Download - Bab 2 Sirih Merah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav)
Tanaman sirih merah (Piper crocatum) termasuk dalam famili Piperaceae,
tumbuh merambat dengan bentuk daun menyerupai hati dan bertangkai, yang
tumbuh berselang-seling dari batangnya serta penampakan daun yang berwarna
merah keperakan dan mengkilap. Dalam daun sirih merah terkandung senyawa
fitokimia yakni alkoloid, saponin, tanin dan flavonoid. Sirih merah sejak dulu
telah digunakan oleh masyarakat yang berada di Pulau Jawa sebagai obat untuk
menyembuhkan berbagai jenis penyakit (Manoi, 2007).
2.1.1 Morfologi Tanaman
Tanaman sirih merah tumbuh menjalar seperti halnya sirih hijau.
Batangnya bulat berwarna hijau keunguan dan tidak berbunga. Daunnya
bertangkai membentuk jantung dengan bagian atas meruncing, bertepi rata, dan
permukaannya mengkilap atau tidak berbulu. Panjang daunnya bisa mencapai 15-
20 cm. Warna daun bagian atas hijau bercorak warna putih keabu-abuan. Bagian
bawah daun berwarna merah hati cerah. Daunnya berlendir, berasa sangat pahit,
dan beraroma wangi khas sirih. Batangnya bersulur dan beruas dengan jarak buku
5-10 cm. Di setiap buku tumbuh bakal akar (Sudewo, 2005).
Sirih merah dapat tumbuh dengan baik di tempat yang teduh dan
mendapatkan 60-75% cahaya matahari. Jika terkena sinar matahari langsung pada
6
7
siang hari secara terus-menerus warna merah pada daunnya bisa menjadi pudar,
buram, dan kurang menarik. Karenanya, perlakuan khusus sangat dibutuhkan
dalam upaya menjaga syarat tumbuhnya (Sudewo, 2005). Tanaman sirih merah
dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Tanaman sirih merah (Manoi, 2007).
2.1.2 Taksonomi
Sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Piperales
Family : Piperaceae
Genus : Piper
Spesies : Piper crocatum Ruiz & Pav (Backer, 1963).
2.1.3 Kandungan Kimia
8
Kandungan senyawa dalam daun sirih merah diantaranya adalah alkaloid,
polifenol, saponin, tanin, flavonoid, minyak atsiri; karvakrol, eugenol,
hidroksikavikol, kavikol, kavibetol, alliprokatekol, p-cimen, sineol, kariofelen,
kadimen estragol, ter-penen, dan fenil propada (Manoi, 2007).
2.1.4 Khasiat dan Kegunaan
Selain bersifat antiseptik sirih merah juga bisa dipakai mengobati penyakit
diabetes. Secara empiris diketahui tanaman sirih merah dapat menyembuhkan
penyakit batu ginjal, kolesterol, asam urat, serangan jantung, stroke, radang
prostat, radang mata, masuk angin dan nyeri sendi (Manoi, 2007)
2.2 Ekstraksi
Ekstraksi merupakan tahap awal pada proses isolasi senyawa-senyawa
aktif dari tumbuhan obat (Sarker, 2005). Dalam proses ini, pelarut organik akan
menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung
senyawa-senyawa kimia dan akan melarutkannya, lalu larutan ini akan berdifusi
keluar sel. Proses ini berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara
konsentrasi cairan di dalam dan di luar sel (Depkes RI, 1986).
Maserasi merupakan proses ekstraksi dengan cara merendam serbuk
simplisia dalam cairan penyari pada suhu kamar dengan beberapa kali
pengadukan (Depkes RI, 2000). Maserasi biasanya dilakukan pada temperatur 15-
20ºC dalam waktu tiga hari sampai bahan-bahan yang mudah larut akan melarut
(Ansel, 2005). Keuntungan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang
9
digunakan sangat sederhana, sedang salah satu kerugiannya adalah waktu
pengerjaannya yang lama (Depkes RI, 1986).
2.3 Antiseptik
Antiseptik merupakan zat yang digunakan untuk menghambat
pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme yang hidup di permukaan tubuh.
Mekanisme kerja antiseptik ini antara lain merusak lemak pada membran sel
bakteri atau dengan cara menghambat salah satu kerja enzim pada bakteri yang
berperan dalam biosintesis asam lemak (Isadiartuti dan Retno, 2005).
2.4 Bakteri dan Jamur Uji
2.4.1 Staphylococcus aureus
Staphylococcus berasal dari kata Yunani yaitu ”staphyle” yang berarti
sekelompok anggur. Bakteri ini umumnya hidup pada kulit dan membran mukosa
manusia. Staphylococcus aureus merupakan jenis bakteri yang paling penting
dalam menyebabkan infeksi pada manusia. Hampir setiap orang akan mengalami
beberapa tipe infeksi S. aureus sepanjang hidupnya, dari infeksi kulit ringan,
keracunan makanan, sampai infeksi berat (Jawetz, et al., 1996).
A. Klasifikasi
Staphylococus aureus memiliki klasifikasi sebagai berikut (Todar, 2005):
Kingdom : Prokariota
Divisi : Firmicutes
10
Kelas : Bacilli
Ordo : Bacillales
Family : Micrococcaceae
Genus : Staphylococcus
Species : Staphylococcus aureus
Terdapat 23 spesies Staphylococcus dan dua belas diantaranya merupakan
flora normal bagi manusia dan yang terpenting secara klinis ada tiga spesies yaitu
S. aureus, S. pidermidis, S. saprophyticus. Ciri utama yang paling mudah dan
penting untuk membedakan antara S. aureus dengan spesies Staphylococcus
lainnya yaitu produksi enzim koagulase, enzim yang dapat menggumpalkan
plasma. Sekitar 97% S. aureus yang diisolasi menghasilkan enzim ini (Jawetz, et
al., 1996).
B. Karakteristik
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif, berbentuk bola
dengan garis tengah sekitar 1 μm, tidak bergerak, tidak membentuk spora,
tersusun dalam kelompok tidak beraturan, dan menghasilkan katalase positif.
Bakteri ini tahan pada suhu 50° C, dan pada lingkungan dengan konsentrasi garam
yang tinggi, mudah membentuk pigmen pada suhu kamar (20-25 C). Koloni S.
aureus pada perbenihan padat berbentuk bundar, halus menonjol, dan berwarna
abu-abu sampai kuning emas tua (Tolan, 2008). Bentuk sel S. aureus secara
mikroskopik dapat dilihat pada Gambar 2.2.
11
Gambar 2.2 Staphylococcus aureus (Todar, 2005)
C. Epidemiologi
Epidemi di rumah sakit yang disebabkan oleh S. aureus merupakan
masalah yang sering terjadi berulang. Terjadinya wabah biasanya berhubungan
dengan pasien yang telah menjalani pembedahan atau tindakan invasif lainnya.
Sumber wabah dapat berasal dari pasien dengan infeksi S. aureus yang terbuka
atau tertutup, menyebar ke pasien lain melalui perantaraan udara tapi biasanya
melalui tangan paramedis. S. aureus sebagai flora normal kulit sering
menimbulkan infeksi pada luka bedah karena berpindah dari tempat semestinya ke
organ atau jaringan lainnya (Djafar, 1993).
D. Patogenitas
Pernanahan lokal (abses) adalah sifat khas infeksi Stapylococcus aureus.
Dari setiap tempat, organisme menyebar melalui saluran getah bening dan aliran
darah ke bagian tubuh lainnya. Pernanahan dalam vena, yang disertai trombosis,
sering terjadi pada penyebaran tersebut. Pada osteomielisis, fokus primer
pertumbuhan Stapylococcus aureus secara khas terjadi di pembuluh darah
terminal pada metafisis tulang panjang, mengakibatkan nekrosis tulang dan
12
pernanahan menahun. Stapylococcus aureus dapat menyebabkan pneumonia,
meningitis, empiema, endokarditis, atau sepsis dengan pernanahan pada bagian
tubuh manapun. Stapylococcus aureus berperan pada banyak infeksi kulit
(misalnya akne, pioderma, atau impetigo) (Jawetz, et al., 1996).
Suhu optimum untuk pertumbuhan Stapylococcus aureus adalah 35o-37o C,
suhu minimum 6,7o C dan suhu maksimum 45,4o C. Bakteri ini dapat tumbuh pada
pH 4,0-9,8 dengan pH optimum 7,0-7,5. Pertumbuhan pada pH mendekati 9,8
hanya mungkin bila substratnya mempunyai komposisi yang baik untuk
pertumbuhannya. Bakteri ini membutuhkan asam nikotinat untuk tumbuh dan
tiamin untuk menstimulasi pertumbuhannya. Pada keadaan anaerob, bakteri ini
juga membutuhkan urasil. Untuk pertumbuhan optimum diperlukan sebelas asam
amino, yaitu valin, leusin, treonin, fenilalanin, tirosin, sistein, metionin, lisin,
prolin, histidin dan arginin. Bakteri ini tidak dapat tumbuh pada media sintetik
yang tidak mengandung asam amino atau protein (Jawetz, et al., 1996).
2.4.2 Pseudomonas aeruginosa
Pseudomonas aeruginosa tersebar luas di alam dan biasanya terdapat di
lingkungan yang lembab di rumah sakit. Bakteri ini dapat tinggal pada manusia
dan berlaku sebagai saprofit. Bakteri ini menyebabkan penyakit bila pertahanan
tubuh inang abnormal (Jawetz, et al., 1996).
A. Klasifikasi
Pseudomonas aeruginosa memiliki klasifikasi sebagai berikut:
13
Divisi : Protophyta
Kelas : Schizomycetes
Ordo : Pseudomonadales
Sub Ordo : Pseudomonadinae
Family : Pseudomonadaceae
Genus : Pseudomonas
Species : Pseudomonas aeruginosa
(Holti et al., 1994).
P. aeruginosa termasuk ke dalam famili Pseudomonadaceae.
Pseudomonadaceae dan beberapa genus lain bersama beberapa organisme tertentu
dikenal sebagai Pseudomonad. Istilah Pseudomonad ditunjukkan pada bakteri
yang mempunyai perlengkapan fisiologik sama dengan bakteri dari genus
Pseudomonas. Beberapa bakteri ini pada awalnya termasuk genus Pseudomonas
tetapi kemudian dipindahkan ke genus atau famili lain karena jauhnya jarak
filogenik bakteri-bakteri tersebut dari genus Pseudomonas (Todar, 2004).
B. Karakteristik
Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri gram negatif berbentuk
batang dan berukuran sekitar 0,6 x 2 μm. Lebih dari setengah isolat klinik bakteri
menghasilkan pigmen hijau-biru pyocyanin. Namun bakteri ini kadang-kadang
memiliki dua atau tiga flagel sehingga selalu bergerak (Todar, 2004). Bentuk sel
P. aeruginosa secara mikroskopik dapat dilihat pada Gambar 2.3.
14
Gambar 2.3 P. aeruginosa pada pewarnaan Gram (Todar, 2004)
Bentuk dan warna koloni P. aeruginosa dapat dilihat pada gambar 2.4.
Gambar 2.4 Koloni P. aeruginosa pada media agar (Todar, 2004).
Tiap jenis koloni P. aeruginosa dapat mempunyai aktivitas biokimia dan
enzimatik yang berbeda serta pola kepekaan antimikroba yang berbeda. Isolat dari
tanah atau air mempunyai ciri koloni yang kecil dan tidak rata. Pembiakan dari
spesimen klinik biasanya menghasilkan satu atau dua tipe koloni yang halus
berupa: koloni besar dan halus dengan permukaan rata dan meninggi (fried-egg
appearance), koloni halus dan mukoid sebagai hasil produksi berlebihan dari
alginat. Tipe ini sering didapat dari sekresi saluran pernafasan dan saluran kemih
(Todar, 2004).
15
C. Epidemiologi
Habitat P. aeruginosa dapat ditemukan di tanah dan air. P. aeruginosa
dapat dijumpai pada daerah lembab di kulit dan dapat membentuk koloni pada
saluran pernafasan bagian atas pasien-pasien di rumah sakit (Levinson & Jawetz ,
2003). Infeksi P. aeruginosa terjadi pada orang yang memiliki ketahanan tubuh
yang menurun, yaitu pada penderita luka bakar, orang yang sakit berat, penderita
penyakit metabolik atau mereka pasien yang sebelumnya menggunakan alat-alat
bantu kedokteran (Karsinah et al., 1993).
D. Patogenitas
Pseudomonas aeruginosa hanya bersifat patogen bila masuk ke daerah
yang fungsi pertahanannya rendah, misalnya bila selaput mukosa dan kulit
mengalami luka karena kerusakan jaringan secara langsung, pada penggunaan
kateter intravena atau kateter air kemih, atau bila terdapat netropenia, misalnya
pada kemoterapi kanker. Kuman melekat dan berkoloni pada selaput mukosa atau
kulit, menginvasi secara lokal, dan menimbulkan penyakit sistemik. Proses ini
dibantu fili, enzim, dan toksin. Lipopolisakarida berperan langsung dalam
menyebabkan demam, syok, oligouria, leukositosis, dan leukopenia (Jawetz, et
al., 1996).
2.4.3 Escherichia coli
Escherichia coli merupakan bagian dari mikrobiota normal saluran
pencernaan. Namun, kini telah terbukti bahwa galur-galur tertentu mampu
16
menyebabkan gastroenteritis taraf sedang sampai parah pada manusia dan hewan.
Escherichia coli dipindahsebarkan dengan kegiatan tangan ke mulut atau dengan
pemindahan pasif lewat makanan atau minuman (Pelczar dan Chang, 2005).
A. Klasifikasi
Klasifikasi dari Escherichia coli sebagai berikut (Todar, 2004):
Kingdom : Bacteria
Filum : Proteobacteria
Kelas : Gamma Proteobacteria
Ordo : Enterobacteriales
Family : Enterobacteriaceae
Genus : Escherichia
Species : Escherichia coli
B. Karakteristik
Escherichia coli merupakan bakteri berbentuk batang dengan panjang
sekitar 2 mikrometer dan berdiamater 0,5 mikrometer. Volume sel E. coli berkisar
0,6-0,7 mikrometer kubik. Bakteri ini termasuk umumnya hidup pada rentang
20°-40° C, optimum pada 37° C (Dadi, 2010).
17
C. Epidemiologi
Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif yang habitatnya berada
di saluran usus manusia, tanah, air seni, tinja dan hewan (Pelczar dan Chang,
2005).
D. Patogenitas
Bakteri menjadi bersifat patogen hanya bila bakteri ini berada di luar usus,
yaitu lokasi normal tempatnya berada atau di lokasi lain dimana flora normal
jarang terdapat. Beberapa contoh penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini adalah
infeksi saluran kemih, diare, meningitis (Pelczar dan Chang, 2005).
Sifat-sifat virulensi dari E. coli dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
E.coli Enteropatogenik (EPEC) adalah penyebab penting diare pada bayi,
khususnya di negara berkembang. EPEC melekat pada sel mukosa usus kecil.
Akibat dari infeksi EPEC adalah diare cair, yang biasanya sembuh sendiri tapi
dapat juga menjadi kronik.
E.coli Enterotoksigenik (ETEC) adalah penyebab yang sering dari “diare
wisatawan” dan sangat penting menyebabkan diare pada bayi di negara
berkembang. Faktor kolonisasi ETEC yang spesifik untuk manusia
menimbulkan pelekatan ETEC pada sel epitel usus kecil
E.coli Enterohemoragic (EHEC) menghasilkan verotoksin. EHEC
berhubungan dengan kolitis hemoragik, bentuk diare yang berat, dan dengan
sindroma uremia hemolitik, suatu penyakit akibat gagal ginjal akut, anemia
hemolitik mikroangiopatik, dan trombositopenia
18
E.coli Enteroinvasif (EIEC) menimbulkan penyakit yang sangat mirip dengan
shigelosis. Seperti Shigella, strain EIEC bersifat nonlaktosa atau melakukan
fermentasi laktosa dengan lambat serta bersifat tidak dapat bergerak. EIEC
menimbulkan penyakit melalui invasinya ke sel epitel mukosa usus
E. coli Enteroagregatif (EAEC) menyebabkan diare akut dan kronik pada
masyarakat di negara berkembang. Bakteri ini ditandai dengan pola khas
pelekatannya pada sel manusia (Dadi, 2010).
2.4.4 Candida albicans
Candida albicans merupakan flora normal selaput lendir di saluran
pernapasan, saluran pencernaan dan mukosa genital (Tjay dan Rahardja, 2007).
Penyakit jamur yang disebabkan oleh spesies kandida disebut kandidiasis, dapat
mengenai mulut, vagina, kulit, kuku, bronki atau paru, kadang-kadang dapat
menyebabkan septikemia, endokarditis, atau meningitis (Kuswadji, 1999). Bentuk
sel C. albicans secara mikroskopik dapat dilihat pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Candida albicans (Brooks, et al., 2007).
19
A. Klasifikasi
Candida albicans memiliki klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom : Fungi
Phylum : Ascomycota
Subphylum : Saccharomycotina
Class : Saccharomycetes
Ordo : Saccharomycetales
Family : Saccharomycetaceae
Genus : Candida
Spesies : Candida albicans (C.P. Robin) Berkhout 1923
Sinonim : Candida stellatoidea dan Oidium albicans
(Brooks, et al., 2007)
B. Karakteristik
Beberapa spesies ragi genus kandida mampu menyebabkan kandidiasis.
Spesies tersebut adalah anggota flora normal pada kulit, membran mukosa, dan
saluran pencernaan. Spesies kandida berkoloni di permukaan mukosa setiap
manusia selama atau segera setelah lahir, dan selalu ada risiko infeksi endogen.
Kandidiasis adalah mikosis sistemik yang paling sering terjadi dan agen yang
paling sering ditemukan diantaranya adalah Candida albicans (Jawetz, et al.,
2008).
Pada biakan atau jaringan, spesies Candida albicans tumbuh sebagai sel
ragi tunas, berbentuk oval (berukuran 3-6 µm). Spesies tersebut juga membentuk
20
pseudohifa ketika tunas terus tumbuh tetapi gagal lepas, menghasilkan rantai sel
memanjang yang menyempit atau mengerut pada septa di antara sel. Candida
albicans bersifat dimorfik; selain dari ragi dan pseudohifa, spesies tersebut juga
dapat menghasilkan hifa sejati. Pada medium agar atau dalam 24 jam pada suhu
37° C atau suhu ruangan, spesies kandida menghasilkan koloni lunak berwarna
krem dengan bau seperti ragi. Pseudohifa tampak sebagai pertumbuhan yang
terendam di bawah permukaan agar. Dua uji morfologi yang sederhana dapat
membedakan Candida albicans, patogen yang paling sering ditemukan, dari
spesies kandida lain: Setelah inkubasi dalam serum selama sekitar 90 menit pada
suhu 37° C. sel ragi Candida albicans akan mulai membentuk hifa sejati atau
tubulus germinal, dan pada medium yang kurang nutrisinya, Candida albicans
menghasilkan klamidospora sferis yang besar (Jawetz, et al., 2008).
C. Patogenitas
Kandidiasis superfisial (kutan atau mukosa) terjadi melalui peningkatan
jumlah kandida lokal dan adanya kerusakan pada kulit atau epitel yang
memungkinkan invasi lokal oleh ragi dan pseudohifa. Kandidiasis sistemik terjadi
ketika kandida masuk ke aliran darah dan pertahanan pejamu fagositik tidak kuat
untuk menahan pertumbuhan dan penyebaran ragi. Dari sirkulasi, kandida dapat
menginfeksi ginjal, melekat pada katup jantung prostetik, atau menimbulkan
infeksi kandida hampir di semua tempat (misal, artritis, meningitis, endoftalmitis).
Histologi lokal lesi kutan atau mukokutan ditandai dengan reaksi radang yang
bervariasi dari abses piogenik sampai granuloma kronik. Lesi ini mengandung
21
banyak sel ragi tunas dan pseudohifa. Bertambahnya kandida dalam jumlah besar
di dalam saluran cerna sering terjadi setelah pemberian antijamur secara oral dan
ragi dapat masuk ke dalam sirkulasi dengan melewati mukosa usus (Jawetz, et al.,
2008).
D. Epidemiologi
Tindakan pencegahan yang paling penting adalah menghindari gangguan
keseimbangan pada flora mikroba normal dan pertahanan pejamu intak.
Kandidiasis tidak menular karena sebenarnya semua orang secara normal sudah
mengandung organisme tersebut (Jawetz, et al., 2008).