1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menyusui merupakan hak setiap ibu termasuk ibu bekerja. Dalam Konvensi
Organisasi Pekerja International tercantum bahwa cuti melahirkan selama 14
minggu dan penyediaan sarana pendukung ibu menyusui di tempat kerja wajib
diadakan. Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 Pasal 83 UU
No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mewajibkan para pengusaha untuk
memberikan peluang yang layak pada karyawan wanita yang memiliki bayi yang
masih menyusui (AIMI, 2010).
Jumlah pekerja perempuan di Indonesia, mencapai sekitar 40,74 juta jiwa.
Sebanyak 25 juta jiwa diantaranya berada di usia produktif, karena itu dibutuhkan
perhatian yang memadai agar status ibu bekerja tidak lagi menjadi alasan untuk
menghentikan pemberian ASI eksklusif. Faktor – faktor yang menghambat
keberhasilan menyusui pada ibu bekerja adalah pendeknya waktu cuti kerja,
kurangnya dukungan tempat kerja, pendeknya waktu istirahat saat bekerja
sehingga tidak cukup waktu untuk memerah ASI, tidak adanya ruangan untuk
memerah ASI, pertentangan keinginan ibu antara mempertahankan prestasi dan
produksi ASI (DepKes RI, 2011).
Keberhasilan pemberian ASI eksklusif tidak terlepas dari dukungan sosial baik
dari keluarga, lingkungan maupun tempat kerja. Banyak negara mempunyai
ketentuan menyusui yang mengatur cara pemberian ASI eksklusif (Goldman &
Hatch, 2000). Dalam undang-undang ketenagakerjaan di jelaskan bahwa pekerja
perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya
untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja
(Depnakertrans, 2006).
Memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan dapat menyelamatkan 1,3 juta jiwa
anak diseluruh dunia, termasuk 22% nyawa yang melayang setelah kelahiran.
Sementara itu menurut UNICEF, ASI eksklusif dapat menekan angka kematian
bayi di Indonesia. UNICEF menyatakan bahwa 30.000 kematian bayi di Indonesia
1
2
dan 10 juta kematian anak balita di dunia setiap tahun bisa dicegah melalui
pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan segera setelah kelahiranya tanpa
memberikan makanan dan minuman tambahan kepada bayi. WHO, UNICEF dan
Departemen Kesehatan Republik Indonesia melalui SK Menkes No
450/Men.Kes/SK/IV/2004 tanggal 7 April 2004 telah menetapkan rekomendasi
pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan.
World Health Organization (WHO) dan United Nation Childrens Fund
(UNICEF) telah menetapkan untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayi
selama 6 bulan pertama bayi, namun angka prevalensi pemberian ASI eksklusif di
beberapa Negara bervariasi. Hasil penelitian di 111 kota di Negara Brazil
menunjukkan hanya 13,9% bayi yang diberi ASI eksklusif (Vecancio, 2005).
Di Indonesia 42% anak berumur dibawah 6 bulan pernah mendapat ASI
eksklusif (SDKI, 2012). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013
menunjukkan bahwa pemberian ASI ekslusif sampai usia bayi 6 bulan di
Indonesia masih rendah, yaitu hanya sebesar 42%. Sedangkan pada tahun 2014
terjadi peningkatan sebesar 5,7% menjadi 54,3%. Pemberian ASI di Jawa Tengah
Tahun 2013 sebesar 57,67%. Cakupan pemberian ASI eksklusif di Kab. Brebes
sampai usia bayi 6 bulan mencapai 32,12%, pemberian makanan pendamping ASI
sejak dini, IMD belum sepenuhnya dilaksanakan (DinKes Kab. Brebes, 2013).
Dirjen Gizi dan KIA (2013) menjelaskan masalah utama masih rendahnya
penggunaan ASI di Indonesia adalah faktor sosial budaya, kurangnya
pengetahuan, jajaran kesehatan yang belum sepenuhnya mendukung PP-ASI,
gencarnya promosi susu formula dan kurangnya dukungan masyarakat, termasuk
situasi yang mempekerjakan perempuan. Rendahnya cakupan ASI dipengaruhi
fasilitas yang ada di lingkungan kerja para ibu. Seperti yang diketahui saat ini
kebanyakan ibu berstatus sebagai pekerja. Kondisi lingkungan kerja tidak
mendukung ibu untuk memerah ASI maupun membawa bayinya. Akibatnya tidak
semua ibu bisa menyusui anaknya.
Kembali bekerja setelah cuti melahirkan merupakan kendala suksesnya
pemberian ASI eksklusif. Chatterji dan Frick (2005) menyatakan bahwa kembali
bekerja dalam tiga bulan pertama setelah melahirkan sangat berhubungan dengan
3
penurunan untuk memulai menyusui sebesar 16 - 18%, dan pengurangan durasi
menyusui sekitar 4-5 minggu. Weber, et al. (2011) menyatakan bahwa kembali
bekerja adalah alasan utama berhenti menyusui, dari 60% wanita yang berniat
menyusui namun hanya 40% yang melakukanya. Studi yang dilakukan oleh Chen
et al. (2005) melaporkan bahwa 66.9% responden memberikan ASI selama
mereka cuti yaitu 56 hari dan (10%) yang tetap memberikan ASI setelah mereka
kembali bekerja.
Dari studi pendahuluan kepada 22 guru yang menyusui hanya 2 orang yang
memberikan asi eksklusif, sisanya 20 orang memberikan asi saja kurang dari 6
bulan kemudian disambung dengan susu formula, alasanya belum mengerti
tentang manajemen laktasi ibu bekerja, tidak adanya tempat memerah susu, repot
dan susu yang keluar sedikit.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas penulis mengambil suatu rumusan
masalahnya yaitu “Adakah hubungan dukungan tempat kerja dengan kepatuhan
ibu memberikan ASI eksklusif di Institusi Pendidikan Kabupaten Brebes?”
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan dukungan tempat kerja
dengan kepatuhan ibu memberikan ASI eksklusif di Intitusi Pendidikan
Kabupaten Brebes.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
kesehatan ibu dan anak yang menitikberatkan pada pemberian ASI eksklusif.
2. Manfaat praktis
a. Bagi institusi pendidikan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumbangan pemikiran yang dapat
bermanfaat dan memberikan informasi kepada mereka yang ingin
4
mengetahui tentang dukungan tempat kerja dengan pemberian ASI
eksklusif.
b. Bagi lahan penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukkan untuk
mengevaluasi dan lebih menggalakkan program ASI eksklusif terutama
bagi ibu bekerja di institusi pendidikan untuk membangun sikap yang
baik dan pengambilan keputusan yang tepat sehingga menimbulkan
kepatuhan ibu memberikan ASI eksklusif.
c. Bagi peneliti selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi peneliti
selanjutnya dan bermanfaat untuk pengembangan penelitian tentang
dukungan tempat kerja dengan pemberian ASI eksklusif.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian tentang pemberian ASI eksklusif pernah dilakukan oleh peneliti
sebelumnya, tetapi variabel penelitian saling berbeda, diantaranya:
1. Marian Jarlenski, et al. (2014), meneliti dukungan petugas kesehatan terhadap
perempuan obesitas tentang pemberian ASI eksklusif. Hasilnya dukungan
dokter dapat meningkatkan pemberian ASI eksklusif dan perempuan obesitas
menganggap kandungan ASI sama dengan kandungan susu formula.
Penelitian ini menggunakan statistik deskriptif dengan melakukan model
regresi.
2. Sasha N, et al. (2014), meneliti pengaruh dukungan program penyuluhan
kesehatan ibu postnatal pada primipara. Hasilnya program memberikan
dukungan penyuluhan kesehatan tentang menyusui setelah postnatal ibu
primipara tidak menjamin ibu memberikan ASI eksklusif.
3. Maryam Sattari, et al. (2013), meneliti tentang durasi menyusui ibu bekerja
pada dokter perempuan. Hasilnya durasi menyusui pada dokter perempuan
dari bayi sampai 12 bulan (56 %), menyusui sejak lahir (97 %) dan terus
memberikan ASI setelah 12 bulan (34%) . Durasi menyusui pada dokter
5
perempuan berkorelasi dengan pekerjaan. Penelitian ini menggunakan metode
Cross sectional Study dengan sampelnya adalah dokter perempuan.
4. Hong Lu, et al. (2011), meneliti tentang dukungan keluarga terhadap perilaku
menyusui pada ibu baru. Hasilnya bahwa mereka yang memberikan ASI
eksklusif sebagin besar di dukung oleh keluarganya. Penelitian ini
menggunakan metode Cross sectional Study dengan sampelnya adalah ibu
primipara dengan kriteria inklusinya adalah ibu sedang menyusui sebelum
usia bayi 4 bulan.
5. Taveras, et al. (2003), meneliti tentang dukungan dokter dan faktor
psikososial terhadap penghentian meyusui pada ibu post partum. Hasilnya
menyatakan ibu yang melahirkan 40 hari pertama dibandingkan dengan
multipara lebih tidak kontinyu memberikan ASI dalam 2 minggu dan 12 minggu
pertama.