9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Batik
Pengertian batik secara etimologis berarti menitikkan malam dengan
canting sehingga membentuk cocok yang terdiri atas susunan titik dan garis. Batik
sebagai kata benda merupakan hasil penggambaran corak di atas kain dengan
menggunakan canting sebagai alat gambar dan malam sebagai alat perintang.
Artinya secara teknis batik adalah suatu cara penerapan corak di atas kain melalui
proses celup rintang warna dengan malam sebagai medium perintangnya (Nian,
1997 : 14).
Batik adalah teknik celup rintang yang menggunakan lilin sebagai perintang
warna dan pola batik (Santosa, 2002 : 1). Batik adalah lukisan atau gambar pada
mori atau kain yang dibuat dengan menggunakan alat bernama canting. Orang
melukis dengan canting disebut membatik (Hamsuri, 1985 : IV).
Kata “batik” berasal dari dua kata dalam bahasa Jawa yaitu “amba” yang
berarti “menulis” dan “titik” yang mempunyai arti “titik”. Pembuatan batik
sebagian prosesnya dilakukan dengan menulis dan sebagian dari tulisan tersebut
berupa titik. berarti juga tetes. Diketahui bahwa dalam proses membuat kain batik
dilakukan pula penetesan malam atau lilin di atas kain putih ( Herry, 2013: 6-7).
Batik dalam pengertian dari cara pembuatan adalah bahan kain yang dibuat
dengan dua cara. Pertama, bahan kain yang dibuat dengan teknik pewarnaan kain
yang menggunakan malam untuk mencegah pewarnaan sebagian dari kain atau
10
sering disebut wax-resist dyeing. Kedua, bahan kain atau busana yang dibuat
dengan teknik pewarnaan yang menggunakan motif-motif tertentu yang sudah
lazim atau mempunyai ciri khas sesuai dengan karakter masing-masing
pembuatnya (Herry, 2013: 7).
Batik merupakan bahan kain yang sangat erat dengan nilai budaya
masyarakat.Batik tidak hanya sebagai hasil produksi semata, namun juga
merupakan hasil budaya dari suatu masyarakat (Herry, 2013:6-7).
Berdasarkan dari beberapa definisi diatas dapat diketahui bahwa batik
merupakan pemberian motif pada permukaan kain dengan teknik perintang warna.
Zat perintang warna yang digunakan adalah malam batik atau lilin batik.
2. Perkembangan Batik di Indonesia
Sejarah kapan batik pertama kali ada dan ditemukan di Indonesia memang
tidak ada yang mengetahuimya secara pasti, karena cerita di tiap negara dan
daerah berbeda-beda, berikut ini pendapat mengenai sejarah batik.
Menurut Sewan Susanto, dalam bukunya Seni Kerajinan Batik Indonesia
mengatakan bahwa :
Kapan batik dibuat pertama kalinya dan dimana asal batik belum
diketahui secara pasti, karena batik dibuat di berbagai daerah dab
Negara. Tetapi batik Indonesia, khususnya dari Jawa adalah batik
yang paling berkembang baik ragam hias maupun teknik
pewarnaan serta dikenal hakus dibanding batik dari daerah lain.
Batik juga dikenal di Jepang pada jaman dinasti Nara sampai abad
pertengahan disebut “Rokechi”.Di Cina pada jaman dinasti Tang di
Bangkok dan Turkistan Timur. Di India Selatan, batik baru dibuat
pada tahun 1516, yaitu Palekat dan Gujarat secara lukisan lilin,
disebut kain Palekat. Perkembangan batik India mencapai
puncaknya pada abad 17-19 sedang di Indonesia sampai pada
kesempurnaan pada sekitar abad 14-15 (Sewan, 1980 : 307).
11
Di Jawa awalnya batik hanya dikenal di lingkungan keraton, karena pada
zaman dahulu hanya orang keraton yang boleh mengenakan batik dalam upacara
adat.Pada masa lampau keraton adalah pusat agama, pemerintahan, adat istiadat
dan kebudayaan.Tapi seiring dengan perkembangan zaman masyarakat disekitar
keraton mulai mengenal batik dan mulai membatik, bagi masyarakat dalam
keraton, pekerjaan membatik bukan sekedar aktifitas fisik tetapi merupakan
latihan meditasi sehingga biasanya kain yang dihasilkan bernuansa
magis.Sedangkan bagi masyarakat di luar keraton, membatik hanya dijadikan
pekerjaan sambilan disela pekerjaan utama mereka seperti beternak, bertani atau
menangkap ikan.
Jenis batik yang dihasilkan pada mulanya adalah batik tulis yang
menggunakan pewarna alami dan dibuat terbatas untuk keperluan upacara adat,
batik mulai berkembang sebagai komoditi komersial pada akhir abad ke 18 dan
meluas sampai abad ke 20. Teknik produksi batik terus berkembang, awalnya
batik menggunakan bubur ketan sebagai perintang warna yang terkenal dengan
nama „kain simbut‟. Alat untuk membatiknya semacam pensil dari bambu.
Setelah itu ditemukan bahan perintang dari malam tawon (bees-wax), yang lama
kelamaan dikembangkan menjadi lilin batik dengan menggunakan berbagai
campuran bahan seperti damar mata kucing, lemak hewan, parafin, gondorukem,
micro-wax, lilin lanceng, lilin kote dan minyak kelapa dengan takaran tertentu.
Canthing tulis, diperkirakan diciptakan di lingkungan kraton Mataram pada abad
ke-17 (Santosa, 2002: 10). Tahun 1815, dibuat stempel dari tembaga untuk
membuat lukisan pada kain dengan cara mencapkan stempel yang sudah dibubuhi
malam ke kain. Pada tahun 1902 pernah dibuat stempel cap dari kayu, namun alat
12
ini tidak dapat berkembang dalam pembatikan Jawa, tapi di Sumatera dan Bukit
Tinggi cap ini masih digunakan. Tahun 1966 mulai muncul beberapa seniman
batik yang memperkenalkan teknik batik lukis atau batik painting. Alat untuk
melukisnya yakni kuas atau sendok, batik yang dibuat dengan teknik lukis ini
berkembang pada tahun 1967 yang kini dikenal dengan nama Batik Modern, Batik
Gaya Bebas, Batik Painting atau batik bukan tradisional (Sewan, 1980: 306).
Tahun selanjutnya yakni 1970 pernah dicoba canting tulis yang dipanaskan
dengan menggunakan listrik atau yang sering disebut dengan „canting listrik‟,
namun alat ini sampai sekarang belum berkembang pemakainnya. Para pembatik
tulis masih nyaman menggunakan canting manual karena dinilai lebih aman dan
nyaman. Sekarang muncul teknik batik yang disebut batik sablon dan pemalaman
dengan malam dingin. Sablon malam atau screen sablon digunakan untuk
pembuat motif dengan teknik cetak saring atau yang kita kenal dengan istilah
printing atau sablon. Teknik printing atau sablon adalah menyaring zat pewarna
melalui motif diatas kain hingga menghasilkan motif tertentu.Namun pada teknik
sablon malam yang dilakukan bukan menyaring zat pewarna, melainkan
menyaring malam yang sudah dicairkan ke atas lembaran kain. Selanjutnya kain
tersebut mengalami proses pewarnaan dan penghilangan lilin malam seperti
teknik batik lain (Lucky, dkk. 2013: 7-8). Proses ini banyak digunakan dalam
pembuatan batik kreasi baru dan batik-batik diluar Jawa (Riyanto dkk. 1997: 15-
16). Menurut prosesnya batik dibagi menjadi tiga macam yakni batik tulis, batik
cap dan batik kombinasi antara tulis dan cap. Selanjutnya sesuai dengan
perkembangan teknologi dan menghemat waktu produksi maka munculah batik
printing agar dapat memproduksi dalam jumlah banyak dan cepat. Walaupun
13
begitu produk ini tidak dapat digolongkan sebagai batik karena tidak melalui
proses pemalaman atau perintangan warna, jadi produk ini hanya disebut sebagai
kain yang bermotif batik bukan batik.
Kerajinan batik pada sekitar tahun 1800, menggunakan zat warna alam
yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan binatang dengan proses pewarnaan yang
relatif membutuhkan waktu lama, proses pencelupan berlangsung 15 – 30 kali,
dengan masing – masing lama pencelupan 15 menit, kemudian warna yang
digunakan berkisar biru, merah dan coklat. Karena terbatasnya warna-warna yang
dihasilkan oleh zat pewarna alam dan prosesnya yang dianggap menghabiskan
waktu maka para pengusaha batik mulai beralih ke pewarna sintetis yang
memiliki warna lebih beragam dan mempersingkat waktu dalam pengerjaannya.
Terutama para pelaku industri batik yang menerima banyak pesanan tentu
kehadiran pewarna sintetis ini sangat membantu mereka dalam menyelesaikan
semua pesanan tepat waktu.
3. Motif Batik
Mikke Susanto dalam buku Diksi Rupa menuliskan bahwa, motif adalah
pola; corak; ragam. Motif hias adalah corak hiasan pada kain, bagian rumah dan
sebagainya (2002: 75). Secara umum, batasan tentang motif memang demikian,
tetapi pada ornamen, motif memiliki arti khusus. Motif sangat erat hubungannya
dengan pola, karena motif merupakan pangkal/dasar/titik tolak dari terbentuknya
sebuah pola apabila motif tersebut mengalami pengulangan secara simetris atau
pengulangan non simetris ( Tiwi, 2008: 19).
Motif terdiri atas unsur bentuk atau objek, skala atau proporsi, dan
komposisi. Motif menjadi pangkalan atau pokok dari suatu pola. Motif itu
14
mengalami proses penyusunan dan diterapkan secara berulang-ulang sehingga
diperoleh sebuah pola. Pola itulah yang nantinya akan diterapkan pada benda lain
yang nantinya akan menjadi sebuah corak (Setiati,2008:43). Corak adalah seluruh
motif yang memenuhi permukaan juga dapat diartikan sebagai colour design,
type, feature, and character. Merupakan identitas yang telah normatif, suatu tanda
khusus untuk mebedakan dengan yang lainnya. Corak dipakai dalam pembahasan
objek-objek mati (Tiwi, 2007:17).
Dalam desain ada beberapa komposisi motif diantaranya desain allover,
desain border, desain mirror, desain panel, desain jumping, desain spot (Doddie
K, 2009: 9-12). 1). Desain motif allover adalah desain yang bentuk standar dan
umum, biasanya layout motif penuh. 2) Desain motif mirror adalah desain yang
layout motifnya membentuk garis pada kedua belah sisinya ukuran sama persis
dan letaknya berseberangan, berhadapan seperti berdiri didepan cermin dan selalu
simetris. 3) Desain motif spot adalah desain yang layout motifnya hanya ada pada
beberapa tempat tertentu yang diinginkan seperti pada bagian baju depan, bawah
atau atas biasanya dipakai untuk teknik painting. 4) Desain Motif border adalah
desain yang layout motifnya disalah satu sisi atau kedua sisinya ada motif garis
ataupun yang membentuk garis . 5) Desain Panel adalah desain yang layout
motifnya ada garis atau yang membentuk garis pada keempat sisinya. 6) Desain
Motif Jumping adalah desain yang layout nya penuh ada border dan ada motif
allovernya, biasanya desain dibagi menjadi dua atau tiga bagian karena ukurannya
sangat besar (Doddie K, 2009:9-10).
Motif batik adalah kerangka gambar yang mewujudkan batik secara
keseluruhan. Motif batik disebut juga corak batik atau pola batik (Sewan, 1980:
15
212). Menurut Santosa Doellah dalam buku Batik Pengaruh Zaman dan
Lingkungan (2002 : 20) corak adalah repeat dari pola dan berdasarkan bentuknya,
pola batik terbagi atas dua kelompok besar, yakni pola bangun berulang atau pola
geometri dan pola non-geometri. Pola geometri terdiri atas pola ceplok atau
ceplokan dan pola garis miring yaitu parang dan lereng. Pola non-geometri
terbagi atas empat kelompok, yakni pola semen, pola lung-lungan, dan pola
buketan.
Ornamen motif batik dibedakan lagi menjadi tiga yakni ornamen utama,
ornamen pengisi dan isen. Ornamen utama adalah suatu ragam hias yang
menentukan dari pada motif tersebut dan pada umumnya ornamen-ornamen utama
itu masing-masing mempunyai arti, sehingga susunan ornamen itu dalam suatu
motif membuat jiwa atau arti dari motif tersebut (Sewan, 1980: 212). Ornamen
pengisi ialah ornamen-ornamen yang berfungsi sebagai pengisi bidang untuk
memperindah motif secara keseluruhan. Ornamen pengisi ini bentuknya lebih
kecil dan lebih sederhana, sedang yang digambarkan dapat berbagai macam
bentuk burung, bentuk binatang sederhana atau bentuk tumbuhan (Sewan, 1980:
278). Isen motif adalah berupa titik-titik, garis, gabungan garis dan titik yang
berfungsi sebagai pengisi bidang ornamen dari motif atau pengisi bidang diantara
ornamen-ornamen tersebut (Sewan, 1980: 212). Isen jumlahnya banyak sekali,
berikut beberapa contoh isen yang masih digunakan sampai sekarang. Cecek-
cecek, cecek pitu, sisik melik, cecek sawut, herangan, sisik, robyong, gringsing,
pari, kembang suruh, sawut, galaran, rambutan, sirapan, cacah gori dan lain
sebagainya.
16
Penggolongan motif batik menurut Sewan K. Susanto dalam bukunya
Seni Kerajinan Batik (1980:215-231) dibagi menjadi tiga golongan yaitu :
a. Golongan geometris.
Golongan geometris adalah golongan motif yang mudah dibagi menjadi
bagian-bagian yang disebut rapor (Sewan,1980:215). Golongan geometris ini
dibedakan menjadi dua macam, yaitu pertama yang rapornya berbentuk seperti
ilmu ukir biasa, dengan bentuk segi empat, segi empat panjang dan lingkaran.
Kedua tersusun dalam garis miring, sehingga rapornya berbentuk belah ketupat.
Motif batik yang tergolong mepunyai rapor segi empat ialah :
1) Golongan motif banji.
Golongan motif banji yaitu motif yang berdasarkan ornamen swastika.
Batik banyumas adalah daerah yang masih membuat motif banji ini, dengan
proses bedesan sehingga hanya terdapat warna hitam dan coklat. Motif ini
tergolong motif klasik (Sewan, 1980:210)
2) Golongan motif Ganggong.
Golongan motif ganggong sepintas seperti motif ceplok, bedanya motif
ganggong berupa garis yang tidak sama panjang, sedang ujung garis yang paling
panjang mirip bentuk salib (Sewan, 1980:218).
3) Golongan motif Ceplok
17
Golongan motif Ceplok adalah motif batik yang didalamnya terdapat
gambar-gambar segi empat, lingkaran dan segala variasinya (Sewan, 1980:221).
Nama-nama pada motif ceplok di ambil berdasarkan nama penciptanya, isi
ornamen yang di gambarkan dan berdasarkan atas kedaerahan.
4) Golongan motif nitik atau anyaman.
Golongan motif nitik adalah motif yang tersusun atas garis-garis putus,
titik-titik dan variasinya, sehingga motif nitik disebut juga motif anyaman.Motif
inidianggap motif asli dan tergolong motif tua (Sewan,1980:224).
5) Golongan motif kawung
Golongan motif kawung yaitu motif yang tersusun dalam bentuk bundar,
lonjong atau elips.Susunan memanjang menurut garis diagonal miring kekiri dan
kekanan secara berselang seling (Sewan,1980:226). Motif kawung digambarkan
berupa lingkaran-lingkaran yang saling berpotongan atau bentuk bulat lonjong
yang saling mengarah kesatu titik yang sama. Makna filosofis dari motif kawung
adalah lambang dari kesempurnaan, kemurnian dan kesucian. Tidak heran kalau
motif kawung ini terlihat sering dipakai oleh semar manusia titisan dewa yang
berakhlak baik, memiliki pemikiran-pemikiran yang tajam dan bijaksana ( Iwet,
2013: 72). Nama-nama dari motif kawung didasarkan pada besar kecilnya
kawung tersebut, misalnya :
a) Kawung bentuknya kecil-kecil disebut kawung pecis. Picis adalah nama
mata uang dari logam yang paling kecil.
b) Kawung yang berukuran agak besar disebut kawung bribil. Bribil adalah
mata uang logam yang besarnya lebih besar dari picis.
18
c) Kawung yang lebih besar dari kawung bribil disebut kawung sen.
d) Kawung yang terbesar adalah motif kawung beton atau kawung kemplong.
6) Golongan motif parang dan lereng
Golongan motif parang dan lereng adalah motif-motif yang tersusun
menurut garis miring atau diagonal (Sewan, 1980:226). Pada bidang miring antara
dua deret parang yang bertolak belakang digambar deretan segi empat yang
disebut mlinjon. Jadi kalau tidak terdapat mlinjon berarti bukan parang tetapi
lereng atau liris. KRT.DR. (HC) Kalinggo\ Honggopuro berpendapat bahwa batik
parang dan batik lereng mempunyai ciri-ciri tersendiri yaitu:
a) Ciri Batik Parang ialah bentuk lereng diagonal 450, memakai mlinjon,
memakai Sujen dan ada mata gareng.
b) Ciri batik Lereng ialah bentuk miring diagonal 450, tidak slalu memakai
mlinjon, sujen dan mata gareng, hanya dibatasi garis lurus dan bisa
memakai motif lung-lungan/diselingi dengan bentuk parangan yang
disebut glabangan.
b. Golongan non geometris.
Golongan non geometris yaitu motif batik yang tersusun atas ornamen
tumbuh-tumbuhan, meru, pohon hayat, candi, binatang, burung, garuda ular atau
naga, dalam susunan tidak teratur menurut bidang geometris meskipun dalam satu
kain batik akan terjadi pengulangan motif tersebut, yang termasuk golongan motif
non geometris adalah :
19
1) Motif Semen.
Motif semen berasal dari bahasa jawa “semi” yang berarti tumbuhnya
bagian dari tanaman. Susunan ornamen semen ini terdiri dari tumbuh-tumbuhan,
burung, binatang, lar-laran yang disusun dalam komposisi pembagian bidang
yang harmonis.
2) Motif buketan atau terang bulan.
Motif buketan merupakan motif yang mengambil tumbuh-tumbuhan atau
bunga-bunga sebagai ornamen hias, digambar secara realistis tanpa distilisasi,
disusun meluas memenuhi bidang kain yang terdapat pada kain sarung.
Sedangkan motif terang bulan hampir sama dengan motif buketan hanya
penempatannya pada ujung kain berbentuk segitiga yang disebut “tumpal”.
Tumpal ini diberi isen-isen motif batik, sedangkan yang diluar bidang tumpal
diberi ornamen kecil-kecil yang bertebaran.
Santosa Doellah “Batik Pengaruh Zaman dan Lingkungan” (2002:19)
berdasarkan perkembangan batik di Pulau Jawa, pola batik dapat dirinci menjadi
tiga unsur pokok, yakni ragam hias utama (klowongan),isen-isen, ragam hias
pengisi. Ragam hias utama (klowongan) adalah bentuk hiasan yang menjadi unsur
penyusun utama pola batik. Isen-isen adalah hiasan yang mengisi bagian-bagian
ragam hias utama (klowongan), disebut isen pola; misalnya cecek, sawut, cecek
sawut dan sisik melik.
Ragam hias pengisi adalah hiasan yang ditempatkan pada latar pola
sebagai penyeimbang bidang agar pola secara keseluruhan tampak serasi,
20
misalnya ukel, galar, dan grinsing. Dalam berbagai hal dan berbagai susunan
ragam hias isen berkemungkinan berfungsi sebagai ragam hias pengisi.
4. Teknik dan Proses Batik
Teknik batik yang dikenal di Indonesia awalnya hanya batik dengan teknik
tulis yang menggunakan canting sebagai wadah malam. Seiring dengan
perkembangan zaman munculah teknik batik cap, yang menggunakan lempengan
tembaga yang telah dibentuk berbagai macam motif lalu ditempelkan pada kain
cara kerjanya sama dengan stempel. Cap ini menngantikan fungsi canting dan
lebih mempersingkat waktu dalam proses pembuatan batik.
Yang dimaksud dengan “teknik membuat batik” : adalah proses-proses
pekerjaan dari permulaan yaitu mori batik sampai menjadi kain batik. Pengerjaan
dari mori batik menjadi kain batik dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
a. Persiapan, yaitu macam-macam pekerjaan pada mori sehingga menjadi kain
yang siap untuk dibuat batik, pekerjaan persiapan ini antara lain meliputi :
1) Nggirah (mencuci) atau ngetel
2) Nganji (menganji)
3) Ngemplong (setrika, kalander)
b. Membuat batik, yaitu macam-macam pekerjaan dalam pembuatan batik yang
sebenarnya, dan pekerjaan melipiuti 3 macam pekerjaan utama, yaitu :
1) Pelekatan lilin batik pada kain untuk membuat motif batik yang
dikehendaki. Pelekatan lilin batik ada beberapa cara, dengan ditulis dengan
canting tulis, dengan dicapkan dengan canting cap atau dilumurkan dengan
kuwas atau jegul. Fungsi dari lilin batik ini ialah untuk resist (menolak)
21
terhadap warna yang diberikan pada kain padapengerjaan berikutnya.
Yang dimaksud dengan lilin batik adalah, campuran dari unsur-unsur lilin
batik, pada umumnya terdiri dari gondorukem, mata kucing, parafin atau
microwax, lemak atau minyak nabati dan kadang-kadang ditambah lilin
dari tawon atau dari lanceng.
2) Pewarnaan batik, pekerjaan pewarnaan ini dapat berupa memcelup, dapat
secara coletan atau lukisan (painting). Pewarnaan dilakukan secara dingin
(tanpa pemanasan) dan zatwarna yang dipakai tidak hilang warnanya pada
saat pengerjaan menghilangkan lilin atau tahan terhadap tutupan lilin.
3) Menghilangkan lilin, yaitu menghilangkan lilin batik yang telah melekat
pada permukaan kain. Menghilangkan lilin batik ini berupa penghilangan
sebagian pada tempat-tempat tertentu dengan cara mengerok (mengerik)
atau menghilangkan lilin batik secara keseluruhan, dan pengerjaan ini
disebut “melorod” (disebut pula: nglorod, ngebyok, mbabar).
Dengan tiga macam proses utama tersebut orang dapat membuat batik dengan
beberapa macam cara pembuatan batik, yang disebut “teknik pembuatan batik”
atau “procede pembuatan batik” atau “proses pembuatan batik”.
Teknik pembuatan batik tradisionalyang proses pembuatannya mulai dari
kain mori sampai kain jadi, yakni :
a) TeknikBedesan
Cara Bedesan, cara ini merupakan cara yang digunakan dalam pembuatan
batik secara cepat, jadi cara ini biasanya digunakan dalam proses pembuatan
batik cap. Proses pembuatan batik ini urutan pengerjaan dibalik dan tidak
terdapat pengerjaan ngerok atau nglorod dan mbironi kain (Sewan, 1980:11).
22
Pada batik cara ini tidak akan terdapat warna biru karena warna yang
dihasilkan nantinya adalah warna hitam dan coklat.
b) TeknikRadioan.
Cara Radioan, batik cara ini biasanya digunakan dalam pembuatan batik
secara cap dan hanya untuk pembuatan batik yang berkualitas sedang atau
kasar. Dalam teknik radioan ini ada perusakan warna yang dilakukan dengan
cara memutihkan warna menggunakan cairan pemutih yang nantinya pada
bagian putih itu dibiarkan tetap putih. Biasanya pemutihan dikerjakan dengan
larutan Kalium permanganat dalam keadaan asam dan larutan natrium
hydrosulfit, yaitu direndam pertama dengan 3 gram per liter kalium
permanganat dan 2 cc per liter asam clorida, kemudian dikerjakan kedua
dengan larutan dari 9 gram natrium hydrosulfit per liter dalam keadaan
dingin, lalu dibilas sampai bersih (Sewan, 1980:12).
Teknik pembuatan batik tradisional yang tekniknya hanya diterapkan pada
satu proses tertentu, yakni:
a) Teknik Kerokan
Cara Kerokan, menghilangkan sebagian lilin dari lukisan yaitu bagian yang
akan berwarna soga atau warna lain pengganti soga, dengan cara mengerok bagian
lilin di tempat-tempat tertentu. Agar lebih mudah lilin itu lepas, kain kain lebih
dulu direndam sebentar pada larutan kostik soda. Alat yang dipakai untuk
melepaskan lilin dengan mengerok ini adalah plat besi dilengkung disebut
“cawuk” (Sewan, 1980: 16).
b) Teknik Lorodan
23
Cara Lorodan, cara ini hampir sama dengan cara kerokan, dimana
menghilangkan sebagian lilin pada tengah-tengah proses dikerjakan dengan cara
nglorod (Sewan, 1980: 16).Cara ini menghasilkan efek yang berbeda dengan
teknik kerokan, batik yang dibuat dengan cara ini batas antara warna putih dan
soga akan tegas, begitu pula batas antara warna dasar dan gambar sebagian besar
merupakan batas yang tegas. Cara ini lebih cocok untuk lukisan atau corak yang
banyak menggunakan isen garis-garis kecil dan cecek.
Pada perkembangan batik lebih lanjut muncullah pembuatan batik dengan
“proses lukisan” dan batik tipe ini terkenal dengan nama “batik kreasi baru” atau
“batik gaya bebas” dimana sebagian lilin batik dilukiskan diatas kain membentuk
gambaran-gambaran yang abstrak ( Sewan, 1973: 5 ).
Banyak jenis kain yang memiliki cara pemberian warnanya sama dengan
pembuatan batik yaitu dengan cara pencelupan rintang. Perbedaannya, pada batik
dipakai malam sebagai bahan perintang warna, sedangkan pada jenis kain-kain
yang dimaksud di bawah iniyaitu kain simbut, sarita, tritik, jumputan atau pelangi
dan sasirangan, dipakai berbagai jenis bahan lain sebagai bahan perintang warna.
Kain Simbut, yang dalam bahasa Sunda berarti selimut, adalah kain yang
teramat tua. Dahulu dibuat di Jawa Barat bagian selatan Banten didaerah suku
Baduy, Cibaliung, Cikeusik, Cilangkahan dan di daerah bagian selatan Sukabumi
di Jampangkulon. Sebetulnya prinsip pembuatan kain simbut, sama denga proses
membatik, hanya lebih sederhana dan dengan alat-alat yang sederhana pula.
Sebagai bahan perintang sewaktu membuat corak, dipakai darih (bubur ketan), ini
merupakan proses yang lebih tua daripada pemakaian malam. Memang harus
diakui, hasilnya tidak sebaik dengan pemakaian malam. Untuk alat melukis
24
dipakai semacam kuas terbuat dari sepotong bambu yang ujungnya dipukul-pukul
agar dapat mengambil bubur ketan ketika bambu tadi dicelupkan pada bubur
ketan.
Kain Sarita dan kain maa atau mawa terdapat di Sulawesi Selatan, di daerah
suku Toraja.Kain-kain ini mempunyai berbagai bentuk ragam hias geometris dan
ragam hias sekitar lingkungan mereka, baik berupa binatang maupun benda yang
dalam masyarakat Toraja memiliki nilai yang tertinggi. Ragam hias tersebut
antara lain adalah kerbau, kepala kerbau dan rumah adat mereka yang disebut
tongkonan. Pada proses pembuatannya seabagi bahan perintang dipakai malam
lebah dan cara pemberian warna sama dengan cara pemberian warna pada
pembuatan kain simbut. Menurut keterangan dahulu ada pula yang dibuat dengan
teknik cetak, diimpordari luar negeri (mungkin dari negeri Belanda)
Corak kain tririk didapat dengan cara menjelujur kain menurut corak yang
diinginkan seperti corak di daerah Solo. Yogya dikenal dengan namauntu walang,
regulon, tapak dara, gadan dan lain-lain. Setelah dijelujur benang ditarik
sehingga jelujuran tadi jadi rapat dan menjadi satu gumpalan kain.setelah diberi
warna dan benang dicabut akan didapat ragam hias berwarna putih menurut
jelujuran tadi. Jadi sebagai bahan perintang warna celup disini adalah benang
jelujuran ( Nian, 1990: 85-90).
Batik Indonesia memiliki beberapa hal yang membedakannya dengan batik
dari negara lain. Warna dan bentuk motif batik Indonesia didasari dengan falsafah
hidup. Unsur pola batik Indonesia terdiri dari ornamen pokok, pengisi, dan isen-
isen, dengan corak khususnya yaitu cecek sawut dan ornamen garuda yang hampir
25
menjadi ciri umum batik Indonesia dan secara keseluruhan motif batik Indonesia
lebih tinggi dibanding motif batik negara lain (Sewan, 1980 : 307).
Seiring dengan perkembangan zaman kini ada teknik membuat batik
modern, bila ditinjau berbagai cara membuat Batik Modern, menurut Sewan K.
Susanto dalam bukunya yang berjudul Seni Kerajinan Batik Indonesia sebagai
proses dasar dapat dibedakan atas beberapa macam proses dasar, sebagai berikut:
1) Cara Kelengan, cara ini merupakan cara pewarnaan batik yang hanya dengan
satu warna yang zaman dulu berwarna biru tua. Sebagai variasi dan
perkembangan dari batik kelengan ini, pada suatu saat (sekitar 1964)
terkenallah apa yang disebut “batik ganefo” yaitu suatu tipe batik semacam
batik kelengan tetapi tidak berwarna biru tua melainkan warna-warna tajam
seperti merah, hijau, violet, oranye dan sebagainya (Sewan, 1980: 13).
2) Cara Pekalongan, batik cara ini biasanya berwarna cerah dan tajam serta tidak
ada proses medel didalamnya. Cara ini awalnya hanya digunakan dalam
pembuatan sarung saja. Batik Pekalongan pada umumnya berbentuk sarung,
yang mempunyai motif dan cara pembuatan yang khusus (Sewan, 1980:12).
3) Cara remukan wonogiren, pertama kain dilipat atau digulung kemudian
dikerjakan agar lilin yang menempel pada kain pecah-pecah, misalnya dengan
diinjak-injak atau dibanting-banting. Bila lilin itu sukar pecah, sebaiknya
lebih dulu direndam sebentar dalam larutan kostik soda (Sewan, 1980: 16).
Untuk membuat batik dengan proses ini sebaiknya dipakai jenis lilin yang
mudah pecah. Hasil dari remukan wonogiren ini batik yang berwarna putih
diatas warna dasar dengan pecah-pecah pada gambar dengan warna soga atau
warna lain. Efek pecah-pecah pada gambar itu dapat dibuat variasi dengan
26
pekerjaan “pecah-celup” sampai dua kali atau lebih dimana warnanya dibuat
makin lebih muda.
4) Cara pelarutan kostik soda, pada proses ini cara menghilangkan lilin sebagian
pada tengah-tengah proses dengan melarutkan dengan kostik soda. Lilin batik
itu pada dasarnya terlarut oleh kostik soda. Untuk mempercepat lepasnya lilin
dari kain dibantu dengan disikat. Bagian lapisan lilin yang tipis akan lebih
larut dan akan lebih dulu terlepas dari kain, sedangkan pada bagian yang tebal
masih menutup kain meskipun pada bagian muka terlarut pula oleh kostik
soda (Sewan, 1980: 17). Hasil dariproses ini ialah bagian warna putih dan
warna soga (atau warna penggantinya) tidak teratur, karena sewaktu lilin
dilepaskan secara disikat bagian-bagian tipis yang lepas jadi susunan warna
putih dan warna soga tergantung pada tebal tipisnya lilin pada lukisan.
5) Cara lorodan magel, untuk mudahnya saya gunakan istilah “magel” yang
artinya “setengah matang” atau “belum sampai matang”. Lorodan magel
artinya lorodan yang belum selesai, atau sebagian lilin sudah lepas, tetapi
sebagian lilin belum lepas (Sewan, 1980: 16). Bila waktu kain sedang dilorod
dan dihentikan, maka pada lapisan lilin yang tipis sudah lepas dari kain, dan
pada bagian lilin yang tebal atau kuat masih menempel pada kain. Maka
terjadilah tempat-tempat yang terbuka dan tertutup tersusun secara tidak
teratur. Keadaan ini dipergunakan sebagai salah satu cara menghilangkan
sebagian lilin pada proses pembuatan batik modern. Hasil kain yang dibuat
secara proses lorodan magel ini ialah bahwa warna soga (atau warna lain) dan
warna putih tersusun secara tidak teratur. Tetapi efek ini bagi orang yang
27
dapat memainkan justru akan memberi keadaan yang menguntungkan dan
menghasilkan lukisan atau gambar yang indah.
6) Cara Kombinasi, batik dengan cara ini adalah proses pembuatan batik yang
mengkombinasikan berbagai macam teknik batik. Sebagai contoh teknik
batik remukan wonogiren dikombinasikan dengan teknik batik lorodan. Hasil
kain batik yang dibuat secara proses kombinasi ini ialah bahwa warna soga
dua macam, yang satu sebagai bayangan yang lain disertai efek pecahan
wonogiren ditengah-tengahnya (Sewan, 1980: 18).
Kain batik yang dahulu diproduksi hanya digunakan untuk jarik kini telah banyak
mengalami perkembangan fungsi, kain batik dapat dijadikan sebagai kemeja, blus,
selendang, scraf, pelengkap interior dan lain sebagainya.
5. Warna
Warna merupakan unsur rupa yang tidak dapat berdiri sendiri, ada
beberapa unsur lain yang mendukung seperti bentuk dan garis. Warna
memiliki peranan penting dalam pembuatan produk batik tulis, karena
komposisi warna yang tepat akan menghasilkan produk batik yang
berkualitas. Keindahan bentuk suatu motif juga tergantung dengan warna
yang digunakan (Sadjiman,2005:27).
Warna yang dihasilkan pada produk batik di Danar Hadi saat ini ada 2
jenis warna yaitu warna kontras dan dimensi value. Alasan pengusaha
memilih warna ini karena permintaan pasar yang memilih warna-warna
kontras dan value. Produk batik tulis yang menggunakan warna kontras
biasanya juga memadukan gelap dan terang dari warna kontras tersebut untuk
penyeimbang suatu desain batik tulis. Jenis warna kontras ada 4 jenis
28
komposisi warna kontras diantaranya kontras komplemen, kontras split
komplemen, kontras triad komplemen, kontras tetrad komplemen dapat
dijabarkan sebagai berikut:
Warna kontras adalah warna yang saling berjauhan satu sama lain. Pada
lingkaran warna semakin jauh jarak antara warna satu dengan yang lain maka
warnanya semakin kontras. Ada 4 jenis warna kontras yaitu:
Kontras komplemen (kontras dua warna) adalah dua warna yang saling
berhadapan dalam lingkaran warna disebut komplementer, warna-warna yang
paling kontras, karena dua warna tersebut memiliki jarak paling jauh dalam
lingkaran warna (Sadjiman, 2005:33).
Kontras Split Komplementer adalah warna-warna yang bersebelahan
dalam lingkaran warna yang membentuk segitiga (Tiwi, 2008: 38). Warna
yang terdapat pada produk batik tulis ini adalah kuning-merah, kuning biru
dan merah-biru. Warna ini termasuk warna split komplementer karena warna
yang bersebrangan dengan arah menyimpang.
Kontras Triad Komplemen (kontras segi tiga atau kontras tiga warna)
Komposisi warna triad komplementer adalah susunan warna yang berbentuk
segi tiga sama sisi ( Sadjiman, 2005:34).
Kontras Tetrat Komplemen (Kontras Dobel Komplemen atau Kontras
Empat Warna) adalah susunan warna yang berbentuk segi empat sama sisi (
Sadjiman, 2005:34-35).
29
6. PT Batik Danar Hadi
Batik Danar Hadi yang kita kenal hingga saat ini mulai dibuat pada akhir
tahun 1967 pada masa batik Indonesia dan berkembang di lingkungan masyarakat
saudagaran. Meskipun demikian batik Danar Hadi tampil dalam berbagai wajah
yang menampilkan jenis-jenis batik yang berkembang sesuai zaman dan
lingkungan. Didukung oleh koleksi batik dari semua jenis batik yang ada dan
dalam jumlah yang cukup banyak sebagai salah satu narasumber kreasinya, batik
Danar Hadi memiliki rancangan yang sangat beraneka ragam tanpa batasan
mahzab tertentu.
Penampilan batik Danar Hadi yang sangat responsif terhadap
perkembangan batik dalam pengaruh zaman dan lingkungan ini dapat dipandang
sebagai wujud usaha melestarikan berbagai jenis batik yang pernah ada sekaligus
memperkaya khasanah batik di Indonesia melalui kreasi-kreasi baru dalam
memadukan pola yang satu dengan yang lain atau proses tertentu dengan proses
yang lain. Upaya ini akan terus berlangsung sampai kapanpun secara
berkesinambungan bak air mengalir, yang hanya dapat dimungkinkan oleh
sentuhan semangat, jiwa, serta keahlian yang diabadikan demi kelestarian batik di
bumi pertiwi ini (Santosa, 2002: 230).
B. Teori dan Kerangka Pikir
Penelitian ini akan mengkaji teknik produksi batik di Perusahaan Batik
Danar Hadi dengan pendekatan desain. Teori tentang desain akan dipergunakan
untuk membahas permasalahn dalam penelitian.
30
1. Desain
Desain adalah kegiatan yang dilakukan manusia untuk menciptakan semua
hal menjadi lebih indah dan menarik dari semua benda yang dipakainya, sesuai
dengan pengamatan mereka dengan alam dan kebutuhan manusia. Desain adalah
komponen alam yang saling mengisi dan melakukan hubungan timbal balik.
Namun kenyatannya muncul kesulitan-kesulitan dalam menciptakan sesuatu yang
sesuai dengan kebutuhan manusia. Akhirnya desain melengkapi diri dengan
metodologi dan basis keilmuan. Dilihat dari lingkup pengerjaannya, desain
merupakan integrasi dari kegiatan sains (metode riset, ilmu fisika, matematika,
ilmu bahan, ilmu ekonomi, ilmu sosial, ilmu psikologi, ilmu budaya dan
seterusnya). Teknologi (ilmu konstruksi, teknologi produksi, teknologi mesin,
teknologi material dan seterusnya) dan seni rupa (ilmu bentuk, filsafat, estetika,
teknik presentasi dan seterusnya). Yang pada intinya semua kegiatan itu akan
tertuang dari kreatifitas setiap individu atau manusia (Agus Sachari, 1986: 136).
Menurut George Kneller berdasarkan asal-usul perkataannya dari kata
Yunani techne yang berarti seni atau keterampilan, teknologi pada dasarnya
adalah suatu ikhtiar praktis yaitu usaha untuk mengubah dunia daripada usaha
untuk memahaminya (The Liang Gie, 1996: 14). Seorang ahli Max Wartofsky
berpencapat bahwa teknologi merupakan suatu istilah yang terlampau kabur untuk
menujukkan suatu bidang ataupun terlalu luas ruang lingkupnya sehingga apa
yang ditunjukkan batasnya mencakup terlalu banyak (The Liang Gie, 1996: 13).
Seorang ahli lain Henryk Skolimowski menyatakan bahwa teknologi adalah
sebuah gejala yang luar biasa rumit.
31
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sering disebut dengan singkat sebagai
sains. Sains (Inggris: science) berasal dari kata latin “scientia” yang berarti (1)
pengetahuan tentang, atau tahu tentang; (2) pengetahuan, pengertian, faham yang
benar dan mendalam (Surjani W., 2010: 11). Biasanya sains atau ilmu mempunyai
makna yang merujuk ke pengetahuan yang berada dalam sistem berpikir dan
konsep teoritis dalam sistem tersebut, yang mencakup segala macam pengetahuan.
Pada abad ke-20 juga muncul teknologi tinggi. Sains beralih menjadi teknosains.
Istilah teknosains antara lain berarti bahwa sains dan teknologi bukanlah dua
wilayah yang terpisah, melainkan dua bidang yang saling berhubungan (Francis
Lim, 2008: 13).
Pertimbangan desain di atas diperkuat Agus Sachari dalam bukunya yang
berjudul “Paradigma Desain Indonesia” yakni :
Akar dari ilmu desain itu mencerap dari suatu kondisi yang
mengharuskan terjadi perkawinan dua disiplin yang mulanya agak
tabu dilakukan yakni pendidikan ekonomi dan pendidikan senirupa
(Agus Sachari, 1986: 135).
Dapat diartikan bahwa desain itu tidak hanya indah atau memiliki
nilai estetis, tetapi juga harus memiliki nilai ekonomi. Yaitu desain
itu harus laku, harus memasyarakat. Demikian pula di kalangan
industri dan ahli ekonomi, sadar betul bahwa produk itu tidak cuma
sekedarnya, tapi pula harus mengundang minat beli, mengandung
roh budaya serta dinamis menghadapi pelbagai cuaca perdagangan
(Agus Sachari, 1986: 136).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat diketahui bahwa,
desain adalah suatu kegiatan yang ditujukan untuk menciptakan suatu benda yang
dibutuhkan manusia sebagai pelengkap dalam menjalani kehidupannya.
Teknologi, seni rupa dan sains merupakan tiga hal yang saling berhubungan.
Teknologi digunakan untuk mengkaji teknik produksi batik di Danar Hadi. Seni
32
rupa, yang didalamnya terdapat unsur-unsur rupa salah satunya adalah estetika.
Dalam hal ini estetika digunakan untuk mengkaji visual motif batik yang
dihasilkan Danar Hadi. Banyak cabang ilmu sains, pada penelitian ini hanya
menggunakan ilmu ekonomi untuk mengkaji latar belakang pemilihan teknik
batik yang diterapkan di Danar Hadi terkait dengan kebutuhan produk. Danar
Hadi merupakan perusahaan yang memproduksi batik sebagai pemenuh
kebutuhan para konsumennya.
Teknik batik terkait dengan visual motif batik yang dihasilkan. Setiap
teknik memiliki ciri khas atau karakteristik di tiap motif batik yang dihasilkan.
Dalam menentukan teknik produksi batik ada beberapa faktor salah satunya yakni
faktor ekonomi. Penelitian ini mengkaji sains hanya sebatas dalam ilmu ekonomi
karena Danar Hadi merupakan perusahaan yang profit oriented. Walaupun ada
pengaruh sosial budaya dalam memproduksi batik tapi Danar Hadi lebih
mengutamakan menghasilkan batik untuk kebutuhan pasar atau konsumen.
2. Kerangka Pikir Penelitian
Produksi Batik PT Batik Danar Hadi 2014-2015
Teknik dan Proses Produksi
Batik
Latar belakang pemilihan
teknik dan proses produksi
Visual Motif yang dihasilkan dari
berbagai macam teknik
Gambar 1.Kerangka Pikir Penelitian
33
Bagan kerangka pikir menjadi gambaran arah penelitian yang dilakukan.
Penggunaan kerangka pikir bertujuan untuk memfokuskan proses kajian yang
dilaksanakan atau yang telah dilaksanakan.
Penelitian tentang teknik produksi batik tidak sekedar membahas teknik
dan proses produksi batik yang diaplikasikan di Perusahaan Batik Danar Hadi,
melainkan juga akan dibahas keterkaitan teknik produksi dengan visual motif
yang dihasilkan dan pertimbangan ekonomi yang ada. Pada tahap awal dilakukan
penelitian tentang berbagai teknik dan proses produksi batik yang diterapkan di
perusahaan batik Danar Hadi. Pada tahap kedua dilakukan penelitian tentang
keterkaitan antara teknik, proses dan visual motif yang dihasilkan. Pada tahap
ketiga dilakukan penelitian tentang keterkaitan teknik produksi, visual produk dan
pertimbangan ekonomi yang melatarbelakanginya.