1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cedera adalah kerusakan fisik yang disebabkan oleh kekuatan yang tidak
dapat di toleransi dan diduga sebelumnya. Menurut Riskesdas (2013) cidera
adalah kejadian atau peristiwa yang mengakibatkan cedera dan akan
menyebabkan aktifitas sehari-hari terganggu. Menurut World Health Organization
(WHO) dalam Lubis, Hasanah, dan Dewi (2015 : 1335) cedera merupakan
terjadinya kerusakan fisik dimana ketika tubuh manusia tiba-tiba mengalami
penurunan energi dalam jumlah yang melebihi batasnya atau akibat dari
kurangnya satu atau lebih elemen penting seperti oksigen. Menurut Makhfudli &
Efendi (2009 : 101) mengatakan bahwa pengetahuan merupakan hasil tahu, dan
ini terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan pada objek tertentu.
Pengetahuan atau kognitif merupakan hal yang sangat penting dalam
pembentukan tindakan seseorang (overt behavior). Dari adanya pengalaman dan
suatu penelitian yang telah terbukti, jika perilaku yang didasari dengan
pengetahuan maka akan lebih bertahan lama dari pada perilaku yang tidak
didasari dengan pengetahuan. Pengetahuan dasar dan pemahaman terkait
pertolongan pertama sangat penting untuk individu agar dapat memberikan
perawatan darurat jika terjadi kedaruratan medis, bisa jadi pengetahuan dasar dan
pemahaman pertolongan pertama tersebut dapat menyelamatkan nyawa dan
meminimalisir terjadinya cedera dan keparahan akibat cedera yang ditimbulkan
(Semwal et al, 2017 : 2934).
2
WHO sendiri menyebutkan bahwa cedera bertanggung jawab untuk sekitar
950.000 kematian tiap tahunnya pada anak usia dibawah 18 tahun. Sekitar
230.000 kematian terjadi pada anak usia 5-14 tahun. Riskesdas (2013 : 10)
menyebutkan bahwa prevalensi cedera nasional adalah 8,2% dan prevalensi
penyebab terbanyak dari cedera adalah jatuh (40,9%) dan kecelakaan sepeda
motor (40,6%), selanjutnya penyebab cedera karena terkena benda tajam/tumpul
(7,3%), transportasi darat lain (7,1%), dan kejatuhan (2,5%). Di Jawa Timur
prevalensi cedera tertinggi berdasarkan penyebabnya adalah jatuh (43,2%),
kecelakaan sepeda motor (37,9%), transportasi darat lain (8,5%), benda
tajam/tumpul (7,2%) dan usia tertinggi yang mengalami cedera adalah usia 15-24
tahun (11,7%) dan usia 5-14 (9,7%). Proporsi jenis cedera di Indonesia
didominasi oleh luka lecet/memar sebesar 70,9%, terkilir 27,5%, dan luka robek
sebesar 23,2%. Cedera yang tidak disengaja mencapai hampir 90% kasus dan
cedera merupakan penyebab utama kematian bagi anak-anak berusia 10-19 tahun
dan mewakil lebih dari 95% kematian di negara berpenghasilan rendah dan
menengah. Selain kematian, dampaknya meliputi kecacatan dan biaya
pengobatan, rehabilitasi, dan kehilangan produktifitas (Ahdan et al, 2016 : 2).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di MTs Nurul Huda
dan SMP Shalahuddin Kota Malang dengan cara wawancara, peneliti
mendapatkan informasi bahwa sekolah telah bekerjasama dengan puskesmas dan
rumah sakit terdekat terkait kesehatan dilingkungan sekolah dan beberapa kali
telah dilakukan penyuluhan terkait menjaga kesehatan diri sendiri dan
pertolongan pertama yang dilakukan oleh puskesmas dan sekolah juga
mendapatkan pendidikan pertolongan pertama melalui organisasi pramuka. Salah
satu guru di SMP Shalahuddin mengatakan bahwa guru di SMP Shalahuddin
3
telah mendapatkan bekal pertolongan pertama dasar di organisasi pramuka yang
ada di sekolah tersebut. Dalam hal ini intensitas terjadinya cedera di MTs Nurul
Huda mencapai 10% dari 153 siswa yaitu 15 siswa dan 5% dari 352 yaitu 18
siswa di SMP Shalahuddin, selebihnya cedera terjadi saat dilakukannya ekstra
kulikuler di lingkungan sekolah. Dari informasi saat wawancara, penanganan
pertolongan pertama hanya dilakukan oleh guru UKS dan guru atau murid yang
sedang melakukan piket UKS. Cara melakukan pertolongan pertama pun tidak
sesuai dengan teori yang ada. Kedua sekolah tersebut juga memiliki lingkungan
yang beresiko, dimana kedua sekolah tersebut memiliki lapangan yang terbuat
dari paving block dan SMP Shalahuddin memiliki bangunan yang bertingkat dan
kedua sekolah tersebut berlokasi di pinggir jalan yang dilewati oleh kendaraan
bermotor.
Pada usia remaja awal (usia 12-16 tahun), anak akan lebih rentan mengalami
cedera dan usia tersebut memiliki resiko tinggi terhadap cedera karena usia
remaja merupakan usia yang sedang aktif-aktifnya untuk melakukan kegiatan
disekolah. Aktifitas yang sering menyebabkan cedera pada anak adalah bermain,
berjalan-jalan, bersepeda, berolah raga, dan aktifitas lainnya (Lubis, Hasanah, &
Dewi, 2015 : 1335). Menurut penelitian Sonme et al (2014 : 239), dalam
terjadinya cedera disekolah, guru memiliki peran penting dalam hal mencegah
kematian dan bahaya lebih lanjut dengan pemberian intervensi yang sederhana
dan tepat. Oleh karena itu guru harus mengetahui aturan dasar praktik
pertolongan pertama. Pertolongan pertama merupakan tanggung jawab dari
semua orang. Tujuan dari pertolongan pertama adalah untuk melestarikan
kehidupan, mendorong pemulihan dan mencegah memburuknya kondisi umum
korban dan membawa korban dengan cepat menuju tempat pertolongan medis
4
terdekat jika diperlukan (Hemavathy, Paul, & Nancy, 2016 : 231). Lingkungan
sekolah adalah tempat dimana anak-anak dan remaja menghabiskan sekitar
sepertiga dari hari mereka dan di lingkungan sekolah juga siswa sering
mengalami cedera (Neto et al, 2015 : 2). Menurut Jone & Bartlett (2006) dalam
Endiyono dan Lutfiasari (2016 : 10 & 11) menjelaskan bahwa pertolongan
pertama di sekolah adalah upaya pertolongan dan perawatan secara sementara
pada korban di sekolah sebelum mendapatkan pertolongan yang lebih baik dari
dokter atau paramedik.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan berperan
penting terhadap perilaku pertolongan pertama yang diterapkan oleh guru saat
melakukan tindakan pertolongan pertama di lingkungan sekolah. Pentingnya
penanganan pertolongan pertama pada cedera adalah untuk menghindarkan dari
keparahan dan kecacatan yang diakibatkan oleh cedera itu sendiri. Oleh karena
itu, pengetahuan serta perilaku guru terkait pertolongan pertama pada cedera
perlu dikaji untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan perilaku guru tentang
pertolongan pertama pada cedera.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan guru dengan perilaku
pertolongan pertama pada cedera di lingkungan sekolah menengah pertama
Kota Malang ?
5
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan guru dengan perilaku
pertolongan pertama pada cedera di lingkungan sekolah menengah pertama di
Kota Malang.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan guru tentang pertolongan pertama
pada cedera.
2. Mengidentifikasi perilaku guru pada pertolongan pertama pada cedera.
3. Menganalisa hubungan tingkat pengetahuan guru dengan perilaku
pertolongan pertama pada cedera di lingkungan sekolah menengah
pertama di Kota Malang.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
1) Mengetahui adakah hubungan tingkat pengetahuan guru dengan perilaku
pertolongan pertama pada cedera di lingkungan sekolah menengah
pertama di Kota Malang.
2) Menerapkan pengetahuan terkait riset keperawatan yang sudah didapatkan
untuk memperoleh informasi terkait hubungan tingkat pengetahuan guru
dengan perilaku pertolongan pertama pada cedera di lingkungan sekolah
menengah pertama di Kota Malang.
1.4.2 Manfaat Praktis
Manfaat dari penelitian ini yaitu dapat memperluas wawasan sebagai
mahasiswa keperawatan terkait hubungan tingkat pengetahuan guru dengan
6
perilaku pertolongan pertama pada cedera di lingkungan sekolah menengah
pertama di Kota Malang serta memberikan informasi khususnya kepada guru
sekolah menengah pertama di Kota Malang dan upaya untuk meningkatkan
serta mengembangkan pengetahuan terkait pertolongan pertama pada cedera.
1.5 Keaslian Penelitian
1. Penelitian yang dilakukan oleh Endiyono dan Arum Lutfiasari (2016) Pendidikan
Kesehatan Pertolongan Pertama Berpengaruh Terhadap Tingkat Pengetahuan
dan Praktek Guru dalam Penanganan Cedera pada Siswa di Sekolah Dasar
dengan hasil nilai rata-rata pengetahuan pada guru sebelum diberikan pendidikan
kesehatan sebesar 8,56 sedangkan setelah diberikan pendidikan kesehatan nilai
rata-rata pengetahuan guru meningkat menjadi 11,38 dan nilai rata-rata praktek
guru sebelum diberikan pendidikan kesehatan sebesar 16,26 sedangkan setelah
diberikan pendidikan kesehatan nilai rata-rata praktik guru meningkat menjadi
27,39. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah peneliti
ingin mengetahui hubungan tingkat pengetahuan guru dengan perilaku
pertolongan pertama pada cedera di lingkungan sekolah menengah pertama di
Kota Malang.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Yonca Sonmez, Ersin Uskun, & Azize Pehlivan
(2014) Knowledge Levels of Pre-school Teachers Related with Basic First-aid Practices,
Isparta Sample dengan tujuan untuk mengevaluasi tingkat pengetahuan guru pra-
sekolah yang bekerja dipusat provinsi Isparta terkait dengan praktik pertolongan
pertama dan beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan terkait
pertolongan pertama dengan hasil nilai dari pertolongan pertama yaitu tidak
menunjukkan hasil yang signifikan dalam hal usia, masa kerja, memperoleh
pendidikan terkait pertolongan pertama dan melakukan praktek pertolongan
7
pertama sebelumnya. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya
adalah peneliti ingin meneliti kepada guru pada sekolah dengan jenjang yang
lebih tinggi yaitu sekolah menengah pertama dengan guru yang telah memiliki
dasar-dasar pengetahuan terkait pertolongan pertama pada cedera di lingkungan
sekolah.