.
Berikut ini fakta riil ketidak sinkronan
antara Rencana Kerja (Renja), Rencana Strategis
(Renstra) dan RPJMD pada Dinas Ciptakarya
dan Tata Ruang Kota Salatiga Bidang Ciptakarya
:
Tabel 1.
Indikasi Rencana Program Prioritas,sinkronisasi
antara RPJMD,RENSTRA dan RENJA Dinas
Ciptakarya dan Tata Ruang
Bidang Ciptakarya
150
RPJMD (2011- 2016) RENSTRA RENJA
Program Peningkatan Sarana
prasarana Aparatur
(Pembangunan Gedung Kantor):
- Jumlah Unit Gedung Kantor
yang terbangun:
Th.2012 : 2 unit
Th.2013 : 10 unit
Th,2014 : 5 unit
Th,2015 : 1 unit
Th 2016 : 1 unit
- Jumlah kegiatan perencanaan
dan pengawasan
pembangunan gedung yang
dilaksanakan:
Th.2012 : 1 kegiatan
Th.2013 : 5 kegiatan
Th,2014 : 3 kegiatan
Th,2015 : 1 kegiatan
Th 2016 : --
- Rehabilitasi Gedung kantor :
-
(tidak terencana)
Th.2012 : 2 unit
Th.2013 : 10 unit
Th,2014 : 5 unit
Th,2015 : 1 unit
Th 2016 : 1 unit
Th.2012 : 1 keg
Th.2013 : 5 keg
Th,2014 : 3 keg
Th,2015 : 1 keg
Th 2016 : --
(tidak
terencana)
Th.2012 : 11 unit
Th.2013 : 32 unit
Th,2014 : 8 unit
Th,2015 : 5 unit
Th 2016 : - unit
Th.2012 : 2 keg
Th.2013 : 1 keg
Th,2014 : 1 keg
Th,2015 : - keg
Th 2016 : --
Th.2012 : unit
Th.2013 : 5 unit
Th,2014 : 1 unit
Th,2015 : - unit
Th 2016 : --
151
Data yang disajikan menunjukkan bahwa
dari segi kuantitatif terdapat
ketidaksinkronan antara realisasi
perencanaan Renja yang melebihi target
perencanaan dan ada yang tidak terlaksana
ada yang melebihi target dari yang
direncanakan.
2. DAMPAK YANG MUNCUL AKIBAT
KETIDAKSINKRONAN ANTARA PERDA NO. 1
TAHUN 2012 TENTANG RPJMD KOTA
SALATIGA TAHUN 2011-2016 DENGAN
RENCANA STRATEGIS DAN RENCANA KERJA
PADA DINAS CIPTA KARYA DAN TATA
RUANG KOTA SALATIGA
Hambatan yang muncul dalam pelaksanaan
pembangunan di bidang ciptakarya dan tata ruang
merupakan ”gap expectation” antara kinerja
pembangunan yang dicapai saat ini dengan yang
direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai di
masa datang dengan kondisi riil saat perencanaan
dibuat. Permasalahan yang dihadapi Dinas Cipta
Karya dan Tata Ruang Kota Salatiga tersebut
adalah :
152
a. Rendahnya kesadaran masyarakat dalam
pengelolaan sampah sehingga sampah hanya
dibuang ke TPA, belum ada upaya untuk
mengolah sampah menjadi bahan yang berguna;
b. Masih kurangnya sarana prasarana persampahan
berupa gerobag roda tiga, TPS, TPST;
c. Kurangnya lahan tempat pembuangan akhir
sampah dan meningkatnya volume sampah dan
belum adanya pengurangan sampah dengan
system 3 R;
d. Belum adanya pemilahan sampah organic dan
non organic;
e. Sarana dan prasarana pemisahan sampah
organic dan unorganik belum memadai;
f. Perlu adanya upaya untuk menumbuhkan
kesadaran masyarakat untuk pengelolaan
sampah mulai dari sumbernya;
g. Kurangnya bantuan teknis kepada masyarakat
dalam mengelola sampah rumah tangga;
h. Pemberdayaan pengolahan sampah belum
didukung dengan fasilitas dan pengembangan
manfaat hasil pengolahan sampah;
153
i. Belum ada penetapan Peraturan daerah (Perda)
tentang kebijakan pengembangan prasarana
sarana persampahan;
j. Kurangnya managemen pengelolaan sampah
dan kerjasama antar lembaga dalam
pengembangan sarana prasarana pengelolaan
sampah;
k. Alih fungsi bangunan yang tidak sesuai dengan
peruntukannya;
l. Belum semua kawasan dikembangkan sesuai
Rencana tata Bangunan dan Lingkungan;
m. Kurangnya SDM yang berlatar belakang
pendidikan teknik sipil;
n. Kurangnya sarana prasarana fasilitas umum
perumahan;
o. Kurangnya aplikasi terapan untuk
merencanakan rumah sehat sederhana yang
terjangkau masyarakat berpenghasilan rendah;
p. Belum adanya rencana Umum Tata Ruang Kota
untuk Wilayah Kecamatan;
q. Rendahnya kesadaran masyarakat dalam
pemanfaatan ruang yang sesuai dengan
peruntukannya dan fungsi lingkungan;
154
r. Rendahnya peran serta masyarakat dalam
pemanfaatan dan pengendalian ruang;
s. Kurangnya kesadaran masyarakat akan alih
funsi penggunaan lahan yang sesuai untuk
peruntukannya;
t. Belum optimalnya system informasi data
keciptakaryaan.
Adanya hambatan-hambatan yang dihadapi
oleh Dinas, maka akibat atau dampak yang muncul
di Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Salatiga
adalah:
a. Bidang Tata Ruang dan Bangunan
1) Belum semua kawasan dikembangkan
melalui Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan;
2) Alih fungsi bangunan yang tidak sesuai
dengan peruntukannya;
3) Belum adanya Rencana Umum Tata Ruang
Kota untuk Wilayah Kecamatan;
4) Rendahnya kesadaran masyarakat dalam
pemanfaatan ruang yang sesuai dengan
peruntukannya dan fungsi lingkungan;
155
5) Masih kurangnya kesadaran masyarakat akan
alih fungsi penggunaan lahan sesuai
peruntukannya;
6) Kurangnya SDM akan kemampuan
peningkatan jasa konstruksi;
b. Bidang Cipta Karya
1) Kurangnya sarana prasarana fasilitas umum
perumahan;
2) Kurangnya aplikasi terapan untuk
merencanakan rumah sederhana sehat.
Sederhana yang terjangkau masyarakat
berpenghasilan rendah;
3) Kurangnya pengawasan dan kebjakan
pembangunan perumahan;
4) Belum optimalnya system informasi data
keciptakaryaan dan tata ruang;
c. Bidang Kebersihan
1) Kurangnya kesadaran masyarakat dalam
pengelolaan sampah sehingga sampah hanya
dibuang ke TPA belum ada upaya untuk
mengolah sampah menjadi bahan yang
berguna;
2) Masih kurangnya sarana prasarana
persampahan;
156
3) Kurangnya lahan tempat pembuangan akhir
sampah dan meningkatnya volume sampah
dan belum adanya pengurangan timbunan
sampah dengan system 3 R
4) Belum ada pemilahan sampah organic dan
unorganik;
5) Sarana dan prasarana pemilahan sampah
organic dan unorganik belum memadai;
6) Perlu adanya upaya untuk menumbuhkan
kesadaran masyarakat untuk pengelolaan
sampah mulai dari sumbernya;
7) Kurangnya bantuan teknis kepada
masyarakat dalam pengelolaan sampah
rumah tangga;
8) Pemberdayaan pengolahan sampah belum
didukung dengan fasilitas dan
pengembangan manfaat hasil pengolahan
sampah;
9) Belum ada penetapan Peraturan Daerah
(Perda) tentang kebijakan pengelolaan
persampahan;
10) Kurangnya managemen pengelolaan sampah
dan kerjasama antar lembaga dalam
157
pengembangan sarana prasarana pengelolaan
sampah.
d. Bidang Keindahan Kota
1) Belum terwujudnya taman kota yang
representative sebagai sarana public;
2) Belum terwujudnya taman bermain bagi
anak-anak yang representative sebagai arena
bermain bagi anak-anak dalam rangka
menunjang kota layak anak;
3) Belum tersedianya taman pemakaman umum
di Kecamatan Argomulyo;
4) Belum semua penerangan jalan dimeterisasi
dan menggunakan lampu hemat energy
sehingga tariff rekening listrik masih cukup
tinggi;
5) Masih terbatasnya sarana prasarana
perawatan LPJU berupa Mobil Crane untuk
melaksanakan perawatan lampu penerangan
jalan +/- 7000 titik.
B. ANALISIS.
1. KETIDAKSINKRONAN ANTARA PERDA NO. 1
TAHUN 2012 DENGAN RENCANA STRATEGIS
DAN RENCANA KERJA
158
Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota
Salatiga dalam pelaksanaan tugas pokok dan
fungsinya mengacu pada RPJMD Tahun 2011-2016
serta Rencana Strategis (Renstra) Tahun 2012-2016
tetapi dalam perkembangannya ternyata banyak
kegiatan yang muncul dikarenakan adanya
permintaan masyarakat maupun kebutuhan
Pemerintah Daerah Kota Salatiga.
Kegiatan Pembangunan yang muncul setelah
tersusunnya RPJMD maupun Renstra dan
merupakan aspirasi masyarakat ternyata dalam
pelaksanaannya banyak mengalami kendala
terutama karena banyaknya pekerjaan yang harus
diselesaikan dalam waktu satu kali anggaran yang
tertuang dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran
(DPA) dan tidak dapat diselesaikan sehingga
kegiatan tersebut diluncurkan pada tahun
berikutnya. Dan Kegiatan yang harus dikerjakan
pada tahun tersebut juga banyak pekerjaan sehingga
pekerjaan yang seharusnya dilaksanakan menjadi
tertunda kembali dan diluncurkan lagi pada tahun
berikutnya, hal tersebut membuat beban kerja
semakin bertambah.
159
Di dalam negara hukum dipersyaratkan
adanya asas legalitas (due process of law), yaitu segala
tindakan pemerintah dalam penyelenggaraan
kenegaraan dan pemerintahan harus di dasarkan
atas peraturan perundang-undangan yang sah dan
tertulis. Aturan hukum harus ada terlebih dahulu
sebagai landasan bagi pejabat atau administrasi
pemerintahan.5 Sehingga Pemerintah Kota Salatiga
khususnya Dinas Tata Ruang Dan Ciptakarya dalam
melaksanakan tugas dan wewenang harus dilandasi
oleh peraturan perundang-undangan, yaitu
Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2012 Tentang RPJMD
Kota Salatiga, Renstra dan Renja.
Dalam sudut pandang penulis setiap
pelaksanaan Renstra dan Renja harus sesuai dan
berlandaskan kepada aturan yang ada yaitu Perda
No. 1 Tahun 2012 Tentang RPJMD. Hal ini mengacu
pada teori jenjang norma hukum (Stufenbau Das
Recht) Hans Kelsen yang menyebutkan bahwa:
dalam pembentukan norma hukum yang lebih
rendah ditentukan oleh norma yang lebih tinggi,
norma yang lebih tinggi pembentukannya
5Teguh Prasetyo dan Arie Purnomosidi, Membangun Hukum
Berdasarkan Pancasila, Nusa Media, Bandung, 2014, hlm. 75.
160
ditentukan oleh norma lain yang lebih tinggi lagi
dan regressus (rangkaian proses pembentukan
hukum) diakhiri oleh suatu norma dasar tertinggi
(grundnorm) yang menjadi dasar tertinggi validitas
keseluruhan tatanan hukum.6
Pendapat dari Hans Kelsen diatas diperkuat
oleh pendapat dari Hans Nawiasky. Menurut beliau
bahwa suatu norma hukum dari negara manapun
selalu berlapis-lapis dan berjenjang-jenjang. Norma
yang dibawah berlaku, bersumber dan berdasar
pada norma yang lebih tinggi, norma yang lebih
tinggi berlaku, bersumber dan berdasarkan pada
norma yang lebih tinggi lagi, sampai pada suatu
norma yang tertinggi yang disebut norma dasar.7
Dengan demikian, pelaksanaan Renja oleh
Dinas Ciptakarya dan Tata Ruang Kota Salatiga
harus sesuai, bersumber dan berdasarkan pada
Peraturan yang lebih tinggi yaitu Perda No. 1 Tahun
2012. Namun dari hasil penelitian yang telah
dilakukan, ditemukan bahwa secara normatif
pelaksanaan Renstra dan Renja yang dilakukan oleh
6Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, Cet.
Keenam, Nusa Media, Bandung, 2011, hlm. 176. 7Teguh Prasetyo dan Arie Purnomosidi, Op Cit, hlm. 71.
161
Dinas Ciptakarya dan Tata Ruang tersebut tidak
sinkron dengan Perda No.1 Tahun 2012 Tentang
RPJMD. Secara hukum ketidaksinkronan tersebut
dapatmenimbulkan dampak batal demi hukum.
Karena pada dasarnya RPJMD Merupakan pedoman
bagi SKPD untuk membuat acuan bagi
pembangunan daerah kota Salatiga. Hal ini
sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 6 – 8 Perda
No. 1 Tentang RPJMD yang mengamanatkan bahwa:
Pasal 6
RPJMD Tahun 2011-2016 merupakan dokumen
perencanaan pembangunan Daerah sebagai
landasan dan pedoman bagi Pemerintah Daerah
dalam penyusunan Rencana Strategis dan sebagai
acuan pelaksanaan pembangunan 5 (lima) tahun
terhitung sejak tahun 2011 sampai dengan tahun
2016 dan pelaksanaan lebih lanjut dituangkan dalam
RKPD.
Pasal 7
RPJMD Tahun 2011-2016 wajib dilaksanakan oleh
Walikota dalam rangka penyelenggaraan
pembangunan di Daerah.
162
Pasal 8
RPJMD Tahun 2011-2016 menjadi pedoman bagi
SKPD dalam menyusun Renstra SKPD dan sebagai
acuan bagi seluruh pemangku kepentingan di
Daerah dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan
selama periode tahun 2011 sampai dengan tahun
2016.
Ditinjau dari perpektif tujuan hukum,8 maka
RENJA yang tidak sinkron dengan RPJM tidak
8Menurut Gustav Radbrugh tujuan hukum ada tiga, yaitu:
1. Kepastian hukum. Kepastian hukum mempunyai arti bahwa hukum itu harus pasti yang tidak mudah untuk berubah-ubah sesuai dengan perubahan dalam masyarakat dan dapat ditaati oleh masyarakat pada waktu dan tempat manapun. Sehingga dengan tidak mudahnya hukum untuk berubah-ubah maka setiap tindakan yang dilakukan oleh masyarakat itu dapat ditentukan apakah perbuatan masyarakat tersebut melanggar dan menyimpang dari peraturan hukum atau tidak. Dengan demikian kepastian hukum mempunyai fungsi memastikan bahwa hukum (yang berisi keadilan dan norma-norma yang memajukan kebaikan manusia), benar-benar berfungsi sebagai peraturan yang ditaati.
2. keadilan. Keadilan setidaknya dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: a. keadilan umum (justisia generalis) atau keadilan legal, yaitu
keadilan menurut kehendak undang-undang, yang harus ditunaikan demi kepentingan umum;
b. keadilan khusus. Yaitu keadilan atas dasar kesamaan atau proporsionalitas. Yang dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: pertama, Keadilan distributif (justisia distributiva), yaitu keadilan yang secara proporsional diterapkan dalam lapangan hukum publik secara umum; kedua, Keadilan komutatif (justisia commutativa), yaitu keadilan dengan mempersamakan antara prestasi dan kontraprestasi; dan ketiga, Keadilan
163
memberikan kepastian hukum. Namun demikian
apa yang dilakukan oleh Dinas Cipta Karya Kota
Salatiga lebih menitikberatkan pada aspek
kemanfaatan dan keadilan masyarakat.
Kemanfaatan dan keadilan masyarakat tersebut
dapat terlihat dari adanya permintaan dari
masyarakat mengenai program-program yang lebih
diprioritaskan. Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang
Kota Salatiga dalam pelaksanaan tugas pokok dan
fungsinya mengacu pada RPJMD Tahun 2011-2016
serta Rencana Strategis (Renstra) Tahun 2012-2016
tetapi dalam perkembangannya ternyata banyak
kegiatan yang muncul yang tidak sesuai atau
sinkron dengan apa yang diatur dalam RPJMD serta
Renstra yang dikarenakan adanya permintaan
masyarakat maupun kebutuhan Pemerintah Daerah
vindikatif (justitia vindicativa), yaitu keadilan dalam hal menjatuhkan hukuman atau ganti kerugian dalam tindak pidana.
c. Aequitas. Yaitu keadilan yang berlaku umum, obyektif dan tidak memperhitungkan situasi dari pada orang yang bersangkutan.
3. Daya guna. Daya Guna (doelmatigheid). Yang dimaksud dengan daya guna adalah bahwa dalam proses bekerjanya hukum, hukum itu dapat memaksa masyarakat pada umumnya dan para penegak hukum khususnya untuk melakukan segala aktivitasnya selalu berkaca pada hukum yang mengaturnya. Lihat Teguh Prasetyo, Hukum dan Sistem Hukum Berdasarkan Pancasila, Media Perkasa, Yogyakarta, 2013. hlm. 7
164
Kota Salatiga. Hal ini memang sering terjadi dimana
asas kepastian hukum sering bertentangan dengan
asas keadilan dan kemanfaatan. Jika kepastian
hukum lebih dikedepankan maka keadilan dan
kemanfaatan akan disingkirkan. Sebaliknya jika
keadilan dan kemanfaatan yang lebih dikedepankan
niscaya kepastian hukum akan tersingkir.
Oleh sebab itu, meskipun setiap tindakan
pemerintah harus dilandasi atau didasarkan atas
aturan yang tertulis, namun Tidak menuntup
kemungkinan pemerintah dalam menjalankan
tugasnya dapat menyimpangi atau tidak
berdasarkan aturan yang ada melainkan
berdasarkan pada asas diskresi. Terkait dengan hal
ini Teguh Prasetyo dan Arie Purnomosidi
mengatakan bahwa:
Pemerintah dalam menjalankan kekuasaan yang
hanya mendasarkan kepada asas legalitas di negara
hukum yang modern ini dirasakan sudah tidak
memadai lagi. Hal ini dikarenakan pemerintah
sekarang ini tidak hanya mengurusi masalah
keamanan dan ketertiban saja (negara penjaga
malam /nachtwachtersstaat), melainkan pemerintah
pada saat ini juga menjalankan fungsi bestuurzorg
165
yaitu untuk mensejahterakan warga masyarakatnya.
Oleh karena itu dalam negara kesejahteraan
(welfarestate), jika pemerintah dalam menjalankan
kekuasaannya hanya mendasarkan pada perintah
undang-undang maka kesejahteraan warga
masyarakat tersebut tidak dapat tercapai.
Sebagaimana diketahaui bahwa undang-undang
selalu mengadung kelemahan yaitu undang-undang
akan selalu tertinggal oleh dinamika yang terjadi di
dalam masyarakat.9
Pendapat diatas, diperkuat oleh pendapat H.D.
Sout yang berpendapat bahwa:
“Perluasan fungsi pelayanan negara sebagai
akibat perkembangan konsep negara kesejahteraan
beriringan dengan langkah mundur pembuat
undang-undang. Tindakan pemerintah diatur lebih
sedikit dalam undang-undang formal. Memang
benar banyak sekali undang-undang, namun lebih
sedikit yang mengatur negara. Hal ini karena
pemerintah dalam mempengaruhi kehidupan warga
negara dengan cara yang berbeda, melalui
penggunaan saran perintah atau larangan undang-
9 Teguh Prasetyo dan Arie Purnomosidi, Op Cit, hlm. 77-78.
166
undang. Sekarang, fungsi pelayanan negara itu
mengarah pada pengurangan arti umum, yakni
pengertian dilarang atau dilarang yang ditentukan
dalam peraturan perundang-undangan. Langkah
mundur pembuat undang-undang ini mengambil
dua bentuk yang berbeda; delegasi wewenang
pembentukan peraturan kepada organ pemerintah
dan secara besar-besaran memberikan wewenang
pemerintahan yang bersifat diskresi. Fungsi
instrumental kebijakan membawa serta penyerahan
penetapan norma pembuat undang-undang kepada
organ pemerintah. Pembuat undang-undang
mendelegasikan pembuatan peraturan perundang-
undangan kepada organ pemerintah tanpa banyak
menetapkan batasan-batasannya.Organ pemerintah
menetapkan berbagai norma yang relevan, dalam
sekian banyak undang-undang yang wewenang
penentuan normanya didelegasikan kepada organ
pemerintah. Hanya keputusan-keputusan yang
sangat penting dalam masyarakat yang penetapan
syarat-syaratnya diambil oleh atau bersama-sama
dengan badan perwakilan rakyat, selebihnya
dilaksanakan melalui eksklusif pembuat undang-
undang. Fakta bahwa wewenang eksklusif pembuat
167
undang-undang adalah pemberian wewenang
diskresi dalam skala besar. Pembuat undang-
undang dalam banyak hal selalu memberikan
wewenang diskresi pemerintahan tersebut.
Wewenang ini tidak terikat secara tegas dengan
undang-undang.”10
Diskresi merupakan wewenang atau
kekuasaan yang tidak terikat secara tegas pada
peraturan, instruksi dan pengawasan; kehendak
bebas pemerintah.11 Diskresi dapat dijuga diartikan
sebagaipertimbangan sendiri atau pertimbangan
seorang pejabat publik dalam melaksanakan
tugasnya, dan kekuasaan seseorang untuk
mengambil pilihan melakukan atau tidak
melakukan tindakan.
Menurut Philipus M. Hadjon, kebebasan
bertindak (diskresi atau freies Ermessen) pada
dasarnya berarti: kebebasan untuk mengetrapkan
peraturan dalam situasi konkrit, kebebasan untuk
mengukur situasi konkrit tersebut, dan kebebasan
untuk bertindak meskipun tidak ada atau belum ada
pengaturannya secara tegas (sifat aktifnya
10H.D. Stout, de Betekenissen..., op. cit., hlm. 72-74. 11S.J. Fockema Andreae, Rechtsgeleerd..., op. cit., hlm. 95
168
pemerintah).12 Sehingga diskresi tersebut dapat
dilakukan jika terjadi tuntutan kondisi yang terjadi
di dalam masyarakat. Hal ini juga dihadapi oleh
Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Salatiga.
Dengan asumsi demikian, dalam pelaksanaan
RENJA yang tidak sesuai RPJMD dapat dibenarkan
berdasarkan pada asas diskresi. Namun, dalam
pelaksanaan diskresi tersebut harus diperhatikan
beberapa persyaratan berikut, yaitu:
a) Setiap pelaksanaan diskresi didasarkan pada
alasan-alasan, dan alasan itu diterapkan secara
konsisten, adil, dan tidak memihak.
b) Alasan-alasan itu dipahami dalam kaitannya
dalam kerangka kesamaan aturan, prinsip,
kebijakan dan tujuan yang dapat dipahami –
secara umum, standar, yang dapat dilihat secara
nyata sebagai bagian yang menjadi dasar
wewenang yang didelegasikan.
c) Persoalan-persoalan prosedur dan substansi
harus sesuai dengan kepentingan umum, yakni
sejalan dengan pertimbangan moralitas.13
12Philipus M. Hadjon, Pengertian-pengertian Dasar Tentang Tindak
Pemerintahan (Bestuurshandeling), Djumali, Surabaya, 1980, hlm. 40-41. 13Ridwan, Loc Cit, hlm. 141.
169
Pendapat lain dikemukakan oleh Sjahran
Basah, beliau berpendapat bahwa persyaratan-
persyaratan yang harus dipenuhi dalam mengambil
tindakan Freies Ermessen (diskresi) adalah:
a) ditunjukan untuk menjalankan tugas-tugas
layanan publik (public service);
b) merupakan sikap tindak yang aktif dari
administrasi negara;
c) sikat tindak itu dimungkinkan oleh hukum;
d) sikap tindak itu diambil dari atas inisiatif sendiri;
e) sikap tindak itu dimaksudkan untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan penting yang
timbul secara tiba-tiba;
f) sikap tindak itu dapat dipertanggungjawabkan
baik secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa
maupun secara hukum.14
Mengacu pada pendapat diatas, maka
diskresi yang diambil oleh Dinas Tata Ruang Dan
Cipta Karya Kota Salatiga sudah benar karena Dinas
Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Salatiga dalam
pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya mengacu
pada RPJMD Tahun 2011-2016 serta Rencana
14Ibid, hlm. 178-179.
170
Strategis (Renstra) Tahun 2012-2016 tetapi dalam
perkembangannya ternyata banyak kegiatan yang
muncul dikarenakan adanya permintaan
masyarakat maupun kebutuhan Pemerintah Daerah
Kota Salatiga.
Dari pengalaman tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa perencanaan pembangunan
belum terperinci dan tidak sesuai dengan arah yang
ditentukan dalam RPJMD dan Renstra.
Strategi yang harus ditetapkan adalah
merevisi Renstra dan RPJMD yang disusun sehingga
sesuai dengan kebutuhan Pemerintah Daerah dan
Aspirasi Masyarakat dalam waktu 2 tahun kedepan
secara terperinci dan terarah sehingga dalam
pelaksanaanya tidak membebani SKPD dan
diharapkan kegiatan pembangunan yang muncul
tidak melenceng dari apa yang telah ditetapkan
dalam Renstra Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang
Kota Salatiga.
2. DAMPAK YANG MUNCUL DENGAN ADANYA
KETIDAKSINKRONAN ANTARA PERDA NO. 1
TAHUN 2012 TENTANG RPJMD KOTA
SALATIGA TAHUN 2011-2016 DENGAN
171
RENCANA STRATEGIS DAN RENCANA KERJA
PADA DINAS CIPTA KARYA DAN TATA
RUANG KOTA SALATIGA
Mengacu pada permasalahan pembangunan
di bidang ciptakarya Kota Salatiga sebagaimana
hasil temuan penulis, maka permasalahan
tersebutdiakibatkan oleh dua faktor yaitu faktor dari
ekternal maupun faktor internal.
Faktor internal merupakan faktor yang
timbul dari dalam instansi Dinas Cipta Karya Dan
Tataruang Kota Salatiga itu sendiri. Contoh faktor
internal terkait dengan kualitas SDM pada dinas
ciptakarya dan tata ruang kota salatiga. Berdasarkan
hasil penelitian diatas, maka yang termasuk
kedalam faktor internal yaitu:
a. Kurangnya SDM yang berlatar belakang
pendidikan teknik sipil;
b. Kurangnya managemen pengelolaan sampah
dan kerjasama antar lembaga dalam
pengembangan sarana prasarana pengelolaan
sampah;
c. Belum optimalnya system informasi data
keciptakaryaan.
172
d. Belum adanya rencana Umum Tata Ruang Kota
untuk Wilayah Kecamatan.
Faktor eksternal yaitu faktor yang
mempengaruhi dari luar instansi Dinas Ciptakarya
dan Tata Ruang Kota Salatiga. Dengan mengacu
pada hasil penelitian diatas maka yang termasuk
faktor eksternal adalah:
a. Rendahnya kesadaran masyarakat dalam
pengelolaan sampah sehingga sampah hanya
dibuang ke TPA, belum ada upaya untuk
mengolah sampah menjadi bahan yang berguna;
b. Masih kurangnya sarana prasarana persampahan
berupa gerobag roda tiga, TPS, TPST;
c. Kurangnya lahan tempat pembuangan akhir
sampah dan meningkatnya volume sampah dan
belum adanya pengurangan sampah dengan
system 3 R;
d. Belum adanya pemilahan sampah organic dan
non organic;
e. Sarana dan prasarana pemisahan sampah
organic dan unorganik belum memadai;
173
f. Perlu adanya upaya untuk menumbuhkan
kesadaran masyarakat untuk pengelolaan
sampah mulai dari sumbernya;
g. Kurangnya bantuan teknis kepada masyarakat
dalam mengelola sampah rumah tangga;
h. Pemberdayaan pengolahan sampah belum
didukung dengan fasilitas dan pengembangan
manfaat hasil pengolahan sampah;
i. Belum ada penetapan Peraturan daerah (Perda)
tentang kebijakan pengembangan prasarana
sarana persampahan;
j. Alih fungsi bangunan yang tidak sesuai dengan
peruntukannya;
k. Belum semua kawasan dikembangkan sesuai
Rencana tata Bangunan dan Lingkungan;
l. Kurangnya sarana prasarana fasilitas umum
perumahan;
m. Kurangnya aplikasi terapan untuk
merencanakan rumah sehat sederhana yang
terjangkau masyarakat berpenghasilan rendah;
n. Rendahnya kesadaran masyarakat dalam
pemanfaatan ruang yang sesuai dengan
peruntukannya dan fungsi lingkungan;
174
o. Rendahnya peran serta masyarakat dalam
pemanfaatan dan pengendalian ruang;
p. Kurangnya kesadaran masyarakat akan alih
funsi penggunaan lahan yang sesuai untuk
peruntukannya;
Pada umumnya pemasalahan timbul dari
kekuatan yang belum didayagunakan secara
optimal, kelemahan yang tidak diatasi, peluang
yang tidak dimanfaatkan, dan ancaman yang tidak
diantisipasi. Akibatnya kegiatan pembangunan yang
muncul setelah tersusunnya RPJMD maupun
Renstra dan merupakan aspirasi masyarakat
ternyata dalam pelaksanaannya banyak mengalami
kendala terutama karena banyaknya pekerjaan yang
harus diselesaikan dalam waktu satu kali anggaran
yang tertuang dalam Dokumen Pelaksanaan
Anggaran (DPA) dan tidak dapat diselesaikan
sehingga kegiatan tersebut diluncurkan pada tahun
berikutnya. Dan Kegiatan yang harus dikerjakan
pada tahun tersebut juga banyak pekerjaan sehingga
pekerjaan yang seharusnya dilaksanakan menjadi
tertunda kembali dan diluncurkan lagi pada tahun
175
berikutnya, hal tersebut membuat beban kerja
semakin bertambah.