5
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan instrumen yang memproteksi
pekerja, perusahaan, lingkungan hidup dan masyarakat sekitar dari bahaya akibat
kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi
oleh perusahaan (Suma’mur, 1989). Menurut Daryanto (2001), keselamatan kerja
adalah keselamatan yang berhubungan dengan peralatan, tempat kerja, lingkungan
kerja, serta cara-cara melakukan pekerjaan. Sekarang ini teknologi sudah semakin
maju maka keselamatan kerja menjadi salah satu aspek yang sangat penting,
mengingat risiko bahaya dalam penerapan teknologi. Keselamatan kerja merupakan
tugas semua orang yang bekerja dan juga masyarakat pada umumnya.
2.1.1Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Menurut Suma’mur (1989) bahwa tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja
adalah sebagai berikut:
1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan
untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas
nasional
2. Menjamin keselamatan kerja orang lain yang berada di tempat kerja
3. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien
4. Agar setiap pegawai/tenaga kerja mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan
kerja baik secara fisik, sosial, dan psikologis.
5. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya, selektif
mungkin.
6. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
7. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi
pegawai/tenaga kerja.
8. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
6
9. Agar tehindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau
kondisi kerja.
10. Agar setiap pegawai/tenaga kerja merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.
2.1.2 Ketentuan Hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pemerintah memberikan jaminan kepada karyawan dengan menyusun Undang-
Undang Nomer 1 Tentang Keselamatan Kerja tahun 1970, yang dinyatakan berlaku
mulai tahun 1970. Selanjutnya dengan peraturan yang maju akan dicapai keamanan
yang baik dan realistis yang merupakan factor yang sangat penting dalam
memberikan rasa tentram, kegiatan dan kegairahan dalam bekerja pada tenaga kerja
yang bersangkutan dan hal ini dapat mempertingkat mutu pekerjaan, meningkatkan
produksi dan produktivitas kerja. Lalu, menurut penjelasan Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 1992, menyatakan bahwa sudah sewajarnya apabila tenaga
kerja juga berperan aktif dan ikut bertanggung jawab atas pelaksanaan program
pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraan demi terwujudya perlindungan tenaga
kerja dan keluarganya dengan baik.Jadi, bukan hanya perusahaan saja yang
bertanggung jawab dalam masalah ini, tetapi para karyawana juga harus ikut berperan
aktif dalam hal ini agar dapat tercapai kesejahteraan bersama (Lestari dan Effendi,
2005).
Berdasarkan Undang-undang no. 1 tahun 1970 pasal 3 ayat 1, syarat
keselamatan kerja yang juga menjadi tujuan pemerintah membuat aturan K3 adalah:
1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan
2. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran
3. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan
4. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau
kejadian-kejadian lain yang berbahaya
5. Memberi pertolongan pada kecelakaan
6. Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja
7
7. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban,
debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar, radiasi, suara dan
getaran
8. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik maupun
psikis, keracunan, infeksi dan penularan
9. Memperoleh penanganan yang sesuai
10. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik
11. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup
12. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban
13. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan
proses kerjanya
14. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau
barang
15. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya
16. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamaman pada pekerjaan yang bahaya
kecelakaannya bertambah tinggi
2.2 Pengertian Kecelakaan
Kecelakaan menurut Suma’mur (1989) adalah kejadian yang tak terduga dan
tidak diharapkan. Di belakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesengajaan, lebih-
lebih dalam bentuk perencanaan. Peristiwa sabotase atau tindakan kriminal diruang
lingkup kecelakaan yang sebenarnya. Tidak diharapkan peristiwa kecelakaan disertai
kerugian material ataupun penderitaan dari yang paling ringan sampai yang paling
berat.
2.2.1 Kecelakaan Kerja
Pada umumnya terjadinya kecelakaan kerja adalah merupakan hasil dari
tindakan dan kondisi tidak aman, dan kedua hal tersebut selanjutnya akan tergantung
pada seluruh macam faktor. Gabungan dari berbagai faktor inilah dalam kaitan urutan
tertentu akan mengakibatkan terjadinya kecelakaan. Setiap perubahan pada urutan-
8
urutan, ataupun penghilangan salah satu faktor dalam rangkaian kecelakaan, biasanya
akan dapat mencegah terjadinya kecelakaan tersebut.
Menurut Suma’mur (1989) kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang
berhubungan dengan hubungan kerja pada perusahaan. Hubungan kerja disini dapat
berarti bahwa kecelakaan terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu
melaksanakan pekerjaan. Maka dalam hal ini terdapat 2 permasalahan penting, yaitu :
1. Kecelakaan yang adalah akibat langsung pekerjaan
2. Kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan sedang dilakukan
Kadang-kadang kecelakaan akibat kerja diperluas ruang lingkupnya, sehingga
meliputi juga kecelakaan-kecelakaan tenaga kerja yang terjadi pada saat perjalanan
atau transport ke tempat kerja lain. Kecelakaan-kecelakaan demikian termasuk pada
kecelakaan umum hanya saja menimpa tenaga kerja diluar pekerjaan. Sekalipun
kecelakaan akibat kerja meliputi penyakit akibat kerja, yang disebut terakhir ini tidak
akan dibicarakan disini melainkan pada ruang lingkup higene perusahaan dan
kesehatan kerja.
Kecelakaan terjadi tanpa disangka-sangka dalam waktu sekejap mata. Di dalam
setiap kejadian, empat faktor bergerak dalam satu kesatuan berantai yakni faktor
lingkungan, faktor bahaya, faktor peralatan dan perlengkapan serta faktor manusia.
Gambar 2.1 Hubungan Antara Kecelakaan Kerja dengan beberapa faktor
Sumber: Bennet dan Rumondang
Gambar 2.1 menggambarkan hubugan kecelakaan kerja dengan berbagai
faktor, antara lain faktor manusia, lingkungan, peralatan dan bahaya. Faktor-faktor
tersebut adalah penyebab terjadinya kecelakaan kerja.
9
2.2.2 Penyebab Kecelakaan Kerja
Menurut Daryanto (2001) kecelakaan sering mempunyai lebih dari satu sebab.
Ada dua penyebab kecelakaan, yaitu kecerobohan dan kondisi tidak aman. Orang
yang terluka tidak selalu diakibatkan karena kecelakaan. Kecelakaan di tempat kerja
disebabkan oleh human yang lalai dalam bekerja secara aman dan selamat. Untuk
mengurangi perlu dilakukan perbaikan teknis. Sebab-sebab manusia biasanya
dikarenakan oleh deficiencies para individu seperti sikap yang ceroboh, tidak hati-
hati, tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik, mengantuk, pecandu alkohol
atau obat bius, dan lain sebagainya. Para ahli mensinyalir 4 dari 5 kecelakaan,
penyebabnya adalah manusia. Oleh karena itu program keselamatan kerja harus lebih
banyak memusatkan kepada aspek manusianya. Di antara sebab-sebab teknis antara
lain adalah pencahayaan yang kurang, mesin-mesin yang kurang terpelihara, dan
suara bising yang berlebih-lebihan. Karyawan yang sering mengalami kecelakaan di
waktu bekerja disebut sebagai accident prone individuals.
2.2.3 Akibat yang ditimbulkan Kecelakaan Kerja
Daryanto (2002) menyatakan, akibat dari kecelakaan kerja itu sendiri
menyangkut hal berikut:
1. Kerugian bagi instansi
- Biaya pengangkutan korban ke rumah sakit.
- Biaya pengobatan, penguburan jika korban sampai meninggal dunia.
- Hilangnya waktu kerja si korban dan rekan-rekan yang menolong sehingga
memperlambat kelancaran program.
- Mencari pengganti atau melatih tenaga baru.
- Mengganti/memperbaiki mesin yang rusak.
- Kemunduran mental para pekerja/siswa lain.
2. Kerugian bagi korban
Kerugian yang paling fatal bagi korban adalah jika kecelakaan itu sampai
mengakibatkan ia sampai cacat atau meninggal dunia, ini berarti hilangnya pencari
nafkah bagi keluarga dan hilangnya kasih sayang orang tua terhadap putra-putrinya.
10
3. Kerugian bagi masyarakat dan Negara
Akibat kecelakaan maka beban biaya akan dibebankan sebagai biaya produksi
yang menyebabkan dinaikkannya harga produksi perusahaan tersebut dan merupakan
pengaruh dari harga pasaran.
2.2.4 Cara Mencegah Kecelakaan
Menurut Suma’mur (1989) dalam buku pedoman pencegahan kecelakaan kerja
terdapat berbagai cara yang umum digunakan untuk menin gkatkan keselamatan kerja
dalam industri dewasa ini diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Peraturan-peraturan, yaitu ketentuan yang harus dipatuhi mengenahi hal-hal
seperti kondisi kerja umum, perancangan, konstruksi, pemeliharaan, pengawasan,
pengujian dan pengoperasian peralatan industri, kewajiban-kewajiban para
pengusaha dan pekerja, pelatihan, pengawasan kesehatan, pertolongan pertama
dan pemeriksaan kesehatan.
2. Standarisasi yaitu menetapkan standar-standar resmi, setengah resmi ataupun
tidak resmi, misalnya mengenai konstruksi yang aman dari jenis-jenis peralatan
industri tertentu, kebiasaan-kebiasaan yang aman dan sehat, ataupun tentang alat
pengaman perorangan.
3. Pengawasan, sebagai contoh adalah usaha-usaha penegakan peraturan yang harus
dipatuhi.
4. Riset Teknis, termasuk penyelidikan peralatan dan ciri-ciri bahan berbahaya,
penelitian tentang pelindungan mesin, pengujian masker pernapasan,
penyelidikan berbagai metode pencegahan ledakan gas dan debu, atau pencarian
bahan-bahan yang paling cocok serta perancangan tali kerekan dan alat-alat
kerekan lainnya.
5. Riset Medis, termasuk penyelidikan dampak fungsiologis dan patologis dari
faktor-faktor lingkungan dan teknologi, serta kondisi-kondisi fisik yang amat
merangsang terjadinya kecelakaan.
6. Riset Psikologis, sebagai contoh adalah penyelidikan pola-pola psikologis yang
dapat menyebabkan kecelakaan.
11
7. Riset Statistik, untuk mengetahui jenis-jenis kecelakaan yang terjadi, berapa
banyak, kepada tipe orang yang bagaimana yang menjadi korban,dalam kegiatan-
kegiatan seperti apa, dan apa saja yang menjadi penyebab.
8. Pendidikan, meliputi pengajaran subyek keselamatan sebagai mata ajaran dalam
akademi teknik, sekolah-sekolah dagang atau kursus-kursus magang.
9. Pelatihan, sebagai contoh yaitu pemberian instruksi-istruksi praktis bagi para
pekerja, khususnya bagi pekerja baru dalam hal-hal keselamatan kerja..
10. Persuasi,sebagai contoh yaitu penerapan berbagai metode publikasi dan imbauan
untuk mengembangkan “kesadaran akan keselamatan”
11. Asuransi, yaitu dengan cara penyediaan dana-dana untuk meningkatkan upaya-
upaya pencegahan kecelakaan, misalnya pabrik-pabrik yang telah mengadakan
standar pengamanan yang tinggi.
12. Tindakan-tindakan, pengamanan yang dilakukan oleh masing-masing individu.
2.3 Fungsi-fungsi Tubuh
Akibat dari kecelakaan tersebut sebagian besar dirasakan oleh operator itu
sendiri. Selain tanggung jawab manajemen, keselamatan dan kesehatan dalam bekerja
juga merupakan tanggung jawab operator itu sendiri. Operator harus memperhatikan
dan menaati aturan-aturan yang ada di perusahaan mengenai kesehatan dan
keselamatan saat bekerja Oleh karena itu perusahaan perlu mengetahui bagian-bagian
tubuh manusia manakah yang dapat memiliki kemungkinan cedera. Data tersebut
didapat berdasarkan data antropometri tubuh manusia.
Ridley (2003) mengemukakan pendapatkan tentang fungsi-fungsi tubuh
manusia. Tubuh manusia merupakan organisme rumit yang di dalamnya terdiri dari
banyak sekali organ yang terbungkus dalam struktur kaku (berupa kerangka) dan
diikat oleh berbagai macam otot. Organ-organ yang berbeda memiliki ketergantungan
satu sama lain dan memainkan peran khusus dalam menjalankan fungsi tubuh secara
efektif sebagai satu kesatuan. Akan tetapi, keefektifan setiap organ ini dapat
12
dipengaruhi oleh kondisi-kondisi dan substansi-substansi yang terdapat di lingkungan
sekitarnya termasuk dilingkungan kerja.
2.4 Kondisi Lingkungan Kerja yang Mempengaruhi Aktifitas Kerja Manusia
Menurut Sutalaksana, dkk. (1979) manusia sebagai makhluk “sempurna” tidak
luput dari kekurangan, dalam arti kata segala kemampuannya masih dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut bisa datang dari dirinya sendiri (intern)
ataupun pengaruh luar (extern). Salah satu faktor yang berasal dari luar adalah
kondisi lingkungan kerja, yang dalam hal ini akan berpengaruh secara signifikan
terhadap hasil kerja manusia tersebut.
1. Temperature
Tubuh manusia akan selalu berusaha mempertahankan keadaan normal dengan
sistem tubuh yang sempurna sehingga dapat menyesuaikan diri dengan perubahan-
perubahan yang terjadi di luar tubuh tersebut. Tetapi kemampuan untuk
menyesuakian diri dengan temperature luar adalah jika perubahan temperature luar
tubuh tersebut tidak melebihi 20% untuk kondisi panas dan 35% untuk kondisi
dingin.
2. Kelembapan (Humidity)
Kelembapan sangat berhubungan atau dipengaruhi oleh temperature udara.
Suatu keadaan dimana udara sangat panas dan kelembapan tinggi akan menimbulkan
pengurangan panas dari tubuh secara besar-besaran. Pengaruh lainnya adalah semakin
cepatnya denyut jantung karena makin aktifnya peredaran darah untuk memenuhi
kebtuhan akan oksigen.
3. Siklus Udara (Ventilation)
Udara di sekitar kita dikatakan kotor apabila kadar oksigen dalam udara
tersebut telah berkurang dan terus bercampur dengan gas-gas atau bau-bauan yang
berbahaya bagi kesehatan tubuh.
4. Pencahayaan (Lighting)
13
Pencahayaan sangat mempengaruhi manusia untuk melihat obyek-obyek secara
jelas, cepat tanpa menimbulkan kesalahan. Pencahayaan yang kurang mengakibatkan
mata pekerja menjadi cepat lelah karena mata akan berusaha melihat dengan cara
membuka lebar-lebar. Kemampuan mata untuk melihat obyek dengan jelas akan
ditentukan oleh ukuran obyek, derajat kontras antara obyek dengan sekelilingnya,
lumnisi (brightness) serta lamanya waktu untuk melihat obyek tersebut.
5. Kebisingan (Noise)
Kebisingan dalam suatu pabrik dikatakan juga sebagai sebuah polusi. Tidak
dikehendakinya kebisingan ini karena terutama dalam jangka panjang bunyi-bunyian
tersebut dapat mengganggu ketenangan kerja, merusak pendengaran dan dapat
menimbulkan kesalahan komunikasi. Ada tiga aspek yang menentukan kualitas bunyi
yang bisa menentukan tngkat gangguan terhadap manusia, yaitu:
a. Lama waktu bunyi tersebut terdengar.
b. Intensitas, biasanya diukur dengan standar decibel (dB) yang menunjukkan
besarnya arus energi per satuan luas.
c. Frekuensi suara yang menunjukkan jumlah dari gelombang-gelombang suara yang
sampai di telinga kita setiap detik dinyatakan dalam jumlah getaran per detik atau
Herz (Hz).
6. Getaran Mekanis (Mechanical Vibration)
Getaran mekanis dapat diartikan sebagai getaran-getaran yang ditimbulkan oleh
alat-alat mekanis yang sebagian dari getaran ini sampai ke tubuh kita. Besarnya
getaran ini ditentuka oleh intensitas, frekuensi getaran dan lamanya getaran itu
berlangsung. Sedangkan anggota tubuh manusia juga memiliki frekuensi-frekuensi
alami di mana apabila frekuensi ini beresonansi dengan frekuensi getaran akan
menimbulkan gangguan-gangguan antara lain:
a. Mempengaruhi konsentrasi kerja
b. Mempercepat datangnya kelelahan
c. Gangguan-gangguan pada anggota tubuh seperti mata, syaraf, otot-otot dan lain-
lain.
14
7. Warna
Yang dimaksud disini adalah tembok ruangan dan interior yang ada disekitar
tempat kerja. Warna ini selain berpengaruh terhadap kemampuan mata untuk melihat
obyek, juga memberikan pengaruh yang lain pula terhadap manusia, seperti:
a. Warna merah bersifat merangsang
b. Warna kuning memberikan kesan luas, terang dan leluasa
c. Warna hijau atau biru memberikan kesan sejuk, aman dan menyegarkan
d. Warna gelap memberikan kesan sempit
e. Warna terang memberikan kesan leluasa dan lain-lain
2.5 Visual Display
Manusia dalam melakukan aktivitasnya tidak akan pemah lepas dari
penggunaan alat bantu yang dipakai dalam mempermudah dalam mencapai
tujuannya. Alat bantu yang digunakan tersebut bermacam-macam jenisnya
tergantung dari kebuluhan dan kekomplekan kerja yang dilakukan. Salah satu jenis
alat bantu dapat berupa display informasi. Menurut Sutalaksana, dkk. (1979) Display
pada sistem manusia-mesin digunakan untuk mempresentasikan informasi yang
diberikan oleh mesin mengenai kondisi operasi kerja yang sedang atau telah
berjalan. Mislanya speed meler,fuel display, layar monitor dan lain-lain. Display
juga digunakan untuk mempresentasikan mengenai kondisi lingkungan, misalnya
suhu udara" tekanan udara, kodisi cuaca dan sebagainya.
Pada dasarnya dalam merancang display terdapat tiga hal pokok yang harus
dipertimbangkan:
1. Visibility aspect, yaitu mengenai laralitas dari karakter atau simbol yang
diberikan harus dapat dibedakan dengan kondisi sekeliling. Dalam hal ini
disebut juga Desectbility aspect.
15
2. Legibility aspect, yaitu ciri-ciri karakter atau simbol dapat dibedakan satu sama
lainnya. Dalam hal ini akan tergantung dari desain dan bentuk huruf, tanda
skala, kontras dan pencahayaan.
3. Reability aspect, yaitu kemampuan karakter atau simbol untuk dapat dibaca
dengan tepat
Berikut merupakan tipe-tipe display berdasarkan tujuan pembuatannya:
1. Display Umum
Diantaranya mengenai aturan kepentingan umum, contohnya display tentang
kebersihan dan kesehatan lingkungan, “Jagalah Kebersihan”.
2. Display Khusus
Diantaranya mengenai aturan keselamatan kerja khusus (misalnya dalam industri
dan pekerjaan konstruksi), contohnya : “Awas Tegangan Tinggi”
Terdapat pula aturan-aturan penggunaan warna pada visual display. Indera mata
sangat sensitif terhadap warna BIRU-HIJAU-KUNING, tetapi sangat tergantung juga
pada kondisi terang dan gelap. Dalam visual display sebaiknya tidak menggunakan
lebih dari 5 warna. Hal ini berkaitan dengan adanya beberapa kelompok orang yang
memiliki gangguan penglihatan atau mengalami kekurangan dan keterbatasan
penglihatan pada matanya. Warna merah dan hijau sebaiknya tidak digunakan
bersamaan begitu pula warna kuning dan biru.
2.6 Human Error
Dari berbagai hal yang menyangkut permasalahan manusia dalam
berinteraksi dengan produk, mesin ataupun fasilitas kerja lain yang
dioperasikannya, manusia seringkali dipandang sebagai sumber penyebab segala
kesalahan, ketidak beresan maupun kecelakaan kerja (human error). Jadi, human
error dapat dikategorikan sebagai ketidaksesuaian kerja yang bukan hanya
disebabkan oleh kesalahan manusia, tapi juga karena adanya kesalahan pada
perancangan dan prosedur kerja. Kesalahan yang disebabkan oleh faktor manusia,
kemungkinan disebabkan oleh faktor pekerjaan yang berulang-ulang (repetitive work)
16
dengan kemungkinan kesalahan sebesar 1% Sutalaksana, (1979). Adanya kesalahan
yang terjadi karena pekerjaan yang berulang ini sedapat mungkin harus dicegah atau
dikurangi, yang tujuannya untuk meningkatkan keandalan seseorang dengan
menurunnya kesalahan yang terjadi.
2.6.1 Klasifikasi Human Error
Error merupakan kejadian psikologis yang disebabkan oleh faktor-faktor
kejiwaan sehingga ada kemungkinan bahwa sebagian atau keseluruhan error terjadi
terjadi tidak teridentifikasi. Berdasarkan asal atau penyebab, error dibedakan sebagai
berikut:
1. Endogenous Error
Error terjadi dari proses-proses dalam diri operator. Penghilangan atau
penguranga faktor ini harus melibatkan faktor psikologis, neurologi dan fisiologi.
2. Exogenous Error
Error terjadi dari proses dan dari luar operator. Penghilangan atau pengurangan
error semacam ini harus mangakibatkan pemikiran dan perancangan secara teknis
dari objek dan lingkungan kerja.
2.6.2 Faktor yang mempengaruhi HumanError
Secara sistematis penyebab error yang terjadi berhubungan dengan faktor
situasional, faktor individu atau kombinasi dari kedua faktor tersebut.
1. Faktor Situasional
Factor situasional adalah faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya human
error berkaitan dengan situasi tempat kegiatan atau pekerjaan berlangsung. Secara
umum faktor situasional ini meliputi faktor-faktor ruang kerja dan tata letak
peralatan, lingkungan, desain permesinan, alat-alat tangan, metode dalam
penanganan, transportasi dan pemeriksaan informasi perencanaan pekerjaan dan
instruksi pekerjaan.
2. Faktor-faktor Individual
Adalah faktor-faktor yang berkaitan dengan pribadi seseorang. Faktor-faktor ini
juga dikenal sebagai faktor idiosyneoratic, yaitu faktor yang sifatnya khas setiap
17
orang. Faktor-faktor yang termasuk faktor individu antara lain kecakapan,
kepribadian, keterampilan, fisik, umur, jenis kelamin, pendidikan dan pengalaman.
2.7 Metode Analisa Human Error
Untuk mengurangi terjadinya kecelakaan kerja yang disebabkan olehhuman
error,metode yang tepat dalam menganalisa terjadinya human error yaitu SHERPA.
Metode SHERPA merupakan salah satu metode untuk menganalisa terjadinya humanerror
dengan menggunakan input hirarki task level dasar. Untuk lebih jelasnya mengenai
metode SHERPA akan dijelaskan pada sub bab selanjutnya.
2.7.1 SHERPA (Systematic Human Error Reduction and Prediction)
Untuk mengurangi terjadinya human error yang terjadi, ada metode yang
digunakan untuk menganalisa terjadinyahuman error tersebut, antara lain metode
SHERPA disebut juga PHEA (Prediction Human Error Analysis). Menurut
(Grasemi, M, dkk. 2013) SHERPA merupakan metode analisis terhadap human error
yang terdiri dari pertanyaan dan jawaban yang umum yang membedakan kesalahan
serupa pada setiap langkah dari pekerjaan tugas analisis. Task yang akan dianalisa
dibreakdown terlebih dahulu, kemudian dari setiap task level dasar akan diprediksi
human error yang terjadi. Metode analisahuman error, SHERPA memiliki beberapa
keunggulan dimana SHERPA hampir sama dengan metode SRK (Skill, Risk,
and Knowledge-based behaviour) yang tidak hanya dapat menganalisa malfungsi
model eksternal tetapi juga malfungsi internal manusia (misal kegagalan mendeteksi).
Kesalahan diidentifikasi didasarkan pada keterampilan, aturan, pengetahuan.
SHERPA lebih cocok diterapkan untuk error yang berhubungan dengan keahlian
dan kebiasaan manusia, lebih detail dan konsisiten dalam menganalisaerror.
Berikut langkah-langkah pengolahan data menggunakan metode SHERPA adalah
sebagai berikut.
18
1. Langkah 1: Hierarchy Task Analisys. (HTA)
Dalam metode SHERPA langkah pengerjaan pertama adalah mem-
breakdowntask ke dalam level-level hingga level terendah seperti ditunjukkan
Gambar 2.2 berikut.
Gambar 2.2 Contoh Pengerjaan HTA
2. Langkah 2: Human Error Identification (HEI)
Dalam Human Error Identification ini, error yang telah diuraikan dari step
HTA dijelaskan kembali. Penjelasannya lebih kepada bagaimana error tersebut
terjadi. Dalam proses ini error di kelompokkan ke dalam mode error.
Pengelompokkanya dilakukan dengan melihat tabel error mode seperti yang dapat
dilihat dalam tabel 2.1
Tabel 2.1 Tabel Mode Error
Tipe Error Kode Mode Error
Kesalahan Pengoperasian
A1 Operasi terlalu lama/pendek
A2 Kehilangan waktu operasi
A3 Operasi dalam arahan yang tidak sesuai
A4 Operasi terlalu banyak/sedikit
A5 Operasi tidak berjalan lurus
A6 Operasi yang benar pada objek yang salah
Process Name
Task 1
Task 1.1 Task 1.2
Task 2 Task 3
Task 3.1
Level 0
Level 1
Level 2
19
A7 Operasi yang salah pada objek yang benar
A8 Menghilangkan operasi
A9 Operasi belum lengkap
A10 Pengerjaan yang salah pada objek yang salah
Kesalahan dalam
Pengecekan
C1 Mengabaikan Pengecekan
C2 Pemeriksaan belum lengkap
C3 Pemeriksaan yang sesuai pada objek yang
salah
C4 Pemeriksaan yang tidak sesuai pada objek
yang benar
C5 Kehilangan waktu untuk pemeriksaan
C6 Pengecakan yang tidak sesuai pada objek yang
tidak sesuai
Kesalahan dalam
Mendapatkan Kembali
Informasi
R1 Tidak didapatkannya informasi
R2 Mendapatkan informasi yang salah
R3 Informasi yang didapatkan tidak lengkap
Kesalahan dalam
Komunikasi
I1 Informasi tidak jelas
I2 Menyampaikan informasi yang salah
I3 Informasi yang disampaikan tidak lengkap
Kesalahan dalam
Penyeleksian
S1 Penghilangan penyeleksian
S2 Membuat kesalahan dalam penyeleksian
Sumber: Lane, at all (2008), Hierarchical Task Analysis to Medication Administration Errors
3. Langkah 3: Konsekuensi Analisis
Konsekuensi analisis merupakan, hasil atau konsekuensi yang didapatkan dari
terjadinya kesalahan (human error) tersebut.Masing-masing human error di
identifikasi konsekuensinya. Konsekuensi yang dihasilkan dapat merugikan
perusahaan maupun operator itu sendiri.
20
4. Langkah 4: Analisis Ordinal Probabilitas
Tahap selanjutnya adalah analisis ordinal probabilitas.Tiap jenis kosekuensi
yang terjadi dianalisis probabilitasnya. Level probabilitas dibagi menjadi tiga level
tingkat keparahan (level severity), yaitu Low (L), Medium (M) dan High (H). Seperti
yang ditunjukkan pada tabel 2.2 berikut.
Tabel 2.2 Analisis Ordinal Probabilitas
Tingkat Bahaya Deskripsi Error
L
Level 0 Tidak ada kesalahan
Level 1 Error terjadi, namun tidak membahayakan
M
Level 2 Membutuhkan peningkatan pengawasan, tidak perlu ada
perubahan
Level 3 Meningkatkan pengawasan, perubahan sementara pada bagian
vital, namun tidak membahayakan
H
Level 4 Meningkatkan pengawasan, perubahan menyeluruh pada bagian
vital, diperlukan perawatan
Level 5 Meningkatkan penawasan dan perawatan, perubahan jangka
panjang, menimbulkan bahaya sekarat
Level 6 Menyebabkan kematian
Sumber: Lane, at all (2008), Hierarchical Task Analysis to Medication Administration Error