Download - Askep Siap Print Ckd
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan
fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut, serta bersifat
persisten dan irreversible. Menurut catatan medical record RS Fatmawati klien gagal ginjal
kronik yang dirawat di RS Fatmawati pada periode 1 Agustus 2003 – 31 Juli 2004 berjumlah
224 orang atau 6,73% dari 3327 penderita penyakit dalam yang dirawat, adapun periode 1
Agustus 2004-31 Juli 2005 berjumlah 237 orang atau 6,03 % dari 3930 klien penyakit dalam
yang dirawat, hal ini menunjukan penurunan jumlah penderita gagal ginjal kronis yang
dirawat sebesar 0,33 %, namun demikian masalah keperawatan yang sering timbul pada
gagal ginjal kronik cukup kompleks, yang meliputi : kelebihan volume cairan, perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, kecemasan, penurunan cardiac out put, gangguan
mobilitas fisik, konstipasi / diare, resiko tinggi injuri perdarahan, perubahan proses pikir dan
kurangnya pengetahuan.
Dalam mengatasi berbagai permasalahan yang timbul pada pasien gagal ginjal kronik,
peran perawat sangat penting, diantaranya sebagai pelaksana, pendidik, pengelola, peneliti,
advocate. Sebagai pelaksana, perawat berperan dalam memberikan asuhan keperawatan
secara profesional dan komprehensif yang meliputi: mempertahankan pola nafas yang
efektif, mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, meningkatkan asupan nutrisi
yang adekuat, meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi dan mencegah injury. Sebagai
pendidik perawat memberikan pendidikan kesehatan, khususnya tentang perbatasan diet,
cairan, dll. Perawat sebagai pengelola, yaitu perawat harus membuat perencanaan asuhan
keperawatan dan bekerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya sehingga program
pengobatan dan perawatan dapat berjalan dengan baik.
Peran perawat sebagai peneliti adalah menerapkan hasil penelitian di bidang
keperawatan untuk meningkat mutu asuhan keperawatan. Peran perawat sebagai advocate
adalah membela hak klien selama perawatan, seperti hak klien untuk mengetahui rasional
penatalaksanaan medis, pemeriksaan penunjang, dan sebagainya. Berdasarkan uraian diatas
1
maka penulis tertarik untuk mendapatkan gambaran lebih jelas tentang bagaimana Asuhan
keperawatan pada pasien gagal ginjal kronik.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah
“Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan gagal ginjal kronik”
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan gagal ginjal kronik
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi ginjal
2) Untuk mengetahui definisi gagal ginjal kronik
3) Untuk mengetahui etiologi gagal ginjal kronik
4) Untuk mengetahui manifestasi klinis gagal ginjal kronik
5) Untuk mengetahui patofisiologi gagal ginjal kronik
6) Untuk mengetahui klasifiksi gagal ginjal kronik
7) Untuk mengetahui komplikasi gagal ginjal kronik
8) Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic gagal ginjal kronik
9) Untuk mengetahui penatalaksanaan dari gagal ginjal kronik
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Penulis
Diharapakan dengan adanya asuhan keperawatan pada pasien dengan gagal
ginjal kronik bisa membantu peran perawat dalam meningkatkan pelayanan kesehatan
terhadap pasien yang mengalami gagal ginjal kronik dan meningkatkan kualitas hidup
pasien.
2
1.4.2 Bagi Pembaca
Menambah pengetahuan kepada pembaca tentang gagal ginjal kronik (CKD), sebagai
referensi untuk pembaca.
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Anatomi dan Fisiologi Ginjal
2.1.1 Anatomi
Secara normal, manusia memiliki dua ginjal (ginjal kanan dan kiri) setiap ginjal
memiliki panjang 12 cm, lebar 7 cm, dan tebal maksimum 2,5 cm, dan terletak pada
bagian belakang abdomen, posterior terhadap peritoneum, pada cekungan yang
berjalan disepanjang sisi corpus vertebrae. Lemak perinefrik adalah lemak yang
melapisi ginjal. Ginjal kanan terletak agak lebih rendah dari pada ginjal kiri karena
adanya hepar pada sisi kanan. Sebuah glandula adrenalis terletak pada bagian atas
setiap ginjal.
Struktur ginjal meliputi, kapsula fibrosa pada bagian luar, korteks adalah bagian
ginjal yang pucat dan berbercak-bercak oleh glomerulus, medula yaitu bagian ginjal
yang berwarna gelap dan bergaris terdiri dari sejumlah papilla renalis yang menonjol
kedalam pelvis, dan pembesaran pada ujung atas ureter. Setiap ginjal dibentuk oleh
sekitar satu juta nefron. Nefron adalah unit struktural dan fungsional ginjal. Setiap
nefron terdiri dari tubulus renalis, glomerulus, dan pembuluh darah yang
menyertainya. Setiap tubulus renalis adalah tabung panjang yang bengkok, dilapisi
oleh selapis sel kuboid. Tubulus renalis dimulai sebagai kapsula bowman, mangkuk
berlapis ganda yang menutupi glomerulus, terpuntir sendiri membentuk tubulus
kontortus proksimal, berjalan dari korteks ke medula dan kembali lagi, membentuk
ansa henle, terpuntir sendiri kembali membentuk tubulus kontortus distal. Dan
berakhir dengan memasuki duktus koligentes. Setiap duktus koligentes berjalan
melalui medula ginjal, bergabung dengan duktus koligentes dari nefron lain. Dan
mereka membuka bersama pada permukaan papila renalis didalam pelvis ureter.
2.1.2 Fungsi Ginjal
Fungsi ginjal adalah sebagai berikut:
1) Pengaturan cairan tubuh dan mengontrol keseimbangan asam basa
2) Ekskresi produk akhir metabolisme
4
3) Memproduksi Hormon
Selain fungsinya sebagai pengendali keseimbangan air dan kimia tubuh, ginjal
menghasilkan renin dan eritropitin. Renin diproduksi oleh sel-sel tertentu dalam
dinding arteriol yang dilalui darah menuju glomerulus. Renin disekresi bila tekanan
darah sangat menurun sehingga jumlah darah yang melewati ginjal tidak cukup.
Hormon ini meningkatkan tekanan darah.Hormon lain yang disekresi ginjal
asalah eritropoetin. Eritropoeitin disekresi oleh ginjal sebagai respon terhadap
penurunan tekanan oksigen normal. Hormon ini merangsang pembentukan eritrosit
dalam sumsum tulang dan meningkatkan jumlah darah yang tersedia untuk
pengangkutan oksigen. Fungsi ginjal yang lain memproduksi vitamin D yang aktif
secara biologis. (J Gibson, 2001)
2.2 Definisi Chronik Kidney Desease
Menurut The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of the National
Kidney Foundation (NKF) tahun 2009, gagal ginjal kronis merupakan suatu kerusakan ginjal
dimana nilai laju fltrasi glomerolus kurang dari 60mL/min/1,73m2 selama tiga bulan atau
lebih. Dasar karena kerusakan massa ginjal dengan sklerosa yang irrevensible dan hilangnya
nefron ke arah suatu kemunduran nilai dari laju filtrasi glomerulus (LFG).
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan
fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & suddarth, 2002).
Gagal ginjal kronis (chronic renal failure) adalah kerusakan ginjal progresif yang
berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar
dalam darah serta komplikasinya jika tidak di lakukan dialisis atau transplantasi ginjal).
(Nursalam, 2006).
Chronik Kidney Desease adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal dan
ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta
komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal). (Nursalam. 2006).
5
Chronik Kidney Desease adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan oleh penurunan
fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut. (Slamet
Suyono, 2001).
Chronik Kidney Desease adalah gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible
dimana kemampuan tubuh gagal untuk memperhatikan metabolisme keseimbangan cairan
dan elektrolit menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).
(Brunner & Suddarth. 2002).
Chronik Kidney Desease biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut
secara bertahap. Penyebab termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis dan penyakit vaskular ,
penyakit agen nefrotik dan penyakit endokrin (Marlynn E. Doenges. 2000).
Dari kelima pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Cronik Kidney Desease
adalah suatu gangguan fungsi renal yang progresif irreversible yang disebabkan oleh adanya
penimbunan limbah metabolik di dalam darah, sehingga kemampuan tubuh tidak mampu
mengekskresikan sisa- sisa sampah metabolisme dan mempertahankan keseimbangan cairan
dan elektrolit dalam tubuh.
2.3 Etiologi Gagal Ginjal Kronik
Penyebab GGK termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vaskuler
(nefrosklerosis), proses obstruksi (kalkuli), penyakit kolagen (luris sistemik), agen nefrotik
(amino glikosida), penyakit endokrin (diabetes). (Doenges, 1999; 626).
Penyebab GGK menurut Price, 1992; 817, dibagi menjadi delapan kelas, antara lain:
Infeksi misalnya pielonefritis kronik
Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis
Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna,
stenosis arteria renalis
Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis
nodosa,sklerosis sistemik progresif
Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis tubulus
ginjal
Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis
Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal
6
Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis
netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali
kongenital pada leher kandung kemih dan uretra
Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi penyakit ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes melitus
atau hipertensi, obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50 tahun, dan individu dengan
riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal dalam keluarga (National
Kidney Foundation, 2009).
Para peneliti di Amerika Serikat telah menemukan daftar delapan faktor resiko untuk
mendeteksi PGK. Delapan faktor risiko tersebut meliputi usia tua, anemia, wanita,
hipertensi, diabetes, penyakit vaskular perifer dan riwayat gagal jantung kongestif atau
penyakit kardiovaskular (Eight-point Risk Factor Checklist Evolved to Predict Chronic
Kidney Disease, 2008).
Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry
(IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut
glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik
(10%) (Roesli, 2008). Menurut National Kidney Foundation, faktor resiko penyakit ginjal
kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes mellitus atau hipertensi, obesitas , perokok,
berumur lebih dari 50 tahun dan individu dengan riwayat penyakit diabetes mellitus,
hipertensi dan penyakit ginjal dalam keluarga (National Kidney Foundation, 2009).
2.4 Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Kronik
Menurut NKF (National Kidney Foundation)
Sistem GIT Anoreksia, nausea, vomitting, gastritis.
Sistem Kulit Pucat karena anemi, kekuningan karena urokrom, gatal karena
toksin uremik, ekimosis, uremic-frost, bekas garukan
Sistem
Hematologi
Anemi karena ertropoetin menurun, hemolisis, defesiensi besi &
asam folat, perdarahan, fibrosis sumsum tulang, gangguan fungsi
trombosit & lekosit
Sistem Otot & Ensefalopati, miopati
7
saraf
Sistem
Kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, aritmi, edema
Sistem Endokrin Gangguan metabolisme gula, lemak, dan vitamin D.
Sistem Elektrolit Hiperfosfat, hipokalsemi.
Lain – lain Osteodistrofi renal,asidosis metabolik
Menurut Pernefri
Menurut Schrier, 2003 ada beberapa manifestasi klinik gagal gagal ginjal kronik yaitu:
1. Gangguan keseimbangan elektrolit : hipernatremia, hiperkalemia
2. Asidosis metabolic (ditemukan jika LFG<25%)
3. Gangguan metabolisme karbohidrat dan lemak
4. Anemia normokrom mormositer
5. Hipertensi
6. Gangguan neurologi
7. Osteodistrofi ginjal
8. Gangguan pertumbuhan
9. Gangguan perdarahan
Pada gagal ginjal kronis, setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien
akan memperlihatkan sejumlah tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung
pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari dan usia pasien
(Brunner & Suddarth, 2002).
Menurut Nursalam (2006), manifestasi klinis yang terjadi :
a. Gastrointestinal : ulserasi saluran pencernaan dan perdarahan.
b. Kardiovaskuler : hipertensi, perubahan EKG, perikarditis, efusi pericardium, tamponade
pericardium.
c. Respirasi : edema paru, efusi pleura, pleuritis.
d. Neuromuskular : lemah, gangguan tidur, sakit kepala, letargi, gangguan muskular,
neuropati perifer, bingung dan koma.
e. Metabolik/ endokrin : inti glukosa, hiperlipidemia, gangguan hormon seks
menyebabkan penurunan libido, impoten dan ammenore.
8
f. Cairan-elektrolit : gangguan asam basa menyebabkan kehilangan sodium sehingga
terjadi dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipermagnesemia, hipokelemia.
Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369) :
a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang,
mudah tersinggung, depresi
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas
baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak
ada tapi mungkin juga sangat parah.
Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain :
a. Hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin-angiotensin-
aldosteron)
b. Gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis
(akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan
cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu
berkonsentrasi)
Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a. Sistem kardiovaskuler
Hipertensi
Pitting edema
Edema periorbital
Pembesaran vena leher
Friction sub pericardial
b. Sistem Pulmoner
Krekels
Nafas dangkal
Kusmaull
Sputum kental dan liat
c. Sistem gastrointestinal
Anoreksia, mual dan muntah
Perdarahan saluran GI
9
Ulserasi dan pardarahan mulut
Nafas berbau amonia
d. Sistem muskuloskeletal
Kram otot
Kehilangan kekuatan otot
Fraktur tulang
e. Sistem Integumen
Warna kulit abu-abu mengkilat
Pruritis
Kulit kering bersisik
Ekimosis
Kuku tipis dan rapuh
Rambut tipis dan kasar
f. Sistem Reproduksi
Amenore
Atrofi testis
2.5 Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik
Menurut Brunner dan Suddarth (2002), Slamet Suyono (2001) dan Sylvia A. Price,
(2000) adalah sebagai berikut : Gagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis kerusakan
ginjal yang progresif dan irreversibel dari berbagai penyebab diantaranya infeksi, penyakit
peradangan, penyakit vaskular hipertensif, gangguan jaringan penyambung, gangguan
kongenital dan herediter, penyakit metabolik (DM, Hipertiroidisme), Nefropati toksik
(penyalahgunaan analgesik), nefropati obstruktif (saluran kemih bagian atas dan saluran
kemih bagian bawah).
Pada saat fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein yang normalnya di
ekskresikan kedalam urine menjadi tertimbun didalam darah, sehingga terjadinya uremia
dan mempengaruhi sistem sistem tubuh, akibat semakin banyaknya tertimbun produk
sampah metabolik, sehingga kerja ginjal akan semakin berat.
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dan penurunan jumlah
glomeruli yang dapat menyebabkan penurunan klirens. Substansi darah yang seharusnya
10
dibersihkan, tetapi ginjal tidak mampu untuk memfiltrasinya. Sehingga mengakibatkan
kadar kreatinin serum, nitrogen, urea darah (BUN) meningkat. Ginjal juga tidak mampu
mengencerkan urine secara normal. Sehingga tidak terjadi respon ginjal yang sesuai
terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehingga terjadi tahanan natrium dan
cairan. (Brunner & Suddarth, 2002).
Asidosis metabolik dapat terjadi karena ketidakmampuan ginjal mengekspresikan
muatan asam yang berlebihan terutama amoniak (NH3) dan mengabsorpsi bikarbonat.
Anemia, terjadi akibat berkurangnya produksi eritropoetin, sehingga rangsangan
eritropoisis pada sumsum tulang menurun, hemolisis akibat berkurangnya masa hidup
eritrosit dalam suasana uremia toksik, defisiensi besi, asam folat dan lain-lain akibat nafsu
makan yang berkurang, perdarahan paling sering pada saluran cerna dan kulit. (Slamet
Suyono, 2001). Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat terjadi karena gangguan dalam
metabolismenya. Dengan menurunya filtrasi glomerulus dapat mengakibatkan peningkatan
kadar fosfat serum dan penurunan kadar serum kalsium. Sehingga menyebabkan perubahan
bentuk tulang. Penyakit tulang dan penurunan metabolisme aktif vitamin D karena terjadi
perubahan kompleks kalsium, fosfat dan keseimbangan parathormon sehingga menyebabkan
osteodistrofi (penyakit tulang uremik)
Menurut The National Kidney Foundation (NKF) the Kidney Disease Outcomes
Quality initiative (K/DOQI) dari the National Kidney Foundation (NKF) dalam suplemen
khusus dari American Journal of Kidney Disease (AJKD, yaitu : Mekanisme yang dapat
menyebabkan CKD adalah glomerulosklerosis, parut tubulointerstisial, dan sklerosis
vaskular.
Glomerulosklerosis
Progresifitas menjadi CKD berhubungan dengan sklerosis progresif glomeruli yang
dipengaruhi oleh sel intraglomerular dan sel ekstraglomerular. Kerusakan sel
intraglomerular dapat terjadi pada sel glomerulus intrinsik (endotel, sel mesangium, sel
epitel) dan ekstrinsik (trombosit, limfosit, monosit/makrofag).
Sel endotel dapat mengalami kerusakan akibat gangguan hemodinamik, metabolik dan
imunologis. Kerusakan ini berhubungan dengan reduksi fungsi anti inflamasi dan
antikoagulasi sehingga mengakibatkan aktivasi dan agregasi trombosit serta pembentukan
mikrotrombus pada kapiler glomerulus serta munculnya mikroinflamasi. Akibat
11
mikroinflamasi, monosit menstimulasi proliferasi sel mesangium sedangkan faktor
pertumbuhan dapat mempengaruhi sel mesangium yang berproliferasi menjadi sel
miofibroblas sehingga mengakibatkan sklerosis mesangium. Karena podosit tidak mampu
bereplikasi terhadap jejas sehingga terjadi peregangan di sepanjang membrana basalis
glomerulus dan menarik sel inflamasi yang berinteraksi dengan sel epitel parietal
menyebabkan formasi adesi kapsular dan glomerulosklerosis, akibatnya terjadi akumulasi
material amorf di celah paraglomerular dan kerusakan taut glomerulo-tubular sehingga pada
akhirnya terjadi atrofi tubular dan fibrosis interstisial.
Parut tubulointerstisial
Proses fibrosis tubulointerstisialis yang terjadi berupa inflamasi, proliferasi fibroblas
interstisial, dan deposisi matriks ekstra selular berlebihan. Gangguan keseimbangan
produksi dan pemecahan matriks ekstra selular mengakibatkan
fibrosis ireversibel
Sklerosis vascular Perubahan pada arteriol dan kerusakan kapiler peritubular
mengeksaserbasi iskemi interstisial dan fibrosis. Tunika adventisia pembuluh darah
merupakan sumber miofibroblas yang berperan dalam berkembangnya fibrosis interstisial
ginjal
12
“WOC pada penyakit Chronic Kidney Disease”
13
Diabetes Melitus, Glomerulonefritis kronik, Pielonefriti, Hipertensi yang tidak terkontrol, Obstruksi traktus urinarius, Lesi herediter,
Infeksi, Medikasi, Agens toksik, Gangguan vaskuler, Faktor lingkungan (terpapar dengan timah, cadmium, merkuri, dan kromium).
Jumlah nefron
Nefron yang masih utuh
Adaptasi
Nefron hipertropi
Kecepatan filtrasi beban solute. Reabsorbsi
Keseimbangan cairan elektrolit dipertahankan
Fungsi ginjal rendah
Insufisiensi ginjal
Angiotensin
Retensio NA+
MK: Kelebihan Volume Cairan
Nefron yg terserang hancur
90 % nefron hancur
75% Nefron hancur
Tdk dpt mengkompensasi (ketidakseimbangan cairan
GFR 10 % dari normal (BUN & kreatinin )
Urine isoosmotis
Kegagalan proses filtrasi
Oliguri
Uremia
Penumpukan kristal urea di kulit
Pruritus
MK: Gangguan integritas kulit
GFR (BUN & kreatinin )
Adaptasi
Kecepatan filtrasi & beban solute
Ketidakseimbangan dlm glomerolus & tubulus
Insufesiensi ginjal
Gagal ginjal
Eritropoetin di ginjal
SDM
Pucat, fatique, malise, anemia
MK: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
2.6 Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik
Sistem klasifikasi CKD yang sekarang dipakai diperkenalkan oleh NKFK/DOQI
berdasarkan tingkat GFR, bersama berbagai parameter klinis, laboratorium dan pencitraan.
Tujuan adanya sistem klasifikasi adalah untuk pencegahan, identifikasi awal gangguan
ginjal, dan penatalaksanaan yang dapat mengubah perjalanan penyakit sehingga terhindar
dari end stage renal disease (ESRD).Namun demikian sistem klasifikasi ini hanya dapat
diterapkan pada pasien dengan usia 2 tahun ke atas, karena adanya proses pematangan
fungsi ginjal pada anak dengan usia di bawah 2 tahun.
Tabel 1. Klasifikasi stadium CKD NKF-K/DOQI
Stadium GFR Deskripsi
1 ≥ 90 Kerusakan ginjal dengan GFR normal/meningkat
2 60-89 Kerusakan ginjal dengan GFR ringan
3 30-59 Kerusakan ginjal dengan GFR sedang
4 15-29 Kerusakan ginjal dengan GFR berat
5 < 15 atau dialisis Gagal ginjal
Tabel 2. GFR normal pada anak dan remaja
Usia Usia GFR rata-rata ± SD (ml/mnt/1,73 m
1 minggu (laki-laki dan perempuan) 41±15
2-8 minggu (laki-laki dan perempuan) 66±25
> 8 minggu (laki(laki-laki dan perempuan) 96±22
2-12 tahun (laki-laki dan perempuan) 133±27
13-21 tahun (laki-laki) 140±30
13-21 tahun (perempuan) 126±22
Menurut (Sylvia A. Price. 2000), stadium dari Chronik Kidney Disease ada 3 yaitu :
a. Stadium Pertama
Dinamakan penurunan cadangan ginjal, selama stadium ini kreatinin serum dan
kadar BUN Normal, Creatinin Clerance berkisar 40-70 ml/mnt. Gangguan fungsi ginjal
hanya dapat diketahui dengan memberi beban kerja yang berat pada ginjal tersebut.
Seperti, tes pemekatan kemih yang lama atau dengan mengadakan tes GFR yang teliti.
14
b. Stadium Kedua
Perkembangan tersebut disebut insufisiensi ginjal dimana lebih dari 75% jaringan
yang berfungsi telah rusak. (GFR besarnya 25% dari normal) kadar BUN mulai
meningkat diatas batas normal, kadar kreatinin serum juga mulai meningkat melebihi
kadar normal. Kegagalan ginjal pada stadium kedua dimana nilai creatinin clearance 20-
40 ml/mnt. Gejala nokturia dan poliuria timbul, gejala ini timbul sebagai respon
terhadap stres dan perubahan makanan atau minuman secara tiba-tiba.
c. Stadium Ketiga
Stadium akhir gagal ginjal proresif, disebut gagal ginjal stadium akhir uremia,
gagal ginjal stadium akhir timbul apabila sekitar 90% dari masa nefron telah hancur
atau sekitar 200.000 nefron saja yang masih utuh, nilai GFR hanya 10% dari keadaan
normal dan creatinin clearance 5 ml/mnt. Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar
BUN akan meningkat dengan sangat menyolok sebagai respon terhadap GFR yang
mengalami penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal penderita mulai mengalami
gejala-gejala yang cukup parah, karena ginjal sudah tidak sanggup lagi
mempertahankan homoestasis cairan dan elektrolit dalam tubuh.
2.7 Komplikasi Gagal Ginjal Kronik
Komplikasi dari chronik kidney desease yaitu : hiperkalemia perikarditis, efusi perikardial,
hipertensi, anemia dan penyakit tulang.
2.8 Pemeriksaan Diagnostik Gagal Ginjal Kronik
Menurut marilynn E .Doenges (2000) adalah sebagai berikut :
Pemeriksaan Urine
Volume Biasanya kurang dari 400 ml / 24 jam atau urine tak ada
(anuria)
Warna Secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh
pus , bakteri, lemah, partikel koloid, fosfat atau urat.
Berat jenis Kurang dari 1,05 (menetap pada 1,010 menunjukkan
15
kerusakan ginjal berat)
Osmolalitas Kurang dari 300 mosm / kg menunjukkan kerusakan
tubular dan rasio urine serum sering 1 : 1
Klirens Kreatinin Mungkin agak menurun.stadium satu CCT(40
70ml/menit), stadium kedua, CCT (20-40ml/menit)
dan stadium ketiga, CCT(5 ml/menit)
Natrium Lebih besar dari 40 g/dl, karena ginjal tidak mampu
mereabsorpsi natrium. (135-145 g/dL)
Protein Derajat tinggi proteinuria (3 – 4 + ) secara kuat
menunjukkan kerusakan glomerulus bila SDM dan
fragmen juga ada.
Pemeriksaan Darah
BUN/Kreatinin Meningkat, biasanya meningkat dalam proporsi, kadar
kreatinin 10 mg/dl. Diduga batas akhir mungkin rendah
yaitu 5
Hitung darah
lengkap
Ht namun pula adanya anemia Hb : kurang dari 7 – 8
9/dl, Hb untuk perempuan (13-15 g/dL), laki-laki (13-16
g/dL)
SDM Waktu hidup menurun pada defesiensi eriropoetin
seperti pada azotemia.
Pemeriksaan GDA
pH Penurunan asidosis (kurang dari 7,2) terjadi karena
kehilangan kemampuan ginjal untuk mengekskresi
hidrogen dan amonia atau hasil akhir katabolisme
protein. Bikarbonat menurun PCo2 menurun natrium
serum mungkin rendah (bila ginjal ”kehabisan”
natrium atau normal (menunjukkan status difusi
16
hipematremia)
Kalium Peningkatan normal (3,5- 5,5 g/dL) sehubungan
dengan rotasi sesuai dengan perpindahan selular
(asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis SDM)
pada tahap akhir pembahan EKG mungkin tidak
terjadi sampai umum gas mengolah lebih besar.
Magnesium/
fosfat meningkat
Intraseluler (27 g/dL), plasma (3 g/dL), cairan intersisial
(1,5 g/dL).
Kalsium menurun Intra seluler (2 g/dL), plasma darah (5 g/dL), cairan
intersisial (2,5 g/dL)
Protein
(khususnya
albumin 3,5-5,0
g/dL)
Kadar semua menurun dapat menunjukkan kehilangan
protein melalui urine pemindahan cairan penurunan
pemasukan atau penurunan sintesis karena asam amino
esensial
Osmolalitas
serum
Lebih besar dari 285 mos m/kg. Sering sama dengan
Urine
a. KUB Foto : menunjukkan ukuran ginjal / ureter / kandug kemih dan adanya obstruksi
(batu)
b. Pielogram retrograd : Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
c. Arteriogram ginjal : Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravakuler
massa. Sistrouretrografi berkemih : menunjukkan ukuran kandung kemih, refiuks
kedalam ureter, rebonsi.
d. Ultrasono ginjal : Menentukan ukuran ginjal dan adanya massa. Kista obstruksi pada
saluran kemih bagian atas.
e. Biopsi ginjal : mungkin dilakukan secara endoskopik untuk menentukan pelvis ginjal :
keluar batu hematuria dan pengangkatan tumor selektif
f. EKG : Mungkin abnormal menunjukan ketidak keseimbangan elektrolit asam/basa.
g. Foto kaki, tengkorak, kolumna spinal, dan tangan : Dapat menunjukkan deminarilisasi,
kalsifikasi.
2.9 Penatalaksanaan
17
Menurut Sylvia Price (2000) adalah sebagai berikut :
Penatalaksanaan Medis
Obat anti hipertensi yang sering dipakai adalah Metildopa (Aldomet), propanolol dan
klonidin. Obat diuretik yang dipakai adalah furosemid (lasix).
Hiperkalemia akut dapat diobati dengan pemberian glukosa dan insulin intravena
yang memasukan K+ ke dalam sel, atau dengan pemberian kalsium glukonat 10%
intravena dengan hati-hati sementara EKG terus diawasi. Bila kadar K+ tidak dapat
diturunkan dengan dialisis, maka dapat digunakan resin penukar kation natrium
polistiren sulfonat (Kayexalate).
Pengobatan untuk anemia yaitu : rekombinasi eritropoetin (r-EPO) secara meluas,
saat ini pengobatan untuk anemia uremik : dengan memperkecil kehilangan darah,
pemberian vitamin, androgen untuk wanita, depotestoteron untuk pria dan transfusi
darah.
Asidosis dapat tercetus bilamana suatu asidosis akut terjadi pada penderita yang
sebelumnya sudah mengalami asidosis kronik ringan, pada diare berat yang disertai
kehilangan HCO3. Bila asidosis berat akan dikoreksi dengan pemberian pemberian
NaHCO3 parenteral.
Dialisis : suatu proses dimana solut dan air mengalir difusi secara pasif melalui suatu
membran berpori dari suatu kompartemen cair menuju kompartemen lainnya.
Dialisis peritoneal : merupakan alternatif dari hemodialisis pada penanganan gagal
ginjal akut dan kronik.
Pada orang dewasa, 2 L cairan dialisis steril dibiarkan mengalir ke dalam rongga
peritoneal melalui kateter selama 10-20 menit. Biasanya keseimbangan cairan dialisis
dan membran semipermeabel peritoneal yang banyak vaskularisasinya akan tercapai
setelah dibiarkan selama 30 menit.
Transplantasi ginjal : prosedur standarnya adalah memutar ginjal donor dan
menempatkannya pada fosa iliaka pasien sisi kontralateral. Dengan demikian ureter
terletak di sebelah anterior dari pembuluh darah ginjal, dan lebih mudah
dianastomosis atau ditanamkan ke dalam kandung kemih resipien.
Penatalaksanaan Keperawatan
Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
18
Penimbangan berat badan setiap hari
Batasi masukan kalium sampai 40-60 mEq/hr
Mengkaji daerah edema.
Melakukan perawatan kulit
Lakukan perawatan oral hygien
Lakukan pengukuran EKG, mengindikasi adanya hiperkalemia
Adapun penatalaksanaan keperawatan lainnya, yaitu :
Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal
secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia,
memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan
elektrolit (Sukandar, 2006).
1) Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau
mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama
gangguan keseimbangan negatif nitrogen
2) Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan
tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara
status nutrisi dan memelihara status gizi
3) Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah
diuresis mencapai 2 L per hari
4) Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG
dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease)
Terapi Simtomatik
1) Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium
(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat
19
diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera
diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L
2) Anemia
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan
terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-
hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak
3) Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai
pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief
complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa
mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program
terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik
4) Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit
5) Kelainan neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler
yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi
6) Hipertensi
Pemberian obat-obatan anti hipertensi
7) Kelainan sistem kardiovaskular
Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang diderita
Terapi Pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu
pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis,
dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
1) Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala
toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat
pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal
(LFG).Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi
elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis,
20
ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang
tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood
Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif,
yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan
astenia berat (Sukandar, 2006).
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang
telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan
ginjal buatan yang kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput
semipermiabel (hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik
dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada
adalah biaya yang mahal (Rahardjo, 2006).
2) Dialisis peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal
Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik
CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-
pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang
cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan
pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal
terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik
disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan
pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan
di daerah yang jauh dari pusat ginjal (Sukandar, 2006).
3) Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).
Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
a) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%)
faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal
ginjal alamiah
b) Kualitas hidup normal kembali
c) Masa hidup (survival rate) lebih lama
21
d) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat
imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
e) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi
Penatalaksanaan diit
Tinggi karbohidrat, rendah protein, rendah natrium, batasi diit rendah protein sampai
mendekati 1g/ kgBB selama fase oliguri. Untuk meminimalkan pemecahan protein dan
untuk mencegah penumpukan hasil akhir toksik. Batasi makanan dan cairan yang
mengandung kalium dan fosfor (pisang, buah dan jus-jusan serta kopi).
2.10 Istilah-istillah sulit dalam penulisan makalah
1. Nefron adalah unit fungsional dan struktural dasar ginjal, dan masing-masing ginjal
manusia mengandung dari 800.000 hingga satu juta unit
2. Aferen atriola adalah pembuluh darah kapiler ini dinamakan arteriol eferen yang
meninggalkan glomerulus menuju vasa rekta.
3. Vasa rekta merupakan kapiler yang mengelilingi lengkung henle. Adapun
pembuluh darah kapiler yang menuju glomerulus dinamakan arteriol aferen.
Arteriol ini banyak menyuplai darah bagi glomerulus
4. Trombosis vena renalis adalah kondisi medis yang ditandai dengan sumbatan darah
di dalam vena yang menghentikan aliran darah dari ginjal untuk kembali ke jantung
(vena renalis)
5. Sodium adalah ion positif yang mudah ditemukan pada darah, sel, dan cairan tubuh.
Sodium kerap bekerja bersama dengan potassium menjadi mineral intraseluler
utama.
6. Obligator reabsorpsi reabsorpsi pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian
besar dari glukosa, sodium, klorida, fosfat dan beberapa ion karbonat. Prosesnya
terjadi secara pasif yang dikenal dengan obligator reabsorpsi terjadi pada tubulus
atas sedangkan pada tubulus ginjal bagian bawah terjadi kembali penyerapan dan
sodium dan ion bikarbonat
7. Reabsorpsi fakultatif yang terjadi ditubulus kontortus distal disebut dengan
raebsorpsi fakultatif, yaitu reabsorpsi yang terjadi tergantung kebutuhan
22
8. Glomerulonefritis adalah jenis penyait ginjal dimana bagian dari ginjal yang
membantu menyaring limbah dan cairan dari darah (glomerulus) mengalami
kerusakan. Kerusakan ini menyebabkan darah dan protein lolos kedalam urin
9. Netropati analgesic yaitu penyakit ginjal yang ditandai dengan peradangan kronis
dan kematian jaringan ginjal
10. Nefropati refluk pengertian tentang derajat VUR yang berat dapat menyebabkan
pembentukan jaringan parut pada ginjal, atrofi dan dilatasi kaliks (nefropati refluks,
yang lazim di diagnosis sebagai pylonefritis kronik
11. Pieloefritis merupakan infeksi bakteri piala ginjal, tubulus, dan jaringan interstitial
dari salah satu atau kedua ginjal
12. Aldosteron adalah hormon steroid dari golongan mineralkortikoid yang disekresi
dari bagian terluar zona glomerulosa pada bagian korteks kelenjar adrenal oleh
rangsangan dari peningkatan angiotensin II dalam darah
13. Hipovolemia adalah penipisan volume cairan ekstraseluler (CES). Hipovolemia ini
terjadi dapat disebabkan karena penurunan masukan, kehilangan cairan yang
abnormal melalui kulit, gastrointestinal, ginjal abnormal dan pendarahan
14. Sekresi parathormon ialah hormon yang dibentuk oleh kelenjar paratiroid. Hormon
ini berupa suatu protein atau peptide lurus. Bersama dengan kalsitonin dan
kalsitriol, hormon paratiroid berperan dalam metabolisme kalsium
15. Osteodistrofi renal merupakan gangguan morfologi tulang pada PGK. OR
merupakan salah satu pemeriksaan komponen skeletal dari suatu gangguan sistemik
GMT-PGK yang dapat diukur (quantifiable) melalui pemeriksaan histomorfometri
dari biopsi tulang
16. Perikarditis adalah peradangan pada lapisan pelindung jantung atau pericardium
17. Diuretik loop bekerja pada lengkung henle ginjal. Dibandingkan dengan diuretik
golongan lain, diuretik loop memiliki efektivitas tertinggi dalam mengeluarkan ion
natrium dan clor dari tubuh yang selanjutnya tentu diikuti dengan meningkatnya
jumlah produksi urin. Obat yang paling sering digunakan dari golongan diuretik
loop adalah furosemide
23
18. Hiperfofatemia adalah penyakit dimana penderitanya mengalami kadar fosfat yang
tinggi dalam darahnya, atau dalam bahasa medis dapat dikatakan sebagai keadaan
dimana konsentrasi fosfat dalam darah lebih dari 4,5 mg/dl. Darah
19. Imunosupresif adalah kelompok obat yang digunakan untuk menekan respon imun
seperti pencegah
24
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Cronik Kidney Desease adalah suatu gangguan fungsi renal yang progresif irreversible
yang disebabkan oleh adanya penimbunan limbah metabolik di dalam darah, sehingga
kemampuan tubuh tidak mampu mengekskresikan sisa- sisa sampah metabolisme dan
mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Penyebab GGK termasuk
glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vaskuler (nefrosklerosis), proses obstruksi
(kalkuli), penyakit kolagen (luris sutemik), agen nefrotik (amino glikosida), penyakit
endokrin (diabetes). (Doenges, 1999; 626)
Manifestasi klinik menurut suyono (2001) adalah sebagai berikut: sistem
kardiovaskuler: hipertensi, pitting edema, edema periorbital, pembesaran vena leher, friction
sub pericardial. Sistem pulmoner: krekel, nafas dangkal, kusmaull, sputum kental dan liat.
sistem gastrointestinal: anoreksia, mual dan muntah, perdarahan saluran GI, ulserasi dan
pardarahan mulut, nafas berbau ammonia. sistem musculoskeletal: kram otot.
3.2 Saran
Setelah penulis menjabarkan mengenai kasus Cronic Kidney Disease (CKD)/ Gagal
Ginjal Kronik, diharapkan memberi suatu pencerahan dan tambahan ilmu pengetahuan
mengenai kasus ini. Namun, dalam uraiannya, penulis sadar bahwa masih banyak hal yang
dirasa kurang dan oleh karenanya penulis mengharapkan suatu masukan dan saran untuk
kebaikan mendatang dalam segala bidang, terutama kasus Cronic Kidney Disease (CKD)
ini. Penelusuran lebih jauh dan dalam lagi mengenai perkembangan kasus Cronic Kidney
Disease (CKD) ini merupakan jalan terbaik untuk mendapat informasi yang lebih relevan
disamping makalah ini.
25
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marilynn.E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma, 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA (North American Nursing Diagnosis Association) NIC-NOC
Jilid 1, Yogyakarta: Media Action Publising
Brunner & Suddarth (2002). Buku Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2. Jakarta :
EGC
Mansjoer, Arif (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius
Wilkinson, Judith M. (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC
Kowalak, dkk. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC
Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit :
Pathophysiology. Clinical Concepts of Desease Processes / Sylvia Anderson Price, Lorraine
McCarty Wilson : Alih Bahasa, Peter Anugerah ; Editor, Caroline Wijaya, - Ed.4 – Jakarta :
EGC, 1995.
Suyono, Slamet (2001). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta : Gaya Baru.
Tucker, Susan Martin. (1998). Patient Care Standards : Nursing Process, Diagnosis and
Outcome. Vol 3. (Penerjemah : Yasmin Asih Etal). (Sumber Asli diterbitkan tahun 1992).
Engram, Barbara. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal – bedah. Vol. 1 / Barbara Engram
: Alih Bahasa, Suharyati Samba ; Editor Edisi Bahasa Indonesia, Monica Ester. Jakarta :
EGC. 1998.
Brunner and Suddarth. (2000). Hand Book for Brunner & Suddarth Text Book Medical
Surgical Nursing. (Penerjemah Yasmin Asih, S.Kp). Lipincott – Raven Publishers. (Sumber
Asli diterbitkan tahun 1996).
Doenges. Marilynn. E (2000). Nursing Care Plans Guidelines For Planning and
Documenting Patients. (Penerjemah : I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati). Philadelphia,
F.A. Davis. (Sumber Asli diterbitkan tahun 1993).
26