BAB II
LANDASAN TEORI
II.A. Motivasi Berprestasi
II.A.1 Definisi Motivasi Berprestasi
Motivasi merupakan suatu istilah yang menunjuk pada kekuatan tarikan
dan dorongan, yang akan menghasilkan kegigihan perilaku yang diarahkan untuk
mencapai tujuan. Motivasi dan motif sering dipakai dengan pengertian yang sama
(Morgan, dalam Sukadji 1993). Menurut Santrock (2007) motivasi adalah proses
yang memberi semangat , arah, dan kegigihan perilaku.
McClelland (dalam Djiwandono, 2002) mengemukakan bahwa manusia
dalam berinteraksi dengan lingkungannya sering sekali dipengaruhi oleh berbagai
motif. Motif tersebut berkaitan dengan keberadaan dirinya sebagai mahluk
biologis dan mahluk sosial yang selalu berhubungan dengan lingkungannya. Motif
yang dikemukakan oleh McClelland salah satunya yaitu motivasi untuk
berprestasi.
Motif untuk berprestasi (achievement motive) adalah motif yang
mendorong seseorang untuk mencapai keberhasilan dalam bersaing dengan suatu
ukuran keunggulan (standard of excellence), baik berasal dari standar prestasinya
sendiri (autonomous standards) diwaktu lalu ataupun prestasi orang lain (social
comparison standard).
Berdasarkan uraian di atas motivasi berprestasi yang digunakan dalam
penelitian ini dapat diartikan sebagai motif yang mendorong siswa untuk
Universitas Sumatera Utara
mencapai keberhasilan dalam bersaing di bidang akademis dengan suatu ukuran
keunggulan (standard of excellence).
II.A.2 Karakteristik Individu dengan Motivasi Berprestasi Tinggi
Menurut McClelland (dalam Sukadji, 2001) Ciri-ciri individu dengan
motif berprestasi yang tinggi antara lain adalah:
1. Selalu berusaha, tidak mudah menyerah dalam mencapai suatu kesuksesan
maupun dalam berkompetisi, dengan menentukan sendiri standard bagi
prestasinya dan yang memiliki arti.
2. Secara umum tidak menampilkan hasil yang lebih baik pada tugas-tugas
rutin, tetapi biasanya menampilkan hasil yang lebih baik pada tugas-tugas
khusus yang memiliki arti bagi mereka.
3. Cenderung mengambil resiko yang wajar (bertaraf sedang) dan
diperhitungkan. Tidak akan melakukan hal-hal yang dianggapnya terlalu
mudah ataupun terlalu sulit.
4. Dalam melakukan suatu tindakan tidak didorong atau dipengaruhi oleh
rewards (hadiah atau uang).
5. Mencoba memperoleh umpan balik dari perbuatanya.
6. Mencermati lingkungan dan mencari kesempatan/peluang.
7. Bergaul lebih baik memperoleh pengalaman.
8. Menyenangi situasi menantang, dimana mereka dapat memanfaatkan
kemampuannya.
9. Cenderung mencari cara-cara yang unik dalam menyelesaikan suatu
masalah.
Universitas Sumatera Utara
10. Kreatif.
11. Dalam bekerja atau belajar seakan-akan dikejar waktu.
II.A.3 Aspek-Aspek Motivasi Berprestasi
Menurut Atkinson (dalam Sukadji 2001), motivasi berprestasi dapat tinggi
atau rendah, didasari pada dua aspek yang terkandung didalamnya yaitu harapan
untuk sukses atau berhasil ( motif of success) dan juga ketakutan akan kegagalan
(motive to avoid failure). Seseorang dengan harapan untuk berhasil lebih besar
daripada ketakutan akan kegagalan dikelompokkan kedalam mereka yang
memiliki motivasi berprestasi tinggi, sedangkan seseorang yang memiliki
ketakutan akan kegagalan yang lebih besar daripada harapan untuk berhasil
dikelompokkan kedalam mereka yang memiliki motivasi berprestasi yang rendah.
II.A.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Berprestasi
McClelland (dalam Sukadji, 2001) menjelaskan mengenai faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap motif berprestasi, yaitu:
1. Harapan orangtua terhadap anaknya
Orangtua yang mengharapkan anaknya bekerja keras dan berjuang
untuk mencapai sukses akan mendorong anak tersebut untuk
bertingkahlaku yang mengarah kepada pencapaian prestasi. Dari
penilaian diperoleh bahwa orangtua dari anak yang berprestasi
melakukan beberapa usaha khusus terhadap anaknya.
2. Pengalaman pada tahun-tahun pertama kehidupan
Adanya perbedaan pengalaman masa lalu pada setiap orang sering
menyebabkan terjadinya variasi terhadap tinggi rendahnya
Universitas Sumatera Utara
kecendrungan untuk berprestasi pada diri seseorang. Biasanya hal itu
dipelajari pada masa kanak-kanak awal, terutama melalui interaksi
dengan orangtua dan “significant others”
3. Latar belakang budaya tempat seseorang dibesarkan
Apabila dibesarkan dalam budaya yang menekankan pada pentingnya
keuletan, kerja keras, sikap inisiatif dan kompetitif, serta suasana yang
selalu mendorong individu untuk memecahkan masalah secara mandiri
tanpa dihantui perasaan takut gagal, maka dalam diri seseorang akan
berkembang hasrat untuk berprestasi tinggi.
4. Peniruan tingkah laku
Melalui “observational learning” anak mengambil atau meniru
banyak karateristik dari model, termasuk dalam kebutuhan untuk
berprestasi , jika model tersebut memiliki motif tersebut dalam derajat
tertentu.
5. Lingkungan tempat proses pembelajaran berlangsung
Iklim belajar yang menyenangkan, tidak mengancam, memberi
semangat dan sikap optimisme bagi siswa dalam belajar, cenderung
akan mendorong seseorang untuk tertarik belajar, memiliki toleransi
terhadap suasana kompetisi dan tidak khwatir akan kegagalan.
II.B. Pengembangan Diri dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
II.B.1. Definisi Pengembangan Diri
Pengembangan diri merupakan kegiatan di luar mata pelajaran sebagai
bagian integral dari kurikulum sekolah yang dilakukan melalui kegiatan pelayanan
Universitas Sumatera Utara
konseling dan kegiatan ekstrakurikuler. Program pengembangan diri ditentukan
sesuai dengan bakat dan minat peserta didik dengan menyebarkan angket kepada
peserta didik.
Alokasi waktu pengembangan diri setara (ekuivalen) dengan dua jam
pelajaran. Pembimbing dari kegiatan pengembangan diri adalah pendidik,
instruktur dan alumni di bawah koordinasi konselor (guru Bimbingan Konseling
atau Bimbingan Penyuluhan). Penilaian pengembangan diri dilakukan dengan cara
observasi dan bentuk nilainya diberikan secara kualitatif deskriptif. Penilai
pengembangan diri dilakukan oleh pembimbing kegiatan pengembangan diri di
bawah koordinasi konselor (guru BK/BP).
II.B.1.1. Tujuan Umum Pengembangan Diri
Tujuan umum dari pengembangan diri adalah untuk memberi kesempatan
peserta didik mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan
kebutuhan, potensi, bakat, minat, kondisi, dan perkembangan peserta didik sesuai
dengan kondisi sekolah.
II.B.1.2.Tujuan Khusus Pengembangan Diri
Pengembangan diri bertujuan menunjang pendidikan peserta didik dalam
mengembangkan :
a. Bakat
b. Minat
c. Kreativitas
d. Kompetensi dan kebiasaan dalam kehidupan
e. Kemampuan kehidupan keagamaan
Universitas Sumatera Utara
f. Kemampuan sosial
g. Kemampuan belajar
h. Wawasan dan perencanaan karir
i. Kemampuan pemecahan masalah
j. Kemandirian
II.B.1.3. Bentuk Pelaksanaan Pengembangan Diri
Kegiatan pengembangan diri secara terprogram dilaksanakan dengan
perencanaan khusus dalam kurun waktu tertentu untuk memenuhi kebutuhan
peserta didik secara individual, kelompok dan atau klasikal melalui
penyelenggaraan :
1) Layanan dan kegiatan pendukung konseling
2) Kegiatan ekstra kurikuler, meliputi kegiatan kepramukaan, latihan
kepemimpinan, ilmiah remaja, palang merah remaja, seni olahraga, cinta
alam, jurnalistik, teater, keagamaan.
3) Kegiatan pengembangan diri secara tidak terprogram dapat dilaksanakan
sebagai berikut :
Rutin, yaitu kegiatan yang dilakukan terjadwal, seperti : upacara
bendera, senam, ibadah khusus keagamaan bersama, keberaturan,
pemeliharaan kebersihan dan kesehatan diri.
Spontan, adalah kegiatan tidak terjadwal dalam kejadian khusus seperti
: pembentukan perilaku memberi salam, membuang sampah pada
tempatnya, antri, mengatasi silang pendapat (pertengkaran).
Universitas Sumatera Utara
Keteladanan, adalah kegiatan dalam bentuk perilaku sehari-hari seperti
: berpakaian rapi, berbahasa yang baik, rajin membaca, memuji
kebaikan dan atau keberhasilan orang lain, datang tepat waktu.
Kegiatan pengembangan diri dapat dilakukan di lingkungan sekolah
maupun di luar lingkungan sekolah sesuai dengan jadwal kegiatan. Kegitatan
terprogram direncanakan secara khusus dan diikuti oleh peserta didik sesuai
dengan kebutuhan dan kondisi pribadinya. Kegiatan tidak terprogram
dilaksanakan secara langsung oleh pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah
yang diikuti oleh semua peserta didik.
II.B.2. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh
masing-masing satuan pendidikan. KTSP yang merupakan salah satu bentuk
realisasi kebijakan desentralisasi di bidang pendidikan agar kurikulum benar-
benar sesuai dengan kebutuhan pengembangan potensi peserta didik di sekolah
yang bersangkutan di masa sekarang dan di masa yang akan datang dengan
mempertimbangkan kepentingan lokal, nasional, dan tuntutan global dengan
semanagat manajemen berbasis sekolah (dalam Buku Pegangan Pelaksanaan
KTSP SMP, 2006).
KTSP disusun sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidkan di tingkat satuan pendidikan. Tujuan dari
pelaksanaan pendidikan tingkat satuan pendidikan adalah tahapan atau langkah
mewujudkan visi sekolah dalam jangka waktu tertentu (dalam Buku Pegangan
Pelaksanaan KTSP SMP, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Waktu pembelajaran efektif dalam satu minggu pada KTSP adalah 32-36
jam pembelajaran, dengan alokasi waktu satu jam pembelajarannya adalah 40
menit. Dengan kebutuhan waktu belajar 1280-1440 menit per/minggu atau setara
dengan 21-24 jam per/minggunya maka dibutuhkan rata-rata 5 jam per/hari waktu
belajar siswa dalam 5 harinya (dalam Buku Pegangan Pelaksanaan KTSP SMP,
2006) .
Berdasarkan uraian di atas KTSP adalah.kurikulum operasional yang
disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidkan yang berisi 10
mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri.
II.B.2.1. Landasan Pengembangan KTSP
Landasan pengembangan KTSP adalah UU N0 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidkan Nasional, PP No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan (SNP), permediknas no 22 tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan
pendidikan dasar dan menengah, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI no 23
tahun 2006 tentang standar kompetensi lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan
menengah, dan permendiknas no 24 tahun 2006 tentang pelaksanaan
permendiknas no 22 tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar
dan menengah dan permendiknas no 23 tahun 2006 tentang standar kompetensi
lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah, serta memperhatikan
panduan penyusunan KTSP yang disusun Badan Standarisasi Nasional Pendidikan
(BSNP) (dalam Buku Pegangan Pelaksanaan KTSP SMP, 2006).
Universitas Sumatera Utara
II.B.3. Pengembangan Diri dalam KTSP
KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh
masing-masing satuan pendidikan yang berisi 10 mata pelajaran, muatan lokal,
dan pengembangan diri. Pengembangan diri merupakan kegiatan di luar mata
pelajaran sebagai bagian integral dari kurikulum sekolah yang dilakukan melalui
kegiatan pelayanan konseling dan kegiatan ekstrakurikuler (dalam Buku Pegangan
Pelaksanaan KTSP SMP, 2006).
II.C. Sikap
II.C.1. Definisi Sikap
Sikap pada awalnya diartikan sebagai suatu syarat untuk munculnya suatu
tindakan. Fenomena sikap adalah mekanisme mental yang mengevaluasi,
membentuk pandangan, mewarnai perasaan, dan akan ikut menentukan
kecenderungan perilaku kita terhadap manusia atau sesuatu yang kita hadapi,
bahkan terhadap diri kita sendiri. Pandangan dan perasaan kita terpengaruh oleh
ingatan akan masa lalu, oleh apa yang kita ketahui dan kesan kita terhadap apa
yang sedang kita hadapi saat ini (Azwar, 2005).
Morgan (dalam Sukadji, 1993) menyatakan sikap adalah suatu evaluasi,
yang merupakan predisposisi perolehan belajar. Predisposisi mengarahkan prilaku
yang evaluatif yang konsisten terhadap orang, sekelompok orang, suatu objek,
atau sekelompok objek. Pernyataan evaluatif dapat bermacam-macam, seperti
senang-tidak senang, pro-anti, setuju-tidak setuju, positif-negatif, dan sebagainya.
Azwar (2005), menggolongkan definisi sikap dalam tiga kerangka
pemikiran. Pertama, sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan.
Universitas Sumatera Utara
Berarti sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau
memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak
(unfavorable) pada objek tersebut. Kedua, sikap merupakan semacam kesiapan
untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Ketiga skema
triadik (triadic schema). Menurut pemikiran ini suatu sikap merupakan konstelasi
komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling berinteraksi didalam
memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek.
Berdasarkan yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa sikap
adalah suatu bentuk evaluasi perasaan dan kecenderungan potensial untuk
bereaksi yang merupakan hasil interaksi antara komponen kognitif, afektif dan
konatif yang saling bereaksi didalam memahami, merasakan dan berperilaku
terhadap suatu objek.
II.C.2. Komponen Sikap
Sikap dibagi menjadi tiga komponen yaitu kognitif, afektif, dan konatif.
Komponen kognitif, adalah komponen yang terdiri dari pengetahuan. Komponen
afektif, adalah komponen yang berhubungannya dengan perasaan senang atau
tidak senang, sehingga bersifat evaluatif. Komponen konatif, adalah komponen
sikap yang berupa kesiapan seseorang untuk berperilaku yang berhubungan
dengan objek sikap (dalam Azwar, 2005).
Mann (dalam Azwar, 2005) menjelaskan bahwa komponen kognitif berisi
persepsi, kepercayaan, dan stereotype yang dimilki individu mengenai sesuatu.
Seringkali komponen kognitif ini dapat disamakan dengan pandangan (opini),
terutama apabila menyangkut masalah isu atau problem yang kontroversial.
Universitas Sumatera Utara
Kompoenen afektif merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan
menyangkutr masalah emosi. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar
paling dalam sebagi komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan
terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin akan mengubah sikap seseorang.
Komponen perilaku berisi tendensi atau kecendrungan untuk bertindak atau
bereaksi terhadap sesuatu cara-cara tertentu.
II.C.3. Pembentukan Sikap
Sikap terbentuk dari adanya interaksi yang dialami oleh individu. Sikap
dibentuk sepanjang perkembangan hidup manusia. Melalui pengalaman
berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, seseorang membentuk sikap tertentu.
Dalam interaksi sosial terjadi hubungan saling mempengaruhi di antara individu
yang satu dengan yang lain. Melalui interaksi sosialnya individu bereaksi
membentuk pola sikap tertentu terhadap objek psikologis yang dihadapinya
(Azwar, 2005).
II.C.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap
Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap adalah pengalaman pribadi,
kebudayaan, pengaruh orang lain yang dianggap penting, media massa, lembaga
pendidikan dan agama, dan pengaruh faktor emosional (Azwar, 2005).
II.C.5. Perubahan Sikap
Proses perubahan sikap selalu dipusatkan pada cara-cara manipulasi atau
pengendalian situasi dan lingkungan untuk menghasilkan perbahan sikap ke arah
yang dikehendaki. Dasar-dasar manipulasi diperoleh dari pemamahaman
Universitas Sumatera Utara
mengenai organisasi sikap, faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan
proses perubahan sikap.
Pada teori Kelman (dalam Azwar, 2005) ditunjukkan bagaimana sikap
dapat berubah melaui tiga proses yaitu kesediaan, identifikasi, dan internalisasi.
Kesediaan erjadi ketika individu bersedia menerima pengaruh dari orang lain atau
dari kelompok lain dikarenakan individu berharap untuk memperolah reaksi atau
tanggapan positif dari pihak lain tersebut. Identifikasi terjadi saat individu meniru
perilaku atau sikap seseorang atau sikap sekelompok lain dikarenakan sikap
tersebut sesuai dengan apa yang dianggap individu sebagai bentuk hubugan yang
menyenangkan antara individu dengan pihak lain termaksud. Internalisasi terjadi
saat individu menerima pengaruh dan bersedia bersikap menurut pengaruh itu
dikarenakan sikap tersebut sesuai dengan apa yang dipercayai individu dan sesuai
dengan sistem nilai yang dianutnya (Azwar, 2005).
Kelman (dalam Azwar, 2005) mengatakan bahwa proses mana yang akan
terjadi dari ketiga proses tersebut banyak bergantung pada sumber kekuatan pihak
yang mempengaruhi, berbagai kondisi yang mengendalikan masing-masing proses
terjadinya pengaruh, dan implikasinya terhadap permanensi perubahan sikap.
II.C.6. Fungsi Sikap
Baron (2004) mengatakan; Pertama, sikap berfungsi sebagai skema
kerangka kerja mental yang membantu individu untuk menginterpretasi dan
memproses berbagai jenis informasi. Kedua, sikap memiliki fungsi harga diri
(self-esteem function) yang membantu individu mempertahankan atau
Universitas Sumatera Utara
meningkatkan perasaan harga diri. Ketiga, sikap berfungsi sebagai motivasi untuk
menimbulkan kekaguman atau motivasi impresi (impression motivation function).
II.C.7. Sikap dan Perilaku Manusia
Teori tindakan beralasan mengatakan bahwa sikap mempengaruhi perilaku
lewat suatu proses pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan. Dampaknya
hanya terbatas pada tiga hal. Pertama, perilaku tidak hanya ditentukan oleh sikap
umum tapi oleh sikap yang spesifik terhadap sesuatu. Kedua, perilaku dipengaruhi
tidak hanya oleh sikap tapi juga oleh norma-norma subjektif. Ketiga, sikap
terhadap suatu perilaku bersama norma-norma subjektif membentuk suatu intensi
atau niat untuk berperilaku tertentu (Azwar, 2005).
II.D. Siswa
Siswa adalah anak didik yang sedang menempuh pendidikan pada strata
tertentu mulai dari Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI), menengah pada
Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTS) atau setara
paket C, pada Sekolah Menengah Umum (SMU)/ Madrasah Aliyah (MA) atau
setara paket B (UU No 20 tahun 2003). Dalam penelitian ini yang dimaksud siswa
adalah siswa SMP yaitu setiap anak didik yang sedang menempuh pendidikan di
SMP.
II.E. Hubungan Sikap Siswa Terhadap Program Pengembangan Diri Dalam
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SMP dengan Motivasi
Berprestasi.
Menurut Santrock (2007) motivasi adalah proses yang memberi semangat,
arah, dan kegigihan perilaku. Dalam dunia pendidikan, motivasi yang berasal dari
Universitas Sumatera Utara
dalam diri seseorang (intrinsik) cenderung akan memberikan hasil positif dalam
proses belajar dan meraih prestasi yang baik. Walaupun demikian, bukan berarti
motivasi dari luar diri (ekstrinsik) tidak penting (dalam Sukadji, 2001) dan
motivasi yang memiliki peran paling penting dalam psikologi pendidikan adalah
motivasi berprestasi, dimana siswa cenderung berjuang untuk mencapai sukses
atau memilih suatu kegiatan yang berorientasi untuk tujuan sukses atau gagal
(McClelland & Atkinson, dalam Djiwandono 2002). Motivasi berprestasi
menghadirkan kesediaan siswa untuk belajar dan kesediaaan ini merupakan hasil
dari beragam faktor. Mulai dari kepribadian siswa dan kemampuan siswa untuk
menyelesaikan tugas-tugas sekolah, hadiah yang didapat, situasi belajar, dan
sebagainya (Djiwandono, 2002).
Setiap orang memiliki pandangan dan perasaan tertentu terhadap segala
sesuatu yang dihadapinya dalam lingkungan dan situasi sosial sekitarnya. Selalu
saja ada mekanisme mental yang mengevaluasi, membentuk pandangan,
mewarnai perasaan, dan akan ikut menentukan kecenderungan perilaku individu
terhadap individu lain atau sesuatu yang sedang dihadapi, bahkan terhadap diri
sendiri. Pandangan dan perasaan yang dimiliki dipengaruhi oleh ingatan dari masa
lalu, oleh apa yang individu ketahui dan kesan terhadap apa yang sedang dihadapi
saat ini (Azwar, 2005).
Program pengembangan diri dalam KTSP merupakan suatu hal yang baru.
Program ini memberi kesempatan berprestasi yang lebih besar kepada siswa, baik
di bidang akademis maupun di luar bidang akademis. Sebagai suatau objek baru
bagi siswa tentunya menimbulkan respons yang berbeda dari masing-masing
Universitas Sumatera Utara
siswa. Respons siswa terhadap program pengembangan diri, sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Rosenberg dan Hovland (dalam Sukadji, 2001) didasari oleh
perbedaan sikap siswa terhadap program tersebut. Sikap siswa merupakan hal
yang penting dalam proses pembelajaran. Hal ini penting karena sikap siswa
tersebut dapat digolongkan menjadi unsur dari lingkungan tempat proses belajar
berlangsung, yang menurut McClelland (dalam Sukadji, 2001) termasuk dalam
salah satu faktor yang yang mempengaruhi motivasi berprestasi siswa.
Pengembangan diri selain menghadirkan kesempatan berprestasi, program ini juga
apabila dijalankan sesuai dengan panduan pelaksanaan kurikulum oleh pihak
sekolah, yang seharusnya bersifat ekspresif dan bebas sesuai dengan minat dan
bakat siswa akan memberikan kontribusi dalam meningkatkan motivasi
berprestasi bagi siswa yang mengikutinya. Kecenderungan siswa dalam ikut
berpartisipasi dalam program pengembangan diri tentunya terlebih dahulu
bergantung pada sikap siswa akan program tersebut.
II.F. Hipotesis
Berdasarkan uraian teori-teori yang telah dikemukakan di atas, maka
dalam penelitian ini, diajukan hipotesis sebagai berikut :
“Ada hubungan antara sikap siswa mengenai program pengembangan diri
dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SMP dengan motivasi
berprestasi ”
Universitas Sumatera Utara