BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Bank Syariah
Menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan dalam Ismail
(2009:12) bank mempunyai pengertian sebagai berikut :“Bank adalah badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya ke masyarakat
dalam bcntuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan tarif hidup
rakyat banyak .”
Bank Syariah adalah bank yang tata cara operasinya didasarkan pada tata cara
bermuamalah secara Islam, yakni mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al- Qur’an dan Hadist.
(Warkum Soemitro, 2004:5). Sedangkan Menurut Slamet Wiyono (2005275), “Bank Syariah
adalah bank yang berasaskan kemitraan, keadilan, transparansi, dan universal serta melakukan
kegiatan usaha perbankan berdasarkan prinsip syariah.” Dalam hal ini praktek-praktek yang
dikhawatirkan mengandung unsur-unsur riba dijauhi, untuk diganti dengan kegiatan kegiatan
investasi atas dasar bagi hasil.
Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Bank Syari’ah
adalah sebuah lembaga keuangan yang berfimgsi sebagai penghimpun dana dan menyalurkannya
kepada masyarakat, dimana sisitem, tata cara, dan mekanisme kegiatan usahanya berdasarkan
pada syari’at Islam, yaitu Al- Qur’an dan Hadist.
Perbankan syari’ah dikenal sebagai bank yang tidak menerapkan sisitem bunga seperti
bank konvensional lainnya, melainkan “bagi hasil” yang unsur
immaterialnya Hal inilah yang menjadi CiI'i utama dalam pengelolaan keuangan syari’ah
karena akan berdampak pada pertanggung jawaban seseorang di dunia dan akhirat kelak. Oleh
sebab itu, dalam pengelolaan ekonomi syari’ah dikcnal beberapa sifat atau karakter yang harus
dimiliki oleh seorang yang diberi amanah, yaitu : shiddiq (benar, jujur), tabliq (transparansi),
amanah (terpercaya), istiqamah (akuntabel,konsistensi) danfathanah (pengembahan diri).
Prinsip utama bank syari’ah adalah harus menuju pengembangan kesejahteraan
masyarakat yang bermuara kepada kondisi sosial masyarakat yang menentramkan. Itulah
scbabnya mengapa salah satu misi bank syari’ah adalah mengutamakan mobilisasi dana dari
golongan menengah dan ritel, memperbesar portofolio pembiayaan untuk skala menengah dan
kecil serta mendorong terwujudnya manajemen zakat, infak dan sedekah yang lebih efektif
sebagai cerminan kepada kepedulian sosial.
Landasan utama perbankan syari’ah adalah keyakinan, kebebasan, kejujuran dan
kegigihan untuk meraih kesuksesan. Sedangkan, penentu utamanya adalah sumber dana, sumber
daya manusia, mitra utama dan perkembangan teknologi.
2.2 Bank Perkreditan Rakyat Syariah
2.2.1 Pengertian Bank Perkreditan Rakyat Syariah
Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) menurut UU Perbankan No.7 tahun 1992
adalah lembaga keuangan bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito
beljangka tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dan menyalurkan
dana sebagai usaha BPR yang
operasinya menggunakan prinsip-prinsip syariah. Sejarah berdifinya Bank Perkreditan
Rakyat Syariah tidak bisa lepas dari pengaruh berdirinya lembaga- lembaga keuangan
sebagaimana yang disebutkan pada status hukum BPR yang diakui pertama kali dalam Pakto
tanggal 27 Oktober 1988, sebagai bagian dari paket kebijakan keuangan, moneter dan perbankan.
Secara historis, BPR adalah penjelmaan dari banyak lembaga keuangan, seperti Bank Desa,
Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai Lumbung Pilih Nagari ( LPN), Lembaga Perkreditan
Desa ( LPD), Bank Kredit Desa (BKD), Bank Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat
Kecil (KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi Desa (BKPD)
dan atau lembaga yang dapat dipersamakan dengan itu.
Lebih jelasnya keberadaan lembaga keuangan tersebut dipertegas dengan munculnya
pemikiran untuk mendirikan bank syariah pada tingkat nasional. Bank syariah yang dimaksud
adalah Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang berdin' tahun 1992. namun jangkauan BMI
terbatas pada wilyah- wilayah tertentu, misalnya di Kabupaten, Kecamatan dan Desa. Oleh
karenanya peran BPR Syariah diperlukan untuk menangani masalah keuangan masyarakat di
wilayah-wilayah tersebut. (Sudarsono, 2005: 83)
Bank Perkreditan Rakyat Syafi’ah (BPRS) adalah bank yang melaksanakan kegiatan
usaha berdasarkan prisnsip Syari’ah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran. Bentuk hukumnya dapat berupa : Perseroan Terbatas/PT, Koperasi atau
Perusahaan Daerah (Pasal 2 FBI No. 6/17/PBI/2004). Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008
menyebutkan Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah (BPRS) yaitu Bank Syari’ah yang dalam
kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. (Khotibul Umam, 2009: 41)
2.2.2 Perbedaan Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah (BPRS) dengan Bank Perkreditan
Rakyat (BPR)
Adapun yang menjadi Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah (BPRS) dengan Bank
Perkreditan Rakyat (BPR) adalah sebagai berikut: Muhammad (2002: S6)
1. Akad dan aspek legalitas. Dalam BPR Syari’ah akad yang dilakukan memiliki
konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum Islam.
Sering nasabah berani melanggar kesepakatan atau perjanjian yang telah dilakukan bila
hukum hanya berdasarkan hukum positif.
2. Adanya Dewan Pengawas Syari’ah dalam struktur organisasinya yang bertujuan
mengawasi praktik operasional BPR Syari’ah agar tidak menyimpang dari prinsip
Syari’ah.
3. Penyelesaian sengketa Yang terjadi dapat diselesajkan melalui Badan Arbitrase Syari’ah
maupun Pengadilan Agama.
4. Bisnis dan usaha yang dibiayai tidak boleh bisnis yang haram, syubhat ataupun dapat
menimbulkan kemadharatan bagi pihak Iain
5. Praktik operasional BPR Syari’ah, baik untuk penghimpunan maupun penyaluran
pembiayaan, menggunakan sistem bagi hasil dan tidak menggunakan sistem bunga.
2.2.3 Tujuan Dan karakteristik BPR Syariah
Ada beberapa tujuan yang dikehendaki dari pendirian BPR Syari’ah di dalam
perekonomian, yaitu sebagai berikut:
1. Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat Islam, temtama masyarakat golongan
ekonomi lemah yang pada umumnya berada di daerah pedesaan.
2. Menambah lapangan kelja, terutama ditingkat kecamatan sehingga dapat mengurangi
arus urbanisasi.
3. Membina semangat ukhuwah islamiyah melalui kegiatan ekonomi dalam rangka
meningkatkan pendapatan perkapita menuju kualitas hidup yang memadai.
4. Untuk mempercepat perputaran aktivitas perekonomian karena sektor real akan
bergairah. (Muhammad, 2002: 56)
Dalam aktivitas operasional perbankannya berdasarkan UU No. 21 Tahun 2008, Bank
Pembiayaan Rakyat Syari’ah (BPRS) dilarang:
1. Melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip Syari’ah.
2. Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran.
3. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing, kecuali penukaran uang asing dengan izin
Bank Indonesia
4. Melakukan kegiatan usaha perasuransian, kecuali sebagai agen pemasaran produk
asuransi Syari’ah.
5. Melakukan penyertaan modal, kecuali pada lembaga yang dibentuk untuk menanggulangi
kesulitan likuiditas Bank Pemiayaan Rakyat Syari’ah.
6. Melakukan usaha lain diluar kegiatan usaha yang telah diatur dalam Undang-Undang.
2.2.4 Kegiatan Usaha BPR Syari’ah
Adapun kegiatan usaha dari BPR Syafi’ah intinya hampir sama dengan kegiatan dari
Bank Umum Syari’ah, yaitu berupa penghimpunan dana, penyaluran dana, dan kegiatan di
bidang jasa. Yang membedakannya adalah bahwa BPR Syari’ah tidak diperkenankan
memben'kan jasa dalam lalu lintas pembayaran, misalnya ikut dalam kegiatan kliring, inkaso,
dan menertibkan giro. (Khotibul Umam, 2009: 41)
Kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh BPR Syari’ah versi Undang- Undang Nomor
21 tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah diatur dalam Pasal 21, yaitu bahwa kegiatan usaha
Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah meliputi: (Khotibul Umam, 2009: 53-54)
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk:
a. Simpanan berupa tabungan atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad wadi’ah
atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip Syari’ah; dan
b. Investasi berupa deposito atau tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan
itu berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip
Syari’ah.
2. Menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk:
a. Pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah atau musyarakah.
b. Pembiayaan berdasarkan akad murabahah, salam, atau istishna’.
c. Pembiayaan berdasarkan akad qardh.
d. Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada nasabah berdasarkan
akad ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik; dan
e. Pengambilalihan utang berdasarkan akad hawalah.
3. Menempatkan dana pada Bank Syari’ah lain dalam bentuk titipan berdasarkan akad wadi’ah
atau investasi berdasarkan akad mudhaxabah dan atau akad lain yang tidak bertentangan
dengan prinsip Syari’ah.
4. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah
melalui rekening Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah yang ada di Bank Umum Syari’ah ,
Bank Umum Konvensional dan UUS.
5. Menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Syari’ah lajnnya yang sesuai
dengan prinsip Syari’ah berdasarkan persetujuan Bank Indonesia.
Kegiatan usaha BPR Syari’ah secara teknis operasional berkaitan dengan produk-
produknya mendasarkan pada Pasal 2 dan Pasal 3 FBI No. 9/19/PBI/2007 tentang pelaksanaan
prinsip Syari’ah dalam kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa
Bank Syari’ah sebagaimana telah diubah dengan PBI No. 10/16/PBI/2008. Lebih teknis lagi
mengacu SEBI No. 10/14/DPbS Jakarta, 17 Maret 2008 perihal pelaksanaan prinsip dalam
kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa Bank Syari’ah.
Perlu ditekankan disini bahwa setiap pihak dilarang melakukan kegiatan penghimpunan
dana dalam bentuk simpanan atau investasi berdasarkan prinsipSyari’ah tanpa izin terlebih
dahulu dari Bank Indonesia, kecuali diatur dalam undang-undang lain. Dengan demikian untuk
dapat melakukan kegiatan-kegiatan sebagaimana dimaksud di atas secara a contrario dapat
ditafsirkan harus ada izin terlebih dahulu dari Bank Indonesia. (Khotibul Umam, 2009: 55)
2.3 Pembiayaan
2.3.1 Pengertian Pembiayaan
Menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992, Pembiayaan berdasarkau
prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang
dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan
imbalan atau bagi hasil.
Kasmir (2005: 92) mendefinisikan pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan
tersebut setelah jangka waktu tenentu dengan imbalan atau bagi hasil.
Menurut Muhammad pembiayaan secara luas berarti finansial atau pembelanjaan, yaitu
pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik
dilakukan sendiri maupun dijalankan oleh orang lain. Sedangkan, dalam arti sempit pembiayaan
dipakai untuk mendefinisikan pendanaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan. Namun,
dalam perbankan pembiayaan dikaitkan dengan bisnis di mana pembiayaan merupakan
pendanaan baik aktif maupun pasif yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan kepada nasabah
dan bisnis merupakan aktivitas berupa jasa, perdagangan dan industry guna memaksimalkan nilaj
keuntungan. (Muhammad, 2002: 260).
M. Syafi“I Antonio, menjelaskan bahwa pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok
bank yaitu pemberian fasilitas dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan
deficit unit. (Antonio, 2001: 160)
Sedangkan menurut Undang-Undang Perbankan Syariah (UUPS) No. 21 Tahun 2008,
pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:
a) Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah.
b) Transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah
muntahiyah bit tamlik.
c) Transaksi jual beli dalam bentuk piutang mumbahah, salam dan istishna’.
d) Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang dan qardh.
e) Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multi jasa,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau unit usaha
syariah (UUS) dan pihak lain yang mewajibkan Pihak-pihak yang dibiayai dan/atau
diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu
dengan imme Ujrah, tanpa imbalan atau bagi hasil.
2.3.2 Perbedaan Kredit dan Pembiayaan
Dalam bahasa sehari-hari kata kredit sering diartikan memperoleh barang dengan
membayar secara mengangsur dikemudian hari atau memperoleh pinjaman uang yang
pembayarannya dilakukan di kemudian han' juga dan cara membayamyapun dengan cara
mengangsur sesuai dengan perjanjian. Jadi dame diartikan bahwa kredit dapat berbentuk barang
atau berbentuk uang, kredit dalam bentuk uang lebih dikenal dengan istilah pinjaman. Dewasa
ini pengertian pemberian kredit di samping dengan istilah pinjaman oleh bank yang berdasarkan
prinsip konvensional adalah istilah pembiayaan yang digunakan oleh bank berdasarkan prinsip
syari’ah. (Kasmir, 2005: 7)
Pengertian kredit menurut undang-undang perbankan No.10 tahun 1998tentang
perbankan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian
bunga.
Sedangkan pengertian pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak
lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut
setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi basil.
Dari pengertian di atas dapatlah dijelaskan bahwa baik kredit atau pembiayaan dapat
berupa uang atau tagihan yang nilainya diukur dengan uang, dan yang menjadi perbedaan antara
kredit yang diberikan oleh bank berdasarkan konvensional dengan pembiayaan yang diberikan
oleh berdasarkan prinsip syari’ah adalah terlctak pada keuntungan yang diharapkan. Bagi bank
berdasarkan prinsip konvensional keuntungan yang diperoleh melalui bunga, scdangkan bagi
pihak yang berprinsip syari’ah bagi hasil berupa imbalan atau bagi hasil. (Kasmir, 2005: 73)
2.3.3 Tujuan Pembiayaan
Secara umum tujuan pembiayaan dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu: tujuan
pembiayaan untuk tingkat makro, dan tujuan pembiayaan untuk tingkat mikro. Secara makro
pembiayaan bertujuan untuk:
1. Peningkatan ekonomi umat,
2. Tersedianya dana bagi peningkatan usaha,
3. Meningkatkan produktivitas,
4. Membuka lapangan kerja baru,
5. Terjadi distribusi pendapatan.
Adapun secara mikro pembiayaan diberikan dalam rangka untuk:
1. Upaya memaksimalkan laba,
2. Upaya memaksimalkan resiko, artinya: usaha yang dilakukan agar mampu menghasilkan
laba maksimal, maka pengusaha harus mampu meminimalkan resiko yang mungkin
timbul. Resiko kekurangan modal usaha dapat diperoleh melalui tindakan pembiayaan
3. Pendayagunaan sumber ekonomi, arfinya sumber daya ekonomi dapat dikembangkan
dengan melakukan mixing antara sumber daya alam dengan sumber daya manusia serta
sumber daya modal. Jika sumber daya alam dan sumber daya manusianya ada akan tetapi
sumber daya modalnya tidak ada, maka dipastikan diperlukan pembiayaan. Dengan
demikian, pembiayaan pada dasamya dapat meningkatkan daya guna sumber-sumber
daya ekonomi.
4. Penyaluran kelébihan dana, artinya dalam kehidupan masyarakat ini ada I pihak yang
memiliki kelebihan sementara ada pihak yang kekurangan. (Muhamad, 2002: 17-18)
Pembiayaan merupakan sumber pendapatan bank syariah, diantara tujuannya pembiayaan
yang dilakukan perbankkan syariah yaitu; (Abdullah, 2003: 84)
1. Pemilik. Bagi Para pemilik usaha (lembaga keuangan), mengharapkan akan memperoleh
penghasilan atas dana yang ditanamkan pada pihak bank tersebut.
2. Pegawai. Bagi Para pegawai mengharapkan dapat memperoleh kesejahteraan dari bank yang
dikelola.
3. Masyarakat
a) Pemilik dana. Sebagai pemilik dana, mereka mengharap dari dana yang diinvestasikan
akan memperoleh bagi hasil.
b) Debitur yang bcrsangkutan. Sebagai debitur dengan mendapatkan pembiayaan bertujuan
mengatasi kesulitan pembiayaan dan meningkatkan usaha dan pendapatan dimasa
depan. Mereka membantu untuk menjalankan usahanya (sektor produktit) atau terbantu
untuk pengadaan barang yang diinginkannya (pembiayaan konsumtif).
c) Masyarakat umum atau konsumen. Mereka dapat memperoleh barang- barang yang
dibutuhkan.
d) Pemerintah. Akibat penyediaan pembiayaan, pemerintah dapat terbantu dalam
pembiayaan pembangunan negara, disamping itu akan diperoleh pajak (berupa pajak
penghasilan atau keuntungan yang diperoleh bank dan juga perusahaan-perusahaan).
e) Bank. Bagi bank yang bersangkutan, hasil dari penyaluran dana pembiayaan,
diharapkan dapat meneruskan dan mengembangkan usahanya dan sehingga semakin
banyak masyarakat yang dilayaninya. (Kasmir, 2010: 96)
2.3.4 Fungsi Pembiayaan
Pembiayaan mempunyai peranan panting dalam perekonomian , secara garis besar fungsi
pembiayaan di dalam perekonomian, perdagangan dan keuangan dapat dikemukakan yaitu:
1. Pembiayaan dapat meningkatkan daya guna (utility) dan modal atau uang. Penabung
menyimpan uangnya dilembaga keuangan. Uang tersebut dalam presentase tertentu
ditingkatkan kegunaannya oleh lembaga keuangan untuk memperluas atau memperbesar
usahanya.
2. Pembiayaan meningkatkan daya guna (utility) dari suatu barang, dimana produsen dengan
bantuan pembiayaan dapat memproduksi barang jadi, sehingga utility dari barang tersebut
meningkat. Misalnya padi menjadi betas, benang enjadi tekstil, dan sebagainya.
3. Pembiayaan meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang dengan menyalurkan
pembiayaan melalui rekening atau koran. Pengusaha menciptakan pertambahan peredaran
uang giral dan sejenisnya sseperti; cheque, giro, bilyet, wesel, promes dan sebagainya.
4. Pembiayaan menimbulkan kegairahan usaha masyarakat. Manusia adalah mahkluk yang
selalu melakukan kegiatan ekonomi yaitu beusaha memenuhi kebutuhannya, akan tetapi
menigkatnya usaha tidaklah selalu diimbangi dengan kemampuan.
5. Sebagai jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional. Pengusaha yang memperoleh
pembiayaan tentu saja berusaha meningkatkan usahanya. Peningkatan usaha yang berarti
keuntungan secara kumulatif kemuian
dikembangkan lagi dalam arti dikembangkan dalam bentuk permodalan, maka peningkatan akan
berlangsung terus menerus.
Pembiyaan sebagai alat stabilitas ekonomi yang kurang sehat langkah- langkahnya
diarahkan pada usaha-usaha antara lain; pengendalian inlasi, peningkatan ekspor, rehabilitas
sarana dan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat.
2.3.5 Unsur-unsur pembiayaan
1. Kepercayaan. Suatu keyakinan pemberi pinjaman (bank) bahwa pembiayaan yang
diberikan berupa uang, barang ataupun jasa, akan benar-benar diterima kembali dimana
akan ditentukan dimasa yang akan datang. Kepercayaan ini diberikan oleh bank, karena
sebelum dana dikucurkan, sudah dilakukan penelitian aIau penyelidikan yang mendalam
tentang nasabah. Hal itu dilakukan demi keamanan dan kemampuan dalam membayar
biaya yang dilakukan.
2. Kesepakatan. Hal ini dilakukan dalam suatu petjanjian, dimana masing- masing pihak
menandatangani hak dan kewajiban masing-masing kesepakatan penyaluran pembiayaan
yang dituangkan dalam akad pembiayaan.
3. Jangka waktu. Setiap pinjaman yang dilakukan memiki jangka aktu yang ditentukam Hal
ini mencangkup masa pengembalian pembiayaan yang telahdisepakati.
4. Resiko. Resiko ini menjadi tanggungan bank, baik resiko yang disengaja ataupun tidak
sengaja. Resiko yang disengaja yaitu resiko yang diakibatkan
oleh nasabah sengaja tidak mau membayar padahal mampu membayar. Sedangkan resiko yang
tidak disengajaa yaitu resiko yang diakibatkan karena nasabah tertimpa musibah seperti bencana
alam yang tidak dapat dihindari oleh nasabah.
5. Balas jasa. Dalam bank konvensional yang dimaksud balas jasa dalam bentuk bunga, biaya
profisi dan komisi serta biaya administrasi yang mempakan keuntungan bank.sedangkan dalam
prinsip syariah, balas jasanya dalam bentuk bagi hasil. (Kasmir, 2010: 102)
2.3.6 Prinsip Analisis Pembiayaan
Prinsip adalah sesuatu yang dijadikan pedoman dalam melaksanakan suatu tindakan,
prinsip analisis pembiayaan adalah pedoman-pedoman yang harus diperhatikan oleh pejabat
pembiayaan di bank-bank syari’ah termasuk juga BMT pada saat melakukan analisis
pembiayaan. Secara umum pn'nsip analisis pembiayaan didasarkan pada rumus 5C dan 7P, yaitu:
1. Character artinya sifat atau karakter nasabah pengambil pinjaman.
2. Capacity artinya kemampuan nasabah untuk menjalankan usaha dan mengembalikan
pinjaman yang diambil.
3. Capital artinya besamya modal yang diperlukan peminjam.
4. Collateral artinya jaminan yang telah dimiliki yang diberikan peminjam kepada bank.
5. Condition artinya keadaan usaha atau nasabah prospek atau tidak. (Muhammad, 2002:
17- 1 8)
Dari 5C karakter tersebut dalam BPRS biasanya menggunakan character. Sedangkan
prinsip analisis pembiayaan (kredit) yang 7P, antara lain sebagai berikut:
1. Personality. Yaitu menilai nasabah dari segi kepribadiannya atau tingkah lakunya sehari-
hari maupun masa lalunya. Personality juga mencakup sikap, emosi, tingkah laku dan
tindakan nasabah dalam menghadapi suatu masalah.
2. Party. Yaitu mengklasifikasikan nasabah ke dalam klasifikasi tertentu atau golongan-
golongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas serta karaktemya, mendapatkan fasilitas
yang berbeda dari bank.
3. Purpose. Yaitu untuk mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil kredit termasuk jenis
kredit yang diinginkan nasabah. Tujuan pengambolan kredit dapat bermacam-macam,
sebagai contoh apakah untuk modal kelja atau investasi, konsumtiflproduktif dan lain
sebagainya.
4. Prospect. Yaitu untuk memulai usaha nasabah dimasa yang akan datang menguntungkan
atau tidak, atau dengan kata lain mempunyai prospek atau sebaliknya.
5. Payment. Mempakan ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan kredit yang telah
diambil atau dari sumber mana saja dana untuk pengembalian kredit.
6. Profitability. Untuk menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam mencari laba,
profitability diukur dari periode ke periodc apakah akan tetap sama atau akan semakin
meningkat, apalagi dengan tambahan kredit yang akan diperolehnya.
7. Protection. Tujuannya adalah bagaimana menjaga agar usaha dan jaminan mendapatkan
perlindungan (barang atau jaminan asuransi). (Kasmir, 2005: 106-107)
2.3.7 Jenis-jenis Pembiayaan
Dalam menjelaskan jenis-jenis pembiayaan dapat dilihat dari tujuannya, jangka
waktunya, jaminan serta orang yang menerima dan member pembiayaan. Pembiayaan menurut
sifat penggunaan dapat dibagi menjadi dua hal, sebagai berikut:
1. Pembiayaan Produktif. Yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi,
perdagangan, maupun investasi. Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi
menjadi dua hal berikut:
a. Pembiayaan modal kelja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan.
b. Peningkatan produksi, baik secara kuantitatif, yaitu jumlah hasil produksi, maupun
secara kualitatif, yaitu peningkatan kualitas atu mutu hasil produksi.
c. Untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang.
d. Pembiayaan investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barang- barang modal
(capital goods)
2. Pembiayaan Konsumtif. Yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan
kousumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan.
Secara garis besar produk pembiayaan menurut hukum ekonomi syariah terbagi dalam
empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaanya yaitu:
1. Pembiayaan dengan prinsip Jual Beli (Ba“i). Prinsip jual beli (Ba"i) adalah prinsip jual
beli yang dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan hak milik barang atau
benda (Transfer Of Property), yang mana Tingkat keuntungan ditentukan didepan
(diawal) dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Transaksi jual beli dapat
dibedakan berdasarkan bentuk pembayaran dan waktu penyerahan yakni sebagai berikut:
(Antonio, 2001: 37)
a. Pembiayaan Murabahah
b. Pembiayaan Salam
c. Pembiayaan Istisna’
d. Pembiayaan dengan Prinsip Sewa (Ijarah). Transaksi Ijarah dilandasi oleh adanya
perpindahan manfaat. Jadi pada dasamya prinsip Ijarah sama saja dengan prinsip jual
beli, tapi perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek
transaksinya adalah barang, pada ijarah objek transaksi adalah jasa Pada akhir masa sewa,
bank dapat saja menjual barang yang disewakan kepada nasabah.
2. Berdasarkan prinsip Bagi Hasil. Produk pembiayaan syariah yang didasarkan atas prinsip
bagi hasil adalah: a) Pembiayaan Musyarakah; b) Pembiayaan Mudharabah
3. Pembiayaan dengan Akad Pelengkap, Untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan,
biasanya diperlukan akad pelengkap. Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari
keunttmgan, tetapi di tujukan untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan. Meskipun
tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, dalam akad pelengkap ini dibolehkan untuk
meminta pengganti biaya- biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan sebuah akad.
Adapun jenis-jenis akad pelengkap ini adalah: a) Hiwalah (Alih Hutang-Piutang); b)
Rahn (Gadai); c) Qardh (penyediaan dana tagihan); d) Wakalah (Perwakilan);
e. Kafalah (Garansi Bank)
Semua jenis pcmbiayaan merupakan pemanfaatan dana untuk usaha produktif secara
efektif. Namun penggunaan tersebut haruslah sesuai dengan penggunaan dan pembiayaan
tersebut sesuai dalam pembiayaan di BPRS dalam akad-akad syariah yang diterapkan. Jenis
pembiayaan yang ada di BPRS adalah:
1. Pembiayaan Mudharabah. Mudharabah adalah kerjasama antara pemilik dana atau
pcnanam modal dengan pengelola dana untuk melakukan usaha tertentu dengan
pembagian keuntungan berdasarkan nisbah. (Kasmir, 2011: 178)
2. Pembiayaan Musyarakah. Musyarakah adalah kexjasama antara kedua belah pihak atau
lebih untuk suatu usha tertentu djmana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana
dengan keuntungan dan resiko ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
(Sudarsono, 2003: 67)
3. Pembiayaan Murabahah. Murabahah adalah pembiayaan saling menguntungkan yang
dilakukan oleh shahib al-mal dengan pihak yang membutuhkan melalui transaksi jual beli
dengan penjelasan bahwa harga pengadaan barang dan hatga jual terdapat nilai lebih yang
merupakan keuntungan atau laba bagi shahib almal dan pengembaliannya dilakukan
secara tunai atau angsur. (Sudarsono, 2003: 67)
4. Pembiayaan Ba"i Bistaman Ajil, Bai" adalah jual beli antara benda dengan benda, atau
pertukaran benda dengan uang.
5. Pembiayaan Qordul Hasan. Qordu Hasan adalah pembiayaan atas dasar kewajiban sosial
semata dimana anggota (penerima bayaran) tidak ditutut mengembalikan apapun kecuali
modal pokok pembiayaan.
2.3.8 Prosedur dan persyaratan Pembiayaan
Secara umum akan dijelaskan prosedur pemberian kredit oleh badan hukum sebagai
berikut: (Kasmir, 2011: 115)
1. Pengajuan berkas-berkas. Pengajuan berkas kredit hendaknya yang berisi antara lain
sebagai befikut:
a. Latar belakang seperti riwayat hidup perusahaan, jenis bidang usaha, identitas
perusahaan, nama pengurus berikut pengetahuan dan pendidikannya,
perkembangan perusahaan serta relasinya dengan pihak-pihak pemerintah
maupun swasta.
b. Maksud dan tujuan, apakah membesar omset perusahaan atau eningkatkan
kapasitas produksi atau mendin'kan pabrik baru.
c. Besamya kredit dan jangka waktu, dalam hal ini permohonan menentukan
besamya jumlah kredit yang ingin diperoleh dan jangka waktu kreditnya.
d. Cara pemohon mengembalikan kredit, jelaskan secara rinci cara-cara nasabah
dalam mengembalikan kredimya apakah dari basil penjualan ataupun cara lain
e. Jaminan kredit, selanjutnya proposal ini dilampirkan dengan berkas- berkas yang
telah dipersyaratkan seperti: Akta notaris, TDP (tanda daftar perusahaan), NPWP
(nomor pokok wajib pajak), neraca laba rugi tiga tahun terakhir, bukti diri dad
pimpinan perusahaan, fotokopi sertifikat jaminan.
2. Penyelidikan berkas pinjaman. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah berkas yang
diajukan sudah lengkap sesuai persyaratan dan sudah bcnar.
a. Wawancaral
b. On the spot
c. Wawancara 2
d. Keputusan kredit
e. Penandatanganan akad kredit
f. Realisasi kredit
g. Penyaluran/penarikan dana
2.3.9 Pengertian Pembiayaan Macet
Pada dasamya Pembiayaan yang dikeluarkan oleh bank bertujuan untuk membantu
nasabah dalam membiayai usaha yang djjalankannya, namun tidak menutup kemungkinan dalam
penyalurannya terjadi masalah atau Pembiayaan macet, baik itu masalah yang disengaja maupun
yang tidak disengaja. Menurut Suhamo (20092102). "Pembiayaan macet atau problem loan
adalah kredit yang mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya faktor-faktor atau unsure
kesengajaan atau karena kondisi diluar kemampuan debitur".
2.4 Analisis Pemberian Pembiayaan
2.4.1 Perencanaan Pembiayaan
Peroses perencanaan merupakan awal dari manajemen Pembiayaan, dimana tujuan
strategi untuk mencapai tujuan, sasaran, dan Pembiayaan ditentukan melalui perencanaan.
Sehingga tidak satu pun kegiatan tanpa diawali perencanaan, meskipun rencana tersebut bersifat
sederhana Perencanaan Pembiayaan meliputi kegiatan-kegiatan menentukan tujuan pemberian
Pembiayaan, bagai mana menetapkan sasaran, program dari sektor ekonomi mana yang akan
dibiayai. Oleh karena itu pcrencanaan Pembiayaan akan berupa kajian bagaimana dan kearah
mana penyaluran Pembiayaan dilakukan (Rifai, 2006: 111)
Perencanaan mempakan suatu usaha untuk menentukan tujuan dan bagaimana agar tujuan
tersebut dapat tercapai. Perencanaan harus disusun secermat mungkin dengan memperhitungkan
segala faktor yang dapat mempengruhinya. Perencanaan adalah pemilihan sekumpulan kegiatan
dan pemutusan selanjutnya apa yang hams dilakukan, kapan, bagaimana, dan oleh siapa.
Perencanaan yang tidak dapat dicapai dengan mempertimbangkan kondisi waktu yang akan
datang, dimana perencanaan dan kegitan diputuskan akan dilaksanakan serta periode sekarang
pada saat rencana dibuat (Handoko, 2008: 77)
2.4.2 Pengorganisasian Pembiayaan
Pengorganisasian Pembiayaan adalah proses penyusunan struktur organisasi yang sesuai
dengan tujuan organisasi, sumber daya yang dimiliki serta
lingkungan perbankan. Dalam pengorganisasian terdapat dua aspek utama yaitu
Depertemenutralisasi dan pembagian kerja. Departementalisasi merupaka pengelompokan
kegiatan dalam satu kegiatan kerja yang sejenis dan terkait, sehingga dapat dikerjakan bersama-
sama. Sedangan pembagian kelja merupakan pemerinci tugas pekerjaan, sehingga setiap petugas
dapat melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya (Suhardjono, 2005:139)
2.4.3 Manajemen Pembiayaan
Manajemen adalah sebuah proses yang dilakukan untuk mewujudkan tujuan organisasi
melalui rangkaian kegiatan berupa perencanaan, pengorganisasian, pengamhan dan pengendalian
orang-orang serta sumber daya organisasi lainnya (Sacfullah, 2005: 6)
Arti manajemen terkait dengan fungsinya, Yaitu planning, organizing, actuating, dan
contolling. Pengertian manajemen berarti pemimpin dalam praktek sehari-hari yang disebut “Top
manejer” yang diartikan sebagai pimpinan tertinggi dari suatu lembaga atau perbankan (Rifai,
2006: 311)
Hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian Pembiayaan atau penyaluaran Pembiayaan
nasabah, terlebih dahulu harus terpenuhinya 6 C (Rifai, 2006:] 18)
1. Character. Character adalah keadaan atau sifat dari nasabah baik dalam kehidupan pribadi
maupun dalam lingkungan usaha. Kegunaan dari penelitian terhadap karakter ini adalah
untuk mengetahui sampai sejauh mana iktikad atau kemampuan nasabah untuk
memenuhi kewajiban (willingness to pay) sesuai perjanjian yang telah ditetapkan.
2. Capital. Capital adalah jumlah dana atau modal sendiri yang dimiliki oleh calon nasabah.
Semakin besar modal sendiri dalam perusahaan, tentu semakin tinggi kesungguhan calon
nasabah dalam menjalankan usahanya.dan bank lebih yakin dalam memberikan
Pembiayaan.
3. Capacity. Capacity adalah kemampuan yang dimiliki oleh calon nasabah dalam
menjalankan usahanya guna memperoleh laba yang diharapkan. Kegunaan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui atau mengukur sejauh mana calon nasabah mampu
mengembalikan atau melunasi utang-uatangnya (Ability to pay) secara tepat waktu dari
usahanya.
4. Collateral. Collateral adalah barang-barang yang diserahkan oleh calon nasabah sebagai
agunan terhadap Pembiayaan yang diterimanya. Collateral tersebut harus dinilai bank
untuk mengetahui sejauh mana resiko kewajiban financial nasabah terhadap bank
Penelitian terhadap jaminan Pembiayaan ini meliputi lokasi, bukti pemilikan dan setatus
hukumnya.
5. Condition of economi. Condition of economi adalah situasi dan kondisi politik, sosial,
ekonomi, budaya yang mempengaruhi keadaan perekonomian pada suatu saat yang
kemungkinan mempengaruhi kelancaran perusahaan calon dibitur.
6. Constaint. Constaint adalah batasan dan hambatan yang tidak memungkinkan suatu bisnis
untuk dilaksanakan pada tempat tertentu, misal pendirian suatu usaha pompa bensin yang
disekitamya banyak terdapat bengkel las ataupun tempat pembakaran batu bata.
3. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Pembiayaan Macet (Tunggakan Pembiayaan)
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi Pembiayaan macet adalah sebagai berikut:
(Rifai, 2006: 117-118)
1. Karena Kwalahan organisasi (Koperasi)
a. Kurang pengecekan terhadap calon nasabah. Pihak penyalur Pembiayaan kurang
mengadakan pengecekan terhadap calon nasabah sehingga dikemudian han' telj adi
penunggakan
b. Kompromi terhadap prinsip-prinsip Pembiayaan. Pejabat Pembiayaan tidak
menjalankan sepenuhnya perinsip-prinsip Pembiayaan yang sudah menjadi standar
operasional tentang Pembiayaan.
c. Pemberian kelongaran terlalu banyak . Disini pihak penyalur Pembiayaan terlalu banyak
memberi kemudahan terhadap nasabah.
2. Karena kesalahan nasabah atau peminjam
a. Nasabah tidak bertanggung jawab. Nasabah tidak ada kemauan sama sekali untuk
membayar pinjamannya kembali baik pokok pinjaman ataupun bunga pinjaman.
b. Nasabah tidak jujur. Disini nasabah mampu dalam membayar kembali cicilannya tiap
bulan, tetapi nasabah tidak jujur, selalu memberi alasan dengan dengan berdalih selalu
tidak mempunyai dana.
c. Nasabah tidak kompetem Artinya, nasabah tidak bersungguh-sungguh dalam
menjalankan usahanya sehingga nasabah tidak mampu membayar
Dan selanjutnya faktor-faktor yang menyebabkan teljadinya tunggakan Pembiayaan,
(Edward, 1998:187) Kondisi perekonomian mempengaruhi kemampuan peminjam untuk
membayar kembali kewajiban, kondisi perekonomian membentuk lingkungan dimana unit
perusahanan dan perdagangan bergerak. Peminjam mungkin mempunyai karakter yang baik,
seseorang yang mempunyai kemampuan untuk menciptakan pendapatan dan aset yang cukup,
tapi kondisi perekonomian mungkin menyebabkan peminjam yang tidak mampu membayar
pinjaman (Rifaj, 2006: 119)
Disinilah seorang pejabat harus menjadi seorang peramal ekonomi semakin lama jatuh
tempo pinjaman semakin penting membuat ramalan ekonomi, karena terdapat kemungkinan
yang semakin besar ekonomi akan mengalami kemunduran sebelum pinjaman di bayar penuh.
Perekonomian mengalami naik turun jangka pendek dan jangka panjangyang berlainan insensitas
dan polanya, dan dapat mempengaruhi industri dan wilayah yang berlainan dalam negara.
Banyak peminjam makmur dimasa cerah tapi dalam masa resesimodal mungkin menyuisut,
pendapatan menurun, dan bahkan karakter dapat berubah, faktor inilah yang dapat menyebabkan
terjadinya tunggakan Pembiayaan.
Pembiayaan macet adalah suatu keadaan dimana nasabah sudah tidak sanggup membayar
sebagian atau seluruh kewajibannya kepada koperasi seperti yang telah diperjanjikan (Mudrajad
Kuncoro dan Suhardjono, 2007: 462). Pembiayaan yang digolongkan dalam Pembiayaan macet
apabila memenuhi criteria-kriteria sebagai berikut:
1. Berdasarkan prospek usaha
a. Kelangsungan usaha sangat diragukan, industri mengalami penurunan dan sulit untuk
pulih kembali.
b. Kehilangan pasar sejalan dengan kondisi perekonomian yang menurun.
c. Manajemen yang sangat lemah.
d. Teljadi kemogokan tenaga kelja yang sangat sulit untuk diatasi.
2. Berdasarkan keuangan debitur
a. Mengalami kerugian yang besar.
b. Debitur tidak mampu memenuhi seluruh kewajiban dan kegiatan usaha tidak dapat
dipertahankan.
c. Rasio utang terhadap modal sangat tinggi.
d. Pinjaman baru digunakan untuk menutup kerugian operasional.
3. Berdasarkan kemampuan membayar
a. Terdapat tunggakan pembayaran pokok dan bunga yang telah melampaui 270 hari.
b. Dokumentasi Pembiayaan atau pengikatan agunan tidak ada.
2.5 Teknik Penyelesaian Pembiayaan Macet
Dalam hal tunggakan Pembiayaan atau Pembiayaan macet pihak perusahaan perlu
melakukan penyelamatan-penyelamatan, sehingga tidak akan menimbulkan kerugian.
Penyelamatan yang dilakukan apakah dengan memberikan keringanan berupa jangka waktu
angsuran terutama bagi yang terkena musibah atau melakukan penyitaan bagi yang sengaja lalai
untuk membayar. Terhadap yang mengalami kemacetan sebaiknya dilakukan penyelamatan
serhingga perusahaan tidak mengalami kerugian.
Penyelamatan terhadap Pembiayaan macet dilakukan dengan cara antara lain (Kasmir,
2005: 103):
1. Reschedulling
a. Memperpanjang waktu Pembiayaan. Dalam hal ini debitur diberikan kringannan
dalam masalah jangka waktu Pembiayaan, misalnya perpanjang jangka waktu dari
6 bulan menjadi 1 tahun sehingga debitur mempunyai waktu yang lama untuk
mengembalikannya.
b. Memperpanjang jangka waktu angsuran. Dalam hal ini jangka waktu angsuran
Pembiayaannya diperpanjang pembayaran misalkan dari 36 kali menjadi 48 kali,
dan hal ini tentu saja jumlah angsuran pun menjadi mengecil seiring dengan
penambahan jumlah angsuran.
2. Reconditioning
Dengan cara mengubah bagi persyaratan yang ada seperti:
a. Kapitalisasi bunga, yaitu mengubah bunga dijadikan hutang pokok
b. Penundaan penundaan pembayaran bunga sampai waktu tertentu, Maksudnya
hanya bunga yang dapat ditunda pembayarannya, sedangkan pokok tetap.
c. Penurunan Suku bunga. Penurunan suku bunga dimaksud agar lebih meringankan
beban debitur
d. Pembebasan bunga
3. Penyitaan jaminaan. Penyitaan jaminan merupakan jalan terakhir apabila debitur sudah
benar-benar tidak punya itikad baik ataupun tidak mampu lagi untuk membaya: semua
hutang-hutangnya.
2.6 Penelitian Sebelumnya Tentang Tunggakan Pembiayaan
Adapun hasil penelitian tersebut, dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2.1: Hasil Penelitian Terdahulu
NoPeneliti /Tahun
Judul Variabel Hasil
1
Diah Ayu DwiWulandari,2016
Pengaruh F ive “C”sOF Credit TerhadapProses PemberianKredit Pada Bpr DiKota Semarang
Capacity,Capital,Character,Collateral,Condition ofeconomy, danKeputusanPemberianKredit
Hasil penelitian ini menunjukkanbahwa secara patsial Character,Capacity, Capital, Colaterall danCondition of Economyberpengaruh positif dansignifikan terhadap keputusanpembcrian kredit pada BPR dikota Semarang. Secara bersama-sama terbukti bahwa variabelCharacter, Capacity, Capital,Collateral dan Condition ofEconomy berpengaruh positif dansignifikan terhadap keputusanpemberian kredit pada BankPerkreditan Rakyat di KotaSemarang. Adapun besamyapengaruh Character, Capacity,capital, Colateral dan Conditionof Economy terhadap keputusanpemberian kredit pada BankPerkreditan Rakyat di KotaSemarang adalah 88,6%.
2
Aris Susetyo,2016
Analisis Faktor-Faktor PembentukKredit BermasalahStudi Kasus padaPD. BPR BKKKebumen
character,capacity,capital,condition ofeconomy,collateral,kreditbermasalah,
basil penelitian menunjukkanbahwa faktor dominanpembentuk kredit bermasalahyaitu : character, capacity,capital, condition of economy,collateral,
3
Ismiyati, 2015 Pengaruh Prinsip 5CKredit TerhadapKualitas Kredit PadaBpr Di KabupatenMagelang
character,capacity,capital,condition ofeconomy,collateral,KualitasKredit
Hasil penelitian menunjukkanbahwa prinsip 5C kreditmemberikan pengaruh terhadapkualitas kredit.
4
Pandi Afandi,2010
AnalisisImplementasi BankBPR DalamMenentukanKelayakanPemberian KreditPada Nasabah( Studi Kasus PadaPD BPR BankSalatiga Dan PTBPR KridahartaSalatiga)
Hasil uji hipotesis untuk 5 C 5C(Character, Capacity, Capital,Colletcral dan Condition) scaratotal melalui uji Mann-WhitneyU tes diperoleh Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,001 lebih kecildari a = 0,05 bemrti signifikansehingga ada perbedaan yangsignifikan dalam implentasi 5Csebagai penentu dalam pemberiankredit antam PD BPR BankSalatiga dengan PT BPRKridaarta Salatiga baik dari aspekCharacter, Capacity, Capital danColleteral nasabah masing-masing nasabah BPR PD BPRBank Salatiga dan PT BPRKridaarta Salatiga.
5
Dwi YantiArinta, 2014
PengaruhKarakteristikIndividu,Kamkteristik Usaha,Karakteristik KreditTerhadapKemampuanDebitur MembayarKredit Pada BPRJatim CabangPROBOLINGGO”(Studi PadaNasabah UMKMKota Probolinggo)
KarakteristikIndividu,KarakteristikUsaha,KarakteristikKredit
Hasil penelitian menunjukkanKarakteristik individu yaituvariable jumlah tanggungankeluarga, tingkat pendidikan,jangka waktu pengembalian, danjumlah pinjaman (plafond) tidakberpéhgaruh terhadapkemampuan debitur dalammembayar kredit.
6
Diah Yuliana,2016
Analisis Faktor-Faktor YangMempengaruhiKredit Macet DanaBergulir Di PnpmMandiri PerdesaanKecamatan GunturKabupaten Demak
Kredit macet,karakternasabah,jangkawaktu,kemampuanmengelolakredit
Hasil Penelitian menemukanbahwa pengaruh karakter nasabahteerhadap kredit macet adalahnegatif dan signifikan ssehinggahipotesa 1 yaitu karakter nasabahberpengaruh negatif dansignifikan terhadap kredit macetterbukti.
2.7 Kerangka Berfikir
Dalam suatu penyaluran Pembiayaan yang diberikan maka pihak bank atau Unit Simpan
pinjam dalam hal ini adalah koperasi pasti akan mengalami suatu permasalahan dalam
pengembalian Pembiayaannya, atau yang disebut nmggakan Pembiayaan (Pembiayaan macet).
Maka dalam penelitian ini akan menganalisa penyebab tetjadinya ttmggakan Pembiayaan oleh
nasabah. Jadi penulis menyimpulkan model kerangka berfikir sebagai berikut:
Gambar 2.1: Kerangka Pemikiran
2.8 Hipotesis
Berdasarkan permasalahan yang ada dan didukung oleh teori yang telah ditemukan diatas,
maka penulis membut hipotesis sebagai ben'kut:
H. 1 Diduga faktor Analisis Pemberian Pembiayaan berpengaruh terhadap Tunggakan Kredit
Pada Bank Perkreditan Rakyat Syariah Berkah Dana Syariah Fadilah Air Tiris.
H.2 Diduga faktor karakteristik nasabah berpengaruh terhadap Tunggakan Kredit Pada Bank
Perkreditan Rakyat Syariah Berkah Dana Syariah Fadilah Air Tiris.
H.3 Diduga faktor analisis pemberian kredit dan karakteristik nasabah, berpengaruh terhadap
Tunggakan Kredit Pada Bank Perkreditan Rakyat Syariah Berkah Dana Syan'ah Fadilah
Air Tiris.
2.9 Variabel Penelitian
a) Variabel Dependen (Y): Tunggakan Kredit
b) Variabel Independen: (X1): Analisis Pemberian‘Kredit, (X2): Karakteristik Nasabah
2.10 Defensi Operasioanl Variabel
Analisis Pemberian Kredit (X1)
Karakteristik Nasabah (X2)
Tunggakan Kredit (Y)
Defenisi opemsional variabel ini panting untuk diadakan dalam setiap penelitian, agar
penelitian tersebut tidak mengalami perubahan arah atau lajur pada saat melakukan observasi
atau penelitian ke lapangan. Untuk itu pada penelitian ini dijelaskan defenisi operasional
variabelnya adalah sebagai berikut:
Tabel 2.2: Defenisi Operasional Variabel
NoVariabe
lDefenisi Fariabel Indikator Skala
1.
TunggakanKredit(Y)
“Kredit macet atau problemloan adalah kredit yangmengalami kesulitanpelunasan akibat adanyafaktor-faktor atau unsurekesengajaan atau karenakondisi diluar kemampuandebitur” Suharno (2009:102)
1. Waktu pembayaran2. Ketersediaa dana3. Kemampuan membayar4. Etika dalam membayar5. Pola fikir terhadap
kredit Suharno(2009:107)
Likert
2.
AnalsisPemberianKredit(X1)
Analisis atau nilai kreditsuatu proses yang dimaksuduntuk menganalisis ataumenilai suatu permohonankredit yang diajukan olehcalon debitur kredit sehinggadapat memberikan keyakinankepada pihak bank bahwaproyek yang dibiayai dengankredit bank cukup layak(fasible) Dendawijaya(2005:88)
1. Charater2. Capital3. Capacity4. Collateral5. Condition of economi
(Rifai, 2006:118)
Likert
3.
KarakteristikNasabah (X2)
Kelemahn integritas daricalon debitur yang dinilaisejak awal mengajukan kreditsudah berniat tidak baik.Karakter seperti ini harussering diperhatikan dalamanalisa calon debitur(Supramono: 2009)
1. Kelemahan karakternasabah
2. Kelemahan kemampuannasabah
3. Musibah yang dialaminasabah
4. Kecerobohan nasabah5. Kelemahan manajemen
nasabah ( Mahmoedin:2004: 51)
Likert