Download - Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Penyakit hepatitis B salah satu penyakit serius dan merupakan masalah
kesehatan masyarakat, khususnya bagi negara-negara berkembang. Infeksi penyakit
ini dapat menimbulkan berbagai macam manifestasi klinik mulai dari pengidap
penyakit (carier) tanpa gejala atau dengan gejala, sampai dengan timbul tanda-tanda
hepatitis virus, sirosis, dan bahkan dapat menyebabkan timbulnya karsinoma
hepatoseluler.1
Data yang didapat dari penelitian A. Hazim bin Abdul Aziz tahun 2010,
bahwa menurut World Health Organization (WHO), sedikitnya 350 juta penderita
carrier hepatitis B terdapat di seluruh dunia, 75%-nya berada di Asia Pasifik.
Diperkirakan setiap tahunnya terdapat 2 juta pasien meninggal karena hepatitis B.
Hepatitis B mencakup 1/3 kasus pada bayi. Indonesia termasuk negara endemik
hepatitis B dengan jumlah yang terjangkit antara 2,5% hingga 36,17% dari total
jumlah penduduk. Pada penelitian prevalensi infeksi virus hepatitis B yang dilakukan
terhadap 114 mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang baru masuk tahun 1983
didapat prevalensi 16,6%. Data pasien hemodialisis regular di 12 kota besar di
Indonesia menunjukkan, dari 2.458 pasien didapati prevalensi infeksi Virus Hepatitis
B sebanyak 4,5%, sedangkan di kota Medan adalah 6,05% dari 314 pasien. 2
Pada penelitian yang dilakukan oleh Sandjaja dan Yekti Widodo, tahun 2010
didapatkan data dari WHO Immunization Summary 2010 menunjukkan cakupan
imunisasi dasar di Indonesia berkurang. Cakupan Hepatitis B meningkat ke 78%
namun masih belum mencapai target 80%.3 Angka cakupan imunisasi dasar di
Indonesia pada tahun 2010 sebesar 53,8% dan di DKI Jakarta sendiri baru mencakup
53,2%.4 Menurut Penelitian Nasim di Kelurahan Jelambar I tahun 2011 bahwa
peringkat kecamatan Grogol-Petamburan mencatatkan cakupan imunisasi Hepatitis B
yang masih rendah yaitu hanya 47%.3
1
Keikutsertaan ibu dalam memberikan imunisasi kepada bayinya selain
dipengaruhi oleh faktor internal yaitu karakteristik ibu yang bersangkutan, juga
ditentukan oleh faktor eksternal yang meliputi umur, pendidikan, pekerjaan,
pendapatan, jumlah anak, dan sumber informasi.5 Dilakukannya penelitian di daerah
Puskesmas Jelambar II, karena merupakan tempat lingkup kerja peneliti dan belum
adanya penelitian mengenai perilaku, sikap, dan pengetahuan ibu yang memiliki bayi
berusia 6-12 bulan tentang imunisasi hepatitis B dan faktor-faktor yang berhubungan
di kelurahan ini.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang di atas dapat dibuat rumusan masalah pada penelitian ini
yaitu:
1. Hepatitis B salah satu penyakit serius dan merupakan masalah kesehatan
masyarakat, khususnya bagi negara-negara berkembang.
2. Tingginya prevalensi hepatitis B di Indonesia yaitu berkisar antara 2,5%-
36,17%.
3. Rendahnya Cakupan imunisasi Hepatitis B yaitu hanya 47 %.
4. Belum adanya penelitian mengenai perilaku, sikap, dan pengetahuan ibu yang
memiliki bayi berusia 6-12 bulan tentang imunisasi hepatitis B dan faktor
yang berhubungan di kelurahan ini.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
1.3.1 Tujuan Umum
Diketahuinya pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu-ibu yang memiliki bayi
mengenai imunisasi hepatitis B di Kelurahan Jelambar II pada bulan Juli 2011 serta
faktor-faktor yang berhubungan seperti umur, pendidikan, pekerjaan, penghasilan,
sumber informasi, dan jumlah anak.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya sebaran pada ibu-ibu yang memiliki bayi usia 6-12 bulan di
Kelurahan Jelambar II menurut usia, pendidikan, pekerjaan, pendapatan,
jumlah anak, dan sumber informasi mengenai imunisasi hepatitis B.
2. Diketahuinya sebaran tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku (PSP) ibu-ibu
yang memiliki bayi usia 6-12 bulan di Kelurahan Jelambar II mengenai
imunisasi hepatitis B.
2
3. Diketahuinya hubungan antara usia, pendidikan, pekerjaan, pendapatan,
jumlah anak, dan sumber informasi dengan pengetahuan, sikap, dan perilaku
ibu-ibu yang memiliki bayi usia 6-12 bulan di Kelurahan Jelambar II
mengenai imunisasi hepatitis B.
4. Diketahuinya hubungan antara tingkat pengetahuan dengan sikap ibu-ibu yang
memiliki bayi usia 6-12 bulan di Kelurahan Jelambar II mengenai imunisasi
hepatitis B.
5. Diketahuinya hubungan antara tingkat pengetahuan dengan perilaku ibu-ibu
yang memiliki bayi usia 6-12 bulan di Kelurahan Jelambar II mengenai
imunisasi hepatitis B.
6. Diketahuinya hubungan antara sikap dengan perilaku ibu-ibu yang memiliki
bayi usia 6-12 bulan di Kelurahan Jelambar II mengenai imunisasi hepatitis B.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti
1. Memperoleh pengalaman belajar dan pengetahuan dalam melakukan
penelitian.
2. Meningkatkan kemampuan komunikasi dengan masyarakat.
3. Mengembangkan daya nalar, minat, dan kemampuan berpikir analitis dalam
mengidentifikasi masalah kesehatan yang ada di masyarakat.
4. Menerapkan ilmu yang telah didapat di bangku kuliah untuk merumuskan dan
memecahkan masalah yang ada di masyarakat khususnya yang berkaitan
dengan imunisasi hepatitis B.
5. Mendapatkan masukan mengenai pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu-ibu
yang memiliki bayi usia 6-12 bulan di Kelurahan Jelambar II mengenai
imunisasi hepatitis B serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
1.4.2 Manfaat Bagi Perguruan Tinggi
1. Realisasi Tri Darma perguruan tinggi yang merupakan fungsi atau tugas
perguruan tinggi sebagai lembaga pendidikan.
2. Realisasi visi dan misi perguruan tinggi sebagai lembaga pendidikan.
3
1.4.3 Manfaat Bagi Puskesmas
1. Merupakan masukan dalam melakukan penyuluhan, terutama yang berkaitan
dengan imunisasi Hepatitis B.
2. Guna meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya imunisasi Hepatitis B
pada masyarakat di Kelurahan Jelambar II.
1.4.4 Bagi Masyarakat
1. Sebagai sumber informasi bagi masyarakat agar lebih mengenal tentang
imunisasi terutama imunisasi hepatitis B.
2. Memberikan gambaran hepatitis B kepada masyarakat.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
2.1. HEPATITIS B
2.1.1. Definisi
Penyakit hepatitis B adalah penyakit hati yang disebabkan oleh virus hepatitis B
(VHB) yang merusak hati. Dapat berkembang menjadi penyakit kronis sehingga terjadi
pengerasan hati yang disebut dengan sirosis hepatis dan dapat pula berkembang menjadi
kanker hati yang disebut karsinoma hepatoseluler.6
2.1.2. Penyebab
Hepatitis B disebabkan oleh Virus Hepatitis B (VHB) yang merupakan suatu virus
DNA sirkuler berantai ganda yang termasuk famili hepadnaviridae, yang mempunyai 3 jenis
antigen yaitu antigen surface hapatitis B (HbsAg) yang terdapat pada mantel (envelope
virus), antigen “core” hepatitis B (HbcAg) yang terdapat pada cor, dan antigen “e” hepatitis B
(HbeAg) yang terdapat pada nukleokapsid virus. Ketiga jenis antigen ini dapat merangsang
timbulnya antibodi spesifik terhadap antigen-antigen tersebut yang masing-masing disebut
anti HBs, anti HBc dan anti Hbe.6
Salah satu jenis antigen yang ada pada VHB adalah hepatitis B surface antigen
(HbsAg). Adanya HbsAg di dalam darah menunjukkan bahwa infeksi VHB sedang
berlangsung. HbsAg sudah di temukan dalam darah pada masa inkubasi 60-90 hari, titer
antigen tertinggi dicapai pada saat timbulnya gejala klinis. HbsAg umumnya menetap selama
enam bulan atau lebih menunjukkan adanya infeksi hepatitis B yang kronik atau penderita
menjadi infeksi hepatitis B persistent.6
2.1.3. Penularan
Hepatitis B dapat ditularkan baik penularan secara vertikal maupun penularan secara
horizontal.7
1) Penularan secara vertikal
5
Dikenal juga sebagai penularan maternal-neonatal. Penularan terjadi dalam uterus (in
utero), sewaktu persalinan (perinatal), dan pasca persalinan (post natal). Berdasarkan
penelitian sebagian besar bayi terinfeksi VHB secara vertikal tertular pada saat proses
persalinan, sehingga paling sering didapat dan paling banyak. HBsAg positif mulai pada usia
3-6 bulan sesuai dengan masa tunas infeksi VHB dan bayi baru lahir bisa langsung HBsAg
positif dan tetap positif untuk selamanya. Beberapa teori kemungkinan terjadinya penularan
infeksi hepatitis B secara vertikal dari ibu ke anak, yaitu:7
a) Transfusi maternofetal
Partikel utuh VHB dalam keadaan normal tidak dapat menembus barier
placenta. Keberadaan HbsAg dalam darah tali pusat tidak selalu menunjukkan
adanya transmisi maternofetal, tetapi mungkin terjadi suatu pencampuran darah
(difusi) dari ibu terjadi pada partus lama.
b) Perpindahan virus melalui plasenta
Dalam keadaan tertentu, selain kebocoran plasenta terjadi juga perpindahan
melewati plasenta, seperti 43,8% dari jaringan hati dan serum pada bayi-bayi dari
ibu HBsAg positif abortus menunjukkan DNA VHB positif dari 33,3% dari bayi-
bayi tersebut mengalami integrasi DNA VHB dalam genom sel hati, serta banyak
neonatus HBsAg positif dengan titer sangat tinggi pada darah tali pusat maupun
darah bayi diambil pada hari-hari pertama kelahiran. Ini terjadi akibat terdapatnya
robekan plasenta atau kelahiran plasenta atau juga HbeAg bebas tidak dapat
menembus plasenta tetapi HbeAg berikatan dengan IgG dapat menembus plasenta.
c) Inokulum yang tertelan oleh janin
Pemeriksaan cairan lambung pada kelahiran bayi-bayi dari ibu pengidap
hepatitis B ditemukan adanya HBsAg positif dalam kandungan cairan terminum oleh
bayi.
d) Kontaminasi abrasi/laserasi pada kulit/selaput lendir
Pada proses persalinan melalui jalan lahir simbah darah ibu, cairan amnion
dari ibu pengidap hepatitis B bisa mengkontaminasi mikrolesi pada kulit/selaput
lendir bayi.
e) Melalui kolostrum
Pada air susu ibu dapat ditemukan HBsAg tetapi tidak ada perbedaan
bermakna antara bayi yang mendapat ASI pada kelompok ibu pengidap hepatitis B
dengan bayi yang mendapat ASI pada kelompok sehat. Ternyata pada kolostrum
tidak ditemukan adanya VHB.
6
2) Penularan secara horizontal
Penularan horizontal terjadi antara satu orang ke orang lain yang sederajat. Penularan
horizontal lebih sering terjadi di Indonesia. Beberapa cara terjadinya penularan horizontal,
yaitu:7
a) Penularan melalui kulit (perkutan)
* Penularan perkutan nyata
Terjadi masuk lewat kulit, seperti melalui penyuntikan, transfusi darah, atau
bahan yang berasal dari darah, baik secara intravena atau tusukan jarum. Beberapa
contoh penularan perkutan nyata: hepatitis pasca transfusi, hemodialisa, dan alat
suntik.
* Penularan perkutan tidak nyata
Terjadi dan berperan penting menerangkan jumlah pengidap HBsAg yang
sangat besar. Banyak penderita hepatitis B tidak dapat mengingat kapan mereka
pernah mendapat trauma pada kulit atau hal lain (adanya mikrolesi). Kulit yang
sehat tidak dapat ditembus oleh VHB, namun VHB dapat melalui kulit yang
mengalami kelainan dermatologik seperti luka, koreng, dan lain-lain. Beberapa
serangga seperti nyamuk dan kepinding dilaporkan dapat menularkan hepatitis B
melalui gigitannya.
b) Penularan melalui selaput lendir
* Penularan melalui mulut (peroral)
Terjadi apabila terdapat luka di dalam mulut yang dapat terjadi pada praktek
dokter gigi, akibat luka traumatik terbuka dalam mulut.
* Penularan melalui kontak seksual
Terjadi melalui kontak darah dengan selaput lendir saluran genital melalui
hubungan seksual baik secara heteroseksual maupun homoseksual, akibat cairan
sekret vagina mengandung HBsAg. Kelompok homoseksual lebih berperanan karena
dipengaruhi oleh lamanya aktivitas homoseksual, jumlah kontak seksual (banyak
mitra seksual), cara hubungan secara kontak anal menimbulkan laserasi, serta
riwayat penyakit menular seksual lain.
2.1.4. Gambaran Klinis
Menurut Unggul Budihusodo, penderita infeksi VHB dapat mengalami salah satu dari
beberapa keadaan klinis di bawah ini:7
1) Tetap sehat
7
Terdapat pada mereka yang sudah memiliki kekebalan (anti HBs).
2) Pengidap sehat (Karier)
Terdapat pada yang memiliki HBsAg menetap (persisten) selama lebih dari
enam bulan tanpa disertai kelainan klinis dan mungkin bersifat seumur hidup. Lebih
sering terjadi pada pria, masa anak-anak, dan pada penderita dengan defisiensi imun
alami atau didapat.
3) Hepatitis akut ikterik
Ditandai prodromal selama 3-5 hari sampai tiga minggu dan penderita merasa
tidak sakit. Gejala klinis muncul seperti gangguan pencernaan, anoreksia, dan mual,
kadang diikuti demam ringan, rasa sakit perut pada bagian kanan atas, lesu dan cepat
lelah terutama pada malam hari, diikuti perubahan warna urin seperti teh pekat dan
tinja berwarna pucat. Penyembuhan berlangsung dengan sendirinya dan ditandai
meredanya ikterus serta kembalinya nafsu makan.
4)Hepatitis akut anikterik
Gejala klinisnya yaitu meningkatnya kadar transaminase serum, disertai gejala
gastrointestinal dan flu-like symptoms, namun tidak disertai ikterus.
5) Hepatitis akut fulminan
Paling ditakuti dari hepatitis B akut karena terjadi kerusakan hati sangat berat,
tetapi jarang terjadi.
6) Hepatitis kronik
Ditemukan pada penderita hepatitis B lebih dari enam bulan. Penderita
hepatitis B kronik ada kemungkinan sembuh, tetapi ada tetap dalam keadaan seperti
itu (pengrusakan kecil terus berlangsung), atau terjadi sirosis hati (pengerasan hati).
Pada infeksi hepatitis B terdapat 5 penanda serologik, yaitu:8
1) Hepatitis B surface antigen (HBsAg)
Merupakan penanda serologik yang pertama kali dikenal. Ditemukan pertama
kali oleh Blumberg pada tahun 1967 dan disebut sebagai Australian antigen.
2) Antibody agains surface antigen (Anti HBs)
Didapat dalam tubuh setelah HBsAg berhasil dieliminasi oleh tubuh dan bila
berlangsung seumur hidup. Pada dewasa, beberapa orang akan kehilangan Anti HBs
dan hanya dijumpai Anti HBc, ini sebagai penanda adanya infeksi yang telah lewat.
3) Antibody against core antigen (Anti HBc)
8
Anti HBc didapati di dalam serum apabila terjadi replikasi aktif dari virus.
Segera setelah infeksi akut, Anti Hbc dibentuk dan terus menerus dijumpai beberapa
tahun (kadang seumur hidup). Namun Anti HBc bukanlah antibodi yang protektif.
4) e Antigen (HbeAg)
Hanya dijumpai bersamaan dengan adanya HBsAg, merupakan infeksi akut
dengan daya penularan yang tinggi serta bentuk penyakit yang berat.
5) Antibody against e antigen (Anti Hbe)
Hilangnya HbeAg dalam serum akan digantikan dengan Anti Hbe. Hal ini
merupakan pertanda berkurangnya daya penularan.
2.1.5. Pencegahan
Pemberian vaksin hepatitis B segera setelah lahir pada bayi dari ibu HBsAg positif
dapat mencegah penularan infeksi pada 75% bayi dan peningkatan efektifitas pencegahan
penularan vertikal sebanyak 10-15% sehingga efektivitasnya mencapai 85-90% jika
dikombinasikan antara vaksin dan hepatitis B imunoglobulin (HBIg).7
Apabila ingin melakukan program pencegahan massal pada penularan vertikal
maupun penularan horizontal, sebainya melakukan imunisasi massal pada semua neonatus
dengan dosis dewasa segera setelah bayi lahir.7
2.2. IMUNISASI HEPATITIS B
Pendekatan dasar yang dilakukan terhadap hepatitis B terletak pada bentuknya yang
kronik, di mana belum ada pengobatan yang memuaskan, sehingga perhatian dialihkan pada
usaha pencegahan. Pencegahan dengan imunisasi merupakan cara tepat dalam rangka
pemberantasan hepatitis B.2
Tujuan pemberian imunisasi yaitu merangsang sistem imun agar imunitas humoral
dan imunitas pasif yang berlangsung sangat singkat dapat bertahan selama beberapa tahun.
Usaha spesifik untuk meningkatkan sistem imun pada tubuh bayi dapat diberikan dengan tiga
cara yaitu pemberian imunisasi baik secara pasif dengan memakai imunoglobulin hepatitis B
(HBIg), imunisasi aktif dengan memakai vaksin hepatitis B, dan imunisasi pasif-aktif dengan
pemberian kombinasi keduanya.2
Pada saat sekarang ini dikenal ada tiga tipe vaksin, yaitu:3
1) Human plasma derived
9
Vaksin ini berasal dari plasma dan merupakan generasi pertama. Dalam
pemberiannya tidak dijumpai efek samping yang serius dan daya lindung yang
dihasilkannya tidak berbeda dengan vaksin generasi kedua.
2) Recombinant
DNA recombinant vaccine, adalah HBsAg yang telah dimurnikan yang mana
komposisinya identik dengan generasi pertama yaitu vaksin yang berasal dari
plasma.
3) Polypeptide
Vaksin ini sampai sekarang hanya eksperimental dan penggunaannya belum
lagi ditetapkan.
Pemberian vaksin hepatitis B harus memperhatikan beberapa hal, yaitu:3
1) Dosis
Dosis yang dianjurkan berbeda antara anak dan dewasa. Pada anak dosis yang
dianjurkan 10 ug/dosis sedang pada dewasa 20 ug/dosis.
2) Tempat penyuntikan
Semua vaksin hepatitis harus diberikan secara intramuskular. Pada dewasa
pemberian pada daerah deltoid lebih menghasilkan hasil yang baik dibandingkan
bila pemberian dilakukan pada daerah gluteal.
3) Jadwal pemberian
Vaksin diberikan selama tiga kali dengan pemberian pada nol, satu dan enam
bulan. Pemberian ulangan tergantung dari hasil pembentukan Anti HBs. Titer yang
dianggap protektif adalah 10 mIU/ml.
Pada bayi yang berasal dari ibu pengidap hepatitis B, pemberian imunisasi
tergantung pada hasil pemeriksaan darah ibu. Bila hanya dijumpai HBsAg tanpa
adanya HbeAg, pemberian imunisasi pada bayinya cukup dengan pemberian vaksin
hepatitis B 0,5 ml; sedangkan bila dijumpai keduanya maka pemberian vaksin
hepatitis B 0,5 ml diikuti dengan hepatitis B immunoglobuline (HBIg) sebanyak 0,5
ml pada saat yang bersamaan tapi pada tempat yang berbeda.
2.3. PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU
2.3.1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari “Tahu” dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca
10
indra manusia, yaitu: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian
besar pengetahuan manusia diperoleh melalui pendidikan, pengalaman orang lain, media
massa maupun lingkungan.9
Pengetahuan mempunyai tingkatan sebagai berikut:10
1) Tahu
Kemampuan untuk mengingat suatu materi yang telah dipelajari, dari seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Cara kerja untuk mengukur
bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan,
menguraikan, mengidentifikasikan, dan mengatakan.
2) Memahami
Kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui
dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
3) Aplikasi
Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau
kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai pengguna hukum-
hukum, rumus, metode, prinsip-prinsip, dan sebagainya.
4) Analisis
Kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek dalam suatu
komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi dan masih ada
kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis dapat dilihat dari penggunaan kata
kerja seperti kata kerja mengelompokkan, menggambarkan, memisahkan.
5) Sintesis
Kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian dalam bentuk keseluruhan
yang baru, dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi yang ada.
6) Evaluasi
Kemampuan untuk melakukan penelitian terhadap suatu materi atau objek
tersebut berdasarkan suatu cerita yang sudah ditentukan sendiri atau menggunakan
kriteria yang sudah ada.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subjek penelitian atau responden.
Kedalamam pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan
tingkatan-tingkatan diatas dan hasilnya dapat dikelompokkan menjadi tingkat pengetahuan
baik, tingkat pengetahuan cukup, dan tingkat pengetahuan kurang.9
11
Dalam proses seseorang mengetahui akan dipengaruhi oleh beberapa hal atau faktor.
Faktor yang mempengaruhi tersebut digolongkan menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor
eksternal:10
1) Faktor internal
a) Jasmani
Faktor jasmani diantaranya adalah kesehatan indera seseorang.
b) Rohani
Faktor rohani diantaranya adalah kesehatan psikis, intelektual, psikomotor,
serta kondisi afektif, dan kognitif individu.
2)Faktor eksternal
a) Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberi respon
terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan
memberi respon yang lebih rasional terhadap informasi yang datang, akan berpikir
sejauh mana keuntungan yang mungkin akan mereka peroleh dari gagasan tersebut.
b) Paparan media massa
Melalui berbagai media, baik cetak maupun elektronik, berbagai informasi
dapat diterima oleh masyarakat, sehingga seseorang yang lebih sering terpapar
media massa (televisi, radio, majalah, pamflet, dan lain-lain) akan memperoleh
informasi lebih banyak jika dibandingkan dengan orang yang tidak pernah terpapar
informasi media. Hal ini berarti paparan media massa mempengaruhi tingkat
pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang.
c) Ekonomi
Dalam memenuhi kebutuhan pokok (primer) maupun kebutuhan sekunder,
keluarga dengan status ekonomi yang baik akan mudah tercukupi dibandingkan
keluarga dengan status ekonomi yang lebih rendah. Hal ini akan mempengaruhi
pemenuhan kebutuhan akan informasi pengetahuan yang termasuk kebutuhan
sekunder.
d) Hubungan sosial
Manusia adalah makhluk sosial, sehingga dalam kehidupan saling berinteraksi
antara satu dengan yang lain. Individu yang dapat berinteraksi secara kontinyu akan
lebih besar terpapar informasi, sementara faktor hubungan sosial juga
12
mempengaruhi kemampuan akhir individu sebagai komunikan untuk menerima
pesan menurut model komunikasi media.
e) Pengalaman
Pengalaman seseorang tentang berbagai hal dapat diperoleh dari lingkungan
kehidupan dalam proses perkembangannya, misalnya seseorang mengikuti kegiatan-
kegiatan yang mendidik, seperti seminar dan berorganisasi, sehingga dapat
memperluas pengalamannya, karena dari berbagai kegiatan-kegiatan tersebut,
informasi tentang suatu hal dapat diperoleh.
Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari berbagai macam sumber, misalnya
media massa, media elektronik, buku petunjuk, petugas kesehatan, media poster, kerabat
dekat, dan sebagainya. Sumber pengetahuan dapat berupa pemimpin-pemimpin masyarakat
baik formal maupun informal, ahli agama, pemegang pemerintahan, dan sebagainya.10
2.3.2. Sikap
Sikap merupakan derajat afek positif atau afek negatif terhadap suatu objek
psikologis. Sikap senantiasa diarahkan pada suatu hal, suatu objek. Tidak ada sikap tanpa
adanya objek. Sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi, atau kesiapan antisipatif,
predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah
respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan. Sikap adalah evaluasi umum yang
dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, objek atau isu-isu.11
Sikap memiliki beberapa tingkatan yaitu:9
1) Menerima
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan (objek).
2) Merespon
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
3) Menghargai
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
adalah indikasi sikap tingkat tiga.
4) Bertanggung jawab
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
resiko merupakan sikap paling tinggi.
13
Sikap memiliki 3 komponen yaitu:11
1) Komponen kognitif
Komponen kognitif merupakan komponen yang berisi kepercayaan seseorang
mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap.
2) Komponen afektif
Komponen afektif merupakan komponen yang menyangkut masalah
emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Secara umum, komponen
ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu.
3) Komponen perilaku
Komponen perilaku atau komponen konatif dalam struktur sikap menunjukkan
bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang
berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap, diantaranya:11
1) Pengalaman pribadi
Middlebrook mengatakan bahwa tidak adanya pengalaman yang dimiliki oleh
seseorang dengan suatu objek psikologis, cenderung akan membentuk sikap negatif
terhadap objek tersebut. Sikap akan lebih mudah terbentuk jika yang dialami
seseorang terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional. Situasi yang
melibatkan emosi akan menghasilkan pengalaman yang lebih mendalam dan lebih
lama membekas.
2) Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis
atau searah dengan sikap orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini
antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk
menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.
3) Pengaruh kebudayaan
Burrhus Frederic Skinner menekankan pengaruh lingkungan (termasuk
kebudayaan) dalam membentuk pribadi seseorang. Kepribadian merupakan pola
perilaku yang konsisten yang menggambarkan sejarah penguat yang kita alami.
Kebudayaan memberikan corak pengalaman bagi individu dalam suatu masyarakat.
Kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap individu terhadap berbagai
masalah.
14
4) Media massa
Berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan
lain-lain mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan opini dan
kepercayaan individu. Media massa memberikan pesan-pesan yang sugestif yang
mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal
memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut.
Jika cukup kuat, pesan-pesan sugestif akan memberi dasar afektif dalam menilai
sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.
5) Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai sesuatu sistem mempunyai
pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar
pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk,
garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari
pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya. Konsep moral dan
ajaran agama sangat menetukan sistem kepercayaan sehingga tidaklah
mengherankan kalau pada gilirannya kemudian konsep tersebut ikut berperanan
dalam menentukan sikap individu terhadap sesuatu hal. Apabila terdapat sesuatu hal
yang bersifat kontroversial, pada umumnya orang akan mencari informasi lain untuk
memperkuat posisi sikapnya atau mungkin juga orang tersebut tidak mengambil
sikap memihak. Dalam hal seperti itu, ajaran moral yang diperoleh dari lembaga
pendidikan atau lembaga agama sering kali menjadi determinan tunggal yang
menentukan sikap.
6) Faktor emosional
Suatu bentuk sikap terkadang didasari oleh emosi, yang berfungsi sebagai
semacam penyaluran frustrasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.
Sikap demikian dapat merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu begitu
frustrasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten
dan bertahan lama.
2.3.3 Perilaku
Perilaku manusia pada hakekatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu
sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara,
menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat
15
disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas
manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.7
Skiner, seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau
reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena itu perilaku ini terjadi
melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut
merespons, maka teori Skiner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus-Organisme-Respons.11
Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus, maka perilaku dapat dibedakan
menjadi dua yaitu:11
1) Perilaku tertutup (covert behaviour)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup
(covert). Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian,
persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima
stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.
2) Perilaku terbuka (overt behaviour)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau
terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau
praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Oleh sebab
itu disebut overt behaviour, tindakan nyata atau praktek. Misalnya, seorang ibu
memeriksakan kehamilannya atau membawa anaknya ke puskesmas untuk
diimunisasi.
Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau
rangsangan dari luar organisme (orang) namun dalam memberikan respons sangat tergantung
pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti bahwa
meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang namun respons tiap-tiap orang berbeda.
Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebabkan
determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua, yakni :
1) Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan,
yang bersikap given atau bawaan, misalnya : tingkat kecerdasan, tingkat emosional,
jenis kelamin, dan sebagainya.
2) Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial,
budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan
faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.
16
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku manusia sangatlah kompleks,
dan mempunyai bentangan yang sangat luas. Benyamin Bloom, seorang ahli psikologi
pendidikan membagi perilaku manusia itu ke dalam tiga domain, ranah atau kawasan yakni:
kognitif, afektif, psikomotor. Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk
pengukuran hasil pendidikan kesehatan yaitu pengetahuan, sikap, dan tindakan.11
Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku
merupakan resultansi dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal (lingkungan).
Secara lebih terperinci perilaku manusia sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala
kejiwaan, seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap, dan
sebagainya.11
Beberapa teori yang telah dicoba untuk mengungkapkan determinan perilaku dari
analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku khususnya perilaku yang berhubungan
dengan kesehatan, antara lain teori Lawrence Green di mana perilaku ditentukan atau
terbentuk dari tiga faktor, yaitu:11
1) Faktor-faktor predisposisi yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan,
keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya.
2) Faktor-faktor pendukung yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau
tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya
puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban, dan sebagainya.
3) Faktor-faktor pendorong yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas
kesehatan, atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku
masyarakat.
2.3.4. Hubungan antara Pengetahuan dan Sikap
Dalam penentuan sikap ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan, dan emosi memegang
peranan penting. Jadi ketika seseorang menentukan sikap maka ia akan mengkajinya terlebih
dahulu menurut pikirannya. Pengetahuan yang dimiliki akan membentuk suatu keyakinan
bersikap sedangkan emosi mempengaruhi kecepatan menentukan sikap.9
2.3.5. Hubungan antara Sikap dan Perilaku
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk mewujudkannya
perlu fasilitas tingkatan praktek yaitu:10
1) Persepsi
17
Mengenal dan memilih berbagai obyek sehubungan dengan tindakan yang
akan diambil.
2) Respon terpimpin
Dapat melakukan sesuatu yang sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai
dengan contoh.
3) Mekanisme
Apabila seseorang secara otomatis bisa melakukan sesuatu dengan benar.
4) Adopsi
Adopsi adalah suatu bentuk praktek atau tindakan yang sudah berkembang
dengan baik.
Werner dan Defleur mengemukakan tiga postulat untuk mengidentifikasikan tiga
pandangan mengenai hubungan sikap dan perilaku, yaitu:9
1) Postulat konsistensi
Postulat konsistensi mengatakan bahwa sikap verbal memberi petunjuk yang
cukup akurat untuk memprediksikan apa yang akan dilakukan seseorang bila
dihadapkan pada suatu objek sikap. Jadi postulat ini mengasumsikan adanya
hubungan langsung antara sikap dan perilaku.
2) Postulat variasi independen
Postulat ini mengatakan bahwa mengetahui sikap tidak berarti dapat
memprediksi perilaku karena sikap dan perilaku merupakan dua dimensi dalam diri
individu yang berdiri sendiri, terpisah, dan berbeda.
3) Postulat konsistensi kontigensi
Postulat konsistensi kontigensi menyatakan bahwa hubungan sikap dan
perilaku sangat ditentukan oleh faktor-faktor situasional tertentu. Norma-norma,
peranan, keanggotaan kelompok, dan lain sebagainya, merupakan kondisi
ketergantungan yang dapat mengubah hubungan sikap dan perilaku.
Oleh karena itu, sejauh mana prediksi perilaku dapat disandarkan pada sikap
akan berbeda dari waktu ke waktu dan dari satu situasi ke situasi lainnya. Postulat
yang terakhir ini lebih masuk akal dalam menjelaskan hubungan sikap dan perilaku.9
Apabila individu berada dalam situasi yang betul-betul bebas dari berbagai bentuk
tekanan atau hambatan yang dapat mengganggu ekspresi sikapnya maka dapat diharapkan
bahwa bentuk-bentuk perilaku yang ditampakkannya merupakan ekspresi sikap yang
sebenarnya. Artinya, potensi reaksi sikap yang sudah terbentuk dalam diri individu itu akan
18
muncul berupa perilaku aktual sebagai cerminan sikap yang sesungguhnya terhadap sesuatu.
Sebaliknya jika individu mengalami atau merasakan hambatan yang dapat mengganggu
kebebasannya dalam mengatakan sikap yang sesungguhnya atau bila individu merasakan
ancaman fisik maupun ancaman mental yang dapat terjadi pada dirinya sebagai akibat
pernyataan sikap yang hendak dikemukakan maka apa yang diekspresikan oleh individu
sebagai perilaku lisan atau perbuatan itu sangat mungkin tidak sejalan dengan sikap hati
nuraninya, bahkan dapat sangat bertentangan dengan apa yang dipegangnya sebagai suatu
keyakinan. Semakin kompleks situasinya dan semakin banyak faktor yang menjadi
pertimbangan dalam bertindak maka semakin sulitlah mempediksikan perilaku dan semakin
sulit pula menafsirkannya sebagai indikator.9
2.3.6. Hubungan antara Pengetahuan dan Perilaku
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang. Pengetahuan diperlukan sebagai dukungan dalam menumbuhkan rasa percaya diri
maupun sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan
merupakan fakta yang mendukung tindakan seseorang.9
2.3.7. Hubungan antara Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku
Terbentuknya suatu perilaku baru, terutama pada orang dewasa dimulai pada domain
kognitif, dalam arti subjek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus yang berupa materi atau
objek di luarnya, sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada subjek tersebut. Ini
selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap si subjek terhadap objek yang
diketahui itu. Akhirnya rangsangan yakni objek yang telah diketahui dan disadari sepenuhnya
tersebut akan menimbulkan respon lebih jauh lagi, yaitu berupa tindakan terhadap atau
sehubungan dengan stimulus atau objek tadi. Namun demikian, di dalam kenyataan stimulus
yang diterima subjek dapat langsung menimbulkan tindakan. Artinya seseorang dapat
bertindak atau berperilaku baru tanpa mengetahui terlebih dahulu makna stimulus yang
diterimanya. Dengan kata lain tindakan seseorang tidak harus didasari oleh pengetahuan
atau sikap.9,10,11
2.3.8. Hubungan antara Umur Ibu terhadap Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Ibu
dalam Pemberian Imunisasi Hepatitis B.
19
Hubungan antara umur ibu dengan cakupan imunisasi hepatitis B pada bayi sangat
berpengaruh besar. Ibu yang berusia lebih muda dan baru memiliki anak biasanya cenderung
untuk memberikan perhatian yang lebih akan kesehatan anaknya, termasuk pemberian
imunisasi. Merujuk hal tersebut, diketahui bahwa usia yang paling aman seorang ibu untuk
melahirkan anak adalah 20 sampai 30 tahun.16 Penelitian Wardhana (2001) disebutkan bahwa
ibu yang berusia ≥ 30 tahun cenderung untuk tidak melakukan imunisasi lengkap
dibandingkan dengan ibu yang berusia < 30 tahun cenderung untuk melakukan imunisasi
lengkap 2,03 kali dibandingkan dengan usia ibu ≥ 30 tahun. Namun secara statistik hubungan
antara usia ibu dan status kelengkapan imunisasi tidak bermakna (p-value=0,16). Lienda
(2009) dalam penelitiannya hasil uji statistik p-value=0,109 bahwa tidak ada perbedaan yang
signifikan antara usia ibu dengan kelengkapan imunisasi dasar.16
Waldoeher (1997, dalam Reza, 2006) mengatakan bahwa status imunisasi semakin
baik seiring dengan peningkatan usia ibu. Penelitian Rahma Dewi (1994) memperoleh hasil
bahwa 58,3% kelengkapan status imunisasi anak terdapat pada ibu yang berusia 20-29 tahun.
Sedangkan proporsi yang hampir sama pada usia ibu 15-19 tahun sebesar 48,4% dan usia ibu
30 tahun lebih sebesar 48,5%. Reza (2006) ada hubungan bermakna secara statistik yang
ditunjukkan oleh nilai p-value=0,000. Ibu yang berusia ≥ 30 tahun 2,78 kali lebih besar status
imunisasi dasar anaknya untuk tidak lengkap dibandingkan dengan ibu yang berusia < 30
tahun.16 Umur ibu sangat mempengaruhi kesehatan anak, karena ibu terlalu muda mempunyai
resiko melahirkan dan belum begitu paham untuk merawat bayi, apabila ibu terlalu tua juga
mempunyai resiko melahirkan dan biasanya bayi itu tidak terlalu diperhatikan karena ibu
harus memperhatikan anak yang agak besar dan biasanya ibu malu membawa anaknya untuk
diimunisasi. 12,13
2.3.9. Hubungan antara Pendidikan Ibu terhadap Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku
Ibu dalam Pemberian Imunisasi Hepatitis B.
Pendidikan adalah salah satu usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan di dalam dan luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan menentukan
pola pikir dan wawasan seseorang. Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam menentukan
kwalitas pribadi seseorang. Lewat pendidikan manusia diangga memperoleh pengetahuan yang
baik tentang sekitarnya.16
Pada penelitian yang dilakukan oleh Wardhana (2001, dan Lienda, 2009) diketahui
bahwa pendidikan tinggi berkaitan erat dengan pemberian imunisasi pada anak. Sejalan dengan
hal tersebut berdasarkan penelitian Idwar (2001) juga disimpulkan bahwa tingkat pendidikan
20
seseorang ibu yang telah tinggi akan berpeluang besar untuk mengimunisasikan anaknya. Ibu
yang berpendidikan mempunyai pengetahuan yang lebih baik tentang pencegahan penyakit dan
kesadaran lebih tinggi terhadap masalah-masalah kesehatan yang sedikit banyak telah diajarkan
disekolah. Hal ini diperkuat kembali dengan adanya penelitian oleh Widyanti (2008) menjelaskan
bahwa ibu yang memiliki tingkat pendidikan yang telah tinggi akan memberikan imunisasi lebih
lengkap kepada anaknya dibandingkan ibu dengan pendidikan rendah. Lienda (2009) hasil
penelitiannya mengatakan ada hubungan signifikan antara pendidikan ibu dengan status
kelengkapan imunisasi dasar anak dengan p-value=0,000.16
Penelitian yang dilakukan oleh Singarimbun (1986, dan Reza 2006) dikatakan bahwa
tingkat pendidikan ibu, mempunyai hubungan dengan status imunisasi dasar pada anak.
Penelitian terhadap 519 responden, didapat hasil bahwa persentase anak dengan imunisasi
lengkap lebih tinggi pada ibu dengan tingkat pendidikan SLTA keatas. Reza (2006) hasil
penelitiannya ibu dengan pendidikan rendah mempunyai resiko 2,04 kali lebih besar status
imunisasi anaknya untuk tidak lengkap dibandingkan dengan ibu pendidikan tinggi dengan p-
value=0,000.16
2.3.10. Hubungan antara Pekerjaan Ibu terhadap Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku
Ibu dalam Pemberian Imunisasi Hepatitis B.
Pekerjaan dapat memberikan kesempatan suatu individu untuk sering kontak dengan
individu lainnya, bertukar informasi dan berbagi pengalaman pada ibu yang bekerja akan
memiliki pergaulan yang luas dan dapat saling bertukar informasi dengan teman sekerjanya,
sehingga lebih terpapar dengan program-program kesehatan khususnya imunisasi (Reza,
2006). Penelitian Darnen (2002) menyebutkan bahwa ibu yang bekerja mempunyai peluang
1,1 kali untuk mengimunisasikan anaknya dengan lengkap dibandingkan ibu yang tidak
bekerja. Rahma Dewi (1994) menjelaskan bahwa proporsi ibu yang bekerja terhadap anak
dengan imunisasi lengkap lebih tinggi dibandingkan ibu yang tidak bekerja.16
Reza (2006) hasil penelitiannya tidak ada hubungan bermakna antara pekerjaan dengan
kelengkapan imunisasi dasar dengan nilai p-value=0,902 begitu juga Lienda (2009) hasil
penelitiannya 1,25 kali ibu yang bekerja anaknya diimunisasi lengkap dibandingan yang tidak
bekerja namun secara statistik tidak ada hubungan bermakna antara pekerjaan dengan
kelengkapan imunisasi dasar dengan nilai p-value=0,250.16
Ibu-ibu yang bekerja diluar rumah sering kali memberikan imunisasi pada bayinya
dibandingkan dengan ibu-ibu yang tidak bekerja. Hal ini dihubungkan dengan tingkat
pendidikan yang cukup baik, bahwa dengan bekerjanya ibu diluar rumah dapat menambah
21
banyak informasinya dari rekan kerjanya di kantor. Selain itu ibu yang aktif dalam organisasi
sosial, menjadi peserta KB, memperoleh perawatan antenatal, memanfaatkan pelayanan
kesehatan, melahirkan di rumah sakit dan ditolong petugas kesehatan sering kali cakupan
imunisasi lebih tinggi. 12,13
2.3.11. Hubungan antara Pendapatan Keluarga terhadap Pengetahuan, Sikap, dan
Perilaku Ibu dalam Pemberian Imunisasi Hepatitis B.
Faktor ekonomi keluarga memegang peranan penting dalam memilih prioritas
sehingga mempengaruhi tingkat kesehatan serta mempengaruhi status imunisasi pada bayi.
Pendapatan ini sangat berkaitan dengan pemberian imunisasi karena biasanya pada orang
yang mampu ia akan mengimunisasikan anaknya ke dokter atau bidan jadi mereka perlu
biaya. 12,13
2.3.12. Hubungan antara Jumlah Anak yang Masih Hidup terhadap Pengetahuan,
Sikap, dan Perilaku Ibu dalam Pemberian Imunisasi Hepatitis B.
Kunjungan ke pos pelayanan imunisasi terkait dengan ketersediaan waktu bagi ibu
untuk mencari pelayanan imunisasi terhadap anaknya. Oleh karena itu jumlah anak yang
dapat mempengaruhi ada tidaknya waktu bagi ibu meninggalkan rumah untuk mendapatkan
pelayanan imunisasi kepada anaknya. Semakin banyak jumlah anak terutama ibu yang masih
mempunyai bayi yang merupakan anak ketiga atau lebih akan membutuhkan banyak waktu
untuk mengurus anak-anaknya tersebut. Sehingga semakin sedikit ketersediaan waktu bagi
ibu untuk mendatangi tempat pelayanan imunisasi (Reza, 2006). Stratfield dan singarimbun
(1986) jumlah anak memiliki hubungan yang terbalik dengan status imunisasi anak artinya
adalah ibu yang memiliki jumlah anak yang banyak akan tidak lengkap untuk mengimunisasi
anaknya. Lienda (2009) dalam hasil penelitiannya jumlah anak hidup ≤ 2 orang mempunyai
1,19 kali anaknya diimunisasi lengkap dibandingkan dengan ibu yang memiliki jumlah anak
hidup > 2 orang. Jumlah anak merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kelengkapan
imunisasi pada anak. Ibu yang mempunyai banyak anak kesulitan dalam mendatangi tempat
pelayanan kesehatan (Luman,2003).16
Besarnya anggota keluarga diukur dengan jumlah anak dalam keluarga. Makin
banyak jumlah anak makin besar kemungkinan ketidaktepatan pemberian imunisasi pada
anak. Keluarga yang mempunyai banyak anak menyebabkan perhatian ibu akan terpecah,
sementara sumber daya dan waktu ibu terbatas sehingga perawatan untuk setiap anak tidak
dapat maksimal (Dombkowski, 2004).16
22
Faktor sosio-ekonomi keluarga, pelayanan kesehatan, dan jumlah anak dalam
keluarga juga ikut memberikan kontribusi terhadap status imunisasi anak. Jumlah anak
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kelengkapan imunisasi pada anak. Ibu yang
mempunyai banyak anak kesulitan dalam mendatangi tempat pelayanan kesehatan. Ketepatan
usia pemberian imunisasi dipengaruhi oleh pengasuhan orang tua tunggal, jumlah anggota
keluarga, pendidikan orang tua, tidak adanya asuransi kesehatan, dan kepemilikan telepon.
Besarnya anggota keluarga diukur dengan jumlah anak dalam keluarga. Makin banyak
jumlah anak makin besasr kemungkinan ketidaktepatan pemberian imunisasi pada anak.
Keluarga yang mempunyai banyak anak menyebabkan perhatian ibu akan terpecah,
sementara sumber daya dan waktu ibu terbatas sehingga perawatan untuk setiap anak tidak
maksimal. 12,13
2.3.13. Hubungan antara Kontak dengan Sumber Informasi terhadap Pengetahuan,
Sikap, dan Perilaku Ibu dalam Pemberian Imunisasi Hepatitis B.
Banyak yang mempengaruhi cakupan imunisasi, antara lain kurangnya informasi
tentang imunisasi kepada ibu rumah tangga. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh
Masyukri, bahwa pengetahuan tentang imunisasi pada ibu-ibu yang mempunyai bayi masih
rendah. Pengetahuan ibu tentang imunisasi dapat berasal dari beberapa sumber antara lain
petugas kesehatan, tetangga, pamong, media massa dan lain-lain. Sumber informasi yang
terbanyak dari petugas, sedangkan dari radio dan TV kecil artinya sebagai sumber informasi.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Sudarti, menjelaskan bahwa sumber
informasi yang paling banyak digunakan dan disukai ibu-ibu untuk memperoleh informasi
imunisasi adalah TV dan Radio. Perawat / bidan merupakan tenaga kesehatan yang terbanyak
memberikan informasi tentang imunisasi. 12,13
Pada penelitian Masykuri melaporkan bahwa ibu-ibu yang mempunyai bayi, tidak
mengerti tentang imunisasi. Faktor yang berpengaruh dalam hal ini adalah pendidikan ibu,
sebab perbedaan dalam hal umur dan pekerjaan dapat diterangkan dengan perbedaan tingkat
pendidikan. Jadi dengan makin tingginya tingkat pendidikan penduduk di masa mendatang,
tingkat pengertian tentang imunisasi dan kesehatan pada umumnya akan bertambah.
Sedangkan media massa yang dapat dipakai sebagai sarana adalah radio dan TV. Koran tidak
besar artinya dalam penyebaran informasi, karena sebagian besar ibu-ibu yang tidak tahu
adalah dari tingkat pendidikannya rendah. 12,13
23
B. Kerangka Konsep
BAB III
24
Jumlah Anak Pekerjaan Ibu
Kontak dengan Sumber
Informasi
Pendapatan Keluarga
Pendidikan Ibu
Umur Ibu
Pengetahuan, Sikap, Perilaku Ibu yang memiliki
bayi berusia 6-12 bulan terhadap Imunisasi
Hepatitis B
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah studi deskriptif dengan pendekatan cross
sectional mengenai pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu-ibu yang memiliki bayi berusia 6-12
bulan mengenai imunisasi hepatitis B dan faktor-faktor yang berhubungan di RW 05
Kelurahan Jelambar II, Jakarta Barat.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada periode 27 Juli 2011 sampai tanggal 8 Agustus 2011
di Kelurahan Jelambar II, Jakarta Barat.
3.3. Populasi
Populasi target adalah seluruh ibu-ibu yang memiliki bayi. Populasi terjangkau adalah
seluruh ibu-ibu yang memiliki bayi berusia 6-12 bulan di wilayah kerja Puskesmas Jelambar
II pada tanggal 27 Juli 2011 - 8 Agustus 2011.
3.4. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah seluruh ibu yang memiliki bayi berusia 6-12 bulan yang sudah
pernah maupun belum diimunisasi Hepatitis B secara lengkap, ibu memiliki anak lebih dari
satu, di wilayah kerja Puskesmas Jelambar II pada tanggal 27 Juli 2011 - 8 Agustus 2011.
3.5. Sampel
a. Besar Sampel
Melalui rumus di bawah ini didapatkan besar sampel penelitian sebagai
berikut:
( Z )2 . P. Q
n1 = ----------------- n2 = n1 + ( 10% . n1 )
L2
Keterangan :
n1 = Jumlah sampel minimal
25
n2 = Jumlah sampel ditambah substitusi 10% (substitusi adalah persen responden
yang mungkin drop out )
Z = Nilai Standar deviasi pada kurva distribusi normal
Z() = Tingkat batas kepercayaan, hasil α = 5% 0,05
Didapat Z = 1,96 dengan uji hipotesa kurva dua sisi
P = Proporsi variabel masalah penelitian 50% (proporsi hubungan pengetahuan,
sikap, dan perilaku ibu terhadap imunisasi hepatitis B, karena tidak ada
penelitian sebelumnya maka digunakan proporsi 50%)
Q = 1 - P
L = Presisi penelitian sebesar 10 %
Berdasarkan rumus di atas didapatkan angka sebagai berikut :
( Z )2 . P. Q ( 1,96 )2 . 0,5 .0,5
n1 = ----------------- = ------------------------------ = 96,04
L2 ( 0,1 )2
n2 = n1 + ( 10 % . n1 )
= 96,04+ ( 10% . 96,04)
= 96,04+ 9,604
= 105,644 -------------------------- Dibulatkan 106
b. Teknik Pengambilan Sampel
Dalam penelitian ini Wilayah Kerja Puskesmas Jelambar II memiliki 7 RW
di mana masing-masing RW terdapat jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan:
1. RW 05 = 1131 orang
2. RW 06 = 1423 orang
3. RW 07 = 1662 orang
4. RW 08 = 1714 orang
5. RW 09 = 1602 orang
6. RW 10 = 1679 orang
26
Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan cara probability
sampling: multistage simple random sampling. Dengan teknik undian didapatkan RW
05 yang mempunyai 16 RT dengan jumlah 1131 orang. Kemudian dari 1131 tersebut
dipilih wanita yang sudah menikah dan memiliki bayi yang berumur 6-12 bulan
dengan daftar dari Posyandu setempat, hasilnya diperoleh 128 orang. Pemilihan
sampel dengan menggunakan table random sampai didapatkan sample sebanyak 106
ibu yang memiliki bayi berumur 6-12 bulan untuk memenuhi jumlah sample minimal
yang dibutuhkan.
3.6. Identifikasi Variabel
Dalam penelitian ini digunakan Variabel dependent (terikat) dan Variabel
independent (bebas). Variabel terikat berupa Pengetahuan, Sikap dan Perilaku ibu-ibu tentang
imunisasi hepatitis B. Variabel bebas berupa usia ibu, tingkat pendidikan ibu, jumlah anak,
pekerjaan ibu, tingkat pendapatan keluarga, dan sumber informasi.
3.7. Cara Kerja
1. Menghubungi Kepala Puskesmas Kelurahan Jelambar II Jakarta Barat yang
menjadi daerah penelitian untuk melaporkan dilaksanakannya penelitian di daerah
tersebut.
2. Menghubungi bidan untuk meminta data daftar nama ibu yang memiliki bayi
berusia 6-12 bulan di daerah tersebut.
3. Menghubungi para petugas puskesmas agar bersedia untuk membantu kegiatan
penelitian.
4. Menghubungi ketua RW, untuk melaporkan tujuan diadakannya penelitian di
daerah tersebut.
5. Melakukan uji coba kuesioner kepada 10 ibu yang tidak menjadi responden di
tempat lain.
6. Pengumpulan data dengan menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner
ke rumah subjek penelitian.
7. Melakukan pengolahan, analisis, dan interpretasi data.
8. Penulisan laporan penelitian.
9. Pelaporan penelitian.
10. Presentasi laporan.
27
3.7.1. Pengumpulan Data
Data dikumpulkan dari responden dengan teknik wawancara dengan menggunakan
kuesioner yang sudah diuji coba terhadap ibu-ibu yang mempunyai bayi berusia 6-12 bulan
yang sudah atau belum diimunisasi hepatitis B di Kelurahan Jelambar II, Jakarta Barat.
3.7.2. Pengolahan Data
Terhadap data-data yang telah dikumpulkan dilakukan pengolahan berupa proses
editing, verifikasi, dan koding. Selanjutnya dimasukkan dan diolah dengan menggunakan
program komputer, yaitu program SPSS (Stastistical Package for Social Science).
3.7.3. Penyajian Data
Data yang didapat disajikan secara tekstular dan tabular.
3.7.4. Analisis Data
Terhadap data yang telah diolah akan dilakukan analisis sesuai dengan cara uji
statistik.
3.7.5. Interpretasi Data
Data diinterpretasi secara deskriptif korelatif antar variabel-variabel yang telah
ditentukan.
3.7.6. Pelaporan Data
Data disusun dalam bentuk pelaporan penelitian yang selanjutnya akan
dipresentasikan dalam forum Pendidikan Ilmu Kesehatan Masyarakat dihadapan staf pengajar
Program Pendidikan Ilmu Kesehatan Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Kristen
Krida Wacana.
3.8 Definisi operasional
3.8.1 Data umum
a. Responden
Adalah ibu-ibu yang memiliki bayi berusia 6-12 bulan dan terpilih menjadi sampel di
wilayah kerja Puskesmas Jelambar II yang memenuhi kriteria inklusi.
b. Umur Ibu
adalah umur ibu berdasarkan tanggal lahir di KTP.
28
Alat Ukur : kuesioner
Cara Ukur : Wawancara
Hasil Ukur : 1. > 20 tahun
2 ≤ 20 tahun
Skala ukur : Ordinal
c. Pendidikan
Adalah jenjang pendidikan formal yang mencakup tingkat SD atau yang sederajat,
SMP atau yang sederajat, SMU atau yang sederajat, dan Perguruan Tinggi atau
Akademi atau yang sederajat.
Alat Ukur : kuesioner
Cara Ukur : wawancara
Hasil Ukur : 1. Tinggi
2. Sedang
3. Rendah
Tinggi : bila tamat Perguruan Tinggi atau Akademi atau yang
sederajat.
Sedang : bila tamat SMU atau yang sederajat, atau tidak tamat
Perguruan Tinggi atau Akademi atau yang sederajat.
Rendah : bila tidak sekolah, tamat atau tidak tamat SD atau yang
sederajat, tamat atau tidak tamat SMP atau yang sederajat, tidak
tamat SMU atau yang sederajat.
Skala Ukur : Ordinal
d. Jumlah anak
Adalah jumlah anak yang dilahirkan oleh ibu dan pada saat penelitian dilakukan
masih hidup.
Alat Ukur : kuesioner
Cara Ukur : wawancara
29
Hasil Ukur : 1. > 2 anak
2. ≤ 2 anak
Skala Ukur : Ordinal
e. Pekerjaan ibu
Adalah profesi atau kegiatan rutin yang dilakukan ibu dalam upaya peningkatan untuk
pemenuhan kebutuhan hidup keluarga.
Alat ukur : Kuesioner
Cara ukur : Wawancara
Hasil ukur : 1. Tidak bekerja
2. Bekerja
Dikelompokkan menjadi :
Bekerja : bila responden mempunyai kegiatan utama sehari-hari yang
bertujuan memperoleh penghasilan baik yang dilakukan di dalam maupun
di luar rumah.
Tidak bekerja : apabila responden tidak menghasilkan sejumlah uang
sebagai hasil dari pekerjaannya.
Skala Ukur : Nominal
f. Pendapatan Keluarga
Adalah jumlah total pendapatan keluarga selama satu bulan dibagi dengan jumlah
orang yang menjadi tanggungan keluarga. Pengelompokkan dibagi berdasarkan
standar yang ditetapkan Badan Pusat Statistik tentang batas pendapatan perkapita,
perbulan untuk penduduk kota :
Di atas garis kemiskinan: Bila pendapatan perkapita perbulan >
Rp.331.369-
Di bawah garis kemiskinan : Bila pendapatan perkapita perbulan ≤
Rp.331.369,-
Alat ukur : Kuesioner
30
Cara ukur : Wawancara
Hasil Ukur : 1. > pendapatan perkapita
2. ≤ pendapatan perkapita
Skala Ukur : Ordinal
g. Kontak dengan Sumber Informasi
Adalah kebiasaan ibu membaca surat kabar/ majalah, mendengar radio dan
menonton TV sehingga mendapatkan informasi tentang imunisasi Hepatitis B.
Alat Ukur : Kuesioner
Cara Ukur : Wawancara
Hasil Ukur : 1. Pernah
2. Tidak pernah
Skala Ukur : Nominal
3.8.2 Data khusus
a. Pengetahuan
Adalah keahlian, dan keterampilan yang diperoleh oleh seseorang melalui
pengalaman atau pendidikan; pemahaman teoritis atau praktis dari imunisasi hepatitis
B. Penilaian berdasarkan scoring terhadap setiap pertanyaan yang terdapat dalam
kuesioner.
Koding :
Kode 1: Pengetahuan baik
Kode 2: Pengetahuan cukup
Kode 3: Pengetahuan kurang
Kuesioner Pengetahuan
1. Apakah yang dimaksud dengan hepatitis B?
a. Suatu penyakit yang menyerang hati dan disebabkan oleh virus
31
b. Suatu penyakit yang menyerang usus dan menimbulkan sakit perut
c. Suatu penyakit yang dapat membuat penderitanya lumpuh layu
d. Tidak tahu
2. Bagaimanakah gejala awal penyakit hepatitis B?
a. Batuk, pilek, demam tinggi, nyeri tenggorokan
b. Nafsu makan menurun, mencret-mencret, sakit perut, demam ringan
c. Demam ringan, mual, muntah, nafsu makan turun, mudah lelah, air kencing
berwarna gelap, tubuh tampak kuning
d. Demam tinggi, nafsu makan, timbul bintik-bintik merah pada kulit
3. Bagaimana cara penularan Hepatitis B? ( Jawaban boleh lebih dari satu )
a. Jarum suntik yang digunakan bergantian
b. Ibu yang menderita hepatitis B kepada janin yang dikandung
c. Pemberian air susu ibu dari ibu yang menderita hepatitis B ke bayi yang
disusuinya
d. Transfusi darah
e. Alat makan yang digunakan bersama-sama
f. Hubungan seksual
g. Air minum yang tercemar
h. Melalui udara (batuk, bersin)
4. Bagaimana cara pencegahan Hepatitis B? ( Jawaban boleh lebih dari satu )
a) Selalu mengganti jarum suntik bila akan digunakan
b) Segera memberikan imunisasi aktif dan pasif pada bayi yang dilahirkan dari ibu
yang menderita hepatitis B
c) Bagi ibu yang menderita hepatitis B sebaiknya tidak menyusui bayinya
d) Berhati-hati dalam melakukan transfusi darah
e) Tidak menggunakan alat makan bersama-sama
f) Melakukan hubungan seksual yang aman
g) Memasak dahulu air sebelum diminum.
h) Menutup hidung dan mulut dengan saputangan bila batuk atau bersin
5. Apa manfaat diberikannya imunisasi Hepatitis B?
32
a. Tindakan pencegahan terhadap penyakit Hepatitis B
b. Sebagai salah satu imunisasi pilihan yang tidak wajib diberikan
c. Merupakan salah satu macam pengobatan penyakit hati
d. Tidak tahu
6. Kapan imunisasi Hepatitis B pertama kali dapat mulai diberikan kepada bayi?
a. Segera setelah lahir
b. Setelah anak berumur satu tahun
c. Ketika anak mau masuk sekolah dasar
d. Tidak tahu
7. Berapa kali imunisasi Hepatitis B diberikan pada bayi?
a. 1 kali
b. 2 kali
c. 3 kali
d. Tidak tahu
8. Apa efek samping pemberian imunisasi hepatitis B?
a. Nyeri pada bekas suntikan dan demam ringan
b. Batuk dan pilek
c. Anak bertambah gemuk
d. Tidak tahu
Penilaian pengetahuan :
Kesimpulan penilaian
Nilai Terendah : 6
Nilai Tertinggi : 28
Interval : 22
Pengetahuan Baik : > 80% >23,6
Pengetahuan Cukup : 60-80% 19,2-23,6
Pengetahuan Kurang : < 60% <19,2
b. Sikap
33
Merupakan evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri,
orang lain, obyek atau isue. Penelitian ini berusaha untuk mengetahui sikap responden
mengenai imunisasi hepatitis B, dikelompokkan menjadi:
Sikap baik.
Sikap cukup.
Sikap kurang.
Koding :
Kode 1 : Sikap Baik
Kode 2 : Sikap Cukup
Kode 3 : Sikap Kurang
Kuesioner Sikap
1. Sebagai seorang ibu, perlukah kita untuk mencari sumber-sumber informasi
kesehatan, terutama mengenai imunisasi hepatitis B?
a. Sangat perlu
b. Perlu
c. Kurang perlu
d. Tidak perlu
2. Semua bayi harus mendapatkan imunisasi hepatitis B sebagai upaya pencegahan
terhadap penyakit tersebut?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Kurang setuju
d. Tidak setuju
3. Setujukah bila anak ibu yang paling kecil diberikan imunisasi Hepatitis B?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Kurang setuju
d. Tidak setuju
34
4. Pemberian imunisasi hepatitis B pada bayi sebaiknya dilakukan segera setelah bayi
lahir?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Kurang setuju
d. Tidak setuju
5. Imunisasi hepatitis B harus diberikan pada bayi sebanyak 3 kali?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Kurang setuju
d. Tidak setuju
6. Setujukah bila anak ibu yang paling kecil mendapatkan imunisasi Hepatitis B
ulangan?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Kurang setuju
d. Tidak setuju
7. Apakah yang akan ibu lakukan bila memiliki anak berumur 2 bulan yang belum
diberikan imunisasi hepatitis B?
a. Didiamkan saja
b. Tunggu dipanggil oleh kader Posyandu baru kemudian diberikan imunisasi
c. Segera membawanya ke pelayanan kesehatan untuk diimunisasi
8. Apakah ibu akan menganjurkan kepada orang lain untuk memberikan imunisasi
hepatitis B kepada anaknya?
a. Akan menganjurkan
b. Tidak menganjurkan
Penilaian Sikap :
Kesimpulan penilaian
35
Nilai Terendah : 8
Nilai Tertinggi : 32
Interval : 24
Sikap Baik : >80% >27,2
Sikap Cukup : 60-80% 22,4-27,2
Sikap Kurang : <60% <22,4
c. Perilaku
Merupakan perbuatan atau tindakan dan perkataan seseorang yang sifatnya dapat
diamati, digambarkan, dan dicatat oleh orang lain ataupun orang yang melakukannya,
dikelompokkan menjadi :
Perilaku baik.
Perilaku cukup.
Perilaku kurang.
Koding :
Kode 1 : Perilaku Baik.
Kode 2 : Perilaku Cukup.
Kode 3 : Perilaku Kurang.
Kuesioner Perilaku
1. Dalam tiga bulan terakhir, berapa kali ibu membawa anak ibu ke Posyandu?
a. 3 kali
b. 2 kali
c. 1 kali
d. 0 kali
2. Dari manakah ibu mengetahu tentang penyakit hepatitis B? (Jawaban boleh lebih
dari satu)
a. Puskesmas
b. Posyandu
c. Televisi
36
d. Selebaran
e. Buku
3. Apakah ibu pernah mengikuti penyuluhan tentang kesehatan, terutama mengenai
imunisasi hepatitis B?
a. Pernah
b. Belum pernah
4. Apakah ibu pernah mengajak orang lain mengikuti penyuluhan kesehatan
mengenai penyakit dan imunisasi hepatitis B?
a) Pernah
b) Belum pernah
5. Apakah ibu pernah menganjurkan orang lain untuk memberikan imunisasi
hepatitis B kepada anaknya?
a. Pernah
b. Belum pernah
6. Pada umur berapa anak ibu yang paling kecil pertama kali diberikan imunisasi
hepatitis B?
a. Segera setelah lahir
b. Beberapa bulan setelah lahir
c. Setelah berumur lebih dari satu tahun
d. Belum pernah diberikan
7. Berapa kali anak ibu yang paling kecil pernah diimunisasi Hepatitis B?
a. 3 kali
b. 2 kali
c. 1 kali
d. 0 kali
8. Apakah semua anak ibu sudah pernah mendapatkan imunisasi Hepatitis B?
a. Pernah
b. Belum pernah
37
Penilaian Perilaku :
Kesimpulan penilaian
Nilai Terendah : 7
Nilai Tertinggi : 28
Interval : 21
Perilaku Baik : >80% >23,8
Perilaku Cukup : 60-80% 19,6-23,8
Perilaku Kurang : <60% <19,6
3.9 Etika Penelitian
Dalam penelitian ini subyek penelitian yang mengisi kuesioner diberi jaminan
kerahasiaan terhadap data–data yang diberikan dan berhak menolak menjadi subyek
penelitian.
BAB IV
38
HASIL PENELITIAN
Selama proses pengumpulan data yang dilakukan mulai tanggal 27 Juli 2011 sampai
dengan 08 Agustus 2011 di RW 05 Kelurahan Jelambar II, Kecamatan Grogol-Petamburan,
Jakarta Barat. Pada penelitian ini berhasil diambil sampel sebanyak 106 responden di RW 05
Kelurahan Jelambar II.
Tabel 4.1. Sebaran Responden berdasarkan Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Ibu tentang Imunisasi Hepatitis B di Puskesmas Jelambar II periode Juli – Agustus 2011.
Variabel Frekuensi Persentase
Pengetahuan Baik 36 33,96 %
Cukup 38 35,85 %
Kurang 32 30,19 %
Sikap Baik 34 32,08 %
Cukup 39 36,79 %
Kurang 33 31,13 %
Perilaku Baik 30 28,30 %
Cukup 37 34,91 %
Kurang 39 36,79 %
39
Tabel 4.2. Sebaran Responden berdasarkan Pendidikan, Pendapatan, Pekerjaan, Umur Ibu, Jumlah Anak, Kontak dengan Sumber Informasi di Puskesmas Jelambar II pada Periode Juli – Agustus 2011.
Variabel Frekuensi Persentase
Pendidikan
Tinggi Sedang Rendah
32
41
33
30,19 %
38,68 %
31,13 %
Pendapatan
> Pendapatan perkapita
< = Pendapatan perkapita
67
39
63,21 %
36,79 %
Pekerjaan
Tidak bekerja Bekerja
61
45
57,55 %
42,45 %
Umur Ibu
> 20 tahun < = 20 tahun
72
34
67,92 %
32,08 %
Jumlah anak
> 2 anak < = 2 anak
48
58
45,28 %
54,72 %
Kontak dengan Sumber Informasi
Pernah Tidak Pernah
76
30
71,70 %
28,30 %
40
Tabel 4.3 Hubungan antara Pengetahuan Ibu dengan Sikap Ibu tentang Imunisasi Hepatitis B di Puskesmas Jelambar II periode Juli – Agustus 2011.
Sikap
Pengetahuan Baik Cukup Kurang Total
Baik 18 12 6 36
Cukup 12 15 11 38
Kurang 4 12 16 32
34 39 33 106
Ho = tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara pengetahuan ibu dengan sikap ibu
Batas kemaknaan () = 5%hasil Uji Chi-Square =13,77
Uji Chi-Square (X2) = 9,49
Df = 4
P < 0,05 Ho ditolak
Kesimpulan: ada hubungan bermakna secara statistik antara pengetahuan ibu dengan sikap ibu.
Tabel 4.4 Hubungan antara Pengetahuan Ibu dengan Perilaku Ibu tentang Imunisasi Hepatitis B di Puskesmas Jelambar II periode Juli – Agustus 2011
Perilaku
Pengetahuan Baik Cukup Kurang Total
Baik 13 9 14 36
Cukup 8 16 14 38
Kurang 9 12 11 32
30 37 39 106
41
Ho = tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara pengetahuan ibu dengan perilaku ibu
Batas kemaknaan () = 5%
Hasil Uji Chi-Square = 3,21
Uji Chi-Square (X2) = 9,49
Df = 4
P > 0,05 Ho diterima
Kesimpulan: tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara pengetahuan ibu dengan perilaku ibu.
Tabel 4.5 Hubungan antara Sikap dengan Perilaku Ibu tentang Imunisasi Hepatitis B periode Juli – Agustus 2011
Variabel Perilaku
Sikap Baik Cukup Kurang Total
Baik 14 12 8 34
Cukup 9 19 11 39
Kurang 7 6 20 33
30 37 39 106
Ho = tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara sikap ibu dengan perilaku ibu.
Batas kemaknaan () = 5%
Hasil Uji Chi-Square = 15,22
Uji Chi-Square (X2) = 9,49
Df = 4
P < 0,05 Ho ditolak
Kesimpulan: ada hubungan bermakna secara statistik antara sikap ibu dengan perilaku ibu.
42
Tabel 4.6 Hubungan antara Pendidikan Ibu dengan Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi Hepatitis B periode Juli – Agustus 2011
Variabel Pengetahuan Ibu
Pendidikan Ibu Baik Cukup Kurang Total
Tinggi 13 9 10 32
Sedang 9 22 10 41
Rendah 14 7 12 33
36 38 32 106
Ho = tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara pendidikan ibu dengan pengetahuan ibu.
Batas kemaknaan () = 5%
Hasil Uji Chi Square = 9,87
Uji Chi-Square (X2) = 9,49
Df = 4
P < 0,05 Ho ditolak
Kesimpulan: ada hubungan bermakna secara statistik antara pendidikan ibu dengan pengetahuan ibu
Tabel 4.7 Hubungan antara Pendidikan Ibu dengan Sikap Ibu tentang Imunisasi Hepatitis B periode Juli – Agustus 2011
Variabel Sikap Ibu
Pendidikan Ibu Baik Cukup Kurang Total
Tinggi 10 14 8 32
Sedang 10 15 16 41
Rendah 14 10 9 33
34 39 33 106
43
Ho = tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara pendidikan ibu dengan sikap ibu
Batas kemaknaan () = 5%
Hasil Uji Chi-Square = 4,03
Uji Chi-Square (X2) = 9,49
Df = 4
P > 0,05 Ho diterima
Kesimpulan: tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara pendidikan ibu dengan sikap ibu
Tabel 4.8 Hubungan antara Pendidikan Ibu dengan Perilaku Ibu tentang Imunisasi Hepatitis B periode Juli – Agustus 2011
Variabel Perilaku Ibu
Pendidikan Ibu Baik Cukup Kurang Total
Tinggi 10 14 8 32
Sedang 11 14 16 41
Rendah 9 9 15 33
30 37 39 106
Ho = tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara pendidikan ibu dengan perilaku ibu.
Batas kemaknaan () = 5%
Hasil Uji Cho-Square =3,36
Uji Chi-Square (X2) =9,49
Df = 4
P > 0,05 Ho diterima
Kesimpulan: tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara pendidikan ibu dengan perilaku ibu.
Tabel 4.9 Hubungan antara Pekerjaan Ibu dengan Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi Hepatitis B periode Juli – Agustus 2011
44
Variabel Pengetahuan Ibu
Pekerjaan Ibu Baik Cukup Kurang Total
Tidak bekerja 22 22 17 61
Bekerja 14 16 15 45
36 38 32 106
Ho = tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara pekerjaan ibu dengan pengetahuan ibu.
Batas kemaknaan () = 5%
Hasil uji chi-square = 0,45
Uji Chi-Square (X2) = 5,99
Df = 2
P > 0,05 Ho diterima
Kesimpulan: tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara pekerjaan ibu dengan pengetahuan ibu.
Tabel 4.10 Hubungan antara Pekerjaan Ibu dengan Sikap Ibu tentang Imunisasi Hepatitis B periode Juli – Agustus 2011
Variabel Sikap Ibu
Pekerjaan Ibu Baik Cukup Kurang Total
Tidak bekerja 19 24 18 61
Bekerja 15 15 15 45
34 39 33 106
Ho = tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara pekerjaan ibu dengan sikap ibu.
Batas kemaknaan () = 5%
Hasil Uji Chi-Square = 0,42
Uji Chi-Square (X2) = 5,99
45
Df = 2
P > 0,05 Ho diterima
Kesimpulan: tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara pekerjaan ibu dengan sikap ibu.
Tabel 4.11 Hubungan antara Pekerjaan Ibu dengan Perilaku Ibu tentang Imunisasi Hepatitis B periode Juli – Agustus 2011
Variabel Perilaku Ibu
Pekerjaan Ibu Baik Cukup Kurang Total
Tidak bekerja 13 23 25 61
Bekerja 17 14 14 45
30 37 39 106
Ho = tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara pekerjaan ibu dengan perilaku ibu.
Batas kemaknaan () = 5%
Hasil Uji Chi-Square = 3,49
Uji Chi-Square (X2) = 5,99
Df = 2
P > 0,05 Ho diterima
Kesimpulan: tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara pekerjaan ibu dengan perilaku ibu.
Tabel 4.12 Hubungan antara Pendapatan Keluarga dengan Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi Hepatitis B periode Juli - Agustus.
Variabel Pengetahuan Ibu
Pendapatan Keluarga Baik Cukup Kurang Total
> Rp 331.369,00 29 17 21 67
≤ Rp 331.369,00 7 21 11 39
46
36 38 32 106
Ho = tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara pendapatan keluarga dengan pengetahuan ibu.
Batas kemaknaan () = 5%
Hasil Uji Chi-Square =10,31
Uji Chi-Square (X2) = 5,99
Df = 2
P < 0,05 Ho ditolak
Kesimpulan: ada hubungan bermakna secara statistik antara pendapatan keluarga dengan pengetahuan ibu.
Tabel 4.13 Hubungan antara Pendapatan Keluarga dengan Sikap Ibu tentang Imunisasi Hepatitis B periode Juli – Agustus 2011.
Variabel Sikap Ibu
Pendapatan Keluarga Baik Cukup Kurang Total
> Rp 331.369,00 26 19 22 67
≤Rp 331.369,00 8 20 11 39
34 39 33 106
Ho = tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara pendapatan keluarga dengan sikap ibu.
Batas kemaknaan () = 5%
Hasil uji chi-square = 6,26
Uji Chi-Square (X2) = 5,99
Df = 2
P < 0,05 Ho ditolak
47
Kesimpulan: ada hubungan bermakna secara statistik antara pendapatan keluarga dengan sikap ibu.
Tabel 4.14 Hubungan antara Pendapatan Keluarga dengan Perilaku Ibu tentang Imunisasi Hepatitis B periode Juli – Agustus 2011.
Variabel Perilaku Ibu
Pendapatan Keluarga Baik Cukup Kurang Total
> Rp 331.369,00 23 16 28 67
≤ Rp 331.369,00 7 21 11 39
30 37 39 106
Ho = tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara pendapatan keluarga dengan perilaku ibu.
Batas kemaknaan () = 5%
Hasil Uji Chi-Square = 9,92
Uji Chi-Square (X2) = 5,99
Df = 2
P < 0,05 Ho ditolak
Kesimpulan: ada hubungan bermakna secara statistik antara pendapatan keluarga dengan perilaku ibu.
Tabel 4.15 Hubungan antara Umur Ibu dengan Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi Hepatitis B periode Juli – Agustus 2011.
Variabel Pengetahuan Ibu
Umur Ibu Baik Cukup Kurang Total
> 20 tahun 23 27 22 72
≤ 20 tahun 13 11 10 34
48
36 38 32 106
Ho = tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara umur ibu dengan pengetahuan ibu.
Batas kemaknaan () = 5%
Hasil uji Chi-Square = 0,45
Uji Chi-Square (X2) = 5,99
Df = 2
P > 0,05 Ho diterima
Kesimpulan: tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara umur ibu dengan pengetahuan ibu.
Tabel 4.16 Hubungan antara Umur Ibu dengan Sikap Ibu tentang Imunisasi Hepatitis B periode Juli – Agustus 2011.
Variabel Sikap Ibu
Umur Ibu Baik Cukup Kurang Total
> 20 tahun 27 20 25 72
≤ 20 tahun 7 19 8 34
34 39 33 106
Ho = tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara umur ibu dengan sikap ibu.
Batas kemaknaan () = 5%
Hasil Uji Chi-Square = 7,95
Uji Chi-Square (X2) = 5,99
Df = 2
P < 0,05 Ho ditolak
Kesimpulan: ada hubungan bermakna secara statistik antara umur ibu dengan sikap ibu.
49
Tabel 4.17 Hubungan antara Umur Ibu dengan Perilaku Ibu tentang Imunisasi Hepatitis B periode Juli – Agustus 2011.
Variabel Perilaku Ibu
Umur Ibu Baik Cukup Kurang Total
> 20 tahun 26 20 26 72
≤ 20 tahun 4 17 13 34
30 37 39 106
Ho = tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara umur ibu dengan perilaku ibu.
Batas kemaknaan () = 5%
Hasil Uji Chi-Square= 8,13
Uji Chi-Square (X2) = 5,99
Df = 2
P < 0,05 Ho ditolak
Kesimpulan: ada hubungan bermakna secara statistik antara umur ibu dengan perilaku ibu.
Tabel 4.18 Hubungan antara Jumlah Anak dengan Pengetahuan Ibu tentang Imunisais Hepatitis B periode Juli – Agustus 2011 .
Variabel Pengetahuan Ibu
Jumlah anak Baik Cukup Kurang Total
> 2 anak 25 11 12 48
≤ 2 anak 11 27 20 58
36 38 32 106
Ho = tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara jumlah anak dengan pengetahuan ibu.
Batas kemaknaan () = 5%
50
Hasil Uji Chi-Square = 13,36
Uji Chi-Square (X2) = 5,99
Df = 2
P < 0,05 Ho ditolak
Kesimpulan: ada hubungan bermakna secara statistik antara jumlah anak dengan pengetahuan ibu.
Tabel 4.19 Hubungan antara Jumlah Anak dengan Sikap Ibu tentang Imunisasi Hepatitis B periode Juli – Agustus 2011.
Variabel Sikap Ibu
Jumlah anak Baik Cukup Kurang Jumlah
> 2 anak 23 10 15 48
≤2 anak 11 29 18 58
Jumlah 34 39 33 106
Ho = tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara jumlah anak dengan sikap ibu.
Batas kemaknaan () = 5%
Hasil Uji Chi-Square = 12,94
Uji Chi-Square (X2) = 5,99
Df = 2
P < 0,05 Ho ditolak
Kesimpulan: ada hubungan bermakna secara statistik antara jumlah anak dengan sikap ibu.
Tabel 4.20 Hubungan antara Jumlah Anak dengan Perilaku Ibu tentang Imunisasi Hepatitis B periode Juli – Agustus 2011.
Variabel Perilaku Ibu
Jumlah anak Baik Cukup Kurang Total
51
> 2 anak 17 15 16 48
≤2 anak 13 22 23 58
30 37 39 106
Ho = tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara jumlah anak dengan perilaku ibu.
Batas kemaknaan () = 5%
Hasil Uji Chi-Square = 2,19
Uji Chi-Square (X2) = 5,99
Df = 2
P > 0,05 Ho diterima
Kesimpulan: tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara jumlah anak dengan perilaku ibu.
Tabel 4.21 Hubungan antara Kontak dengan Sumber Informasi dengan Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi Hepatitis B periode Juli – Agustus 2011.
Variabel Pengetahuan Ibu
Kontak dengan
sumber informasi
Baik Cukup Kurang Total
Pernah 32 20 24 76
Tidak Pernah 4 18 8 30
36 38 32 106
Ho = tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara kontak dengan sumber informasi dan pengetahuan ibu.
Batas kemaknaan () = 5%
Hasil Uji Chi-Square = 12,22
Uji Chi-Square (X2) = 5,99
Df = 2
52
P < 0,05 Ho ditolak
Kesimpulan: ada hubungan antara kontak dengan sumber informasi mengenai imunisasi hepatitis B dengan pengetahuan ibu.
Tabel 4.22 Hubungan antara Kontak dengan Sumber Informasi dengan Sikap Ibu tentang Imunisasi hepatitis B periode Juli – Agustus 2011.
Variabel Sikap Ibu
Kontak dengan
sumber informasi
Baik Cukup Kurang Total
Pernah 24 30 22 76
Tidak Pernah 10 9 11 30
34 39 33 106
Ho = tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara kontak dengan sumber informasi dengan sikap ibu.
Batas kemaknaan () = 5%
Hasil Chi-Square = 0,96
Uji Chi-Square (X2) = 5,99
Df = 2
P > 0,05 Ho diterima
Kesimpulan: tidak ada hubungan bermakna antara kontak dengan sumber informasi mengenai imunisasi hepatitis B dengan sikap ibu.
Tabel 4.23 Hubungan antara Kontak dengan Sumber Informasi dengan Perilaku Ibu lhtentang Imunisasi Hepatitis B periode Juli – Agustus 2011.
Variabel Perilaku Ibu
Kontak dengan
sumber informasi
Baik Cukup Kurang Total
Pernah 22 27 27 76
53
Tidak Pernah 8 10 12 30
30 37 39 106
Ho = tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara kontak dengan sumber informasi dengan perilaku ibu.
Batas kemaknaan () = 5%
Hasil Uji Chi-Square = 0,19
Uji Chi-Square (X2) = 5,99
Df = 2
P > 0,05 Ho diterima
Kesimpulan: tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara kontak dengan sumber informasi mengenai imunisasi hepatitis B dengan perilaku ibu.
BAB V
PEMBAHASAN
54
Pendidikan mempunyai hubungan yang bermakna dengan pengetahuan ibu
mengenai imunisasi Hepatitis B pada bayi berumur 7-12 bulan, tetapi pendidikan tidak
mempunyai hubungan yang bermakna dengan sikap dan perilakunya. Semakin tinggi
pendidikan ibu maka semakin baik pula tingkat pengetahuannya, namun sikap dan
perilakunya tidak semakin membaik. Hasil ini serupa dengan yang diperoleh dari penelitian
Ediyana di Bengkulu pada tahun 2001 yaitu adanya hubungan yang bermakna antara
pendidikan ibu terhadap status imunisasi Hepatitis B.5 Semakin tinggi tingkat pendidikannya
maka akan semakin bertambah pula pengetahuannya. Tetapi seseorang dengan pendidikan
yang tinggi belum tentu bisa bersikap dan berperilaku dengan baik.
Pekerjaan tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan pengetahuan, sikap,
maupun perilaku ibu mengenai imunisasi Hepatitis B pada bayi berumur 7-12 bulan. Seorang
ibu yang tidak bekerja dan hanya menjadi seorang ibu rumah tangga saja mungkin
mengalami keterbatasan dalam memperoleh sumber pengetahuan. Ibu yang tidak bekerja dan
lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah juga belum tentu memiliki sikap dan perilaku
yang baik dalam berusaha untuk memperoleh informasi mengenai imunisasi Hepatitis B serta
menerapkannya kepada anak-anaknya di rumah.
Pendapatan keluarga mempunyai hubungan yang bermakna terhadap pengetahuan,
sikap dan perilaku ibu tentang imunisasi Hepatitis B. Hal ini menjelaskan bahwa faktor
ekonomi memegang peranan penting dalam memilih prioritas pelayanan kesehatan sehingga
mempengaruhi kesehatan keluarga. Semakin tinggi pendapatan seseorang, kesadaran tentang
pentingnya hidup sehat akan semakin tinggi, dan membuat seseorang selalu mencari
pelayanan kesehatan yang baik sebagai suatu hal yang dianggap penting, Hasil ini sama
dengan hasil penelitian Edyana (2001) yang melaporkan adanya hubungan bermakna antara
penghasilan dengan pengetahuan, sikap dan perilaku ibu terhadap imunisasi Hepatitis B.
Jumlah anak mempunyai hubungan bermakna dengan pengetahuan dan sikap ibu
tentang imunisasi Hepatitis B. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah anak
yang dimiliki, maka seorang ibu akan lebih berpengalaman untuk mengantar anaknya
diimunisasi ke Posyandu. Hasil ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Edyana
(2001) bahwa ada hubungan bermakna antara jumlah anak dengan Imunisasi Hepatitis B.
Banyaknya jumlah anak yang ibu miliki membuat pengetahuan ibu tentang imunisasi
Hepatitis B lebih baik lagi. Namun, adanya hubungan bermakna antara pengetahuan dan
sikap dengan jumlah anak, tidak selalu diikuti dengan perilaku yang baik. Pada dasarnya,
jumlah anak yang banyak tidak berhubungan dengan perilaku ibu, sebab perilaku yang baik
didasarkan dari kesadaran seseorang bukan dari pengetahuan dan sikap yang baik saja.
55
Umur ibu tidak mempunyai hubungan bermakna dengan pengetahuan ibu. Semakin
tua umur ibu tidak menunjukkan bahwa pengetahuannya semakin baik. Hasil ini sama dengan
hasil penelitian Alfian Helmi (2008) yang melaporkan bahwa tidak ada hubungan antara
karakteristik umur ibu dengan pengetahuan ibu tentang imunisasi Hepatitis B (0-11 bulan)
semakin berumur seseorang tidak membuktikan bahwa pengetahuan yang dimilikinya baik,
tetapi semakin berumurnya seseorang akan mempengaruhi sikap dan perilakunya. Hal ini
dapat disebabkan semakin bertambahnya umur seseorang, dia lebih matang untuk mengambil
keputusan yang baik. Dalam hal ini seorang ibu dengan umur > 20 tahun ini, sudah dapat
menentukan sikap apa yang diambil untuk mencegah penyakit Hepatitis B, sehingga dia mau
membawa bayinya untuk diimunisasi di Posyandu.
Kontak dengan sumber informasi mempunyai hubungan bermakna dengan
pengetahuan ibu tentang imunisasi Hepatitis B. Semakin banyaknya kontak dengan sumber
informasi membuat pengetahuan ibu tentang pentingnya imunisasi Hepatitis B bertambah.
Hasil ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Emil Noviyandi (2001) yang
melaporkan bahwa ada hubungan antara kontak terhadap sumber informasi dengan
pengetahuan ibu tentang imunisasi Hepatitis B. Dengan demikian, akan timbul kesadaran ibu
untuk membawa anaknya ke posyandu agar diberikan imunisasi. Namun dalam penelitian ini
tidak ditemukan adanya hubungan bermakna antara sikap dan perilaku dengan kontak
terhadap sumber informasi. Dengan demikian dapat dilihat bahwa seringnya ibu mendengar
sumber informasi, akan meningkatkan pengetahuannya tetapi belum tentu mengubah sikap
dan perilakunya. Sebab sikap dan perilaku merupakan kesadaran dalam diri ibu sendiri untuk
mau mengambil keputusan atas pengetahuan yang didapatnya berdasarkan sumber informasi
tersebut.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
56
Dari hasil penelitian mengenai pengetahuan, sikap dan perilaku ibu-ibu yang
memiliki bayi berusia 6-12 bulan mengenai imunisasi Hepatitis B dan faktor-faktor yang
berhubungan di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Jelambar II pada bulan Juli 2011,
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
Sebaran responden yang memiliki pengetahuan baik tentang perawatan kehamilan
sebesar 33,96 %, pengetahuan cukup sebesar 35,85 % dan pengetahuan kurang
sebesar 30,19 %.
Sebaran responden yang memiliki sikap baik tentang perawatan kehamilan sebesar
32,08 %, sikap cukup sebesar 36,79 % dan sikap kurang sebesar 31,13 %.
Sebaran responden yang memiliki perilaku baik tentang perawatan kehamilan sebesar
28,30 %, perilaku cukup sebesar 34,91 % dan perilaku kurang sebesar 36,79 %.
Responden berpendidikan tinggi yaitu sebesar 30,19 %, berpendidikan sedang 38,68
%, berpendidikan rendah 31,13 %.
Sebagian responden dengan pendapatan di atas garis kemiskinan sebesar 63,21 %.
Sebagian responden yang tidak bekerja sebesar 57,55 %.
Sebagian responden berumur di atas 20 tahun, yaitu sebesar 67,92 %.
Sebagian responden mempunyai anak lebih dari dua, yaitu sebesar 45,28 %.
Sebagian responden yang pernah kontak dengan sumber informasi sebesar 71,70 %.
Terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan, tingkat pendapatan,
umur ibu, jumlah anak, kontak dengan sumber informasi dengan pengetahuan, sikap dan
perilaku ibu mengenai imunisasi Hepatitis B.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, ada beberapa hal yang
diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu-ibu yang memiliki
bayi berumur 6-12 bulan mengenai imunisasi Hepatitis B yaitu dengan didapatkan adanya
hubungan bermakna antara pengetahuan, sikap, dan perilaku dengan tingkat pendidikan,
tingkat pendapatan, umur ibu, jumlah anak, dan kontak dengan sumber informasi.
Disarankan kepada petugas kesehatan untuk meningkatkan kegiatan Komunikasi
Informasi dan Edukasi (KIE) terutama pemberian penyuluhan tentang penyakit Hepatitis
B dan imunisasi Hepatitis B kepada para ibu untuk meningkatkan kesadaran dalam
memberikan imunisasi kepada bayinya.
57
DAFTAR PUSTAKA
1. Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Pelayanan Antenatal Oleh Ibu Hamil di
Kabupaten Aceh Tenggara. Diunduh dari :
digilib.unimus.ac.id/files/disk1/102/jtptunimus-gdl-anitapurwa-5081-3-bab2.pdf.
58
2. Purwaningsih R, Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap Suami Dengan Dukungan
Terhadap Kesehatan Maternal Istrinya di Kelurahan Harapan Mulia, Jakarta Pusat Tahun
2002. Diunduh dari : www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kematian Maternal (Studi Kasus di Kabupaten
Cilacap). Diunduh dari : eprints.undip.ac.id/16634/1/ARULITA_IKA_FIBRIANA.pdf.
4. Cakupan Kunjungan Ibu hamil [diakses pada april 2011]. Diunduh dari :
http://aricky99.blogspot.com/2011/04/cakupan-kunjungan-ibu-hamil.html
5. Widayatun, Keselamatan Ibu dan Kelangsungan Hidup Anak: Bagaimana Partisipasi
Laki-laki? Diunduh dari : http://portal.cbn.net.id/cbprtl/cybermed/detail.aspx?
x=Hot+Topic&y=cybermed|0|0|5|28 Mon, 07 Aug 2006 16:00:00 WIB
6. Tim Kajian AKI-AKA, Depkes RI.Kajian kematian ibu dan anak di Indonesia. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Jakarta; Depkes R.I., 2004.
7. Sadik R & Djakfar M, Kajian Tentang Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Derajat
Pemanfaatan Pelayanan Antenatal di Kec. Gunung Sugih Kab. Lampung Tengah.
Diunduh dari : http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=80700
8. Notoatmojo S, Promosi Kesehatan: Teori dan Aplikasi.Jakarta:Asdi Mahasatya;2005
9. Destria D, Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Tingkat Pemahaman Ibu Hamil
Terhadap Pesan Antenatal Care yang Terdapat Di dalam Buku KIA; 2010. Diunduh dari :
obstetriginekologi.com/artikel/dukungan+suami+dalam+anc.html
10. Mulyana N, Studi Operasional Pemeriksaan Antenatal di Posyandu Dengan Strategi
Pemasaran Sosial di Kabupaten Garut Jawa Barat; 2008. Diunduh dari :
www.scribd.com/doc/49766967/ringkasan.
59
11. Haryanti S, Hubungan Dukungan Suami Terhadap Kepatuhan Periksa Kehamilan di
Puskesmas 1 Toroh Kabupaten Grobogan. Diunduh dari :
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6799/1/09E00783.pdf.
12. Harahap J, Kesehatan Reproduksi. USU 2003. Diunduh dari :
dr.suparyanto.blogspot.com/2011/02/konsep-anc-ante-natal-care.html
13. Latipon, Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan[diakses pada januari 2010].Diunduh
dari :http://www.latipon.com
14. Hartono B, Laila M, dan Mahmud A, Hubungan Antara Karakteristik Ibu dan Kejadian
Kematian Bayi di Kabupaten Pontianak Provinsi Kalimantan Barat; 2006. Diunduh dari :
www.risbinkesl.litbang.depkes.go.id/Buku Laporan Penelitian 2006/hubungan
karakteristik bumil dan AKI.html
15. Departemen Kesehatan RI.Buku Kesehatan Ibu dan anak.Jakarta: Departemen Kesehatan
RI:2008
16. Mufdlilah.Panduan Asuhan Kebidanan Ibu Hamil.Yogyakarta:Nuha Medika;2009
17. Definisi Pengetahuan [diakses pada januari 2010]. Diunduh dari :
from:http://www.wikipedia.com
18. Maternal deaths worldwide drop by third [diakses pada april 2011]. Diunduh dari :
www.who.int/mediacentre/news/releases/2010/maternal_mortality_20100915/en/index.html
60