1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia adalah negara dengan penduduk plural, dimana di setiap daerah
memiliki bermacam – macam suku dengan adat – istiadat atau tradisi yang
berbeda-beda. Dinamika kebudayaan Indonesia yang beranekaragam dipengaruhi
oleh empat hal, yaitu pengaruh dari peradaban kuno masa lalu, pengaruh dari pihak
kolonialisme asing, pengaruh dari faktor geografis dan kewilayahan dan pengaruh
dari agama, termasuk animisme1. Dinamika kebudayaan tersebut melahirkan
keanekaragaman sehingga membuat Indonesia memiliki kebudayaan yang
heterogen sesuai dengan kearifan lokal budaya setempat didukung oleh kreatifitas
masyarakat adat setempat. Kearifan lokal tersebut diwariskan secara turun-temurun
dan dilindungi sebagai kekayaan dan identitas suatu daerah. Waris adalah istilah
yang dapat berarti orang yang berhak menerima pusaka (peninggalan) orang yang
sudah meninggal sedangkan warisan berarti harta peninggalan, pusaka, dan surat
wasiat 2.
Sebuah kearifan lokal menghasilkan sebuah warisan budaya. Menurut
Prodjodikoro, warisan adalah soal apakah dan bagaimanakah berbagai hak-hak dan
kewajiban – kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal dunia
1 Jean Gelman Taylor. 2003. Indonesian : People and History. Yale University Press, New Haven and London. Hlm. 46. 2 Eman Suparman. 2005. Hukum Waris Indonesia dalam Persepktif Islam, Adat, dan BW. PT. Refika Aditama, Bandung. Hlm. 2.
2
akan beralih kepada orang yang masih hidup 3. Kebudayaan merupakan hasil daya
dan cara berpikir manusia dalam merespon dan mengartikulasikan segala sebab
yang mengakibatkan manusia memikirkan dan menciptakan sesuatu untuk
merespon sebab itu 4.
Warisan budaya atau cagar budaya menurut Davidson diartikan sebagai
produk atau hasil budaya fisik dari tradisi-tradisi yang berbeda dengan prestasi-
prestasi spiritual dalam bentuk nilai dari masa lalu yang menjadi elemen pokok
dalam jati diri suatu keolompok atau bangsa 5. Menurut Undang-Undang No. 11
Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, Pasal 1 angka 1 menyatakan bahwa Cagar
Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya,
Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan
Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan
keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan,
pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.
Warisan budaya dapat berupa atau berwujud budaya fisik (tangible) atau
nilai budaya non fisik (intangible) yang masih dilertarikan oleh generasi penerus
dari masa lalu sampai dengan masa sekarang. Warisan budaya di Indonesia
memiliki dua bentuk warisan kebudayaan yaitu 6:
a. Warisan kebudayaan kebendaan Adalah berbagai hasil karya manusia baik yang dapat dipindahkan maupun tidak dapat dipindahkan termasuk benda cagar budaya
b. Warisan kebudayaan tak benda
3 Ibid. Hlm. 3. 4 Van Peursen. 1976. Strategi Kebudayaan. Kanisius, Yogyakarta. Hlm. 9-10. 5 Davison, G. dan C Mc Conville. 1991. A Heritage Handbook. St. Leonard, NSW: Allen & Unwin. Hlm 2. 6 Guntur Hamzah. M. 2004. Penerapan Hukum dalam Upaya Pelestarian Warisan Budaya, Jurnal Ilmu Hukum Amannagappa, Vol 12, No. 3. Hlm 244
3
Adalah warisan budaya yang tidak dapat ditangka[ oleh panca indera selain indera peraba serta warisan budaya abstrak / tidak dapat ditangkap oleh panca indera misalnya konsep-konsep dan ilmu budaya.
Indonesia mendapat sebuah kebanggan dimana salah satu warisan
kebudayaan sistem pengeloaan air atau sistem irigasi yang disebut dengan Lanskap
Budaya Provinsi Bali (Culture Lanscape of Bali Province) : Sistem Subak sebagai
Manifestasi Tri Hita Karana yang terdapat di Bali menjadi salah satu warisan
budaya dunia yang ditetapkan secara resmi oleh organisasi internasional milik UN
(United Nation) atau lebih dikenal dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB
yaitu UNESCO (United National Educational, Scientific, and Cultural
Organization) pada hari Jumat, 29 Juni 2012 di St. Petersburg, Rusia. Menurut
Pasal 1 huruf G, Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian
Internasional, Organisasi Internasional atau OI adalah organisasi antar pemerintah
yang diakui sebagai subjek Hukum Internasional dan mempunyai kapasitas untuk
membuat perjanjian internasional.
UNESCO’s World Heritage Site merupakan tempat khusus yang dibuat
oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB yang dialokasikan untuk melindungi
situs-situs warisan budaya dunia. Program UNESCO’s World Heritage Site dibuat
pada tanggal 16 November 1972 dengan tujuan untuk melestarikan kekayaan
budaya dunia menjadi dua macam bentuk yaitu :
a. Tangible cultural
Benda budaya berwujud konkrit dan dapat disentuh.
b. Intangible cultural
4
Budaya yang bukan merupakan benda berwujud atau dapat disentuh seperti
bahasa, adat istiadat atau tradisi tradisional, musik tradisional.
Penetapan yang dibuat oleh pihak UNESCO otomatis menjadi sebuah
perjanjian internasional. Menurut Pasal 1 huruf A, Undang-Undang No. 24 Tahun
2000 tentang Perjanjian Internasional menyatakan bahwa Perjanjian Internasional
adalah perjanjian, dalam bentuk dan nama tertentu, yang diatur dalam hukum
internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di
bidang hukum publik. Sesuai dengan keputusan World Heritage Committee:
WHC-12/36.COM/19 Decisions adopted by the world heritage committee at its
36th session (Saint-Pettersburg 2012). UNESCO (United National Educational,
Scientific, and Cultural Organisation) sebagai satu-satunya badan di dalam
Organisasi PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) atau UN (United Nation) yang
bertujuan untuk membangun perdamaian dalam menangani 5 bidang sektor yaitu
pendidikan, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, kebudayaan dan
komunikasi. Beranggotakan 55 negara di dunia dan Indonesia termasuk di
dalamnya dari 12 negara yang bergabung untuk wilayah Benua Asia.
Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 02/PD/DPRD/1972 menyatakan bahwa
Subak adalah suatu masyarakat hukum adat yang memiliki karakteristik sosio-
agraris-religius, yang merupakan perkumpulan petani yang mengelola air irigasi di
lahan sawah. Pengelolaan sistem irigasi atau yang dikenal dengan Subak di Bali
menganut konsep Tri Hita Karana. Tri Hita Karana adalah tiga jalan menuju pada
kebahagiaan hidup dengan pembagian sebagai berikut :
a. Parahyangan
5
Hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa
b. Palemahan
Hubungan harmonis antara manusia dengan lingkungan atau alam sekitar
c. Pawongan
Hubungan harmonis antara manusia dengan manusia lainnya
Pentingnya menganut konsep Tri Hita Karana adalah untuk menciptakan
pengelolaan irigasi dan lahan pertanian secara harmonis, tidak merugikan satu
sama lain, dan sistem irigasi atau Subak dapat langgeng atau bertahan secara
berkelanjutan.
Warisan budaya dunia adalah kawasan yang memiliki nilai universal luar
biasa dan mempunyai pengaruh sangat penting terhadap budaya yang berada dalam
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. UNESCO menetapkan Lanskap
Budaya Provinsi Bali : Sistem Subak sebagai Manifestasi Tri Hita Karana menjadi
Warisan Budaya Dunia dalam Decision : 36 COM 8B. 26 having examined
Document WHC-12/36.COM/8B and WHC-12/36.COM/INF.8B1. Menurut
dokumen yang ditetapkan oleh UNESCO :
“ The subak reflects the philosophical concept of Tri Hita Karana, which brings together the realms of the spirit, the human world and nature. This philosophy was born of the cultural exchange between Bali and India over the past 2,000 years and has shaped the landscape of Bali. The subak system of democratic and egalitarian farming practices has enabled the Balinese to become the most prolific rice growers in the archipelago despite the challenge of supporting a dense population7 “
(Subak mencerminkan konsep filosofis Tri Hita Karana, yang menyatukan
alam roh, dunia manusia dan alam. Filosofi ini lahir dari pertukaran budaya
7 UNESCO. 2012. Cultural Landscape of Bali Province: the Subak System as a Manifestation of the Tri Hita Karana Philosophy. World Heritage List, http://whc.unesco.org/en/list/1194
6
antara Bali dan India selama 2.000 tahun dan telah membentuk lanskap Bali.
Sistem subak dari praktek pertanian yang demokratis dan egaliter telah
memungkinkan Bali untuk menjadi petani padi paling produktif di Nusantara
meskipun tantangan mendukung padat penduduk)
UNESCO mengangkat sisi lain Bali dengan sudut yang berbeda, mengangkat
kearifan lokal dimana Bali memiliki suatu rahasia di dalam sistem pertanian di
daerah pedalaman atau desa-desa yang terdapat di Bali. Sistem irigasi atau Subak
di Bali dimulai pada abad ke – 9 dan Subak telah mengantarkan pertanian di Bali
menjadi salah satu pertanian paling sukses di Indonesia.
Selain sistem irigasi di Bali, terdapat 25 tempat yang didaftarkan oleh
UNESCO sebagai keajaiban dunia yaitu 8:
1. Rock Island Lagoon Selatan, Republic of Palau – Pacific Ocean 2. Lenna Pilar Nature Park, Rusia 3. Sistem irigasi Subak Provinsi Bali, Indonesia 4. Margravial Opera House, Byreuth, Jerman 5. Landscape Grand Pre, Kanada 6. Rio de Janeiro’s Cariosa Landsekap 7. Antara gunung dan laut, Brazil 8. Republik Afrika Tengah, Kongo 9. Site of Xanadu, Cina 10. Pearling, Testimony of an Island Economy 11. Danau Ouniaga, Chad 12. Ghats Barat, India 13. Gereja Nativity dan Rute Perziarahan, Bethlehem 14. Garis perbatasan kota Elvas dan Fortification its, Portugal 15. Decorasi perkebunan dari Hälsingland, Swedia 16. Area Fosil Chengjiang, Cina 17. Rabat, Modern Capital dan kota bersejarah : Sebuah warisan bersama, Maroko 18. Peninggalan arkeologi di Lembah Lenggong, Malaysia 19. Masjid Jame dari Isfahan, Iran 20. Bassari, Fula dan Budaya Bedik Ladsekap, Senegal 21. Area Neolitik di Çatalhöyük, Turki 22. Situs Evolusi Manusia di Gunung Carmel, Israel 8 UNESCO. 2012. 36th Session of The World Heritage Committee. Media Service. http://www.unesco.org/new/en/media-services/multimedia/photos/whc2012/
7
23. Warisan Mercury, Almaden, Spanyol dan Idrija, Slovenia 24. Historic Town Grand-Bassam, Pantai Gading 25. Wilayah Pertambangan Wallonia, Belgia 26. Gonbad Cabus, Iran
Gambar 1.
World Natural Heritage dan World Cultural Heritage
UNESCO menilai Subak sebagai suatu sistem irigasi yang dapat mempertahankan
budaya asli masyarakat Bali. Pengesahan Subak sebagai keajaiban dunia dilakukan
pada sidang UNESCO ke-36 di St. Petersburg, Rusia pada hari jumat, 29 Juni
2012. Budaya Subak ini dianggap memiliki Outstanding Universal Value oleh
UNESCO. Outstanding Universal Value (OUV) adalah nilai universal luar biasa
berarti makna penting dari segi budaya dan / atau alam yang sangat luar biasa
(exceptional) sehingga melampaui batas nasional dan memiliki arti penting yang
sama bagi generasi sekarang maupun mendatang dari semua umat manusia.
8
UNESCO menetapkan kriteria penilain OUV (Outstanding Universal Value) yaitu
dengan pemilaian sebagai berikut 9:
(i) represent a masterpiece of human creative genius; (ii) exhibit an important interchange of human values, over a span of time
or within a cultural area of the world, on developments in architecture or technology, monumental arts, town-planning or landscape design;
(iii) bear a unique or at least exceptional testimony to a cultural tradition or to a civilization which is living or which has disappeared;
(iv) be an outstanding example of a type of building, architectural or technological ensemble or landscape which illustrates (a) significant stage(s) in human history;
(v) be an outstanding example of a traditional human settlement, land-use, or sea-use which is representative of a culture (or cultures), or human interaction with the environment especially when it has become vulnerable under the impact of irreversible change;
(vi) be directly or tangibly associated with events or living traditions, with ideas, or with beliefs, with artistic and literary works of outstanding universal significance.
(vii) contain superlative natural phenomena or areas of exceptional natural beauty and aesthetic importance;
(viii) be outstanding examples representing major stages of earth's history, including the record of life, significant on-going geological processes in the development of landforms, or significant geomorphic or physiographic features;
Dapat diartikan lebih jelas yaitu :
i. Mewakili suatu mahakarya kejeniusan kreatif manusia
ii. Menunjukkan pentingnya pertukaran nilai-nilai kemanusiaan, dalam suatu
rentang waktu atau dalam suatu kawasan budaya di dunia, baik pada
perkembangan arsitektur atau teknologi, seni yang monumental,
perencanaan kota atau desain lansekap.
9 United National Educational, Scientific, and Cultural. 2012. UNESCO’s criteria for the assessment of Outstanding Universal Value. World Heritage, United Kingdom. Para 77 of the Operational Guidelines.
9
iii. Memiliki keunikan atau sekurang-kurangnya pengakuan luar biasa terhadap
tradisi budaya atau peradaban yang masih berlaku maupun yang telah
hilang / punah.
iv. Merupakan contoh luar biasa dari suatu jenis bangunan, arsitektural atau
himpunan teknologi yang menggambarkan tahapan penting dalam sejarah
manusia.
v. Merupakan contoh luar biasa tentang pemukiman tradisional manusia, tata
guna tanah, atau tata guna kelautan yang menggambarkan interaksi budaya
atau interaksi manusia dengan lingkungan, terutama ketika pemukiman
tersebut menjadi rentan karena dampak perubahan yang menetap.
vi. Secara langsung atau nyata dikaitkan dengan pariwisata atau tradisi yang
berlaku, dengan gagasan, atau dengan keyakinan, dengan karya seni dan
sastra yang memiliki nilai universal yang signifikan (komite menganggap
bahwa kriteria ini lebih baik digabungkan dengan kriteria lain).
Dengan demikian, perlindungan permanen terhadap warisan ini merupakan
kepentingan utama bagi masyarakat International secara keseluruhan.
Penetapan sistem pengelolaan air dan irigasi / sistem Subak di Bali
membawa dampak kepada pariwisata Bali yang menjadi semakin terkenal di dunia.
Subak menjadi salah satu daerah tujuan pariwisata dimana daerah tujuan pariwisata
yang disebut sebagai destinasi pariwisata adalah kawasan geografis yang berada
dalam satu atau lebih wilayah administratif yang didalamnya terdapat daya tarik
wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang
saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan.
10
Untuk menjaga kelestarian keajaiban dunia, UNESCO ikut mengawasi
penataan daerah-daerah vital yang dianggap perlu untuk dilestarikan. Campur
tangan pihak luar (intervensi) dari organisasi internasional PBB yaitu UNESCO.
Intervensi adalah campur tangan secara diktator oleh suatu negara terhadap urusan
dalam negeri lainnya dengan maksud baik untuk memelihara atau mengubah
keadaan, situasi, atau barang di negeri tersebut10. Adanya intervensi dari pihak
UNESCO dalam memproteksi warisan budaya dunia telah membawa
persinggungan di dalam sistem kewenangan pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Ketetapan yang dibuat oleh organisasi internasional UNESCO
untuk melindungi warisan budaya yaitu :
“ The sites are the Supreme Water Temple of Pura Ulun Danu Batur on the edge of Lake Batur whose crater lake is regarded as the ultimate origin of every spring and river, the Subak Landscape of the Pakerisan Watershed the oldest known irrigation system in Bali, the Subak Landscape of Catur Angga Batukaru with terraces mentioned in a 10th century inscription making them amongst the oldest in Bali and prime examples of Classical Balinese temple architecture, and the Royal Water temple of Pura Taman Ayun, the largest and most architecturally distinguished regional water temple, exemplifying the fullest expansion of the subak system under the largest Balinese kingdom of the 19th century “.
Dapat diartikan bahwa :
“(Situs adalah Pura Agung Ulun Danu di tepi Danau Batur yang berada diatas
kawah dari danau dianggap sebagai asal usul setiap mata air dan sungai,
Landscape Subak dari Daerah Aliran Sungai Pakerisan yang tertua sistem
irigasi di Bali, Landscape Subak Catur Angga Batukaru dengan terasering
disebutkan dalam sebuah prasasti abad ke-10 membuat mereka di antara yang
10 Huala Adolf. 2002. Aspek-Aspek Negara dalam Hukum International. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Hlm. 31.
11
tertua di Balidan contoh utama dari arsitektur pura klasik Bali, dan
permandian kerajaan di Pura Taman Ayun, terbesar dan arsitektur paling
berbeda di permandian daerah, mencontohkan ekspansi penuh dari sistem
Subak dibawah kerajaan terbesar Bali dari abad ke – 19)”
Secara lebih lengkap atau secara lebih detail, Warisan Budaya Bali yaitu
Lanskap Budaya Bali yang ditetapkan menjadi World Heritage atau warisan dunia
oleh Keputusan UNESCO terdiri dari 4 (empat) kawasan / situs yang terletak di 5
Kabupaten di Bali, yaitu meliputi :
1. Pura Ulun Danu Batur dan Danau Batur di Kabupaten Bangli
2. Daerah Aliran Sungai (DAS) Pakerisan di Kabupaten Gianyar
a. Subak (3 Subak)
Subak Pulagan, Subak Kulub Atas, Subak Kulub Bawah
b. Pura / Situs (3 Pura / 1 Situs)
Pura Pegulingan, Pura Tirta Empul, Pura Mengening, Situs Gunung
Kawi
3. Pura Taman Ayun di Kabupaten Badung
4. Kawasan Catur Angga Batukaru di Kabupaten Tabanan dan Kabupaten
Buleleng
a. Subak (14 Subak)
Subak Bedugul, Subak Jatiluwih, Subak Kedampal, Subak Keloncing,
Subak Penatahan, Subak Pesagi, Subak Piak, Subak Piling, Subak
Puakan, Subak Rejasa, Subak Sangketan, Subak Tegalinggah, Subak
Tengkudak, Subak Wongaya Betan.
12
b. Pura (5 Pura)
Pura Luhur Batukaru, Pura Luhur Puncak Petali, Pura Luhur
Tambawaras, Pura Luhur Muncak Sari, Pura Luhur Besi Kalung.
c. Danau (2 Danau)
Danau Buyan dan Danau Tamblingan
Menurut Perda Provinsi Bali No. 16 Tahun 2009 tentang RTRW Provinsi
Bali Tahun 2009 – 2029, berbicara masalah kawasan strategis, kawasan strategis
adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai
pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya,
pariwisata dan/atau lingkungan. Kawasan strategis di Kabupaten Tabanan adalah
daerah Soka, sedangkan kawasan destinasi pariwisata Subak yang ditetapkan
sebagai warisan dunia merupakan daerah di luar kawasan strategis pariwisata.
Apabila suatu daerah tujuan wisata berada di luar daerah strategis pariwisata maka
pengelolaan daerah tujuan wisata tersebut sepenuhnya dikelola oleh Pemerintah
Daerah Kabupaten atau Kota dan menjadi kewenangan Pemerintah Daerah
Kabupaten atau Kota. Apabila suatu daerah tujuan wisata berada di dalam kawasan
strategis pariwisata maka pengelolaan daerah tujuan wisata tersebut sepenuhnya
dikelola oleh Pemerintah Provinsi.
Sistem pemerintahan Indonesia, mengenal adanya sistem desentralisasi atau
otonomi daerah untuk pengelolaan sumber daya daerah. Menurut Pasal 1 angka (7)
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 menyatakan desentralisasi adalah penyerahan
wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik
13
Indonesia. Tujuan otonomi daerah adalah terwujudnya otonomi yang nyata,
dinamis dan bertanggung jawab. Otonomi yang nyata adalah pemberian otonomi
kepada daerah yang didasarkan pada faktor-faktor, perhitungan-perhitungan dan
tindakan-tindakan atau kebijaksanaan-kebijaksanaan yang benar-benar menjamin
daerah yang bersangkutan untuk mengurus rumah tangga di daerahnya 11.
Organisasi internasional UNESCO memiliki aturan tersendiri dan penilaian
sendiri untuk menjaga World Cultural and Natural Heritage yang telah ditetapkan
secara resmi oleh World Heritage Committee. Peraturan ini lebih cenderung
mengatur masalah menjaga keaslian dari warisan dunia di dalam pengembangan
World Cultural and Natural Heritage. Adanya kekaburan regulasi hukum yang
mengatur masalah pelestarian dan perlindungan Lanskap Budaya Provinsi Bali :
Sistem Subak sebagai Manifestasi dari Tri Hita Karana khususnya dalam
kewenangan pemerintah antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah.
Pertama, adanya perlindungan dari pihak UNESCO dalam World Cultural and
Natural Heritage untuk tetap terjaga keasliannya sedangkan kedua adalah adanya
pengembangan daerah tujuan wisata yang pengelolaannya merupakan kewenangan
Pemerintah Daerah Provinsi Bali. Permasalahan ini tidak serta merta akan dilepas
begitu saja oleh pemerintah propinsi dan pemerintah pusat karena yang melakukan
agreement atau kesepakatan dengan UNESCO adalah pemerintah pusat yang
mengatasnamakan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai anggota dari
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan mengakui piagam PBB.
11 Albert Hasibuan dkk. 2002. Otonomi Daerah (Peluang dan Tantangannya). Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Hlm. 11.
14
Pemerintah Pusat memberi kewenangan kepada Komisi Nasional Indonesia
untuk UNESCO, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menjalankan
keputusan World Heritage Committee : WHC-12/36.COM/19 dan menyelamatkan
warisan dunia. Pemerintah Daerah Propinsi Bali sebagai perpanjangan tangan
Pemerintah Pusat sesuai dengan sistem pemerintahan desentralisasi yang dianut
oleh sistem pemerintahan di Indonesia untuk saat ini kewenangan untuk
pengelolaan warisan dunia yang ditetapkan oleh UNESCO berada di Dinas
Kebudayaan Provinsi Bali sedangkan pengembangan dan pengelolaan pariwisata
berada di Dinas Pariwisata Provinsi Bali.
Kajian materi ini menjadi sangat wajib untuk dianalisis karena adanya
kekosongan norma hukum di dalam pengaturan warisan budaya Indonesia yang
telah menjadi World Heritage atau Warisan Budaya Dunia dan mencari bagaimana
bentuk kewenangan pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia di dalam
sistem kewenangan pemerintah khususnya kewenangan Pemerintah Provinsi
dengan adanya Keputusan UNESCO dalam keputusan World Heritage Committee :
WHC-12/36.COM/19. Berdasarkan permasalahan yang timbul akibat masuknya
keputusan World Heritage Committee : WHC-12/36.COM/19 yang telah disepakati
oleh pemerintah Indonesia dengan pihak UNESCO sebagai organisasi
internasional dan belum adanya kejelasan di dalam batas-batas kewenangan
Provinsi Bali dengan adanya kekosongan norma dalam pengaturan Warisan
Budaya Dunia yang berada di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai
dengan agreement hukum international terhadap kedaulatan negara dan bentuk
kewenangan Pemerintah Provinsi dalam pengelolaan Lanskap Budaya Provinsi
15
Bali : Sistem Subak sebagai Manifestasi dari Tri Hita Karana sebagai Warisan
Budaya Dunia maka penulis mengajukan sebuah usulan penelitian yang berjudul
“Batas Kewenangan Pemerintah Pronvinsi Bali Terhadap Keputusan
UNESCO Tentang Lanskap Budaya Bali (Cultural Lanscape of Bali Province)
Sebagai Warisan Budaya Dunia dan Pengelolaannya“
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana yang telah diuraikan,
maka akan terdapat beberapa rumusan masalah yang ditemui dan dapat disusun
sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pengaturan dan batas kewenangan Pemerintah Provinsi Bali
terkait Keputusan Organisasi Internasional United National Educational,
Scientific, and Cultural (UNESCO) terhadap Lanskap Budaya Bali (The
Cultural Lanscape of Bali Province) sebagai Warisan Budaya Dunia (World
Cultural and Natural Heritage)?
2. Bagaimana akibat hukum dan tanggungjawab Pemerintah Provinsi Bali dalam
mengelola Keputusan Organisasi Internasional United National Educational,
Scientific, and Cultural (UNESCO) terhadap Lanskap Budaya Bali (The
Cultural Lanscape of Bali Province) sebagai Warisan Budaya Dunia (World
Cultural and Natural Heritage) ?
16
1.3. Ruang Lingkup Masalah
Untuk menghindari terjadinya penyimpangan dan tetap terfokus dalam
pembahasan sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah yang telah
diuraikan di atas maka perlu ditentukan batasan-batasan yang perlu diperhatikan
menjadi ruang lingkup permasalahan di dalam penelitian ini. Ruang lingkup yang
pertama dimana pokok permasalahan adalah mengenai pengaturan, batasan
kewenangan dan pelaksanaan kewenangan Pemerintah Provinsi Bali terhadap
Keputusan UNESCO (United National Educational, Scientific, and Cultural
Organization) tentang Cultural Lanscape of Bali Province atau Lanskap Budaya
Bali sebagai Warisan Budaya Dunia. Penekanannya lebih ditekankan pada batasan
kewenangan Pemerintah Provinsi Bali dalam adanya tekanan atau intervensi dari
organisasi internasional UNESCO terhadap Keputusan UNESCO tentang Cultural
Lanscape of Bali Province atau Lanskap Budaya Bali sebagai warisan budaya
dunia.
Ruang lingkup yang kedua dimana pokok permasalahan akan ditekankan
pada akibat hukum serta pengelolaannya terhadap Pemerintah Provinsi Bali dengan
adanya Keputusan UNESCO tentang Cultural Lanscape of Bali Province sebagai
warisan budaya dunia. Lebih menekankan kepada bagaimana teori-teori hukum
dan akibat dari implementasi Undang-Undang untuk mengatur sistem
Pemerintahan yaitu adanya pembagian kewenangan Pemerintahan Pusat dan
Pemerintahan Daerah, adanya tanggungjawab Pemerintah Daerah dalam
pengelolaan Warisan Budaya Dunia dan batasan terhadap adanya intervensi atau
17
tekanan organisasi internasional terhadap kedaulatan negara khususnya dalam
kedaulatan hukum.
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini diklasifikasikan baik dalam bentuk
tujuan umum maupun tujuan khusus.
1.4.1. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam pembuatan usulan penelitian ini adalah dalam rangka
implementasi dan aktualisasi Tri Dharma Perguruan Tinggi. Usulan penelitian ini
merupakan bentuk perwujudan dari pengembangan penelitian ilmu pengetahuan,
yang berkonsentrasi pada keilmuan hukum tata negara di dalam sistem
kewenangan tata pemerintahan. Penelitian hukum terkait dengan kewenangan
Pemerintah Provinsi Bali terhadap Keputusan UNESCO tentang The Cultural
Landscape of Bali Province sebagai warisan budaya dunia (World Cultural and
Natural Heritage) diharapkan dapat menghasilkan sebuah pendidikan hukum tata
negara mengenai sistem kewenangan dalam tata pemerintahan dan bermanfaat bagi
masyarakat umum.
1.4.2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus yang ingin dicapai dengan diusulkannya penelitian
hukum ini adalah :
a. Untuk mengetahui bentuk pengaturan dan pelaksanaan yang digunakan di
dalam kewenangan Pemerintah Provinsi terhadap Keputusan UNESCO
18
tentang Lanskap Budaya Provinsi Bali sebagai Warisan Budaya Dunia
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Indonesia dimana
kewenangan Pemerinah Provinsi Bali diatur di dalam Undang-Undang No.
23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
b. Untuk mengetahui akibat hukum dan bagaimana bentuk pengelolaan
Warisan Budaya oleh Pemerintah Provinsi Bali dengan adanya Keputusan
UNESCO tentang Lanskap Budaya Provinsi Bali sebagai salah satu
Warisan Budaya Dunia (World Cultural and Natural Heritage) sesuai
dengan kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi Bali.
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dengan dilakukannya penelitian hukum ini adalah
baik berupa manfaat teoritis maupun manfaat praktis.
1.5.1. Manfaat Teoritis
Pengajuan usulan penelitian hukum mengenai analisis kewenangan
diharapkan dapat memberikan manfaat berupa pemikiran kritis terhadap
perkembangan Hukum Tata Negara. Penelitian hukum ini terkait dengan struktur
pemerintahan negara, sistem dan bentuk kewenangan sesuai dengan kedaulatan
negara dan hirarki pemerintahan atau struktur lembaga negara, penerapan
peraturan perundangan-undangan sesuai dengan hirarki perundang-undangan di
Indonesia. Penelitian hukum ini diharapkan pula dapat berguna nantinya bagi
peneliti-peneliti hukum berikutnya bagi para akademis Fakultas Hukum
19
Universitas Udayana, bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya dalam
mendalami sistem kewenangan pemerintah daerah dalam Negara Kesatuan
Repunblik Indonesia, serta pengembangan ilmu hukum itu sendiri.
1.5.2. Manfaat Praktis
Hasil pelaksanaan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan
sumbangan pemikiran bagi penulis dan pembaca umum mengenai bentuk
pengaturan sistem kewenangan pemerintah daerah terhadap adanya intervensi
organisasi international berupa produk hukum Keputusan UNESCO tentang
Lanskap Budaya Bali sebagai Warisan Budaya Dunia. Penelitian ini diharapkan
pula dapat digunakan sebagai acuan ataupun bahan pertimbangan di dalam
menyelesaikan kekaburan norma yang terjadi di dalam sistem kewenangan dalam
tata pemerintahan terkait dengan kewenangan pemerintah daerah terhadap
kedaulatan negara khususnya kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi Bali
terhadap adanya penetapan organisasi internasional. Manfaat bagi penulis sendiri
adalah penelitian ini sebagai salah satu persyaratan dalam meraih gelar Magister
Ilmu Hukum pada Program Magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas
Udayana.
1.6. Orisinalitas Penelitian
Usulan penelitian hukum ini merupakan hasil dari gagasan dan pemikiran
murni dari penulisan dengan melihat adanya kekaburan norma di dalam
pelaksanaan kewenangan pemerintah provinsi terhadap pemerintah pusat dan
pemerintah kabupaten atau kota di Indonesia di dalam adanya penetapan organisasi
20
internasional terhadap Subak setelah ditetapkannya Subak sebagai salah satu
keajaiban dunia oleh organisasi internasional UNESCO (United National
Educational, Scientific, and Cultural). Penelitian di dalam tesis ini dilakukan
secara mandiri, secara murni dengan bahan hukum baik peraturan perundang-
undangan maupun literatur hukum yang dikumpulkan dan dianalisis secara
mandiri.
Sebelum mengadakan dan membuat penelitian, sepanjang sepengetahuan
penulis tidak terdapat penulisan tesis atau karya ilmiah komprehensif lainnya yang
memiliki topik serta bahasan serupa mengenai ambang batas formal. Namun dalam
hal ini terdapat beberapa tesis yang memiliki ruang lingkup bahasan hukum
mengenai topik yang diangkat oleh penulis, yaitu sebagai berikut :
1. Tesis “Penerapan Prinsip Desentralisasi dalam Bidang Kepariwisataan di
Kabupaten Badung” oleh Ni Ketut Nuriani dari Magister Ilmu Hukum Program
Pascasarjana Universitas Udayana, pada tahun 2008.
2. Tesis “ Kewenangan Pemerintah Daerah Terhadap Pengelolaan Taman
Nasional Bunaken Provinsi Sulawesi Utara “ oleh Rommy Poli dari Program
Studi Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi, pada tahun 2013.
Ni Ketut Nuriani mengkaji mengenai teori kewenangan, inventarisasi
urusan pemerintah dan struktur organisasi Dinas Pariwisata Kabupaten Badung,
ruang lingkup kewenangan dan dasar hukum pengembangan kepariwisataan di
Kabupaten Badung, kebijakan pembangunan kepariwisataan di Kabupaten Badung,
mekanisme perizinan dan PAD Kabupaten Badung. Adapun Ni Ketut Nuriani
menggunakan metode penelitian normatif dalam penelitiannya dengan mayoritas
21
substansi membahas prinsip desentralisasi dan otonomi daerah dalam
perkembangan kepariwisataan di Kabupaten Badung 12.
Rommy Poli mengkaji mengenai berlakunya Undang - Undang No. 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dengan Peraturan Pemerintah No. 38
Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Pusat Dengan Pemerintah
Daerah, Undang-undang ini mengatur beberapa urusan sebagai urusan pilihan oleh
daerah sebagaimana tercantum dalam pasal 7 ayat 3 dan 4, yang menyatakan
bahwa urusan pilihan Pemerintah Daerah, meliputi: kelautan dan perikanan,
pertanian, kehutanan, energi dan sumberdaya mineral dan pariwisata. Hal diatas
dikaitkan dengan Taman Nasional Bunaken yang dibentuk berdasarkan KMK No.
370/Kpts-II/91 Tahun 1991, dengan pengawasan sepenuhnya berada di bawah
Kementerian Kehutanan karena yang menjadi payung hukum Taman Nasional
yang ada di Indonesia adalah Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian hukum normatif dan metode penelitian hukum
empiris sekaligus, akan tetapi lebih dititik beratkan pada hukum normatif
sedangkan penelitian hukum empiris berfungsi sebagai informasi pendukung13.
1.7. Landasan Teoritik
Permasalahan yang muncul di masyarakat khususnya di dalam bidang ilmu
hukum membuat posisi sebuah teori memiliki kedudukan yang sangat penting 12 Nuriani, Ni Ketut. 2008. Penerapan Prinsip Desentralisasi dalam Bidang Kepariwisataan di Kabupaten Badung. Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar. Hlm. 15 – 108. 13 Rommy Poli. 2013. Kewenangan Pemerintah Daerah Terhadap Pengelolaan Taman Nasional Bunaken Provinsi Sulawesi Utara. Program Studi Ilmu Hukum Pascasrjana Universitas Sam Ratulangi, Manado. Hlm 1 – 127.
22
sebagai sarana untuk memberikan garis besar dan memahami suatu permasalahan.
Suatu pemikiran yang berada di berbeda pemahaman dapat kembali disatukan dan
dikaitkan dengan sistematik oleh teori-teori yang ada. Teori hukum lebih mengacu
kepada dalil-dalil teoritis dengan cara penalaran yang mendalam, teori hukum lebih
melihat hukum sebagai Das Sollen (apa yang semestinya). Berikut teori-teori yang
digunakan di dalam menyelesaikan permasalahan kewenangan adalah negara
hukum, perundang-undangan, kewenangan, kebijakan dan asas desentralisasi.
1.7.1. Negara Hukum
Negara Indonesia adalah negara hukum, demikian ditegaskan dalam Pasal 1
ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945, ini
menunjukkan bahwa segala tindakan yang dilakukan oleh penguasa dan
masyarakat harus berdasarkan pada hukum bukan berdasarkan pada kekuasaan.
Berbicara tentang negara hukum maka akan berbicara tentang adanya kedaulatan
hukum di dalamnya. Menurut Jean Bodin, kedaulatan adalah hal pokok dari setiap
kesatua politik yang disebut negara 14. Jean Bodin juga menyatakan bahwa
kedaulatan mengandung satu-satunya kekuasaan sebagai 15:
a. Asli, artinya tidak diturunkan dari suatu kekuasaan lain b. Tertinggi, artinya tidak ada kekuasaan lain yang lebih tinggi yang dapat
membatasi kekuasaannya c. Bersifat abadi atau kekal d. Tidak dapat dibagi-bagi karena hanya ada satu kekuasaan tertinggi saja
14 Astim Riyanto. 2006. Negara Kesatuan; Konsep, Asas dan Aktualisasinya. Yapemdo, Bandung. Hlm 41-42. 15 Ibid
23
Menanggapi kedaulatan hukum, Jimly Asshiddiqie menyatakan bahwa pemimpin
tertinggi di suatu negara bukanlah figur atau tokoh, tetapi sistem aturan 16.
Kedaulatan akan hukum dimana apabila melihat tradisi Anglo – Amerika
diistilahkan “ the rule of law, not of man” yang dapat diartikan pemerintahan oleh
hukum, bukan oleh orang; kepemimpinan oleh sistem, bukan oleh tokoh atau oleh
orang perserorangan.
Indonesia memiliki Undang-Undang yang mengatur negara dan memiliki
sanksi bagi setiap pelanggaran yang terjadi. Ide negara hukum lahir dari proses
dialektika budaya sebab negara hukum lahir sebagai antitesis suatu proses
pergumulan manusia terhadap kesewenang-wenangan penguasa (raja) sehingga ide
negara hukum mengandung semangat revolusioner yang menentang kesewenang-
wenangan penguasa 17. Negara hukum akan berkembang lebih luas jika diimbangi
dengan perkembangan manusia dan tingkat kecerdasan manusia dari suatu bangsa
tersebut. Pemikiran-pemikiran yang dimanis akan membawa perkembangan yang
pesat bagi suatu negara hingga menjadi negara yang ideal bagi rakyatnya. Profesor
Utrecht membedakan antara Negara Hukum Formil atau Negara Hukum Klasik,
dan Negara Hukum Materiel atau Negara Hukum Modern. Negara Hukum Formil
menyangkut pengertian hukum yang bersifat formil dan sempit, yaitu dalam arti
peraturan perundang-undangan tertulis. Sedangkan yang kedua, yaitu Negara
16 Jimly Asshiddiqie. 2009. Gagasan Kedaulatan Lingkungan (Green Constitution : Nuansa Hijau UUD 1945). Rajagrafondi/Rajawali Pers, Jakarta. Hlm. 1 17 Philipus M. Hadjon. 1994. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia. Bina Ilmu, Surabaya. Hlm. 72.
24
Hukum Materiel yang lebih mutakhir mencakup pula pengertian keadilan di
dalamnya18.
Negara hukum (rechtstaats) menurut Frederich Julius Stahl memiliki 4
unsur dalam arti klasik 19 sebagai berikut :
1. Pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia 2. Pembagian atau pemisahan kekuasaan berdasarkan trias politica 3. Setiap tindakan pemerintah dalam menjalankan tugasnya harus
berdasarkan atas Undang-Undang 4. Adanya peradilan administrasi negara yang berdiri sendiri dan bertugas
menangani kasus perbuatan melanggar hukum yang dilakukan pemerintah
Konsep negara hukum (rechstaats) diimbangi dengan lahirnya konsep negara
hukum (rule of law) yang dikembangkan oleh Albert Venn Dicey pada saat yang
hampir bersamaan dimana konsep ini lahir dalam naungan sistem hukum Anglo
Saxon. Albert Venn Dicey mengemukakakn unsur-unsur rule of law sebagai
berikut 20:
1. Supremasi hukum (supremancy of law) Tidak adanya kekuasaan sewenang-wenang (absence of arbitrary power) dalam arti seseorang hanya bolehdihukum kalau melanggar hukum, dimana yang mempunyai kekuasaan tertinggi di dalam negara adalah hukum (kedaulatan hukum)
2. Kedudukan yang sama dalam dihadapan hukum (equality before the law) Persamaan dalam kedudukan hukum bagi semua warga negara baik selaku pribadi maupun dalam kualifikasinya sebagai pejabat negara. Dalil ini berlaku baik untuk orang biasa maupun orang pejabat.
3. Konstitusi berdasarkan hak individu (constitution based on individual right) Artinya konstitusi bukan merupakan sumber dari hak-hak asasi manusia dan jika hak-hak asasi manusia itu diletakkan dalam konstitusi, itu hanya sebagai penegasan bahwa hak asasi itu harus dilindungi.
18 Utrecht. 1962. Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia. Ichtiar, Jakarta. Hlm 9. 19 Titik Triwulan Tutik. 2010. Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945. Kencana, Jakarta. Hlm. 61. 20 Dicey, A.V., 1952, Introduction to Study of The Law of The Constitution, Ninth Edition, ST. Martin’s Street, London: Macmillan And Co, Limited.
25
Terjaminnya hak-hak manusia oleh Undang-Undang (di negara lain oleh Undang-Undang Dasar) serta keputusan-keputusan pengadilan.
Bagir Manan mengemukakan ciri-ciri minimal dari negara berdasarkan azas
hukum yaitu 21:
a. Semua tindakan harus berdasarkan hukum
b. Masyarakat (badan peradilan yang bebas)
c. Adanya pembagian kekuasaan
Kedua konsep diatas memberikan gambaran bahwa setiap tindakan pemerintah
harus selalu berdasarkan atas hukum.
Pada permulaan abad ke-20 peran negara sebagai penjaga malam
(nachwachterstaat), berubah menjadi negara kesejahteraan (welvaart staat atau
welfare state). Negara hukum adalah negara yang di dalam penyelenggaraannya
berdasarkan pada hukum atau aturan-aturan yang ditetapkan oleh penguasa,
sedangkan dalam arti material adalah negara juga turut serta secara aktif untuk
kesejahteraan rakyatnya (welfare state) 22. Konsep Negara Hukum terdapat di
dalam Pasal 1 ayat 3 UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945,
menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”.
Konsep negara hukum memiliki pandangan yang sangat luas dimana di
dalam konsep negara hukum terdapat beberapa teori yang menjelaskan lebih rinci
mengenai pandangan negara hukum. Teori pembagian kekuasaan negara
menyatakan bahwa hubungan antara negara hukum dan pembagian kekuasaan
21 Bagir Manan. 1994. Dasar-Dasar Sistem Ketatanegaraan Indonesia Menurut UUD 1945. Makalah Ilmiah disampaikan kepada mahasiswa Mahasiswa Pasca Sarjana Unpad Tahun 1994//1995 di Bandung tanggal 3 September 1994. Hlm 19. 22 Bachsan Mustafa. 1982. Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara. Alumni, Bandung. Hlm. 22-23.
26
negara adalah sangat erat, disamping pembagian kekuasaan negara merupakan
salah satu unsur penting dari negara hukum yang diatur dengan tegas dalam
konstitusinya 23.
1.7.2. Teori Perundang-Undangan
Indonesia adalah negara hukum, memiliki peraturan yang mengatur negara.
Peraturan di Indonesia ada yang tertulis dan ada yang tidak tertulis, Istilah
Perundang-undangan (legislation, wetgeving, atau Gesetzgebung) di dalam
Juridisch woordenboek diartikan sebagai berikut :
1. Perundang-undangan merupakan proses pembentukan atau proses
membentuk peraturan negara, baik di tingkat Pusat, maupun di tingkat
Daerah
2. Perundang-undangan adalah segala peraturan negara yang merupakan hasil
pembentukan peraturan, baik di tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah 24.
Perundang-Undangan termasuk di dalam kelompok peraturan tertulis. Hal
ini didukung oleh pernyataan Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang
menyatakan bahwa Peraturan Perundang-Undangan adalah peraturan tertulis yang
memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan
oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang
ditetapkan dalam Peraturan Perundang-Undangan. Sedangkan Pasal 1 angka 3
23 Hans Kelsen. 1961. General Theory of Law State. Russel & Russel, New York. Hlm 282. 24 Maria Farida Indriati S. 2007. Ilmu Perundang-Undangan I (Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan). Kanisius, Yogyakarta. Hlm. 10.
27
menyatakan bahwa Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-Undangan yang
dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden.
Menurut Maria Indriati, Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan
Gezetzgebungswissenschsaaft, secara garis besar dapat dibagi menjadi dua bagian
besar 25yaitu:
1. Teori Perundang-undangan (Gezetgebungstheorie) yang beorientasi pada mencari kejelasan dan kejernihan makna atau pengertian-pengertian yang bersifat kognitif
2. Ilmu Perundang–undangan (Gesetzgebungstheorie), yang berorientasi pada mencari kejelasan dan kejernihan makna melakukan perbuatan dalam hal pembentukan peraturan Perundang-undangan, dan bersifat normatif. Yang dibagi lagi ke dalam tiga bagian, yaitu: a. Proses Perundang-undangan (Gezetzgebungsverfahren) b. Metode Perundang-undangan (Gezetzgebungsmethode); c. Tehnik Perundang-undangan (Gezetzgebungstechnik); Suatu Perundang-undangan menghasilkan peraturan yang memiliki ciri-ciri
sebagai berikut :
1. Bersifat umum dan komprehensif, yang dengan demikian merupakan kebalikan dari sifat-sifat yang khusus dan terbatas
2. Bersifat universal yaitu diciptakan untuk menghadapi peristiwa-peristiwa yang akan datang yang belum jelas bentuk konkretnya. Oleh karena itu tidak dapat dirumuskan untuk mengatasi peristiwa-peristiwa tertentu saja
3. Memiliki kekuatan untuk mengoreksi dan memperbaiki dirinya sendiri adalah lazim bagi suatu peraturan untuk mencantumkan klausul yang memuat kemungkinan dilakukannya peninjauannya kembali 26.
Menurut Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan harus memperhatikan asas-asas peraturan
perundang-undangan antara lain :
1. Undang-Undang tidak dapat berlaku surut 2. Undang-Undang tidak dapat diganggu gugat 3. Undang-Undang yang dibuat oleh penguasa lebih tinggi mempunyai
kedudukan yang tinggi pula (Lex sueriori derogat legi infiori) 25 Maria Indriati Soeprapto. 1998. Ilmu Perundang-Undangan Dasar-Dasar dan Pembentukannya. Kanisius, Yoyakarta. Hlm.3 26 Satjipto Rahardjo. 1986. Ilmu Hukum. Alumni, Bandung. Hlm 113 – 114.
28
4. Undang-Undang yang bersifat khusus akan mengesampingkan atau melumpuhkan Undang-Undang yang bersifat umum (Lex specialis derogat legi generalis)
5. Undang-Undang yang baru mengelahkan atau melumpuhkan Undang-Undang yang lama (Lex posteriori derogat legi priori)
6. Undang-Undang merupakan sarana maksimal bagi kesejahteraan spirituil masyarakat maupun individu, melalui pembaharuan atau pelestarian 27
Teori hierarki perundang-undangan berasal dari Hans Kelsen yaitu
Stufentheorie28:
Norma-norma hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hierarki tata susuanan, dimana suatu norma yang lebih rendah berlaku, bersumber, dan berdasar pada norma yang lebih tinggi, demikian seterusnya sampai pada suatu norma yang dapa ditelusuri lebih lanjut dan bersifat hipotesis dan fiktif, yaitu norma dasar (grundnorm)
Hierarki Perundang-Undangan di Indonesia, dituangkan dalam Pasal 7 angka 1
Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 dinyatakan bahwa hierarki Peraturan
Perundang-Undangan adalah sebagai berikut :
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat c. Undang-Undang / Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang d. Peraturan Pemerintah e. Peraturan Presiden f. Peraturan Daerah Provinsi g. Peraturan Daerah Kabupaten atau Kota
1.7.3. Teori Kewenangan
Teori dan konsep kewenangan, selalu digunakan dalam konsep hukum
publik. Kewenangan (authority, gezag) adalah kekuasaan yang diformalkan baik
terhadap segolongan orang tertentu, maupun kekuasaan terhadap suatu bidang
27 Ellydar Chaidir, dkk. 2010. Hukum Perbandingan Konstitusi. Total Media, Yogyakarta. Hlm. 73-74.
28 Jazim Hamidi. 2011. Optik Hukum Peraturan Daerah Bermasalah (Menggagas Peraturan Daerah yang Responsif dan Berkesinambungan). PT Prestasi Pustakaraya, Jakarta. Hlm. 71-72.
29
pemerintahan secara bulat yang berasa; dari kekuasaan legislatif maupun dari
kekuasaan pemerintah29. Wewenang sekurang-kurangnya terdiri atas tiga
komponen yaitu: pengaruh, dasar hukum, dan konfirmasi hukum30. Pengaruh
adalah penggunaan wewenang untuk mengendalikan perilaku subjek hukum. Dasar
hukum adalah wewenang tersebut harus memiliki dasar yang ditunjuk yaitu dasar
hukum. Konformitas hukum itu adalah dasar wewenang yakni standar hukum
(semua jenis wewenang) dan standar khusus (untuk semua jenis wewenang
tertentu).
Kewenangan secara teori di dalam sistem pemerintahan dapat diperoleh
melalui tiga cara yaitu :
a. Kewenangan Atribusi
Kewenangan atribusi dalam pembentukan peraturan perundang-undangan
(attributie van wetgevingsbevoegdheid), adalah bentuk kewenangan yang
didasarkan atau diberikan oleh Undang-Undang Dasar atau Undang-Undang
kepada suatu lembaga negara/pemerintahan. Atribusi merupakan wewenang
untuk membuat keputusan (besluit) yang langsung bersumber kepada undang-
undang dalam arti materiel. Atribusi ini dikatakan juga sebagai suatu cara
normal untuk memperoleh wewenang pemerintahan. Kewenangan tersebut
terus menerus dan dapat dilaksanakan atas prakarsa sendiri setiap waktu
diperlukan, sesuai dengan batas-batas yang diberikan. Ada 2 karakteristik dari
atribusi, yaitu :
29 Marbun, S. F. 1997. Hukum Administrasi dan Peradilan Administrasi di Indonesia. Liberty, Yogyakarta. Hlm. 154. 30 Philipus M. Hadjon. 1998. Penataran Hukum Administrasi Tahun 1997 / 1998, tentang Wewenang. Fakultas Hukum Unair. Hlm. 2.
30
1. Adanya penciptaan kewenangan (baru) untuk membuat peraturan
perundang-undangan.
2. Kewenangan tersebut dapat diberikan oleh konstitusi, undang-undang atau
Peraturan Daerah kepada suatu organ.Organ negara yang menerima
kewenangan itu bertanggung jawab atas pelaksanaan kewenangan
bersangkutan.
b. Kewenangan Delegasi
Kewenangan delegasi adalah bentuk kewenangan yang dilimpahkan untuk
membuat peraturan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
kepada peraturan perundang-undangan yang lebih rendah, baik dinyatakan
secara tegas maupun tidak. Bentuk kewenangan ini tidak “diberikan”
sebagaimana pada atribusi, melainkan “diwakilkan”. Delegasi adalah
penyerahan wewenang untuk membuat besluit oleh pejabat pemerintahan
kepada pihak lain. Kata penyerahan berarti ada perpindahan tanggung jawab
dari yang memberi delegasi (delegans) kepada yang menerima delegasi
(delegataris). Terdapat 3 ciri mendasar dalam delegasi :
1. Adanya penyerahan kewenangan membuat peraturan perundang-undangan,
dimana delegataris (penerima) bertanggung jawab penuh atas
kewenangannya itu.
2. Penyerahan kewenangan dilakukan oleh pemegang atribusi (delegans)
kepada delegataris.
3. Hubungan antara delegans dengan delegataris tidak dalam hubungan
atasan dan bawahan
31
c. Kewenangan Mandat
Kewenangan mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan
kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya (pemberi mandat).
1.7.4. Konsep Kebijakan
Arah kebijakan di Negara Kesatuan Republik Indonesia mengikuti arah
kebijakan pemerintah dan siapa yang memimpin yaitu Presiden. Pada masa Orde
Lama, Orde Baru, Orde Reformasi dan Orde Demokrasi saat ini, kebijakan yang
terbentuk berbeda-beda dan sangat beragam. Pemerintah dan Presiden adalah
pengambil kebijakan yang utama dan sangat berpengaruh terhadap Negara
Kesatuan Republik Indonesia.Indonesia sebagai salah satu negara sedang
berkembang, dalam perkembangannya menunjukkan suatu pola hubungan dua arah
saling mempengaruhi antara pengambil kebijakan dan penerima kebijakan tersebut.
Menurut Dye yang dikutip oleh Winarno, kebijakan adalah sebagai pilihan
pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu (whatever governments
choose to do or not to do) 31. Keputusan-keputusan Pemerintah adalah kebijakan,
membiarkan sesuatu tanpa adanya suatu keputusan, itu juga merupakan kebijakan.
Kebijakan merupakan keputusan-keputusan publik yang diambil oleh negara dan
dilaksanakan oleh aparat birokrasi. Kebijakan ini tentunya merupakan sebuah
proses politik yang kompleks. Prosesnya meliputi tujuan-tujuan negara dan cara
pengambilan keputusannya, orang-orang atau kelompok-kelompok yang dilibatkan
dan bagaimana kebijakan ini dilaksanakan oleh aparat birokrasi32. Kebijakan
31 Budi Winarno. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Media Pressindo,Yogyakarta. 32 Arief Budiman. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Gramedia, Jakarta. Hlm. 89.
32
pemerintah adalah seperangkat keputusan yang saling berhubungan, diambil oleh
seorang atau sekelompok aktor politik berkenaan dengan pemilihan tujuan dan
sarana pencapaiannya dalam suatu situasi khusus dimana keputusan-keputusan itu
seharusnya, secara prinsip, berada dalam kekuasaan para aktor politik tersebut.
Kebijakan pemerintah terdiri dari dua bagian yaitu kebijakan publik dan
kebijakan sosial, berikut penjelasannya :
a. Kebijakan Publik
Suatu aturan yang mengatur kehidupan bersama, harus ditaati dan berlaku
mengikat bagi seluruh warganya. Setiap pelanggaran akan diberi sanksi sesuai
dengan bobot pelanggaran yang dilakukan dan sanksi dijatuhkan oleh lembaga
yang mempunyai tugas menjatuhkan sanksi.
b. Kebijakan Sosial
Suatu cara pengambilan tindakan dalam melanjutkan proses pemerintahan,
kepartaian, kekuasaa, kepemimpinan negara dan lain – lain, arah dalam
pengambilan suatu tindakan itu haruslah sesuai dengan keadaan yang sedang
dihadapi.
Tujuan kebijakan pemerintah adalah efisiensi (efficiency), pemerataan (equity)
dan ketahanan (security).
1.7.5. Asas Desentralisasi
Indonesia adalah negara kesatuan dimana pada suatu negara kesatuan,
hubungan antara pemerintah pusat dengan daerah dapat diatur melalui berbagai
peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan otonomi daerah. Negara memiliki
33
badan pemerintahan yang memiliki tingkatan-tingkatan pemerintahan. Tingkatan-
tingkatan pemerintahan tersebut memiliki hak, kewajiban dan tanggungjawab yang
diatur dalam banyak Undang-Undang sesuai dengan fungsi dan tugasnya masing-
masing. Undang-Undang juga mengatur hubungan antara pemerintah pusat dengan
daerah, hubungan keuangan pisat dengan daerah, dan kewenangan pusat dan
daerah.
Sistem pemerintahan di Indonesia berubah seiring berjalannya waktu
dimana sistem pemerintahan sentralisasi berubah menjadi sistem pemerintahan
desentralisasi. Desentralisasi terdiri dari kata “de” berarti lepas dan “centrum”
artinya pusat. Menurut Pasal 1 angka 7 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, “
Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Desentralisasi dapat berpatokan melalui Pasal 18 Undang-Undang Dasar
(UUD) 1945 dan perubahannya dimana dalam pasal ini diletakkan dasar
konstitusional tentang hubungan antara pusat dan daerah, yaitu :
a. Pasal 18 ayat 2 menyatakan bahwa daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
b. Pasal 18 ayat 5 menyatakan bahwa otonomi yang seluas-luasnya c. Pasal 18 A ayat 2 menyatakan bahwa hubungan pusat dan daerah harus
dilaksanakan secara selaras dan adil d. Pasal 18 A ayat 1 menyatakan bahwa kewenang antara pemerintah pusat
dan pemerintah daerah harus memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah
e. Pasal 18 A ayat 2 menyatakan bahwa hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alamdan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dilaksanakan secara adil dan selaras
34
Asas Desentralisasi apabila disimpulkan melalui UUD 1945 adalah suatu paham
yang mengetengahkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan,
pemberdayaan, dan peran serta masyarakat.
Kewenangan pemerintah sesuai dengan asas desentralisasi secara umum
diatur dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
(serta perubahannya) dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten / Kota dapat mengatur sendiri
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantu sesuai dengan ketentuan
Pasal 19 ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang No. 32 Tahun
2004.
Hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam
penyelenggaraan otonomi (implementasi dari asas desentralisasi) dapat
digambarkan dalam “Three Drupple Deck Structure” yaitu antara lain 33:
a. Antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah ada hubungan hierarki b. Antara pemerintah daerah provinsi dengan pemerintah daerah kabupaten /
kota memiliki hubungan hierarki c. Bentuk negara kita adalah negara kesatuan, maka baik pemerintah daerah
provinsi dan pemerintah daerah kabupaten / kota diikat oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah / kota diikat oleh pemerintah pusat dan pemerintah wilayah yang bersangkutan dalam ikatan pembinaan maupun pengawasan.
33 Ateng Syafrudin. 1985. Pasang Surut Otonomi Daerah. Bina Cipta, Bandung. Hlm. 23
35
1.8. Metode Penelitian
1.8.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu meneliti sistem
kewenangan Pemerintah Provinsi Bali terhadap destinasi pariwisata budaya dalam
desentralisasi pemerintahan Indonesia akibat adanya penetapan sistem pengeloaan
air atau irigasi yang disebuk dengan Subak (kanal) yang terdapat di Bali menjadi
salah satu keajaiban dunia yang ditetapkan secara resmi oleh UNESCO (United
National Educational, Scientific, and Cultural). Fokus penelitian ilmu hukum
normatif sebagai ilmu praktis adalah mengubah keadaan serta menawarkan
penyelesaian terhadap problem kemasyarakatan yang konkret maupun potensial 34.
Pendekatan yuridis normatif memiliki sasaran penelitian yaitu hukum atau kaedah
(norm). Pengertian kaedah meliputi asas hukum, kaedah dalam arti sempit (value),
peraturan hukum konkret 35. Penelitian yang berobjekan hukum normatif berupa
asas-asas hukum, sistem hukum, taraf sinkronisasi vertikal dan horisontal 36.
Kajian penelitian ini didekati dari sisi ilmu hukum, baik pada tataran
dogmatik, teori hukum, maupun filasafat hukum. Selain menggunakan penelitian
hukum, dalam studi ini juga digunakan pendekatan hukum normatif atau penelitian
hukum kepustakaan, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti
bahan pustaka atau data sekunder. Penelitian hukum normatif atau kepustakaan
tersebut mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum, penelitian terhadap
34 Johny Ibrahim. 2005. Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif. Bayumedia Publishing, Malang. Hlm. 29. 35 Mertokusumo, Sudikno, 1996, Penemuan Hukum, Sebuah Pengantar, Liberty, Yogyakarta. Hlm.29 36 Soekanto, dkk. 1985. Penelitian Hukum Normatif. Radjawali, Jakarta. Hlm. 70
36
semantik hukum, penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal,
perbandingan hukum, dan sejarah hukum.
1.8.2. Pendekatan Masalah
Penelitian hukum normatif yang berjudul Kewenangan Pemerintah
Pronvinsi Bali Terhadap Pariwisata dengan Ditetapkan Subak Sebagai Warisan
Dunia Oleh United National Educational, Scientific, and Cultural menggunakan
pendekatan dalam lingkup pendekatan :
a. Undang-Undang (statue approach)
Melakukan penetilian terhadap Undang-Undang atau peraturan-peraturan
lain yang berkaitan dengan adanya konflik kewenangan terhadap peraturan
perijinan perkembangan daerah tujuan wisata akibat penetapan subak
sebagai salah satu keajaiban dunia oleh UNESCO.
b. Pendekatan konseptual (conceptual approach)
Melakukan penelitian mengenai konsep pemerintahan Indonesia
menyangkut sistem otonomi dan asas desentralisasi yang dianut sistem
pemerintahan di Indonesia serta sinkronisasi secara vertikal dan horizontal
baik dari segi asas maupun sistematik pemerintahan Indonesia.
1.8.3. Sumber Bahan Hukum
Sumber bahan hukum pokok dari penelitian ini adalah menggunakan dua
bahan hukum yang bersumber dari kepustakaan yaitu bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder. Bahan Hukum Primer (primary law material) dalam hal
37
ini berupa peraturan-peraturan perundangundangan (aturan hukum) yang
dikeluarkan oleh pemerintah, seperti :
1. Undang – Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
3. Undang – Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.
5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya
6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan
Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota.
7. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali
8. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2012 tentang
Kepariwisataan Budaya Bali
9. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 9 Tahun 2012 tentang Subak
10. Peraturan Gubernur Bali Nomor 32 Tahun 2010 tentang Dewan
Pengelolaan Warisan Budaya Bali
Bahan hukum sekunder memberikan penjelasan mengenai bahan hukum
premier. Bahan hukum sekunder (secondary law material) yang digunakan dalam
penelitian hukum umumnya adalah seperti buku-buku teks ilmu hukum dan jurnal
ilmiah terpublikasi. Adapun bahan hukum sekunder yang digunakan dalam
penelitian hukum normatif ini antara lain berupa: buku-buku, maupun literatur-
literatur, termasuk literatur asing yang memuat teori-teori hukum, asas-asas, dan
38
konsep hukum yang dipandang relevan dengan permasalahan yang diteliti untuk
dikutip dan menjadi landasan pembenaran dalam menjawab permasalahan.
Bahan hukum tertier yakni bahan – bahan hukum yang memberikan
petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Bahan
hukum tertier (tertiary law material) digunakan sebagai penunjang adalah kamus
hukum, kamus besar bahasa Indonesia, kamus bahasa inggris, ensiklopedia, serta
situs internet sebagai media online yang memuat berita terkait dengan
permasalahan yang diteliti. Bahan hukum tertier dapat membantu memperoleh
informasi terbaru.
1.8.4. Metode Pengumpulan Bahan Hukum
Penelitian pada dasarnya merupakan suatu upaya pencarian dan bukan
sekedar mengamati dengan teliti terhadap sesuatu obyek untuk memperoleh ilmu
pengetahuan. Dalam penelitian hukum ini, bahan-bahan hukum dikumpulkan
denganmenggunakan teknik studi pustaka atau library research. Dimana Soerjono
Soekanto berpendapat bahwa penelitian hukum normatif terdiri dari penelitian
terhadap asas-asas hukum, sistematika hukum, taraf sinkronisasi hukum, sejarah
hukum dan perbandingan hukum 37. Penelitian iniadalah penelitian normatif
dimana penelitian ini dilakukan dengan memeriksa pustaka atau literatur hukum
yang memiliki relevansi dengan materi kajian dan telah terpublikasi, seperti
peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, buku-buku ilmu hukum.
Penulisan ini lebih menitik beratkan pada penelitian kepustakaan (library research)
37 Soerjono Soekanto. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. UI Press, Jakarta. Hlm. 44.
39
serta bahan-bahan lain yang dapat menunjang dalam kaitannya dengan
pembahasan permasalahan.
1.8.5. Teknik Analisis Bahan Hukum
Bahan-bahan hukum maupun informasi penunjang yang diperoleh akan
diolah dan dianalisis melalui langkah-langkah deskripsi, interpretasi, konstruksi,
evaluasi, argumentasi dan sitematisasi 38. Untuk menganalisis bahan-bahan hukum
yang telah terkumpulmaka penulis menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Teknik analisis yakni analisis dapat dirumuskan sebagai proses penguraian
secara sistimatis dan konsisten terhadap gejala-gejala tertentu 39, dilakukan
pemaparan terhadap hubungan hierarkis antara aturan-aturan hukum yang
berkaitan dengan isu hukum dalam penelitian. Pada tahapan ini juga
dilakukan penyerasian terhadap aturan-aturan hukum yang
bertentangan/konflik. Dilakukan juga analisis terhadap makna yang
terkandung dalam aturan-aturan hukum sehingga keseluruhannya
membentuk satu kesatuan yang saling berhubungan secara logis.
b. Teknik evaluasi yakni penilaian terhadap suatu pandangan, proposisi,
pernyataan rumusan norma, keputusan, baik yang tertera dalam bahan
hukum primer maupun dalam bahan hukum sekunder, kemudian
dieavaluasi/dinilai oleh peneliti apakah tepat atau tidak tepat benar atau
salah, sah atau tidak sah.
38 Program Studi Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana, Universitas Udayana. 2008. Pedoman Penulisan Usulan Penelitian dan Penulisan tesis Ilmu Hukum. Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar. Hlm 13-15 39 Soerjono Soekanto. 1982. Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum. Rajawali, Jakarta. Hlm.137