6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lapis Beton Aspal (Laston)
Lapis aspal beton adalah lapisan pada konstruksi jalan raya, yang terdiri dari
campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus (well graded) dicampur,
dihamparkan dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu. Jenis agregat yang
digunakan terdiri dari agregat kasar, agregat halus dan filler, sedangkan aspal yang
digunakan sebagai bahan pengikat untuk lapis aspal beton harus terdiri dari salah satu
aspal keras penetrasi 40/50, 60/70 dan 80/100 yang seragam, tidak mengandung air bila
dipanaskan sampai suhu 175°C tidak berbusa dan memenuhu persyaratan sesuai dengan
yang ditetapkan.
Pembuatan Lapis Aspal Beton (Laston) dimaksudkan untuk mendapatkan suatu
lapisan pada perkerasan jalan yang mampu memberikan sumbangan daya dukung yang
terukur serta berfungsi sebagai lapisan kedap air yang dapat melindungi konstruksi
dibawahnya (Bina Marga, 2018).
Lapisan beton aspal terdiri dari beberapa lapis, seperti terlihat pada Gambar 2.1.
Sumber: www.digilib.unila.co.id
Gambar 2. 1 Lapis Perkerasan Beton Aspal
1. Lapis permukaan (Surface Course)
Lapisan permukaan yang terletak paling atas pada struktur perkerasan jalan, dalam
istilah perkerasan biasa disebut lapisan AC yang berfungsi sebagai:
7
a. Lapis perkerasan penahan beban roda, lapisan ini mempunyai stabilitas tinggi
untuk menahan beban roda selama masa pelayanan.
b. Lapis kedap air, sehingga air hujan yang jatuh di atasnya tidak meresap ke
lapisan di bawahnya.
c. Lapis aus (wearing course), lapisan yang langsung menerima gesekan akibat
rem kendaraan sehingga mudah menjadi aus.
Fungsi diatas dapat dipenuhi jika lapisan permukaan dibuat dengan menggunakan
bahan pengikat aspal sehingga menghasilkan lapisan yang kedap air dengan
stabilitas yang tinggi dan daya tahan selama masa pelayanan.
2. Lapis fondasi BC (Base Course)
Lapis perkerasan yang terletak di antara lapis fondasi bawah dan lapis permukaan
dinamakan lapis fondasi dan berfungsi sebagai:
a. Bagian struktur perkerasan yang menahan gaya vertikal dari beban kendaraan
dan disebarkan ke lapis dibawahnya.
b. Lapis peresap untuk fondasi bawah.
c. Bantalan atau perletakkan lapis permukaan.
3. Lapis fondasi bawah (Subbase Course)
Lapis fondasi bawah yaitu lapis perkerasan yang terletak di antara lapis fondasi dan
tanah dasar. Lapisan fondasi bawah berfungsi sebagai:
a. Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban kendaraan ke
tanah dasar.
b. Efisiensi penggunaan material yang relative murah, agar lapis diatasnya dapat
dikurangi tebalnya.
c. Lapis peresap, agar air tanah tidak berkumpul di fondasi.
d. Lapis filler untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik ke
lapis fondasi.
4. Lapis tanah dasar (Subgrade)
Lapisan tanah dasar adalah lapisan tanah yang terletak diatas lapisan fondasi bawah.
Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan, jika tanah aslinya baik,
atau tanah yang didatangkan dari tempat lain dan dipadatkan.
8
2.1.1 Gradasi Campuran
Gradasi adalah susunan ukuran butir agregat. Ukuran butir agregat dapat diperoleh
melalui pemeriksaan analisa saringan. Analisa saringan dapat dilakukan secara basah atau
kering (saringan basah atau saringan kering). Menurut Silvia Sukirman (2016), gradasi
agregat adalah menentukan besarnya rongga atau pori yang mungkin terjadi dalam
agregat campuran. Agregat campuran yang terdiri dari agregat berukuran sama akan
berongga atau berpori banyak karena tidak terdapat agregat berukuran kecil yang dapat
mengisi rongga antar butiran. Sebaliknya, bila gabungan agregat terdistribusi dari agregat
yang kecil sampai besar secara merata, maka rongga yang terbentuk oleh susunan agregat
akan kecil. Gradasi agregat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel
2.1 dan untuk grafik gradasi campuran Laston AC-WC dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Tabel 2. 1 Gradasi Agregat Untuk Campuran Beraspal
Ukuran Ayakan % Berat yang Lolos terhadap Total Agregat
Laston (AC)
ASTM (mm) WC Gradasi Target
1½" 37,5
1" 25
¾" 19 100 100
½" 12,5 90 - 100 95
3/8" 9,5 77 - 90 83.5
No. 4 4,75 53 - 69 61
No. 8 2,36 33 - 53 43
No. 16 1,18 21 - 40 30.5
No. 30 0,6 14 - 30 22
No. 50 0,3 9 - 22 15.5
No. 100 0,15 6 - 15 10.5
No. 200 0,075 4 – 9 6.5
9
Gambar 2. 2 Grafik Gradasi Campuran Laston AC-WC
2.1.2 Sifat Campuran Aspal Beton
Sebagai lapis permukaan perkerasan jalan, Laston (AC) mempunyai nilai struktur,
kedap air, dan mempunyai stabilitas tinggi. Ketentuan sifat-sifat campuran beraspal panas
menurut Spesifikasi Bina Marga 2018 untuk Laston (AC), tertera pada Tabel 2.2.
Tabel 2. 2 Ketentuan Sifat-sifat Campuran Laston (AC)
Sifat-sifat Campuran
Laston
Lapis
Aus Lapis Antara Fondasi
AC-WC AC-BC AC-Base
Jumlah tumbukan per bidang 75 112
Rasio partikel lolos ayakan 0.075
mm min 0.6
dengan kadar aspal efektif maks 1.2
Rongga dalam campuran (%) min 3
maks 5
Rongga dalam agregat (VIM) (%) maks 15 14 13
Rongga Terisi Aspal (%) min 65 65 65
Stabilitas Marshall min 800 1800
Pelelehan (mm) min 2 3
maks 4 6
Sumber: Spesifikasi Bina Marga 2018
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
110
0,01 0,1 1 10 100
% B
erat
Agre
gat
yan
g L
olo
s
Ukuran Saringan (mm)
Spesifikasi Batas
Bawah
Spesifikasi Batas Atas
Gradasi Target
10
Tabel 2. 2 Ketentuan Sifat-sifat Campuran Laston (AC) (Lanjutan)
Sifat-sifat Campuran
Laston
Lapis Aus Lapis Antara Fondasi
AC-WC AC-BC AC-Base
Stabilitas Marshall sisa (%)
setelah perendaman selama 24
jam, 600C min 90
Rongga dalam campuran (%) pada min 2
Kepadatan Membal (refusal)
Sumber: Spesifikasi Bina Marga 2018
2.1.3 Karakteristik Beton Aspal
Menurut Sukirman,S.,(2016) bahwa campuran dari aspal dan agregat yang
direncanakan harus dapat memenuhi karakteristik tertentu agar dapat bertahan pada
kondisi beban lalulintas dan iklim sehingga dapat menghasilkan suatu perkerasan yang
kuat, aman dan nyaman. Maka setiap campuran beton aspal (AC) harus memiliki
karakteristik sebagai berikut:
1. Stabilitas adalah kemampuan perkerasan jalan menerima beban lalu lintas tanpa
terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur, dan bleeding. Kebutuhan
akan stabilitas sebanding dengan fungsi jalan, dan beban lalu lintas yang akan
dilayani. Jalan yang melayani volume lalu lintas tinggi dan dominan terdiri dari
kendaraan berat, membutuhkan perkerasan jalan dengan stabilitas tinggi.
Sebaliknya perkerasan jalan yang diperuntukkan untuk melayani lalu lintas
kendaraan ringan tentu tidak perlu mempunyai nilai stabilitas yang tinggi.
2. Keawetan (durabilitas) adalah kemampuan beton aspal menerima repetisi beban
lalu lintas seperti berat kendaraan dan gesekan antara roda kendaraan dan
permukaan jalan, serta menahan keausan akibat pengaruh iklim, seperti udara, air,
atau perubahan temperatur. Durabilitas beton aspal dipengaruhi oleh tebalnya film
atau selimut aspal, banyaknya pori dalam campuran, kepadatan dan kedap airnya
campuran.
3. Kelenturan (fleksibilitas) adalah kemampuan beton aspal untuk menyesuaikan diri
akibat penurunan (konsolidasi / settlement) dan pergerakan dari pondasi atau tanah
dasar, tanpa terjadi retak. Penurunan terjadi akibat berat sendiri tanah timbunan
11
yang dibuat diatas tanah asli. Fleksibilitas dapat ditingkatkan dengan
mempergunakan agregat bergradasi terbuka dengan kadar aspal yang tinggi.
4. Ketahanan terhadap kelelahan (fatique resistance) adalah kemampuan beton aspal
menerima lendutan berulang akibat repitisi beban, tanpa terjadinya kelelahan
berupa alur dan retak. Hal ini dapat tercapai jika mempergunakan kadar aspal yang
tinggi.
5. Kekesatan / tahanan geser (skid resistance) adalah kemampuan permukaan beton
aspal terutama pada kondisi basah, memberikan gaya gesek pada roda kendaraan
sehingga kendaraan tidak tergelincir, ataupun slip. Berikut adalah faktor – faktor
yang mempengaruhi kekesatan jalan yaitu:
a. Kekasaran permukaan dari butirbutir. Dalam hal ini agregat yang digunakan
tidak hanya mempunyai permukaan yang kasar, tetapi juga mempunyai daya
tahan
b. Luas bidang kontak antar butir atau bentuk butir
c. Gradasi agregat
d. Kepadatan campuran
e. Tebal film aspal
f. Ukuran maksimum butir agregat
6. Kedap air (impermeabilitas) adalah kemampuan beton aspal untuk tidak dapat
dimasuki air ataupun udara ke dalam lapisan beton aspal. Air dan udara dapat
mengakibatkan percepatan proses penuaan aspal, dan pengelupasan selimut aspal
dari permukaan agregat. Jumlah pori yang tersisa setelah beton aspal dipadatkan
dapat menjadi indikator kekedapan air campuran. Tingkat impermeabilitas beton
aspal berbanding terbalik dengan tingkat durabilitasnya.
7. Kemudahan Pelaksanaan (workability) adalah kemampuan campuran beton aspal
untuk mudah dihamparkan dan dipadatkan. Tingkat kemudahan dalam
pelaksanaan, menentukan tingkat efisiensi pekerjaan. Faktor yang mempengaruhi
tingkat kemudahan dalam proses penghamparan dan pemadatan adalah:
a. Viscositas aspal
b. Kepekaan aspal terhadap perubahan temperatur
c. Gradasi dan kondisi agregat Revisi atau koreksi terhadap rancangan
campouran dapat dilakukan jika ditemukan kesukaran
12
2.1.4 Temperatur
Aspal pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat. Jika dipanaskan
sampai suatu temperatur tertentu aspal dapat menjadi lunak/cair sehingga dapat
membungkus partikel agregat pada waktu pembuatan aspal beton atau masuk kedalam
pori-pori saat penyemprotan/penyiraman pada perkerasan macadam ataupun peleburan.
Jika temperatur mulai turun, aspal akan mengeras dan mengikat agregat pada tempatnya
(sifat termoplastis). Setiap jenis aspal mempunyai kepekaan terhadap temperatur berbeda
– beda, karena kepekaan tersebut dipengaruhi oleh komposisi kimiawi aspalnya,
walaupun mungkin mempunyai nilai penetrasi atau viskositas yang sama pada temperatur
tertentu. Pemeriksan sifat kepekaan aspal terhadap perubahan temperatur perlu dilakukan
sehingga diperoleh informasi tentang rentang temperatur yang baik untuk pelaksanaan
pekerjaan. Pada Tabel 2.3 memperlihatkan nilai viskositas aspal dan batasan suhu selama
pencampuran, penghamparan dan pemadatan
Tabel 2. 3 Ketentuan Viskositas dan Temperatur Aspal untuk Pencampuran dan
Pemadatan
No Prosedur Pelaksanaan Viskositas Aspal Perkiraan Temperatur Aspal
Aspal Pen .60/70
1 Pencampuran Benda Uji Marshall 0,17 ± 0,02 130 ± 2
2 Pemadatan Benda Uji Marshall 0,28 ± 0,03 115 ± 2
3 Pemncampuran. Rentang
Temperatur Sasaran
0,2 - 0,5 130 - 135
4 Menuangkan Campuran beraspal
dari alat pencampur ke dalam Truk
± 0,5 120 - 130
5 Pemasok ke alat Penghampar 0,5 - 1,0 115 - 125
6 Pemadatan Awal (Roda Baja) 1 -2 110 - 120
7 Pemadatan Antara ( Roda Karet) 2 - 20 90 - 115
8 Pemadatan Akhir (Roda Baja) <20 > 80
Sumber: Spesifikasi Bina Marga 2018
2.2 Campuran Aspal Hangat
Metode pencampuran aspal dapat dibedakan menjadi 3 kategori yakni
pencampuran panas (Hot Mix Asphalt), pencampuran hangat (Warm Mix Asphalt), dan
pencampuran dingin (Cold Mix Asphalt). Metode yang paling umum digunakan saat ini
adalah pencampuran panas, karena karakteristik akhir campuran yang memenuhi
persyaratan perkerasan. Namun untuk beberapa alasan, pencampuran aspal panas (HMA)
dianggap memiliki dampak negatif karena kebutuhan energi yang besar dan dampak
13
samping terhadap lingkungan. WMA dan CMA adalah cara lain pencampuran aspal yang
mengizinkan proses pencampuran dengan suhu yang lebih rendah atau tanpa pemanasan
sama sekali. WMA diproduksi pada suhu 100°C-140°C, sendangkan CMA diproduksi
tanpa proses pemanasan sama sekali. Namun pada karakteristik akhir CMA sangat rentan
terhadap proses pencampurannya. WMA diharapkan dapat menjadi jalan tengah antara
HMA dan CMA untuk mendapatkan karakteristik campuran memenuhi syarat.
Campuran aspal hangat (WMA) adalah campuran perkerasan yang proses
pembuatan dan penghamparannya pada suhu yang jauh lebih rendah dibandingkan
dengan HMA. Namun, dengan karakteristik perkerasan yang sama ataupun lebih baik
dibandingkan campuran aspal panas (HMA). Apabila HMA diproduksi pada suhu 160°C-
140°C, WMA memungkinkan produksi campuran pada suhu 100°C-140°C. Pada suhu
yang lebih rendah dari 100°C, campuran tersebut tergolong pada “half warm asphalt”.
2.3.1 Keuntungan Campuran Aspal Hangat
Campuran beraspal hangat WMA adalah sebuah istilah umum yang sering
digunakan untuk berbagai teknologi yang memungkinkan proses pembuatan bahan
perkerasan Hot Mix Asphalt HMA untuk menurunkan suhu, di mana bahan ini dicampur
dan dihampar di lapangan. Teknologi ini sudah terbukti berguna untuk:
1. Mengurangi biaya perkerasan
2. Memperpanjang umur perkerasan.
3. Meningkatkan proses pemadatan aspal.
4. Membuat campuran aspal dapat diangkut pada jarak yang lebih jauh lagi.
5. Meningkatkan kondisi kerja dengan mengurangi paparan emisi bahan bakar, asap,
dan panas.
2.3 Material Perkerasan AC-WC
Pembuatan lapis aspal beton (Laston) dimaksudkan untuk mendapatkan suatu
lapisan permukaan atau lapis antara pada perkerasan jalan raya yang mampu memberi
sumbangan daya dukung yang terukur serta berfungi sebagai lapisan kedap air yang dapat
melindungi konstruksi dibawahnya. Perkerasan jalan yang bermutu baik sangat
menunjang bagi kehidupan manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Perkerasan lentur di
Indonesia biasanya sebelum mencapai umur rencana sudah mengalami kerusakan salah
satunya akibat pengaruh cuaca dan iklim, seperti udara, air, dan perubahan temperatur.
14
Pada musim hujan, tidak sedikit jalan yang terendam oleh air akibat banjir. Hal ini dapat
mempengaruhi keawetan atau durabilitas jalan tersebut.
1. Agregat
Agregat adalah bahan penyusun utama dalam perkerasan jalan. Mutu dari agregat
akan sangat menentukan mutu dari perkerasan yang akan dihasilkan. Pengawasan
terhadap mutu agregat dapat dilakukan dengan pengujian di laboratorium.
Agregat didefinisikan sebagai batu pecah, kerikil, pasir atau komposisi mineral
lainnya baik yang berupa hasil pengolahan (penyaringan, pemecahan) yang merupakan
bahan baku utama konstruksi perkerasan jalan. Pada perkerasan beton aspal yang dibuat
melalui proses pencampuran panas, agregat mengisi 95% berat campuran atau 75-85%
volume campuran. Agregat yang dipakai harus diperhatikan dengan baik, memperhatikan
sifat-sifat dari agregat tersebut seperti gradasi dan ukuran butir, kebersihan, bentuk dan
tekstur permukaan, kekuatan dan porositas. Diperlukan pemeriksaan laboratorium
mengenai mutu dari agregat itu sendiri. Dengan demikian agregat yang akan dipakai
dalam penelitian dapat memenuhi sesuai dengan syarat yang ditentukan.
Sifat agregat memberikan pengaruh yang penting pada campuran beton aspal.
Sifat agregat tersebut antara lain adalah gradasi. Gradasi adalah pembagian ukuran
agregat. Gradasi agregat dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu:
1. Gradasi seragam (uniform gradation) adalah gradasi dengan ukuran butir yang
hampir sama.
2. Gradasi baik (well gradation) adalah agregat yang ukuran butir dari besar ke kecil
dengan porsi yang hampir seimbang.
3. Gradasi senjang (gap gradation) adalah gradasi dimana ada bagian tertentu yang
dihilangkan sebagaian.
Pada campuran beraspal, agregat memberikan konstribusi sampai 90 – 95%
terhadap berat campuran, sehingga sifat-sifat agregat (jenis-jenis agregat) merupakan
salah satu faktor penentu dari kualitas campuran tersebut. sifat-sifat agregat tersebut
adalah:
1. Ukuran agregat pada suatu campuran beraspal terdistribusi dari yang berukuran
besar sampai yang berukuran kecil. Ukuran tersebut berpengaruh terhadap
kemudahan pekerjaan serta kepadatan campuran. Pada ukuran agregat menurut
15
Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga 2018 dibedakan
dalam beberapa istilah, antara lain:
a. Agregat kasar untuk rancangan campuran adalah yang tertahan ayakan No.4
(4,75 mm) yang dilakukan secara basah dan harus bersih, keras, awet dan
bebas dari lempung atau bahan yang tidak dikehendaki lainnya dan memenuhi
ketentuan yang diberikan dalam Tabel 2.4.
Tabel 2. 4 Ketentuan Agregat Kasar
No. Jenis Pemeriksaan Metode Pengujian Syarat Satuan
1
Kekekalan
bentuk agregat
terhadap
larutan
Natrium Sulfat
SNI 3407:2008
Maks.
12 %
Magnesium
Sulfat
Maks.
18 %
2
Abrasi dengan
mesin Los
Angeles
100 putaran
SNI 2417:2008
Maks. 8 %
500 putaran Maks.
40 %
3 Kekekalan agregat terhadap aspal SNI 2439:2011 Min. 95 %
4 Butiran pecah terhadap agregat
kasar SNI 7619:2012 95/90
5 Partikel pipih dan lonjong ASTM D4791-10
Perbandingan 1 : 5
Maks.
10 %
6 Material lolos ayakan No.200 SNI ASTM
C117:2012 Maks. 1 %
Sumber: Spesifikasi Bina Marga 2018
b. Agregat halus dari sumber bahan manapun, harus terdiri dari pasir atau hasil
pengayakan batu pecah yang terdiri dari bahan yang lolos ayakan No.4 (4,75
mm). Agregat halus harus memenuhi ketentuan sebagaimana ditunjukkan
pada Tabel 2.5.
16
Tabel 2. 5 Ketentuan Agregat Halus
No Jenis Pemeriksaan Metoda Pengujian Syarat Satuan
1 Nilai setara pasir SNI 03-4428-1997 Min. 50 %
2 Uji kadar rongga tanpa
pemadatan SNI 03-6877-2002 Min. 45
3
Gumpalan lempung dan butir-
butir mudah pecah dalam
agregat
SNI 03-4141-1996 Maks. 1 %
4 Agregat lolos ayaka No.200 SNI ASTM
C117:2012 Maks.10 %
Sumber: Spesifikasi Bina Marga 2018
c. Bahan pengisi (filler), adalah bagian dari agregat halus yang lolos saringan
No.200 (0,075 mm).
Gradasi adalah susunan butir agregat sesuai ukurannya, merupakan sifat yang
sangat luas pengaruhnya terhadap kualitas perkerasan secara keseluruhan. Gradasi
agregat menentukan besarnya rongga yang mungkin terjadi dalam agregat campuran.
Secara umum terdapat perbedaan mendasar dari sifar campuran agregat bergradasi baik
dan buruk seperti pada Tabel 2.6.
Tabel 2. 6 Perbedaan Sifat Campuran Gradasi Agregat
Sifat Bergradasi Buruk Bergradasi Baik
Permeabilitas Baik Buruk
Tingkat Kepadatan Buruk Baik
Rongga Pori Besar Sedikit
Stabilitas Buruk Baik
Sumber: Sukirman, S., 2016
2. Kebersihan agregat, agregat yang kotor akan memberikan pengaruh yang buruk
pada kualitas perkerasan jalan, seperti berkurangnya ikatan antara aspal dengan
agregat yang disebabkan karena banyaknya kandungan lempung pada agregat
tersebut.
3. Kekerasan, semua agregat yang digunakan harus kuat, mampu menahan abrasi
dan degradasi selama proses produksi dan operasionalnya di lapangan.
4. Bentuk butir agregat, bentuk partikel agregat yang bersudut memberikan ikatan
antar agregat yang baik yang dapat menahan perpindahan agregat yang mungkin
17
terjadi. Agregat yang bersudut tajam, berbentuk kubikal dan agregat yang
memiliki lebih dari satu bidang pecah akan menghasilkan ikatan antar agregat
yang paling baik.
5. Tekstur permukaan agregat, selain memberikan sifat ketahanan terhadap gelincir
(skid resistance) pada permukaan perkerasan, juga merupakan faktor lainnya yang
menentukan kekuatan, workabilitas dan durabilitas campuran beraspal.
6. Keporusan agregat menentukan banyaknya zat cair yang dapat diserap agregat.
Kemampuan agregat untuk menyerap air dan aspal adalah suatu informasi yang
penting yang harus diketahui dalam pembuatan campuran beraspal.
7. Kelekatan agregat terhadap aspal adalah kecenderungan agregat untuk menerima,
menyerap dan menahan lapisan aspal.
8. Berat jenis agregat adalah perbandingan antara berat volume agregat dan volume
air. Besarnya berat jenis agregat sangat penting dalam perencanaan campuran
agregat dan aspal, karena pada umumnya direcanakan berdasarkan perbandingan
berat dan untuk menentukan banyak pori. Agregat dengan berat jenis kecil
mempunyai volume yang besar sehingga dengan berat yang sama membutuhkan
jumlah aspal yang lebih banyak dan agregat yang berat jenisnya besar tidak
membutuhkan aspal yang lebih banyak. Terdapat empat macam berat jenis
agregat, antara lain:
a. Berat jenis bulk atau bulk specific gravity (Gsb), adalah berat jenis dengan
memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering dan seluruh volume
agregat.
Perhitungan berat jenis bulk ada 2, yaitu:
Perhitungan berat jenis bulk untuk agregat kasar:
Gsb = Bk
(Bj - Ba) ..........................................(2.1)
Perhitungan berat jenis bulk untuk agregat halus:
Gsb = Bk
(B+500 - Bt) ....................................(2.2)
b. Berat jenis kering permukaan atau Saturated Surface Dry Specific Gravity
(Gssd), adalah berat jenis dengan memperhitungkan berat agregat dalam
keadaan kering permukaan.
Perhitungan berat jenis kering ada 2, yaitu:
18
Perhitungan berat jenis kering permukaan untuk agregat kasar:
Gssd = Bj
(Bj - Ba) ............................................(2.3)
Perhitungan berat jenis kering permukaan untuk agregat kasar:
Gssd = 500
(B+500 - Bt) .....................................(2.5)
c. Berat jenis semu atau apparent specific gravity (Gsa), adalah berat jenis
dengan memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering dan volume
agregat yang tidak dapat diresapi oleh air.
Perhitungan berat jenis apparent ada 2, yaitu:
Perhitungan berat jenis semu untuk agregat kasar:
Gsa = Bk
(Bk - Ba) ..........................................(2.5)
Perhitungan berat jenis semu untuk agregat halus:
Gsa = Bk
(B+Bk-Bt) ..........................................(2.6)
d. Berat jenis efektif (Gse), adalah berat jenis dengan memperhitungkan berat
agregat dalam keadaan kering, jadi merupakan berat agregat kering dan
volume agregat yang tidak dapat diresapi oleh aspal. Nilai berat jenis agregat
umumnya konstan untuk agregat campuran, karena hanya dipengaruhi oleh
kemampuan aspal menyerap ke dalam pori dari masing-masing butir agregat.
Perhitungan berat jenis efektif ada 2, yaitu:
Perhitungan berat jenis untuk agregat kasar:
Gse = Gsb + Gsa
2 ........................................(2.7)
Perhitungan berat jenis untuk bahan pengisi (filler), yaitu:
Berat jenis = Wt
W5 - W3 .................................(2.8)
2. Bahan Pengikat/ Aspal
Aspal atau bitumen adalah suatu cairan kental yang merupkan senyawa
hidrokarbon dengan sedikit mengandung sulfur, oksigen, dan klor. Aspal sebagai bahan
pengikat dalam perkerasan lentur mempunyai sifat viskoelastis. Aspal bersifat
termoplastis yaitu mencair jika dipanaskan dan kembali membeku jika temperatur turun.
Sifat ini digunakan dalam proses konstruksi perkerasan jalan. Banyaknya aspal dalam
19
campuran perkerasan berkisar antara 4-10% berdasarkan berat campuran, atau 10-15%
berdasarkan volume campuran.
Berdasarkan tempat diperolehnya, aspal dibedakan menjadi 2 jenis yaitu:
1. Aspal Alam
Aspal alam yaitu aspal yang ditemui di alam, dapat berbentuk batuan ataupun
aspal alam. Batuan aspal adalah batuan yang mengandung aspal di dalamnya,
dapat digunakan sebagaimana adanya ataupun dapat diolah terlebih dahulu.
Indonesia memiliki batuan aspal di Pulau Buton, terkenal dengan nama Asbuton
(Aspal Batu Beton). Produk asbuton dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu:
a. Produk asbuton yang masih mengandung material filler, seperti asbuton
kasar, asbuton halus, asbuton mikro, dan butonite mastic asphalt.
b. Produk asbuton yang telah dimurnikan menjadi aspal murni melalui proses
ekstraksi atau proses kimiawi.
Aspal alam adalah aspal yang ditemui di alam, dalam jumlah besar di dunia
terdapat di Trinidad, berupa aspal danau (Trinidad Lake Asphalt).
2. Aspal Minyak
Aspal minyak adalah aspal yang merupakan residu destilasi minyak bumi. Setiap
minyak bumi dapat menghasilkan residu jenis asphaltic base crude oil yang
banyak mengandung aspal, paraffin base crude oil yang banyak mengandung
parafin, atau mixed base crude oil yang banyak mengandung campuran antara
parafin dan aspal. Untuk perkerasan jalan umumnya digunakan aspal minyak
asphaltic base crude oil.
Aspal minyak dapat dibedakan atas:
a. Aspal Padat (Asphalt Cement)
b. Aspal Cair (Cut Back Asphalt)
c. Aspal Emulsi (Emulsified Asphalt)
Aspal padat (Asphalt Cement) adalah proses destilasi yang terkandung dalam
minyak bumi dipisahkan dengan destilitas sederhana hingga menyisakan suatu residu
yang disebut dengan aspal padat. Pada proses destilitas tersebut aspal padat baru
dihasilkan melalui proses destilitas hampa pada temperatur sekitar 4800C. Aspal yang
20
berbentuk padat pada suhu ruang (250C -300C). Jika aspal ini akan digunakan maka
terlebih dahulu harus dipanaskan sampai mencapai suhu tertentu agar mencair.
penggunaan aspal ini sebelumnya harus dipanaskan sampai mencapai suhu tertentu agar
menjadi cair. Aspal padat dengan penetrasi rendah digunakan di daerah bercuaca panas
atau lalu lintas dengan volume tinggi, sedangkan aspal padat dengan penetrasi tinggi
digunakan untuk daerah bercuaca dingin atau lalu lintas dengan volume rendah. untuk
penggunaan aspal jenis ini di Indonesia biasanya menggunakan penetrasi 60/70 dan
penetrasi 80/100.
Sifat-sifat aspal adalah sebagai berikut:
1. Daya tahan (durability), adalah kemampuan aspal menahan keausan akibat
pengaruh cuaca dan air dan perubahan suhu atauoun keausan akibat gesekan roda
kendaraan.
2. Adesi dan kohesi. Adesi adalah kemampuan aspal untuk mengikat agregat
sehingga ikatan yang baik antara agregat dengan aspal. Kohesi adalah kemampuan
aspal untuk mempertahankan agregat tetap di tempatnya setelah terjadi
pengikatan.
3. Kepekaan terhadap temperatur. Aspal adalah material yang termoplastis, berarti
akan menjadi keras atau kental jika temperatur berkurang dan akan lunak atau
lebih cair jika temperatur bertambah.
4. Kekerasan aspal, aspal pada proses pencampuran dipanaskan dan dicampur
dengan agregat sehingga agregat dilapisi aspal atau aspal panas disiramkan ke
permukaan agregat yang telah disiapkan. Pada proses pemanasan inilah akan
terjadi pengerasan. Peristiwa pengerasan akan mengakibatkan terjadinta proses
perapuhan yang terus berkurang setelah masa pelaksanaan selesai.
Fungsi aspal antara lain:
1. Untuk mengikat batuan agar tidak lepas dari permukaan jalan akibat lalu lintas
(water proofing, protect terhadap erosi).
2. Sebagai bahan pelapis dan perekat agregat.
21
3. Lapis resap pengikat (prime coat) adalah lapisan tipis aspal cair yang diletakan
diatas lapis fondasi sebelum lapis berikutnya.
4. Lapis pengikat (tack coat) adalah lapis aspal cair yang di letakan diatas jalan yang
telah beraspal sebelum lapis berikutnya dihampar, berfungsi pengikat di antara
keduanya.
5. Sebagai pengisi ruang yang kosong antara agregat kasar, agregat halus, dan filler.
Aspal adalah bahan yang Thermoplastis, yaitu konsistensinya atau viskositasnya
akan berubah seusai dengan perubahan temperatur yang terjadi. Semakin tinggi
temperatur aspal, maka viskositasnya akan semakin rendah. Aspal mempunyai sifat
Thixotropy, yaitu jika dibiarkan tanpa mengalami tegangan regangan akan berakibat aspal
menjadi mengeras sesuai dengan jalannya waktu. Semakin besar angka penetrasi aspal
(semakin kecil tingkat konsistensi aspal) akan memberikan nilai modulus elastis aspak
yang semakin kecil dalam tinjauan temperatur dan pembebanan yang sama. Semakin
tinggi suhu udara dan makin lambat beban yang lewat, maka modulus elastis aspal makin
kecil. Lama pembebanan merupakan fungsi dari tebal perkerasan dan kecepatan
kendaraan.
Aspal keras dengan penetrasi rendah digunakan di daerah bercuaca panas atau lalu
lintas dengan volume tinggi, sedangkan aspal semen penetrasi tinggi digunakan untuk
daerah bercuaca dingin atau lalu lintas dengan volume rendah. Aspal untuk lapis beton
harus memenuhi beberapa syarat sebagaimana tercantum pada tabel 2.7.
Tabel 2. 7 Ketentuan untuk Aspal Keras
No. Jenis Pengujian Metoda Pengujian Tipe I Aspal
Pen. 60/70
1 Penetrasi terhadap 250C (0,1
mm) SNI 2456:2011 60-70
2
Temperatur yang menghasilkan
geser dinamis (G*/sin) pada
osilasi 10 rad/detik ≥ 1,0
kPa.(0C)
SNI 06-6442-2000 -
3 Viskositas Kinematis 1350C ASTM D2170-10 ≥ 300
4 Titik lembek (0C) SNI 2434:2011 ≥ 48
Sumber: Spesifikasi Bina Marga 2018
22
Tabel 2. 8 Ketentuan untuk Aspal Keras (Lanjutan)
No. Jenis Pengujian Metoda Pengujian Tipe I Aspal
Pen. 60/70
5 Daktilitas pada 250C (cm) SNI 2432:2011 ≥ 100
6 Titik nyala (0C) SNI 2433:2011 ≥ 232
7 Kelarutan dalam
Trichloroethylene (%) AASHTO T44-14 ≥ 99
8 Berat jenis SNI 2441:2011 ≥ 1,0
9 Stabilitas penyimpana:
Perbedaan titik lembek (0C)
ASTM D5976-00 Part 6.1 dan
SNI 2434:2011 -
10 Dkadar parafin lilin (%) SNI 03-3639-2002 ≤ 2
Pengujian Residu hasil TFOT (SNI -06-2440-1991) atau RTFOT (SNI 03-6835-2002)
11 Berat jenis hilang (%) SNI 06-2441-1991 ≤ 0.8
12
Temperatur yang
menghasilkan geser dinamis
(G*/sin) pada osilasi 10
rad/detik ≥ 2,2 kPa.(0C)
SNI 06-6442-2000 -
13 Penetrasi terhadap 250C (0%
semula) SNI 2456:2011 ≥ 54
14 Daktilitas pada 250C (cm) SNI 2432:2011 ≥ 50
Residu aspal segar setelah PAV (SNI 03-6878-2002) pada temperatur 1000C dan
tekanan 2,1 Mpa
15
Temperatur yang
menghasilkan geser dinamis
(G*/sin) pada osilasi 10
rad/detik ≥ 5000 kPa.(0C)
SNI 06-6442-2000 -
Sumber: Spesifikasi Bina Marga 2018
Pengujian aspal yang dilakukan antara lain:
1. Penetrasi SNI 06-2456-1991, penetrasi merupakan kedalaman yang dicapai oleh
suatu jarum standar (diameter 1 mm) pada suhu 250C, beban total 100 gram
dengan berat jarum 50 gram dan pemberat 50 gram, dan selama waktu 5 detik
dinyatakan dalam 0,1 mm. pemeriksaan penetrasi aspal bertujuan untuk
memeriksa tingkat kekerasan aspal.
2. Viskositas ASTM D2170-10, pemeriksaan ini menentukan kekentalan kinematis
dari aspal, minyak untuk jalan dan sisa destilasi aspal cair pada suhu 600C dan
aspal kekerasan pada suhu 1350C dalam batas-batas 30-100.000 cst (Centitokes).
23
3. Titik lembek SNI 2434:2011, titik lembek adalah suhu pada saat bola baja dengan
berat tertentu mendesak turun suatu lapisan aspal yang tertahan dengan cincin
berukuran tertentu, aspal tersebut menyentuh pelat dasar yang terletak di bawah
cincin pada tinggi 25,4 mm akibat kecepatan pemanasan tertentu.
4. Daktilitas SNI 2432:2011, pengukuran daktilitas adalah cara uji tidak langsung
untuk menunjukan sifat adhesi dan kohesi aspal. Pengujian dilakukan dengan
mencetak aspal dengan cetakan dan meletakan benda uji ke dalam tempat
pengujian yang berisi cairan dengan berat jenis yang mendekati berat jenis aspal.
Nilai daktilitas aspal adalah panjang benda uji aspal ketika putus pada saat
dilakukan penarikan dengan kecepatan 5 cm/menit.
5. Titik nyala SNI 2433:2011, titik nyala adalah suhu pada saat terlihat nyala
sekurang-kurangnya 5 detik pada suatu titik di atas permukaan aspal. Pengujian
titik nyala dan titik bakar bertujuan untuk menentukan titik bakar dan titik nyala
dari aspal beton. Titik nyala dan titik bakar perlu diketahui untuk menentukan
temperatur maksimum pemanasan aspal sehingga tidak terbakar. Jika terbakar
tentunya akan menyebabkan menurunnya kualitas aspal.
6. Berat jenis SNI 2441:2011, berat jenis adalah perbandingan antara berat aspal dan
berat air suling dengan isi yang sama pada temperatur yang sama. Adapun rumus
yang digunakan sebagai berikut:
Berat Jenis = Berat Aspal
Berat Isi Aspal ...................................(2.9)
3. Bahan Tambah Zeolit
Zeolit merupakan senyawa aluminosilikat yang mempunyai struktur kerangka tiga
dimensi dengan rongga didalamnya. Struktur kerangka zeolit tersusun atas unit- unit
tetrahedral (AlO4) -5 dan (SiO4) -4 yang saling berikatan melalui atom oksigen
membentuk pori-pori zeolit.
Berdasarkan bahan baku pemanfaatannya, zeolit dibagi kedalam 2 jenis, yaitu:
1. Zeolit Alam merupakan jenis zeolit yang tersedia di alam. Pada saat ini dikenal
sekitar 40 jenis zeolit alam, meskipun yang memiliki nilai komersial hanya ada
sekitar 12 jenis saja, beberapa diantaranya adalah klinoptiloit, mordernit, filipsit,
kabasit dan eriorit.
24
2. Zeolit Sintetis adalah suatu senyawa kimia yang mempunyai sifat fisik dan kimia
yang sama dengan zeolit yang terdapat di alam, terbuat dari bahan lain dengan
proses sintetis, dimodifikasi sedemikian rupa sehingga menyerupai zeolit yang
ada di alam. Zeolit sintetik merupakan usaha yang dilakukan karena zeolit alam
sudah banyak dimanfaatkan sehingga jumlahnya semakin berkurang.
Pada awalnya zeolit berupa bongkahan-bongkahan besar yang kemudian
dipecahkan menjadi ukuran yang lebih kecil sesuai dengan kegunaan zeolit nantinya.
Untuk penggunaan pada campuran beraspal, zeolit diproses menjadi bentuk yang sangat
halus (powder), yaitu zeolit lolos saringan no.200 (0,074 mm). Zeolit yang digunakan
untuk campuran beraspal hangat, penggunaannya adalah 1-1,5% dari berat agregat serta
harus mempunyai sifat seperti yang dicantumkan pada Tabel 2.8.
Tabel 2. 9 Sifat Bahan Tambah Zeolit untuk Campuran Beraspal Hangat
No Sifat-sifat Metode Pengujian Nilai
1 Gembur - -
2 Ukuran butir max %berat lolos
No.200
SNI ASTM
C117:2012 100
3 Kadar Air(%) SNI 1970-2016 18-22
4 Kandungan HCL (%) SNI 6989. I9-2009 0
5 Kandungan Natrium (%) ASTM E1621-I3 0
6 Kandungan Calcium (%) ASTM E1621-I3 Max. 1
Sumber: Spesifikasi Bina Marga 2018
Sebelum ditambahkan pada campuran beraspal, zeolit terlebih dahulu diaktivasi
dengan tujuan untuk mengolah zeolit alam menjadi zeolit yang mampu menyerap air
dalam jumlah yang banyak dan dapat melepaskannya ketika dipanaskan.
Dalam metode aktivasi secara kimia, zeolit yang sudah lolos saringan nomor 200
dipanaskan dengan larutan bahan kimia yaitu larutan HCl pada temperatur sekitar dan
tidak lebih dari 80˚C selama 3 jam. Kemudian zeolit yang sudah dipanaskan, ditiriskan
dalam suhu ruang dan selanjutnya dicuci dengan air “D mineral” sampai bersih lalu
ditiriskan dalam suhu ruang tanpa melakukan pemanasan lagi untuk mengeringkan zeolit.
Hal ini berguna untuk membersihkan permukaan pori-pori zeolit, membuang senyawa
kotor dan mengatur kembali letak atom yang dipertukarkan, sehingga nantinya akan
menghasilkan zeolit dengan penyerapan kadar air yang maksimal.
25
2.4 Perencanaan Campuran Beton Aspal
Sebelum melakukan pembuatan benda uji perlu dilakukan penentuan kadar aspal
yang akan digunakan. Kadar aspal acuan dalam campuran dapat ditentukan dengan
Rumus 2.10.
KAA = 0,035(%CA) + 0,045(%FA) + 0,18(%filler) + K ............................ (2.10)
Dengan:
KAA = kadar aspal acuan, persen terhadap berat campuran
CA = persen agregat tertahan saringan No. 8
FA = persen agregat lolos saringan No. 8 dan tertahan saringan No.200
Filler = persen agregat minimal 75% lolos No. 200
K = konstanta (0,5 – 1,0 untuk lapisan aspal beton)
2.5 Pengujian Ekstraksi Material RAP
Ekstraksi adalah pemeriksaan sampel (benda uji) aspal yang bertujuan untuk
mengetahui kandungan aspal yang ada apakah sesuai dengan spesifikasi yang telah
ditentukan menurut SKBI– 24.26.1987: yaitu kadar aspal yang diijinkan berkisar antara
4% sampai 7%. Kadar aspal merupakan presentase dari berat endapan dan berat sampel
campuran yang dibuat dalam percobaan.
Perbedaan nilai kadar aspal yang diperoleh dan dengan yang direncanakan
kemungkinan diakibatkan ketidaktelitian praktikan pada saat membuat campuran aspal,
sehingga kandungan aspal yang dicampurkan melebihi kadar yang ditentukan. Selain itu,
perbedaan tersebut juga dikarenakan pada saat percobaan yang tidak memenuhi aturan
yang seharusnya, yaitu dilakukannya dua percobaan sekaligus, dimana benda uji yang
satu di atas dan yang lain di bawah sehingga aspal yang telah dilarutkan oleh TCE
merembes ke bawahnya dimana di bawahnya ada benda uji yang lain. Perbedaan ini juga
disebabkan oleh pengadukan campuran aspal yang tidak merata.
Ekstraksi adalah proses pemisahan dua zat atau lebih dengan menggunakan
pelarut yang tidak saling campur. Ada empat faktor penting yang secara dominan
mempengaruhi laju ekstraksi yaitu sebagai berikut:
26
1. Ukuran partikel, semakin kecil ukuran solute, akan semakin mudah
mengekstraksinya selain itu hendaknya ukuran butiran partikel tidak memiliki
range yang jauh satu sama lain, sehingga setiap partikel akan menghabiskan waktu
ekstraksi yang sama.
2. Pelarut (solvent), pelarut harus mempunyai selektivitas tinggi, artinya kelarutan
zat yang ingin dipisahkan dalam pelarut harus besar, sedangkan kelarutan dari
padatan pengotor kecil atau diabaikan. Viskositas pelarut sebaiknya cukup rendah
sehingga dapat bersirkulasi dengan mudah.
3. Temperatur dalam banyak kasus, kelarutan material yang diekstraksi akan
meningkat dengan naiknya temperatur, sehingga laju ekstraksi semakin besar.
Koefisien difusi diharapkan meningkat dengan naiknya temperatur untuk
memberikan laju ekstraksi yang lebih tinggi.
4. Agitasi fluida (solvent) akan memperbesar transfer material dari permukaan
padatan ke larutan. Selain itu agitasi dapat mencegah terjadinya sedimentasi.
Rumus untuk menentukan kadar aspal hasil ekstraksi adalah sebagai berikut:
H=A-(E+D)
Ax 100% ............................................(2.11)
Dengan:
H =Kadar Aspal (%)
A =Berat benda uji sebelum ekstraksi (gram)
D =Berat massa dari kertas filter (gram)
E =Berat benda uji setelah ekstraksi (gram)
2.6 Pengujian Marshall
Alat Marshall merupakan alat tekan yang di lengkapi dengan proving ring yang
berkapasitas 22,5 KN atau 5000 lbs. Proving ring dilengkapi dengan arloji pengukur
yang berguna untuk mengukur stabilitas campuran. Disamping itu terdapat arloji
kelelehan (flow meter) untuk mengukur kelelehan plastis, karena prinsip dasar metode
Marshall adalah pemeriksaan stabilitas dan kelelehan (flow), serta analisis kepadatan
dan pori dari campuran padat yang terbentuk. Rancangan campuran berdasarkan
metode Marshall ditemukan oleh Bruce Marshall, dan telah distandarisasi oleh ASTM
ataupun AASHTO melalui beberapa modifikasi, yaitu ASTM D 1559-76, atau
27
AASHTO T-245-90. Benda uji Marshall standart berbentuk silinder berdiameter 4
inchi (10,16 cm) dan tinggi 2,5 inchi (6,35 cm) seperti pada Gambar 2.3.
Gambar 2. 3 Alat Marshall
Sumber: www.indotrading.com
Menurut Sukirman. S., (2016) menyatakan bahwa pengujian Marshall
dilakukan untuk berbagai tujuan antara lain:
1. Sebagai bagian dalam proses mencancang campuran beton aspal.
2. Sebagai bagian dalam sistem peminjaman mutu campuran.
3. Sebagai bagian dari penelitian karakteristik beton aspal
Hasil uji akan menunjukkan karakteristik Marshall dan karakteristik akan
dipengaruhi oleh sifat-sifat campuran yaitu: kepadatan, rongga diantara agregat
(VMA), rongga terisi aspal (VFA), rongga dalam campuran (VIM), rongga dalam
campuran pada kepadatan mutlak, stabilitas, kelelehan, kadar aspal optimum (KAO)
serta hasil bagi Marshall Quotient (MQ) yaitu merupakan hasil pembagian dari
stabilitas dengan kelelehan. Secara skematik berbagai jenis volume yang terdapat di
dalam campuran beton aspal padat ditunjukan pada Gambar 2.4
28
Gambar 2. 4 Skematis Berbagai Jenis Volume Beton Aspal
Sumber: Sukirman, S., 2016
2.9 Volumetrik Campuran Aspal Beton
Volumetrik campuran beraspal yang dimaksud adalah volume benda uji campuran
yang telah dipadatkan. Komponen campuran beraspal secara volumetrik tersebut adalah:
Volume rongga diantara mineral agregat (VMA), Volume bulk campuran padat, Volume
campuran padat tanpa rongga, Volume rongga terisi aspal (VFA), Volume rongga dalam
campuran (VIM), Volume aspal yang diserap agregat. Berikut ini penjelasan dari kata-
kata di atas:
1. Voids In Mix (VIM) atau disebut juga rongga dalam campuran digunakan untuk
mengetahui besarnya rongga campuran dalam persen. Rongga udara yang
dihasilkan ditentukan oleh susunan partikel agregat dalam campuran serta
ketidakseragaman bentuk agregat. Rongga udara merupakan indikator durabilitas
campuran beraspal sedemikian sehingga rongga tidak terlalu kecil atau terlalu
besar. Volume rongga dalam campuran benda uji (VIM), dapat dihitung dengan
rumus:
VIM = 100Gmm
Gmb Gmm
−.......................................(2.12)
Dengan:
Gmb = Berat jenis bulk dari beton aspal padat
Gmm = berat jenis maksimum dari beton aspal yang dipadatkan
29
2. Rongga pada campuran agregat adalah rongga antar butiran agregat dalam
campuran aspal yang sudah dipadatkan serta aspal efektif yang dinyatakan dalam
persentase volume total campuran. Agregat bergradasi menerus memberikan
rongga antar butiran VMA yang kecil dan menghasilkan stabilitas yang tinggi
tetapi membutuhkan kadar aspal yang rendah untuk mengikat agregat. VMA yang
kecil menyebabkan aspal menyelimuti agregat terbatas, sehingga menyebabkan
lapisan perkerasan tidak kedap air jadi oksidasi mudah terjadi dan menyebabkan
terjadinya kerusakan. Volume rongga antara agregat dalam benda uji (VMA),
dihitung dengan rumus:
VMA = Gsb
Ps Gmb100
− ......................................…..(2.13)
Dengan:
Gmb = Berat jenis bulk dari beton aspal padat
Ps = Kadar agregat,% terhadap berat beton aspal padat
Gsb = Berat jenis bulk agregat campuran
3. Rongga terisi aspal / Void Filled with Asphalt (VFA) adalah persen rongga yang
terdapat diantara partikel agregat VMA yang terisi oleh aspal, tetapi tidak
termasuk aspal yang diserap oleh agregat. Volume rongga antara butir agregat
terisi aspal (VFA), dapat dihitung dengan rumus:
VFA = ( )
VMA
VIM -VMA 100…...............................(2.14)
Dengan:
VMA = Volume pori dalam antara agregat dalam benda uji
VIM = Volume pori dalam campuran benda uji
4. Marshall Quotient (MQ). Nilai MQ menyatakan sifat kekakuan suatu campuran.
Bila nilai MQ terlalu tinggi, maka campuran akan cenderung terlalu kaku dan
mudah retak. Sebaliknya bila nilai MQ terlalu rendah, maka perkerasan menjadi
terlalu lentur dan cenderung kurang stabil. Dapat dihitung dengan rumus:
MQ = S
F ....................................................(2.15)
30
Dengan:
MQ = Marshall Quotient (kg/mm)
S = Nilai stabilitas terkoreksi (kg)
F = Nilai flow (mm)
5. Berat jenis yang diuji terdiri dari tiga jenis yaitu berat jenis bulk (dry), berat jenis
bulk campuran (density), berat jenis maksimum (theoritis). Perbedaan ketiga
istilah ini disebabkan karena perbedaan asumsi kemampuan agregat menyerap air
dan aspal. Perhitungan berat jenis bulk aspal padat pada (Gmb), dapat dihitung
dengan rumus:
Gmb = Bk
Bssd - Ba ..........................................(2.16)
Dengan:
Bk = Berat kering beton aspal padat (gr)
Bssd = Berat kering permukaan dari aspal yang telah dipadatkan (gr)
Ba = Berat aspal didalam air (gr)
a. Perhitungan berat jenis agregat campuran (Gse), dapat dihitung dengan
rumus:
Gse = P1 + P2 + P3 + . . . + PnP1
Ge1+
P2Ge2
+ P3
Ge3+ . . . +
Pn
Gen
.....................(2.17)
Dengan:
P1, P2, P3, . . . , Pn = Persentase berat masing-masing fraksi agregat
terhadap berat total agregat campuran
Ge1, Ge2, Ge3, . . . , Gen = Berat jenis efektif masing-masing fraksi agregat
Gse = Berat jenis efektif dari agregat pembentuk aspal
porus padat
b. Perhitungan berat jenis bulk agregat campuran (Gsb), dapat dihitung dengan
rumus:
31
Gsb = P1 + P2 + P3 + . . . + PnP1
Gb1+
P2Gb2
+ P3
Gb3+ . . . +
Pn
Gbn
...................(2.18)
Dengan:
P1, P2, P3, . . . , Pn = Persentase berat masing-masing fraksi agregat
terhadap berat total agregat campuran
Gb1, Gb2, Gb3, . . . , Gbn = Berat jenis bulk masing-masing fraksi agregat
c. Perhitungan berat jenis maksimum aspal yang belum dipadatkan(Gmm),
dapat dihitung dengan rumus:
Gmm = 100
Ps
Gse+
Pa
Ga .......................................(2.19)
Dengan:
Ps = Kadar aspal, % terhadap berat beton aspal padat
Pa = Kadar agregat, % terhadap berat beton aspal padat
Ga = Berat jenis aspal
6. Stabilitas Marshall, adalah kemampuan campuran aspal untuk menahan deformasi
akibat beban yang bekerja tampa mengalami deformasi yang permanen seperti
gelombang, alur ataupun bleeding yang di nyatakan dalam satuan Kg atau Lb.
Nilai stabilitas yang terlalu tinggi akan menghasilkan perkerasan yang terlalu kaku
sehingga tingkat keawetan nya berkurang.
7. Kelelehan (Flow), nilai flow merupakan nilai dari masing masing yang di tujukan
oleh jarum dial (dalam satuan mm) pada saat melakukan pengujian Marshall.
Suatu campuran yang mempunyai kelelehan yang rendah akan lebih kaku dan
cenderung untuk mengalami retak dini pada usia pelayanan nya. sedangkan nilai
kelelehannya yang tinggi mengidikasikan campuran yang bersifat plastis.
2.10 Penelitian Terdahulu
1. Seno, Ardi (2016) melakukan penelitian yang berjudul studi pemanfaatan RAP
dan aspal elvaloy pada campuran Laston AC-BC. Berdasarkan hasil analisis dari
data pengujian di laboratorium, Kadar Aspal Optimum dari gradasi campuran
Laston AC-BC tanpa RAP pada pengujian mempunyai nilai 6,14 %. Campuran
Laston AC-BC yang menggunakan agregat RAP menggunakan Kadar Aspal
Acuan = Kadar Aspal Optimum 6%. Nilai VIM dan VMA agregat RAP 5% dan
32
7,5% pada campuran lebih kecil, tetapi dengan bertambahnya kadar agregat RAP
10% memiliki Nilai VIM dan VMA lebih besar dibandingkan RAP 0%. Agregat
RAP 0% nilai VFA lebih kecil dibandingkan agregat RAP 5% dan 7,5%, tetapi
untuk agregat RAP 10% memiliki nilai VFA lebih kecil dari agregat RAP 0%, 5%
dan 7,5%. Stabilitas dengan menggunakan agregat RAP 5% dan 7,5 % nilainya
semakin besar dibandingkan RAP 0% dan RAP 10%. Besarnya nilai stabilitas
dipengaruhi oleh nilai pori (VIM) dan rongga (VMA) yang semakin kecil, selain
itu juga disebabkan oleh kekasaran permukaan butir agregat RAP.
2. (Indra Maha, 2015) melakukan penelitian untuk mengetahui Kinerja Campuran
Beraspal Hangat menggunakan material daur ulang pada campuran Laston lapis
pengikat (AC-BC) dengan bahan aditif adalah Sasobit. Penelitian ini mengambil
RAP sebesar 30% sebagai bahan pengganti agregat baru didalam penelitian ini
dikaitkan dengan metode pencampuran hangat khususnya terhadap temperatur
yaitu pada 1350C (hasil modifikasi AM.P60/70 akibat penambahan sasobit). Pada
pengujian pencampuran antara agregat baru dengan RAP akan dperoleh
temperatur baru yang besarannya dibatasi minimal 1350C. Dengan mengambil
temperatur sebagai temperatur pemanasan terhadap agregat baru, maka diperoleh
perkiraan RAP yang didapat digunakan yaitu sebesar 30%.
Gambar 2. 5 Hubungan Temperatur gabungan terhadap jumlah RAP
Sumber: Indra Maha, 2015
33
Bahan aditif Sasobit dapat menurunkan temperatur pencampuran hingga ±300C
dengan nilai volumetrik dan parameter Marshall campuran yang hampir sama dengan
campuran menggunakan aspal tanpa modifikasi (aspal minyak Pen 60/70), baik pada
campuran dengan ataupun tanpa RAP sebagai penggant agregat baru-nya. Pencampuran
hangat yang dilakukan diatas titik melembek aspal RAP memperlihatkan adanya aktifasi
aspal RAP terhadap aspal barunya yang ditunjukan dengan jumlah kebutuhan aspal lebih
tinggi hanya 0,1% antara campuran yang menggunakan RAP terhadap Campuran tanpa
RAP.