8
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kecerdasan Buatan
2.1.1 Definisi Kecerdasan Buatan
Kecerdasan buatan dapat didefinisikan sebagai cabang dari ilmu
komputer yang memusatkan perhatian pada otomatisasi dari karakteristik
inteligensia (Luger, 1993). Kecerdasan buatan merupakan salah satu bagian
ilmu komputer yang membuat agar mesin (komputer) dapat melakukan
pekerjaan seperti dan sebaik yang dilakukan oleh manusia (Kusumadewi,
2003). Manusia pandai dalam menyelesaikan segala permasalahan karena
manusia mempunyai pengetahuan dan pengalaman. Agar komputer dapat
bertindak seperti dan sebaik manusia, maka komputer juga harus dibekali bekal
pengetahuan dan mempunyai kemampuan untuk menalar.
Dua bagian utama pada konsep kecerdasan buatan, yaitu:
• Basis Pengetahuan
Berisi fakta, teori, pemikiran, dan hubungan suatu hal dengan hal lainnya.
• Mesin Inferensi
Kemampuan menarik kesimpulan berdasarkan pengalaman.
Gambar 2.1 Konsep kecerdasan buatan pada komputer
9
2.1.2 Ruang Lingkup Kecerdasan Buatan
Makin pesatnya perkembangan teknologi menyebabkan adanya
perkembangan dan perluasan lingkup yang membutuhkan peran kecerdasan
buatan. Kecerdasan buatan tidak hanya dominan di bidang ilmu komputer
(informatika), namun juga sudah digunakan di beberapa disiplin ilmu lain.
Adanya irisan penggunaan kecerdasan buatan di berbagai disiplin ilmu
menyebabkan sulitnya pengklasifikasian berdasarkan disiplin ilmu. Oleh
karena itu, pengklasifikasian kecerdasan buatan dibuat berdasarkan keluaran
yang dihasilkan. Ruang lingkup utama dalam kecerdasan buatan adalah:
• Sistem pakar
Sistem pakar dapat menyelesaikan permasalahan yang biasa diselesaikan
oleh seorang pakar (Rich, 1991, p547). Komputer digunakan sebagai sarana
untuk menyimpan basis pengetahuan seorang pakar sehingga komputer
dapat menyelesaikan permasalahan layaknya seorang pakar.
• Pengolahan bahasa alami
Sebuah program yang mampu memahami bahasa manusia (Luger, 1993,
p17). Komputer diberikan pengetahuan mengenai bahasa manusia sehingga
pengguna dapat berkomunikasi dengan komputer dengan menggunakan
bahasa sehari-hari.
• Perencanaan dan robotik
Perencanaan adalah sebuah aspek yang penting dalam merancang sebuah
sistem robot yang dapat menyelesaikan tugas-tugasnya dengan derajat
fleksibilitas dan tanggung jawab terhadap dunia luar (Luger, 1993, p19) .
10
• Visi komputer
Visi komputer dapat dideskripsikan sebagai sebuah deduksi otomatis dari
struktur atau properti dari ruang dimensi tiga baik dari satu atau beberapa
citra dua dimensi dari ruang lingkup dan pengenalan objek dengan bantuan
properti ini. Tujuan dari visi komputer adalah untuk menarik kesimpulan
mengenai lingkungan fisik dari citra yang ambigu atau yang memiliki derau
(Kulkarni, 2001, p27).
• Permainan
Konsep kecerdasan buatan dapat diterapkan pada beberapa permainan
seperti catur dan dam. Permainan-permainan ini memiliki aturan main yang
jelas sehingga mudah untuk dapat mengaplikasikan teknik pencarian
heuristik (Luger, 1993, p14). Pencarian heuristik adalah metode pencarian
yang dilakukan dengan menggunakan penalaran. Dengan pencarian
heuristik, mesin dapat memunculkan beberapa kemungkinan yang dapat
dilakukan dan mencari jalan yang terbaik atau mendekati hasil yang
diinginkan.
2.2 Visi komputer
Seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan di atas, visi komputer dapat
dideskripsikan sebagai sebuah deduksi otomatis dari struktur atau properti dari ruang
dimensi tiga baik dari satu atau beberapa citra dua dimensi dari ruang lingkup dan
pengenalan objek dengan bantuan properti ini. Tujuan dari visi komputer adalah
untuk menarik kesimpulan mengenai lingkungan fisik dari citra yang ambigu atau
yang memiliki derau (Kulkarni, 2001, p27).
11
Salah satu pendekatan untuk mengimplementasikan sistem visi komputer
adalah dengan berusaha meniru sistem visi manusia. Namun, permasalahan yang ada
pada pendekatan ini adalah sistem visi manusia sangat kompleks dan sulit dimengerti.
Sistem penglihatan manusia bersifat terputus-putus (tidak berhubungan) dan
spekulatif (tidak menentu). Oleh karena itu, tidaklah mungkin untuk dapat meniru
sistem visi manusia secara sempurna. Walaupun demikian, studi terhadap sistem
biologis memberikan petunjuk untuk membangun sistem visi komputer.
Gambar 2.2 Sistem visi komputer
Tahap-tahap dalam sistem visi komputer secara umum digambarkan pada
Gambar 2.2. Tiga tahap yang pertama adalah akuisisi citra, prapengolahan, dan
ekstraksi fitur. Ketiga tahap ini disebut dengan tahap pemrosesan awal atau
pemrosesan tingkat rendah karena berhubungan dengan pemrosesan citra pada retina.
Sedangkan rekognisi (pengenalan) merupakan tahapan akhir atau pemrosesan tingkat
tinggi karena berhubungan dengan penggunaan kognitif atas basis pengetahuan dan
informasi-informasi pendukung lain yang berkaitan.
12
2.3 Citra
2.3.1 Definisi Citra
Citra adalah suatu fungsi intensitas warna dua dimensi f(x,y) di mana x
dan y mewakili koordinat lokasi suatu titik dan nilai fungsi yang merupakan
tingkat intensitas warna atau derajat keabuan pada titik tersebut (Schalkoff,
1989, p9). Citra adalah gambar pada bidang dua dimensi yang dihasilkan dari
gambar analog dua dimensi yang kontinu menjadi gambar diskrit melalui
proses digitasi. Citra mengandung informasi mengenai objek di dalamnya.
2.3.2 Pengolahan Citra
Pengolahan citra merupakan bidang yang berhubungan dengan proses
transformasi citra yang bertujuan untuk mendapatkan kualitas citra yang lebih
baik (Fairhust, 1988).
Dalam bidang komputer ada tiga bidang studi yang berkaitan dengan
data citra, tetapi masing-masing memiliki tujuan yang berbeda, yaitu:
• Komputer grafis
Bidang studi yang mempelajari cara pembuatan dan memanipulasi gambar
dengan menggunakan objek-objek primitif, seperti titik, garis, kotak, dan
sebagainya. Contoh data deskriptif adalah koordinat titik, panjang garis,
jari-jari lingkaran, warna, dan sebagainya.
• Pengolahan citra
Pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan komputer, menjadi citra
yang kualitasnya lebih baik. Teknik-teknik pengolahan citra
mentransformasikan citra menjadi citra lain.
13
• Pengenalan pola
Mengelompokkan data numerik dan simbolik (termasuk citra) secara
otomatis yang dilakukan oleh komputer dengan tujuan untuk mengenali
suatu objek di dalam citra dan hasil keluarannya berupa deskripsi objek.
Secara umum operasi pengolahan citra dapat diklasifikasikan menjadi 5 jenis
pemrosesan, yaitu:
• Perbaikan kualitas citra
Jenis operasi ini bertujuan untuk memperbaiki kualitas citra dengan cara
memanipulasi parameter-parameter pada citra. Dengan operasi ini ciri-ciri
khusus yang terdapat pada citra lebih ditonjolkan. Yang termasuk dalam
klasifikasi ini antara lain:
1. Perbaikan kontras
2. Perbaikan tepian objek
3. Penajaman
4. Pemberian warna semu
5. Pemfilteran derau
• Pemulihan citra
Operasi ini bertujuan untuk menghilangkan atau meminimumkan
kekurangan-kekurangan yang ada pada citra. Tujuan pemulihan citra
hampir sama dengan perbaikan citra, yaitu untuk memperbaiki kualitas
citra. Yang termasuk dalam klasifikasi ini antara lain:
1. Penghilangan kesamaran
2. Penghilangan derau
14
• Pengkompresian citra
Operasi ini bertujuan untuk memampatkan ukuran citra sehingga memori
yang dibutuhkan untuk menyimpan citra lebih kecil, tetapi hasil citra yang
telah dimampatkan tetap memiliki kualitas gambar yang bagus. Contohnya
adalah metode JPEG.
• Segmentasi citra
Operasi ini bertujuan untuk memecah atau membagi suatu citra ke dalam
beberapa segmen dengan suatu kriteria tertentu. Jenis operasi ini erat
kaitannya dengan pengenalan pola.
• Analisis citra
Operasi ini bertujuan untuk menghitung besaran kuantitatif citra untuk
menghasilkan deskripsinya. Teknik analisis citra mengekstrak ciri-ciri
tertentu yang membantu dalam identifikasi objek. Proses segmentasi
terkadang diperlukan untuk melokalisasi objek yang diinginkan dari
sekelilingnya. Yang termasuk dalam klasifikasi ini antara lain:
1. Pendeteksian tepian
2. Ekstraksi batas
3. Representasi daerah
• Rekonstruksi citra
Operasi ini bertujuan untuk membentuk ulang objek dari beberapa citra
hasil proyeksi. Operasi rekonstruksi citra banyak digunakan dalam bidang
medis. Contohnya adalah foto ronsen dengan sinar X.
15
2.4 Perangkat Analisis
Dari segi etimologi, perangkat analisis berarti sebuah perangkat atau program
aplikasi yang dikhususkan untuk tujuan menganalisis data masukan yang
diterimanya menjadi data keluaran yang diharapkan. Perangkat analisis yang akan
dibahas di sini adalah perangkat analisis yang mengolah citra. Agar dapat
memperoleh hasil yang maksimal, tentu saja citra masukan yang akan dianalisis
harus diolah terlebih dahulu agar proses analisis dapat dilakukan secara maksimal.
Oleh karena itu, proses ini dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu prapengolahan,
pengolahan, dan analisis.
2.4.1 Prapengolahan
Tahap prapengolahan atau pemrosesan awal berkaitan dengan visi awal
pemrosesan citra. Tujuan utama dari pemrosesan awal adalah untuk
mengembangkan deskripsi bentuk dan permukaan pada citra yang diberikan
(Kulkarni, 2001, p153). Tahap pemrosesan awal mengimplementasikan
berbagai teknik dalam pengolahan citra untuk meningkatkan kualitas gambar
agar mudah diolah oleh tahap berikutnya. Tahap pemrosesan awal termasuk
dalam tahap pengolahan tingkat rendah, artinya tahap ini dapat dilakukan tanpa
memerlukan penalaran ataupun basis pengetahuan. Pada tahap pemrosesan
awal, kita cukup mengkaji metode atau pendekatan fungsi yang tepat untuk
melakukan pemrosesan citra. Banyak fungsi atau fitur yang terdapat pada tahap
pemrosesan awal, tetapi fitur yang dibahas di sini terbatas pada ruang lingkup
citra bioinformatik saja. Fitur-fitur yang terdapat pada tahap pemrosesan awal,
yaitu: kecerahan, kontras, skala abu, dan ambang batas.
16
2.4.1.1 Kecerahan
Kecerahan didefinisikan sebagai sebuah atribut dari sensasi
visual yang sesuai dengan rangsangan visual yang ada untuk intensitas
yang lebih banyak atau sedikit (Bezryadin, 2007). Kecerahan digunakan
untuk memberikan efek cahaya pada citra yang mempunyai intensitas
cahaya yang minim sehingga citra yang gelap terlihat lebih terang.
Di ruang warna RGB (merah, hijau, biru), kecerahan dapat
dianggap sebagai rata-rata aritmetik μ dari koordinat warna merah,
hijau, dan biru (walaupun beberapa dari tiga komponen tersebut
membuat cahaya terlihat terang daripada yang lain). Perubahan
kecerahan (kecerahan) yang paling sering digunakan adalah dengan
rata-rata aritmetik yang dirumuskan dengan:
R G B 2.1
Luminance merupakan kuantitas terukur yang paling mendekati
kecerahan sehingga sering digunakan sebagai sinonim kecerahan.
Tetapi pada dasarnya ukuran kecerahan dan terang berbeda jauh.
Karena perhitungan terang menurut ITU-R BT.601 (himpunan standar
yang mendefinisikan aturan-aturan untuk mengkonversi sinyal analog
televisi (PAL atau NTSC) menjadi sinyal digital atau sebaliknya)
kecerahannya dapat dihitung dengan rumus:
Y’ = 0,299 R + 0,587 G + 0,114 B 2.2
Sehingga kecerahan dan terang memiliki perbedaan hasil walaupun
diberikan masukan nilai yang sama.
17
2.4.1.2 Kontras
Kontras adalah perbedaan antara nilai kecerahan relatif antara
sebuah benda dengan objek di sekelilingnya pada citra.
• Ekualisasi histogram
Metode ekualiasasi histogram ini biasanya meningkatkan kontras
global dari citra, terutama saat citra direpresentasikan dengan nilai
kontras yang berdekatan. Melalui penyesuaian ini, intensitas citra
dapat terdistribusi dengan lebih baik. Ekualisasi histogram dicapai
dengan menyebarkan nilai intensitas yang paling sering muncul.
Gambar 2.3 Citra tanpa ekualiasi histogram
Gambar 2.4 Citra dengan ekualisasi histogram
Ekualisasi histogram ini dapat diimplementasikan dengan algoritma.
Dengan menganggap citra yang sudah dibuat hitam putih sebagai x,
dan ni adalah angka yang menunjukkan seberapa seringnya derajat
keabuan I muncul, maka dapat diperoleh notasi:
18
Px(i) = p (x = I ) = , 0 ≤ I < L 2.3
Di mana L adalah total angka dari derajat keabuan dalam citra, n
adalah jumlah total pixel pada citra, dan px adalah nilai dari
histogram citra tersebut, yang sudah dinormalisasi ke [0,1]. Kita
juga harus mendefinisikan fungsi distribusi kumulatif cdf yang
berkorespondensi ke px.
Cdfy(i) = iK 2.4
Yang juga berupa histogram ternormalisasi yang telah diakumulasi
dari citra tersebut.
Kita juga ingin menciptakan transformasi dari y = T(x) untuk
menciptakan citra baru y, kemudian cdf yang ada dilineariasi
dengan fungsi yang dinotasikan dengan:
Y’ y . (max {x} – min{x}) + min {x} 2.5
Untuk memetakan kembali nilai-nilai tersebut ke sebarannya yang
normal, diperlukan transformasi sederhana yang dapat diperoleh
dari fungsi yang dinotasikan dengan:
2.6
• Peregangan Kontras
Peregangan kontras adalah teknik yang digunakan untuk
mendapatkan citra keluaran dengan kontras (perbedaan tingkat
intensitas warna pada gambar) yang lebih baik dari citra
19
masukannya. Citra yang memiliki kontras yang rendah dapat terjadi
karena kurangnya pencahayaan, atau kurangnya bidang dinamika
dari sensor citra. Ide dasar dari perbaikan kontras adalah
meningkatkan bidang dinamika derajat keabuan pada citra yang
akan diproses.
Proses perbaikan kontras termasuk proses perbaikan yang
bersifat pemrosesan titik, yang artinya proses ini hanya bergantung
dari nilai intensitas derajat keabuan sebuah piksel dan tidak
tergantung pada piksel lain yang ada di sekitarnya. Sebelum
melakukan perbaikan kita perlu menspesifikasikan nilai batas atas
dan batas bawah piksel dari citra yang ingin dinormalisasi. Sebagai
contoh untuk citra hitam putih 8-bit nilai batas bawahnya 0 dan
batas atasnya 255. Sebut saja nilai batas bawah sebagai a dan nilai
batas atas sebagai b.
Cara termudah untuk melakukan normalisasi adalah dengan
menemukan nilai terendah dan tertinggi nilai piksel dari citra
tersebut, misalnya kita anggap sebagai c dan d. Kemudian setiap
piksel P dihitung dengan menggunakan fungsi:
Pout = (Pm – c) + a 2.7
Di mana nilai di bawah 0 ditentukan sebagai 0 dan nilai di atas 255
ditentukan menjadi 255.
20
2.4.1.3 Skala abu
Dalam fotografi dan komputerisasi, citra skala abu adalah
sebuah citra di mana nilai dari setiap piksel adalah sebuah sampel
tunggal, dalam arti, citra itu hanya membawa informasi intensitas. Citra
jenis ini, juga dikenal sebagai citra hitam putih, dibentuk secara
eksklusif dari derajat warna abu, bervariasi dari hitam pada intensitas
terendah ke putih pada intensitas tertinggi.
Citra skala abu berbeda dari citra hitam putih 1 bit, di mana
pada konteks pencitraan komputer adalah citra dengan hanya 2 warna,
hitam dan putih (disebut juga citra bilevel atau citra biner). Citra skala
abu mempunyai sejumlah nilai derajat keabuan di dalamnya (disebut
juga citra monokromatik, yaitu citra yang mengindikasikan tidak
adanya variasi kromatik di dalamnya). Citra skala abu dapat disintesis
dari citra yang berwarna (citra kromatik).
Jika setiap piksel pada citra kromatik direpresentasikan oleh
intensitas R, G, dan B yang masing-masing mewakili nilai untuk warna
merah, hijau, dan biru, ada 3 metode perata-rataan sederhana yang
dapat diimplementasikan untuk mengkonversi citra kromatik menjadi
citra skala abu:
• Lightness
Metode lightness bekerja dengan merata-ratakan nilai piksel warna
yang paling menonjol dan yang paling tidak menonjol. Nilai piksel
skala abu dapat dihitung dengan rumus:
21
Pg = , , , , 2.8
• Average
Metode average merata-ratakan dengan sederhana. Metode ini
memberikan nilai yang sama pada tiap piksel warna. Nilai piksel
skala abu dapat dihitung dengan rumus:
Pg = 2.9
• Luminosity
Metode luminosity juga bekerja dengan cara merata-ratakan nilai,
tetapi metode ini membentuk rata-rata dengan bobot tertentu
berdasarkan persepsi mata manusia. Mata kita lebih sensitif dengan
warna hijau, oleh karena itu warna hijau diberi bobot yang lebih
besar daripada yang lainnya. Formula untuk metode luminosity:
Pg = 0,299 R + 0,587 G + 0,114 B 2.10
Gambar 2.5 Perbandingan citra keluaran metode lightness,
average, dan luminosity
22
Berdasarkan perbandingan keluaran citra di atas, dapat
disimpulkan bahwa metode lightness cenderung mengurangi
kontras, sedangkan metode luminosity yang bekerja menggunakan
persepsi mata manusia menghasilkan citra yang paling baik dari
ketiga metode di atas. Akan tetapi, terkadang ketiga metode
tersebut menghasilkan citra keluaran yang sangat mirip.
2.4.1.4 Ambang batas
Ambang batas adalah teknik segmentasi yang sederhana untuk
citra yang mengandung objek yang solid pada latar belakang dengan
kecerahan berbeda tetapi masih terdapat keseragaman di dalamnya
(Dougherty, 2009). Setiap piksel dibandingkan dengan nilai ambang
batas. Jika nilai piksel lebih besar, maka piksel tersebut dianggap
sebagai latar depan dan ditempatkan sebagai warna putih. Jika nilainya
lebih kecil atau sama dengan nilai ambang batas, maka piksel tersebut
dianggap sebagai latar belakang dan ditempatkan sebagai warna hitam.
Gambar 2.6 Citra hasil ambang batas
23
Pada umumnya, derajat keabuan pada histogram terdiri dari dua
distribusi yang terpisah (histogram bimodal) yang masing-masing
merepresentasikan latar depan dan latar belakang yang tidak saling
tumpang tindih, dan sebuah ambang batas global T dapat diambil di
manapun di daerah lembah yang memisahkan kedua distribusi tersebut
(di antara T1 dan T2).
Gambar 2.7 Histogram bimodal
Penentuan ambang batas tidak selalu sama terhadap semua citra.
Masing-masing citra dengan kondisi yang berbeda-beda memerlukan
pendekatan atau metode yang berbeda-beda pula. Berikut merupakan
beberapa metode yang dapat digunakan untuk menentukan ambang
batas citra.
• Ambang Batas Optimal
Ambang batas optimal menganggap histogram dari sebuah
citra sebagai jumlah terbobot dari dua (atau lebih) probabilitas
kepadatan. Ambang batas kemudian ditempatkan sebagai derajat
keabuan yang menghasilkan piksel yang mengalami salah
pengklasifikasian dalam jumlah yang terkecil, misalnya piksel latar
24
belakang diklasifikasikan sebagai latar depan, dan sebaliknya. Letak
ambang batas tersebut mengarah kepada irisan dari kedua distribusi
normal, dan tidak identik dengan bagian terdasar dari lembah di
antara dua puncak (metode konvensional). Metode yang
menggunakan prinsip ini, yaitu metode Otsu, isodata, kesimetrisan
latar belakang, dan algoritma segi tiga.
- Histogram dengan metode Otsu
Metode Otsu mendeskripsikan histogram tingkat
keabuan dari sebuah citra sebagai sebuah distribusi probabilitas,
sehingga:
pi = ni / N 2.11
Di mana ni adalah jumlah piksel dengan nilai keabuan i, N
adalah jumlah total piksel pada citra, dan pi adalah probabilitas
dari piksel yang memiliki nilai keabuan i. Jika kita melakukan
ambang batas pada level k, kita dapat mendefinisikan:
2.12
μ 2.13
Di mana L adalah jumlah dari derajat keabuan (misalnya 256
untuk citra 8 bit). Dengan definisi:
μ 1 2.14
25
Kita bermaksud akan menemukan k untuk memaksimalisasi
perbedaan antara ω(k) dan µ(k). Hal ini dapat dilakukan
pertama-tama dengan mendefinisikan rata-rata nilai derajat
keabuan citra dengan:
μ 2.15
Dan kemudian menemukan nilai k maksimal:
μ μμ .16
Yang memaksimalisasi varians antar kelas (atau meminimalisasi
varians di dalam kelas). Nilai k tersebut dipilih untuk
memaksimalisasi pemisahan antar dua kelas (latar depan dan
latar belakang), atau secara alternatif meminimalisasi
penyebarannya, sehingga tumpang tindah di antaranya menjadi
minimal.
- Isodata
Metode isodata (Iterative Self-Organizing Data
Analyzing Technique Algorithm) merupakan metode yang
bekerja dengan cara membandingkan nilai rata-rata dari kedua
distribusi secara iteratif hingga konvergensi terpenuhi. Metode
ini bekerja secara berulang terus menerus hingga syarat yang
ditentukan terpenuhi. Algoritma yang digunakan adalah sebagai
berikut:
26
1. Tentukan ambang batas citra dengan menggunakan rata-rata
dari dua puncak atau rata-rata dari nilai piksel, T0.
2. Hitung nilai rata-rata piksel di bawah ambang batas, µ1, dan
nilai rata-rata piksel di atas ambang batas, µ2.
3. Ganti nilai ambang batas lama dengan nilai ambang batas
baru, Ti = (µ1+ µ2)/2.
4. Ulangi langkah 2 dan 3 hingga T1 – Ti-1 < Δ (di mana
perubahan Δ dapat didefinisikan dengan beberapa cara, baik
dengan cara mengukur perubahan relatif pada nilai ambang
batas atau dengan persentase dari piksel yang berubah posisi
selama iterasi).
- Kesimetrisan latar belakang
Metode kesimetrisan latar belakang mengasumsikan bahwa latar
belakang membentuk sebuah puncak yang simetris (bentuk sisi
kiri sama dengan sisi kanan dari lembah hingga puncak) dan
dominan pada histogram. Puncak maksimum maxp diperoleh
dengan mencari nilai maksimum pada histogram. Metode ini
dapat dilakukan dengan algoritma sebagai berikut:
1. Lakukan penghalusan terhadap citra.
2. Tentukan nilai maksimum global dari histogram maxp.
3. Lakukan pencarian dari sebelah kanan (sisi yang berlawanan
dengan objek) untuk titik yang bersesuaian dengan p% dari
histogram (misalnya 95%)
27
4. Dengan mengasumsikan bahwa puncak dari latar belakang
adalah simetris, gunakan rumus:
θ = maxp – (p% - maxp) 2.17
Metode ini dapat diadaptasi dengan mudah untuk kasus di mana
kita memiliki objek terang pada latar belakang yang gelap.
- Algoritma segi tiga
Metode algoritma segi tiga adalah metode yang mencari
nilai ambang batas berdasarkan histogram dari citra. Metode ini
mencari lembah yang berjarak paling jauh dari garis diagonal
yang terbentuk dari titik puncak histogram pada sebuah
distribusi dan titik terendah histogram dari distribusi lainnya.
Metode ini bekerja dengan algoritma sebagai berikut:
1. Tarik garis antara nilai maksimum dari histogram bmax dan
nilai minimum bmin pada citra.
2. Hitung jarak dari garis tersebut ke histogram h(b) untuk
setiap nilai b (dari bmin hingga bmax).
3. Tentukan nilai derajat keabuan b0 di mana jarak antara h(b0)
dan garis tersebut bernilai maksimal. Nilai b0 tersebut
merupakan nilai ambang batas yang diperoleh (T = b0).
Metode ini dapat bekerja dengan efektif ketika piksel dari objek
menghasilkan puncak yang lemah pada histogram.
28
• Ambang Batas Adaptif
Terkadang tidaklah mungkin untuk membagi sebuah citra
dengan sebuah ambang batas global. Hal ini dapat terjadi pada
sebuah citra dengan latar belakang yang bervariasi. Penentuan
ambang batas disebut juga ambang batas adaptif ketika ambang
batas yang berbeda digunakan untuk daerah yang berbeda pada citra.
Metode ini dikenal juga sebagai ambang batas lokal atau dinamis
(Shapiro, 2001, p89).
Gambar 2.8 (i) Sebuah citra dan (ii) penampang citra
Pada gambar 2.8, penampang citra yang diambil sepanjang garis
hitam pada citra menunjukkan tingkat keabuan tiap-tiap piksel yang
dilaluinya. Tidak ada ambang batas global yang tepat (baik T1
maupun T2) yang dapat memisahkan objek (latar depan) dari latar
belakang. Satu cara yang dapat menyelesaikan permasalahan ini
adalah mengurangi atau membagi citra dengan citra dari latar
belakang itu sendiri, baik mendapatkannya secara independen
maupun dari citra itu sendiri dengan menyamarkannya.
29
Tidak seperti metode ambang batas lainnya, ambang batas
adaptif mengubah nilai ambang batas secara dinamis sepanjang
penelusuran citra. Setiap piksel dianggap memiliki n × n piksel
bersebelahan di sekelilingnya di mana nilai-nilai tersebut
merupakan sumber perhitungan dari nilai ambang batas lokal (dari
rata-rata atau nilai tengah dari nilai-nilai tersebut). Piksel ditetapkan
menjadi putih atau hitam berdasarkan perbandingan letak nilainya
dari ambang batas lokal TL. Besarnya nilai n harus cukup untuk
meliputi piksel latar depan dan latar belakang tertentu sehingga efek
dari derau dapat diminimalisasi, dan juga tidak terlalu besar hingga
menyebabkan pencahayaan yang tidak merata dapat terlihat di
dalam piksel yang bersebelahan. Seringkali metode ini dapat lebih
berhasil jika ambang batas lokal TL dipilih dengan cara:
TL = {mean atau median} – C 2 .18
Di mana nilai C adalah sebuah konstanta.
• Metode Berbasis Daerah
Metode berbasis daerah bekerja dengan cara menemukan
daerah-daerah yang berhubungan berdasarkan beberapa kesamaan
antar piksel di antaranya (Dougherty, 2009, p321). Tujuannya
adalah untuk menghasilkan daerah-daerah yang berhubungan yang
seluas mungkin, dengan fleksibilitas tertentu. Jika kita menetapkan
similaritas yang terlalu tinggi terhadap piksel pada daerah tertentu,
30
kita akan membagi citra secara berlebihan, sebaliknya, jika kita
memberikan fleksibilitas yang terlalu besar, mungkin kita akan
menggabungkan beberapa daerah yang seharusnya merupakan
objek-objek yang terpisah.
Pengembangan wilayah bekerja dari piksel awal yang
ditentukan. Daerah diperluas dengan menambahkan piksel-piksel
yang bersebelahan yang memiliki kesamaan karakteristik (misalnya
kecerahan, warna, tekstur, karakteristik geometri, dan sebagainya)
dengan 4- atau 8-konektivitas. Kita dapat menentukan sebuah
varians sebagai karakteristik. Pengembangan daerah berakhir ketika
menemukan piksel yang berada di luar varians.
Gambar 2.9 (i) Citra dan (ii)-(v) hasil pengembangan daerah citra
Gambar 2.9 menunjukkan hasil ambang batas terhadap citra (i)
dengan metode pengembangan daerah. Gambar tersebut masing-
masing menunjukkan hasil ambang batas dengan nilai jangkauan
piksel sebesar 50 pada gambar (ii), 100 pada gambar (iii), 150 pada
gambar (iv), dan 200 pada gambar (v).
31
• Metode Berbasis Batas
Metode berbasis batas bekerja dengan cara menemukan perbedaan
piksel daripada kesamaannya. Tujuannya adalah untuk menentukan
batas yang tertutup sehingga objek (latar depan) dan latar belakang
dapat didefinisikan.
- Deteksi dan koneksi sisi
Sisi pada sebuah citra dideteksi dengan menggunakan
operator gradien, misalnya operator Sobel. Selanjutnya,
dilakukan penentuan ambang batas terhadap besarnya citra yang
bergradien. Sisi yang tegas akan tampak jelas, sedangkan
beberapa sisi yang lebih lemah akan tampak terputus. Citra yang
memiliki derau juga ikut menambahkan permasalahan yang ada,
menghasilkan sisi-sisi yang tidak nyata.
Beberapa koneksi pada sisi untuk membentuk batas yang
terhubung dibutuhkan pada kasus ini. Piksel sisi yang
bersebelahan dapat dihubungkan jika piksel-piksel tersebut
memiliki karakteristik yang hampir sama, misalnya besar
gradien dan orientasi yang sama berdasarkan hasil Sobel.
Pada saat hubungan antar sisi ditetapkan, sisi-sisi yang
terhubung tersebut menjadi batas pinggir. Piksel-piksel yang
terhubung masih harus dipersempit, misalnya melakukan
pemindaian sepanjang baris dan kolom. Pengkoneksian sisi
biasanya diikuti dengan pemrosesan akhir untuk menemukan
32
sekumpulan piksel-piksel yang terhubung yang dipisahkan oleh
celah kecil yang dapat diisi.
- Penelusuran batas
Penelusuran batas dapat diaplikasikan pada citra yang
bergradien atau citra lain yang hanya mengandung informasi
mengenai batasan-batasan. Pada saat sebuah titik pada batasan
tersebut diidentifikasi, hanya dengan menentukan sebuah nilai
maksimum derajat keabuan, penelusuran berjalan dengan
mengikuti batasan, mengasumsikan bahwa penelusuran itu akan
berakhir membentuk suatu rangkaian tertutup menghasilkan
sebuah batasan objek.
Metode yang sederhana ini dapat mengalami kegagalan
jika citra memiliki derau yang tinggi. Batasan akan terlihat acak
dan berubah arah secara mendadak sehingga sulit untuk
melakukan penelusuran. Solusi yang dapat dilakukan adalah
dengan mereduksi derau pada citra terlebih dahulu.
Gambar 2.10 Teknik penelusuran batas
33
Gambar 2.10 menunjukkan simulasi yang dilakukan dengan
menggunakan metode penelusuran batas. Tetapkan piksel 1
sebagai piksel awal di daerah batasan objek. Lakukan pencarian
dengan menggunakan 8-konektivitas untuk mencari piksel
selanjutnya (misalnya piksel 2). Lakukan langkah tersebut
secara iteratif hingga membentuk suatu rangkaian tertutup.
2.4.1.5 Pembalikan (Invert)
Pembalikan merupakan suatu cara yang digunakan untuk mengubah
atau membalikkan piksel yang ada pada citra biner dari 1 menjadi 0 atau
sebaliknya. Proses pembalikan dilakukan dengan menggunakan logika
“tidak”. Fitur ini diperlukan jika objek yang ada pada citra lebih gelap
daripada latar belakangnya sehingga setelah tahap binerisasi objek yang
dihasilkan akan berwarna hitam. Oleh karena fitur-fitur yang ada
mengenal objek dengan warna putih, maka objek yang berwarna hitam
perlu dibalikkan.
I O
0 1
1 0
NOT
34
2.4.2 Pengolahan
Tahap pengolahan merupakan bentuk dari pemrosesan sinyal di mana
masukannya adalah berupa citra dan ditransformasikan menjadi citra lain
sebagai keluarannya dengan teknik tertentu. Tujuannya adalah meningkatkan
kualitas gambar berdasarkan persepsi manusia dan interpretasi komputer.
Pengolahan dilakukan agar citra dapat diinterpretasi oleh sistem
penglihatan manusia dengan cara melakukan manipulasi terhadap citra. Banyak
fitur yang terdapat pada tahap pengolahan, tetapi fitur yang dibahas di sini
terbatas pada ruang lingkup citra bioinformatik saja. Fitur-fitur yang terdapat
pada tahap pengolahan, yaitu: morfologi, reduksi derau, dan deteksi sisi.
2.4.2.1 Morfologi
Pengolahan citra secara morfologi adalah alat untuk
mengekstrak atau memodifikasi informasi pada bentuk dan struktur dari
objek di dalam citra (Dougherty, 2009). Operator morfologi yang
umum digunakan adalah erosi dan dilasi, sedangkan operator lainnya
merupakan pengembangan dari keduanya.
2.4.2.1.1 Erosi
Erosi adalah salah satu operasi dasar dalam
pemrosesan citra secara morfologi. Erosi adalah sebuah
operasi yang meningkatkan ukuran dari latar belakang (dan
mengikis objek latar depan) pada citra biner (Dougherty,
2009).
35
Dengan memisalkan A sebagai objek pada citra
masukan, B sebagai elemen terstruktur, dan C sebagai objek
pada citra keluaran hasil erosi, maka proses erosi dapat
dinotasikan dengan:
C = ( A Ө B ) 2.19
Erosi dilakukan dengan bantuan elemen terstruktur. Elemen
terstruktur membantu menentukan piksel tetangga yang akan
ditelusuri dengan proses erosi. Elemen terstruktur yang umum
digunakan adalah 4-konektivitas dan 8-konektivitas.
Gambar 2.11 Elemen terstruktur 4- dan 8-konektivitas
Erosi memiliki karakteristik:
- Erosi pada umumnya memperkecil ukuran dari objek dan
menghilangkan elemen atau anomali kecil dengan
mengurangi objek dengan sebuah radius yang lebih kecil
dari ukuran elemen terstruktur.
- Dengan citra biner, erosi menghilangkan objek yang lebih
kecil dari elemen terstruktur dan mengeliminasi piksel
parameter dari objek citra yang lebih besar.
36
Algoritma yang dilakukan pada dilasi adalah sebagai berikut:
1. Posisikan elemen terstruktur di bagian atas (menutupi)
tiap-tiap piksel dari citra masukan hingga titik pusat dari
elemen terstruktur bertepatan dengan posisi piksel
masukan.
2. Jika paling sedikit satu piksel pada elemen terstruktur
bertemu dengan piksel latar belakang di bawahnya (yang
ditutupinya), maka tetapkan piksel keluaran pada citra
baru ke nilai latar belakang. Begitu juga jika bertemu
dengan piksel latar belakang, maka tetapkan piksel
keluaran pada citra baru ke nilai latar depan.
Gambar 2.12 Erosi dengan menggunakan elemen
terstruktur 8-konektivitas
Dengan begitu, piksel latar belakang pada citra masukan akan
menjadi latar belakang pada citra keluaran dan juga piksel
latar depan pada citra masukan akan menjadi latar belakang
pada citra keluaran.
37
2.4.2.1.2 Dilasi
Dilasi adalah salah satu operasi dasar dalam morfologi
matematika. Pada citra biner, dilasi adalah sebuah operasi
yang mengekspansi atau memperbesar ukuran dari objek latar
depan (Dougherty, 2009). Biasanya objek pada citra
dilambangkan dengan piksel putih, walaupun untuk beberapa
implementasi objek pada citra dilambangkan dengan piksel
hitam. Konektivitas antar piksel pusat dengan tetangganya
dibuat berdasarkan elemen terstruktur yang terdefinisi.
Dengan memisalkan A sebagai objek pada citra
masukan, B sebagai elemen terstrukstur, dan C sebagai objek
pada citra keluaran hasil dilasi, maka proses dilasi dapat
dinotasikan dengan:
C = ( A B ) 2.20
Dilasi memiliki karakteristik:
- Dilasi pada umumnya memperbesar ukuran dari objek,
mengisi lubang dan area yang rusak, dan menghubungkan
area yang dipisahkan oleh jarak yang lebih kecil dari
ukuran elemen terstruktur.
- Dengan citra biner, dilasi menghubungkan area yang
dipisahkan oleh jarak yang lebih kecil dari elemen
terstruktur dan menambahkan piksel ke parameter dari
setiap objek citra.
38
Algoritma yang dilakukan pada dilasi adalah sebagai berikut:
1. Posisikan elemen terstruktur di bagian atas (menutupi)
tiap-tiap piksel dari citra masukan hingga titik pusat dari
elemen terstruktur bertepatan dengan posisi piksel
masukan.
2. Jika paling sedikit satu piksel pada elemen terstruktur
bertemu dengan piksel latar depan di bawahnya (yang
ditutupinya), maka tetapkan piksel keluaran pada citra
baru ke nilai latar depan. Begitu juga jika bertemu dengan
piksel latar belakang, maka tetapkan piksel keluaran pada
citra baru ke nilai latar depan.
Dengan begitu, piksel latar depan pada citra masukan akan
menjadi latar depan pada citra keluaran dan juga piksel latar
belakang pada citra masukan akan menjadi latar depan pada
citra keluaran.
Gambar 2.13 Dilasi dengan menggunakan elemen terstruktur
8-konektivitas
39
Operator erosi dan dilasi merupakan operator dasar yang ada
pada pengolahan citra secara morfologi. Operator-operator
morfologi lainnya, seperti opening, closing, thinning, dan
skeletonizing muncul berdasarkan hasil pengembangan dari
kedua metode ini.
2.4.2.1.3 Opening
Opening didefinisikan sebagai proses erosi yang
diikuti oleh proses dilasi dengan menggunakan elemen
terstruktur yang sama untuk kedua operasi (Dougherty, 2009).
Proses erosi yang merupakan bagian dari proses ini
menghilangkan piksel latar depan dari tepi daerah piksel latar
depan tersebut, kemudian proses dilasi mengembalikan ukuran
dari piksel yang tersisa ke ukuran semula. Pada umumnya,
opening digunakan untuk mengeliminasi noise yang terlihat
sebagai latar depan.
Gambar 2.14 Proses opening
40
2.4.2.1.4 Closing
Closing didefinisikan sebagai proses dilasi yang diikuti
oleh proses erosi dengan menggunakan elemen terstruktur
yang sama untuk kedua operasi (Dougherty, 2009).
Proses dilasi memperbesar dan menghubungkan
piksel-piksel latar depan, kemudian proses erosi
mengembalikan ukurannya ke ukuran semula. Proses closing
berfungsi untuk menghaluskan kontur dari objek latar depan.
Operator ini menghubungkan celah sempit dan mengeliminasi
lubang-lubang kecil yang ada pada objek.
Gambar 2.15 Proses closing
2.4.2.1.5 Pengerangkaan
Pengerangkaan (lebih dikenal sebagai skeletonizing)
adalah hasil dari proses thinning yang dilakukan terhadap citra
secara iteratif. Thinning adalah operasi morfologi yang
mengerosi piksel objek dari batas tepi pada citra biner dengan
menjaga titik akhir dari garis ruas objek (Dougherty, 2009).
41
Gambar 2.16 Proses pengerangkaan
2.4.2.2 Reduksi Derau
Derau adalah fluktuasi atau perubahan nilai dari piksel suatu
citra yang tidak diinginkan. Derau menyebabkan penurunan kualitas
dari suatu citra (Dougherty, 2009, p247).
Terdapat berbagai jenis derau, yang bisa disebabkan oleh
beberapa hal, misalnya perbedaan kecepatan penerimaan paparan
cahaya pada alat pencitraan digital, yang menyebabkan derau secara
acak karena kedatangan foton yang tidak bersamaan, atau bahkan
berasal dari hasil pengkompresian citra digital. Karena itu terdapat
bermacam-macam jenis derau, antara lain:
- Derau putih
Derau putih adalah derau yang sama sekali tidak berhubungan, yaitu
nilai dari setiap piksel tersebut sama sekali tidak berhubungan
dengan nilai piksel yang menjadi tetangganya. Hal ini menunjukkan
bahwa fungsi autokorelasinya adalah 0.
42
- Derau berwarna
Derau berwarna adalah derau yang memiliki warna.
- Derau “Salt and pepper”
Derau “Salt and pepper” adalah derau yang terjadi karena
kesalahan saat transmisi data. Jika ada piksel yang rusak, maka
nilainya akan diubah menjadi maksimum atau 0, sehingga tampak
seperti “salt and pepper”. Piksel yang tidak bermasalah tidak akan
mengalami perubahan.
- Derau kuantisasi
Derau kuantisasi adalah derau yang timbul karena kesalahan pada
proses pengubahan data dari analog ke digital, saat nilai sampel
dianggap memiliki jumlah level yang terbatas.
2.4.2.2.1 Penyaringan Nilai Rata-Rata
Penyaringan nilai rata-rata merupakan teknik
penerapan matriks yang termasuk dalam kategori penyaringan
nonlinear. Teknik ini sering digunakan untuk menghilangkan
derau pada gambar. Nilai piksel keluaran ditentukan oleh nilai
rata-rata dari lingkungan matriks yang ditentukan. Matriks
yang digunakan pada penyaringan ini:
w(k,l) = 1/9 1/9 1/91/9 1/9 1/91/9 1/9 1/9
43
Sebuah gambar bernoise ai(m,n) dapat diformulasikan dengan:
Ai(m,n) = f(m,n) + di(m,n) 2.21
Di mana f(m,n) mewakili citra bebas derau, dan di(m,n) adalah
derau tambahan pada gambar tersebut. Jika total dari Q
gambar tersedia, maka rata-rata citra adalah:
, 1
, 2.22
Untuk melakukan penyaringan dengan nilai rata-rata, kita
harus menentukan piksel yang akan diganti nilai pusatnya.
Gambar 2.17 Matriks penyaringan pada citra
Dengan menggunakan citra di atas, diambil 3x3 matriks
penyaringan. Setelah dilakukan penghitungan, nilai rata-rata
yang diperoleh adalah 125. Nilai rata-rata ini digunakan untuk
menggantikan nilai pusat matriks, sehingga nilai 150 akan
diganti dengan 125. Spesifiknya, penyaringan nilai rata-rata
mengganti sebuah piksel dengan rata-rata dari semua piksel
pada tetangganya.
44
2.4.2.2.2 Penyaringan Nilai Tengah
Penyaringan nilai tengah merupakan teknik penerapan
matriks yang termasuk dalam kategori penyaringan nonlinear.
Teknik ini sering digunakan untuk menghilangkan derau yang
ada pada citra.
Inti dari proses ini adalah nilai piksel
keluaran ditentukan oleh nilai pusat dari lingkungan matriks
yang ditentukan. Nilai pusat dicari dengan melakukan
pengurutan terhadap nilai piksel dari matriks yang sudah
ditentukan, kemudian dicari nilai tengahnya.
Gambar 2.18 Matriks penyaringan pada citra
Dengan menggunakan citra di atas, diambil sebuat piksel
pusat yang akan diubah nilainya beserta kedelapan tetangga di
sekelilingnya. Penyaringan dilakukan dengan menggunakan
matriks 3x3. Nilai masing-masing piksel yang bertetanggaan
setelah diurutkan adalah sebagai berikut:
115, 119, 120, 123, 124, 125, 126, 127, 150
45
Hasil pengurutan tersebut mendapatkan nilai median 124.
Nilai nilai tengah ini digunakan untuk menggantikan nilai
pusat matriks, sehingga nilai 150 akan diganti dengan 124.
Spesifiknya, nilai tengah filter mengganti sebuah piksel
dengan median dari semua piksel pada tetangganya:
Y (n) = med ( xn − k , xn − k ,..., xn ,...xn + k ) 2.23
Mask adalah matriks kecil yang nilainya disebut bobot. Setiap
matriks memiliki nilai asli yang biasanya memiliki satu posisi.
Nilai aslinya terdapat pada pusat piksel.
Gambar 2.19 Macam-macam matriks dengan bobot yang
berbeda-beda
Biasanya mask digunakan untuk melakukan penyaringan citra
dari derau. Matriks ini diletakkan di atas piksel citra masukan
sehingga citra tertutup oleh matriks. Nilai dari piksel di bawah
matriks dikalkulasikan dengan bobot mask yang ada di
atasnya kemudian seluruh jumlah yang ada dirata-ratakan.
Nilai piksel pusat akan digantikan dengan nilai rata-rata
tersebut.
46
2.4.2.2.3 Gaussian Blur
Operator Gaussian blur dua dimensi digunakan dalam
banyak aplikasi pengolahan citra. Sesuai dengan namanya,
penyamaran Gaussian blur memiliki efek penghalusan pada
citra. Citra akan diproses dengan menggunakan operator
Gaussian di mana nilai koefisien dari operatornya diambil
berdasarkan konsep segi tiga Pascal (koefisien binomial).
n koefisien 2n
0 1 1
1 1 1 2
2 1 2 1 4
3 1 3 3 1 8
4 1 4 6 4 1 16
5 1 5 10 10 5 1 32
6 1 6 15 20 15 6 1 64
Gambar 2.20 Segi tiga Pascal
Biasanya, opererator Gaussian berupa operator
3x3 1 2 12 4 21 2 1
. Operator ini diimplementasikan pada citra
masukan untuk mengganti nilai pusat citra dengan mengalikan
nilai piksel pusat dan tetangganya dengan bobot yang ada
pada operator Gaussian tersebut kemudian dibagi dengan
47
jumlah seluruh bobot operator. Nilai yang dihasilkan akan
menjadi nilai pusat baru.
Waktu eksekusi yang diperlukan dapat menjadi lama
jika terdapat banyak piksel pada sebuah citra. Penggunaan dari
karakteristik Gaussian blur dapat membantu mengatasi
permasalahan ini:
- Piksel yang banyak dapat didekomposisi menjadi deretan
pemrosesan piksel dalam jumlah yang lebih sedikit
- Gaussian blur dapat dibagi menjadi operator baris dan
kolom. Sebagai contoh:
1 2 12 4 21 2 1
Mempunyai nilai yang sama dengan
1 2 1 yang diikuti 121
.
(http://www.personal.engin.umd.umich.edu/~jwvm/ece581/21
_GBlur.pdf)
2.4.2.3 Deteksi sisi
Deteksi sisi (deteksi tepi) merupakan salah satu prosedur yang
digunakan untuk menentukan batas tepi dari objek dengan sekitarnya
yang terdapat pada citra. Dengan adanya deteksi tepi, proses
pengenalan objek dapat menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Metode
yang biasa digunakan untuk melakukan deteksi sisi pada citra adalah
Sobel dan Canny.
48
2.4.2.3.1 Sobel
Operator sobel menggunakan sepasang matriks 3x3
seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.19. Sebuah matrik Gx
ditentukan berdasarkan pengembangan dari metode Prewitt
dan matriks Gy merupakan hasil rotasi 90° dari matriks Gx.
Gambar 2.21 Matriks konvolusi Sobel
Matriks ini disusun untuk respon maksimal untuk sisi vertikal
maupun horisontal yang bergantung pada grid piksel. Matriks
dapat diterima secara terpisah pada citra masukan, untuk
membuat perkiraan ukuran dari gradien komponen pada suatu
orientasi (Gx dan Gy). Hasilnya kemudian dapat digabungkan
bersama untuk menemukan besaran mutlak dari gradien pada
suatu poin dan orientasi dari gradien itu.
Besaran gradien diberikan oleh persamaan:
|G| = 2.24
Besarannya dapat dihitung dengan:
|G| = |Gx| + |Gy| 2.25
49
Orientasi dari tepi diberikan oleh gradien spasial (tergantung
pada orientasi piksel grid) diberikan oleh persamaan:
θ = arctan (Gy/Gx) 2.26
Pada kasus ini, orientasi 0 diambil untuk rata-rata yang
ditunjuk pada kontras maksimum dari hitam atau putih dari
kiri ke kanan gambar, dari sisi lain berlawanan arah jarum jam
Sering kali, besaran mutlak hanya gambar keluaran yang
dilihat pengguna, dua komponen dari gradien dihitung dan
ditambahkan pada suatu perhitungan gambar masukan
menggunakan operator pseudo-convolution yang ditunjukkan
pada Figure 2.
Gambar 2.22 Operator pseudo-convolution
Dengan menggunakan matriks ini, kita dapat menghitung
besarannya diberikan oleh persamaan:
|G| = |(P1 + 2 x P2 + P3) – (P7 + 2 x P8 + P9)| + |(P3
+ 2 x P6 + P9) – (P1 + 2 x P4 + P7)|
2.27
50
2.4.2.3.2 Canny
Operator deteksi sisi Canny dikembangkan oleh John F.
Canny pada tahun 1986. Deteksi sisi dengan metode Canny
merupakan salah satu teknik deteksi sisi yang cukup populer
penggunaannya dalam pengolahan citra. Salah satu alasannya
adalah ketebalan sisi yang bernilai satu piksel yang
dimaksudkan untuk melokalisasi posisi sisi pada citra secara
sepresisi mungkin. Tujuan dari deteksi sisi Canny adalah
untuk menemukan algoritma deteksi sisi yang optimal, dalam
arti:
- Deteksi yang baik
Algoritma yang dilakukan harus dapat menandai sisi-sisi
yang nyata pada citra sebanyak mungkin.
- Lokalisasi yang baik
Sisi yang ditandai harus sedekat mungkin dengan sisi yang
ada pada citra yang sebenarnya.
- Responsi minimal
Sisi yang ada pada citra hanya ditandai sebanyak satu kali
(satu piksel) dan derau pada citra tidak membuat deteksi
sisi yang salah.
Untuk memaksimalkan fungsinya, deteksi sisi Canny bekerja
sesuai dengan tahapan-tahapan berikut:
51
1. Reduksi derau
Reduksi derau digunakan untuk meminimalisasi kesalahan
deteksi yang diakibatkan oleh derau pada citra. Metode
yang biasa digunakan adalah penyaringan Gaussian 5x5.
B =
2 4 5 4 24 9 12 9 45 12 15 12 54 9 12 9 42 4 5 4 2
*A (2.28)
2. Menentukan gradien
Setelah melakukan pereduksian terhadap derau, langkah
selanjutnya adalah menentukan gradien. Operator yang
umum digunakan adalah operator sobel dengan matriks
konvolusi 3x3 Gx dan Gy. Operator sobel dapat dilihat
pada gambar 2.19 dan besarannya dapat diperoleh dengan
menggunakan persamaan 2.24 dan 2.25.
3. Menentukan arah
Setelah mendapatkan gradien, langkah selanjutnya adalah
menentukan dan mengelompokkan arahnya. Arah dari
gradien dapat diperoleh dengan melakukan invers tangen
dari besaran yang telah didapatkan dengan persamaan 2.26.
Arah yang telah diperoleh ini kemudian dikelompokkan ke
dalam 4 arah secara garis besar.
52
Gambar 2.23 Empat arah pengelompokan
Berdasarkan gambar di atas:
- Jika arah yang didapatkan berada pada daerah kuning
(0° - 22,5° dan 157,5° - 180°), maka arah sisi diubah
menjadi 0°.
- Jika arah yang didapatkan berada pada daerah hijau
(22,5° - 67,5°), maka arah sisi diubah menjadi 45°.
- Jika arah yang didapatkan berada pada daerah biru
(67,5° - 112,5°), maka arah sisi diubah menjadi 90°.
- Jika arah yang didapatkan berada pada daerah merah
(112,5° - 157,5°), maka arah sisi diubah menjadi 135°.
4. Supresi nonmaksimal
Setelah arah sisi telah diketahui, langkah selanjutnya yang
harus dilakukan adalah mengimplementasikan supresi
nonmaksimum. Supresi nonmaksimum adalah proses
pengeliminasian terhadap nilai-nilai yang tidak maksimum
sehingga akan dihasilkan sebuah garis yang tipis pada citra
keluaran.
53
5. Ambang batas hysteresis
Langkah terakhir adalah menentukan ambang batas atau
klasifikasi tiap piksel. Pada tahap ini bisa saja
menggunakan ambang batas yang berdasarkan pada satu
nilai tertentu. Namun pemilihan ambang batas yang hanya
menggunakan satu nilai ini memiliki keterbatasan yaitu
adanya kemungkinan piksel yang hilang padahal
sebetulnya meruapakan piksel sisi ataupun dimasukkannya
piksel yang sebetulnya merupakan derau sebagai piksel
sisi (http://en.wikipedia.org/wiki/Canny_edge_detector).
Oleh karena itulah digunakan dua buah threshold T1 dan T2.
Suatu piksel dianggap sebagai sisi jika nilainya lebih besar
daripada T1 dan akan dianggap bukan sebagai sisi jika
nilainya lebih kecil daripada T2. Jika nilai piksel berada di
antara T1 dan T2:
- Piksel tersebut akan dianggap sebagai sisi jika piksel
tersebut berhubungan dengan piksel lain yang dianggap
sebagai sisi.
- Piksel tersebut akan dianggap bukan sebagai sis i jika
piksel tersebut tidak berhubungan dengan piksel lain yang
dianggap sebagai sisi.
(http://www.pages.drexel.edu/~weg22/can_tut.html)
54
2.4.3 Analisis
Tahap analisis adalah proses untuk mengekstraksi sebanyak mungkin
informasi diagnostik dari sebuah citra (Dougherty, 2009, p3). Tahap analisis
termasuk dalam tahap pengolahan tingkat tinggi, yaitu tahap yang bertujuan
untuk merekognisi, merepresentasikan, dan mengklasifikasikan pola pada citra.
Tahap analisis merupakan tahap terakhir dalam pengolahan citra, di mana pada
tahap ini informasi spesifik mengenai objek dan hubungannya akan
diidentifikasi. Tahap ini akan melibatkan kajian tentang teknik-teknik pada
kecerdasan buatan. Contoh proses yang dilakukan pada tahap analisis adalah:
- Mencocokkan data yang diekstrak dari citra dengan model data yang ada.
- Mengestimasikan parameter-parameter objek pada citra, misalnya posisi
objek atau ukuran objek pada citra.
- Mengklasifikasikan objek kedalam kategori-kategori yang dibuat.
Banyak fungsi atau fitur yang dapat digunakan pada tahap analisis, tetapi fitur
yang dibahas di sini terbatas pada ruang lingkup citra bioinformatik saja. Fitur-
fitur yang digunakan adalah penomoran, perhitungan, dan pengklasifikasian.
2.4.3.1 Penomoran
Penomoran (pemberian label) adalah sebuah prosedur untuk
memberikan label yang unik pada setiap objek (kumpulan dari
komponen-komponen yang berhubungan) pada sebuah citra. Label-
label ini adalah kunci dari tahap analisis selanjutnya dan digunakan
untuk membedakan serta mereferensikan objek-objek tersebut. Proses
pemberian label dilakukan dengan prosedur yang bernama Connected
55
Component Labeling (CCL). Hal ini membuat CCL menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dalam hampir semua aplikasi pengenalan pola
dan visi komputer (Kesheng, 2008).
Pada skripsi ini, digunakan CCL untuk memproses dan
menganalisis citra biner yang disimpan dalam format array 2 dimensi.
Citra-citra ini umumnya adalah berupa keluaran dari langkah-langkah
proses citra sebelumya, misalnya segmentasi citra. Setiap piksel dalam
citra biner umumnya disebut piksel objek atau piksel latar belakang.
Terdapat 2 cara umum yang digunakan untuk mendefinisikan
konektivitas dalam citra 2 dimensi, yaitu 4-konektivitas dan 8-
konektivitas.
Piksel-piksel 4-konektivitas merupakan tetangga dari setiap
piksel yang menyentuh salah satu dari sisi mereka. Piksel-piksel ini
terhubung secara horizontal dan vertikal. Dalam koordinat piksel, setiap
piksel yang memiliki koordinat (x ± 1, y) atau (x, y ± 1) terhubung
dengan piksel yang berada dikoordinat (x, y).
Gambar 2.24 4-konektivitas
56
Gambar 2.25 Contoh pola dari 4-konektivitas
Piksel-piksel 8-konektivitas merupakan tetangga dari setiap piksel yang
menyentuh atau bersebelahan dengan salah satu sisi atau sudut mereka
sehingga ada 8 tetangga pada sebuah piksel yang tidak berada di
pinggir. Piksel-piksel ini terhubung secara horizontal, vertikal, dan
diagonal. Dalam koordinat piksel, piksel-piksel dengan koordinat
(x+1,y+1) terhubung dengan piksel yang berada di koordinat (x, y).
Contoh pola dari 8-konektivitas:
Gambar 2.26 Contoh pola 8-konektivitas
57
Metode-metode CCL antara lain:
- Algoritma One-pass
Algoritma ini melakukan pemindaian terhadap citra untuk
menemukan piksel objek yang belum diberi label, kemudian
memberikan label yang sama pada semua piksel objek yang
berhubungan. Algoritma ini hanya melakukan pemindaian pada
citra sebanyak satu kali, biasanya dengan pola penelusuran yang
acak. Sebagai contohnya, setiap kali sebuah piksel objek yang
belum diberi label ditemukan, maka algoritma ini akan menelusuri
batasan dari komponen-komponen objek yang saling berhubungan
tersebut hingga kembali ke posisi awalnya.
Gambar 2.27 Contoh algoritma One-pass
- Algoritma Two-pass
Algoritma Two-pass sebenarnya adalah pengembangan dari
algoritma One-pass, hanya saja pada algoritma ini dilakukan
pemindaian citra sebanyak 2 kali. Algoritma Two-pass ini bekerja
dalam 3 fase, yaitu:
58
1. Fase pemindaian
Dalam fase ini, dilakukan satu kali pemindaian terhadap citra
untuk memberikan label sementara pada semua piksel objek,
dan untuk menyimpan informasi kesamaan mengenai label
sementaranya.
2. Fase analisis
Fase ini menganalisis kesamaan informasi label pada tiap piksel
untuk menentukan label akhir piksel untuk setiap label
sementara.
3. Fase penomoran
Fase ketiga ini berfungsi untuk memberikan label akhir pada
semua piksel objek dengan melakukan pemindaian kedua pada
citra.
2.4.3.2 Penghitungan
Penghitungan merupakan fitur yang digunakan untuk
melakukan penganalisisan terhadap citra yang dibuat dengan
menggunakan dasar teori yang sama dengan proses pemberian label,
hanya saja setiap kali sebuah objek diberi label, maka objek itu
dianggap sebagai objek yang berbeda dengan objek yang berlainan
labelnya, sehingga dapat diperoleh informasi berupa jumlah objek yang
terdapat dalam citra tersebut sebagai hasil akhir.
59
2.4.3.3 Pengklasifikasian
Pengklasifikasian merupakan fitur analisis yang dibuat dengan
menggunakan dasar teori yang sama dengan penomoran, karena pada
proses penomoran sebenarnya sudah menyimpan data berupa bentuk
dan ukuran dari objek yang diberi label. Sehingga kita cukup
memunculkan data tersebut. Proses pengklasifikasian dilakukan
berdasarkan paramaeter ukuran dari objek.