Minannur, 2013 Penerapan Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikulturalisme Dalam Pengembangan Nilai Toleransi Di Sekolah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Republik Indonesia dibangun atas keragaman agama dan etnis. Ideologi
Pancasila didasarkan pembentukannya untuk mengakomodir keragaman itu. Sila
pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa” merupakan aliansi perubahan dari
redaksional ideologis “Ketuhanan, dengan kewajiban mengamalkan Syari’at Islam
bagi Pemeluk-Pemeluknya”. Dilihat dari pemeluk agama terdapat beberapa
agama (yang diakui pemerintah) dan dipeluk oleh penduduk Indonesia yang
berjumlah 237.6 juta jiwa (Damanik, Kompas.com, 2010). Bangsa Indonesia
mengakui beberapa agama yaitu, Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan,
Budha, Hindu, dan Konghucu.
Dalam konteks internal agama, terdapat pula keragaman aliran, mazhab,
dan sekte. Ajaran agama Islam mengenal berbagai aliran atau mazhab. Selain
agama terdapat pula 245 aliran kepercayaan (Kementerian kebudayaan dan
pariwisata, 2003). Ada mazhab di bidang aqidah, ada mazhab di bidang fiqh, dan
ada mazhab di bidang politik (Adam, 2010: 17).
Keragaman suku, budaya, dan ideologi keagamaan sebagai entitas yang
tidak terelakkan dalam kehidupan manusia, sebagaimana ditegaskan di dalam Al
Qur’an (Q.S. Al Hujurat: 13) yang artinya: “Wahai sekalian manusia,
sesungguhnya kami telah menciptakan kamu dari jenis laki-laki dan perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling
Minannur, 2013 Penerapan Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikulturalisme Dalam Pengembangan Nilai Toleransi Di Sekolah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
mengenal...” (QS. Al Hujurat: 13). Implikasi dari keragaman ini dapat
menyebabkan terjadinya perbedaan prespektif dalam berbagai aspek, termasuk
penafsiran ajaran agama. Dalam Islam terdapat aspek tertentu yang multi-
interpretatif terkait pemikiran keislaman, namun dalam aspek peneguhan aqidah
bersifat mutlak ( Umar, 1999 : 7).
Realitas keragaman tersebut dapat dikembangkan berdasar pada penguatan
toleransi internal dan eksternal penganut agama. Toleransi internal dilakukan
karena di dalam satu agama terdapat bermacam-macam aliran/paham keagamaan,
sedangkan toleransi eksternal bermakna saling menghormati antarpemeluk agama
(Adam, 2010: 16).
Noer (2001 : 239) mengemukakan bahwa pluralisme sebagai sikap yang
mengakui dan menghargai yang plural secara etnis, kebudayaan dan keagamaan
tentu sangat diperlukan untuk menciptakan dan memelihara kerukunan beragama.
Karena itu, sikap ini harus ditumbuhkan pada diri generasi muda bangsa kita.
Selain toleransi, semangat pluralisme dan multikulturalisme dapat
dikembangkan melalui upaya peningkatan penghayatan dan pengamalan ajaran
agama serta peningkatan pendidikan keagamaan, karena pendidikan keagamaan
merupakan prasyarat dan kondisi yang mutlak bagi masyarakat untuk dapat
melakukan rekonstruksi pemikiran dan praktik keislaman ditengah kehidupan
masyarakat yang plural (Noer, 2001: 242). Pendidikan keagamaan memiliki peran
strategis untuk mengembalikan cara berpikir dan sikap peserta didik agar dapat
memahami pluralitas bermasyarakat.
Minannur, 2013 Penerapan Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikulturalisme Dalam Pengembangan Nilai Toleransi Di Sekolah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Kemajemukan, disamping sebagai potensi kehidupan sosial untuk saling
bantu membantu, juga memiliki potensi untuk terjadinya ketegangan sosial.
Persaingan untuk merebut kepentingan dan harta benda, menyebabkan perpecahan
dalam keragaman. Isu agama sering dimunculkan untuk dijadikan alat untuk
merebut kepentingan dan harta benda.
Kymlicka (Arifin, 2010: 3) mengemukakan bahwa perbedaan identitas
budaya bukan penyebab langsung, tetapi sikap masyarakat terhadap perbedaan
identitas itu sebagai sumber pemicunya. Dikatakannya pulralitas etnik, ras, dan
agama sebagai corak negara-negara postkolonial lebih berfungsi banyak sebagai
faktor disintegratif daripada faktor integratif sebagai efek dari kekeliruan mereka
dalam memahami dan mensikapi pluralitas yang ada.
Selanjutnya Al Muchtar (2004: 5) menjelaskan bahwa konflik etnisitas,
termasuk konflik agama sebagai akibat ketidakcerdasan masyarakat terhadap
realitas diversitas etnis. Sedangkan Karnavian (2009: 75) menyatakan bahwa
konflik terjadi bukan karena multikulturalitas kebangsaan, tetapi secara mikro
lebih disebabkan oleh ketidakpuasaan antar perilaku lintas suku, agama,
keamanan, dan birokrasi.
Dinamika kehidupan sosial masyarakat Kota Palu sering diwarnai bentrok
antar suku, antar penganut agama serta antar kelompok pemuda, namun tidak
sampai meluas seperti kerusuhan Poso yang berlangsung dari 1998 – 2005
(Dokumen Kerusuhan Poso, 2007). Walaupun demikian, tetap saja kekerasan
sosial itu selalu menelan korban harta dan jiwa seperti kasus perkelahian antar
Minannur, 2013 Penerapan Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikulturalisme Dalam Pengembangan Nilai Toleransi Di Sekolah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
kampung, penembakan misterius, pemboman tempat-tempat ibadah dan fasilitas
umum. Kejadian seperti itu berimbas adanya sikap curiga dan tidak adanya sikap
saling menghargai dan menyebabkan lunturnya nilai-nilai toleransi di antara
warga.
Ketegangan dan kerusuhan yang bernuansa agama di beberapa daerah di
Indonesia juga terus berlanjut yang mengakibatkan hancurnya tempat-tempat
ibadah. Fenomena ini sebenarnya menunjukkan adanya kesenjangan (gap) antara
idealitas agama (das sollen) sebagai ajaran dan pesan-pesan suci Tuhan, dengan
realitas empirik yang terjadi dalam masyarakat (das sein) (Zainuddin, 2006: 190).
Setiap kelompok masyarakat selalu menganggap diri mereka sebagai
golongan yang terbaik dibandingkan dengan kelompok lainnya. Kelompok itu
terwujud dalam bentuk kelompok agama atau suku. Berbagai gejolak muncul dan
meledak diakibatkan oleh etnosentrisme itu. Ibnu Khaldun (1986 : 57) menyebut
ego kelompok sebagai ta’assub. Solidaritas kelompok disebut ashabiyah. Untuk
membangun persaudaraan sesama umat manusia disebut al-‘usbah.
Gagasan Ibnu Khaldun tentang perbedaan-perbedaan pandangan golongan
pada setiap kelompok masyarakat, menjadi basis sosiologi masyarakat modern
untuk mengurai sejumlah kemelut yang melanda masyarakat. Seruan toleransi
kepada orang-orang selain dari golongan kelompoknya, menjadi seruan global
untuk mewujudkan perdamaian dunia.
Fajar (2005: 173-176) melihat faktor yang menyebabkan agama terjebak
dalam arena konflik sosial karena:
Minannur, 2013 Penerapan Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikulturalisme Dalam Pengembangan Nilai Toleransi Di Sekolah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
1) pemahaman yang dangkal terhadap apa yg dipandang mempunyai nilai
otoritatif dan kemutlakan dalam agama. 2) kerangka pandang teologis ekslusif
simbolistik berimplikasi pada lahirnya warisan stigma sejarah masa lalu yang
terus melekat sebagai memori dan membentuk kesadaran kolektif para
pemeluk agama yang dapat menimbulkan prasangka-prasangka negatif
terhadap eksistensi dan dinamika agama lain. 3) agama mudah dimanfaatkan
untuk memblow-up isu-isu di luar dunia keagamaan yang sedang mengemuka.
4) dalam konteks pluralitas agama, kegiatan dakwah acapkali menimbulkan
gesekan-gesekan dengan komunitas lain sebagai akibat dari dangkalnya
orientasi.
Pancasila yang merupakan dasar ideologi bangsa, pandangan hidup
bangsa, cita-cita bangsa dan sumber dari segala sumber hukum Negara Kesatuan
Republik Indonesia telah mengisyaratkan tentang karakter dan pola fikir seluruh
rakyat Indonesia. Lima butir Pancasila itu menggambarkan bagaimana sebenarnya
sifat asli bangsa Indonesia dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan saling
menghargai berbagai perbedaan.
Namun realita yang saat ini terjadi sangat jauh dengan apa yang selama ini
dicita-citakan. Rasa solidaritas antara pemerintah dengan rakyat atau rakyat
dengan sesama rakyat Indonesia seakan-akan telah terkikis seiring dengan
berbagai perkembangan zaman yang seolah belum mampu diikuti oleh bangsa
Indonesia. Perbedaan yang seharusnya mengajari kita untuk saling menghargai
dan menghormati kini seolah menjadi hal yang tabu. Kekuasaan yang dimiliki
oleh pemerintah juga sering disalahartikan untuk menindas rakyatnya.
Masih segar diingatan kita tragedi kerusuhan Poso yang terjadi dari tahun
1998 sampai 2005 (Dokumen Kerusuhan Poso, 2007) yang menelan korban
nyawa dan harta benda yang tidak sedikit jumlahnya. Kekerasan yang
mengatasnamakan agama di daerah yang dulunya masyarakat hidup
berdampingan dengan damai, saling bahu membahu tiba-tiba berubah 180 derajat
Minannur, 2013 Penerapan Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikulturalisme Dalam Pengembangan Nilai Toleransi Di Sekolah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
dengan adanya kerusuhan. Sikap tidak percaya dan saling mencurigai di
masyarkat antara pemeluk agama (Kristen dan Islam) telah mencabik kedamaian
di tanah Sintuvu Maroso.
Kota Ambon Manise telah menjadi saksi sejarah buram kedamaian dan
persatuan di Indonesia. Hal ini karena kerusuhan Ambon yang terjadi selama
Januari hingga maret 1999 telah menjadi kerusuhan berdarah yang mengerikan
(AnneAhira.com). Kota yang ditinggali oleh masyarakat berbeda agama sebelum
kerusuhan 1999 adalah kota yang aman walaupun, ada terjadi kekerasan kecil
yang disebabkan oleh hal-hal kecil tetapi tidak sampai menyulut kerusuhan besar.
Isu agama yang dilontarkan untuk memprovokasi massa sebagai satu-satunya
penyebab kerusuhan tersebut.
Diakhir tahun 2011 lalu, saat seluruh rakyat Indonesia berharap tragedi
kemanusiaan di Bima menjadi penutup kisah suram pertikaian di Indonesia pada
tahun 2011, justru kembali terjadi lagi fenomena yang cukup menyita perhatian
kita. Pembakaran Pondok Pesantren dan sejumlah rumah pengikut Islam Syiah di
Sampang Madura yang kali ini dilakukan oleh sesama warga. Alasan dari
pembakaran tersebut adalah perbedaan cara beribadah antara pengikut syiah
dengan masyarakat lainnya yang juga memeluk agama Islam. Ini merupakan satu
pukulan telak bagi kita yang mengaku plural tapi justru melakukan hal-hal brutal
karena dipicu perbedaan yang ada (Kompas, Desember 2011). Bukankah insan
yang mengaku beragama seharusnya mengedepankan etika dalam menyelesaikan
perbedaan yang ada apalagi dengan orang yang seakidah dengannya. Padahal
Minannur, 2013 Penerapan Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikulturalisme Dalam Pengembangan Nilai Toleransi Di Sekolah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
MUI telah mengisyaratkan bahwa Syiah bukanlah aliran sesat dalam agama Islam
dan diterima keberadaannya didunia sebagai bagian dari Islam (Adam, 2012 : 2).
Kerusuhan yang terjadi baru-baru ini dikala umat muslim merayakan
lebaran idul fitri pada 26 Agustus 2012, yaitu perseteruan antara pengikut Syi’ah
dan pengikut Sunni di Sampang Madura (Kompas, Agustus 2012).
Citra kesantunan rakyat Indonesia yang selama ini menjadi contoh bagi
negara lain dalam membina kerukunan umat beragama seakan luntur dengan
kejadian yang sangat disayangkan oleh berbagai pihak tersebut. Tak kurang kasus
ini mengundang reaksi dari berbagai ormas Islam yang mengatakan kedewasaan
masyarakat semakin lama semakin merosot dalam menghadapi perbedaan
terutama yang menyangkut keyakinan yang ada.
Menurut Mulyana (2000: 237) menyatakan bahwa salah satu usaha untuk
menanggulangi konflik adalah dengan mendidik manusia untuk menjadi pribadi
yang menghargai keanekaragaman budaya. Melalui pendidikan kita dapat
menciptakan generasi yang tidak terkungkung oleh pandangan kesukuan dan
ideologi agama tertentu.
Untuk mencapai tujuan tersebut, salah satu bidang studi yang harus
dipelajari oleh peserta didik di sekolah adalah Pendidikan Agama Islam yang
dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sserta berakhlak mulia. Dengan demikian
pendidikan agama termasuk Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah diatur oleh
Undang-undang, baik yang berkaitan dengan sarana dan prasarana pendidikan,
Minannur, 2013 Penerapan Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikulturalisme Dalam Pengembangan Nilai Toleransi Di Sekolah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
biaya pendidikan, tenaga pengajar, kurikulum, dan komponen pendidikan lainnya
(Saleh, 2005: 17).
Namun, Pendidikan Agama Islam yang di sekolah masih banyak
kelemahan bahkan oleh sebagian pihak dianggap gagal, kegagalan ini dapat
dirasakan dari dekadensi moral dan diabaikannya nilai-nilai ajaran agama.
Pendidikan agama tidak mampu mencegah peserta didik berperilaku buruk seperti
pergaulan bebas, tawuran, narkoba, konflik sara, kurangnya toleransi dan
penghargaan kepada orang lain. Melihat hal itu banyak kalangan yang meragukan
keefektifan Pendidikan Agama Islam bagi peningkatan kesadaran peserta didik
baik secara agama maupun kultural.
Noer dalam Sumarthana (2001: 239-240) menyatakan setidaknya ada
empat faktor penyebab kegagalan tersebut, yaitu: Pertama, penekanannya lebih
pada proses trasnfer ilmu agama ketimbang pada proses transformasi nilai-nilai
keagamaan dan moral kepada anak didik; Kedua, sikap bahwa pendidikan agama
tidak lebih dari sekedar sebagai “hiasan kurikulum” belaka dan sebagai
“pelengkap” yang dipandang sebelah mata; Ketiga, kurangnya penekanan pada
nilai moral yang mendukung kerukunan antara agama, seperti cinta, kasih sayang,
persahabatan, suka menolong, suka damai dan toleransi; Keempat, kurangnya
perhatian untuk mempelajari agama-agama lain.
Berdasarkan pengamatan Budimansyah (2009:289), pelaksanaan
pendidikan di sekolah tidak mengarah pada misi sebagaimana seharusnya.
Beberapa indikasi empirik yang menunjukkan salah arah tersebut antara lain
sebagai berikut. Pertama, proses pembelajaran di sekolah lebih menekankan pada
Minannur, 2013 Penerapan Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikulturalisme Dalam Pengembangan Nilai Toleransi Di Sekolah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
dampak instruksional (instructional effects) yang terbatas pada penguasaan materi
(content mastery) atau dengan kata lain hanya menekankan pada dimensi
kognitifnya saja. Pengembangan dimensi-dimensi lainnya (afektif dan
psikomototik) dan pemerolehan dampak pengiring (nurturant effects) sebagai
“hidden curriculum” belum mendapat perhatian sebagaimana mestinya. Kedua.
Pengelolaan kelas belum mampu menciptakan suasana kondusif dan produktif
untuk memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik melalui perlibatannya
secara proaktif dan interaktif baik dalam proses pembelajaran di kelas maupun di
luar kelas (intra dan ekstra kurikuler) sehingga berakibat pada miskinnya
pengalaman belajar yang bermakna (meaningful learning) untuk mengembangkan
kehidupan dan perilaku peserta didik. Ketiga, pelaksanaan kegiatan ekstra-
kurikuler sebagai wahana sosio-pedagogis untuk mendapatkan “hands-on
experience” juga belum memberikan kontribusi yang signifikan untuk
menyeimbangkan antara penguasaan teori dan praktek pembiasaan perilaku dan
keterampilan dalam berkehidupan yang demokratis dan sadar hukum.
Pendidikan damai dalam masyarakat multikultural menjadi perhatian
UNESCO dalam merespon berkecamuknya konflik dan perang di berbagai
belahan dunia. Pendidikan di sekolah dan kelas di yakini bisa menjadi contoh
terdepan menunjukkan sikap toleransi, saling menghormati, dan hidup damai
dengan orang lain (Kompas, 7 Maret 2011).
Pendidikan berbasis multikultural terus diajarkan dalam lingkungan
persekolahan, untuk membekali peserta didik untuk dapat hidup berdampingan
dengan orang-orang yang di luar kelompoknya. Peserta didik akan terbiasa dalam
Minannur, 2013 Penerapan Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikulturalisme Dalam Pengembangan Nilai Toleransi Di Sekolah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
lingkungan sekolah yang bilamana kebijakan lembaga pendidikan itu dapat
menciptakan lingkungan yang kondusif, nyaman, dan harmonis.
Pendidikan agama akan dapat memenuhi fungsinya apabila ia mampu
menggerakkan para anak didik untuk belajar mengamalkan ajaran-ajaran agama
yang mereka terima dalam kehidupan sehari-hari. Jika pendidikan agama yang
hanya menekankan hafalan, maka kurang relevansi dengan usaha-usaha
mengelola perubahan sosial (Noer, 2001: 235).
Pendidikan agama yang hanya menampilkan keyakinan keagamaan
semata-mata tanpa mengajarkan aspek sosial dari agama itu, selalu mengantarkan
siswa untuk fanatik terhadap agama yang dianutnya. Fanatisme yang membabi
buta selalu melahirkan bentrok sosial, karena tidak adanya kemampuan
komunikatif antar agama dan kultural.
Pendidikan Agama Islam berbasis multikultural merupakan alternatif
untuk memperbaiki berbagai permasalahan pendidikan yang dihadapi dan
diharapkan mampu memberi solusi agar terjalin sikap saling menghormati dan
saling menghargai, serta meningkatkan kebersamaan di antara peserta didik yang
berbeda agama dan budaya. Sardjiyo dalam Hamid (2009: 237) mengemukakan
bahwa pendidikan multikultural yang menjadi basis pendidikan Islam menjadi
jembatan emas yang menghubungkan lembaga pendidikan dari kemanusiaan
masyarakatnya dengan berbagai keragaman. Pendidikan multikultural senantiasa
mengakomodasi semua keinginan dan kebutuhan semua masyarakat yang
multikultur.
Minannur, 2013 Penerapan Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikulturalisme Dalam Pengembangan Nilai Toleransi Di Sekolah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Mathar dalam Hamid (2009:11) mengemukakan bahwa tidak dapat
dipungkiri, Indonesia terdiri dari berbagai ras yang berbeda (baik asli, dari luar,
maupun campuran), suku bangsa yang berbeda (bangsa Jawa, bangsa Bugis,
bangsa Melayu, bangsa Batak, sdan sebagainya), berbagai agama yang berbeda,
berasal dari banyak negara pribumi (kerajaan Majapahit, kerajaan Sriwijaya,
kerajaan Aceh, kerajaan Bugis, kerajaan Makassar, dan lain-lain), dan bercorak-
ragam kebudayaan yang berbeda. Karena itu, semua keanekaragaman yang saling
berbeda itu harus diterima sebagai kenyataan bangsa Indonesia. Kesadaran
sebagai bangsa yang multikultural seyogyanya ditumbuhkan terus.
Lembaga-lembaga pendidikan merupakan ajang penanaman nilai-nilai
toleransi, kemudian seyogyanya dapat diintegrasikan dalam masyarakat luas. Jika
integrasi itu gagal, maka pencapaian nilai-nilai toleransi tidak maksimal. Peserta
didik diajarkan kebaikan dalam persekolahan, tapi tidak mendapatkan keteladan di
luar sekolah, maka akan menimbulkan ketimpangan pencapaian hasil.
Oleh karena itu, integrasi nilai toleransi seyogyanya terjelma dalam semua
lapisan masyarakat. Disinilah peran pemerintah untuk mengoptimalkan
keikutsertaan masyarakat dalam membangun peradaban nilai. Pemerintah Kota
Palu Provinsi Sulawesi Tengah membuahkan kebijakan holistik dan integratif
dengan menyerukan sistem kehidupan multikultural. Kota ini telah berhasil
memperlihatkan wajah multikultural dengan tidak terprovokasi oleh insiden-
insiden yang terjadi di Kabupaten Poso.
Saat ini, dunia pendidikan kita tengah mencoba sejumlah inovasi
pendidikan. Banyak hal baru yang diperkenalkan dalam dunia pendidikan seiring
Minannur, 2013 Penerapan Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikulturalisme Dalam Pengembangan Nilai Toleransi Di Sekolah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
dengan perubahan orientasi kebijakan Pendidikan Nasional dari yang sentralistik
ke desentralistik. Pemerintah Kabupaten / Kota senantiasa melakukan inovasi
pendidikan berbasis lokal di daerahnya masing-masing. Misalnya, Pemerintah
Kota Palu memprakarsai pendidikan berbasis multikultural, karena di daerah itu
hadir berbagai penganut agama, aliran keagamaan, dan berbagai etnis lokal di
Sulawesi Tengah menjadikan Kota Palu sebagai etalase kehidupan sosial.
Berdasarkan latar belakang masalah ini, penulis tertarik membuat
rancangan penulisan tesis dengan judul, “PENERAPAN PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM BERBASIS MULTIKULTURALISME DALAM PENGEMBANGAN
NILAI TOLERANSI DI SEKOLAH (Studi Kasus SMA Negeri 3 Palu)”.
B. Identifikasi Masalah dan Pertanyaan Penelitian
Pada pergaulan siswa di sekolah, sering terjadi kelompok mayoritas
meremehkan kelompok minoritas, tawuran antar pelajar yang disebabkan oleh
perbedaan agama dan suku, sering guru dan kepala sekolah tidak memperdulikan
kekerasan yang terjadi pada kelompok minoritas, kurangnya perhatian sekolah
terhadap pentingnya nilai toleransi dalam menumbuhkan sikap saling menghargai
dalam lingkungan sekolah.
Berlandaskan identifikasi masalah di atas dapat dijabarkan dalam
pertanyaan penelitian berikut :
1. Bagaimana desain pembelajaran Pendidikan Agama Islam berbasis
multikulturalisme dalam mengembangkan nilai toleransi di SMA Negeri 3
Palu?
Minannur, 2013 Penerapan Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikulturalisme Dalam Pengembangan Nilai Toleransi Di Sekolah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
2. Bagaimana pelaksanaan Pendidikan Agama Islam berbasis multikulturalisme
dalam pengembangan nilai toleransi di SMA Negeri 3 Palu?
3. Bagaimana hasil pembelajaran Pendidikan Agama Islam berbasis
multikulturalisme dalam pengembangan nilai toleransi di SMA Negeri 3
Palu?
4. Bagaimanakah solusi dalam menghadapi hambatan pada pelaksanaan
Pendidikan Agama Islam berbasis multikulturalisme dalam pengembangan
nilai toleransi di SMA Negeri 3 Palu?
C. Tujuan Penelitian
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan
Pendidikan Agama Islam berbasis Multikultural dalam pengembangan nilai
toleransi di SMA Negeri 3 Palu.
Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui desain pembelajaran Pendidikan Agama Islam berbasis
multikulturalisme dalam mengembangkan nilai toleransi di SMA Negeri 3
Palu.
2. Mengetahui pelaksanaan Pendidikan Agama Islam berbasis multikulturalisme
dalam pengembangan nilai toleransi di SMA Negeri 3 Palu.
3. Mengetahui hasil pembelajaran Pendidikan Agama Islam berbasis
multikulturalisme dalam pengembangan nilai toleransi di SMA Negeri 3 Palu
Minannur, 2013 Penerapan Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikulturalisme Dalam Pengembangan Nilai Toleransi Di Sekolah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
4. Mengetahui solusi dalam menghadapi hambatan pada pelaksanaan
Pendidikan Agama Islam berbasis multikulturalisme dalam pengembangan
nilai toleransi di SMA Negeri 3 Palu.
D. Signifikansi dan Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut :
1. Untuk pengembangan ilmu pendidikan khususnya pendidikan agama Islam
berbasis multikultural dari aspek nilai toleransi yang diimplementasikan
dalam kehidupan multikultural.
2. Meningkatkan toleransi sesama warga negara dalam rangka
mengharmonisasikan perbedaan-perbedaan kesukuan, agama, ras, dan antar
kelompok.
3. Memberikan pemahaman yang mendalam kepada siswa untuk menanamkan
nilai toleransi dalam kehidupan sehari-hari.
4. Sumbangan bagi Pemerintah kota Palu untuk meningkatkan pendidikan
berbasis multikulturalisme pada sekolah-sekolah yang berbasis multikultural.
E. Asumsi Penelitian
Asumsi merupakan anggapan-anggapan sebelum penelitian dilakukan. Hal
ini bertujuan untuk membangun kerangka teoritis dan kerangka pemikiran penulis.
1. Pendidikan Agama Islam berbasis multikultural akan dapat mencapai
tujuannya bilamana seluruh guru di sekolah menampilkan nilai-nilai toleransi
dan sikap saling menghargai pada setiap mata pelajaran yang diajarkan.
Minannur, 2013 Penerapan Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikulturalisme Dalam Pengembangan Nilai Toleransi Di Sekolah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
2. Nilai-nilai toleransi akan terpancar dalam diri setiap siswa pada pergaulan
sosial di lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat jika lembaga
pendidikan dan struktur sosial mendukung serta menampilkan keteladanan
yang dapat dicontoh oleh para siswa.
3. Kehidupan multikultural merupakan fitrah manusia yang harus diakomodasi
oleh lembaga pendidikan dalam rangka membangun karakter bangsa yang
yang damai dan sejahtera.
F. Sistematika Penulisan
Keseluruhan penulisan tesis ini yang terdiri dari lima bab, yang terdiri
dari:
Bab I berisi pendahuluan. Dalam bab ini terbagi dalam bagian ke dalam
beberapa sub bab yaitu: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi dan Rumusan
Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Signifikansi dan Manfaat Penelitian, (5)
Asumsi Penelitian dan, (6) Sistematika Penulisan.
Bab II berisi kajian pustaka. Pada bab ini diuraikan tentang kajian pustaka
yang merupakan kerangka teori yang berhubungan dengan penelitian penulis yang
berisi tentang: (1) Pendidikan Agama Islam dan Ruang lingkupnya, (2) Konsep
multikulturalisme dan Ruang Lingkupnya, (3) Konsep Toleransi, dan (4) Peranan
Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikulturalisme dalam Pengembangan Nilai
Toleransi di sekolah.
Bab III berisi metodologi penelitian. Dalam bab ini diuraikan tentang
tindakan yang tepat digunakan dalam melakukan pra penelitian, proses penelitian
Minannur, 2013 Penerapan Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikulturalisme Dalam Pengembangan Nilai Toleransi Di Sekolah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
dan menyimpulkan hasil penelitian yang terdiri dari: (1) Jenis Penelitian, (2)
Definisi konseptual, (3) Lokasi dan Subyek penelitian, (4) Teknik Pengumpulan
Data, (5) Sumber Data, (6) Teknik Analisis Data, (7) Validatas Data.
Bab IV berisi hasil penelitian dan pembahasan. Pada bab ini terdiri dari
tiga sub judul yang menguraikan tentang: (1) Deskripsi Lokasi Penelitian, (2)
Hasil temuan penelitian, dan (3) Pembahasan hasil temuan.
Bab V berisi kesimpulan dan rekomendasi. Bab ini menguraikan tentang
kesimpulan yang berisi interpretasi peneliti mengenai hasil penelitian yang
disusun secara sistematis, juga pada bab ini berisi tentang rekomendasi penulis.
Minannur, 2013 Penerapan Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikulturalisme Dalam Pengembangan Nilai Toleransi Di Sekolah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu