12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Efektivitas
2.1.1 Pengertian Efektivitas
Pengertian efektivitas mempunyai arti yang berbeda-beda bagi setiap orang,
tergantung pada kerangka acuan yang dipakainya. Mengingat keanekaragaman
pendapat mengenai sifat dan komposisi dari efektivitas, maka tidaklah
mengherankan jika terdapat sekian banyak pertentangan pendapat sehubungan
dengan cara meningkatkannya, cara mengaturnya, bahkan cara menentukan indikator
efektivitas. Efektivitas merupakan taraf sampai sejauh mana peningkatan
kesejahteraan manusia dengan adanya suatu program tertentu, karena kesejahteraan
manusia merupakan tujuan dari proses pembangunan. Untuk mengetahui tingkat
kesejahteraan tersebut dapat dilakukan dengan mengukur beberapa indikator spesial
seperti; pendapatan, pendidikan ataupun rasa aman dalam mengadakan pergaulan
(Soekanto, 1989:48).
Efektivitas berasal dari kata efektif, batasan konsep ini sulit untuk diperinci,
karena masing‐masing disiplin ilmu memberikan pengertian sendiri. Bagi seorang
ahli ekonomi atau analis keuangan, efektivitas semakna dengan keuntungan, atau
laba investasi Bagi seorang manajer produksi, efektivitas seringkali berarti kuantitas
keluaran (output) barang atau jasa. Bagi seorang ilmuwan bidang riset, efektivitas
dijabarkan dengan jumlah paten, penamaan atau produk baru suatu organisasi. Bagi
sejumlah sarjana ilmu sosial efektivitas sering kali ditinjau dari sudut kualitas
kehidupan bekerja (Streers, 1980: 1).
Universitas Sumatera Utara
13
Tindakan yang efektif adalah tindakan pencapaian tujuan tanpa
memperhitungkan bagaimana atau seberapa pengorbanan yang diberikan atau
ditimbulkan, asalkan tujuan dapat tercapai. Dengan demikian dapat terjadi
penghamburan usaha (tenaga, waktu, fikiran, ruang benda dan uang) dari yang
melaksanakan pekerjaan. Menurut pengertian tersebut, efektivitas adalah
kemampuan untuk memilih sasaran yan tepat.
Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang
telah ditentukan. Efektivitas disebut juga efektif, apabila tercapainya tujuan atau
sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Hal tersebut sesuai dengan pengertian
efektivitas menurut Hidayat (1986) yang menjelaskan bahwa: “Efektivitas adalah
suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu)
yang telah tercapai. Dimana makin besar presentase target yang dicapai, makin tinggi
efektivitasnya” (Hidayat, dalam http://blog.wordPress.Com/defenisidanpengertian
efektifitas/28Maret2009/).
Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam
jumlah tertentu yang ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang
atas jasa kegiatan yang dijalankannya. Efektivitas menunjukan keberhasilan dari segi
tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkannya. Jika hasil kegiatan semakin
mendekati sasaran, berarti makin tinggi efektivitasnya (Siagian, 2001: 24).
Pada dasarnya, dikemukakan bahwa cara yang terbaik untuk meneliti
efektivitas ialah memperhatikan secara serempak tiga buah konsep yang saling
berhubungan, diantaranya adalah paham mengenai optimal tujuan, prespektif
sistematika, tekanan pada segi tingkah laku manusia dalam susunan organisasi.
Efektivitas dijabarkan berdasarkan kapasitas suatu organisasi untuk memperoleh dan
Universitas Sumatera Utara
14
memanfaatkan sumber daya yang langka dan berharga secara sepandai mungkin
dalam usahanya mengejar tujuan operasi dan operasionalnya (Streers, 1980:4-5).
Efektivitas menunjukkan kemampuan suatu perusahaan dalam mencapai
sasaran yang telah ditetapkan secara tepat. Pencapaian sasaran yang telah ditetapkan
dan ukuran maupun standar yang berlaku mencerminkan suatu perusahaan tersebut
telah memperhatikan efektivitas operasionalnya. Terdapat beberapa cara pengukuran
terhadap efektivitas, sebagai berikut:
1. Keberhasilan program
2. Keberhasilan sasaran
3. Kepuasan terhadap program
4. Tingkat input dan output
5. Pencapaian tujuan menyeluruh (Campbell, 1989:121).
Sementara menurut Gibson, efektivitas organisasi dapat diukur sebagai berikut:
1. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai
2. Kejelasan strategi pencapaian tujuan
3. Proses analisis dan perumusan kebijaksanaan yang mantap
4. Perencanaan yang matang
5. Penyusunan program yang tepat
6. Tersedianya sarana dan prasarana
7. Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik (Gibson,
dalam Tangkilisan, 2005:65)
Definisi-definisi tersebut menilai efektivitas dengan menggunakan tujuan akhir atau
tujuan yang diinginkan. Kenyataan dalam upaya mencapai tujuan akhir, perusahaan
harus mengenali kondisi-kondisi yang dapat menghalangi tercapainya tujuan,
Universitas Sumatera Utara
15
sehingga dapat diterima pandangan yang menilai efektivitas organisasi sebagai
ukuran seberapa jauh sebuah organisasi berhasil mencapai tujuan yang layak dicapai.
2.1.2 Pendekatan terhadap Efektivitas
Pendekatan terhadap efektivitas dilakukan dengan bagian yang berbeda,
dimana perusahaan mendapatkan input berupa berbagai macam sumber dari
lingkungannya. Kegiatan dan proses internal yang terjadi dalam perusahaan
mengubah input menjadi output atau program yang kemudian dilemparkan kembali
kepada lingkungannya. Pendekatan terhadap efektifitas terdiri dari:
1. Pendekatan Sasaran
Pendekatan ini mencoba mengatur sejauh mana suatu perusahaan berhasil
merealisasikan sasaran yang hendak dicapai. Pendekatan sasaran dalam
pengukuran efektivitas dimulai dengan identifikasi sasaran organisasi dan
mengukur tingkat keberhasilan organisasi dalam mencapai sasaran tersebut.
Sasaran yang perlu di perhatikan dalam pengukuran efektifitas ini adalah
sasaran yang realistis untuk memberikan hasil maksimal berdasarkan sasaran
resmi dengan memperhatikan permasalahan yang ditimbulkan. Dan
memusatkan perhatian terhadap asperk output, yaitu dengan mengukur
keberhasilan program dalam mencapai tingkat output. Pendekatan sasaran
dapat direalisasikan apabila organisasi mampu melakukan pendekatan kepada
warga binaaan sosial dalam mengarahkan kepada tujuan yang ingin dicapai
yaitu semua warga binaan sosial dapat berfungsi sosial.
2. Pendekatan Sumber
Pendekatan sumber mengukur efektivitas melalui keberhasilan suatu
perusahaan dalam mendapatkan berbagai macam sumber yang dibutuhkan.
Universitas Sumatera Utara
16
Suatu organisasi harus dapat memperoleh berbagai macam sumber dan juga
memelihara keadaan dan sistem agar dapat menjadi efektif. Pendekatan ini
didasarkan pada teori mengenai keterbukaan sistem suatu organisasi terhadap
lingkungannya, karena perusahaan mempunyai hubungan yang merata dengan
lingkungannya dimana dari lingkungan diperoleh sumber-sumber yang
merupakan input lembaga tersebut dan output yang dihasilkan juga
dilemparkannya pada lingkungannya. Sementara itu sumber-sumber yang
terdapat pada lingkungan sering kali bersifat langka dan bernilai tinggi.
Pendekatan sumber dalam organisasi dapat di ukur dari seberapa jauh
hubungan antara warga binaan sosial dengan lingkungan sekitarnya.
3. Pendekatan Proses
Pendekatan proses menganggap efektivitas sebagai defenisi dan kondisi
kesehatan dari suatu organisasi. Pada organisasi yang efektif, proses internal
berjalan dengan lancar dimana kegiatan bagian-bagian yang ada berjalan secara
terkoordinasi. Pendekatan ini tidak memperhatikan lingkungan melainkan
memusatkan perhatian terhadap kegiatan yang dilakukan terhadap berbagai
sumber yang dimiliki organisasi, yang menggambarkan tingkat efesiensi serta
kesehatan organisasi. Tujuan dari pada pendekatan proses yang dilakukan
organisasi adalah bagaimana organisasi mampu menggunakan semua program
secara terkoordinir dengan baik kepada warga binaan (Cunningham, 1978:
635).
2.1.3 Masalah dalam Pengukuran Efektivitas
Kesulitan menilai efektivitas disebabkan oleh beberapa masalah yang tak
terpisahkan dari model yang sekarang ada mengenai keberhasilan organisasi.
Universitas Sumatera Utara
17
Masalah-masalah pengukuran ini sangat beraneka ragam baik dalam sifat maupun
titik asal mereka. Adapun masalah-masalah dalam pengukuran efektivitas yang
dimaksudkan adalah sebagai berikut:
1. Masalah kesahihan susunan.
Maksud susunan disini adalah suatu hipotesis yang abstrak (sebagai lawan dari
yang kongkrit) mengenai hubungan antara beberapa variabel yang saling
berhubungan. Ia mengungkapkan keyakinan bahwa variabel-variabel tersebut
bersama-sama membentuk suatu keseluruhan yang utuh.
2. Masalah stabilitas kriteria
Artinya bahwa banyak kriteria evaluasi yang digunakan ternyata relatif tidak
stabil setelah beberapa waktu. Yaitu kriteria yang dipakai untuk mengukur
efektivitas pada suatu waktu mungkin tidak tepat lagi atau menyesatkan pada
waktu berikutnya. Kriteria tersebut berubah-ubah tergantung pada permintaan,
kepentingan dan tekanan-tekanan ekstern.
3. Masalah perspektif waktu.
Masalah yang ada hubungannya dengan hal diatas adalah perspektif waktu
yang dipakai orang pada waktu menilai efektivitas. Masalah bagi mereka yang
mempelajari manajemen adalah cara yang terbaik menciptakan keseimbangan
antara kepentingan jangka pendek dengan kepentingan jangka panjang, dalam
usaha mempertahankan stabilitas dan pertumbuhan dalam perjalanan waktu.
4. Masalah kriteria ganda.
Seperti ditunjukkan sebelumnya, keuntungan utama dari ancangan multivariasi
dalam evaluasi efektivitas adalah sifatnya yang komprehensif, memadukan
beberapa faktor kedalam suatu kerangka yang kompak. Hal yang terpenting
adalah bahwa jika menerima kriteria tersebut untuk efektivitas, maka
Universitas Sumatera Utara
18
organisasi menurut defenisinya tidak dapat menjadi efektif, mereka tidak dapat
memaksimalkan kedua dimensi tersebut secara serempak.
5. Masalah ketelitian pengukuran.
Pengukuran terdiri dari peraturan atau prosedur untuk menentukan beberapa
nilai atribut dalam rangka agar atribut-atribut ini dapat dinyatakan secara
kuantitatif. Jadi, berbicara mengenai pengukuran efektivitas organisasi,
dianggap ada kemungkinan menentukan kuantitas dari konsep ini secara
konsisten dan tetap. Tetapi penentuan kuantitas atau pengukuran demikian
sering sulit karena konsep yang diteliti rumit dan luas. Dihadapkan dengan
masalah tersebut, orang harus berusaha mengenali kriteria yang dapat diukur
dengan kesalahan minimum atau berusaha mengendalikan pengaruh yang
menyesatkan dalam proses analisis.
6. Masalah kemungkinan generalisasi
Apabila berbagai masalah pengukuran diatas dapat dipecahkan, masih akan
timbul persoalan mengenai seberapa jauh orang dapat menyatakan kriteria
evaluasi yang dihasilkannya dapat berlaku juga pada organisasi lainnya. Jadi,
pada waktu memilih kriteria orang harus memperhatikan tingkat konsistensi
kriteria tersebut dengan tujuan dan maksud organisasi yang sedang dipelajari.
7. Masalah relevansi teroitis.
Tujuan utama dari setiap ilmu adalah merumuskan teori-teori dan model-model
yang secara tepat mencerminkan sifat subyek yang dipelajari. Jadi, dari sudut
pandang teoritis harus diajukan pertanyaan yang logis sehubungan dengan
relevansi model-model tersebut. Jika model tersebut tidak membantu kita
dalam memahami proses, struktur dan tingkah laku organisasi, maka mereka
kurang bernilai pandang dari sudut teoritis.
Universitas Sumatera Utara
19
8. Masalah tingkat analisis
Kebanyakan model efektivitas hanya menggarap tingkat makro saja, membahas
gejala keseluruhan organisasi dalam hubungannya dengan efektivitas tetapi
mengabaikan hubungan yang kritis antara tingkah laku individu dengan
persoalan yang lebih besar yaitu keberhasilan organisasi. Jadi, hanya ada
sedikit integrasi antar model makro dengan apa yang dapat kita sebut model
mikro dari karya dan efektivitas (Steers, 1980: 61-64).
Berdasarkan uraian efektivitas tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
efektivitas adalah tingkat pencapaian tujuan atau sasaran organisasional sesuai yang
ditetapkan. Efektivitas adalah seberapa baik pekerjaan yang dilakukan dan sejauh
mana perusahaan menghasilkan keluaran sesuai dengan yang diharapkan. Ini dapat
diartikan, apabila sesuatu pekerjaan dapat dilakukan dengan baik sesuai dengan yang
direncanakan. Oleh karena itu, dalam menentukan efektivitas tanggung jawab sosial
perusahaan pada penelitian ini, dapat diukur melalui indikator sebagai berikut :
1. Pemahaman program
2. Ketepatan sasaran
3. Ketepatan waktu
4. Tercapainya target
5. Tercapainya tujuan
6. Perubahan nyata
2.2 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
2.2.1 Pengertian Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Tanggung jawab sosial perusahaan adalah bahwa perusahaan bertanggung
jawab atas setiap tindakannya yang berpengaruh terhadap masyarakat dan
Universitas Sumatera Utara
20
lingkungannya, dalam melakukan tanggung jawab sosial keuntungan perusahaan
tentunya berkurang. Namun bukan berarti dengan melakukan tanggung jawab sosial
perusahaan tidak untung. Tanggung jawab sosial yang dilakukan perusahaan
memerlukan usaha yang menyeimbangkan antara biaya yang dikeluarkan dan
manfaat yang diperoleh. Tanggung jawab sosial modern yang berkembang memiliki
fungsi essensial yaitu melakukan tugasnya untuk kemasyarakatan (sosial) dan
mempunyai dampak yang luas terhadap masyarakat (http://sugengfitriyono.blogspot
.com/2011/05/blog-post.html).
World Business Council for Sustainable Development memberikan definisi
Tanggung Jawab Sosial atau Corporate Social Responsibility sebagai: “business
commitment to contribute to sustainable economic development, working with
employees, their families, the local community, and society at large to improve their
quality of life”, yaitu komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi bagi
pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, bekerjasama dengan para pegawai,
keluarga mereka, komunitas lokal, dan masyarakat luas untuk meningkatkan kualitas
hidup bersama.
Lebih lanjut lagi World Business Council menambahkan: “Continuing
commitment by business to behave ethically and contribute to economic development
while improving the quality of life of the workforce and their families as well as of
the local community and society at large”, yaitu komitmen dunia usaha yang terus-
menerus untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk
peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan
dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat
secara lebih luas (World Business Council, dalam http://bismar.wordpress.com/2009/
12/23/tanggungjawab-sosial-perusahaan).
Universitas Sumatera Utara
21
Tidak ada pengertian tunggal mengenai konsep tanggung jawab sosial, akan
tetapi dapat diartikan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan merupakan komitmen
dari pelaku usaha untuk memberikan perhatian terhadap kesejahteraan karyawannya
dan bertindak adil terhadap berbagai pihak yang terkait dengan aktivitasnya, serta
dengan iklas menyisihkan sebagian dari hasil usahanya untuk membiayai dan secara
langsung atau tidak langsung melakukan program-program yang bermanfaat bagi
peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat. Artinya adalah pelaku usaha harus
memiliki niat yang baik atau komitmen untuk menyisihkan sebagian dari hasil usaha
atau keuntungan perusahaannya serta bertanggung jawab dalam berlangsungnya
berbagai program atau aktivitas yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat
secara signifikan (Siagian dan Suriadi, 2010: 99).
2.2.2 Sejarah Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Tanggung jawab sosial perusahaan lahir dari desakan masyarakat atas perilaku
perusahaan mengabaikan tanggung jawab sosial seperti perusakan lingkungan,
eksploitasi sumber daya alam, tidak membayar pajak dan menindas buruh.
Pendeknya perusahaan berdiri secara diametral dengan kehidupan sosial.
Tanggung jawab sosial korporasi telah menjadi pemikiran para pembuat
kebijakan sejak lama. Bahkan dalam Kode Hammurabi (1700-an SM) yang berisi
282 hukum telah memuat sanksi bagi para pengusaha yang lalai dalam menjaga
kenyamanan warga atau menyebabkan kematian bagi pelanggannya. Dalam Kode
Hammurabi disebutkan bahwa hukuman mati diberikan kepada orang-orang yang
menyalah gunakan ijin penjualan minuman, pelayanan yang buruk dan melakukan
pembangunan gedung di bawah standar sehingga menyebabkan kematian orang lain.
Universitas Sumatera Utara
22
Pada Tahun 1940-an pengembangan masyarakat, secara resmi istilah
pengembangan masyarakat dipergunakan di Inggris 1948 untuk mengganti istilah
pendidikan massa. Di Amerika Serikat pengembangan masyarakat berakar dari
disiplin pendidikan ditingkat pedesaan, sedangkan diperkotaan dikembangkan
organisasi komunitas yang bersumber dari ilmu kesejahteraan sosial dan diawali
pada tahun 1873. Pengembangan masyarakat merupakan pembangunan alternatif
yang komprehensif serta berbasis komunitas dan dapat melibatkan pemerintah,
swasta, dan lembaga non pemerintah, dari segi tujuan bisa bersifat spesifik tidak
selalu multi-tujuan.
Pengembangan masyarakat semakin menjadi kebutuhan tidak saja bagi
masyarakat, tetapi juga perusahaan. Perusahaan bukan lagi merupakan kesatuan yang
independen dan terisolasi, sehingga manajer tidak hanya bertanggung jawab kepada
pemilik tetapi juga kepada kepentingan yang lebih luas yang membentuk dan
mendukungnya dari lingkungan sekitarnya. Dalam mengejar tujuan ekonomisnya,
perusahaan menimbulkan berbagai konsekuensi sosial lainnya, baik kemanfaatan
(keamanan, kenyamanan, dan kemakmuran bagi masyarakat) maupun biaya sosial
(degradasi potensi sumberdaya lingkungan, limbah dan pencemaran). Perkembangan
lebih lanjut, konsep community development mempunyai kontribusi yang signifikan
terhadap tanggung jawab sosial perusahaan.
Literatur-literatur awal yang membahas tanggung jawab sosial perusahaan pada
tahun 1950-an menyebut tanggung jawab sosial perusahaan sebagai Social
Responsibility. Tidak disebutkannya kata corporate dalam istilah tersebut
kemungkinan besar disebabkan pengaruh dan dominasi korporasi modern belum
terjadi atau belum disadari. Menurut Howard R. Bowen dalam bukunya: “Social
Responsibility of The Businessman” dapat dianggap sebagai tonggak bagi tanggung
Universitas Sumatera Utara
23
jawab sosial perusahaan modern, dalam buku itu Bowen (1953) memberikan definisi
awal dari tanggung jawab sosial perusahaan sebagai: “… obligation of businessman
to pursue those policies, to make those decision or to follow those line of action wich
are desirable in term of the objectives and values of our society” (Bowen, dalam
http://csrjatim.org/2/data/sejarah-csr.pdf).
Walaupun judul dan isi buku Bowen bias gender (hanya menyebutkan
businessman tanpa mencantumkan businesswoman), sejak penerbitan buku tersebut
definisi tanggung jawab sosial perusahaan yang diberikan Bowen memberikan
pengaruh besar kepada literatur-literatur tanggung jawab sosial perusahaan yang
terbit setelahnya. Sumbangsih besar pada peletakan fondasi tanggung jawab sosial
perusahaan tersebut membuat Bowen pantas disebut sebagai “Bapak tanggung jawab
sosial perusahaan”.
Pada tahun 1960-an banyak usaha dilakukan untuk memberikan formalisasi
definisi tanggung jawab sosial perusahaan. Salah satu akademisi tanggung jawab
sosial perusahaan yang terkenal pada masa itu adalah Keith Davis. Davis dikenal
karena berhasil memberikan pandangan yang mendalam atas hubungan antara
tanggung jawab sosial perusahaan dengan kekuatan bisnis. Davis mengutarakan
“Iron Law of Responsibility” yang menyatakan bahwa tanggung jawab sosial
pengusaha sama dengan kedudukan social yang mereka miliki (social responsibilities
of businessmen need to be commensurate with their social power). Sehingga, dalam
jangka panjang, pengusaha yang tidak menggunakan kekuasaan dengan
bertanggungjawab sesuai dengan anggapan masyarakat akan kehilangan kekuasaan
yang mereka miliki sekarang. Kata corporate mulai dicantumkan pada masa ini. Hal
ini bisa jadi dikarenakan sumbangsih Davis yang telah menunjukkan adanya
Universitas Sumatera Utara
24
hubungan yang kuat antara tanggung jawab sosial dengan korporasi (http://csrjatim.
org/2/data/ sejarah-csr.pdf).
Tahun 1962, Rachel Carlson menulis buku yang berjudul “Silent Spring”. Buku
tersebut dianggap memberikan pengaruh besar pada aktivitas pelestarian alam. Buku
tersebut berisi efek buruk penggunaan DDT sebagai pestisida terhadap kelestarian
alam, khususnya burung. DDT menyebabkan cangkang telur menjadi tipis dan
menyebabkan gangguan reproduksi dan kematian pada burung. Silent Spring juga
menjadi pendorong dari pelarangan penggunaan DDT pada tahun 1972. Selain
penghargaan Silent Spring juga menuai banyak kritik dan dinobatkan sebagai salah
satu ”buku paling berbahaya abad ke-19 dan ke-20” versi majalah Human Events.
Tahun 1963, Joseph W. McGuire (1963) memperkenalkan istilah Corporate
Citizenship. McGuire menyatakan bahwa: “The idea of social responsibilities
supposes that the corporation has not only economic and legal obligations but also
certain responsibilities to society which extend beyond these obligations”. McGuire
kemudian menjelaskan lebih lanjut kata “beyond” dengan menyatakan bahwa
korporasi harus memperhatikan masalah politik, kesejahteraan masyarakat,
pendidikan, “kebahagiaan” karyawan dan seluruh permasalahan sosial
kemasyarakatan lainnya. Oleh karena itu korporasi harus bertindak “baik,” sebagai
mana warga negara yang baik (McGuire, dalam http://csrjatim.org/2/data/ sejarah-
csr.pdf).
Tahun 1971, Committee for Economic Development menerbitkan Social
Responsibilities of Business Corporations. Penerbitan yang dapat dianggap sebagai
code of conduct bisnis tersebut dipicu adanya anggapan bahwa kegiatan usaha
memiliki tujuan dasar untuk memberikan pelayanan yang konstruktif untuk
memenuhi kebutuhan dan kepuasan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
25
Committee for Economic Development merumuskan tanggung jawab sosial
perusahaan dengan menggambarkannya dalam lingkaran konsentris. Lingkaran
dalam merupakan tanggungjawab dasar dari korporasi untuk penerapan kebijakan
yang efektif atas pertimbangan ekonomi (profit dan pertumbuhan); lingkaran tengah
menggambarkan tanggung jawab korporasi untuk lebih sensitive terhadap nilai-nilai
dan prioritas sosial yang berlaku dalam menentukan kebijakan mana yang akan
diambil; lingkaran luar menggambarkan tanggung jawab yang mungkin akan muncul
seiring dengan meningkatnya peran serta korporasi dalam menjaga lingkungan dan
masyarakat.
Tahun 1970-an juga ditandai dengan pengembangan definisi tanggung jawab
sosial perusahaan. Dalam artikel yang berjudul “Dimensions of Corporate Social
Performance”, S. Prakash Sethi memberikan penjelasan atas perilaku korporasi yang
dikenal dengan social obligation, social responsibility, dan social responsiveness.
Dalam hal ini social obligatioan hanya menekankan pada aspek ekonomi dan hukum
saja. Social responsibility merupakan perilaku korporasi yang tidak hanya
menekankan pada aspek ekonomi dan hukum saja tetapi menyelaraskan social
obligation dengan norma, nilai dan harapan kinerja yang dimiliki oleh lingkungan
sosial.
Social responsivenes merupakan perilaku korporasi yang secara responsif dapat
mengadaptasi kepentingan sosial masyarakat. Social responsiveness merupakan
tindakan antisipasi dan preventif. Sesuai dengan pemaparan Sethi dapat disimpulkan
bahwa social obligation bersifat wajib, social responsibility bersifat anjuran dan
social responsivenes bersifat preventif. Dimensi kinerja social yang dipaparkan Sethi
juga mirip dengan konsep lingkaran konsentris yang dipaparkan oleh Committee for
Economic Development.
Universitas Sumatera Utara
26
Tahun 1980-an, era ini ditandai dengan usaha-usaha yang lebih terarah untuk
lebih mengartikulasikan secara tepat apa sebenarnya corporate responsibility.
Walaupun telah menyinggung masalah coorporate social responsibility pada 1954,
Peter F. Drucker baru mulai membahas secara serius bidang tanggung jawab sosial
perusahaan pada tahun 1984, Drucker berpendapat: “But the proper ‘social
responsibility’ of business is to tame the dragon, that is to turn a social problem into
economic opportunity and economic benefit, into productive capacity, into human
competence, into well-paid jobs, and into wealth”, dalam hal ini, Drucker telah
melangkah lebih lanjut dengan memberikan ide baru agar korporasi dapat mengelola
aktivitas coorporate social responsibility yang dilakukannya dengan sedemikian rupa
sehingga tetap akan menjadi peluang bisnis yang menguntungkan (Drucker, dalam
http://csrjatim.org/2/data/sejarah-csr.pdf).
Tahun 1987, Persatuan Bangsa-Bangsa melalui World Commission on
Environment and Development menerbitkan laporan yang berjudul “Our Common
Future” juga dikenal sebagai Brundtland Report untuk menghormati Gro Harlem
Brundtland yang menjadi ketua World Commission on Environment and
Development waktu itu. Laporan tersebut menjadikan isu lingkungan sebagai agenda
politik yang pada akhirnya bertujuan mendorong pengambilan kebijakan
pembangunan yang lebih sensitif pada isu lingkungan. Laporan ini menjadi dasar
kerjasama multilateral dalam rangka melakukan pembangunan berkelanjutan.
Earth Summit dilaksanakan di Rio de Janeiro pada 1992. Dihadiri oleh 172
negara dengan tema utama Lingkungan dan Pembangunan Berkelanjutan.
Menghasilkan Agenda 21, Deklarasi Rio dan beberapa kesepakatan lainnya. Hasil
akhir dari pertemuan tersebut secara garis besar menekankan pentingnya eco-
Universitas Sumatera Utara
27
efficiency dijadikan sebagai prinsip utama berbisnis dan menjalankan pemerintahan
(http://csrjatim.org/2/data/sejarah-csr.pdf).
2.2.3 Dasar Hukum Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia
Tanggung jawab sosial perusahaan di Indonesia telah diatur dalam beberapa
perundang-undangan, yaitu:
1. Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 1995, dimana pasal dua butir satu
menyatakan bahwa wajib pajak organisasi ataupun orang pribadi dapat
menyumbangkan sampai dengan setinggi-tingginya 2% dari keuntungan atau
penghasilan setelah pajak penghasilan yang diperoleh dalam satu tahun pajak
yang digunakan bagi pemberdayaan keluarga prasejahtera dan keluarga
sejahtera satu.
2. Keputusan presiden Nomor 92 Tahun 1996, diubah menjadi: wajib pajak
organisasi ataupun orang pribadi wajib memberikan kontribusi bagi
pemberdayaan keluarga yang belum sejahtera dan keluarga sejahtera satu
sebanyak dua persen dari keuntungan setelah pajak penghasilan dalam satu
tahun pajak.
3. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003, dimana pasal dua butir e menyatakan
bahwa BUMN harus terlibat aktif memberikan bimbingan dan kontribusi
kepada perusahaan lemah, koperasi, dan masyarakat.
4. Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-236/MBU.2003, mewajibkan BUMN
untuk mengimplementasikan program kerjasama dan program pengembangan
lingkungan.
Universitas Sumatera Utara
28
5. Surat edaran Menteri BUMN Nomor SE-433/MBU/2003, menyatakan bahwa
BUMN diwajibkan membentuk bagian tersendiri yang secara khusus
mengelola program pembinaan lingkungan.
6. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007, dimana pasal 15 butir b menyatakan
bahwa setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab
sosial perusahaan; Pasal 17 menyatakan bahwa penanam modal yang
memanfaatkan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui wajib
menyediakan biaya secara bertahap untuk pemulihan lingkungan; Pasal 34
menyatakan bahwa perusahaan yang tidak melaksanakan kewajiban program
tanggung jawab sosial akan dikenai hukuman yang bersifat administratif.
7. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 dimana ayat satu menyatakan bahwa
perusahaan yang menjalankan aktivitas ekonominya disektor dan atau
berkaitan dengan sumber daya alam wajib mengimplementasikan tanggung
jawab sosial perusahaan bagi masyarakat setempat dan lingkungan; ayat dua
menyatakan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan bagi masyarakat
setempat dan linkungan adalah kewajiban perusahaan yang diperuntukkan dan
diperhitungkan sebagai biaya perusahaan yang pelaksanaannya dilakukan
dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran; dan ayat tiga menyatakan
bahwa perusahaan yang tidak menjalankan kewajiban dikenakan hukuman
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku (Siagian dan
Suriadi, 2010:27-29).
Universitas Sumatera Utara
29
2.3 Konsep-konsep yang Berkaitan dengan Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan
2.3.1 Pengelolaan Perusahaan yang Baik
Dalam melakukan usahanya perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban
yang bersifat ekonomis dan legal, namun juga kewajiban yang bersifat etis. Etika
bisnis merupakan tuntutan perilaku bagi dunia usaha untuk bisa membedakan mana
yang baik dan mana yang buruk, mana yang boleh, dan mana yang tidak boleh
dilakukan. Untuk mengejar keuntungan semaksimal mungkin tentu mudah terjadi
pelanggaran etika, yaitu pelanggaran asas-asas etika umum atau kaidah-kaidah dasar
moral yang di antaranya:
1. Asas kewajiban berbuat baik
2. Asas kewajiban tidak berbuat yang menimbulkan madharat
3. Asas menghormati otonomi manusia
4. Asas berlaku adil
Dalam upaya mencegah pelanggaran terhadap asas-asas etika umum atau
kaidah-kaidah dasar moral tersebut, tentu diperlukan pengelolaan perusahaan yang
baik. Asas-asas yang dikembangkan dan dilaksanakan dalam pengelolaan perusahaan
yang baik merupakan rujukan bagi perilaku para pelaku usaha. Agar harapan yang
baik ini dapat terjadi maka konsep good corporate governance dengan segala asas-
asasnya harus dimasukkan dalam kebijakan perusahaan dan implementasinya
(Siagian dan Suriadi, 2010: 32).
Indonesia telah memiliki pedoman good corporate governance yang disusun
oleh Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance. Perusahaan yang
menerapan good corporate governance secara konsisten akan mendapatkan manfaat,
selain kinerja perusahaan yang terus membaik, harga saham dan citra perusahaan
Universitas Sumatera Utara
30
terus terdongkrak, bahkan kredibilitas perusahaan terus meningkat. Governance
berada dalam keadaan yang baik apabila terdapat sinergi diantara pemerintah, sektor
swasta dan komunitas sipil dalam pengelolaan sumber-sumber alam, sosial,
lingkungan dan ekonomi (Rudito dan Famiola, 2007:168).
Lebih rinci lagi, terdapat lima prinsip pengelolaan perusahaan yang baik yang
oleh para pelaku usaha dapat dijadikan sebagai acuan diantaranya adalah:
1. Prinsip Keterbukaan
Prinsip menuntut keterbukaan atas informasi. Perusahaan dituntut memiliki
kerelaan dan kemampuan, memberikan informasi yang lengkap, benar atau
akurat, dan tepat waktu kepada semua pemangku kepentingan.
2. Prinsip Akuntabilitas
Prinsip ini menuntut perwujudan atas kejelasan berkenaan dengan fungsi,
struktur, sistem, dan pertanggungjawaban elemen perusahaan. Apabila prinsip
ini diterapkan secara efektif, maka akan ada kejelasan akan fungsi, hak,
kewajiban, dan wewenang serta tanggungjawab antara pemegang saham,
dewan komisaris dan dewan direksi.
3. Prinsip Pertanggungjawaban
Bentuk pertanggungjawaban perusahaan adalah kepatuhan perusahaan terhadap
peraturan yang berlaku, termasuk masalah pajak, hubungan industrial,
kesehatan dan keselamatan kerja, perlindungan lingkungan hidup, dan
memelihara lingkungan bisnis yang kondusif bersama masyarakat.
Implementasi penerapan prinsip ini diharapkan akan menyadarkan perusahaan
bahwa dalam kegiatan operasionalnya, perusahaan juga mempunyai peran
untuk bertanggungjawab selain kepada pemegang saham juga kepada seluruh
pemangku kepentingan.
Universitas Sumatera Utara
31
4. Prinsip Kemandirian
Prinsip ini mensyaratkan agar perusahaan dikelola secara professional tanpa
ada benturan kepentingan dan tanpa tekanan atau intervensi dari pihak
manapun yang tidak sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku.
5. Prinsip Kesetaraan dan Kewajaran
Prinsip ini menuntut adanya perlakuan yang adil dalam memenuhi hak setiap
pemangku kepentingan. Prinsip ini diharapkan dapat menjadi faktor pendorong
yang dapat memonitor dan memberikan jaminan perlakuan yang adil di antara
beragam kepentingan dalam perusahaan (Hasmadillah, dalam Siagian dan
Suriadi, 2005: 33-34).
Penerapan tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social
responsibility merupakan salah satu bentuk implementasi dari konsep good corporate
governance. Sebagai etitas bisnis yang bertanggung jawab kepada masyarakat dan
lingkungannya, perusahaan harus bertindak sebagai good citized yang merupakan
tuntutan dari good business ethics.
2.3.2 Pembangunan Berkelanjutan
Perkembangan corporate social responsibility tidak bisa terlepas dari konsep
pembangunan berkelanjutan, definisi pembangunan berkelanjutan menurut The
World Commission On Environment and Development yang lebih dikenal dengan
The Brundtland Comission, bahwa pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan
yang dapat memenuhi kebutuhan manusia saat ini tanpa mengorbankan kemampuan
generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhan.
The Brundtland Comission dibentuk untuk menanggapai keprihatinan yang
semakin meningkat dari para pemimpin dunia terutama menyangkut peningkatan
Universitas Sumatera Utara
32
kerusakan lingkungan hidup dan sumber daya alam yang semakin cepat. Selain itu
komisi ini juga dibentuk untuk mencermati dampak kerusakan lingkungan hidup dan
sumber daya alam terhadap ekonomi dan pembangunan sosial. Oleh karena itu,
konsep sustainability development dibangun diatas tiga pilar yang berhubungan dan
saling mendukung satu dengan lainnya, ketiga pilar tersebut adalah sosial, ekonomi
dan lingkungan. Oleh karena itu, yang harus dilakukan oleh seluruh negara dalam
pelaksanaan pembangunannya adalah dengan memasukkan keberlanjutan sosial
kedalam perangkat kebijakan, sehingga tujuan dari masing-masing negara dalam
usaha meningkatkan taraf hidup komunitasnya dapat disejajarkan antara satu dengan
lainnya. Pembangunan yang berkelanjutan, yang artinya memenuhi kebutuhan saat
ini dengan menguasahakan keberlanjutan pemenuhan kebutuhan bagi generasi
selanjutnya. Artinya untuk memberikan kesempatan kepada generasi selanjutnya
dalam memenuhi kebutuhannya, bukan dalam bentuk saving sumber daya alam,
akan tetapi dalam bentuk ahli teknologi.
Pembangunan yang berkelanjutan tidak akan dapat berjalan dengan baik
apabila tidak memperhatikan aspek kemanusiaanya, perhatian terhadap aspek
manusia merupakan sasaran untuk menuju kemasa depan yang berkelanjutan.
Pembangunan yang berkelanjutan juga dipengaruhi oleh aspek internal yaitu
peningkatan kualitas manusia secara etika seperti pendidikan, kesehatan, rasa
empati, saling menghargai dan kenyamanan baik spritual, emosional maupun
intelektual (Rudito dan Famiola, 2007: 205).
2.3.3 Millenium Development Goals
Tujuan pembangunan milenium merupakan upaya internasional dan nasional
untuk memenuhi kebutuhan kesejahteraan rakyat dan meningkatkan kualitas sumber
Universitas Sumatera Utara
33
daya manusia. Negara-negara keanggotaan Perserikatan Bangsa Bangsa kemudian
mengadopsi millenium development goals. Seluruh negara yang tergabung dalam
Perserikatan Bangsa Bangsa merasa perlu melakukan sesuatu untuk mengatasi
permasalahan-permasalahan tersebut. Sebanyak 189 negara anggota Perserikatan
Bangsa Bangsa, termasuk Indonesia yang sebagian besar diwakili oleh kepala
pemerintahan sepakat untuk mengadopsi Deklarasi Milenium.
Pembangunan milenium mempunyai delapan tujuan yang ingin dicapai pada
tahun 2015 adalah memberantas kemiskinan dan kelaparan, mewujudkan pendidikan
dasar, mendorong kesetaraan gender dan memberdayakan perempuan, mengurangi
tingkat kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV/AIDS, malaria
dan penyakit lain, menjamin kelestarian lingkungan, dan mengembangkan kemitraan
global bagi pembangunan (Siagian dan Suriadi, 2010:44).
Millenium development goals menempatkan pembangunan manusia sebagai
fokus utama pembangunan, memiliki tengat waktu dan kemajuan yang terukur.
Millenium development goals didasarkan pada konsensus dan kemitraan global,
sambil menekankan tanggung jawab negara berkembang untuk melaksanakan
pekerjaan rumah mereka. Sedangkan negara maju berkewajiban mendukung upaya
tersebut. Manfaat dari Millenium Development Goals tidak semata-mata untuk
mengukur target dan menentukan indikator dari berbagai bidang pembangunan
yang menjadi tujuan, tetapi yang terpenting adalah bagaimana tujuan pembangunan
milenium dikonkritkan pelaksanaannya.
2.3.4 Tiga Garis Dasar
Konsep Triple Bottom Line merupakan pengukuran kinerja secara holistic
dengan memasukkan ukuran kinerja ekonomis berupa perolehan keuntungan dan
Universitas Sumatera Utara
34
juga ukuran kepedulian sosial dan pelestarian lingkungan. Ketiga faktor tersebut
dikenal dengan Triple-P (3P) yaitu people, profit and planet.
Konsep 3P mengimplikasikan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan
merupakan suatu konsep yang mewajibkan perusahan untuk memenuhi dan
memperhatikan kepentingan para stakeholder dalam kegiatan operasinya mencari
keuntungan. Stakeholder yang dimaksud diantaranya adalah para karyawan (buruh),
kustomer, komunitas lokal, pemerintah, maupun lembaga swadaya masyarakat.
People menekankan pentingnya praktik bisnis suatu perusahaan yang mendukung
kepentingan tenaga kerja, memperhatikan kesehatan dan pendidikan bagi tenaga
kerja. Planet berarti mengelola dengan baik penggunaan energi terutama atas sumber
daya alam yang tidak dapat diperbaharui, mengurangi hasil limbah produksi dan
mengolah kembali menjadi limbah yang aman bagi lingkungan, mengurangi emisi
CO2 ataupun pemakaian energi merupakan praktik yang banyak dilakukan oleh
perusahaan yang menerapkan konsep 3P (Elkington, dalam Wibisono, 2007:32).
Triple Bottom Line digunakan sebagai kerangka atau formula untuk mengukur
dan melaporkan kinerja perusahaan mencakup parameter ekonomi, sosial dan
lingkungan dengan memperhatikan kebutuhan setiap pemangku kepentingan guna
meminimalkan gangguan atau kerusakan pada manusia dan lingkungan dari berbagai
aktivitas perusahaan. Keberadaan pemangku kepentingan bisa hadir sebagai
penunjang keberhasilan tanggung jawab sosial perusahaan ataupun sebaliknya, jika
proses sinergi di antara para pelaku tersebut tidak dilakukan.
2.3.5 International Organization for Standardization 26000
Pada bulan September 2004, International Organization for Standardization
sebagai induk organisasi standarisasi internasional, berinisiatif mengundang
Universitas Sumatera Utara
35
berbagai pihak untuk membentuk tim yang membidani lahirnya panduan dan
standarisasi untuk tanggung jawab sosial yang diberi nama International
Organization for Standardization 26000: Guidance Standard on Social
Responsibility. International Organization for Standardization 26000 menyediakan
standar pedoman yang bersifat sukarela mengenai tanggung tanggung jawab sosial
suatu institusi yang mencakup semua sektor badan publik ataupun badan privat
baik di negara berkembang maupun negara maju. International Organization for
Standardization 26000 memberikan tambahan nilai terhadap aktivitas tanggung
jawab sosial yang berkembang saat ini dengan cara:
1. Mengembangkan suatu konsensus terhadap pengertian tanggung jawab sosial
dan isunya.
2. Menyediakan pedoman tentang penterjemahan prinsip-prinsip menjadi
kegiatan yang efektif.
3. Memilah praktek-praktek terbaik yang sudah berkembang dan disebarluaskan
untuk kebaikan komunitas atau masyarakat internasional.
International Organization for Standardization 26000 menerjemahkan
tanggung jawab sosial sebagai tanggung jawab suatu organisasi atas dampak dari
keputusan dan aktivitasnya terhadap masyarakat dan lingkungan, melalui perilaku
yang transparan dan etis, yang konsisten dengan pembangunan berkelanjutan dan
kesejahteraan masyarakat, memperhatikan kepentingan dari para stakeholder, sesuai
hokum yang berlaku dan konsisten dengan norma-norma internasional, terintegrasi
di seluruh aktivitas organisasi, dalam pengertian ini meliputi baik kegiatan, produk
maupun jasa (http://rahmatullah.banteninstitute.org/2010/05/masalahpengelolaan
programcorporate.html).
Universitas Sumatera Utara
36
2.3.6 Model Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Inti pelaksanaan tanggung jawab sosial oleh suatu perusahaan adalah dengan
membangun kerjasama antara perusahaan dengan pihak-pihak yang menjadi
pemegang kepentingannya. Langkah awal yang wajib ditempuh oleh suatu
perusahaan adalah mengetahui siapa saja pihak pemegang atau pemangku
kepentingan perusahaannya, dan apa saja yang menjadi indikator kepuasan tiap-tiap
pemegang kepentingan. Pada umumnya sikap dan tindakan pemangku kepentingan
berorientasi pada indikator kepuasan tersebut.
Latar Belakang munculnya pemikiran mengikutsertakan unsur pemerintah
dalam model pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan, adalah bahwa
pemerintah sebagai personifikasi negara memiliki kepentingan dan komitmen yang
kuat dalam mensejahterakan masyarakat. Tanggung jawab sosial sebagai suatu
kewajiban perusahaan dianggap sebagai bagian dari performance perusahaan yang
secara menyeluruh telah diatur dalam hukum, dimana pemerintah merupakan pihak
yang memiliki kepentingan dan komitmen atas berlakunya hukum.
Saidi dan Abidin mengemukakan sedikitnya ada empat model atau pola yang
secara umum dapat dilaksanakan di Indonesia, sebagai berikut:
1. Model keterlibatan langsung
Perusahaan sendiri yang secara langsung mengimplementasikan program
tanggung jawab sosial perusahaaan.
2. Model yayasan atau organisasi sosial perusahaan
Perusahaan sendiri mendirikan yayasan atau organisasi sosial.
Universitas Sumatera Utara
37
3. Model bermitra dengan pihak lain
Pihak perusahaan melakukan kerjasama dengan organisasi lain, dimana
organisasi mitra kerjasama tersebut secara langsung mengelola pelaksanaan
program tanggung jawab sosial perusahaan.
4. Model mendukung atau bergabung dalam suatu konsortium
Sejumlah perusahaan bekerjasama mendirikan organisasi sosial dan secara
langsung bertanggung jawab dalam melaksanakan program tanggung jawab
sosial perusahaan (Saidi dan Abidin, dalam Siagian dan Suriadi, 2010:78).
Implementasi tanggung jawab sosial perusahaan yang memiliki efektivitas yang
tinggi hanya dapat dicapai jika pelaku usaha tidak lagi berperan hanya sebagai
dermawan. Sikap tersebut hanya akan berdampak negatif, yaitu melestarikan
ketergantungan pada uang kontribusi. Pelaksanaan tanggung jawab sosial
perusahaan, semestinya dapat dibangun suatu relasi dalam bentuk mitra kerja antara
perusahaan dengan masyarakat setempat dalam upaya mencapai tujuan bersama
(Siagian dan Suriadi, 2010:78).
2.3.7 Sistematika Tahapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Tahapan tanggung jawab sosial perusahaan yang sistematis dan kompleks
maka langkah yang dapat ditempuh adalah:
1. Dimulai dengan melihat dan menilai kebutuhan (need assessment) masyarakat
sekitar. Caranya dengan mengidentifikasi masalah yang terjadi di masyarakat
dan lingkungan. Setelah itu dicari solusi yang terbaik menurut kebutuhan
masyarakat.
2. Membuat rencana aksi, lengkap dengan anggaran, jadwal, indikator, untuk
mengevaluasi dan sumberdaya manusia yang ditunjukkan untuk
Universitas Sumatera Utara
38
melakukannya. Dalam hal ini, perusahaan dapat membagi program dalam
bentuk kegiatan jangka pendek, jangka panjang, hingga masyarakat menjadi
mandiri.
3. Monitoring yang dapat dilakukan melalui survei ataupun kunjungan langsung.
Evaluasi dilakukan secara regular dan dilaporkan agar menjadi panduan untuk
strategi atau pengembangan program selanjutnya. Disamping itu perlu
dilakukan audit sosial secara objektif terhadaap pelaksanaan program, untuk
melihat apakah program telah dapat sasaran dan manfaatnya dapat dirasakan
oleh masyarakat sesuai tujuan pelaksanaannya (Ambadar, 2008: 39).
2.4 Pemberdayaan Masyarakat dalam Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Pemberdayaan masyarakat atau community development adalah bagaimana
individu, kelompok atau komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri
dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka.
Pemberdayaan masyarakat memiliki fokus terhadap upaya membantu anggota
masyarakat yang memiliki kesamaan minat untuk bekerja sama dengan
mengidentifikasi kebutuhan bersama dan kemudian melakukan kegiatan bersama
untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Community development sering kali
diimplikasikan dalam bentuk:
1. Proyek-proyek pembangunan yang memungkinkan anggota masyarakat
memperoleh dukungan dalam memenuhi kebutuhan.
2. Kampanye dan aksi sosial yang memungkinkan kebutuhan-kebutuhan tersebut
dapat dipenuhi oleh pihak-pihak lain yang bertanggung jawab.
Community development dapat didefenisikan sebagai metode yang
memungkinkan orang dapat meningkatkan kualitas hidupnya serta mampu
Universitas Sumatera Utara
39
memperbesar pengaruhnya terhadap proses-proses yang mempengaruhi
kehidupannya. Community development adalah “the process of assiting ordinary
people to improve their own communities by undertaking collective actons”. Secara
khusus community development berkenaan dengan upaya pemenuhan orang-orang
yang tidak beruntung atau tertindas, baik yang disebabkan oleh kemiskinan maupun
oleh deskriminasi berdasarkan kelas sosial, suku, jender, jenis kelamin, usia dan
kecacatan (Twelvetrees, 1991:1).
Pemberdayaan masyarakat atau community development merupakan sebuah
aktualisasi dari tanggung jawab sosial perusahaan yang lebih bermakna dari sekedar
aktivitas charity ataupun dimensi tanggung jawab sosial perusahaan lainnya seperti
community relation. Hal ini disebabkan karena dalam pelaksanaanya community
development, terdapat kolaborasi kepentingan bersama antara perusahaan dengan
komunitas, adanya partisipasi, produktivitas dan berkelanjutan. Dalam aktualisasi
Good Corporate Citizenship, maka kontribusi dunia usaha turut untuk serta dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat harus mengalami metamorfosis dari
aktivitas yang bersifat charity menjadi aktivitas yang lebih menekan kepada
penciptaan kemandirian masyarakatnya, yakni program pemberdayaan.
Tabel 2.5.1 berikut, akan menunjukkan hal penting yang membedakan antara
aktivitas charity dengan philanthropy antara lain bahwa, aktivitas philanthropy lebih
didorong oleh norma dan etika hukum, bukan sekedar memenuhi kewajiban. Selain
itu inspirasi aktivitas adalah untuk memenuhi kepentingan semua pihak, baik
perusahaan maupun komunitas. Oleh karena itu tampak bahwa community
development merupakan pelaksanaan aktivitas tanggung jawab sosial perusahaan.
Khususnya di Indonesia, pelaksanaan kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan
tampak lebih cocok dengan program pemberdayaan masyarakat. Diharapkan dengan
Universitas Sumatera Utara
40
aktivitas tanggung jawab sosial perusahaan yang bernafaskan community
development dapat mencapai tujuan strategis perusahaan. Disamping untuk mencapai
profit optimum juga dapat bermanfaat bagi komunitas. Dengan adanya aktivitas
tersebut, komunitas memiliki mitra yang peduli terhadap kemandirian. Metamorfosis
tersebut pernah diungkapkan oleh Saidi (2003:13), dalam tabel berikut:
Tabel 2.5.1 Karakteristik Tahap-tahap Kedermawanan Sosial Paradigma
Paradigma Charity Philanthropy Good Corporate Citizenship (GCC)
Motivasi Agama, tradisi, adaptasi
Norma, etika, dan hukum universal
Pencerahan diri dan rekonsiliasi dengan ketertiban sosial
Misi
Mengatasi masalah setempat
Mencari dan mengatasi akar masalah
Memberikan kontribusi kepada masyarakat
Pengelolaan Jangka pendek, mengatasi masalah sesaat
Terencana, teorganisir, dan terprogram
Terinternalisasi dalam kebijakan perusahaan
Pengorganisasian
Kepanitiaan Yayasan/ dana abadi/ profesionalitas
Keterlibatan baik dana maupun sumber daya lain
Penerima Manfaat
Orang miskin Masyarakat luas Masyarakat luas dan perusahaan
Kontribusi Hibah sosial Hibah pembangunan
Hibah (pembangunan serta keterlibatan sosial)
Inspirasi Kewajiban Kepentingan Bersama
-
2.5 Peranan Pekerja Sosial dalam Pelaksanaan Program Tanggung Jawab
Sosial Perusahaan
Secara garis besar, pekerjaan sosial melibatkan intervensi atau penanganan
masalah pada dua tingkatan, yakni tingkatan mikro (individu, keluarga dan
kelompok) dan makro (organisasi dan masyarakat). Selain dituntut untuk memiliki
Universitas Sumatera Utara
41
pemahaman mengenai penanganan masalah yang dialami individu, keluarga dan
kelompok, pekerja sosial juga harus memiliki pemahaman mengenai metode atau
strategi dalam melakukan perubahan organisasi, masyarakat dan kebijakan.
Ketentuan umum Undang-undang No.11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan
Sosial ditegaskan bahwa pengertian Pekerja Sosial Profesional yaitu; seorang yang
bekerja baik di lembaga pemerintah maupun swasta yang memiliki kompetensi dan
profesi pekerjaan sosial dan kepedulian terhadap pekerjaan sosial yang diperoleh
melalui pendidikan, pelatihan atau pengalaman praktek pekerja sosial untuk
melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial (Kementrian
Dalam Negeri Republik Indonesia).
Untuk menjalankan perannya mengorganisasi masyarakat, pekerja sosial harus
menghargai asa-asas pentingnya mengembangkan pemimpin masyarakat setempat
atas beberapa klien dan bukan mengambil ahli kepemimpinan pada saat masalah
terjadi. Selanjutnya pekerja sosial harus melibatkan klien memberikan input
meningkatkan efektivitas suatu program dimasa yang akan depan. Sementara dalam
upaya mencapai tujuan, pekerja sosial yang bekerja dalam masyarakat memiliki
tugas-tugas yang harus dilakukan seperti; menolong orang memperluas keterampilan
dan kemampuan mereka dalam upaya menghadapi serta memecahkan masalah
sendiri, membuat organisasi-organisasi yang tanggap dalam memberikan manfaat
sosial, menolong orang memperoleh sumber-sumber, mempengaruhi interaksi antara
organisasi dengan institusi, dan mempengaruhi pengambilan kebijakan sosial
ataupun kebijakan lingkungan agar lebih baik.
Organisasi Pekerja-pekerja Sosial Nasional Amerika menetapkan sepuluh
kemahiran atau keterampilan yang harus dimiliki oleh pekerja sosial yang bekerja
pada masyarakat, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
42
1. Mahir dalam mendengarkan orang lain dan paham akan tujuan mereka
2. Mahir dalam mengumpulkan data yang sesuai sehingga mengetahui kondisi
masyarakat secara keseluruhan
3. Mahir membentuk program bantuan yang profesional dengan membentuk
hubungan dengan semua pihak
4. Mahir dalam observasi dan membuat pemaknaan yang tepat atas perilaku
masyarakat
5. Mahir menjalin hubungan masyarakat dengan sistem sumber
6. Mahir dalam berdiskusi dengan pengendalian perasaan yang tinggi
7. Mahir membentuk cara-cara baru dalam memecahkan masalah dan memenuhi
keperluan masyarakat
8. Mahir dalam penetapan waktu mengakhiri hubungan kerjanya dengan
masyarakt setempat dan bagaimana berbuat demikian
9. Mahir dalam menggunakan hasil kajian dan penelitian yang sesuai dengan
profesinya
10. Mahir menyediakan pelayanan hubungan organisasi-organisasi, memaknai dan
menghubungkan keperluan sosial dengan sumber-sumber anggaran, dengan
pemerintah atau dengan anggota parlemen (National Association of Sosial
Workers, dalam Siagian dan Suriadi, 2010: 87-90).
Peranan pekerja sosial sangat di perlukan dalam upaya membangun hubungan
sistem klien, yang dalam konteks ini adalah masyarakat setempat dengan
perusahaan. Masyarakat adalah klien dan perusahaan sebagai sistem sumber, dimana
program tanggung jawab sosial perusahaan merupakan suatu aktivitas yang sangat
tepat digunakan dalam memecahkan masalah dan memenuhi keperluan masyarakat
setempat.
Universitas Sumatera Utara
43
Peranan pekerja sosial mengupayakan masyarakat memperoleh manfaat dari
perusahaan, dengan membangun hubungan antara perusahaan dengan masyarakat
setempat. Pekerja sosial harus merancang agar masyarakat lebih berdaya dan mandiri
di masa depan. Dalam kaitannya dengan implementasi program tanggung jawab
sosial perusahaan, maka pekerja sosial menolong masyarakat setempat merumuskan
kepentingan dan menjadikan masyarakat tersebut memahami hak-hak mereka yang
diatur dalam hukum.
Fasilitator, peran pekerja sosial sebagai fasilitator adalah menyadarkan
masyarakat bahwasanya mereka adalah pribadi yang unik dan memiliki potensi
untuk maju dan berkembang. Perantara, peran pekerja sosial sebagai perantara adalah
meningkatkan kualitas hubungan antara perusahaan dengan masyarakat setempat.
Pembela, peran pekerja sosial sebagai pembela bertujuan agar perusahaan
menjalankan kewajibannya atas masyarakat setempat melalui implementasi program
tanggung jawab sosial perusahaan sebagai satu kewajiban hukum. Pelindung, peran
pekerja sosial sebagai pelindung diharapkan dapat mendukung masyarakat setempat
dalam upaya memperoleh hak-hak mereka (Siagian dan Suriadi, 2010: 95-97).
2.6 Efektivitas Pelaksanaan Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
2.6.1 Kebijakan Publik
Salah satu aspek yang penting untuk mewujudkan tujuan perusahaan adalah
aspek tanggung jawab sosial perusahaan dan lingkungan. Konsentrasi program
tanggung jawab sosial perusahaan didasarkan pada pemberdayaan masyarakat yang
bertitik tolak pada aspirasi dan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Fungsinya adalah
sebagai mekanisme layanan sumber daya dukung untuk membantu masyarakat agar
masyarakat tersebut dapat mengentaskan permasalahannya sendiri. Untuk mengelola
Universitas Sumatera Utara
44
operasional perusahaan maka perlu ditetapkan konsep 3P (People, Planet, and
Profit) dalam kerangka praktik good corporate governance. Konsep tersebut
dimaksudkan untuk mensinergikan aspek sosial, lingkungan, serta ekonomi
perusahaan sehingga bisa menghasilkan manfaat secara maksimal, baik bagi
masyarakat, perusahaan, maupun lingkungan.
Visi yang hendak dicapai perusahaan dalam melaksanakan tanggung jawab
sosial perusahaan adalah mewujudkan masyarakat sejahtera. Eksistensi program
tanggung jawab sosial perusahaan difokuskan pada proses pendampingan masyarakat
untuk mengidentifikasi permasalahan dasar dan menemukan keunggulan komparatif
berupa potensi diri dan lingkungannya. Dukungan Community Development adalah
berupa upaya memunculkan kreativitas kelompok basis masyarakat lokal dalam
bentuk aneka kegiatan pemecahan masalah berdasarkan sumber daya yang dimiliki.
Berdasarkan visi tersebut, maka dirumuskan tiga misi yang harus diemban
perusahaan dalam melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan, sebagai berikut:
1. Membangun kemandirian masyarakat dalam mengembangkan asset ekonomi.
2. Mengembangkan sumberdaya alam dan lingkungannya.
3. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan status sosial budaya (Elyas,
2001:14).
2.6.2 Tujuan dan Target Pelaksanaan Program Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan
Tujuan tanggung jawab sosial perusahaan adalah meningkatkan sumber daya
manusia dalam rangka mengembangkan sumber daya alam dan lingkungan secara
arif dan berkelanjutan. Memberdayakan masyarakat untuk menganalisa diri dan
lingkungannya serta mengaktualisasikan kreatifitasnya untuk pemenuhan kebutuhan
Universitas Sumatera Utara
45
dan pemecahan masalah yang dihadapi. Menciptakan tatanan hubungan perusahaan
dan masyarakat yang berkeadilan, demokratis dan harmonis antara keduanya.
Strategi yang dilakukan dalam mencapai tujuan adalah menciptakan iklim yang
kondusif bagi masyarakat, untuk lebih berpartisipasi aktif dalam pembangunan
wilayahnya dan mampu memanfaatkan secara optimal. Pendampingan bagi
kelompok terentan sebagai pendidikan masyarakat, untuk mencapai perubahan diri
dan kelompok secara mendasar, mampu melaksanakan adaptasi, serta terrealisasinya
berkelanjutan pada setiap kegiatan yang dirintis.
Target adalah suatu tingkatan keinginan yang dicapai dan biasa didasari pada
perencanaan yang telah disusun sebelumnya. Sasaran tersebut biasanya dipantau
melalui kegiatan yang rutin dilaksanakan dan pada akhirnya dibandingkan dengan
kondisi sebelumnya. Target perusahaan dalam upaya pencapaian tujuan tanggung
jawab sosial perusahaan adalah sebagai berikut:
a. Pendapatan dan basis modal masyarakat meningkat
b. Masyarakat lebih berpendidikan
c. Hubungan sosial dan masyarakat kondusif
d. Lingkungan yang nyaman dan sehat (Elyas, 2005:15)
2.6.3 Kriteria Pemberdayaan Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
1. Adanya tujuan, sasaran, target (capaian) dan program kegiatan yang jelas
2. Adanya perubahan cara pandang, pola berpikir dan kemampuan teknis
3. Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat
4. Pembinaan dan pendampingan yang berkelanjutan
5. Program disusun secara parisipatif
6. Adanya pengembangan kebersamaan dan kontrol sosial (Elyas, 2005:16).
Universitas Sumatera Utara
46
2.6.4 Penyusunan dan Pelaksanaan Program
1. Menampung gagasan pemecahan masalah secara bottom-up
2. Melibatkan tenaga ahli internal
3. Mendayagunakan tenaga ahli eksternal (Perguruan tinggi, Lembaga Swadaya
Masyarakat, Dinas-dinas terkait)
4. Memakai pendekatan Partisipatory Rapid Appraissal atau metode penilaian
terhadap desa dalam segala aspeknya secara partisipatif. Melalui metode ini
akan diperoleh informasi dari masyarakat desa tentang kebutuhan mendasar
dan kekuatan yang ada sebagai landasan untuk menentukan program yang akan
diimplementasikan (Elyas, 2005:16)
2.6.5 Lokasi dan Sasaran Program
Untuk mengantisipasi masalah yang dihadapi maupun yang akan timbul antara
masyarakat dan perusahaan, maka dalam penentuan lokasi dan sasaran program
didasarkan pada urutan dan prioritas. Lokasi program adalah wilayah sekitar
lingkungan perusahaanan, sedangkan yang menjadi sasaran prioritas tanggung jawab
sosial perusahaan adalah masyarakat tempatan, dengan tanpa meninggalkan
komunitas internal perusahaan (Elyas, 2005:16).
2.7 Kerangka Pemikiran
Tanggung jawab sosial perusahaan adalah komitmen dari pelaku usaha untuk
memberikan perhatian terhadap kesejahteraan karyawannya dan bertindak adil
terhadap berbagai pihak yang terkait dengan aktivitasnya, serta dengan iklas
menyisihkan sebagian dari hasil usahanya untuk membiayai dan secara langsung atau
tidak langsung melakukan program yang bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan
Universitas Sumatera Utara
47
masyarakat setempat. Kesejahteraan sosial dapat diwujudkan melalui konsep
pemberdayaan masyarakat karena pembangunan yang demikian, sangat menjunjung
tinggi martabat dan harga diri masyarakat sekaligus menjadi upaya mengembalikan
status dan peranan masyarakat dalam proses pembangunan dan perubahan.
PT. Riau Andalan Pulp And Paper menaruh perhatian yang sangat besar
dibidang pengembangan masyarakat, khususnya bagi masyarakat yang berada
disekitar wilayah produksi dan operasioanal perusahaan. Aktivitas program tanggung
jawab sosial perusahaan dijalankan oleh Community Development Department
melalui berbagai bidang program pemberdayaan, diantaranya bidang sistem
pertanian terpadu, pendidikan, kesehatan, infrastruktur, keagamaan, dan bidang
kesukarelawanan sosial. Sasaran program tanggung jawab sosial perusahaan adalah
masyarakat tempatan dengan tanpa meninggalkan komunitas internal perusahaan.
Salah satu wilayah binaan Community Development Department adalah Desa Rantau
Panjang yang berlokasi di daerah operasional Pelabuhan Buatan dan hutan tanam
industri. Kondisi masyarakat sebelum adanya program tanggung jawab sosial
perusahaan yaitu pada umumnya masyarakat bermatapencaharian sebagai petani,
jiwa tani masyarakat kurang sementara lahan memadai, pendapatan masyarakat
rendah, tingkat pendidikan yang rendah dan minimnya pengetahuan masyarakat akan
pola hidup sehat. Tujuan Program tanggung jawab sosial perusahaan PT. Riau
Andalan Pulp And Paper adalah terciptanya masyarakat yang lebih sejahtera melalui
kemitraan yang harmonis antara perusahaan, masyarakat dan pemerintah.
Efektivitas merupakan taraf sampai sejauh mana peningkatan kesejahteraan
manusia dengan adanya suatu program. Efektivitas disebut efektif apabila
tercapainya tujuan atau sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Efektivitas
pelaksanaan program tanggung jawab sosial perusahaan dapat diukur melalui enam
Universitas Sumatera Utara
48
indikator sebagai berikut: pemahaman atas program, ketepatan sasaran, ketepatan
waktu, tercapainya target, tercapainya tujuan dan perubahan nyata. Inti dari pada
program tanggung jawab sosial perusahaan adalah meningkatnya pendapatan dan
basis modal masyarakat, masyarakat lebih berpendidikan, hubungan-sosial
masyarakat kondusif, lingkungan yang nyaman dan sehat.
Gambar 2.8
Bagan Alir Pikiran
Kondisi Masyarakat Desa Rantau Panjang Sebelum Program:
1. Mata pencaharian adalah petani 2. Jiwa tani masyarakat Kurang sementara
lahan memadai 3. Pendapatan masyarakat rendah 4. Tingkat pendidikan yang rendah 5. Minimnya pengetahuan akan pola hidup sehat
Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Community Development Department PT. Riau
Andalan Pulp and Paper, meliputi: Pendapatan masyarakat meningkat, masyarakat lebih berpendidikan, hubungan sosial masyarakat kondusif, lingkungan yang nyaman dan sehat, guna terwujudnyanya kesejahteraan masyarakat desa Rantau Panjang kecamatan Koto Gasib kabupaten Siak.
Bidang-bidang Program Tanggung
Jawab Sosial Perusahaan
1. Sistem Pertanian
Terpadu 2. Pendidikan 3. Kesehatan 4. Infrastruktur 5. Keagamaan 6. Kesukarelawanan
Sosial
Efektivitas Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
1. Pemahaman program 2. Ketepatan sasaran 3. Ketepatan waktu 4. Tercapainya target 5. Tercapainya tujuan 6. Perubahan nyata
Universitas Sumatera Utara
49
2.8 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional
2.8.1 Defenisi Konsep
Defenisi konsep adalah pengertian yang terbatas dari suatu konsep yang dianut
dalam suatu penelitian (Siagian, 2011:136). Defenisi konsep ditujukan untuk
mencapai keseragaman pemahaman tentang konsep-konsep, baik berupa objek,
peristiwa maupun fenomena yang diteliti. Untuk lebih memahami pengertian
mengenai konsep-konsep yang akan digunakan, maka peneliti membatasi konsep
yang digunakan sebagai berikut:
1. Efektivitas merupakan taraf sampai sejauh mana peningkatan kesejahteraan
manusia dengan adanya suatu program dan merupakan unsur pokok untuk
mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Efektivitas
disebut efektif apabila tercapainya tujuan atau sasaran yang telah ditentukan
sebelumnya.
2. Tanggung jawab sosial perusahaan merupakan komitmen dari pelaku usaha
untuk memberikan perhatian terhadap kesejahteraan karyawannya dan
bertindak adil terhadap berbagai pihak yang terkait dengan aktivitasnya, serta
dengan iklas menyisihkan sebagian dari hasil usahanya untuk membiayai dan
secara langsung atau tidak langsung melakukan program-program yang
bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat.
3. Pemberdayaan masyarakat atau community development adalah bagaimana
individu, kelompok atau komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka
sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan
keinginan mereka. Pemberdayaan masyarakat memiliki fokus terhadap upaya
membantu anggota masyarakat yang memiliki kesamaan minat untuk bekerja
Universitas Sumatera Utara
50
sama dengan mengidentifikasi kebutuhan bersama dan kemudian melakukan
kegiatan bersama untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
4. PT. Riau Andalan Pulp ang Paper adalah salah satu perusahaan pulp dan
kertas di Indonesia yang terletak di kota Pangkalan Kerinci provinsi Riau. PT.
Riau Andalan Pulp And Paper berada dibawah naungan Raja Garuda Mas
Internasional untuk Indonesia dan APRIL GROUP untuk Asia Tenggara
(Asia Pasific Resources Internasional Holding Limited). PT. Riau Andalan
Pulp And Paper dalam organisasinya menempatkan satu departmen khusus
yang disebut dengan Community Development Department. Tugas
Community Development Department adalah menjalankan program
pemberdayaan masyarakat secara berkelanjutan agar dapat meningkatkan
kesejahteraan sosial masyarakat sekitar wilayah produksi dan operasional
perusahaan.
2.8.2 Defenisi Operasional
Defenisi operasional bertujuan untuk memudahkan peneliti dalam
melaksanakan kegiatan penelitian dilapangan. Maka perlu operasionalisasi dan
konsep untuk menggambarkan tentang apa yang harus diamati (Silalahi, 2009: 120).
Defenisi operasional ditujukan dalam upaya transformasi konsep ke dunia nyata
sehingga konsep-konsep penelitian dapat di observasi (Siagian 2011: 141).
Adapun yang menjadi defenisi operasional, efektivitas pelaksanaan program
tanggung jawab sosial perusahaan PT. Riau Andalan Pulp ang Paper di Desa Rantau
Panjang Kecamatan Koto Gasib Kabupaten Siak dapat diukur melalui indikator
sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
51
1. Pemahaman program, meliputi:
a. Sumber informasi program tanggung jawab sosial perusahaan
b. Tingkat pemahaman responden setelah mendapatkan informasi program
tanggung jawab sosial perusahaan,
c. Pengetahuan responden mengenai sasaran program
d. Pengetahuan responden mengenai tujuan program
e. Pengetahuan responden mengenai target program
f. Pengetahuan responden mengenai program yang direncanakan
g. Pengetahuan responden mengenai program yang terealisasi
2. Ketepatan sasaran, meliputi:
a. Tahun ditetapkannya sasaran
b. Pihak yang menetapkan sasaran program
c. Ukuran atau pertimbangan yang digunakan dalam menetapkan sasaran
d. Ketepatan ukuran yang digunakan dalam menetapkan sasaran
e. Dampak negatif yang dirasakan
3. Ketepatan waktu, meliputi:
a. Pemberian informasi waktu pelaksanaan penyuluhan sebelum menjadi
mitra bina
b. Ketepatan waktu pemberian bimbingan atau penyuluhan dengan waktu
yang telah ditentukan
c. Ketepatan waktu pemberian bimbingan atau penyuluhan kepada
responden setelah menjadi mitra bina
d. Kesesuaian waktu pemberian bantuan dengan waktu yang telah
ditentukan
4. Tercapainya Target, meliputi:
a. Penetapan target yang harus dicapai sebelum pelaksanaan kegiatan
b. Sosialisasi Penetapan target
c. Pengetahuan mengenai target yang harus dicapai
d. Kesesuaian target dengan kebutuhan responden
5. Tercapainya Tujuan, meliputi:
a. Pencapaian target yang ditetapkan melalui berbagai kegiatan
b. Pencapaian tujuan yang ditetapkan melalui berbagai kegiatan
c. Manfaat yang diperoleh
d. Kelanjutan pelaksanaan program tanggung jawab sosial perusahaan
Universitas Sumatera Utara