36
BAB III
DESKRIPSI WILAYAH
Deskripsi wilayah adalah pembahasan tentang gambaran umum mengenai lokasi
penelitian berupa data-data pendukung untuk penjelasan yang relevan dengan fokus
penelitian, serta dikelompokkan dengan data-data sekunder atau resmi baik dari pemerintah,
organisasi dan lain sebagainya yang sesuai dengan pembahasan. Adapun pada pembahasan
ini Kelurahan Pojok merupakan setting atau lokasi yang digunakan untuk penelitian terkait
partisipasi masyarakat dalam Prodamas(program pemberdayaan masyarakat) membahas
mengenai bentuk-bentuk partisipasi masyarakat yang dilakukan dengan adanya Prodamas ini.
3.1 Gambaran Umum Kota Kediri
A. Sejarah
Artefak arkeologi yang ditemukan pada tahun 2007 menunjukkan bahwa daerah
sekitar Kediri menjadi lokasi kerajaan Kediri, sebuah kerajaan Hindu pada abad ke-11. Awal
mula Kediri sebagai permukiman perkotaan dimulai ketika Airlangga memindahkan pusat
pemerintahan kerajaannya dari Kahuripan ke Dahanapura, menurut Serat Calon Arang.
Dahanapura ("Kota Api") selanjutnya lebih dikenal sebagai Daha. Sepeninggal Airlangga,
wilayah Medang dibagi menjadi dua: Panjalu di barat dan Janggala di timur. Daha menjadi
pusat pemerintahan Kerajaan Panjalu dan Kahuripan menjadi pusat pemerintahan Kerajaan
Jenggala. Panjalu oleh penulis-penulis periode belakangan juga disebut sebagai Kerajaan
Kadiri/Kediri, dengan wilayah kira-kira Kabupaten Kediri sampai Kabupaten
Madiun sekarang.
Semenjak Kerajaan Tumapel (Singasari) menguat, ibukota Daha diserang dan kota
ini menjadi kedudukan raja vazal, yang terus berlanjut hingga Majapahit, Demak,
dan Mataram. Pasukan VOC menyerbu Kediri - ketika itu dijadikan ibukota oleh Trunajaya -
37
pada tahun 1678 dalam Perang Trunajaya. Kediri jatuh ke tangan VOC sebagai
konsekuensi Geger Pecinan. Jawa Timur pada saat itu dikuasai Cakraningrat IV, adipati
Madura yang memihak VOC dan menginginkan bebasnya Madura dari Kasunanan Kartasura.
Karena Cakraningrat IV keinginannya ditolak oleh VOC, ia memberontak.
Pemberontakannya ini dikalahkan VOC, dibantu Pakubuwana II, sunan Kartasura. Sebagai
pembayaran, Kediri menjadi bagian yang dikuasai VOC. Kekuasaan Belanda atas Kediri
terus berlangsung sampai Perang Kemerdekaan Indonesia.
Sebagai tambahan, berdasarkan Staasblad No. 173 tertanggal 13 Maret 1906
ditetapkan anggaran keuangan sebesar f. 15.240 dalam satu tahun. Baru sejak tanggal 1
Nopember 1928 berdasarkan Stbl No. 498 tanggal 1 Januari 1928, Kota Kediri
menjadi "Zelfstanding Gemeenteschap" ("kota swapraja" dengan menjadi otonomi penuh).
Kediri pada masa Revolusi Kemerdekaan 1945-1949 menjadi salah satu titik rute gerilya
Panglima Besar Jendral Sudirman. Kediri juga mencatat sejarah yang kelam juga ketika
era Pemberontakan G30S PKI karena banyak penduduk Kediri yang ikut menjadi korbannya.
a) Era Sebelum Kolinial
Suburnya tanah dataran rendah telah menarik minat pemerintahan Hindia Belanda
untuk menjadikan kawasan Kediri dan sekitarnya lumbung industri peranian di awal abad ke
19. Pemberlakuan sistem tanam paksa (culturstelseel) sejak 1830 di Jawa Timur mendorong
naiknya jumlah perkebunan tebu di Kediri. Pada era itu, tebu adalah salah satu tanaman wajib
tanam selain kopi dan nila. Ada banyak orang Jawa Tengah bermigrasi ke Jawa Timur karena
tergiur menggarap kebun tebu sebagai mata pencarian baru. Buku Sejarah Kebangkitan
Nasional Daerah Jawa Timur (1978) mencatat, dari 1885 sampai 1900 jumlah penduduk
Jawa Timur bertambah 30 persen.
38
Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 maju pesat. Jaringan kereta api antar dan
dalam kota dibangun di mana-mana. Perusahaan transportasi swasta berbasis rel asal Belanda
pun mulai mengendus peruntungan.
Pada 27 September 1895, berdirilah Kediri Stoomtram Maatschappij (KSM), perusahaan jasa
transportasi kereta api yang membangun jaringan rel kereta di wilayah Kediri timur hingga
Jombang. Dalam perkembangannya, kereta trem tak hanya hadir untuk mengakomodir
angkutan perkebunan dan menunjang aktivitas pabrik gula, tetapi juga menjadi sarana
transportasi massal dalam kota.
b) Era Kolonial
39
Gedung Kantor Bank Indonesia di Jalan Brawijaya Nomor 2 Kelurahan Pocanan,
Kecamatan Kota, Kediri termasuk cagar budaya. Di era kolonial Belanda, gedung ini
bernama Kantor De Javasche Bank (DJB) Kediri. Menilik foto lawas yang terpajang di salah
satu dinding kantor, gedung ini pada mulanya bergaya Indische Empire. Cirinya, terdapat dua
pilar di bagian depan dengan tiga pintu utama. Perubahan bangunan dilakukan pada tahun
1927, saat kebutuhan peredaran uang di Kota Kediri mulai dinamis. Kala itu, sektor
perekonomian di Kota Kediri tumbuh pesat di lini pertanian, perkebunan, dan industri gula.
Sejumlah pabrik gula bermunculan seperti PG Pesantren, PG Ngadiredjo, PG Jengkol, dan
PG Mritjan. Satu diantaranya yakni PG Jengkol kini telah gulung tikar.
Ditopang pula aktivitas pengelolaan kakao oleh PT Perkebunan Nusantara (PTPN) X
yang mengekspor ke Eropa. Perombakan bangunan dari satu lantai meniadi dua lantai
dilakukan oleh biro arsitek yang menjadi rekanan De Javasche Bank. Biro yang beralamat di
Hindia Belanda ini pula yang merancang keseluruhan bangunan gedung Bank Indonesia.
Bernama N.V. Architecten-Ingenieursbureau Fermont te Weltevreden en Ed. Cuypers te
40
Amsterdam, atau dikenal dengan nama Biro Fermont-Cuypers. Dua arsiteknya yang ternama
adalah Marius J. Hulswit dan Eduard Henricus Gerardus Hubertus Cuypers.
c) Era Pasca Kolonial
Salah satu peninggalan bangunan yang terdapat di Kota Kediri pasca era
kolonial ialah Gereja Merah. GPBI Immanuel Kediri dibangun oleh orang-orang
Belanda pada tahun awal abad ke-19. Momentum tersebut diabadikan melalui
penandatanganan Dominus atau Pendeta J.A. Broers pada sebuah prasasti, 21
Desember 1904. Koster GPIB Immanuel Kediri, Lorens Hendrik menjelaskan, ini
merupakan langkah awal pembangunan gereja untuk jemaat Protestan yang ada di
Kota Kediri dan sekitarnya. Bangunan gereja ini tak hanya megah ketika dipandang
dari luar tetapi juga tetap memiliki unsur sakral seperti rumah ibadah pada umumnya.
Selain itu, jemaat yang beribadah di tempat ini seakan mampu merasakan atmosfer
beribadah pada masa lampau. Sensasi inpun saya nikmati ketika memasuki Gereja
Merah Bagian dalam bangunan gedung masih dipertahankan keasliannya, mulai
jendela, mimbar, tangga dan ornament bangunan. Kalau pun ada sedikit modifikasi,
tentu tidak banyak. Perubahan dan penambahan ini-itu memang dilakukan untuk
menyesuaikan kondisi dan membuat jemaat nyaman dalam beribadah, seperti pada
pemasangan salib, penataan mimbar dan bangku untuk majelis.
B. Kondisi Geografis
Luas wilayah Kota Kediri adalah 63,40 km² atau (6.340 ha) dan merupakan kota
sedang di Provinsi Jawa Timur. Terletak di daerah yang dilalui Sungai Brantas dan di antara
41
sebuah lembah di kaki gunung berapi, Gunung Wilis dengan tinggi 2552 meter. Kota
berpenduduk 312.000 (2012) jiwa ini berjarak ±130 km dari Surabaya, ibu kota provinsi Jawa
Timur terletak antara 07°45'-07°55'LS dan 111°05'-112°3' BT.[6] Dari aspek topografi, Kota
Kediri terletak pada ketinggian rata-rata 67 meter di atas permukaan laut, dengan tingkat
kemiringan 0-40%. Struktur wilayah Kota Kediri terbelah menjadi 2 bagian oleh sungai
Brantas yaitu sebelah timur dan barat sungai. Wilayah dataran rendah terletak di bagian timur
sungai, meliputi Kecamatan Kediri dan Kecamatan Pesantren, sedangkan dataran tinggi
terletak pada bagian barat sungai yaitu Kecamatan Mojoroto yang mana di bagian barat
sungai ini merupakan lahan kurang subur yang sebagian masuk kawasan lereng Gunung
Klotok (472 m) dan Gunung Maskumambang (300 m).
Gambar 3.1 Peta Kota Kediri
42
C. Kondisi Demografi
Menurut catatan Badan Pusat Statistik Kota Kediri, jumlah penduduk Kota Kediri pada tahun
2016 sebanyak 312.331 jiwa. Kepadatan penduduk Kota Kediri adalah sebesar 4.926 jiwa per
km². Menjadi situs sebuah ibukota kuno bagi kerajaan Jawa, kota ini merupakan salah satu
pusat kebudayaan utama bagi suku Jawa dan di kota ini juga berisi beberapa reruntuhan kuno
dan candi era Kerajaan Kediri dan Kerajaan Majapahit.
Kecamatan Mojoroto : Laki-Laki 59006, Perempuan 56480. Total 115486
Kecamatan Kota : Laki-Laki 40880, Perempuan 43358. Total 84238
Kecamatan Pesantren : Laki-Laki 40617, Perempuan 41637. Total 82254
Suku Bangsa, mayoritas penduduk Kota Kediri adalah suku Jawa, diikuti
dengan 10%Tionghoa, 3%Batak, 4%Manado, 8%Ambon, 10%Madura, 5%Sunda, 5% Arab,
dan berbagai perantau di luar suku Jawa lainnya yang tinggal dan menetap di kota ini.
Agama, Berdasarkan Sensus Penduduk Kota Kediri pada tahun 2016, mayoritas penduduk
beragama Islam, diikuti dengan Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, Konghucu, dan
aliran kepercayaan lainnya.
Banyak tempat ibadah seperti Masjid, Klenteng, Pura, Gereja dan lainnya telah berdiri
ratusan tahun seperti bangunan Gereja GPIB Kediri peninggalan masa kolonial Belanda dan
Klenteng Tjio Hwie Kiong. Toleransi dan kerukunan antar umat beragama di Kediri terjalin
dengan baik.
Bahasa
Bahasa Indonesia menjadi bahasa formal di masyarakat Kota Kediri, sedangkan Bahasa
Jawa menjadi yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari dengan keluarga,
tetangga, teman, atau orang-orang sesama penutur bahasa Jawa lainnya. Berbeda dengan
bahasa Jawa Dialek Surabaya dan Dialek Malang yang memiliki dialek dan gaya bahasa Jawa
43
yang blak-blakan contoh ( Pongor, Gibeng, Santap, Jotos, Tempeleng, Waso (istilah untuk
Pukul atau Hantam) “kathuken" berarti "kedinginan", "gurung" berarti "belum", "gudhuk"
berarti "bukan" ,"deleh" berarti "taruh/letak" dan lain sebagainya. egaliter, egaliter dapat
diartikan persamaan derajat pada setiap manusia. Setiap manusia mempunyai derajat yang
sama di hadapan Tuhan tanpa membedakan kedudukan, kekayaan, keturunan, suku, ras,
golongan, dan sebagainya, melainkan karena sikap masing-masing individu. Bahasa Jawa
mayoritas masyarakat Kediri dan wilayah Mataraman Jawa Timur lainnya cenderung halus
dari segi pemakaian kata dan penuturan.
Sumber: Buku Bappeda Kota Kediri
3.2 Kondisi Umum Kecamatan Mojoroto
A. Gambaran Umum Kecamatan Mojoroto
Kecamatan Mojoroto merupakan salah satu kecamatan yang ada di sebelah Barat
Kota Kediri. Luas Wilayah Kecamatan Mojoroto adalah 24,6 Km2, dengan batas-batasnya
yaitu sebelah utara adalah Kecamatan Banyakan Kabupaten Kediri , sebelah timur
Kecamatan Kota, sebelah selatan Kecamatan Semen Kabupaten Kediri dan sebelah barat
adalah Gunung Wilis . Dari seluruh kelurahan yang ada di Kecamatan Mojoroto yang
mempunyai wilayah terluas adalah kelurahan Pojok dengan luas wilayah 5,15 Km2.
Sedangkan yang mempunyai wilayah tersempit adalah kelurahan Dermo dengan luas wilayah
0,66 Km2 . Menurut statusnya, 14 kelurahan di kecamatan ini berstatus kelurahan. Bila di
lihat dari penggunannya, lahan di Kecamatan Mojoroto terbagi menjadi dua jenis yaitu
pemukiman dan pesawahan dengan luas masing-masing 800,08 Ha dan 711,8 Ha.
Daftar nama kelurahan yang ada di Kecamatan Mojoroto antara lain :
1. Dermo
2. Mrican
44
3. Gayam
4. Ngampel
5. Mojoroto
6. Bujel
7. Sukorame
8. Pojok
9. Campurejo
10. Tamanan
11. Banjar Melati
12. Bandar Kidul
13. Bandar Lor
15. Lirboyo
3.3 Kondisi Umum Kelurahan Pojok
Pada umumnya keadaan wilayah di suatu daerah sangat menentukan sifat dan karakter
masyarakat setempat, kondisi semacam inilah yang membedakan sifat dan karakter
masyarakat di suatu wilayah dengan wilayah yang lain. Terdapat beberapa faktor yang
dijadikan sebagai penentu perbedaan antara kondisi masyarakat satu dengan lainnya yakni
faktor geografis, faktor sosial keagamaan faktor ekonomi dan faktor pendidikan dan lain
sebagainya. Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi masyarakat di Kelurahan
Pojok Kecamatan Mojoroto Kota Kediri.
1. Batas Wilayah Kelurahan
o Sebelah Utara : Kelurahan Sukorame
45
o Sebelah Timur : Kelurahan Lirboyo
o Sebelah Selatan : Kecamatan Semen
o Sebelah Barat : Gunung Klotok
2 . Tata Guna Tanah
o Hutan Produksi : 211 Ha
o Ladang : 115 Ha
o Hutan Konversi : 104 Ha
o Pemukiman Umum : 55 Ha
o Sawah Irigasi : 48 Ha
o Perkuburan / makam : 47 Ha
o Jalan : 40 Ha
o Sawah Setengah Teknis : 37 Ha
o Perkebunan rakyat : 35 Ha
o T P A : 15 Ha
o Sawah Tadah Hujan : 8 Ha
o Taman Rekreasi : 5 Ha
o Sekolah : 3 Ha
o Pertokoan : 3 Ha
o Perkantoran : 1 Ha
o Lapangan Sepak Bola : 1 Ha
o Lapangan Bola Volly dan Basket : 1 Ha
o Kolam : 1 Ha
o Industri : - Ha
46
3. Potensi Ekonomi
a. Perdagangan.
b. Perikanan
c. Peternakan
d. Pertanian
e. Perkebunan
3.4 Kondisi Demografi Kelurahan Pojok
Kondisi demografi Kelurahan Pojok sejatinya sama dengan daerah lainnya, akan
tetapi ketika tahun 2014 lalu, bencana datang pada Kota Kediri yang memberi dampak besar
tidak terkecuali di Kelurahan Pojok. Gunung Kelud berada di perbatasan antara Kabupaten
Kediri, Kabupaten Blitar, dan Kabupaten Malang , kira-kira 27 km sebelah timur pusat Kota
Kediri. Gunung ini akhirnya erupsi pada 13/2 pukul 23.00, setelah dinyatakan berstatus siaga
pada awal Februari lalu. Pasca meletusnya Gunung Kelud, kondisi demografi di Kelurahan
Pojok mengalami perubahan yang signifikan, bagaimana tidak lahan dan tanah warga bahkan
rumah warga dipenuhi pasir akibat erupsi.
Abu vulkanik Gunung Kelud erupsi 2014 tersebar secara luas ke arah barat hingga mencapai
wilayah Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Erupsi ini mempunyai dampak yang luas
terhadap berbagai bidang kehidupan manusia, termasuk di dalamnya bidang pertanian.
Lahan pertanian mendapatkan dampak yang cukup signifikan, oleh karena material erupsi
dapat menutupi atau bahkan menghilangkan lahan pertanian dengan tanaman di atasnya.
Walaupun demikian, erupsi Gunung Kelud 2014 dapat pula dimaknai secara positif dalam
arti sebagai proses alami yang mencurahkan material-material yang akan bermanfaat bagi
kelangsungan pertanian.
47
1. Jumlah Penduduk dan kepadatan penduduk
Jumlah penduduk Kelurahan Pojok Kecamatan Mojoroto Kota Kediri
adalah 10.305 jiwa, terdiri dari 3.250 Kepala Keluarga :
o Laki-laki : 5.323 orang
o Perempuan : 4.982 orang
2. Komposisi penduduk menurut golongan Usia :
Tabel 1. Jumlah Penduduk Menurut Usia
No. Golongan Umur/Tahun Jumlah
1.
2.
3.
4.
0 – 15
16 – 21
22 – 59
60 keatas
2.761
1.082
5.995
467
JUMLAH
10.305
3. Komposisi Penduduk Menurut Pendidikan
Tabel 2.Komposisi Penduduk Menurut Pendidikan
48
No. Tingkat Pendidikan Jumlah Jiwa
Prosentase
(%)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Belum Sekolah
Tamat SD
Tamat SLTP
Tamat SLTA
Tamat Akademi / PT
Tidak Tamat SD
Buta Aksara
( 0 - 55 tahun)
1.142
2.035
2.188
3.327
1.004
1.559
30
11,08
15,13
19,75
21,23
32.29
9,74
0,29
10.305 100
4. Komposisi Penduduk Menurut Agama
Tabel 3 Komposisi Penduduk Menurut Agama
No.
Agama Jumlah Jiwa
Prosentase (%)
1.
2.
Islam
Kristen
2.063
19
98,1
1,9
49
3.
4.
5.
6.
Katholik
Hindu
Budha
Lain-lain, aliran
kepercayaan
JUMLAH 1.082 100%
50
5. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Tabel 4 Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian
No. Mata Pencaharian Jumlah Jiwa
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
Pegawai Negeri Sipil
TNI / POLRI
Guru
Dokter
Bidan
Kesehatan/Perawat
Lembaga Keuangan
Swasta
Pegawai BUMN / BUMD
Pensiunan ABRI/Sipil
Pensiunan Swasta
Wiraswasta/ Pedagang
Tani
Pertukangan
Buruh Tani
Konstruksi/Persewaan
Transportasi
Pemulung
Lainnya
355
90
225
3
3
11
31
1.892
15
116
60
680
394
125
350
25
30
55
85
6. Kondisi Rumah Tangga :
51
Jumlah Penduduk di Kelurahan Pojok sebanyak 10.305 jiwa terdiri dari 3.250 KK
adapun stratifikasi keluarga yang kondisi rumah tangga bervariasi adalah sebagai berikut:
o Pra Sejahtera : 269 KK
o Sejahtera I : 385 KK
o Sejahtera II : 898 KK
o Sejahtera III : 1.442 KK
o Sejahtera III plus : 60 KK
3.5 Pemerintahan di Kelurahan Pojok
Kelurahan Pojok adalah merupakan salah satu Kelurahan yang awalnya bentuk
Pemerintah Desa berubah statusnya menjadi Pemerintah Kelurahan yang terdiri dari :
- Jumlah aparat Kelurahan sebanyak 15 orang
- Jumlah pengurus LPMK sebanyak 15 orang
- Jumlah pengurus RW dan RT sebanyak 138 orang
- Jumlah pengurus TP PKK Kelurahan sebanyak 32 orang
- Jumlah pengurus PKK RW sebanyak 32 orang ( 8 RW )
- Jumlah pengurus PKK RT sebanyak140 orang ( 46 RT )
- Jumlah pengurus POK Tani sebanyak 8 orang
- Jumlah pengurus Karang Taruna sebanyak 50 orang (anggota 281 org)
- Jumlah pengurus ta’mir masjid sebanyak 48 orang (6 masjd)
- Jumlah PAUD : 1 Buah, 9 Guru, 125 Murid
- Jumlah TK : 1 buah 6 guru, 254 murid
52
- Jumlah SD : 1 buah, 16 .guru, 340 murid
- Jumlah anggota Linmas sebanyak : 40 orang, 8 poskamling
- Klub sepakbola : 1 buah, 7 pengurus
- Klub bola voli : 1 buah, 6 pengurus, 48 pemain putra/ putri
- Klub bulu tangkis : 1 buah, 5 pengurus, 02 pemain putra/putri orang
3.6 Kegiatan Yang Mendukung
1. Kegiatan Swadaya Gotong Royong :
Dalam upaya pemberdayaan warga yang kurang mampu dan untuk mengurangi
adanya kesenjangan sosial diantara warga masyarakat, maka telah dilaksanakan
kegiatan gotong royong di Kelurahan Pojok , sejak tahun 2010/2011. Adapun
kegiatan gotong royong sebagai berikut:
a. Bantuan pembangunan sarana Ibadah di setiap lingkungan dengan biaya Masing-
masing RW Rp. 4.000.000,- dari Pemerintah Kelurahan Pojok.
b. Pemugaran rumah tidak layak huni 1 rumah, untuk tiap rumah sebesar Rp.
10.000.000, dari Dana Pemerintah Kota.
c. Pemugaran Rumah tidak layak huni dari program PNPM Perkotaan sebesar Rp.
8.000.000,-/Unit.
2. Kegiatan Kerja Bakti
Kegiatan kerja bakti yang dilakukan masyarakat Kelurahan Pojok
dilaksanakan satu bulan sekali pada hari Minggu di setiap RT dan lingkungan serta
jumat bersih di lingkungan sekitar kantor kelurahan. Dan kegiatan kerja bakti massal
53
seluruh masyarakat Kelurahan Pojok secara serempak menjelang lomba lingkungan
bersih yang diagendakan setiap tahun untuk memperingati Jadi Kota Kediri dan HUT
RI
3. Kegiatan Posyandu
Kegiatan posyandu mencakup beberapa sasaran kegiatan seperti:
Penimbangan Balita, Pemberian Makanan Tambahan (PMT), Imunisasi, KB, dan
lain-lain, serta Posyandu Lansia sasaran kegiatan seperti : Pemeriksaan kesehatan, olah
raga: jalan santai, senam Lansia, Paduan Suara, arisan. Sehingga dengan kegiatan
Posyandu tersebut tingkat kesadaran warga Kelurahan Pojok terhadap arti dan
pentingnya kesehatan sosial masyarakat semakin tinggi.