6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat Menurut Hendrik L. Blum,
derajat kesehatan dipengaruhi 4 faktor yaitu faktor lingkungan, perilaku
masyarakat, pelayanan kesehatan, dan keturunan. Faktor lingkungan inilah
yang paling besar menentukan status kesehatan. Yang kedua adalah
pelayanan kesehatan diantaranya adalah sumber daya manusia yang
kompoten dan siap siaga dalam melayani masyarakat. Ketersediaan tenaga
dan tempat pelayanan yang memadai. Faktor ketiga adalah faktor perilaku
dalam hal ini faktor yang paling berpengaruh adalah faktor pemahaman dan
tingkat pengetahuan masyarakat terhadap kesehatan. Faktor terakhir adalah
keturunan. Semua faktor saling berkaitan satu sama lain (Notoatmodjo,
2007).
1. Pengertian
Perilaku hidup bersih dan sehat adalah semua perilaku kesehatan
yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga
dapat menolong dirinya sendiri dibidang kesehatan dan berperan aktif
dalam kegiatan-kegiatan di masyarakat (Depkes, 2007).
7
2. Sasaran dan Ruang Lingkup
Gerakan PHBS dapat dilaksanakan melalui perorangan, kelompok dan
masyarakat yang dituju oleh program. Agar program lebih mengena,
sasaran perlu dikenali secara lebih khusus, rinci dan jelas. Untuk itu,
sasaran PHBS tersebut dikaitkan dalam tatanannya, yaitu di rumah tangga,
di sekolah, di institusi kesehatan, di tempat umum dan tempat kerja
(Dinkes Lumajang, 2013).
3. Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Adalah upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau
menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan
masyarakat, dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi
dan melakukan edukasi, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan
perilaku, melalui pendekatan pimpinan (Advokasi), bina suasana (Social
Support) dan pemberdayaan masyarakat (Empowerment). Dengan
demikian masyarakat dapat mengenali dan mengatasi masalahnya sendiri,
terutama dalam tatanan masing-masing, dan masyarakat/dapat menerapkan
cara-cara hidup sehat dengan menjaga, memelihara dan meningkatkan
kesehatannya (Depkes, 2007).
Dengan demikian manajemen PHBS adalah penerapan keempat
proses manajemen pada umumnya ke dalam model pengkajian dan
penindaklanjutan.
8
a Kualitas hidup adalah sasaran utama yang ingin dicapai di bidang
Pembangunan sehingga kualitas hidup ini sejalan dengan tingkat
sesejahteraan.
b Derajat kesehatan adalah sesuatu yang ingin dicapai dalam bidang
kesehatan, dengan adanya derajat kesehatan akan tergambarkan
masalah kesehatan yang sedang dihadapi.
c Faktor lingkungan adalah faktor fisik, biologis dan sosial budaya yang
langsung/tidak mempengaruhi derajat kesehatan.
d Faktor perilaku dan gaya hidup adalah suatu faktor yang timbul karena
adanya aksi dan reaksi seseorang atau organisme terhadap
lingkungannya.
B. Perilaku hidup bersih dan sehat di Pondok Pesantren
1. Pengertian
Upaya membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat di
pondok pesantren untuk mengenali masalah dan tingkat kesehatannya,
serta mampu mengatasi, memelihara, meningkatkan dan melindungi
kesehatannya sendiri (Dinkes Lumajang, 2013).
2. Tujuan
Meningkatkan pengetahuan, perubahan sikap dan perilaku para santri,
pengurus dan pengajar di pesantren khususnya terhadap program
Kesehatan Lingkungan dan Gaya Hidup Sehat (Dinkes Lumajang, 2013).
9
3. Sasaran
a. Sasaran primer : Para santri dan pengunjung pesantren
b. Sasaran sekunder : Pengelola/pengurus, Pembina/pengaja
c. Sasaran Tersier : Bupati/walikota, Ketua DPRD, Departemen
Agama, LSM/LSOM
4. Indikator Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat di Pondok Pesantren menurut
Dinkes Lumajang (2013).
a. Kebersihan perorangan (badan dan peralatan atau benda yang di pakai)
b. Kebersihan lingkungan (penggunaan air bersih, kebersihan tempat
wudhu, penggunakan jamban sehat, kebersihan asrama, Kebersihan
ruang belajar, kebersihan halaman
c. Adanya kader Poskestren/santri husada
d. Adanya kader poskestren terlatih
e. Kegiatan kader Poskestren
f. Bak penampungan air bebas jentik
g. Penggunaan garam beryodium
h. Makanan bergizi seimbang
i. Pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan
j. Gaya hidup tidak merokok
k. Gaya hidup sadar AIDS
l. Peserta JPKM atau asuransi kesehatan lainnya
10
Perilaku hidup bersih dan sehat yang di lakukan penelitian disini
adalah kebersihan perorangan atau Personal hygiene adapun konsep teori
sebagai berikut:
Personal hygiene merupakan faktor intrinsik yang melekat pada
host. Personal hygiene atau kebersihan diri adalah upaya seseorang dalam
memelihara kebersihan dan kesehatan dirinya untuk memperoleh
kesejahteraan fisik dan psikologis (Wartonah, 2010). Tujuan personal
hygiene adalah untuk memelihara kebersihan diri, menciptakan keindahan,
serta meningkatkan derajat kesehatan individu sehingga dapat mencegah
timbulnya penyakit pada diri sendiri maupun orang lain.
a. Budaya
Sejumlah mitos yang berkembang di masyarakat menjelaskan bahwa
saat individu sakit ia tidak boleh dimandikan karena dapat
memperparah sakitnya.
b. Status Sosial-Ekonomi
Untuk melakukan personal hygiene yang baik dibutuhkan sarana dan
prasarana yang memadai, seperti kamar mandi, peralatan mandi, serta
perlengkapan mandi yang cukup (misalnya; sabun, sikat gigi, shampo,
dan lain-lain). Hal tersebut membutuhkan biaya, dengan kata lain,
sumber keuangan individu akan berpengaruh pada kemampuannya
mempertahankan personal hygiene yang baik.
11
c. Tingkat Pengetahuan atau Perkembangan Individu
Kedewasaan seseorang akan memberi pengaruh tertentu pada kualitas
diri orang tersebut, salah satunya adalah pengetahuan yang lebih baik.
Pengetahuan penting dalam meningkatkan status kesehatan individu,
sebagai contoh, agar terhindar dari penyakit kulit, maka harus mandi
dengan bersih setiap hari.
d. Perilaku
Perulaku individu dalam menggunakan produk-produk atau benda
tertentu dalam melakukan perawatan diri, misalnya menggunakan
showers, sabun orang lain, pakaian atau handuk orang lain dapat
menimbulkan penularan penyakit skabies.
e. Cacat Jasmani/Mental Bawaan
Kondisi cacat dan gangguan mental menghambat kemampuan individu
untuk melakukan perawatan diri secara mandiri (Alimul, 2009).
C. Mitos
Mitos (bahasa Yunani: μῦθος— mythos) atau mite (bahasa Belanda:
mythe) adalah cerita prosa rakyat yang menceritakan kisah berlatar masa
lampau, mengandung penafsiran tentang alam semesta dan keberadaan
makhluk di dalamnya, serta dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya
cerita atau penganutnya. Dalam pengertian yang lebih luas, mitos dapat
mengacu kepada cerita tradisional. Pada umumnya mitos menceritakan
terjadinya alam semesta, dunia dan para makhluk penghuninya, bentuk
topografi, kisah para makhluk supranatural, dan sebagainya. Mitos dapat
12
timbul sebagai catatan peristiwa sejarah yang terlalu dilebih-lebihkan,
sebagai alegori atau personifikasi bagi fenomena alam, atau sebagai suatu
penjelasan tentang ritual. Mereka disebarkan untuk menyampaikan
pengalaman religius atau ideal, untuk membentuk model sifat-sifat tertentu,
dan sebagai bahan ajaran dalam suatu komunitas (Wikipedia, 2016).
Klasifikasi mitos Yunani terawal oleh Euhemerus, Plato (Phaedrus),
dan Sallustius dikembangkan oleh para neoplatonis dan dikaji kembali oleh
para mitografer zaman Renaisans seperti dalam Theologia mythologica
(1532). Mitologi perbandingan abad ke-19 menafsirkan kembali mitos
sebagai evolusi menuju ilmu (E. B. Tylor), "penyakit bahasa" (Max Müller),
atau penafsiran ritual magis yang keliru (James Frazer). Penafsiran
selanjutnya menolak pertentangan antara mitos dan sains. Lebih lanjut lagi,
mitopeia seperti novel fantasi, manga, dan legenda urban, dengan berbagai
mitos buatan yang dikenal sebagai fiksi, mendukung gagasan mitos sebagai
praktik sosial yang terus terjadi (Wikipedia, 2016).
1. Pengertian mitos yang dikemukakan oleh para ahli dalam Wikipedia
(2016) sebagai berikut :
a. Menurut William A. Haviland: mitos adalah cerita mengenai
peristiwa-peristiwa semihistoris yang menerangkan masalah-masalah
akhir kehidupan manusia.
b. Menurut Cremers: mitos adalah cerita suci berbentuk simbolik yang
mengisahkan serangkaian peristiwa nyata dan imajiner menyangkut
13
asal-usul dan perubahan-perubahan alam raya dan dunia, dewa-dewi,
kekuatan-kekuatan atas kodrati manusia, pahlawan, dan masyarakat.
c. Menurut Levi-Strauss: mitos adalah suatu warisan bentuk cerita
tertentu dari tradisi lisan yang mengisahkan dewa-dewi, manusia
pertama, binatang, dan sebagainya berdasarkan suatu skema logis
yang terkandung di dalam mitos itu dan yang memungkinkan kita
mengintegrasikan semua masalah yang perlu diselesaikan dalam suatu
konstruksi sistematis.
d. Menurut Ahimsa-Putra: mitos adalah cerita yang “aneh” yang
seringkali sulit dipahami maknanya atau diterima kebenarannya
karena kisah di dalamnya “tidak masuk akal” atau tidak sesuai dengan
apa yang kita temui sehari-hari.
2. Mitos ini timbul disebabkan karena keterbatasan alat indra manusia,
seperti :
a. Alat penglihatan Banyak benda yang bergerak begitu cepat sehingga
tak tampak oleh mata
b. Alat pendengaran Pendengaran manusia terbatas pada getaran yang
mempunyai frekuensi dari 30 sampai 30.000 perdetik.
c. Alat pencium dan pengecap Bau dan rasa tidak dapat memastikan
benda yang dicecap maupun yang diciumnya. Manusia hanya bisa
membedakan empat jenis rasa, yaitu manis, masam, asin , dan pahit.
d. Alat perasa Alat perasa pada kulit manusia dapat membedakan panas
atau dingin, namun sangat relatif sehingga tidak bisa dipakai sebagai
14
alat observasi yang tepat. Pengulangan pengamatan dengan berbagai
cara dapat mengurangi kesalahan pengamatan tersebut. Jadi, mitos itu
dapat diterima oleh masyarakat pada masa itu karena : a. Keterbatasan
pengetahuan yang disebabkan keterbatsan penginderaan baik langsung
maupun dengan alat. b. Keterbatasan penalaran manusia pada masa
itu. c. Hasrat ingin tahunya terpenuhi.
3. Mitos Unik Dalam Pondok Pesantren
Pesantren adalah tempat dimana seseorang mendalami ilmu,
khusunya ilmu agama. Ditempat ini manusia di gembleng dengan berbagai
pelajaran ilmu dan akhlak, supaya ketika mereka terjun ke masyarakat
kelak mereka dapat mengamalkan apa yang telah diperolehnya selama di
pesantren (Kementrian Agama, 2012).
Pesantren mempunyai lingkungan yang unik dimana peraturan
ketat tertanam didalamnya. Setiap santri sangat dibatasi pergaulannya
dengan dunia luar, dididik menjadi pribadi yang mandiri, dan disiplin.
Dari lingkungan tersebut, tumbuhlah kebiasaan-kebiasaan dan keyakinan
unik dalam pesantren yang hidup selama bertahun-tahun (Barizi, 2015)
Berikut tiga mitos unik yang hidup dilingkungan Pesantren menurut
Barizi (2015).
a. Penyakit gatal dan Ilmu
Hampir setiap santri pernah mengalami penyakit gatal, yang
istilahnya di jawa adalah penyakit Gudik. Biasanya santri yang
terjangkit penyakit ini adalah santri yang relatif baru. Penyakit Gudik
15
ini biasanya berupa kulit gatal dan merintis, bahkan sampai bernanah
dan menyakitkan. Di lingkungan pesantren, dipercaya bahwa penyakit
Gudik yang diderita santri adalah suatu pertanda bahwa ilmu yang
diembannya selama dipesantren sudah masuk atau terserap. Sehingga
santri tidak perlu terlalu risau atau kawatir atas penyakit yang
dideritanya.
Tentu saja kepercayaan tersebut tidak benar menurut medis.
Bahwa kepercayaan itu dimaksudkan supaya santri beradaptasi dengan
lingkungan pesantren dan dapat bertahan belajar lebih lama.
b. Tirakat dan Kesaktian
Tirakat adalah sebuah upaya untuk menahan nafsu yang
berhubungan makanan. Dalam dunia pesantren, tirakat diwujudkan
dengan perilaku berpuasa, makan seadanya (asal kenyang), bahkan
menghindari rasa kenyang. Tujuan dari tirakat ini adalah ibadah yang
diwujudkan dengan perilaku hidup sederhana. Beberapa santri
melakukan tirakat dengan puasa Daud (sehari puasa, sehari tidak dan
berturut-turut), memakan apapun yang bisa dimakan asalalkan halal,
bahkan secara kestrim memakan nasi aking, nasi agak busuk, atau
makanan yang busuk namun diolah menjadi makanan enak. Dipercaya
hidup dengan cara makan seperti ini maka akan mendapat
kedigdayaan atau kesaktian & tidak berpengaruh pada kesehatan
tubuh.
16
Perilaku tersebut sangat bertentangan dengan Ilmu medis,
bahwa manusia butuh memakan makanan yang bergizi dan bervitamin
supaya tubuh dapat terhindar dari dari penyakit. Banyak orang yang
melakukan tirakat ekstrim tersebut berakhir dengan kesehatan yang
buruk dengan tubuh yang sakit-sakitan, bahkan tidak mendapatkan
kesaktian sama sekali yang sebagaimana diyakininya.
c. Kesaktian Kyai dan Santri Senior
Umumnya banyak rumor berkembang di pesantren tentang
kelebihan-kelebihan (kesaktian Kyai dan Santri Senior) yang
mempunyai kesaktian laiknya kekuatan Super Hero. Kyai memang
memang mempunyai amalan-amalan untuk keselamatan, dan santri
senior pun umumnya juga memperoleh beberapa amalan dari sang
Kyai. Tapi bukan berarti amalan-amalan tersebut dapat membuat sang
Kyai dan Santri senior mempunya kekuatan Super Hero. Melainkan
supaya Allah senantiasa memberikan perlindungan terhadap dirinya
maupun orang lain. Kyai adalah manusia biasa yang mempunyai
kelebihan penguasaan Ilmu agama. Pengabdian dan perjuangannya
dalam menyiarkan ajaran agama sangat layak kita hormati.
Mungkin bagi yang pernah mengenyam di Pondok Pesantren
(terutama masa 20 Tahun keatas), tidak asing dengan rumor-rumor
diatas. Namun seiring dengan perkembangan zaman khusunya di
dunia digital saat ini rumor seperti itu sangat mungkin sedikit demi
sedikit terkiris bahkan hilang sama sekali. Namun bagaimanapun
17
kesan kehidupan dunia pesantren akan selalu membawa kenangan saat
kita sudah tidak lagi tinggal disana.
D. Pengetahuan
1. Definisi
Pengetahuan adalah merupakan hasil ” tau ”, dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan
terjadi melalui pancaindra manusia, yakni : indra penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoadmojo, 1993).
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang (over behaviour). Dari pengalaman dan penelitian
terbukti bahwa perilaku yang di sadari oleh pengetahuan akan lebih
langgeng dari pada prilaku tanpa di sadari oleh pengetahuan
(Notoatmodjo, 2003).
2. Cara memperoleh pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2002) cara memperoleh pengetauan dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu :
a. Cara Tradisional atau Non – Ilmiah
Cara ini dipakai orang untuk memperoleh pengetahuan sebelum
ditemukanya metode ilmiah atau metode penemuan secara sistematis
dan logis. Cara- cara penemuan pengetahuan pengetahuan secara
tradisional antara lain :
18
a Coba – coba salah (Trial and Error)
Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan
mungkin sebelum ada peradaban. Pada waktu itu seseorang
apabila menghadapi persoalan atau masalah, upaya pemecahanya
dilakukan dengan coba – coba saja. Cara coba – coba ini
dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam pemecahan
masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba
kemungkinan yang lain.
b Cara kekuasaan (otoritas)
Para pemegang otoritas baik pemimpin pemerintah, tokoh agama,
maupun ahli ilmu pengetahuan pada prinsipnya mempunyai
mekanisme yang sama didalam penemuan pengetahuan. Prinsip
ini adalah, orang lain menerima pendapat yag dikeemukakan oeh
orag yang mempunyai otoritas, tanpa terlebih dahulu megkaji tau
membuktkan kebenaranya. Halini disebabkan karena orang yang
menerima pendapat tersebut menganggap apa yang dikemukakan
sudah benar.
c Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau merupakan
suatu cara utuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Dilakukan
dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh
dalam memecahkan permasalahan yang ada pada masa lalu.
Pengalaman pribadi dapat menuntun sseorang untuk menarik
19
kesimpulan dan pengalaman dengan benar diperlukan berpikir
kritis dan logis.
d Melalui jalan pikiran
Dari sini manusia telah mampu menggunakan penalaranya dan
memperoleh pengetahuan. Dengan kata lain, dalam memperoleh
kebenaran penetahuan manusia telah menggunakan jalan
pikiranya, baik melalui induksi maupun deduksi
b. Cara Baru atau Modern
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa
ini lebih sistematis, logis, dan ilmiah. Cara ini disebut metode
penelitian ilmiah atau lebih popular disebut metodologi penelitian
ilmiah atau lebih popular disebut metodologi penelitian (Reserch
Methodology).
3. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003) pegetahuan tercakup didalam domain
kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu :
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Ternyata kedalam tingkat ini adalah mengingat kembali
(recall) sesuatu yang diterima spesifik dari seluruh badan yang di
pelajari atau rangsangan yang telah diterima oleh sebab itu tahu ini
merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
20
b. Memahami (comprehension)
Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentag benar tentang objek yang diketaui, dan dapat
mengintepretasikan materi tersebut secara benar.
c. Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan
hukum – hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam
konteks atau situasi yang lain.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabakan materi atau
suatu subyek kedalam komponen – komponen, tetapi masih didalam
satu organisasi, dan masih ada kaitanya satu sama lain.
e. Sintesis (syntesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian – bagian didalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru. Dengan kata lain adalah suatu kemampuan untuk
menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
jutifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian –
21
penilaian itu di dasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri,
atau menggunakan kriteria - kriteria yang telah ada.
4. Pengetahuan dan kognitif dalam membentuk tindakan
Penelitian Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2003)
mengugkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru
(berperilaku baru), didalam diri orang tersebut terjadi proses yang
berurutan, yakni
a. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek)
b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini
sikap subjek sudah mulai timbul
c. Evalution (menimbang – nimbang) terhadap baik dan tidaknya
stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah
lebih baik lagi
d. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai
dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus
e. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers
menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap
– tahap tersebut diatas.
22
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku
melalui proses seperti tersebut, dimana didasari oleh pengetahuan,
kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat
langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari
oleh pengetauan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama.
5. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Pengetahuan seseorang termasuk pengetahuan mengenahi
kesehatan dipengaruhi oleh beberapa factor. Menurut Notoatmodjo
(2003) faktor – faktor tersebut meliputi :
a. Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan bepengaruh dalam memberi
respon terhadap suatu yang dating dari luar. Penndidikan merupakan
variabel masukan (input) yag memiliki detminan kuat terhadap
kualitas manusia (individu) dan penduduk (sosial). Pendidikan
meliputi pendidikan formal dan pendidikan non formal. Tingkat
pendidikan seseorang di anggap sebagai modal untuk memahami
informasi yang diperoleh, semakin tinggi pendidikan masyarakat
maka akan mempengaruhi prilaku.
b. Paparan media masa
Melalui berbagai media baik cetak maupun elektronik maka berbagai
informasi dapat diterima oleh masyatrakat, sehingga seseorang yang
lebih dan dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan yang dimiliki
seseorang.
23
c. Ekonomi
Dalam memenuhi kebutuhan pokok (primer) maupun kebutuhan
sekunder, keluarga dengan status ekonomi baik akan lebih midah
tercukupi di banding keluarga dengan status ekonomi rendah. Hal ini
akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan akan informasi
pendidikan yang termasuk kebutuhan sekunder
d. Hubungan sosial
faktor hubungan sosial mempengaruhi kemampuan individu sebagai
komunikan untuk menerima pesan menurut komunikasi media
semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekeuatan seseorang
akan lebih matang dalam berfikir, bekerja, berinteraksi dengan
sekitarnya.
e. Pengalaman
Pengalaman seseorang individu tentang berbagai hal biasanya
diperoleh dari lingkungan kehidupan dalam proses perkembangan,
misal sering mengikuti kegiatan – kegiatan yang mendidik misalnya
seminar.
f. Akses layanan kesehatan
Mudah atau sulit mengakses layanan kesehatan tentunya akan
berpengaruh terhadap pengetahuan dalam hal kesetaraan.
6. Cara Mengukur Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan cara wawancara
atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari
24
subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin
kita ketahui atau kita ukur dapat disesuaikan dengan tingkatan tersebut
(Notoatmodjo, 2003).
E. Status Ekonomi
1. Pengertian Status Ekonomi
Status sosial ekonomi adalah kedudukan atau posisi seseorang
dalam masyarakat, status sosial ekonomi adalah gambaran tentang
keadaan seseorang atau suatu masyarakat yang ditinjau dari segi sosial
ekonomi, gambaran itu seperti tingkat pendidikan, pendapatan dan
sebagainya. Status ekonomi kemungkinan besar merupakan pembentuk
gaya hidup keluarga. Pendapatan keluarga memadai akan menunjang
tumbuh kembang anak. Karena orang tua dapat menyediakan semua
kebutuhan anak baik primer maupun skunder (Soetjiningsih, 2004).
Status ekonomi adalah kedudukan seseorang atau keluarga di
masyarakat berdasarkan pendapatan per bulan. Status ekonomi dapat
dilihat dari pendapatan yang disesuaikan dengan harga barang pokok
(Kartono, 2006).
2. Tingkat Ekonomi
Geimar dan Lasorte (1964) dalam Friedman (2004) membagi keluarga
terdiri dari 4 tingkat ekonomi:
25
a. Adekuat
Adekuat menyatakan uang yang dibelanjakan atas dasar suatu
permohonan bahwa pembiayaan adalah tanggung jawab kedua orang
tua. Keluarga menganggarkan dan mengatur biaya secara ralisitis.
b. Marginal
Pada tingkat marginal sering terjadi ketidaksepakatan dan perselisihan
siapa yang seharusnya mengontrol pendapatan dan pengeluaran
c. Miskin
Keluarga tidak bisa hidup dengan caranya sendiri, pengaturan
keuangan yang buruk akan menyebabkan didahulukannya
kemewahan.
d. Sangat Miskin
Menejemen keuangan yang sangat jelek, termasuk pengeluaran saja
dan berhutang terlalu banyak, serta kurang tersedianya kebutuhan
3. Faktor yang Mempengaruhi Status Ekonomi
Menurut friedman (2004) faktor yang mempengaruhi status ekonomi
seseorang yaitu:
a. Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang terhadap
perkembangan orang lain menuju ke arah suatu cita-cita tertentu.
Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka makin mudah dalam
memperoleh pekerjaan, sehingga semakin banyak pula penghasilan
26
yang diperoleh. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat
perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru dikenal.
b. Pekerjaan
Pekerjaan adalah simbol status seseorang dimasyarakat. Pekerjaan
jembatan untuk memperoleh uang dalam rangka memenuhi kebutuhan
hidup dan untuk mendapatkan tempat pelayanan kesehatan yang
diinginkan.
c. Keadaan Ekonomi
Kondisi ekonomi keluarga yang rendah mendorong untuk tidak
berperilaku sehat
d. Latar Belakang Budaya
Cultur universal adalah unsur kebudayaan yang bersifat universal, ada
di dalam semua kebudayaan di dunia, seperti pengetahuan bahasa dan
khasanah dasar, cara pergaulan sosial, adat-istiadat, penilaian umum.
Tanpa disadari, kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap
terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota
masyarakatnya, karena kebudayaan pulalah yang memberi corak
pengalaman individu-individu yang menjadi anggota kelompok
masyarakat asuhannya. Hanya kepercayaan individu yang telah mapan
dan kuatlah yang dapat memudarkan dominasi kebudayaan dalam
pembentukan sikap individual
27
e. Pendapatan
Pendapatan adalah hasil yang diperoleh dari kerja atau usaha yang
telah dilakukan. Pendapatan akan mempengaruhi gaya hidup
seseorang. Orang atau keluarga yang mempunyai status ekonomi atau
pendapatan tinggi akan mempraktikkan gaya hidup yang mewah
misalnya lebih komsumtif karena mereka mampu untuk membeli
semua yang dibutuhkan bila dibandingkan dengan keluarga yang kelas
ekonominya kebawah.
4. Biaya Hidup di Lingkungan Pondok
Salah satu aspek psikologis yang menggerakkan mahluk hidup dalam
aktivitas-aktivitasnya dan menjadi dasar (alasan) bagi setiap individu
untuk berusaha. Pada dasarnya, manusia bekerja mempunyai tujuan
tertentu, yaitu memenuhi kebutuhan. Kebutuhan tidak terlepas dari
kehidupan sehari-hari. Selama hidup manusia membutuhkan bermacam-
macam kebutuhan. Seperti: makanan, pakaian, perumahan, pendidikan,
keamanan, dan kesehatan. Kebutuhan dipengaruhi oleh kebudayaan,
lingkungan, waktu, dan agama. Semakin tinggi tingkat kebudayaan suatu
masyarakat, semakin tinggi / banyak pula macam kebutuhan yang harus
dipenuhi.
28
Tabel di bawah ini bisa dijadikan pedoman berapakah perkiraan keuangan
yang dibutuhkan para santri
Tabel di atas adalah prakiraan biaya hidup di pondok, sedangkan para
santri bersekolah pada jenjang yang berbeda. Hal inilah yang perlu
dipertimbangkan kembali karena jenjang sekolah yang berbeda akan
berbeda pula kebutuhannya
F. Skabies
1. Pengertian
Penyakit skabies merupakan penyakit kulit menular yang di sebabkan oleh
tungau Sarcoptes scabiei. Dengan keluhan gatal terutama pada malam hari
yang di tandai dengan adanya kelainan pada kulit yang berupa papula,
vesikula, urtikaria, dan krista. Faktor yang berperan dalam penularan
penyakit ini adalah sosial ekonomi yang rendah, hygine perorangan yang
jelek, lingkungan yang tidak bersih, perilaku yang tidak mendukung
kesehatan serta kepadatan penduduk atau hunia tempat tinggal. Faktor
29
yang dominan adalah kemiskinan dan higinitas perorangan yang banyak
terjadi jelek di negara berkembang, dan hala tersebut merupakan kelompok
masyarakat yang paling banyak menderita penyakit ini (Carruthers, 1978 ;
Kabulrachman, 1992).
Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthopoda, kelas Arachimida, orto
Ackrarima, super family Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes
scabiei (Handoko, 2007).
2. Etiologi
Tungau Sarcoptes scabiei termasuk famili sarcoptidaedari kelas
Arachnida, berbentuk lonjong, punggungnya cembung, dan bagian
perutnya rata. Besar tungau ini sangat bervariasi, yang betina berukuran
kira-kira 0,4 mmx 0,3 mm sedangkan yang jantan ukurannya lebih kecil
0,2 mm x 0,15mm. Tungau ini translusen dan bewarna putih kotor, pada
bagian dorsal terdapat bulu-bulu dan duri serta mempunyai 4 pasang kaki,
bagian anterior 2 pasang sebagai alat untuk melekat sedangkan 2 pasang
sebagi alat untuk melekat sedangkan 2 pasang kaki terakhir pada betina
berakhir dengan rambut. Pada yang jantan pasangan kaki yang ketiga
berakhir dengan rambut dan yang keempat berakhir dengan alat perekat
(Handoko, 2009).
30
Gambar 2.1
Tungau sarcoptes scabiei
(Sumber: Simon, 2014)
3. Siklus Hidup
Siklus hidup tungau Sarcoptes scabiei setelah kopulasi (perkawinan)
yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang - kadang masih
dapat hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh betina.
Tungau betina yang telah dibuahi mempunyai kemampuan untuk
membuat terowongan pada kulit sampai di perbatasan stratumm korneum
dan startum granulosum dengan kecepatan 0,5-5 mm per hari. Di dalam
terowongan ini tungau betina akan bertelur sebanyak 2-3 butir setiap
hari. Seekor tungau betina akan bertelur sebanyak 40 50 butir semasa
siklus hidupnya yang berlangsung kurang lebih 30 hari. Telur ini akan
menetas dalam waktu 3-4 hari dan menjadi larva kemudian berubah
menjadi nimfa dengan 4 pasang kaki dan selanjutnya menjadi tungau
dewasa. Siklus hidup tungau mulai dari telur sampai dewasa
memerlukan waktu selama 8-12 hari (Handoko, 2009).
31
Gambar 2.2
Siklus hidup tungau sarcoptes scabiei
(Sumber: CDC, 2010)
4. Epidemilogi
Skabies merupakan merupakan penyakit endemi pada banyak masyarakat.
Penyakit ini dapat mengenai semua ras dan golongan di seluruh dunia.
Penyakit ini banyak sekali dijumpai pada anak dan orang dewasa muda,
tetapi dapat mengenai semua umur. Insidens sama pria dan wanita.
Insidens skabies di negara berkembang menunjukkan siklus fluktuasi yang
sampai saat ini belum dapat dijelaskan. Interval antara akhir dari suatu
32
epidemi dan permulaan epidemi berikutnya kurang lebih 10-15 tahun
(Harahap, 2000).
Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain:
sosial ekonomi yang rendah, higiene yang buruk, hubungan seksual yang
sifatnya promiskuitas, kesalahan diagnosis, dan perkembangan demografik
serta ekologik. Penyakit ini dapat dimasukkan dalam PMS (Penyakit
Menular Seksual).
Cara penularan (Transmisi) :
a. Kontak langsung (kontak dengan kulit), misalnya berjabat tangan,
tidur bersama dan hubungan seksual.
b. Kontak tak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei,
bantal, dan lain – lain. Penularan biasanya oleh Sarcoptes scabiei
betina yang sudah dibuahi atau kadang oleh bentuk larva. Dikenal pula
Sarcoptes scabiei varanimalis yang kadang-kadang dapat menulari
manusia, terutama pada mereka yang banyak memelihara binatang
peliharaan misalnya kucing, anjing (Handoko, 2007).
Penyebab dan proses terjadinya penyakit skabies berkembang dari
rantai sebab akibat ke suatu proses kejadian penyakit, yakni proses
interaksi antara manusia (pejamu) dengan berbagai sifatnya (biologis,
fisiologis, psikologis, sosiologis dan antropologis) dengan penyebab
(agent) serta dengan lingkungan (environment).
33
Gambar 2.3
Hubungan interaksi Host, Agent dan Environment
(Sumber : Noor, 2008)
Dalam teori keseimbangan, interaksi antara ketiga unsur tersebut
harus dipertahankan keseimbangannya. Menurut Noor (2008) bila terjadi
gangguan keseimbangan antara ketiganya, akan menyebabkan timbulnya
penyakit tertentu, termasuk penyakit kulit skabies.
a. Unsur penyebab (Agent)
Pada umumnya, kejadian setiap penyakit sangat dipengaruhi oleh
berbagai unsur yang berinteraksi dengan unsur penyebab dan ikut
dalam proses sebab akibat. Faktor yang terinteraksi dalam proses
kejadian penyakit dalam epidemiologi digolongkan dalam faktor risiko.
Dalam hal ini yang menjadi faktor penyebab dalam terjadinya penyakit
skabies adalah seekor tungau yang bernama sarcoptes scabiei.
b. Unsur pejamu (Host)
Unsur pejamu terutama pejamu manusia dapat dibagi dalam dua
kelompok sifat utama, yakni: pertama, sifat yang erat hubungannya
dengan manusia sebagai makhluk biologis dan kedua, sifat manusia
sebagai makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk biologis memiliki
Host
Agent
Environment
34
sifat biologis tertentu, seperti: umur, jenis kelamin, keadaan imunitas
dan reaksi tubuh terhadap berbagai unsur dari luar maupun dari dalam
tubuh sendiri. Sedangkan manusia sebagai makhluk sosial mempunyai
berbagai sifat khusus seperti: kelompok etnik termasuk adat, kebiasaan,
agama, kebiasaan hidup dan kehidupan sehari-hari termasuk kebiasaan
hidup sehat. Keseluruhan unsur tersebut di atas merupakan sifat
karakteristik individu sebagai pejamu akan ikut memegang peranan
dalam proses kejadian penyakit, termasuk penyakit kulit skabies yang
dapat berfungsi sebagai faktor resiko.
c. Unsur lingkungan (Environment)
Lingkungan memegang peranan yang cukup penting dalam menentukan
terjadinya proses penyakit. Secara garis besarnya, maka unsur
lingkungan dapat di bagi dalam tiga bagian utama, yakni: lingkungan
fisik, lingkungan biologis dan lingkungan sosial.
5. Patogenesis
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi
juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan
oleh sensitasi terhadap skreta dan eksreta tungau yang memerlukan waktu
kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai
dermatitis dengan ditemukannya papul, vasikel, urtika, dan lain-lain.
Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskrosi, krusta, infeksi sekunder.
Masa inkubasi skabies bervariasi, ada yang beberapa minggu bahkan
berbulan-bulan tanpa menunjukkan gejala. Menunjukkan gejala dimulai 2-
35
4 minggu setelah penyakit dimulai dari orang yang sebelumnya pernah
menderita skabies maka gejala akan muncul 1 sampai 4 hari setelah
infeksi ulang (Harahap, 2000).
6. Gambaran klinik penyakit skabies dapat dilihat dari tanda- tanda menurut
Sungkar (1992) adalah sebagai berikut:
a. Tanda Kardinal, yaitu:
1) Adanya terowongan yang sedikit meninggi, berbentuk garis lurus
atau berkelok-kelok, panjangnya beberapa milimeter sampai 1
cm, dan pada ujungnya tampak vesikula, papula, atau pustula.
2) Tempat predileksi yang khas adalah sela jari, pergelangan tangan
bagian vola, siku, lipat ketiak bagian depan, areola mamae,
sekitar umbilikus, abdomen bagian bawah, genetalia eksterna
pria. Pada orang dewasa jarang terdapat di muka dankepala,
kecuali pada penderita imunosupresif, sedangkan pada bayi, lesi
dapat terjadi diseluruh permukaan kulit.
3) Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok,misalnya
dalam sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena
infeksi. Begitu pula dalam sebuah perkampungan yang padat
penduduknya, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan
diserang oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan hiposensitasasi
yang seluruh anggota keluarganya terkena. Walaupun mengalami
infestasi tungau, tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini
bersifat sebagai pembawa (carrier).
36
4) Adanya gatal hebat pada malam hari. Bila lebih dari satu anggota
keluarga menderita gatal, harus dicurigai adanya skabies. Gatal
pada malam hari disebabkan oleh temperatur tubuh menjadi lebih
tinggi sehingga akivitas kutu meningkat.
b. Bentuk-bentuk khusus skabies, yaitu :
1) Skabies pada bayi dan anak
Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk
seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering
terjadi infeksi sekunder berupa empitigo, ektima sehingga
terowongan jarang ditemukan. Pada bayi, lesi terdapat dimuka.
2) Skabies yang ditularkan oleh hewan Sarcoptes scabiei varian
canis dapat menyerang manusia yang pekerjaannya berhubungan
erat dengan hewan tersebut.
Misalnya peternak dan gembala. Gejal ringan, rasa gatal kurang,
tidak timbul terowongan, lesi terutama terdapat pada tempat-
tempat kontak. Dan akan sembuh sendiri bila menjauhi hewan
tersebut dan mandi bersih.
3) Skabies Noduler
Nodul terjadi akibat reaksi hipersensitivitas. Tempat yang sering
terjadi adalah genetalia pria, lipat paha, dan aksila. Lesi ini dapat
menetap beberapa minggu hingga beberapa bulan, bahkan satu
tahun walaupun telah mendapatkan pengobatan anti skabies.
37
4) Skabies Inkognito
Obat steroid tropikal atau sistemik dapat menyamarkan gejala dan
tanda skabies, sementara infestasi tetap ada. Sebaliknya,
pengobatan dengan steroid topikal yang lama dapat pula
menyebabkan lesi bertambah hebat.
5) Skabies terbaring ditempat tidur (bed-ridden) Penderita penyakit
kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal ditempat tidur
dapat menderita skabies yang lesinya terbatas.
6) Skabies Krustosa (Norwegian scabies) Lesinya berupa gambaran
eritrodemi, yang disertai skuamageneralisata, eritema, dan distrofi
kuku. Krusta terdapat banyak sekali. Krusta ini yang melindungi
Sarcotes scabiei dibawahnya. Bentuk ini sering salah didiagnosis,
malah kadang diagnosisnya baru dapat ditegakkan setelah
penderita menularkan penyakitnya ke orang banyak. Sering
terdapat pada orang tua dan orang yang menderita retardasi mental
(Down’s syndrome), sensasi kulit yang rendah (lepra, syringomelia
dan tabes dorsalis), penderita penyakit sistemik yang berat
(leukimia dan diabetes), dan penderita imunosupresif (misalnya
pada penderita AIDS atau setelah pengobatan glukokortikoid atau
sitotoksik jangka panjang).
38
7. Diagnosis
Menurut Handoko (2007) diagnosis ditegakkan jika terdapat setidaknya
dua dari empat tanda kardinal skabies yaitu:
a. Pruritus nokturna, yaitu gatal pada malam hari yang disebabkan karena
aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
b. Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok.
c. Adanya terowongan pada tempat- tempat predileksi yang berwarna
putih atau keabu- abuan, berbentuk lurus atau berkelok, rata- rata
panjang 1cm, dan pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau
vesikel. Tempat predileksinya adalah tempat-tempat dengan stratum
korneum yang tipis seperti jari-jari tangan, pergelangan tangan bagian
volar, umbilikus, genetalia pria dan perut bagian bawah.
8. Cara menemukan tungau menurut Sungkar (1992), dapat dilakukan
dengan beberapa cara, antara lain:
a. Kerokan kulit
Papul atau terowongan yang baru dibentuk dan utuh ditetesi minyak
mineral/ KOH, kemudian dikerok dengan scalpel steril untuk
mengangkat atap papul atau terowongan. Hasil kerokan diletakkan di
gelas obyek dan ditutup dengan lensa mantap, lalu diperiksa di bawah
mikroskop.
39
b. Mengambil tungau dengan jarum
Jarum ditusukkan pada terowongan di bagian yang gelap dan
digerakkan tangensial. Tungau akan memegang ujung jarum dan dapat
diangkat keluar.
c. Epidermal shave biopsy
Papul atau terowongan yang dicurigai diangkat dengan ibu jari dan
telunjuk lalu diiris dengan scalpel no. 15 sejajar dengan permukaan
kulit. Biopsi dilakukan sangat superfisial sehingga perdarahan tidak
terjadi dan tidak perlu anestesi.
d. Burrow ink test
Papul skabies dilapisi tinta cina dengan menggunakan pena lalu
dibiarkan selama dua menit kemudian dihapus dengan alkohol. Tes
dinyatakan positif bila tinta masuk ke dalam terowongan dan
membentuk gambaran khas berupa garis zig- zag.
e. Swab kulit
Kulit dibersihkan dengan eter lalu dilekatkan selotip dan diangkat
dengan cepat. Selotip dilekatkan pada gelas obyek kemudian diperiksa
dengan mikroskop.
f. Uji tetrasiklin
Tetrasiklin dioleskan pada daerah yang dicurigai ada terowongan,
kemudian dibersihkan dan diperiksa dengan lampu Wood. Tetrasiklin
dalam terowongan akan menunjukkan fluoresens
40
G. Pondok Pesantren
1. Pengertian
Pesantren menurut pengertian dasarnya tempat belajar para santri,
sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana terbuat
dari bambu. Disamping itu, kata pondok mungkin berasal dari Bahasa
Arab Funduq yang berarti asrama atau hotel (Kementrian Agama, 2012).
Menurut Dhofier (1982) secara umum Pondok Pesantren
didefinisikan sebagai lembaga pendidikan yang memiliki 5 elemen pokok
yaitu
a. Pondok atau Asrama adalah tempat tinggal bagi para santri. Pondok
inilah yang menjadi ciri khas dan tradisi pondok pesantren dan
membedakannya dengan sistem pendidikan lain yang berkembang di
Indonesia
b. Masjid merupakan tempat untuk mendidik para santri terutama dalam
praktek seperti shalat, pengajian kitab klasik, pengkaderan kyai.
c. Pengajaran kitab-kitab klasik merupakan tujuan utama pendidikan di
pondok pesantren
d. Santri merupakan sebutan untuk siswa atau murid yang belajar di
pondok pesantren.
41
e. Kyai merupakan pimpinan pondok pesantren. Kata kyai sendiri
adalah gelar yang diberikan masyarakat kepada seorang ahli agama
Islam yang menjadi pimpinan pesantren dan mengajarkan kitab-kitab
klasik
2. Tujuan Kementrian Agama (2012) didirikannnya pendidikan pesantren
pada dasarnya terbagi dua yaitu:
a. Tujuan Khusus
Yaitu mempersiapkan para santri untuk menjadi orang ‘alim dalam
ilmu agama yang diajarkan oleh Kyai yang bersangkutan serta
mengamalkannya dalam masyarakat.
b. Tujuan Umum
Yakni membimbing anak didik agar menjadi manusia yang
berkepribadian Islam yang sanggup dengan ilmu agamanya menjadi
mubaligh Islam dalam masyarakat sekitar dan melalui ilmu dan
amalnya
3. Sistem Pendidikan Pondok Pesantren
Dalam keputusan Musyawarah Lokakarya intensifikasi pengembangan
Pondok diberikan batasan sebagai berikut: Pondok Pesantren adalah
lembaga pendidikan Islam yang minimal terdiri dari tiga unsur.
a. Kyai, Syekh, Ustadz yang mendidik serta mengajar
b. Santri dengan asramanya
c. Masjid.
42
H. Penelitian Yang Relevan
Penelitian Hilma dan Ghazali (2014) bertujuan untuk mengetahui
tingkat pengetahuan, frekuensi kontak tidak langsung, tingkat higinitas dan
kepadatan hunian dengan kejadian skabies, penelitian ini dilakukan dengan
metode teknik total sampling sehingga seluruh anggota populasi diikutkan
dalam penelitian. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang
bermakna antara tingkat pengetahuan dan frekuensi kontak tidak langsung
terhadap kejadian skabies, tetapi tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara tingkat higienitas dan kepadatan hunian dengan kejadian skabies.
Fatmasari et al. 2013) melakukan penelitian bertujuan untuk
mengetahui hubungan higiene perorangan dengan kejadian skabies. Populasi
yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh santri di Pondok
Pesantren Rudhotul Muttaqin Mijen Semarang. Penentuan sampel yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan teknik probability sampling
dengan metode pengambilan sampel secara Random Sampling. Hasil
penelitian menunjukkan tidak adanya hubungan anatar higine perorangaan
dengan kejadian skabies.
Kuspriyanto (2013) melakukan penelitian yang bertujuan
mengetahui pengaruh sanitasi lingkungan dan perilaku sehat santri terhadap
kejadian skabies. Metode penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini
adalah menggunakan cara acak bertahap (multi stage random sampling).
Sedangkan penentuan sakit skabies melalui keluhan santri berupa gejala-
gejala khas awal dari skabies dan diperkuat adanya pemeriksaan kanal
43
(terowongan) pada kulit penderita oleh dokter. Uji yang digunakan adalah
regresi logistik sederhana dan regresi logistik ganda. Dengan hasil
penelitian ada pengaruh sanitasi lingkungan dan perilaku sehat santri
terhadap kejadian skabies
Audhah 2012 tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
faktor risiko terjadinya skabies. Metode yang digunakan observasional
analitik, menggunakan rancangan kasus pembanding. Variabel yang diukur
adalah kepadatan hunian, perilaku kebersihan diri, ada kontak dengan
penderita dan cara pengobatan. Hasil penelitian menunjukan dari empat
variabel yang diteliti mempunyai hubungan yang bermakna secara statistik
adalah kepadatan hunian dan ada kontak dengan penderita sedangkan
perilaku kebersihan diri, dan cara pengobatan secara statistik tidak bermakna.
Dari keempat penelitian relevan tersebut mempunyai perbedaan
ditinjau dari metodologi penelitian dan jenis variabel dengan penelitian yang
sedang dilakukan oleh peneliti saat ini.
44
I. Kerangka Berpikir
Berikut ini (Gambar 2.4) adalah gambar kerangka berpikir penelitian faktor –
faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit skabies.
Gambar 2.4 Kerangka berpikir
J. Hipotesis
a. Ada hubungan positif antara mitos santri dengan kejadian penyakit
skabies di Pondok Pesantren.
b. Ada hubungan negatif antara tingkat pengetahuan santri dengan kejadian
penyakit skabies di Pondok Pesantren.
Keterangan :
: Variabel yang diteliti
: Variabel tidak diteliti
Tingkat
Pengetahuan
Kontak dengan
penderita
Skabies
Kondisi Ekonomi
(uang saku santri)
Keyakinan dan
Budaya Masyarakat
Perilaku kesehatan
kesehatan
Sanitasi
Lingkungan
Mitos Kesehatan
45
c. Ada hubungan negatif antara kondisi ekonomi (uang saku santri)
dengan kejadian penyakit skabies di Pondok Pesantren
d. Ada hubungan negatif antara perilaku kesehatan dengan kejadian
penyakit skabies di Pondok Pesantren